Pathology Robbins Ajar Jilid 2
Pathology Robbins Ajar Jilid 2
I
I Pembuluh Darah
FREDERICK J, SCHOEN, MD,PhD
RAMZI S. COTRAN, MD"
Pada manusia, penyakit arteri merupakan penyebab aasa TJasorum, secara harfiah "pembuluhnya pem-
morbiditas dan mortalitas yang lebih sering daripada buluh") dan berjalan di setengah sampai dua pertiga
kafegori lain. Namun, gangguan pada vena juga dapat luar tunika media. Batas luar media di sebagian besar
signifikan. Kelainan pembuluh darah menyebabkan arteri ditentukan oleh lamina elastik eksterna. Di
penyakit klinis melalui dua mekanisme utama: sebelah luar media terdapat adventisia, yang terdiri
atas jaringan ikat dengan serat saraf dan vasa vasorum.
I Penyempitan atau obstruksi totalhtmen, baik secara
Berdasarkan ukuran dan strukturnya, arteri dibagi
- progresif (misal, oleh aterosklerosis IATHI) maupun
menjadi tiga tipe: (1) arteribesar, atau elnstik, termasuk
mendadak (misal, oleh trombosis atau embolisme),
aorta, cabang besamya (terutama inominata, subklavia,
sering menyebabkan defisiensi aliran darah di ja-
karotis komunis, dan iliaka), dan arteria pulmonalis;
ringan yang diperdarahi oleh pembuluh tersebut.
(2) arteri ukuran sedang, atau muskular, termasuk
I Melemahnya dndng sehingga terjadi dilatasi atau
cabang lain aorta (misa1, arteria koronaria dan arteria
ruptur.
renalis); dan (3) arteri kecil (garis tengah kurang dari 2
Untuk mempermudah pemahaman tentang ber- mm) dan arf eriol (garis tengah 20 sampai 100 pm), yang
bagai penyakit yang mengenai pembuluh darah, ada terletak di dalam substansi jaringan dan organ.
baiknya kita membahas ciri khas anatomik dan Dalam arteri elastik, media yang elastik dan kaya-
fungsional jaringan yang sangat spesialistik dan serat akan mengembang saat sistol; rec.oil elastik
dinamikini. dinding vaskular selama diastol mendorong darah ke
sistem vaskular perifer. Dalam arteri muskular, arteri
kecil, dan arteriol, media terutama terdiri atas SMC.
...PTVEULUH NORMA.L Dalam pembuluh ini (lihat selanjutnya), aliran darah
regional dan tekanan darah diatur oleh perubahan
Konstituen dasar dinding pembuluh darah adalah ukuran lumen melalui kontraksi (aasokonstriksl) atau
sel, terutama sel endotel (SE) dan sel otot polos (SMC), relaksasi (unsodilntasi) sel otot polos.
serta matriks ekstrasel, termasuk elastin, kolagen, dan Di arteriol, kontraksi sel otot polos media menyebab-
glikosaminoglikan. Tiga lapisan konsentrik-intima, kan perubahan drastis diameter lumen yang me-
media, dan adaentisia-paling jelas terlihat di pem- ngendalikan tekanan darah arteri sistemik dan secaia
buluh besar (Gbr. 10-1). Dalam arteri normal, intima bermakna memengaruhi distribusi aliran darah di
terdiri atas satu lapisan SE dengan jaringan ikat sub- antara berbagai jaringan kapiler. Karena resistensi
endotel minimal di bawahnya dan dipisahkan dari suatu saluran/tabung terhadap aliran cairan ber-
media oleh suatu membran elastik padat yang disebut banding terbalik dengan pangkat empat garis tengah-
Iamino elastik interna. Lapisan sel otot polos tunika nya (yaitu mengurangi garis tengahmenjadi separuh-
media di dekat lumen menerima oksigen dan nutrien nya akan menyebabkan peningkatan resistensi 16 kali
melalui difusi langsung dari lumen pembuluh, yang lipat), perubahan kecil dalam ukuran lumen arteri kecil
dipermudah oleh adanya lr,rbang (fenestrasi) di akibat perubahan struktural atau vasokonstriksi dapat
membran elastik interna. Namun, untuk pembuluh menimbulkan efek mencolok pada aliran darah. Oleh
berukuran sedang sampai besar difusi dari lumen karena itu, arteriol mertLpakan titik tttams resistensi
kurang memadai bagi bagian luar tunika media, faali terhadap nliran dnrnh, memicu penurunan tajam
sehingga bagian ini mendapat makanan dari arteriol tekanan dan kecepatnn serta perubahan dari aliran
kecil yang berasal dari bagian luar pembuluh (disebut berdenyut menjadi alirnn tetap.
Beberapa lesi patologik mengenai arteri dengan
rentang ukuran tertentu. Sebagai contoh, ATH me-
ngenai arteri elastik dan muskular, hipertensi mengenai
Endotel arteri muskular kecil dan arteriol, dan vaskulitis jenis
Lamina tertentu biasanya hanya mengenai pembuluh tertentu.
elastik Kapiler, yang ukuran lumennya hampir sama
interna
dengan garis tengah sel darah merah (7 hingga 8 pm),
memiliki lapisan sel endotel tetapi tanpa tunika me-
dia. Secara kolektif, kapiler memiliki luas potongan
Lamina melintang total yang sangat besar. Dengan ketebalan
elastik
'ffir dinding hanya satll sel dan aliran yang I anrbat, kapiler
eksterna
ffi merupakan tempat ideal untuk pertukaran cepat zat
(yang dapat berdifusi) antara darah dan jaringan.
Gambar 10-1 Darah yang kembali ke jantung dari jaringan kapiler
mula-mula mengalir ke dalam uenula pascakapiler dan
Gambaran diagramatik komponen utama dinding pembuluh darah, secara berurutan mengalir ke venula koligentes serta
yang di sini berasal dari sebuah arteri otot. (Digambar ulang, dengan vena kecil, sedang, dan besar. Pada banyak jenis pe-
izin dari Ross R, Glomset JA: The pathogenesis of atherosclero- radangan, kebocoran vaskular dan eksudasi leukosit
sis. N EnglJ Med 295:369;1976.)
terjadi terutama di venula pascakapiler (Bab2).
BAB 1O PEMBULUH DARAH T 367
Sebagai komponen utama dinding pembuluh darah, Mengoksidasi Lipoprotein Densitas Rendah
sel endotel dan sel otot polos penting dalam patologi
vaskular. ACE, angiotensin-converting enzyme (angiotensin I -+ angiotensin
; CS F, co lo ny sti m u I ati n g f a cto r, F GF, f i b ro b I a st g rowth fa cto n
I I)
adalah sitokin dan produk bakteri, yang juga me- Selama respons penyembuhan, sel otot polos meng-
nyebabkan jejas inflamasi dan syok septik (Bab 4); stres alami perubahan yang mirip dengan dediferensiasi.
hemodinamik dan produk lemak, yangpenting dalam Di intima, sel otot polos kehilangan kemamptian ber-
patogenesis ATH (lihat selanjutnya); dan jejas lain. Sel kontraksi dan memperoleh kemampuan membelah diri.
endotel yang disfungsional, sebaliknya, mengeiuarkan Sel otot polos intima dapat kembali ke keadaan non-
molekul protrombotik dan molekul perekat, faktor proliferatif apabila lapisan endotel di atasnya telah
pertumbuhan, serta produk lain (Bab 4). kembali terbentuk setelah cedera akut atau rangsangarr
kronis berhenti. Namun, respons penyembuhan yang
berlebihan menyebabkan penebalan intimn, yang dapat
Sel Otot Polos Vaskular mempersempit atau menyumbat pembuluh darah
Sebagai elemen selular utama di media vaskular, ukuran kecil dan sedang.
sel otot polos menyebabkan vasodilatasi atau vaso-
konstriksi sebagai respons terhadap rangsangan nor-
mal atau patogenik; menyintesis koiagen, elastin, dan PENYAKIT VASKULAR
proteoglikan; mengeluarkan faktor pertumbuhan dan Anomali Kongenital
sitokin; serta bermigrasi ke intima dan berproliferasi
setelah jejas vaskular. Oleh karena itu, sel otot polos Walaupun jarang menimbr"rlkan gejala, kelainan
merupakan elemen penting, baik bagi perbaikan pem- pola anatomik percabangan dan anastomosis penting
buluh darahnormal maupun proses patologik seperti diketahui untuk mencegah jejas vaskular yang tidak
ATH. diharapkan sewaktu pembedahan. Di antara beragam
Aktivitas migratorik dan proliferatif sel otot polos anomali vaskular kongenital, terdapat dua yang
secara faal dikendalikan oleh promotor dan inhibitor penting: snettrismn perlcembangan atau berry nneu-
perttrmbuhan. Yang termasuk promotor anta r a lain pl a- rysm danfisttLln nrterioaena. Berry aneurysm mengenai
telet-deriued growth fnctor yarrg berasal dari trombosit pembnltrh serebrum dan dibahas padaBab23.
(serta se1 endotel dan makrofag), basic fibroblnst groruth
factor, nitrat oksida, interferon y, dan trnnsforming FISTU LA ARTERIOVENA
grouth factor p.
Fistula arteriovena jarang ditemukan dan biasanya
berupa komunikasi abnormai kecil antara arteri dan
Penebalan lntima-Respons vena yang mungkin terbentuk sebagai cacat per-
Terhadap Jejas lntima kembangan; akibat ruptur sebuah aneurisma arteri ke
Vaskular dalam vena di dekatnya; akibat jejas tembus yang
merobek dinding arteri danvena; atau akibat nekrosis
lejas pembtLhrh dttrah (berttpa kehilnngnn sel endotel sktrt peradangan pembuluh yang berdekatan. Apabila besar
atau jejas/disftrngsi sel endotel kronis) merangsang per- atau luas, hubungan arteri-vena ini dapat menimbulkan
tumbtLhnn sel otot polos dengan merLgganggtt keseimbangnn gejala klinis karena darah memintas (short-cirutit) dari
fnali antara inhibisi dan stimulssl. Pemulihan dinding sisi arteri langsung ke vena sehingga jantung harr"rs
vaskuiar yang cedera mencerminkan suatu respons memompa lebih banyak darah; kadang-kad ang timbul
penyembuhan fisiologik dengan pembentukan neo- gagal jantung high-outptLf. Selain itu, htibungan ter-
intima yang sel otot polosnya (1) bermigrasi dari me- sebut dapat pecah dan menyebabkan perdarahan,
dia ke intima, (2) bermultiplikasi sebagai sel otot polos terutama di otak. Sebaliknya, fistula arteriovena yang
intima, dan (3) membenfr,rk serta mengeluarkan matriks sengaja dibentuk digunakan untuk menyediakan akses
ekstrasel (Gbr. 10-2). vaskular untuk hemodialisis kronis.
3. Pengeluaran
2. Mitosis sel matriks
otot polos
Gambar 10-2
ekstrasel
Endotel
Skema mekanisme penebalan in-
tima, yang menekankan migrasi
sel otot polos ke, serta proliferasi
dan pengeluaran matriks ekstra-
sel di, tunika intima. (Dimodifikasi
dan digambar ulang dari Schoen
FJ: lnterventional and Surgical
Cardiovascular Pathology: Clini-
cal Correlations and Basic Prin-
ciples. Philadelphia, WB
Saunders, 1 989, p 254. )
BAB 10 PEMBULUH DARAH T 369
Aterosklerosis (ATH)
AFITERIOSKLEROSIS
Aterosklerosis ditandai dengan lesi intima yang
Art erio skler osls (secara harfiah, "pengerasan arteri")
disebut ateroma, atau plak aterlmatosa atau fibrofntty
adalah istilah generik untuk penebalan dan hilang- plaques, yang menonjol ke dalam dan menyumbat lu-
nya elastisitas dinding arteri. Kelainan ini memiliki tiga
men pembuluh, memperlemah media di bawahnya,
bentuk:
dan mungkin mengalami penyslil serins. ATH, yang
r Sbbagai pola yang tersering dan terpenttng, ATH tersebar di seluruh dunia, berperanbesar menyebabkan
akan dibahas pada bagian ini. kematian-sekitar separuh dari seluruh kematian-
a Yang makna klinisnya jauh lebih ringan adalah dan morbiditas serius di dunia Barat dibandingkan
sklerosis knlsifiknns medial Mdckeberg, yang ditandai penyakit lain. Karena penyakit arteria koronaria
dengan endapan kalsifikans di arteri muskular merupakan manifestasi penting ATH, dstn epidemio-
pada orang berusia lebih dari 50 tahun. Kalsifikasi logik tentang ATH umLtmnr/a dinyatakan dslam
yang secara radiologis terlihat dan sering dapat insidensi kematian yang disebabkan oleh penynkit
diraba ini tidak mempersempit lumen pembuluh. jnnttrng iskemik (IHD) (Bab 11). Memang, infark
r Penyakit arteri kecil dan arteriol (arteriolosklerosis) miokardium saja merupakan penyebab dari 20%
adalah pola ketiga. Dua varian anatomik, arteriolo- sampai 25% kematian di Amerika Serikat.
sklerosis hialin dan hiperplastik, menyebabkan Makna Klinis. ATH terutama mengenai arteri
penebalan dinding vaskular disertai penyempitan elastik (misal, aorta, arteria karotis, dan arteria iliaka)
lumen yang dapat menyebabkan jejas iskemik di serta arteri muskular besar dan sedang (misal, arteria
sebelah hilir. Arteriolosklerosis, yar.g umumnya koronaria dan poplitea). Penyalcit sterosklerosis
berkaitan dengan hipertensi dan diabetes melitus, simtomntik pnling sering mengenai arteri yang mendarahi
akan dijelaskan kemudian di bab ini pada pem- jantung, otak, ginjnl, dnn ekstremitss bawoh. lnfark
bahasan tentang hipertensi. miokardium (serangan jnntung), infark serebri (stroke),
aneurisma norts, dnn penyakit anskulcrr perifer (gangren
.Kematian sel
.Pertumbuhan plak
.Remodeling plak dan
ECM dinding
.Organisasi trombus
.Kalsifikasi Plak lanjutlrentan
Horison klinik
.Ruptur plak
.Erosi plak
.Perdarahan plak
.Trombus mural
.Embolisasi FASE KLINIS
.Melemahnya dinding (biasanya usia pertengahan sampai lanjut)
Gambar 10-3
Ringkasan patologi, patogenesis, penyulit, dan riwayat alami aterosklerosis. Plak biasanya tumbuh secara Iambat dan 'diam-diam' selama
bertahun-tahun, dimulai pada masa anak atau segera sesudahnya dan menimbulkan efek klinis pada usia pertengahan atau lebih. Sepedi
dijelaskan di teks, plak dapat berkembang dari bercak berlemak menjadi plak fibrosa dan kemudian ke penyulit plak yang menimbulkan
penyakit. Diagram skematik ini mengaitkan morfologi, patogenesis, dan penyulit aterosklerosis dan menyajikan pendekatan terpadu
terhadap proses penyakit serius ini. ECM, matriks ekstrasel.
370 T BAB 1O PEMBULUH DARAH
TUDUNG FIBROSA
(sel-sel otot polos, makrofag,
sel-sel busa, limfosit, kolagen,
elastin, proteoglikan, neovaskularisasi)
PUSAT NEKROTIK
(debris sel, kristal kolesterol,
sel-sel busa, kalsium)
MEDIA
Gambar 10-4
Gambaran skematik komponen utama plak ateromatosa yang berkembang baik: tudung fibrosa yang terdiri atas sel-sel otot polos yang
mengalami proliferasi, makrofag, limfosit, sel-sel busa, dan matriks ekstraselular. lnti nekrotik terdiri atas debris selular, lipid ekstrasel
dengan kristal kolesterol, dan makrofag berbusa.
BAB 1O PEMBULUH DARAH 371
'
Gambar 10-5
lain; (2) matriks ekstrasel, termasuk kolagen, serat r Ruptur, ulserasi, atau erosifokal di permukaan lumi-
elastik, dan proteoglikan; serta (3) lemak intrasel dan nal plak ateromatosa dapat menyebabkan zat yang
ekstrasel (lihat Gbr. 10-4). Komponen tersebut terdapat sangat trombogenik terpajan sehingga terbentuk
dalam proporsi dan konfigurasi yang berbeda-beda di trombus (Gbr. 10-7) atau terlepasnya debris ke
setiap lesi. Biasanya lapisan fibrosa supeffisial terdiri dalam aliran darah dan menimbulkan mikro-
atas sel otot polos dan kolagen yang relatif padat. Di embolus yang tersusun oleh isi lesi (embolus
bawah dan sisi lapisan penutup ini ("bahu") terdapat kolesterol atau ateroembolus).
daerah selular yang terdiri atas makrofag, sel otot polos, u Dapat terjadi perdarahan ke dalam plak, terutama
dan limfosit T. Jauh di sebelah dalam dari lapisan fib- di arteria koronaria, yang dipicu oleh ruptur lapisan
rosa terdapat inti nekrotik, yang mengandung massa fibrosa penutup atau kapiler berdinding tipis yang
lemak (terutama kolesterol dan ester kolesterol) yang memperdarahi plak. Hematom yang terbentuk dapat
tersusun acak, celah yang mengandung kolesterol, menyebabkan plak membesar atau memicu ruptur
debris dari sel yang mati, sel busa, fibrin, trombus, dan plak.
protein plasma lainnya. Sel busa adalah sel besar * Trombosis pada plak, penyulit paling ditakuti,
penuh lemak yang terutama berasal dari monosit darah biasanya terjadi pada lesi yang mengalami kelainan
(makrofag jaringan), tetapi sel otot polos juga dapat (ruptur, ulserasi, erosi, atau perdarahan) dan dapat
memakan lemak untuk menjadi sel busa. Akhirnya, menyebabkan oklusi lumen parsial atau total. Trom-
terutama di sekitar bagian tepi lesi, biasanya terdapat bus dapat menyatu ke dalam plak sehingga plak
tanda-tanda neovaskularisasi (pembuluh darah halus awal menjadi semakin besar.
yang berproliferasi). Ateroma tipikal mengandung lemak ! Dapat terjadi dilatasi mirip aneurisma akibat atrofi
yang relatif banyak, tetapi banyak dari apa yang disebut iskemik atau tekanan yang dipicu oleh ATH pada
sebagai plak fibrosa mengandung terutama sel otot lapisan media di bawahnya, disertai lenyapnya
polos dan jaringan fibrosa. jaringan elastik yang menyebabkan pembuluh me-
Plak umumnya terus berubah dan membesar secara lemah dan berpotensi pecah (dibahas kemudian).
progresif melalui kematian dan degenerasi sel, sintesis
dan degradasi (remodeling) matriks ekstrasel, dan orga- Bercak perlemakan (fatty streak), terdiri atas sel
nisasi trombus. Selain itu, ateroma sering mengalami busa penuh lemak, adalah lesi yang tidak meninggi
kalsifikasi. Pasien dengan kalsifikasi koroner tahap secara bermakna sehingga tidak menyebabkan gang-
lanjut (berdas arkan co m p ute d to m o g ra p h y) tampakny a guan aliran darah. Kelainan ini berawal sebagai titik-
berisiko besar mengalami serangan koroner. Gambar titik kuning datar (fatty dofs) yang garis tengahnya kurang
10-6 memperlihatkan gambaran khas plak tahap lanjut. dari 1 mm yang kemudian menyatu membentuk gores-
Lesi ATH tahap lanjut merupakan lesi yang sangat anlbercak memanjang 1 cm atau lebih (Gbr. 10-8).
rentan terhadap perubahan patologik yang memiliki Bercak perlemakan ditemukan di aorta pada sebagian
dampak klinis berikut: anak yang berusia kurang dari 1 tahun dan semua anak
372. BAB 1O PEMBULUH DARAH
Gambar 10-6
: i ri:: r!
