DISERTASI
Oleh :
MUJIYO
NIM : 09/292969/SPN/00392
Disertasi
untuk memperoleh derajat Doktor dalam Ilmu Pertanian
Minat Ilmu Tanah
Universitas Gadjah Mada
Dipertahankan di hadapan
Tim Penguji Program Pascasarjana
Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada
pada tanggal 20 September 2013
Oleh :
MUJIYO
NIM : 09/292969/SPN/00392
Lahir di :
Sukoharjo, Jawa Tengah
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
v
perkuliahan, pelaksanaan penelitian sampai dengan penulisan disertasi. Penulis
menyampaikan rasa hormat dan terimakasih atas saran dan kritik membangun
kepada Ibu Dr. Ir. Sri Nuryani Hidayah Utami, M.Sc., Bapak Dr. Ir. Dja’far
Shiddieq, MSc., Bapak Prof. Dr. Didik Indradewa, Dip.Agr.St. dan Bapak Dr. Ir.
Benito H. Purwanto, MP., M.Agr.Sc. Sentuhan terakhir oleh Bapak Prof. Dr. Ir.
Bambang Djadmo K., M.Sc. dan Bapak Prof. Dr. Ir. Suntoro, M.S. memberikan
banyak koreksi terhadap esensi disertasi dan bahkan sampai koreksi redaksional
yang sangat bermanfaat.
Kesempatan kedua penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia
2. Rektor UGM, Direktur DAA UGM, Dekan Fakultas Pertanian UGM, Ketua
Jurusan Ilmu Tanah, Ketua Program Studi S3 Ilmu Tanah, Bapak/Ibu dosen di
Jurusan Ilmu Tanah dan seluruh pengelola program pasca sarjana, Bu Yani
dan Mas Wahudi
3. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Dekan Fakultas Pertanian
UNS, Ketua Jurusan Ilmu Tanah, Ketua Laboratorium di Jurusan Ilmu Tanah
FP UNS, seluruh staf adminsistrasi dan laboran
4. Bappeda, Kesbangpollinmas, Dipertan, Bapeluh Kabupaten Sragen, Cabang
Dinas Pertanian Kecamatan Sambirejo, dan Kepala Desa Sukorejo beserta
seluruh perangkat desa
5. Ketua dan anggota petani Kelompok Tani “Sri Makmur” Dusun Pondok, Desa
Sukorejo dan Kelompok Tani “Margo Rukun I” Dusun Gempol, Desa
Sukorejo, Bapak Ali sekeluarga, Bapak Suroso sekeluarga dan Bapak Ngadi
sekeluarga, terimakasih atas kesediaannya menerima penulis sebagai anggota
keluarga
6. Rekan-rekan S3 Ilmu Tanah UGM angkatan 2009: Bu Ninuk, Pak Riyo, Bu
Robby, Bu Eni, Pak Kun dan Pak Danny, dan juga rekan yang lain: Pak
Shalakudin, Bu Mihar, Pak Syarief, Pak Rif’an, Pak Hatta, Bu Tri, Mbak Ita,
Bu Khadijah, Mbak Afi, Pak Anton, Mas Arif Anshori dan Mbak Wulan.
vi
7. Mas Dodo dan adik-adik mahasiswa semua; Nukhak, Demi, Ferdian Lintang,
Ilham, Ali, Yuan, Heri, Catur, Dyan, Novika, Uya, Puji, Yosinta, Annisa
Niken, Okky, Donny, Haris, Maria Niken, dan Prida yang telah banyak
membantu pelaksanaan penelitian, mohon ma’af apabila tertinggal tidak
disebutkan semuanya
Kesempatan berikutnya penulis menyampaikan terimakasih kepada
seluruh Bapak/Ibu di Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNS, nyuwun sewu
tidak disebutkan satu per satu, panjenengan semua sudah memberikan suri
tauladan yang patut dihikmahi. Bu Ninuk, matur nuwun sudah dan selalu
menemani sebagai sahabat, ibu dan guru. Pak Dadi, terimakasih atas diskusi
ilmiahnya tentang Azolla. Pak Sur, matur nuwun sudah memberikan suri teladan
bagaimana semestinya kita ini hidup dan memberikan manfaat kepada orang lain.
Pak Marno, kesehajaan itu justru memberikan kewibawaan. Mas Yen, Mas Sidik,
Mbak Tum, Mas Darsono dan Dik Nita, terimakasih atas kerjasama dan rasa
kekeluargaan selama di laboratorium. Bu Erlyna, Bu Sum, Pak Anam, Bu Hand
(almarhumah), Bu Nandar dan Pak Heru di Fakultas Pertanian UNS, terimakasih
atas rasa kerjasama dan kekeluargaan yang telah diberikan selama ini. Pak
Bambang Joko Sudibyo, SH., MH., Fakultas Hukum UNS, matur nuwun atas
nasehat-nasehat filosofisnya.
Kesempatan istimewa penulis menyampaikan penghargaan untuk semua
anggota keluarga. Eny Sugiyanti, AMd., istri tercinta, rasanya tidak ada kata yang
bisa menyampaikan ungkapan rasa terimakasih dan penghargaan atas dukungan,
pengertian dan pengorbanan jiwa raga, terimakasih Ma. Anak pertama,
Muhammad Firdaus Wiraatmaja, terimakasih sahabat kecilku. Anak kedua,
Afidah Shafiana Wiraatmaja, terimakasih bidadari kecilku. Kalian semua
membuat semangat ini tetap terus ada.
Almarhum Bapak dan Almarhumah Ibu, pengorbanan dan perjuangan
hidup panjenengan tidak sia-sia, ya Allah ampunilah dosa-dosanya, sayangilah
mereka sebagaimana mereka merawat dan mendidikku dan berilah mereka
keluarga yang lebih baik di sisi-Mu dan pertemukanlah kami kembali, amiin.
vii
Kakak, adik, keponakan dan cucu, dinamika keluarga kita semakin memperkukuh
silahturahim dan kasih sayang. Almarhum Bapak Mertua, perjalanan hidup
keluarga masih panjang dan sampai saat ini sudah sesuai dengan gegayuhan
panjenengan, semoga terus berlanjut, ya Allah ampunilah dosa-dosanya,
sayangilah dan pertemukanlah kami semua nanti dalam suatu keluarga yang lebih
baik di sisi-Mu, amiin. Ibu Sri Sumanti, terimakasih atas tulus kasih sayangya,
sampai tidak bisa membedakan ibu kandung ataukah ibu mertua. Om Lilik dan
keluarga, terimakasih atas semua dukungan dan semangatnya.
Kesempatan terakhir penulis menyampaikan mohon ma’af yang sebesar-
besarnya kepada yang terlupakan ditulis dan tidak dapat disebutkan satu per satu,
terimakasih atas semua jasa baiknya.
Penulis mendo’akan semoga amal baik yang bisa maupun yang tidak bisa
disebutkan di atas mendapat pahala syurga dari Allah SWT, amiin. Kehilangan
Almarhum Bapak Ali di tengah penulisan ini (3 Agustus 2013) semakin
menambah keinginan mewarisi semangat beliau untuk membangun pertanian
yang berselaras dengan alam dan mewariskannya kepada generasi yang akan
datang. Khususan Almarhum Bapak Ali: Allahummakhtim lanaa bil islaam,
wakhtim lanaa bil imaan, wakhtim lanaa bihusnil khootimah.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih banyak kekurangan dan
kelemahan, oleh karena itu saran dan kritik membangun sangat diharapkan.
Semoga hasil penelitian ini dapat membawa manfaat bagi ilmuwan, praktisi
(termasuk petani) dan pengambil kebijakan serta pihak lain yang berkepentingan.
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………................ ii
HALAMAN PERNYATAAN ………………………………………............... iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………………... v
DAFTAR ISI ………..………………………………………………………… ix
DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. xii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………..... xv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………….. xvii
INTISARI ……………………………………………………………………... xix
ABSTRACT …………………………………………………………………... xx
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ……………………………………………….................... 1
B. Perumusan Masalah .................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ……………………………………………………….... 5
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6
E. Kebaruan dan Keaslian Penelitian .............................................................. 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Padi Sawah Organik ........................................................................ 11
B. Emisi GRK Metana (CH4) ……………………………………………….. 14
C. Faktor Penentu Emisi Metana pada Tanah Sawah ………………….......... 16
D. Mekanisme Produksi Metana dan Pelepasannya ke Atmosfer …………... 20
E. Manfaat Azolla sebagai Sumber Bahan Organik dan Hara N ………….... 24
F. Peranan Azolla Menurunkan Emisi Metana ……………………………... 27
G. Landasan Teori …………………………………………………………… 29
H. Hipotesis .………………………................................................................. 31
ix
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Alur Pikir Penelitian .................................................................................... 32
B. Tahap Penelitian ………………………………………….......................... 33
C. Penelitian Tahap I: Karakterisasi Lahan dan Potensi Emisi Metana .......... 34
1. Pendekatan Penelitian ........................................................................... 35
2. Waktu dan Tempat ............................................................................... 35
3. Bahan dan Alat ..................................................................................... 36
4. Tata Laksana Penelitian ........................................................................ 36
5. Teknik Analisa Data ............................................................................. 40
D. Penelitian Tahap II: Percobaan Rumah Kaca ............................................. 41
1. Pendekatan Penelitian ........................................................................... 42
2. Waktu dan Tempat ............................................................................... 42
3. Bahan dan Alat ..................................................................................... 42
4. Rancangan Percobaan ........................................................................... 43
5. Tata Laksana Penelitian ........................................................................ 45
6. Teknik Analisis Data ............................................................................ 48
E. Penelitian Tahap III: Percobaan Lapangan ................................................. 49
1. Pendekatan Penelitian ........................................................................... 50
2. Waktu dan Tempat ............................................................................... 50
3. Bahan dan Alat ..................................................................................... 50
4. Rancangan Percobaan ........................................................................... 51
5. Tata Laksana Penelitian ........................................................................ 53
6. Teknik Analisa Data ............................................................................. 56
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penelitian Tahap I: Karakterisasi Lahan dan Potensi Produksi CH4 .......... 57
1. Keadaan Umum Wilayah ..................................................................... 57
2. Karakterisasi Tanah dan Lahan ……………………………………… 59
3. Emisi CH4 ………………………………………………..................... 76
4. Pilihan Lokasi Percobaan Penelitian ………………………………… 86
x
B. Penelitian Tahap II: Percobaan Rumah Kaca ............................................. 87
1. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman ......................................................... 87
2. Sifat Tanah Akhir ................................................................................. 102
3. Emisi CH4 ............................................................................................. 106
4. Alternatif Pilihan Rekomendasi ........................................................... 117
C. Penelitian Tahap III: Percobaan Lapangan ................................................. 120
1. Pertumbuhan dan Hasil Tanaman ......................................................... 120
2. Sifat Tanah Akhir ................................................................................. 135
3. Emisi CH4 ............................................................................................. 139
4. Alternatif Pilihan Rekomendasi ........................................................... 148
D. Pembahasan Umum ..................................................................................... 151
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................................. 166
B. Saran Rekomendasi ..................................................................................... 166
RINGKASAN .................................................................................................... 168
SUMMARY ....................................................................................................... 176
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 183
LAMPIRAN ....................................................................................................... 194
xi
DAFTAR TABEL
xii
Tabel Judul Tabel Halaman
12. Serapan C, N, P dan K pada tajuk dan akar tanaman padi sawah
organik pada percobaan rumah kaca ...................................................... 97
13. Korelasi serapan hara dan parameter terpilih sistem padi sawah
organik pada percobaan rumah kaca ………………………………….. 101
14. Sifat tanah sawah organik awal sebelum percobaan penanaman ........... 102
15. Sifat tanah sawah organik akhir setelah percobaan penanaman di
rumah kaca ……………………………………………………………. 103
16. Sifat tanah sawah organik akhir setelah percobaan penanaman
di rumah kaca dan harkat kesuburannya ................................................ 104
17. Korelasi status kesuburan tanah dan parameter terpilih sistem padi
sawah organik pada percobaan rumah kaca …………………………... 105
18. Sifat tanah dan air (rata-rata pada umur 38, 70 dan 95 HST) sistem
padi sawah organik pada percobaan rumah kaca ................................... 107
19. Methanogen dan methanotrof (rata-rata 38, 70 dan 97 HST),
emisi 38, 70 dan 97 HST, dan emisi 1 MT sistem padi sawah organik
pada percobaan rumah kaca ................................................................... 112
20. Korelasi emisi dengan parameter terpilih sistem padi sawah organik
pada percobaan rumah kaca …………………………………………... 114
21. Rata-rata emisi oleh sistem padi sawah organik pada perlakuan
pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla hasil percobaan rumah kaca ..... 115
22. Rata- rata sifat air terpilih dan emisi oleh sistem padi sawah organik
pada perlakuan inokulum Azolla hasil percobaan rumah kaca ……….. 115
23. GKP, status kesuburan tanah akhir dan emisi CH4 oleh sistem
padi sawah organik pada percobaan rumah kaca ................................... 118
24. Tinggi dan jumlah anakan tanaman padi sawah organik pada
percobaan lapangan ….………………………………........................... 125
25. Berat gabah per malai, berat 1.000 biji, berat segar brangkasan,
gabah kering panen dan indeks panen tanaman padi sawah organik
pada percobaan lapangan ..……………………………………………. 126
xiii
Tabel Judul Tabel Halaman
26. Korelasi parameter tanaman dan sifat tanah terpilih sistem padi
sawah organik pada percobaan lapangan ……………………………... 128
27. Rata-rata NH4+ tanah dan GKP oleh padi sawah organik pada
perlakuan pupuk kandang sapi , pupuk azolla dan inokulum Azolla
hasil percobaan lapangan ....................................................................... 128
28. Kandungan C, N, P dan K pada akar, tajuk dan gabah padi sawah
organik pada percobaan lapangan …………………………………….. 131
29. Serapan C, N, P dan K pada tajuk dan akar padi sawah organik
pada percobaan lapangan …………………………............................... 132
30. Korelasi serapan hara dan parameter terpilih sistem padi sawah
organik pada percobaan lapangan …………………………………….. 134
31. Sifat tanah sawah organik akhir setelah percobaan penanaman di
lapangan ……………………………………………………................. 136
32. Sifat tanah sawah organik akhir setelah percobaan penanaman
di lapangan dan harkat kesuburannya .................................................... 137
33. Korelasi status kesuburan tanah dan parameter terpilih sistem
padi sawah organik pada percobaan lapangan ………………………... 138
34. Sifat tanah dan air (rata-rata pada umur 35, 68 dan 96 HST) padi
sawah organik pada percobaan lapangan ............................................... 141
35. Methanogen dan methanotrof (rata-rata 35, 68 dan 96 HST),
emisi 35, 68 dan 96 HST, dan emisi 1 MT oleh padi sawah organik
pada percobaan lapangan ....................................................................... 142
36. Korelasi emisi dengan parameter terpilih sistem padi sawah
organik pada percobaan lapangan .......................................................... 145
37. Rata-rata emisi oleh padi sawah organik pada perlakuan pupuk
kandang sapi dan pupuk Azolla hasil percobaan lapangan .................... 146
38. Rata-rata sifat air terpilih dan emisi oleh sistem padi sawah
organik pada perlakuan inokulum Azolla hasil percobaan lapangan ..... 147
39. GKP, status kesuburan tanah akhir dan emisi CH4 oleh sistem padi
sawah organik hasil percobaan lapangan ............................................... 149
xiv
DAFTAR GAMBAR
xv
Gambar Judul Gambar Halaman
-1 -1
21. Penutupan inokulum Azolla 1,33 ton ha (atas), 2 ton ha (tengah),
dan 4 ton ha-1 (bawah) ……………………………………………….. 87
22. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman padi sawah organik pada
percobaan rumah kaca ……………………………………………….. 88
23. Grafik pertumbuhan jumlah anakan tanaman padi sawah organik
pada percobaan rumah kaca ………………………………................. 89
24. Rata-rata emisi harian .......................................................................... 113
25. Penutupan inokulum Azolla 4 ton ha-1 setelah 9 hari penebaran
(tanaman padi umur 14 HST) .............................................................. 120
26. Azolla masih bertahan pada saat panen padi sawah organik (tanda
panah), tampak atas (insert) ................................................................. 121
27. Tanaman padi sistem organik pada percobaan lapangan ..................... 122
28. Grafik pertumbuhan tinggi tanaman padi sawah organik pada
percobaan lapangan ………………………………………………….. 123
29. Grafik pertumbuhan jumlah anakan tanaman padi sawah organik
pada percobaan lapangan ………………………………..................... 124
30. Rata-rata emisi harian ……………………………………………...... 144
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvii
Lampiran Judul Lampiran Halaman
28. Pemerian horison tanah hutan jati (P4) …………………………… 216
29. Sifat fisika dan biologi Tanah hutan jati (P4) …………………….. 218
30. Sifat kimia tanah hutan jati (P4) ………………………………….. 218
31. Kandungan Fe tanah hutan jati (P4) ………………………………. 219
32. Gambar hasil difraksi sinar-X tanah hutan jati (P4) ........................ 219
33. Horison diagnostik tanah hutan jati (P4) …………………………. 220
34. Klasifikasi tanah hutan jati (P4) ………………………................... 220
35. Sifat kimia pupuk kandang sapi dan Azolla yang digunakan
dalam percobaan penanaman di rumah kaca dan lapangan ………. 221
xviii
INTISARI
xix
ABSTRACT
xx
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
pertanian oleh karena itu harus diimbangi dengan upaya pelestarian fungsi
organik rendah (C-organik < 2%) sebagai akibat intensitas penanaman terus-
menerus dengan penggunaan pupuk anorganik dan sebagian besar hasil panen
(jerami) diangkut keluar, serta tidak ada penambahan bahan organik yang lain
(Karama, 2001; Syamsiyah dan Mujiyo, 2006). Rata-rata bahan organik tanah
Salah satu usaha untuk mengatasi degradasi lahan sawah berkadar bahan
sawah organik, yang salah satu komponen utamanya adalah dengan penggunaan
penggunaan pupuk organik pada tanah sawah ternyata meningkatkan produksi gas
2
oksidasi-reduksi akan diakhiri dengan pembentukan CO2 dan CH4 (Le Mer and
Roger, 2001; Nieder and Benbi, 2008). Bahan organik berpengaruh tidak
potensial redoks (Eh) tanah. Produksi metana dalam tanah akan meningkat seiring
CH4 merupakan salah satu emisi GRK dari tanah sawah dan berpotensi
pemanasan global (GWP = global warming potential) CH4 dapat mencapai 10x
(sepuluh kali) lebih besar dari pada potensi pemanasan global oleh CO2 (Boeckx
and Cleemput, 1996). Nieder and Benbi (2008) sementara itu menyampaikan
bahwa CH4 mempunyai kemampuan memancarkan panas 21x (dua puluh satu
sebesar 59% pada tahun 1990, dan diperkirakan 57% pada tahun 2020 (USEPA,
2006). Emisi CH4 menyumbang 20% dari total emisi gas rumah kaca (Inubushi et
al., 2001). Adachi et al. (2006) menyatakan 7% dari total emisi gas rumah kaca
adalah emisi CH4 yang berasal dari ekosistem padi sawah. Reddy and DeLaune
(2008) sementara itu menyebutkan bahwa emisi metana global sebesar 5.108 ton
tahun-1, dan tanah sawah menyumbang 5.107 ton tahun-1 atau sebesar 10% nya.
melaksanakan sistem padi sawah organik sejak tahun 2001, dan sudah disertifikasi
pangan organik untuk ruang lingkup beras organik pada tahun 2008. Penggunaan
pupuk hanya dari pupuk kandang sapi sebanyak 8 ton ha-1 pada tahun-tahun
pertama, kemudian hanya 2 ton ha-1 pada tahun-tahun berikutnya dengan beberapa
(campuran madu dan susu). Beberapa varietas padi yang ditanam adalah IR-64,
mentik dan beras merah dengan rata-rata hasil gabah kering panen (GKP) 7,5 –
Syamsiyah et al. (2010), Mujiyo et al. (2010) dan Hartati et al. (2010)
menyampaikan salah satu kendala yang dihadapi dalam melaksanakan sistem padi
organik. Kendala lainnya beberapa petani belum merasa puas kalau tanaman
hanya dipupuk dengan pupuk kandang (pupuk kandang sapi), karena tanaman
tidak segera tumbuh subur, tidak tampak hijau, dan jumlah anakan sedikit. Petani
akhirnya masih menggunakan pupuk kimia, dan yang biasa digunakan adalah
Lahan pertanian yang telah dinilai sebagai salah satu penghasil emisi
lahan pertanian, dan akan berdampak pula terhadap penurunan manfaat sistem
Salah satu strategi yang dapat diterapkan untuk mengatasi kedua permasalahan
digunakan juga sebagai pupuk N, teknik ini lebih mudah dan murah untuk
menurunkan emisi CH4 dari lahan sawah, karena Azolla dapat memacu oksidasi
CH4 (Bharati et al., 2000; Prasanna et al., 2002; Sasa et al., 2003).
B. Perumusan Masalah
Ciri khas dari sistem padi sawah organik adalah penggunaan pupuk
(bahan) organik yang lebih tinggi dari pada sistem padi sawah konvensional/kimia
bahan organik tanah, dan berdampak kepada perubahan sifat fisika, kimia dan
pengukuran CH4 oleh karena itu perlu dilakukan untuk mengetahui berapa potensi
produksi (potensi emisi) CH4 dari tanah sawah organik. Pengukuran potensi emisi
sumber bahan organik dan pupuk N, dan untuk menurunkan emisi CH4. Penelitian
karena itu perlu dilakukan untuk mengetahui bagaimana peranan Azolla terhadap
sifat/kesuburan tanah, pertumbuhan dan hasil tanaman padi, dan emisi CH4.
sapi (kebiasaan petani) dan Azolla sebagai pupuk organik (dibenamkan) maupun
diaplikasikan sebagai pupuk organik akan menghasilkan emisi CH4 lebih rendah
dibandingkan dengan pupuk organik dengan C/N rasio lebih tinggi. Azolla yang
kemungkinan juga konsentrasi nitrat dan nitrit di dalam air genangan sawah.
Oksigen, nitrat dan nitrit terlarut merupakan agen pengoksidasi CH4, dengan
C. Tujuan Penelitian
a. Mengetahui perbedaan sifat tanah dan emisi CH4 pada lahan sawah organik,
semi organik dan konvensional, dan mengetahui sifat tanah yang menentukan
terhadap sifat tanah, pertumbuhan dan hasil tanaman padi, dan emisi CH4.
dan Azolla yang dapat memperbaiki sifat tanah, meningkatkan hasil tanaman
pupuk N untuk melengkapi dan atau mengganti pupuk kandang sapi pada
budidaya padi sawah organik. Upaya reklamasi lahan berkadar bahan organik
Indonesia.
sebagai berikut;
1. Lokasi penelitian di lahan padi sawah organik, yang sudah disertifikasi oleh
sementara itu percobaan oleh Bharati et al. (2000) dilaksanakan bukan di lahan
2. Penelitian pada tahap karakterisasi tanah dan lahan akan mencari faktor
penentu emisi CH4. Pengukuran emisi CH4 melalui penentuan potensi produksi
dan oksidasi CH4 dengan cara inkubasi sampel tanah di laboratorium. Sampel
tanah berasal dari sawah organik, semi organik, konvensional, dan hutan jati.
Joulian et al. (1996) mengukur potensi produksi CH4 pada tanah yang diberi
berbagai sumber C. Oelbermann and Schiff (2008) dan Liu et al. (2011)
7
3. Penelitian oleh Bharati et al. (2000) ada perlakuan yang menggunakan Urea
dan tidak ada yang hanya dengan inokulum Azolla, sedangkan penelitian yang
dilakukan ini tidak ada yang menggunakan Urea, melainkan dengan pupuk
kandang sapi, dan ada perlakuan yang hanya menggunakan inokulum Azolla.
dengan oksigen terlarut pada air genangan, sementara itu penelitian ini selain
menghubungkan emisi metana dengan konsentrasi nitrat dan nitrit pada air
Penelitian ”Emisi Metana pada Lahan Padi Sawah Organik di Sragen” ini
belum pernah dilakukan oleh peneliti lain. Lingkup penelitian ini mengkaji
karakteristik tanah pada lahan padi sawah organik, semi organik dan
Sragen. Setyanto (2004) sementara itu pernah mengukur potensi produksi CH4
di Jawa lebih maju karena pada umumnya adalah petani yang sudah mapan, dan
Sragen Organik, dengan mendukung petani yang menanam padi organik, antara
lain dengan membeli hasil panen sampai produksinya stabil dan petani dapat
yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan. Ciri-ciri pertanian organik adalah: (1)
Mengupayakan perbaikan siklus biologi, termasuk daur jasad renik, fauna tanah,
tanaman dan binatang untuk menambah bahan organik tanah, (2) Pergiliran jenis
tanaman yang tepat, berkelanjutan dan penggunaan pupuk kandang serta hijauan
secara rasional, (3) Tidak menggunakan pestisida kimia, (4) Tidak menggunakan
bibit hasil rekayasa genetika, (5) Menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh
12
dan pupuk kimia sintesis, dan (6) Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan
organik, namun pada hakekatnya sistem ini mengelola produksi pertanian secara
tanah, dengan asupan bahan dari luar (terutama bahan kimia buatan) seminimal
terjaga dan produk sehat yang aman dikonsumsi. Badan Standardisasi Nasional
ekosistem, termasuk aneka hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah.
Sistem padi sawah organik secara harfiah dan esensi tidak jauh berbeda
dengan sistem pertanian organik secara umum. Pembeda dari kedua sistem adalah
jenis komoditasnya khusus yaitu komoditas padi yang dikelola dengan teknik
tanah sawah. Tanah sawah bukan merupakan terminologi klasifikasi untuk suatu
berbagai jenis tanah untuk budidaya padi sawah. Secara fisik, tanah sawah
dicirikan oleh terbentuknya lapisan oksidatif atau aerobik di atas lapisan reduktif
umum belum memadai, baik kios saprodi penyedia maupun kuantitas pupuk
pupuk anorganik yang lebih mudah diakses dari pada pupuk organik, merupakan
biologi tanah, oleh karena itu pengelolaannya harus secara terpadu dengan
pemberian pupuk organik secara berkelanjutan. Bentuk pupuk organik yang dapat
digunakan adalah pupuk yang berupa senyawa organik (Roesmarkam, 2001) dan
berasal dari kotoran hewan, bahan tanaman dan limbah, seperti pupuk kandang,
bahwa kepemilikan ternak besar (sapi, kerbau, kuda) oleh petani di Kabupaten
Cirebon, Subang, Purwakarta, Madiun, Kediri, dan Jombang pada tahun 2006
kepemilikan ternak tersebut oleh petani responden 2,5 ekor, sementara itu rata-
rata kepemilikan lahan sawah 1,4 ha. Lahan sawah apabila diasumsikan
menggunakan pupuk hanya dari kotoran ternak tersebut, maka setiap 1 lahan
harus didukung minimal oleh 4 ekor sapi. Setiap bulan 4 ekor sapi ini akan
menghasilkan 1.200 kg pupuk siap pakai atau 4.800 kg setiap musim tanam (4
14
bulan). Asumsi ini menunjukkan bahwa kepemilikan ternak oleh petani di enam
(sapi, kerbau dan kuda) yang dimiliki oleh petani belum mencukupi. Luas sawah
di Kecamatan Sambirejo, Sragen sekitar 1.489 ha, dan jumlah ternak tersebut
sekitar 3.432 ekor (BPS dan BAPPEDA Sragen, 2008). Jumlah ternak ideal untuk
mendukung pertanian padi sawah organik di daerah ini sekitar 5.956 ekor, yang
adalah metana (CH4). Metana merupakan molekul gas CH4 hasil pembentukan
Metana merupakan salah satu gas rumah kaca utama yang dapat menyerap
pemanasan global (GWP = global warming potential) metana dapat mencapai 10x
(sepuluh kali) lebih besar dari pada potensi pemanasan global oleh CO2 (Boeckx
and Cleemput, 1996). Nieder dan Benbi (2008) menyampaikan bahwa metana
mampu memancarkan panas 21x (dua puluh satu kali) lebih tinggi dari pada CO2.
