BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam perkembangan di dunia konstruksi teknik sipil, tanah memiliki peranan
yang penting sebagai penahan beban akibat konstruksi bangunan terutama
perkerasan jalan raya yang terletak di atas tanah, yang harus mampu memikul
seluruh beban bangunan dan beban lainnya yang juga di perhitungkan. Stabilitas
konstruksi perkerasan secara langsung akan dipengaruhi oleh kemampuan tanah
dasar ketika menerima serta meneruskan beban yang bekerja. Akan tetapi perlu
diketahui bahwa tidak semua lapisan tanah dasar mampu menahan atau memikul
beban di atasnya. Infrastruktur jalan di Indonesia sering terjadi kerusakan.
Perbaikan terhadap kerusakan adalah salah satu langkah untuk mempertahankan
umur rencana suatu jalan. Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan secara
umum adalah peningkatan beban, volume, material konstruksi perkerasan yang
kurang baik, iklim maupun keadaan tanah yang tidak stabil (Udiana dkk, 2014).
Perbaikan infrastruktur jalan raya yang mengalami kerusakan tentu sangat
berkaitan dengan kualitas tanah dasar (subgrade). Tanah dasar (subgrade)
merupakan lapisan dasar untuk peletakkan lapisan-lapisan perkerasan lainnya.
Kekuatan dan keawetan maupun tebal dari lapisan konstruksi perkerasan jalan
sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar ini.
terdiri dari pasir dan lempung. Untuk daerah Ungaran, Gunungpati dan Ngaliyan
karena terletak di daerah Semarang atas, maka jenis tanah yang ada di daerah
tersebut lempung. Supaya dapat diketahui lebih jelas dan lebih tepat jenis tanah
apa yang khususnya terletak di Desa Tinanding dan di Gunungpati dengan
dilakukan penelitian di laboratorium seperti pengujian analisis saringan dan
analisis hidrometer. Tanah yang demikian itu belum memenuhi standar sebagai
bahan konstruksi jalan, karena (Departemen Pekerjaan Umum 1987) telah
memberi batasan nilai kekuatan CBR untuk tanah dasar (subgrade) minimal 6%
(Soedarsono, 1985). Untuk mengatasi permasalahan pada tanah dasar dari jenis
tanah lempung, terdapat beberapa alternatif yang dijelaskan menurut buku
Penentuan Tebal Perkerasan Jalan Raya Departemen Pekerjaan Umum yang
diterbitkan pada tahun 1974 antara lain menurunkan nilai indeks plastis tanah dan
meningkatkan nilai CBR, atau mengganti tanah setebal minimal 15 cm dengan
tanah yang lebih baik.
Dalam perencanaan struktur perkerasan jalan raya, daya dukung suatu lapisan
tanah sangat mempengaruhi tebal perkerasan saat perencanaan jalan raya, semakin
tinggi kuat dukung tanah, maka semakin tipis tebal perkerasan yang diperlukan
untuk menahan beban lalu lintas. Daya dukung tanah dasar dipengaruhi oleh jenis
tanah, tingkat kepadatan, kadar air dan lain-lain (Hendarsin, 2000). Untuk
mengukur suatu kekuatan lapisan tanah dasar dalam mendukung beban tanpa
mengalami perubahan bentuk, maka perlu dilakukan pengujian California
Bearing Ratio (CBR). Jika semakin kecil nilai CBR dari lapisan suatu tanah
tertentu maka lapisan rencana yang akan dibuat diatasnya tentu semakin tebal. Di
banyak lokasi dalam wilayah negara Indonesia, tidak banyak ditemukan tanah
terpadatkan yang mampu memberikan nilai CBR tinggi. Biasanya tanah lempung
lunak terdapat di daerah dataran rendah atau pantai dengan nilai rata-rata CBR
yang rendah.
Pada umumnya perbaikan tanah dilakukan terhadap jenis tanah lunak yang daya
dukungnya rendah, karena jenis tanah lunak lebih peka terhadap ada tidaknya air.
Dalam musim penghujan tanah lunak mengembang dan tidak mampu mendukung
beban. Namun sebaliknya, dalam musim kemarau tanah lunak menyusut dan
mengalami keretakkan, walau mampu untuk menahan beban yang besar. Tentu hal
ini sangat berbahaya bagi pekerjaan konstruksi di atasnya karena akan merusak
konstruksi di atasnya. Proses stabilisasi tanah secara konvensional saat ini belum
mampu sepenuhnya untuk merubah sifat kembang susut tanah sehingga walaupun
suatu perkerasan atau konstruksi jalan maupun bangunan tersebut sudah
dipadatkan, nantinya akan mengalami kerusakan secara cepat karena masih ada
sifat-sifat buruk tanah di bawahnya. Dengan adanya perkembangan teknologi
yang terjadi di lapangan, inovasi stabilisasi tanah telah mengikuti perkembangan
zaman. Salah satu dari perkembangan zaman pada usaha menstabilisasi tanah
adalah dengan melakukan pencampuran bahan kimia. Untuk memperbaiki kualitas
tanah lempung yang memiliki sifat kembang susut, maka dibutuhkan suatu bahan
aditif agar stabil. Salah satunya adalah stabilizing agent atau bahan aditif untuk
menstabilisasi tanah yaitu GEOPOL®. GEOPOL® adalah bahan aditif berupa
cairan yang dengan kadar tertentu mampu memperbaiki dan menstabilkan kualitas
tanah khususnya tanah lempung. Maka perlu dilakukan suatu pengujian untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh penambahan GEOPOL® terhadap nilai CBR
yang terendam (Soaked) pada jenis tanah lempung khususnya berwarna abu-abu di
daerah Desa Tinanding, Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan Jawa Tengah
dan di daerah Kradenan, Unnes Semarang Jawa Tengah.
Berbagai literatur penelitian tentang perbaikan tanah dasar yang telah diteliti
seperti: penambahan gypsum sintetis (Untoro, 2008), kapur (Aini dkk, 2013),
Portland cement (Rakhman, 2002), Mathos (Saputra dan Lie, 2018) dan lain-lain.
Penelitian lain dilakukan oleh Sidhi dan Helda (2015) yang berjudul “Stabilisasi
Tanah Gambut Rawa Pening Menggunakan Portland Cement Tipe I untuk
Material Timbunan Konstruksi Bangunan”. Hasil penelitian tersebut yaitu
penambahan bahan tambah berupa Portland Cement tipe I dengan kadar 5%, 10%
dan 15% meningkatkan berat jenis gambut Rawa Pening rata-rata sebesar 9,6%.
Semakin besar presentase kadar Portland Cement tipe I, semakin besar nilai
kohesi, hal itu dilakukan dengan masa perawatan tetap selama 14 dan 28 hari.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Wiratama (2015) yang berjudul “Studi Daya
Dukung Tanah Organik Menggunakan Matos”. Berdasarkan penelitian di atas,
belum ada penelitian sejenis dengan menggunakan GEOPOL®. GEOPOL® adalah
bahan aditif yang baru di perkenalkan dan di produksi pada tahun 2018 oleh PT.
Masushita Builders yang berasal dari Kota Bandung Jawa Barat. GEOPOL ®
memiliki fungsi untuk memperbaiki, memadatkan (solidifikasi) kualitas tanah,
serta menstabilkan tanah secara fisik dan kimiawi. Tentu saja hal tersebut
memiliki manfaat bagi pekerjaan konstruksi di bidang Geoteknik untuk
memperoleh daya dukung tanah yang lebih baik. Berdasarkan permasalahan dan
penelitian yang telah diuraikan di atas, maka dilakukan penelitian dengan judul
”Pengaruh Penambahan GEOPOL® terhadap Peningkatan nilai CBR Soaked Pada
Jenis Tanah Lempung”
Berdasakan dari latar belakang di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan
beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan seperti berikut ini:
1. Bagaimana sifat-sifat fisis tanah asli dari Desa Tinanding, Kecamatan Gubug
Kabupaten Grobogan Jawa Tengah dan di daerah Kradenan, Unnes Semarang
Jawa Tengah.
2. Bagaimana sifat-sifat fisis tanah campuran yang telah distabilisasi GEOPOL ®
dengan kadar campuran sebanyak 0%, 2%, 4%, 6% dari Desa Tinanding,
Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan Jawa Tengah dan di daerah Kradenan,
Unnes Semarang Jawa Tengah.
3. Seberapa besar nilai CBR dan Swell Potential dari tanah asli serta tanah
campuran dengan penambahan campuran GEOPOL® sebanyak 0%, 2%, 4%,
6% pada keadaan Soaked/terendam.
Penelitian terkait dengan pengaruh penggunaan bahan aditif yaitu GEOPOL ® ini
memiliki tujuan untuk:
1. Mengetahui sifat-sifat fisis sampel tanah asli pada lokasi penelitian dengan
melakukan beberapa pengujian seperti: Atterberg Limits, Grain Size, dan
Spesific Gravity (GS).
2. Mengetahui nilai peningkatan Swell Potential dari tanah lempung, baik yang
natural maupun yang diberi tambahan GEOPOL® masing-masing sebesar 0%,
2%, 4%, dan 6%.
3. Mengetahui nilai peningkatan CBR Soaked dari tanah lempung, baik yang
natural maupun yang diberi tambahan GEOPOL® sebesar 0%, 2%, 4%, dan
6%.
Masalah pada penelitian ini dibatasi pada nilai daya dukung tanah lempung lunak
asli sebelum dan sesudah dicampur menggunakan GEOPOL ® sebagai bahan aditif
dengan melakukan pengujian-pengujian yang dilakukan di Laboratorium
Mekanika Tanah Fakultas Teknik Universitas Katolik Soegijapranata Semarang.
Berikut ini adalah ruang lingkup dan batasan masalah pada penelitian ini:
1. Sampel tanah yang digunakan adalah sampel tanah tidak terganggu (disturbed)
pada jenis tanah lempung lunak berwarna abu-abu yang berasal dari Desa
Tinanding, Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan Jawa Tengah dan di
daerah Kradenan, Semarang Jawa Tengah.
2. Bahan additive yang dipakai untuk stabilisasi tanah adalah GEOPOL ® sebagai
Stabilizing Agent.
3. Material tambah yang akan digunakan adalah GEOPOL® Jenis A, dan B.
4. Pengujian-pengujian yang dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah
Fakultas Teknik Universitas Katolik Soegijapranata Semarang antara lain,
sebagai berikut:
a. Pengujian pada tanah asli yang meliputi:
a.1. Uji Kadar Air (w) (ASTM D2216-71),
a.2. Uji Berat Jenis/Spesific Gravity (Gs) (ASTM D8554-58),
a.3. Uji Batas-Batas Atterberg (ASTM D423-66, D424-59 dan D427
a.4. Uji Analisis Saringan (ASTM D421-58),
a.5. Uji Indeks Properties
b. Pengujian pada tanah yang ditambahkan dengan GEOPOL® dengan kadar
air optimum melalui:
b.1. Uji Pemadatan Tanah /Kompaksi dengan Modified Proctor (ASTM D
698).
b.2. Uji CBR (California Bearing Ratio) Soaked dengan perendaman
sampel uji selama 4 hari (ASTM D1883-37).
5. Kadar GEOPOL® yang digunakan sebesar 0%, 2%, 4%, 6% berdasarkan kadar
WOptimum yang didapat dari uji pemadatan tanah.
6. Air yang digunakan adalah air bersih keran dari Universitas Katolik
Soegijapranata Kota Semarang Jawa Tengah.
Agar penelitian Tugas Akhir ini menjadi sistematis dan terarah, maka penulisan
Tugas Akhir ini dibagi menjadi beberapa bab yang terdiri dari:
Bab 1: Pendahuluan
Pendahuluan akan membahas latar belakang permasalahan, tujuan
penelitian, ruang lingkup pembahasan, dan sistematika pembahasan dari
Tugas Akhir ini.
Bab 2: Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka pada bab II akan membahas mengenai teori-teori yang
berkaitan dengan jenis-jenis tanah di Indonesia.
Bab 3: Metode Penelitian
Bab ini membahas cara pengumpulan data-data yang didapat dari
observasi di lapangan dan pengujian di laboratorium.
Bab 4: Hasil dan Pembahasan
Hasil dan Pembahasan berisikan analisis data serta pembahasannya
berdasarkan data–data yang telah diperoleh.