',;'$,
r'.
.,;i*F.:irilfirilr -. ..
r.lt'
it
r a.
:a.
:.
i
\."! l
A
Gambar 10-7
Ruptur plak aterosklerotik. A. Ruptur plak tanpa diserlai trombus, pada pasien yang meninggal mendadak. B. Trombosis koroner akut yang
timbul pada plak aterosklerotik disertai kerusakan fokal lapisan fibrosa, yang memicu infark miokardium fatal. C. Ruptur plak masif diserlai
trombus, juga menyebabkan infark miokardium fatal (pewarna khusus memperjelas fibrin menjadi merah). Pada Adan B, tanda panah
menunjukkan titik-titik tempat plak ruptur. (8, direproduksi dari Schoen FJ: lnterventional and Surgical Cardiovascular Pathology: Clinical
Correlations and Basic Principles. Philadelphia, WB Saunders, 19g9, p 61.)
Gambar'l 0-B
n lejas endotel kronis,biasanya satnar, yang menyebab- Peran Lemak. Perlu diingat bahwa berbagai kelas
kan disfungsi endotel, menimbulkan peningkatan lipid darah diangkut sebagai lipoprotein yang mem-
- permeabilitas, perlekatan leukosit, dan kemungkin-
bentuk kompleks dengan apoprotein spesifik. Dislipo-
an trombosis. proteinemia terladi akibat mutasi yang menghasilkan
I Merembesnya lipoprotein ke dalam dinding pem- apolipoprotein cacat atau akibat penyakit lain, seperti
buluh, terutama LDL dengan kandungan kolesterol- sindrom nefrotik, alkoholisme, hipotiroidisme, atau
" nya yang tinggi. diabetes melitus. Contoh kelainan lipoprotein yang
r Modifikasi lipoprotein di lesi oleh oksidasl (lihat sering ditemukan dalam populasi (dan, memang, ter-
selanjutnya). dapat pada banyak orang yang selamat dari serangan
infark miokardium) adalah (1) peningkatan kadar
r Melekatnya monosit darah (dan leukosit lain) ke
kolesterol LDL, (2) penurunan kadar kolesterol HDL,
endotel, diikuti oleh migrasi ke dalam intima dan
transformasi menjadi makrofag dan sel busa.
dan (3) peningkatan kadar Lp(a) abnormal (lihat
sebelumnya).
r Melekatnya trombosit. Bukti utama yang membuktikan peran hiper-
I Pengeluaran faktor dari trombosit, makrofa g, atau. kolesterolemia dalam pembentukan AS adalah sebagai
sel vaskular yang menyebabkan migrasi sel otot berikut:
polos dari media ke dalam intima.
t Proliferasi sel otot polos di intima, dan pengeluaran
r Defek genetik pada metabolisme lipoprotein yang
menyebabkan hiperlipoproteinemia menyebabkan
matriks ekstrasel sehingga terjadi akumulasi kola-
percepatan terbentuknya ATH. Sebagai contoh,
gen dan proteoglikan.
hiperkoiesterolemia familial homozigot, yang sering
I Peningkatan penimbunan lemak di dalam sel menyebabkan infark miokardium pada usia kurang
(makrofag dan sel otot polos) dan luar sel.
dari20 tahun, disebabkan oleh defek di reseptor
Kini akan dibahas secara rinci beberapa aspek LDL sehingga terjadi gangguan penyerapan LDL
proses aterogenik. oleh hati dan peningkatan mencolok LDL dalam
Peran lejas Endotel. Jejas endotel kronis atau darah (Bab 7).
berulang merupakan hal pokok dalam respons I Penyakit genetik atau didapat lainnya (misal, dia-
terhadap hipotesis jejas. Jejas endotel yang (padahewan betes melitus, hipotiroidisme) yang menyebabkan
percobaan) dipicu oleh pengelupasan mekanis, gaya hiperkolesterolemia menimbulkan ATH prematur
hemodinamik, pengendapan kompleks imun, iradiasi, danberat.
dan zat kimia menyebabkan penebalan intima dan, r Lipid utama dalam ateroma (plak) adalah kolesterol
apabila dietbanyak mengandung lemak, pembentuk- dan ester kolesterol yang berasal dari plasma.
an ateroma tipikal. Namvn,padnmanusinlesi dini dimulai r Analisis epidemiologik menunjukkan adanya ke-
di tempnt yang endotelnya secara morfologis utuh. Oleh terkaitan bermakna antara keparahan ATH dan
karena itu, disfungsi endotel tanpa terlepas yang kadar kolesterol total atau kolesterol LDL.
menyebabkan peningkatan permeabilitas endotel, I Penurunan kadar kolesterol serum melalui diet atau
peningkatan perlekatan leukosit, dan perubahan obat memperlambat perkembangan ATH, me-
ekspresi produk gen sel endotel merupakan hal penting nyebabkan regresi pada sebagian plak, dan me-
dalam penyakit pada manusia. ngurangi risiko serangan kardiovaskular. Memang,
Penyebab spesifik disfungsi endotel pada awal
ATH penurunan kolesterol meningkatkan kesintasan
tidak diketahui: yang diduga berperan adalah turunan keseluruhan dan mengurangi risiko penyakit ter-
asap rokok yang beredar dalam darah, homosistein, kait-ATH pada pasien yang memang mengidap
dan mungkin virus atau agen infeksi lainnya. Namun, penyakit jantung koroner dengan kadar kolesterol
dua determinan terpenting perubahan endotel, yang meningkat atau normal, serta pada pasien dengan
mungkin bekerja sama, diperkirakan adalah gangguan hiperkolesterolemia, tetapi tanpa jelas mengidap
hemodinamik yang menyertai fungsi sirkulasi normal penyakit terkait-ATH.
dan.efek negatif hiperkolesterolemia.
Mekanisme bagaimana hiperlipidemia berperan
Yang menyokong adanya peran efek hemodinamik
pada aterogenesis adalah sebagai berikut:
adalah kecenderungan terbentuknya plak di ostium
pembuluh cabang, titik percabangan, dan di sepanjang r Hiperlipidemia kronis, terutamahiperkolesterole-
dinding posterior aorta abdomen, tempat terjadinya mia, dapat secara langsung mengganggu fungsi sel
gangguan pola aliran. Selain itu, penelitian in vitro endotel melalui peningkatan pembentukan radikal
mengisyaratkan bahwa aliran laminar normal yang bebas oksigen yang mendeaktivasi nitrat oksida,
biasanya ditemukan di daerah bebas-plak pada pem- faktor pelemas endotel utama.
buluh arteri memicu gen endotel yang produknya I Pada hiperlipidemia kronis terjadi penimbunan li-
(misal, antioksidan superoksida dismutase) melindungi poprotein di dalam intima di tempat yang permea-
pembuluh dari terbentuknya lesi. Gen "ateroprotektif" bilitas endotelnya meningkat.
ini dapat menjelaskan mengapa lokalisasi lesi atero- I Perubahan kimiawi lemak yang dipicu oleh radikal
sklerotik dini tidak bersifat acak. bebas yang.dihasilkan dalam makrofag atau sel
BAB ,1O PEMBULUH DABAH 377
'
endotel di dinding arteri akan menghasilkanLDL (misal, kolesterol atau sebagian produk oksidasinya)
teroksidasi (termodifiknsr. LDL teroksidasi (1) ditelan atau suatu virus onkogenik.
oleh makrofag melalui scaaenger receptor (reseptor lnfeksi. Proses infeksi dapat berperan pada ATH,
penyapu), yang berbeda dengan reseptor LDL (Bab tetapi tesis ini belum dibuktikan. Organisme mikro-
7), sehingga terbentuk sel busa; (2) meningkatkan biologik, termasuk virus herpes, sitomegalovirus, dan
akumulasi monosit di lesi; (3) merangsang pe- Chlamydia pneumoniae, pernah ditemukan di plak
ngeluaran faktor pertumbuhan dan sitokin; (4) aterosklerotik, tetapi tidak di arteri normal. Diperkira-
dersifat sitotoksik bagi sel endotel dan sel otot polos; kan organisme infeksiosa memicu proses peradangan
dan (5) dapat menyebabkan disfungsi sel endotel. kronis yang ikut berperan dalam pembentukan
ateroma. Bukti keikutsertaan C. pneumoniae merupa-
Yang konsisten dengan peran stres oksidatif
kan yang paling kuat; penelitian mengisyaratkan
adalah temuan bahwa ATH arteria koronaria dapat
bahwa terapi antibiotik yang sesuai untuk organisme
dikurangi dengan vitamin-vitamin antioksidan (B- ini mengurangi kekambuhan klinis pada pasien IHD.
karoten dan vitamin E). Namun, perlu dicatat bahwa
Pembahasan sebelumnya menekankan bahwa ate-
data yang ada belum memadai untuk menganjurkan
roma yang sedang tumbuh adalah suatu lesi dinamik
suplementasi makanan dengan antioksidan untuk
dan kompleks yang mengandung sel radang kronis
mencegahATH.
(makrofag, limfosit), sel endotel, dan sel otot polos, yang
Peran Makrofag.Monosit dan makrofag berperan
mengeluarkan atau membantu mengeluarkanberagam
penting dalam ATH. Sel ini
faktor yang mungkin berperan dalam patogenesis lesi
tr Melekat ke endotel pada awal pembentukan ATF{ ini. Pada tahap awal, plak intima adalah suatu kumpul-
melalui molekul perekat endotel spesifik yang an sel busa yang berasal dari makrofag dan sel otot
terbentuk di permukaan sel endotel disfungsional. polos, yang sebagian di antaranya telah mati dan me-
F Bermigrasi di antara sel endotel untuk masuk ke ngeluarkan lemak dan debris, dikelilingi oleh sel otot
intima. polos. Seiring dengan perkembangannya, ateroma
r Berubah menjadi makrofag dan dengan 'rakus' mengalami modifikasi oleh kolagen dan proteoglikan
menelan iipoprotein, terutama LDL teroksidasi, yang dibentuk oleh sel otot polos. Jaringan ikat sangat
sehingga menjadi sel busa. menonjol di aspek intimal, menghasilkan lapisan pe-
nutup fibrosa, tetapi banyak lesi tetap mempertahankan
Makrofag juga menghasilkan interleukin 1 dan inti sentral berisi sel penuh.-lemak dan debris lemak.
faktor nekrosis tumor, yang meningkatkan perlekatan Kerusakan lapisan penutup disertai pembentukan
leukosit; beberapa kemokin yang dihasilkan oleh trombus sering menyebabkan serangan yang parah
makrofag (misal, monocyte chemosttractant protein 1) (Cbr. 10-3; lihat selanjutnya).
dapat semakin merekrut leukosit ke dalam plak. Gambar 10-10 meringknskan mekanisme selulsr
Makrofag menghasilkan spesies oksigen toksik yang utama yang diperkirakan berpe,:an paria aterogenesis.
juga menyebabkan oksidasi LDL di lesi, dan sel ini Skerua ini mengar,ggap ATH sebagai suntu respons
mengeluarkan faktor pertumbuhan yang mungkin peradangan kronis dindlng aaskular terhadap berbagai
berperan menyebabkan proliferasi sel otot polos. kejadian uang berowai padn usia dini. Bnnyak meka-
LimfositT (baik CD4+ maupunCDS+) juga terdapat di nisme ydng berperan dalam pembeniuken dan per-
ateroma, tetapi perannya belum jelas. kembangen plnk, tennasuk disfungsi endotel, perlekat-
Peran Proliferasi Sel Otot Polos. Proliferasi sel otot an dan infiltrasi monosit, penimbunan dan oksidnsi
polos dan pengendapan mttriks ekstrasel oleh sel otot polos lemak, proliferasi sel otot polos, pengendapan matriks
di intima mengubah bercak perlemaknn menjadi ateromtt ekstrnsel, don trombosis.
hbrof alty matang dan berperan menyebabknn pertumbuhan Pencegahan lrpaya mengurangi konsekuensi dan
pr o gr esif lesi at er o skl er otik. Beberapa f aktor pertumbuhan dampak ATH, antara lain program pencegahan primer
diperkirakan berperan dalam proliferasi sel otot polos, yang ditujukan unluk menunda pembentukan ateroma
termasuk pla telet-deriaed growthfactor (dikeluarkan oleh atau menyebabkan regresi lesi yang sudah terbentuk
trombosit yang melekat ke fokus jejas endotel, dan pada orang yang belum pernah menderita penyulit
makrbfag, sel endotel, dan sel otot polos), faktor serius penyakit jantung koroner arteriosklerotik, dan
pertumbuhan f ibroblas, dan tr an sformin g g r oru th fa c t or program pencegahan sekunder yang ditujukan untuk
a. mencegah kekambuhan serangan seperti infark mio-
Terbentuknya plak ateromntosn juga dapat dijelas- kardium pada pasien dengan penyakit simtomatik.
kan apabila proliferasi sel otot polos memang merupa- Seperti telah dirinci sebelumnya, banyak alasan
kan kejadian primer. Hipotesis monoklonal pada untuk merekomendasi hal berikut sebagai pencegahan
aterogenesis ,yar.g diajukan pada tahun 1977, didasar- primer penyulit terkait-ATH pada orang dewasa
kan pada pengamatan bahwa beberapa plak manusia melalui modifikasi faktor risiko: berhenti atau tidak
bersifat monoklonal atau, paling banyak, oligoklonal. merokok, mengendalikan hipertensi, menumnkan berat
Salah satu interpretasi tentang oligoklonalitas adalah dan memperbanyak olahraga, dan, yang terpenting,
bahwa plak mungkin ekuivalen dengan pertumbuhan menurunkan kolesterol total dan LDL sambil me-
neoplastik jinak, mungkin dipicu oleh zat kimia eksogen ningkatkan HDL.
378 T BAB 1O PEMBULUH DARAH
Hiperlipidemia, Hipertensi,
Merokok, Toksin, Faktor
hemodinamik, Reaksi imun, Virus
''.+
Perlekatan
dan emigrasi monosit
ke dalam iniima
,rr"aj i*tsd+s$#rffi"
;" .. sjF4r\
**g:::W*
\\l
Ltl
|" s Makrofag
l*ll'.i i:"*/
;*-F litll t,
Migrasi sel
elastik l otot polos
interna
-- L
t", " -
-,L
Pembuluh normal Perkembanoan orooresif
plak ateroskleroiik "
Gambar 10-10
Diagram skematik rangkaian hipotetik proses selular dan interaksi selular pada aterosklerosis. Hiperlipidemia dan faktor risikb lain diduga
menyebabkan jejas endotel, sehingga terjadi perlekatan trombosit dan monosit serta pengeluaran faktor perlumbuhan, termasuk p/afelel
derived growth factor(PDGF), yang menyebabkan migrasidan proliferasi sel otot polos. Sel otot polos menghasilkan banyak matriks
ekstrasel, termasuk kolagen dan proteoglikan. Sel busa pada plak ateromatosa berasal dari makrofag dan sel otot polos-dari makrofag
via reseptor lipoprotein densitas-sangat rendah (VLDL) dan reseptor penyapu yang mengenali lipoprotein densitas rendah (LDL)
termodifikasi (misal, LDL teroksidasi), dan dari sel otot poios melalui mekanisme yang masih belum jelas. Lipid ekstrasel berasal dari
perembesan dari lumen pembuluh, terutama apabila terdapat hiperkolesterolemia, dan juga dari sel busa yang mengatami degenerasi.
Penimbunan kolesterol dalam plak seyogianya dipandang sebagai cermin ketidakseimbangan antara influks dan efluks, dan lipoprotein
densitas-tinggi(HDL) mungkin membantu membersihkan kolesterol dari timbunan ini.
Selain itu, beberapa bukti mengisyaratkan bahwa Pencegahan sekunder melibatkan pemakaian obat
pemeriksaan dan pencegahan.Iakl.or risiko yang penurun kadar lemak (golongan statin) dan pemberian
ditujukan pada modifikasi risiko harus dimulai pada obat anLil.rombosit. Tindakan ini dapat mengurangi
masa anak: infark m iokard i u m rekuren.
r Penelitian morfologik memastikan bahwa penyakit Efek Klinikopatologik Penyakit Arteria Koro-
arteria koronaria aterosklerotik dimulai pada masa naria Aterosklerotik. Penyulit di bngian hilir pnda
anak. penyakit arteria koronnrin nterosklerotik (Bab 17) terjndi
I Faktor risiko kardiovaskular pada anak mempre- melalui ganggLtan perfusi koroner relatif terhadnp
diksikan profil masa dewasa dan memiliki perbeda- kebutuhan mioksrdium (iskemia miokardium) " P'er-
, an elnik dan jenis kelamin yang berkaitan dengan ubahan anskulnr berupa internksi dinnmik-kompleks
penyakit jantung pada masa dewasa. nntsrn penyempitnn sterosklerotik arteria koronoria
! Konsenhasi kolesterol serum dan merokok merupa- epiknrdium, trombosis intralumen yang terjadi di ntas
kan penentu penting tahap awal ATH yang ditemu- plak aterosklerotik yang mengolnmi kerusakan, agregnsi
kan saat alltopsi pada remaja dan dewasa muda. tr ombosit, dan uqsosp asme.
