Anda di halaman 1dari 12

ARSITEKTURA

Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan


ISSN 2580-2976 E-ISSN 1693-3680
https://jurnal.uns.ac.id/Arsitektura/issue/archive

Volume 20 Issue 2 October 2022, pages: 217-228


DOI https://doi.org/10.20961/arst.v20i2.58697

Konsep Wayfinding
untuk Perancangan Arsitektur Kesehatan Mental
The Wayfinding Concept for Mental Health Architecture Design

Yosivan Erlanda Sutantio*, Asri Dinapradipta, Arina Hayati


Department of Architecture, Faculty of Civil, Planning and Geo Engineering, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya, Indonesia
*Corresponding author: asdina_p@arch.its.ac.id

Article history Abstract


Received: 20 Jan 2022 Architectural design through the concept of wayfinding for mental health facilities
Accepted: 24 Sep 2022
Published: 30 Oct 2022 can support the patient's healing process, by providing designs that can influence
cognitive behavior. The main problem is how to solve the spatial disorientation in
the building. The healing architecture theories observe and harness the
environmental elements as a factor in the design of a building. This information is
applied to help the occupants in the process identifying their environment. The
statement provides a basis for ideas of ideas regarding the architecture that provides
information on the occupant, and it presents a hypothesis about architecture as a
guide the user inside the building (wayfinding). The design proposal aims is to
produce proposed structures designed as facilities to deal with mental health
disorders according to the needs of the patient, and knowing what architectural
elements can be used in using the concept of wayfinding as a result of research.

Keywords: healing architecture; spatial disorientation; wayfinding

Abstrak
Perancangan arsitektural melalui konsep wayfinding untuk fasilitas kesehatan jiwa
dapat mendukung proses penyembuhan pasien, dengan memberikan desain yang
dapat mempengaruhi perilaku kognitif. Masalah utama adalah bagaimana mengatasi
disorientasi spasial pada bangunan. Teori arsitektur penyembuhan mengamati dan
memanfaatkan elemen lingkungan sebagai faktor dalam desain sebuah bangunan.
Informasi ini diterapkan untuk membantu penghuni dalam proses mengidentifikasi
lingkungan mereka. Pernyataan tersebut memberikan dasar bagi ide-ide tentang
arsitektur yang memberikan informasi kepada penghuninya, dan menyajikan
hipotesis tentang arsitektur sebagai panduan pengguna di dalam bangunan
(wayfinding). Usulan perancangan bertujuan untuk menghasilkan usulan struktur
yang dirancang sebagai fasilitas penanganan gangguan kesehatan jiwa sesuai
kebutuhan pasien, dan mengetahui elemen arsitektur apa yang dapat digunakan
dalam menggunakan konsep wayfinding hasil penelitian.

Kata kunci: arsitektur penyembuhan; disorientasi spasial; wayfinding

__________
Cite this as: Sutantio, Y.E., Dinapradipta. A., Hayati. A. (2022). Konsep Wayfinding untuk Perancangan Arsitektur Kesehatan Mental.
Article. Arsitektura : Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan, 20(2), 217-228. doi: https://doi.org/10.20961/arst.v20i2.58697

217
Arsitektura : Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 20 (2) October 2022: 217-228

1. PENDAHULUAN satu stimulus / rangsangan yang dapat direspon


manusia, sehingga kondisi ruang dapat
Definisi kesehatan secara umum adalah
memengaruhi otak manusia dan berpengaruh
keadaan sehat baik secara fisik, mental,
pada kesehatan fisik maupun mentalnya
spiritual, maupun sosial yang memungkinkan
(Dewi, dkk., 2018). Dalam kaitannya dengan
setiap orang untuk hidup produktif secara
gangguan mental, bangunan dan lingkungan
sosial dan ekonomi (UU no.36 tahun 2009).
dirancang untuk menyediakan kualitas ruang
Kesehatan tidak hanya berbicara mengenai
yang memenuhi syarat kenyamanan dan
fisik, tetapi kesehatan mental juga perlu
keamanan (Dhingra, 2017). Apabila perancang
diperhatikan. Berdasarkan data statistik,
mengabaikan pengaruh faktor lingkungan
kondisi akibat gangguan mental menduduki
sekitar pada rancangan fasilitas kesehatan
peringkat pertama dalam penyebab kecacatan
mental, maka terdapat permasalahan yang
per tahun yang dialami oleh seluruh kelompok
ditimbulkan dan berdampak bagi kesehatan
usia (Kemenkes RI, 2019).
mental pasien. Salah satu permasalahan adalah
Permasalahan gangguan mental ini bisa disorientasi spasial yang mengakibatkan pasien
ditangani dengan beberapa cara, salah satunya merasa tidak nyaman selama menjalani
dengan terapi mental yang biasanya dibantu perawatan di dalam fasilitas kesehatan, dan
oleh tenaga ahli atau psikolog sebagai media memungkinkan adanya peningkatan terhadap
untuk membantu pasien. Metode terapi tingkat agresifitas pasien (Verderber, 2018).
semacam ini biasanya dilakukan di dalam
Paper ini mengkaji teori mengenai isu
sebuah fasilitas kesehatan yang digunakan
disorientasi spasial yang menjadi
untuk mewadahi kegiatan terapi tersebut.
permasalahan dalam merancang sebuah
Melalui permasalahan tersebut, arsitektur hadir
fasilitas kesehatan mental. Kemudian, kajian
sebagai ilmu dalam merancang fasilitas
tersebut dihubungkan dengan teori healing
kesehatan mental yang diharapkan mampu
architecture sebagai solusi untuk mengatasi
mendukung kebutuhan tersebut. Oleh karena
permasalahan disorientasi spasial. Pembahasan
itu, kebutuhan layanan fasilitas kesehatan yang
rumusan konsep rancangan untuk fasilitas
khusus melayani penyandang gangguan
kesehatan mental menggunakan kerangka
mental, dirancang dengan fasilitas yang
concept-based framework (Plowright, 2014)
disesuaikan dengan kebutuhan.
untuk menghasilkan gagasan ide sebuah
Salah satu yang dapat mendukung kebutuhan arsitektur yang informatif terhadap
dan penyembuhan pasien gangguan mental penggunanya. Hipotesis konsep wayfinding
adalah lingkungan binaan, termasuk diajukan sebagai konsep rancangan.
lingkungan fisik (bangunan). Arsitektur dalam
hal ini mampu menciptakan kualitas ruang 2. METODE
yang disesuaikan dengan kebutuhan penghuni
Dalam proses menentukan konsep, dilakukan
(Dhingra, 2017). Ruang juga merupakan salah
beberapa tahapan eksplorasi dan evaluasi.

