Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan teknologi di zaman globalisasi mempengaruhi kehidupan manusia di
berbagai aspek kehidupan baik dari aspek sosial, budaya, ekonomi, dan sebagainya. Bidang
arsitektur tidak luput dari sentuhan teknologi yang semakin merajalela. Para arsitek
berlomba-lomba menerapkan teknologi yang baru ditemukan untuk menerapkannya pada
desain mereka. Selain dampak positif yang ditimbulkan teknologi yang membuat semuanya
terasa lebih mudah, tak sedikit juga penggunaan teknologi yang menyumbang dampak negatif
bagi kehidupan manusia. Manusia tanpa sadar mengadopsi pola hidup yang tidak sehat
karena kepraktisan teknologi. Selain itu ekosistem yang menjadi tempat manusia tinggal dan
bernaung namun juga mendapat pengaruh teknologi menjadi semakin tidak layak huni.
Dalam bidang arsitektur sendiri, dapat dilihat lahan-lahan hijau terbuka tidak
memiliki ruang di tengah-tengah area pembangunan. Lahan hijau dimusnahkan karena
keserakahan manusia. Dampak yang ditimbulkan tentu saja berbagai macam bentuk
pencemaran, seperti polusi udara, banjir, tanah longsor, berkurangnya sumber air tanah dan
sumber daya alam. Semakin maraknya kerusakan alam yang dirasakan manusia, tidak sedikit
orang mulai tergerak untuk mengubah kehidupan mereka yang buruk menjadi kehidupan
yang berkelanjutan (sustainable life). Penerapan konsep hidup yang berkelanjutan ini
kemudian melatarbelakangi munculnya gagasan desain arsitektur yang berwawasan alam atau
eco-architecture.
Ekologi Arsitektur

merupakan pembangunan berwawasan lingkungan yang

memanfaatkan potensi alam semaksimal mungkin. Di dalam mendesain sebuah bangunan


sudah seharusnya perancang memperhatikan kondisi atau keadaan lingkungan di sekitar yang
akan dibangun, baik itu pengaruh lingkungan, sosial budaya, dan peraturan daerah yang
berlaku. Konteks pembahasan yang dijabarkan pada teori ini menyangkut mengenai beberapa
hal diantaranya penghematan penggunaan lahan pembangunan, pemanfaatan sumber daya
seperlunya, penyesuaian fungsi bangunan dengan bentuk dan sistem struktur serta fokus
terhadap pengurangan dampak negatif pembangunan terhadap lingkungan serta ekosistem.
Ekologi arsitektur juga menjadi salah satu bentuk penyelamatan terhadap lingkungan dari
dampak-dampak negatif pembangunan.
1

Dalam ekologi arsitektur dikenal istilah mendesain dengan alam (design with nature).
Istilah tersebut secara sederhana dapat diartikan sebagai cara mendesain yang fokus pada rasa
memiliki manusia pada alam dan juga pemahaman bahwa alam dan manusia merupakan dua
hal yang saling ketergantungan. Dalam mendesain dengan alam ada beberapa aspek desain
yang menjadi fokus antara lain bekerjasama dengan alam, keanekaragaman, self-design dan
beberapa hal lainnya yang akan dipaparkan pada makalah.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dipaparkan, adapun beberapa rumusan masalah yang
dapat penulis berikan antara lain :
1. Apa yang dimaksud dengan prinsip-prinsip desain ekologi khususnya prinsip
mendesain dengan alam ?
2. Bagaimana penerapan prinsip desain mendesain dengan alam dalam proses
perencanaan maupun perancangan bangunan ?
3. Bagaimana penerapan prinsip desain mendesain dengan alam pada suatu obyek
banjar yakni Banjar Abianbase ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan pada rumusan masalah yang dijabarkan di atas, manfaat penyusunan
makalah ini diantaranya :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan prinsip-prinsip desain ekologi
mendesain dengan alam (design with nature)
2. Untuk mengetahui bentuk penerapan prinsip desain dengan alam dalam proses
perencanaan maupun perancangan bangunan
3. Untuk mengetahui bagaimana penerapan prinsip desain mendesain dengan alam
pada suatu obyek banjar yakni Banjar Abianbase ?

1.4 Kerangka Penugasan


Jangka waktu pembuatan tugas berkisar selama satu bulan setelah pemberian tugas.
Tugas dikerjakan secara berkelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari tiga
hingga empat orang anggota. Tugas ini dibuat dalam bentuk makalah dan akan
dipresentasikan di depan kelas oleh kelompok yang bersangkutan sesuai jadwal yang telah
ditetapkan.
2

1.5 Metode Penulisan


Metode penulisan yang digunakan penulis adalah dengan studi literatur dan juga
kajian pustaka sebagai bentuk pengaplikasian teori mendesain alam yang dipaparkan di
literatur. Media studi literatur ini adalah website dan buku elektronik a (e-book) yang
berkaitan dengan ekologi arsitektur. Data yang diambil dari studi pustaka adalah berupa data
kualitatif dan disusun kembali pada makalah dengan deskripsi kualitatif. Dalam makalah
akan dipaparkan sejelas-jelasnya mengenai topik yang dibahas melalui narasi ataupun gambar
yang tidak bersifat numerikal.

1.6 Sistematika Penulisan


Berdasar pada materi pembahasan, kajian-kajian teori serta hasil observasi objek studi
kasus yang akan dijabarkan, perumusan sistematika penulisan makalah ini yaitu :

Bab I Pendahuluan
Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang penyusunan makalah,

rumusan masalah yang menjadi pembahasan pada isi, tujuan penyusunan baik bagi
keberlangsungan ilmu pengetahuan maupun masyarakat umum, kerangka penugasan,
metode penulisan dan penyusuann makalah serta sistematiak penyusunan makalah
dari bab pertaman hingga terakhir.

Bab II Mendesain dengan alam


Bab ini membahas mengenai teori-teori terkait dengan pembahasan isi dalam

makalah yang diantaranya memuat tentang pengertian mendesain dengan alam dan
prinsip-prinsip desainnya serta penjelasan masing-masing prinsip secara lebih
mendetail.

Bab III Kondisi Fokus


Pada bab III dimuat pembahasan mengenai keadaan banjar secara umum

dengan membaginya menjadi tiga pokok sub bahasan

Bab IV Analisis Objek


Bab ini membahas secara lebih mengkhusus mengenai bangunan objek

observasi yang dikaji lebih mendalam aspek ekologisnya berdasarkan kesesuaian


materi mendesain dengan alam pada bab II.
3

Bab V Simpulan dan Saran


Pada bab V dimuat hasil kesimpulan dari analisis obyek observasi berdasarkan

teori pada kajian pustaka. Hal lain yang dimuat diantaranya yaitu saran dari penulis
terkait proses desain dengan alam.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Mendesain dengan Alam


by working with living processes, we respect the needs of
all species while meeting our own. Enganging in process
that regenerate rather than deplete, we become more
aliveArtinya : Ketika kita bekerja dengan alam kita akan menghargai kebutuhan semua spesies,
selain kita juga memenuhi kebutuhan hidup kita sendiri kita juga ikut serta dalam
menumbuhkan. Lebih baik daripada menguras, dan hal itu membuat kita menjadi lebih hidup.

