IN
GG
I ILM
U
K
E
S
EH
A
S EK O L
p-ISSN :2655-9641
AT A N
Volume 5 Nomor 2 | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
FAKTOR RESIKO TERJADINYA LESI PRAKANKER SERVIKS
MELALUI DETEKSI DINI DENGAN METODE IVA
(INSPEKSI VISUAL DENGAN ASAM ASETAT)
Tia Reza1*, Andi Friadi2
1
Fakultas Kedokteran Universitas Baiturrahmah
2
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
*Email: dr.tiareza@gmail.com, 082245532920
ABSTRAK
Kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan yang penting bagi wanita. Angka kejadian kanker
cerviks terus terjadi peningkatan dari waktu ke waktu. Kanker ini dialami oleh lebih dari 1,4 juta wanita di
seluruh dunia. Setiap tahun, lebih dari 460.000 kasus terjadi dan sekitar 231.000 orang meninggal karena
penyakit ini. Di Indonesia, berdasarkan data riset kesehatan dasar (riskesdas) tahun 2013, prevalensi
tumor/kanker di Indonesia adalah 1,4 per 1000 penduduk. Kanker tertinggi di Indonesia adalah kanker
payudara dan kanker leher rahim. Kanker payudara dan kanker leher rahim merupakan jenis kanker
tertinggi pada pasien rawat inap maupun rawat jalan di seluruh RS di Indonesia, dengan jumlah pasien
sebanyak 12.014 orang (28,7%) untuk kanker payudara, dan kanker leher rahim 5.349 orang (12,8%).
Sehingga diperlukan pemeriksaan kanker leher rahim dengan metode IVA yang digunakan untuk
mendeteksi kanker secara dini. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui hasil skrining IVA pada
perempuan khususnya wanita usia subur yang sudah menikah di Sumatera Barat khususnya di Bukittinggi,
Agam, Payakumbuh, dan Pariaman. Desain penelitian ini adalah crosssectional deskriptif analitik.
Variabel penelitian ini adalah skrining metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) pada wanita yang telah
menikah dan umur di atas 25 tahun. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wanita usia subur yang
melakukan pemeriksaan IVA di 4 wilayah tadi. Sampel yang diambil untuk 4 daerah tadi dengan cara total
sampling sebanyak 414 responden. Data yang dikumpulkan menggunakan lembar observasi data sekunder
dan disajikan dalam tabel distribusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kategori IVA (+)
sebanyak 48 orang dan IVA (-) sebanyak 366 orang. Skrining menunjukkan sebagian responden dengan
kategori IVA (+) dipengaruhi oleh berbagai faktor resiko dari usia, menarch < 12 tahun, usia pertama
berhubungan seksual < 17 tahun, sering keputihan, merokok, terpapar asap rokok> 1 jam sehari, sering
konsumsi buah dan sayur, makanan berlemak dan berpengawet, kurang aktifitas fisisk, pernah papsmear,
sering berganti pasangan, riwayat keluarga kanker, kehamilan pertama > 35 tahun, pernah menyusui,
menikah > 1 kali, pemakian KB, paritas, menopause, dan obesitas.
Kata Kunci: Deteksi Dini; Faktor Resiko; Inspeksi Visual Asam Astetat (IVA); Skrining
ABSTRACT
Cervical cancer is an important health problem for women. The incidence of cervical cancer continues to
increase from time to time. This cancer affects more than 1.4 million women worldwide. Every year, more
than 460,000 cases occur and about 231,000 people die from this disease. In Indonesia, based on data
from basic health research (riskesdas) in 2013, the prevalence of tumors/cancer in Indonesia is 1.4 per
1000 population. The highest cancer in Indonesia is breast cancer and cervical cancer. Breast cancer and
cervical cancer are the highest types of cancer in inpatients and outpatients in all hospitals in Indonesia,
with 12,014 patients (28.7%) for breast cancer, and cervical cancer 5,349 people (12.8%). So it is
S
EH
A
S EK O L
p-ISSN :2655-9641
AT A N
Volume 5 Nomor 2 | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
necessary to examine cervical cancer with the IVA method which is used to detect cancer early. The
purpose of this study was to determine the results of VIA screening for women, especially women of
childbearing age who were married in West Sumatra, especially in Bukittinggi, Agam, Payakumbuh, and
Pariaman. The design of this study was analytic cross-sectional. The variable of this research is the
screening method of Visual Inspection of Acetic Acid (IVA) in married women and over 25 years of age.