Gambar 1. Kerangka Kerja Concept-Based Framework


Sumber: Plowright, 2014

218
Yosivan E.S, Asri D, Arina H, Konsep Wayfinding untuk…

Tahap eksplorasi menyangkut pengumpulan 3. HASIL DAN PEMBAHASAN


informasi yang berkaitan dengan kebutuhan
Pembahasan mengenai usulan konsep
penyandang gangguan mental (need);
rancangan untuk bangunan fasilitas kesehatan
informasi mengenai aktivitas pasien selama
mental diawali dengan kajian mengenai
menjalani perawatan (social cultural); dan
permasalahan disorientasi spasial, dan teori
aspek teknis (technical aspect) seperti
healing architecture sebagai pendekatan
ditunjukkan pada gambar kerangka concept-
rancangan untuk mengusulkan hipotesis
based framework (Plowright, 2014).
perancangan. Prinsip yang terkandung pada
Pembahasan dimulai dengan mengeksplorasi
teori healing architecture digunakan untuk
gagasan ide berdasarkan aspek informasi need,
membuat karakteristik informasi untuk
social cultural, dan technical aspect.
membantu pengembangan usulan konsep
Kemudian, diajukan hipotesis atau ide utama
rancangan.
untuk pengembangan konsep rancangan.
Tahapan mapping untuk mengetahui elemen 3.1 Disorientasi Spasial
arsitektur apa saja dari transformasi konsep Salah satu kebutuhan dalam membuat
yang digunakan untuk merancang fasilitas bangunan fasilitas kesehatan mental adalah
penanganan gangguan mental. privasi dan keamanan penghuni / pasien
Sesuai tahap awal pengembangan konsep selama menjalani perawatan (Conellan, dkk.,
berdasarkan kerangka kerja concept-based 2013). Salah satu permasalahan terkait
framework diperlukan metode untuk mencari kebutuhan tersebut adalah isu mengenai
isu yang digunakan sebagai informasi umum disorientasi spasial pada bangunan.
pengembangan konsep rancangan. Metode Disorientasi spasial adalah keterbatasan
literature searching (Jones, 1970) digunakan kemampuan individu dalam menentukan
untuk mencari kebutuhan informasi umum posisi/arah. Dalam arsitektur, disorientasi
atau isu perancangan, informasi tentang spasial dapat terjadi dalam sebuah sistem
kebutuhan merancang bangunan untuk sirkulasi di dalam bangunan, di mana sistem
kesehatan mental, maupun teori sebagai solusi tersebut merupakan sistem kejelasan
permasalahan perancangan. Selanjutnya, pergerakan/rute dari dan ke arah tujuan
menemukan karakteristik informasi untuk tertentu (Bianchini, dkk., 2009). Disorientasi
mengembangkan konsep rancangan. spasial perlu dihindari dalam membuat
rancangan fasilitas kesehatan mental. Hal ini
Pada tahap hypothesis menggunakan metode
dapat menyebabkan pasien merasa
problem solving untuk membuat usulan
kebingungan saat berada di dalam ruangan,
mengenai konsep rancangan (Heath, 1984).
menimbulkan perasaan kurang nyaman, hingga
Pada tahap selanjutnya adalah mengeksplorasi
menyebabkan peningkatan agresifitas perilaku
elemen apa saja dalam usulan konsep
pasien (Verderber, 2018). Perancang harus
rancangan (sesuai hasil pada tahap hypothesis)
memerhatikan faktor-faktor yang
yang dikaji dengan menggunakan metode
menyebabkan disorientasi spasial pada
literature searching (Jones, 1970). Tahapan
bangunan.
selanjutnya analisis teori untuk menghasilkan
hipotesis yang dapat digunakan sebagai usulan
konsep rancangan. Untuk memberikan batasan
pembahasan, diperlukan proses judgement
criteria (Plowright, 2014) sekaligus
memberikan kriteria yang perlu diperhatikan
dalam pengembangan konsep rancangan.
Selanjutnya metode mapping / domain transfer
(Plowright, 2014) untuk menjelaskan dan
mendetailkan elemen-elemen hipotesis usulan
konsep rancangan ke dalam elemen arsitektur.