Metana sering disebut sebagai gas rawa yang mempunyai waktu tinggal di
atmosfer selama 12 tahun, tidak ada potensi rosot, dan menyebabkan penipisan
lapisan ozon bumi sehingga harus diturunkan emisinya (Nieder and Benbi, 2008).
15
Emisi gas metana menyumbang 20% dari total emisi gas rumah kaca (Inubushi et
al., 2001). Adachi et al. (2006) menyatakan 7% dari total emisi gas rumah kaca
adalah emisi metana yang berasal dari ekosistem padi sawah. Sudadi (2002)
menyebutkan emisi metana dari tanah sawah pada tahun 1990 diperkirakan
mencapai 2.107 – 1,2.108 ton tahun-1 atau sekitar 12,5% dari emisi metana global
pembakaran savana, pengelolaan pupuk, pembakaran sisa tanaman dan hutan, dan
lainnya) adalah penyumbang terbesar emisi non-CO2, yaitu CH4 dan N2O, sebesar
59% pada tahun 1990, dan diperkirakan 57% pada tahun 2020. China, India,
dari seluruh emisi dari padi sawah. Emisi dari China diproyeksikan meningkat
10% antara tahun 1990 dan 2020, sementara emisi dari India, Thailand, Indonesia,
Vietnam, dan Myanmar diperkirakan akan meningkat sebesar 36% selama periode
Las et al. (2006) kontribusi tanah sawah pada skala nasional terhadap total
emisi GRK masih cukup tinggi. Oleh karena itu, perlu upaya penurunan emisi
reaktivitasnya yang tinggi, berkaitan pula dengan peningkatan drastis emisi dan
16
pemanasan global.
tanah sawah adalah: sifat tanah (Eh, bahan organik, status hara, mineralogi, pH,
tekstur, suhu tanah), iklim (curah hujan, suhu), tanaman (jenis/varietas), dan cara
Faktor utama produksi metana pada tanah sawah adalah potensial redoks
(Eh), karena bakteri methanogen hanya dapat melakukan metabolisme dan aktif
pada kondisi tanpa oksigen atau pada nilai Eh yang sangat rendah. Li (2007)
menyampaikan Eh optimum untuk produksi metana -150 – -350 mV. Hou et al.
(2000) menyampaikan bahwa emisi metana dari tanah sawah secara nyata terjadi
pada kondisi Eh di bawah -100 mV. Bharati et al. (2000) menyebutkan pada tanah
oleh bahan organik. Penurunan Eh tanah selain oleh kadar bahan organik yang
tinggi, juga distimulasi oleh kadar Fe3+ dan suhu yang tinggi, serta kadar NO3-,
Fe yang berasal dari limbah tungku pembakaran telah dilaporkan menekan emisi
fermentatif dari prekursor CH4. Produksi metana oleh karena itu dapat distimulasi
oleh eksudasi akar atau aplikasi pupuk organik seperti jerami padi, pupuk
kandang, kompos, dan lainnya (Conrad, 1989). Aplikasi bahan organik akan
Laju dan tingkat produksi metana namun demikian tergantung dari jumlah
dan kualitas bahan organik yang diaplikasikan. Aplikasi jerami padi (nisbah C/N
Pupuk organik yang mengandung sulfat dan nitrat, yang dapat bertindak
dengan bakteri pereduksi sulfat terhadap bahan organik akan terjadi dengan
adanya sulfat, dan proses ini akan lebih menghasilkan CO2 daripada CH4 (Conrad
and Schutz, 1988). Aplikasi nitrat akan menunda pembentukan metana hingga
reduksi nitrat berakhir dan Eh tanah telah cukup menurun bagi berlangsungnya
proses reduksi lebih lanjut. Nitrat selain itu juga memberikan efek toksik terhadap
sebagai sumber C dan energi, yaitu CO2, CO, asam format dan beberapa senyawa
Vogels et al., 1988), dan senyawa polimer yang mengandung monomer glukosa,
asam lemak, asam amino (Nieder and Benbi, 2008). Bahan organik oleh karena itu
optimal pada kisaran pH yang sempit sekitar 7,0 (Conrad and Schutz, 1988),
juga merupakan faktor penting penentu produksi metana pada tanah sawah.
metana yang berbeda oleh lima jenis mikrobia methanogen dalam media yang
(Nieder and Benbi, 2008). Mayoritas bakteri methanogen yang telah diisolasi
1988). Perubahan suhu harian maupun musiman oleh karena itu sangat
berpengaruh terhadap produksi metana pada tanah sawah. Peningkatan suhu dari
tanah sawah. Hujan merupakan faktor utama penyedia sumber air, dan berdampak
organik, status hara, komposisi mineralogi, pH, suhu tanah, dan cara budidaya.
Penanaman padi di musim penghujan mengemisikan CH4 lebih tinggi dari pada di
musim kemarau, walaupun hubungan antara emisi dengan musim ini belum dapat
sebesar 37,7, 58,9, 61,1 dan 94,8 kg CH4 ha-1. Kultivar IR-64 menghasilkan emisi
metana paling rendah dengan produksi gabah yang tidak berbeda nyata dengan
kultivar lainnya.
pertumbuhan pada cara sebar-benih lebih pendek dan permukaan tanah dapat
pelepasan sejumlah besar CH4 yang terjebak di dalam tanah (Neue, 1993).
metana dari tanah sawah ke atmosfer melalui gulma juga lebih efisien
Metana dihasilkan di dalam tanah sawah setelah terjadi reduksi O2, nitrat,
mangan, besi, dan sulfat yang dapat menyediakan aseptor elektron untuk
tahap: (1) Hidrolisis polimer menjadi monomer (glukosa, asam lemak, asam
terbentuk selama fermentasi dan akan menghasilkan asam lemak volatil, asam
organik, alkohol, H2 dan CO2 oleh mikroflora fermentasi, (3) Acetogenesis dari
senyawa metil sederhana atau alkohol dan CO2 (Nieder dan Benbi, 2008).
yang dapat bekerjasama dengan bakteria lain. Methanogens pada tanah sawah
dapat menghasilkan CH4 dari hasil reduksi CO2 dan H2 (hydrogenotrophic) atau
dari fermentasi asetat menjadi CH4 dan CO2 (acetoclastic) (Nieder and Benbi,
2008; Thauer et al., 2008), atau reduksi metanol menjadi CH4 (Reddy and
DeLaune, 2008).
22
molekul, ebulisiasi (gelembung gas), dan melalui tanaman. Total CH4 diemisikan
pada lahan sawah di daerah iklim sedang lebih dari 90% melalui tanaman,
sementara itu di daerah tropika sebagian besar CH4 diemisikan melalui ebulisiasi,
khususnya selama awal musim tanam dan pada daerah yang menggunakan
emisi CH4 dari lahan sawah, dan berkontribusi 50 – 90% dari total emisi CH4.
aerenchyma, dan dilepaskan ke atmosfer melalui suatu rongga kecil, suatu pori
23
mikro pada permukaan daun bagian bawah dan melalui stomata pada pundi-pundi
daun.
Laju pengaliran CH4 walaupun merupakan fungsi dari jumlah total CH4 di
dalam tanah, tetapi masih memungkinkan gas ini digunakan pada lapisan tipis
oksidasi yang tersekat dari permukaan tanah dan daerah rhizosfer. Emisi aktual ke
atmosfer oleh karena itu lebih rendah dari jumlah yang dihasilkan. Jumlah CH4
yang diemisikan bervariasi 3 – 91% dari total produksi di dalam tanah. Bakteri
dengan suatu blue green algae (ganggang hijau biru) Anabaena azollae yang
nitrogenase (Arifin, 1996; Foth, 1994). Enzim ini dapat mengubah N2 udara
air, kesuburan tanah, kegaraman, temperatur, gulma dan penyakit (Khan, 1988).
Azolla biasa hidup di lingkungan yang basah atau berair seperti kolam,
danau, sawah, saluran air dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan namanya yaitu
Azolla yang berasal dari bahasa Yunani azo yang berarti kering dan ollyo yang
berarti mati. Azolla namun demikian dapat berkembang biak pada tanah yang
berlumpur, atau becek, bahkan dapat bertahan hidup pada tanah yang mempunyai
Azolla mengandung 0,2 – 0,3 % N dari berat segar dengan C/N rasio 15 –
18 : 1. Azolla juga mengandung lemak kasar 24 – 30%, gula terlarut 3,4 – 3,5%,
pati 6,54%, khlorofil 0,34 0,55%, P 0,5 – 0,9%, Ca 0,4 – 1,0%, K 2,0 – 4,5%, Mg
25
0,5 – 0,6%, Mn 0,11 – 0,16%, Fe 0,06 – 0,26% dan abu 10,5%. Produksi Azolla
kering berkisar antara 10,8 – 24,4 ton ha-1 tahun-1 pada pertanaman monokultur,
dengan hasil N yang disemat 575 – 1.500 kg ha-1 tahun-1 (Khan, 1988).
Penyematan N oleh Azolla dengan inokulasi 2 ton ha-1 selama 106 hari
dapat mencapai 120 – 140 kg N ha-1 atau rata-rata 1,1 – 1,3 kg N hari-1. Besarnya
tanaman padi, antara 0,4 – 2,9 kg N hari-1 (Arifin, 1996). Mujiyo et al. (1998)
menyebutkan bahwa Azolla 7,07 gram yang dipelihara dalam pot diameter 30 cm
di rumah kaca selama 30 hari pada jenis tanah Alfisol dengan tinggi genangan
yang disebabkan karena akar Azolla cenderung masuk ke dalam tanah dan lebih
dicapai pada jenis tanah Alfisol dengan perlakuan tinggi genangan 0 cm, yang
yang sesuai untuk menghasilkan biomassa dan mutu Azolla yang maksimal.
26
dengan varietas-varietas unggul yang sesuai untuk suatu daerah dengan jenis
600 – 750 kg ha-1 (Khan, 1988). Moore cit Lumpkin dan Plucknett (1980)
menyatakan bahwa peningkatan hasil padi maksimum dicapai sebesar 54% pada
pemberian Azolla sebanyak 10 – 12 ton biomassa segar per hektar dengan cara
dibenamkan. Pemberian Azolla segar 26 ton ha-1 diberikan tiga kali menghasilkan
padi setara dengan pemupukan N mineral 90 kg N ha-1 (Lales and Marte, 1986).
Azolla dapat digunakan sebagai pupuk dalam bentuk segar, kering atau dalam
bentuk kompos. Azolla segar 100 kg menghasilkan Azolla kering 4 – 6 kg. Azolla
dan Komariah, 1986 dalam Setyorini et al., 2002). Sutanto (2002) menyebutkan
penggunaan Azolla 7,5 ton ha-1 pada padi sawah meningkatkan kandungan bahan
mempunyai beberapa manfaat: (1) Azolla sebagai mulsa dipermukaan tanah yang
kekurangan air mampu menghambat evaporasi, sehingga kadar air di dalam tanah
(3) Azolla sebagai filter/penyaring air dari pencemaran logam berat dan menekan
perkembangbiakan nyamuk, dan (4) Azolla dapat dijadikan sebagai sumber bahan
yang menarik hubungannya dengan emisi CH4. Sasa et al. (2003) menyebutkan
Azolla 2 ton ha-1 pada sistem minapadi dapat menekan emisi CH4 dan
meningkatkan hasil ikan dan padi. Prasanna et al. (2002) juga menyampaikan
penggunaan Azolla microphylla mampu menekan emisi CH4 dari tanah sawah
potensial redoks di dalam tanah diikuti oleh penurunan emisi CH4. Inokulum
oksigen Azolla ke dalam tanah sehingga mengurangi suasana reduksi. Azolla akan
meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut pada ruang antara tanah dan air yang
menggenang. Azolla demikian juga meningkatkan hasil gabah yang tidak berbeda
pelepasan metana yang terjebak di dalam pori-pori tanah. Asumsi dari pernyataan
secara fisik akan menghambat pelepasan metana dari dalam pori-pori tanah.
28
Hasil penelitian Schutz et al. (1990) dan Agnihotri et al. (1998) dapat
menjadi rujukan, bahwa penggunaan bahan (pupuk) organik pada lahan sawah
akan menurunkan produksi metana apabila C/N rasionya rendah. Asumsi hasil
penelitian tersebut, maka penggunaan Azolla yang mempunyai C/N rasio rendah,
akan menurunkan emisi metana. Khan (1988) menyatakan rata-rata C/N rasio
yang telah matang (C/N rasio 8 : 1) sebesar 0, 1, dan 2 ton ha-1 di lahan sawah
nyata dan semuanya masih dalam batas yang sangat rendah (Sumani et al., 2009).
tanah sawah memacu produksi CH4. Ying et al. (2000) menyatakan bahwa Azolla
yang ditanam bersama dengan padi sawah dapat meningkatkan emisi CH4, melalui
Pschorn et al. (1986) bahwa gulma merupakan perantara perjalanan metana yang
dilakukan dengan tidak berdampak menurunkan hasil padi. Yagi et al. (1997) dan
Yagi (2002) telah mengevaluasi cara penurunan yang berbeda-beda dari sisi
adalah cara yang efektif, tetapi hal ini akan meningkatkan biaya untuk tenaga
29
kerja dan kemungkinan menyebabkan produksi gas N2O, demikian juga dengan
gas N2O oleh pilihan penekanan dengan pengelolaan air tersebut tidak akan
meningkatkan ancaman emisi GRK, karena secara total masih tetap menurunkan
penggunaan pupuk N tidak berlebihan dan sesuai dengan kondisi tanah dan
Korea, mampu secara efektif menurunkan emisi metana (Shin et al., 1996).
G. Landasan Teori
sifat kimia, fisika dan biologi tanahnya. Pengelolaan lahan padi sawah organik,
sepanjang musim tanam berdampak terhadap sifat kimia, fisika dan biologi tanah,
tersebut. Buol et al. (1980) menyebutkan apabila sifat-sifat dari dua tanah/horison
bahwa kedua tanah/horison tersebut tidak mirip, 50 – 79 diragukan mirip, dan >
80 mirip.
Rata-rata kandungan bahan organik tanah pada lahan sawah di Indonesia <
pada sistem padi sawah organik yang lebih tinggi dari pada sistem padi sawah
30
tanah. Sutanto (2002) menyatakan bahwa penggunaan Azolla 7,5 ton ha-1 pada
lahan padi sawah meningkatkan kandungan bahan organik tanah 0,09 kali dari
pada kontrol tanpa Azolla. Bahan organik tanah berperanan terhadap emisi metana
melalui dua mekanisme: (1) Bahan organik merupakan substrat bahan dasar
pupuk N dan dapat meningkatkan hasil tanaman padi. Azolla akan menurunkan
emisi metana karena C/N rasionya lebih rendah dari pada pupuk kandang sapi
(Agnihotri et al., 1998). Azolla dapat meningkatkan oksigen terlarut pada air
dan nitrit di dalam air genangan. Nitrat dan nitrit dapat mengoksidasi metana
menjadi CO2, N2 dan H2O (Slonczewski, 2009; Ettwig et al., 2010), sehingga
menurunkan emisi metana. Emisi metana dari lahan padi sawah dikategorikan
rendah apabila nilai emisinya < 100 kg CH4 ha-1 (Setyanto, 2010).
perbaikan sifat tanah, peningkatan pertumbuhan dan hasil tanaman padi, dan
penurunan emisi CH4. Penggunaan kombinasi perlakuan: (1) Pupuk kandang sapi
yang mempunyai C/N rasio lebih tinggi dari pada Azolla akan meningkatkan
kandungan bahan organik tanah, (2) Pupuk Azolla yang mempunyai C/N rasio
31
lebih rendah dan kandungan N lebih tinggi dapat memberikan sumbangan hara N
dan menurunkan emisi metana, dan (3) Inokulum Azolla selain memberikan
sumbangan hara N juga akan meningkatkan oksigen, nitrat dan nitrit terlarut yang
H. Hipotesis
1. Sifat tanah pada sawah organik berbeda dengan sawah semi organik,
konvensional, dan hutan jati. Kandungan bahan organik tanah sawah organik
adalah > 2%, yang lebih tinggi dari pada tanah sawah semi organik dan
3. Kombinasi pupuk kandang sapi 2,67 ton ha-1 (setara 40 kg N ha-1) + pupuk
Azolla 1,67 ton ha-1 (setara 40 kg N ha-1) + inokulum Azolla 1,33 ton ha-1
pertumbuhan dan hasil tanaman padi (produktivitas > 8 ton GKP ha-1), dan
INDUSTRI,
PEMBANGKIT LISTRIK, SEKTOR PERTANIAN
TRANSPORTASI, DLL.
1
LAHAN PERTANIAN
KARAKTERISASI
3
2 DINAMIKA EMISI GRK
PEMILIHAN REKOMENDASI
PENGELOLAAN PADI SAWAH ORGANIK
B. Tahap Penelitian
lahan dan potensi emisi CH4, (2) Percobaan laboratorium rumah kaca, dan (3)
Percobaan lapangan. Sistematika kegiatan dan target luaran setiap tahap kegiatan
Lahan percobaan :
Faktor penentu emisi CH4 faktor perlakuan
percobaan
Pertimbangan khusus ;
Kemudahan keterjangkauan dan aksesbilitas
Kemudahan penyusunan rancangan percobaan
Ketersediaan lahan oleh petani
Pengaruh Azolla ;
Tahap II : Sifat tanah
Percobaan Rumah Kaca Pertumbuhan dan hasil padi
Emisi CH4
Perlakuan :
Ekstrapolasi Memperbaiki sifat tanah
Hasil Meningkatkan pertumbuhan dan hasil padi
Menurunkan emisi CH4
pengelolaan lahan oleh petani, dan potensi produksi dan oksidasi metana.
OVERLAY
(Tumpang Susun)
CHECKING
KARAKTERISASI
WAWANCARA REVISI
PRODUKSI DAN
OKSIDASI METANA
Produksi dan
Sifat Tanah Pengelolaan Lahan Oksidasi Metana
ANALISIS DATA
1. Pendekatan Penelitian
satuan peta lahan (SPL) didasarkan atas keseragaman geologi, jenis tanah, dan
topografi. Titik profil dan pengambilan sampel dipilih untuk mewakili loka
fisika, kimia, biologi, mineral tanah, tindakan pengelolaan lahan, dan potensi
mengetahui kemiripan sifat tanah, dan uji korelasi untuk mengetahui hubungan
antara faktor sifat tanah, pengelolaan lahan, dan emisi (produksi dan oksidasi)
CH4.
Tahap survei dan wawancara dilaksanakan di hamparan lahan kelompok tani padi
dan Survei Tanah, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian UNS Surakarta.
Analisis sifat kimia dan fisika tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan
Kesuburan, Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian UNS Surakarta. Analisis jenis
Rumah Kaca (GRK), Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jakenan, Pati, dan di
bumi, penggunaan lahan, geologi, jenis tanah), khemikalia untuk analisis sampel
tanah dan air, khemikalia produksi dan oksidasi metana, khemikalia analisis GC.
komputer dilengkapi scanner, printer dan software ArcView 3.3 GIS (Geographic
kamera), alat penyidikan tanah di lapangan (cangkul, palu pedologi, pisau belati,
laboratorium sampel tanah dan air, inkubator tanah, alat pengukuran produksi dan
a. Pemetaan SPL
Jenis Tanah dan Peta Topografi skala 1 : 50.000. Pemetaan ini menggunakan
software ArcView GIS 3.3. Layout peta SPL dengan legenda utama jenis
batuan geologi, jenis tanah, kondisi topografi dengan keterangan luas masing-
tipe penggunaan lahan sawah organik, semi organik, konvensional, dan hutan
37
topografi.
hanya dengan pupuk organik, sawah semi organik adalah penggunaan pupuk
sebagian besar pupuk kimia, pupuk organik hanya kadang-kadang, dan hutan
campuran.
Titik profil dan pengambilan sampel beserta letak koordinat juga diploting
batas SPL. Boardlist (daftar isian) data dan informasi mengacu pada buku
Guidelines for Soil Description (FAO, 1990) dan Petunjuk Teknis Pengamatan
Tanah oleh Balitanah (Hidayat et al., 2004). Profil dibuat dengan ukuran lebar
prosedur Soil Taxonomy USDA (Soil Survey Division Staff, 2010). Analisis
Sifat fisika tanah yang diamati adalah warna, tekstur, struktur, konsistensi,
adalah pH (H2O, KCl, NaF), Eh, gleisasi, C-organik (dengan fraksi humat dan
38
fulvat), N total, C/N rasio, P2O5 tersedia, P2O5 total, K2O tersedia, K2O total,
bebas, amorf, dan asosiasi organik. Sifat biologi tanah yang diamati adalah C
dan N biomassa.
Jenis mineral yang diamati adalah mineral sekunder pada horison B yang
c. Karakterisasi Lahan
Karakter lahan yang diamati adalah iklim (curah hujan, suhu), tanaman
pengairan, panen).
oksidasi CH4. Potensi produksi CH4 diukur dengan inkubasi sampel tanah di
1997; Chan and Parkin, 2000). Acetylene ditambahkan pada ruang head space
dan diukur pada hari pertama jam ke-0 (C0) dan jam ke-24 (C24). Pengulangan
pengambilan sampel gas dilakukan selama 8 kali dengan interval setiap 5 hari.
Pengukuran sama dengan potensi produksi CH4 di atas, namun dengan tidak
et al., 1995; Watanabe et al., 1997; Chan and Parkin, 2000). Selisih produksi
(Boul et al., 1980), dengan menggunakan rasio debu/klei, KPK/klei, dan debu/Fe
bebas (van Wambeke, 1962; Tessens, 1975; de Leenheer et al., 1952 dalam:
menjadi debu/Fe bebas, bertujuan agar sebanding dengan rasio debu/klei dan
KPK/klei. Nilai indeks kemiripan (I) > 80% berarti kedua horison mirip, I = 50 –
79% diragukan, dan I < 50% tidak mirip. Analisis cluster digunakan untuk
(NN) kecil menunjukkan tanah relatif telah mengalami pelapukan lebih lanjut dari
Penentuan keeratan hubungan antara sifat fisika, kimia, biologi tanah dan
menggunakan analisis korelasi (Steel and Torie, 1981). Penentuan faktor sifat
fisika kimia biologi tanah dan pengelolaan lahan yang menentukan emisi (potensi
produksi dan oksidasi) CH4 dengan analisis stepwise regression (Draper and
Penanaman padi sawah organik dengan media pot di rumah kaca dengan
pemilihan perlakuan yang didasarkan dari pra-survei dan landasan teori, serta
PERCOBAAN RUMAH
KACA RAL
ANALISIS DATA
1. Pendekatan Penelitian
penanaman padi sawah dengan media dalam pot di rumah kaca, dan didukung
Azolla dan inokulum Azolla didasarkan dari hasil inventarisasi teknik pengelolaan
yang sudah biasa dilakukan oleh petani dan kajian referensi penelitian sebelumnya
UNS Surakarta. Analisis sifat pupuk organik dan Azolla, analisis sifat fisika,
kimia dan biologi tanah dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan, Jurusan
produksi padi sawah organik (media tanah dari sawah organik, benih padi IR-64,
pupuk kandang sapi, Azolla, pestisida organik, dan lainnya), khemikalia untuk
analisis sampel tanaman, tanah dan pupuk organik, dan khemikalia analisis GC.
Kebutuhan alat yang digunakan meliputi; seperangkat alat persiapan media tanah,
alat pemeliharaan padi sawah, alat tulis, timbangan, alat untuk analisis
laboratorium sampel tanaman, tanah dan pupuk organik, dan analisis GC.
43
4. Rancangan Percobaan
(Steel and Torie, 1981) dengan 9 (sembilan) macam perlakuan yang masing-
Tabel 1. Macam perlakuan percobaan rumah kaca dengan pupuk kandang sapi,
pupuk Azolla, inokulum Azolla dan kombinasinya
Dosis Perlakuan Penyediaan N
Total
(ton ha-1) (kg N ha-1)
Kode Penyediaan
No. Pupuk Pupuk
Perlakuan Pupuk Inokulum Pupuk Inokulum N
Kandang Kandang
Azolla Azolla Azolla Azolla (kg N ha-1)
Sapi Sapi
A. Kontrol (Tanpa N) - - - - - - -
C. PA 5 - 5 - - 120 - 120
D. IA 4 - - 4 - - 120 120
F. PKS 4 + IA 2 4 - 2 60 - 60 120
Media tanam berupa media tanah 38,4 kg (berat kering angin kadar lengas
13,23%) dalam pot ember plastik berukuran diameter 58 cm dan tinggi 30 cm.
Media tanam disusun secara acak lengkap. Pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla
sesuai perlakuan diberikan 3 (tiga) hari sebelum tanam, dicampur merata ke dalam
media tanam. Inokulum Azolla ditebar secara merata 5 (lima) hari setelah tanam
C3 F2 G3
D1 H2 F1
D2 C2 F3
C1 I1 A2
A3 I2 B1
I3 E2 G2
B2 G1 H1
D3 E1 E3
A1 B3 H3
Tahap penelitian; (a) persiapan tanah, (b) persiapan pupuk kandang sapi,
(c) persiapan Azolla, (d) analisis tanah awal, (e) percobaan penanaman, (f)
pengukuran emisi metana, Eh, pH, dan suhu tanah, oksigen terlarut, populasi
a. Persiapan Tanah
Tanah diambil dari lahan sawah organik (lahan percobaan lapangan) secara
Pupuk kandang yang digunakan berasal dari kotoran sapi yang diperoleh dari
c. Persiapan Azolla
tahap pertama pada tanah sawah organik lapisan olah + 20 cm. Data sifat tanah
P2O5 tersedia, P2O5 total, K2O tersedia, K2O total, dan Fe bebas, amorf, dan
e. Percobaan
per rumpun, dan setiap pot ditanami 4 rumpun tanaman dengan jarak tanam 20
produktif, kandungan dan serapan C, N, P, K akar, tajuk dan gabah, hasil gabah
kering panen (GKP), berat gabah per malai, berat 1.000 biji, berat segar
brangkasan (BSB), dan indeks panen (IP). GKP adalah berat gabah setelah
dirontokkan pada saat panen. BSB adalah berat tanaman bagian atas tanah
GKP
IP = ------------------ x 100%
(GKP + BSB)
Pengamatan emisi metana, suhu, pH, Eh, oksigen terlarut, amonia, nitrit, nitrat,
bersamaan sebanyak 3 (tiga) kali, pada saat umur tanaman 38, 70 dan 95 HST
Sampel gas diambil dengan jarum injeksi volume 5 ml, dan kemudian
detector (FID).
dc Vch mW 273,2
E= x x x
dt Ach
Keterangan ; mV 273,2 +T
Keterangan;
E : Emisi gas CH4 (mg m-2 menit-1)
dc/dt : Perbedaan konsentrasi CH4 per waktu (ppm menit-1)
Vch : Volume closed chamber (m3)
Ach : Luas closed chamber (m2)
mW : Berat molekul CH4 (16,123 g)
mV : Volume molekul CH4 pada STP (= 22,41 L)
T : Temperatur rata-rata selama pengambilan sampel (0C)
Pengambilan contoh gas pada jam 06.00 – 07.00 pada menit ke-4, 8, 12, dan 16
Keterangan;
E : Total emisi gas CH4 (kg ha-1 musim tanam-1)
E1+E2+E3 : Kumulatif flux pada pengamatan E1, E2 dan E3 (mg m-2 hari-1)
N : Umur bibit (hari)
HT : HST terakhir dilakukan pengamatan (hari)
H : Umur tanaman dari persemaian sampai panen (hari)
48
dan oksigen terlarut dengan DO meter. Suhu, pH, Eh dan oksigen terlarut tanah
pH dan oksigen terlarut air pada tengah antara permukaan tanah dan air di
Sampel tanah pada saat panen diambil secara komposit, dan sifat tanah akhir
yang diamati: pH (H2O, KCl), C-organik, humat, fulvat, N total, C/N rasio,
P2O5 tersedia, P2O5 total, K2O tersedia, K2O total, KPK dan KB. Analisis sifat
kepercayaan 95%, dan apabila ada beda nyata dilanjutkan dengan Duncan’s
Multiple Range Test (DMRT) untuk mengetahui perbedaan antar rerata perlakuan.