Gambar 1 : Diagram Sub Bahasan Design with Nature,


Sumber : Ecological Design - 10th Anniversary Ed

2.2 Bekerjasama dengan Alam (A Partnership with Nature)


Evolusi merupakan suatu tahapan terciptanya mahluk hidup. Selain itu, evolusi juga
membuat suatu proses lahiriah bahwa mahluk hidup tumbuh, berkembang, serta bertahan
hidup karena bisa berdampingan dengan alam. Mendesain dengan alam adalah strategi
menyelesaikan permasalahan di lingkungan untuk menghilangkan dampak yang berbahaya.
Beberapa pihak yang diuntungkan dari proses mendesain dengan alam antara lain, manusia
5

dan ekosistemnya, hal ini sangat baik untuk mengatasi isu pemanasan global (global
warming) yang semakin gencar dibicarakan.
Dalam buku Ecological Design yang ke-10 konsep bekerjasama dengan alam
memiliki pengertian sederhanaWe are in nature and nature is in us atau suatu hubungan
mengikat antara manusia dengan alam, dan begitu juga sebaliknya. Tidak ada desain yang
seharusnya menghancurkan integritas alam, karena pada dasarnya manusia memiliki sifat
saling ketergantungan dengan ekosistem tempat tinggalnya. Dalam buku Ekological Design
yang ke-10, Ian McHarg menuliskan mata kita tidak memisahkan kita dari alam, tetapi
menyatukan kita oleh karena itu, kebiasaan buruk manusia yang merusak lingkungan perlu
ditinggalkan. Dimulai dari kesadaran diri sendiri untuk berbuat yang lebih baik terhadap
alam, agar terciptanya lingkungan yang harmonis dan selaras. Karena alam adalah unsur
penting bagi kehidupan serta penghubung desain menemukan identitas dan persamaan yang
berkontribusi untuk kesehatan secara keseluruhan.
Struktur-struktur alam selalu terbentuk sebagai peredaran alam. Sebuah bangunan
adalah buatan manusia. Walaupun demikian, menurut paham orang jawa bangunan dianggap
milik wahyu atau jiwa. Berarti bangunan juga jadi organisme alam, seperti ada anggapan
bahwa seluruh dunia juga jadi organism. Organisme alam yang mengalami kelahiran,
kehidupan, dan kematian sebagai konsep mikrosmos yang meniru makrosmos yang tidak
terhingga. Alam sebagai pola perencanaan eko-arsitektur yang holistis kemudian dapat
disimpulkan dengan persyaratan berikut:
a. Penyesuaian pada lingkungan alam setempat
Arsitektur dapat menyesuaikan karakter bangunan dengan lingkungan setempat.
Lingkungan setempat baik itu di desa ataupun di kota, pada area waterfront ataupun di
perbukitan, akan menyesuaikan bentuk fisik bangunan ataupun utilitas yang akan
diterapkan pada bangunan.
b. Menghemat sumber energi alam yang tidak dapat diperbaharui dan mengirit
penggunaan energi
Sumber daya alam dapat dibedakan menjadi sumber daya yang dapat diperbaharui
dan tidak dapat diperbaharui. Terkait desain ekologis, penggunaaan sumber daya alam
harus dipertimbangkan dengan baik. Misalnya penggunaan marmer sebagai elemen
bawah merupakan salah satu contoh pemborosan sumber daya. Marmer sebagai salah
satu sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, penggunaannya harus semakin

diminimalisir dengan mengganti marmer dengan bahan penutup alas yang bahan
bakunya dapat diperbaharui, seperti bambu.
Penghematan sumber daya juga dapat diterapkan dengan penggunaan energi alternatif
sebagai pengganti energi tak terbarukan. Misalnya sumber energi listrik dapat
bersumber dari tenaga surya, melihat kondisi alam Indonesia yang mendapatkan
penyinaran matahari sepanjang tahun.
c. Memelihara sumber lingkungan
Pemeliharan sumber lingkungan sebagai salah satu wujud bekerjasama dengan alam
adalah salah satu hal yang penting. Sumber lingkungan yang bisa dipelihara dan
menjadi sumber kehidupan manusia adalah air. Air dipelihara dengan menggunakan
water treatment. Air hujan yang jatuh ke tanah ataupun sumber air dimurnikan
dengan teknologi pemurnian air komunal. Air bersih yang dihasilkan kemudian dapat
digunakan beraktivitas oleh manusia. Air kotor dan air buangan kemudian dapat
dimanfaatkan kembali dengan pemurnian sederhana yang dilakukan mandiri oleh
masing-masing penduduk. Air hasil filtrasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai air
untuk menyiram tanaman sehingga air kembali ke tanah dan proses pemeliharaan air
kembali berulang.
d. Memperbaiki keadaan alam
Dibandingkan melakukan sesuatu yang merusak alam karean mengikuti tren desain
yang ada, masyarakat sebaiknya berpikir ulang terkait dampaknya terhadap
lingkungan. Misalnya penggunaan perkerasan untuk pekarangan rumah yang dipilih
karena lebih praktis dan tidak kotor saat diinjak jika dibandingkan tanah saja. Namun
perkerasan tersebut malah menimbulkan berkurangnya daerah resapan air yang akan
menyebabkan banjir. Jika memang sangat diperlukan perkerasan, sebaiknya user
menyediakan lubang resapan biopori pada jarak-jarak tertentu.
e. Mengurangi ketergantungan pada sistem pusat energi (listrik, air) dan mengurangi
produksi limbah (air limbah, sampah)
Setiap jaringan energi seperti listrik atau air minum membutuhkan banyak energi
dalam

persediaan

dan

mengakibatkan

banyak

kerugian.

Pembuangan

air

limbah/mengancam lingkungan alam dan sumber air minum. Jika energi alternatif
diterapkan pada suatu tempat (misalnya energy surya) dan air limbah diolah langsung
dan secara alami, ketergantungan dan kehilangan (transmission loss) dapat dicegah.
(Sumber : Ecological Design - 10th Anniversary Ed, hal. 125-127)
7

2.3 Waste Equal Food


Secara sederhana waste equal food dapat diartikan sebagai pemanfaatan kembali
limbah atau barang-barang tak berguna untuk diolah menjadi sesuatu yang fungsional atau
memiliki nilai. Konsep waste equal food biasanya diterapkan di ranah industri, misalnya
mengubah limbah produk menjadi barang-barang yang memiliki nilai jual.
Komunitas hutan mempertahankan kehidupan mereka dengan cara yang tidak mudah
karena melewati proses panjang, seperti proses alami tumbuh-tumbuhan yang telah tua
berganti menjadi tumbuh-tumbuhan baru yang berlangsung selama berpuluh-puluh tahun.
Banyak organisme yang berperan dalam kelangsungan hidup ekosistem hutan dengan cara
hidup yang membentuk sebuah siklus sehingga kehidupannya bisa dikatakan berkelanjutan.
Berbeda dengan siklus hidup komunitas hutan, proses hidup manusia terkini bersifat
berbanding terbalik. Manusia mengubah bahan mentah (raw material) menjadi polutan
berbahaya, mengeksploitasi segala sumber daya alam yang ada hingga tak ada yang bisa
disimpan lagi untuk kehidupan di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan manusia tidak
berpikir untuk memproses limbah yang dihasilkannya menjadi berguna atau memiliki nilai
ekonomis, sehingga tidak merugikan lingkungan.
Jika suatu usaha dapat merubah limbah menjadi makanan, maka hal ini akan
mengurangi limbah dan juga mengurangi kebutuhan terhadap bahan mentah (raw material).
Usaha tersebut dapat menciptakan industrial ekologi yang terintegrasi penuh dengan daur
ulang material alami. Adapun point dari industrial ekologi antara lain :