Bab 5: Penutup
Bab 5 membahas tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang telah
dilakukan dan memberikan saran serta masukan yang tepat agar penelitian
ini dapat dikembangkan menjadi lebih baik.
Lampiran
Lampiran merupakan bagian dari penyusunan laporan yang berisi tentang
hal-hal yang dapat membantu memahami isi laporan yang berupa
dokumentasi pelaksanaan penelitian dan lembar lembar yang penting
untuk penelitian ini.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanah
Tanah adalah semua endapan alam yang berhubungan dengan teknik sipil, kecuali
batuan tetap (Soedarmo dan Purnomo, 1997). Tanah memiliki ciri khas dan sifat-
sifat yang berbeda beda di daerah satu dengan daerah lainya. Sifat-sifat tanah itu
memiliki sifat fisika dan sifat kimia. Beberapa sifat fisika tanah yaitu antara lain
tekstur, bentuk dan kadar lengas tanah. Untuk sifat kimia menunjukkan sifat yang
dipengaruhi oleh adanya unsur maupun senyawa yang terdapat di dalam tanah
tersebut.
Adapun menurut para ahli teknik sipil, tanah dapat didefinisikan sebagai berikut:
1. Tanah merupakan kumpulan butiran agregat mineral alami yang dapat
dipisahkan dengan suatu cara mekanik bila agregat tersebut diaduk dalam air
(Terzaghi, 1987).
2. Tanah merupakan material yang terdiri dari agregat atau butiran mineral-
mineral padat yang terikat secara kimia satu dengan yang lain dan dari bahan
bahan organik yang dapat melapuk partikel padat disertai zat cair dan gas yang
mengisi ruang-ruang kosong diantara parikel-partikel padat tersebut (Das,
1995).
3. Tanah didefinisikan sebagai partikel-partikel mineral yang tersemen maupun
yang lepas sebagai hasil pelapukan dari batuan, dimana rongga pori antar
partikel terisi oleh udara dan atau air. Akibat pengaruh cuaca dan pengaruh
lainnya, tanah mengalami pelapukan sehingga terjadi perubahan ukuran dan
bentuk butirannya. Pelapukan batuan dapat disebabkan oleh pelapukan
mekanis, kimia dan organis. (Sosrodarsono, 1984).
4. Tanah adalah himpunan mineral, bahan organik dan endapan-endapan yang
relatif lepas (loose), yang terletak diatas batuan dasar (bedrock). Ikatan antara
butiran yang relatif lemah dapat disebabkan oleh karbonat, zat organik atau
oksida-oksida yang mengendap diantara partikel-partikel. Ruang diantara
partikel-partikel dapat berisi air, udara maupun keduanya. Proses pelapukan
batuan atau proses geologi lainnya yang terjadi di dekat permukaan bumi
membentuk tanah. Pembentukan tanah dari batuan induknya, dapat berupa
proses fisik maupun kimia. Proses pembentukan tanah secara fisik yang
mengubah batuan menjadi partikel-partikel yang lebih kecil, terjadi akibat
pengaruh erosi, angin, air, es, manusia, atau hancurnya pertikel tanah akibat
perubahan suhu atau cuaca (Hardiyatmo, 2002).
5. Pengertian tanah menurut Bowles (1984), tanah merupakan campuran partikel-
partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis unsur-unsur sebagai
berikut ini:
a. Berangkal (Boulder) adalah potongan batuan batu besar, biasanya lebih
besar dari 200 mm-300 mm dan untuk kisaran ukuran-ukuran 150 mm–250
mm, batuan ini disebut kerakal (cobbles/pebbles).
b. Pasir (sand) adalah partikel batuan yang berukuran 0,074 mm–5 mm, yang
berkisar dari kasar (3 mm–5 mm) sampai halus (< 1 mm).
c. Lanau (silt) adalah partikel batuan yang berukuran dari 0,002 mm–0,074
mm.
d. Lempung (clay) adalah partikel yang berukuran lebih dari 0,002 mm,
partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi dari tanah yang kohesif.
e. Koloid (colloids) adalah partikel mineral yang diam, berukuran lebih dari
0,01 mm.
Butiran-butiran mineral yang membentuk bagian padat dari tanah merupakan hasil
pelapukan dari batuan. Ukuran setiap butiran padat tersebut sangat bervariasi dan
sifat-sifat fisik dari tanah banyak tergantung dari faktor-faktor ukuran, bentuk, dan
komposisi kimia dari batuan. Berdasarkan asal-usulnya, batuan dapat dibagi
menjadi tiga tipe dasarya itu: batuan beku (igneus rocks), batuan sedimen
(sedimentary rock), dan batuan metamorf (metamorphic rocks). Pada gambar 2.1
ditunjukan diagram dari siklus kejadian beberapa tipe batuan dengan beberapa
keterangan singkat untuk tiap-tiap elemen dari siklus batuan.
Indeks properties dari tanah didapat dari korelasi antara berat tanah dan volume
tanah. Keadaan tersebut bisa dilihat pada suatu bentuk diagram fase tanah seperti
pada Gambar 2.2(a) dan Penampang Struktur Tanah Dalam Sistem Tiga Tingkat
seperti pada Gambar 2.2(b).
Ukuran dan partikel tanah sangat beragam dan bervariasi yang cukup besar. Tanah
pada umumnya disebut kerikil, pasir, lanau, atau lempung, tergantung pada
ukuran partikel yang paling dominan pada tanah tersebut seperti batasan-batasan
ukuran golongan tanah pada Tabel 2.1.
Pada umumnya tanah diklasifikasikan sebagai tanah yang kohesif dan tidak
kohesif atau sebagai tanah yang beragregat kasar dan halus, yang mencakup
semua bahan seperti lempung, pasir, kerikil, dan batu-batu yang besar. Sifat-sifat
alami tanah-tanah tersebut dapat digunakan untuk mengevaluasi masalah-masalah
tertentu dalam sebuah proyek, yaitu antara lain (Soedarmo dan Purnomo, 1997):
a. Menentukan rembesan, daya rembes dan kecepatan rembesan air yang melalui
penampang tanah serta koefisien rembesannya.
b. Menentukan pemampatan tanah yang bedasarkan teori konsolidasi Terzaghi
dan penurunan, maka dapat digunakan untuk mengevaluasi penurunan
konstruksi.
c. Menentukan kuat gesek tanah, untuk mengevaluasi kemantapan lereng
bendengan, tanggul dan lain-lain.
Klasifikasi tanah sangat membantu untuk sebuah perencanaan proyek dalam
memberikan pengarahan melalui cara empiris yang tersedia dari hasil
laboratorium uji tanah. Namun tidak menutup kemungkinan uji tanah itu gagal,
karena perilaku tanah yang sukar diduga.
Simbol dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S.G adalah
untuk kerikil (gravel) dan S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir.
b.2. Tanah berbutir halus (Fine-Grained-Soil) yaitu tanah bernutir halus
dengan lebih dari 50% dari berat total tanah adalah lolos ayakan No.200.
Tanah-tanah berbutir halus kemudian diklasifikasikan atas dasar
plastisitasnya dan kadar persenyawaan organiknya. Dalam hal ini ukuran
butir bukan merupakan dasar yang menentukan pemabagiannya. Sistem
Klasifikasi ini diusulkan oleh A. Casagrande pada tahun 1942 dan direvisi
pada tahun 1952 oleh The Corps Of Engineers and The US Bureau Of
Reclamation agar bisa dipakai pada konstruksi bendungan dan konstruksi-
konstruksi lainnya. Huruf-huruf yang dipakai untuk tanah-tanah berbutir
halus adalah seperti berikut ini.
Huruf Pertama Huruf Kedua
M = Lanau/Lumpur (Mud/Silt) L = Batas Cair Rendah (Low LL)
C = Lempung (Clay) H = Batas Cair Tinggi (High LL)
O = Organik
Garis A adalah batas empiris antara lempung inorganik yang khas (CL dan CH)
dengan lanau inorganik yang khas (ML dan MH) atau tanah organik (OL dan
OH). Garis tegak lurus pada batas cair 50 itu memisahkan lanau dan lempung
yang batas cairnya tinggi (H). Di bagian bawah diagram, dibawah batas cair
kira-kira 29 dan antara nilai PI sebesar 4 dan 7, sifat-sifat tanah menunjukan
gejala saling berhimpitan dan karena itulah garis A di daerah ini menjadi suatu
daerah. Klasifikasi dualistis CL-ML dipakai untuk tanah-tanah yang berbeda
dalam daerah ini. Tanah-tanah berbutir kasar dibagi menjadi kerikil dan pasir
serta dibagi lagi menjadi: yang mengandung bahan alus dalam jumlah yang ada
artinya dan yang bebas dari bahan-bahan halus.
Yang mengandung bahan-bahan halus diklasifikasikan berdasarkan diagram
plastisitas (menjadi golongan yang bersifat kelanauan atau bersifat
kelempungan) dan yang bebas dari bahan-bahan halus menurut grafik
ayakan No. 200 (0,075 mm). Lanau dan lempung: bagian tanah yang lolos
ayakan No. 200.
c.2. Plastisitas
Nama berlanau dipakai apabila bagian-bagian yang halus dari tanah
mempunyai indeks plastisitas sebesar 10 atau kurang. Nama berlempung
dipakai bilamana bagian-bagian yang halus dari tanah mempunyai indeks
plastis sebesar 11 atau lebih apabila batuan (ukuran lebih besar dari 75
mm) ditemukan di dalam contoh tanah yang akan ditentukan klasifikasi
tanahnya, maka batuan-batuan tersebut harus dikeluarkan terlebih dahulu.
Tetapi persentase dari batuan yang dikeluarkan tersebut harus dicatat.
c.3. Batu (Bouldrs)
Batu yang ukurannya lebih besar dari 75 mm tidak digolongkan dalam
klasifikasi ini. Gambar 2.5 menunjukan gambaran daerah yang
berhubungan dengan batas cair dengan indeks plastisitas tanah yang
termasuk dalam kelompok-kelompok: A-2, A-4, A-5, A-6 Dan A-7.
Gambar 2.5 Rentang Dari Batas Cair (LL) dan (PI) Pada
Tanah (Sumber: Das, 1995)
Tanah berbutir
Klasifikasi umum (Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200)
Klasifikasi kelompok
A-4 A-5 A-6 A-7
Analisis ayakan (%
lolos)
No.10
No.40
No.200 Min 36 Min 36 Min 36
Min 36
a.
Perkerasan jalan merupakan konstruksi yang dibangun diatas lapisan tanah dasar
dengan fungsi menahan beban lalu lintas kendaraan. Jenis konstruksi perkerasan
jalan secara umum ada 2 jenis, yaitu perkerasan lentur (Flexible Pavement) dan
perkerasan kaku (Rigid Pavement). Perencanaan perkerasan jalan dikatakan baik
apabila konstruksi tersebut memberikan beberapa sifat yaitu kuat, nyaman dan
bernilai ekonomis.
a.3. Memiliki harga CBR tidak kurang dari 6% setelah perendaman 4 hari
dan dipadatkan 100% dari kepadatan kering maksimum.
a.4. Persyaratan kepadatan dengan 95% dari kepadatan kering maksimum
pada lapisan 30 cm ke bawah dari subgrade (Proctor standard). 30 cm
keatas harus dipadatkan 100% dari kepadatan kering maksimum
(proctor standard).
Lapis pondasi atas (base course) pada perkerasan lentur difungsikan sebagai
lapisan penambah kapasitas daya dukung beban-beban yang terjadi dengan
tingkat kekakuannya, kekuatan serta ketahanan bahan yang cukup baik.
Lapis pondasi ataas memiliki fungsi utama sebagai berikut:
c.1. Sebagai lapis peresapan untuk lapisan pondasi bawah.
c.2. Memperkuat konstruksi perkerasan, sebagai bantalan terhadap lapisan
permukaan.
c.3. Mendukung kerja lapis permukaan sebagai penahan gaya geser dari
beban roda, dan menyebarkannya ke lapisan bawahnya.
Tabel 2.4 berikut ini adalah sifat-sifat lapis pondasi agregat berdasarkan
Direktorat Jenderal Bina Marga.
Tabel 2.4 Sifat-Sifat Lapis Pondasi Agregat
2.
2.
2.1.
2.2.