Penentuan keeratan hubungan antara sifat tanah dan air, parameter tanaman, dan
sapi dan Azolla. Diagram alir sistematika penelitian adalah sebagai berikut;
PERCOBAAN
LAPANGAN RAK
PERTUMB. DAN
SIFAT TANAH EMISI METANA
HASIL TANAMAN
ANALISIS DATA
1. Pendekatan Penelitian
Perlakuan percobaan pupuk kandang sapi, pupuk Azolla dan inokulum Azolla
didasarkan dari hasil inventarisasi teknik pengelolaan yang sudah biasa dilakukan
oleh petani, kajian referensi penelitian sebelumnya, dan hasil penelitian pertama
dan kedua.
Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian UNS Surakarta. Analisis sifat kimia dan fisika
produksi padi sawah organik (lahan, benih padi IR-64, pupuk kandang sapi,
Azolla, pestisida nabati, dan lainnya), khemikalia untuk analisis sampel tanaman,
tanah dan pupuk organik, dan khemikalia analisis GC. Kebutuhan alat yang
padi sawah, alat tulis, timbangan, alat untuk analisis laboratorium sampel
4. Rancangan Percobaan
Lengkap) (Steel and Torie, 1981) dengan 9 (sembilan) macam perlakuan yang
C. PA 5 - 5 - - 120 - 120
D. IA 4 - - 4 - - 120 120
F. PKS 4 + IA 2 4 - 2 60 - 60 120
t
BLOK BLOK BLOK
I II III
D1 I2 F3
I1 B2 H3
C1 G2 E3
B1 E2 G3
A1 A2 I3
F1 D2 C3
H1 C2 D3
G1 F2 A3
E1 H2 B3
kandang sapi dan pupuk Azolla sesuai perlakuan diberikan 3 (tiga) hari sebelum
53
tanam, dicampur merata ke dalam lapisan olah tanah. Inokulum Azolla ditebar
Tahap penelitian; (a) penentuan lahan dan denah percobaan, (b) persiapan
pupuk kandang sapi, (c) persiapan Azolla, (d) karakterisasi tanah awal, (e)
percobaan penanaman, (f) pengukuran emisi metana, Eh, pH, dan suhu tanah,
Dasar pemilihan lahan percobaan: (1) SPL padi sawah organik, (2) SPL
c. Persiapan Azolla
tahap pertama pada tanah sawah organik lapisan olah + 20 cm. Data sifat tanah
54
P2O5 tersedia, P2O5 total, K2O tersedia, K2O total, dan Fe bebas, amorf, dan
e. Percobaan
bibit berumur 21 hari, 3 bibit per lubang dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm.
berat gabah per malai, berat 1.000 biji, berat segar brangkasan (BSB), dan
indeks panen (IP). GKP adalah berat gabah setelah dirontokkan pada saat
panen. BSB merupakan berat tanaman bagian atas tanah setelah gabah
Pengamatan emisi metana, suhu, pH, Eh, oksigen terlarut, amonia, nitrit, nitrat,
bersamaan sebanyak 3 (tiga) kali, pada saat umur tanaman 35, 68 dan 96 HST
dan t = 100 cm. Penyungkupan pada 4 (empat) rumpun padi. Sampel gas
(FID).
dc Vch mW 273,2
E= x x x
dt Ach mV 273,2 + T
Keterangan;
E : Emisi gas CH4 (mg m-2 menit-1)
dc/dt : Perbedaan konsentrasi CH4 per waktu (ppm menit-1)
Vch : Volume closed chamber (m3)
Ach : Luas closed chamber (m2)
mW : Berat molekul CH4 (16,123 g)
mV : Volume molekul CH4 pada STP (= 22,41 L)
T : Temperatur rata-rata selama pengambilan sampel (0C)
Pengambilan contoh gas pada jam 06.00 – 07.00 pada menit ke-4, 8, 12, dan 16
E1 + E2 x+ E3 x (H – N) x 10.000 m2
E = x
HT - N 1.000.000 kg
Keterangan;
E : Total emisi gas CH4 (kg ha-1 musim tanam-1)
E1+E2+E3 : Kumulatif flux pada pengamatan E1, E2 dan E3 (mg m-2 hari-1)
N : Umur bibit (hari)
HT : HST terakhir dilakukan pengamatan (hari)
H : Umur tanaman dari persemaian sampai panen (hari)
56
dan oksigen terlarut dengan DO meter. Suhu, pH, Eh dan oksigen terlarut tanah
pH dan oksigen terlarut air pada tengah antara permukaan tanah dan air di
Sampel tanah pada saat panen diambil secara komposit, dan sifat tanah akhir
yang diamati: pH (H2O, KCl), C-organik, humat, fulvat, N total, C/N rasio,
P2O5 tersedia, P2O5 total, K2O tersedia, K2O total, KPK dan KB. Analisis sifat
kepercayaan 95%, dan apabila ada beda nyata dilanjutkan dengan Duncan’s
Multiple Range Test (DMRT) untuk mengetahui perbedaan antar rerata perlakuan.
Penentuan keeratan hubungan sifat tanah dan air, parameter tanaman, dan nilai
Sambirejo, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Secara geografis terletak pada posisi
bahkan pada daerah tertentu sampai berbukit, dengan tingkat kemiringan lereng 4
- 50 % dan tinggi tempat 266 – 486 m dpl. Luas wilayah Desa Sukorejo sekitar
BPS Sragen, 2008). Pola tanam padi sawah dalam 1 (satu) tahun bervariasi
tergantung kepada musim (curah hujan) dan ketersediaan air irigasi. Pada musim
penghujan hampir semua lahan ditanami padi sawah, sementara pada musim
kemarau sebagaian lahan ditanami padi sawah dengan sumber air dari Gunung
Lawu, dan sebagian lainnya ditanami palawija (jagung, kacang tanah, kedelai, dan
Gambar 10. Peta titik pengamatan profil dan pengambilan sampel. P1 sawah organik,
P2 sawah semi organik, P3 sawah konvensional dan P4 hutan jati.
59
lahan (SPL): sawah organik, semi organik, konvensional dan hutan alami (hutan
jati). Titik profil dan pengambilan sampel telah diplotkan seperti ditunjukkan oleh
Gambar 10. Penamaan titik profil selanjutnya sawah organik P1, sawah semi
SPL:
No. Pengelolaan Pemilik /
Geologi – Tanah – Lokasi Lahan
Site Lahan Pengelola
Topografi
P1 Lahar Lawu – Mediteran Sawah Pak Ngadi LS 07031’08,2”
Coklat Kemerahan – Agak Organik Pondok, BT 111008’44,6”
Curam (15-25%), Berombak Sukorejo. h = 464 m dpl
– 454 mdpl s = 15%
P2 Lahar Lawu – Mediteran Sawah Pak Ngadi LS 07031’16,5”
Coklat Kemerahan – Agak Semi Pondok, BT 111008’34,6”
Curam (15-25%), Berombak Organik Sukorejo. h = 485 m dpl
– 454 mdpl s = 20%
P3 Lahar Lawu – Mediteran Sawah Pak LS 07030’35,9”
Coklat Kemerahan – Agak Konvensional Suroso BT 111008’04,3”
Curam (15-25%), Berombak Gempol, h = 354 m dpl
– 357 mdpl Sukorejo. s = 15%
P4 Lahar Lawu – Mediteran Hutan Jati Pak Yoso LS 070 30’ 53,6”
Coklat Kemerahan – Sangat Wiyono BT 111008’06,3”
Curam (> 60%), Berbukit – Cengklik, h = 430 m dpl
400 mdpl Sukorejo. s = 52%
Jenis geologi menurut Datun et al. (1997) dan jenis tanah menurut Supraptohardjo et al. (1966)
Bahan induk berupa batuan vulkanik dari Gunung Lawu (Lahar Lawu)
yang tergolong andesitik – basaltik (Datun et al., 1997). Gunung Lawu menurut
sejarah geologi terbagi menjadi Gunung Lawu Tua dan Gunung Lawu Muda.
60
Posisi puncak Gunung Lawu Tua menurut Hartono (1994) di sebelah selatan
Cemorosewu, Magetan. Gunung Lawu Muda adalah Gunung Lawu yang sampai
sekarang ini berada. Bahan induk di wilayah penelitian Desa Sukorejo berasal dari
kegiatan magmatis Gunung Lawu Muda ini (Subagjo and Buurman, 1980;
batuan dari Gunung Lawu Muda hampir sama dengan dari Gunung Lawu Tua,
ditemukan pasir kuarsa, yang menunjukkan bahan induk termasuk basaltik dan
sementara itu piroksin struktur rantai tunggal (inosilicates single chain), olivin
haloisit, smektit dan goethit (Lampiran 11, 18, 25 dan 32). Mineral kaolinit,
kaolinit disorder, dan haloisit termasuk famili kaolinit golongan mineral klei tipe
1992; van Rants, 1995). Mineral smektit termasuk golongan mineral klei tipe 2 :
van Rants, 1995). Mineral goethit tidak termasuk filosilikat (lapisan silikat), tetapi
termasuk tipe iklim C, yaitu agak basah, dengan rata-rata bulan basah (CH > 100
mm) 8 bulan dan bulan kering (CH < 60 mm) 3 bulan. Klasifikasi iklim menurut
Oldeman termasuk tipe iklim C3, rata-rata bulan basah (CH > 200 mm) 6 bulan
Data suhu udara tidak tersedia, namun demikian dapat dihitung dengan
dan h = ketinggian tempat. Ketinggian lokasi penelitian 415 m dpl, sehingga hasil
perhitungan T = 23,8 0C. Rata-rata suhu tanah dapat diperkirakan menurut Soil
Survey Staff (2010) dengan cara rata-rata suhu udara ditambah 1 0C, sehingga
rata-rata suhu tanah sebesar 24,8 0C. Secara umum daerah penelitian yang bersifat
tropis mempunyai selisih suhu tanah musim dingin (rata-rata bulan Desember,
Januari dan Februari) dan musim panas (rata-rata bulan Juni, Juli dan Agustus)
kurang dari 6 0C (Soil Survey Staff, 2010). Tanah di lokasi penelitian oleh karena
itu mempunyai rejim suhu tanah isohyperthermic. Tanah tidak pernah mengalami
kekeringan selama lebih dari 90 hari kumulatif, sehingga rejim kelembaban tanah
termasuk udik.
c. Pengelolaan Lahan
Pola tanam padi sepanjang tahun dengan irigasi teknis dengan sumber air
dari Gunung Lawu. Pengelolaan dengan sistem organik sudah dimulai sejak tahun
2001. Varietas yang biasa ditanam IR-64 dan mentik wangi. Varietas mentik
wangi lebih sering ditanam akhir-akhir ini. Pupuk kandang yang digunakan adalah
pupuk kandang sapi, dengan dosis rata-rata per musim tanam 6 ton ha-1, yang
dengan manual tangan sebanyak 3 kali pada umur 10 HST (Hari Setelah Tanam),
21 HST, dan 35 HST. Penyiangan pada umur 35 HST dilakukan hanya apabila
63
sprayer. Panen menggunakan sabit untuk pemangkasan batang dan pedal thraser
untuk perontokkan gabah. Rata-rata GKP per musim tanam 8 ton ha-1.
Pengelolaan dengan sistem semi organik sudah dimulai sejak tahun 2003.
Pengelolaan lahan hampir mirip dengan sawah organik, tetapi berbeda dalam
penggunaan pupuk kandang dan pupuk kimia. Dosis pupuk kandang rata-rata per
musim tanam 0,4 ton ha-1. Pupuk kimia yang digunakan adalah Urea per musim
tanam 400 kg ha-1. Rata-rata GKP per musim tanam 8 ton ha-1.
wangi. Penggunaan pupuk kandang hanya kadang-kadang saja dengan dosis tidak
tentu setiap musim tanam. Pupuk kimia yang digunakan adalah Urea per musim
tanam 100 kg ha-1, phonska 50 kg ha-1, dan SP’36 100 kg ha-1. Pengelolaan lahan
yang lain hampir sama dengan sawah organik dan semi organik. Rata-rata GKP
pembabatan semak di antara pohon jati yang dilakukan dengan frekuensi tidak
kali.
Profil dibuat dengan ukuran lebar 1,5 m, panjang 2 m dan kedalaman 1,5
1) Profil 1 (P1)
tebal 18 - 22 cm (> 18 cm), kandungan C-organik 2,09% (> 0,6%), value (lembab)
3 (< 3,5), KB 35,96% (< 50%), dan tidak pernah kering > 3 bulan. Endopedon
kandungan klei 40,16%, 31,58%, dan 37,62% atau 1,2x lebih tinggi dari pada
horison eluviasi (klei 24,56%) (Lampiran 12). Kutan klei ditemukan pada struktur
sombrik. Endopedon ini dicirikan dengan kandungan C-organik 1,65%, (> 0,6%),
value (lembab) 3 (< 3,5) dan KB 40,28% (< 50%) (Lampiran 12).
klei, sehingga lebih mudah terlindi ke horison di bawahnya (Wilding et al., 1983).
Dispersi partikel klei dari mikro agregat disebabkan oleh adsorpsi komplek asam
organik yang meningkatkan muatan negatif pada klei (Durgin and Chaney, 1984;
peruraiannya, sehingga bahan organik akan lebih tahan di dalam tanah. Tekstur
Stabilisasi secara kimia molekul organik melalui ikatan antara bahan organik
dengan mineral klei sudah banyak dilaporkan (Gonzales and Laird, 2003).
organik dengan permukaan mineral klei, (2) proteksi secara fisik dengan
menyelimuti di dalam agregat, dan (3) proteksi secara kimia oleh rekalsitran (Six
et al., 2002). Bahan organik yang mudah didekomposisi bahkan dapat dilindungi
67
dari dekomposisi karena berasosiasi sangat erat dengan partikel debu dan klei
(Sorensen, 1972).
argilik dan kejenuhan basa > 35%. Sub Ordo Aqualf karena mempunyai horison
kondisi akuik. Great Group Epiaqualf karena mengalami penjenuhan air pada satu
atau lebih horison pada kedalaman 200 cm dan reaksi positif terhadap α ,α -
31,94%, debu 32,96%, klei 35,10%, termasuk Fine Loam. Komposisi mineral
sekunder smektit dan kaolinit disorder seimbang (Mixed) (Lampiran 11), pH H2O
6,7 (Nonacid), dan rejim suhu tanah Isohyperthermic, sehingga klasifikasi tanah
P1 sampai dengan tingkat famili: Umbric Epiaqualf, Fine Loam, Mixed, Nonacid,
2) Profil 2 (P2)
tebal 19 - 22 cm (> 18 cm), kandungan C-organik 1,78% (> 0,6%), value (lembab)
3 (< 3,5), KB 37,28% (< 50%), dan tidak pernah kering > 3 bulan. Endopedon
memenuhi syarat sebagai endopedon kambik yang dicirikan horison iluviasi klei
endopedon yang lain selain kambik. Sub Ordo Aquept karena mempunyai horison
kondisi akuik. Great Group termasuk Epiaquept karena mengalami penjenuhan air
pada satu atau lebih horison pada kedalaman 200 cm dan reaksi positif terhadap
α ,α -dipyridyl pada horison I. Sub Group termasuk Humic Epiaquept karena value
3 (lembab) (3 atau kurang) dan KB 37,28% (<50%). Besar butir berdasarkan rata-
rata imbang, pasir 48,73%, debu 25,59%, klei 25,68%, termasuk Coarse Loam.
Komposisi mineral sekunder kaolinit banyak, smektit sedikit dan goethit sangat
sedikit (Kaolinitic) (Lampiran 18), pH H2O 6,5 (Nonacid), dan rejim suhu tanah
3) Profil P3
(lembab) 3 (< 3,5), KB 35,43% (< 50%), dan tidak pernah kering > 3 bulan.
endopedon yang lain selain kambik. Sub Ordo Aquept karena mempunyai horison
kondisi akuik. Great Group termasuk Epiaquept karena mengalami penjenuhan air
71
pada satu atau lebih horison pada kedalaman 200 cm dan reaksi positif terhadap
α ,α -dipyridyl pada horison I. Sub Group termasuk Humic Epiaquept karena value
3 (lembab) (3 atau kurang) dan KB 35,43% (<50%). Besar butir berdasarkan rata-
rata imbang, pasir 43,36%, debu 25,46%, klei 31,18%, termasuk Coarse Loam.
Komposisi mineral sekunder kaolinit disorder banyak, smektit sedang dan goethit
sedang (Kaolinitic) (Lampiran 25), pH H2O 6,7 (Nonacid), dan rejim suhu tanah
27).
4) Profil 4 (P4)
tebal 23 - 33 cm (> 18 cm), kandungan C-organik 1,83% (> 0,6%), value (lembab)
3 (< 3,5), KB 27,89% (< 50%), dan tidak pernah kering > 3 bulan. Endopedon
memenuhi syarat sebagai endopedon kambik. Horison iluviasi (horison III dan
IV) walaupun kandungan klei 26,12% dan 28,07% atau 1,2x lebih tinggi dari pada
horison eluviasi (memenuhi argilik), tetapi tidak menunjukkan adanya kutan klei
(Lampiran 33).
endopedon yang lain selain kambik. Sub Ordo Udept karena tidak memenuhi
syarat sub ordo yang lain dan mempunyai rejim kelembaban tanah udik. Great
73
Humudept yang lain. Besar butir berdasarkan rata-rata imbang, pasir 48,13%,
debu 29,76%, klei 22,11%, termasuk Coarse Loam. Komposisi mineral sekunder
haloisit banyak, smektit sedang dan goethit sangat sedikit (Halloysitic) (Lampiran
32), pH H2O 5,3 (Acid), dan rejim suhu tanah Isohyperthermic, sehingga
debu/klei tinggi (Tabel 4), yang menunjukkan belum ada perubahan secara nyata
dari fraksi lebih kasar (debu) menjadi lebih halus (klei). Rasio KPK/klei dan
debu/Fe bebas juga tinggi yang lebih disebabkan karena kandungan debu yang
lebih tinggi dari pada klei, walaupun kandungan debunya hampir sama dengan
yang lainnya, tetapi justru horison ini masih didominasi oleh fraksi pasir. Horison
P2 IV kandungan klei 9,36%, debu 26,90% dan pasir 63,74%, kelas tekstur lom
berpasir (Lampiran 15), merupakan tekstur terkasar dari semua horison yang
diamati. Hal ini menunjukkan bahwa pelapukan belum berjalan intensif untuk
debu/klei rendah (Tabel 4), yang menunjukan telah terjadi penurunan fraksi debu
fraksi klei yang berukuran lebih halus, sehingga menurunkan fraksi debu dan
74
meningkatkan fraksi klei (Subagjo and Buurman, 1980). Rasio KPK/klei pada
kelompok tingkat pelapukan lanjut demikian juga lebih rendah dibandingkan yang
lain. Pelapukan lebih lanjut akan mengubah fraksi klei tipe 2 : 1 menjadi tipe 1 : 1
KPK tanah. Penurunan fraksi debu dan peningkatan fraksi klei tidak diikuti
dengan peningkatan KPK yang nyata, yang disebabkan sebagai contoh komposisi
Tabel 4. Rasio debu/klei, KPK/klei dan debu/Fe bebas tanah P1 (sawah organik),
P2 (sawah semi organik), P3 (sawah konvensional) dan P4 (hutan jati)
Debu/ NN
Profil Horison Jeluk (cm) Debu/Klei KPK/Klei
Fe bebas Rasio
P1 Apg 0 – 18/22 1,41 1,13 8,10 53b
Bt 18/22 – 52/58 0,90 0,79 8,38 38b
Bw1 52/58 – 78/100 1,15 0,79 9,61 45b
Bw2 78/100 - > 150 0,76 0,74 6,90 30b
P2 Apg 0 – 19/22 0,88 0,91 8,84 43b
Bw1 19/22 – 46/62 0,99 0,90 7,99 41b
Bw2 46/62 – 91/108 0,90 0,77 8,78 39b
Bw3 91/108 - 150 2,87 1,90 6,57 87c
P3 Apg 0 – 27/32 1,03 0,80 7,79 38b
Bw1 27/32 – 56/75 0,95 0,75 8,52 38b
Bw2 56/75 – 75/96 1,53 0,89 9,00 50b
Bw3 75/96 – 102/108 0,09 0,73 0,78 1a
Bw4 102/108 – 150 0,58 0,80 4,55 21a
P4 Apg 0 – 23/33 1,44 1,31 8,83 61b
Bw1 23/33 – 50/70 1,36 1,20 10,33 62b
Bw2 50/70 – 80/95 0,99 1,09 8,15 47b
Bw3 80/95 – 100/123 1,08 1,13 9,39 53b
Bw4 100/123 – 143/168 1,93 1,69 9,22 79c
Bw5 143/168 - 180 1,29 1,09 6,96 46b
Angka yang diikuti notasi huruf sama berarti mirip (I > 80%)
mendekati nilai 1 (Tabel 4) yaitu perbandingan fraksi debu dan klei yang
75
seimbang, penurunan fraksi debu diikuti oleh peningkatan fraksi klei. Penurunan
fraksi debu diikuti oleh peningkatan Fe bebas yang dicirikan rasio debu/Fe bebas
tergolong sedang. Peningkatan fraksi klei juga diikuti oleh peningkatan KPK yang
tanah pada P1 – P4, menunjukkan proses pelapukan telah berjalan cukup intensif.
Fraksi debu mulai berubah menjadi fraksi lebih halus klei. Mineral klei mulai
terjadi perubahan dominasi dari tipe 2 : 1 menjadi 1 : 1, bahkan sudah ada yang
terbentuk goethit (Fe2O3.H2O). Fe bebas (oksida dan hidrous oksida) juga mulai
mendominasi dari Fe total, sekitar 51,25 – 67,39% dari Fe total adalah Fe bebas.
disebabkan oleh beberapa faktor: (1) Rata-rata curah hujan tinggi 2.358 mm per
tahun menyediakan agen air yang cukup untuk berlangsungnya proses pelapukan
unsur Fe dan Mg sedang – tinggi yang lebih mudah lapuk dengan kondisi
lingkungan netral - basa, ikatan Fe-O dan Mg-O merupakan titik lemah yang lebih
mudah dipatahkan dari pada ikatan Si-O dan Al-O (Tan, 1992), dan (3) Topografi
semakin besar dan didukung tidak adanya lapisan hardpan (ploughpan) semakin
3. Emisi CH4
organik) paling tinggi dari pada yang lain. Tertinggi kedua adalah P2 (sawah semi
organik), dan berikutnya P4 (hutan jati) dan P3 (sawah konvensional). Emisi CH4
(selisih antara potensi produksi dan oksidasi CH4) demikian juga sama berurutan
dari yang paling tinggi: sawah organik, sawah semi organik, hutan jati dan sawah
konvensional (Tabel 5). Kecenderungan data potensi produksi dan oksidasi CH4
adalah sama, keduanya berkorelasi positif sangat nyata (0,92**) (Tabel 6), tanah
potensi oksidasi (perubahan) CH4 yang tinggi pula. Hal ini diduga pada tanah
kelompok bakteri kedua. Brzezińska et al. (2012) menyebutkan pada tanah yang
(oksidasi) CH4 yang tinggi pula. Tanah yang mempunyai potensi produksi CH4
tinggi dengan demikian belum tentu akan menghasilkan emisi CH4 yang tinggi
pula.
77
Tabel 5. C-organik, C biomassa mikrobia, potensi produksi dan oksidasi CH4 tanah P1 (sawah organik), P2 (sawah semi organik),
P3 (sawah konvensional) dan P4 (hutan jati)
Tabel 6. Korelasi potensi produksi CH4 dengan beberapa parameter terpilih hasil
analisis sifat tanah sawah organik, sawah semi organik, sawah
konvensional dan hutan jati
PTer 0,50* 0,37ns -0,87** 0,54* 0,50* 0,85** 0,59** 0,75** 0,47* -0,71** 0,80** 0,35ns -0,50*
PP = potensi produksi CH4, PO = potensi oksidasi CH4, D = kedalaman horison, CO = C organik,
HM = humat, FV = fulvat, CBM = C biomassa mikrobia, NBM = C biomassa mikrobia, FeO = Fe
asosiasi organik, NaF = pH NaF, NTot = N total, PTot = P total, KTot = K total, PTer = P tersedia
potensi produksi CH4 adalah kandungan C-organik (c = 0,80**), dan juga dengan
komponen bahan organik humat (0,82**) dan fulvat (0,68**) (Tabel 6). Kandungan
C-organik (bahan organik) tanah apabila meningkat, maka potensi produksi CH4
paling tinggi, dan rata-rata potensi produksi CH4-nya juga paling tinggi di antara
tanah yang lain (Tabel 5). Hasil ini sama dengan yang disimpulkan oleh Joulian et
al. (1996), Oelbermann dan Schiff (2008) dan Liu et al. (2011) bahwa pada tanah
tanah tergenang dengan tidak tergenang sama sampai pada tahap pembentukan
asam piruvat. Asam piruvat yang terbentuk pada tanah tidak tergenang dengan
79
drainase baik selanjutnya akan teroksidasi menjadi CO2, NO3-, SO4- dan material
humat resisten. Asam piruvat yang terbentuk pada tanah tergenang dengan kondisi
anaerobik tereduksi menjadi alkohol dan asam-asam organik, dan tereduksi lebih
bakteri methanogen pada tanah dapat menghasilkan CH4 dari hasil reduksi CO2
dan CO2 (acetoclastic) (Nieder dan Benbi, 2008; Thauer et al., 2008), atau reduksi
P1 Horison II P2 Horison II
Gambar 17. Penampang profil P1 sawah organik dan P2 sawah semi
organik (atas) dan perbandingannya di horison II (bawah).
Tanah sawah organik warna matriks lebih gelap dan
konsentrasi massa humus lebih banyak.
Penampang pada horison II pada lahan padi sawah organik (P1) dan semi
Karakteristik horison II pada lahan padi sawah organik dengan semi organik
horison II pada P1 2,00% (sedang) dan pada P2 1,65% (rendah), yang berdampak
humus. P1 warna matriks tanah coklat kekuningan gelap (10 YR 3/4) dan terdapat
konsentrasi massa humus dengan warna hitam (10 YR 2/1), jumlah sedang (5 –
15%) dan ukuran halus (< 2 mm), sementara itu P2 warna matriks tanah coklat
kekuningan (10 YR 5/6) dan terdapat konsentrasi massa humus dengan warna
hitam (10 YR 2/1), jumlah sedikit (<5%) dan ukuran halus (< 2 mm).
nyata dengan C-organik (0,52* dan 0,84**) (Tabel 6). Korelasi ini memperkuat
tinggi, sehingga potensi produksi dan oksidasi CH4 juga tinggi. Tanah dengan C-
komponen hidup dan mati. Komponen hidup terdiri dari berbagai macam
biomassa mikrobia tanah Dalal et al. (2011). Tanah dengan C-organik tinggi
(0,56*) dan berkorelasi tidak nyata dengan potensi oksidasi CH4 (0,35ns). Korelasi
antara C biomassa mikrobia dengan potensi oksidasi CH4 walaupun tidak nyata,
biomassa mikrobia sebagai gambaran total mikrobia juga diikuti dengan jumlah
mikrobia yang memproduksi dan mengoksidasi CH4. Labat and Gracia (1986)
bakteri methanogen. Kisaran jumlah methonogen 10% dari total mikrobia juga
negatif dengan kedalaman horison (-0,50*) (Tabel 6), C-organik menurun apabila
kandungan C-organik, dan semakin rendah pula potensi produksi CH4 (Whalen
and Reeburg, 2000; Brzezińska et al., 2012). Pengaruh kedalaman tanah ini juga
berkorelasi nyata positif. pH NaF berkorelasi sangat nyata negatif dengan potensi
produksi CH4, yang disebabkan sebagai dampak pH NaF berkorelasi sangat nyata
terhadap jumlahnya, tetapi juga menentukan pola produksi sejalan dengan waktu
CH4 maksimum terjadi pada hari ke-20 setelah inkubasi (Gambar 18), sementara
itu tanah dengan C-organik lebih rendah produksi maksimum pada hari ke-15
(Gambar 19), dan paling rendah pada hari ke-10 (Gambar 20).