Mengubah limbah menjadi sumber daya

Menghindari limbah menjadi polutan

(Sumber : Ecological Design - 10th Anniversary Ed, hal. 127-137)


Polusi yang kini terjadi juga disebabkan oleh kesalahan pada desain. Ketika industri
tradisional

mengabaikan

keberadaan

decomposer,

industri

ekologi

seharusnya

memanfaatkannya dengan baik. Industri ekologi tidak boleh mengabaikan proses penguraian.
Konsultan industri Hardin Tibbs mengamati Kunci dari industri ekologis adalah mengkaji
ulang limbah sebagai produk, namun juga proses seleksi aktif terhadap limbah reuse.
Limbah yang tidak dimanfaatkan adalah salah satu tanda kegagalan desain. Limbah tersebut
dapat menyebabkan 2 macam polusi : toxic pollution dan scale pollution. Toxic pollution
adalah polusi yang disebabkan limbah berbahaya yang dapat mengganggu kesehatan manusia

dan ekosistem. Scale pollution adalah limbah seperti karbon dioxida dan CFC yang
jumlahnya tidak sedikit.
Strategi untuk mengubah limbah menjadi lebih berguna atau memiliki nilai ekonomis
menjadi salah satu hal penting jika kita ingin sepenuhnya menikmati hidup yang lebih baik.
Manusia dapat meniru siklus matahari sebagai suatu proses keberlanjutan penggunaan
material. Dengan mengubah proses linear dari limbah menjadi siklus daur ulang, manusia
dapat mengurangi dampak dari segala sesuatu yang dibuat dan bangun.
Salah satu contoh pemanfaatan limbah pada bangunan adalah adalah limbah tegel
yang dapat dimanfaatkan menjadi beton bertulang. Yang dimaksud dengan limbah tegel
keramik disini adalah tegel keramik yang tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya akibat
ketidak sempurna dan tidak sesuai dengan standar, tegel yang mengalami kerusakan sehingga
menjadi barang sortiran, tegel bongkaran yang sering terjadi karena berubahnya fungsi ruang
atau bagunan

lama menjadi baru dan lain lain. Limbah tegel keramik tersebut biasanya

dibuang begitu saja tanpa mempertimbangkan efek yang akan terjadi di lingkungan sekitar,
walaupun pembuangannya di lokasi yang memang telah disediakan untuknya seperti untuk
urugan atau peninggian tanah bangunan.
Limbah tegel keramik yang berupa limbah padat yaitu terdiri dari pecahan pecahan keramik
memilki masa yang padat dan keras, memungkinkan digunakan sebagai bahan campuran
beton, dalam hal ini difungsikan sebagai pengganti pasir pada beton bertulang.
(Sumber : Aningtyas. 2001. Tesis Pemanfaatan Limbah Bangunan Beton Sebagai Bahan
Semen Alternatif, Universitas Gadjah Mada)
2.4 Active Landscape
Joseph Needham, sejarawan besar Cina dan peradaban, menceritakan kisah menarik
tentang perdebatan kuno antara insinyur air Konghucu dan Tao. Insinyur Tao berpendapat
bahwa tanah sebagai space aktif memberikan fungsi ekologis sekaligus dapat memenuhi
keutuhan manusia. Sedangkan insinyur Konghucu berpendapat dengan merespon lansekap,
kebutuhan pada air yang merupakan hal penting dalam pemenuhan kebutuhan utama dapat
terpenuhi.
Lansekap aktif adalah salah satu bentuk pernacangan ruang terbuka yang memiliki
nilai fungsional selain sebagai area hijau. Landsekap aktif dapat menampung kebutuhan dan
aktivitas penggguna, seperti kebutuhan akan rekreasi dan olahraga. Lansekap sebagai salah
satu bagian perancangan juga ikut ambil bagian dalam menciptakan desain ekologis. Dalam
9

perancangan ruang luar, lansekap aktif selain mengakomodasi kebutuhan user juga harus
mengakomodasi kebutuhan lingkungan. (Sumber : Hakim, Rustan. 2012. Komponen
Perancangan Arsitektur Lansekap : edisi kedua. PT Bumi Aksara : Jakarta)
Sebuah lansekap aktif yang dipertahankan dan diurus dengan baik dapat mempengaruhi
pola aliran udara serta polusi, lansekap aktif yang tidak benar-benar liar juga dapat
dikendalikan dengan cara proyek air konvensional dan sistem pertanian, keadaan tersebut
secara tidak langsung akan memenuhi kebutuhan alih fungsi lahan kosong untuk memberikan
dampak positif terhadap menusia beserta lingkungan. Contohnya metode pengendalian
ekologi pengendalian banjir, metode ini bergantung pada lansekap yang baik dengan
ketersediaan vegetasi moderat, meminimalisir erosi, serta pengaliran air secara alamiah.
Tujuannya adalah dapat mengembalikan ekosistem sehingga user dapat mengoptimalkan
lahan yang tersedia tanpa terkena musibah banjir. (Sumber : Ecological Design - 10th
Anniversary Ed, hal. 137-142)
2.5 Self-design
Self design dapat didefinisikan sebagai salah satu carabenda atau organisme merespon
kebutuhan hidupnya terhadap keadaan lingkungan. Sistem self-design, dapat merespon
dengan baik berbagai gangguan yang muncul karena dapat memperkuat hal yang berharga
dalam situasi tertentu, serta fleksibel dalam menata ulang dengan mempertahankan integritas
secara keseluruhan. Setiap elemen dalam self-design adalah sumber pengetahuan, hal ini
dikarenakan masing-masing desainer memiliki cara tersendiri untuk menyelesaikan masalah
dengan solusi yang layak. Alih-alih menggunakan sejumlah besar energi, bahan, dan
kecerdasan untuk mengontrol sistem, memungkinkan lebih mudah untuk mendorong
kecenderungan diri merancang sendiri. (Sumber : Ecological Design - 10th Anniversary Ed,
hal. 142-151)
Konsep self design diwujudkan oleh seorang arsitek dengan desain yang dipengaruhi
oleh tuntutan aktivitas civitas dan tuntuntan untuk merespon gejala lingkungan, seperti iklim,
topografi, geologi, dan faktor alam lainnya. Kondisi alam yang berbeda akan menuntut
respon desain yang berbeda. Respon desain yang berbeda secara otomatis akan menghadirkan
langgam berbeda pada masing-masing bangunan.
Self-design juga diterapkan pada pemilihan material untuk bangunan. Dalam
menerapkan konsep ini, arsitek cenderung dituntut untuk memanfaatkan material atau sumber
daya alam yang tersedia pada daerah dimana bangunan tersebut dibangun. Bukan hal tidak
10

mungkin untuk mengambil material dari daerah lain, namun pemilihan material lokal tetap
diutamakan.
Contoh penerapan self design adalah perbandingan antara sistem bangunan tropis dan
bangunan di daerah dingin.

