Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ARSITEKTUR EKOLOGI : INTEGRASI TANAMAN

Dosen Pembimbing
Nazaruddin Khuluk

Disusun Oleh :
Bay mahfud (1970121039)
Arvie rhasela nisa anidar (1970121021)
M. Zidane rafliansyah permana (1970121009)
M. Bagas julicahya (1970121040)

UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
FAKULTAS TEKNIK
PRODI ARSITEKTUR
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang sudah melimpahkan rahmat, taufik, dan
hidayah- Nya sehingga kami bisa menyusun tugas Arsitektur Ekologi ini dengan baik serta
tepat waktu. Seperti yang sudah kita tahu “Intergrasi Tanaman” Sangat Penting dalam
ekosistem pada Suatu Bangunan. Semuanya perlu dibahas pada makalah ini kenapa Intergrasi
Tanaman itu sangat diperlukan serta layak dijadikan bagaikan modul pelajaran.
Tugas ini kami buat untuk memberikan ringkasan tentang keberadaan Intergrasi Tanaman
pada bangunan. Mudah-mudahan makalah yang kami buat ini bisa menolong menaikkan
pengetahuan kita jadi lebih luas lagi. Kami menyadari kalau masih banyak kekurangan dalam
menyusun makalah ini.
Oleh sebab itu, kritik serta anjuran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna
kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada Bpk. Nazzarudin Khuluk
ST., M,SiL Selaku Dosen mata Kuliah Arsitektur Ekologi. Kepada pihak yang sudah
menolong dan membantu dalam penyelesaian makalah ini. Atas perhatian serta waktunya,
kami sampaikan Terima Kasih.

Jakarta, 14 Januari 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………….i
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………………….1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………..1
1.2 Identifikasi Masalah………………………………………………………………..2
1.3 Rumusan Masalah………………………………………………………………….2
1.4 Tujuan Masalah…………………………………………………………………….2
BAB II TINJAUAN TEORI…………………………………………………………………..3
2.1 Pengertian Arsitektur Ekologi……………………………………………………...3
2.2 Unsur-Unsur Pokok Arsitektur Ekologis…………………………………………..4
2.3 Asas Pembangunan Arsitektur Ekologis…………………………………………...5
2.4 Cangkupan dan Sifat Arsitektur Ekologis…………………………………………..6
BAB III TINJAUAN KHUSUS……………………………………………………………….7
3.1 Integrasi Tanaman………………………………………………………………….8
3.2 Prinsip pemilihan Vegetasi…………………………………………………………8
3.3 Urban Green Area…………………………………………………………………..9
BAB IV PEMBAHASAN……………………………………………………………………10
4.1 Pengaruh Pemilihan Tanaman…………………………………………………….10
4.2 Potensi vegetasi dalam efektifitas hemat energi………………………………….11
BAB V PENUTUP…………………………………………………………………………..12
5.1 Kesimpulan……………………………………………………………………….12
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..13
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Arsitektur merupakan ilmu dan seni perencanaan dan perancangan lingkungan binaan mulai dari
lingkup makro seperti perencanaan dan perancangan kota, kawasan, lingkungan, dan lansekap hingga
lingkup mikro seperti perencanaan dan perancangan bangunan, interior, furnitur, dan produk. Pendidikan
arsitektur sangat diperlukan pada zaman era globalisasi ini dikarenakan untuk menjadi seorang arsitek
maupun tenaga pendidik dalambidang arsitektur tidak asal-asalan, harus memiliki standar profesionalisme.

Salah satunya materi tentang Ekologi Arsitektur, Arsitek harus memiliki pemikiran untuk semakin
peduli akan energi dengan cara beralih ke sumber energi terbaharui dalam merancang bangunan yang
hemat energi. Konsep penerapan design ekologi didasari dengan maraknya isu global warming.

Diharapkan dengan konsep ekologi yang berdasar pada keseimbangan ala mini, dapat mengurangi
pemanasan global sehingga suhu bumi tetap terjaga. Dikarenakan salah satu penyumbang terbesar bagi
pemanasan global dan bentuk lain dari perusakan lingkungan adalah industry kontruksi bangunan.

