Anda di halaman 1dari 132

USULAN PENELITIAN SKRIPSI

PENGARUH MODEL SEARCH, SOLVE, CREATE, SHARE


BERBANTUAN PERMAINAN TRADISIONAL CONGKLAK
TERHADAP PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS 5
SEKOLAH DASAR NEGERI 2 BANYUNING

OLEH
Ketut Aris Saputra
1911031030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN DHARMA ACARYA
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI
MPU KUTURAN
SINGARAJA
2023
USULAN PENELITIAN

PENGARUH MODEL SEARCH, SOLVE, CREATE, SHARE


BERBANTUAN PERMAINAN TRADISIONAL CONGKLAK
TERHADAP PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS 5
SEKOLAH DASAR NEGERI 2 BANYUNING

Diajukan Kepada

Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan Singaraja

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar

Program Sarjana Pendidikan Guru Sekolah Dasar

OLEH
Ketut Aris Saputra
1911031030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN DHARMA ACARYA
SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI
MPU KUTURAN
SINGARAJA
2023

ii
USULAN PENELITIAN

PENGARUH MODEL SEARCH, SOLVE, CREATE, SHARE


BERBANTUAN PERMAINAN TRADISIONAL CONGKALAK
TERHADAP PEMECAHAN MASALAH SISWA KELAS 5
SEKOLAH DASAR NEGERI 2 BANYUNING

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI UNTUK DIUJI


OLEH:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Made Adi Nugraha Tristaningrat, M.Pd Gusti Ngurah Arya Yudaparmita, M.Pd.
NIP. 199309102019031009 NIP. 198904202019031016

Ketua Jurusan, Ketua Program Studi,

Dr. IG. Agung Jaya Suryawan, S.Ag, M.Ag Made Adi Nugraha Tristaningrat, M.Pd
NIP. 198011052003121002 NIP. 199309102019031009

iii
USULAN PENELITIAN SKRIPSI

TELAH DIPERTAHANKAN DI DEPAN DEWAN PENGUJI


PADA TANGGAL, 17 FEBRUARI 2023
DAN DINYATAKAN TELAH LULUS SERTA MEMENUHI
SYARAT UNTUK MEMPEROLEH GELAR SARJANA
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

Susunan Dewan Penguji

Ketua Ujian Sekertaris Ujian

Made Adi Nugraha Tristaningrat, M.Pd Gusti Ngurah Arya Yudaparmita, M.Pd
NIP. 199309102019031009 NIP. 198904202019031016

Anggota Penguji I,

Dr. Drs I Made Ariasa Giri, M. Pd


NIP. 196707201999031003

Mengesahkan
Ketua Jurusan Dharma Acarya Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Dr. IG. Agung Jaya Suryawan, S.Ag, M.Ag Made Adi Nugraha Tristaningrat, M.Pd
NIP. 198011052003121002 NIP. 199309102019031009

iv
PERNYATAAN

Dengan ini peneliti menyatakan bahwa, karya tulis yang berjudul “Pengaruh

Model (Search,Solve, Create, Share) Terhadap Pemecahan Masalah Siswa

Berbantuan Permainan Tradisional Congklak Dalam Mata Pelajaran Matematika

Kelas 5 Sekolah Dasar Negeri 2 Banyuning” lengkap dengan isinya benar

merupakan karya peneliti dan tidak melakukan pengutipan dengan cara yang tidak

sesuai dengan aturan dan etika yang berlaku dalam masyarakan keilmuan. Dengan

adanya pernyataan ini, maka peneliti siap menanggung segala resiko yang terjadi

nantinya dan peneliti siap meluruskan permasalahan tersebut.

Singaraja, Mei 2023


Yang membuat pernyataan,

Ketut Aris Saputra


1911031030

v
MOTTO

ORANG YANG SUKSES BUKAN PADA ORANG YANG PINTAR AKAN

TETAPI ORANG YANG SUKSES ADALAH ORANG YANG BERANI

MEMULAI MENCOBA, BERDOA DAN BERUSAHA

“ORA ET LABORA”

vi
KATA PERSEMBAHAN

Atas Asung Kerta Wara Nugraha Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang

Maha Esa, Karya tulis ini saya persembahkan kepada:

1. Kedua orang tua dan kakak serta adik yang selalu mendoakan, sehingga

dalam pelaksanaan perkuliahan dan tugas akhir proposal dapat terselesaikan

tepat pada waktunya.

2. Seluruh keluarga dan orang terkasih yang selalu memberikan dukungan

kasih sayang dan semangat motivasi dalam penyelesaian tugas akhir

proposal ini.

3. Almamaterku Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Jurusan

Dharma Acarya Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Mpu Kuturan

Singaraja yang telah melahirkan dari pengetahuan.

vii
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Angayubagia peneliti haturkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi

Wasa/Tuhan Yang Maha Esa karena atas WaranugrahaNya proposal yang

berjudul “Pengaruh Model Search,Solve, Create, Share Terhadap Pemecahan

Masalah Siswa Berbantuan Permainan Tradisional Congklak Dalam Mata

Pelajaran Matematika Kelas 5 Sekolah Dasar Negeri 2 Banyuning” dapat

terselesaikan tepat pada waktunya.

Terselesainya proposal ini, tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak. Untuk segala bantuan dan bimbingan tersebut maka melalui

kesempatan ini perkenankanlah peneliti mengucapkan terimakasih yang setulus-

tulusnya kepada:

1. Dr. I Gede Suwindia, S.Ag., MA, Ketua Sekolah Tinggi Agama Hindu

Negeri Mpu Kuturan Singaraja yang telah memberikan fasilitas dan

memberikan kesempatan kepada peneliti untuk mengikuti perkuliahan di

Jurusan Dharma Acarya.

2. Dr. IG. Agung Jaya Suryawan, S.Ag, M.Ag, ketua jurusan Dharma Acarya

yang telah memberikan fasilitas dalam penyelesaian proposal ini.

3. Made Adi Nugraha Tristaningrat, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan

Guru Sekolah Dasar yang telah membantu memberikan fasilitas informasi

terkait dengan penelitian dan sebagai pembimbing I yang telah

viii
memberikan bimbingan dan arahan dengan penuh tanggung jawab dalam

penyusunan proposal ini.

4. Gusti Ngurah Arya Yudaparmita, M,Pd, pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, masukan dan arahan untuk penyempurnaan

proposal ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan bantuan dan motivasi dalam

menyelesaikan penyusunan proposal ini.

6. Seluruh Guru SD N 2 Banyuning yang telah memberikan izin untuk

melakukan penelitian serta kerjasama dan segala bantuannya selama

penelitian berlangsung.

7. Rekan-rekan mahasiswa dan keluarga besar program studi PGSD, atas

dukungan serta motivasi yang diberikan selama penelitian dan penyusunan

proposal.

8. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu

selama penelitian dan peyusunan proposal.

Proposal ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan

kemampuan yang dimiliki. Oleh karena itu peneliti mohon kritik dan saran yang

dapat membangun dalam pembuatan proposal ini.

Om Santih, Santih, Santih Om.

Singaraja, 05 Januari 2023

Peneliti

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………..i


USULAN PENELITIAN ...................................................................................... ii
PERNYATAAN ......................................................................................................v
MOTTO ................................................................................................................ vi
KATA PERSEMBAHAN ................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................9
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................9
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................9
BAB II LANDASAN TEORI ..............................................................................12
2.1 Kajian Pustaka ..........................................................................................12
2.2 Konsep ......................................................................................................17
2.3 Teori Belajar .............................................................................................42
2.4 Kerangka Berpikir.....................................................................................51
2.5 Hipotesis ...................................................................................................52
BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................54
3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian ...............................................................54
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian ...................................................................54
3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian ...............................................................55
3.4 Variabel Dan Difinisi Oprasional Variabel ..............................................58
3.5 Rancangan Penelitian ................................................................................61

x
3.6 Prosedur Penelitian. ..................................................................................63
3.7 Teknik Pengumpulan Data Dan Instrument..............................................64
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................78

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tahapan Model SSCS ............................................................................24


Tabel 2.2 Kegiatan Model SSCS ...........................................................................26
Tabel 2.3 Model Pembelajaran SSCS (search, solve, create, share) berbantuan
pada permainan tradisional congklak ..................................................31
Tabel 3.1 Tabel Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol .........................................54
Tabel 3.1 Jumlah Peserta Didik Kelas V ...............................................................56
Tabel 3.2. Rangkuman Hasil Uji Kesetaraan .........................................................56
Tabel 3.3 Rangkuman T-Test Dependent (Paired T-Test/Berpasangan) ...............57
Tabel 3.3 Sampel Penelitian Siswa Kelas IV di SD Negeri 2 Banyuning Tahun
2022 .....................................................................................................58
Tabel 3.4 Rancangan Penelitian .............................................................................62
Tabel 3.7 kisi-kisi instrument penelitian ................................................................66
Tabel 3.9 Kriteria Reliabilitas Kemampuan pemecahan masalah ..........................68
Tabel 3.10 Kriteria Daya Beda...............................................................................69
Tabel 3.11 Kriteria Taraf Kesukaran Butir Kemampuan pemecahan masalah ......70
Tabel 3.12 Kriteria Rata-rata Ideal dan Standar Deviasi Ideal ..............................73

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Catatan Salah Satu Siswa SD N 2 Banyuning .....................................6


Gambar 2.1 Papan Congklak..................................................................................29
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir ..............................................................................52

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 01. Surat Izin Penelitian.........................................................................82


Lampiran 02. Dokumentasi Observasi dan Wawancara ........................................83
Lampiran 03. Dokumentasi Observasi dan Wawancara ........................................84
Lampiran 04. Hasil Observasi Awal ......................................................................85
Lampiran 05. Hasil Observasi Awal ......................................................................86
Lampiran 06. Hasil Observasi Awal ......................................................................87
Lampiran 07. Hasil Wawancara .............................................................................88
Lampiran 08. Uji Kesetaraan .................................................................................91
Lampiran 09. Instrument Kemampuan Pemecahan Masalah .................................92
Lampiran 10. RPP Kelas Kontrol.........................................................................103
Lampiran 11. RPP Kelas Eksperimen ..................................................................110

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembelajaran merupakan suatu usaha sadar yang dilakukan oleh seseorang

didalamnya terdapat suatu proses atau aktifitas belajar dan mengajar guna untuk

memperoleh hasil yang maksimal. Pernyataan diatas didukung oleh Susanto

(2013), yang menyatakan pengertian pembelajaran merupakan perpaduan dari dua

aktivitas belajar dan mengajar. Aktivitas belajar secara metodologis cenderung

lebih dominan pada siswa, sementara mengajar secara instruksional dilakukan

oleh guru. Jadi, istilah pembelajaran adalah ringkasan dari kata belajar dan

mengajar. Dengan kata lain, pembelajaran adalah penyederhanaan dari kata

belajar dan mengajar (BM), proses belajar dan mengajar (PBM), atau kegiatan

belajar mengajar (KBM). Kata atau istilah pembelajaran dan penggunaannya

masih tergolong baru, yang mulai populer semenjak lahirnya Undang-undang

Sistem Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003. Menurut Undang-undang ini,

pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan

yang diberikan pendidik agar terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan,

penguasaan, kemahiran, dan tabiat, serta pembentukan sikap dan keyakinan pada

peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu

peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola

pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu

hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika,

1
2

para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman

tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek

(abstraksi). Siswa diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk

memahami atau menyampaikan informasi misalnya melalui persamaan-

persamaan, atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang merupakan

penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika lainnya

Pembelajaran matematika adalah proses interaksi antara guru dan siswa

yang melibatkan pengembangan pola berfikir dan mengolah logika pada suatu

lingkungan belajar yang sengaja diciptakan oleh guru dengan berbagai metode

agar program belajar matematika tumbuh dan berkembang secara optimal dan

siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien (Rusyanti,

2014). Pembelajaran Matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar

kepada siswa melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga siswa

memperoleh kompetensi tentang bahan matematika yang dipelajari (Sudiati,

2014).

Dari pengertian pembelajaran matematika diatas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran matematika merupakan suatu pembelajaran olah logika yang guna

untuk mengembangkan pola pikir siswa dengan mengaitkan lingkungan dan

kegiatan sehari-hari. Segala sektor di dalam suatu negeri tidak akan terlepas dari

permasalahan, tak terkecuali bidang pendidikan. Kenyataannya, sampai sekarang

masih ada berbagai permsalahan pendidikan di Indonesia yang masih belum

terselesaikan. Hal ini sangat disayangkan karena bidang pendidikan merupakan


3

salah satu faktor yang mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia

nasional. Matematik.

Sumber daya manusia yang rendah membuat kemajuan negeri menjadi

terhambat. Pasalnya, mau sebanyak apa pun sumber daya alam yang dimiliki

Indonesia, tidak akan berpengaruh pada pertumbuhan bangsa apabila tidak

dikelola oleh orang-orang yang tepat. Tanpa adanya pendidikan yang berkualitas,

cita-cita menjadi negara yang maju hanyalah sebuah angan-angan belaka.

Banyak terdapat permasalahan yang ada di dunia pendidikan di Indonesia

anatara lain: 1. Kurangnya ketersediaan dana pendidikan. Ketika membahas

seputar dana bukan hanya biaya pendidikan di lembaga formal maupun informal.

Biaya untuk membayar properti dan fasilitas seperti buku, alat tulis, seragam, dan

transportasi juga termasuk ke dalamnya. Tak hanya itu, bagi kalangan yang

mengalami kesulitan ekonomi, mereka lebih memilih bekerja untuk memenuhi

biaya hidup yang semakin tinggi ketimbang meneruskan pendidikan. Pemerintah

telah menyusun rencana pendidikan gratis dan program wajib belajar 12 Tahun

untuk mengatasinya. Namun, permasalahan pendidikan di Indonesia terkait dana

ternyata tidak bisa diselesaikan semudah itu. Hal ini disebabkan karena

penyebaran alokasi dana program pendidikan yang tidak tersebar secara merata.

Belum lagi, menurut HSBC Global Report 2017, Indonesia merupakan salah satu

negara dengan biaya pendidikan termahal di dunia. 2. Minimnya bahan belajar

mengajar. Permasalahan pendidikan di Indonesia yang berikutnya adalah

kurangnya bahan belajar mengajar. Demi meningkatkan kualitas belajar, murid

sudah sepatutnya memperoleh buku pelajaran atau lembar latihan soal. Tidak
4

adanya perpustakaan atau bahan belajar gratis juga dapat menghambat proses

pembelajaran. Seharusnya, bantuan berupa bahan belajar diberikan lebih banyak

ke wilayah-wilayah yang dengan masyarakat kurang mampu.

Guru memerlukan bahan ajar yang dengan materi yang berkualitas dan

sesuai kurikulum terbaru sedang berlaku. Jika tenaga pendidik memakai bahan

ajar yang ketinggalan zaman, tentu kegiatan mengajar menjadi kurang maksimal.

Ini akan berpengaruh pada proses penyerapan ilmu para murid. 3. Rendahnya

kualitas tenaga pendidik. Kualitas tenaga pendidik yang rendah menjadi salah

satu permasalahan pendidikan di Indonesia. Tidak semua guru mampu mengajar

materi yang sesuai kompetensi masing-masing. Menurut Global Education

Monitoring (GEM) Report 2016 oleh UNESCO, pendidikan di Indonesia

menempati urutan ke-10 dan urutan terakhir untuk kualitas guru dari 14 negara

berkembang. Selain itu, total guru meningkat secara signifikan, yaitu 382 persen

atau 3 juta lebih pada sekitar tahun 1999 hingga 2000. Jumlah ini tidak sebanding

dengan jumlah peserta didik yang berkisar 17 persen saja. Ditilik dari jumlah guru

sebanyak itu pun, masih ada 52 persen guru yang belum mempunyai sertifikat

profesi dan 25 persen yang belum memenuhi kualifikasi akademik. 4. Tidak

tersedia fasilitas yang memadai Terakhir adalah permasalahan pendidikan di

Indonesia terkait fasilitas. Fasilitas yang dimaksud mencakup ruang belajar

dengan segala isinya. Tidak hanya harus lengkap, fasilitas juga harus memadai.

Beberapa contoh fasilitas pendidikan yang perlu disediakan, misalnya, papan tulis,

meja, kursi, perkakas laboratorium, atau alat elektronik. Bayangkan jika fasilitas

tersebut rusak, pasti akan mengganggu proses belajar mengajar.


5

Adapun permasalahan fasilitas yang berkaitan dengan kemajuan teknologi.

Meskipun sekarang murid dapat belajar secara digital, hanya kalangan tertentu

saja yang bisa menikmatinya. Murid yang berasal dari keluarga kurang mampu

bahkan belum bisa menerima fasilitas esensial yang memadai. Permasalahan

seperti inilah yang harus menjadi fokus pemerintah dalam negeri. Namun, seperti

yang kita ketahui bahwa selama ini pergantian kurikulum masih ‘mengadopsi’

kurikulum negara lain yang dianggap berhasil dalam pendidikannya, sehingga

selalu berganti-ganti.

Masalah diatas merupakan masalah yang umum ada di sekolah Indonesia.

Ada beberapa sekolah yang kami teliti memiliki masalah yang sama namun

mengkhusus seperti kurangnya semangat siswa terutama dalam mata pelajaran

matematika, siswa tidak mampu memecahkan masalah yang diberikan guru, siswa

terlihat pasif dalam mengikuti pembelajaran, kurangnya ada motivasi belajar

siswa, cara mengajar guru yang masih kurang menarik yang padahal sudah

memasuki kurikulum merdeka, fasilitas seperti sarana dan prasarana yang sudah

ada disekolah tersebut jarang digunakan dikarenakan guru enggan menggunakan

atau tidak tahu mengoprasikannya yang padahal hal tersebut untuk menunjang

keberhasilan minat belajar siswa, media yang digunakan guru kurang menarik.

Dari masalah diatas diperkuat juga dari hasil observasi yang peneliti lakukan

terhadap proses belajar mengajar siswa kelas 5 Sekolah Dasar Negeri 2

Banyuning dan wawancara dari guru kelas 5 bernama Nyoman Aristyana Sari,

S.Pd bahwa dikatakan siswa khususnya kelas 5 rata-rata belum menguasai operasi

hitung dan masih sangat kurang dalam memahami konsep matematika dan

pemecahan masalah. Hal ini mungkin dikarenakan siswa jarang diberi soal
6

pemecahan masalah, sehingga mereka tidak terbiasa menyelesaikan soal-soal

pemecahan masalah dengan baik, selain itu dalam pengamatan peneliti pada saat

guru mengajar siswa masih banyak yang berbicara dibandingkan mengerjakan apa

yang sudah diberikan tugas dari gurunya, siswa juga pasif dan kurang aktif dalam

pembelajaran ,sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa

yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan

dan pembelajaran masih terpusat pada guru. Siswa memiliki kesulitan untuk

mengerti konsep pemecahan akademik sebagaimana karena mereka terbiasa

diajarkan menggunakan sesuatu yang metode ceramah. Hal ini dibuktikan dengan

beberapa catatan siswa yang kurang memiliki pemecahan masalah dilihat pada

gambar 1.1.

Sumber: Buku Catatan Matematika Siswa

Gambar 1.1 Catatan Salah Satu Siswa SD N 2 Banyuning

Pemecahan masalah dari siswa kelas 5 di atas masih belum benar terlihat

jelas terdapat banyak kesalahan proses sehingga hasil juga pasti akan salah, hal

yang sebenarnya sangat sederhana namun belum bisa dipecahkan oleh siswa ini
7

yang membuat peneliti bersemangat untuk menanamkan kembali pembelajaran

yang lebih efektif dan menyenangkan sehingga diharapkan hasil yang maksimal.

Permasalahan yang ada diatas tersebut memang semua harus saling

mendukung satu sama lain anatara kemampuan guru dan siswa untuk menunjang

keberhasilan suatu pendidikan, namun yang paling pertama dilakukan untuk

membenahi perkembangan pendidikan di Indonesia adalah sumber daya guru

yang perlu dilihat secara maksimal karna banyak sekali para oknum guru yang

tidak bertanggung jawab atas pekerjaan yang ditekuninya, banyak guru yang

melanggar kode etik guru, bahkan banyak guru yang tidak menguasai teknologi

sehingga sekolah yang sudah memfasilitasi sarana prasarana untuk belajar

menjadi sia-sia karna guru tidak mampu untuk mengoprasikannya. Kekreatifan

dan inovasi para guru sangat diperlukan untuk mampu membangkitkan ujung

tombak kemajuan pendidikan.