Tanah lempung (Clay) adalah tanah yang terdiri dari partikel mikroskopis dan
submikroskopis yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan
partikel dari mika, mineral-mineral lempung (Clay Minerals) dan mineral-mineral
yang sangat halus lain. Tanah lempung didefinisikan sebagai golongan partikel
yang ukuran butirannya kurang dari 0,002 mm (2 m), namun demikian dibeberapa
kasus partikel yang berukuran antara 0,002 mm sampai 0,005 mm masih
digolongkan sebagai partikel lempung, dalam hal ini tanah diklasifikasikan
sebagai lempung (hanya berdasarkan pada ukurannya saja) atau lolos saringan no
200. Terdapat beberapa definisi tanah lempung yang dipaparkan oleh beberapa
ahli, diantaranya:
1. Menurut Bowles (1984) tanah lempung adalah deposit yang memiliki partikel
yang berukuran lebih kecil atau sama dengan 0,002 mm dalam jumlah lebih
dari 50%,
2 Menurut Grim (1953) tanah lempung adalah tanah yang terdiri dari partikel-
partikel mineral tertentu yang menghasilkan sifat plastis apabila dalam keadaan
basah.
Bila pada tanah yang berada pada kondisi cair (titik P) kemudian kadar
airnya berkurang hingga titik Q, maka tanah menjadi lebih kaku dan tidak
lagi mengalir seperti cairan. Kadar air pada titik Q ini disebut dengan batas
cair (Liquid Limit) yang disimbolkan dengan LL. Bila tanah terus menjadi
kering hingga titik R, tanah yang dibentuk mulai mengalami retak-retak
yang mana kadar air pada batas ini disebut dengan batas plastis (Plastic
Limit), PL. Rentang kadar air dimana tanah berada dalam kondisi plastis,
antara titik Q dan R, disebut dengan indek plastisitas (Plasticity Index), PI,
yang dirumuskan:
PI = LL-PL.............................................................................................(2.1)
Dengan hal ini,
LL = Batas Cair (Liquid Limit)
PL = Batas Plastis (Plastis Limit)
daerah dengan daerah lainnya akan berbeda tergantung jenis dan jumlah
mineral lempung yang terkandung di dalamnya.
Suatu tanah dapat dikatakan lempung berpasir bila lebih dari 50% mengandung
butiran lebih kecil dari 0,002 mm dan sebagian besar lainnya mengandung
butiran antara 2–0,075 mm. Pada Sistem Klasifikasi Unified (ASTM D 2487-
66T) tanah lempung berpasir digolongkan pada tanah dengan simbol CL yang
artinya tanah lempung berpasir memiliki sifat kohesi sebagian karena nilai
plastisitasnya rendah ( PI < 7).
2. Illite
Illite adalah mineral bermika yang dikenal sebagai mika tanha dan merupakan
mika yang berukuran lempung. Istilah illite dipakai untuk tanah berbutir halus,
sedangkan tanah berbutir kasar disebut mika hidrus. Rumus kimia illite adalah
KyAl2 (Fe2Mg2Mg3) (Si4yAly) O10(OH)2 dengan struktur atom seperti Gambar
2.8a dan 2.8b. Muatan negatif yang diperlukan untuk mengikat ion-ion kalium
tersebut didapat dengan adanya penggantian partikel illite pada umumnya
mempunyai dimensi mendatar bersebagian atom silikon pada lembaran
tethahedra oleh atom-otom aluminium. Partikel berkisar antara 1000 Å sampai
500 Å. Luasan spesifikasi dari partikel adalah sekitar 80 m/gram. seperti pada
Gambar 2.9.(a) dan 2.9.(b).
3. Montmorilonite
Mineral ini memiliki potensi plastisitas dan mengembang atau menyusut yang
tinggi sehingga bersifat plastis pada keadaan basah dan keras pada keadaan
kering. Rumus kimia montmorilonite adalah Al2Mg (Si4O10) (OH)2xH2O.
Partikel montmorillonite mempunyai dimensi mendatar 1000 Å sampai 5000 Å
dan ketebalan 10 Å sampai 50 Å. Luasan spesifikasi adalah sekitar 800 m2
/gram. seperti pada Gambar 2.10(a) dan 2.10(b).
Mineral lempung pada tanah secara umum memiliki sifat-sifat seperti berikut ini:
1. Hidrasi
Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif sehingga partikel
lempung hampir selalu mengalami hidrasi, yaitu dikelilingi oleh lapisan-lapisan
molekul air dalam jumlah yang besar. Lapisan ini sering mempunyai tebal dua
molekul dan disebut lapisan difusi, lapisan difusi ganda atau lapisan ganda
adalah lapisan yang dapat menarik molekul air atau kation yang disekitarnya.
Lapisan ini akan hilang pada temperatur yang lebih tinggi dari 60ºC sampai
100ºC dan akan mengurangi plastisitas alamiah, tetapi sebagian air juga dapat
menghilang cukup dengan pengeringan udara saja.
2. Aktivitas (A)
Mendefinisikan aktivitas tanah lempung sebagai perbandingan antara Indeks
Plastisitas (PI) dengan prosentase butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm atau
dapat pula dituliskan sebagai persamaan berikut:
A= .....................................................(2.2)
Percobaan ini bertujuan sebagai bagian dari klasifikasi jenis tanah. Besaran-
besaran yang dapat digunakan adalah angka pori (e), porositas (n), dan derajat
kejenuhan (Sr).
a. Berat isi (𝛾) adalah berat tanah persatuan volume.
b. Kadar air (w) perbandingan antara berat air dengan berat butir tanah,
dinyatakan dalam persen.
c. Derajat kejenuhan (Sr) adalah perbandingan volume air dan volume pori total,
dinyatakan dalam persen.
d. Angka pori (e) adalah perbandingan antara volume pori dan volume butir.
e. Porositas (n) adalah perbandingan antara volume pori dan volume total.
Berat Isi
𝛾 = 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ (𝑔/𝑐𝑚3) ………………....……………...............(2.3)
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ
Jadi 𝛾 = 𝑊 = W2 – W1
V V
Kadar Air (Water Content)
𝑊= Ww × 100%..…………………………………………………...........(2.4)
Ws
Dalam hal ini:
Kadar air dimulai dengan menimbang tiga atau lebih cawan dalam keadaan bersih
dan kosong. Sampel tanah basah dalam cawan dimasukkan dan ditiimbang lalu
dioven selama 24 jam dengan suhu 105ºC. Setelah itu menimbang tanah kering +
cawan. Berikut ini adalah kegiatan praktikum dalam mencari kadar air (water
content) pada sampel tanah uji lempung abu-abu seperti menimbang sampel tanah
pada Gambar 2.12(a) dan pengeringan sampel tanah dengan oven pada Gambar
2.12(b).
𝑆𝑟 = VW ×100%.………………....………………………………............(2.5)
VV
Vw = WW = Wwet – Wdry
W 𝛾W
Vw = V – Vs = V – Ws
Gs - 𝛾W
𝑛= e
𝑒+1
Uji Indeks Properties pada tanah lempung dibantu menggunakan alat piknometer
seperti pada Gambar 2.13(a) dan 2.13(b).
1. Tanah butir kasar: tanah dengan ukuran butir ≥ 75μm (tertahan oleh saringan
no.200)
2. Tanah butir halus (fine grained soils): tanah dengan ukuran butir < 75 μm
(lolos saringan no.200)
3. Gradasi: distribusi ukuran butir. Ukuran saringan harus mengikuti standar
ASTM dengan ketentuan seperti pada Tabel 2.6 berikut:
80 0.180
120 0.125
200 0.070
(Sumber: ASTM, 1979)
Dari hasil-hasil percobaan tersebut digambarkan suatu grafik dalam suatu susunan
koordinat semilog, yaitu dimana ukuran diameter butir sebagai absis dalam skala
log dan % lebih halus sebagai ordinat dengan skala linier. Dari grafik diatas
didapat koefisien keseragaman (Cu):
Cu = 𝐷60……………………………………………......................................(2.8)
𝐷10
A= 𝐼𝑝 ......……………………………......................(2.10)
% 𝑓𝑟𝑎𝑘𝑠𝑖 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑙𝑒𝑚𝑝𝑢𝑛𝑔
Jika tanah berbutir halus mengandung mineral lempung, maka tanah tersebut bisa
diremas-remas (remolded) tanpa menyebabkan retakan. Sifat kohesif ini terjadi
karena adanya air yang terserap (adsorbed water) di sekeliling permukaan dari
partikel lempung. Di Awal tahun 1900, seorang ilmuwan dari Swedia bernama
Atterberg mengembangkan suatu metode untuk menjelaskan sifat konsistensi
tanah berbutir halus pada kadar air yang bervariasi. Jika kadar airnya sangat
tinggi, campuran tanah dan air akan menjadi sangat lembek seperti cairan. Oleh
karena itu, atas dasar air yang dikandung tanah, tanah bisa dipisahkan ke dalam
empat keadaan dasar, yaitu :padat, semi padat, plastis, dan cair (Das, 1995:43).
Bagan hubungan batas cair LL, batas cair PL serta batas susut SL disebut bagan
batas-batas Atterberg, seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.16 berikut ini:
Kadar air dinyatakan dalam bentuk persen, dimana terjadi transisi dari keadaan
padat ke keadaan semi-padat yang didefinisikan sebagai batas susut (shrinkage
limit). Kadar air dimana transisi dari keadaan semi-padat ke keadaan plastis terjadi
dinamakan batas plastis (plastic limit), dan dari keadaan plastis ke keadaan cair
dinamakan batas cair (liquid limit). Batas-batas ini disebut sebagai batas Atterberg
(Atterberg Limits) (Das, 1995). Batas-batas tersebut dinyatakan sebagai berikut:
1. Batas cair (liquid limit): kadar air ketika tanah berubah dari keadaan cair
menjadi keadaan plastis.
2. Batas plastis (plastic limit): kadar air ketika tanah berubah dari keadaan plastis
menjadi keadaan semi solid
3. Batas susut (Shringkage limit): kadar air ketika tanah berubah dari keadaan
semi solid menjadi solid.
PI= LL - PL…………………………………………………………….(2.12)
Pengujian batas plastis berdasarkan ASTM Test Designation D-424 seperti
pada Gambar 2.18(a) dan 2.18(b)
2.9.1. Definisi
Pemadatan mampu mengurangi besarnya penurunan tanah yang tidak diinginkan
dan memampatkan kemiringan lereng timbunan. Pemadatan tanah berat mampu
mengecilkan volume pori dari tanah atau memperbesar berat volume tanah.
tingkat kepadatan tanah yang dipadatkan bisa ditinjau dari nilai volume kering
(gd) dari tanah yang dipadatkan, semakin besar harga (gd) maka semakin pada
tanah tersebut. Terdapat percobaan di laboratorium yang biasa dipakai untuk
menentukan kadar air optimum (Optimum Moisture Content = OMC) dan berat isi
kering maksimum (Maximum dry density = gd). Percobaan-percobaan tersebut
ialah:
1. Percobaan Pemadatan Modifikasi (Modification Compaction Test)
Tes pemadatan standar (Modification Compaction Test) adalah tes yang akan
digunakan dalam penelitian ini dikarenakan efisien waktu serta peralatan yang
digunakan tidak terlalu rumit. (Modification Compaction Test) yang digunakan
untuk mencari kepadatan maksimum (gd maks ) dan kadar air optimum (wopt).
Kadar air optimum adalah kadar air dimana harga berat volume kering
maksimum telah tercapai. Pada setiap percobaan, kadar air dapat ditentukan di
laboratorium bila kadar air sudah diketahui, berat volume kering bisa dihitung
sebagai berikut:
100 gt
gd = ......................................................................................(2.13)
100 + w
w = dalam %
gt
............
gd = ...........................................................................................(2.14)
1+w
Dengan hal ini:
w = Dalam Desimal
gd = Berat Isi Tanah Kering (dry density)
W = Kadar Air
Juga pada setiap percobaan besarnya kadar air dalam tanah yang dipadatkan
tersebut dapat ditentukan di laboratorium. Bila kadar air tersebut diketahui, berat
volume kering gd dari tanah tersebut dapat dihitung sebagai berikut:
gd = gd
w( %)
1+ ..................................................................................................