BAB 1O PEMBULUH DARAH T 379
diterapi, menyebabkan kematian dalam 1, atau2 tahun. total Total curah jantung dipengaruhi oleh volume
Sindrom klinis ini, yang disebuthipertensimaligna atau darah, sementara volume darah sangat bergantung
dipercepat, ditandai dengan hipertensi berat (tekanan pada homeostasis natrium. Resistensi perifer total
diastol lebih dari 120 mm Hg), gagal gtnjal, serta per- terutama ditentukan di tingkat arteriol dan bergantung
darahan dan eksudat retina, dengan atau tanpa papil- pada efek pengaruh saraf dan hormon. Tonus vaskular
edema. Kelainan ini dapat timbul pada orang yang normal mencermrnkan keseimbangan antara pengaruh
sebelumnya normotensi, tetapi lebih sering pada vasokonstriksi humoral (termasuk angiotensin II dan
380 T BAB 1O PEMBULUH DARAH
katekolamin) dan vasodilator (termasuk kinin, pros- Ginjal juga menghasilkan berb agai zatvasodepresor
taglandin, dan oksida nitrat) . Pembuluh resistensi juga atau antihipertensi (termasuk prostaglandin dan
metnp erliha tkan a ut o r eg ul a s i ; p en:ngkatan alir an d arah nitrat oksida) yang mungkin melawan efek vaso-
memicu vasokonstriksi agar tidak terjadi hiperperfusi presor angiotensin.
jaringan. Faktor lokal lain seperti pH dan hipoksia, Bila volume darah berkurang, laju filtrasi glomeru-
serta interaksi saraf (sistem adrenergik cx- dan p-), lus (glomerular filtration rate) lurunsehingga terjadi
mungkinpenting. peningkatan reabsorpsi natrium oleh tubulus prok-
Ginjal berperan penting dalam pengendalian simal sehingga natrium ditahan dan volume darah
tekanan darah, sebagai berikut: meningkat.
r Mehlui sistem renin-angiotensirg ginjal memenga- Faktor natriuretik yang tidak bergantung pada laju
ruhi resistensi perifer dan homeostasis natrium. Re- filtrasi glomerulus, termasuk peptida natriuretik
nin yang dikeluarkan oleh sel jukstaglomerulus atrium, disekresikan oleh atrium jantung sebagai
ginj al men g ub ah an g io t ensin o g en pla s ma menj adi respons terhadap ekspansi volume, menghambat
angiotensin 1, yang kemudian diubah menjadi angio- reabsorpsi natrium di tubulus distal dan menyebab-
tensin Il oleh angiotensin-conaerting enzyme (ACE) kan vasodilatasi.
(Gbr. 10-11). Angiotensin II meningkatkan tekanan Bila fungsi ekskresi ginjal terganggu, mekanisme
darah dengan meningkatkan resistensi perifer (efek kompensasi yang membantu memulihkan ke-
langsung pada sel otot polos vaskular) dan volume seimbangan elektrolit dan cairan adalah peningkat-
darah (stimulasi sekresi aldosterory peningkatan an tekanan arteri.
reabsorpsi natrium dalam tubulus distal).
lTekanan darah
iNatrium tubulus distal
Kontrasepsi oral
Displasia
fibromuskulus
Stenosis Varian angiotensinogen
arteria renalis
Tumor
penghasil renin
,r'
=J,,.
./ Sekresi
./ aldosteron
(aldosteron sintase)
,/ I ., GRA
t'--
,/ f Defisiensi 11B-hidroksilase
./ '""1*---\Defisiensi
lMineralokortikoid rd
t(,-l\- 17rr'hidroksilase
lVasokonstriksi Aldosteronoma
I
+ Jvrese ,AME(11F-HsD)
t-:j-jg l
f.tekanan lAkiivitas {1 Resistensi gtukokortikoid
pr91
I darah I
" " "i" '* " a-
mineratokortikoid
a
t \ lsesti /t1orrc:
\r,nono-cushins?-
TCrtrah iantuno-lReabsoipsi
I
ncdusul l\d
I Psl Na+
Gambar 10-11
Variasi tekanan darah dan sistem renin-angiotensin. Komponen sistem renin-angiotensin sistemik diberi warna hitam. Gangguan genetik
yang memengaruhitekanan darah dengan mengubah aktivitas jalur inidiberitanda warna merah: tanda panah menunjukkan tempat dijalur
yang mengalami perubahan akibat mutasi. Gen yang mengalami mutasi pada penyakit ini terdapat di dalam tanda kurung. Penyakit didapat
yang mengubah tekanan darah melalui efek pada jalur ini diberi tanda warna biru. AME, apparent mineralocoriicoid excess; ENaC,
saluran natrium epitel; GRA, glucocorticoid remediable aldosferonlsm; HSD, hidroksisteroid dehidrogenase. (Dimodifikasi dengan izin
dari Lifton RP, et al: Moleculargenetics of human blood pressurevariation. Science2T2:676, 1996. Hak Cipta l996,AmericanAssociation
for theAdvancement of Science.)
BAB 1O PEMBULUH DARAH T 381
Gambar 10-12
DEFEKDATAIU
DEFEK Skema hipotesis tentang pato-
HEMOSTASIS
DALAM PERTUMBUHAN
IIATRIUMGINJAL
DAN STRUKTUR OTOT
genesis hipertensi esensial,
POLOS PEMBULUH yang menimbulkan defek genetik
pada ekskresi natrium oleh ginjal,
Ekskresi natrium
kuranq memadai pengaturan fungsional tonus
-+ pembuluh darah, dan pengaturan
ulang natriuresis tekanan"). Namun, hal ini me- PATOLOGI VASKULAR PADA
nyebabkan peningkatan stabil tekanan darah. HIPERTENSI
r Hipotesis alternatif menyarankan bahwa pengaruh
vasokonstriktif (faktor yang memicu vasokonstriksi Hipertensi tidak saja mempercepat aterogenesis,
fungsional atau rangsang yang memicu perubahan tetapi juga menyebabkan perubahan degeneratif di
struktural langsung di dinding pembuluh sehingga dinding arteri besar dan sedang, yang memudahkan
" resistensi perifer meningkat) merupakan penyebab terjadinya diseksi aorta dan perdarahan serebro-
primer hipertensi. Selain itu, pengaruh vasokons- vaskular. Hipertensi juga berkaitan dengan dua bentuk
triktif yang kronis atau berulang dapat menyebab- penyakit pembuluh darah kecil: arteriolosklerosis
kan penebalan stmktural pembuluh resistensi. pada hialin dan arteriolosklerosis hiperplastik (Gbr. 10-13).
model ini, perubahan struktural pada dinding i
sb *
F. "*
€ ffi.,' ::+
1r.
&_ f'
i a.
a
B
+" i'il
li:rlr1 1'
.
"
, gl
r.'
ii
r',$ffi #"
H6S
sffir
"tu
:
A1F."!g
q' *,1
'' SEF*€ ,1,:
!i
€r,
E "
*w. #,.€ *. * *
Gambar 10-13
Patologi pembuluh darah pada hipertensi. A. Arteriosklerosis hialin. Dinding arteriol mengalami hialinisasi dan lumen sangat menyempit. B.
Arteriolosklerosis hiperolastik (kulit bawang) menyebabkan obliterasi lumen (tanda panah), diserlai perubahan iskemik sekunder, yang
bermanifestasi sebagai mengeriputnya pembuluh kapiler glomerulus di kiri atas (pewarnaan periodic acid-Schiff
[pAS]). (Sumbangan
Helmut Rennke, MD, Brigham and Women's Hospital, Boston).
BAB 1O PEMBULUH DARAH T 383
IVIORFOLOGI
Peradangan dimulai di tunika adventisia aorta, yang
Patogenesis. ATH adalah penyebab utama AAA,
terutama mengenai vasa vasorum, dan menyebabkan
tetapi faktor lain ikutberperan. AAA jarang timbul pada endarteritis obliterans yang dikelilingi oleh sebukan
usia kurang dari 50 tahun dan lebih sering pada laki- limfosit dan sel plasma (aortitis sifilitika). Penyempitan
laki. AAA dibuktikanbersifat familial, dan keterkaitan lumen vasa vasorum menyebabkan cedera iskemik
ini tidak bergantung pada predisposisi genetik/fami- tunika media aorta, disertai rusaknya (dengan distribusi
lial terjangkit ATH atau hipertensi. Sebagai contoh, berbercak) serat elastik media dan sel otot diikuti oleh
seperti akan dibahas di bagian mengenai sindrom peradangan dan pembentukan jaringan parut. Akibat
Marfan dan diseksi aorta, defek genetik pada komponen kerusakan tunika media, aorta kehilangan recoil elastik-
strukturai aorta sendiri dapat menyebabkan aneurisma nya dan mungkin mengalami dilatasi dan membentuk
dan diseksi. Selain itu, dipostulasikan bahwa defek aneurisma sifilitika. Kontraksi jaringan ikat fibrosa dapat
menyebabkan segmen intima aorta di antaranya keriput
ringan pada komponen jaringan ikat 1,ang berperan
sehingga secara makroskopik tampak seperti "kulit
menentukan kekuatan pembuluh darah atau ke-
kayu". Kelainan aorta akibat lues memudahkan ter-
seimbangan antara sintesis dan degradasi kolagen bentuknya aterosklerosis pangkal aorta (lokasi tidak
mungkin mempermudah ATH atau hipertensi atau lazim untuk AIH"garden varietf'), yang dapat menyeli-
keduanya memperlemah dinding aorta. muti dan menyumbat ostium koroner. Walaupun
Perjalanan Penyakit. Akibat klinis AAA terutama mengalami penyulitATH, lokasi aneurisma ini di aorta
bergantung pada lokasi dan ukuran, /aitu: torakalis membedakannya dengan aneurisma atero-
sklerotik tipikal, yang jarang rnengenai arkus aorta
r Ruptur ke dalam rongga peritoneum atau jaringan dan tidak pernah mengenai pangkal aorta.
rehoperitoneum disertai perdarahan yang masif dan Aortitis luetika juga dapat menyebabkan dilatasi
mungkinmematikan cincin katup aorta sehingga terjadi insufisiensi. aorta
r Obstruksi suatu pembuluh, terutama arteria iliaka, akibat peregangan sirkumferensial ujung katup, me-
arteria renalis, arteria mesenterika, atau cabang lebarnya komisura di antara ujung katup, serta penebal-
vertebralis yang mendarahi medula spinalis an dan menggulungnya tepi bebas yang disebabkan
r Embolisme dari ateroma atau tromblls mural oleh turbulensi aliran. Karena terjadi insufisiensi aorta,
r Menekan strukfr,rr di dekatnya, seperli menekan ure- dinding ventrikel kiri dapat mengalami kelebihan beban
ter atau erosi vertebra
yang masif, kadang-kadang hingga 1000 g (sekitar tiga
I Membentuk massa abdomen (sering teraba ber- kali daripada berat normal), yang secara deskriptif
disebut sebag.ai "cor bovinum" fiantung sapi).
denyut) yang mirip suatlr tumor
BAB 1O PEMBULUH DARAH I 385
Apa pun etiologinya, aneurisma aorta torakalis karena itu, istilah lama aneurisma disekans tidak
dapat menimbulkan gejala dan tanda yang disebabkan dianjurkan.
oleh{1) penekanan struktur mediastinum, (2) kesulitan Diseksi aorta terutama terjadi pada dua kelompok
bernapas akibat penekanan paru dan saluran napas, pasien. Kelompok pertama adalah laki-laki berusia 40
(3) kesulitan menelan akibat penekanan esofagus, (4) sampai 60 tahun dengan riwayat hipertensi (lebih dari
batuk menetap akibat iritasi atau tekanan di nervus 90% kasus diseksi). Kelompok utama kedua adalah
larilgeus rekurentis, (5) nyeri akibat erosi tulang (yaitu pasien, yang biasanya lebih muda, mengidap kelainan
iga dan korpus vertebra), (6) penyakit jantung karena jaringan ikat lokal atau sistemik yang mengenai aorta
aneurisma aorta menyebabkan dilatasi katup aorta (misal, sindrom Marfan, dibahas pada Bab 7). Diseksi
dengan insufisiensi katup atau penyempitan ostium juga dapat bersifat iatrogenik, sebagai peny"r-rlit kanulasi
koroner yang menimbulkan iskemia miokardium, dan arteri (misal, saat kateterisasi diagnostik atau bedah
(7) ruptur. Sebagian besar pasien dengan aneurisma pintas kardiopulmonal). Walaupun jarang, dapat ter-
sifilitika meninggal akibat gagal jantung yang dipicu jadi diseksi aorta atau cabang lain, termasuk arteria
oleh inkompetensi katup aorta. koronaria, pada atau setelah kehamilan. Diseksi jarang
terjadi pada ATH atau penyebab lain pembentukan
jaringan parut medial seperti sifilis. Diperkirakan
jaringan parut menghambat kemajuan hematom
Diseksi Aorta
disekans.
(Hematoma Disekans)
Diseksi oortn odnlnh penyakit berat ynng ditnndni
dengan diseksi dorah di antara dsn di sepnnjnng
bidang lnminttr tunika media, disertai pembentukan
srilttrnn berisi darah di dqlam dinding sorta (Gbr. 10- MORFOLOGI
5) ynng sering pecah keluar menyebabknn perdarahan
Pada diseksi spontan, robekan intima yang menandai
hebat. Berbeda dengan nneurismn aterosklerotik dan
titik asal biasanya meluas hingga (tetapi tidak me-
sifilitika, diseksi aorta mungkin berkaitsn dengan nembus tunika) media aorta asendens, biasanya dalam
dilntnsi mencolok aortn mungkin juga tidak. Oleh
Gambar 10-1 5
A. Foto makroskopik diseksi aorta proksimal yang memperlihatkan robekan intima oblik yang kecil (dibafas i oteh sonde),sehingga darah
dapat masuk ke tunika media, menimbulkan hematom intramural (tanda panah kecl). Perhatikan robekan intima terjadi di reglo yang relatif
bebas dari plak aterosklerotik dan bahwa penjalaran hematom intramuralterhenti ditempat lebih distaldi mana aterosklerosis dimulai
(tanda panah besar). B. Gambaran histologik diseksi yang memperlihatkan hematom intramural aorla (tanda bintang). pada bagian ini,
lapisan elastik aorta benvarna hitam dan darah merah dengan pewarnaan Movat.
386 T BAB 10 PEMBULUH DARAH
Gambar 10-1 5
Degenerasi media kistik. A. Potongan melintang tunika media aorta dengan fragmentasi elastin yang mencolok dan pembentukan daerah-
daerah yang tidak mengandung elastin yang mirip ruang kistik (tanda bintang) dari seorang pasien dengan sindrom Mar-fan. B. Tunika
media normal untuk perbandingan, yang memperlihatkan pola jaringan elastin yang berlapis teratur. Pada A dan 8, potongan jaringan
diwarnai untuk memperjelas elastin (warna hitam).
BAB 1O PEMBULUH DARAH T 387
Tidak Diketahui
PENYAKIT PERADANGA.N_ Arteritis sel raksasa (temporalis)
Arteritis Takayasu
VI\SKULITIS Poliarteritis nodosa (poliarteritis nodosa klasik)
protein asing. Pada keduanya, terjadi pengendapan dalam granulaazurohlatau primer di neutrofil, lisosom
kompleks antigen-antibodi pada dinding pem- monosit, dan sel endotel. Terdapat dua pola pewarna-
" buluh. an imunofluoresen utama pada neutrofil yang telah
r Bukti paling meyakinkan datang dari vaskulitis difiksasi etanol. Salah satunya memperlihatkan
yang terkait infeksi virus, terutama hepatitis. pada lokalisasi pewarnaan (c-ANCA) dalam sitoplasma;
sebagian pasien dengan vaskulitis, terutama poli- antigen yang paling sering menjadi sasaran adalah
- arteritis nodosa, sering ditemukan antigen hepati_ proteinase 3 (PR-3), suatu konstiLnen granula neutrofil.
tis B (HBsAg) dan kompleks imun HbsA g/inti_ Yang kedua memperlihatkan pewamaan perineukleus
HBsAg dalam serum dan, dengan komplemen, di (p-ANCA) dan biasanya spesifik untuk mielo-
lesi vaskular. Infeksi hepatitis C (HCV) kionis dapat peroksidase. Perlu dicatat bahwa iokalisasi pewamaan
menyebabkan glomerulonefritis, dan pada kaius ini mencerminkan suatu artifak fiksasi. Mielo-
seperti ini, antigen HCV dan anlibodi imunoglobulin peroksidase terdapat di dalam granula neutrofil. Kedua
anti-HCV dapat ditemukan di glomerulus. spesifisitas ANCA tersebut dapat ditemukan pada satu
pasien dengan vaskulitis pembuluh kecil terkait-
_ Masihbelum jelas apakah kompleks yang tumbuh ANCA, tetapi c-ANCA biasanya ditemukan pada
di drndrng pembuiuh akibat pengendapan diri sirku- granuiomatosis Wegener, sedangkan p-ANCA
lasi, pembentukan in situ, atau kombinasi kedua ditemukan pada sebagian besar kasus poliangiitis
mekanisme ini (Bab 5). Namun, banyak vaskulitis mikroskopik dan sindrom Churg-Strauss. Namlrn,
pembuluh kecil hanya memperlihatkan sedikit sekitar 10% pasien dengan penyakit ini tidak memiliki
kompleks imun di pembuluh darah, sehingga perlu ANCA.
dicari mekanisme lain untuk apa yang disebuiselagai ANCA berfungsi sebagai penanda diagnostik kuan-
vaskulitis pausi-imun ini. titatif yang bermanfaat untuk penyakit ini, dan ditemu-
Antib o di Antisit op I asma N eutr ofil. Serum dari kannya autoantibodi ini mendorong dipisahkannya
banyak pasien dengan vaskulitis bereaksi dengan an- sekeiompok penyakit ini menjadi aesk"ulitis terkn'it-
tigen sitoplasma pada neutrofil, yar,g ANCA. Keterkaitan erat antara titer ANCA dan
-e..,r-,jukkan
adanya autosntibodi nntisitoplasma neutrofii (anti- aktivitas penyakit, terutama c-ANCA pada granuloma-
netrtrophil cy toplasmic antibodies;ANcA). ANCA terdiri tosis Wegener, mengisyaratkan bahwa ANCA
atas sekelompok heterogen autoantibodi yang mungkin penting dalam patogenesis penyakit, tetapi
ditujukan pada enzim yang terutama ditemukan di mekanisme pastinya belum diketahui.