Proses pendekatan desain arsitektur yang menggabungkan alam dengan teknologi, menggunakan alam
sebagai basis design, strategi konservasi, perbaikan lingkungan, dan bisa diterapkan pada semua tingkatan
san skala untuk menghasilkan suatu bentuk bangunan, lansekapm pemukiman dan kota yang design nya
menerapkan prinsip ekologi arsitektur, hal ini bertujuan untuk membangun wawasan lingkungan yang
ramah lingkungan atau menjadikan bagian dari arsitektur berkelanjutan ( Sustainable Architecture ).
1.2 Identifikasi Masalah

Bagaimana memahami dan mendesign bangunan dengan menerapkan ekologi arsitektur melalui
pendekatan integrasi Tanaman.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang terurai diatas maka disimpulkan rumusannya masalahnya sebagai
berikut :
1. Bagaimana Prinsip-prinsip ekologi dalam penggunaan Tanaman.
2. Bagaimana pemilihan tanaman yang tepat pada sebuah lingkungan.

1.4 Tujuan Masalah

Bersumber pada rumusan permasalahan yang disusun oleh penulis di atas, hingga tujuan dalam
penyusunan makalah ini merupakan bagaikan berikut :
1. Mengenali pengaruh pemilihan tanaman.
2. Mengenali potensi vegetasi dalam efektifitas hemat energi.
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Arsitektur Ekologi

Ekologi biasanya dimengerti sebagai hal-hal yang saling mempengaruhi segala jenis makhluk hidup
(tumbuhan, binatang, manusia) dan lingkungannya (cahaya, suhu, curah hujan, kelembapan, topografi, dsb).
Demikian juga proses kelahiran, kehidupan, pergantian generasi, dan kematian yang semuanya menjadi bagian
dari pengetahuan manusia. Proses itu berlangsung terus dan dinamakan sebagai ‘hukum alam’.

Ekologi didefinisikan sebagai ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya. Istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Haeckel, seorang ahli biologi, pada
pertengahan dasawarsa 1860-an. Ekologi berasal dari bahasa Yunani, oikos yang berarti rumah, dan logos
yang berarti ilmu, sehingga secara harafiah ekologi berarti ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup
(KRISTANTO, Ir.Philip. 2002. Ekologi Industri, Ed.I. ANDI; Yogyakarta.11).

Ekolog De Bel mengemukakan, bahwa ekologi adalah suatu “study of the total impact of man and
other animals on the balance of nature”. Rumusan ekologi yang menekankan pada hubungan makhluk hidup
dikemukakan dalam buku William H. Matthews et. Al. sebagai berikut: “ecology focuses the interrelationship
between living organism and their environment”, sedang rumusan Joseph van Vleck lebih mengetengahkan
isi dan aktivitas hubungan makhluk hidup, yaitu “ecology is study of such communities and how each species
takes to meet its own needs and contributes toward meeting the need of its neighbours”. Definisi ekologi
menurut Otto Soemarwoto adalah “ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya”. (HARDJASOEMANTRI, Koesnadi. Hukum Tata Lingkungan, Cet. Ke-12, Edisi ke-6.
Gadjah Mada University Press;Yogyakarta. 1996. 2).

Atas dasar pengetahuan dasar-dasar ekologi yang telah diuraikan, maka perhatian pada arsitektur
sebagai ilmu teknik dialihkan kepada arsitektur kemanusiaan yang memperhitungkan juga keselarasan dengan
alam dan kepentinagn manusia penghuninya. Pembangunan rumah atau tempat tinggal sebagai kebutuhan
kehidupan manusia dalam hubungan timbal balik dengan lingkungan alamnya dinamakan arsitektur ekologis
atau eko-arsitektur. (Krusche, Per et sl. Oekologisches Bauen. Wiesbaden, Berlin 1982. Hlm.7 )