100
(2.16)
Harga gd tersebut dapat digambarkan terhadap kadar air untuk mendapatkan berat
volume kering maksimum dan kadar air optimum. Prosedur pelaksanaan Uji
Proctor Standar telah dirinci dalam ASTM Test Designation D-698 dan dalam
AASHTO Test Designation T-99. Untuk suatu kadar air tertentu, berat volume
kering maksimum secara teoritis didapat bila pada pori–pori tanah sudah tidak ada
udaranya lagi, yaitu pada saat di mana derajat kejenuhan tanah sama dengan
100%. Jadi, berat volume kering maksimum pada suatu kadar air tertentu dengan
kondisi “zero air voids” (pori-pori tanah tidak mengandung udara sama sekali)
daat ditulis sebagai:
g zav = Gsgw
1+ e……………………………………………………….............(2.17)
(
E = ( ( jumlah ¿tumbukan) ) x
lapisan)(
jumlah x berat
penumbuk )( )
x tinggi jatuh ……….....
penumbuk
(2.18)
volume cetakan
Bila usaha pemadatan per satuan volume tanah berubah, kurva pemadatan juga
akan berubah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.21 yang menunjukan empat
buah kurva pemadatan untuk tanah lempung berpasir. Cetakan dan penumbuk
seperti pada proctor standar digunakan untuk memperoleh kurva pemadatan
tersebut. Jumlah tumbukan perlapisan bervariasi mulai dari 20 sampai 50
tumbukan perlapisan. Grafik pengaruh energi pemadatan dapat dilihat pada
Gambar 2.21.
Salah satu sifat kekuatan tanah yang berkaitan dengan jalan adalah nilai CBR.
Dalam merencanakan struktur perkerasan konstruksi jalan raya, Nilai CBR
merupakan standar untuk merencanakan tebal perkerasan badan jalan yang
Tanah dasar (Subgrade) pada konstruksi pekerjaan jalan merupakan tanah asli,
tanah timbunan atau tanah galian yang sudah dipadatkan mencapai kepadatan
95% dari kepadatan maksimum, sehingga daya dukung tanah dasar merupakan
nilai kemampuan lapisan tanah memikul beban setelah tanah tersebut dipadatkan.
Semakin tinggi nilai CBR tanah (Subgrade) maka lapisan diatasnya semakin tipis
dan sebaliknya semakin kecil nilai CBR (daya dukung tanah rendah) maka lapisan
diatasnya semakin tebal. Ada 2 macam pengukuran CBR yaitu:
1. Nilai CBR untuk tekanan penetrasi pada penetrasi 0,254 cm (0,1”) terhadap
penetrasi standar yang besarnya 3000 kg/cm2 (1000 psi).
Pada tabel di atas menunjukan syarat CBR untuk jalan kelas II adalah sebesar
5,44%. Persyaratan uji CBR menurut SNI dapat di lihat pada Tabel 2.7 SNI di
bawah menunjukan syarat CBR untuk jalan adalah sebesar ≥ 6 %.
Tabel 2.9 Syarat CBR SNI Untuk Desain Pondasi Jalan Minimum
a. CBR Lapangan (CBR inplace atau field CBR). CBR lapangan juga disebut
CBR field dengan kegunaan sebagai berikut:
a.1. Memperoleh nilai CBR asli di lapangan, sesuai dengan kondisi tanah dasar
saat itu. Umum digunakan untuk perencanaan tebal perkerasan yang
lapisan tanah dasarnya sudah tidak akan dipadatkan lagi. Pemeriksaan
dilakukan dalam kondisi kadar air tanah tinggi (musim penghujan) atau
dalam kondisi terburuk yang mungkin terjadi.
a.2. Memeriksa apakah kepadatan yang diperoleh sesuai dengan yang
diinginkan. Pemeriksaan untuk tujuan ini tidak umum digunakan, lebih
sering menggunakan pemeriksaan yang lain seperti kerucut pasir (sand
cone) dan lain-lain.
tabung (mould) yang ditekan masuk ke dalam tanah mencapai kedalaman yang
diinginkan. Tabung berisi contoh tanah dikeluarkan dan direndam dalam air
selama ± hari sambil diukur pengembangannya. Setelah pengembangan tidak
terjadi lagi, barulah dilakukan pemeriksaan besarnya CBR.
Menurut Bowles stabilisasi tanah adalah upaya guna meningkatkan stabilitas dan
kapasitas daya dukung tanah. Apabila tanah yang terdapat di lapangan bersifat
sangat lepas atau sangat mudah tertekan, atau jika memiliki indeks konsistensi
yang tidak sesuai, permeabilitas yang terlalu tinggi, atau sifat lain yang tidak
diingikan sehingga tidak sesuai untuk suatu proyek pembangunan, maka tanah
tersebut wajib dilakukan stabilisasi tanah. Ada beberapa cara melakukan
stabilisasi tanah ekspansif yaitu:
a. Menambah bahan agar terjadi perubahan fisis atau kimiawi,
b. Menambah material yang kurang aktif sehingga mampu mengoptimalkan
kohesi,
c. Menurunkan muka air tanah,
Terdapat dua cara stabilisasi yang umum dilakukan yaitu: beberapa metode
stabilitasi yang sering dilakukan adalah:
a. Memperbaiki tanah mekanis (Mechanical Stabilization),
Stabilisasi mekanis adalah suatu penambahan daya dukung atau kekuatan tanah
dengan cara mengatur gradiasi tanah tersebut. Kegiatan ini dilakukan dengan
cara pemadatan. (Bowles, 1984).
b. Memperbaiki secara kimiawi (Mechanical Chemical),
Memperbaiki tanah dengan bahan tambah additive atau kimiawi (Chemical
Stabilization), stabilisasi kimiawi adalah penambahan bahan stabilisasi untuk
mengubah karakter tanah yang kurang baik. Penambahan bahan stabilisasi
tersebut berupa tanah berbutir halus. Bahan yang digunakan untuk stabilisasi
disebut juga dengan stabilizing agent karena setelah diadakan pencampuran
menyebabkan tanah menjadi lebih stabil (Bowles, 1984). Penelitian ini
termasuk dalam stabilisasi secara kimiawi.
Kadar abu sekam padi yang diperlukan melalui perbandingan 1 : 2 terhadap kadar
kapur optimum yaitu sebesar 24%. Kadar serat karung plastik yang dibutuhkan
yaitu sebesar 0.1%, 0.2%, 0.4%, 0.8%, dan 1.2% dari berat kering total. Benda uji
dibuat sebanyak 7 buah, dan benda uji tersebut dapat di uji setelah umur 7 dan 14
hari. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mekanika Tanah, Jurusan Teknik
Sipil, Fakultas Teknik Muhammadiyah Yogyakarta. Sebelum digunakan tanah di
saring dengan saringan no. 4, kapur dan sekam padi di saring dengan saringan no.
40 agar dihasilkan lebih halus, sedangkan serat plastik di potong-potong hingga
sepanjang 1–2 cm. Setelah dilakukan perendaman selama 4 hari maka dapat
Hubungan antara variasi benda uji dan nilai pengembangan (swelling) dapat
dilihat pada Gambar 2.28.
Pengaruh Penambahan Zat Additive Abu Sekam Padi Dan Matos Terhadap
Nilai CBR (California Bearing Ratio) Tanah Lempung Ditinjau Dari Waktu
Pemeraman Sampurna, dkk (2016) melakukan penelitian dengan bahan abu
sekam padi dan matos sebagai penstabil dapat meningkatkan mutu tanah. Hasil
pengujian sampel tanah asli yaitu uji kadar air sebesar 50.16%, uji berat jenis
sebesar 2.4349, dan uji batas-batas Atterberg dengan nilai batas cair (LL)
sebesar 74.112%, batas plastis (PL) sebesar 35.44%, dan Indeks Plastisitas (PI)
sebesar 38.66%. Uji pemadatan tanah yang telah diberi sampel abu sekam padi
dan matos didapat hasil kadar air optimum dapat dilihat pada Tabel 2.10.
5 12,4
8 15,2
10 17,6
12 18,2
(Sumber: Sampurna dkk, 2016)
Pada hasil pemeriksaan pengujian CBR pemeraman dengan variasi sekam padi
maksimum dan matos didapatkan hasil peningkatan nilai CBR seperti pada
Tabel 2.12.
Hubungan Antara nilai CBR pada setiap peningkatan waktu pemeraman seperti
Gambar 2.32. Hal ini menunjukkan bahwa campuran abu sekam padi dan
matos cukup efektif dalam meningkatkan daya dukung tanah lempung.
kurang baik dapat dilakukan penggantian dengan tanah yang lebih baik
(penimbunan tanah) yang didatangkan dari lokasi lain. Karena seringkali tidak
ada pilihan untuk material timbunan, sehingga tanah dengan plastisitas tinggi
seperti tanah jenis A7 digunakan sebagai material timbunan. Untuk mengatasi
permasalahan ini, salah satu usaha yang dilakukan untuk peningkatan daya
dukung tanah tersebut adalah dengan melalui perbaikan tanah dengan metode
stabilisasi kimiawi yang menggunakan bahan stabilisasi semen. Variasi semen
yang digunakan 10%, 12,5% dan 15% dengan umur pemeraman 1,7,14,dan 28
hari, kondisi air optimum. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian sifat
fisik dan mekanik tanah asli serta pengujian sifat mekanik tanah yang
stabilisasi (CBR tanah). Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa nilai CBR
mengalami peningkatan dengan bertambahnya prosentase semen dibandingkan
dengan nilai CBR tan
ah asli. Nilai CBR maksimum pada prosentase semen 15% sebesar 69,31%
dibandingkan dengan nilai CBR tanah asli 3,01%. Nilai CBR juga meningkat
dengan bertambahnya umur pemeraman dari 1 hari sampai 28 hari.
BAB 3
METODE PENELITIAN
1.
2.
3.
3.1. Bahan Penelitian
Penelitian adalah suatu aktifitas yang dilakukan untuk mengetahui dan
mempelajari fenomena-fenomena terbaru mengenai kehidupan di sekitar.
Penelitian bisa diartikan proses untuk mencari jawaban atas dasar rasa ingin tahu
terhadap suatu informasi dan untuk menyelidiki suatu permasalahan. Bahan
Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan stabilisasi menggunakan tanah
lempung berwarna abu-abu dan bahan aditif berupa campuran GEOPOL®.
c.
c.1.
3.1.1. Tanah
Tanah yang digunakan dalam proses penelitian ini adalah tanah lempung yang
berasal dari daerah KradenanKabupaten Semarang Jawa Tengah dan di daerah
Gubug Kabupaten Grobogan Desa TinandingJawa Tengah. Setelah pengambilan
tanah uji, tanah tersebut dilakukan pengeringan selama 7 jam di luar ruangan
Laboratorium Mekanika Tanah Unika Soegijapranta Semarang dan di oven
selama 24 jam dengan suhu 105-110ºC. Ini dilakukan supaya tanah yang hendak
diuji berada dalam keadaan kering, karena ketika pengambilan sampel uji, tanah
tersebut dalam keadaan lembab cenderung basah. Sampel tanah lempung yang
berwarna abu-abu dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Contoh GEOPOL® A yang berwarna coklat tua dan GEOPOL® B yang berwarna
putih susu dituang pada gelas ukur sebelum dicampur dengan air bisa dilihat
seperti pada Gambar 3.3(a) dan 3.3(b).
1. Kabupaten Purwodadi
Penelitian ini dilakukan di Purwodadi, Provinsi Jawa Tengah, tepatnya di Desa
Tinanding, pinggir jalan raya Semarang–Desa TinandingKm 29, Kecamatan
Gubug, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Di sepanjang jalan raya
Semarang–Desa Tinandingtermasuk wilayah yang memiliki tanah lempung
berwarna abu-abu dengan jumlah yang banyak dan merata. Peta Lokasi
pengambilan sampel tanah dapat dilihat pada Gambar 3.4.
U 1
Keterangan:
1. Jalan Menuju Kota Purwodadi
2. Lokasi Pengambilan Sampel Uji Tanah Desa Tinanding, Kec Gubug, Kab Grobogan.
3. Jalan menuju Kota Demak/Semarang
2. KradenanKabupaten Semarang
Lokasi kedua kami mengambil lokasi di tidak jauh dari Semarang tepatnya di
sekitar Kradenan disepanjang Jalan Dewi Sartika, Sampangan, Kecamatan
Gunung Pati, Kota Semarang. Area sekitar Kradenansekitar Universitas Negeri
Semarang dipilih karena termasuk wilayah yang memiliki tanah lempung
khususnya berwarna abu-abu dengan persebaran yang merata jumlahnya. Peta
lokasi pengambilan sampel tanah lempung abu-abu tersebut dapat dilihat pada
Gambar 3.5.