Besar harapan peneliti untuk ikut berkontribusi dalam meningkatkan daya

belajar siswa kelas 5 di Sekolah Dasar Negeri 2 Banyuning melalui model-model

pembelajaran yang modern, efektif, efesien dan ditambah dengan media yang

menyenangkan agar bisa mengikat semangat belajar siswa sehingga siswa mampu

berfikir kritis, sistematis dan memecahkan permasalahan-permasalahan yang akan

dihadapi di dalam mata pelajaran khususnya mata pelajaran matematika.

Untuk mengatasi permasalahan ini maka perlu mengubah paradigma

pembelajaran dari teacher centered learnig menuju ke student centered learning.

Salah satu model pembelajaran student centered learning yang memiliki potensi

untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam memperoleh konsep adalah model


8

pembelajaran SSCS (search, solve, create, share) Model pembelajaran SSCS

merupakan turunan model pemecahan masalah (problem solving) dengan

langkah-langkah yang lebih efektif dan efesien, Model pembelajaran SSCS

mengacu pada empat langkah penyelesaian masalah yaitu fase search

(menyelidiki), solve (merencanakan pemecahan), create (mengkonstruksi

pemecahan), dan share (mengkomunikasikan) (Astuti et al., 2019)

Rosawat dan Dwiningsih (2016), model pembelajaran Search solve create

share (SSCS) adalah suatu langkah memberi kesempatan kepada peserta didik

untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran ini sederhana

dan praktis untuk diterapkan dalam pembelajaran. Model pembelajaran ini terdiri

dari empat tahapan, yaitu: 1. Tahap search yaitu tahap mengumpulkan ide, 2.

Tahap solve yaitu memecahkan masalah, 3. Tahap create menyimpulkan jawaban,

4. Tahap share mempersentasikan hasil jawaban.

Dari tahap-tahap model ini siswa mampu untuk memecahkan masalah

yang akan dihadapinya ditambah lagi dengan berbantuan pada permainan

congklak yang akan menyempurnakan model ini yang dimana permainan

tradisional congklak mampu menumbuhkan daya tarik, semangat belajar yang

tinggi dan mengembangkan emosional serta untuk menunjang kemampuan

pemecahan masalah siswa melalui permainan congklak menggunakan bahan

berupa biji batu, hal ini juga didukung dan diperkuat oleh teori (Li'anah & Sri,

2014) yang dimana mengatakan Permainan congklak memiliki beberapa manfaat

yaitu untuk melatih mengatur strategi, bersikap sportif, bersikap jujur, dan untuk

melepaskan penat dari pembelajaran yang begitu padat. Selain itu permainan
9

congklak dapat digunakan sebagai media untuk menunjang kemampuan

pemecahan masalah pada anak karena permainan congklak menggunakan benda

konkrit yang nantinya akan lebih mudah diingat oleh siswa dibandingkan dengan

media-media yang yang semu.

Berdasarkan kajian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian ini dengan menggunakan judul”Pengaruh Model (Search, Solve,

Create, Share) Berbantuan Permainan Tradisional Congklak Terhadap Pemecahan

Masalah Siswa Kelas 5 Sekolah Dasar Negeri 2 Banyuning”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas maka yang

menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah: Apakah ada perbedaan yang

signifikan antara kemampuan pemecahan masalah siswa yang menggunakan

model SSCS?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang sudah ditetapkan maka tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui: Apakah ada perbedaan yang signifikan

antara kemampuan pemecahan masalah siswa yang menggunakan model SSCS?

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini yaitu sebagai suatu karya ilmiah, yang

dimana hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan bisa memberi pengaruh yang

baik serta diharapkan bisa memberi konstribusi yang baik dalam pemanfaatan

model pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create, Share) berbantuan


10

permainanan tradisional congklak untuk meningkatkan kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa kelas 5 Sekolah Dasar Negeri 2 Banyuning.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat/kegunaan bagi pihak-

pihak yang berkaitan dengan pendidikan, terutama:

1. Bagi siswa, dengan menggunakan model pembelajaran SSCS (search solve

create share) agar mampu memecahkan masalah matematika dengan berbekal

ilmu pengetahuan.

2. Bagi guru, sebagai bahan masukan dan intropeksi kepada guru untuk menguasai

beberapa model pembelajaran yang mengharuskan keaktifan semua siswa dalam

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika. Sebagai bahan

pertimbangan untuk menggunakan model pembelajaran yang bervariasi dalam

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah siswa.

3. Bagi sekolah, penelitian ini dapat membantu sekolah untuk meningkatkan

pemberdayaan kecakapan para siswa sehingga mampu bersaing dengan sekolah

lain serta pengalaman yang diperoleh dari hasil penelitian dapat dijadikan

masukan dalam upaya meningkatkan mutu dan kualitas sekolah.

4. Bagi Kepala Sekolah, Kepala sekolah dapat menjadikan penelitian ini sebagai

acuan untuk membimbing guru di sekolah dalam upaya peningkatan SDM serta

dijadikan sebagai referensi model pembelajaran Inovatif sehingga siswa tertarik

dan aktif dalam mengikuti proses kegiatan belajar mengajar.


11

5. Bagi peneliti, untuk menambah wawasan dalam menggunakan model

pembelajaran.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI, KERANGKA BERPIKIR,

HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan daftar referensi yang diperoleh dari bahan

bacaan, baik dalam bentuk buku, jurnal, naskah, catatan, rekaman sejarah,

dokumen-dokumen, dan sebagainya yang terdapat di perpustakaan atau internet

yang pernah dibaca, dianalisis, dan sudah dipublikasikan yang secara khusus.

Penyusunan daftar pustaka bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi

ilmiah, berupa teori-teori, metode, atau pendekatan yang pernah berkembang dan

telah di dokumentasikan dalam bentuk buku, jurnal, naskah, catatan, rekaman

sejarah, dokumen-dokumen, dan lain-lain yang terdapat di perpustakaan.

Sebagai bahan pembanding dalam penelitian ini, peneliti mengkaji

beberapa penelitian terdahulu yang relevan untuk menghindari kesamaan objek

dalam penelitian. Penelitian oleh Erlistiani, M., Syachruroji, A., & Andriana, E.

(2020). yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran SSCS (Search, Solve,

Create and Share) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa, menyatakan

bahwa setelah dilakukan perhitungan data dan didapatkan hasil penelitian yang

sudah dilakukan, maka dapat disimpulkan: Model pemelajaran yang diterapkan di

kelas eksperimen (model pemelajaran SSCS) dan dikelas kontrol (model

pembelajaran langsung) terlihat adanya peredaan kemampuan berpikir kritis pada

peserta didik. Terlihat pada saat proses pembelajaran, siswa yang diberi perlakuan

model pembelajaran SSCS lebih aktif dalam proses diskusi dengan bertukar

9
13

pendapat yang dapat melatih kemampuan berpikir kritis ssiswa, melatih

kemampuan siswa dalam membuat kesimpulan Dari hasil perhitungan uji

hipotesis pihak kanan dengan cara t-hitung ≥ t-tabel yaitu 4,599 > 2,010 dapat

dikatakan bahwa kemampuan berpikir kritis peserta didik yang diterapkan model

SSCS terlihat lebih baik dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis peserta

didik yang diterapkan model pembelajaran langsung, persamaan adapun penelitian

diatas memliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan saat ini yaitu pada

variable bebas yakni menggunakan model SSCS (Search Solve Create Share),

perbedaan penelitian diatas dengan penelitian saat ini adalah pada variable

terikatnya, peneliti terdahulu menggunakan variable terikat yakni berpikir kritis

siswa sedangkan peneliti saat ini menggunakan kemampuan pemecahan masalah,

kontribusi penilitian di atas berkontribusi sebagai refrensi dan alur pikir pada

variabel Model Pembelajaran ALC (Accelerated Learning Cycle) yang memiliki

pengaruh positif terhadap penelitian yang dilakukan sehingga dapat dijadikan

rujukan untuk penelitian saat ini.

Pengaruh Model Search solve create share (SSCS) Terhadap Kemampuan

Pemahaman Konsep Matematis, nama peneliti Rismayanti, T. A., & Pujiastuti, H.

(2020). Hasil uji statistik non-parametrik dengan Mann-Whitney Test dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada kemampuan

pemahaman konsep matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran

SSCS daripada siswa yang diberikan pembelajaran konvensional dengan metode

ceramah. Hal tersebut terlihat dari perbedaan hasil post test siswa pada

kemampuan pemahaman konsep dengan model pembelajaran SSCS. Jadi, dapat

disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran SSCS terhadap


14

kemampuan pemahaman konsep matematis, persamaan penelitian diatas memliki

persamaan dengan penelitian yang dilakukan saat ini yaitu pada variable bebas

yakni menggunakan model SSCS (Search Solve Create Share), perbedaan

penelitian diatas dengan penelitian saat ini adalah pada variable terikatnya,

peneliti terdahulu menggunakan pemahaman konsep namun peneliti saat ini

menggunakan kemampuan pemecahan masalah, kontribusi Penilitian di atas

berkontribusi sebagai refrensi dan alur pikir pada variabel Model Pembelajaran

SSCS (Search Solve Create Share) yang memiliki pengaruh positif terhadap

penelitian yang dilakukan sehingga dapat dijadikan rujukan untuk penelitian saat

ini.

Efektivitas Model Pembelajaran Search, Solve, Create, And Share (Sscs)

Terhadap Kemampuan Creative Pemecahan Masalahpeserta Didik Pada

Pembelajaran Fisika, nama peneliti Herliantari, H. (2018). Hasil uji hipotesis

kemampuan creative pemecahan masalah peserta didik setelah perlakuan

diperoleh nilai t sebesar 8,613 dengan signifikan 0,000 < 0,05 sehingga ha

diterima atau terdapat perbedaan kemampuan creative pemecahan masalah peserta

didik antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. berdasarkan data nilai rata-rata

kemampuan creative pemecahan masalah peserta didik pada kelas eksperimen

lebih tinggi dari pada nilai rata-rata kemampuan creative pemecahan masalah

peserta didik pada kelas control hasil, persamaan penelitian diatas memliki

persamaan dengan penelitian yang dilakukan saat ini yaitu pada variable bebas

yakni menggunakan model SSCS (Search Solve Create Share) dan sama-sama

menggunakan variable terikat yakni problem solving, perbedaan Penelitian

terdahulu dengan penelitiaan saat ini peelitiaan terdahulu dilaksanakan di SMP N


15

24 Bandar Lampung pada peserta didik kelas VIII. Pada penelitian ini, peneliti

menggunakan kelas VIII A sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII B sebagai

kelas control, sedangkan penelitian saat ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri

2 banyuning, kontribusi penilitian di atas berkontribusi sebagai refrensi dan alur

pikir pada variabel Model Pembelajaran SSCS (Search Solve Create Share) yang

memiliki pengaruh positif terhadap penelitian yang dilakukan sehingga dapat

dijadikan rujukan untuk penelitian saat ini.

Pengaruh Model Pembelajaran Sscs (Search, Solve, Create, And Share)

Berbantuan Modul Desain Didaktis Terhadap Kemampuan Penalaran Matematis

Ditinjau Dari Self-Efficacy Peserta Didik, nama peneliti Khoirunnisa, I.

(2022). Hasil dari analisis dan pembahasan pada penelitian tentang pengaruh

model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) berbantuan modul

desain didaktis terhadap kemampuan penalaran matematis ditinjau dari Self-

Efficacy peserta didik, diperoleh kesimpulan sebagai beriku: 1. Terdapat pengaruh

model pembelajaran Search, Solve, Create, and Share (SSCS) berbantuan modul

desain didaktis terhadap kemampuan penalaran matematis peserta didik.

Penerapan model pembelajaran SSCS berbantuan modul desain didaktis lebih baik

dibandingkan dengan penerapan model pembelajaran SSCS dan model

pembelajaran konvensional. 2. Terdapat pengaruh Self-Efficacy terhadap

kemampuan penalaran matematis peserta didik. Peserta dengan self-efficacy tinggi

memiliki kemampuan penalaran matematis yang lebih baik dengan peserta didik

yang memiliki self-efficacy sedang, dan peserta didik yang memiliki self-efficacy

sedang memiliki kemampuan penalaran matematis yang lebih baik dengan peserta

didik yang memiliki self-efficacy rendah. 3. Tidak terdapat interaksi antara model
16

pembelajaran SSCS berbantuan modul desain didaktis dan self-efficacy terhadap

kemampuan penalaran matematis. Penggunaan model pembelajaran dan self-

efficacy tidak saling berhubungan dalam kemampuan penalaran matematis,

persamaan penelitian diatas memliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan

saat ini yaitu pada variable bebas yakni menggunakan model SSCS (Search Solve

Create Share), berbedaan dari penelitian tersebut juga memiliki perbedaan yang

dilakukan dengan penelitian yang saat ini yakni peneliti terdahulu menggunakan

berbantuan modul didaknis serta memiliki variabel terikat kemampuan penalaran

matematis sedangkan penelitian saat ini berbantuan pada permainan tradisional

congklak dan memiliki variabel terikat yakni problem solving, kontribusi

penilitian di atas berkontribusi sebagai refrensi dan alur pikir pada variabel Model

Pembelajaran SSCS (Search Solve Create Share) yang memiliki pengaruh positif

terhadap penelitian yang dilakukan sehingga dapat dijadikan rujukan untuk

penelitian saat ini.

Penggunaan Model Pembelajaran Search-Solve-Create-Share (Sscs)

Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Pada Materi Keanekaragaman Hayati, nama

peneliti Yunengsih, Y. (2018). Hasil analisis dan hipotesis dari posttest

menggunakan uji t diperoleh nilai signifikansi pada Sig. (2-tiled) yaitu sebesar

0,003 dengan demikian nilai ½ signifikansi < 0,05 maka hipotesi (Ha) diterima

dan hipotesis nol (Ho) ditolak. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan model

pembelajaran SSCS dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik pada materi

keanekaragaman hayati, Persamaan penelitian diatas memliki persamaan dengan

penelitian yang dilakukan saat ini yaitu pada variable bebas yakni menggunakan

model SSCS (Search Solve Create Share), perbedaan dari penelitian tersebut juga
17

memiliki perbedaan yang dilakukan dengan penelitian yang saat ini yakni peneliti

terdahulu menggunakan variable terikat hasil belajar materi keanekaragaman

hayati sedangkan penelitian saat ini berbantuan pada permainan tradisional

congklak dan memiliki variable terikat yakni pemecahan masalah matematika,

kontribusi Penilitian di atas berkontribusi sebagai refrensi dan alur pikir pada

variabel Model Pembelajaran SSCS (Search Solve Create Share) yang memiliki

pengaruh positif terhadap penelitian yang dilakukan sehingga dapat dijadikan

rujukan untuk penelitian saat ini.

Dari hasil kajian pustaka diatas, maka diyakini bahwa pengaruh model

pembelajaran SSCS (Search Solve Create Share) berbantuan pada permainan

tradisional congklak dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematika SD N 2 Banyuning Kecamatan Buleleng. Oleh karna itu kajian

pustaka tersebut dapat dijadikan sebagai rujukan untuk peneliti dalam

melaksanakan penelitian yang dilakukan.

2.2 Konsep

2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran SSCS (search, solve, create,

share)

1) Pengertian Model Pembelajaran SSCS (search, solve, create, share)

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan

cara-cara sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk

mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi

perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan dan melaksanakan

pembelajaran.
18

Model SSCS merupakan model pembelajaran yang menggunakan

pendekatan pemecahan masalah untuk mengembangkan berpikir kreatif dan

meningkatkan pemahaman konsep-konsep ilmiah. Model pembelajaran SSCS

merupakan model pembelajaran berbantuan pemecahan masalah yang meliputi

empat langkah yaitu menemukan, memecahkan, mencipta dan berbagi (Rosawati

dan Dwiningsih, 2016), juga menambahkan informasi bahwa:

”Dengan bantuan model SSCS, siswa menjadi mandiri, pemikir yang


berkomentar. Anda akan menjadi peneliti yang mencari ide dan perspektif baru,
penemu yang mengembangkan ide dan produk baru untuk mengatasi hambatan
yang ada, desainer yang membuat rencana dan model baru, pembuat keputusan
menjalankan pilihan cerdas, komunikator, cara berkomunikasi dan
mengembangkan interaksi”.

Laporan Laboratory Network Program Irwan (Sujiarto & Sukmiati, 2017),

standar NCTM (National Council of Teachers of Mathematics) menyatakan

bahwa model SSCS dapat mencapai beberapa hal yaitu: 1) mengajukan soal

masalah matematika; 2) mambangun pengalaman dan pengetahuan siswa; 3)

mengembangkan keterampilan berpikir matematis yang meyakinkan tentang

keabsahan suatu representasi tertentu, membuat dugaan, memecahkan masalah

atau membuat jawaban dari siswa; 4) melibatkan intelektual siswa yang berbentuk

pengajuan pertanyaan dan tugas-tugas yang melibatkan siswa, dan menentang

setiap siswa; 5) mengembangkan pengetahuan dan keterampilan matematis siswa;

6) merangsang siswa untuk membuat koneksi dan mengembangkan kerangka

kerja yang koheren untuk ide-ide matematis; 7) berguna untuk perumusan

masalah, pemecahan masalah, dan penalaran matematis; 8) mempromosikan

pengembangan semua kemampuan siswa untuk melakukan pekerjaan matematika.


19

Menurut Astuti et al., (2019) menjelaskan bahwa model pembeljaran

SSCS adalah model pembelajaran yang dapat melatih siswa berfikir secara

sistematis, logis, teratur dan teliti. Hal tersebut dikarenakan model pembelajaran

SSCS merupakan model pembelajaran yang menekankan pada penggunaan

pendekatan saintifik. Tujuan utama dari model pembelajaran SSCS adalah untuk

membantu siswa agar mampu mengkontruksi konsep secara terstruktur dan

memahaminya. Model pembelajaran Search solve create share (SSCS) pertama

kali diperkenalkan pada tahun 1987 oleh Edward L. Pizzini, yang meliputi empat

fase, yaitu fase Search yang bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang

mengenai pokok bahasan Pola Bilangan. Fase kedua, fase Solve yang bertujuan

untuk merencanakan penyelesaian masalah yang mengenai pokok bahasan Pola

Bilangan. Fase ketiga, fase Create yang bertujuan untuk melaksanakan

penyelesaian masalah yang mengenai pokok bahasan Pola Bilangan. Fase

keempat adalah fase Share yang bertujuan untuk mensosialisasikan penyelesaian

masalah yang mengenai pokok bahasan Pola Bilangan, Yunus, (2013).

Menurut Yusnaeni & Duran, (2017) pembelajaran dengan model SSCS

merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang sangat tepat untuk

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa. Hal tersebut

diperkuat dengan ungkapan Hartanti, (2018) model pembelajaran SSCS

melibatkan siswa dalam menyelidiki sesuatu, membangkitkan minat siswa untuk

bertanya serta memecahkan masalah-masalah yang nyata

Penerapan model pembelajaran SSCS dalam pembelajaran matematika

menurut penelitian yang dilakukan oleh Astuti et al., (2019) yaitu:


20

a. Fase Search Pada fase ini peseta didik dibagi menjadi kelompok kecil berisikan

3-4 peseta didik. Kemudian setiap anggota kelompok berdiskusi untuk

mengidentifikasi kriteria agar dapat menetapkan masalah, mengembangkan dan

membuat pertanyaan mengenai topik yang diselidiki sesuai dengan LKS yang

telah diberikan. Pada fase ini juga setiap anggota kelompok dapat mencari

perkiraan jawaban pada literatur pembelajaran. Contoh penerapan dalam

pembelajaran matematika materi persamaan linier satu variable: Setelah guru

membagi menjadi beberapa kelompok kecil, guru memberikan lembar kerja

kepada setiap kelompok yang didalamnya terdapat suatu permasalah terkait materi

persamaan linier satu variabel yang ditampilkan dalam bentuk naskah cerita, guru

membimbing siswa untuk menggali masalah dan informasi apa saja yang terdapat

pada cerita tersebut.

b. Fase Solve Fase ini mengharuskan siswa mencari penyelesaian dari masing

masing tahapan masalah pada LKPD yang akan didiskusikan dalam kelompok,

sehingga setiap siswa memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah

pada LKPD sehingga dapat dihari perihal bahwa keaktifan dikelas hanya

didominasi oleh sebagian siswa.