Sebenarnya, eko-arsitektur tersebut mengandung juga bagian-bagian dari arsitektur biologis (arsitektur
kemanusiaan yang memperhatikan kesehatan), arsitektur alternative, arsitektur matahari (dengan
memanfaatkan energi surya), arsitektur bionic (teknik sipil dan konstruksi yang memperhatikan kesehatan
manusia), serta biologi pembangunan.Eko-arsitektur tidak menentukan apa yang seharusnya terjadi dalam
arsitektur karena tidak ada sifat khas yang mengikat sebagai standar atau ukuran baku. Namun, eko-arsitektur
mencakup keselarasan antara manusia dan lingkungan alamnya.
Dasar ekologi terdiri dari komunitas (biosonos) dan kawasan alam (biotop). Komunitas dan kawasan
alam memiliki hubungan timbal balik dan membentuk suatu sistem yang menciptakan suatu kestabilan atau
keseimbangan tertentu. Ekosistem pada umumnya terdiri dari 4 komponen dasar, yaitu :
1. Lingkungan abiotic
2. Organisme Produsen
3. Organisme Konsumen
4. Organisme Perombak

2.2 Unsur-Unsur Pokok Arsitektur Ekologis

Udara (angin), air, tanah (bumi), dan api (energi) dianggap sebagai unsur awal hubungan tumbal balik
antara bangunan gedung dan lingkungan. Arsitektur ekologis memperhatikan siklus yang terjadi di alam
dengan udara, air, tanah, dan energi sebagai unsur utama yang perlu untuk diperhatikan. Udara merupakan
campuran berbagai gas (nitrogen, oksigen, hidrogen, dll.) yang tidak berwarna dan tidak berbau yang dihirup
oleh manusia ketika bernapas.
Udara memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan manusia. Jika kualitas udara tercemar, maka
akan mengganggu sistem pernapasan dan kualitas hidup manusia.
Air merupakan elemen yang mendukung keberlangsungan hidup manusia. Air digunakan untuk
menunjang kegiatan dan aktivitas sehari-hari yang dilakukan oleh manusia, seperti minum, mandi, mencuci,
dll. Namun demikian air juga menjadi penting bagi keberlangsungan hidup organisme lain yang berada di
alam seperti tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Tanah (bumi) merupakan asal dari seluruh sumber bahan baku yang menunjang keberlangsungan
hidup dari seluruh makhluk hidup.
Energi merupakan elemen yang melambangkan kekuatan yang diperlukan manusia dalam
melaksankan aktivitasnya. Setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia membutuhkan energi, seperti halnya
manusia membutuhkan energi untuk memproduksi makanan dan peralatan.
2.3 Asas Pembangunan Arsitektur Ekologis

Asas-asas pembangunan berkelanjutan yang ekologis dapat dibagi dua, yaitu asas yang menciptakan
keadaan yang ekologis berkelanjutan, dan asas yang menjawab tantangan oleh keadaan yang ekologis tidak
berkelanjutan. Empat asas pembangunan yang ekologis disusun sebagai berikut :
2.4 Cangkupan dan Sifat Arsitektur Ekologis

Arsitektur ekologis bersifat holistis (berkeseluruhan). Arsitektur ekologis mengandung bagian-bagian


dari arsitektur biologis (arsitektur kemanusiaan yang memperhatikan kesehatan penghuni), arsitektur
alternatif, arsitektur matahari (berkaitan dengan pemanfaatan dan pengolahan energi surya), arsitektur bionic
(teknik sipil dan konstruksi yang memperhatikan pembangunan alam), serta pembangunan berkelanjutan.
Arsitektur ekologis tidak menentukan apa yang akan seharusnya terjadi dalam arsitektur karena tidak
ada sifat khas yang mengikat sebagai standar atau ukuran baku, melainkan arsitektur ekologis menghasilkan
keselarasan antara manusia dan lingkungan alamnya. Arsitektur ekologis juga mengandung dimensi lain
seperti waktu, lingkungan alam, sosial-budaya, ruang, serta teknik bangunan. Hal ini menunjukkan bahwa
arsitektur ekologis bersifat lebih kompleks, padat, dan vital dibandingkan dengan arsitektur pada umumnya.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa arsitektur ekologis memiliki sifat-sifat :
1. Holitis : Berhubungan dengan system keseluruhan, sebagai suatu kesatuan yang lebih penting
daripada sekedar kumpulan bagian.
2. Memanfaatkan pengalaman manusia ( tradisi dalam pembangunan ), dan pengalaman lingkungan
alam terhadap manusia.
3. Pembangunan sebagai proses dan bukan sebagai kenyataan tertentu yang statis.
4. Kerja sama antara manusia dengan alam sekitarnya demi keselamatan kedua belah pihak.
BAB III