Tanah dengan kandungan C-organik tergolong lebih tinggi dari pada yang
lain mempunyai pola produksi CH4 maksimal pada hari ke-20 setelah inkubasi
(Gambar 18), diwakili oleh P1 horison I dan II, P2 horison I, dan P4 horison I dan
produksi CH4 maksimal pada hari ke-15 setelah inkubasi (Gambar 19), diwakili
oleh P1 horison IV, P2 horison II, III dan IV, dan P4 horison IV dan V. Tanah
dengan kandungan C-organik tergolong lebih rendah dari pada yang lain
mempunyai pola produksi CH4 maksimal pada hari ke-10 setelah inkubasi
(Gambar 20), diwakili oleh P3 horison II, III, IV dan V, dan P4 horison VI.
84
memproduksi CH4 dengan jumlah tinggi dan terjadinya puncak produksi lebih
lama. Tanah dengan C-organik lebih rendah sementara itu mempunyai substrat C
lebih sedikit, sehingga hanya dapat memproduksi CH4 dengan jumlah lebih
Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian oleh Tsutsuki (1984) dan
tinggi dan puncak produksi lebih lama. Joulian et al. (1996) sementara itu
perlakuan kontrol, jerami (C/N 40) dan algae (C/N 12), menghasilkan puncak
fisika, kimia dan biologi tanah. Perbedaan sifat tanah yang nyata adalah
pupuk kandang sapi sejak tahun 2001 sampai sekarang, dengan rata-rata
penggunaan 6 ton ha -1 setiap musim tanam, diduga kuat sebagai faktor yang
meningkatkan C-organik yang secara nyata lebih tinggi dari pada sawah semi
organik dan konvensional. C-organik yang tinggi menyebabkan potensi emisi CH4
juga lebih tinggi dari pada lahan yang lain, karena berdasarkan hasil analisis
faktor yang paling menentukan potensi produksi CH4 adalah C-organik tanah.
Pengelolaan sistem padi sawah organik dari segi upaya reklamasi lahan
sudah dapat dilakukan dengan baik, produktivitas tanaman rata-rata 8 ton ha-1 dan
kandungan C-organik tanah > 2%. Lahan sawah organik namun demikian
namun emisi CH4 dapat diturunkan. Percobaan penelitian (rumah kaca dan
lapangan) selanjutnya oleh karena itu dipilih di lahan sawah organik, agar
Inokulum Azolla mulai menutup 100% luas media (pot) paling lama pada
Azolla 1,33 ton ha-1, 2 ton ha-1, dan 4 ton ha-1 masing-masing adalah selama 5,8
88
hari, 5,4 hari, dan 4,4 hari, atau rata-rata selama 5,2 hari. Rata-rata waktu
penggandaan ini lebih lama dari pada hasil penelitian oleh Liu et al. (2008) pada
Azolla yang ditumbuhkan pada media pot tanpa tanaman padi, yaitu selama 4,7
hari.
Tinggi tanaman dan jumlah anakan tanaman padi diamati setiap 10 hari
dan tersaji pada Gambar 22 dan 23. Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah
anakan pada umur 40, 70 dan 90 HST yang mendekati dengan waktu pengamatan
umur 50 HST, keluar malai pada umur 55 HST, pembungaan umur 60 HST,
gabah matang susu umur 80 HST, dan gabah matang penuh umur 97 HST.
Tinggi tanaman berbeda nyata antar perlakuan (Tabel 7). Pupuk kandang
sapi 4 ton ha-1 + inokulum Azolla 2 ton ha-1 menghasilkan tinggi tanaman lebih
tinggi dari pada lainnya. Jumlah anakan demikian juga berbeda nyata antar
perlakuan (Tabel 7). Pupuk kandang sapi 4 ton ha-1 + pupuk Azolla 2,5 ton ha-1
Tabel 7. Tinggi dan jumlah anakan tanaman padi sawah organik pada percobaan
rumah kaca
Pupuk Azolla 5 ton ha-1 menghasilkan tinggi tanaman dan jumlah anakan
paling rendah dari pada lainnya, termasuk apabila dibandingkan dengan kontrol.
Hal ini diduga pada perlakuan tersebut mengalami hambatan pertumbuhan karena
terjadi akumulasi nitrit (NO2-) di tanah pada awal pertumbuhan. Pengamatan pada
umur 38 HST kandungan nitrit (NO2-) pada perlakuan tersebut paling tinggi (0,41
lebih rendah (0,17 mg N kg-1 tanah, data tidak ditampilkan). Hasil penelitian
pada tanaman padi, yang tidak direkayasa genetis untuk tahan terhadap NO2-,
menyebabkan kerusakan pada sel akar, dan pada akhirnya menyebabkan kematian
Pupuk kandang sapi 8 ton ha-1 + pupuk azolla 5 ton ha-1 + inokulum azolla
4 ton ha-1 pada umur panen 97 HST menghasilkan tinggi tanaman yang paling
91
rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain (Tabel 7). Hal ini disebabkan
pupuk Azolla dan inokulm Azolla dengan dosis berlebih, sehingga tanaman lebih
sukulen, mudah rebah dan patah yang berdampak pertumbuhan di akhir agak
terhambat dan ujung daun mati. Gejala ini jelas terlihat pada tanaman mulai
berumur 70 HST.
Tabel 8. Berat gabah per malai, berat 1.000 biji, berat segar brangkasan, gabah
kering panen, dan indeks panen padi sawah organik pada percobaan
rumah kaca
Berat gabah per malai berbeda nyata antar perlakuan, rata-rata perlakuan
menghasilkan lebih tinggi dari pada kontrol (Tabel 8). Berat 1.000 biji sementara
itu tidak berbeda nyata, rata-rata 25,56 gram. Deskripsi tanaman padi varietas IR-
Indonesia (2008) menyebutkan bahwa rata-rata berat 1.000 biji sebesar 27 gram.
Hal ini berarti hasil gabah pada semua perlakuan mempunyai kualitas lebih rendah
dari potensinya. Kondisi lingkungan media pot dalam rumah kaca diduga kurang
92
Berat segar brangkasan tidak berbeda nyata, kecuali pada perlakuan pupuk
Azolla 5 ton ha-1. Secara umum pertumbuhan dan perkembangan pada pupuk
Azolla 5 ton ha-1 lebih rendah dari pada yang lain termasuk apabila dibandingkan
Indeks panen berbeda nyata antar perlakuan. Hal ini disebabkan karena
berat segar brangkasan hampir tidak berbeda nyata antar perlakuan (kecuali
perlakuan pupuk Azolla 5 ton ha-1) dan gabah kering panen berbeda nyata antar
perlakuan, sehingga indeks panen berbeda nyata antar perlakuan. Berat segar
brangkasan dengan indeks panen berkorelasi antara nyata negatif (-0,63**) (Tabel
Tabel 9. Korelasi parameter tanaman dan sifat tanah terpilih sistem padi sawah
organik pada percobaan rumah kaca
PKS = pupuk kandang sapi, PA = pupuk Azolla, IA = inokulum Azolla, NO3- = NO3- tanah, NH4+
= NH4+ tanah, TT = tinggi tanaman, AT = anakan total, AP = anakan produktif, BSB = berat segar
brangkasan (tajuk), BGM = berat gabah per malai, 1000 = berat 1.000 biji, GKP = gabah kering
panen, IP = indeks panen.
93
(0,84**), berat segar brangkasan (0,91**), berat gabah per malai (0,80**) dan berat
1.000 biji (0,69**), sementara itu berkorelasi tidak nyata dengan tinggi tanaman
(0,36ns) (Tabel 9). Korelasi tinggi tanaman dan GKP walaupun kurang nyata,
tetapi ada kecenderungan setiap peningkatan tinggi tanaman akan diikuti oleh
menghasilkan tanaman yang tinggi, jumlah anakan banyak dan brangkasan besar,
sehingga akan menghasilkan gabah per malai dan berat biji gabah yang lebih
Hasil GKP berbeda nyata antar perlakuan (Tabel 8). Pupuk kandang sapi,
tinggi dari pada kontrol, kecuali perlakuan pupuk Azolla 5 ton ha-1 yang lebih
rendah dari pada kontrol. Penggunaan dosis penuh pupuk kandang sapi 8 ton ha-1
+ pupuk Azolla 5 ton ha-1 + inokulum Azolla 4 ton ha-1 menghasilkan GKP yang
tidak berbeda nyata dengan beberapa perlakuan lainnya. Hal ini memberi petunjuk
berbeda nyata, tetapi ada kecenderungan rata-rata GKP yang menggunakan pupuk
kandang sapi lebih tinggi dari pada yang tidak menggunakan (Tabel 10). Pupuk
kandang sapi dan GKP berkorelasi nyata (0,45*) (Tabel 9), yang menunjukkan
kandang sapi meningkatkan NH4+ dan NO3-. Rata-rata NH4+ dan NO3- yang
menggunakan pupuk kandang sapi lebih tinggi dari pada yang tidak menggunakan
(Tabel 10). GKP berkorelasi sangat nyata dengan NH4+ (0,59**). GKP walaupun
berkorelasi kurang nyata dengan NO3- (0,27ns), tetapi ada kecenderungan setiap
penggunaan pupuk kandang sapi meningkatkan NH4+ dan NO3, dan berdampak
Tabel 10. Rata-rata NH4+, NO3- tanah dan GKP sistem padi sawah organik pada
perlakuan pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla hasil percobaan rumah
kaca
nyata, tetapi ada kecenderungan rata-rata GKP yang menggunakan pupuk Azolla
lebih tinggi dari pada yang tidak menggunakan (Tabel 10). Pupuk Azolla
berkorelasi nyata dengan NH4+ tanah (0,44*) dan berkorelasi kurang nyata dengan
NO3- tanah (0,36ns) (Tabel 9). Korelasi pupuk Azolla dan NO3- tanah walaupun
NO3- tanah. Pupuk Azolla dengan demikian meningkatkan NH4+ dan NO3-.
Rata-rata NH4+ dan NO3- pada perlakuan pupuk Azolla walaupun tidak
berbeda nyata, tetapi ada kecenderungan yang menggunakan pupuk Azolla lebih
95
tinggi dari pada yang tidak menggunakan (Tabel 10). Penggunaan pupuk Azolla
meningkatkan GKP (Duan et al., 2007), walaupun pengaruhnya lebih lemah dari
pada pupuk kandang sapi. Pengaruh pupuk Azolla yang lebih lemah ini
disebabkan pada perlakuan pupuk Azolla 5 ton ha-1 yang justru menghasilkan
Inokulum Azolla berkorelasi tidak nyata dengan GKP (0,21ns) (Tabel 9),
dan juga tidak ada korelasi melalui parameter tanah terhadap GKP. Hasil ini
Inokulum Azolla 4 ton ha-1 menghasilkan GKP yang lebih rendah dari pada rata-
Azolla, pupuk Azolla + inokulum Azolla, dan pupuk kandang sapi + pupuk Azolla
+ inokulum Azolla menghasilkan GKP yang tidak berbeda nyata dengan pupuk
kandang sapi 8 ton ha-1 (Tabel 8). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
bersama tanaman padi), yang juga dapat dikombinasikan dengan pupuk kandang
tajuk (jerami) 2,46%, N gabah 2,16%, P gabah 0,98% dan K gabah 0,93% (Tabel
11) secara umum lebih tinggi dari pada rata-rata menurut Dobermann dan
Fairhurst (2000), Ibrahim et al. (2010) dan Nader dan Robinson (2010).
96
Tabel 11. Kandungan C, N, P dan K pada akar, tajuk dan gabah tanaman padi sawah organik pada percobaan rumah kaca
C (%) N (%) P (%) K (%)
No. Perlakuan
Akar Tajuk Gabah Akar Tajuk Gabah Akar Tajuk Gabah Akar Tajuk Gabah
A. Kontrol 41,54ab 61,77ab 56,71bc 1,08a 1,32ab 2,08abc 2,12a 1,00a 0,83a 0,30a 2,34ab 0,88a
B. PKS 8 36,74a 59,22a 55,28b 1,05a 1,47bc 1,93a 1,95a 0,87a 0,77a 0,34a 2,31ab 0,87a
C. PA 5 48,08cd 61,21ab 59,63cd 1,23a 1,78e 2,48c 2,06a 0,62a 0,80a 0,37a 2,07a 0,71a
D. IA 4 43,79bcd 64,33ab 50,43a 1,21a 1,76e 2,47c 2,13a 1,12a 0,99a 0,35a 2,20a 0,89a
E. PKS 4 + PA 2,5 49,53d 67,14b 58,44bc 0,99a 1,53cd 1,99ab 1,84a 1,47a 0,82a 0,42a 2,71bc 0,97a
F. PKS 4 + IA 2 41,76abc 60,45ab 63,10d 1,13a 1,67de 2,21abc 1,78a 1,29a 1,61a 0,40a 2,92c 1,05a
G. PA 2,5 + IA 2 42,88abc 65,24ab 59,63cd 1,05a 1,23a 1,92a 1,80a 0,61a 0,97a 0,32a 2,42ab 0,88a
H. PKS 2,67 + PA 1,67 + IA 1,33 42,71abc 60,04ab 56,59bc 1,12a 1,39abc 1,95a 2,39a 0,99a 1,10a 0,53a 2,68bc 0,94a
I. PKS 8 + PA 5 + IA 4 46,93bcd 66,19ab 67,32e 1,12a 1,49bc 2,41bc 1,85a 1,12a 0,92a 0,41a 2,48ab 1,22a
Rata-Rata 43,77 62,85 58,57 1,11 1,52 2,16 1,99 1,01 0,98 0,38 2,46 0,93
Tajuk = Brangkasan
Angka pada kolom sama yang diikuti notasi huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%
97
Tabel 12. Serapan C, N, P dan K pada tajuk dan akar tanaman padi sawah organik pada percobaan rumah kaca
Serapan C Serapan N Serapan P Serapan K
akar dan gabah namun demikian juga relatif jauh lebih tinggi dari pada kandungan
penyusun jaringan hidup termasuk tanaman. Rata-rata lebih dari 50% penyusun
tubuh tanaman (akar, tajuk dan gabah) terdiri atas unsur C. Rata-rata kandungan C
pada akar, tajuk dan gabah sebesar 55% (Tabel 11). Nieder and Benbi (2008)
penggunaan pupuk Azolla (0,59**). C gabah juga berbeda nyata antar perlakuan,
dan berkorelasi nyata dengan penggunaan pupuk kandang sapi (0,41*) dan pupuk
Azolla (0,57**). Hal ini diduga kuat karena perlakuan pupuk kandang sapi dan
pupuk Azolla meningkatkan NO3- dan NH4+ tanah, dan berdampak meningkatkan
Rata-rata kandungan N tertinggi pada bagian gabah (Tabel 11). Hal ini
menunjukkan bahwa hara N lebih banyak terakumulasi pada gabah. Secara umum
gabah (beras) mengandung protein yang lebih tinggi dari pada bagian akar dan
lebih tinggi dari pada di tajuk (jerami) 0,85%. N adalah salah satu komponen
utama penyusun protein. Protein tersusun atas asam amino yang mengandung N
dalam bentuk senyawa amina (-NH2). Hara N sangat penting bagi pertumbuhan
99
tanaman dalam bentuk protein (asam amino, enzim dan asam nukleat) (Nieder and
Benbi, 2008).
Kandungan N pada tajuk dan gabah berbeda nyata antar perlakuan, namun
demikian perlakuan pupuk kandang sapi, pupuk Azolla dan inokulum Azolla
berkorelasi tidak nyata dengan kandungan N pada semua bagian tanaman. Hal ini
Kandungan N pada akar, tajuk dan gabah masing-masing berkorelasi nyata positif,
peningkatan kandungan N pada salah satu bagian tanaman akan diikuti oleh
Kandungan P pada akar, tajuk dan gabah tidak berbeda nyata antar
kandungan P pada semua bagian tanaman tersebut. Hasil ini sama dengan yang
ditemukan oleh Ibrahim et al. (2010), kandungan P di gabah dan jerami tidak
berbeda nyata antar perlakuan. Rata-rata kandungan P tertinggi pada akar (Tabel
11). P adalah bagian dari senyawa pembawa energi dan selalu terkait dengan
benih/tanaman muda.
perlakuan pupuk kandang sapi, pupuk Azolla dan inokulum Azolla berkorelasi
tertinggi pada tajuk (Tabel 11). Hal ini menunjukkan bahwa unsur K merupakan
komponen utama dalam penyusunan vigor tanaman (Hakim et al., 1986). K lebih
banyak terakumulasi dalam tajuk (batang dan daun) tanaman. Hasil penelitian
jerami sebesar 1,69% dari pada di gabah yang hanya 0,36%. Nader and Robinson
sementara itu N 0,53 – 1,12% dan P 0,05 – 0,17%. Aplikasi jerami ke lahan oleh
bagian tanaman akar, tajuk dan gabah, namun demikian ada kecenderungan
penggunaan pupuk kandang sapi, pupuk Azolla dan inokulum Azolla berpengaruh
bagian tanaman yang dihasilkan oleh perlakuan lebih tinggi dari pada kontrol. Hal
ini diduga kuat karena NO3- dan NH4+ tanah pada perlakuan lebih tinggi dari pada
kontrol (Tabel 10), yang berdampak lebih baik terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman.
Serapan hara C, N, P dan K pada tajuk dan akar dipengaruhi secara tidak
langsung oleh penggunaan pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla, sementara itu
tidak dipengaruhi oleh inokulum Azolla. Penggunaan pupuk kandang sapi dan
pupuk Azolla meningkatkan kandungan NH4+ dan NO3- dalam tanah, yang
kemudian meningkatkan serapan N pada tajuk dan akar. NH4+ tanah berkorelasi
nyata dengan serapan N pada tajuk (0,40*) (Tabel 13), setiap peningkatan NH4+
101
tanah meningkatkan serapan N pada tajuk. NH4+ tanah walaupun berkorelasi tidak
nyata dengan serapan N pada akar (0,37ns), tetapi ada kecenderungan juga setiap
peningkatan NH4+ tanah meningkatkan serapan N pada akar. NO3- tanah demikian
juga berkorelasi nyata dengan serapan N pada tajuk (0,42*), tetapi berkorelasi
Tabel 13. Korelasi serapan hara dan parameter terpilih sistem padi sawah organik
pada percobaan rumah kaca
PKS PA IA NH4+T NO3-T SCT SCA SNT SNA SPT SPA SKT SKA
+ ** * ns
NH4 T 0,63 0,44 0,17
NO3-T 0,52** 0,36ns 0,07ns 0,63**
SCT 0,36ns 0,03ns 0,10ns 0,39* 0,16ns
SCA 0,30ns 0,15ns -0,01ns 0,51** 0,29ns 0,79**
SNT 0,43* -0,07ns 0,15ns 0,40* 0,42* 0,68** 0,54**
SNA 0,30ns -0,12ns 0,04ns 0,37ns 0,16ns 0,60** 0,83** 0,38*
SPT 0,034ns -0,13ns 0,04ns 0,08ns 0,18ns 0,62** 0,40* 0,61** 0,23ns
SPA 0,28ns -0,14ns -0,08ns 0,30ns 0,12ns 0,61ns 0,77** 0,46* 0,84** 0,25ns
SKT 0,40* -0,14ns 0,03ns 0,31ns 0,16ns 0,85** 0,72** 0,68** 0,58** 0,62** 0,55**
SKA 0,22ns 0,04ns 0,08ns 0,50** 0,20ns 0,45* 0,75** 0,42* 0,75** 0,25ns 0,71** 0,56**
GKP 0,45* 0,05ns 0,21ns 0,59** 0,27ns 0,84** 0,67** 0,60** 0,58** 0,55** 0,51** 0,79** 0,61**
Notasi ns = tidak nyata, * = nyata, ** = sangat nyata.
PKS = pupuk kandang sapi, PA = pupuk Azolla, IA = inokulum Azolla, NH4+ T = NH4+ tanah,
NO3- T = NO3- tanah, SCT = serapan C tajuk, SCA = serapan C akar, SNT = serapan N tajuk, SNA
= serapan N akar, SPT = serapan P tajuk, SPA = serapan P akar, SKT = serapan K tajuk, SKA =
serapan K akar, GKP = gabah kering panen.
serapan hara yang lain seperti C, P dan K. Serapan N pada tajuk dan akar
berkorelasi nyata dan sangat nyata dengan serapan C, P dan K pada tajuk dan akar
akan diikuti dengan metabolisme hara yang lain seperti C, P dan K, dan
berdampak kepada peningkatan hasil GKP. GKP berkorelasi sangat nyata dengan
semua parameter serapan C, N, P dan K baik pada tajuk maupun pada akar.
102
KPK 27,75 cmol(+) kg-1 (tinggi), C-organik 2,09% (sedang), P2O5 tersedia 9,70
ppm (sedang), dan K2O tersedia 0,30 cmol(+) kg-1 (rendah), tekstur lom dan pH
6,26. Hasil gabah kering giling (GKG, kadar air 14%) 6,68 ton ha-1 (tanpa
dipupuk). Status kesuburan tanah tersebut menurut Pusat Penelitian Tanah (1983)
termasuk sedang, menurut Dobermann and Fairhurst (2000) termasuk subur. Sifat
tanah awal secara lengkap tersaji pada Tabel 14, dan sifat tanah akhir pada Tabel
15.
Tabel 14. Sifat tanah sawah organik awal sebelum percobaan penanaman
No. Parameter Satuan Nilai Harkat
1. pH H2O 6,26*) Rendah
2. pH KCl 5,76
3. C-organik % 2,09*) Sedang
4. Humat ppm C 1.675,26
5. Fulvat ppm C 2.448,45
6. N total % 0,15**) Rendah
7. C/N 13,93**) Sedang
8. C biomassa µg C g-1 tanah 498,39
9. N biomassa µg N g-1 tanah 72,59
10. P2O5 total mg 100 g-1 46,86**) Tinggi
11. K2O total mg 100 g-1 20,03**) Rendah
12. P2O5 tersedia ppm 9,70*) Sedang
13. K2O tersedia cmol(+) kg-1 0,30*) Sedang
14. KPK cmol(+) kg-1 27,75*) Tinggi
15. KB % 35,96**) Rendah
16. Tekstur Lom*) Sedang
17. GKG***) ton ha-1 6,68*) Tinggi
*)
Harkat menurut Dobermann and Fairhurst (2000)
**)
Harkat menurut Balai Penelitian Tanah (2009)
***)
GKG = hasil gabah kering giling (kandungan air 14%) tanpa pemupukan, data diperoleh dari
hasil percobaan lapangan pada perlakuan kontrol
103
Tabel 15. Sifat tanah sawah organik akhir setelah percobaan penanaman di rumah kaca
C- N P2O5 K2 O P2O5 K2 O
pH pH Humat Fulvat KPK KB
No. Perlakuan Organik Total C/N Total Total Tesedia Tersedia
H2 O KCl
% ppm C ppm C % mg 100-1g mg 100-1g ppm cmol(+) kg-1 cmol(+) kg-1 %
A. Kontrol 6,25 5,60 1,81 1.282,82 1.805,67 0,16 11,68 47,31 11,16 5,70 0,26 24,23 35,79
B. PKS 8 6,17 5,59 2,01 1.502,06 2.360,48 0,18 10,53 37,41 11,42 12,53 0,27 28,53 39,14
C. PA 5 6,08 5,38 1,86 1.322,85 1.870,10 0,19 10,11 52,59 11,16 8,58 0,24 25,00 35,99
D. IA 4 6,11 5,47 1,79 1.368,73 1.834,54 0,18 9,80 52,08 13,54 8,42 0,24 29,31 35,82
E. PKS 4 + PA 2,5 6,25 5,57 1,87 1.459,11 2.418,21 0,18 10,41 48,31 13,80 14,06 0,29 28,49 36,55
F. PKS 4 + IA 2 6,27 5,74 2,29 1.587,97 2.335,40 0,17 13,60 48,92 14,60 13,88 0,27 28,95 37,40
G. PA 2,5 + IA 2 6,40 5,98 2,36 1.591,75 2.243,47 0,19 12,73 53,74 13,54 14,42 0,32 29,17 37,18
H. PKS 2,67 + PA 1,67 + IA 1,33 6,32 5,78 2,03 1.560,65 2.210,83 0,20 10,26 57,36 13,28 11,63 0,39 28,73 37,61
I. PKS 8 + PA 5 + IA 4 6,24 5,67 2,26 1.631,79 2.569,24 0,18 12,45 55,70 14,07 10,19 0,28 28,84 37,18
Rata-Rata 6,23 5,64 2,02 1.478,64 2.183,10 0,18 11,29 50,38 12,95 11,04 0,28 27,92 36,96
104
Tabel 16. Sifat tanah sawah organik akhir setelah percobaan penanaman di rumah kaca dan harkat kesuburannya
C- KPK P2O5 K2 O
Status
No. Perlakuan Tekstur Harkat Organik Harkat (cmol(+) Harkat Tersedia Harkat Tersedia Harkat pH Harkat GKG Harkat
-1 -1 -1 Kesuburan
(%) kg ) (mg 100 g) (cmol(+) kg )
A Kontrol Lom Sedang 1,81 Tinggi 24,23 Tinggi 5,70 Sedang 0,31 Tinggi 6,25 Rendah 5,28 Tinggi Subur
B PKS 8 Lom Sedang 2,01 Tinggi 28,53 Tinggi 12,53 Tinggi 0,36 Tinggi 6,17 Rendah 6,67 Tinggi Subur
C PA 5 Lom Sedang 1,86 Tinggi 25,00 Tinggi 8,58 Sedang 0,33 Tinggi 6,08 Rendah 4,62 Sedang Subur
D IA 4 Lom Sedang 1,79 Tinggi 29,31 Tinggi 8,42 Sedang 0,31 Tinggi 6,11 Rendah 5,77 Tinggi Subur
E PKS 4 + PA 2,5 Lom Sedang 1,87 Tinggi 28,49 Tinggi 14,06 Tinggi 0,36 Tinggi 6,25 Rendah 7,62 Tinggi Subur
F PKS 4 + IA 2 Lom Sedang 2,29 Tinggi 28,95 Tinggi 13,88 Tinggi 0,36 Tinggi 6,27 Rendah 6,50 Tinggi Subur
G PA 2,5 + IA 2 Lom Sedang 2,36 Tinggi 29,17 Tinggi 14,42 Tinggi 0,34 Tinggi 6,40 Rendah 7,11 Tinggi Subur
H PKS 2,67 + PA 1,67 + IA 1,33 Lom Sedang 2,03 Tinggi 28,73 Tinggi 11,63 Tinggi 0,36 Tinggi 6,32 Rendah 6,49 Tinggi Subur
I PKS 8 + PA 5 + IA 4 Lom Sedang 2,26 Tinggi 28,84 Tinggi 10,19 Tinggi 0,38 Tinggi 6,24 Rendah 7,39 Tinggi Subur
Rata-Rata Lom Sedang 2,03 Tinggi 27,92 Tinggi 11,04 Tinggi 0,35 Tinggi 6,23 Rendah 6,38 Tinggi Subur
Harkat menurut Dobermann and Fairhurst (2000)
105
antara sifat tanah awal dan akhir. Rata-rata sifat tanah setelah perlakuan tidak jauh
berbeda dengan sifat tanah awal. Hal ini diduga karena waktu percobaan yang
relatif pendek hanya 1 musim tanam belum memberikan dampak perubahan yang
nyata terhadap sifat tanah. Rata-rata sifat tanah akhir pada perlakuan namun
demikian relatif lebih tinggi dari pada kontrol, yang menunjukkan bahwa
Tabel 17. Korelasi status kesuburan tanah dan parameter terpilih sistem padi
sawah organik pada percobaan rumah kaca
Status kesuburan tanah akhir pada semua perlakuan sama yaitu tergolong
subur (Tabel 16). Pupuk kandang sapi, pupuk Azolla, inokulum Azolla dan
demikian oleh Dobermann and Fairhurst (2000) masih tergolong sebagai tanah
106
subur. Perlakuan kontrol tanpa pupuk menghasilkan GKG 5,28 ton ha -1 yang oleh
Status kesuburan tanah berkorelasi tidak nyata dengan pupuk kandang sapi
0,16ns), pupuk Azolla (0,26ns) dan inokulum Azolla (0,16ns) (Tabel 17), yang
menunjukkan bahwa pupuk kandang sapi, pupuk Azolla dan inokulum Azolla
tidak berpengaruh nyata terhadap kesuburan tanah. Pupuk kandang sapi namun
demikian berkorelasi sangat nyata dengan K2O tersedia (0,51**) dan berkorelasi
kandang sapi meningkatkan P2O5 tersedia dan GKG, tetapi tidak berpengaruh
3. Emisi CH4
Suhu tanah dan air tidak berbeda nyata pada semua perlakuan (Tabel 18),
yang diduga suhu ini lebih dominan disebabkan oleh kondisi cuaca, sehingga suhu
di semua perlakuan hampir sama. pH tanah demikian juga tidak berbeda nyata,
rata-rata 7,50 (netral), hal ini diduga kuat disebabkan pada tanah yang digenangi
(disawahkan) akan menuju ke arah netral (Sanchez, 1976; van Rants, 1991).