Bangunan Tropis Lembab

Igloo

Konsep rumah tropis, pada dasarnya adalah Igloo atau snowhouse, adalah jenis tempat
adaptasi bangunan terhadap iklim tropis, penampungan yang dibangun dari salju,
dimana

kondisi

penanganan

tropis

khusus

membutuhkan awalnya

dalam

dibangun

oleh

Inuit.

Salju

desainnya. digunakan karena kantong-kantong udara

Pengaruh terutama dari kondisi suhu tinggi yang terperangkap di dalamnya membuat
dan kelembaban tinggi, dimana pengaruhnya sebuah insulator. Di luar, suhu dapat
adalah pada tingkat kenyamanan berada serendah -45 C tetapi di dalam suhu dapat
dalam ruangan. Tingkat kenyamanan seperti berkisar dari -7 C hingga 16 C ketika
tingkat sejuk udara dalam rumah, oleh aliran dihangatkan

oleh

panas

tubuh

sendiri.

udara, adalah salah satu contoh aplikasi Arsitektur, yang Igloo gunakan unik karena
konsep rumah tropis. Meskipun konsep berupa kubah yang dapat diangkat keluar dari
rumah tropis selalu dihubungkan dengan blok independen bersandar pada satu sama
sebab akibat dan adaptasi bentuk (tipologi) lain dan dipoles agar sesuai tanpa struktur
bangunan

terhadap iklim,

banyak

juga pendukung tambahan selama konstruksi.

interpretasi konsep ini dalam tren yang


berkembang

dalam

masyarakat;

penggunaan

material

tertentu

sebagai
sebagai

representasi dari kekayaan alam tropis,


seperti kayu, batuan ekspos, dan material asli
yang diekspos lainnya.

(Sumber : Arsitektur Tropis. https://himaartra.wordpress.com/2012/12/10/751/)


(Sumber : Bangunan Antartika. http://materiarsitektur.blogspot.co.id/2014/05/bangunanantartika.html)

11

2.6 Keselarasan antara mahkluk hidup (Ecotones)


Ecotones merupakan kondisi alam dimana terjadinya penggabungan antara 2 jenis
alam atau lebih. Keunikan ecotones sendiri ialah dari percampuran lingkungan alam yang
bersifat halus dan lembut. Lingkungan ecotones ni merupakan lingkungan yang mengawali
terjadinya produktifitas tinggi dimana keankeragaman hayati dapat bertumbuh kembang
dengan baik pada alam ini.
Rawa merupakan suatu contoh ecotones yang paling mudah untuk dijadikan sebagai
acuan-acuan keselarasan hidup, dimana pertemuan air laut dengan air sungai, sehingga
menciptakan air payau yang merupakan tempat yang sangat baik untuk spesies kehidupan
laut maupun sungai untuk berpupolasi atau berkembang biak di tempat yang subur ini.
Dunia arsitektur sering bertentangan dengan sifat ecotones ini, hal ini disebabkan oleh
manusia. Pembangunan pada daerah rawa, merupakan hal yang menghancurkan rawa-rawa
itu sendiri atau ecotones secara perlahan-lahan. Sebaiknya kita sebagai perancang kelaknya
agar lebih memilah dan lebih berpikir guna meminimalisir kerusakan dan menjaga
keeseimbangan alam. (Sumber : Ecological Design - 10th Anniversary Ed, hal. 152-156)
2.7 Keanekaragaman Hayati (Biodiversity)
Keanekaragaman hayati ialah pola yang mempertahankan antara keseimbangan pada
bumi ini, evolusi pada masa kini telah banyak memunahkan spesies yang tentunya
disebabkan oleh manusia dan perkembangan. Dunia perancangan ekologi yang paling
mendalam ialah aspek keanekaragaman hayati, menurut ahli biologis bryan Norton Bahwa
keanekaragaman hayati adalah segala sesuatu yang ada. Karena semua aspek dapat kita
kaitkan dengan keanekaragaman pada lanskap bumi yang luas ini.
Keanekaragaman ini sendiri bersifat tidak statis, hal inilah yang dapat kita kaitkan
dengan menjaga alam, lanskap yang kita miliki. Sehingga, sebagai seorang desainer tentunya
tidak begitu saja melupakan sisi atau wujud alam sendiri. Serta harus menitik beratkan 3
(tiga) hal yaitu: mempertahankan populasi asli, melindungi perwakilan setiap jenisnya, dan
menghormati skala luas ekologi. Sehingga dalam 3 (tiga) hal tersebut jika diterapkan
setidakanya kita akan dapat meminimalisir kerusakan alam, kepunahan serta global warming
yang menjadi perbincangan terkini di dunia. (Sumber : Ecological Design - 10th Anniversary
Ed, hal. 156-164)

12

BAB III
KONDISI FOKUS
3.1 Banjar Abianbase
Banjar Abianbase merupakan studi objek yang akan kami gunakan pada mata kuliah
ekologi arsitektur ini. Berdasarkan hasil pertemuan dan wawancara antara kami dengan pihak
prajuru banjar (Kelian Dinas dan kelian Adat) berdasarkan hal tersebut kami mendapatkan
informasi yang dapat bermanfaat guna mata proses pembelajaran mata kuliah ini.

Gambar : Sketsa Denah Banjar Abianbase


Sumber : Dokumen Pribadi

Banjar adalah sebuah tempat yang sudah tidak asing lagi didengar pada daerah Bali,
tempat ini merupakan tempat berkumpulnya semua warga desa guna mengadakan sebuah
musyawarah (sangkep), mendapatkan informasi terbaru mengenai hal yang berkaitan dengan
13