TINJAUAN KHUSUS
3.1 Integrasi Tanaman

Dalam menyikapi konsep ‘sustainable development’ menjadi suatu dasar yang sangat penting bagi
setiap pembangunan yang dilakukan. Sustainable development (menurut World Commision and Environment
and Development, WCED, 1987) adalah “…..is the development which meets the needs of present, without
compromising the ability of future generation to meet with their own needs”. Penerapan konsep sustainability
dalam suatu kota atau yang disebut oleh Richard Rogers (dalam Hussein, 2000) sebagai ‘sustainable city’,
mempunyai arti bahwa kota berperan antara lain sebagai: (1) ‘a beautiful city’, yaitu dimana seni, arsitektur
dan lansekap dapat membangkitkan imajinasi dan spirit, dan (2) ‘an ecological city’, dimana dampak ekologis
diminimalkan, yaitu dengan mewujudkan keseimbangan antara lansekap dan bentuk terbangun, mewujudkan
keamanan bangunan dan infrastrukturnya, serta efisiensi sumber daya. Pernyataan diatas menjelaskan bahwa
lansekap merupakan suatu strategi yang potensial dalam mewujudkan konsep disain berkelanjutan.

3.2 Prinsip pemilihan Vegetasi

Beberapa potensi vegetasi dalam menentukan kondisi mikroklimatik yaitu peran vegetasi sebagai
kontrol radiasi sinar matahari, angin, kelembaban (precipitation and humidity) dan temperatur (McClenon,
1979). Efektifitas vegetasi sebagai kontrol iklim bergantung pada bentuk dan karakteristik vegetasi, iklim
setempat dan persyaratan khusus site. McClenon (1976) juga menyebutkan bahwa dampak vegetasi pada iklim
cukup besar. Beberapa prinsip pemilihan vegetasi berkaitan dengan efisiensi energi menurut McClenon (1979)
adalah sebagai berikut:

1. Pepohonan besar / kecil dan semak dapat digunakan untuk menyaring aliran angin yang tidak
di inginkan, cemara ( conifer ) dapat digunakan untuk mengarahkan angin.
2. Pepohonan dapat digunakan sebagai saluran angin ( Channel Wind ), untuk meningkatkan
ventilasi di area tertentu.
3. Vegetasi dapat mereduksi akumulasi salju di permukaan tanah, atau sebagai perisai radiasi
panas matahari.
4. Vegetasi khususnya dengan daun khususnya jarum, dapat digunakan untuk menangkap kabut,
serta dapat meningkatkan pencapaian sinar matahari pada permukaan tanah.
5. Pepohonan yang berdaun rontok dapat menyaring direct sunlight selama musim panas,
sehingga mereduksi beban pendinginan (cooling load) bangunan. Sebaliknya pada musim
dingin, menyaring sinar sehingga mereduksi beban pemanasan (heating load) pada bangunan.
6. Area hijau dapat menjadi lebih dingin pada siang hari, dan biasanya sedikit melepas panas pada
malam hari.
3.3 Urban Green Area

Saat melakukan penelitian, beberapa ahli menggunakan "ruang terbuka perkotaan" untuk
menggambarkan area terbuka yang lebih luas. Salah satu definisi menyatakan bahwa, "Sebagai mitra
pembangunan, ruang terbuka perkotaan adalah sumber daya alam dan budaya, yang identik dengan 'lahan tak
terpakai' maupun 'taman dan area rekreasi'." Lainnya adalah "Ruang terbuka adalah wilayah daratan dan/atau
perairan dengan permukaannya yang terbuka ke langit, diperoleh secara sadar atau diatur secara publik untuk
melayani fungsi konservasi dan pembentukan kota selain menyediakan kesempatan rekreasi." Di hampir
semua kasus, ruang yang dimaksud dengan istilah tersebut sebenarnya adalah ruang terbuka hijau, yang
difokuskan pada kawasan alam.