219
Arsitektura : Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 20 (2) October 2022: 217-228

Gambar 4. Bentuk Tidak Mudah Dipahami


Gambar 2. Deficient View
Sumber: Juliao, 2018)
Sumber Grigvovan, 2014
Faktor pertama, ditunjukkan oleh gambar 2
Selain itu menyebabkan tidak ada hal spesifik
merupakan representasi dari isu disorientasi
spasial terhadap keterbatasan view (deficient pada elemen desain (desain tidak memiliki
vocal point sebagai pengenal
view) (Verderber, 2018). Kurangnya
kawasan/lingkungan). Faktor ketiga adalah
ketersediaan view dapat menyebabkan
seseorang tidak memiliki petunjuk yang jelas penggunaan bentuk-bentuk yang tidak mudah
dipahami (Verderber, 2018). Gambar 4
mengenai posisi/lokasi keberadaannya.
Kondisi tersebut dapat diatasi dengan merupakan representasi permasalahan
disorientasi spasial yang diakibatkan
menyediakan bukaan yang memberikan
penggunaan bentuk yang sulit dipahami.
informasi kondisi lingkungan sekitar sebagai
media untuk petunjuk arah yang jelas. Kualitas Bentuk-bentuk pada objek arsitektur
digunakan untuk pengenalan terhadap fungsi,
view yang dihadirkan melalui elemen bukaan
bangunan memberikan informasi lingkungan karakter, maupun ekspresi dari
objek/bangunan (Janson & Tigges, 2014).
sekitar yang berpengaruh positif pada
Penggunaan bentuk yang sulit dipahami
kemampuan navigasi spasial pasien (Janson &
menyebabkan pasien tidak mendapat informasi
Tigges, 2014).
spesifik untuk mengenali lingkungan sekitar
dan mengakibatkan kebingungan.

Gambar 3. Perulangan yang Berlebihan


Sumber: Diaz, 2019
Faktor kedua ditunjukkan oleh gambar 3
merupakan gambaran kesan disorientasi Gambar 5. Skema Warna Kacau
spasial pada bangunan dengan perulangan Sumber: Ghoneem, 2013
desain yang berlebihan, sehingga dapat Faktor keempat ditunjukkan oleh gambar 5
memberikan kesan monoton (Verderber, adalah representasi permasalahan disorientasi
2018). Pemberian elemen perulangan yang spasial berupa skema warna yang kacau.
berlebihan dapat menyebabkan tingkat Penggunaan dan pemilihan skema warna
kejenuhan. tunggal mendominasi, warna mencolok atau

220
Yosivan E.S, Asri D, Arina H, Konsep Wayfinding untuk…

menjenuhkan mampu memicu perasaan cemas rusak/pecah yang dapat digunakan untuk
pada pasien (Verderber, 2018). Warna dapat melukai diri sendiri (Verderber, 2018).
digunakan sebagai informasi untuk Konfigurasi penataan objek/perabot juga perlu
memberikan pengenalan terhadap lingkungan diperhatikan. Sebaiknya konfigurasi susunan
sekitar, sehingga pemilihan warna juga dapat objek yang digunakan adalah konfigurasi yang
dijadikan sebagai pengenal suatu kawasan memungkinkan untuk diatur secara mandiri
(landmark recognition). Hal ini untuk oleh pengguna (Verderber, 2018).
mengatasi permasalahan disorientasi spasial
(Bianchini, dkk., 2009). Pemilihan warna yang
tepat dengan penggunaan warna tertentu dapat
memberikan efek terapi pada pasien. Hal yang
perlu diperhatikan adalah ekspresi warna
(hangat-dingin, terang-gelap), yang dapat
menimbulkan kesan baik atau buruk, ramah
atau tidak ramah, dan lain-lain. Hindari
penggunaan warna yang dapat memicu
ekspresi negatif pasien (memicu perasaan
cemas atau perilaku agresif) (Verderber,
2018).
Gambar 7. Contoh Objek yang Mendukung
Perilaku Agresif
Sumber: Dmitry, 2012
3.2 Healing Architecture
Berdasarkan kajian disorientasi spasial,
dibutuhkan teori untuk mengkaji elemen
arsitektur seperti apa yang melibatkan
lingkungan sebagai bahan pertimbangan
perancangan. Proses memahami lingkungan
yang disebut sensasi, dipengaruhi oleh proses
kognitif seperti berpikir dan melalui memori.
Gambar 6. Tingkat Pencahayaan Rendah Proses ini diperoleh dengan mengatur dan
Sumber: Wallpaper Flare, 2017 mengintegrasikan informasi dan membuat
Faktor kelima ditunjukkan oleh gambar 6 kesimpulan (Wulandari, 2014). Healing
merupakan gambaran permasalahan architecture digunakan sebagai teori atau
disorientasi spasial yang disebabkan oleh prinsip dasar untuk kebutuhan merancang
tingkat pencahayaan rendah (Verderber, 2018). fasilitas kesehatan mental. Healing
Tingkat pencahayaan yang terlalu rendah dapat architecture memerhatikan bagaimana kondisi
mengurangi kemampuan visibilitas seseorang lingkungan memberikan pengaruh terhadap
di dalam bangunan. Akibatnya, orang tersebut kondisi stres, baik fisik maupun mental
tidak mampu mengenali informasi mengenai seseorang (Venolia, 1988). Informasi ini
keadaan di lingkungan sekitar. Selain itu, dijadikan sebagai pengalaman oleh penghuni
tingkat pencahayaan ruang rendah juga bangunan. Terdapat tujuh aspek yang perlu
memiliki kesan sedih atau suram dan diperhatikan sebagai pendekatan desain sesuai
memengaruhi kualitas mood seseorang (Janson teori healing architecture, diantaranya:
& Tigges, 2014). Faktor keenam yang dapat symbols and environmental messages, light,
menyebabkan kesan disorientasi spasial adalah color, thermal environment, sound and noise,
perabot atau objek yang dapat memicu indoor air quality, plants and gardens
perilaku agresif (Verderber, 2018). Hal ini (Venolia, 1988).
berkaitan dengan pemilihan jenis perabot atau Aspek symbols and environmental message
berkaitan dengan desain objek. Misal digunakan sebagai pertimbangan menentukan
pemilihan perabot tidak menimbulkan suara aspek fisik perancangan atau menentukan
bising berlebih, termasuk objek mudah bentuk berdasarkan informasi atau simbol