The population in this study were all women of childbearing age who did VIA examinations in the 4
regions. Samples were taken for Bukittinggi by means of a total sampling of 110 respondents. Data were
collected using secondary data observation sheets and presented in distribution tables. The results showed
that most of the IVA (+) categories were 13 people and IVA (-) were 97 people. Screening shows that most
respondents with the IVA (+) category are influenced by various risk factors from age, menarch < 12
years, age at first sexual intercourse < 17 years, frequent vaginal discharge, smoking, exposure to
cigarette smoke > 1 hour a day, frequent consumption of fruits and vegetables, fatty foods and
preservatives, lack of physical activity, had pap smears, often changed partners, family history of cancer,
first pregnancy > 35 years, had breast-feeding, married > 1 time, used family planning, parity,
menopause, and obesity.
Keywords: Early Detection, Risk Factors, Screening, Visual Inspection of Acetic Acid (IVA)
S
EH
A
S EK O L
p-ISSN :2655-9641
AT A N
Volume 5 Nomor 2 | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
telanjang untuk mendeteksi abnormalitas spesifisitasnya lebih rendah. (Emilia, 2010).
setelah pengolesan asam cuka 3-5% (Depkes Semua wanita berisiko untuk terserang kanker
RI, 2009). Berdasarkan penelitian yang serviks. Namun beberapa faktor risiko yang
dilakukan oleh Sankaranarayanan, et. al dapat meningkatkan peluang terjadinya
tentang perbandingan pasien kanker leher kanker serviks antara lain umur, wanita yang
rahim yang meninggal dunia pada kelompok berumur 35 – 50 tahun dan masih aktif
yang dilakukan deteksi dini dengan IVA dan berhubungan seksual rawan terserang kanker
pada kelompok yang tidak dilakukan deteksi serviks. Umur pertama kali berhubungan
dini pada negara berkembang (India) seksual juga merupakan faktor risiko
didapatkan hasil bahwa mereka yang terjadinya kanker serviks, sekitar 20% kanker
melakukan skrining IVA, 35% lebih sedikit serviks dijumpai pada wanita yang aktif
yang meninggal dunia dibanding mereka yang berhubungan seksual sebelum umur 16 tahun.
tidak mendapat skrining IVA. Mayoritas Jumlah pasangan seksual turut berkontribusi
perempuan yang terdiagnosa kanker serviks dalam penyebaran kanker serviks, semakin
biasanya tidak melakukan deteksi dini banyak jumlah pasangan seksual maka
(skrining) atau tidak melakukan tindak lanjut semakin meningkat pula risiko terjadinya
setelah ditemukan adanya hasil abnormal. kanker serviks pada wanita tersebut.
Tidak melakukan deteksi dini secara teratur Frekuensi kehamilan juga meningkatkan
merupakan faktor terbesar penyebab risiko terjadinya kanker serviks karena
terjangkitnya kanker serviks pada seorang memiliki riwayat infeksi di daerah kelamin.
wanita, terutama karena belum menjadi Wanita yang merokok atau perokok pasif juga
program wajib pelayanan kesehatan. (Emilia, meningkatkan risiko kanker serviks. Selain itu
2010). Cakupan pemeriksaan deteksi dini penggunaan pil kontrasepsi dalam jangka
kanker serviks dengan menggunakan metode waktu yang lama juga meningkatkan risiko
pap smear dirasakan belum dapat mencakup terjadinya kanker serviks. (Wijaya, 2010). Di
sasaran. Saat ini deteksi dini dengan metode Puskesmas ini belum pernah dilakukan
IVA merupakan praktek yang dianjurkan penelitian mengenai faktor-faktor yang
untuk fasilitas dengan sumber daya rendah berhubungan dengan kanker serviks, sehingga
dibandingkan dengan jenis penapisan lain. data rekam medis pasien yang melakukan
Bila dikombinasikan dengan pemeriksaan pap pemeriksaan IVA tidak pernah dianalisis.
smear, inspeksi visual setelah serviks diusap Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-
dengan asam asetat selama satu menit faktor risiko yang berhubungan dengan
meningkatkan deteksi hingga 30%. Studi di kejadian lesi prakanker serviks dalam deteksi
Afrika Selatan menemukan bahwa IVA akan dini kanker serviks melalui metode IVA
mendeteksi dini lebih dari 65% lesi dan (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).
kanker invasif sehingga direkomendasikan
peneliti sebagai alternatif skrining sitologi.