odalan, upacara adat, dan informasi darurat yang biasanya diumumkan dengan menggunakan
Bale Kulkul. Bale Banjar Abianbase merupakan sebuah ruang yang digunakan sebagai
tempat pertemuan tradisional warga Dusun Abianbase Kelurahan Kuta. Banjar Abianbase
sendiri terletak pada Jalan Raya Kuta, Desa Pekraman Denpasar, Kelurahan Kuta, Kecamatan
Kuta, Kabupaten Badung. Kuta merupakan salah satu tempat tujuan bagi para wisatawan
untuk berlibur di Bali, sehingga daerah ini terkenal hingga mancanegara, serta hal inilah
yang menjadikan daerah ini sangat strategis, banyak terdapat bangunan hotel, villa, toko, dan
usaha lain yang terlihat pada sekitar site. Wilayah ini dahulu merupakan lahan yang tandus,
dan penuh dengan pohon kelapa kini telah menjadi wilayah urban yang sesak dan bising.
Persoalan persoalan urbanisasi menjadi bagian keseharian warga banjar. Warga banjar pun
kini semakin berkembang dengan beragam pekerjaan dan asal-usulnya. Bale banjar ini telah
mengalami revitalisasi, karena keinginan dari karma banjar sendiri. Masalah lain adalah usia
bangunan bale banjar yang telah cukup berumur, sehingga harus segera direvitalisasi agar
aktifitas yang ada di dalamnya dapat terakomodasi secara memadai, aman dan nyaman.
Disebelah bale banjar ini terdapat bangunan The Banjar, merupakan sebuah bangunan
yang bergerak di bidang hotel, restaurant dan spa. Bangunan yang terletak pada sebelah site
banjar ini merupakan pihak yang sangat berperan dalam mendanai penuh proyek hingga usia
dan memfasilitasi maintance Banjar Abianbase setiap bulannya. Simbiosis mutualisme
merupakan sistem yang ditawarkan pihak The Banjar dengan pihak krama Banjar Abianbase,
hal ini didasari agar tamu atau pengunjung yang menginap atau berbelanja pada The Banjar
mendapatkan pelayanan yang tidak dimiliki oleh hotel lainnya, karena pada perencanaan
revitalisasi dimaksud agar terdapat side entrance yang langsung berhubungan dengan site
hotel, sehingga jika terdapat acara banjar seperti upacara adat, odalan, latihan menari,
megambel diharapakan agar tamu hotel terkagum dan melihat sesuatu kebudayaan yang
belum pernah mereka lihat sebelumnya.
Tahun 2012 dimulailah renovasi bale banjar Abianbase yang dibantu penuh Pihak The
Banjar dengan pendanaan empat miliar rupiah, sehingga krama banjar Abianbase tidak perlu
mengeluarkan pendanaan sedikitpun. Revitalisasi ini bertujuan kepada pembenahan tata
ruang, meningkatkan fleksibilitas dan daya tampung ruang serta mengantisipasi
perkembangan kegiatan banjar. Renovasi bale banjar ini melibatkan seorang arsitek
profesional untuk mempersiapkan desain. Wayan Wimba Anenggata dan tim, tim ini adalah
konsultan kepercayaan pihak The Banjar. Mereka mempersiapkan itu dengan semangat agar
karyanya dapat menjadi suatu titik note sehingga banyak warga yang dapat mengetahui
14

karyanya. Oleh karena itu, pertimbangan kreatif, pengalaman panjang dalam desain arsitektur
dan pengetahuan dalam karya-karya modern diharapkan dapat membawa kembali semangat
bangunan tradisional dari bale banjar Abianbase.

3.2 Proses Perancangan dan Pengerjaan

Gambar : Tampak Bale Banjar


Sumber : Dokumen Arsip Kelian Banjar

Gambar : Perspektif Bale Banjar


Sumber : Dokumen Arsip Kelian Banjar

15

Gambar : Proses Perancangan Lanskap


Sumber : Dokumen Arsip Kelian Banjar

Gambar : Sketsa Landscape Arsitektur


Sumber : Dokumen Arsip Kelian Banjar

Proses perancangan dan pengerjaan bangunan ini dimulai dengan melakukan


studi terhadap kondisi masa lalu, kini, dan yang akan datang dengan mengakomodasi
berbagai komponen yang menunjang bagi terbentuknya proses perencanaan.
Munculah konsep tempekan yang secara filosofis membagi ruang berdasarkan
16

wilayah tata letak yaitu poros yang menjadi pusat serta kangin-kauh dan kaja -kelod
yang menjadi satelitnya.
Gagasan dituangkan ke dalam perencanaan arsitektur utama pada ruang bale
banjar yang mengikuti konsep tradisional dan enrance yang bersifat style kerajaan
Majapahit dengan mengaplikasikan lansekap yang meniru keadaan nyata alam dengan
bebatuannya yang khas, sehingga civitas dapat beraktivitas dengan harmonis dan
tercapainya Tri Hita Karana. Ruang utama bale banjar (wantilan) dibuat dengan atap
bersusun dengan penyangga 12 tiang besar yang menggunakan struktur baja
(modern). Atap bersusun ini jika dilihat dari atas merupakan formasi yang membentuk
Tri Mandala dengan pendekatan lain menggunakan filosofi yang lazim bagi bangunan
tradisional, yaitu Tiga Dunia (Bhur, Bwah,Swah) yaitu aspek kepala bangunan yang
direalisasikan dengan atap, badan bangunan yang direalisasikan dengan sesaka, serta
kaki bangunan yang direalisasikan dengan adanya bataran.

Gambar : Sketsa Konsep


Sumber : Dokumen Pribadi

Banjar ini juga menerapkan konsep bentuk mengikuti fungsi hal ini terlihat
jelas pada penempatan kalangan di bagian madya wantilan dengan dikelilingi
kalangan disekitarnya, kemudian jadilah bentuk atap bersusun tersebut. Pada bagian
ruang utama bale banjar menghadap ke dalam, dibuat level menyerupai panggung
yang berfungsi sebagai wadah aktifitas banjar, baik kesenian, sabung ayam, maupun
kegiatan banjar lainnya. Dengan melalui tangga dari bagian belakang banjar maka
akan sampai di lantai dua tempat menyimpan dan berlatih gamelan sekaligus pada
bagian luarnya kita dapat berjalan mengitari sekeliling atap bagian utama. Finishing
17

dari tiap bagian dengan pemilihan materi yang beragam dikerjakan begitu rapi dan
modern mampu memberikan penawaran ruang dan estetika bagi kepentingan saat ini
dan masa depan. Integrasi antara fungsi tradisional bale banjar dan penataannya yang
bernuansa modern, membuat bale banjar Abianbase secara kesatuan menjadi selaras
dengan ruang sekitarnya yang urban.

Gambar : Proses PembuatanPatung pada Objek


Sumber : Dokumen Arsip Kelian Banjar

Patung sendiri merupakan simbolis dari suatu watak tokoh yang terkenal
dalam arsitektur Bali maupun pewayangan, berfungsi sebagai sosok yang
melambangkan penjagaan terhadap banjar dari segala hal buruk dan menetralisir halhal negatif yang ada di banjar. Hal ini sendiri biasa diaplikasikan pada bangunan
arsitektur tradisional atau bangunan suci di daerah Bali. Finishing patung Banjar
Abanbase ini sendiri langsung dipahat di tempat, dengan seniman yang berasal dari
Desa Celuk, Kabupaten Gianyar.