221
Arsitektura : Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 20 (2) October 2022: 217-228

yang ingin disampaikan kepada penghuni yang dapat memicu perilaku agresif. Suara
(Venolia, 1988). Bentuk-bentuk harus yang menenangkan pasien sebaiknya
mengandung informasi mengenai simbol dihadirkan untuk menghindari tindakan agresif
tertentu atau bentuk yang mewakili keadaan pasien. Aspek terakhir adalah melibatkan
lingkungan sekitar. Aspek ini dijadikan unsur alam berupa tanaman melalui desain
sebagai solusi dalam pertimbangan penentuan lanskap yang digunakan untuk
desain untuk mengurangi faktor disorientasi menghubungkan pasien dengan alam dan
spasial yaitu “bentuk yang tidak mudah memberikan kenyamanan mental dan
dipahami”. Aspek pencahayaan dapat ketenangan (Venolia, 1988).
digunakan untuk memengaruhi kondisi
3.3 Hipotesis Arsitektur Sebagai Petunjuk
emosional seseorang (Venolia, 1988). Aspek
Arah (Wayfinding)
ini dijadikan sebagai solusi disorientasi spasial
karena “tingkat pencahayaan rendah”. Aspek Berdasarkan pernyataan Verderber (2018),
pencahayaan dalam perancangan fasilitas hipotesis merancang fasilitas kesehatan mental
kesehatan mental harus menghindari adalah memerhatikan permasalahan
pencahayaan yang dapat menimbulkan disorientasi spasial yang dapat menyebabkan
tindakan agresif pada pasien (Verderber, peningkatan agresifitas perilaku pasien.
2018). Disorientasi spasial menyebabkan pasien
merasa kurang nyaman, sehingga dapat
Warna merupakan aspek desain lain yang
meningkatkan kemungkinan pasien
memengaruhi kondisi emosional (Venolia,
berperilaku lebih agresif. Hal tersebut dapat
1988). Penentuan warna dapat diambil untuk
terjadi pada bangunan akibat bangunan yang
memperkuat aspek symbols & environmental
dirancang tidak memiliki landmark
message, seperti penggunaan warna biru untuk
recognition (Bianchini, dkk., 2009) atau
mewakili warna air atau langit, hijau yang
sebagai pengenalan kawasan yang menjadi
mewakili warna tanaman atau rumput, dan
informasi spesifik mengenai suatu lokasi di
lain-lain. Atau pemberian warna sesuai dengan
dalam bangunan.
emosi yang terkandung pada elemen warna
(Venolia, 1988). Faktor disorientasi spasial Selain itu, healing architecture digunakan
yaitu “skema warna yang kacau” dapat sebagai prinsip atau sebagai teori dasar dalam
dihindari dengan menentukan warna memberikan usulan konsep rancangan fasilitas
berdasarkan pertimbangan aspek healing kesehatan mental. Berdasarkan pertimbangan
architecture. Kondisi kenyamanan termal juga aspek healing architecture tersebut, terdapat
perlu dipertimbangkan terkait dengan karakteristik informasi yang dapat digunakan
kenyamanan pasien yang dapat dirasakan sebagai gagasan ide untuk membuat konsep
melalui kulit (Venolia, 1988). Kondisi perancangan, yakni arsitektur yang informatif
kenyamanan termal akan berpengaruh pada terhadap pengguna. Hal tersebut diambil
tingkat agresifitas pasien (Verderber, 2018), berdasarkan prinsip healing architecture yang
seperti kondisi ruang yang terlalu panas akan memiliki tujuan menghadirkan informasi dari
menyebabkan peningkatan stres bagi pasien. keputusan desain yang ditentukan. Misal aspek
Selain kenyamanan termal, terdapat aspek symbols & environmental messages di mana
kualitas udara ruang yang dipengaruhi oleh keputusan desain yang dibuat mengenai bentuk
kandungan udara yang ditimbulkan akibat harus mengandung informasi mengenai suatu
penggunaan bahan-bahan yang dapat simbol atau pesan lingkungan. Aspek
mencemari kualitas udara, atau kualitas udara pencahayaan, dan warna harus mengandung
dari lingkungan sekitar tapak (Venolia, 1988). informasi berupa ekspresi yang terkandung
dalam keputusan desain yang dibuat. Aspek
Aspek lingkungan suara dipengaruhi oleh dua
lingkungan termal mengandung informasi
faktor, yakni suara yang tidak diinginkan atau
mengenai kenyamanan yang berkaitan dengan
kebisingan, dan suara yang menenangkan atau
suhu ruang. Serta aspek-aspek healing
suara yang dapat diperdengarkan terhadap
architecture lainnya yang memiliki tujuan
pasien (Venolia, 1988). Dalam menanggapi
penyampaian suatu informasi tertentu.
kebutuhan untuk pasien kesehatan mental,
diperlukan solusi untuk menutupi suara bising