Sebagai perbandingan, di Zimbabwe skrining
BAHAN DAN METODE
IVA oleh bidan memiliki sensitifitas sebesar
77% dan spesifisitas sebesar 64% sedangkan Penelitian ini dilaksanakan di
pap smear memiliki sensitifitas sebesar 43% Sumatera Barat khususnya di Bukittinggi,
dan spesifisitas sebesar 91%. Berdasarkan Agam, Payakumbuh, dan Pariaman. Penelitian
hasil tersebut, maka dapat dilihat bahwa ini dilaksanakan pada bulan Oktober dan
sensitifit as IVA lebih baik meskipun November 2015. Penelitian ini termasuk jenis
S
EH
A
S EK O L
p-ISSN :2655-9641
AT A N
Volume 5 Nomor 2 | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
penelitian kuantitatif menggunakan data setelah melalui pengujian lain seperti
sekunder dengan metode crosssectional kolposkopi, IVA dan pap smear ternyata tidak
deskriptif analitik. Populasi dalam penelitian ditemukan kelainan yang mengacu pada
ini adalah wanita yang telah menikah dan kanker serviks. Wanita berumur di bawah 30
umur di atas 25 tahun, yaitu sebanyak 414 tahun cenderung memiliki sistem imunitas
orang. Dengan menggunakan besar sampel yang cukup untuk mengurangi infeksi HPV,
secara total sampling. sedangkan wanita yang berumur di atas 30
tahun cenderung mengalami infeksi HPV
yang peresisten atau menetap. (Novel, 2009).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Risiko terjadinya kanker serviks meningkat 2
Umur responden pada penelitian ini kali lipat pada usia 35 hingga 60 tahun.
adalah 20 – 68 tahun dengan rata-rata umur (Darwinian, 2006). Pada penelitian Suliyani
responden adalah 39,23 tahun. Umur (2008) diperoleh hasil bahwa umur terbanyak
responden terbanyak yang terdeteksi IVA yang positif lesi prakanker sebesar 45,4%
positif adalah umur 30-49 tahun. Dasar terdapat pada wanita berumur > 49 tahun.
pengelompokan umur ini adalah penelitian Berdasarkan data dari RS Cipto
yang pernah dilakukan oleh Setyarini (2009) Mangunkusumo, pola insidens kanker serviks
dan diperkuat dengan teori yang menyatakan terjadi pada awal umur 20 tahun dan mencapai
bahwa wanita yang berumur 35 – 50 tahun puncak serta menetap pada umur 35-55 tahun.
dan masih aktif berhubungan seksual rawan (Lendawati, 2003). Penelitian Setyarini (2009)
terserang kanker serviks. Pengelompokkan menyatakan 60,6% kelompok kasus berada
umur ini dilakukan untuk mengetahui pada umur > 35 tahun dan berdasarkan uji
kelompok umur mana yang paling berisiko statistik diketahui bahwa umur > 35 tahun
mengalami kejadian lesi prakanker serviks. meningkatkan risiko kanker serviks sebesar
Infeksi HPV dipengaruhi faktor umur dan 4,23 kali lebih besar dari pada umur ≤ 35
kondisi imunitas pasien, kedua faktor ini juga tahun. Hasil penelitian Mega, Suwi dan
mempengaruhi nilai positif palsu. Nilai positif Suastika (2008) juga menyatakan bahwa rata-
palsu adalah tes DNA HPV positif namun rata umur penderita kanker serviks berada di
antara 30-70 tahun.
S
EH
A
S EK O L
p-ISSN :2655-9641
AT A N
Volume 5 Nomor 2 | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
Tabel 2 Faktor Resiko Responden
S
EH
A
S EK O L
p-ISSN :2655-9641
AT A N
Volume 5 Nomor 2 | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
kehamilan juga meningkatkan risikoterjadinya Pengelompokkan jumlah partner sex
kanker serviks karena memiliki riwayat pada responden hasil analisisnya dapat
infeksi di daerah kelamin. Wanita dengan diketahui bahwa responden yang memiliki
paritas tinggi yaitu > 3 kali berisiko 5,5 kali sering berganti pasangan ada 2 orang adan 1
untuk terkena kanker serviks (Setyarini, 2009). diantaranya IVA positif. Jumlah pasangan
Penelitian yang dilakukan oleh Joeharno seksual turut berkontribusi dalam penyebaran
(2008) juga menyebutkan bahwa paritas kanker serviks, semakin banyak jumlah
merupakan faktor risiko terhadap kejadian pasangan seks, maka semakin meningkat pula
kanker serviks dengan besar risiko 4,55 kali risiko terjadinya kanker serviks pada wanita
pada perempuan dengan paritas > 3 kali. tersebut. Pada prinsipnya setiap pria memiliki
Perempuan dengan paritas tinggi terkait protein spesifik berbeda pada
dengan terjadinya eversi epitel kolumner spermanya.Protein tersebut dapat
serviks selama kehamilan yang menyebabkan menyebabkan kerusakan pada sel epitel
dinamika baru epitel metaplastik imatur yang serviks. Sel epitel serviks akan mentoleransi
dapat meningkatkan risiko transformasi sel dan mengenali protein tersebut tetapi jika
serta trauma pada serviks sehingga terjadi wanita itu melakukan hubungan dengan
infeksi HPV persisten. Hal ini dibuktikan pada banyak pria maka akan banyak sperma dengan
suatu studi kohort dimana didapatkan bahwa protein spesifik berbeda yang akan
infeksi HPV lebih mudah ditemukan pada menyebabkan kerusakan tanpa perbaikan dari
wanita hamil dibandingkan yang tidak hamil. sel serviks sehingga akan menghasilkan luka.