Gambar 10-17
IT
Gambar 10-18
Arteritis temporalis (sel raksasa). A. Pewarnaan H & E terhadap sel raksasa di membran elastika interna yang mengalami degenerasi
pada arteritis aktif. B. Pewarnaan jaringan elastik yang memperlihatkan destruksi fokal membran elasiika interna (tanda panah) dan
penebalan intima (lT) yang khas untuk arteritis kronis atau yang telah sembuh.
diakibatkannya) akan kembali terjadi. Mengapa ANCA 18). Makrofag sering ditemukan di dekat lamina elastika
terbentuk masih misterius, seperti halnya sebagian yang rusak. Baik limfosit CD4+ maupun CD8+ ditemu-
besar autoantibodi lainnya. kan, walaupun sel T CD4+ lebih banyak. Pada pola yang
Antibodi Antisel Endotel Antibodi terhadap sel lebih jarang ditemukan, granuloma dan sel raksasa sulit
ditemukan atau tidak ada dan terdapat panarteritis non-
endotel, yang mungkin dipicu oleh defek dalam pe-
spesifik dengan sebukan sel radang campuran yang
ngendalian imun, dapat mempermudah timbulnya
terutama terdiri atas limfosit dan makrofag bercampur
vaskulitis, seperti vaskulitis yang terjadi pada lupus dengan neutrofil dan eosinofil. Tahap penyembuhan ke-
eritematosus sistemik dan penyakit Kawasaki. dua pola ini ditandai dengan penebalan kolagenosa
Klasifikasi. Vaskulitis sistemik diklasifikasikan dinding pembuluh; organisasi trombus lumen kadang-
berdasarkan ukllran dan letak anatomik pembuh-th kadang menyebabkan arteri berubah menjadi genjel
darah yang terkena (Gbr. 10-17), karakteristrk histologik fibrosa. Namun, pembentukan jaringan parut mungkin
lesi, dan gambaran klinis. Terdapat banyak tr-rmpang- sulit dibedakan dengan perubahan yang berkaitan
tindih klinis dan patologis di antara penyakit ini, seperti dengan penuaan.
diperlihatkan pada Gbr. 10-18, 10-19, dan 10-20.
Arteritis Takayasu
Vaskulitis granulomatosa pada arteri sedang
sampai besar ini dilaporkan oleh Takayasu pada tahun
1908 dan ditnndai terutnmn olch gnnggunn mntn ilnn
melemahnyn secarn mencolok nndi di ekstrernitas ntns
(pulseless disense), nkibnt penebnlnn
;fibrosn aortn,
tertttamn nrktts nortn dnn cnbnngnyn, disertni pe_
nyempitnn ntntL obliternsi total bnginn pnngknl atnu
distal (llhat Gbr. 10-19). penyakit tampaknya lebih
ii sefng terjadi pada perempuan berusia kurang dari 40
".1.f'
MORFOLOGI
Arteritis Takayasu biasanya mengenai arkus aorta,
tetapi pada sepertiga kasus penyakit ini juga mengenai
bagian aorla lain dan cabangnya (sering sampai jarak
tertentu), dan pada separuh kasus arteria pulmonalis
juga terlibat. Perubahan morfologi makroskopik adalah,
Ganrban 'i0-'19 pada sebagian besar kasus, penebalan iregular dinding
aorta atau pembuluh cabang disertai mengeriputnya
Aderitis Takayasu. 4. Angiogram arkus aorta yang memperlihatkan intima (lihat Gbr. 10-19A). Apabila arkus aorta terkena,
penyempitan arteria brakiosefalika, karotjs, dan subklavia (landa orifisium arteri besar yang mengaliri bagian atas tubuh
panah). B. Foto makroskopikdua potongan melintang arteria karotis dapat sangat menyempit atau bahkan mengalami obli-
kanan yang diambilsaat autopsi pasien yang diperlihatkan diA. terasi oleh penebalan intima (lihat Gbr. .10-198). Lesi
Foto ini memperlihatkan penebalan menmlok tunika intima sehrngga ini merupakan penyebab melemahnya nadi, sehingga
menyisakan lumen yang sangat kecil. C. Gambaran histologik aor_ dahulu penyakit ini disebut pulse/ess disease. Arteria
titis Takayasu, yang memperlihatkan destruksitunika media oleh koronaria dan renalis juga dapat terkena. Secara histo-
peradangan mononukleus disertai sel raksasa. logis, perubahan berkisar dari sebukan sel mono-
nukleus di tunika adventisia disertai perselubungan
perivaskular vasa vasorum, sampai peradangan sel
mononukleus intens di tunika media, sampai peradang-
an granulomatosa, penuh dengan sel raksasa dan
nekrosis bebercak di tunika media. Beberapa kasus
tertentu yang mengk ode intercelbrlar adhesion molecule 1 (lihat Gbr. 10-19C) mungkin tidak dapat dibedakan
(ICAM-1). Molekul ini memperantarai interaksi antara dengan arteritis sel raksasa (temporalis). Oleh karena
itu, pembedaan di antara berbagai lesi sel raksasa
sel sistem imun dan SE.
aktif di aorta terutama didasarkan pada usia pasien,
Gambaran Klinis. Arteritis temporalis paling dan sebagian besar lesi sel raksasa di aorta pada
sering teqadi pada orang berusia lanjut dan pasien muda disebut arteritis Takayasu. Kemudian,
Ja.ung
sebelum usia 50 tahun. Gejala mungkin hanya samar seiring dengan perjalanan penyakit, atau setelah terapi
dan bersifat konstitusional-demam, rasa lelah, pe- kortikosteroid, terjadi fibrosis kolagenosa yang me-
nurunan berat--tanpa gejala atau tanda lokal aiau ngenai seluruh lapisan dinding pembuluh, tetapi
BAB 1O PEMBULUH DARAH T 391
G am bar 1 0-20
akut pada masa bayi dan anak yang disebabkan oleh nrteriol, lrnpiler, dnn uenuln-pentbulrth tlnng lebilt
t. ,:t ALii'l'y{iLitl
)^,.:,^-) r,,.1.,,, iD. 1\r l, Arrrrr)
I'nc'tc
suatu arteritis farLg mengeiiai pen',btiliih bcsai, sedang, iiit-il 'tiiiiii i-a l^t iiil , PIIuii
,,,J, it\' Ilt^rrilrr
dan kecil. Makna klinisnya berakar dari keterlibatan ynng tidnlc lnzim, nrteri besor dnpat terkenn. Selctin ittt,
arteria koronaria. Penyakit ini biasanya mengenai tidak seperti PAN, semun lesi umtmrs'tyo berttsin snttrn
anak, dengan 80% dari mereka yang terjangkitberusia pndn sotttpnsien. Lesi biasanya mengenai kulit, selaput
kurang dari 4 tahun. Penyakit tersebut merupakan lendir, paru, otak, jantung, saluran cerna, ginjal, dan
penyebab utarna penyakit jantung didapat pada anak. otot. Berbedn dengnn PAN, glomerulonefritis nakro-
Penyakit Kawasaki kadang-kadang disebut 11'LLtcocrt- tikttns (90% pnsien) dnn kapilnritis paru sering dittnur
tsneous tymph node syndrome (sindrom kelenjar getah knn. Gatnbaran klinis utama adalah hemoptisis, he-
bening mukokutis). Penyakit bermanifestasi sebagai maturia, dan proteinuria; nyeri atan perdarahan sahir-
kelainan akut, tetapi swasima berupa demam, eritema an cerna; nyeri atau kelemahan otot; dan purpura kulit
dan erosi konjungtiva dan oral, edema tangan dan kaki, yang dapat.diraba (pnlpnble purpurn). Pada banyak
BAB 1O PEMBULUH DARAH T 393
kasus, penyebab yang rnemicu adalah reaksi imuno- sinus, tenggorokan) atau saluran napas bawah (pam)
logik terhadap suatu antigen seperti obat (misal, atan keduanya; (2) aaskulitis nekrotiknns ntotL graruLlo-
penisilin), mikroorganisme (misa1, streptokokus), pro- mntosayangmengenai pembuluh kecil sampai sedang
tein heterolog, dan antigen tumor. Walaupun imuno- (mis., kapiler, venula, arteriol, dan arteri), terutama di
globulin dan komponen kompiemen dapat ditemukan paru dan saluran napas atas, tetapi juga dapat me-
pada lesi awal di kulit, tunumnya hnnya sedikit ststL ngenai bagian lain; dan (3) penyakit ginjal dalam
tidnk qdo imunoglobtLlin yang tnmpak dengnn peme- bentuk glom erulonefritis nekr o tikan s foknl, scri n g c r as -
riksrinn mikroskop imunofltroresen (" cedera pausi- centic. Sebagian pasien yang tidak memperlihatkan
imtm"). trias secara lengkap dikatakan mengidap granuloma-
tosis Wegener "terbatas" , yang terkena terbatas di
saluran napas. Sebaliknya, granulomatosis Wegener
MORFOLOGI yang hias mengenai mata, kulit, dan (jarang) organ lain,
terutama jantung, dan sindrom klinisnya mungkin
Lesi nekrotikans transmural pada poliangiitis mikro- mirip dengan PAN disertai tambahan kelainan saluran
skopik sering mirip dengan yang ditemukan pada pAN napas.
dengan nekrosis fibrinold segmental tunika media.
Namun, berbeda dengan PAN, arteri ukuran sedang
sampai besar biasanya tidak terkena; oleh karena itu,
infark mikroskopik yang serupa dengan yang ditemukan MORFOLOGI
pada PAN jarang terlihat. Walaupun angiitis mikroskopik
memiliki spektrum manifestasi yang sama dengan Lesi di saluran napas atas berkisar dari sinusitis
granulomatosis Wegener (lihat selanjutnya), tidak ter_ inflamatorik akibat granuloma mukosa sampai lesi
dapat peradangan granulomatosa khas untuk granulo- ulseratif di hidung, langit-langit, atau faring, yang dibatasi
matosis Wegener. Pada sebagian lesi, kelainan hanya oleh granuloma nekrotikans dan vaskulitis. Secara
berupa sebukan neutrofil yang mengalami fragmentasi mikroskopis, granuloma memperlihatkan pola nekrosis
sewaktu sel ini masuk ke dinding pembuluh sehingga yang geografik. Granuloma dibatasi oleh limfosit, sel
diberi nama angiitis leukositoklastik dan terutama plasma, makrofag, dan sel raksasa dalam jumlah
ditemukan dalam venula pascakapiler. berbeda-beda. Seiring dengan lesi tersebut ditemukan
vaskulitis nekrotikans atau granulomatosa arteri dan
vena kecil dan kadang-kadang besar (lihat Gbr. jO-208).
Bagian-bagian ini umumnya dikelilingi oleh suatu zona
Kecuali mereka yang mengalami keteriibatan di otak proliferasi fibroblastik disertai sel raksasa dan sebukan
atau ginjal yang luas, sebagian besar pasien berespons leukosit di paru. Granuloma nekrotikans fokal yang ter-
baik dengan dihilangkannya agen pemicu. p-ANCA sebar kadang-kadang menyatu untuk menimbulkan
terdapat pada lebih dari 80% pasien. Lesi vaskular nodus yang tampak secara radiografis dan mungkin
diseminata angiitis hipersensitivitas ini juga dapat mengalami kavitasi sehingga sangat mirip dengan
timbul pada purpura Henoch-Schoniein, krio- tuberkel. Oleh karena itu, diagnosis banding patologik
globulinema esensial campllran, vaskr_rlitis yang ber- utama adalah infeksi mikobakteri atau jamur. Lesi
kaitan dengan sebagian penyakit jaringan ikat, dan mungkin akhirnya mengalami fibrosis progresif dan
vaskulitis yang berkaitan dengan keganasan. ANCA organisasi. Pada lesi di paru, perdarahan alveolus
mungkin menonjol.
tidak terdapat pada penyakit ini.
Terdapat dua tipe lesi di ginjal (Bab 14), pada bentuk
Pada nngiitis dan grnnulomotosis atergik (sindrom
ringan atau awal, terjadi proliferasi fokal akut dan
Churg-Strauss), lesi vaskular mungkin secara histologis nekrosis glomerulus, disertai trombosis lengkung
serupa dengan yang ditemukan pada PAN klasik atar_r kapiler glomerulus (glomerulonefritis nekrotikans fokal).
poliangii tis mikroskopik . l,l amtL n, t er do p at ke t e rkni t n n Lesi glomerulus yang lebih lanjut ditandai dengan
erat dengan rinitis olergika, ssmn bronkisle, dsn nekrosis difus, proliferasi, dan pembentukan struktur
eosinofilin. Pembuluh di paru, jantung, limpa, saraf bulan sabit (glomerulonefritis crescentic). pasien
perifer, dan kulit sering terkena oleh granuloma intra- dengan lesi fokal mungkin hanya mengalami hema-
danekstravaskular, dan tampak jelas sebukan jaringan turia dan proteinuria yang berespons terhadap terapi,
vaskular dan perivaskular oleh eosinofil. Namury tidak sementara mereka yang penyakitnya difus dapat meng-
alami gagal ginjal progresif.
seperti granulomatosis Wegener,jarangterjacii ganggu-
an ginjal yang parah. Arteritis koroner dan miokarditis
merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas.
p-ANCA terdapat pada70'/' pasien. Patogenesis. Kemiripan dengan PAN dan sertrr
sickness mengisyaratkan bahwa granulomatosis
Wegener mungkin mencerminkan suatu benfr-rk hiper-
Granulomatosis Wegener sensitivitas, mungkin terhadap suatu agen infeksi atau
lingkungan yang terhirup, tetapi hal ini belum terbukti.
Granulomatosis Wegener adalah suatu vaskulitis Adanya granuloma dan respons dramatik terhadap
nekrotikans yang ditandai dengan trias (1) granuloma terapi imunosupresif juga sangat mendukung meka-
nekrotiknns nki disaluran napas atas (telinga, hidung, nisme imunologik, mungkin tipe selular. c-ANCA
394 T BAB ,I O PEMBULUH DARAH
terdapat di dalam serllm pada hampir 90% pasien, dan kemungkinan dipostulasikan trntr-rk keterkaitan ini,
mungkin, seperti akan dibahas, antibodi ini juga ber- t€rmasuk toksisitas sel endotel langsung oleh sebagian
peran pada patogenesis penyakit. prodtik tembakau atau hipersensitivitas lerhadap
Gambaran Klinis. Laki-1aki lebih sering terkena produk tersebut. Yang mendukr,rng hal ini adalah
daripada perempuarl, dengan lrsia rerata 40 tahr-rn dan bahwa pada banyak pasien dibr"rktik;'rn terladi disftrngsi
puncak insiden pada dekade kelima. Gambaran klinis endotel. Hal inj tercermin dalarn galggr-rarr vasodilatasi
khas adalah pneumonitis persisten disertai infiltrat dependen-endotel pada pemberian asetilkolirr.
nodular dan kavitas bilateral (95%), sinusitis kronis Antibodi antisel endotel juga pernah ditemukan.
(90%), ulkus mukosa nasofaring (75'/,), dan tanda-tanda Terdapat peningkatan prevalensi HLA-A9 dan HLA-
kelainan ginjal (80%). Gambaran lain adalah rlram/ 85 pada para pasien ini, dan penyakit ini jauh lebih
nyeri otot, kelainan sendi, mononeuritis atau poli- sering diternukan di Israel, Jepang, dan India daripada
nenritis, dan demam. Bila tidak diobati, perjalanan di Amerika Serikat dan Eropa, yang semlranya
penyakitnya progresif; 80% pasien meninggal dalam 1 mengisyara tkan pen garr-rh genetik.
tahtrn. p-ANCA terdapat di dalam serum hamplr 95%
pasien dengan penyakit generalisata aktif, dan ini
tampaknya merupakan penanda yang bermanfaat
untuk menilai aktivitas penyakit. Setelah terapi, IVIORFOLOGI
peningka ta n ti ter c-ANC A mengisyara tkan kekambuh- Tromboangiitis obliterans ditandai dengan vaskulitis
an; sebagian besar pasien dalam remisi memperlihat- akut dan kronis segmental di arteri ukuran kecil dan
kan uji negatif atau titer turun secara bermakna. sedang, terutama di ekstremitas atas dan bawah.
Dari pembahasan sebelumnya seyogianya jelas Secara mikroskopis, peradangan akut dan kronis me-
bahwa granulomatosis Wegener, poliangiitis mikro- nembus dinding arteri, disertai oleh trombosis lumen
skopik, dan sindrom Churg-Strauss ditandai dengan yang mungkin mengalami organisasi dan rekanalisasi
adanya ANCA sehingga penyakit ini sering disebr"rt Biasanya trombus mengandung mikroabses kecil
rtgskulitis \tenfutLluh InIus terlcnit-ANCA. WaIaupun dengan fokus sentral neutrofil yang dikelilingi oleh
peradangan granulomatosa (lihat Gbr. 10-20C). Proses
memiliki gambaran serologik yang sama, masing-
peradangan metuas ke vena dan saraf di sekitarnya
masing memperlihatkan gambaran tersendiri. Cranu-
(jarang pada vaskulitis bentuk lain), dan pada suatu
lomatosis Wegener dibedakan dari dr"ra yang lain ber- saat ketiga struktur terbungkus dalam jaringan fibrosa.
dasarkan adanya granuloma nekrotikans tanpa asma;
sindrom Churg-Strattss, seperti granulomatosis
Wegener, memperlihatkan peradangan granulom ato-
sis nekrotikans, tetapi dibedakan oleh asma dan eosi- Gambaran Klinis. Manifestasi awal adalah fle-
nofilia; sebaliknya, poliangiitis mikroskopik tidak mem- bitis nodr-rl ar sr-rpe rf isialis, kepekaan terhad ap din gin
perlihatkan asma, eosinofilia, atau granr-rloma. Juga tipe Raynaud (lihat selanjr"rtnya) di tangan, dan nyeri
dapat diingat bahwa walaupun semlla tipe ANCA di telapak kaki bagian daiarn yang d ipicr"r oleh olal-rraga
dapat diternukan pada pasien dengan vaskulitis (disebtrt instep clntLdicntion). Berbeda dengan insufi-
terkait-ANCA, secara umum c-ANCA ditemukan pada siensi yang disebabkan oleh ATH, pada penvakit
granulomatosis Wegener dan kedua entitas lain biasa- Buerger, insufisiensi cendertrng disertai nveri hebat,
nya berkaitan dengan p-ANCA. bahkan saat istirahat, yang jelas berkaitan erat dengarrr
saraf . Dapat timbul ulkus kronis di jari kaki, kaki, atan
jari tangan, yang kadang-kadang disertaj gangren. Ber-
Tromboangiitis Obliterans henti merokok pada stadium awal penyakit sering cepat
(Penyakit Buerger) menghentikan serangan selanjr.rlnya.
mengenai arteria tibialis dan radialis dan kadang- PAN klasik kadang-kadang timbul pada penyakit
kadang meluas ke vena serta saraf ekstremitas. Penyakit tertentu, seperti artritis rematoid, lupus eritematosns
Buerger, yang dahulr.r hampir selalu terjadi hanya pada sistemik, keganasan, atau penyakit sistemik seperti
laki-laki perokok berat, kini semakin banyak dilaporkan campuran krioglobr-rlinemia dan purptlra Henoch-
pada perempuan, mungkin mencermilkan bertambah- Schonlein. Vnskulitis remntoid tertLtama terjadi pada
nya perempnan yang merokok. Penvakit dimulai artritis rematoid yang parah dan kronis dan biasanya
sebelum usia 35 tahun pada sebagian besar kasus. mengenai arteri ttkuran kecil dan sedang yang me-
Hubungan dengan merokok adalah salah satu nyebabkan infark rrisera; penyakit ini juga dapat
aspek paling konsisten pada penyakit ini, Beberapa menyebabkan aortitis yang secara klinis signifikan.