222
Yosivan E.S, Asri D, Arina H, Konsep Wayfinding untuk…

3.4 Elemen Pembentuk Wayfinding


Setelah menentukan wayfinding sebagai
hipotesis, selanjutnya mengeksplorasi aspek
yang terdapat pada proses wayfinding untuk
dianalogikan ke dalam rancangan arsitektur.
Arthur & Passini (1992) menyebutkan
beberapa elemen yang terlibat dalam proses
wayfinding, khususnya dalam arsitektur,
diantaranya:
a. Perancang (yang membuat desain
bangunan, maupun perancang papan
informasi)
b. Pengguna bangunan (pengguna secara
umum, atau pengguna yang memiliki
kriteria khusus seperti penyandang
disabilitas, atau menderita penyakit
tertentu)
c. Menentukan kondisi wayfinding (mengkaji
beberapa kemungkinan yang terjadi pada
proses wayfinding)
d. Perencanaan spasial (mengkaji rute,
penataan ruang, pintu masuk, pintu keluar,
Gambar 8. Hipotesis Wayfinding Pada Desain dan lain-lain)
Fasilitas Kesehatan Mental e. Perencanaan komunikasi wayfinding
Sumber: Cube Indonesia, 2017 & Sketsa Pribadi (arsitektural maupun berupa informasi
Pernyataan gagasan ide mengenai arsitektur grafik dan suara)
yang informatif terhadap pengguna, Berdasarkan informasi tersebut, tahap
selanjutnya menjadi kata kunci untuk selanjutnya adalah mengelompokkan elemen
mengusulkan konsep rancangan. Disorientasi wayfinding menjadi empat macam atribut
spasial mengakibatkan seseorang mengalami untuk dijadikan sebagai sintaksi arsitektur. Hal
keterbatasan penerimaan informasi di dalam tersebut dilakukan agar hasil dari sintaksi
sebuah bangunan menyebabkan seseorang arsitektur lebih mudah untuk dilakukan analogi
mengalami perasaan “tersesat”. Selain itu aspek perancangan arsitektur di tahap
permasalahan disorientasi spasial pada berikutnya. Keempat atribut wayfiding tersebut
penyandang gangguan mental ini berdampak diantaranya:
berkurangnya kemampuan kognitif individu,
sehingga proses pengolahan informasi a. Target penerima informasi: sebagai
seseorang terhadap lingkungan sekitar menjadi pengamat atau individu yang membutuhkan
terganggu. Melalui tahapan eksplorasi gagasan informasi petunjuk arah. Perancang perlu
ide tersebut, dengan menggunakan metode memerhatikan atribut ini untuk dijadikan
problem solving (Heath, 1984), selanjutnya sebagai batasan dalam menentukan
menghasilkan hipotesis: “bagaimana jika informasi seperti apa yang sesuai dengan
arsitektur digunakan sebagai media untuk target penerima informasi.
mengarahkan individu (membantu proses b. Jalan atau rute: sebagai media di mana
wayfinding)”. Arsitektur memiliki peran individu perlu melewati jalan atau rute
sebagai penyampai informasi mengenai arah untuk menuju tempat tujuannya.
atau rute yang dapat dilalui pasien/penderita c. Target atau tujuan: merupakan tempat atau
gangguan mental melalui lingkungan sekitar lokasi, di mana konteks wayfinding yaitu
(melalui elemen arsitektur fasilitas kesehatan suatu lokasi yang ingin dicapai individu
mental/fasilitas rehabilitasi pasien) pada melalui proses pencarian informasi
gambar 8. mengenai arah.