Selain itu, pada kehamilan terjadi penurunan Adanya luka akan mempermudah infeksi HPV.
kekebalan seluler (Sawaya, 2003). Peneliti Risiko terkena kanker serviks menjadi 10 kali
lain juga menyatakan bahwa pada kehamilan, lipat lebih besar pada wanita yang mempunyai
progesteron dapat menginduksi onkogen HPV partner seksual 6 orang atau lebih. (Novel,
menjadi stabil sehingga terjadi integrasi DNA 2010). Pada penelitian Melva (2008) sebanyak
virus ke dalam genom sel penjamu dan 23,3% wanita penderita kanker serviks pernah
menurunkan kekebalan mukosa zona berhubungan seks lebih dari satu pasangan,
transformasi (Schift, 2000). Selain itu, pada sedangkan penelitian Suliyani (2008)
kehamilan risiko, terjadinya infeksi dan menyebutkan 18,2% wanita yang
progresi infeksi lebih tinggi terkait dengan berhubungan seks lebih dari satu pasangan
eversi serviks akibat pengaruh estrogen. setelah di tes IVA hasilnya positif lesi
Paritas merupakan faktor risiko terhadap prakanker. Menurut hasil penelitian
kejadian kanker leher rahim dengan besar Khasbiyah (2004) di Rumah Sakit Dokter
risiko 4.55 kali untuk terkena kanker leher Kariadi Semarang menunjukkan sebagian
rahim pada perempuan dengan paritas > 3 besar penderita kanker leher rahim memiliki
dibandingkan perempuan dengan paritas ≤ 3. paritas > 3 (52%). Kebanyakan penderita
(Mega, Suwi dan Suastika, 2008). Menurut melakukan hubungan seksual yang pertama
hasil penelitian Khasbiyah (2004) di Rumah kali pada umur dibawah 20 tahun (74%)
Sakit Dokter Kariadi Semarang menunjukkan dengan satu pasangan seksual (82%)
sebagian besar penderita kanker leher rahim didapatkan hasil statistik bahwa ada hubungan
memiliki paritas > 3(52%). yang bermakna antara paritas dan usia
pertama kali melakukan hubungan seksual
dengan kejadian kanker leher rahim.
S
EH
A
S EK O L
p-ISSN :2655-9641
AT A N
Volume 5 Nomor 2 | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
Tabel 3 Jumlah Perokok Aktif dan Terpapar Asap Rokok dengan IVA(+)
IVA (+)
Faktor Resiko Persentase
48 orang
Merokok 4 8,3 %
Terpapar asap rokok > 1 jam/
27 56,25%
sehari
S
EH
A
S EK O L
p-ISSN :2655-9641
AT A N
Volume 5 Nomor 2 | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
kerusakan sel epitel serviks sehingga terjadi penurunan, jika dibandingkan dengan
mempermudah infeksi HPV dan tahun 2007 (berdasarkan SDKI) pada
menyebabkan neoplasma (populasi sel kanker) kelompok perempuan yang sama (berstatus
serviks. (Novel, 2010). Hasil penelitian bila kawin) usia 15-49 tahun, yaitu dari 61,4 %
merokok 20 batang setiap hari risiko untuk menjadi 55,86 %. Demikian halnya
terkena kanker adalah 7 kali dibanding orang penggunaan alat kontrasepsi pada perempuan
yang tidak merokok, hasil penelitian 15-49 tahun berstatus pernah kawin, yaitu dari
menyimpulkan bahwa semakin banyak dan 57,9 % (SDKI 2007) menjadi 53,73 %
lama wanita merokok maka semakin tinggi (Riskesdas 2010). Dari para pengguna KB,
risiko terkena kanker leher rahim. (Hidayati, pilihannya adalah suntik dengan persentase
2001). Hasil penelitian yang dilakukan di tertinggi pada kelompok perempuan usia 20-
Karolinska Institute di Swedia dan 24 tahun sebesar 42,5 %. Pilihan berikutnya
dipublikasikan dalam British Journal of adalah pil dengan persentase tertinggi pada
Cancer pada 2001, zat nikotin serta racun lain kelompok perempuan usia 35-39 tahun.