Contoh penerapan dalam pembelajaran matematika materi persamaan

linier satu variable: setelah setiap kelompok memperolah informasi dan

permasalahan yang ada pada naskah cerita awal, selanjutnya setiap kelompok

mencari pemecahan masalahnya dengan melihat dari buku, bertanya kepada guru

atau sumber belajar lain.


21

c. Fase Create Pada fase create siswa berdiskuis dan saling mempresentasikan

penyelesaian masalah pada LKS dengan masing masing anggota kelompok

mendengarkannya. Anggota dalam kelompok bersama-sama membentuk jawaban

terbaik dari jawabanjawaban yang telah disampaikan oleh setiap anggota dalam

kelompok. Kegiatan ini membiasakan siswa mengembangkan hasil pemikirannya,

ide-ide ataupun gagasangagasan yang mengarah pada penyelesaian dari

permasalahan yang dibahas. Terlihat pada kegiaan ini setiap peserta didik dapat

mengkomunikasikan hasil yang diperolehnya kepada anggota kelompok dengan

menggunakan kata-kata mereka sendiri sehingga dapat diterima dengan baik oleh

setiap anggota kelompok. Contoh penerapan dalam pembelajaran matematika

materi persamaan linier satu variabel: Pada fase create ini guru meminta siswa

melakukan diskusi dengan teman satu kelompoknya kemudian saling

megemukakan pendapat atau metode penyelesaian yang digunakan dalah

menyelesaikan permasalahan pada materi persamaan linier satu variabel tersebut.

Kegiatan ini bertujuan agar siswa terbiasa dalam menyampaikan dan

mengembangkan hasil pemikirannya.

d. Fase Share Fase terakhir dari model SSCS adalah fase shere. Perwakilan dari

setiap kelompok diminta untuk mempresentasikan jawaban terbaik mereka

didepan kelas, dengan kelompok lainnya menangapi jawaban dari kelompok

penyaji. Fase ini memberikan kesempatan kepada peserta dididk untuk dapat

mengungkapkan pendapat, menerima pendapat, mendapat umpan balik dari teman

serta peseta didik dapat berinteraksi dengan teman sekelasnya. Dalam fase ini

siswa mampu menunjukkan kemampuannya dalam menyatakan ulang apa yang

sudah dihasilkan oleh mereka didalam kelompok. Contoh penerapan dalam


22

pembelajaran matematika materi persamaan linier satu variabel: guru meminta

setiap kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan

kelompok lain untuk ditanggapi oleh kelompok lain dalam hal ini siswa

menunjukkan kemampuannya dalam menyatakan kembali apa yang sudah

didiskusikan oleh mereka dalam kelompoknya.

Kutipan di atas terlihat bahwa model pembelajaran SSCS memungkinkan

siswa menjadi pemikir yang mandiri dan kompeten. Mereka akan menjadi peneliti

yang mencari penemuan dan perspektif baru, penemu yang mengembangkan ide

dan produk baru untuk mengatasi hambatan yang ada, perancang yang

menciptakan desain dan model baru, pembuat keputusan yang berlatih membuat

keputusan cerdas, dan komunikator yang mengembangkan metode komunikasi

dan interaksi.

Dalam konstruktivisme, proses pembelajaran dipengaruhi oleh faktor

pengalaman dan lingkungan yang mendukung pemecahan masalah, pembuatan

inkuiri, dan pembuatan neraka. Hal ini sesuai dengan desain material yang

disesuaikan dengan permasalahan yang sering dijumpai di lingkungan sehari-hari.

Dengan demikian, teori konstruktivisme sangat erat kaitannya dengan model

SSCS.

Model pembelajaran SSCS ini adalah model yang sederhana dan praktis

untuk diterapkan dalam pembelajaran karena dapat melibatkan siswa secara aktif.

Menurut laporan Laboratory Network Program (1994), standar NCTM yang dapat

dicapai oleh model pembelajaran SSCS adalah sebagai berikut: mengajukan

soal/masalah matematika, membangun pengamalan dan pengetahuan siswa,


23

mengembangkan keterampilan berpikir matematika yang meyakinkan tentang

keabsahan suatu representasi tertentu, membuat dugaan, memecahkan masalah

atau membuat jawaban dari mahasiswa, melibatkan intelektual siswa yang

berbentuk pengajuan pertanyaan dan tugas-tugas yang melibatkan siswa, dan

menantang setiap siswa, mengembangkan pengetahuan dan keterampilan

matematika siswa, merangsang siswa untuk mebuat koneksi dan mengembangkan

kerangka kerja yang koheren untuk ide-ide matematika, berguna untuk perumusan

masalah, pemecahan masalah, dan penalaran matematika, mempromosikan

pengembangan semua kemampuan siswa untuk melakukan pekerjaan matematika.

2) Sintak model pembelajaran Model Pembelajaran SSCS (search, solve,

create, share)

Pizzini (2016) menjelaskan bahwa terdapat empat tahapan dalam model

pembelajaran SSCS yaitu searching, solving, creation dan sharing. Langkah-

langkah metode pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create and Share) adalah

sebagai berikut:

a. searching, fase ini mendorong siswa untuk berperan aktif dalam mengajukan

pertanyaan yang dicari solusinya.

b. Solve, pada fase ini tujuannya adalah mendorong siswa untuk berperan aktif

dalam menemukan alternatif yang tepat untuk memecahkan masalah.

c. Create, tujuan dari fase ini adalah mendorong siswa untuk berperan aktif dalam

kegiatan diskusi dan mencari alternatif jawaban dari permasalahan.

d. Sharing, tujuan fase ini adalah mendorong siswa untuk berperan aktif dalam

mempresentasikan ilmu yang telah diperolehnya dan membagikan informasi yang

telah diperolehnya.
24

Tabel 2.1 Tahapan Model SSCS


Tahapan Peran Pengajar

Search Menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengarahakan siswa

untuk memahami konsep serta membimbing siswa dalam

mencapai permasalahan.

Solve Solve Mendorong siswa dalam melaksanakan rencana kegiatan

pemecahan masalah dengan cara mengidentifikasi,

mengumpulkan alternatif alternatif yang mungkin, serta

menganalisis.

Create Create Mengarahkan siswa dalam mendeskrpsikan, mendesain

atau menciptakan agar bisa mengkomunikasikan hasil dan

kesimpulan dari permasalahan yang didapat.

Share Share Membimbing siswa dalam mempresentasikan hasil yang

diperoleh kepada temannya dan menjelaskan jawaban yang

masih rancu saat presentasi.

Pelaksanaan pembelajaran SSCS di dalam kelas melalui tahapan, yaitu. H.

tahap pencarian, dimana siswa mengajukan pertanyaan penelitian tentang topik

yang ingin diteliti. Selain itu, dalam fase solusi, siswa merancang rencana yang

digunakan dalam penelitian untuk menemukan jawaban atas pertanyaan penelitian

mereka. Setelah menyelesaikan penelitian, para siswa menganalisis dan

menginterpretasikan informasi yang diperoleh. Siswa kemudian menentukan


25

metode yang akan digunakan untuk mengkomunikasikan temuan mereka, dan

langkah ini adalah langkah kreatif. Tahap terakhir dari model pembelajaran SSCS

adalah sharing. Bagikan atau sampaikan hasil dan evaluasi penelitian yang

dilakukan pada fase sharing ini. Sedangkan menurut Rosawat dan Dwiningsih

(2016). Yang pertama adalah fase Find yang bertujuan untuk mengidentifikasi

masalah, yang kedua adalah fase Solution yang bertujuan untuk mengembangkan

rencana penyelesaian masalah, yang ketiga adalah fase Create yang bertujuan

untuk mengimplementasikan pemecahan masalah untuk mencapai solusi yang

dihasilkan dan yang keempat adalah fase stok. Fase yang tujuannya adalah untuk

mempublikasikan solusi dari masalah yang diperoleh melalui presentasi.

1. Menurut Pizzini (2016), model pembelajaran SSCS mengacu pada empat

tahapan pemecahan masalah yang urutannya dimulai dengan meneliti

masalah (Search), merencanakan solusi masalah (Solve), mengkonstruksi

solusi masalah (Create), dan yang terakhir mengkomunikasikan

pemecahan masalahan . Tujuan model pembelajaran SSCS adalah: Siswa

Menjadi Pemikir Mandiri Model pembelajaran SSCS membuat siswa

menjadi peneliti yang mencari penemuan baru, penemu mengembangkan

ide dan produk baru untuk mengatasi hambatan yang ada, desainer

menciptakan desain dan model baru, pembuat keputusan melalui mereka

mempraktikkan keputusan yang cerdas dan baik. Komunikator melalui

pengembangan metode komunikasi dan interaktif.

2. Siswa dapat Mengembangkan Keterampilan Sosial Model pembelajaran

SSCS mengajarkan keterampilan kerja sama dan kolaboratif siswa.


26

Bekerja sama dapat membantu siswa dalam kelompok memahami konsep

atau masalah yang ada. Dari kutipan diatas peneliti membuat kegiatan

pembelajaran menggunakan model SSCS

Tabel 2.2 Kegiatan Model SSCS


Fase Kegiatan pembelajaran yang dilakukan

1. Memahami soal atau kondisi yang diberikan kepada peserta


didik, yang berupa apa yang diketahui, apa yang ditanyakan
2. Mengamati dan investigasi terhadap kondisi tersebut
Search
3. Membuat pertanyaan-pertanyaan kecil
4. Melakukan analisis dengan informasi yang telah ada sehingga
menjadi sekumpulan ide.

1. Setelah menghasikan ide kemudian melaksanakan rencana agar


mendapatkan solusi
2. Mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan kreatif,
Solve
kemudian membuat berupa dugaan jawaban
3. Memilih cara dalam pemecahan masalah
4. Mengumpulkan dan menganalisis data.

1. Berdasarkan dugaan pada fase sebelumnya kemudian


Create dilakukan penciptaan produk berupa solusi permasalahan
2. Melakukan uji dugaan yang dibuat apakah benar atau salah
3. Peserta didik dituntut untuk dapat menampilkan hasil yang
berupa model sekreatif mungkin.

1. Memaparkan hasil temuan solusi masalah yang ditemukan


dengan pendidik atau peserta didik lainnya
Share
2. Menerima tanggapan dari pemikiran mereka, selanjutnya
melakukan evaluasi terhadap solusi yang diperoleh.

3) Kelebihan dan kekurangan model SSCS (search, solve, create, share)


Keunggulan dari model pembelajaran ini adalah meningkatkan kemampuan

bertanya siswa, memperbaiki interaksi antar siswa, meningkatkan rasa tanggung

jawab siswa terhadap cara belajar mereka.


27

1) Bagi Pendidik

a) Dapat melayani minat peserta didik yang luas

b) Menanamkan kemampuan berpikir tingkat tinggai

c) Membuat selulruh peserta didik aktif dalam proses pembelajaran

d) Mengembangkan ketertarikan anak

e) Menanamkan kemampuan berpikir tingkat tinggi

f) Membuat seluruh siswa aktif dalam proses pembelajaran,

g) Meningkatkan pemahaman mengenai keterkaitan antara ilmu pengetahuan

dan kehidupan sehari-hari

2) Bagi peserta didik

a) Mendapatkan pengalaman secara langsung dalam menyelesaikan

permasalahan

b) Mengolah informasi secara mandiri

c) Menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi

d) Menumbuhkan rasa keterkaitan

e) Bertanggung jawab dalam proses kegiatan pembelajaran dan hasil kerja

f) Bekerja sama dengan baik dalam mengintegrasikan kemampuan dan juga

pengetahuan dengan peserta didik lain.

g) Mempelajari dan menguatkan pemahaman konsep dengan pembelajaran

bermakna
28

h) Mengembangkan berbagai metode dengan kemampuan yang telah dimiliki

i) Meningkatkan rasa ketertarikan

j) Bekerja sama dengan siswa lain

k) Mengintegrasikan kemampuan dan pengetahuan

Kelemahan dari model SSCS adalah pembelajarannya menuntut siswa

untuk memahami konsep secara mendalam dan berpikir pada tingkat yang tinggi.

Selain itu, model ini juga bisa membawa siswa kedalam kelompok yang banyak

berbicara dibandingkan mengerjakan tugas dikarenakan konsep model SSCS

menggunakan system kelompok, sehingga diperlukan tegasnya guru dalam

mengolah kelas belajar.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa

pembelajaran SSCS memungkinkan peserta untuk memperluas pengetahuannya

sehingga siswa dapat belajar secara bermakna. Selain itu, pembelajaran ini lebih

terfokus pada siswa agar mereka belajar lebih aktif, sehingga guru hanya berperan

sebagai pelatih. Model pembelajaran ini sangat cocok untuk pengembangan aktif

siswa dalam belajar dan bekerja sama memecahkan permasalahan.

2.2.2 Permainan tradisional congklak

Permainan tradisional merupakan permainan anak yang terbuat dari bahan

sederhana aspek budaya dalam kehidupan masyarakat (Dharmamlya, 2008).

Menurut Danandjaya (1987:171) Permainan tradisional adalah permainan yang

diwariskan dari generasi sebelumnya turun temurun dari nenek moyang terdahulu

dan memiliki aturan untuk memainkannya baik untuk kesenangan para pemain.
29

Misbach (2006) menjelaskan bahwa permainan tradisional dapat

merangsang berbagai aspek perkembangan anak, yaitu aspek kognitif (imajinasi,

Kreativitas, pemecahan masalah, pemahaman prediktif dan kontekstual), aspek

social (Membangun relasi, kerjasama, melatih kematangan sosial dengan teman

sebaya, melatih keterampilan sosial dengan orang dan masyarakat yang lebih

dewasa). Aspek motorik (latihan daya tahan, mobilitas, fungsi motorik sensorik,

fungsi motorik kasar, dll). Keterampilan motorik halus), aspek emosional

(pelatihan empati, pengendalian diri dan katarsis), emosional), aspek linguistik

(memahami nilai-nilai bahasa), aspek spiritual (pemahaman tentang hubungan

dengan sesuatu yang agung (transenden), aspek ekologis (pemahaman tentang

penggunaan yang bijaksana dari unsur-unsur alam sekitarnya), Aspek nilai moral

(nilai moral yang hidup yang diwariskan dari generasi ke generasi masa lalu untuk

generasi berikutnya). Permainan Congklak atau Dako merupakan permainan

tradisional yang dimainkan dua orang menggunakan irisan kongklak dan 98 biji

congklak (Mulyani, 2013).

(Sumber: dokumen pribadi)

Gambar 2.1 Papan Congklak


30

Pada zaman dahulu, lempengan congklak terbuat dari kayu berbentuk

lonjong memanjang dengan 7 Lubang anak di sisi kanan dan kiri serta 2 lubang

yang lebih besar atau dikenal sebagai induk utama. Lubang induk berada di setiap

ujung baris anak lubang. Saat ini, papan congklak tidak hanya terbuat dari kayu

tetapi juga tersedia Piring cong-clack plastik. Langkah-langkah dalam permainan

congklak adalah pemain harus menempatkan 7 biji di setiap lubang anak, sebelum

permainan dimulai, para pemain yang terdiri dari dua orang berbagi 14 anak

Lubang dan 2 lubang utama seperti 2 buah rumah. Kemudian pemain membuat

kontrak untuk menunjuk pemain yang merawat biji untuk pertama kalinya.salah

satu pemain mengambil bijinya yang ada di lubang di sebelah kanan dan

mengarah ke biji itu tetap sampai benih terakhir jatuh ke dalam lubang induk.

Permainan berhenti jika tidak ada benih yang didorong ke sarang anak-anak,

karena semua benih terkumpul di dalamnya. Lubang induk Pemenangnya adalah

pemain yang mengumpulkan benih paling banyak yang ada di induk utamanya

(Mulyani, 2013).

Permainan congklak memiliki beberapa keunggulan yaitu manajemen

strategi pelatihan, sportif jujur dan menghilangkan penat. Selain itu, permainan

congklak bisa dijadikan cadangan Keterampilan matematika anak-anak berkat

permainan Congklak menggunakan benda Beton dalam bentuk butiran atau biji-

biji dari batu dan sejenisnya Li’anah & Sri, (2014).

2.2.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran SSCS (search, solve,

create, share) berbantuan pada permainan tradisional congklak

Berdasarkan sintaks pembelajaran yang telah dikemukakan sebelumnya,

maka secara operasional langkah-langkah model pembelajaran SSCS (search,


31

solve, create, share) berbantuan permainan tradisionl congklak disajikan dikelas

seperti tabel 2.3.

Tabel 2.3 Model Pembelajaran SSCS (search, solve, create, share) berbantuan
pada permainan tradisional congklak
Aktivitas
No Fase
Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

1) Menyampaikan tujuan dari 1) Mendengarkan arahan dari


pembelajaran yang akan guru.
dimulai dan mengarahakan
2) Mencari informasi terkait
siswa untuk memahami
materi yang diberikan guru
konsep serta membimbing
sampaikan.
siswa dalam mencapai
permasalahan. 3) Mulai menyusun strategi
untuk memecahkan
2) Siswa akan diberikan
permasalahan.
apersepsi terlebih dahulu
1 Search dengan permainan congklak
yang nantinya menjadi
sumber masalah utamanya
yaitu akan menentukan
jumlah soal yang akan
didapatkannya.
3) Guru menjelaskan cara
bermain dan peraturan-
peraturan dalam bermain
congklak.

1) Mendorong siswa dalam 1) Siswa memulai


melaksanakan rencana menyusun, menemukan
kegiatan pemecahan masalah. permasalahan.

2 Solve 2) Membantu cara menyusun 2) Menyiapkan dan


pemecahan masalah. merencanakan strategi
atau taktik-taktik yang
akan digunakan dalam
memecahkan persoalan.
32

Aktivitas
No Fase
Aktivitas Guru Aktivitas Siswa

1) Mengarahkan siswa dalam 1) Siswa dituntun dalam


mendeskrpsikan, mendesain menemukan atas
atau menciptakan agar bisa pemecahan permasalahan
mengkomunikasikan hasil yang sudah dirancang
3 Create
dan kesimpulan dari sebelumnya kemudian
permasalahan yang didapat. menyiapkan hasil serta
kesimpulan yang telah
dikerjakan.

1) Membimbing siswa dalam 1) Siswa


mempresentasikan hasil yang mengkomunikasikan
diperoleh kepada temannya hasil dengan cara
dan menjelaskan jawaban presentasi di depan kelas
yang masih rancu saat
4 Share 2) Siswa mengecek kembali
presentasi.
jawaban yang telah
2) Mengevaluasi kembali dijawab.
jawaban siswa agar siswa
lebih mengerti apa yang telah
dipelajarinya

Sumber: (dimodifikasi dari Azizahwati)

2.2.4 Model Pembelajaran Project Based Learning

1) Pengertian Model Pembelajaran Project Based Learning

Model Pembelajaran Project Based Learning adalah model pembelajaran

yang digunakan oleh sekolah saat ini karena sesuai dengan Kepmendikbudristek

No. 56 Tahun 2022 mengenai Project Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).

Project Penguatan Profil Pelajar Pancasila dirancang untuk menguatkan upaya

pencapaian kompetensi dan karakter sesuai dengan profil pelajar Pancasila yang

disusun berdasarkan Standard Kompetensi Lulusan.