18

Gambar : Proses Finishing Bale Banjar


Sumber : Dokumen Arsip Kelian Banjar

Terdapat pengalikasian pepatraan dengan motif tanaman, jika ditinjau dengan


arsitektur tradisional Bali secara lebih mendalam tidak hanya terdapat satu jenis
ukiran melainkan tiga jenis. Diantaranya penggabungan patra punggel, patra olanda,
patra wangga beserta ukiran berbentuk wajah Hanoman, dalam mitologi hindu
disimbolkan dengan raja kera yang membantu Dewa Rama sebagai penjelmaan Dewa
Wisnu ketika turun ke dunia dalam misi pencarian Dewi Sinta sebagai penjelmaan
Dewi Laksmi yang diculik oleh Rahwana. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa
makna dari ukiran tersebut adalah menceritakan tentang perjalanan sang Dewa di
dalam hutan dengan penuh kerja keras untuk menyelamatkan Dewi agar dapat
kembali bersama dan berbahagia, juga mengajarkan suatu pola yang berproses begitu
pula dengan proses perancangan bangunan ini hingga difinishing agar terciptanya
kesejahteraan serta keharmonisan didalamnya.

19

3.3 Posisi dan Fungsi

Gambar : Lokasi Objek


Sumber : google.com

Gambar : Situasi Objek


Sumber : Dokumen Observasi

20

Gambar : Objek Banjar Abianbase


Sumber : Dokumen Observasi

Jika dilihat dari Jalan Raya Kuta, maka bale banjar ini akan memberi impresi
yang bukan hanya menarik perhatian kita, tetapi secara kuat memberikan gambaran
dan kesan keindahan yang tercipta dari hasil pencapaian esetetik perancangnya. Sejak
awal, memang bangunan bale banjar Abianbase ini diposisikan untuk menjadi sebuah
landmark di area memasuki daerah Kuta ini.
Banjar Abianbase yang baru ini banyak memberikan nilai-nilai baru bagi
aktifitas banjar, seperti disampaikan oleh Kelian Banjar Abianbase. Mereka mengakui
bahwa selain memberikan kebanggaan bagi Abianbase, bale banjar yang baru ini
memperkuat tali persaudaraan diantara warga masyarakat. Masyarakat berharap
fungsi banjar akan semakin mengakomodasi setiap kegiatan warga.

21

BAB IV
ANALISIS
4.1 Desain dengan Alam
Dalam ekologi arsitektur dikenal istilah mendesain dengan alam (design with nature).
Istilah tersebut secara sederhana dapat diartikan sebagai cara mendesain yang fokus pada rasa
memiliki manusia pada alam dan juga pemahaman bahwa alam dan manusia merupakan dua
hal yang saling ketergantungan. Dalam mendesain dengan alam ada beberapa aspek desain
yang menjadi fokus antara lain bekerjasama dengan alam, waste equal food, lansekap aktif,
self-design, ecotones, keanekaragaman.
Bangunan arsitektur pada masa kini terlihat sebagai bangunan yang berkesan
mengutamakan tiga aspek utama didalam dunia perancangan yang meliputi keindahan,
kekuatan, dan fungsional, hal ini sendiri merupakan sudut pandang keegoisan seorang
perancang bangunan (arsitek) yang mengutamakan ide kreatif, inovatif yang membuat
bangunan menjadi baik dari segi tiga aspek utama didalam perancangan, sehingga
pemahaman ilmu dari Ekologi Arsitektur sendiri kerap tersudutkan maupun terlupakan. Hal
yang dapat dilihat secara garis besar adalah penggunaan material rancangan yang tidak
menggunakan bahan lokal daerah, namun menggunakan material yang berasal dari luar
daerah, sehingga terjadi banyak penggunaan energi guna pencarian bahan, pengiriman bahan
melalui akomodasi yang mengakibatkan perusakan alam berlebih dan tentunya membuat
rancangan tersebut tidak memenuhi syarat Ekologi Arsitektur.
4.1.1 Bekerjasama dengan Alam
Pengaplikasian

desain

yang

menerapkan

prinsip bekerjasama dengan alam merupakan


topik yang akan kami bahas secara singkat.
Dalam buku Ecological Design yang ke-10
konsep bekerjasama dengan alam memiliki
pengertian sederhana we are nature and
Gambar : Wantilan Bale Banjar Abianbase
Sumber : Dokumen Observasi

nature is in us atau suatu hubungan mengikat


antara manusia dengan alam, dan begitu juga
sebaliknya.

22

Pada dasarnya terdapat lima hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan prinsip
bekerjasama dengan alam, yaitu :
1.

Penyesuaian pada Lingkungan Setempat


Pada Banjar Abian Base ini
kesesuaian terhadap penerapan prinsip
penyesuaian pada lingkungan setempat
terlihat pada akulturasi arsitektur masa
kini dengan arsitektur tradisional Bali
yang menerapkan material baja pada
supper

strukturnya

kemudian

dikombinasikan dengan bentuk kolom


arsitektur

tradisional

pengaplikasian

Bali

patung

serta

kura-kura

berfungsi sebagai penyangga. Ditinjau


dari filosofisnya pada mitologi hindu
saat pemutaran gunung mandara giri,
dewa wisnu menjaga poros dunia agar
tetap seimbang dengan berubah menjadi
Gambar : Wantilan Bale Banjar Abianbase

waraha

atau

kura-kura.

Sehingga

Sumber : Dokumen Observasi

terciptanya
mampu

kesesuaian

mewadahi

bentuk

fungsi

yang

bangunan

dengan baik.
2.

Menghemat sumber energi alam yang tidak dapat diperbaharui

Isu global warming yang makin berkembang sangat diperhatikan oleh arsitek
yang merancang bangunan ini dengan mempertimbangkan pemanfaatan sumber
energi yang tidak dapat diperbaharui sekecil mungkin. Hal tersebut terlihat pada
bangunan ini dengan penggunaan lampu led dengan watt yang kecil serta
penempatan massa bangunan cenderung memikirkan kegiatan yang diwadahi
tersebut dapat mendapatkan sinar matahari langsung di siang hari agar tidak
menggunakan lampu. Udara dingin berhembus dari bukaan bawah dan udara
panas keluar dari bukaan atas hal ini juga benar-benar diperhatikan arsitek dengan
23

menempatkan massa bangunan wantilan pada sisi tengah dan tidak terhalang
bangunan lainnya yang ada disamping utaranya, namun udara yang masuk
menuju wantilan nantinya akan diteruskan menuju ke bangunan yang ada di
bagian selatan wantilan dan barulah dikeluarkan melalui bukaan atas pada
bangunan tersebut.

Gambar : Skema Pergerakkan Angin dan Masuknya Sinar Matahari


Sumber : Dokumen Pribadi

3.

Memelihara sumber lingkungan

Dengan adanya berbagai jenis tanaman yang terdapat di banjar ini sejak dahulu
menjadikan daya tarik tersendiri dari aspek terjaganya sumber lingkungan yang
ada. Tanaman-tanaman ini sudah diwarisi oleh beberapa generasi, tanaman
tersebut antara lain jepun yang dalam kegiatan upacara di Bali bunganya selalu
difungsikan sebagai salah satu sarana. Tanaman jepun ini sempat mengalami
kerusakan akibat proses pembangunan banjar namun hal tersebut menjadikan
pembelajaran bagi krama banjar sehingga pihak banjar berinisiatif tetap
24

memberikan penyangga bambu pada tanaman ini serta memberi beberapa


bebatuan besar sehingga kelestariannya dapat terjaga hingga sekarang, terdapat
tanaman nangka yang berdiri kokoh menjulang sejak dulu biasanya selalu
difungsikan krama banjar sebagai bahan dasar pembuatan lawar saat adanya
kegiatan upacara, selain itu terdapat tanaman mangga yang selalu dipakai sebagai
bahan rujak yang dibagikan pada masyarakat saat adanya kegiatan rapat ataupun
tamu yang datang saat ada kunjungan.