yang masuk ke dalam darah melalui asap Penggunaan pil kontrasepsi dalam jangka
rokok mampu meningkatkan kemungkinan waktu yang lama ≥ 4 tahun dapat
terjadinya kondisi cervical neoplasia. meningkatkan risiko kanker serviks 2 kali
Cervical neoplasia adalah kondisi awal lipat. (Wijaya, 2010). Penelitian Suliyani
berkembangnya kanker serviks. (2008) menyebutkan bahwa pada pemeriksaan
Pengelompokkan lama penggunaan IVA yang dilakukan, didapat 18,2% wanita
kontrasepsi dibedakan menjadi dua kategori, yang menggunakan pil kontrasepsi lebih dari
yaitu pil dan suntik.. Pada penelitian ini, 4 tahun positif lesi prakanker. Penelitian yang
maksud penggunaan pil kontrasepsi ≥ 5 tahun dilakukan Melva (2008) juga menyebutkan
adalah akumulasi lama penggunaan pil KB bahwa 60% penderita kanker serviks adalah
hingga mencapai 5 tahun atau lebih. Namun mereka yang menggunakan pil kontrasepsi
pada instrumen (data rekam medis), variabel lebih dari 4 tahun. Dalam penelitian Setyarini
lama penggunaan pil kontrasepsi ini tidak (2009) Kelompok kasus yang menggunakan
dijelaskan batasan lebih detail apakah kontrasepsi oral kurang dari 50%.
penggunaan pil kontrasepsi ini dilakukan Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa
selama terus menerus selama ≥ 5 tahun (tidak penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka
berhenti selama lima tahun atau lebih) atau lama yaitu > 4 tahun meningkatkan risiko
penggunaan pil kontrasepsi ini dilakukan kanker leher rahim sebesar 0,20 kali lebih
semasa hidup selama ≥ 5 tahun (akumulasi besar dari pada penggunaan kontrasepsi oral ≤
menjadi 5 tahun). Hal ini menyebabkan 4 tahun. Penelitian serupa yang dilakukan
interpretasi yang berbeda pada masing-masing Megadhana (2004), juga menyebutkan bahwa
responden. Dengan panjangnya usia kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka
reproduksi pada perempuan Indonesia, peran panjang lebih dari 4 tahun dapat
penggunaan alat kontrasepsi menjadi sangat meningkatkan risiko kanker leher rahim
penting untuk mengatur kehamilan. sebesar 1,5-2,5 kali. Risiko relatif pada
Kondisinya, penggunaan kontrasepsi pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali
perempuan usia 10-49 tahun yang berstatus dan meningkat sesuai dengan lamanya
kawin hanya 55,85%. Penggunaan alat pemakaian. Wanita pemakai pil KB harus
kontrasepsi tahun 2010 ini sebenenarnya rutin menjalani pemeriksaan pap smear
S
EH
A
S EK O L
p-ISSN :2655-9641
AT A N
Volume 5 Nomor 2 | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
(minimal 1 kali/tahun), selain itu wanita rokok adalah wanita (Depkes RI, 2003).
pemakai pil KB memiliki risiko kanker Peningkatan penggunaan rokok ikut
ovarium yang lebih rendah. Kontrasepsi oral meningkatkan kejadian penyakit tidak
yang digunakan secara luas dewasa ini menular, salah satunya kanker (Depkes RI,
umumnya merupakan kombinasi antara 2011). Asap rokok mengandung sekitar 4.000
estrogen dan progestin. Kurang lebih 100 juta zat kimia dan mengandung zat-zat karsinogen
perempuan di seluruh dunia menggunakan dan ko-karsinogen (Maura dan Elisabetta,
kontrasepsi oral kombinasi. Pil kombinasi 2009; Bening, 2011).