Sari & Angreni (2019) menyatakan Model Pembelajaran Project Based

Learning adalah model pembelajaran yang membutuhkan keterampilan dengan


33

menggunakan prinsip belajar sambil mengerjakan (Learning by Doing). Melalui

Model Pembelajaran Project Based Learning siswa dapat meningkatkan

kreatifitas dalam berkarya. Sedangkan menurut Surya, dkk (2018) Model

Pembelajaran Project Based Learning merupakan pembelajaran yang berpusat

pada siswa dan menempatkan guru sebagai motivator dan fasilitator, dimana

dalam hal ini siswa diberikan peluang untuk bekerja secara otonom

mengkontruksi belajarnya. Model Pembelajaran Project Based Learning

dirancang agar siswa mampu memecahkan permasalahan sendiri, sehingga

mampu meningkatkan kreatifitas siswa untuk memunculkan kreatifitas sehingga

membuat pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Menurut Handayani (2020) Model Pembelajaran Project Based Learning

merupakan model pembelajaran yang melibatkan keaktifan peserta didik dalam

memecahkan masalah, Model Pembelajaran Project Based Learning dilakukan

secara kelompok/mandiri melalui tahapan ilmiah dengan batasan waktu tertentu

yang dituangkan kedalam sebuah produk. Model Pembelajaran Project Based

Learning akan menciptakan satu tantangan dan kolaborasi, siswa akan dipaksa

untuk bekerjasama, yang akan melatih empati dan kemampuan mendorong

kerjasama antar mereka.

Berdasarkan penjelasan dari para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa

Model Pembelajaran Project Based Learning adalah model pembelajaran yang

melibatkan keaktifan siswa dengan menggunakan project sebagai media. Model

Pembelajaran Project Based Learning memberikan kebebasan kepada siswa untuk

berkreatifitas dalam memuat suatu produk pembelajaran yang mereka hasilkan

melalui proses kolaborasi.


34

2) Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Project Based Learning

Model Pembelajaran Project Based Learning memiliki kelebihan dan

kelemahan, menurut Sari (2017) adapun kelebihan dari model pembelajaran

berbasis project adalah sebagai berikut :

(1) Meningkatkan motivasi, karena dalam pembelajarannya melewati

beberapa proses yang mendorong siswa untuk lebih berfikir kreatif.

(2) Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah, karena dalam

pembelajaran akan meningkatkan kemampuan kognitif.

(3) Meningkatkan kolaborasi, karena dalam pembelajaran siswa bekerja

secara berkelompok.

(4) Meningkatkan keterampilan mengolah sumber, karena siswa akan

mengorganisasi proyek, dan membuat waktu dan sumber – sumber lain

dalam menyelesaikan tugas.

Selain kelebihan dari Model Pembelajaran Project Based Learning, model

ini juga memiliki kekurangan. Menurut Sari (2017) kekurangan dari Model

Pembelajaran Project Based Learning yaitu:

(1) Setiap mata pelajaran memiliki kesulitan tersendiri, yang tidak dapat

selalu dipenuhi dengan project.

(2) Sulit untuk memilih project yang tepat.

(3) Menyiapkan tugas bukanlah suatu hal yang mudah

(4) Sulitnya mencari sumber- sumber refrensi yang sesuai

3) Sintaks Model Pembelajaran Project Based Learning

Menurut Anggraini (2021) menjelaskan bahwa Model Pembelajaran Project

Based Learning memiliki beberapa tahapan diantaranya:


35

(1) Tahap 1: Penentuan Proyek

Penyampaian topik dalam teori oleh pendidik kemudian disusul dengan

kegiatan pengajuan pertanyaan oleh siswa mengenai bagaimana memecahkan

masalah. Selain mengajukan pertanyaan siswa juga harus mencari langkah yang

sesuai dengan dalam pemecahan masalahnya.

(2) Tahap 2: Perencanaan Langkah- langkah Penyelesaiian Proyek

Pendidik melakukan pengelompokkan terhadap siswa sesuai dengan

prosedur pembuatan proyek.

(3) Tahap 3: Penyusunan Jadwa Pelaksanaan Proyek

Melakukan penetapan langkah- langkah serta jadwal antara pendidik dan

siswa dalam penyelesaian proyek tersebut. Setelah melakukan batas waktu maka

siswa dapat melakukan penyusunan langkah serta jadwal dalam realisasinya.

(4) Tahap 4: Penyelesaian Proyek dengan Fasilitas dan Monitoring Guru

Pemantauan yang dilakukan oleh pendidik mengenai keaktifan siswa ketika

menyelesaikan proyek serta realisasi yang dilakukan dalam penyelesaian

pemecahan masalah. Siswa melakukan realisasi sesuai dengan jadwal proyek yang

telah ditetapkan.

(5) Tahap 5: Penyusunan Laporan dan Presentasi

Pendidik melakukan diskusi dalam pemantauan realisasi yang dilakukan

pada peserta didik. Pembahasan yang dilakukan dijadikan laporan sebagai bahan

untuk pemaparan terhadap orang lain

(6) Tahap 6: Evaluasi Proyek


36

Pendidik melakukan pengarahan pada proses pemaparan proyek tersebut,

kemudian melakukan refleksi serta menyimpulkan secara garis besar apa yang

telah diperoleh melalui melalui lembar pengamatan dari pendidik

2.2.5 Kemampuan pemecahan masalah matematika

1) Pengertian pemecahan masalah

Pemecahan masalah adalah suatu uasaha yang terus dilakukan oleh

seorang individu yang dimana untuk menemukan suatu pemecahan yang

dialaminya atau dengan kata lain pemecahan masalah adalah suatu respon yang

diakukan untuk mengatasi halangan atau kendala yang ditemukan sehingga timbul

motivasi yang sadar dilakukan untuk menemukan jawaban dari masalah yang ada

disekitarnya. Hal ini juga didukung dan diperkuat oleh peneliti yang menyatakan

bahwa: Polya (dalam Upu, 2003: 31) mengartikan pemecahan masalah sebagai

suatu usaha mencari jalan keluar dari suatu tujuan yang tidak begitu mudah segera

dapat dicapai. Sedangkan Siswono (2008: 35), menjelaskan bahwa pemecahan

masalah adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespons atau mengatasi

halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak

jelas. Dari pengertian pemecahan masalah yang dikemukakan di atas

mengindikasikan bahwa diperolehnya solusi suatu masalah menjadi syarat bagi

proses pemecahan masalah dikatakan berhasil. Dalam memecahkan masalah,

setiap individu memerlukan waktu yang berbeda. Hal ini disebabkan oleh

motivasi dan strategi yang digunakan dalam menyelesaikan masalah yang sedang

dihadapinya. Siswono (2008:35) menyebutkan bahwa terdapat beberapa faktor

yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah, yaitu:


37

1. Pengalaman awal.

Pengalaman terhadap tugas-tugas menyelesaikan soal cerita atau soal

aplikasi. Pengalaman awal seperti ketakutan (pobia) terhadap matematika dapat

menghambat kemampuan siswa dalam memecahkan masalah.

2. Latar belakang matematika.

Kemampuan siswa terhadap konsep-konsep matematika yang berbeda-

beda tingkatnya dapat memicu perbedaan kemampuan siswa dalam memecahkan

masalah.

3. Keinginan dan motivasi. Dorongan yang kuat dari dalam diri (internal),

seperti menumbuhkan keyakinan saya “BISA” maupun eksternal, seperti

diberikan soal-soal yang menarik, menantang, kontekstual dapat mempengaruhi

hasil pemecahan masalah.

4. Struktur Masalah. Struktur masalah yang diberikan kepada siswa

(pemecahan masalah), seperti format secara verbal atau gambar, kompleksitas

(tingkat kesulitan soal), konteks (latar belakang cerita atau tema), bahasa soal,

maupun pola masalah satu dengan masalah yang lain dapat mengganggu

kemampuan siswa dalam memecahkan masalah. Siswono (2008: 36) juga

menyebutkan bahwa dalam memecahkan masalah perlu keterampilan-

keterampilan yang harus dimiliki, yaitu:

1) keterampilan empiris (perhitungan, pengukuran);

2) keterampilan aplikatif untuk menghadapi situasi yang umum (seting

terjadi);
38

3) keterampilan berpikir untuk bekerja pada suatu situasi yang tidak biasa

(unfamiliar). Polya (dalam Upu, 2003:34) menjelaskan empat langkah

yang harus dilakukan dalam memecahkan masalah yaitu: memahami

masalah, merencanakan penyelesaian; menyelesaikan rencana

penyelesaian; memeriksa kembali.

Memahami masalah merujuk pada pemahaman terhadap apa yang

diketahui, apa yang ditanyakan, atau apakah syarat-syarat cukup, tidak cukup,

berlebihan atau kontradiksi untuk mencari yang ditanyakan. Membuat rencana

merujuk pada bagaimana strategi penyelesaian yang terkait. Menyelesaikan

rencana penyelesaian merujuk pada penyelesaian strategi penyelesaian yang telah

disusun. Sedangkan memeriksa kembali berkaitan dengan pengecekan jawaban

serta pembuatan kesimpulan akhir. Dalam penelitian ini langkah pemecahan

masalah yang digunakan adalah langkah pemecahan masalah yang dijelaskan oleh

Polya. Adapun aspek-aspek yang harus dicantumkan siswa pada setiap langkah-

langkah pemecahan masalah adalah:

1) Memahami masalah Aspek yang harus dicantumkan siswa pada langkah

ini meliputi apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan.

2) Merencanakan penyelesaian Aspek yang harus dicantumkan siswa pada

langkah ini meliputi urutan langkah penyelesaian dan mengarahkan pada

jawaban yang benar.

3) Menyelesaikan rencana penyelesaian Aspek yang harus dicantumkan

siswa pada langkah ini meliputi pelaksanaan cara yang telah dibuat dan

kebenaran langkah yang sesuai dengan cara yang dibuat.


39

4) Memeriksa kembali. Aspek yang harus dicantumkan siswa pada langkah

ini meliputi penyimpulan jawaban yang telah diperoleh dengan

benar/memeriksa jawabannya dengan

2) Tujuan pemecahan masalah diberikan kepada siswa menurut Ruseffendi

(2006:341) adalah:

1) Dapat menimbulkan keingintahuan dan adanya motivasi, menumbuhkan

sifat kreatif;

2) Selain memiliki pengetahuan dan keterampilan (berhitung, dan lain-lain),

disyaratkan adanya kemampuan untuk terampil membaca dan membuat

pernyataan yang benar;

3) Dapat menimbulkan jawaban yang asli, baru, khas, dan beraneka ragam,

dan dapat menambah pengetahuan baru;

4) Dapat meningkatkan aplikasi dari ilmu pengetahuan yang sudah

diperolehnya;

5) Mengajak siswa memiliki prosedur pemecahan masalah, mampu membuat

analisis dan sintesis, dan dituntut untuk membuat evaluasi terhadap hasil

pemecahannya;

6) Merupakan kegiatan yang penting bagi siswa yang melibatkan bukan saja

satu bidang studi tetapi (bila diperlukan) banyak bidang studi, malahan

dapat melibatkan pelajaran lain di luar pelajaran sekolah; merangsang

siswa untuk menggunakan segala kemampuannya. Ini penting bagi siswa

untuk menghadapi kehidupannya kini dan di kemudian hari.


40

2.2.6 Muatan pembelajaran matematika

Matematika merupakan mata pelajaran yang diajarkan mulai dari sekolah

dasar hingga perguruan tinggi. Pengajaran pembelajaran matematika di sekolah

dasar bertujuan untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis,

analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Menurut

Erman Suherman (2001: 29), matematika adalah ratu atau sumber ilmu

pengetahuan dari ilmu lain: aritmatika. Banyak dari ilmu yang penemuan dan

perkembangannya berasal dari matematika. Misalnya, dalam fisika dan kimia

modern, rumus-rumus yang digunakan dalam ilmu-ilmu tersebut ditemukan dan

dikembangkan melalui konsep-konsep kalkulus, khususnya yang berkaitan dengan

persamaan diferensial. Dari contoh Erman Suherman dapat disimpulkan bahwa

matematika penting untuk dipelajari di semua jenjang pendidikan karena

membantu siswa mempelajari ilmu-ilmu lain. Keberhasilan dalam belajar

matematika diukur dari tingkat pemahaman, penguasaan materi, dan prestasi

siswa. Semakin tinggi pemahaman, semakin tinggi penguasaan materi, semakin

tinggi kinerja siswa. Keberhasilan belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa

setelah memperoleh pengalaman belajar.

Matematika merupakan ilmu yang memegang peranan sangat penting

dalam kehidupan, terutama di zaman modern ini. Matematika memberikan

kontribusi yang besar untuk memecahkan masalah di segala bidang, dari yang

sederhana sampai yang kompleks, dari yang abstrak sampai yang konkrit.

Matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak yang disusun secara

hierarkis, dan penalarannya dapat dikatakan bersifat deduktif. Hal ini tentu

mempengaruhi proses pembelajaran matematika. Pembelajaran matematika adalah


41

pemberian pengalaman belajar kepada siswa melalui serangkaian kegiatan yang

terencana untuk meningkatkan pengetahuan, kecerdasan, dan kemampuannya

dalam matematika yang dipelajarinya serta memperdalam pemahamannya

terhadap materi yang diajarkan. Proses penyebaran. Dalam pembelajaran

matematika, keberhasilan seorang guru dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

ditempatkan dalam sistem pendidikan.

Salah satu penentu keberhasilan pendidikan adalah penggunaan model dan

media pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan dan kemampuan siswa.

Dengan demikian tujuan pendidikan dapat tercapai secara optimal dan tepat sesuai

dengan yang diinginkan. Pembelajaran matematika adalah suatu proses yang

sengaja dirancang untuk menciptakan lingkungan yang memungkinkan seseorang

terlibat dalam kegiatan belajar matematika, merupakan proses yang mendorong

belajar secara aktif, dan merupakan proses di mana siswa merupakan proses yang

mendorong belajar matematika untuk memperoleh pengalaman dan ujian mereka.

Tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa memahami konsep

matematika, menjelaskan hubungan antar konsep, dan memecahkan masalah

dengan cara yang fleksibel, akurat, efisien dan tepat untuk mempelajari konsep

dan algoritma. Menggunakan properti untuk mengumpulkan bukti, menjelaskan

ide dan pernyataan, memecahkan masalah yang melibatkan kemampuan

memahami masalah, dan merancang model matematika. Dapat disimpulkan

bahwa matematika adalah bahasa simbolik yang digunakan dalam pembelajaran

sebagai alat, cara berpikir, pengetahuan dan persepsi. Matematika bukan hanya

bahasa simbolik, tetapi juga bahasa universal yang memungkinkan orang berpikir,

merekam, dan mengkomunikasikan gagasan.


42

2.3 Teori Belajar

2.3.1 Teori Belajar Behavioristik

Teori belajar behavioristik adalah teori belajar yang lebih menekankan

pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati secara konkret. Suatu perubahan

ini terjadi melalui berdasarkanya hukum mekanistik. Dan disebabkan adanya

komunikasi dari pengalaman. Tokoh-tokoh yang menganut teori behavioristik

1. Teori behavioristic menurut Edward Lee Thorndike.

Thorndike memahami teori behavioristik ini yaitu sebagai proses interaksi

antara stimulus atau respon, stimulus ini ialah rasangan, contoh dari stimulus ini

adalah pikiran dan perasaan, lalu respon adalah perubahan tingkah laku akibat

pembelajaran yang bisa diamati dengan kasat mata (konkrit) .

Sebuah percobaan yang dilakukan oleh Thorndike yang sangat populer

yaitu meneliti perilaku pembelajaran oleh kucing, ia meletakkan kucing yang

lapar pada sebuah tempat yang transparan yang mengurung kucing tersebut dan

makanan di luar tempat pengurungan itu. Dan kucing tersebut diamati mlekakuan

beberapa gerakan untuk mencapai makanannya yang di lihatnya.

Pemahaman dari Thorndike adalah melahirkan beberapa dalil belajar yaitu

1) Hukum pembiasaan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa sebuah hubungan

stimulus dengan respon bisa menjadi kuat ketika dilatih atau di ulang

2) Hukum kesiapan, hukum ini menyatakan bahwa sebuah hubungan antara

stimulus dan respon akan mudah di terbentuk apabila ada kesiapan dari

individu itu.
43

3) Hukum sebab akibat, hukum ini menunjukkan antara kuat lemahnya

hubungan Antara stimulus dengan respon tergantung pada akibat yang di

timbulkan.

4) Hukum sikap, yaitu menyatakan bahwa sebuah perilaku seseorang juga

ditentukan oleh keadaan yang ada dalam diri individu seperti emosi dan

psikomotor.

5) Hukum Respon, yaitu sebuah pemahaman bahwa individu bisa

menyatakan respon sebuah tindakan bahkan pada situasi yang belum

pernah dialami.

6) Hukum aktivitas berat sebelah, adalah individu yang memberikan sebuah

respon terhadap stimulus tertentu yang sesuai dengan persepsi terhadap

situasi

7) Hukum reaksi bervariasi, yaitu sebuah hukum yang menyatakan bahwa

suatu individu melakukan trial and error lebih dulu untuk menunjukkan

macam-macam respon sebelum respon yang paling tepat

8) Hukum Perpindahan Asosiasi, yaitu proses peralihan mengurangi unsur

situsi lama ke pengenalan situasi baru dengan cara bertahap.

2. Teori behavioristic menurut Robert Gagne.

Menurut Gegne istilah belajar yaitu sebuah proses suatu organisasi atau

perubahan suatu perilaku sebagai akibat dari pengalaman yang pernah dialaminya.

Belajar ini merupaan proses yang memerlukan waktu untuk dapat melihat

perubahannya. Tahapan proses pembelajaran menurut gagne menjelaskan dalam


44

beberapa tingkatan, yaitu: 1 pemahaman, 2. Motivasi, 3. Penyimpanan, 4.

Perolehan, 5. Ingatan kembali, 6. Umpan balik, 7. Perlakuan, 8. Generalisasi.

Dalam hal ini Gegne juga menyatakan adanya beberapa kategori belajar yaitu:

Attitude (perilaku) Sikap atau prilaku seseorang pastinya akan

mencerminkan karakter yang aslinya, kemampuan yang dimiliki oleh seseorang

sangat berpengaruh pada prilakunya hal ini dikarenakan seluruh prilaku akan

memperlihatkan baik buruknya suatu hasil yang diterapkan.

Cognitive strategy.

Sebuah strategi kognitif yang merupakan kemampuan internal atau dalam

diri seseorang dalam memecahkan masalah, berpikir, sehingga mengambil sesuatu

keputusan yang terkait dengan suatu kejadian.

Intellectual skiil.

Kemampuan intelektual ini merupakan kemampuan yang dibutuhkan di

dalam aktivitas mental seperti menggunakan logika, berfikir, dan memecahkan

sebuah masalah.

3. Teori behavioristic menurut Ivan Petrovich Pavlov

Lahir pada 14 September 1849 dan terkenal dengan julukan pavlov beliau

merupakan fisiologi sekaligus dokter yang asal dari Rusia, pavlov ini terkenal

dalam pembahasan teori behavioristik diternakan percobaan terhadap anjing.

Beliau meninggal pada 27 Februari 1936. Sebuah percobaan ini dilakukan dengan

melihatkan makanan pada anjing tersebut, Lalu anjing mengeluarkan air liur yang

merupakan stimulus alami dengan keinginan akan makanan tersebut, setelah itu
45

pavlov mencoba dengan membunyikan lonceng untuk memanggil anjing yang

akan diperlihatkan makanan tersebut.

Pada akhirnya anjing akan menangkap pembelajaran bahwa lonceng

memiliki keterkaitan dengan makanan, sehingga pavlov mencoba membunyikan

lonceng yang awalnya digunakan untuk memanggil anjing tersebut secara

otomatis anjing tersebut sedang menganggap dengan mengeluarkan air liur

dikarenakan kebiasaan membunyikan lonceng.

4. Teori behavioristic menurut Albert Bandura

Albert bandura merupakan tokoh yang cukup terkenal di dalam dunia

psikologi pendidikan, terutama dengan teori pembelajaran sosial yaitu konsep

dalam teori behavioristik yang menekankan pada kognitif, pikiran, pemahaman,

dan evaluasi. Bandura ini merupakan ahli teori belajar behavioristik yang paling

mudah, dan dan seorang psikolog lulusan University of British of Colombia lalu

melanjutkan pendidikannya di universitas Stanford dan universitas lowa.

Teori pembelajaran sosial ini memiliki konsep utama dengan metode

pengamatan. Menurut teori pembelajaran sosial ini perilaku individu bisa timbul

dikarenakan proses modeling bisa disebut juga dengan tindakan peniruan. Proses

modeling juga dikenal sebagai pembelajaran melalui proses observasi. ada

beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dan menentukan seseorang akan

belajar dari suatu situasi.