Keterangan:
1. Jalan Menuju Sampangan
2. Lokasi Pengambilan Sampel Uji Tanah di daerah Kradenan
3. Jalan menuju Universitas Negeri Semarang
Sampel uji penelitian yang hendak dipakai adalah tanah lempung berwarna abu-
abu yang berasal dari KradenanKabupaten Semarang Jawa Tengah dan di daerah
Gubug Kabupaten Grobogan Desa TinandingJawa Tengah. Langkah pengambilan
sampel tanah lempung abu-abu dengan cara menggali di lokasi menggunakan
cangkul sedalam ± 50 cm. Tanah yang digali dibersihkan bagian permukaan
atasnya supaya sisa humus yang menempel dipermukaan atas bisa hilang. Proses
pengambilan sampel uji tanah dapat dilihat pada Gambar 3.6. seperti dibawah ini.
Gambar 3.7 Pengeringan Sampel Tanah Dari Unnes dan Desa Tinanding
b. Sampel tanah lempung yang sudah diambil dari oven diletakkan pada palet
berukuran 1,5×1,5 meter dan didiamkan selama 30 menit supaya tidak
terlalu panas kemudian dihancurkan kembali dengan palu atau benda yang
tumpul supaya tanah yang menggumpal menjadi lebih kecil sehingga tanah
e. Mold yang digunakan dibersihkan dari sisa-sisa kotoran lalu ditimbang berat
dan diukur volume dalam keadaan kosong tanpa Collar diatasnya. Mold
beserta Collar yang digunakan selama praktikum seperti pada Gambar
3.10(a), 3.10(b) dan 3.10(c).
f. Mold disambung dengan collar lalu diisi tanah lempung setinggi bibir Mold.
Mold yang berisi tanah lempung tersebut ditumbuk dengan hammer
sebanyak 25 kali pada titik yang berlainan. Kemudian lapis berikutnya diisi
dan ditumbuk sebanyak 25 kali. Pengisian tanah dilanjutkan hingga 5 kali
lapisan untuk pemadatan secara modified.
g. Membuka sambungan Collar pada Mold, lalu permukaan tanahnya
diratakan dengan pisau jika ketinggian sampel tanah melebihi tinggi bibir
Mold. Sampel tanah ditimbang yang berada didalam Mold ditimbang
beratnya dengan timbangan digital.
h. Tanah dikeluarkan dengan bantuan dongkrak hidrolik dan diambil bagian
atas (A), tengah (T), dan bawah (B) masing-masing sebagian kecilnya saja
kemudian dioven selama 24 jam. Setelah 24 jam dioven, container + tanah
kering ditimbang, maka didapat nilai kadar airnya.
i. Percobaan dilakukan sebanyak minimum 6 kali dengan setiap kali
menambah kadar airnya sehingga dapat dibuat grafik berat isi kering
terhadap kadar air.
Jadi air yang ditambah pada campuran GEOPOL ® nantinya sebanyak 780 cc.
Hal ini tergantung grafik prosentase OMC dari Uji Proctor/Kompaksi pada tiap
tanah lempung.
3. Melakukan penakaran jumlah kadar efektif campuran Pada GEOPOL ® yang
diperlukan untuk stabilisasi pada sampel tanah lempung. Berikut langkah-
langkah dalam melakukan jumlah kadar campuran GEOPOL®.
a. Menentukan kepadatan kering maksimum tanah yang belum mendapat
perlakuan.
b. Menentukan berat dari sampel laboratorium yang akan digunakan untuk
penentuan CBR.
c. Perhitungan penentuan kadar campuran GEOPOL® sebagai bahan aditif,
berikut ini adalah contoh perhitungan campuran GEOPOL® sebesar 2%.
Proses penakaran kadar GEOPOL® A dan B bisa dilihat pada Gambar 3.11(a) dan
3.11(b) dibawah ini.
Jadi kadar air optimum sebesar 980 cc dicampur dengan GEOPOL® A dan B
sebesar 0%, 2%, 4%, dan 6% dan kemudian disiram pada sampel tanah
lempung lolos saringan No. 4. yang akan distabilisasi ditempatkan di palet
seperti pada Gambar 3.12(a) dan 3.12(b).
Palet
b. Sampel tanah lempung yang sudah diberi campuran air dan GEOPOL®
dimasukkan kedalam mold dengan batas ketinggian bibir mold. Mold berisi
tanah disambung dengan collar lalu dilakukan pemadatan secara modified
Kode
Sampel tanah lempung dari Kradenan Unnes dan dari Grobogan yang
sudah disiram campuran GEOPOL® dan telah dipadatkan sebanyak 5 kali
lapisan kemudian diberi kode/nama pada mold dan direndam seperti
Gambar 3.14(a) diatas.
c. Untuk masing-masing sampel tanah yang telah dipadatkan, direndam
selama 4 hari di dalam ember yang berisi air. Sampel tanah tanah lempung
direndam didalam ember selama 4 hari agar mampu didapat nilai swell
potential seperti pada Gambar 3.15.
f. Contoh tanah diatas dongkrak dari rangka beban. Atur posisi piston hingga
menyentuh permukaan tanah kemudian stel bacaan ring pada posisi nol
stand seperti pada Gambar 3.17.
i. Ambil mold dari alat CBR, kemudian mold dibuang tanahnya dengan
bantuan dongkrak manual seperti pada Gambar 3.19.
Bagan alir ini adalah tahapan suatu penelitian akan berlangsung. Gambar bagan
alir dapat di lihat pada Gambar 3.20.
TAHAP 1 Mulai
Studi Literatur
YA TIDAK
Lolos
saringan #
200 > 50%
Uji Hidrometer
Uji Pemadatan
Waktu kegiatan perencanaan penyusunan Tugas Akhir ini akan dilakukan pada
bulan Maret 2020–Agustus 2020. Pada proses perencanaan penyusunan Tugas
Akhir ini akan dirinci lebih lanjut, pada Tabel 3.1 dibawah ini:
Tabel 3.1 Waktu Penyusunan Tugas Akhir (Maret 2020– Agustus 2020)
No Nama Kegiatan Waktu Kegiatan
Studi literatur, penyusunan proposal
1 5 Februari 2020 – 10 Maret 2020
penelitian
2 Pendaftaran sidang proposal 10 Maret 2020
3 Sidang Proposal 30 April 2020
BAB 4
Penelitian ini menggunakan sampel tanah yang berasal dari daerah Kradenan,
Semarang Jawa Tengah dan Desa Tinanding, Kecamatan Gubug Kabupaten
Grobogan Jawa Tengah. Tanah sekitar Kradenan, Unnes Semarang Jawa Tengah
dan Desa Tinanding, Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan Jawa Tengah
tersebut mengandung lempung, hal itu dibuktikan pada saat pengamatan langsung
di lapangan terdapat tanah yang memiliki tekstur lembut berwarna abu-abu. Cara
memperoleh sampel uji yang berupa tanah sekitar dari daerah Kradenan, Unnes
Semarang Jawa Tengah dan Desa Tinanding, Kecamatan Gubug Kabupaten
Grobogan Jawa Tengah dengan cara mengambil langsung dilokasi. Setelah
pengambilan tanah sekitar didapatkan, kemudian kedua sampel tersebut
dikeringkan dengan oven selama 24 jam diruangan Laboratorium Mekanika
Tanah Unika Soegijapranata Semarang. Hal tersebut dilakukan, agar tanah sekitar
yang akan diuji dalam kondisi kering, karena pada saat pengambilan sampel uji,
tanah tersebut pada kondisi yang lembab. Dari hasil penelitian CBR Swell
Potential yang akan dilakukan, apabila hasil dari percobaan CBR tersebut
memenuhi syarat, maka dapat digunakan untuk pembuatan jalan. Selain itu juga,
hasil dari nilai Swell Potential, apabila tahan terhadap pengembangan akibat
intrusi air, maka dapat digunakan juga untuk pembuatan jalan dan tanggul.
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Mekanika Tanah Unika Soegijaranata
guna memperoleh hasil sehingga dapat disimpulkan apakah tanah distabilisasi
dengan campuran GEOPOL®. Prosedur pengujian yang dilakukan pada penelitian
ini yaitu terdiri dari tahap persiapan pengujian dan percobaan utama. Tahap
persiapan pengujian dilakukan untuk mengetahui karakteristik dan jenis tanah.
Pengujian yang dilakukan dalam tahap persiapan ini antara lain pengujian Uji
Indeks Properties, Uji Analisis Saringan, Uji Analisis Hidrometer, dan Uji
Atterberg Limit. Setelah mengetahui karakteristik dan jenis tanah, dilakukan
percobaan utama yang terdiri atas Uji Kompaksi, Uji CBR (California Bearing
Ratio) dan Swell Potential dijadikan sebagai material pembuatan jalan.
Pada pengujian sifat fisik tanah natural ini dilakukan dilaboratorium mekanika
tanah. pengujian yang dilakukan diantaranya analisis saringan, analisis
hidrometer, kadar air, berat jenis tanah, batas-batas atterberg dan pemadatan
tanah.
Klasifikasi tanah dibutuhkan agar dapat mengetahui jenis dan karakteristik tanah.
1. Analisis Butiran Tanah Kradenan
Sampel tanah pada penelitian ini dapat berupa butiran halus atau butiran kasar.
Maka dari itu dilakukan penelitian atau uji analisis distribusi ukuran butir tanah
dengan pengujian saringan dan pengujian analisis hidrometer.
a. Analisis Saringan
Pengujian saringan dapat diketahui bahwa tanah di wilayah Kradenan Kota
Semarang memiliki material butiran halus. Pada tanel 4.6 diketahui bahwa
sampel tanah mengandung Gravel 0%, Sand 54% namun silt dan clay belum
diketahui. Maka dari itu dilanjutkan dengan pengujian analisis hidrometer.
Tabel 4.6 Hasil Uji Saringan Tanah Sekitar Kradenan Kota Semarang
Diameter Berat Berat tanah
No. Berat % %
saringan saringan dan saringan
Saringan tertahan (gr) Tertahan Lolos
(mm) (gr) (gr)
4 4,75 471,5 471,5 0 0,00 100,00
10 2,36 479,5 479,5 0 0,00 100,00
20 0,6 420 495 75 20,24 79,76
40 0,425 304,8 364,5 59,7 16,11 63,65
80 0,18 277,5 369 91,5 24,69 38,96
100 0,15 401,5 417 15,5 4,18 34,78
200 0,075 280,4 303 22,6 6,10 28,68
pan - 472,2 578,5 106,3 28,68 0,00
Jumlah 370,6 100
(Sumber: Pengolahan Hasil Penelitian, 2020)
b. Analisis Hidrometer
Pengujian hidrometer berdasarkan pada hasil pengujian analisis saringan.
Menurut Bowles (1991), jika tanah uji > 20% lolos saringan No 200, maka
perlu dilakukan uji analisis hidrometer. Uji analisis hidrometer dihasilkan
sebuah kurva analisis butiran tanah yang ditunjukkan pada Gambar 4.1(a)
Menurut Das (1995) sistem ini mengelompokkan tanah kedalam dua kelompok,
yaitu:
1. Tanah berbutir kasar (coarse grained soil), yaitu: tanah kerikil dan pasir dimana
kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No. 200, simbolnya
dimulai dengan huruf G adalah untuk kerikil (gravel) dan S untuk pasir (sand)
2. Tanah berbutir halus (fine grained soil), yaitu: tanah dimana lebih dari 50%
berat total contoh tanah lolos ayakan No. 200, simbolnya berawal dengan huruf
M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay) anorganik dan O untuk
lanau-organik dan lempung organik Simbol PT digunakan untuk tanah gambut
2 2
D30 0,035
(peat). = =0,5
D60 × D10 0,63 ×0,004
Tanah yang bergradasi baik mempunyai nilai Cu > 4 (untuk tanah kerikil), Cu > 6
(untuk pasir), dan Cc antara 1–3 (untuk kerikil & pasir), Sedangkan hasil
penelitian sampel tanah Kradenan didapat nilai Cc sebesar 1,20. Tanah tersebut
bergradasi baik, Sedangkan nilai Cu sebesar 27,14 menunjukan campuran tanah
berpasir. Saringan No. 4 diameter 4,75 mm persentase kerikil tertahan kurang dari
50% yaitu 0,00%, dan saringan No. 200 diameter 0,075 mm persentase tanah
berbutir halus kurang dari 50% yaitu 28,68% maka termasuk jenis tanah lanau tak
organik dan pasir sangat halus, serbuk batuan atau pasir halus berlanau atau
berlempung.
b. Analisis Hidrometer
Pengujian hidrometer berdasarkan pada hasil pengujian analisis saringan.