Gambar : Peletakkan Tanaman pada Titik Tertentu


Sumber : Dokumen Observasi

4.

Memperbaiki keadaan alam

Kesadaran pihak banjar untuk memperbaiki keadaan alam terlihat jelas pada
penataan perkerasan dan soft scape sebagai kombinasi dari area hijau yang ada,
fungsinya disamping sebagai bentuk estetika juga untuk menanggulangi banjir
saat hujan, kareana pada saat hujan kondisi tanah di wilayah ini relatif baik
sehingga air tidak mengalir ke riol dan dapat langsung terserap ketanah namun
proses tersebut memerlukan waktu, dan jika secara bersamaan terdapat kegiatan
25

masyarakat dibanjar ini akan menjadikan wilayah wantilan atau yang lainnya
akan menjadi kotor. Dalam hal ini lah terihat bahwa keadaan alam tersebut
diperbaki sehingga tidak menyebabkan kotor pada lantai dengan membuat
perkerasan sebagai pijakan di areal natah banjar.

Gambar : Penggabungan Hard Scape dan Soft Scape


Sumber : Dokumen Observasi

5.

Mengurangi ketergantungan pada sistem energi dan produksi limbah

Banjar Abianbase ini tidak menggunakan pencahayaan dan penghawaan buatan


saat siang hari, hal ini terlihat dengan seimbangnya ruang terbuka serta dinding
yang minim. Selain untuk mengoptimalkan cahaya dan angin hal ini juga
berkaitan dengan fungsi dari banjar itu sendiri yang seharusnya mewadahi
berbagai kegiatan masyarakat banjar di area terbuka. Misalnya, tajen ataupun
ngelawar dan berbagai upacara lainnya. Selain itu produksi limbah dibanjar ini
relatif minim karena pengolahan sisa-sisa kegiatan upacara di banjar ini yang
masih bermanfaat diolah kembali menjadi pupuk dengan adanya kerjasama dari
pihak hotel.

26

4.1.2 Waste Equal Food

Gambar : Penggunaan material hasil dari sisa bangunan pada ruangan Dapur Umum
Sumber : Dokumen Observasi

Sisi positif pada sisa penggunaan batu bata merah sebagai bahan finishing
estetika dari bangunan ini. Penggunaan batu bata merah pada tampilan bangunan ini
mencerminkan sifat efisiensi dan kepedulin perancang (arsitek) terhadap sisi ekologi
yaitu pemanfaatan limbah sisa olahan yang dapat digunakan kembali sehingga
material tidak terbuang dengan begitu saja.
Batu bata merah yang identik dengan bangunan arsitektur Bali membuat
bangunan ini memiliki budaya dan tradisi didalam tampilannya. Dengan demikian
kontribusi bangunan terhadap kelestarian budaya dan tradisi disekitar memiliki nilai
lebih serta sisi pemanfaatan barang bekas olahan yang dapat dimanfaatkan dengan
baik.
4.1.3 Lansekap Aktif
Banjar Abianbase ini menerapkan aspek lansekap aktif yang ditunjukkan dengan jalur
sirkulasi yang telah disediakan dengan jalan setapak untuk mengakses berbagai massa
bangunan di areal banjar ini, selain itu pijakan ini juga dapat menambah nilai estetika
serta membantu mencegah kotornya lantai akibat becek ditanah saat musim hujan
tiba. Berdasarkan area hijaunya di banjar ini dibuat taman kecil pada sekitar bagian
padmasana serta pengaplikasian beberapa tanaman di dekat massa bangunan yang
27

ada, juga pada bagian atas penyengker banjar diberi tanaman camplung merambat.
Untuk penempatan pola massa di banjar ini menerapkan pola massa memusat dengan
massa bangunan wantilan sebagai pusatnya, serta dengan adanya pertimbangan bahwa
banjar pada umumnya berfungsi sebagai wadah berbagai kegiatan krama banjar maka
dibuatlah berbagai spot dengan area terbuka guna mengoptimalkan kegiatan
musyawarah, upacara, perlombaan, dan sebagainya.

4.1.4 Self-design
Self-design merupakan pemaparan yang berdasarkan pertimbangan civitas,
aktifitas dan respon terhadap alam. Objek Banjar Abian Base sendiri telah diterapkan
pertimbangan iklim, topografi, geologi, dan penggunaan material sekitar. Adaptasi
bangunan bale banjar sendiri dapat dilihat dari pendirian masa bangunan yang
terpisah sehingga dapat meningkatkan aksen perbedaan fungsi ruang maupun
pengguna dari ruangan tersebut. Konsep bataran diterapkan pada setiap masa
bangunan yang ada mengingat daerah Bali merupakan iklim tropis basah sehingga
kadar air dalam tanah cukup tinggi bataran ini sendiri merupakan antisipasi respon
terhadap alam agar mencegah civitas merasa tidak nyaman terhadap letak site Banjar
Abianbase. Site pada daerah kuta juga menambah dasar pertimbangan rawan banjir
sehingga dilaksanakan peninggian tanah 50cm dari ketinggian jalan raya (aspal).

Penerapan konsep bataran


sebagai aksen pembatas
ruang & mencegah
tampiasan air mengenai
elemen bawah bangunan

Penerapan batu koral sebagai


transisi antara cucuran air hujan
yang turun menuju tanah
Gambar : Lanskap Banjar Abianbase
Sumber : Dokumen Observasi

Lanskap penghijauan bangunan merupakan salah satu daya dukung agar air
yang terdapat akibat hujan tidak langsung terlewatkan karena dapat disimpan pada
tanah dari lanskap. Material yang digunakan telah mencerminkan self design yaitu
28

penggunaan batu bulit ekspose pada lanskap bangunan, penerapan kayu pada sesaka
dan upper struktur, batu bata merah yang mencirikan khas material lokal diterapkan
pada setiap bangunan Banjar.

Penerapan lanskap sebagai


penyejuk dan penyerap air

Penerapan batuan ekspose sebagai


representasi material sekitar

Gambar : Lanskap Banjar Abianbase


Sumber : Dokumen Observasi

4.1.5 Ecotones
Prinsip ekologi arsitektur yaitu menjaga keseimbangan dengan alam, hemat
energy dan bahan baku, bangunan ini memiliki nilai yang cukup baik. Hal ini terlihat
dengan bukaan bangunan yang membuat adanya biasan sinar yang masuk kedalam
bangunan secara alami dan udara yang bersirkulasi dengan bebas sehingga kesehatan
didalam bangunan dapat terjaga. Hal ini akan berdampak besar pada penghematan
energy dalam prinsip keseimbangan alam ekologi.
Konsep natah yang digunakan merupakan penerapan keseimbangan antara
bangunan dengan ruang terbuka atau lanskap, perpaduan dari hal tersebut
menimbulkan

hal

yang

tidak

terkesan

penuh

dengan

bangunan

dan

mempertimbangkan faktor iklim tropis basah yang memiliki musim penghujan dan
kemarau, lanskap sangat berfungsi sebagai penyejuk dan penyimpan air yang
berlebihan pada musim penghujan.