BAB 1O PEMBULUH DARAH T 395
Arteritis lnfeksi
Arteritis lokalisata dapat disebabkan oleh invasi
langsung agen infeksi, biasanya bakteri atau fungus,
tertrtama Aspergillus dan anggota ordo Mucorales. Ke-
lainan pembuir.rh sering menyertai pneumoni.r
bakterialis atau terjadi di dekat iuberkulosis kaseosa,
dekat abses, atau di pembulr.rh serebrum superfisial
pada kasr"rs meningitis. Walaupr"rn sangat jarang, lesi
dapat timbul akibat penyebaran hematogen bakteri,
pada kasus septikemia atau embolisasi dari endo-
karditis infektif.
Inleksi vaskular dapat memperlemah dinding arteri
sehingga terjadi nneurisrnn mikotik (lihat sebelumnya)
atatt memicti trornbosis dan infark. Sebagai contoh, pe-
radangan pembuluh superfisial otak pada meningitis
bakLerialis memudahkan terjadinya trombosis disert;ri
infark dan perluasan infeksi subaraknoid ke dalanr
parenkim otak. Gambar 10-21
MORFOLOGI
VENA DAN LIMFATIK Vena yang mengalami varises tampak melebar, ber-
kelok-kelok, memanjang, dan membentuk jaringan
Vena varikosa dan flebotrombosis/tromboflebitis parut disertai penipisan di titik-titik dilatasi maksimum.
bersama-sama menjadi penyebab 90% penyakit vena. Trombosis intralumen dan cacat katup (menebal, meng-
gulung, dan memendeknya daun katup) sering ditemu-
kan apabila pembuluh ini dibuka. Secara mikroskopis,
Vena Varikosa perubahan berupa variasi dalam ketebalan dinding vena
yang disebabkan oleh dilatasi di suatu bagian dan oleh
Vena varikosa mertipakan vena yang melebar ab- hipertrofi kompensatorik otot polos serta fibrosis intima
normal dan berkelok-kelok akibat peningkatan tekanan di bagian lain. Sering terjadi degenerasi elastik dan
intralumen berkepanjangan dan hilangnya pentr njan g bercak-bercak kalsifikasi di dalam tunika media
dirrding pembuluh. Venn superfisial paha dan betis (flebosklerosis ).
396 T BAB 1O PEMBULUH DARAH
Perjalanan Penyakit. Pelebaran vena pada varises tidak ditemukan pada pasien tirah-baring. Namun,
menyebabkan katup inkompeten dan menimbulkan pada sebagian pasien penekanan di atas vena yang
stasis vena, kongesti, edema, nyeri, dan trombosis. terkena, pemijatan otot betis, atalr dorsifleksi paksa kaki
Sekuele yang paling berat, antara lain edema menetap (tanda Homan) menimbulkan nyeri.
di ekstremitas dan kelainan trofik di kulit yang Embolus paru merupakan sekrrele klinis ynng serinr
menyebabkan dermatitis stasis, ulserasi, kerentanan dnn serius dnri trombosis aenn dnlnm di tunghni (Bab
terhadap cedera, dan gangguan penyembuhan luka 4). Kontraksi otot di sekeliling cenderung "memerah"
dan infeksi yang mungkin menjadi ulkus aarikosn isi sehingga terlepas dari perlekatannya ke din.ding
kronis. Namun, embolus atau penytLlit serius lainnya sangat vena. Tidak jarnng manifestnsi pertnma tromboflebitis
jnrang. Hal ini sangat berbeda dengan tromboembolus yang adalsh timbttlnyn episode embolik; pada pasien yang
relatif sering terjadi pada trombosis aena dalnm (L1hat sakit berat, embolisasi paru sering merupakan "pukuJ-
selanjulnya). an terakhir".
Varises juga dapat timbul di dua tempat lain yang Varian khusus pada flebotrombosis primer adalah
perlu disinggung. Varises esofagus terbentuk pada flegmasin alba dolens (tungkai pucat nyeri), yang
pasien yang mengidap sirosis hati dan hipertensi porta menunjukkan trombosis vena pada perempuan hamil
(Bab 16); ruptur varises esofagus dapat menyebabkan sebelum aLau setelah melahirkan (juga disebi-rt "millc
perdarahan masif saluran cerna atas. Hemoroid (wasir) leg"). Drpostulasikan bahwa trombus (dipermudah
teqadi akibat dilatasi pleksus hemoroidalis vena di taut pembentukannya oleh stasis akibat tekanan uterns
anorektum. Hemoroid, yang diperkirakan disebabkan hamil dan keadaan hiperkoagulasi selama kehamilan)
oleh kongesti panggul berkepanjangan akibat kehamil- memicu suatu flebitis danbahwa respons peradangan
an berulang atau mengejan saat buang air besar, meru- perivena menyebabkan penyrlmbatan limf disertai
pakan kelainan yang menimbulkan rasa tidak nyaman pembengkakan yang nyeri.
dan mungkin menjadi sumber perdarahan. Hemoroid
kadang-kadang mengalami trombosis; pada keadaar-r
teregang ini, rentan mengalami ulkus yang nyeri. Sindnom Vena Kava Superior
dan lnferior
Tromboflebitis dan Sindrom vena kava superior biasanya disebabkan
oleh neoplasma yang *ertekar-r atau menginvasi vena
Flebotrombosis kava superior, terutama karsinoma bronkogenik atau
Vena tungkai dnlnm merupakan tempat lebih dari limfoma mediastinum. Obstrtiksi yang terjadi me-
90'k knstrs tromboflebitis danflebotrombosls, dua nama nyebabkan kompleks kiinis khas yang bermanifestasi
untuk trombosis dan peradangan vena. Gng al j antun g, sebagai sianosis kehitaman dan dilatasi mencolok vena
neoplasin, kehnmilan, kegemuknn, kesdaan pasca kepala, leher, dan lengan. Biasanya pembuluh paru
opernsi, dan tirah baring atau imobilisasi berkepnnjnng- juga tertekan sehingga timbul gawat napas.
an merupakan predisposisi klinis terpenting. Sindrom Sindrom vena kava inferior dapat disebabkan oleh
hiperkoagulabilitas genetik (Bab a) juga dapat me- neoplasma yang menekan atau menembus dinding
nyebabkan trombosis vena. vena kava inferior atau trombus dari vena femoralis
Pada pasien dengan kanker, terutama adenokarsi- atau iliaka yang merambat ke atas. Selain itu, neo-
noma pankreas, kolory atau paru, hiperkoagulabilitas plasma tertentu, terutama karsinoma hepatoselular
terjadi sebagai suatu sindrom paraneoplastik (Bab 6). dan karsinoma sel ginjal, memperlihatkan kecen-
Trombosis vena cenderung muncul di satu tempat, derungan untr-rk tumbuh di dalam vena yang akhirnya
tetapi lenyap dan diikuti oleh trombosis di vena lain, mungkin mengenai vena kava inferior. Obstruksi vena
sehingga timbul apa yang disebut tromboflebitis kava inferior menimbulkan edema berat di tu.ngkai, pe-
migratorik (tanda Trousseat). Pleksus vena periprostat lebaran vena kolateral superfisial di abdomen bawah,
pada laki-laki dan vena panggul pada perempuan dan, apabila vena renalis terkena, proteinuria masif.
merupakan tempat lain, demikian juga vena besar di
tengkorak dan sinus dura jika saluran ini mengalami Limfangitis dan Limfedema
peradangan oleh infeksi bakteri di meningen, telinga
tengah, atau mastoid. Demikian juga, infeksi di rongga Gangguan primer pembuluh limf sangat jarang
abdomen, seperti peritonitis, apendisitis akut, salpi- ditemukan; proses sekunder terjadi akibat peradangan
ngitis akut, dan abses panggul, dapat menyebabkan atau kanker.
peradangan dan trombosis di vena porta. Infeksi bakteri dapat menyebar ke dalam dar-r
Pada stadium awal, trombus di tungkai cenderung menembus pembuiuh limf untuk menimbulkan
menimbulkanhanya sedikit, kalaupun ada, gejala dan peradangan akut pada pembuluh ini (limfnngitis). Agen
tanda. Memang, manifestasi lokal, termasuk edema etiologi tersering adalah streptokokus grrip A p-
distal dari vena yang tersumbat, sianosis kehitaman, hemolitikus, walanpun setiap patogen virr"rlen dapat
pelebaran vena superfisial, panas, nyeri tekan, ke- menyebabkan limfangitis akut. Secara anatomis,
merahan, pembengkakan, dan nyeri spontan rnungkin pembuluh limf yang terkena melebar dan terisi oleh
BAB 1O PEMBULUH DARAH T 397
tidak membentuk pembuluh yang terorganisasi satu anggota badan secara keseh-rruhan (disebr.rt angr-
denganbaik. omntosis). Mayorilas adalah lesi superfisial, sering di
'Turunan endotel pada proliferasi neoplastik yang kepala dan leher, tetapi hemangioma juga dapat timbr,rl
di dalam tubr-rh, dengan l-rarnpir sepertiganya di hati.
tidak membentuk lumen dengan jeias dapat diketahui
Transformasi keganasan jarang terjadi.
dengan pemeriksaan imunohistokimia penanda se1
Hemangioma, yang biasanya terjadi pada bayi dan
endotel seperti CD31 atau faktor von Willebrand (lihat
anak, membentuk 7% dari semua tumor jinak. Sebagian
seSeiumnya). Karena lesi ini disebabkan oleh proliferasi
vaskular yang tidak terkendali, kemungkinan me- besar sudah ada sejak lahir dan membesar seiring
dengan pertumbuhan anak. Namun, banyak hema-
ngendalikan pertumbuhan ini oleh zat yang meng-
ngioma kapiler mengalami regresi spontan saat atau
hambat pembentukan pembuluh darah (faktor anti-
sebelum pubertas. Terdapat beberapa varian histologi
angiogenik) merupakan hal yang sangat menarik.
dan klinis.
Hemangioma Kapiler" Hemnngioma knpiler,
Tumor Jinak dan satu-sattinya tLlmor vaskular terbanyak, paling sering
Penyakit Mirip-Tumor terbenLLrk di kulit, jaringan subkutis, dan selaput lendir
rongga mulut dan bibir, walaupun dapat juga ter-
HEMANGIOMA bentuk di hati, limpa, dan ginjal. Hemangioma kapiler
Hemangioma ditandai dengan peningkatanjumlah tipe stroberi (hemnngiomn jut;anilis) di kulit neonatus
pembuluh normal atau abnormal yang terisi oleh sangat sering ditemukan (1 dari 200 kelahiran) dan
darah. Hemangiomn (angiomn), yang sulit dibedakan mungkin multipel. Kelainan ini tumbuh pesat dalam
dengan pasti dari malformasi atau hamartoma (Gbr. beberapa bnlan pertama, mulai menghrlang saat anak
70-22), umumnya bersifat lokal; namun, beberapa he- berusia 1 sampai 3 tahun, dan lenyap pada usia 7
mangioma mengenai segmen tubuh secara Iuas seperti tahun pada 75% sampai 90% kasus.
Gambar 10-22
Hemangioma. A. Hemangioma di lidah. B. Histologi hemangioma kapiler juvenilis. C. Histologi hemangioma kavernosa. D. Granuloma
piogenik di bibir. (A dan D, Sumbangan John Sexton, MD, Beth lsrael Hospital, Boston; 8, sumbangan Christopher D. M. Fletcher, MD,
Brigham and Women's Hospital, Boston; dan C, Sumbangan Thomas Rogers, MD, University of Texas Southwestern Medical School,
Dallas.)
BAB 1O PEMBULUH DARAH T 399
Tumor Derajat Sedang (Ganas dosis tinggi. Lesi mungkin terbatas di kulit atau
Derajat-Rendah Borderline) menyebar luas. Lesi kulit kadang_kadang lenyap
bila terapi imunosupresif dikuran[i, tetapi kelainan
SARKOMA KAPOSI di organ dalam biasanya menyebjbkaniematian.
Dahulu sarkoma Kaposi (SK) dianggap sebagai r SK turknit-AlDS (epidemiH ditemrikan pada sekitar
neoplasma yang jarang, kini menjadi terk-enal karena seperempat atau lebih pasien AIDS, terutama laki_
seringnya ditemukan pada pasien dengan AIDS. laki homoseks, dibandingkan dengan 5% orang lain
Terdapat empat bentuk penyakit, dengan-AlDS. Diagnosis tumor iii mungkin men_
dorong kita menyadari sindrom in. SK teikait_AlDS
a SKkronis, yang disebu t juga SKktasik atau SK Eropa,
tidak memiliki tempat prediieksi, tetapi keterlibatan
p^ertama kali dilaporkan oleh Kaposi pada
tahun kelenjar getah bening dan .rr.r, ,".tu penyebaran
1872, terutama (90.k) ditemukan pada likilaki
usta luas cenderung terjadi pada awal perlaianan
lanjut keturunan Eropa Timur iterutama yahudi
penyakit. Sebagian besar pasien akhirnya me_
Ashkenazi) atau Mediteuanea. Kelainan ini jarang
ditemukan di Amerika Serikat. Bentuk ini jugX flSSal akibat penyulit infeksi oportr_rnisrik AIDS
bukan karena konsekuensi langsung SK. Namun,
berkaitan dengan tnmor ganas kedua atau per_
sekitar sepertiga pasien SK kemudiin mengalami
ubahan status imun, tetapi tidak berkaitan dengan
keganasan kedua, biasalya limfoma.
virus imunodefisiensi manusia (HiV). Secara kliiris,
SK kronis bermanifestasi sebagai plak atau nodus
muitipel kr,rlit merah sampai ,r-rg., yurrg terutama
timbul di ekstremitas bawah dlstil. Lesiiecara per_
lahan bertambah besar dan banyak serta menyebar
MORFOLOGI
ke arah proksimal. Tumor sering tetap asimtomatik Morfologi SK diperlihatkan pada Gambar 10_23. pada
dan terbatas di kuiit dan jaringan slbkutis tetapi penyakit tipe klasik yang relatif indolen dan terjadi pada
persisten, dengan episode kekambuhan dan remli usia lanjut, dan kadang-kadang pada varian lain, dapat
yang acak. diidentifikasi tiga stadium: bercak, plak, dan nodus.
t SK limfadenopatik, yang juga disebut SK enrlemik Bercak tampak sebagai makula tunggal atau multipel
berwarna merah muda sampai merah sampai ungu
a-lau SK Afrika, banyak ditemukan pada anak
Bantu yang pada penyakit klasik terbatas di kaki atau ekstre_
di Afrika Seiatan (distribusi g"ogruilk sama dengan
mitas bawah distal. pemeriksaan mikroskopik mem_
limfoma Burkitt) dan bermanifeitasi sebagai hifa_ perlihatkan hanya pembuluh darah yang melebar,
denopati lokal atau generalisata dengan pi4alanan mungkin iregular dan berkelok-kelok yang dilapisi oleh
agresif. Lesi kulit jarang ditemuian. penyakit sel endotel dan diselang-selingi oleh sebukan limfosit,
kadang-kadang mengenai visera. sel plasma, dan makrofag (kadang_kadang me_
a SK terkait,transplantnsl timbr-rl beberapa bulan ngandung hemosiderin). Lesi sulit dibedakan dengan
sampai tahun pascaoperasi pada penerimi cangkok jaringan granulasi. Seiring dengan waktu, lesi pada
organ solid yang mendapat terapi imunosupiesif penyakit klasik menyebar ke arah proksimal dan
Gambar 10-23
, ., ,
.'
' ,$[ *:.1i! . :
'i1
i il
j r.l
{e
i,
Gambar 10-24
Angiosarkoma. A. Foto makroskopik angiosarkoma dijantung (ventrikel kanan). B. Fotomikrograf angiosarkoma berdiferensiasi cukup
baik dengan gumpalan padat sel iregular yang agak anaplastik dan lumen vaskular yang jelas. C. Pewarnaan imunohistokimia yang positif
untuk penanda sel endotel CD31 pada angiosarkoma, yang membuktikan bahwa sel tumor bersifat endotelial,
Selain berfungsi sebagai sumber inspirasi bagi para pasokan nutrien vital secara terus-menerus dan mem-
penyair, jantung manusia juga melaksanakan tugas permudah ekskresi zat sisa. Oleh karena itu, dapat
berat untuk mengalirkan 6000 liter darah melalui tubuh diperkirakan disfungsi jantung dapat menyebabkan
setiap hari. Umumnya, jantung melakukan tugasnya akibat fisiologik yang sangat merugikan. Penyakit
dengan tenang dan efisien, memberikan jaringan jantung masih menjadi penyebab utama kematian dan
40s
406 T BAB 11 JANTUNG
kecacatan di negara industri dan saat ini merupakan simpatis. Katekolamin menyebabkan kontraksi lebih
penyebab hampir 40% kematian di Amerika Serikat. kuat otot jantung (efek inotropik positifl dan peningkat-
Kategori utama penyakit jantr"rng yang dibahas pada an kecepatan jantr"rng. Seiring dengan waktlr, jantr"urg
bab ini adalah penyakit jantr-rng koroner, penyakit yang kelebihan beban mungkin berespons terhadap
jantung hipertensif, penyakit jantung akibat penyakit peningkatan kebutuhan dengan mengalami berbagai
paru intrir-rsik (kor pulmonale), penyakit katup jantrurg, " remodeling", termaslrk hipertrofi dan dilatasi. I(arena
penyakit miokardium primer, dan beberapa penyakit serat otot jantr-rng pada orang dervasa tidak lagi mampr.r
jaritung kongenital. Juga disajikan pembahasan se- berproliferasi secara bermakna, adaptasi struktural
pintas tentang penyakit perikardium dan neoplasma awal terhadap beban kerla yang terus-menems tinggi
jantung. Sebelum masuk ke penyakit jantr-rng spesifik adalah hipertrofi setiap serat otot. Pada kasus rongga
secara lebih rinci, kita akan membahas gambaran jantung yang hanya mendapat beban tekanan (misal,
penting pada gagal jantung kongestif, yaitll titik akhir hipertensi, stenosis katup), hipertrofi ditandai dengan
berbagai jenis penyakit jantung. peningkatan garis tengah setiap serat otot. Pola pem-
besaran serat ini menghasilkan hipertrofi lconsentrilc
klasik, yang ketebalan dinding ventrikelnya meningkat
GAGAL JANTUNG KONGESTIF tanpa peningkatan r-rkuran rongga jantr-rng (lihat Gbr.