Menurut Bowles (1991), jika tanah uji > 20% lolos saringan No 200, maka
Berikut ini adalah contoh presentase uji analisa butiran tanah Desa Tinanding.
Tabel 4.5 Persentase Analisis Butiran Tanah Desa Tinanding
D 0,77
koefisienkeseragaman ,C u = 60 = =∞
D 10 0
D60 0,77
koefisienkeseragaman ,Cu = = =∞
D10 0
Persentase gravel (%) 0,00
Persentase coarse to medium sand (%) 1
Persentase fine sand (%) 13
Persentase silt – clay (%) 77
D10 0,01
D60 0,24
D30 0,09
Cu = D60
17,14
𝐷10
D30
2 2,41
Cc =
D60 × D 10
Percobaan ini bertujuan untuk mengukur berat jenis dan kadar air alami tanah.
Hasil dari uji indeks properties ini yaitu:
Uji kadar air ini dilakukan untuk mengetahui kadar air alami yang terdapat
dalam tanah sekitar Kradenan, Unnes Semarang Jawa Tengah dan Purwodadi.
Pengujian kadar air ini dilakukan setelah sampel tanah uji dikeringkan selama
24 jam pada oven. Kadar air yang diperoleh saat pengujian yaitu sebesar
31,58% pada tanah dari Kradenan Kota Semarang.
Kadar air yang diperoleh saat pengujian sampel tanah dari Desa Tinanding,
Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan didapat sebesar 33,96% seperti pada
tabel dibawah.
Tabel 4.2 Berat jenis tanah dari Desa Tinanding,
Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan
No. Container 1 2
Berat container (gr) 71,5 73,5
Berat tanah basah + container (gr) 171,5 173,5
Berat tanah kering + container
(gr) 138 139,5
Berat tanah basah (gr) 100 100
Berat tanah kering (gr) 66,5 66
Berat air (gr) 33,5 34
Kadar air (%) 50,38 51,52
Kadar air rata-rata (%) 33,96
(Sumber: Pengolahan Hasil Penelitian, 2020)
Berat Jenis yang didapat dari Desa Tinanding, Kecamatan Gubug Kabupaten
Grobogan memiliki nilai Gs sebesar 2,70 seperti pada Tabel 4.4 dibawah.
1. Batas Cair
Berikut ini adalah hasil uji batas cair pada tanah Kradenan Unnes Kradenanyang
ditunjukkan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Uji Batas Cair Pada Tanah Unnes
No. Uji 1 2 3 4 5
No. Container 1 2 3 4 5
Berat Container, W1 (gr) 4,7 5,1 4,9 4,7 4,5
13,8
Berat tanah basah + Container, W2 (gr) 14,40 13,60 13,10 15,80
0
Berat tanah kering + Container, W3 (gr) 10,60 10,10 9,40 9,80 10,80
Berat tanah basah, W4 = W2 - W1 (gr) 9,70 8,60 8,50 8,90 10,80
81,6
Kadar Air, W = (W6/W5) x 100% 64,41 68,63 77,08 86,21
3
Banyak ketukan, N 70 52 34 24 12
Batas cair, WL (%) 81
(Sumber: Pengolahan Hasil Penelitian, 2020)
Pada Gambar 4.2 di bawah ini menunjukkan, bahwa batas air standar pada
ketukan ke-25 diperoleh kadar air sebesar 81%.
Berikut ini adalah hasil uji batas cair pada tanah Desa Tinandingditunjukkan
pada Tabel 4.4
No. Uji 1 2 3 4 5
No. Container 1 2 3 4 5
Berat Container, W1 (gr) 4,7 5,1 4,9 4,7 4,5
Berat tanah basah + Container, W2 (gr) 12,4 14 12,5 20,1 20,2
Berat tanah kering + Container, W3 (gr) 9,9 10,9 9,6 14,2 14,1
Berat tanah basah, W4 = W2 - W1 (gr) 7,7 8,9 7,6 15,4 15,7
Berat tanah kering, W5 = W3 - W1 (gr) 5,2 5,8 4,7 9,5 9,6
Berat air, W6 = W4 - W5 (gr) 2,5 3,1 2,9 5,9 6,1
62,1
Banyak ketukan, N 70 56 41 25 24
Batas cair, WL (%) 65
(Sumber: Pengolahan Hasil Penelitian, 2020)
Pada Gambar 4.2 di bawah ini menunjukkan, bahwa batas air standar pada
ketukan ke-25 diperoleh kadar air sebesar 65 %.
Berikut ini adalah hasil uji batas cair pada tanah Unnes yang ditunjukkan pada
Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Batas Plastis Tanah Kradenan Unnes
No. Uji 1 2 3
No. Container A B C
Indeks Plastisitas
Indeks Plastisitas merupakan perhitungan pengurangan dari batas cair dan batas
plastis.
Indeks Plastisitas = Liquid Limit (LL) – Plasticity Limit (PL)
= 81 % – 37,37 % = 43,63 %
Indeks Plastisitas
Indeks Plastisitas merupakan perhitungan pengurangan dari batas cair dan batas
plastis.
Indeks Plastisitas = Liquid Limit (LL) – Plasticity Limit (PL)
= 65 % – 35,93% = 29,07 %
yang terdiri dari tanah lempung. Dari segi penilaian sebagai bahan subgrade
termasuk buruk).
3. Batas Susut
Berikut ini adalah hasil uji batas cair pada tanah Kradenan yang ditunjukkan
pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Batas Susut Tanah Kradenan
Berat Container, W1 (gr) 56,5
Berat tanah basah + container, W2 (gr) 83,5
Berat tanah kering + container, W3 (gr) 73
Berat tanah basah, W4=W2-W1 (gr) 27
Berat tanah kering, W5=W3-W1 (gr) 16,5
Berat air, W6=W4-W5 (gr) 10,5
Kadar air, w=(W6/W5)*100% 63,63
Volume tanah basah, V0 (cm3) 10,60
Berat piring, W7 (gr) 68
Berat piring + air raksa, W8 (gr) 208
Berat air raksa, W9 (gr) 140
Volume tanah kering, Vf (cm3) 10,29
Batas susut, ws (%) 61,73
Berat susut, Ws (%) 23,10
Kesalahan Relatif 38,63
Shrinkage Ratio, SR=W5/Vf 1,60
(Sumber: Pengolahan Hasil Penelitian, 2020)
Batas susut yang didapat dari pengujian tanah Unnes didapat sebesar 61,74 %.
Untuk tanah dari Desa Tinandingdidapat nilai sebesar 51,48%. Berikut ini
adalah hasil uji batas cair pada tanah Desa Tinanding Gubug yang
ditunjukkan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Batas Susut Tanah Desa Tinanding Gubug
Berat Container, W1 (gr) 46,5
Berat tanah basah + container, W2 (gr) 76,5
Berat tanah kering + container, W3 (gr) 66
Berat tanah basah, W4=W2-W1 (gr) 30
Berat tanah kering, W5=W3-W1 (gr) 19,5
Berat air, W6=W4-W5 (gr) 10,5
Kadar air, w=(W6/W5)*100% 53,84
Volume tanah basah, V0 (cm3) 10,60
Berat piring, W7 (gr) 68
Berat piring + air raksa, W8 (gr) 206
Berat air raksa, W9 (gr) 138
Volume tanah kering, Vf (cm3) 10,15
Batas susut, ws (%) 51,48
Berat susut, Ws (%) 16,67
Kesalahan Relatif 34,80
Shrinkage Ratio, SR=W5/Vf 1,92
(Sumber: Pengolahan Hasil Penelitian, 2020)
Jika kadar air ditambah maka air itu berfungsi sebagai pelumas sehingga tanah
tersebut lebih mudah untuk dipadatkan dimana setelah dipadatkan ruang pori antar
butir akan menjadi lebih kecil. Pada suatu nilai kadar air tertentu, angka pori akan
menjadi lebih rendah, yaitu tanah menjadi paling padat. Kadar air ini adalah kadar
air yang tepat untuk daya pemadatan yang disebut sebagai kadar air optimum
(Woptimum).
Dalam penelitian pemadatan ini dilakukan terhadap tanah yang dicampur dengan
Stabiliadengan prosentase bervariasi dimana masing-masing sampel dilakukan
lima kali percobaan dengan kadar air yang berbeda-beda untuk mendapatkan berta
volume kering maksimum (gd) serta kadar air optimum (Woptimum).
Dari data tersebut dapat dibuat kurva hubungan antara kadar air dengan
kepadatan. Dari kurve tersebut dapat dilihat bahwa makin bertambah kadar air,
maka kepadatan yang dicapai akan cenderung meningkat, sampai pada kadar air
tertentu dimana kepadatan mencapai maksimum (Maximum Dry Density) dan bila
penambahan air masih tetap dilakukan maka tingkat kepadatan akan menurun.
Nilai-nilai berat volume kering maksimum (gd) dan kadar air optimum (Woptimum).
Tabel uji pemadatan bertujuan untuk membuat grafik OMC (Optimum Moisture
Content) atau kadar air optimum. Dari nilai OMC tersebut dihasilkan nilai MDD
(Maximum Dry Density). Hasil nilai OMC dapat di lihat pada Gambar 4.7.
Gambar 4.4(a) Grafik OMC (Optimum Moisture Content) Tanah Gunung Pati
Grafik pada Gambar 4.10 Bertujuan untuk menemukan nilai OMC (Optimum
Moisture Content) atau kadar air optimum pada tanah Purwodadi. Dari nilai OMC
tersebut dihasilkan nilai MDD (Maximum Dry Density). Hasil nilai OMC pada
penelitian ini adalah sebesar 13% dengan nilai MDD sebesar 1,82.
Percobaan CBR berguna untuk mengetahui kekuatan tanah dasar. Nilai CBR
adalah perbandingan (dalam %) antara tekanan yang diperlukan untuk menembus
tanah dengan standar tertentu. Pada penelitian ini dilakukan CBR CBR terendam
(soaked). Pada saat uji CBR rendam, nilai pengembangan (swell) yang terjadi juga
diukur untuk mengetahui seberapa besar tanah tersebut mengembang. Dan berikut
adalah hasil pengembangan (swell), CBR Soaked dan CBR Unsoaked. Pada
pengujian CBR ini setiap tipe sampel dilakukan sebanyak 8 buah benda uji.
1. Tanah Kradenan
a. Tanah Kradenan + Geopol 0%
Keterangan:
: Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
: Garis koreksi beban
Tanah Kradenan kota Semarang dengan kadar Geopol 0% didapat nilai CBR
sebesar 0,14%. Hal ini memang wajar karena kadar 0% Geopol yang
artinya sampel tanah tidak diberi campuran Geopol sehingga peningkatan
yang terjadi sangat kecil sekali. Hal ini juga mengindikasikan bahwa tanah
asli dari Kradenan cukup buruk jika dikemudian hari dijadikan sebagai
subgrade.
Keterangan:
: Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
: Garis koreksi beban
Tanah Kradenan kota Semarang dengan kadar Geopol 2% didapat nilai CBR
sebesar 1,70%. Sampel tersebut mengalami kenaikan presentase sebesar
1,56% Geopol yang artinya sampel tanah tidak diberi campuran Geopol
sehingga peningkatan yang terjadi sangat kecil. Hal ini juga
mengindikasikan bahwa tanah asli dari Kradenan cukup buruk jika
dikemudian hari dijadikan sebagai subgrade.
Keterangan:
: Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
: Garis koreksi beban
Tabel Hasil Perhitungan Penetrasi Tanah Kradenan + Geopol 4 %
Penurunan Nilai CBR
( inch ) (%)
0,1 2,033
0,2 2,667
(Sumber: Pengolahan Hasil Penelitian, 2020)
2,033+2,667
CBR rata-rata dari kedua benda uji di atas = 2,35 %
2
Tanah Kradenan kota Semarang dengan kadar Geopol 4% didapat nilai CBR
sebesar 2,35%. Nilai ini meningkat karena kadar 4% Geopol yang dicampur
dengan tanah asli memberi pengaruh yang baik terutama pada nilai CBR.
