Anggota kelompok :
1. Arif Hidayat Harahap
2. Ghassan Azka El Atallah
3. Kenta Ahmad Hermansyah
4. Malik Alhabsi
5. M. Fawwas Al-Haqqy Agung Putra
6. Naufal Khairiy Zulkarnain Sormin
4. Dalam beberapa prasasti yang terdapat di pulau Jawa dan lontar-lontar yang terdapat di
pulau Bali menjelaskan bahwa “Maha Rsi Agastya” yang menyebarkan agama Hindu dari
India ke Indonesia. Menurut data peninggalan sejarah yang ada dinyatakan bahwa Maha Rsi
Agastya menyebarkan agama Hindu dari India ke Indonesia melalui Sungai Gangga, Yamuna,
India Selatan dan India Belakang. Karena begitu besar jasa-jasa beliau dalam penyebaran
ajaran Agama Hindu, maka namanya disucikan di dalam prasasti ‘Dinaya’.
Prasasti ‘Dinaya’ diketemukan di Jawa Timur yang ditulis dengan berangka tahun
Saka 682 (760 M), menjelaskan bahwa seorang raja yang bernama Gaja Yana membuatkan
pura suci untuk Rsi Agastya, dengan maksud untuk memohon kekuatan suci dari Rsi Agastya
(Shastri, N.D. Pandit, 1963:21). Prasasti Porong yang ditemukan di Jawa Tengah berangka
tahun Saka 785 (863 M) juga menyebutkan keagungan serta kemuliaan jasa-jasa Maha Rsi
Agastya. Mengingat kemuliaan Maha Rsi Agastya, maka beliau diberi julukan ‘Agastya Yatra’
artinya perjalanan suci Rsi Agastya yang tidak mengenal kembali dalam pengabdiannya
untuk Dharma. Oleh karena itu beliau juga diberi julukan ‘Pita Segara’, artinya “Bapak dari
Lautan” karena beliau yang mengarungi lautan luas demi untuk Dharma.
Dari berbagai peninggalan yang ditemukan, diketahui bahwa kehidupan masyarakat
Kutai sudah cukup teratur. Walau tidak secara jelas diungkapkan, diperkirakan masyarakat
Kutai sudah terbagi dalam beberapa penggolongan meskipun tidak secara tegas dinyatakan.
Dari penggunaan bahasa Sansekerta dan pemberian hadiah sapi, dapat disimpulkan bahwa
dalam masyarakat Kutai terdapat golongan brahmana, golongan yang sebagaimana juga di
India memegang monopoli penyebaran dan upacara keagamaan.
5. Status sosial yang disandang kaum brahmana tentunya berbeda dengan masyarakat.
Inilah yang diyakini oleh Van Leur bahwa golongan brahmana atau pemuka agama yang
berperan paling besar dalam penyebaran agama Hindu-Buddha di Nusantara. Selain itu,
lanjut Van Leur, para penguasa atau raja-raja di Nusantara sangat menghormati kaum
brahmana sehingga mereka diterima dengan baik. Bahkan, tidak jarang raja-raja tersebut
mengundang para brahmana langsung dari India untuk datang ke kerajaan mereka di
Nusantara. Kaum brahmana seolah memiliki legitimasi kuat untuk memberikan restu atau
mengangkat para penguasa itu sebagai ksatria. Ajaran yang dibawa oleh kaum brahmana itu
kemudian dianut pula oleh raja-raja tersebut sehingga berdampak besar terhadap
penyebaran agama Hindu dan Buddha. Biasanya, raja-raja di Nusantara mengangkat sosok
brahmana sebagai penasihat kerajaan atau pemimpin agama di kerajaan tersebut. Hal itu
tidak lain karena brahmana memiliki keahlian dan pengetahuan terhadap ajaran agama atau
kitab suci yang dianggap paling baik. Posisi penting brahmana sebagai penasihat maupun
pemimpin agama melahirkan pengaruh besar dalam kerajaan tersebut, dari sektor
keagamaan, pemerintahan, pengadilan, perundang-undangan, dan berbagai aturan lain
dibuat atas masukan kaum brahmana, bahkan tak jarang mampu mempengaruhi kebijakan
raja.
Sumber: https://tirto.id/godEhttps://tirto.id/godE
Kesimpulan:
Teori Brahmana memegang pada pernyataan bahwa para Brahmana didatangkan
oleh para raja-raja Nusantara untuk melegitimasi kekuasaan mereka. Setelah itu para
Brahmana diangkat menjadi penasehat kerajaan. Pernyataan ini dibuktikan dengan adanya
Maha Rsi Agastya yang menyeberangi lautan untuk mencari dharma/kebenaran dan bukti
bawa prasasti di Indonesia ditulis menggunakan bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa yang
hanya bisa dipahami Brahmana saja.