Ruang-ruang ini adalah bagian dari "ruang publik" yang ditafsirkan secara luas, yang mencakup tempat
pertemuan atau pertemuan yang ada di luar rumah dan tempat kerja yang umumnya dapat diakses oleh anggota
masyarakat, dan yang mendorong interaksi penduduk dan peluang untuk kontak dan kedekatan. Definisi ini
menyiratkan tingkat interaksi masyarakat yang lebih tinggi dan menempatkan fokus pada keterlibatan publik
daripada kepemilikan atau penatagunaan publik.
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Pemilihan Tanaman

Tanaman sebagai pereduksi polutan nitrogen oksidasi (NOx) konsep pemilihan tanaman berdasarkan
fungsi dan tingkat toleransi dengan kondisi tanah dengan pH berkisar antara 5,5 – 6,5 atau di bawah netral.
Selain itu pemilihan tanaman dalam konsep ini juga memperhatikan tingkat toleransi dan daya jerap tanaman
terhadap pencemaran udara yaitu debu (floating Dust) dan Nox (Nitrogen Oksida) yang sudah melebihi
standar baku mutu.

1. Tanaman sebagai pereduksi polutan Nitrogen Oksidasi (NOx)


Tanaman tersebut adalah : Kenagan (Cananga Odarata), Bungur (Lagerstroemia), Angsana
(Prerocarpusindikus mild), Mahoni (Swietenia mahogany jacg), Bunga kupu – kupu (Baubinia
monandra), kirai payung (Filicilium decipiens), Ketapang brazil (Ficus Pandurata), Glodok tiang
(Polyata longifolia), Teh – tehan (acalypha macrophllya)

Tanaman sebagai penahan dan penyaring debu. Adanya tanaman maka partikel padat yang tersuspensi
pada lapisan biosfer bumi akan direduksi oleh tajuk pohon (daun) melalui proses jerapan dan serapan. Partikel
yang melayang – laying di permukaan bumi akan terjerap (menempel) pada permukaan daun khususnya daun
yang berbulu dan mempunyai permukaan kasar dan Sebagian lagi terserap masuk kedalam ruang stomata
daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang dan ranting. Daun yang berbulu dan
berlekuk.

2. Tanaman sebagai penahan dan penyaring debu : Bunga matarahi, Nusa indah, Kenanga, Asam londo,
Bunga kupu – kupu

Pemilihan tanaman untuk daerah resapan bertujuan dengan menggunakan tanaman yang mempunyai
daya evapotranspirasi yang rendah. Disamping itu system perakaranya dan seratnya dapat memperbesar
porositas tanah, sehingga air hujan dapat masuk kedalam tanah dan hanya sedikit yang menjadi air lipasan.
Menurut tanaman yang mempunyai daya evapotranspirasi yang rendah.

3. Tanaman untuk daerah resapan : Cemara laut, Fikus kerbau, Karet, Manggis, Bungur, Kelapa

Tanaman sebagai nilai estetika sebagai upaya untuk menciptakan keindahan pada tapak yakni diperoleh dari
perpaduan antara warna (daun, batang, bunga) bentuk fisik tanaman (batang, percabangan dan tajuk), tekstur tanaman,
skala tanaman dan komposisi tanaman. Nilai estetika tanaman dapat diperoleh dengan mengkombinasikan antara
tanaman yang sejenis atau dengan beberapa jenis tanaman serta perpaduan antara dengan elemen lanskap lain nya

4. Tanaman sebagai nilai estetika : Bungur, Bungan kupu – kupu , Kasia golden, Lidah mertua, Bogenvil
4.2 Potensi vegetasi dalam efektifitas hemat energi

Penerapan integrasi Tanaman sudah dilakukan di beberapa tempat di dunia, seperti di Singapura,
Jepang, dan beberapa di negara maju lainnya. Bahkan di Indonesia, tepatnya di perpustakaan Universitas
Indonesia juga sudah menerapkan konsep Integrasi tanaman dengan cara green roof. Menurut Cahyani (2018),
penerapan green roof di perpustakaan Universitas Indonesia ini bertujuan untuk memberikan kenyamanan
kepada para pengunjung perpustakaan saat belajar maupun membaca buku. Konsep green roof sangat
bertanggung jawab terhadap lingkungan dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan energi, air, dan sumber
daya alam secara efisien.