223
Arsitektura : Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 20 (2) October 2022: 217-228

d. Informasi petunjuk: merupakan elemen kebutuhan pasien. Analogi “jalan sebagai pola
yang menentukan proses wayfinding (dapat sirkulasi” dalam konteks perancangan fasilitas
berupa informasi grafis, informasi suara, kesehatan mental diterapkan pada pola
papan braille, dan lain-lain). sirkulasi baik antar masa, atau antar ruang
(jalur koridor). Pertimbangan mengenai jalur
3.5 Kriteria Rancangan
atau pola sirkulasi yang ditentukan harus
Aspek pada proses wayfinding yang sesuai kriteria rancangan yakni membantu
mengutamakan penyampaian informasi dan memberikan arah terhadap pasien, di mana
arahan melalui lingkungan sekitar, digunakan pola sirkulasi yang ditentukan harus mudah
sebagai solusi permasalahan disorientasi dipahami. Tidak memakai pola sirkulasi yang
spasial. Berdasarkan hasil eksplorasi konsep memungkinkan adanya banyak percabangan
wayfinding seperti pada penjelasan di atas, jalan, karena hal tersebut dapat mengakibatkan
kemudian dapat dimunculkan kriteria rancang kebingungan pada pasien (akibat kurang
dalam konsep perancangan sebagai berikut: maksimalnya kemampuan kognitif pasien
a. Menghindari desain disorientasi spasial. karena gangguan mental yang dialami).
b. Memberikan desain klinik psikologis yang
dapat membantu penghuni terutama pasien
untuk membantu memberikan arahan
pergerakan melalui elemen arsitektur.
c. Penentuan desain elemen arsitektur
mengutamakan kebutuhan pasien untuk
membantu proses kesembuhan pasien.

3.6 Transfer Domain Elemen Wayfinding


Ke Dalam Arsitektur
Proses selanjutnya adalah menganalisis dan
menghubungkan elemen proses wayfinding ke
dalam aspek perancangan arsitektur. Pada
tahap ini metode domain to domain transfer Gambar 9. Contoh Pola Sirkulasi Berdasarkan
(Plowright, 2014) digunakan untuk Konsep Wayfinding
menganalogikan elemen wayfinding menjadi
Beberapa contoh pola sirkulasi seperti pada
aspek arsitektur atau menjadi sebuah konsep gambar 9 dipilih sebagai solusi untuk
rancangan skematik. Melalui metode tersebut,
memberikan pola sirkulasi yang tidak
elemen “target penerima informasi” akan menyebabkan pasien merasa kebingungan.
dianalogikan menjadi “pengguna” dalam
Pola sirkulasi yang diberikan sebaiknya tidak
konteks perancangan fasilitas kesehatan
memiliki banyak percabangan jalan. Selain itu
mental. Pengguna yang dimaksud adalah susunan konfigurasi ruang juga sebaiknya
pasien. Elemen “jalan” dianalogikan menjadi
menggunakan pola linear yang bertujuan
“pola sirkulasi”. Elemen “target/tujuan”
memudahkan pasien dalam menemukan
dianalogikan sebagai “bangunan/ruang” yang
ruangan yang ingin dituju.
ingin dituju oleh “pengguna”. Elemen Aspek “bangunan atau ruang” sebagai analogi
“informasi petunjuk” dianalogikan menjadi
“target atau tujuan” dalam konteks
“ornamen bangunan” sebagai penyampai
perancangan fasilitas kesehatan mental
informasi mengenai arah. dijadikan sebagai objek yang akan dicapai oleh
Lebih lanjut, penjelasan mengenai analogi
pasien. Hal tersebut berupa masa bangunan
“pengguna” dalam konsep wayfinding atau ruangan tempat pasien melakukan proses
diprioritaskan kepada pasien / penyandang terapi atau perawatan, ruang rawat inap pasien,
disabilitas mental. Dalam menentukan
ruang hobi, taman, dan ruangan lainnya. Pada
keputusan desain seperti pemilihan bentuk, proses penentuan ruang ini, pertimbangan
penentuan warna dan material, kebutuhan
penempatan masa atau ruang harus diposisikan
pencahayaan, dan keputusan desain lainnya dekat dengan jalur sirkulasi utama (koridor)
dilakukan berdasarkan pertimbangan

224
Yosivan E.S, Asri D, Arina H, Konsep Wayfinding untuk…

agar pasien mudah dalam pencarian tujuan ornamen bangunan, atau penggunaan objek
ruang. Selain itu dilakukan strategi tertentu yang menjadi pembeda dengan elemen
pengelompokan masa atau ruang berdasarkan arsitektur lainnya.
jenis aktivitas (membentuk klaster masa atau
ruang) untuk lebih memudahkan pencarian
target atau tujuan.