11-9, di bawah pembahasan tentang Per-ryakitJantung
Gngnl jnntung kongestif ndnlnh gnnggttnn mtLltisistem Hipertensif). Namun, apabila jantrrng mend ap at bcbn n
ynng terjndi npnl:iln jnntung tidnk lagi nrampLt rtolun'Le nbnormnl, br"rkan beban tekanan (misal, regllr-
menyemprotkan dttrnh ylns mengalir ke dnlnmnyn gitasi katup atau pirau abnormal), panjang setiap serat
melnlui sistem uenn. Yang tidak termasuk dalam juga bertambah. Pola hipertrofi ini, yang kadang-
definisi ini adalah kondisi yang gangguan curah kadang disebut hipertrofi eksentrilt, ditnndai dengan
jantungnya terjadi akibat kekurangan darah atatr peningkatan ttkuran janLr"ing serta peningkatal ketebal-
proses lain yang mengganggri aliran balik darah ke an dinding.
jantr.mg. Pada sejumlah kecil kasus tambahan, gagal Hipertrofi yang terladi mula-mula berfturgsi sebagari
jantung terjadi akibat peningkatan mencolok respons adaptif positif, hampir sama dengan hipertrofi
kebutuhan jaringan akan darah, slratn proses yang serat otot rangka yang memrlngkinkan seorang atlet
kadang-kadang disebut sebagai high-otLtpttt fnilure. mengakomodasi penrngkatan beban kerja. Meskipr-rn
Curah jantung yang kr.rrang memadai, juga disebutr6r- memiliki manfaat hemodinamik potensial, hipertrofi
ruard failure, hampir selalu disertai peningkatan ini perlu dibayar mahal oleh sel. Kebutuhan oksigen
kongesti/bendungan di sirkulasi vena (bnckzunrd fail- miokardium yang hipertrofik meningkat, karena massa
ure),karena ventrikel yang lemah tidak mamplr me- sel miokardium dan tegangan di dinding ventrikel
nyemprotkan dalam jumlah normal darah vena yang meningkat. Karena jaringan kapiler miokardir,rm tidak
disalurkan ke dalamnya sewaktn diastol. Hal ini me- selalu meningkat secara rnemadai r-rntr,rk mementrhi
nyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel peningkatan kebubr"fian serat otot hipertrofik terhadap
pada akhir diastol, peningkatan tekanan diastolik-akhir oksigen, miokardium rentan terhadap cedera iskemik.
di dalam jantung, dan, akhirnya, peningkatan tekanan Bukti mengisyaratkan sinyal moleku.lar yang
vena. Gagal jantung kongestif mungkin mengenai sisi menyebabkan terjadinya hipertrofi juga mungkin
kiri atau kanan jantung atau seluruh rongga jantr"rng. disertai oleh ekspresi protein tertentu yang menyebab-
Penyebnb tersering gagnl jnntung sisi-lciri ndslnh kan, pada gilirannya, gangguan kontraktilitas miosit,
hipertensi sistemik, penynkit lcntup mitrnl stnu sortn, bahkan kematian prematur miosit.
penynlrit jnntmg iskemik, dnn perLynkit mioknrdium Peningkatan segala tipe beban kerja jantung me-
primer. Penyebab tersering gognl jnntwtg sisi-lcnnnn mudahkan terjadinya dilnttsi jantttng, atau pemlresar-
ndnlnh gngnl aentrilcel kiri, yang menyebabkan kongesti an rongga, apabila peningkatan aktivitas simpatis dan
paru dan peningkatan tekanan arteria pulmonalis. hipertrofi miosit terbukti gagal mengeluarkar-i semua
Cagal jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai darah vena yang mengalir ke dalam jantung. Seiring
gagal jantung kiri pada pasien dengan penyakit semakin parahnya gagal jantr-rng, tekanan diastoiik-
intrinsik parenkim paru dan/atau pembuluh paru (kor akhir meningkat sehingga setiap serat otot jantr-rng
pulmonale) dan pada pasien dengan penyakit katup teregang dan akhirnya volume rongga jantung me-
pulmonal atar-r trikuspid. Keadaan ini kadang-kadang ningkat. Sesuai hukum Frank-Stariing, serat yang
timbul pada penyakit jantLrng kongeniLal; pada keada- memanjang ini mnla-mula berkontraksi lebih kuat
an tersebnt teqadi ptratt (shunt) kiri-ke-kanan. sehingga curah jantungmeningkat. Bila ventrikel yang
Sewaktu jantung mulai melemah, sejumlah resplns telah mengalami dilatasi tersebr-rt mampll memper-
ndnptif lokal mulai terpacu dalam upaya memper- tahankan cnrah jantung pada tingkatan yang me-
tahankan curah jantung. Respons tersebut mencakup menuhi kebutuhan tttbtth, pasien dikatakan meng-
renksi neurohumornl serta pertrbshsn molekrtlnr dnn alami gngnl jnntung terlcompensnsi. Namnn, dilatasi
morfologikdidalam jantr-rng. Salah satu respons nerlro- jantung, seperti hipertrofi, menimbulkan efek merugi-
humoral paling dini terhadap penurrlnan curah kan bagi jantr-rng. Peningkatan derajat dilatasi akan
jantung adalah peningkatan aktivitas sistem saraf meningkatkan.tegangan pada dinding rongga yal1g
BAB 11 JANTUNG 407
'
bersangkutan yang menyebabkan, pada gilirannya,
peningkatan kebutuhan oksigen pada miokardium an vena paru terus meningkat, kapiler dapat menjadi
yang sudah melemah. Seiring dengan waktu, mio- berkelok-kelok dan mungkin pecah sehingga timbul
perdarahan kecil ke dalam ruang alveolus. Makrofag
kardium yang melemah tersebut tidak lagi mampu
alevolus memfagosit sel darah merah, dan akhirnya
memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhin penuh dengan hemosiderin. Makrofag berpigmen ini
tubuh" bahkan saat istirahat. pada tahap ini, pasien disebut sel gagal jantung. Menetapnya edema septum
mas_uk ke fase yang disebu t gagal jantung dekompensata. dapat memicu fibrosis di dinding alveolus yang, ber-
. clgat jantung menyebabkan perubahan di organ
lain. Seperti telah disinggung, gagal jantung akhiriya
sama dengan penimbunan hemosiderin, merupakan
ciri dari kongesti vena kronis di paru. Oleh karena itu,
akan disertai elemen bnckward fniture, yang-aktbatnya paru menjadi cokelat tua dan padat, suatu gambaran
adalah bendtLngan sirkulasi uens. pad.a pasier, dengan yang disebut indurasi cokelat paru.
gagal jantung kiri, hal ini menyebabkan bendun[an Gagal jantung kanan kronis menyebabkan kongesti
pasif,sirkuiasi paru. Seiring dengan semakin puruhrlyu visera abdomen, edema jaringan lunak, dan, pada be-
berapa kasus, cairan di rongga pleura, perikardium, dan
gagal ventrikel kiri, tekanan hidrostatik pidu p"rr-,_
abdomen. Perubahan pada hati mencakup kongesti
buluh paru meningkat sehingga terjadi keboCoran pasif kronis, yang ditandai dengan atrofi hepatosit di
cairan dan, kadang-kadang, eritrosit ke dalam jaringan
sekitar vena sentral sehingga muncul gambaran buah
interstisium dan rongga udara paru untuk menyebib_ pala pada permukaan potongan organ (lihat Gbr. 4-3).
kan edemn paru. Kongesti sirkulasi paru juga Nekrosis hemoragik hepatosit sentrilobulus sering
meningkatkan resistensi vaskular paru dan, karenanya, terjad! pada kasus berat, terutama pada pasien yang
peningkatan beban kerja bagi sisi kanan jantung. juga mengalami gagal jantung kiri. pada gagal jantung
Peningkatan beban ini, apabila menetap dan parah, kronis, hati mungkin fibrotik dan, pada kasus yang
akhimya menyebabkan sisi kanan jantung juga gagal. ekstrem, jelas sirotik (Bab 16).
Kegagalan sisi kanan jantung, pada gilirar,r-,yu,
menyebabkan bendungan aena sistemik d.an eclima
jnringnn lunak (Bab 4).
Sewaktu jantung gagal juga terjadi sejumlah
perubahan sistemik yang bcrfttngsi unttk memper- Cambaran Klinis. Manifestasi tersering gagal
tahsnksn curnh jantung di tingknt mendeksti normal. ventrikel kiri adalah d ispnea , atau perasaan kehabisan
Penurunan curah ventrikel kiri (forward napas. Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan
failure) complinnce paru akibat edema dan kongesti paru dan
menyebabkan penurunan perfusi ginjal, yang akhirnya
menyebabkan pengaktifan lokal sistem renin-angio- oleh peningkatan aktivitas reseptor regang otonom di
tensin- Aldosteron yang dikeluarkan sebagai respons dalam paru. Dispnea paling jelas sewaktu aktivitas fisik
terhadap pengaktifan sistem renin-angiotensin me- (exertional dyspnea, dyspnett d'effort). Dispnea juga
nyebabkan tubulus ginjal melakukan reabsorpsi jelas saat pasien berbaring (ortopnea) karena me-
natrium dan air. Rangkaian kejadian ini, yang kadang- ningkatnya jumlah darah vena yang kembali ke toraks
kadang disebut hiperaldosteronisme sekundi, dari ekstremitas bawah dan karena pada posisi ini
meningkatkan volume plasma total cairan ekstrasel. diafragma terangkat. Dispnea nokturnnl paroksismal
Namun, kecuali bila kinerja pompanya meningkat, adalah bentuk dispnea yang dramatik; pada keadaan
jantung yang melemah tidak mampu memompa tersebut pasien terbangun dengan sesak napas hebat
tambahan volume intravaskular sehingga kongeiti mendadak disertai batuk, sensasi tercekik, dan mengi.
vena paru dan sistemik semakin parah. Hal ini akhirnya Manifestasi lain gagal ventrikel kiri adalah kelelahan
memperparah edema paru dan jaringan 1unak. otot, pembesaran jantung, takikardia, bunyi jantr-rng
ketiga (Sr), dan ronki halus di basal paru, karena aliran
udara melewati alveolus yang edematosa. Seiring
dengan bertambahnya dilatasi ventrikel, otot papilaris
tergeser ke lateral sehingga terjadi regurgitasi mitral
dan murmur sistolik bernada tinggi. Dilatasi kronis
i MORFOLOGI atrium kiri juga dapat terjadi, yang sering berkaitan,
Rongga jantung yang melemah mengalami dilatasi dan pada gilirannya, dengan timbulnya fibrilasi ntrium
biasanya juga hipertrofi. Pada gagal jantung kiri, paru yang bermanifestasi sebagai denyut jantung "irregu-
sembap dan terbendung; irisan pada permukaan akan Iarly irregular" ('tidak teratnr secara tidak teratur,).
menyebabkan pengeluaran campuran berbusa cairan Seperti telah dinyatakan, gagal jantung kanan pa-
kaya surfaktan dan darah. Secara mikroskopis, kapiler ling sering disebabkan oleh gagal jantung kiri. Konse-
alveolus mengalami kongesti. Terjadi transudasi cairan, kuensi utamanya adalah bendungan aens sistemik dan
mula-mula terbatas di ruang interstisium perivaskular edema jaringan lunsk. Kongesti vena sistemik secara
sehingga septum alveolus melebar. Seiring dengan klinis tampak sebagai distensi vena leher dan pem-
waktu, cairan tumpah ke dalam alveolus (edema paru).
besaran hati yang kadang-kadang nyeri tekan.
Cairan edema rendah-protein berwarna merah muda
pucat apabila dilihat di bawah mikroskop. Apabila tekan-
Bendungan ini juga menyebabkan peningkatan
frekriensi trombosis vena dalam dan embclus pam (Bab
408 T BAB 11 JANTUNG
4). Edema menyebabkan penambahan berat dan berperan penting dalam timbulnya aterosklerosis
biasanya lebih jelas di bagian dependen tubuh, seperti koroner. Pada beberapa keluarga, pengaruh genetik
kaki dan tungkai bawah. Pada gagal ventrikel yang mencakup pewarisan sebagian dari risiko di atas
lebih parah, edema dapat menjadi generalisata. Efusi (misal, hiperkolesterolemia, diabetes melitus). Pada
pleura sering terjadi, terutama di sisi kanan, dan kasus penyakit arteria koronaria familial yang lain,
mungkin disertai eftisi perikardium dan asites. Tidak kelainan genetik spesifik belum diketahui pasti.
sgperti edema peradangan, cairan edema pada gagal Perhatian juga banyak dicurahkan pada faktor yang
jantung kongestif memiliki kandungan protein yang mungkin mengurangi risiko aterosklerosis koroner.
rendah. Olahraga teratttr, dengan meningkatkan vaskularitas
Seiring dengan semakin parahnya gagal jantung miokardium, tampaknya menurunkan secara ber-
kongestif, pasien dapat mengalami sianosis dan asi- makna risiko penyakit arteria koronaria dan sekuele-
dosis akibat penurunan perfusi jaringan. Aritmia nya. Tampaknya konstrmsi nnggur marsh dslam
ventrikel akibat iritabilitas miokardium dan aktivitas jumlnh moderat dan mungkin minuman beralkohol
berlebihan sistem saraf simpatis sering terjadi dan lainnya juga dapat menurunkan risiko penyakit arte-
merupakan penyebab penting kematian mendadak ria koronaria, mungkin dengan meningkatkan kadar
dalam situasi ini. kolesterol lipoprotein densitas-tinggi. Walaupun keter-
kaitan ini disambut baik oleh para pakar anggur dan
orang-orang yang tidak banyak bergerak seperti kita,
PENYAKIT JANTUNG ISKEM I K efek positif konsumsi alkohol dalam jumlah sedang
tampaknya minimal. Yang lebih penting, efek tersebut
Penyakit jantung iskemik adalah sekelompok tidak dapat mengompensasi efek negatif merokok,
sindrom yang berkaitan erat yang disebabkan oleh makan sembarangan, atau jarang berolahraga.
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen mio- Patogenesis. Aterosklerosis berat dan kronis yang
kardium dan aliran darah. Penyebab tersering penyakit menyebabkan penyempitan lumen satn atau lebih ar-
jantung iskemik adalah menyempitnya lumen arteria teria koronaria merupakan gangguan yang menyebab-
koronaria oleh aterosklerosis, sehingga penyakit kan penyakit jantung iskemik. Bila terjadi penyempitnn
jantung iskemik sering disebut penyakit jantung aterosklerotik lumen sebesnr 7 5o/o ntnu lebih pada satu ntau
koroner atau penyakit arteria koronsria. lebih nrteris koronnrin besnr, setiap peningkatan aliran
Penyakit jantung iskemik merupakan penyebab darah koroner yang mungkin te4adi akibat vasodilatasi
tunggal kematian tersering di negara maju, termasuk koroner kompensatorik akan kurang memadai untuk
Amerika Serikat dan Eropa Barat, dan penyakit ini memenuhi peningkatan kebutuhan (yang moderat
merupakan penyebab pada sepertiga kematian. Dapat sekaiipun) oksigen miokardium sehingga timbul an-
timbul satu dari empat sindrom, bergantung pada gina pektoris klasik. Oleh karena ilu, pengurangan tetap
kecepatan dan keparahan penyempitan arteria koro- 75'/, atau lebih lumen arteria koronaria didefinisikan
naria dan respons miokardium: (1) berbagai bentuk sebagai "stenosis kritis". Namun, onset gejala dan
angina pektoris (nyeri dada) , (2) infarkmioknrditLm (MI) prognosis penyakit jantung iskemik bergantung tidak
nkut, (3) kemrftian jantung mendadak, dan (4) penyakit saja pada luas dan keparahan kelainan anatomik
jantung iskemik kronis disertai gagal jantung kongestif. kronis-tetap ini, tetapi juga pada perubahan dinamik
Sindrom tersebut merupakan manifestasi aterosklerosis dalam morfologi plak koroner. Perubahan tersebut
koroner yang mungkin berawal pada masa anak atau mencakup:
dewasa muda. Istilah sindromkoroner akut dlterapkan
pada spektrum tiga manifestasi akut berat penyakit
I Perubahan plak akut
jantung iskemik-angina tak-stabil, MI akut, dan I Trombosis arteria koronaria
kematian jantung mendadak. Seperti akan dibahas,
I Vasospasme arteria koronaria
ketiganya terjadi akibat perubahan akut dalam morfo- Penrbahan PIak Akut. Seperti telah disinggung,
logi plak aterosklerotik. iskemia miokardium yang menyebabkan sindrom
'Epidemiologi. Gambaran klinis aterosklerosis koroner akut-angina tidak-stabil, MI akut, dan (pada
koroner dapat timbul pada semua usia, tetapi paling banyak kasus) kematian jantung mendadak-dipicu
sering pada orang berusia lanjut, dengan puncak oleh perubahan mendadak pada plak yang diikuti oleh
insidensi setelah usia 60 tahun pada laki-laki dan 70 trombosis. Perubahan akut morfologi plak atero-
tahun pada perempuan. Laki-laki lebih sering terkena sklerotik kronis mencakup pembentukan fisura,
daripada perempuan sampai dekade kesembilan, saat perdarahan ke dalam plak, dan ruptur plak disertai
mana frekuensi penyakit arteria koronaria terjadi sama embolisasi debris ateromatosa ke pembuluh koroner
banyaknya pada kedua jenis kelamin. Faktor yang distal. Selain menyebabkan pembesaran plak, perubah-
mempermudah terjadinya aterosklerosis koroner an lokal pada plak meningkatkan risiko agregasi
serupa dengan yang menyebabkan aterosklerosis trombosit dan hombosis di tempat tersebut. Perubahan
secara umum dan mencakup hipertensi, diabetes akut ini sering terjadi pada plak yang menyebabkan
melitus, merokok, dan tingginya kadar kolesterol lipo- stenosis kurang dari tingkat kritis 75o/o di atas. Perubah-
protein densitas-rendah (Bab 10). Faktor genetik jelas an akut yang te4adi di daerah dengan stenosis moderat
BAB 11 JANTUNG T 409
(50% sampai 7S'/") merupakan penyebab infark
miokardium akut (dibahas kemudian) yang terjadi pada
orang yang sebelumnya asimtomatik.