Namun campuran Geopol 4% mampu memberikan kenaikan nilai CBR
sebesar 0,65% sehingga peningkatan yang terjadi sangat kecil.
Keterangan:
: Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
: Garis koreksi beban
Tabel Hasil Perhitungan Penetrasi Tanah Kradenan+ Geopol 6 %
Penurunan Nilai CBR
( inch ) (%)
0,1 4,00
0,2 4,26
(Sumber: Pengolahan Hasil Penelitian, 2020)
4+ 4,267
CBR rata-rata dari kedua benda uji di atas = 4,13%
2
Nilai CBR soaked tertimggi pada Tanah Kradenan Semarang adalah sampel
tanah dengan campuran Geopol sebanyak 6% dengan nilai CBR sebesar
4,13% dan ini mengartikan bahwa nilai tersebut meningkat seiring dengan
penambahan kadar campuran Geopol yaitu 6% namun hasil yang didapat
belum memenuhi spesifikasi kekuatan tanah dasar jalan raya sesuai yang
dipersyaratkan (persyaratan nilai CBR > 6%). Berikut ini adalah grafik
perbandingan nilai CBR dengan masing-masing presentase kadar Geopol
pada tanah asli Kradenan.
2. Tanah Purwodadi
a. Tanah Desa Tinanding+ Geopol 0%
Keterangan:
: Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
: Garis koreksi beban
Tabel Hasil Perhitungan Penetrasi Tanah Desa Tinanding + Geopol 0 %
Penurunan Nilai CBR
( inch ) (%)
0,1 0,143
0,2 0,164
(Sumber: Pengolahan Hasil Penelitian, 2020)
0,143+0,164
CBR rata-rata dari kedua benda uji di atas = 0,15%
2
Tanah Desa Tinanding dengan kadar Geopol 0% didapat nilai CBR sebesar
0,15%. Hal ini wajar mengingat kadar Geopol yang digunakan tidak ada
sehingga peningkatan yang terjadi sangat kecil sekali. Hal ini juga
mengindikasikan bahwa tanah asli dari Desa Tinanding cukup lemah jika
diberikan tekanan beban.
Keterangan:
: Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
: Garis koreksi beban
Tabel Hasil Perhitungan Penetrasi Tanah Desa Tinanding+ Geopol 2 %
Penurunan Nilai CBR
( inch ) (%)
0,1 1,667
0,2 2,067
(Sumber: Pengolahan Hasil Penelitian, 2020)
0,1667+2,067
CBR rata-rata dari kedua benda uji di atas = 1,87 %
2
Tanah asli dari Desa Tinanding dengan kadar Geopol 2% didapat nilai CBR
sebesar 1,87%. Angka ini meningkat 0,15% dari sampel tanah dengan
Geopol 0%. Hal ini wajar mengingat kadar Geopol yang digunakan masih
sedikit sehingga peningkatan yang terjadi belum signifikan.
2,433+2,822
CBR rata-rata dari kedua benda uji di atas = 2,62%
2
Tanah asli dari Desa Tinanding dengan kadar Geopol 2% didapat nilai CBR
sebesar 1,87%. Angka ini meningkat 0,15% dari sampel tanah dengan
Geopol 0%. Hal ini wajar mengingat kadar Geopol yang digunakan masih
sedikit sehingga peningkatan yang terjadi belum signifikan.
Keterangan:
: Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
: Garis koreksi beban
Tabel Hasil Perhitungan Penetrasi Tanah Desa Tinanding+ Geopol 6 %
Penurunan Nilai CBR
( inch ) (%)
0,1 6,067
0,2 6,844
(Sumber: Pengolahan Hasil Penelitian, 2020)
6,067+6,844
CBR rata-rata dari kedua benda uji di atas = 6,46 %
2
Nilai CBR terbesar yaitu pada tanah Kradenan + Geopol sebanyak 6%
dengan nilai CBR sebesar 6,46%. Dengan angka CBR sebesar 6,46% telah
memenuhi spesifikasi kekuatan tanah dasar jalan raya sesuai yang
dipersyaratkan dengan nilai CBR > 6%. Berikut ini adalah grafik
perbandingan tiap-tiap kadar Geopol pada sampel tanah asli dari Desa
Tinanding Kecamatan Gubug Kabupaten Grobogan.
Keterangan:
: Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
: Garis koreksi beban
Tanah asli dari Kradenan dengan kadar Geopol 0% didapat nilai CBR sebesar
0,57%. Hal ini wajar mengingat kadar Geopol yang digunakan tidak ada
sehingga tidak ada peningkatan yang signifikan.
Keterangan:
:Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
:Garis koreksi beban
2,3+3,133
CBR rata-rata dari kedua benda uji di atas = 2,71%
2
Tanah asli dari Kradenan dengan kadar Geopol 2% didapat nilai CBR sebesar
2,71%. Angka ini meningkat 2,14% dari sampel tanah dengan Geopol 0%. Hal
ini terjadi mengingat kadar Geopol yang digunakan masih sedikit sehingga
peningkatan yang terjadi belum signifikan.
6,4+6,778
CBR rata-rata dari kedua benda uji di atas = 6,59 %
2
Nilai CBR diatas telah memenuhi spesifikasi kekuatan tanah dasar jalan raya
sesuai yang dipersyaratkan (persyaratan nilai CBR > 6%) yaitu 6,59%
Keterangan:
: Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
: Garis koreksi beban
Tabel Hasil Perhitungan Penetrasi Tanah Desa Tinanding + Geopol 0 %
Penuruna
n Nilai CBR
( inch ) (%)
0,1 0,567
0,2 0,622
(Sumber: Pengolahan Hasil Penelitian, 2020)
0,567+0,622
CBR rata-rata dari kedua benda uji di atas = 0,59 %
2
Tanah asli dari dengan kadar Geopol 0% didapat nilai CBR sebesar 0,59%.
Hal ini sama dengan tanah asli + Geopol 0% dari Kradenan karena tidak
diberi Geopol walaupun sudah diperam selama 2 hari.
Keterangan:
: Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
: Garis koreksi beban
7,333+ 7,889
CBR rata-rata dari kedua benda uji di atas = 7,61 %
2
Keterangan:
: Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
: Garis koreksi beban
10,00+10,11
CBR rata-rata dari kedua benda uji di atas = 10,06%
2
Dari tabel diatas terdapat peningkatan nilai CBR sebesar 10,06% yang terjadi
pada sampel tanah asli + Geopol 6%. Angka ini memiliki selisih lebih besar
2,45% dari sampel sebelumnya yaitu tanah asli + Geopol 4%. Semakin besar
kadar campuran Geopol mampu meningkatkan nilai CBR pada tanah.
1. Tanah Kradenan
a. Tanah Kradenan+ Geopol 0% (4 hari peram – 4 hari rendam)
Keterangan:
:Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
:Garis koreksi beban
0,567+0,667
CBR rata-rata dari kedua benda uji di atas = 0,62%
2
Tanah asli dari dengan kadar Geopol 0% didapat nilai CBR sebesar 0,62%.
Hal ini sama dengan tanah asli + Geopol 0% dari Kradenan karena tidak
diberi campuran Geopol walaupun diperam selama 4 hari.
Keterangan:
:Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
:Garis koreksi beban
7+7,333
CBR rata-rata dari kedua benda uji di atas = 7,17 %
2
Menurut Grafik dan tabel CBR Tanah Kradenan + Geopol 4% diatas mengalami
peningkatan. Dari percobaan sampel tanah asli + Geopol 2% dengan nilai CBR
3,24% meningkat menjadi 7,17% yang seiring dengan penambahan campuran
sampel tanah asli + Geopol 4%. Material tanah asli dengan campuran Geopol 4%
mampu dijadikan sebagai subgrade karena nilai CBR yang didapat sudah
memenuhi standar ketentuan.
Sampel tanah asli + Geopol 6% didapat nilai CBR sebesar 9%. Nilai ini semakin
meningkat seiring dengan bertambahnya kadar campuran Geopol pada sampel
tanah asli. Sampel tanah asli + Geopol 6% ini mengalami selisih peningkatan nilai
CBR sebesar 1,83% dari sampel tanah asli + Geopol 4% dengan nilai CBR 7,17%
menjadi 9% setelah ditambah campuran Geopol sebesar 6%.
2. Tanah Purwodadi
a. Tanah Desa Tinanding+ Geopol 0% (4 hari peram – 4 hari rendam)
Sampel tanah asli + Geopol 0% didapat nilai CBR sebesar 0,71 %. Angka
ini semakin meningkat seiring dengan bertambahnya durasi pemeraman
pada sampel tanah asli walaupun tidak jauh berbeda dengan tanah yang
berasal dari Kradenan yang tidak diberi campuran Geopol.
Sampel tanah asli + Geopol 2% didapat nilai CBR sebesar 4,06 %. Angka
ini meningkat seiring dengan bertambahnya durasi pemeraman dan kadar
campuran Geopol.
Keterangan:
: Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
: Garis koreksi beban
8,067+8,533
CBR rata-rata dari kedua benda uji di atas = 8,30 %
2
Dari tabel perhitungan diatas terdapat peningkatan nilai CBR terjadi sampai
pada kadar 4% campuran Geopol. Pada kadar 4% campuran Geopol sudah
cukup sebagai bahan stabilisasi dengan cara dilakukan pemeraman dan
perendaman selama 4 hari agar bahan kimia dalam Geopol mampu bekerja
secara optimal sebelum dilakukan perendaman.
Keterangan:
: Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
: Garis koreksi beban
Tabel Hasil Perhitungan Penetrasi Tanah Desa Tinanding+ Geopol 6 %
Penurunan Nilai CBR
( inch ) (%)
0,1 12,333
0,2 12,444
(Sumber: Pengolahan Hasil Penelitian, 2020)
12,333+ 12,444
CBR rata-rata dari kedua benda uji di atas = 12,39 %
2
Dari tabel perhitungan diatas terdapat peningkatan nilai CBR terjadi sampai
pada kadar 6% campuran Geopol. Sehingga terlihat pada kadar 6% campuran
Geopol sangat ideal sebagai bahan stabilisasi dengan dilakukan pemeraman
dan perendaman selama 4 hari.
Keterangan:
: Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
Nilai CBR rata-rata yang didapat dari percobaan ini adalah 6%. Angka ini
tepat dengan standar subgrade minimal perkerasan jalan
Keterangan:
:Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
:Garis koreksi beban
8,333+10,889
CBR rata-rata dari kedua benda uji di atas = 9,61%
2
21,667+26,444
CBR rata-rata dari kedua benda uji di atas = 24,06 %
2
Keterangan:
: Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
: Garis koreksi beban
Tabel Hasil Perhitungan Penetrasi Tanah Desa Tinanding+ Geopol 0 %
Penurunan Nilai CBR
( inch ) (%)
0,1 7,333
0,2 9,111
(Sumber: Pengolahan Hasil Penelitian, 2020)
7,933+ 9,111
CBR rata-rata dari kedua benda uji di atas = 8,2%
2
Menurut gambar grafik dan tabel diatas menunjukkan bahwa tanah asli +
Geopol 0% memberikan nilai CBR sebesar 8,2%. Nilai CBR yang didapat
ini sesuai dengan persyaratan sebagai subgrade karena lebih dari 6%
namun perlu dicatat bahwa tanah ini belum mengalami perendaman
sehingga tidak mengalami perlawanan dengan air.
Keterangan:
: Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
: Garis koreksi beban
Tabel Hasil Perhitungan Penetrasi Tanah Desa Tinanding+ Geopol 2 %
Menurut gambar grafik dan tabel diatas menunjukkan bahwa tanah asli +
Geopol 2% memberikan nilai CBR sebesar 15,83 %. Nilai CBR yang
didapat lebih besar 13,61% dari tanah asli yang tidak diberikan Geopol
sama sekali yaitu 8,2%.