1) Karakteristik model

2) Karakteristik orang yang mempelajari tersebut.


46

3) Konsekuensi dari tindakan yang ditiru.

5. Burrhus Frederic Skinner (1904-1990)

Burrhus Frederic Skinner lahir di Susquehanna, Pennsylvania, 20 Maret

1904 dan meninggal di Massachusetts, 18 Agustus 1990 pada umur 86 tahun

beliau adalah seorang psikolog Amerika Serikat terkenal dari aliran behaviorisme.

Inti pemikiran dari beliau adalah setiap manusia bergerak karena mendapat

rangsangan dari lingkungannya.

Teori belajar ini menurut skinner adalah hubungan antara respond dan

stimulus yang terjadi melalu sebuah interaksi dengan sekitar lingkunganya, yang

kemudian menimbulkan perubahan tingka laku.

Munculnya sebuah perilaku ini semakin kuat bila ada faktor penguat yang

dinamakan (reinforcement), dan perilaku ini akan hilang apabila bila dikenai

hukuman (punishment), sehingga teori ini masih menjadi praktek pembelajaran di

Indonesia, dikarnakan dengan menerapkan teori ini siswa atau orang yang belajar

harus dengan aturan yang jelas dan diterapkan lebih duku secara ketat. Dari teori

ini kebiasaan dan disiplin menjadi esensial dalam belajar. Pengutan positif adalah

Peristiwa atau hasil yang di sukai yang disajikan secara perilaku. Dalam situasi

penguatan positif, atau perilaku yang positif tersebut diperkuat dengam

memberikan suaru pujian atau hadiah contoh: seorang murid memberikan sebuah

pertanyaan yang bagus lalu guru memberi hadiah atau pujian sehingga anak

tersebut sering bertanya.


47

Penguatan negative adalah dalam pengutan negative ini akan penghapusan

sebuah peristiwa atau hasil diinginkan tidak sesuai dengan apa yang di perilaku,

sehingga respond yang didapatkan tidak menyenangkan contoh sebuah murid

menyerahkan tugasnya tepat waktu dan guru berhenti menegur murid tersebut

sehingga murid sering menyerahkan tugas tepat waktu.

Beberapa prinsip skinner dalam belajar yaitu:

1. Dalam pembelajaran digunakan shaping.

2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.

3. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.

Dari beberapa tokoh diatas mengenai teori behavioristik pada penelitian ini

menggunakan teori Edwan Lee Thorndike yaitu penelitian yang dilakukan yaitu

sebagai proses interaksi antara stimulus atau respon, stimulus ini ialah rasangan,

contoh dari stimulus ini adalah pikiran dan perasaan, lalu respon adalah perubahan

tingkah laku akibat pembelajaran yang bisa diamati dengan kasat mata (konkrit).

berkaitan dengan ini permainan tradisional yang dipakai adalah congklak yang

menggunakan bahan yang sangat sederhana dan dicoba langsung oleh siswa maka

dari itu akan menambah pengalaman belajar siswa yang pastinya akan melekat

terus di pikiran siswa.

2.3.2 Teori Belajar Kontruktivisme

Teori kontruktivisme merupakan suatu teori paham modern yang

memandang bahwa pengetahuan merupakan hasil dari kontruksi kognitif setiap

individu yang didapat dari proses belajarnya. Makna belajar menurut teori
48

kontruktivisme adalah aktivitas aktif yang memungkinkan setiap individu

membina sendiri pengetahuannya, mencaro arti dari sesuatu yang dipelajarinya,

dan merupakan proses penyelesaian konsep serta ide-ide baru dengan kerangka

berpikir yang telah ada dalam diri siswa.

Teori kontruktivisme memegang peranan penting dalam psikologi

pendidikan, yang di mana para guru tidak hanya sekedar memberikan

pengetahuan kepada siswa namun guru juga berperan aktif dalam membangun diri

siswa untuk mengetahui pengetahuan di dalam ingatannya, selain hal tersebut

guru harus memberikan ruang agar siswa menemukan ide-ide dan sadar

menggunakan strateginya sendiri untuk belajar. Ciri pembelajaran

konstruktivisme adalah mengutamakan terbangunnya pemahaman sendiri secara

aktif, kreatif, dan produktif berdasarkan pengetahuan terdahulu dan juga

pengalaman belajar yang bermakna. Siswa juga perlu memiliki kemampuan untuk

menguji hipotesis tersebut, mencari jawaban dari persoalan yang ditemui,

mengadakan renungan, dan mengekspresikan ide serta gagasan, sehingga

diperoleh konstruksi baru (Nurlina dkk, 2021). Menyatakan bahwa tokoh-tokoh

kontruktivisme adalah sebagai berikut:

1) Teori kontruktivisme menurut Jerome Bruner

Jerome Bruner merupakan pelopor aliran psikologi belajar kognitif. Bruner

sangat mendorong agar pendidikan mengutamakan pada pengembangan berpikir.

Bruner banyak memberikan pandangan tentang perkembangan kognitif manusia,

bagaimana manusia belajar atau memperoleh pengetahuan, menyimpan

pengetahuan, dan mentransformasikan pengetahuan tersebut. Bruner menyatakan

bahwa belajar lebih berhasil jika prosesnya diarahkan pada konsep-konsep dan
49

struktur-struktur yang termuat dalam tema yang diajarkan. Dengan mengenal

konsep dan struktur yang tercakup dalam tema yang dibicarakan, maka siswa akan

memahami materi yang akan dikuasainya tersebut. Siswa juga akan mencari

hubungan antar konsep dan struktur tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa materi

yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan

diingat oleh anak. Dalam pembelajaran, siswa haruslah terlibat secara aktif

mentalnya agar dapat mengenal konsep dan struktur dalam materi yang

dibicarakan. Menurut Bruner, di dalam belajar haruslah melibatkan tiga proses

yang terjadi hampir selalu bersamaan. Ketiga proses belajar tersebut, yaitu: (1)

Memperoleh informasi baru, (2) Transformasi informasi, dan (3) menguji

relevansi informasi dengan ketepatan pengetahuan.

2) Teori kontruktivisme Jhon Dewey

Jhon Dewey berpandangan bahwa sekolah seharusnya mencerminkan

kehidupan masyarakat secara lebih besar dan kelas adalah laboratorium untuk

memecahkan masalah kehidupan nyata. Ajaran Dewey menganjurkan agar guru

mendorong siswa untuk terlibat dalam proyek atau tugas yang berbantuan pada

masalah. Guru juga diharapkan dapat membantu mereka menyelidiki masalah-

masalah intelektual dan sosial.

3) Teori kontruktivisme Lev Vigotsky

Menurut Vygotsky, perkembangan intelektual dapat ditinjau dari konteks

historis dan budaya pengalaman siswa. Selain itu, perkembangan intelektual juga

tergantung pada sistem-sistem isyarat yang mengacu pada simbol-simbol yang

diciptakan untuk membantu orang berpikir, berkomunikasi, dan memecahkan

masalah. Salah satu implikasi dari teori perkembangan Vygotsky merupakan


50

kehendak pembelajaran kooperatif. Dengan hal tersebut, secara tidak langsung

bahwa aplikasi dari model teori perkembangan Vygotsky adalah penerapan

pembelajaran kooperatif (Anwar, 2017). Vygotsky menghendaki adanya setting

kelas berbentuk kooperatif antar kelompok siswa dengan kemampuan berbeda-

beda, sehingga mereka dapat berinteraksi dan memunculkan strategi dalam

memecahkan masalah.

4) Teori kontruktivisme Jean Piaget

Jean Piaget dikenal sebagai tokoh konstruktivisme yang pertama. Piaget

menegaskan bahwa penekanan teori konstruktivisme adalah pada proses untuk

menemukan teori atau pengetahuan yang dibangun dari realita. Peran guru dalam

pembelajaran menurut Piaget adalah sebagai fasilitator atau moderator. Piaget

menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran anak dengan

kegiatan asimilasi dan akomodasi sesuai skemata yang dimilikinya.

Dari beberapa tokoh mengenai teori belajar kontruktivisme, maka dalam

penelitian ini menggunakan teori yang dikemukakan oleh Jean Piaget dimana

dalam teori tersebut mengungkapkan bahwa, Peran guru dalam pembelajaran

menurut Piaget adalah sebagai fasilitator atau moderator. Piaget menyatakan

bahwa ilmu pengetahuan dibangun dalam pikiran anak dengan kegiatan asimilasi

dan akomodasi sesuai skemata yang dimilikinya yang hal ini model pembelajaran

SSCS (search, solve, create, share) siswa akan lebih aktif dan menstimulus

pikiran siswa untuk terus menemukan hal-hal yang baru dan memecahkan

permasalahan sebagai kontruksi belajar yang menyenangkan.


51

2.4 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir adalah suatu dasar pemikiran yang mencakup penggabungan

antara teori, fakta, observasi, serta kajian pustaka, yang nantinya dijadikan

landasan dalam melakukan menulis karya tulis ilmiah. Karena menjadi dasar,

kerangka berpikir ini dibuat ketika akan memaparkan konsep-konsep dari

penelitian.

Kerangka berpikir juga bisa dibilang sebagai visualisasi dalam bentuk

bagan yang saling terhubung. Dengan bagan itu dapat dikatakan bahwa kerangka

berpikir adalah suatu alur logika yang berjalan di dalam suatu penelitian.

Namun, kerangka berpikir ilmiah juga bisa dibuat dalam bentuk poin-poin yang

sesuai dengan variabel. Adapun variabel terbagi menjadi dua yaitu variabel terikat

(dependen) dan variabel bebas (independent)

Dalam model pembelajaran SSCS (search, solve, create, share) guru

memperagakan dan memperlihatkan kepada siswa suatu proses, situasi, kejadian

maupun melakukan suatu kegiatan yang sedang dipelajari baik dalam bentuk yang

sebenarnya maupun yang sedang ditiru melalui penggunaan berbagai media yang

relavan dengan pokok bahawan untuk memudahkan siswa agar kreatif dalam

memahami materi. Model pembelajaran SSCS (search, solve, create, share) yaitu

cara mengajar guru yang menciptakan lingkungan positif dan aktivitas belajar

yang akan mengubah persepsi mengenai pembelajaran dan membangkitkan ide-

ide serta potensi siswa yang tersembunyi. Dengan hal tersebut, diharapkan dengan

penggunaan model pembelajaran SSCS (search, solve, create, share) ini siswa

dan guru bisa saling terlibat dalam suatu kegiatan proses pembelajaran dikelas,
52

dan secara berkelanjutan menjadikan siswa sebagai seorang penanya, dan

memiliki pemikiran yang luas serta rasa keingintahuan yang besar sehingga

pencapaian hasil kemampuan pemahaman konsep siswa menjadi lebih baik.

Pemecahan masalah
matematika siswa
Peserta didik dan kurang
permasalahan Media kurang menarik
Siswa terlihat pasif dan
kurang aktif
Siswa tidak fokus pada
pelajaran dan ribut

Solusi

Model SSCS (SEARCH, Permainan


SOLVE, CREATE, SHARE) Congklak

Memiliki pengaruh
besar terhadap
pemecahan
masalah
matematika
Gambar. 2.2 Kerangka Berpikir

2.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka teori, penelitian terdahulu dan kerangka berpikir

maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:


53

H0: Tidak adanya perbedaan signifikan model pembelajaran SSCS terhadap

kemampuan pemecahan masalah siswa kelas V di SD Negeri 2 Banyuning.

H1: Terdapat perbedaan signifikan model pembelajaran SSCS terhadap

kemampuan pemecahan masalah siswa kelas V di SD Negeri 2 Banyuning.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian

Eksperimen semu atau eksperimen quasi adalah jenis penelitian

eksperimen dimana peneliti tidak mampu mengontrol variabel yang diteliti. Pada

dasarnya eksperimen kuasi merupakan pengembangan dari penelitian true

experimental dimana pengontrolan variabel luar sulit dilakukan.

Sama seperti penelitian eksperimen sesungguhnya, penelitian eksperimen

semu juga bertujuan untuk menyelidiki hubungan sebab-akibat atau mencari tahu

penyebab sebuah peristiwa. Adapun rancangan yang digunakan adalah Prettest-

Posttest Control Group Design Dalam rancangan ini peneliti memberikan prettest

atau test awal kepada objek penelitian sebelum penelitian dimulai untuk

memperoleh nilai awal siswa. Posttest juga diberikan di akhir penelitian yang

akan dianalisis untuk menarik kesimpulan penelitian. Berikut adalah skema dari

desain ini.

Tabel 3.1 Tabel Kelas Eksperimen Dan Kelas Kontrol

KELAS PRETEST TREATMENT POSTEST


R EKSPERIMEN T1 X T2
R KONTROL T1 O T2

3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian dilaksanakan di Sekolah SD N 2 Banyuning, alamat

sekolah SD N 2 Banyuning terletak di Jl. Wr. Supratman, Singaraja, kec.

Buleleng, Kab. Buleleng, Bali. Waktu pelaksanaan penelitian ini adalah semester

41
55

genap (II) pada tahun ajaran 2023/2024. Alasan memilih tempat penelitian di SD

N 2 Banyuning ialah peneliti telah mengetahui karakteristik kelas V karena telah

melaksanakan observasi dan wawancara dengan guru pamong kelas V.

3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

1. Menurut Netra (1976), Populasi adalah keseluruhan individu yang bersifat

general atau umum yang mempunyai karakteristik yang cenderung sama.

2. Menurut Hadari Nawawi (1983), Populasi adalah keseluruhan objek

penelitian yang terdiri atas manusia, hewan, benda-benda, tumbuh,

peristiwa, gejala, ataupun nilai tes sebagai sumber data yang mempunyai

karakteristik tertentu dalam suatu penelitian yang dilakukan.

3. Menurut Arikunto Suharsimi (1998: 117), Populasi adalah keseluruhan

objek penelitian. Apabila seseorang ingin meneliti sebuah elemen yang

ada dalam wilayah penelitian tersebut, maka penelitiannya merupakan

penelitian populasi.

Berdasarkan kajian diatas dapat disimpulkan bahwa populasi adalah

keseluruhan objek penelitian yang keseluruhan memiliki karakteristik tertentu

dalam suatu penelitian. Populasi yang diambil dalam penelitian ini ialah seluruh

siswa kelas V SD N 2 Banyuning sebanyak 62 peserta didik. Adapun tabel jumlah

pesera didik V SD N 2 Banyuning sebagai berikut:


56

Tabel 3.1 Jumlah Peserta Didik Kelas V


JUMLAH SISWA
Kelas Laki- Total
Perempuan
laki
VA 19 8 27 siswa

VB 9 10 19 siswa

VC 5 11 16 siswa
33 29 62 siswa
(Sumber: Dokumen SD Negeri 2 Banyuning)

Sebelum dilakukan pengambilan sampel, perlu dilakukan uji kesetaraan

hasil belajar berupa nilai PAS matematika pada siswa kelas V SD Negeri 2

Banyuning. Hipotesis statistik diuji dengan cara berikut.

H0: Tidak adanya perbedaan signifikan kemampuan pemecahan masalah siswa

kelas V di SD Negeri 2 Banyuning.

H1: Terdapat perbedaan signifikan kemampuan pemecahan masalah siswa kelas V

di SD Negeri 2 Banyuning.

Tabel. 3.2 Rangkuman Hasil Uji Kesetaraan

Sumber Ftabel
JK db RJK Fhitung Keputusan
Variasi (5%)
Non
Antar 6496.09 2 3248.05 2.43 2.73
signifikan
Dalam 78865.12 59 1336.70 - - -
Total 85361.21 61 4584.74 - - -
57

Tolak ukur pengujian yaitu H0 diterima dan H1 ditolak jika Fhitung <

Ftabel sebaliknya H0 ditolak dan H1 diterima jika Fhitung > Ftabel pada taraf

signifikansi 5%.

Tabel 3.3 Rangkuman T-Test Dependent (Paired T-Test/Berpasangan)

NO Pasangan T hitung T tabel Keputusan keterangan


Kelas

1. A dan B 0.071 2.0178 Non Setara


Signifikan
2. B dan C 0.078 2.0385 Non Setara
Signifikan
3. A dan C 0.083 2.0194 Non Setara
Signifikan

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dianggap mewakili seluruh

populasi dan diperoleh dengan menggunakan metode tertentu. (Agung, 2014).

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

random sampling. Menurut Agung (2014) random sampling adalah “suatu sampel

yang terdiri atas sejumlah elemen yang dipilih secara acak, dimana setiap elemen,

anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel”.

Metode ini digunakan karena individu-individu dalam populasi tersebar ke dalam

kelas- kelas, sehingga tidak memungkinkan untuk mengacak individu-individu

dalam populasi (metode random sampling, pengambilan sampel dilakukan dengan

undian.

Metode undian dilakukan dengan memberikan nomor urut pada setiap

kelas, dan dipilih dua kelas sebagai sampel survei. Diantara dua kelas yang
58

terpilih sebagai sampel penelitian, diekstraksi kembali untuk menentukan kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Tidak ada kemungkinan bahwa kelas yang sama

akan dipilih kembali karena lotere tidak kembali ke undian. Berdasarkan uraian

tersebut maka seluruh siswa kelas V SD Negeri 2 Banyuning dapat diikutsertakan

dalam pengambilan sampel.

Berdasarkan hasil pengundian, sampel yang terpilih dalam penelitian ini

adalah siswa kelas V C SD Negeri 2 Banyuning dengan jumlah 16 siswa dan

siswa kelas V B di SD Negeri 2 Banyuning dengan jumlah 19 siswa. Kelompok

yang terpilih sebagai sampel dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Sampel Penelitian Siswa Kelas IV di SD Negeri 2 Banyuning Tahun


2022
No. Kelompok Kelas Jumlah Siswa
1 Eksperimen Kelas V C 16
2 Kontrol Kelas V B 19
Jumlah 35

3.4 Variabel Dan Difinisi Oprasional Variabel

3.4.1 Variabel

Variabel penelitian ialah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal

tersebut, kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono,2013). Variabel penelitian

adalah segala sesuatu unit pengamatan yang berbeda dari karakteristik yang

sedang diamati (Indra jaya,2013). Sementra itu meneurut Efendi dalam Djunaidi
59

Ghony & Fauzan Almanshur menerangkan bahwa variabel merupakan faktor yang

selalu berubah-ubah, atau sesuatu konsep yang mempunyai variasi nilai.

Berdasarkan meparan beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa

Variabel merupakan segala bentuk apa saja yang mempunyai unit pengamatan

dari karakteristik dialami sehingga mempunyai factor yang berubah-ubah serta

ditetapkan oleh peneliti yang kemudian dipelajari dan ditarik kesimpulan. Dalam

penelitian ini peneliti menggunakan dua variabel yaitu:

1. Variabel Bebas atau independent variable

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi, atau yang menjadi

sebab perubahan dari adanya suatu variabel dependen (terikat). Variabel bebas

biasanya dinotasikan dengan X. Yang menjadi variabel bebas di dalam penelitian

ini adalah model pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create and Share)

2. Variabel Terikat atau dependent variable

Variabel terikat diartikan sebagai variabel yang dipengaruhi, akibat adanya

variabel bebas. Variabel ini biasa dinotasikan dengan Y. Yang menjadi variable

bebas dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa

3.4.2 Definisi Oprasional Variabel

Agar terhindar dari perbendaan pendapat terhadap istilah – istilah yang

terdapat dalam penelitian ini, akan diuraikan penjelasan terhadap beberapa istilah

sebagai berikut:
60

Menurut Sugiyono (2013), definisi operasional variable adalah suatu

atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai

variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulannya.

1. Model SSCS (Search, Solve, Create and Share)

Model SSCS merupakan model pembelajaran yang menggunakan

pendekatan pemecahan masalah untuk mengembangkan berpikir kreatif dan

meningkatkan pemahaman konsep-konsep ilmiah. Model pembelajaran SSCS

merupakan model pembelajaran berbantuan pemecahan masalah yang meliputi

empat langkah yaitu menemukan, memecahkan, mencipta dan berbagi

2. Model Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan cara belajar yang penerapannya

masih berpusat pada guru (teacher center) dan pembelajaran ini menuntut guru

menjadi model yang baik bagi siswanya. Tujuan pembelajaran ini dapat

direncanakan bersama oleh guru dan siswa, namun model pembelajaran

konvensional lebih berpusat pada guru.