inokulum Azolla (-0,43*), sementara dengan pupuk kandang sapi dan pupuk
Azolla berkorelasi tidak nyata (0,09ns dan 0,181ns). Rata-rata pH air pada
perlakuan yang menggunakan inokulum Azolla lebih rendah dari pada yang tidak
Tabel 18. Sifat tanah dan air (rata-rata pada umur 38, 70 dan 95 HST) sistem padi sawah organik pada percobaan rumah kaca
Suhu (0C) pH Eh (mV) DO (mg L-1) NO2- (mg N L-1) NO3- (mg N L-1) NH4+ (mg N L-1) CBM (mg C L-1)
No. Perlakuan
Tanah Air Tanah Air Tanah Tanah Air Tanah Air Tanah Air Tanah Air Tanah Air
A. Kontrol 26,90a 27,39a 7,49a 8,25b -136,11ab 4,67a 8,48c 0,18a 0,10a 1,49a 0,49a 20,04a 2,51a 201,95a 44,87a
B. PKS 8 26,91a 27,14a 7,53a 8,20b -158,06a 4,89a 6,34bc 0,17a 0,10a 2,95b 1,10b 27,48cd 2,46a 332,48bc 58,11a
C. PA 5 27,04a 27,43a 7,51a 8,16b -155,28a 3,54a 6,34bc 0,21a 0,11a 2,70b 1,63c 25,01bc 2,58a 333,12bc 51,47a
D. IA 4 27,20a 27,66a 7,49a 8,08ab -124,44b 4,09a 3,72ab 0,16a 0,16bc 2,36ab 3,19e 23,61b 3,70b 235,73a 96,23b
E. PKS 4 + PA 2,5 27,00a 27,32a 7,53a 8,19b -155,56a 5,47a 7,61c 0,16a 0,12ab 3,36b 1,87cd 26,98cd 2,74a 328,66bc 58,29a
F. PKS 4 + IA 2 27,19a 27,29a 7,49a 7,85a -123,89b 3,74a 3,35a 0,17a 0,16bc 2,47ab 2,11d 24,51cd 3,65b 307,15b 94,94b
G. PA 2,5 + IA 2 26,86a 27,31a 7,48a 8,07ab -126,39b 4,43a 3,81ab 0,23a 0,16bc 2,15ab 2,16d 25,90bcd 3,39b 336,63bc 91,65b
H. PKS 2,67 + PA 1,67 + IA 1,33 27,03a 27,27a 7,48a 8,01ab -131,11b 5,11a 4,47ab 0,19a 0,15abc 2,65ab 3,82f 25,30bc 3,48b 392,60c 91,48b
I. PKS 8 + PA 5 + IA 4 27,20a 27,54a 7,52a 8,12b -158,89a 5,01a 4,43ab 0,19a 0,17c 3,31b 3,15e 28,57d 3,68b 349,98bc 100,65b
Rata-Rata 27,04 27,37 7,50 8,10 -141,08 4,55 5,40 0,18 0,14 2,61 2,17 25,27 3,13 313,14 76,41
DO = dissolved oxygen = oksigen terlarut, CBM = C biomassa mikrobia, Satuan mg L-1 (air) = mg kg-1 (tanah) = ppm
Angka pada kolom sama diikuti notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%
108
Penurunan pH air oleh inokulum Azolla tersebut diduga kuat oleh dampak
konsentrasi ion H+ di dalam air, menurut reaksi: 2NH4+ + 3O2 + 2NO2- + 2H2O
Eh berbeda sangat nyata antar perlakuan (Tabel 18), dan berkorelasi nyata
negatif dengan pupuk kandang sapi (-0,45*) dan pupuk Azolla (-0,44*), tetapi
berkorelasi tidak nyata dengan inokulum Azolla (0,29ns) (Tabel 20). Pemberian
pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla menyumbang kandungan bahan organik
Genangan air terus-menerus akan membatasi suplai oksigen dan bahkan mengusir
oksigen yang terdapat di dalam tanah, sehingga oksigen terlarut dalam tanah pada
semua perlakuan tidak berbeda nyata. van Rants (1991) menjelaskan genangan
pada tanah sawah menyebabkan proses reduksi, karena terhambatnya difusi udara
ke dalam tanah.
Oksigen terlarut (DO) air berbeda nyata antar perlakuan, dan berkorelasi
nyata negatif dengan inokulum Azolla (-0,64**), sementara itu dengan pupuk
kandang sapi dan pupuk Azolla berkorelasi tidak nyata (-0,03ns dan -0,002ns)
(Tabel 20). Rata-rata DO air pada perlakuan yang menggunakan inokulum Azolla
lebih rendah dari pada perlakuan yang tidak menggunakan inokulum Azolla
109
(Tabel 22), yang menunjukkan bahwa inokulum Azolla menurunkan DO air. Hasil
ini berbeda dengan hasil penelitian oleh Bharati et al. (2000), Bennicelli et al.
(2005) dan Liu et al. (2008) yang menyimpulkan inokulum Azolla meningkatkan
oleh Bharati et al. (2000), Bennicelli et al. (2005) dan Liu et al. (2008), tetapi O2
dikonsumsi oleh mikrobia untuk mengoksidasi NH4+ menjadi NO2- dan NO3-
(Vance, 1996). Korelasi C biomassa mikrobia air dengan DO air sangat nyata
negatif (-0,75**) (Tabel 20), semakin memperkuat dugaan tersebut, yang berarti
telah terjadi konsumsi O2 oleh mikrobia air. Oksigen apabila tidak tersedia atau
jumlahnya terbatas, maka oksidasi NH4+ (nitrifikasi) tidak akan terjadi atau masih
dapat berlangsung tetapi dengan laju yang sangat rendah, bahkan kemudian NO3-
Kandungan NO2- tanah tidak berbeda nyata antar perlakuan, sementara itu
NO3- dan NH4+ tanah berbeda nyata antar perlakuan. Hasil korelasi menunjukkan
bahwa NO3- dan NH4+ tanah berkorelasi nyata dengan pupuk kandang sapi (0,52**
dan 0,63**), NH4+ tanah berkorelasi nyata dengan pupuk Azolla (0,44*), sementara
itu NO3- tanah berkorelasi tidak nyata dengan pupuk Azolla (0,36ns). NO3- dan
NH4+ tanah berkorelasi tidak nyata dengan inokulum Azolla (0,07ns; 0,17ns) (Tabel
9 dan 13). Hasil ini menunjukkan penggunaan pupuk kandang sapi dapat
meningkatkan kandungan NO3- dan NH4+ dalam tanah. Penggunaan pupuk Azolla
demikian juga dapat meningkatkan kandungan NH4+ dalam tanah, sementara itu
110
Kandungan NO2-, NO3- dan NH4+ air berbeda nyata antar perlakuan, dan
ketiganya berkorelasi nyata dengan inokulum Azolla (0,71**, 0,70** dan 0,81**),
sementara dengan pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla berkorelasi tidak nyata
(0,03ns; 0,08ns; 0,03ns dan 0,08ns; 0,24ns; 0,02ns). Rata-rata NO2-, NO3- dan NH4+
air pada perlakuan yang menggunakan inokulum Azolla lebih tinggi dari pada
yang tidak menggunakan (Tabel 22), yang menunjukkan bahwa inokulum Azolla
meningkatkan kandungan NO2-, NO3- dan NH4+ air. Azolla memfiksasi N udara,
bentuk NH4+ (amonium) (Hamdi, 1982; Arifin, 1996), yang kemudian sebagian
akan diubah menjadi NO2- dan NO3- (Sanchez, 1976; Vance, 1996).
Perlakuan yang tidak menggunakan pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla
(kontrol dan inokulum Azolla 4 ton ha-1) mempunyai C biomassa mikrobia tanah
secara nyata lebih rendah dari pada yang lain. Pemberian pupuk organik
biomassa mikrobia tanah, hal ini ditunjukkan keduanya berkorelasi positif (0,45*)
(Tabel 20).
111
pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla berkorelasi tidak nyata (0,14ns dan 0,04ns)
(Tabel 20). Rata-rata C biomassa mikrobia air pada perlakuan yang menggunakan
inokulum Azolla lebih tinggi dari pada yang tidak menggunakan (Tabel 22), yang
Pelepasan O2 dan NH4+ oleh Azolla diduga kuat sebagai faktor yang mendorong
O2 dan nutrisi seperti NO2-, NO3- dan NH4+ akan mendorong mikrobia melakukan
methanotrof tidak efektif untuk menduga besarnya potensi emisi CH4 yang
karena itu dalam penelitian ini didekati dengan pengukuran hasil aktivitasnya,
yang berarti kedua kelompok mikrobia ini sangat berkaitan satu sama lain dalam
Tabel 19. Methanogen dan methanotrof (rata-rata 38, 70 dan 97 HST), emisi 38,
70 dan 97 HST, dan emisi 1 MT sistem padi sawah organik pada
percobaan rumah kaca
Azolla dan inokulum Azolla. Sifat tanah, air dan tanaman juga tidak ada yang
berkorelasi nyata (Tabel 20). Perbedaan data yang nyata tidak menunjukkan
Eh berkorelasi nyata negatif dengan pupuk kandang sapi (-0,47*) dan pupuk
Azolla (-0,44*). Pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla mempengaruhi secara
kandang sapi dan pupuk Azolla meningkatkan kandungan bahan organik tanah
Emisi CH4 harian (Gambar 24) selama 1 musim tanam rendah pada awal
pengisian malai (pengamatan 70 HST), dan setelah itu agak menurun kembali
pada tahap pengisian malai sampai panen (pengamatan 95 HST). Hal ini
tanaman, yang ditunjukkan emisi berkorelasi nyata positif (0,39*) dengan jumlah
Tabel 20. Korelasi emisi dengan parameter terpilih sistem padi sawah organik
pada percobaan rumah kaca
Emisi CH4 selama satu musim tanam berbeda sangat nyata antar perlakuan
(Tabel 19). Emisi tidak nyata dipengaruhi oleh pupuk kandang sapi (0,02ns) dan
pupuk Azolla (0,17ns) (Tabel 20). Rata-rata emisi oleh perlakuan yang
menggunakan pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla tidak berbeda nyata dengan
yang tidak menggunakan pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla (Tabel 21).
kondisi anaerobik yang sesuai untuk bakteri methanogen pembentuk CH4 (Hou et
al., 2000; Li, 2007). Pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla mempengaruhi emisi
melalui pengaruhnya terhadap Eh. Pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla
berkorelasi nyata negatif dengan Eh (-0,47* dan 0,44*) (Tabel 20), yang berarti
pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla menurunkan Eh, dan dengan demikian
meningkatkan emisi.
Tabel 21. Rata-rata emisi oleh sistem padi sawah organik pada perlakuan pupuk
kandang sapi dan pupuk Azolla hasil percobaan rumah kaca
Tabel 22. Rata- rata sifat air terpilih dan emisi oleh sistem padi sawah organik
pada perlakuan inokulum Azolla hasil percobaan rumah kaca
Inokulum
OD NO2- NO3- NH4+ CBM Emisi
Azolla pH
(mg O2 L-1) (mg N L ) (mg N L ) (mg N L-1) (mg C L-1) (kg CH4 ha-1)
-1 -1
(ton ha-1)
0 8,20b 7,19b 0,11a 1,27a 2,57a 53,18a 11,96b
1,33 8,01a 4,47a 0,15b 3,82d 3,48b 91,48b 3,34a
2 7,96a 3,58a 0,16b 2,14b 3,52b 93,30b 3,32a
4 8,10ab 4,08a 0,16b 3,17c 3,69b 98,44b 6,37a
Rata-Rata*) 8,02 3,96 0,16 2,89 3,58 94,99 4,54
*)
Rata-rata perlakuan yang menggunakan inokulum Azolla
Angka dalam kolom sama diikuti notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%
116
keduanya berkorelasi sangat nyata negatif (-0,57**) (Tabel 20), yang menunjukkan
bahwa inokulum Azolla secara sangat nyata menurunkan emisi CH4. Perlakuan
nyata lebih rendah dari pada yang tidak menggunakan (Tabel 22).
dengan kandungan NO2-, NO3- dan NH4+ dalam air (0,71**, 0,70** dan 0,81**),
yang menunjukkan inokulum Azolla meningkatkan NO2-, NO3- dan NH4+ air.
Azolla akan melepaskan N hasil fiksasinya ke media tumbuh (air) dalam bentuk
amonia (NH3) (Hamdi, 1982), yang selanjutnya dalam media air berubah menjadi
NO2- dan NO3- (Sanchez, 1976; Vance, 1996). NO2- dan NO3- inilah yang menurut
Proses ini dikenal dengan nitrite and nitrate methane oxidation yang
(Raghoebarsing et al., 2006). Mekanisme proses oksidasi CH4 oleh NO3- menjadi
CH4 yang akan diemisikan melalui cara difusi (difusi molekul) dan
perlakuan inokulum Azolla akan mengalami oksidasi oleh NO2- dan NO3-,
negatif sangat nyata dengan C biomassa mikrobia air (-0,73**) (Tabel 20), hal ini
sebagai dampak dari perlakuan inokulum Azolla yang mampu menurunkan emisi
dan pH air, dan meningkatkan C biomassa mikrobia air. Emisi berkorelasi sangat
nyata dengan oksigen terlarut (DO) air. Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian
oleh Bharati et al. (2000) yang menyebutkan emisi berkorelasi nyata negatif
dengan DO air. Hal ini diduga kuat oleh dampak dari perlakuan inokulum Azolla
(0,39*) (Tabel 20). Penyebab tingginya emisi pada penggunaan pupuk kandang
sapi 4 ton ha-1 + pupuk Azolla 2,5 ton ha-1 adalah tingginya jumlah anakan yang
atmosfer adalah melalui tanaman (Nieder and Benbi, 2008; Reddy and DeLaune,
2008). Tanaman yang mempunyai anakan lebih tinggi dengan demikian akan
produktivitas tanaman dan kesuburan tanah, dan menurunkan emisi CH4. Status
kesuburan tanah semua sama yaitu termasuk subur, yang sama dengan tanah awal.
118
GKP berkorelasi tidak nyata dengan emisi CH4 (Tabel 20), setiap peningkatan
GKP tidak tentu diikuti oleh peningkatan emisi CH4. Hasil GKP tinggi dan emisi
pilihan rekomendasi.
Tabel 23. GKP, status kesuburan tanah akhir dan emisi CH4 oleh sistem padi
sawah organik pada percobaan rumah kaca
Emisi
GKP Status
No. Perlakuan (kg CH4
(ton ha-1) Kesuburan Tanah
ha-1)
A. Kontrol 5,91ab Subur 11,01d
B. PKS 8 7,04bc Subur 9,03cd
C. PA 5 4,82a Subur 11,50d
D. IA 4 6,15abc Subur 6,28abc
E. PKS 4 + PA 2,5 8,01c Subur 16,31e
F. PKS 4 + IA 2 6,78bc Subur 3,55ab
G. PA 2,5 + IA 2 7,62bc Subur 3,10a
H. PKS 2,67 + PA 1,67 + IA 1,33 7,04bc Subur 3,34ab
I. PKS 8 + PA 5 + IA 4 7,96c Subur 6,46bc
Rata-Rata 6,82 Subur 7,84
Angka pada kolom sama diikuti notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%
Kontrol dan pupuk Azolla 5 ton ha-1 tidak dapat menjadi pilihan karena
GKP rendah dan emisi tinggi. Pupuk kandang sapi 8 ton ha-1 walaupun GKP
cukup tinggi tetapi emisinya juga tinggi. Inokulum Azolla 4 ton ha-1 walaupun
emisinya rendah, tetapi GKP rendah di bawah rata-rata. Pupuk kandang sapi 4 ton
ha-1 + pupuk Azolla 2,5 ton ha-1 walaupun GKP paling tinggi, tetapi emisinya juga
paling tinggi.
Pupuk kandang sapi 8 ton ha-1 + pupuk Azolla 5 ton ha-1 + inokulum
Azolla 4 ton ha-1 secara teknis dapat menjadi pilihan, GKP tinggi, status
119
kesuburan subur dan emisi rendah. Perlakuan tersebut namun demikian dari sisi
berdampak input produksi tinggi. Dosis berlebih ini juga berdampak tanaman
Pupuk kandang sapi 4 ton ha-1 + inokulum Azolla 2 ton ha-1, pupuk Azolla
2,5 ton ha-1 + inokulum Azolla 2 ton ha-1, dan pupuk kandang sapi 2,67 ton ha-1 +
pupuk Azolla 1,67 ton ha-1 + inokulum Azolla 1,33 ton ha-1 merupakan perlakuan
yang dapat menjadi pilihan rekomendasi. GKP tinggi yang tidak berbeda nyata
dengan GKP tinggi lainnya. Status kesuburan tanah termasuk subur. Emisi rendah
Inokulum Azolla rata-rata mulai menutup 100% lahan paling lama pada
dibandingkan dengan di percobaan rumah kaca. Inokulum Azolla 1,33 ton ha-1
telah menutup 100% pada hari ke-14, inokulum Azolla 2 ton ha-1 pada hari ke-12,
waktu yang diperlukan, maka waktu penggandaan inokulum Azolla 1,33 ton ha-1,
2 ton ha-1, dan 4 ton ha-1 masing-masing adalah selama 3,2 hari, 3,2 hari, dan 3,3
121
hari, atau rata-rata selama 3,2 hari. Rata-rata waktu penggandaan ini lebih cepat
dari pada yang disampaikan oleh Arifin (2003) dalam Kaimuddin et al. (2008)
penggandaan Azolla tersebut selama 7,2 hari. Hidayat et al. (2011) sementara itu
Gambar 26. Azolla masih bertahan pada saat panen padi sawah
organik (tanda panah), tampak atas (insert). Azolla ini
bisa dimanfaatkan untuk musim tanam berikutnya.
tanaman padi, bahkan sampai dengan dilakukan panen tanaman padi, Azolla
tersebut masih bertahan (Gambar 26). Azolla inilah yang masih dapat
Tinggi tanaman dan jumlah anakan tanaman padi tersaji pada Gambar 28
dan 29. Tinggi tanaman dan jumlah anakan pada pengamatan umur 40, 70 dan 90
HST yang mendekati dengan waktu pengamatan emisi CH4 (35, 68 dan 96 HST)
tersaji pada Tabel 24. Jumlah anakan mengalami penurunan pada umur 50 HST
123
yang disebabkan anakan kecil (anakan tersier) mati, yang diduga terjadi
umur 55 HST, keluar malai pada umur 63 HST, pembungaan umur 70 HST,
gabah matang susu umur 81 HST, dan gabah matang penuh umur 99 HST.
124
Tinggi tanaman dan jumlah anakan relatif tidak berbeda nyata pada semua
umur tanaman (Tabel 24). Hasil penelitian ini sama dengan yang diperoleh Arsana
jumlah anakan yang tidak berbeda nyata. Tinggi tanaman pada umur 70 HST ada
lainnya. Hal ini disebabkan pada kontrol tidak ada masukan unsur hara, sehingga
Jumlah anakan sementara itu tidak berbeda nyata pada semua umur
tanaman. Jumlah anakan oleh kontrol ada kecenderungan lebih banyak dari pada
perlakuan lainnya, tetapi ukurannya lebih kecil. Kontrol dengan tidak adanya
Tabel 24. Tinggi dan jumlah anakan tanaman padi sawah organik pada percobaan
lapangan
Berat gabah per malai berbeda nyata, penggunaan pupuk kandang sapi,
tinggi dari pada kontrol (Tabel 25). Pupuk kandang sapi, pupuk Azolla, inokulum
Azolla dan kombinasinya memberikan masukan unsur hara setara 120 kg N ha -1,
sehingga dapat menghasilkan berat gabah per malai lebih tinggi dari pada kontrol.
gabah per malai. Pupuk kandang sapi, pupuk Azolla, inokulum Azolla dan
Berat 1.000 biji tidak berbeda nyata, rata-rata 27,48 gram (Tabel 25).
Indonesia menyebutkan bahwa rata-rata berat 1.000 biji sebesar 27 gram (Balai
Penelitian Padi, 2008). Hal ini berarti hasil gabah pada semua perlakuan
mempunyai kualitas sedikit lebih baik dari rata-rata nasional. Kondisi lahan yang
lebih baik dengan indikator kandungan C-organik > 2% diduga yang berpengaruh
Tabel 25. Berat gabah per malai, berat 1.000 biji, berat segar brangkasan, gabah
kering panen dan indeks panen tanaman padi sawah organik pada
percobaan lapangan
BGM B 1.000 BSB GKP IP
No. Perlakuan
(gram) (gram) (ton ha-1) (ton ha-1) (%)
A. Kontrol 1,98a 25,83a 20,03a 7,29a 26,54a
B. PKS 8 3,05bcd 26,94a 29,29b 9,83bc 25,10a
C. PA 5 3,01bcd 27,96a 25,14ab 9,26bc 26,96a
D. IA 4 2,60b 26,56a 23,32ab 8,09ab 26,06a
E. PKS 4 + PA 2,5 2,67bc 27,96a 25,57ab 9,40bc 27,39a
F. PKS 4 + IA 2 3,02bcd 28,34a 28,51b 9,57bc 25,14a
G. PA 2,5 + IA 2 2,79bcd 28,62a 27,11b 9,16bc 25,14a
H. PKS 2,67 + PA 1,67 + IA 1,33 3,16cd 28,05a 27,80b 9,51bc 25,52a
I. PKS 8 + PA 5 + IA 4 3,20d 27,07a 28,16b 10,18c 26,58a
Rata-Rata 2,83 27,48 26,10 9,14 26,05
BGM = berat gabah per malai, B1.000 = berat 1.000 biji, BSB = berat segar brangkasan, GKP =
gabah kering panen, IP = indeks panen = (GKP/(GKP+BSB))x100%
Angka pada kolom sama diikuti notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%
127
Indeks panen tidak berbeda nyata (Tabel 25). Gabah kering panen dan
berat segar brangkasan walaupun berbeda nyata antar perlakuan, tetapi indeks
panennya tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan
berat segar brangkasan akan diikuti dengan peningkatan hasil gabah kering panen,
demikian juga sebaliknya, sehingga indeks panen menjadi tidak berbeda nyata.
GKP berbeda nyata antar perlakuan (Tabel 25), semua perlakuan kecuali
inokulum Azolla 4 ton ha-1, menghasilkan GKP secara nyata lebih tinggi dari pada
kontrol. Inokulum Azolla menghasilkan GKP tidak berbeda nyata dengan kontrol.
Hal ini disebabkan rata-rata NH4+ dalam tanah pada perlakuan tersebut lebih
rendah dari pada rata-rata dan tidak berbeda nyata dengan kontrol (Tabel 34).
menyebabkan hasil gabah lebih tinggi dari pada kontrol. Penggunaan pupuk
pada penyediaan unsur hara N yang cukup bagi tanaman sebesar 120 kg N ha-1.
Penggunaan dosis penuh pupuk kandang sapi (120 kg N ha-1) + pupuk Azolla
paling tinggi, tetapi tidak berbeda nyata dengan penggunaan yang mendasarkan
pada penyediaan unsur hara N 120 kg N ha-1. Hal ini menunjukkan bahwa
(0,68**), berat 1.000 biji (0,48*), berat segar brangkasan (0,79**), dan berat gabah
per malai (0,61**), sementara itu berkorelasi tidak nyata dengan jumlah anakan
menghasilkan tanaman yang tinggi dan mempunyai brangkasan yang lebih besar,
sehingga akan menghasilkan gabah per malai dan berat biji gabah yang lebih
tinggi, dan berdampak kepada hasil gabah yang lebih tinggi pula.
Tabel 26. Korelasi parameter tanaman dan sifat tanah terpilih sistem padi sawah
organik pada percobaan lapangan
PKS = pupuk kandang sapi, PA = pupuk Azolla, IA = inokulum Azolla, NH4+ = NH4+ tanah, AT =
anakan total, AP = anakan produktif, TT = tinggi tanaman, BSB = berat segar brangkasan, BGM =
berat gabah per malai, 1000 = berat 1.000 biji, GKP = gabah kering panen, IP = indeks panen.
Tabel 27. Rata-rata NH4+ tanah dan GKP oleh padi sawah organik pada perlakuan
pupuk kandang sapi, pupuk azolla dan inokulum Azolla hasil percobaan
lapangan
Jumlah anakan yang banyak belum tentu dapat menghasilkan gabah yang
lebih tinggi, karena ada kemungkinan jumlah anakan yang banyak berdampak
129
kepada gabah per malai yang rendah. Hal ini disebabkan pada rumpun dengan
Pupuk kandang sapi dan GKP berkorelasi nyata (0,51**) (Tabel 26), yang
rata GKP yang menggunakan pupuk kandang sapi 14,77% lebih tinggi dari pada
yang tidak menggunakan (Tabel 27). Pupuk Azolla dan GKP berkorelasi kurang
nyata (0,33ns) (Tabel 26). Korelasi ini walaupun kurang nyata tetapi ada
rata GKP yang menggunakan pupuk Azolla lebih tinggi 9,24% dari pada yang
tidak menggunakan (Tabel 27). Korelasi inokulum Azolla dan GKP sementara itu
tidak nyata (0,07ns) (Tabel 26), yang menunjukkan tidak ada pengaruh inokulum
Pupuk kandang sapi berkorelasi sangat nyata dengan NH4+ tanah (0,66**)
(Tabel 26). Rata-rata NH4+ tanah pada perlakuan pupuk kandang sapi berbeda
nyata, yang menggunakan pupuk kandang sapi lebih tinggi dari pada yang tidak
menggunakan (Tabel 27). GKP berkorelasi nyata dengan NH4+ tanah (0,40*)
(Duan et al., 2007). Pupuk Azolla demikian juga berkorelasi nyata dengan NH4+
tanah (0,39*) (Tabel 26). Rata-rata NH4+ tanah pada perlakuan pupuk Azolla
pupuk Azolla lebih tinggi dari pada yang tidak menggunakan (Tabel 27).