Keterangan:
: Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
: Garis koreksi beban
Tabel Hasil Perhitungan Penetrasi Tanah Desa Tinanding+ Geopol 4 %
Keterangan:
: Garis bantu untuk menunjukkan nilai beban
: Garis koreksi beban
Tabel Hasil Perhitungan Penetrasi Tanah Desa Tinanding+ Geopol 6 %
Penurunan Nilai CBR
( inch ) (%)
0,1 69,680
0,2 83,229
(Sumber: Pengolahan Hasil Penelitian, 2020)
69,680+8,3,229
CBR rata-rata dari kedua benda uji di atas = 76,45 %
2
Menurut gambar grafik dan tabel diatas menunjukkan bahwa tanah asli + Geopol
6% memberikan nilai CBR sebesar 76,45%. Nilai CBR yang didapat sangat baik
namun perlu dicatat bahwa sampel tanah tersebut tidak mengalami perendaman
hanya dilakukan pemeraman selama 4 hari saja. Angka ini bisa berbeda jika
dilakukan
do d1
to t1
t 1−t 0
% Swell =( ) x 100%
t0
16,13−14,15
=( ) x 100%
14,15
= 13,99%
2. Tanah Purwodadi
a. Tanah Desa Tinanding+ Geopol 0%
t0 = T – do
( ( 2,5+2,55+2,6 )+ 0,4)
= 17,6− = 14,65 cm
3
t1 = T – d1
(( 0,7+0,7 +0,8 ) +0,4)
=17,6− = 16,47 cm
3
t 1−t 0
% Swell =( ) x 100%
t0
16,95−14,65
=( ) x 100%
14,15
=12,42%
15,72−13,88
=( ) x 100%
13,88
= 11,17 %
( ( 3,3+3,4+3,5 )+ 0,4)
= 17,6− = 14,07 cm
3
t1 = T – d1
( ( 1,5+1,5+1,5 ) +0,4)
= 17,6− = 16,03 cm
3
t 1−t 0
% Swell =( ) x 100%
t0
16,03−14,07
=( ) x 100%
14,07
= 13,98%
14,33−13,2
=( ) x 100%
13,2
= 8,59%
t 1−t 0
% Swell =( ) x 100%
t0
14,77−14,2
=( ) x 100%
14 ,2
= 3,99%
((6,3+ 6,4+6,5)+0,4)
= 17,6− = 11,07 cm
3
t1 = T – d1
( ( 5,5+5,5+5,4 )+ 0,4)
= 17,6− = 12,00 cm
3
t 1−t 0
% Swell =( ) x 100%
t0
12−11,07
=( ) x 100%
11,07
= 8,43%
16,93−14,87
=( ) x 100%
14,87
=13,90%
b. Tanah Desa Tinanding+ Geopol 2% (4 hari peram)
t0 = T – do
( ( 2,6+2,6+2,7 ) +0,4)
= 17,6− = 14,83 cm
3
t1 = T – d1
( ( 1,1+ 1,1+ 1,1 )+ 0,4)
= 17,6− = 16,37 cm
3
t 1−t 0
% Swell =( ) x 100%
t0
16,37−14,83
=( ) x 100%
14,83
= 10,34 %
4.6. Pembahasan
Berdasarkan data dari penelitian yang sudah dilaksanakan, tanah sekitar Unnes
memiliki kadar air sebesar 31,58% dengan nilai Gs sebesar 2,66, sehingga tanah
sekitar Unnes termasuk dalam Sand. Tanah dari Desa Tinandingdidapatkan kadar
air sebesar 33,96% dengan nilai Gs sebesar 2,70 yang digolongkan sebagai tanah
Silty Sand. Pada uji Klasifikasi dan karakteristik tanah sekitar Unnes memiliki
nilai Liquid Limit (LL) sebesar 65% dan nilai Plasticity Limit (PL) sebesar
35,93%.
Kadar air tanah ini berkaitan dengan derajat kekerasan dari tanah tersebut. Jika
kadar air tanah ini rendah, maka dibutuhkan suatu daya pemadatan yang besar.
Sebaliknya jika kadar air tanah tinggi, walaupun daya pemadatan ditambah maka
hal ini tidak berarti tanah menjadi padat karena dalam hal ini volume pori sudah
jenuh oleh air. Meskipun dengan upaya menaikkan daya pemadatan butir-butir
tanah tidak mungkin menjadi lebih padat.
Untuk karakteristik tanah sekitar Desa Tinandingmemiliki nilai Liquid Limit (LL)
sebesar 81% dan nilai Plastisity Limit (PL) sebesar 37,37%. Dari hasil tersebut
menurut USCS, tanah sekitar Unnes Kradenantermasuk dalam klasifikasi CL
“Lempung tak organik dengan plastisitas rendah, sampai sedang, lempung
berkerikil, lempung berpasir, lempung berlanau, lempung kurus (lean clays).
Untuk tanah sekitar Desa Tinanding termasuk dalam klasifikasi OL “Lanau
anorganik dan lempung berlanau organik dengan plastisitas rendah”.
Pada pengujian CBR pada sampel tanah dari Kradenan Unnes, sampel dengan
campuran GEOPOL® 0% didapatkan hasil CBR dengan nilai rata-rata sebesar
0,14% dan Swelling Potential sebesar 13,99%. Hal ini wajar karena tanah tersebut
diuji dalam keadaan alami tanpa adanya bahan aditif. Untuk pengujian sampel
tanah dengan campuran GEOPOL® 2% terjadi peningkatan nilai CBR rata-rata
menjadi 1,70%. Hal ini terjadi karena kadar campuran GEOPOL® sebanyak 2%
sehingga kurang efektif dalam meningkatkan CBR pada tanah lempung dari
Unnes begitu juga dengan nilai Swelling Potential yang didapat sebesar 12,25%.
Pengujian sampel dilanjutkan dengan kadar campuran GEOPOL® sebesar 4%.
Sampel ini mendapat hasil CBR rata-rata sebesar 2,35% dengan nilai Swelling
Potential sebesar 9,79%. Perbandingan hasil pengujian CBR dan nilai Swell
Potential dari sampel tanah Kradenan dan dari Desa Tinanding Kecamatan Gubug
Kabupaten Grobogan. bisa dilihat seperti pada Tabel berikut.
Berdasarkan tabel diatas, angka ini lebih baik baik dari kadar 2% namun hasilnya
tidak signifikan, karena tanah masih mengalami kembang susut walaupun
menurun. Pengujian kembali dilakukan dengan memberi kadar campuran
GEOPOL® sebesar 6%. Setelah diuji CBR rendam (Soaked) didapatkan rata-rata
nilai sebesar 4,13 % dengan nilai Swelling Potential sebesar 8,56%. Angka ini
lebih baik dari sampel uji sebelumnya karena nilai CBR semakin baik dan nilai
Swelling Potential semakin kecil namun hasilnya belum memenuhi syarat sebagai
tanah dasar (subgrade) pada struktur perkerasan jalan raya.
Nilai CBR(%)
Tanah
No Variabel Tanah Desa Tinanding
Kradenan
Semarang Gubug Grobogan
1 Tanah Asli + GEOPOL 0% 0,62 0,71
2 Tanah Asli + GEOPOL 2% 3,24 4,06
3 Tanah Asli + GEOPOL 4% 7,17 8,3
4 Tanah Asli + GEOPOL 6% 9 12,39
(Sumber: Pengolahan Hasil Penelitian, 2020)
Tabel Hasil Pengujian Swell Potential Tanah Gubug Purwodadi dan Unnes
dengan Pemeraman 4 hari
Sweeling Potential (%)
No Variabel Tanah Kradenan Tanah Desa Tinanding
Semarang Gubug Grobogan
1 Tanah Asli + GEOPOL 0% 14,17% 13,90%
2 Tanah Asli + GEOPOL 2% 10,78% 10,34%
3 Tanah Asli + GEOPOL 4% 8,43% 7,53%
4 Tanah Asli + GEOPOL 6% 4,83% 3,87%
(Sumber: Pengolahan Hasil Penelitian, 2020)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hasil pengamatan selama penelitian yang telah dilakukan dilaboratorium terhadap
tanah disekitar Desa Tinandingtepatnya di Desa Tinanding, Kecamatan Gubug
Kabupaten Grobogan Jawa Tengah dan di daerah Kradenan, Unnes Semarang
Jawa Tengah. Stabilisasi tanah lempung dengan campuran GEOPOL® dapat
disimpulkan bahwa:
1. Berdasarkan pengujian Indeks Properties, Menurut tabel jenis tanah diatas,
tanah di daerah Kradenan, digolongkan Organic Soil jenis tanah dan tanah
sekitar Purwodadi termasuk jenis Silty Sand.
2. Pengujian Indeks Properties, Menurut tabel jenis tanah diatas, tanah di daerah
Kradenan, digolongkan Organic Soil jenis tanah dan tanah sekitar Desa
Tinandingtermasuk jenis Silty Sand. Sehingga tanah asli tersebut tidak
memenuhi persyaratan teknis untuk dibangun atau digunakan sebagai material
subgrade
3. Pengujian Batas-Batas Atterberg, karakteristik tanah sekitar Unnes diatas,
termasuk dalam klasifikasi CL “Lempung tak organik dengan plastisitas
rendah, sampai sedang, lempung berkerikil, lempung berpasir, lempung
5.2. Saran
zat aditif yang sudah tercampur dengan tanah mampu menstabilkan kekuatan
tanah dasar (subgrade) pada struktur perkerasan jalan raya.
5. Berdasarkan hasil rangkaian pengujian fisis dan mekanis seperti Uji Kompaksi
Modified dan CBR Soaked dan Unsoaked beserta pemeraman dengan jangka
waktu tertentu, dapat ditarik kesimpulan bahwa tanah lempung abu-abu yang
berasal dari Kradenan Kota Semarang dan dari Desa Tinanding Kecamatan
Gubug Kabupaten Grobogan Jawa Tengah tergolong dalam tanah yang
memiliki daya dukung CBR yang buruk sehingga mampu distabilisasi dengan
campuran GEOPOL®. Penambahan campuran GEOPOL® pada sampel uji
tanah lempung yang dilakukan pemeraman selama 4 hari dan perendaman
selama 4 hari mampu meningkatkan nilai CBR dan memperbaiki nilai Swell
Potential pada sampel tanah
DAFTAR PUSTAKA
Saputra, Erwin Harris, dan Kurniawan, Lie Sanders Deckrealy. (2018): Pengaruh
matos terhadap pengingkatan CBR (California Bearing Ratio) Sifat kedap
air pada tanah sekitar Rawa Pening. Skripsi Universitas Unika
Soegijapranata. Semarang.
Shirley, Hendarsin. (2000):Perencanaan Teknik Jalan Raya. Politeknik Negeri
Bandung. Bandung.
Sidhi, Komang dan Helda, Aniko, (2015), “Stabilisasi Tanah Gambut Rawa
Pening Menggunakan Portland Cement Tipe I untuk Material Timbunan
Konstruksi Bangunan”. Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang,
Skripsi.
Skempton. (1953): The Colloidal Activity of Clays. Procceding 3 th International
Conference of Soil Mechanic and Foundation Engineering. 1:57-61.
Sutarman, E. (2013): Konsep dan Aplikasi Pengantar Teknik Sipil, Penerbit CV
Andi Offset Yogyakarta.
Soedarmo, G. D. & Purnomo, S. J. E., (1997): Mekanika Tanah II. Yogyakarta :
Kanisius.
Soedarsono, D.U., (1985): Konstruksi Jalan Raya, Jakarta: Badan Penerbit
Pekerjaan Umum.
Sosrodarsono, Suyono. (1984): Perbaikan dan Pengaturan Sungai. Pradnya
Paramita. Jakarta.
Terzaghi, K. Peck, R.B. (1965): Mekanika Tanah dalam Praktek Rekayasa Jilid 1.
PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Terzaghi, K., Peck, R. B. (1987): Mekanika Tanah Dalam Praktek Rekayasa.
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Udiana, Made; R, Andre; dan J, Jusuf, (2014): “Analisa Faktor Penyebab
Kerusakan Jalan (Studi Kasus Ruas Jalan W. J. Lalamentik dan Ruas Jalan
Gor Flobamora”, Jurnal Teknik Sipil, Vol.III, No.1.
Untoro, (2008): Stabilisasi Tanah Gambut Rawa Pening dengan Menggunakan
Campuran Portland Cement dan Gypsum Sintetis”. Fakultas Teknik
Universitas Negeri Semarang, Semarang. Skripsi.
Widianti, Anita (2009): Peningkatan Nilai CBR Laboratorium Rendaman Tanah
dengan Campuran Kapur, Abu Sekam Padi dan Serat Karung Plastik. Jurnal
Ilmiah Semesta Teknika. Volume 12, No. 1, 21-27, Mei 2009.
Wiratama, Sendi, (2015): “Studi Daya Dukung Tanah Organik Menggunakan
Matos”, Universitas Bandar Lampung, Bandar Lampung.