Gambar 10. Contoh Penerapan Pengelompokan


Ruang & Posisi Ruang Gambar 11. Contoh Penerapan Informasi Petunjuk
Gambar 10 merupakan contoh salah satu Terhadap Desain Fasad
penerapan pengelompokan ruang dan Gambar 11 merupakan contoh penerapan
peletakan posisi ruang untuk bangunan rawat analogi informasi petunjuk terhadap desain
inap pada fasilitas kesehatan mental. Pola fasad. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
sirkulasi linear dan konfigurasi ruang linear permainan skala bangunan, pemilihan material
digunakan untuk memudahkan pasien atau warna tertentu atau menggunakan
menemukan ruang yang ingin dituju. Selain itu bentukan-bentukan yang berbeda pada bagian
penggunaan pola linear dapat digunakan untuk fasad khususnya pada area penting (misal :
memudahkan petugas medis dalam melakukan area pintu utama bangunan). Seperti pada
pengawasan terhadap pasien, dan didukung contoh gambar 11, bagian fasad dengan
dengan strategi penempatan ruang perawat di material panel kayu menunjukkan area penting
dekat pintu utama bangunan, dan di dekat pada bangunan (misal : pada bagian fasad
ruang inap pasien. tersebut menjelaskan posisi ruang inap pasien /
Aspek terakhir adalah “informasi petunjuk” ruang terapi pasien), atau sebagai penanda
yang dianalogikan menjadi “ornamen pintu masuk utama ke dalam bangunan. Pada
bangunan”. Ornamen bangunan baik pada bagian fasad lain menggunakan warna yang
eksterior maupun interior digunakan untuk berbeda sebagai pendukung fasad utama.
membantu pasien sebagai pengarah di Selain melalui desain fasad, penerapan konsep
sepanjang jalur sirkulasi. Hal tersebut wayfinding pada desain fasilitas kesehatan
dilakukan dengan menerapkan perulangan mental juga dapat diterapkan pada desain
ornamen bangunan (misal ornamen dinding) lanskap. Pada bagian lanskap dapat
yang ditempatkan di sepanjang jalur sirkulasi dimanfaatkan untuk fasilitas terapi kognitif
utama untuk membentuk sebuah kesan menuju pasien, yang memanfaatkan elemen hardscape
arah tertentu. Ornamen bangunan sebagai maupun elemen softscape sebagai analogi
informasi petunjuk juga diwujudkan menjadi informasi petunjuk. Seperti pada gambar 12, di
penanda atau pengenal bangunan atau ruang mana elemen hardscape berupa jalan
(sebagai landmark recognition). Penerapan penghubung antar bangunan didesain
lain memberikan warna, material tertentu pada
225
Arsitektura : Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 20 (2) October 2022: 217-228

menggunakan beberapa material berbeda untuk


membentuk pola tertentu yang menunjukkan
arah pergerakan / sirkulasi di area tersebut.
Beberapa ornamen lanskap juga dapat
dilibatkan untuk memperkuat konsep
wayfinding. Misal, menerapkan permainan
komposisi skala, warna, dan material ornamen
lanskap dan memberikan pola untuk
menunjukkan ke arah tertentu. Elemen
softscape dapat digunakan sebagai penerapan Gambar 13. Contoh Penerapan Informasi Petunjuk
konsep wayfinding dengan memberikan pola Pada Ornamen Interior
susunan tanaman yang memerhatikan ukuran
tanaman, maupun komposisi warna pada
tanaman.

Gambar 14. Contoh Penerapan Informasi Petunjuk


Melalui Pencahayaan Alami
Pada gambar 14, penerapan konsep wayfinding
pada lantai diaplikasikan dengan
memanfaatkan ornamen pada jendela
bangunan yang memantulkan bayangan dari
sinar matahari, dan membentuk pola tertentu
Gambar 12. Contoh Penerapan Informasi Petunjuk
pada bagian lantai. Permainan pola dari
Pada Area Lanskap
bayangan tersebut dijadikan sebagai analogi
Pada bagian interior, konsep wayfinding dapat informasi petunjuk pada bagian interior yang
diterapkan melalui permainan ornamen bertujuan untuk mengarahkan pergerakan
dinding, ornamen lantai, maupun ornamen penghuni (khususnya pasien) di dalam
plafon. Konsep wayfinding dapat diwujudkan bangunan.
dengan permainan komposisi bentuk, ukuran,
warna, dan skala pada ornamen interior yang 4. KESIMPULAN
disusun membentuk pola tertentu sehingga
Berdasarkan hasil kajian yang telah dibahas,
pola tersebut dapat dijadikan sebagai analogi
aspek jalan dan tujuan pada proses wayfinding
informasi petunjuk yang menunjukkan suatu
memiliki peran penting dalam memberikan
arah maupun sebagai landmark recognition.
arahan terhadap penghuni seperti pada gambar
Pada gambar 13, ornamen dinding dan plafon
15. Kedua aspek tersebut dapat
berupa kisi-kisi, digunakan untuk memberikan
ditransformasikan ke dalam elemen arsitektur
rangsangan gerak sebagai petunjuk / arahan
berupa jalur/pola sirkulasi dan konfigurasi
pasien mengenai ke mana pasien harus
ruang. Perancang perlu mempertimbangkan
bergerak.
pola sirkulasi dan konfigurasi ruang seperti apa
yang digunakan untuk membantu memberikan
arahan kepada pasien. Selain itu, ornamen
bangunan juga menjadi elemen arsitektur yang
berfungsi sebagai pengenal lingkungan
(landmark recognition). Ornamen bangunan
yang dimaksud dapat berupa ornamen interior
seperti panel dinding, plafon, pola lantai,
maupun ornamen eksterior seperti ornamen
lanskap (patung, susunan tanaman, shelter, dan
226
Yosivan E.S, Asri D, Arina H, Konsep Wayfinding untuk…

lain-lain), dan ornamen bangunan (material dianggap lebih mudah diterima pasien
fasad, jendela, dan lain-lain). daripada menggunakan papan informasi yang
membutuhkan kemampuan kognitif pasien.