Karena akibat yang sangat berbahaya, banyak
perhatian dicurahkan untuk memahami iut to, yung
memicu instabilitas dinamik pada plak. plak yan[
mengalami kelainan tampak eksentrik (tidak uniforri
di"sekeliling lingkar lumen) da., inti lunak
.: i.'s
Dengan derajat obstruksi seperti ini ("stenosis Patogenesis. Walaupun setiap bentuk penyakit ar-
kritis"), kebutuhan oksigen miokardium mungkin teria koronaria yang telah dibahas dapat menyebab-
- terpenuhi pada keadaan basal, tetapi tidak dapat kan MI akut, penelitian angiografi menunjukkan
terpenuhi apabila terjadi peningkatan kebutuhan bahwa sebngian besar MI akut disebablcan oleh tronrbosis
karena olahraga atau kondisi lain yang menyebab- srterin lcoronorio. Pada banyak kasus, gangguan pada
kan stres pada jantung. Nyeri biasanya mereda plak aterosklerotik yang sudah ada (misa1,
. dengan istirahat (penurunan kebutuhan) atau pembentukan fisura) merupakan suatu nidus untuk
dengan pemberian nitrogliserin. Vasodilator ini pembentukan trombus. Vasospasme dan agregasi
mengurangi darah vena yang mengalir ke jantung trombosit mungkin ikut berperan menimbulkan oklusi
(sehingga kerja jantung juga berkurang) karena arteria koronaria, tetapi keduanya jarang, kalaupnn
menyebabkan dilatasi vena; dalam dosis yang lebih pernah, merupakan satu-satllnya penyebab pe-
besar, obat ini dapat meningkatkan aliran darah ke nyumbatan. Kadang-kadang, terutama pada kasus
miokardium melalui vasodilatasi koroner. infark yang terbatas di miokardium subendokardinm,
I Anginn Prinzmetnl ntnu aarisn mengacu pada angi- tidak ditemukan trombus. Pada sebagian besar kasus
na yang terjadi saat istirahat atau, pada beberapa seperti ini terdapat stenosis akibat aterosklerosis koro-
kasus, membangunkan pasien dari tidurnya. Pe- ner difus, tetapi tidak ditemukan kerusakan plak atau
meriksaan angiografik memperlihatkan bahwa trombosis. Pada kasus ini, hipoperfusi pembr.rluh
angina Prinzmetal berkaitan dengan spasme arte- koroner akibat aterosklerosis diperkirakan sudah me-
ria koronaria. Walaupun biasanya terjadi di dekat madai untuk menyebabkan nekrosis miosit sub-
suatrr plak aterosklerotik, spasme dapat mengenai endokardium.
pembuluh normai. Penyebab dan mekanisme Nekrosis miokardirim dimr"ilai dalam 20 sampai 30
spasme semacam ini belum jelas, tetapi spasme menit oklusi arteria koronaria. Pada keadaan normal,
berespons terhadap pemberian vasodilator. Angina regio subendokardium miokardium merupakan bagian
varian jangan dikacaukan dengan vasospasme dari dinding ventrikel yang paling kurang perfusinya.
yang terjadi di tempat ruptur plak. Daerah ini merupakan bagian yang paling terakhir
t Angina pektoris tok-stabil, kadang-kadang disebut menerima darah dari cabang arteria koronaria epi-
angina lcresendo, ditandai dengan nyeri angina kardium, selain itu adanya tekanan intramural yang
yang frekuensinya meningkat. Serangan cenderung relatif tinggi di daerah ini menyebabkan aliran masuk
dipicu oleh olahraga yang semakin ringan, dan darah semakin terganggu .I{nrena tingginyo lerentnnnn
serangan menjadi lebih intens dan berlangsung terhadop ceders iskemik ini, infnrk miohnrdiunr
lebih lama daripada episode angina pektoris stabil. LtmLtmnya dimulsi di regio subendoknrdium. Zona
Angina tak-stabil merupakan tanda awal iskemia nekrosis meluas ke arah ekstemal dalam beberapa jam
miokardium yang lebih serius dan mungkin irever- kemudian sehingga mengenai daerah mid- dan sub-
sibel sehingga kadang-kadang disebut angina epikardium miokardium. Infark biasanya mencapai
prninfark. Pada sebagian besar pasien, angina ini ttkuran penuh dalam 3 sampai 6 jam. Selama proses
dipicu oleh pembahan akut pada plak disertai trom- evolusi ini, lisis trombus dengan pemberian obat
bosis parsial, embolisasi distal trombus, dan/atar-r trombolitik (misal, streptokinase atau aktivator plas-
vasospasme. Perubahan morfologik pada jantung minogen jaringan) dapat membatasi ukuran infark. Per-
adalah aterosklerosis koroner dan lesi terkaitnya. kembangan nekrosis iskemik di miokardium diringkas-
kan pada Gambar 11-2. Seiring dengan waktn,
gelombang kematian selbergerak dari daerah subendo-
lnfark Miokardium kardium ke seluruh ketebalan ventrikel. Selain itu,
Istilah infark mioknr dium menunlukkan terbentukny n apabila trombus oklusif dapat dilisiskan oleh obat
lolcnlMl
suatu daernh nekrosis mioknrdium nkibrfi iskemin trombolitik atau angioplasti sebelum gelombang
akut, yang dikenal sebagai "serangan jantung", nekrosis mengenai seluruh ketebalan dinding venkikel,
merupakan penyebab tunggal tersering kematian di akan terlihat bercak-bercak infark nontransmural.
negara industri. Di Amerika Serikat, diperkirakan 1,5 Loknsi MI ditenttLksn oleh letnk okltLsi pembultLh dnn
juta orang menderita MI per tahun, dengan kematian oleh anatomi sirktLlnsi lcoroner. Oklusi arteria koronaria
sekitar 500.000. Pada kasus yang fatal, hampir separuh desendens anterior kiri biasanya menyebabkan infark
pasien meninggal sebelum sampai rumah sakit. Risiko di daerah anterior dan apeks ventrikel kiri dan septr-rm
MI akut meningkat secara progresif seumur hidup. antarventrikel di dekatnya (MI anteroapeks). Oklusi
Antara usia 45 dan 54,laki-laki memiliki kemungkinan arteria koronaria kanan merupakan penyebab sebagian
terkena MI empat sampai lima kali dibandingkan besar infark yang mengenai bagian posterior dan basal
perempuan. Namun, untuk penyakit jantung iskemik ventrikel kiri. Anatomi sirkulasi koroner juga berperan
secara umum, risiko penyakit menjadi sama untuk penting menentukan lokasi infark. Sebagai contoh,
kedua jenis kelamin setelah usia 80 tahun. Faktor oklusi arteria koronaria dekstra akan menimbulkan
risiko utama untuk MI akut sama dengan yang dibahas akibat berbeda pada seseorang yang ventrikel posterior-
sebelumnya untuk ateroskierosis koroner (Bab 10). nya diperdarahi oleh cabang arteria koronaria dextra
BAB 11 JANTUNG 411
'
Gambar 11-2
Endokardium
- ---+
Zona perfusi
(area berisiko)
24 jam
0-30 mnt Tldak ada perubahan Tidak ada perubahan Perubahanreversibel(pem- Hilangnyaaktivitas
bengkakanmitokondria, enzim; hilangnya
miofibril)
relaksasi glikogen
1-2jam Tidakada perubahan Beberapa serat "bergelom- Perubahan ireversibel (kerusak-
bang" ditepi infark an sarkolema, endapan electron-
densedi mitokondria)
4-12jam Tidak ada perubahan Awal nekrosis koagulasi; edema;
kadang-kadang neutrofil; per-
darahan minimal
1B-24jam Sedikit pucat atau Nekrosis koagulasi berlanjut
bebercak (piknosis dan disintegrasi nukleus;
eosinofilia sitoplasma); nekrosis
"pita kontraksi" di perifer infark;
sebukan neutrofil
24-72jam Pucat Nekrosis koagulasi sempurna serat
otot; sebukan padat neutrofil
disertai fragmentasi awal nukleus
neutrofil
4-7 hari Bagian tengah pucat Muncul makrofag ; disinteg rasi awal
disertai tepi dan fagositosis serat nekrotik;
hiperemik jaringan granulasi tampak di tepi infark
10 hari Kuning maksimal, lunak, Fagositosis; jaringan granulasi mencolok
menciut; tepi keunguan di daerah perifer infark
7-8 minggu Padat, abu-abu Fibrosis
Variabel lain, seperti infark rekuren di daerah yang sama di dekatnya, sedangkan infark saja di ventrikel kanan
dan reperfusi miokardium nekrotik setelah trombolisis atau atrium jarang ditemukan.
atau angioplasti, juga memengaruhi gambaran suatu Perubahan morfologik pada Ml tercantum dalam
infark miokardium. Tabel 11-1 . Selama 12 jam pertama, tidak tampak ada
Frekuensi oklusi berbagai arteria koronaria dan perubahan pada pemeriksaan makroskopik. Antara 'l 8
distribusi infark yang terjadi adalah sebagai berikut: dan 24 jam, mungkin tampak sedikit kepucatan dan
bercak-bercak. Secara mikroskopis, nekrosis koagu lasi
Arteria koronaria Ventrikel kiri anterior dan mulai jelas pada 12 sampai 18 jam, saat sitoplasma
desendens anterior apeks; dua pertiga miosit yang nekrotik menjadi semakin eosinofilik di-
sinistra (40% sampai anterior septum sertai hilangnya serat-lintang, sementara nukleus
50%) antarventrikel mengalami fragmentasi (karioreksis) atau kontraksi
Arteria koronaria dextra Dinding posterior ventrikel (piknosis). Perubahan serat berbentuk gelombang
(30% sampai 40%) kiri; sepertiga posterior (wavy fiber change), yang mungkin disebabkan oleh
septum antarventrikel teregangnya miosit yang masih hidup, tetapi meng-
(pada orang dengan alami malfungsi, sering ditemukan di bagian perifer
sirkulasi koroner infark. Neutrofil tertarik ke tempat nekrosis miokardium,
dominan kanan) dan sebukan neutrofil mulai jelas pada 18 sampai 24
Arteria koronaria Dinding lateral ventrikel jam pertama. Neutrofil ada di semua infark miokardium
birkumfleksa sinistra kiri (uga dapat me- pada saat 48 jam dan mencapai puncak pada hari ke-3
('15% sampai 20%) ngenai dinding posterior untuk kemudian berkurang. Mungkin terdapat perdarah-
pada orang dengan an, tetapi biasanya tidak luas, kecuali dilakukan lisis
sirkulasi koroner atau angioplasti sehingga zona nekrotik mengalami
dominan kiri) reperfusi. Di bagian tepi infark, sebagian miosit mungkin
memperlihatkan pita-pita melintang yang sangat eosi-
lnfark miokardium dapat mengenai hampir seluruh nofilik dan kasar yang dikenal sebagai pita kontraksi.
ketebalan dinding ventrikel (infark transmural), sedang- Struktur ini, yang terjadi akibat hiperkontraksi miofibril di
kan infark yang terbatas di sepertiga dalam miokardium sel yang sekarat, dipicu oleh influks ion kalsium dari
disebut sebagai infark subendokardium. Hampir se- plasma ke dalam sel akibat rusaknya membran sel
mua infark transmural melibatkan ventrikel kiri dan/atau (Gbr. 11-3). Oleh karena itu, pita kontraksi cenderung
septum antarventrikel. Kadang-kadang infark di dinding lebih mencolok apabila terjadi reperfusi dini daerah
posterior dan septum meluas ke dinding ventrikel kanan iskemik. Daerah yang mengalami reperfusi juga
BAB 11 JANTUNG I 413
Gambar 11-3
Fotomikrograf infark miokardium (Ml) berusia 4g jam. Serat otot Gambar 11-5
jantung tampak eosinofilik terang akibat nekrosis koagulatif,
dan
tampak sebukan neutrofil di antara serat. Selain itu, serat miokardium lnfark miokardium yang telah sembuh. Setelah sekjtar 2 bulan,
memperlihatkan pita kontraksidalam bentuk pita melintang yang miokardrum nekrotik telah seluruhnya diganti oleh jaringan parul
berwarna gelap. (Sumbangan Dr. Sid Murphree, MD, Department padat, yang di sini tampak sebagai daerah abu-abu tipis di
of Pathology, University of Texas Southwestern Medical School, miokardium ventrikel kiri.
Dallas.)
Ruptur miokardium 6 harisetelah infark miokardium. pasien meng- Infark miokardium yang telah menyembuh dengan sebuah aneurisma
alamitamponade jantung dan meninggal. (Dari koleksi ajar Depart- ventrikel. Aneurisma tampak seperti kantong berdinding tipis di
ment of Pathology, University of Texas Southwestern Medical dinding ventrikel yang menonjol keluar. Aneurisma tersebut sering
School, Dallas.) dipersulit oleh trombosis, aritmia, dan gagaljantung.
oleh jaringan parut padat dan dapat dianggap sembuh. bahas selanjutnya). Organisasi trombus mural
Di tempat infark yang telah sembuh, dinding ventrikel biasanya menghasilkan suatu daerah fibrosis endo-
menipis, padat, dan tampak abu-abu (Gbr. 11-5). kardium yang padat.
Beberapa penyulit penting mungkin ditemukan pada r Perikarditis akut yang tampak secara klinis terjadi
pasien yang menderita infark miokardium, terutama pada hampir 15% pasien dengan Ml dalam 2 sampai
apabila infarknya transmural. penyulit ini terjadi pada 4 hari setelah infark transmural. penyulit ini dapat
waktu yang berbeda selama evolusi infark dan dapat menyebabkan efusi perikardium.
diringkas sebagai berikut: I Aneurisma ventrikel adalah penyulit tahap lanjut Ml
r Disfungsi otot papilaris sering terjadi pada pasien transmural besar dan disebabkan oleh menonjolnya
dengan Ml. Pada kebanyakan kasus, disebabkan miokardium fibrosa nonkontraktil saat sistol. Aneuris-
oleh penonjolan lokal dinding ventrikel kiri yang ma ini paling sering terbentuk di regio anteroapeks
mengalami jejas pada tempat perlekatan otot jantung, yaitu aneurisma tampak sebagai kantong
papilaris, iskemia, dan gangguan kontraktilitas otot fibrosa berdinding tipis di dinding ventrikel yang me,
papilaris atau dilatasi generalisata ventrikel kiri pada nonjol keluar (Gbr. 11-7). Trombus mural sering ter-
gagal jantung. Yang jarang (kurang dari 1% kasus dapat di dalam aneurisma. Selain berfungsi sebagai
Ml), dapat terjadi ruptur infark otot papilaris, dengan sumber embolus, aneurisma ventrikel dapat me-
akibat pedekatan chordae tendineae dan insufisiensi nyebabkan gagal jantung kongestif, disfungsi otot
mitral berat. Ruptur otot papilaris paling sering terjadi papilaris, dan aritmia rekuren. Reseksi secara bedah
sekitar 3 hari setelah terjadi infark. Keadaan ini bermanfaat pada beberapa kasus.
menyebabkan gagal ventrikel kiri akut dan disertai
angka mortalitas tinggi.
r Disfungsi otot papilaris yang meninggal di rumah
sakit. Penyulit yang parah ini dapat terjadi kapan saja Gambaran Klinis. Onset MI biasanya disertai nyeri
selama 2 minggu pertama infark, tetapi paling sering dada substemum yang parah dan terasa menekan, yang
antara hari ke-4 sampai 7, saat terjadi perlunakan mungkin menyebar ke leher, rahang, epigashium,bahu,
ekstensif miokardium tetapi jaringan granulasi dan atau lengan kiri. Pada sekitar 50% pasien, MI didahului
fibrosis belum terbentuk. Ruptur biasanya terjadi se- oleh serangan-serangan angina pektoris. Namun,
, Iama beberapa hari, saat darah masuk secara berbeda dengan nyeri pada angina pektoris, nyeri pada
progresif melalui miokardium yang nekrotik dan MI biasanya berlangsung beberapa jam sampai hari
lunak (Gbr. '11-6). Ruptur yang menembus permuka- dan tidak banyak berkurang dengan nitrogliserin.
an epikardium menyebabkan hemoperikardium Nadi biasanya cepat dan lemah, dan pasien sering
masif disertai tamponade jantung. Walaupun jarang
mengalami diaforesis. Sering timbul sesak dan hal ini
(1% sampai 3% kasus Ml), dapat terjadi ruptur sep-
tum intraventrikel. Hal ini menyebabkan pirau kiri- disebabkan oleh gangguan kontraktili tas miokardium
ke-kanan akut, diserlai gagal jantung kongestif. yang iskemik, yangmenyebabkan kongesti dan edema
I Trombus mural, yang dapat terbentuk di permukaan paru. Pada MI masif yang mengenai lebih dari 40'k
endokardium di atas infark, berpotensi menjadi ventrikei kiri, timbul syok kardiogenik. Pada sebagian
sumber untuk embolus sistemik dan penyulitnya, kecil pasien (20% sampa130%), MI tidak menimbulkan
seperti infark otak. Trombus ini sering terjadi pada nyeri dada. MI" silent" ini terutama terladi pada pasien
pasien yang mengalami aneurisma ventrikel (di- dengan diabetes melitus dan hipertensi serta pada
pasien berusia'lanjut.