Pupuk Azolla, pupuk kandang sapi + pupuk Azolla, pupuk kandang sapi +
inokulum Azolla, pupuk Azolla + inokulum Azolla, dan pupuk kandang sapi +
pupuk Azolla + inokulum Azolla menghasilkan GKP yang tidak berbeda nyata
dengan pupuk kandang sapi 8 ton ha-1 (Tabel 25). Hal ini menunjukkan bahwa
pupuk kandang sapi, dapat menghasilkan GKP yang menyamai kebiasaan petani
dan gabah hampir sama dengan yang diperoleh pada percobaan rumah kaca (Tabel
11 dan 28). C paling banyak terdapat dalam tajuk, N paling banyak terdapat dalam
gabah, P paling banyak dalam akar, dan K paling banyak dalam tajuk (Tabel 28).
Beberapa hasil penelitian oleh peneliti lain sebelumnya telah disampaikan pada
fungsi hara bagi tanaman dan konsentrasi kandungan hara pada bagian tanaman.
tajuk (jerami) 1,09%, N gabah 1,18%, P gabah 0,43% dan K gabah 0,36% (Tabel
28) secara umum lebih rendah dari pada hasil percobaan di rumah kaca, dan
secara umum mempunyai kisaran lebih tinggi dari pada yang disampaikan oleh
Dobermann dan Fairhurst (2000), Ibrahim et al. (2010) dan Nader and Robinson
(2010), kecuali K tajuk (jerami). K jerami 1,09% lebih rendah dari pada nilai
kritis defisiensi K yaitu < 1,2% (Dobermann and Fairhurst, 2000). Beberapa
yang termasuk dalam kisaran 1,17 – 1,68% seperti yang disampaikan oleh
Tabel 28. Kandungan C, N, P dan K pada akar, tajuk dan gabah padi sawah organik pada percobaan lapangan
C (%) N (%) P (%) K (%)
No. Perlakuan
Akar Tajuk Gabah Akar Tajuk Gabah Akar Tajuk Gabah Akar Tajuk Gabah
A. Kontrol 39,35ab 61,36ab 52,90b 0,73abc 0,75a 0,94a 1,28a 0,75a 0,38a 0,25a 0,76a 0,35a
B. PKS 8 36,88a 60,50ab 53,90b 0,81bc 0,88a 1,27ab 1,42a 0,69a 0,39a 0,23a 1,07a 0,38a
C. PA 5 45,89cd 58,87ab 55,74b 0,81c 0,81a 1,05a 1,50a 0,79a 0,54a 0,21a 1,11a 0,39a
D. IA 4 41,94abc 56,71a 46,21a 0,84ab 0,75a 1,11a 1,33a 0,89a 0,53a 0,21a 1,19a 0,27a
E. PKS 4 + PA 2,5 48,01d 60,82ab 53,90b 0,70a 0,90a 1,11a 1,37a 0,81a 0,50a 0,16a 1,00a 0,30a
F. PKS 4 + IA 2 39,57ab 69,81ab 57,03b 0,65a 0,79a 1,51b 1,44a 0,69a 0,42a 0,22a 1,25a 0,38a
G. PA 2,5 + IA 2 41,69abc 71,75b 54,00b 0,72abc 0,75a 1,25ab 1,36a 0,75a 0,39a 0,19a 0,97a 0,40a
H. PKS 2,67 + PA 1,67 + IA 1,33 40,52abc 72,62b 53,68b 0,67a 0,83a 1,12a 1,50a 0,73a 0,39a 0,17a 1,29a 0,43a
I. PKS 8 + PA 5 + IA 4 44,07bcd 58,98ab 58,66b 0,68ab 0,83a 1,27ab 1,56a 0,82a 0,36a 0,30a 1,19a 0,34a
Rata-Rata 41,99 63,49 54,00 0,73 0,81 1,18 1,42 0,77 0,43 0,22 1,09 0,36
Tajuk = Jerami = Brangkasan
Angka pada kolom sama diikuti notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%
132
Tabel 29. Serapan C, N, P dan K pada tajuk dan akar padi sawah organik pada percobaan lapangan
Serapan C Serapan N Serapan P Serapan K
N gabah, tidak berbeda nyata antar perlakuan, yang berarti perlakuan berpengaruh
kandang sapi, pupuk Azolla dan inokulum Azolla berpengaruh lebih baik dari
penggunaan pupuk Azolla (0,54**). C gabah juga berbeda nyata antar perlakuan,
dan berkorelasi nyata dengan penggunaan pupuk kandang sapi (0,38 *) dan pupuk
Azolla (0,40*). Hal ini diduga kuat karena perlakuan pupuk kandang sapi dan
kandang sapi, pupuk Azolla dan inokulum Azolla berkorelasi tidak nyata dengan
N akar. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan N akar tidak dipengaruhi oleh
tidak nyata, peningkatan atau penurunan N pada salah satu bagian tanaman tidak
pupuk kandang sapi (0,39*). Hal ini menunjukkan pupuk kandang sapi
berpengaruh lebih baik terhadap kandungan N gabah. Pupuk kandang sapi, seperti
terhadap hasil gabah kering panen. Pupuk kandang sapi berkorelasi nyata dengan
N gabah (0,39*) dan NH4+ tanah (0,66**), dan N gabah berkorelasi nyata dengan
NH4+ tanah (0,39*) dan gabah kering panen (0,48*). Korelasi ini menunjukkan
penggunaan pupuk kandang sapi mampu meningkatkan NH4+ dalam tanah dan
berpengaruh terhadap serapan C, N, P dan K pada akar. Pupuk kandang sapi dan
tajuk, sementara itu inokulum Azolla tidak berpengaruh. Pupuk kandang sapi dan
meningkatkan serapan N pada tajuk. NH4+ tanah berkorelasi nyata dengan serapan
N pada tajuk (0,38*) (Tabel 30), setiap peningkatan NH4+ tanah meningkatkan
Tabel 30. Korelasi serapan hara dan parameter terpilih sistem padi sawah organik
pada percobaan lapangan
PKS PA IA NH4+T SCT SCA SNT SNA SPT SPA SKT SKA
+
NH4 T 0,66** 0,39* 0,24ns
SCT 0,23ns -0,01ns 0,15ns 0,16ns
SCA -0,04ns 0,30ns 0,40* 0,04ns 0,09ns
SNT 0,53** 0,13ns 0,06ns 0,38* 0,64** 0,21ns
SNA 0,08ns -0,14ns 0,31ns -0,21ns 0,15ns 0,53** 0,26ns
SPT 0,22ns 0,25ns 0,42* 0,22ns 0,51** 0,59** 0,69** 0,41*
SPA 0,30ns 0,24ns 0,50** 0,36ns 0,31ns 0,53** 0,16ns 0,26ns 0,37ns
SKT 0,41* 0,11ns 0,37ns 0,45* 0,56** 0,32ns 0,61** 0,18ns 0,57** 0,43*
SKA 0,32ns 0,32ns 0,32ns 0,10ns 0,28ns 0,22ns -0,02ns 0,28ns 0,23ns 0,43* 0,15ns
GKP 0,51** 0,33ns 0,07ns 0,40* 0,55** 0,17ns 0,71** -0,02ns 0,57** 0,15ns 0,43* 0,23ns
Notasi ns = tidak nyata, * = nyata, ** = sangat nyata.
PKS = pupuk kandang sapi, PA = pupuk Azolla, IA = inokulum Azolla, NH4+ T = NH4+ tanah,
SCT = serapan C tajuk, SCA = serapan C akar, SNT = serapan N tajuk, SNA = serapan N akar,
SPT = serapan P tajuk, SPA = serapan P akar, SKT = serapan K tajuk, SKA = serapan K akar,
GKP = gabah kering panen.
135
yang lain seperti C, P dan K pada tajuk. Serapan N pada tajuk berkorelasi sangat
nyata dengan serapan C, P dan K pada tajuk (Tabel 30). Korelasi tersebut
peningkatan hasil GKP. GKP berkorelasi nyata dan sangat nyata dengan serapan
Sifat tanah awal pada percobaan lapangan sama dengan sifat tanah awal
pada percobaan rumah kaca (Tabel 14). Status kesuburan tanah menurut Pusat
Penelitian Tanah (1983) tergolong sedang, dan menurut Dobermann and Fairhurst
(2000) tergolong subur. Data sifat tanah akhir tersaji dalam Tabel 31.
antara sifat tanah awal dan akhir. Rata-rata sifat tanah setelah perlakuan tidak jauh
berbeda dengan sifat tanah awal. Hal ini diduga karena waktu percobaan yang
relatif pendek hanya 1 musim tanam belum memberikan dampak perubahan yang
nyata terhadap sifat tanah. Rata-rata sifat tanah akhir C-organik, KPK dan P2O5
tersedia, pada penggunaan pupuk kandang sapi, pupuk Azolla, inokulum Azolla
dan kombinasinya namun demikian relatif lebih tinggi dari pada kontrol, yang
tanah. Rata-rata GKG oleh pupuk kandang sapi, pupuk Azolla, inokulum Azolla
Tabel 31. Sifat tanah sawah organik akhir setelah percobaan penanaman di lapangan
C- N P2O5 K2O P2O5 K2 O
pH pH Organik Humat Fulvat KPK KB
No. Perlakuan H2 O KCl
Total C/N Total Total Tesedia Tersedia
% ppm C ppm C % mg 100 g mg 100 g ppm cmol(+) kg cmol(+) kg-1
-1 -1 -1
%
A Kontrol 5,89 4,88 1,81 959,11 2.421,13 0,14 13,28 55,35 6,40 5,70 0,33 25,21 33,55
B PKS 8 5,73 4,66 2,03 1.152,41 2.978,18 0,19 10,56 57,06 7,19 12,53 0,27 26,17 35,35
C PA 5 5,48 4,45 1,95 1.076,12 2.775,26 0,18 11,23 53,54 8,51 5,25 0,21 23,29 34,46
D IA 4 5,58 4,59 1,82 1.052,41 2.569,24 0,17 10,87 59,07 7,19 6,42 0,24 27,27 34,29
E PKS 4 + PA 2,5 5,50 4,32 1,98 1.078,73 3.057,87 0,19 10,91 65,10 9,84 14,06 0,29 26,47 34,12
F PKS 4 + IA 2 5,88 4,53 2,02 1.016,15 2.938,66 0,19 10,54 58,06 11,16 13,88 0,27 26,91 34,24
G PA 2,5 + IA 2 5,45 4,52 1,80 1.004,30 2.976,63 0,17 10,89 56,41 9,84 14,42 0,32 27,07 36,76
H PKS 2,67 + PA 1,67 + IA 1,33 5,36 4,33 2,01 1.042,10 2.881,79 0,19 10,61 64,50 9,57 11,63 0,39 26,67 34,64
I PKS 8 + PA 5 + IA 4 5,54 4,31 2,11 1.212,54 2.969,07 0,21 9,94 61,94 7,45 10,19 0,28 26,81 34,76
Rata-Rata 5,60 4,51 1,95 1.065,98 2.840,87 0,18 10,98 59,00 8,57 10,54 0,29 26,21 34,69
137
Tabel 32. Sifat tanah sawah organik akhir setelah percobaan penanaman di lapangan dan harkat kesuburannya
C- KPK P2O5 K2O
Status
No. Perlakuan Tekstur Harkat Organik Harkat (cmol(+) Harkat Tersedia Harkat Tersedia Harkat pH Harkat GKG Harkat
-1 -1 -1
(cmol(+) kg ) Kesuburan
(%) kg ) (mg 100 g)
A Kontrol Lom Sedang 1,81 Tinggi 25,21 Tinggi 7,97 Sedang 0,33 Tinggi 5,89 Rendah 6,68 Tinggi Subur
B PKS 8 Lom Sedang 2,03 Tinggi 26,17 Tinggi 14,83 Tinggi 0,27 Sedang 5,73 Rendah 9,17 Tinggi Subur
C PA 5 Lom Sedang 1,95 Tinggi 23,29 Tinggi 9,33 Sedang 0,21 Sedang 5,48 Rendah 8,77 Tinggi Subur
D IA 4 Lom Sedang 1,82 Tinggi 27,27 Tinggi 8,99 Sedang 0,24 Sedang 5,58 Rendah 7,56 Tinggi Subur
E PKS 4 + PA 2,5 Lom Sedang 1,98 Tinggi 26,47 Tinggi 16,70 Tinggi 0,29 Sedang 5,50 Rendah 8,81 Tinggi Subur
F PKS 4 + IA 2 Lom Sedang 2,02 Tinggi 26,91 Tinggi 16,11 Tinggi 0,27 Sedang 5,88 Rendah 8,99 Tinggi Subur
G PA 2,5 + IA 2 Lom Sedang 1,80 Tinggi 27,07 Tinggi 15,43 Tinggi 0,32 Tinggi 5,45 Rendah 8,43 Tinggi Subur
H PKS 2,67 + PA 1,67 + IA 1,33 Lom Sedang 2,01 Tinggi 26,67 Tinggi 14,04 Tinggi 0,39 Tinggi 5,36 Rendah 8,73 Tinggi Subur
I PKS 8 + PA 5 + IA 4 Lom Sedang 2,11 Tinggi 26,81 Tinggi 15,37 Tinggi 0,28 Sedang 5,54 Rendah 9,38 Tinggi Subur
Rata-Rata Lom Sedang 1,95 Tinggi 26,21 Tinggi 13,20 Tinggi 0,29 Sedang 5,60 Rendah 8,50 Tinggi Subur
Harkat menurut Dobermann and Fairhurst (2000)
138
Tabel 33. Korelasi status kesuburan tanah dan parameter terpilih sistem padi
sawah organik pada percobaan lapangan
Status kesuburan tanah akhir pada semua perlakuan sama yaitu tergolong
P2O5 tersedia dan GKG, namun demikian oleh Dobermann and Fairhurst (2000)
masih tergolong sebagai tanah subur. Kontrol menghasilkan GKG (gabah kering
giling) 6,68 ton ha-1 yang oleh Dobermann and Fairhurst (2000) tergolong tinggi.
Status kesuburan tanah berkorelasi tidak nyata dengan pupuk kandang sapi
(-0,02ns), pupuk Azolla (-0,02ns) dan inokulum Azolla (-0,20ns) (Tabel 33), yang
menunjukkan bahwa pupuk kandang sapi, pupuk Azolla dan inokulum Azolla
tidak berpengaruh nyata terhadap kesuburan tanah. Pupuk kandang sapi namun
demikian berkorelasi sangat nyata dengan C-organik (0,70**) dan P2O5 tersedia
walaupun pupuk kandang sapi meningkatkan C-organik, P2O5 tersedia dan GKG,
3. Emisi CH4
Suhu tanah dan air tidak berbeda nyata pada semua perlakuan (Tabel 34),
yang diduga suhu ini lebih dominan disebabkan oleh kondisi cuaca lingkungan,
sehingga suhu di semua perlakuan hampir sama. pH tanah demikian juga tidak
berbeda nyata, rata-rata 6,43 (agak masam) (Tabel 34). Hasil pH tanah yang tidak
berbeda nyata ini sama dengan yang diperoleh pada percobaan rumah kaca, tetapi
pH pada percobaan rumah kaca rata-rata lebih tinggi yaitu 7,50 (netral) (Tabel
inokulum Azolla (-0,52**) (Tabel 36), sementara dengan pupuk kandang sapi dan
pupuk Azolla berkorelasi tidak nyata (-0,31ns dan -0,20ns). Rata-rata pH air yang
menggunakan inokulum Azolla lebih rendah dari pada yang tidak menggunakan
(Tabel 38), yang menunjukkan bahwa inokulum Azolla dapat menurunkan pH air.
Hasil ini sama dengan yang diperoleh pada percobaan rumah kaca. Rata-rata
kandungan NO2- dan NO3- yang lebih tinggi pada perlakuan inokulum Azolla
menjadi NO2- dan NO3- menghasilkan ion H+, dengan demikian pH air akan
menurun.
Eh tidak berbeda nyata antar perlakuan rata-rata -76,76 mV. Hasil ini
jauh lebih rendah yaitu -141,08 mV (Tabel 18), penggenangan yang lebih
semakin reduktif (Eh rendah). Terjadinya aerasi dan drainase yang disebabkan
oleh sirkulasi air genangan pada lahan menyebabkan tanah tidak dapat mencapai
kondisi maksimal reduktif, sehingga Eh tanah tidak dapat mencapai titik terendah.
berpotensi untuk pembentukan CH4 (Hou et al., 2000). Oksigen terlarut (DO)
tanah tidak berbeda nyata antar perlakuan. Hasil ini sama dengan yang diperoleh
pada percobaan rumah kaca. Genangan akan mengusir oksigen di dalam tanah dan
Oksigen terlarut (DO) air berbeda sangat nyata (Tabel 34), dan berkorelasi
negatif sangat nyata dengan inokulum Azolla (-0,81**), sementara dengan pupuk
kandang sapi dan pupuk Azolla berkorelasi tidak nyata (-0,09ns dan -0,18ns) (Tabel
36). Rata-rata DO air yang menggunakan inokulum Azolla lebih rendah dari pada
menurunkan DO air. Hasil ini demikian juga sama yang diperoleh pada percobaan
rumah kaca, peningkatan aktivitas mikrobia air mengoksidasi NH4+ menjadi NO2-
Kandungan NO2-, NO3- dan NH4+ air berbeda nyata, dan ketiganya
berkorelasi nyata dengan inokulum Azolla (0,59**, 0,54** dan 0,79**), sementara
dengan pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla berkorelasi tidak nyata (0,12ns,
0,17ns dan 0,02ns; -0,01ns, 0,12ns dan -0,05ns) (Tabel 36). Rata-rata NO2-, NO3- dan
NH4+ air menunjukkan kesesuaian dengan hasil percobaan rumah kaca, bahwa
inokulum Azolla meningkatkan NO2-, NO3- dan NH4+ air (Tabel 38).
141
Tabel 34. Sifat tanah dan air (rata-rata pada umur 35, 68 dan 96 HST) padi sawah organik pada percobaan lapangan
Suhu (0C) pH Eh (mV) DO (mg L-1) NO2- (mg N L-1) NO3- (mg N L-1) NH4+ (mg N L-1) CBM (mg L-1)
No. Perlakuan
Tanah Air Tanah Air Tanah Tanah Air Tanah Air Tanah Air Tanah Air Tanah Air
A. Kontrol 29,29a 29,22a 6,50a 7,54c -90,00a 1,23a 5,31b 0,09a 0,11a 1,32a 2,35a 23,30a 3,62a 376,68a 58,16a
B. PKS 8 28,20a 28,43a 6,43a 7,47c -77,22a 1,20a 5,20b 0,10a 0,12a 2,31a 3,44ab 31,74cd 3,67a 445,16a 55,18a
C. PA 5 29,22a 29,34a 6,41a 7,48c -85,56a 1,15a 4,65b 0,07a 0,11a 1,66a 3,39ab 28,49bc 3,53a 424,00a 68,78a
D. IA 4 29,26a 28,87a 6,42a 7,43bc -69,72a 1,42a 3,04a 0,08a 0,16ab 1,84a 3,70ab 26,49ab 5,37b 397,12a 101,15b
E. PKS 4 + PA 2,5 28,89a 29,13a 6,38a 7,53c -86,67a 1,48a 4,68b 0,11a 0,12a 1,31a 3,46ab 28,70bc 3,12a 402,17a 63,49a
F. PKS 4 + IA 2 28,59a 28,68a 6,42a 7,28ab -71,94a 1,04a 2,73a 0,10a 0,17b 1,68a 5,30b 28,95bc 5,09b 434,45a 100,97b
G. PA 2,5 + IA 2 28,57a 28,58a 6,39a 7,37abc -66,11a 0,82a 3,05a 0,14a 0,15ab 1,84a 4,89b 28,42bc 4,91b 417,94a 111,34b
H. PKS 2,67 + PA 1,67 + IA 1,33 28,94a 29,13a 6,39a 7,37abc -75,83a 1,39a 3,01a 0,11a 0,15ab 1,56a 5,28b 30,51bcd 4,95b 427,67a 107,33b
I. PKS 8 + PA 5 + IA 4 27,58a 27,83a 6,51a 7,20a -67,78a 1,10a 2,35a 0,11a 0,16ab 1,93a 5,15b 34,30d 5,27b 451,16a 106,35b
Rata-Rata 28,73 28,80 6,43 7,41 -76,76 1,20 3,78 0,10 0,14 1,72 4,11 28,99 4,39 419,59 85,86
-1 -1
CBM = C biomassa mikrobia, Satuan mg L (air) = mg kg (tanah) = ppm
Angka pada kolom sama diikuti notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%
142
34). Lingkungan tanah seperti suhu, pH, Eh, oksigen terlarut, NO2- dan NO3- yang
berbeda nyata (Anderson and Joergensen, 1997; Nieder and Benbi, 2008; Piao et
al., 2001; Curtin et al., 2012). Kandungan C-organik tanah akhir diduga kuat juga
berkorelasi positif sangat nyata (0,61**). Kandungan C-organik tanah akhir (Tabel
31 dan 32) pada semua perlakuan mempunyai kisaran nilai yang sempit antara
1,81 – 2,11% yang berdampak C biomassa mikrobia tanah tidak berbeda nyata.
C biomassa mikrobia air berbeda nyata (Tabel 34), dan berkorelasi nyata
dengan inokulum Azolla (0,71**), sementara dengan pupuk kandang sapi dan
pupuk Azolla berkorelasi tidak nyata (-0,07ns dan 0,14ns) (Tabel 36). Hasil C
kaca, bahwa inokulum Azolla meningkatkan C biomassa mikrobia air (Tabel 38).
Pelepasan O2 dan NH4+ oleh inokulum Azolla diduga kuat sebagai faktor yang
dan methanotrof berkorelasi sangat nyata (0,70**) (Tabel 36), yang berarti kedua
kelompok mikrobia ini sangat berkaitan satu sama lain dalam melakukan
Sifat tanah, air dan tanaman tidak ada yang berkorelasi nyata dengan
Emisi CH4 harian (Tabel 35 dan Gambar 30) selama 1 musim tanam
maksimum sampai pengisian malai (pengamatan 68 HST), dan setelah itu agak
HST). Hal ini menunjukkan bahwa besarnya emisi CH4 sebanding dengan tingkat
144
pertumbuhan tanaman, yang ditunjukkan pola emisi (Gambar 30) ada kemiripan
Gambar 30. Rata-rata emisi harian. Umur 35 HST 28,24 mg CH4 m-2
hari-1, 68 HST puncak 46,75 mg CH4 m-2 hari-1 dan
96 HST menurun menjadi 42,66 mg CH4 m-2 hari-1.
Emisi sebanding dengan tingkat pertumbuhan tanaman.
(Tabel 36). Beberapa hal yang dapat menjelaskan korelasi ini adalah: (1) Korelasi
dengan methanotrof (0,70**) (Tabel 36), pembentukan CH4 oleh methanogen akan
peluang CH4 untuk dapat diemisikan. Emisi dengan demikian tidak dapat
ditentukan hanya oleh korelasinya dengan aktivitas methanogen (Liu et al., 2011).
145
Tabel 36. Korelasi emisi dengan parameter terpilih sistem padi sawah organik pada percobaan lapangan
PKS PA IA Emisi MG MT pH A Eh DO A NO2-A NO3-A NH4+A CBM A AT AP TT BSB BGM 1000
Emisi 0,23ns 0,08ns -0,78**
MG 0,13ns -0,16ns -0,27ns 0,33ns
MT 0,32ns -0,29ns -0,01ns 0,16ns 0,70**
pH Air -0,31ns -0,20ns -0,52** 0,51** 0,19ns 0,00ns
Eh 0,11ns 0,01ns 0,45* -0,45* -0,36ns -0,30ns -0,37ns
OD A -0,09ns -0,18ns -0,81** 0,82** 0,27 ns 0,17 ns 0,63** -0,35ns
NO2-A 0,12ns -0,01ns 0,59** -0,60** -0,15ns -0,07ns -0,44* 0,29ns -0,73**
NO3-A 0,17ns 0,12ns 0,54** -0,62** -0,07ns 0,02ns -0,66** 0,36ns -0,64** 0,68**
NH4+A 0,02ns -0,05ns 0,79** -0,82** -0,34ns -0,01ns -0,54** 0,38ns -0,75** 0,57** 0,69**
CBM A -0,07ns 0,14ns 0,71** -0,84** -0,25ns 0,02ns -0,54* 0,32ns -0,78** 0,61** 0,71** 0,82**
AT 0,09ns -0,17ns 0,10ns -0,00ns 0,52** 0,29ns 0,08ns 0,20ns -0,05ns 0,08ns 0,07ns -0,14ns -0,13ns
AP 0,03ns -0,23ns -0,02ns 0,02ns 0,44* 0,10ns 0,15ns 0,23ns -0,00ns 0,05ns 0,01ns -0,25ns -0,25ns 0,93**
TT 0,31ns 0,40* 0,13ns 0,01ns 0,15ns 0,05ns -0,40* 0,34ns -0,29ns 0,09ns 0,34ns 0,05ns 0,11ns 0,40* 0,35ns
BSB 0,47* 0,13ns 0,11ns -0,03ns 0,21ns 0,01ns -0,26ns 0,40* -0,31ns 0,25ns 0,41* 0,04ns 0,05ns 0,65** 0,35ns 0,71**
BGM 0,45* 0,35ns 0,18ns -0,09ns -0,19ns -0,07ns -0,50* 0,09ns -0,39* 0,17ns 0,48* 0,34ns 0,31ns -0,30ns -0,29ns 0,50** 0,39*
1000 -0,01ns 0,19ns -0,03 ns -0,09 ns -0,06ns -0,15 ns -0,49* 0,09ns -0,39* 0,16ns 0,32ns 0,22ns 0,20ns -0,31ns -0,29ns 0,50* 0,39* 0,67**
GKP 0,51** 0,33ns 0,07ns 0,08ns 0,07ns -0,16ns -0,28ns 0,39* -0,25ns 0,27ns 0,42* 0,03ns 0,04ns 0,29ns 0,31ns 0,68** 0,79** 0,61** 0,48*
Notasi ns = tidak nyata, * = nyata, ** = sangat nyata. PKS = pupuk kandang sapi, PA = pupuk Azolla, IA = inokulum Azolla, MG = methanogen, MT =
methanotrof, pH A = pH air, Eh = potensial redoks, DO A = oksigen terlarut dalam air, NO2- A = NO2- air, NO3- A = NO3- air, NH4+ A = NH4+ air, CBM A = C
biomassa air, AT = anakan total, AP = anakan produktif, TT = tinggi tanaman, BSB = berat segar brangkasan (tajuk), BGM = berat gabah per malai, 1000 =
berat 1.000 biji, GKP = gabah kering panen.
146
Emisi CH4 selama satu musim tanam berbeda sangat nyata antar perlakuan
(Tabel 35). Pupuk kandang sapi 8 ton ha-1, pupuk Azolla 5 ton ha-1, dan pupuk
kandang sapi 4 ton ha-1 + pupuk Azolla 2,5 ton ha-1 menghasilkan emisi yang
lebih tinggi dari pada kontrol (Tabel 35), yang menunjukkan pemberian pupuk
organik berupa pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla merupakan sumber C untuk
pembentukan CH4 pada tanah sawah (Schutz et al., 1990; Le Mer and Roger,
Emisi oleh pupuk kandang sapi 8 ton ha-1 (63,29 kg CH4 ha-1) walaupun
secara nilai angka lebih tinggi, tetapi berbeda tidak nyata dengan emisi oleh pupuk
Azolla 5 ton ha-1 (56,52 kg CH4 ha-1) (Tabel 35). Perbedaan C/N rasio pupuk
kandang sapi (19,81) dan pupuk Azolla (9,94) (Lampiran 35) yang digunakan
Tabel 37. Rata-rata emisi oleh padi sawah organik pada perlakuan pupuk kandang
sapi dan pupuk Azolla hasil percobaan lapangan
CH4. Emisi tidak nyata dipengaruhi oleh pupuk kandang sapi (0,23ns) dan pupuk
Azolla (0,08ns) (Tabel 36). Rata-rata emisi oleh perlakuan yang menggunakan
pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla tidak berbeda nyata dengan yang tidak
Lemahnya pengaruh pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla ini disebabkan
penggunaan pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla yang dikombinasikan dengan
inokulum Azolla akan menghasilkan emisi yang lebih rendah. Penggunaan pupuk
kandang sapi 8 ton ha-1 + pupuk Azolla 5 ton ha-1 + inokulum Azolla 4 ton ha-1
menghasilkan emisi secara nyata lebih rendah dari pada pupuk kandang sapi 8 ton
(Tabel 36), yang menunjukkan inokulum Azolla sangat nyata menurunkan emisi.
secara nyata lebih rendah 52,91% dari pada yang tidak menggunakan (Tabel 38).