tersebut memiliki efektivitas tinggi dalam Nikotin merupakan salah satu zat
mencegah kehamilan yaitu sekitar 5 dari 100 karsinogen yang terkandung di dalam rokok,
perempuan pengguna pil kombinasi dan 1 dari kadar nikotin sangat meningkat pada apusan
100 perempuan yang menggunakan lendir serviks seorang perokok pasif (Mccan
kontrasepsi oral dengan sempurna mengalami et al., 1999). Nikotin mempunyai efek
kehamilan per tahun (Petitti, 2003). mengganggu lokus Glutathione Transferase
Penggunaan formula dosis tinggi tersebut (GSTM1, GSTT1, GSTP1) yang mempunyai
berhubungan dengan peningkatan risiko peran sebagai enzim detoksifikasi, sehingga
stroke iskemik, infark miokard dan embolisme menyebabkan gangguan pencegahan
paru pada perempuan sehat. Dosis estrogen perkembanganN human papilloma virus
dan progestin diturunkan dengan cepat sekitar (HPV) (Sobti et al.,2006;Maura dan
tahun 1960 hingga 1970 karena kekhawatiran Elisabettta, 2009).
tentang keamanan dan di sisi lain Senyawa lain, benzopiren akan
pengurangan dosis tidak mengurangi meningkatkan jumlah virus dan
efektivitas kontrasepsi (Petitti, 2003). memperbanyak protein onkogen E6 dan E7
Kontasepsi oral dapat berbentuk pil kombinasi, sehingga memperburuk prognosis kanker
sekuensial, mini atau pasca senggama dan serviks (Philip,2008).
bersifat reversibel. Kontrasepsi oral kombinasi Zat-zat karsinogen yang dihasilkan
merupakan campuran estrogen sintetik seperti dari rokok sering ditemukan pada serviks
etinilestradiol dan satu dari beberapa steroid wanita yang aktif merokok dan menjadi
C19 dengan aktivitas progesterone seperti kokarsinogen infeksi HPV, dengan kata lain
noretindron. Kontrasepsi ini mengandung merokok akan meningkatkan risiko terkena
dosis estrogen dan progesteron yang tetap. lesi prakanker serviks. Hasil penelitian pada
Pemakaian estrogen dapat berisiko karena tabel menunjukkan bahwa 53,6% responden
merangsang penebalan dinding endometrium yang terpapar asap rokok menderita lesi
dan merangsang sel-sel endometrium prakanker serviks sebanyak 16,9%.
sehingga berubah sifat menjadi kanker. Responden yang merokok mempunyai
Penggunaan hormon estrogen harus dalam peluang 3,545 kali lebih besar untuk
pengawasan dokter agar sekaligus diberikan mengalami lesi prakanker serviks
zat anti kanker, sehingga tidak berkembang dibandingkan dengan responden yang tidak
menjadi kanker (Herman, 1998). merokok. Namun hasil statistik menunjukkan
Hasil survei Departemen Kesehatan RI bahwa tidak ada hubungan yang signifikan
(Depkes RI) pada tahun 2003, hampir satu antara kebiasaan merokok dengan kejadian
dari tiga orang dewasa merokok, sedangkan lesi prakanker serviks. Hasil penelitian ini
jumlah perokok pasif di Indonesia berkisar sejalan dengan Suliani (2008) mengenai
seratus juta orang dan 66% yang terkena asap faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan
S
EH
A
S EK O L
p-ISSN :2655-9641
AT A N
Volume 5 Nomor 2 | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
kejadian lesi prakanker leher rahim yang berubah menjadi sel CD4 yang membentuk
menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang sel limfosit sitotoksik dan CD8 yang
bermakna antara lesi prakanker serviks membentuk antibodi.Sel limfosit sitotoksik
dengan kebiasaan merokok. Penelitian yang dapat mengenali dan menghancurkan HPV
dilakukan oleh Thomas, et. al. (2001) dan sel tumor (Scott, 2002; Baratawidjaja,
mengenai faktor risiko karsinoma in situ di 2006; Kenter et al., 2009).
Bangkok didapatkan bahwa tidak ada Seorang perokok pasif yang terpapar
perbedaan yang bermakna antara karsinoma in asap rokok akan mengalami penurunan sistem
situ dan kebiasaan merokok, namun kebiasaan imun untuk melawan virus HPV dan akan
merokok meningkatkan risiko terjadi menyebabkan terjadinya kanker serviks.
karsinoma in situ 2,2 kali lebih besar. Dalam penelitian didapatkan kelainan tes pap
Kanker serviks 90% disebabkan oleh pada wanita yang terkena paparan asap rokok
HPV tipe 16 dan 18, infeksi virus tersebut terjadi kelainan sitologi yang menyebabkan
tidak dapat bekerja sendiri sehingga hilangnya sistem imun nonspesifik. Pada
memerlukan kofaktor, seperti asap rokok, sitologi serviks yang abnormal jumlah sitokin
sehingga dapat berkembang menjadi kanker menurun yang dapat menyebabkan penurunan
serviks (Chen dan Nirunsuksiri,2002; Sobti et pembentukan sel T (Scott, 2002; Ward et
al.,2006). Pada keadaan normal, virus yang al.,2011).