Konsep Natah sebagai


keseimbangan alam antara
bangunan dengan lanskap

Gambar : Lanskap dan Bangunan Banjar Abianbase


Sumber : Dokumen Observasi

29

Material bangunan terbilang cukup baik dalam hal penghematan. Dengan


menggunakan bata merah sebagai bahan utama bangunan yang terbilang cukup
familiar dengan bangunan arsitektur Bali, batu bata merah menjadi bahan yang mudah
ditemukan dan memiliki nilai tradisi dan budaya khususnya pada daerah Bali.
Penggunaan material ijuk sebagai penutup atap bale kulkul dan genteng sebagai
penutup atap bangunan utama memberikan kemudahan dalam pencarian dan
persiapan bahan baku ketika perancangan.

Penerapan Bahan Ijuk


(Material Lokal)

Penerapan Bahan Batu Bata


(Material Lokal)

Gambar : Bale Kulkul Banjar Abianbase


Sumber : Dokumen Observasi

Penerapan Bahan Genteng


(Material Lokal)

Gambar : Wantilan Banjar Abianbase


Sumber : Dokumen Observasi

Ornamen dan dekorasi ukiran patung yang cukup banyak guna memberikan
estetika dan nilai tradisi dan budaya pada bangunan ini memberikan nilai kurang pada
30

penghematan bahan baku dari bangunan ini namun sisi ini kita dapat kaitkan dengan
tampilan keseimbangan alam berupa hutan dan penjaga hutan belantara dalam
arsitektur Bali.

Ornamen keseimbangan alam


yang menggambarkan
suasana hutan belantara
berbahan Paras Jogja

Ornamen keseimbangan alam


Penjaga hutan belantara
berbahan Paras Jogja

Gambar : Proses Finishing Bale Banjar


Sumber : Dokumen Arsip Kelian Banjar

4.1.6 Biodiversity
Biodiversity merupakan keanekaragaman spesies yang terdapat pada lokal
setempat. Hubungan ini berdampak pada bangunan yang dirancang. Bale banjar
merupakan sebuah wadah guna kegiatan sosial baik gotong royong, adat istiadat,
maupun upacara keagamaan. Lanskap yang baik merupakan hal yang mendukung
keanekaragaman dapat dilestarikan keberadaanya. Tumbuhan yang berada pada site
Banjar Abianbase memiliki sisi ekologis didalam penerapan vegetasi yang berguna
terhadap civitas dan keanekaragaman hayati. Upacara keagamaan dalam masyarakat
Hindu di Bali menggunakan sarana prasarana yang identik dengan bunga, bunga ini
merupakan hal yang penting sehingga didalam suatu site tentunya dibutuhkan vegetasi
guna pendukung dari upacara keagamaan tersebut.
Vegetasi yang kami lihat pada Banjar Abianbase berasal dari lokal setempat.
Memiliki multi fungsi baik segi penghijauan dan penggunaan dalam upacara
keagamaan :
31

Pohon jepun merupakan, menghasilkan bunga jepun yang dapat digunakan sebagai
sarana persembahyangan

Tanaman pucuk rejuna, menghasilkan bunga pucuk rejuna yang digunakan sebagai
sarana mengias pelinggih pada padmasana

Tanaman plawa merupakan tanaman yang pohon dan rantingnya dapat digunakan
sebagai sarana penghias penjor dan daun dari plawa digunakan sebagai alternatif

Pohon nangka yang buahnya dapat digunakan sebagai bahan makanan lawar untuk
acara memasak bersama pada kegiatan banjar.

Pohon mangga yang buahnya dapat dimakan dan daunnya dapat digunakan sebagai
bahan sarana banten (porosan)

Pohon Jepun
Tanaman Pucuk
Rejuna

Tanaman Pla

Tanaman Plawa

Gambar : Vegetasi Banjar Abianbase


Sumber : Dokumen Observasi

Vegetasi yang cukup banyak dan didukung oleh pohon manga dan pohon
nangka sebagai perindang akan mendukung keanekaragaman baik vegetasi maupun
burung burung lokal setempat khusunya pada pagi hari burung dapat hinggap pada
pohon perindang dan berkicau. Hal ini merupakan dampak positif pada daerah kuta
yang penuh dengan bangunan layaknya perkotaan.

32

BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Mendesain dengan alam adalah salah satu konsep perencanaan desain ekologi
yang menjadikan alam sebagai fokus utama rancangan. Suatu desain tidak seharusnya
meniadakan kepentingan alam, namun sebaliknya desain dan alam harus saling
menunjang kebutuhan satu sama lainnya. Desain yang baik adalah desain yang tidak
merusak alam atau bahkan meningkatkan mutu alam sekitar. Hal-hal yang menjadi
sub konsep mendesain dengan alam, antara lain :
a. Bekerjasama dengan alam
b. Waste equals food
c. Active Landscape
d. Self-design
e. Ecotones
f. Biodiversity
Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan aspek mendesain dengan
alam sebagai kajian pustaka, dapat ditarik kesimpulan bahwa Banjar Abianbase ini
telah mengedepankan aspek desain dengan alam dan merupakan salah satu bangunan
yang dapat dikatakan memiliki nilai ekologis.
5.2 Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis berikan antara lain :
1. Penerapan bekerjasama dengan alam bisa dimulai dari hal-hal sederhana seperti
memulai melakukan kegiatan water treatment plant pada area pribadi (hunian).
2. Mendesain dengan alam bukan semata-mata kegiatan mendesain pada lahan
kosong. Namun sebaliknya, mendesain dengan alam harus bisa meningkatkan
mutu lahan terbangun yang sebelumnya tidak merespon keadaan alam. Sehingga
ruang terbuka hijau tidak semakin menyusut karena kebutuhan manusia akan
papan.

33

DAFTAR PUSTAKA

____. Arsitektur Tropis. https://himaartra.wordpress.com/2012/12/10/751/ (5 Oktober 2015


16:11)
____.

Bangunan

Antartika.

http://materiarsitektur.blogspot.co.id/2014/05/bangunan-

antartika.html (5 Oktober 2015 16:11)


Aningtyas. 2001. Tesis Pemanfaatan Limbah Bangunan Beton Sebagai Bahan Semen
Alternatif, Universitas Gadjah Mada
Cowan, Stuart dan Van der Ryn. 2007. Ecological Design :10th Anniversay Edition (hal.
125-164)
Hakim, Rustan. 2012. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap : edisi kedua. PT Bumi
Aksara : Jakarta
McDonough, William. 1998. Waste Equals Food Our Future and the Making of Things
Journals

34

Anda mungkin juga menyukai