Tabel 38. Rata-rata sifat air terpilih dan emisi oleh sistem padi sawah organik pada
perlakuan inokulum Azolla hasil percobaan lapangan
Inokulum
OD NO2- NO3- NH4+ CBM Emisi
Azolla pH
(ton ha-1) (mg L-1) (mg L-1) (mg L-1) (mg L-1) (mg L-1) (kg CH4 ha-1)
0 7,50b 4,96b 0,12a 3,16a 3,49a 61,40a 55,35b
1,33 7,37ab 3,01a 0,15b 5,28b 4,95b 107,33b 25,54a
2 7,32a 2,89a 0,16b 5,09b 5,00b 106,15b 25,99a
4 7,31a 2,69a 0,16b 4,77b 5,32b 103,75b 26,39a
Rata-Rata*) 7,33 2,84 0,16 5,00 5,12 105,43 26,06
*)
Rata-rata perlakuan yang menggunakan inokulum Azolla
Angka pada kolom sama diikuti notasi huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5%
148
kandungan NO2-, NO3- dan NH4+ air (0,71**, 0,70** dan 0,81**). Penurunan emisi
NO3- dan NH4+ dalam air. NO2- dan NO3- merupakan agen pengoksidasi CH4
dengan proses nitrite and nitrate methane oxidation, sehingga mengurangi CH4
Emisi berkorelasi sangat nyata dengan pH air (0,51**) dan oksigen terlarut
(DO) air (0,81**), dan berkorelasi negatif sangat nyata dengan C biomassa
mikrobia air (-0,84**) (Tabel 36), hal ini disebabkan dampak dari penggunaan
inokulum Azolla yang mampu menurunkan emisi, pH air dan DO air, dan
produktivitas tanaman dan kesuburan tanah, dan menurunkan emisi CH4. Status
kesuburan tanah subur semua yang sama dengan tanah awal. GKP berkorelasi
tidak nyata dengan emisi, peningkatan GKP tidak diikuti peningkatan emisi. GKP
menentukan pilihan. Emisi CH4 walaupun semua masih di bawah nilai ambang
100 kg CH4 ha-1, tetapi pemilihan tetap menggunakan kriteria emisi rendah yang
Kontrol tidak dapat menjadi pilihan karena GKP rendah dan emisi tinggi
(Tabel 39). Pupuk kandang sapi 8 ton ha-1, yang merupakan kebiasaan petani,
149
walaupun GKP tinggi, tetapi emisinya tinggi, sehingga tidak dapat menjadi
pilihan. Emisi oleh pupuk kandang sapi 8 ton ha-1 sebesar 63,29 kg CH4 ha-1
merupakan emisi yang paling mendekati nilai ambang 100 kg CH4 ha-1.
Tabel 39. GKP, status kesuburan tanah akhir dan emisi CH4 oleh sistem padi
sawah organik hasil percobaan lapangan
Pupuk Azolla 5 ton ha-1 sama dengan pupuk kandang sapi 4 ton ha-1 +
pupuk Azolla 2,5 ton ha-1, keduanya tidak dapat menjadi pilihan, walaupun GKP
tinggi, tetapi emisinya tinggi. Inokulum Azolla 4 ton ha-1 juga tidak dapat sebagai
pilihan, GKP masih rendah, walaupun emisinya rendah. Pupuk Azolla 2,5 ton ha-1
+ inokulum Azolla 2 ton ha-1 tidak dapat sebagai pilihan, GKP hanya sedikit di
Pupuk kandang sapi 8 ton ha-1 + pupuk Azolla 5 ton ha-1 + inokulum
Azolla 4 ton ha-1 secara teknis dapat menjadi pilihan, karena GKP termasuk
150
tinggi, kesuburan tanah subur dan emisinya rendah. Perlakuan tersebut namun
demikian harus dipertimbangkan lagi untuk menjadi pilihan dari sisi ekonomis,
berdampak kepada input produksi tinggi dan tidak diimbangi dengan kenaikan
Pupuk kandang sapi 4 ton ha-1 + inokulum Azolla 2 ton ha-1, pupuk Azolla
2,5 ton ha-1 + inokulum Azolla 2 ton ha-1, dan pupuk kandang sapi 2,67 ton ha-1 +
pupuk Azolla 1,67 ton ha-1 + inokulum Azolla 1,33 ton ha-1 merupakan perlakuan
potensial menjadi pilihan. Ketiga perlakuan mampu menghasilkan GKP tinggi dan
tidak berbeda nyata dengan GKP tertinggi. Status kesuburan tanah termasuk
subur. Ketiga perlakuan juga mampu menurunkan emisi dan berbeda sangat nyata
dengan emisi yang lebih tinggi. Hasil pilihan ini sama dengan yang diperoleh
D. Pembahasan Umum
Sebagian besar horison tanah pada lahan sawah organik, semi organik,
konvensional dan hutan jati termasuk ke dalam kategori mirip dengan tingkat
cukup intensif. Fraksi debu mulai berubah menjadi fraksi lebih halus klei. Mineral
klei mulai terjadi perubahan dominasi dari tipe 2 : 1 menjadi 1 : 1, bahkan sudah
ada yang terbentuk goethit (Fe2O3.H2O) (Lampiran 11, 18, 25 dan 32). Fe bebas
(oksida dan hidrous oksida) juga mulai mendominasi dari Fe total, lebih dari 50%
perubahan sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Perbedaan sifat tanah yang nyata
berupa pupuk kandang sapi sapi sejak tahun 2001 sampai sekarang, dengan rata-
rata penggunaan 6 ton ha-1, diduga kuat merupakan faktor yang menyebabkan
kandungan C-organik lebih tinggi dari pada lahan sawah di sekitarnya yang
Kandungan C-organik yang tinggi pada lahan padi sawah organik tidak
hanya sebatas pada lapisan olah horison A, tetapi juga pada horison B tepat di
bawahnya. Kandungan C-organik pada horison I (A) 2,09% dan horison II (B)
2,00% (Lampiran 9), lebih tinggi dari pada semua horison tanah di lahan sawah
fisik dan biologi tanah. Gambar 17 menunjukkan perbedaan yang nyata pada
152
horison II antara tanah sawah organik dan semi organik. Kandungan C-organik
horison II pada sawah organik 2,00% (sedang) dan semi organik 1,65% (rendah).
Perbedaan ini berdampak kepada karakteristik (sifat fisik) tanah, yaitu warna
klei. Kandungan klei pada horison ini sebesar 40,16%, sementara di horison I
Sifat biologi tanah yang berbeda pada lahan sawah organik dibandingkan
biomassa mikrobia pada lahan sawah organik lebih tinggi dari pada sawah semi
Potensi produksi CH4 pada tanah sawah organik lebih tinggi dari pada
tanah lainnya (Tabel 5). Sifat tanah yang mempengaruhi potensi produksi CH4
adalah kandungan C-organik tanah (0,80**), dan komponen bahan organik humat
(0,82**) dan fulvat (0,68**) (Tabel 6), semakin tinggi C-organik maka semakin
berbeda. Tanah dengan kandungan C-organik tinggi, seperti tanah pada horison I
dan II pada tanah sawah organik, produksi CH4 maksimum terjadi pada hari ke-20
153
substrat C yang cukup untuk memproduksi CH4 dengan jumlah tinggi dan
Potensi emisi CH4 pada lahan sawah organik dapat memberikan petunjuk
awal apabila lahan digunakan untuk budidaya padi sawah organik, dengan
kandungan C-organik sudah tinggi dan ada lagi penambahan bahan (pupuk)
organik pada setiap musim tanam, akan menghasilkan emisi CH4 yang tinggi.
Lahan padi sawah organik oleh karena itu perlu mendapat perhatian bagaimana
pengelolaan lahan agar produktivitas lahan tetap terjaga, namun emisi CH4 dapat
diturunkan.
emisi CH4.
sama. Hasil gabah kering panen (GKP) berkorelasi nyata dengan tinggi tanaman,
anakan total, anakan produktif, berat segar brangkasan, berat gabah per malai,
berat 1.000 biji (Tabel 8 dan 25). Kecukupan unsur hara mendukung tanaman
menghasilkan tanaman yang tinggi, jumlah anakan banyak dan brangkasan besar,
154
sehingga akan menghasilkan gabah per malai dan berat biji gabah yang lebih
tinggi, dan berdampak kepada hasil gabah yang lebih tinggi pula.
GKP berbeda nyata antar perlakuan. Rata-rata GKP oleh perlakuan secara
nyata lebih tinggi dari pada kontrol. Rata-rata GKP pada percobaan rumah kaca
(6,82 ton ha-1) (Tabel 8) lebih rendah dari pada percobaan lapangan (9,41 ton ha-1)
(Tabel 25). Rata-rata berat gabah per malai dan berat 1.000 biji pada percobaan
rumah kaca 1,89 gram dan 25,56 gram (Tabel 8), lebih rendah dari pada
percobaan lapangan 2,83 gram dan 27,48 gram (Tabel 25). Kondisi lingkungan
untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman di media pot rumah kaca diduga
kurang optimal dari pada di lapangan, sehingga berat gabah per malai dan berat
1.000 biji lebih rendah, dan berdampak juga terhadap GKP lebih rendah.
kaca dan lapangan. GKP pada perlakuan yang menggunakan pupuk kandang sapi
lebih tinggi dari pada yang tidak menggunakan (Tabel 8 dan 25). GKP pada
14,77% lebih tinggi dari pada yang tidak menggunakan. Pupuk kandang sapi dan
GKP berkorelasi nyata (Tabel 25 dan 40), yang menunjukkan penggunaan pupuk
Pupuk kandang sapi berkorelasi sangat nyata dengan NH4+ tanah (Tabel 9
dan 26), dan pada percobaan rumah kaca juga berkorelasi sangat nyata dengan
NO3- tanah (Tabel 9). NH4+ pada perlakuan yang menggunakan pupuk kandang
sapi lebih tinggi dari pada yang tidak menggunakan (Tabel 10 dan 27), dan pada
155
percobaan rumah kaca NO3- pada perlakuan yang menggunakan pupuk kandang
sapi juga lebih tinggi dari pada yang tidak menggunakan (Tabel 10). GKP
berkorelasi sangat nyata dengan NH4+ (Tabel 9 dan 26). Korelasi tersebut
GKP pada perlakuan yang menggunakan pupuk Azolla lebih tinggi dari
pada yang tidak menggunakan (Tabel 8 dan 25). GKP pada perlakuan yang
menggunakan pupuk Azolla pada percobaan lapangan 9,24% lebih tinggi dari
pada yang tidak menggunakan. Pupuk Azolla berkorelasi nyata dengan NH4+
tanah (Tabel 9 dan 26). NH4+ pada perlakuan yang menggunakan pupuk Azolla
ada kecenderungan lebih tinggi dari pada yang tidak menggunakan (Tabel 10 dan
NH4+ tanah yang berdampak meningkatkan GKP. Pengaruh pupuk Azolla ini lebih
lemah dibandingkan dengan pupuk kandang sapi. Pupuk Azolla pada percobaan
Pengaruh pupuk Azolla terhadap GKP yang lebih lemah dari pada pupuk
kandang sapi disebabkan penggunaan pupuk Azolla 5 ton ha-1 pada percobaan
rumah kaca justru menghasilkan GKP lebih rendah dari pada kontrol, yang diduga
penggunaan pupuk Azolla 5 ton ha-1 pada percobaan lapangan tidak menunjukkan
Perbedaan kandungan NO3- tanah oleh perlakuan pupuk kandang sapi dan
pupuk Azolla, serta pengaruhnya terhadap GKP pada percobaan rumah kaca dan
NO3- terlindi bersama aliran air. Rata-rata NO3- tanah di rumah kaca 2,61 ppm
(Tabel 18), lebih tinggi dari pada di lapangan 1,72 ppm (Tabel 34). NO3- tanah di
rumah kaca berbeda nyata antar perlakuan, sementara di lapangan tidak berbeda
nyata. Pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla di lapangan diduga sebenarnya juga
dengan kontrol.
Inokulum Azolla berkorelasi tidak nyata dengan GKP, dan juga tidak ada
meningkatkan kandungan NH4+ dan NO3- tanah, sehingga berdampak tidak nyata
meningkatkan GKP. Hasil ini berbeda dengan yang telah disampaikan oleh
Bharati et al. (2000), bahwa pemberian inokulum Azolla 1 ton ha-1 selama 30 hari
Pupuk Azolla, pupuk kandang sapi + pupuk Azolla, pupuk kandang sapi +
inokulum Azolla, pupuk Azolla + inokulum Azolla, dan pupuk kandang sapi +
yang tidak berbeda nyata dengan pupuk kandang sapi 8 ton ha-1 (Tabel 25). Hal
dengan pupuk kandang sapi, dapat menghasilkan GKP yang menyamai kebiasaan
percobaan rumah kaca hampir sama dengan yang diperoleh pada percobaan
lapangan (Tabel 11 dan 28). C paling banyak terdapat dalam tajuk, N paling
banyak terdapat dalam gabah, P paling banyak dalam akar, dan K paling banyak
dalam tajuk. Unsur C secara umum merupakan bagian terbesar penyusun jaringan
hidup termasuk tanaman. Rata-rata lebih dari 50% penyusun tubuh tanaman (akar,
tajuk dan gabah) terdiri atas unsur C. Rata-rata kandungan C pada akar, tajuk dan
gabah pada percobaan rumah kaca 55,06% (Tabel 11), sementara itu pada
lebih banyak terakumulasi pada gabah. Secara umum gabah (beras) mengandung
protein yang lebih tinggi dari pada bagian akar dan tajuk. N adalah salah satu
komponen utama penyusun protein. Protein tersusun atas asam amino yang
akar. P adalah bagian dari senyawa pembawa energi dan selalu terkait dengan
158
Pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla pada percobaan rumah kaca
berpengaruh tidak langsung terhadap serapan hara C, N, P dan K pada tajuk dan
akar, sementara itu pada percobaan lapangan berpengaruh tidak langsung terhadap
serapan hara C, N, P dan K hanya pada tajuk. Inokulum Azolla pada percobaan
rumah kaca dan lapangan tidak berpengaruh terhadap serapan hara C, N, P dan K
Pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla pada percobaan rumah kaca
serapan N pada tajuk dan akar. NH4+ tanah berkorelasi nyata dengan serapan N
pada tajuk (0,40*) (Tabel 13). NH4+ tanah walaupun berkorelasi tidak nyata
dengan serapan N pada akar (0,37ns), tetapi ada kecenderungan peningkatan NH4+
tanah meningkatkan serapan N pada akar. NO3- tanah demikian juga berkorelasi
nyata dengan serapan N pada tajuk (0,42*), tetapi berkorelasi tidak nyata dengan
serapan N pada tajuk. NH4+ tanah berkorelasi nyata dengan serapan N pada tajuk
serapan hara yang lain seperti C, P dan K pada tajuk. Serapan N pada tajuk
berkorelasi sangat nyata dengan serapan C, P dan K pada tajuk (Tabel 30).
159
dengan metabolisme hara yang lain seperti C, P dan K, dan berdampak kepada
peningkatan hasil GKP. GKP berkorelasi nyata dan sangat nyata dengan serapan
Sifat tanah awal dan akhir tidak ada perubahan yang nyata, baik pada
percobaan rumah kaca maupun lapangan. Rata-rata sifat tanah setelah perlakuan
tidak berbeda dengan sifat tanah awal (Tabel 14, 15 dan 31). Status kesuburan
tanah akhir pada semua perlakuan sama yaitu tergolong subur (Tabel 16 dan 32).
Waktu percobaan yang relatif pendek hanya 1 musim tanam diduga belum
memberikan dampak perubahan yang nyata terhadap sifat tanah. Beberapa sifat
tanah akhir oleh penggunaan pupuk kandang sapi, pupuk azolla, inokulum azolla
dan kombinasinya relatif lebih tinggi dari pada kontrol, yang menunjukkan bahwa
walaupun menurunkan beberapa sifat tanah dan GKG, tetapi belum sampai
sapi, pupuk azolla dan inokulum azolla (Tabel 17 dan 33), yang menunjukkan
pupuk kandang sapi, pupuk Azolla dan inokulum Azolla tidak berpengaruh nyata
terhadap kesuburan tanah. Pupuk kandang sapi pada percobaan rumah kaca
berkorelasi sangat nyata dengan K2O tersedia (0,51**) dan berkorelasi nyata
dengan GKG (0,46*) (Tabel 17). Pupuk kandang sapi pada percobaan lapangan
berkorelasi sangat nyata dengan C-organik (0,70**) dan P2O5 tersedia (0,63**),
serta berkorelasi nyata dengan GKG (0,49*) (Tabel 33). Korelasi tersebut
160
tersedia, K2O tersedia dan GKG, tetapi belum berpengaruh meningkatkan status
kesuburan tanah.
yang sama antara percobaan rumah kaca dan lapangan. Penggunaan pupuk
kandang sapi 8 ton ha-1 yang merupakan kebiasaan petani di lokasi penelitian,
menghasilkan emisi lebih tinggi dari pada rata-rata, baik pada percobaan rumah
kaca (Tabel 19) maupun lapangan (Tabel 35). Hasil ini memperlihatkan
kesesuaian dengan hasil penelitian pada tahap I (karakterisasi tanah dan lahan),
yang menyebutkan tanah sawah organik mempunyai emisi CH4 yang tinggi.
masih di bawah nilai ambang 100 kg CH4 ha-1. Penggunaan pupuk kandang sapi 8
ton ha-1 pada percobaan lapangan, yang merupakan kebiasaan petani di lokasi
penelitian, menghasilkan emisi paling tinggi sebesar 63,29 kg CH4 ha-1, tetapi
Rata-rata emisi pada percobaan lapangan 39,08 kg CH4 ha-1 (Tabel 35),
yang jauh lebih tinggi dari pada yang dihasilkan pada percobaan rumah kaca yang
hanya 7,84 kg CH4 ha-1 (Tabel 19). Hal tersebut dapat terjadi karena diduga rata-
rata oksigen terlarut dalam tanah dan air pada percobaan rumah kaca (Tabel 18)
lebih tinggi dari pada percobaan lapangan (Tabel 34). Oksigen terlarut
peluang CH4 yang dapat diemisikan ke atmosfer. Rata-rata NO3- tanah pada
percobaan rumah kaca (Tabel 18) lebih tinggi dari pada percobaan lapangan
161
(Tabel 34). NO3- demikian juga meningkatkan oksidasi CH4. Bouwman (1990)
rumah kaca lebih rendah dari pada lapangan, khususnya pada parameter berat
segar brangkasan (BSB). Rata-rata BSB pada percobaan rumah kaca (Tabel 8),
jauh lebih rendah dari pada percobaan lapangan (Tabel 25). Pertumbuhan tanaman
yang kurang baik pada percobaan rumah kaca dengan demikian akan menurunkan
fungsi tanaman sebagai perantara perjalanan CH4, sehingga CH4 yang berhasil
besarnya emisi pada percobaan rumah kaca dan lapangan. Media tanam pada
percobaan rumah kaca adalah tanah hanya pada lapisan olah, emisi yang
sementara itu menggunakan media tanah langsung di lahan, emisi yang dihasilkan
tidak hanya berasal dari proses di dalam lapisan olah (horison A) saja, tetapi juga
mendapat sumbangan dari tanah di bawahnya (horison B). Produksi CH4 yang
Pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla tidak berpengaruh terhadap emisi
CH4. Pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla berkorelasi tidak nyata dengan emisi
(Tabel 20 dan 36). Emisi oleh perlakuan yang menggunakan pupuk kandang sapi
dan pupuk Azolla tidak berbeda nyata dengan yang tidak menggunakan pupuk
kandang sapi dan pupuk Azolla (Tabel 21 dan 37). Pupuk kandang sapi 8 ton ha-1,
162
pupuk Azolla 5 ton ha-1, dan pupuk kandang sapi 4 ton ha-1 + pupuk Azolla 2,5
ton ha-1 pada percobaan lapangan menghasilkan emisi lebih tinggi dari pada
kontrol (Tabel 35), yang menunjukkan pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla
merupakan sumber C untuk pembentukan CH4 (Schutz et al., 1990; Le Mer and
penggunaan pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla yang dikombinasikan dengan
inokulum Azolla menghasilkan emisi yang rendah. Pupuk kandang sapi 8 ton ha-1
+ pupuk Azolla 5 ton ha-1 + inokulum Azolla 4 ton ha-1 pada percobaan lahan
menghasilkan emisi secara nyata lebih rendah dari pada hanya pupuk kandang
sapi 8 ton ha-1 atau hanya pupuk Azolla 5 ton ha-1 (Tabel 35).
Pupuk kandang sapi 8 ton ha-1 dan pupuk Azolla 5 ton ha-1, baik pada
percobaan rumah kaca maupun lapangan, menghasilkan emisi yang tidak berbeda
nyata (Tabel 19 dan 35). Perbedaan C/N rasio pupuk kandang sapi dan pupuk
Azolla (Lampiran 35) diduga belum nyata mempengaruhi perbedaan hasil emisi
seperti disampaikan oleh Agnihotri et al. (1998) dan Joulian et al. (1996).
Pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla namun demikian pada percobaan
terhadap potensial redoks (Eh). Pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla berkorelasi
nyata negatif dengan Eh, dan emisi juga berkorelasi nyata negatif dengan Eh.
Eh pada percobaan rumah kaca berbeda nyata antar perlakuan dengan rata-
rata -141,08 mV (Tabel 18). Eh pada percobaan lapangan sementara itu lebih
tinggi dari pada percobaan rumah kaca, dan tidak berbeda nyata antar perlakuan
dengan rata-rata -76,76 mV (Tabel 34). Penggenangan yang lebih sempurna pada
rendah). Pemberian pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla menyumbang bahan
organik tanah yang berdampak terhadap penurunan Eh (van Rants, 1991). Eh pada
percobaan lapangan sementara itu dengan adanya aerasi dan drainase lebih lancar
oleh sirkulasi air genangan menyebabkan tanah tidak dapat mencapai kondisi
Emisi CH4 sangat dipengaruhi oleh perlakuan inokulum Azolla, baik pada
percobaan rumah kaca maupun lapangan. Emisi berkorelasi sangat nyata negatif
dengan inokulum Azolla (Tabel 20 dan 36), yang menunjukkan inokulum Azolla
secara sangat nyata menurunkan emisi. Rata-rata emisi pada perlakuan yang
menggunakan inokulum Azolla lebih rendah dari pada yang tidak menggunakan
(Tabel 22 dan 38). Emisi pada perlakuan yang menggunakan inokulum Azolla
pada percobaan lapangan 52,91% lebih rendah dari pada yang tidak
menggunakan.
NO3- dan NH4+ air (Tabel 20 dan 36), yang menunjukkan inokulum Azolla
meningkatkan NO2-, NO3- dan NH4+ air. Azolla akan melepaskan N hasil
fiksasinya ke media tumbuh (air) dalam bentuk amonia (NH3) (Hamdi, 1982),
164
yang selanjutnya dalam media air berubah menjadi bentuk amonium (NH 4+).
NH4+ air kemudian teroksidasi melalui proses nitrifikasi menjadi NO2- dan
NO3- (Sanchez, 1976; Vance, 1996). NO2- dan NO3- inilah yang menurut
(Slonczewski, 2009; Ettwig et al., 2010) merupakan agen pengoksidasi CH4 yang
dikenal dengan proses nitrite and nitrate methane oxidation. Proses tersebut
(Raghoebarsing et al., 2006). CH4 yang akan diemisikan melewati air genangan
dengan demikian teroksidasi oleh NO2- dan NO3-, sehingga mengurangi CH4 yang
berhasil diemisikan.
meningkatkan oksigen terlarut air (DO), yang kemudian berperan sebagai agen
pengoksidasi CH4 seperti yang disampaikan oleh Bharati et al. (2000). Inokulum
(Tabel 20 dan 36). Rata-rata DO air pada perlakuan yang menggunakan inokulum
Azolla lebih rendah dari pada yang tidak menggunakan (Tabel 22 dan 38).
(2000), Bennicelli et al. (2005) dan Liu et al. (2008), tetapi DO air ini kemudian
dikonsumsi oleh mikrobia untuk mengoksidasi NH4+ menjadi NO2- dan NO3-.
Korelasi C biomassa mikrobia air dengan DO air sangat nyata negatif (Tabel 20
165
dan 36), semakin memperkuat dugaan tersebut, yang berarti telah terjadi konsumsi
dan menurunkan emisi CH4 oleh karena itu didasarkan dari penggunaan
kombinasi pupuk kandang sapi, pupuk Azolla dan inokulum Azolla tersebut.
Pupuk kandang sapi 8 ton ha-1 + pupuk Azolla 5 ton ha-1 + inokulum
Azolla 4 ton ha-1 secara teknis dapat menjadi pilihan, hasil GKP tinggi, status
kesuburan subur dan emisinya rendah (Tabel 23 dan 39). Pilihan tersebut namun
demikian harus dipertimbangkan lagi dari sisi ekonomis, mengingat perlakuan ini
merupakan dosis berlebih yang berdampak kepada input produksi tinggi yang
tidak diikuti kenaikan GKP yang nyata. Penggunaan tersebut pada percobaan
rumah kaca dan lapangan menghasilkan GKP tidak berbeda nyata dengan
Pupuk kandang sapi 4 ton ha-1 + inokulum Azolla 2 ton ha-1, pupuk Azolla
2,5 ton ha-1 + inokulum Azolla 2 ton ha-1, dan pupuk kandang sapi 2,67 ton ha-1 +
pupuk Azolla 1,67 ton ha-1 + inokulum Azolla 1,33 ton ha-1 merupakan perlakuan
kesuburan tanah termasuk subur, dan emisi rendah (Tabel 23 dan 39). Hasil
pilihan tersebut sama antara yang diperoleh pada percobaan rumah kaca dan
lapangan.
166
A. Kesimpulan
1. a. Sifat tanah sawah organik berbeda dengan tanah sawah semi organik,
lebih tinggi, warna matriks lebih gelap, konsentrasi massa humus lebih
b. Potensi emisi CH4 pada tanah sawah organik lebih tinggi dari pada lahan
organik.
b. Pupuk kandang sapi dan pupuk Azolla tidak berpengaruh terhadap emisi
CH4.