masuk akan dicegah oleh sistem imun non Nikotin menyebabkan ganguan pada
spesifik seperti sel keratinosit. Sel keratinosit lokus GSTM1, GSTT1, dan GSTP1. Lokus
akan mengeluarkan sitokin seperti, tumor tersebut berfungsi sebagai pengatur
necrosis factor, tumor growth factor, dan pembentukan enzim detoksifikasi yang dapat
interferon yang berfungsi menghambat menghilangkan karsinogen dan onkogen
ekspresi gen E6, E7 dan menghambat (Sobti et al., 2006).
proliferasi HPV. Hilangnya GSTM1, GSTT1, dan
Sitokin juga berfungsi untuk GSTP1 dapat meningkatkan kejadian kanker
merangsang pembentukan sel imun spesifik (Khansakorn, 2012). Nikotin, hidrokarbon, tar
(Scott, 2002). disekresikan dalam lendir serviks terbukti
Kemudian jika sel imun non spesifik bersifat mutagenik dan menyebabkan
dilewati oleh HPV, maka akan muncul sistem penurunan imunitas, hal ini ditandai dengan
pertahanan spesifik oleh sel langerhans dan menurunannya jumlah antigen presenting
sel limfosit yang meliputi pengenalan dan langerhans cell (Putra dan Moegni, 2006).
penghancuran. Antigen HPV yang masuk Senyawa lain benzopiren akan
akan dikenali oleh sel langerhans untuk meningkatkan jumlah virus dan
dipresentasikan ke sel T0 yang berada di memperbanyak protein onkogen E6 dan E7
saluran limfe dengan bantuan sitokin, IL-1 sehingga memperburuk prognosis kanker
dan kemokin, kemudian sel T kembali ke leher rahim (Philip,2008).
tempat lesi sebagai sel Th. Sel Th akan
S
EH
A
S EK O L
p-ISSN :2655-9641
AT A N
Volume 5 Nomor 2 | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
regulasi sehingga penyebaran rokok dapat 1998 Hidayati, “Kanker Serviks Displasia
dibatasi karena selain merugikan perokok Dapat Disembuhkan”, Medika, No.3. 2001
aktif juga merugikan lingkungan sekitarnya. 12. Joeharno, “Analisis Faktor Risiko Kejadian
Wanita yang telah menikah diharapkan rajin Kanker Serviks”, 2008. Diambil dari
melakukan pemeriksaan untuk mengetahui http://blogjoeharno.com.analisis-faktor-
risiko-kejadian-kanker-serviks. diakses 27
lebih dini kanker serviks dan mengurangi Desember 2012
keparahan dan mortalitas dari kanker serviks 13. Khasbiyah, “Faktor Risiko Kanker Serviks