3. Kemampuan Pemecahan Masalah

Pemecahan masalah adalah suatu uasaha yang terus dilakukan oleh

seorang individu yang dimana untuk menemukan suatu pemecahan yang

dialaminya atau dengan kata lain pemecahan masalah adalah suatu respon yang

diakukan untuk mengatasi halangan atau kendala yang ditemukan sehingga timbul
61

motivasi yang sadar dilakukan untuk menemukan jawaban dari masalah yang ada

disekitarnya.

4. Permainan Tradisional Congklak

Permainan congklak merupakan alat bermain yang sudah ada sejak zaman

dahulu dan diwariskan secara turun menurun. Congklak atau Dako merupakan

permainan tradisional yang dimainkan dua orang menggunakan irisan kongklak

dan 98 biji kongklak (Mulyani, 2013).

Lempengan congklak terbuat dari kayu berbentuk lonjong memanjang

dengan 7 Lubang anak di sisi kanan dan kiri serta 2 lubang yang lebih besar atau

dikenal sebagai induk utama. Lubang induk berada di setiap ujung baris anak

lubang. Saat ini, papan congklak tidak hanya terbuat dari kayu tetapi juga tersedia

Piring cong-clack plastik. Memainkan permainan Congklak Pemain harus

menempatkan 7 biji di setiap lubang anak.

5. Matematika

Matematika adalah bahasa simbolis yang dalam pembelajaranya

digunakan sebagai alat, pola pikir, ilmu dan pengetahuan. Disamping sebagai

bahasa simbolis matematika juga merupakan bahasa universal yang

memungkinkan manusia memikirkan, mencatat dan mengkomunikasikan ide.

3.5 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan metode

Quasi Experiment, serta desain penelitian menggunakan Quasi-eksperimental.

Desain tersebut memilih subjek secara tidak acak dan dipilih 2 kelompok (kontrol
62

dan eksperimen), dan hanya kelompok eksperimen yang diberi perlakuan. Setelah

observasi mendalam, kedua kelompok diberikan pre-test dan post-test, dan suatu

kesimpulan diambil dari perbedaan yang terjadi di antara kedua kelompok.

Tabel. 3.4 Rancangan Penelitian

Keterangan Pretest Perlakuan Posttest


R1 O1 X O1
R2 O2 - O2
(Sumber: Hardani dkk, 2020)

Keterangan:

R1 = Kelas Eksperimen

R2 = Kelas Kontrol

X = Diberikan perlakukan dengan menggunakan model pembelajaran SSCS

(Search, Solve, Create, Share) berbantuan permainan Congklak

- = Diberikan perlakuan menggunakan model pembelajaran konvensional

berbantuan media sederhana.

O1 = Pretest untuk kelas eksperimen

O2 = Pretest untuk kelas kontrol

O1 = Posttest untuk kelas eksperimen

O2 = Posttest untuk kelas kontrol

Penelitian dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol yang sudah

dipilih dengan teknik random sampling dengan metode undian. Pada kelas
63

eksperimen akan diberikan treatment berupa pembelajaran dengan menerapkan

Model Pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create, Share) berbantuan pada

permainan congklak, sedangkan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran

konvensional.

3.6 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian terdiri dari persiapan eksperimen, pelaksanaan

eksperimen dan akhir eksperimen. Tahapan tersebut akan dijelaskan sebagai

berikut:

1) Persiapan Eksperimen

a) Menentukan tema penelitian.

b) Menentukan gugus/sekolah.

c) Observasi.

d) Wawancara dan studi dokumentasi.

e) Menentukan populasi dan sampel.

f) Menyusun instrumen penelitian.

g) Mengkonsultasikan instrument penelitian.

h) Melakukan uji instrumen.

2) Pelaksanaan Eksperimen

Pelaksanaan eksperimen dilakukan dengan melakukan treatment berupa

pemberian Model Pembelajaran Model Pembelajaran SSCS (Search, Solve,


64

Create, Share) pada kelas eksperimen sebanyak 6 kali pertemuan, sedangkan pada

kelas kontrol tidak diberikan perlakuan. 3) Akhir Eksperimen Penelitian

eksperimen diakhiri dengan melakukan post-test sebanyak 1 kali yang diberikan

di akhir pertemuan. Selanjutnya dilakukan analisis data untuk mengetahui

pengaruh Model Pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create, Share) terhadap

pemecahan masalah belajar siswa dengan menggunakan uji-t berbantuan program

SPSS.

3) Akhir Penelitian.

Penelitian eksperimen diakhiri dengan melakukan post-test sebanyak 1

kali yang diberikan di akhir pertemuan. Selanjutnya dilakukan analisis data untuk

mengetahui pengaruh Model Pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create, Share)

terhadap pemecahan masalah belajar siswa dengan menggunakan uji-t berbantuan

program SPSS.

3.7 Teknik Pengumpulan Data Dan Instrument

3.7.1 Teknik pengumpulan data

Metode pengumpulan data merupakan langkah penting dalam melakukan

penelitian sebab data yang akan terkumpul akan menjadi bahan analisis dalam

penelitian. Adapun metode pengumpulan data yang akan digunakan yakni:

1. Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukaan melalui

sesuatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan terhadap keadaan atau

prilaku objek sasaran (Abbdurahman, 2011). Prosedur observasi bertujuan untuk

mendokumentasikan setiap keadaan yang berkaitan dengan tujuan studi yang telah
65

ditetapkan. Observasi pada penelitian ini dilakukan dengan mengamati kegiatan

pembelajaran Matematika di kelas V SD N 2 Banyuning.

2. Wawancara

Menurut Andra Tersiana (2018) wawancara merupakan cara pengumpulan

data pada penelitian yang digunakan untuk mengetahui hal-hal secara

mendalam.Kumpulan pertanyaan terkait penelitian yang terorganisir sebelumnya

dikembangkan oleh peneliti. Peneliti kemudian bertemu dengan narasumber dan

menanyai mereka. Wawancara pada penelitian ini dilakukan dengan

mewawancarai guru dan siswa SD N 2 Banyuning untuk mengetahui kondisi di

kelas tersebut

3. Kuesioner (Angket)

Kuesioner ialah informasi diberikan dengan memberikan serangkaian

pertanyaan yang disusun untuk dijawab dan diberikan secara lugas atau melalui

web. Kuesioner yang digunakan dalam hal ini adalah kuisinoner tertutup yakni

kuesioner yang sudah disediakan jawabanya sehingga responden tinggal memilih

dan manjawab secara langsung (Sugiyono,2008).

4. Dokumentasi

Dokumentasi menurut Sugiyono (2015) adalah suatu cara yang digunakan

untuk memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku, arsip, dokumen, tulisan

angka dan gambar yang berupa laporan serta keterangan yang dapat mendukung

penelitian. Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan informasi dan


66

kemudian telaah. Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

silabus, RPP dan profil sekolah.

3.7.2 Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat-alat yang digunakan untuk mendapatkan atau

mengumpulkan data. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan tes esai

berjumlah 50 butir soal. Masing-masing soal benar skor 1, salah skor 0, sehingga

skor maksimal 50, skor minimal 0.

1) Kisi-Kisi Instrumen

Kisi-kisi instrumen yang digunakan sebagai acuan untuk menyusun

instrumen pengumpulan data yang dalam hal ini menggunakan soal bentuk

objektif. Kisi-kisi tes pemecahan masalah matematika berjumlah 50 butir sebelum

uji coba. Instrumen pemecahan masalah matematika untuk judges dengan nomor

soal berurutan. Keterampilan pemecahan masalah memuat empat indikator yaitu

1) memahami masalah, 2) merencanakan penyelesaian, 3) menyelesaikan masalah

sesuai rencana, dan 4) melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah.

Tabel 3.7 merupakan rancangan kisi-kisi instrument penelitian.

Tabel 3.7 kisi-kisi instrument penelitian

Indiktor
Pemecahan
Kompetensi Indikator Masalah Bentuk
No Nomor Soal
Dasar KD Berdasarkan Soal
Taksonomi
bloom

Menjelaskan dan Menjelaskan Menunjukan 1,2,4,7,14,


menentukan volume perbedaan
1 PG 22,28,35,
volume bangun bangun bangun ruang
ruang dengan ruang dengan bangun 40,44
67

Indiktor
Pemecahan
Kompetensi Indikator Masalah Bentuk
No Nomor Soal
Dasar KD Berdasarkan Soal
Taksonomi
bloom
menggunakan datar (C2)
satuan volume
(seperti kubus Mengoprasi PG 10,12,16,20,
satuan) serta hitungkan
23,33,36,39,
hubungan volume bangun
pangkat tiga ruang (C3) 42,46
dengan akar PG 3,17,25,29,
Menghubungkan
pangkat tiga
bilangan
30,31,34,38,
berpangkat tiga
yang benar (C3) 43,47
Memecahkan PG 6,9,18,21,24,
Menjelaskan operasi hitung 27,37,45,48,
hubungan bilangan
pangkat tiga berpangkat tiga 50
dan akar dan akar
pangkat tiga pangkat tiga(C4)
Membandingkan PG 5,8,11,13,15,
bilangan
pangkat tiga 19,26,32,41,
dengan akar 49
pangkat tiga
(C5)
JUMLAH 50

2) Uji validitas

Menurut Sugiyono (2015), instrumen yang valid berarti alat ukur

yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti

instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya

diukur. Derajat reliabilitas alat evaluasi dapat menggunakan kriteria yang

dikemukakan oleh Guilford, disajikan dalam Tabel 3.9.


68

Tabel 3.9 Kriteria Reliabilitas Kemampuan pemecahan masalah

Rentangan Derajat Reliabilitas Kriteria


0,80 < r1.1 Sangat Tinggi
0,60 < r1.1 Tinggi
0,40 < r1.1 0,60 Sedang
0,20 < r1.1 Rendah
r1.1 Sangat Rendah
(Sumber: koyan, 2011)

3) Uji Daya Beda

Menurut Candiasa (2011) daya pembeda tes adalah “pengkajian butir-butir

tes yang dimaksud untuk mengetahui kesanggupan butir tes, untuk membedakan

peserta tes yang tergolong mampu dengan peserta tes yang tergolong “tidak

mampu”. Sebelum menentukan daya beda tes, terlebih dahulu ditentukan

Kelompok Atas (KA) dan Kelompok Bawah (KB). Menurut Cadiasa (2011)

penentuan KA dan KB dilakukan dengan mengurut skor siswa dari skor tertinggi

sampai dengan skor terendah, selanjutnya diambil 27% skor tertinggi disebut

sebagai KA dan 27% skor terendah disebut sebagai KB. Rumus yang digunakan

untuk menghitung tingkat daya beda, sebagai berikut.

Dp = - (Koyan, 2011)

Keterangan:

Dp = daya beda butir tes

nBA = jumlah subjek yang menjawab benar pada

kelompok atas nBB = jumlah subjek yang menjawab benar pada

kelompok bawahnA = jumlah subjek kelompok atas

nB = jumlah subjek kelompok bawah


69

Terdapat empat kriteria tingkat daya beda yang digunakan dalam penelitian

ini, dapat dilihat pada Tabel 3.10.

Tabel 3.10 Kriteria Daya Beda

Rentangan Daya Beda Kriteria


Dp Sangat Baik
Dp Baik
Dp Cukup Baik
Dp Kurang Baik
(Sumber: Koyan,2011)

4) Uji Indeks Kesukaran Butir

Menurut Koyan (2011) taraf kesukaran perangkat tes merupakan bilangan

yang menunjukkan proporsi testee yang dapat menjawab seluruh perangkat tes.

Tingkat kesukaran butir tes adalah bilangan yang menunjukkan proporsi peserta

ujian (testee) yang dapat menjawab benar pada butir soal tersebut. Tingkat

kesukaran tes dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Pp = (Koyan, 2011)

Keterangan:

P = tingkat kesukaran butir tes

nB = banyaknya subjek yang menjawab soal dengan benar

n = jumlah subjek (testee) seluruhnya

Besar nilai tingkat kesukaran berkisar dari 0,00 sampai 1,00 sesuai proporsi.

Kriteria taraf kesukaran butir tes dapat dikelompokkan menjadi tiga dan dapat

dilihat pada Tabel 3.11.


70

Tabel 3.11 Kriteria Taraf Kesukaran Butir Kemampuan pemecahan masalah

Rentangan Tingkat Kesukaran Butir Kriteria


Sukar
Sedang
Pp 9 Mudah
(Sumber: Dimodifikasi dari Koyan, 2011)

5) Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang akan digunakan adalah analisis

deskriptif dan analisis inferensial.

6) Teknik Analisis Deskriptif

Menurut (Handayani dan Suardipa, 2020) analisis deskriptif dilakukan untuk

mengetahui tinggi rendahnya kualitas dari dua variabel, yaitu penggunaan Model

Pembelajaran SSCS berbantuan permainan congklak terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematika. Untuk menentukan kualitas variabel-variabel

tersebut, skor rata-rata (mean) tiap-tiap variabel dikonversikan dengan

menggunakan kriteria rata-rata ideal dan standar deviasi (SD).

a. Rumus Menghitung Mean

(Handayani & Suardipa, 2020)

Keterangan:

M = Mean

= Banyak skor

N = Jumlah sampel
71

b. Rumus Menghitung Median

(Handayani & Suardipa, 2020)

Keterangan:

Me : Median

Tb : tepi bawah kelas modus

K : panjang kelas

n : jumlah sampel

F : f kumulatif sebelum kelas median

f : frekuensi kelas/daerah median

c. Rumus Menghitung Modus

(Handayani & Suardipa, 2020)

Keterangan:

Mo : Modus

tb : tepi bawah kelas modus

K : panjang kelas

d1 : selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sebelumnya

d2 : selisih frekuensi kelas modus dengan kelas sesudahnya


72

Mean, median, modus pemahaman konsep matematika siswa selanjutnya

disajikan ke dalam kurva polygon. Tujuan penyajian data ini adalah untuk

menafsirkan sebaran data pemahaman konsep pada kelompok eksperimen dan

kontrol. Hubungan antara mean (M), median (Md), dan modus (Mo) dapat

digunakan untuk menentukan kemiringan kurva polygon distribusi frekuensi.

Ketentuan kemiringan kurva polygon distribusi frekuensi (Koyan, 2012:15)

sebagai berikut:

1. Jika nilai modus lebih kecil dari median dan median lebih kecil dari mean

(Mo<Md<M), maka kurva juling positif yang berarti sebagian besar skor siswa

cenderung rendah.

2. Jika nilai modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean

(Mo>Md>M), maka kurva juling negative yang berarti sebagian besar skor siswa

cenderung tinggi).

d. Rumus Standar Deviasi

(Handayani & Suardipa, 2020)

Keterangan:

s : standar deviasi

: Jumlah skor

n : banyak sampel

Untuk menentukan tinggi rendahnya kualitas variabel-variabel tersebut, skor

rata-rata (mean) tiap-tiap variabel dikonvesikan dengan menggunakan kriteria

rata-rata ideal (Mi) dan standar deviasi ideal (SDi). Kriteria rata-rata ideal adalah
73

standar ideal yang digunakan dalam penelitian ini. Untuk mempermudah dalam

menghitung rata-rata ideal dan standar deviasi ideal dapat dibuat skala penilaian

sebagai berikut.

Tabel 3.12 Kriteria Rata-rata Ideal dan Standar Deviasi Ideal

No Rentang Skor Klasifikasi/Predikat


1. Mi + 1,5 SDi<Mi + 3,0 SDi Sangat Baik
2. Mi + 0,5 SDi <Mi + 1,5 SDi Baik
3. Mi – 0,5 SDi<Mi + 0,5 SDi Cukup
4. Mi – 1,5 SDi <Mi – 0,5 SDi Tidak Baik
5. Mi – 3,0 SDi<Mi – 1,5 SDi Sangat Tidak Baik
(Sumber: Handayani & Suardipa, 2020)

Keterangan:

Rata-rata skor kemampua pemecahan masalah matematika

Mi = rata-rata ideal dihitung dengan rumus: ½ (skor maksimal ideal + skor

minimal ideal)

SDi = standar deviasi ideal dihitung dengan rumus: 1/6 (skor maksimal ideal-skor

minimal ideal).

7. Uji Prasyarat

Pada tahap ini, untuk mendapatkan simpulan terhadap data yang telah

diperoleh, maka selanjutnya perlu dilakukan pengujian pada data yang telah

diperoleh menggunakan uji normalitas, uji homogenitas, dan uji hipotesis.

8. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah pengujian untuk meyakinkan bahwa populasi yang

digunakan untuk penelitian sudah terdistribusi dengan normal. Adapun uji


74

normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Chi-Kuadrat

dengan rumus sebagai berikut.

(Handayani & Suardipa, 2020)

Keterangan :

x2 = Chi-Kuadrat

f0 = Frekuensi observasi

fh = Frekuensi harapan

Harga x2 yang diperoleh dibandingkan dengan x2 tabel dengan taraf

signifikasi 5%. Kriteria pengujian adalah jika x2 hitung < x2 tabel, berarti

data berdistribusi normal.

9. Uji Homogenitas

Uji homogenitas adalah pengujian untuk meyakinkan bahwa

perbedaan yang terjadi pada hipotesis benar-benar terjadi akibat adanya

perbedaan antar kelompok. Uji homogenitas varians untuk kedua kelompok

digunakan Uji Fisher (F), dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

H0 : Varians homogen

Ha : Varians tidak homogen

Rumus uji F = (Handayani & Suardipa, 2020)

Kriteria pengujian, jika F hitung ≥ F a (n1-1, n2- 1) maka varians tidak homogen

(H1 diterima dan H0 ditolak) dan jika F hitung < F a (n1-1, n2- 1) maka varians

homogen (H0 diterima dan H1 ditolak). Pengujian ini dilakukan pada taraf
75

signifikasi 5% dengan derajat kebebasan untuk pembilang n1-1 dan derajat

kebebasan untuk penyebut n2-1

10. Uji Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah, H0 : Tidak terdapat perbedaan yang

signifikan kemampuan pemecahan masalah antara kelas siswa yang dibelajarkan

dengan Model Pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create, Share) dengan kelas

siswa yang dibelajarkan konvensional pada siswa kelas V SD N 2 Banyuning

tahun pelajaran 2022/2023

Hipotesis statistik yang diuji dalam penelitian ini adalah:

H0 : µ1 = µ2

H0 : µ1 ≠ µ2 Keterangan :

µ1 = Rata-rata kemampuan geometri yang mengikuti Model Pembelajaran SSCS

(Search, Solve, Create, Share)

µ2 = Rata-rata kemampuan geometri yang tidak mengikuti Model Pembelajaran

SSCS (Search, Solve, Create, Share)

H0: Tidak terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan pemecahan masalah

matematika antara kelas siswa yang menerapkan Model Pembelajaran SSCS

(Search, Solve, Create, Share) dengan kelas siswa yang pembelajarannya secara

konvensional pada siswa kelas V SD N 2 Banyuning Kecamatan Buleleng.

H1: Terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan geometri matematika antara

kelas siswa yang menerapkan model pembelajaran Model Pembelajaran SSCS


76

(Search, Solve, Create, Share) dengan kelas siswa yang pembelajarannya secara

konvensional pada siswa kelas V SD N 2 Banyuning

Jika data yang diperoleh sudah memenuhi persyaratan uji normalitas dan

homogenitas maka Analisis yang digunakan adalah statistik parametik. Analisis

statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini menggunakan uji-

t. Uji hipotesis menggunakan uji-t dengan rumus polled varians. Rumus Uji-t

dengan rumus polled varians digunakan bila jumlah anggota sampel sama n1 = n2

dan varians homogen. Rumus Uji-t dengan rumus polled varians sebagai berikut:

(Handayani & Suardipa, 2020)

Keterangan:

= Rata-rata nilai akhir kelas eksperimen

= Rata-rata nilai akhir kelas control

= Simpang baku sampel 1

= Simpang baku sampel 2

= Varian sampel 1

= Varian sampel 2

= Jumlah siswa kelas eksperimen

= jumlah siswa kelas kontrol

Dengan kriteria jika harga thitung lebih kecil dari pada ttabel, maka Ho

diterima dan Ha ditolak, jika harga thitung lebih besar dari pada ttabel, maka Ha

diterima dan Ho ditolak. Pada taraf signifikansi 5% dengan dk = n1-n2-2.