REFERENSI
Arthur, Paul, dan Passini Romedi. (1992).
Wayfinding: People, Signs, and
Architecture. McGraww-Hill Book
Company: New York.
Bianchini dkk. (2009). Developmental
Topographical Disorientation In a Healthy
Subject. Neuropsychologia 48, 1563-
1573.
Gambar 15. Analogi Elemen Wayfinding Ke Conellan, Kathleen, dkk. (2013). Stressed
Dalam Aspek Perancangan Arsitektur Spaces: Mental Health and Architecture.
Health Environment Research and Design
Keterlibatan ornamen bangunan juga Journal, 127-168.
diterapkan sebagai informasi penunjuk arah. Cube Indonesia (2017), Signage &
Misal memberikan perulangan bentuk, warna, Wayfinding.
atau pola tertentu untuk menunjukkan https://cubeindonesia.com/wp-
pergerakan ke suatu arah. Perancang juga perlu content/uploads/2017/11/Signage-01.jpg
mempertimbangkan kebutuhan pasien untuk [diakses 21 oktober 2021].
menentukan elemen arsitektur, seperti Dewi, R, Kusumarini, Yusita, dan
pemilihan warna, permainan bentuk, pemilihan Rakhmawati, Anik. (2018). Identifikasi
tekstur, permainan skala objek, yang Penerapan Biophilic Design Pada
mengutamakan kenyamanan psikologis pasien,
Interior Rumah Sakit. Jurnal INTRA.
atau menyesuaikan dengan kebutuhan
perawatan / terapi. Selain itu perancang juga Vol 6 (2), 687-697.
dapat memaksimalkan rancangan dengan Dhingra, Smriti. (2017). Psychology of
keterlibatan elemen arsitektur lainnya seperti Architecture for Mentally III.
melibatkan pencahayaan, dan penghawaan International Journal on Emerging
alami, atau melibatkan suara untuk membantu Technologies. Vol.8 (1), 688-692.
proses wayfinding (menghadirkan suara Diaz, Luis. (2019). Why is modern
melalui pemilihan jenis material pada ornamen architecture devoid of all character.
bangunan, atau menghadirkan suara alam ke https://www.quora.com/What-do-you-
dalam desain). Hal tersebut dapat menjadi love-about-modern-architecture [diakses
masukan dan pertimbangan untuk 10 September 2021].
pengembangan penelitian selanjutnya. Dmitry, Kozinenko. (2012). Pegas Chair
https://id.pinterest.com/pin/47140028596
Penerapan proses wayfinding ke dalam konsep 9312263/ [diakses 28 November 2021].
perancangan arsitektur dapat diusulkan Ghoneem, M.Y.M. (2013). Coloring the City:
menjadi konsep bangunan fasilitas kesehatan Urban Art Between Vandalism and
mental. Rumusan konsep tersebut merupakan Innovation. The International Conference
inovasi yang dapat diterapkan ke dalam on Urban Life & Contemporary Arts
bangunan untuk menghindari disorientasi Conference, 163-175.
spasial, sekaligus memudahkan pasien untuk Grigvovan. (2014). Small Abandoned Office
menemukan lokasi yang ingin dicapai. Space with No Windows and Unfurnished
Kelebihan usulan konsep ini adalah proses https://www.shutterstock.com/search/win
wayfinding yang sebelumnya menggunakan dowless+room [diakses 10 September
papan informasi sebagai aspek utama untuk 2021].
menunjukkan arah diubah ke dalam elemen Heath, Tom. (1984). Method in Architecture.
arsitektur. Proses wayfinding melalui elemen John Wiley & Sons Ltd: London.
arsitektur sebagai elemen penunjuk arah

227
Arsitektura : Jurnal Ilmiah Arsitektur dan Lingkungan Binaan, Vol. 20 (2) October 2022: 217-228

Janson, Alban, dan Tigges, Florian. (2014).


Fundamental Concepts of Architecture:
The Vocabulary of Spatial Situations.
Birkhauser: Basel.
Jones, J.C. (1970). Design Methods: Seeds of
Human Future. John Wiley & Sons Ltd:
London.
Juliao, David. (2018). Deconstructivism in Art
: Theory & Characteristic
https://study.com/academy/lesson/deconst
ructivism-in-art-theorycharacterist
ics.html [diakses 10 September 2021].
Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
(2019). Pusat Data Statistik Informasi
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia : Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 36
tahun 2009 Tentang Kesehatan : Jakarta.
Plowright, P.D. (2014). Revealing
Architectural Design: Methods,
Frameworks, and Tools. Routledge : New
York.
Rusu, Boga. (2014). Depression Treatment
Center. The Architecture of Interior: Irene
Cieraad Research Seminar AR3Ai055.
Venolia, Carol. (1988). Healing Environments:
Your Guide to Indoor Well-Being.
Celestial Arts : Berkeley.
Verderber, Stephen. (2018), Innovations in
Behavioral Health Architecture.
Routledge : New York.
Wallpaper Flare. (2017). HD Wallpaper : Low
Light Photography of Attic, House,
Architecture, Bedroom.
https://www.wallpaperflare.com/low-
light-photography-of-attic-house-
architecture-bedroom-wallpaper-zaddd
[diakses 28 November 2021].
Wulandari, Henny. (2014). Eksplorasi
Pengalaman Panca Indera Untuk
Perancangan Interior. Dimensi Interior.
Vol. 12 (2), 85-90.

228

Anda mungkin juga menyukai