Uteri”, Karya Tulis Ilmiah Fakultas
DAFTAR PUSTAKA Kesehatan Masyarakat Universitas
Diponegoro, Semarang, 2004
1. Azamris, “Analisis Faktor Risiko pada 14. Lendawati, “Faktor-faktor yang
Pasien Kanker Payudara di RS. Dr. M. Berhubungan dengan Terjadinya Kanker
Djamil Padang”, Cermin Dunia Kedokteran, Leher Rahim di Sub Bagian Onkologi
Vol. 152, hlm. 53-56, 2006 kebidanan RSUPN dr. Cipto
2. Azis, M. F, “Masalah pada Kanker Serviks”, Mangunkusumo (Analisis Data Sekunder)”,
Cermin Dunia Kedokteran, Vol. 133, hlm. Skripsi, Fakultas Kesehatan Masyarakat
5-8, 2001 Universitas Indonesia, Jakarta, 2003
3. Dahlan, S, “Statistik untuk Kedokteran dan 15. Mega, A, Suwi, Y dan Suastika, “Ekspresi
Kesehatan”, PT. ARKANS, Jakarta, 2004 Pada Kanker Serviks Terinfeksi Human
4. Darwinian, A, “Gangguan Kesehatan pada Papilloma Virus Tipe 16 dan 18 di RS.
Setiap Periode Kehidupan Wanita”, Smart Sanglah, Denpasar”, Studi Cross Sectional
Living, Jakarta, 2006 Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
5. Depkes RI, “Penanggulangan Kanker Denpasar, 2008
Serviks dengan Vaksin HPV”, Depkes RI, 16. Melva, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Jakarta, 2005 Kejadian Kanker Leher Rahim pada
6. Depkes RI, “Pedoman Penemuan dan Penderita yang Berobat di RSUP H. Adam
Penatalaksanaan Penyakit Kanker Tertentu Malik Medan”, Tesis Pascasarjana, Program
di Komunitas”, Direktorat Pengendalian Magister Administrasi dan Kebijakan
Penyakit Tidak Menular PP & PL, Jakarta, Kesehatan Universitas Sumatra Utara,
2007 Medan, 2008
7. Depkes RI, “Buku Acuan Pencegahan 17. Notoatmodjo, S, “Metodologi Penelitian
Kanker Leher Rahim dan Kanker Kesehatan”, Rineka Cipta, Jakarta, 2005
Payudara”, Direktorat Pengendalian 18. Novel, S.S, Safitri, R dan Nuswantara, S,
Penyakit Tidak Menular, PP&PL, Jakarta, “Aplikasi Hybrid Capture II Sistem dalam
2007 Deteksi Dini Kanker Serviks”, Cermin
8. Depkes RI, “Pedoman Surveilans Dunia Kedokteran, Vol. 36, hlm. 24-26,
Epidemiologi Penyakit Kanker”, Direktorat 2009
Pengendalian Penyakit Tidak Menular, 19. Novel, S.S, “Kanker Serviks dan Infeksi
Ditjen PP & PL, Jakarta, 2007 Human Papilloma Virus Javamedia
9. Depkes RI, “Pencegahan Kanker Leher Network”, Jakarta, 2010
Rahim dan Kanker Payudara”, Direktorat 20. Odongua N, Chae YM, Kim MR, et al,
Pengendalian Penyakit Tidak Menular, “Association between smoking, screening
Ditjen PP & PL, Jakarta, 2009 and death caused by cervical cancer in
10. Emilia, O, “Bebas Ancaman Kanker Korean Women”, Yonsei Med J, Vol. 48.
Serviks”, MedPress, Yogyakarta, 2010 Hlm 192-200, 2007
11. Herman, M. J, “Pemanfaatan Hormon 21. Oemiati, R, Ekowati R dan Antonius Y. K,
dalam Kontrasepsi”, Depkes RI, Jakarta, “Prevalensi Tumor dan Beberapa Faktor
S
EH
A
S EK O L
p-ISSN :2655-9641
AT A N
Volume 5 Nomor 2 | https://jurnal.syedzasaintika.ac.id
yang Mempengaruhinya di Indonesia”, 31. WHO, “Comprehensive Cervical Cancer
Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 39, No.4, Control a Guide to essential Practice”,
hlm. 193, 2011 WHO Press, Geneva, Switzerland, 2006
22. Petitti, D. B, “Combination Estrogen,
Progestin Oral Contraceptives”, 2003.
Diambil dari
http://www.health.org/contraceptives/oral/ht
ml. diakses 7 Januari 2013
23. Prokopczyk B, Cox JE, Hoffman D,
“Identification of Tobacco-specific
carcinogen in the servical mucus of smokers
and non-smokers”, J Natl Cancer Inst: 73-
89, 1997
24. Sawaya, G. F, Cornel, K. J dan Kulasingam,
S.L, “Risk of Cervical Cancer Associated
With Extending The Internal Between
Cervical Cancer Screenings. Med. J.
England. 2003
25. Schift, M., Miller, J dan Masuk, M.
“Contraceptive and Reproductive Risk
Factors For Cervical Intraepithelial
Neoplasia In American Indian Women”, Int.
J, 2000.
26. Setyarini, E, “Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kejadian Kanker
Leher Rahim di RSUD Dr. Moewardi
Surakarta”, Skripsi Sarjana, Kesehatan
Masyarakat Universitas Muhammadiyah,
Surakarta, 2009
27. Suliyani.Serviks pada Pegawai Wanita dan
Istri Pegawai Departemen Kesehatan RI
Pusat yang Diperiksa dengan Tes IVA.
Skripsi Sarjana Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. Jakarta.
2008
28. Tay SK, Tay KJ, “Passive Cigarette
Smoking is a Risk Factor in Cervical
Neoplasia”, Gynecol Oncol, Vol. 20. hlm
93-116, 2004
29. Vineis P, Alavanja M, Buffler P, et al,
“Tobacco and Cancer Recent
Epidemiological Evidence”, J Natl Cancer
Inst: 99-106, 2004
30. WHO, “Cervical Cancer Screening in
Developing Countries : Report of a WHO
Consultation”, World Health Organization,
France, 2002