77

Jika data yang diperoleh memenuhi persyaratan uji normalitas dan

homogenitas maka analisis yang digunakan adalah statistic non parametrik.

Statistic non parametrik yang dapat digunakan adalah uji tanda (sign test) dengan

rumus sebagai berikut:

Keterangan:

n1 = banyaknya data positif

n2 = banyaknya data negative

Hipotesis yang akan diuji adalah untuk membuktikan Ho ditolak atau diterima,

maka Chi Kuadrat hitung dibandingkan dengan dengan dk= 1.

Berdasarkan dk = 1 dan kesalahan 5% (0,05). Jika > maka Ho ditolak

Ha diterima.
78

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, S., Fitraini, D., Rahmi, D., & Fitri, I. (2018). Pengaruh model
pembelajaran search, solve, create, and share (sscs) terhadap pemahaman
konsep matematis ditinjau dari pengetahuan awal siswa. Jurnal Pendidikan
Matematika, 2(2), 42-53.

Alfiani, D., Muchyidin, A., & Izzati, N. (2019). Pengaruh Penerapan Model
Pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create, Share) Terhadap Miskonsepsi
Siswa Pada Soal Matematika Bentuk Cerita. Limacon: Journal of
Mathematics Education, 1(2), 49-58.

Anggo, M. (2011). Pemecahan masalah matematika kontekstual untuk


meningkatkan kemampuan metakognisi siswa. Edumatica: Jurnal
Pendidikan Matematika.

Anggraini, P. D., & Wulandari, S. S. (2021). Analisis penggunaan model


pembelajaran project based learning dalam peningkatan keaktifan siswa.
Jurnal Pendidikan Administrasi Perkantoran (JPAP), 9(2), 292-299.

Astuti, N. P. E. F., Suweken, G., & Waluyo, D. (2018). Pengaruh Model


Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (Sscs) Terhadap Pemahaman
Konsep Matematika Siswa Kelas Viiii Smp Negeri 1 Banjar. Jurnal
pendidikan matematika undiksha, 9(2), 84-95.

Dhanandjaya, James. 1984. Folklore Indonesia (hlm. 171). Jakarta. PT. Pustaka
Grafiti Press

Erlistiani, M., Syachruroji, A., & Andriana, E. (2020). Penerapan Model


Pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create and Share) Terhadap
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Jurnal PGSD: Jurnal Ilmiah Pendidikan
Guru Sekolah Dasar, 13(2), 161-168.

Falah, C. M. N., Windyariani, S., & Suhendar, S. (2018). Peningkatan


Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Melalui Model Pembelajaran
Search, Solve, Create, and Share (SSCS) Berbasis Etnosains. Didaktika
Biologi: Jurnal Penelitian Pendidikan Biologi, 2(1), 25-32.

Fitri, I., Agustin, S., Rahmi, D., & Fitraini, D. (2018). Pengaruh Penerapan Model
Pembelajaran Search Solve Create Share (SSCS) terhadap Pemahaman
Konsep Matematis ditinjau dari Pengetahuan Awal Siswa Sekolah
Menengah Pertama Negeri 1 Kampar Kiri Tengah. Jurnal Cendekia: Jurnal
Pendidikan Matematika, 2(2), 42-53.
79

Handayani, L. (2020). Peningkatan Motivasi Belajar IPA Melalui Model


Pembelajaran Project Based Learning pada Masa Pandemi Covid-19 bagi
Siswa SMP Negeri 4 Gunungsari. Jurnal Paedagogy, 7(3), 168-174.

Handayani, Suardipa. (2020). Statistik Pendidikan. Jawa Tengah: CV. Pena


Persada

Herliantari, H. (2018). EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN SEARCH,


SOLVE, CREATE, AND SHARE (SSCS) TERHADAP KEMAMPUAN
CREATIVE PROBLEM SOLVING PESERTA DIDIK PADA
PEMBELAJARAN FISIKA (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan
Lampung).

Khoirunnisa, I. (2022). PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SSCS


(SEARCH, SOLVE, CREATE, AND SHARE) BERBANTUAN MODUL
DESAIN DIDAKTIS TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN
MATEMATIS DITINJAU DARI SELF-EFFICACY PESERTA
DIDIK (Doctoral dissertation, UIN RADEN INTAN LAMPUNG).

Meika, I., Ramadina, I., Sujana, A., & Mauladaniyati, R. (2021). Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Siswa Dengan Menggunakan Model
Pembelajaran SSCS. Jurnal Cendekia: Jurnal Pendidikan Matematika, 5(1),
383-390.

Model Pembelajaran SSCS (no date) EduChannel Indonesia. Available at:


https://educhannel.id/blog/artikel/model-pembelajaran-sscs.html (Accessed:
December 5, 2022).

Mursyidah, R., Muharrami, L. K., Rosidi, I., & Hadi, W. P. (2019). Pengaruh
Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS) terhadap
Keterampilan Generik Sains Peserta Didik. Natural Science Education
Research, 2(1), 85-96.

Mustofa, Z. (2015). Pengaruh model pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create,


and Share) dengan strategi mind mapping terhadap penguasaan konsep
fisika pokok bahasan teori kinetik gas siswa kelas XI MIA SMAN 1
Kertosono (Doctoral dissertation, Universitas Negeri Malang).

Penerapan Model Pembelajaran SSCS (Search, Solve, Create and Share)


Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Rafianti, I., Iskandar, K., & Haniyah, L. (2020). Pembelajaran Search, Solve,
Create and Share (SSCS) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan
Disposisi Matematis Siswa. Journal of Medives: Journal of Mathematics
Education IKIP Veteran Semarang, 4(1), 97-110.
80

Rismayanti, T. A., & Pujiastuti, H. (2020). Pengaruh model search solve create
share (SSCS) terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis. JKPM
(Jurnal Kajian Pendidikan Matematika), 5(2), 183-190.

Rismayanti, T. A., & Pujiastuti, H. (2020). Pengaruh model search solve create
share (SSCS) terhadap kemampuan pemahaman konsep matematis. JKPM
(Jurnal Kajian Pendidikan Matematika), 5(2), 183-190.

RISNA, D. A. (2022). PENGARUH MODEL SEARCH, SOLVE, CREATE AND


SHARE BERBANTUAN PRAKTIKUM VIRTUAL TERHADAP
KETERAMPILAN GENERIK SAINS PESERTA DIDIK KELAS XI DI
SMA NEGERI 1 KATIBUNG PADA MATERI SEL (Doctoral dissertation,
UIN RADEN INTAN LAMPUNG).

ROSALIA, A. (2019). PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SSCS


(SEARCH SOLVE CREATE AND SHARE) TERHADAP PEMAHAMAN
KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PESERTA
DIDIK (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).

ROSALIA, A. (2019). PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SSCS


(SEARCH SOLVE CREATE AND SHARE) TERHADAP PEMAHAMAN
KONSEP DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PESERTA
DIDIK (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).

SAFI’I, A. H. M. A. D. (2020). PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN


SEARCH, SOLVE, CREATE AND SHARE (SSCS) TERHADAP
KEMAMPUAN BERPIKIR REFLEKTIF MATEMATIS DAN
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PESERTA
DIDIK (Doctoral dissertation, UIN Raden Intan Lampung).

Samira, S. (2018). Pengaruh Model Search, Solve, Create, Share terhadap


Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X SMA Negeri 1
Tinambung Kab. Polewali Mandar (Doctoral dissertation, Universitas Islam
Negeri Alauddin Makassar).

Saputri, Y. D., Indrowati, M., & Ariyanto, J. (2019). Hubungan Keterampilan


Metakognisi Dengan Pemahaman Konsep Biologi Melalui Model
Pembelajaran SSCS. In Proceeding Biology Education Conference:
Biology, Science, Enviromental, and Learning (Vol. 16, No. 1, pp. 133-
138).

Saputri, Y. D., Indrowati, M., & Ariyanto, J. (2019). Hubungan Keterampilan


Metakognisi Dengan Pemahaman Konsep Biologi Melalui Model
Pembelajaran SSCS. In Proceeding Biology Education Conference:
Biology, Science, Enviromental, and Learning (Vol. 16, No. 1, pp. 133-
138).
81

Sari, A. Y., & Zulfah, U. (2018). Implementasi pembelajaran project based


learning untuk anak usia dini. Jurnal Motoric, 1(1), 10-10.

Sari, F. F. K., & Lahade, S. M. (2022). Pengaruh model pembelajaran inkuiri


terhadap sikap ilmiah rasa ingin tahu peserta didik sekolah dasar pada
pembelajaran IPA. Jurnal Basicedu, 6(1), 797-802.

Sari, I. R. (2018). PENGARUH PENERAPAN PEMBELAJARAN


KOOPERATIF TIPE SEARCH SOLVE CREATE SHARE (SSCS)
TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN SELF-
EFFICACY SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
PEKANBARU (Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau).

Sari, R. T., & Angreni, S. (2018). Penerapan model pembelajaran project based
learning (PjBL) upaya peningkatan kreativitas mahasiswa. Jurnal Varidika,
30(1), 79-83.

Subandiyah, H. (2015). Pembelajaran literasi dalam mata pelajaran bahasa


indonesia. Paramasastra: Jurnal Ilmiah Bahasa Sastra Dan
Pembelajarannya, 2(1).

Suci, A. A. W. (2012). Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada


pembelajaran problem posing berkelompok. MATHEdunesa, 1(2).

SYAHIRAH, A. E. (2022). PENGARUH MODEL SEARCH, SOLVE, CREATE,


AND SHARE (SSCS) TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP SISWA
PADA MATERI SISTEM PERIODIK UNSUR (Doctoral dissertation,
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau).

Yunengsih, Y. (2018). PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN SEARCH-


SOLVE-CREATE-SHARE (SSCS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL
BELAJAR PADA MATERI KEANEKARAGAMAN HAYATI (Doctoral
dissertation, FKIP UNPAS).
82

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Lampiran 01. Surat Izin Penelitian


83

Lampiran 02. Dokumentasi Observasi dan Wawancara


Foto Wawancara Dengan Guru Pamong Kelas 5
84

Lampiran 03. Dokumentasi Observasi dan Wawancara


Foto Ijin Observasi dengan Kepala Sekolah dan Siswa
85

Lampiran 04. Hasil Observasi Awal


Nilai Pas (Penilaian Akhir Semester) Siswa Kelas 5 A
86

Lampiran 05. Hasil Observasi Awal


Nilai Pas (Penilaian Akhir Semester) Siswa Kelas 5 B
87

Lampiran 06. Hasil Observasi Awal


Nilai Pas (Penilaian Akhir Semester) Siswa Kelas 5 C
88

Lampiran 07. Hasil Wawancara


Instrumen Wawancara

Instrumen Wawancara Kepada Salah Satu Guru Kelas V


SD Negeri 2 Banyuning

Nama Guru : Nyoman aristyana sari, S.Pd


Tujuan : Memperoleh informasi mengenai pembelajaran
Matematika di SD Negeri 2 Banyuning

Hari/Tanggal : Jumat 29 November 2022


Pukul : 10.00-Selesai
Tempat : Ruang Guru SD Negeri 2 Banyuning

No Pertanyaan Jawaban Guru


1 Bagaiaman cara mengajar Selama ini saya berusaha menerapkan
yang ibu terapkan selama pembelajaran yang menarik, namun dalam
ini? pelaksanaanyha masih kesulitan dan
memakan waktu belajar yang lebih lama.
Sehingga dalam mengajar saya masih
menggunakan model konvensional yang
dipadukan dengan pendekatan saintific
2 Untuk memulai pembelajaran Dalam mengajar hal yang perlu
khususnya mata pelajaran dipersiapkan tentunya mengenai model yang
matematika, hal apasaja yang akan saya gunakan dalam mengajar, selain
bapak kepersiapkan sebagai itu media yang ssuai dengan materi yang
bahanmengajar? saya ajarkan, modul atau referensi yang
saya gunakan sebagai acuan untuk
mengajar, serta saya selalu mengecek
kesiapan siswa.
3 Dalam proses belajar Selama mengajar dikelas IV, seringkali saya
mengajar khususnya dikelas menemui permasalahan siswa yaitu
V, permasalahan apa yang kurangnya fokus siswa dalam mengikuti
paling sering terjadi? proses pembelajaran, apalagi siswa kelas IV
itu merupakan kelas dimana siswa akan
mulai berada difase bosan/jenuh, apalagi
memasuki fase kelas tinggi yang dimana
89

No Pertanyaan Jawaban Guru


pembelajaran akan lebih tinggi
khususnya mata pelajaran matematika.
4 Bagaimana antusiassiswa Berbicara mengenai mapel matematika,
dalam mengikuti mata antusias siswa bisa dibilang kurang karena
pelajaran MATEMATIKA? mereka menganggap matematika itu sulit
dan sangat membosankan. Namun tidak
semua siswa seperti itu, saya berbicara
secara umumnya.
5 Apa yang membuat siswa Karena mereka hanya melihat dan
merasa cepat bosan dan mendengar bahwa MATEMATIKA itu
menganggap MATEMATIKA banyak rumus dan cara perhitungannya
itu pelajaran yang sulit untuk yang ribet, sehingga kebanyakan siswa jika
siswa mengerti? sekali mereka tidak mengerti dengan materi
yang diajarkan mereka malas untuk
mendalami materi yang diajarkan. Sehingga
dari kemalasan tersebut mengakibatkan
kebanyakan siswa menganggap
MATEMATIKA itu sangat membosankan.
6 Apakah siswa bisa Untuk saat ini bisa, karena saat ini saya
memahami materi mengajar dengan cara menghubungkan
MATEMATIKA yang bapak materi pelajaran dengan lingkungan sekitar.
ajarkan saat ini?

7 Apakah siswa aktif dalam Ada beberapa siswa yang aktif dalam
mengikuti pembelajaran pembelajaran, misalnya ada yang aktif
MATEMATIKA? bertanya. Namun kebanyakan siswa tidak
mau bertanya apabila mengalami kesulitan
belajar seperti tidak mengerti rumus.
Terkadang juga ada beberapa siswa yang
ramai dan bicara sendiri
saat saya sedang menjelaskan materi.
8 Apakah dalam pembelajaran Ya pernah, saya pernah menggunakan
MATEMATIKA, pernah metode diskusi kelompok.Tapi dalam
menerapkan metode diskusi pelaksanaannya memakan waktu yang lama.
dalam kelompok? Siswa justru ramai sendiri dan kurang bisa
bekerjasama dalam kelompok. Sehingga
90

No Pertanyaan Jawaban Guru


apabila diterapkan pembelajaran tidak akan
efektif.
9 Apakah kesulitan yang alami Tentunya ada, saya kesulitan dalam
dalam memberikan menggunakan model pembelajaran yang
pembelajaran MATEMATIKA inovatif yang dapat membangkitkan
dalam meningkatkan minat semangat dan membuat minat belajar siswa
belajar siswa? dapat meningkat. Dalam materi bangun
datar saya sulit mengaplikasikan materi
dengan media yang tepat yang akan
membuat siswa lebih semangat dalam
mengikuti pembelajaran dikelas.
10 Dari pembelajaran yang Ada beberapa siswa yang nilai belajarnya
sudah diterapkan, apakah sudah memenuhi KKM, dan ada juga yang
nilai siswa selama ini sudah masih dibawah KKM. Namun
baik dan mencapai standar perbandingannya untuk mata pelajaran
ketuntansanminimal dari MATEMATIKA seringkali masih banyak
sekolah untuk mata siswa yang belum memenuhi KKM. Padahal
pelajaran MATEMATIKA? KKM mata pelajaran matematika masih
termasuk rendah.
91

Lampiran 08. Uji Kesetaraan


92

Lampiran 09. Instrument Kemampuan Pemecahan Masalah

Mata Pelajaran : Matematika


Kelas : V (Lima)
Waktu : 120 Menit

PETUNJUK!
1. Tulislah terlenih dahulu identitas pada lembar jawaban yang telah disedikan!
2. Bacalah dengan teliti soal yang akan kamu kerjakan !
3. Kerjakan dahulu soal-soal yang kamu anggap paling mudah!
4. Laporkan pada guru atau pengawas apabila ada soal atau tulisan yang
kurang jelas!
5. Periksa kembali pekerjaanmu sebelum diserakan kepada bapak/ibu guru!

Selamat bekerja

1. 1432 + 183 = ….
A. 7.761
B. 7.671
C. 7.681
D. 7.861

Jawaban: C

2. Jumlah satuan kubus yang menyusun bangun di bawah adalah .....

A. 24 C. 32
B. 36 D. 40

Jawaban: B
93

3. Volume kubus dengan panjang sisi 13 cm adalah .....


A. 2.197 cm³ C. 2.297 cm³
B. 2.744 cm³ D. 2.774 cm³

Jawaban: A

4. Panjang sisi kubus jika diketahui volume kubus 4.913 cm³ adalah .....
A. 16 cm C. 17 cm
B. 18 cm D. 19 cm

Jawaban: C

5. Volume bangun ruang berikut adalah .....

A. 3.200 cm³
B. 4.000 cm³
C. 3.600 cm³
D. 4.500 cm³
Jawaban: C

6. Sebuah kolam renang panjangnya 20 meter dan lebarnya 12 meter. Jika


volume kolam renang 336.000 liter. Kedalaman kolam renang adalah .....
A. 120 cm C. 140 cm
B. 150 cm D. 180 cm

Jawaban: C

7. Damar mempunyai 2 buah kubus dengan panjang sisi 15 cm dan 18 cm.


Selisih volume kedua kubus Damar adalah .....
A. 1544 cm³ C. 1457 cm³
B. 2445 cm³ D. 2457 cm³
Jawaban: D

8. Hasil dari 12³ adalah .....


A. 1728 C. 1718
B. 1729 D. 1719

Jawaban: A
94

9. Bangun ruang kubus memiliki jumlah rusuk .....


A. 12 buah C. 14 buah
B. 13 buah D. 15 buah
Jawaban: A
10. Sebuah balok memiliki panjang 4 cm, lebar 2 cm dan tinggi 3 cm, maka
volume balok tersebut adalah .....
A. 22 cm³ C. 26 cm³
B. 24 cm³ D. 28 cm³
Jawaban: B
11. Volume rubik di bawah adalah ..... kubus satuan.

A. 3
B. 9
C. 18
D. 27

Jawaban: D

12. Sebuah pot tanaman bunga berbentuk balok, memiliki panjang 40 cm, lebar
20 cm, dan tingginya 10 cm. Pot akan diisi setengahnya, maka volume tanah
dalam pot adalah .....
A. 8000 cm³ C. 800 cm³
B. 4000 cm³ D. 400 cm³
Jawaban: B

13. Sebuah kotak bervolume 8 cm3. Luas permukaan adalah .....


A. 2 cm² C. 24 cm²
B. 4 cm² D. 48 cm²

Jawaban: C

14. Di bawah ini benda yang berbentuk balok yaitu..


a. bola
b. rubik
c. gelas
d. almari
95

Jawaban: d. almari.

15. Di bawah ini yang termasuk ciri ciri balok, kecuali . . . .


a. mempunyai 6 sisi
b. mempunyai 8 titik sudut
c. mempunyai 12 rusuk
d. mempunyai 6 diagonal ruang

Jawaban: d. mempunyai 6 diagonal ruang.

16. Jumlah titik sudut kubus yaitu . . . .


a. 4
b. 6
c. 8
d. 12

Jawaban: c. 8

17. Jumlah sisi pada bangun ruang berbentuk balok adalah . . . . buah.
a. 4
b. 6
c. 8
d. 10

Jawaban: b. 6.

18. Bentuk sisi sisi pada kubus adalah ….


a. lingkaran
b. persegi
c. persegi panjang
d. belah ketupat

Jawaban: b. persegi.

