TINJAUAN TEORI
A. Definisi
1. Usia Lanjut
Usia lanjut adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindari
(Azwar, 2006).
Menua atau menjadi tua adalah suatu keadaaan yang terjadi
didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses
sepanjang hidup, tidak hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi
dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses
alamiah, yang berarti seseorang telah melalui tiga tahap
kehidupannya, yaitu anak, dewasa dan tua. Tiga tahap ini berbeda,
baik secara biologis maupun psikologis. Memasuki usia tua berarti
mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai
dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,
pendengaran kurang jelas, pengelihatan semakin memburuk, gerakan
lambat dan figur tubuh yang tidak proporsional (Nugroho, 2006).
Usia lanjut adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu
kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan
proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa usia lanjut (lansia)
adalah suatu keadaan yang terjadi pada manusia tidak dapat dihindari dan
proses menua merupakan suatu proses panjang yang telah melalui tahap
anak dan dewasa serta tua yang berakhir dengan keamtian.
2. Terapi Kognitif
Terapi kognitif merupakan terapi jangka pendek terstruktur
berorientasi terhadap masalah saat ini dan bersifat individu. Terapi
kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur, aktif,
direktif dan berjangka waktu singkat, untuk menghadapi berbagai
hambatan dalam kepribadian, misalnya ansietas atau depresi (Singgih,
2007).
Kognisi adalah suatu tindakan atau proses memahami. Terapi
kognitif menjelaskan bahwa bukan suatu peristiwa yang menyebabkan
kecemasan dan tanggapan maladaptif melainkan harapan masyarakat,
penilaian, dan interpretasi dari setiap peristiwa ini. Sugesti bahwa
perilaku maladaptif dapat diubah oleh berhubungan langsung dengan
pikiran dan keyakinan orang (Stuart, 2009).
Bentuk Distorsi Kongnisi (Stuart, 2009)
a. Overgeneralization
Mengarahkan kesimpulan secara menyeluruh segala sesuatu
berdasarkan kejadian tunggal.Seseorang mahasiswa yang gagal
dalam satu ujian mengatakan: “kayaknya saya enggak akan lulus
dalam setiap ujian”.
b. Personalization
Menghubungkan kejadian diluar terhadap dirinya meskipun hal
tersebut tidak beralasan. “atasan saya mengatakan produktivitas
perusahaan sedang menurun tahun ini, saya yakin kalau pernyataan
ini ditujukan pada diri saya”.
c. Dichotomus thinking
Berfikir ekstrim menganggap segala sesuatunya selalu sangat bagus
atau buruk. “Bila suami saya meninggalkan saya, saya pikir saya
lebih baik mati”.
d. Catastrophizing
Berfikir sangat buruk tentang orang dan kejadian. “saya lebih baik
tidak mengisi formulir promosi jabatan itu, sebab saya tidak
menginginkan dan tidak akan nyaman dengan jabatan itu”.
e. Selective abstraction
Berfokus pada detail, tetapi tidak relevan dengan informasi yang
lain. Seorang istri percaya bahwa suaminya tidak mencintainya
sebab ia datang terlambat dari pekerjaannya, tetapi ia mengabaikan
perasaannya, hadiah dari suaminya tetap diterima dan libur bersama
tetap direncanakan.
f. Arbitary inference
Menggambarkan kesimpulan yang salah tanpa didukung data.
Teman saya tidak pernah lama menyukai saya sebab ia tidak mau
diajak pergi.
g. Mind reading
Percaya bahwa seseorang mengetahui pemikiran orang lain tanpa
mengecek kebenarannya. Mereka pasti berfikir bahwa dirinya terlalu
kurus atau terlalu gemuk.
h. Magnification Exaggregating the importance of events
Saya telah meninggalkan makan malam saya, hal ini menunjukkan
betapa tidak kompetennya saya.
i. Externalization of self worth
Menentukan tata nilai sendiri untuk diterapkan pada orang lain. Saya
sudah berusaha untuk kelihatan baik setiap waktu tetapi teman-
teman saya yang tidak menginginkan saya berada disampingnya.
3. Gangguan Makan
a. Definisi Gangguan Makan
Gangguan makan ditandai dengan ekstrem. Gangguan makan
hadir ketika seseorang mengalami gangguan parah dalam tingkah
laku makan, seperti mengurangi kadar makanan dengan ekstrem atau
makan terlalu banyak yang ekstrem, atau perasaan menderita atau
keprihatinan tentang berat atau bentuk tubuh yang ekstrem.
Seseorang dengan gangguan makan mungkin berawal dari
mengkonsumsi makanan yang lebih sedikit atau lebih banyak
daripada biasa, tetapi pada tahap tertentu, keinginan untuk makan
lebih sedikit atau lebih banyak terus menerus di luar keinginan
(American Psychiatric Association [APA], 2005).
b. Tipe Gangguan Makan
1) Anoreksia Nervosa
Menurut DSM-IV, anoreksia nervosa (AN) dimaksudkan
dengan “keengganan untuk menetapkan berat badan kira-kira
85% dari yang diprediksi, ketakutan yang berlebihan untuk
menaikkan berat badan, dan tidak mengalami menstruasi selama
3 siklus berturut-turut.” Anoreksia nervosa terbagi kepada dua
jenis. Dalam jenis restricting-tye anorexia, individu tersebut
menurunkan berat badan dengan berdiet sahaja tanpa makan
berlebihan (binge eating) atau muntah kembali (purging).
Mereka terlalu mengehadkan konsumsi karbohidrat dan makan
mengandung lemak. Manakala pada tipe binge-eating/purging,
individu tersebut makan secara berlebihan kemudian
memuntahkannya kembali secara sengaja (APA, 2005).
2) Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa digambarkan dengan episode berulang makan
berlebihan (binge eating) dan kemudian dengan perlakuan
kompensatori (muntah, berpuasa, beriadah, atau kombinasinya).
Makan berlebihan disertai dengan perasaan subjektif kehilangan
kawalan ketika makan. Muntah yang dilakukan secara sengaja
atau beriadah secara berlebihan, serta penyalahgunaan pencahar,
diuretik, amfetamin dan tiroksin juga boleh terjadi (Chavez dan
Insel, 2007).
B. Tujuan
Tujuan terapi ini mengubah pikiran negatif menjadi positif, mengetahui
penyebab perasaan negatif yang dirasakan, membantu mengendalikan diri,
pencegahan serta perkembangan pribadi (Burn, 1980). Memperoleh
keringanan gejala secepat mungkin, untuk membantu klien dalam
mengidentifikasikan dysfunctional pola pemikiran dan tindakan serta untuk
memandu klien pada bukti serta logika yang secara efektif menguji kebenaran
dari dysfunctional thingking. Terapi memfokuskan pada mengubah
“pemikiran otomatis”. (Townsend, 2005 p. 198). Mengubah kepercayaan
(anggapan) tidak logis, penalaran salah, dan pernyataan negatif yang
mendasari permasalahan perilaku ( Stuart & Laraia, 2005 p. 656).
C. Proses pelaksanaan
Sesi 1 : Mengungkapkan pikiran otomatis
Sesi 2 : Mengungkapkan alasan
Sesi 3 : Tanggapan terhadap pikiran otomatis
Sesi 4 : Menuliskan pikiran otomatis
Sesi 5 : Penyelesaian masalah
Sesi 6,7,8 : Manfaat tanggapan, ungkapkan hasil dan membuat buku harian