3. Penggunaan pupuk kandang sapi 4 ton ha-1 + inokulum Azolla 2 ton ha-1,
pupuk Azolla 2,5 ton ha-1 + inokulum Azolla 2 ton ha-1, dan pupuk kandang
sapi 2,67 ton ha-1 + pupuk Azolla 1,67 ton ha-1 + inokulum Azolla 1,33 ton ha-1
B. Saran Rekomendasi
CH4 yang tinggi. Kandungan C-organik pada tanah sawah organik yang tinggi
167
pupuk kandang sapi 8 ton ha-1, walaupun menghasilkan GKP tinggi tetapi juga
menghasilkan emisi yang tinggi. Pengelolaan padi sawah organik oleh karena
menurunkan emisi.
pada perlakuan pupuk kandang sapi 4 ton ha-1 + inokulum Azolla 2 ton ha-1),
yang juga dapat dikombinasikan lagi dengan pupuk Azolla (seperti pada
perlakuan pupuk kandang sapi 2,67 ton ha-1 + pupuk Azolla 1,67 ton ha-1 +
inokulum Azolla 1,33 ton ha-1), dan kombinasi antara pupuk Azolla dan
inokulum Azolla (seperti pada perlakuan pupuk Azolla 2,5 ton ha -1 + inokulum
3. Pemanfaatan Azolla dapat sebagai sumber pupuk organik pada budidaya padi
pupuk kandang sapi. Penggunaan pupuk Azolla dan atau inokulum Azolla yang
yang tidak berbeda nyata dengan kebiasaan petani di lokasi penelitian yang
RINGKASAN
yang salah satu komponen utamanya dengan penggunaan pupuk (bahan) organik.
pada tanah sawah ternyata meningkatkan produksi gas metana (CH4). Rangkaian
dengan pembentukan CO2 dan CH4 (Le Mer and Roger, 2001; Nieder and Benbi,
CH4 merupakan salah satu gas rumah kaca (GRK) utama yang dapat
CH4 dapat mencapai 10x (sepuluh kali) lebih besar dari pada potensi pemanasan
global oleh CO2 (Boeckx and Cleemput, 1996). Nieder and Benbi (2008)
panas 21x (dua puluh satu kali) lebih tinggi dari pada CO2. Emisi CH4
169
menyumbang 20% dari total emisi gas rumah kaca (Inubushi et al., 2001). Adachi
et al. (2006) menyatakan 7% dari total emisi gas rumah kaca adalah emisi CH4
yang berasal dari ekosistem padi sawah. Reddy and DeLaune (2008) sementara itu
menyampaikan bahwa emisi CH4 global sebesar 5.108 ton tahun-1, dan tanah
Lahan pertanian yang telah dinilai sebagai salah satu penghasil emisi
lahan pertanian, dan akan berdampak pula terhadap penurunan manfaat sistem
selain sebagai sumber bahan organik dapat digunakan juga sebagai pupuk N,
teknik ini lebih mudah dan murah untuk diaplikasikan ke lapangan (Arifin, 1996),
serta efek penggunaannya dapat menurunkan emisi CH4 dari lahan sawah (Bharati
tentang emisi GRK oleh sistem lahan pertanian yang berpotensi menghasilkan
emisi metana, yaitu pada lahan padi sawah organik, seperti di lahan padi sawah
strategi yang diperlukan adalah upaya menurunkan emisi GRK CH4 secara
bagaimana pengelolaan lahan agar dapat meminimalisasi emisi CH4, namun masih
170
solusi bagaimana upaya reklamasi lahan sawah berkadar bahan organik rendah
dapat terus dilakukan secara berkelanjutan melalui sistem padi sawah organik,
emisi CH4 pada lahan padi sawah organik, yang dibandingkan dengan lahan padi
sawah semi organik, konvensional dan kontrol hutan jati. Emisi CH 4 dari lahan
merupakan akumulasi yang dihasilkan pada kedalaman profil tanah dari horison
atas sampai bawah yang dapat mencapai ke permukaan dan akhirnya diemisikan
ke atmosfer. Penelitian ini oleh karena itu bertujuan untuk mengetahui potensi
produksi dan oksidasi CH4 ditentukan dengan mengukur CH4 yang dihasilkan
genangan di laboratorium.
Tahap kedua kajian adalah melakukan budidaya padi sawah organik pada
pengaruh penggunaan Azolla terhadap sifat tanah, hasil tanaman dan emisi CH4.
Bahan tanah diambil dari lahan sawah organik di Desa Sukorejo, Sambirejo,
kandang sapi, pupuk Azolla, inokulum Azolla, dan kombinasinya yang didasarkan
pengaruh penggunaan Azolla terhadap sifat tanah, hasil tanaman dan emisi CH4.
Sifat tanah pada lahan sawah organik, khususnya pada horison I dan II,
mempunyai perbedaan dengan tanah pada lahan semi organik, konvensional dan
hutan jati. Sifat kimia tanah pada lahan sawah organik yang berbeda dengan tanah
2,09% dan horison II (B) 2,00%, lebih tinggi dari pada semua horison tanah di
Sifat fisika tanah pada lahan sawah organik yang berbeda dengan tanah
lainnya adalah warna matriks dan konsentrasi massa humus. Warna matriks
horison II pada tanah sawah organik lebih gelap (coklat kekuningan gelap / 10 YR
3/4) dan terdapat konsentrasi massa humus lebih banyak (5 – 15%), yang berbeda
dengan horison II pada tanah sawah semi organik yang mempunyai warna matriks
tanah lebih terang (coklat kekuningan / 10 YR 5/6) dan konsentrasi massa humus
mikrobia pada horison I dan II. Kandungan C biomassa mikrobia pada lahan
sawah organik pada horison I 498,39 µg C g-1 tanah dan II 418,01 µg C g-1 tanah,
yang lebih tinggi dari pada lainnya. Kandungan N biomassa mikrobia pada lahan
sawah organik pada horison I 72,59 µg N g-1 tanah dan II 59,11 µg N g-1 tanah,
Emisi CH4 pada lahan padi sawah organik lebih tinggi dari pada yang lain.
Potensi produksi CH4 oleh tanah pada lahan sawah organik (1,36 µg CH4 kg-1
tanah hari-1) lebih tinggi dari pada lahan sawah semi organik (0,92 µg CH4 kg-1
tanah hari-1), konvensional (0,65 µg CH4 kg-1 tanah hari-1) dan hutan jati (0,85 µg
CH4 kg-1 tanah hari-1). Potensi oksidasi CH4 pada lahan padi sawah organik
kandungan C-organik tanah (0,80**), dan komponen bahan organik humat (0,82 **)
dan fulvat (0,68**), semakin tinggi C-organik maka semakin tinggi potensi
produksi CH4. Kandungan C-organik pada lapisan olah lahan padi sawah organik
paling tinggi (2,09%), sehingga potensi produksi CH4 paling tinggi (18,1 µg CH4
Tanah pada horison atas kandungan C-organik lebih tinggi dari pada horison
CH4 maksimum terjadi pada hari ke-20 setelah inkubasi, sementara itu tanah
dengan C-organik lebih rendah pada hari ke-15, dan paling rendah pada hari ke-
10. Tanah dengan C-organik tinggi mempunyai substrat C yang cukup untuk
memproduksi CH4 dengan jumlah tinggi dan terjadinya puncak produksi lebih
lama.
akhir termasuk harkat subur, yang sama dengan status kesuburan tanah awal.
tersedia dan GKG, tetapi tidak berpengaruh nyata meningkatkan status kesuburan
tanah.
NH4+ dan NO3- tanah yang berdampak kepada peningkatan GKP. Pupuk Azolla
Pupuk Azolla meningkatkan kandungan NH4+ dan NO3- tanah yang berdampak
kepada peningkatan GKP. Pengaruh pupuk Azolla ini namun demikian lebih
lemah dari pada pengaruh pupuk kandang sapi. Pupuk kandang sapi dan pupuk
kandang sapi dan pupuk Azolla tidak berpengaruh terhadap emisi CH4 disebabkan
NO3- dalam air genangan, yang kemudian NO2- dan NO3- tersebut mengoksidasi
Pupuk kandang sapi 2,67 ton ha-1 + pupuk Azolla 1,67 ton ha-1 + inokulum
Azolla 1,33 ton ha-1 pada percobaan rumah kaca dapat menghasilkan GKP 7,04
ton ha-1, status kesuburan tanah termasuk subur, dan emisi CH4 3,34 kg CH4 ha-1,
dan pada percobaan lapangan dapat menghasilkan GKP 9,51 ton ha -1, status
kesuburan tanah termasuk subur, dan emisi CH4 25,54 kg CH4 ha-1. Hasil GKP
tersebut termasuk tinggi di atas rata-rata, dan tidak berbeda nyata dengan
termasuk subur yang sama dengan tanah awal. Emisi CH4 yang dihasilkan
menghasilkan emisi lebih tinggi. Pupuk kandang sapi 4 ton ha-1 + inokulum
Azolla 2 ton ha-1 dan pupuk Azolla 2,5 ton ha-1 + inokulum Azolla 2 ton ha-1
demikian juga menghasilkan GKP tinggi, status kesuburan tanah termasuk subur
lahan yang sudah biasa dilakukan oleh petani, dalam penelitian ini dipresentasikan
dengan penggunaan pupuk kandang sapi 8 ton ha-1, walaupun menghasilkan GKP
175
tinggi tetapi juga menghasilkan emisi yang tinggi. Pengelolaan padi sawah
produktivitas lahan dan menurunkan emisi, (2) Pupuk kandang sapi yang
sapi 4 ton ha-1 + inokulum Azolla 2 ton ha-1), yang juga dapat dikombinasikan lagi
dengan pupuk Azolla (seperti pada perlakuan pupuk kandang sapi 2,67 ton ha-1 +
pupuk Azolla 1,67 ton ha-1 + inokulum Azolla 1,33 ton ha-1), dan kombinasi
antara pupuk Azolla dan inokulum Azolla (seperti pada perlakuan pupuk Azolla
2,5 ton ha-1 + inokulum Azolla 2 ton ha-1) dapat diterapkan untuk meningkatkan
produktivitas lahan dan menurunkan emisi CH4, dan (3) Pemanfaatan Azolla
dapat sebagai sumber pupuk organik pada budidaya padi sawah organik. Pupuk
Azolla dan atau inokulum Azolla yang dikombinasikan dengan pupuk kandang
sapi dapat menghasilkan GKP yang tidak berbeda nyata dengan kebiasaan petani
SUMMARY
Most of the paddy field in Indonesia are very low levels of organic matter,
with the C-organic content < 2% (Karama, 2001; Syamsiyah and Mujiyo, 2006),
which affected the leveling off of rice productivity. Low C-organic content is
typical of soils in the tropics caused by the high temperature and the rate of
decomposition, as well as the lack of return of organic matter to the soil (Sanchez,
system, which is one of its main components with the use of organic fertilizer
(material).
Some research indicated that the use of organic fertilizers in paddy soil
ends with the formation of CO2 and CH4 (Le Mer and Roger, 2001; Nieder and
Benbi, 2008). The organic matter will increase CH4 production through its
Global warming potential (GWP) by CH4 can reach 10x (ten times) greater than
the potential global warming by CO2 (Boeckx and Cleemput, 1996). Nieder and
Benbi (2008) stated that the ability to emit heat by CH4 21x (twenty one times)
higher than CO2. CH4 emission contributed 20% of total greenhouse gas emission
(Inubushi et al., 2001). Adachi et al. (2006) reported 7% of total greenhouse gas
177
emission are the CH4 emission from rice ecosystems. Reddy and DeLaune (2008)
stated that global CH4 emission were 5.108 tons year-1, and paddy field
Agricultural land has been rated as one of the greenhouse gases (GHG),
will cause polemics pros and cons to the sustainability of agricultural land
management, and will impact on the decline in the benefit of agricultural system.
One of the strategies that can be applied to solve this problem is by the use of
Azolla. Azolla can be grown together with rice plants, capable of producing a
large biomass in a short time, have the ability to fix the N2 from the air, so it can
cheaper to be applied to the field (Arifin , 1996), and the effects of its use can
reduce CH4 emission from paddy field (Bharati et al., 2000; Prasanna et al., 2002;
methane, which is the organic paddy field, such as in organic paddy field in the
management in order to minimize methane emission, yet still able to maintain and
Azolla, which is obtained can provide a solution how wetland reclamation efforts
178
that low levels of organic matter can continue to be sustained through a system of
The first phase of the study was to conduct soil characterization and CH4
teak forest control. CH4 emission from the land is the resulting accumulation on
the soil depth profile from top to bottom horizon that can reach to the surface and
finally emitted to the atmosphere. This study therefore aimed to determine the
potential of each soil horizon to produce and oxidize CH4. CH4 production and
The second phase of the study was to conduct organic rice cultivation in
effect of the use of Azolla to soil properties, rice yield and CH4 emission. Soil
material taken from organic paddy field in the village of Sukorejo, Sambirejo,
Sragen, by way of composite topsoil 0-20 cm. The design of the experiment using
Kind of treatment was the use of cow manure, Azolla fertilizer, Azolla inoculum,
of 120 kg N ha-1.
The third phase of the study was to conduct organic rice cultivation in
organic paddy field village Sukorejo, Sambirejo, Sragen, aimed to determine the
effect of the use of Azolla to soil properties, rice yield and CH4 emission.
treatment, each repeated in 3 blocks. Kind of treatment was the use of cow
manure, Azolla fertilizer, Azolla inoculum, and combinations thereof were based
Soil properties on organic paddy field, especially in the horizon I and II,
had differences with the soil at semi-organic, conventional and teak forests.
Chemical property of the soil on the organic paddy field that was different from
any other was C-organic content. C-organic content of the horizon I (A) 2.09%
and horizon II (Bt) 2.00%, were higher than in all soil horizons in lowland semi-
Soil physical properties in different organic paddy field with the other
were the color of soil matrix and the mass concentration of humus. Color of soil
matrix in the horizon II in organic paddy soil was darker (dark brown yellowish /
10 YR 3/4) and more contained humus mass concentrations (5-15%), which were
different from the horizon II in semi-organic paddy that color of soil matrix was
concentrations (<5%).
Soil biological properties in different organic paddy field with the other
were the content of microbial biomass C and N on the horizon I and II. Microbial
biomass C content in organic paddy field on the horizon I 498.39 mg C g-1 soil
and II 418.01 mg C g-1 soil, which were higher than the other. Microbial biomass
N content in organic paddy field on the horizon I 72.59 mg N g-1 soil and II 59.11
CH4 emission by the soil in the organic paddy field was higher than the
others. CH4 production potential by the soil in the organic paddy field (1.36 mg
kg-1 soil CH4 day-1) was higher than in the the semi-organic paddy field (0.92 mg
kg-1 soil CH4 day-1), conventional (0, 65 mg CH4 kg-1 soil day-1) and teak forests
(0.85 mg kg-1 soil CH4 day-1). CH4 oxidation potential by the soil in the organic
Soil properties that affect the CH4 production potential were C-organic
content of the soil (0.80**), and organic matter components of humic (0.82**) and
fulvic (0.68**), the higher the C-organic, the more high for CH4 production
potential. Microbial biomass C and N and depth horizon affect CH4 production
potential due to the impact of C-organic content. Soil on the top horizon had the
C-organic content was higher than the lower horizon, affects microbial biomass C
and N were also higher, thus increasing for CH4 production potential.
accordance with the incubation time of puddle. Soil with high content of C-
organic produced maximum CH4 on day 20 after incubation, while the soil with
lower C-organic on day 15, and the lowest on day 10. Soil with high C-organic
had sufficient C substrates to produce CH4 with high amount and occurrence of
Cow manure, Azolla fertilizer and Azolla inoculum had no effect on the
soil fertility status. Soil fertility status by the end of the treatment were
categorized as fertile soil, which were the same as the initial soil fertility status.
Although cow manure increased C-organic, available P2O5, available K2O, and
181
dry grain (moisture content 14%), but had no effect to increase the soil fertility
status.
Cow manure increased the harvest dry grain (HDG), but had no effect on
CH4 emission. Cow manure increased the content of NH4+ and NO3- in the soil,
which affected the increase of HDG. Azolla fertilizer increased the HDG, but had
no effect on CH4 emission. Azolla fertilizer increased the content of NH4+ and
NO3- in the soil, which affected the increase of HDG. Azolla fertilizer had weaker
influence of the cow manure. Cow manure and Azolla fertilizer increased the
HDG 14.77% and 9.24%, respectively. Cow manure and Azolla fertilizer had no
effect on CH4 emission caused by the effect of Azolla inoculum on CH4 emission
was stronger.
Azolla inoculum had no effect on HDG, but reduced CH4 emission. Azolla
inoculum increased content of NO2- and NO3- in the pool of water, which then
NO2- and NO3- were thought to oxidize the CH4, thereby reduced CH4 emission.
Cow manure 2.67 tons ha-1 + Azolla fertilizer 1.67 tons ha-1 + Azolla
inoculum 1.33 tons ha-1 in greenhouse experiments could produce HDG 7.04
ton ha-1, soil fertility status was categorized as fertile, and CH4 emission 3.34 kg
CH4 ha-1, and in field experiment could produce HDG 9.51 ton ha-1, soil fertility
status was categorized as fertile, and CH4 emission 25.54 kg ha-1. The HDG result
was higher than average, and not significantly different from other treatments
producing higher yield. CH4 emission was lower than average and significantly
tons ha-1 + Azolla inoculum 2 tons ha-1 and Azolla fertilizer 2.5 tons ha-1 + Azolla
inoculum 2 tons ha-1 could produce high HDG, soil fertility status was categorized
organic paddy field emit potentially high CH4. High content of C-organic in the
organic paddy field increase CH4 production potential. Land management which
was commonly practiced by farmers, in this study presented with using cow
manure 8 tons ha-1, although produced high HDG, but also produced high
in land productivity and reduce emission, (2) Cow manure in combination with
Azolla inoculum (as in the treatment: cow manure 4 tons ha-1 + Azolla inoculum 2
tons ha-1), which could also be combined again with Azolla fertilizer (as in the
treatment: cow manure 2.67 tons ha-1 + Azolla fertilizer 1.67 tons ha-1 + Azolla
inoculum 1.33 tons ha-1), and combination of Azolla fertilizer and Azolla
inoculum (as in the treatment: Azolla fertilizer 2.5 tons ha-1 + Azolla inoculum 2
tons ha-1) could be applied to increase land productivity and to reduce CH4
organic rice cultivation. Azolla fertilizer (incorporated into the soil) and Azolla
inoculum (dual cropping with rice plant) could be complement the use of cow
manure. Use of Azolla fertilizer and or Azolla inoculum combined with cow
manure could produce HDG that were not significantly different with commonly
practiced by farmers in the research site, which used cow manure 8 ton ha-1.
183
DAFTAR PUSTAKA
Setyorini, D., S. Rochayati, dan S. J. Adiningsih. 2002. Peranan uji tanah dalam
meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk. Balitbang Pertanian.
Departemen Pertanian Indonesia.
Shin, Y. K., S. H. Yun, M. E. Park, and B. L. Lee. 1996. Mitigation options for
methane emission from rice fields in Korea. Ambio. 25:289-291.
Six, J., R. T. Conant, E. A. Paul, and K. Paustian. 2002. Stabilization mechanisms
of soil organic matter: Implications for C-saturation of soils. Plant Soil.
241:155-176.
Slonczewski, J. 2009. Nitrate/nitrite methane oxidation. (ed.) BIOL 238
Microbiology. Kenyon College.
Snyder, C. H. 2004. Organic compounds: Alkanes and cycloalkanes. Chemistry
Department. University of Miami.
Soil Survey Staff. 2010. Keys to soil taxonomy, 11th ed. USDA-Natural
Resources Conservation Service, Washington, DC.
Sorensen, L. H. 1972. Stabilization of newly formed amino-acid metabolites in
soil by clay minerals. Soil Sci. 114:5-11.
Steel, R. G. D., and J. H. Torrie. 1978. Principles and procedures of statistics.
Biometrical Approach Mac Graw Hill Inc. Book Co. Tokyo.
Subagjo and P. Buurman. 1980. Soil catenas on the west and north-east slopes of
the Lawu volcano, east Java. In Buurman, P. (ed) Red soils in Indonesia.
Agric. Res. Rep. (Versl. landbouwk. Onderz) 889. ISBN 90 220 0715 4.
Buletin No. 5. Soil Research Ins. Bogor. 169p.
Sudadi, U. 2002. Produksi padi dan pemanasan global. Makalah Pengantar
Falsafah Sains. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Sumani, D. P. Ariyanto, J. Syamsiyah, H. Widijanto, dan Mujiyo. 2009. Pengaruh
imbangan pupuk organik dan anorganik terhadap emisi gas metana (CH4) di
lahan sawah Palur, Sukoharjo, Jawa Tengah. Makalah disampaikan dalam
Seminar dan Lokakarya Nasional Inovasi Sumberdaya Lahan. Balitbang
Deptan. Bogor.
Supraptohardjo, M. Suwarjo, R. Dudal, Hardjono As, dan Suhardjo. 1966. Peta
Tanah Tindjau Kabupaten Sragen. Lembaga Penelitian Tanah. Bogor.
Suryanto, A. 2005. Penerapan sistem pertanian organik pada tanaman sayuran
dataran tinggi di kebun percobaan Cangar. Makalah pelatihan
kewirausahaan berbasis pengelolaan limbah organik. Universitas Brawijaya.
Malang.
Susilawati, H., L. dan R. Kartikawati. 2008. Petunjuk teknis menghitung total
emisi CH4 dengan pengambilan contoh terbatas. Balingtan. Departemen
Pertanian. Jakenan. Pati.
192
Susilowati, H., L. 2007. Pengukuran potensi produksi gas CH4, CO2 dan N2O
dengan teknik inkubasi tanah. Balingtan. Departemen Pertanian. Jakenan.
Pati.
Sustiprijatno, M. Sugiura, K. Ogawa, and M. Takahashi. 2006. Improvement of
nitrate- and nitrite-dependent growth of rice by the introduction of a
constitutively expressing chloroplastic nitrite transporter. Plant Biotech.
23:47-54.
Sutanto, R. 2002. Penerapan pertanian organik. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Sutrisno, A. 2009. Pengelolaan lahan padi sawah organik di Desa Sukorejo,
Sambirejo, Sragen. (Komunikasi Pribadi). Desa Sukorejo, Kecamatan
Sambirejo, Kabupaten Sragen.
Syamsiyah, J. dan Mujiyo. 2006. Studi reklamasi lahan sawah berkadar bahan
organik rendah. Laporan Kegiatan. Kerjasama Dirjen PLA Deptan Indonesia
– FP UNS Surakarta.
Syamsiyah, J., B. H. Sunarminto, dan Mujiyo. 2010. Pemetaan ”Carbon Budget”
sebagai dasar strategi mitigasi emisi karbondioksida (CO2) dan metana
(CH4) di lahan padi sawah organik Kabupaten Sragen. Laporan Penelitian
Riset Dasar Menristek.
Syekhfani. 2003. Sistem pertanian organik: Prospek dan permasalahan. Makalah
pelatihan pembangunan pertanian berkelanjutan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Kerjasama Bagpro PKSDM Ditjen Dikti
Depdiknas - FP UB. Malang.
Tan, Kim H. 1992. Dasar-dasar kimia tanah. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Thauer, R. K., A. K. Kaster, H. Seedorf, W. Buckel and R. Hedderich. 2008.
Methanogenic archaea: Ecologically relevant differences in energy
conservation. Nature Reviews Microbiol. 6:579-591.
Tsutsuki, K. 1984. Volatile products and low-molecular-weight phenolic products
of the anaerobic decomposition of organic matter. In Organic matter and
rice. IRRI. Philippines.
USEPA. 2006. Global antropogenic non-CO2 GHG emission: 1990-2020. United
States EPA. http://www.epa.gov.
Vance, D. B. 1996. Redox reactions in remediation. Environ. Tech. 6:24-25.
van Ranst, E. 1991. Soil genesis. Concepts of soil development formation of
diagnostic horizons and materials. Lab. Soil Sci. ITC for Post-Graduate Soil
Scientist. State Univ. Gent. Belgium.
van Ranst, E. 1995. Clay mineralogy. Crystal, structure, identification, analysis,
and chemistry of clay minerals and clays. Lab. Soil Sci. ITC for Post-
Graduate Soil Scientist. State Univ. Gent. Belgium.
193
LAMPIRAN
Lampiran 8. Sifat fisika dan biologi tanah tanah sawah organik (P1)
C Biomassa N Biomassa
Horison Pasir Debu Klei Kelas BV BJ Porositas Permeabilitas
-3 -3 -1 Mikrobia Mikrobia
Jeluk (cm) (%) (%) (%) Tekstur (g cm ) (g cm ) (%) (cm jam )
(µg C g tanah) (µg N g-1 tanah)
-1
Apg
40,74 34,70 24,56 Lom 1,17 1,93 39,16 8,72 498,39 72,59
0 – 18/22
Bt1
23,59 36,26 40,16 Lom klei 1,32 2,03 34,99 5,04 418,01 59,11
18/22 – 52/58
Bw1
32,16 36,26 31,58 Lom 1,55 1,97 21,38 2,12 84,98 30,07
52/58 – 78/100
Bw2
33,72 28,65 37,62 Lom 1,38 1,93 28,56 4,94 110,24 30,59
78/100 - 150
Lampiran 11. Gambar hasil difraksi sinar-X tanah tanah sawah organik (P1)
202
Lampiran 15. Sifat fisika dan biologi tanah sawah semi organik (P2)
Horison Pasir Debu Klei Kelas BV BJ Porositas Permeabilitas C Biomassa N Biomassa
-3 -3 -1 Mikrobia Mikrobia
Jeluk (cm) (%) (%) (%) Tekstur (g cm ) (g cm ) (%) (cm jam ) (µg C g-1 tanah) (µg N g-1 tanah)
Apg Lom klei
44,25 26,12 29,63 1,08 1,95 44,70 4,31 475,42 59,37
0 – 19/22 berpasir
Bw1 Lom klei
44,25 27,68 28,07 1,39 1,92 27,77 2,09 199,82 56,00
19/22 – 46/62 berpasir
Bw2
42,30 27,29 30,41 Lom klei 1,23 1,90 35,38 1,63 172,26 38,89
46/62 – 91/108
Bw3 Lom
63,74 26,90 9,36 1,27 1,97 35,23 1,86 321,54 33,70
91/108 - 150 berpasir
Lampiran 18. Gambar hasil difraksi sinar-X tanah sawah semi organik (P2)
208
Lampiran 22. Sifat fisika dan biologi tanah sawah konvensional (P3)
N Biomassa
Horison Pasir Debu Klei Kelas BV BJ Porositas Permeabilitas C Biomassa
-3 -3 Mikrobia Mikrobia
Jeluk (cm) (%) (%) (%) Tekstur (g cm ) (g cm ) (%) (cm jam-1) (µg C g-1 tanah)
(µg N g-1 tanah)
Apg
0 – 27/32
23,20 38,99 37,82 Lom klei 1,09 1,94 43,53 4,14 367,48 49,26
Bw1
27/32 – 56/75
33,72 32,36 33,92 Lom klei 1,57 2,12 25,87 5,01 257,23 20,74
Bw2
56/75 – 75/96
38,79 37,04 24,17 Lom 1,39 1,86 25,27 1,95 303,17 27,48
Bw3 Lom klei
75/96 – 102/108 63,74 3,12 33,14 1,40 1,96 28,69 1,65 261,83 27,22
berpasir
Bw4 Lom klei
102/108 – 150 57,50 15,59 26,90 1,50 1,98 24,38 6,24 266,42 16,33
berpasir
Lampiran 29. Sifat fisika dan biologi tanah hutan jati (P4)
N Biomassa
Horison Pasir Debu Klei Kelas BV BJ Porositas Permeabilitas C Biomassa
Jeluk (cm) (%) (%) (%) Tekstur (g cm ) (g cm-3) (%)
-3
(cm jam-1) Mikrobia Mikrobia
-1
(µg C g tanah) (µg N g-1 tanah)
Ap
0 – 23/33 47,76 30,80 21,44 Lom 1,31 2,10 37,62 12,46 468,53 66,11
Bw1
23/33 – 50/70 44,83 31,77 23,39 Lom 1,25 2,03 38,60 13,90 443,27 57,04
Bw2
50/70 – 80/95 48,15 25,73 26,12 Lom 1,28 1,91 32,58 2,46 271,02 45,89
Bw3
80/95 – 100/123 41,52 30,41 28,07 Lom 1,33 1,88 29,04 2,15 282,50 36,30
Bw4
100/123-143/168 53,80 30,41 15,79 Lom 1,27 2,03 37,58 7,81 197,52 22,30
Bw5
143/168 – 180 49,12 28,65 22,22 Lom 1,40 2,13 34,29 9,33 287,09 27,48
Lampiran 32. Gambar hasil difraksi sinar-X tanah hutan jati (P4)
220
Lampiran 35. Sifat kimia pupuk kandang sapi dan Azolla yang digunakan
dalam percobaan penanaman di rumah kaca dan lapangan
Pupuk
Parameter Kandang Azolla
Sapi
C-Organik (%) 23,77 19,88
N Total (%) 1,20 2,00
C/N Rasio 19,81 9,94
P Total (%) 0,25 0,34
K Total (%) 0,83 1,88