19. Sebuah benda memiliki 6 sisi. Setelah diukur sisi tersebut ternyata keenam
sisinya memiliki panjang dan lebar yang sama. Selain itu besar sudut pada sisi
sisinya juga sama yakni 90 derajat.
Dari informasi tersebut di atas, dapat diketahui bahwa benda tersebut
berbentuk bangun ….
a. balok
b. kubus
c. prisma
d. tabung

Jawaban: b. kubus.
96

20. Balok mempunyai …. pasang sisi yang sama besar.


a. 2
b. 3
c. 4
d. 6

Jawaban: b. 3

21. Sebuah papan kayu memiliki panjang 2 meter, lebar 30 cm dan tinggi 15 cm.
Dari pernyataan di atas kayu tersebut berbentuk bangun ….
a. kubus
b. balok
c. prisma
d. persegi panjang

Jawaban: b. balok.

22. Sebuah kubus memiliki panjang rusuk 9 cm. Maka volume dari bangun kubus
tersebut yaitu …. cm3.
a. 81
b. 486
c. 729
d. 739

Jawaban: c. 729.

23. Rumus mencari volume kubus adalah ….


a. V = p x l x t
b. V = s x s x s
c. V = 6 x s x s
d. V = 12 x s x s

Jawaban: b. V = s x s x s.

24. Perhatikan gambar di bawah ini!

Pada jaring jaring kubus di atas, sisi yang diarsir akan berhadapan dengan sisi
dengan angka ….
a. 1
b. 2
c. 3
d. 4
97

Jawaban: d. 4

25. Perhatikan gambar di bawah ini!

Pada jaring jaring kubus di atas, sisi yang diarsir akan berhadapan dengan sisi
dengan angka ….
a. 1
b. 4
c. 5
d. 6

Jawaban: c. 5

26. Diketahui sebuah kubus dengan luas alas 49 cm2 maka volume kubus tersebut
adalah …. cm3.
a. 294
b. 304
c. 343
d. 363

Jawaban: c. 343

27. Sebuah kubus dengan panjang rusuk 22 cm, maka volume dari kubus tersebut
adalah …. cm3.
a. 9.648
b. 10.648
c. 10.848
d. 10.968

Jawaban: b. 10.648.
28. Sebuah kubus memiliki volume 4.096 cm3. Maka panjang rusuk kubus
tersebut adalah ….
a. 14 cm
b. 16 cm
c. 24 cm
d. 26 cm

Jawaban: a. 16 cm

29. Hasil dari ³√32.768 adalah ….


a. 12
b. 22
98

c. 32
d. 42

Jawaban: c. 32

30. Perhatikan gambar di bawah ini!

Volume bangun kubus di atas adalah


….
a. 225 cm3
b. 625 cm3
c. 3.375 cm3
d. 3.775 cm3

Jawaban: c. 3.375 cm3.

31. Rumus mencari volume untuk bangun ruang berbentuk balok adalah ….
a. V = s x s x s
b. V = 6 x s x s
c. V = p x l x t
d. V = 2 x ((p x l) + (p x t) + (l x t))

Jawaban: c. V = p x l x t.

32. Sebuah balok mempunyai volume 360 cm3. Apabila panjang dan lebar balok
secara berturut turut adalah 18 cm dan 4 cm. Maka tinggi balok tersebut
adalah …. cm.
a. 3
b. 4
c. 5
d. 6
Jawaban: c. 5
99

33. Diketahui sebuah balok dengan panjang 32 cm, lebar 15 cm dan tinggi 8 cm.
Maka volume dari bangun balok tersebut adalah …. cm3.
a. 3.480
b. 3.840
c. 4.280
d. 4.420

Jawaban: b. 3.840

34. Sebuah wadah berbentuk kubus dengan panjang rusuk 12 cm. Dan di dalam
kubus tersebut akan dimasukkan kubus kecil dengan panjang rusuk 3 cm.
Maka banyaknya kubus kecil yang bisa ditampung paling banyak adalah ….
buah.
a. 16
b. 27
c. 32
d. 64

Jawaban: d. 64

35. Sebuah kubus mempunyai volume 2.744 cm3, maka panjang rusuk dari kubus
tersebut adalah … cm.
a. 14
b. 16
c. 24
d. 26

Jawaban: a. 14 cm.

36. Sebuah balok dengan volume 2.100 cm3. Apabila tinggi balok tersebut 30 cm.
Maka luas alas balok tersebut adalah …. cm2.
a. 70
b. 700
c. 63.000
d. 630.000

Jawaban: a. 70

37. Luas permukaan kubus adalah 1.350 cm2. Maka panjang rusuk kubus
tersebut adalah …. cm
a. 9
b. 12
c. 15
d. 18

Jawaban: c. 15
100

38. Pak Sriyanto membuat kerangka sebuah balok dengan menggunakan kawat. Ia
membuat kerangka balok tersebut dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 30 cm
dan tinggi 20 cm. Maka panjang kawat yang dibutuhkan oleh Pak Sriyanto
adalah …. meter.
a. 3
b. 4
c. 30
d. 40

Jawaban: b. 4

39. Hasil dari 5³ × 6³akan menghasilkan nilai sebesar ....


A. 9.000
B. 9.500
C. 27.000
D. 27.500
Jawaban C
40. Hasil penjumlah dari 8³ + 7³ adalah ....
A. 864
B. 454
C. 888
D. 290
Jawaban A
41. Hasil pengurangan dari 8³ - 7³ adalah ....
A. 864
B. 178
C. 88
D. 190
Jawaban B
42. Hasil dari 5³ + 2³ - 3³ adalah .....
A. 106
B. 120
C. 160
D. 233
Jawaban A
43. Hasil dari 72³ : 6³ adalah ....
A. 1.278
B. 1.287
101

C. 1.872
D. 1.728
Jawaban D
44. Hasil dari 3√125 + 3√27 adalah....
A. 8
B. 12
C. 10
D. 11
Jawaban D
45. Hasil dari Hasil dari 3√125 + 2³ adalah ....
A. 8
B. 13
C. 12
D. 11
Jawaban B
46. Hasil dari 3√343 - 3√216 adalah....
A. 1
B. 12
C. 2
D. 11
Jawaban A
47. Hasil dari 3√4.096 : 2³ x 4³ adalah ....
A. 128
B. 64
C. 24
D. 140
Jawaban A
48. Hasil dari adalah .....

A. 12
B. 6
C. 2
D. 14
Jawaban B
102

49. Hasil dari adalah .....

A. 12
B. 11
C. 20
D. 14
Jawaban A
50. Hasil dari (3√125 - 3√27) + 3√216 : 3√8 adalah ....
A. 5
B. 4
C. 8
D. 14
Jawaban A
103

Lampiran 10. RPP Kelas Kontrol


RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)
MATEMATIKA

Satuan Pendidikan : SD Negeri 2 Banyuning


Kelas / Semester :5/2
Pelajaran : Volume Bangun Ruang
Sub Pelajaran : Bangun Ruang Kubus
Pertemuan :1
Alokasi waktu : 90 menit

A. KOMPETENSI INTI
1. Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya.
2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya
diri
dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangga serta cinta
tanah air
3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat,
membaca] dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk
ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah,
sekolah, dan tempat bermain.
4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis, dan
logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak
sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan
berakhlak mulia.

B. KOMPETENSI DASAR DAN INDIKATOR

Muatan: Matematika
Kompetensi Dasar Indikator
3.5. Menjelaskan, dan menentukan volume 3.5.1. Memahami bangun ruang
bangun ruang dengan menggunakan Kubus
satuan volume (seperti kubus satuan)
serta hubungan pangkat tiga dengan
104

akar pangkat tiga

4.5. Menyelesaikan masalah yang berkaitan 4.5.1. Menjelaskan bangun


dengan volume bangun ruang dengan ruang kubus
menggunakan satuan volume (seperti
kubus satuan) melibatkan pangkat tiga
dan akar pangkat tiga

C. TUJUAN
1. Melalui penjelasan guru, siswa mampu memahami volume bangun ruang
dengan menggunakan satuan volume (seperti kubus satuan)
2. Melalui berbagai latihan siswa mampu menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan volume bangun ruang dengan menggunakan satuan volume (seperti
kubus satuan)

D. MATERI
1. Bangun Ruang Kubus

E. PENDEKATAN & METODE


Pendekatan : Scientific
Strategi : Cooperative Learning
Teknik : Example Non Example
Metode : Pengamatan, Penugasan, Tanya Jawab, Diskusi dan Praktek

F. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan
Waktu
Kegiatan 1. Kelas dimulai dengan dibuka dengan salam, 10 menit
menanyakan kabar dan mengecek kehadiran
Pendahuluan
siswa.
2. Kelas dilanjutkan dengan do’a dipimpin oleh
salah seorang siswa. Siswa yang diminta
membaca do’a adalah siswa siswa yang hari
ini datang paling awal. (Religius dan
Integritas)
105

3. Untuk menjaga semangat nasionalisme


menyanyikan salah satu lagu wajib atau
nasional.
4. Mengulas sedikit materi yang telah
disampaikan sebelumnya
5. Guru mengulas tugas belajar dirumah
bersama orangtua yang telah dilakukan.
(Mandiri)
6. Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini.
Kegiatan A. Mengamati 65 menit
B. Siswa mengamati dan guru menjelaskan tentang
Inti pengertian bangun ruang kubus. Literasi

C. Mengetahui pengertian bangun ruang kubus.


106

D. Menanya
1. Guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk bertanya tentang materi yang
telah disampaikan oleh guru. (Critical
Thinking and Problem Solving)
2. Siswa menanyakan penjelasan guru yang
belum di pahami
3. Guru menjelasakan pertanyaan siswa

E. Menalar
1. Siswa mencoba berdiskusi dengan
temannya tentang bangun ruang kubus.
(Gotong Royong, Mandiri)

2. Guru menunjuk beberapa siswa untuk


maju dan menjelaskan hasil diskusi
tentang bangun ruang kubus dengan
bimbingan guru.
3. Guru memberikan pembenaran dan
masukan apabila terdapat kesalahan atau
kekurangan pada siswa.
4. Guru menyatakan bahwa siswa telah
paham tentang bangun ruang kubus.

F. Mencoba
1. Guru memberikan soal latihan bangun
ruang kubus kepada siswa.(Creativity and
107

Innovation)

2. Guru meminta siswa untuk mengerjakan


soal latihan tersebut secara individu
3. Guru menunjuk beberapa siswa untuk
menuliskan hasil pekerjaanya didepan
kelas secara bergantian

G. Mengkomunikasikan
1. Siswa mempresentasikan secara lisan
kepada teman-temanya tentang bangun
ruang kubus. (Comunicatian)
2. Siswa menyampaikan manfaat belajar
bangun ruang kubus yang dilakauan
secara lisan di depan teman dan guru.

Kegiatan 1. Guru memberikan penguatan materi tentang 15 menit


bangun datar
Penutup 2. Guru mengapresiasi hasil kerja siswa dan
memberikan motivasi untuk menambah semangat
belajar siswa
3. Guru menyampaikan tugas dirumah kerja sama
dengan Orang Tua, (Mandiri)
4. Menyanyikan salah satu lagu daerah untuk
menumbuhkan Nasionalisme, Persatuan, dan
Toleransi.
5. Salam dan do’a penutup di pimpin oleh salah satu
108

siswa. (Religius)

G. PENILAIAN
Penilaian terhadap proses dan hasil pembelajaran dilakukan oleh guru untuk
mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik. Hasil penilaian
digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan
memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian terhadap materi ini dapat dilakukan
sesuai kebutuhan guru yaitu dari pengamatan sikap, tes pengetahuan dan
praktek/unjuk kerja sesuai dengan rubrik penilaian sebagai berikut;
Butir soal;
109

Catatan : Soal dapat dikembangkan oleh guru

H. SUMBER DAN MEDIA


1. Buku Pedoman Guru Kelas 5 dan Buku Siswa Kelas 5 (Buku Tematik
Terpadu Kurikulum 2013, Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
2016).
2. BSE KTSP
3. Software Pengajaran kelas 5 SD/MI dari SCI Media

Catatan Guru
1. Masalah :……….
2. Ide Baru :………..
3. Momen Spesial :………….

Mengetahui
Kepala SD Negeri 2 Banyuning Guru Kelas V

I Gusti Ngurah Made Oka Dania,S.Pd Nyoman Aristyana Sari, S.Pd


NIP. 19631231 198404 1 144 NIP. -
110

Lampiran 11. RPP Kelas Eksperimen

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)


MATEMATIKA

Satuan Pendidikan : SD Negeri 2 Banyuning


Kelas / Semester :5/2
Pelajaran : Volume Bangun Ruang
Sub Pelajaran : Bangun Ruang Kubus
Pertemuan :1
Alokasi waktu : 90 menit

F. KOMPETENSI INTI
1. Menerima, menjalankan, dan menghargai ajaran agama yang dianutnya.
2. Memiliki perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab, santun, peduli, dan percaya
diri
dalam berinteraksi dengan keluarga, teman, guru, dan tetangga serta cinta
tanah air
3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat,
membaca] dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk
ciptaan Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah,
sekolah, dan tempat bermain.
4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam bahasa yang jelas, sistematis, dan
logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang mencerminkan anak
sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak beriman dan
berakhlak mulia.

G. KOMPETENSI DASAR DAN INDIKATOR

Muatan: Matematika
Kompetensi Dasar Indikator
3.5. Menjelaskan, dan menentukan volume 3.5.1. Memahami bangun ruang
bangun ruang dengan menggunakan
111

satuan volume (seperti kubus satuan) Kubus


serta hubungan pangkat tiga dengan
akar pangkat tiga

4.5. Menyelesaikan masalah yang berkaitan 4.5.1. Menjelaskan bangun


dengan volume bangun ruang dengan ruang kubus
menggunakan satuan volume (seperti
kubus satuan) melibatkan pangkat tiga
dan akar pangkat tiga

H. TUJUAN
1. Melalui penjelasan guru, siswa mampu memahami volume bangun ruang
dengan menggunakan satuan volume (seperti kubus satuan)
2. Melalui berbagai latihan siswa mampu menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan volume bangun ruang dengan menggunakan satuan volume (seperti
kubus satuan)

I. MATERI
1. Bangun Ruang Kubus dengan satuan kubik

J. PENDEKATAN & METODE


Model : SSCS (SEARCH,SOLVE,CREATE,SHARE)
Pendekatan : Scientific
Strategi : Cooperative Learning
Media : Berbantuan Permainan Tradisional Congklak
Metode : Pengamatan, Penugasan, Tanya Jawab, Diskusi dan Praktek

K. KEGIATAN PEMBELAJARAN
Alokasi
Kegiatan Deskripsi Kegiatan
Waktu
Kegiatan 1. Kelas dimulai dengan dibuka dengan salam, 10 menit
menanyakan kabar dan mengecek kehadiran
Pendahuluan
siswa.
2. Kelas dilanjutkan dengan do’a dipimpin oleh
112

salah seorang siswa. Siswa yang diminta


membaca do’a adalah siswa siswa yang hari
ini datang paling awal. (Religius dan
Integritas)
3. Untuk menjaga semangat nasionalisme
menyanyikan salah satu lagu wajib atau
nasional.
4. Mengulas sedikit materi yang telah
disampaikan sebelumnya
5. Guru mengulas tugas belajar dirumah
bersama orangtua yang telah dilakukan.
(Mandiri)
6. Menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini.
Kegiatan A. Search 65 menit
1. Siswa mengamati dan guru menjelaskan
Inti tentang pengertian bangun ruang kubus.
Literasi

2. Mengetahui pengertian bangun ruang kubus.


113

a. Guru memberikan kesempatan kepada


siswa untuk mencari jawaban dan
bertanya tentang materi yang telah
disampaikan oleh guru. (Critical
Thinking and Problem Solving)
b. Guru mengenalkan permainan
congklak kepada siswa, guru
menjelaskan cara permainan conglak
c. Guru kembali memberikan pertanyaan
dengan cara melakukan permainan
congklak yang diberikan setiap
kelompok akan mendapatkan soal
yang berbeda

B. Solve
a. Siswa mencoba berdiskusi dengan
temannya tentang bangun ruang
kubus. (Gotong Royong, Mandiri)
114

b. Guru memberikan pertanyaan yang


sudah dibagi tadi lewat permainan
congklak
c. Siswa memulai menyusun strategi
yang nantinya akan memecahkan
pertanyan yang sudah didapatkannya

C. Create
a. Siswa membuat jawaban.(Creativity
and Innovation)

b. Guru meminta siswa untuk


mengerjakan soal latihan tersebut
secara individu
115

c. Guru menunjuk beberapa siswa untuk


menuliskan hasil pekerjaanya didepan
kelas secara bergantian

D. Share
a. Siswa mempresentasikan secara
individu kedepan apa yang sudah
dijawabnya. (Comunicatian)
b. Siswa menyampaikan manfaat belajar
bangun ruang kubus yang dilakauan
secara lisan di depan teman dan guru.

Kegiatan 1. Guru memberikan penguatan materi tentang 15 menit


bangun ruang
Penutup 2. Guru mengapresiasi hasil kerja siswa dan
memberikan motivasi untuk menambah semangat
belajar siswa
3. Guru menyampaikan tugas dirumah kerja sama
dengan Orang Tua, (Mandiri)
4. Menyanyikan salah satu lagu daerah untuk
menumbuhkan Nasionalisme, Persatuan, dan
Toleransi.
5. Salam dan do’a penutup di pimpin oleh salah satu
siswa. (Religius)

L. PENILAIAN
Penilaian terhadap proses dan hasil pembelajaran dilakukan oleh guru untuk
mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik. Hasil penilaian
digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan
memperbaiki proses pembelajaran. Penilaian terhadap materi ini dapat dilakukan
sesuai kebutuhan guru yaitu dari pengamatan sikap, tes pengetahuan dan
praktek/unjuk kerja sesuai dengan rubrik penilaian sebagai berikut;
1) Penilaian afektif
No Nama Peserta Didik Aspek Skor
Kerja sama Tanggung Keaktifan
jawab
116

Rubik penilaian
No Aspek Indikator Skor
1 Kerja sama Tidak ada indikator yang nampak 1
Indikator yang nampak 1-2 2
Indikator yang nampak 3-4 3
Semua indikator nampak pada 4
siswa
2 Tanggung jawab Tidak ada indikator yang nampak 1
Indikator yang nampak 1-2 2
Indikator yang nampak 3-4 3
Semua indikator nampak pada 4
siswa
3 keaktifan Tidak ada indikator yang nampak 1
Indikator yang nampak 1-2 2
Indikator yang nampak 3-4 3
Semua indikator nampak 4

Indikator
1. Kerja Sama
a) Aktif dalam kegiatan kelompok
b) Menghargai pendapat orang lain
c) Tidak mencela orang yang berbicara
d) Menyelesaikan tugas bersama
e) Mau bekerja sama dengan siapapun
2. Keaktifan
a) Mengikuti instruksi guru dengan baik
b) Berani mengungkapkan idea tau gagasannya
c) Mengerjakan/mengumpulkan tugas sesuai dengan waktu yang ditentukan
d) Siswa berani untuk bertanya
117

e) Berani menjawab pertanyaan guru


3. Tanggung jawab
a) Melaksanakan tugasnya sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok
dengan baik
b) Menerima resiko dari tindakan yang dilakuka
c) Menjaga kebersihan dan kerapian diri dan sekitarnya
d) Mengakui dan meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan
e) Tidak menyalahkan orang lain untuk kesalahan tindakan kita sendiri
Skor maksimal : 12

Teknik skor

𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 = jumlah perolehan/skor skor maksimal x 100

2) Penilaian kognitif
𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 = jumlah perolehan/skor skor maksimal x 100

3) Penilaian keterampilan unjuk kerja


M. SUMBER DAN MEDIA
1. Buku Pedoman Guru Kelas 5 dan Buku Siswa Kelas 5 (Buku Tematik
Terpadu Kurikulum 2013, Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
2016).
2. BSE KTSP
3. Software Pengajaran kelas 5 SD/MI dari SCI Media

Catatan Guru
1. Masalah :……….
2. Ide Baru :………..
3. Momen Spesial :…………
118

Mengetahui
Kepala SD Negeri 2 Banyuning Guru Kelas V

I Gusti Ngurah Made Oka Dania,S.Pd Nyoman Aristyana Sari , S.Pd


NIP. 19631231 198404 1 144 NIP. -

Anda mungkin juga menyukai