Dirancang dengan penggunaan material batu andesit dan batu paliman palemo pada bangunan tanpa
dilakukan pengecatan batuan tersebut diketahui merupakan suatu material yang thermal mass nya memiliki
kemampuan menghambat perpindahan panas yang masuk ke dalam bangunan, dan memalui system void untuk
memaksimalkan proses sirkulasi udara secara alami. Penggunaan energi matahari yang diterima bangunan ini
akan ditangkap melalui solar cell yang akan dipasang pada atap bangunan.
Dimana vegetasi pada green roof tersebut mampi mengurangi panas dengan menyimpan energi panas
tersebut di siang hari yang kemudian dikeluarkannya energi panas tersebut pada malam hari. Hal ini
menjadikan penggunaan alat pendingin ruangan dapat dikurangi, selain itu pemakaian alat penghangat
ruangan dapat di reduksi penggunaannya.
Terdiri dari dua kombinasi jenis rumput yaitu zoysia matrekka dan Ophiopogon. Penyiraman
dilakukan dengan system sprinkler otomatis dari air hujan.
Pada proses ini penghematan energi hamper 120.00 kWh pertahun dan melakukan proses penyimpanan
air bersih mencapai > 1.170 m3 / tahun. Hal ini tentunya mengurangi biaya operasional dan efisien dari segi
penggunaan energi di muka bumi.
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Tujuan pembelajaran dari konsep arsitektur ekologi adalah untuk memahami peran penting arsitek
dalam menciptakan hubungan yang optimum antara manusia dan lingkungannya. Dalam perencanaan dan
perancangannya, manusia dan alam harus memiliki proritas yang sama sehingga dapat menghasilkan rencana
yang baik. Mengembangkan kehidupan seutuhnya sesuai dengan kapasitas sumber daya dan ekosistem yang
sudah ada. Perkembangan pembangunaan sangatlah luas oleh sebab itu arsitek harus mewujudkan
perancangan yang tidak merusak alam dan memenuhu kebutuhan manusia tersebut.
Dalam hal itu Integritas Tanaman sangat lah penting, setiap bangunan yang akan di bangun harus
memikirkan penggunaan tanaman yang akan mempengaruhi kebutuhan manusia pada bangunan tersebut.
Pemilihan tanaman yang tepat dapat menjadi point penting pada setiap bangunan, Hal tersebut bertujuan
menjaga bangunan agar tetap terlihat baik dalam perjalannya. Bukan hanya pada pemilihan tanaman saja yang
akan di perhitungkan pada pembuatan bangunan, akan tetapi pemilihan bahan dan system yang akan di
jalankan juga mempengaruhinya agar penggunaan energi dapat di maksimalkan lgi serta penggunaan itu dapat
menjadikan bangunan tersebut menjadi bangunan yang terbaharukan ( sustainable Development )
DAFTAR PUSTAKA

http://hasyapudjadi.blogspot.com/2016/01/arsitektur-ekologi-eco-architecture.html
https://publikasi.mercubuana.ac.id
http://sigitwijionoarchitects.blogspot.com/2012/04/arsitektur-ekologi-eco-architecture.html
http://images.archimades.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/Rr05ugoKCsQAAESdt
41/Arsi tektur%20Sadar%20Lingkungan.pdf?nmid=53271415
http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/82008/TEK%201%20Pendekatan%20ekologi%20wada
%20UKP.pdf
http://newkidjoy.blogspot.com/2011/11/green-building-pelapis-lantai-yang.html
Ekologi Ars_INTEGRASI TANAMAN.pdf

Anda mungkin juga menyukai