BAB 11 JANTUNG T 415
Kelainan el ektr oknr dio gr afik rnerup akan manifestasi tein ini mengendalikan kontraksi otot yang di-
penting Mi. Kelainan ini mencakup perubahan, seperti perantarai oleh kalsium. Pada otot rangka dan
gelombang Q, kelainan segmen S-T, dan inversi miokardium terdapat beragam bentuk iso dari pro-
gelombang T. Aritmia akibat kelainan listrik di mio- tein ini. Dengan menggunakan pemeriksaan
kardium yang iskemik dan akibat gangguan hantaran imunologik yang sensitif , dapat dibedakan tropo-
sering terjadi. nin T (cTnT) dan troponin I (cTnI) jantung dari
Kematian jantung mendadak, akibat aritmia letal, troponin yang berasal dari otot rangka. Troponin
terjadi pada sekitar 25"/" pasien dengan MI dan meru- jantung I hanya ditemukan dalam otot jantung
pakan penyebab tersering kematian sebelum pasien sehingga lebih spesifik daripada CK-MB, yang juga
sampai di rumah sakit. Dari pasien yang sampai ke ditemukan pada otot rangka dalam jumlah sedikit.
rumah sakit, 10% sampai 20% tidak mengalami Troponin jantung I tidak terdeteksi di serum setelah
penyulit. Sisa 80% sampai 90% mengalami satu atau cedera otot rangka murni sehingga merupakan
lebih dari yang berikut: penanda yang andal untuk nekrosis miokardium,
r Aritmia jantung (75%sampaigl%) bahkan apabila juga terdapat cedera otot rangka.
r Gagal ventrikel kiri disertai edema paru ringan Setelah MI akut, kadar cTnT dan cTnI meningkat
sampai berat (60%) pada waktu yang hampir sama dengan CK-MB.
r Syok kardiogenik (10%) Namun, berbeda dengan kadar CK-MB, kadar tropo-
r Ruptur dinding bebas, septum, atau otot papilaris nin tetap meninggi selama 4 sampai 7 hari setelah
(4% sampai 8%) proses akut, sehingga kita dapat mendiagnosis MI
r Tromboembolus (15% sampai49%) lama setelah kadar CK-MB kemb ali ke normal. Kadar
cTnT dan cTnI juga terbukti memiliki nilai prog-
Eaaluasi laboratorium merupakan bagian integral
nostik pada pasien dengan angina tak-stabil, yang
dalam penatalaksanaan klinis pasien yang dicurigai
peningka tan kadarnya berkorelasi dengan timbul-
mengidap MI. Sejumlah enzirn dan protein lain dibebas-
nya MI akut di kemudian hari.
kan ke dalam sirkulasi oleh sel miokardium yang
. Laktat dehidrogenase (LD) adalah enzim mio-
sekarat. Pengukuran kadar sebagian molekul ini dalam
kardium lain yang dahulu digunakan secara luas
serum bermanfaat untuk diagnosis MI. Berbagai
untuk mengevaluasi kasus yang dicurigai MI.
penanda miokardium yang digunakan untuk me-
Dengan diperkenalkannya pemeriksaan troponin,
mantau MI, dan pola evolusi, diringkaskan berikut ini:
pengukuran kadar LD untuk diagnosis MI umum-
I Krestin kinase (CK) adalah suatu enzim yang ter- nya ditinggalkan.
konsentrasi di otak, miokardium, dan otot rangka.
Enzim tersebut terdiri atas dua dimer yang dinamai Penyakit Jantung lskemik Kronis
"M"' dan "B". CK-MM terutama berasal dari otot IsljJ.ah akit j an t un g i skemik kr o n is, kad an g-kad ang
p eny
rangka dan jantung; CK-BB dari otak, paru, dan disebut knr diomiop ati iskemik, digunakan untuk menjelas-
banyak jaringan lain; dan CK-MB terutama dari kan terjadinya gagal jantung kongestrf progresif sebagai
miokardium, walaupun bentuk ini juga terdapat di akibat jangka-panjang cedera miokardium iskemik.
otot rangka dalam jumlah bervariasi. Aktiuitas CK Banyak kasus berkaitan dengan riwayat angina pektoris
totalmulaimeningkat dalam 2 sampai4 jam setelah dan mungkin didahului oleh infark. Pada kasus lain,
onset MI, memuncak pada24jam, dan kembali ke penyakit ini muncul secara perlahan.
normal dalam waktu sekitar 72 jam. Walaupun
aktiaitas CK totsl merupaknn salah satu determinm
paling sensitif untuk nekrosis mioknrdium akut, MORFOLOGI
pemeriksaan ini tidak spesifik, karena CK juga
meningkat pada penyakit lain, seperti cedera otot Arteria koronaria umumnya memperlihatkan daerah
rangka. Spesifisitas untuk mendeteksi MI ditingkat- aterosklerosis sedang sampai berat. Jantung mem-
kan dengan mengukur fraksi CK-MB. CK-MB me- besar, kadang-kadang sangat mencolok, akibat dilatasi
ningkat dalam 2 sampai 4 jam setelah onset MI, semua rongga jantung. Biasanya terdapat daerah fib-
meinuncak pada 18 jam, dan biasanya menghilang rosis miokardium, sering mencakup fokus jaringan
parut transmural. Sering ditemukan hipertrofi derajat
dalam 48 jam. Walaupun peningkatan ringan CK-
sedang pada miokardium yang tersisa. Walaupun
MB terjadi pada pasien dengan cedera otot rangka terjadi hipertrofi, ketebalan dinding mungkin normal
yang luas, jumlah CK-MB relatif terhadap CK total karena juga terjadi dilatasi. Endokardium tebal dan
jauh lebih tinggi pada MI daripada penyakit lain opak, dan trombus dalam berbagai tahap organisasi
yang CK-nya meningkat. Hal ini kadang-kadang mungkin melekat ke permukaan endokardium. Pe-
dinyatakan sebagai nilai kalkulasi yang disebut meriksaan mikroskopik memperlihatkan fibrosis
indeks CK. Tidak ada perubahan kadar CK dan CK- miokardium luas akibat iskemia kronis. Di antara miosit
MB selama 2 hari pertama setelah timbul nyeri dada yang tersisa, ditemukan serat atrofik dan hipertrofik.
pada dasarnya menyingkirkan diagnosis MI. Sering terjadi vakuolisasi sarkoplasma di sebagian
I Troponin adalah sekelompok protein yang ditemu- serat miosit (miositolisis), terutama di daerah sub-
kan pada otot rangka dan jantung manusia. Pro- endokardium.
416 I BAB 11 JANTUNG
Gambaran Klinis. Penyakit jantung iskemik kronis mendadak didahului oleh manifestasi klinis lain
ditandai dengan terjadinya gagal jantung yang iskemia miokardium. Namun, tragisnya kematian
progresif dan berat, kadang-kadang diperparah oleh mendadak adalah manifestasi awal penyakit jantr"rng
serangan angina pektoris atau ML Sering terladi aritmia iskemik pada sekitar 50% pasien dengan penyakit ini.
dan, bersama dengan gagal jantung kongestif dan MI,
mempakan penyebab utama kematian. Bentuk penyakit
jantung iskemik ini mr,rngkin sulit dibedakan secara
klinis dari kardiomiopati diiatasi (hlm. a30). IVIORFOLOGI
Kelainan jantung tersering pada kematian mendadak
Kematian Jantung Mendadak adalah aterosklerosis koroner dan penyulitnya. Pada
sebagian besar kasus, derajat aterosklerosisnya men-
Kema ti an m end ad ak menlliki b an yak
(s u d d e n d e o th) colok, dengan lebih dari 757' reduksi luas penampang
definisi, berkisar dari kematian langsung sampai di dua atau lebih pembuluh. Pada banyak kasus,
kematian yang terjadi dalam 24 jam setelah onset gejala. penyebab terdekat kematian jantung mendadak tidak
Yang tidak termasuk dalam definisi kematian sepenuhnya diketahui. Sejumlah penelitian meng-
mendadak adalah kejadian seperti pembunuhan, isyaratkan bahwa ruptur plak akut, diikuti oleh trombosis
bunuh diri, trauma kecelakaan, dan terpajan toksin dan mungkin vasospasme koroner, memicu aritmia
ventrikel yang fatal. Namun, trombus oklusif tidak di-
yang mematikan. Kematian mendadak dapat temukan pada lebih dari 80% kasus kematian jantung
disebabkan oleh beragam penyakit, termasuk penyakit mendadak. Pada kasus ini, kematian diperkirakan di-
jantung, embolus paru, ruptur aneurisma aorta, sebabkan oleh aritmia fatal. Biasanya terdapat gambar-
gangguan susunan saraf pusat, dan infeksi. Sebnginn an morfologik penyakit jantung iskemik, seperti Ml baru
besar kematian mendsdsk di dunin Bnrnt disebabkon atau lama, bercak-bercak fibrosis miokardium, kelainan
oleh penyakit jnntung. Kematian jantung mendadak serat berupa gelombang, atau nekrosis pita kontraksi.
(sudden cnrdinc death) menyebabkan sekitar 300.000 Kelainan struktur jantung lainnya juga dilaporkan me-
kematian setiap tahun di Amerika Serikat dan sekitar nyebabkan kematian mendadak dan pedu dicari dengan
50% dari semua kematian yang disebabkan oleh pe- cermat pada kasus kematian mendadak yang disertai
nyakit kardiovaskular. Benbr"rk utama penyakit jantr-rng dengan aterosklerosis minimal. Kelainan tersebut men-
cakup berbagai gangguan miokardium primer (dibahas
yang menyebabkan kematian mendadak tercantum
kemudian), kelainan sistem hantaran, dan kelainan
pada Tabel 17-2. Penyebnb tersering kemntint jnntrLng perkembangan arteria koronaria.
mendadnk ndalahpenynkit jantung iskemik. Iskemia kronis
memudahkan miokardium mengalami arilmia ventrikel
Ieta1, biasanya dalam bentr-rk fibrilasi r,'entrikel, yang
merupakan penyebab tersering kematian mendadak Ringkasan Penyakit Jantung Iskernik. Iskcmin
dalam hal ini. Pada sebagian kasus, kematian jantung r*ibat nterosklerosis nrterin loronnrin mungkin
mttncttl sebogni bebernpn sindrom ynng tersendiri,
tetapi sedikit bnnynk mengnlami ttmtpang-tindih (Cbr.
11-B), Angina pektoris tipikal terjadi nkibst peningkntnn
kebtLtuhnn oksigen ynng tidok dapnt terpenuhi knrenn
stenosis kritis dsn tetnp pada srteris koronorin. Tign
Tabelll-2. PENYEBAB JANTUNG PADA KEMATIAN sindrom koroncr nktrt (nngina tnk-stnbil, MI nktLt, dnn
MENDADAK beberapn knsus kematinn janttmg mendsdnk) tnmpak-
nya terjadi skibnt perttbahnn nkut pada Icsi ntero-
Penyakit Arteria Koronaria
sklerotik ynng tetnp. Pada nngina tsk-stabil, rtLpttr otarL
Aterosklerosis koroner fisurn kecil pndn plalc nterosklerotik memictr nert'gnsi
Kelalnan perkembangan (anomali, hipoplasia) trombosit, ussokonstriksi, dsn pe.mbt:ntrtknn troml:tts
Embolus arteria koronaria murnl yang mungkin tidok ohlusif; oleh knrenn ittL,
Lain-lain (vaskulitis, diseksi) terjadi penurLLnan oksigenasi miokrtrdium ynng paroh
Penyakit Miokardium tetapi tidnk totsl. MI akut tronsmurnl terjadi apnbiln pndn
Kardiomiopati piak yang mengalami ganggu(m ierjatii oklusi irombotilc
Miokarditis dan proses infiltratif lainnya totnl. Kadnng*adang ruptur alart plsk sertn trombosis mu-
Displasia ventrikel kanan
rsl atnu oklusif dan uasospasme yang ditimbtilknnnyn
Penyakit Katup menyebnbkan rryitmisfntal dan menyebabknn kemstisn
Prolaps katup mitral janttrng mendadsk. Akhirnya, pada bebernTtn pasicn,
Stenosis aofta dan bentuk lain obstruksi aliran keluar ventrikel kiri
nterosklerosis koroner kronis drm progresif menyebnbknn
Endokarditis
kerusaknn bertahap miokrtrdium ynng berujung padn gngd
Kelainan Sistem Hantaran jantung kongestif, Pssien dnlnm kelompok ternkhir ini
didingnosis mengidnp penyakit jantung iskemik kronis.
Dimodifikasi dari Virmani R, Roberts WC: Sudden cardiac death
Hum Pathol 18:485, 1 987.
BAB 11 JANTUNG f 417
Plak aterosklerotik
NORMAL
::'* -''
r
y',::1t:::t":"
SINDROM KORONERAKUT
418 T BAB 11 JAhITUI\IG
Penyakit Paru
Penyakit paru obstruktif kronis
Fibrosis interstisium paru difus
Atelektasis luas persisten
Fibrosis kistik
sosioekonomi, diagnosis dini dan terapi faringitis streptokokus grup A. Namun, setelah serangan awal,
streptokokus, serta penurunan virulensi strep tokokus teqadi peningkatan kerentanan terhadap reaktivasi
grup A yang belum diketahui penyebabnya. Namun, penyakit oleh infeksi faring berikutnya.
di negara dunia ketiga dan di banyak daerah perkota- Patogenesis demam reumatik akut dan sekuele
an yang padat dan secara ekonomis kurang di dunia kroniknya belum sepenuhnya dipahami. Diduga kuat
Barat, demam reumatik masih merupakan masalah demam rettmatik r*ut sdalnh suotu reaksi hiper-
kesehatan masyarakat yang penting. Demam reumatik sensitiuitcts tyang dipictr oleh streptokokus grttp A.
dapat menyebabkan penyakit jantung selama fase Diperkirakan antibodi yang ditujukan pada protein M
akutnya (knrditis reumstik akuf), atau penyakit ini dapat streptokokus grup A bereaksi-silang dengan protein
menyebabkan cacrft katup kronis yang mungkin belum normal yang terdapat di jantung, sendi, dan jaringan
bermanifestasi sampai bertahun-tahun setelah lain. Kenyataan bahwa gejala biasanya belum muncul
penyakit akut. Untungnya, demam reumatik terjadi sampai 2 atau 3 minggu setelah infeksi dan bahwa
pada hanya sekitar 3% pasien dengan faringitis streptokokus tidak ditemukan pada lesi mendukung
Keleniar
getah'bening
Limfosit B
Antibodi
antistrep
PENYAKIT JANTUNG
REUMATIKAKUT
REAKSI-SILANG
I .lr,'l li..
r:
. ,:,
, r:rj.
,t:it{rtr,lr:i
I
iit i. it.:b ,..,r
!r I ],it,t:ialiir r! r:r " :E:iriii.rr.l rl
lii ii$rrl': I 1,,,.r,.
.... ir;{|,,11
ii:$::;
'I :i".r-:lrr'.,..... :'|lri,i I
I ra ,lli r.
Gamhar"ill .'i0
Patogenesis dan perubahan morfologik utama pada penyakit jantung reumatik. Demam reumatik akut menyebabkan perubahan di
endokardium, miokardium, dan epikardium. Penyakit jantung reumatik kronis hampirselalu disebabkan oleh deformitas katup jantung'
terutama katup mitral dan aorta.
BAB 11 JANTUNG t 42,1
MORFOLOGI
Pada demam reumatik akut, sebukan sel radang dapat
terjadi di banyak tempat, termasuk sinovium, sendi, kulit,
Gambar 11-11
dan (yang terpenting) jantung. Reaksi jaringan awal
adalah nekrosis fibrinoid fokal. Hal ini memicu respons
BadanAschoff pada seorang pasien yang meninggalakibat karditis
peradangan campuran, yang mungkin berbentuk infiltrat
reumatik akut. Pada interstisium miokardium, terdapat kumpulan sel
selular difus atau agregat lokal sel yang mirip granu-
radang mononukleus sirkumskripta (granuloma). Terdapat beberapa
loma. Akhirnya, di tempat peradangan terbentuk daerah
histiosit besar dengan nukleolus menonjol serta sebuah histiosit
fibrosis. Fibrosis sering terjadi dijaringan jantung, dan
binukleata menonjol. Pada lapang pandang ini, nekrosis sentral
merupakan penyebab cacat katup yang ditemukan pada
tampak tidak mencolok. (Sumbangan Sid Murphree, MD, Deparl-
penyakit jantung reumatik kronis.
ment of Pathology, University of Texas Southwestern Medical
Karditis reumatik akut ditandai dengan peradangan
School, Dallas.)
pada ketiga lapisan jantung sehingga lebih tepat disebut
pankarditis. Tanda utama karditis reumatik akut adalah
adanya fokus peradangan di dalam jaringan ikat
jantung, yang disebut badan Aschoff (Gbr. t t -t i;. Fot<us
tersebut mengandung daerah nekrosis fibrinoid sentral
peradangan interstisial kronis dan peradangan fibrosa
dikelilingi oleh infiltrat peradangan mononukleus kronis
permukaan pleura. Perubahan kulit berupa nodus
dan kadang-kadang makrofag besar dengan inti vesi-
subkutis atau eritema marginatum. Secara mikro-
kular dan banyak sitoplasma basofilik, yang disebut sel
skopis, nodus kulit mengandung lesi fokal yang pada
Anitschkow. Badan Aschoff dapat ditemukan di mana
dasarnya adalah badan Aschoff besar. Eritema margi-
saja di jaringan ikat jantung. Di miokardium, badan ini
natum bermanifestasi sebagai ruam makulopapular.
sering terietak dekat dengan pembuluh kecil dan Penyakit jantung reumatik kronis ditandai dengan
mungkin menekan dinding pembuluh tersebut. Selain
cacat ireversibel satu atau lebih katup jantung, yang
badan Aschoff, miokardium juga mungkin mengandung
terjadi akibat episode valvulitis akut sebelumnya. Katup
infiltrat peradangan interstisium difus. Pada kasus yang
mitral abnormal pada sekitar 95% kasus penyakit
parah, miokarditis dapat mengganggu fungsi mio-
kardium sehingga terjadi dilatasi generalisata rongga
jantung. Keterlibatan perikardium bermanifestasi
secara makro- dan mikroskopis sebagai perikarditis
fibrinosa, kadang-kadang disertai efusi perikardium
serosa atau serosanguinosa. Endokardium sering ter-
libat dan dapat mengenai semua katup. Namun, pe-
radangan katup cenderung lebih mencolok di katup
mitral dan aorta. Katup yang terkena mengalami edema
dan menebal serta memperlihatkan fokus nekrosis fib-
rinoid, tetapi nodusAschoff jarang ditemukan. Peradang-
an katup dapat menjadi predisposisi terbentuknya
vegetasi kecil, yang tampak sebagai tonjolan mirip-kutil,
terutaina di sepanjang garis penutupan katup (endo-
karditis verukosa) (Gbr.11-12). Perubahan akut dapat
mereda tanpa sekuele atau mungkin berkembang me-
nimbulkan jaringan parut yang signifikan dan cacat katup
kronis (dijelaskan kemudian).
Perubahan yang ditemukan pada organ lain meliputi
artritis sendi besar nonspesifik, yang ditandai dengan
Gambar 11-12 I
sebukan sel radang kronis dan edema di sendi yang
Valvulitis mitral reumatik akut pada penyakit jantung reumatik kronis.
terkena dan jaringan lunak periartikular. Berbeda
Tampak vegetasi kecil di sepanjang garis penutupan daun katup
dengan lesi di jantung, artritis bersifat swasirna dan
milral (tanda panah). Episode valvulitis reumatik sebelumnya telah
tidak menyebabkan cacat kronis. Walaupun jarang,
mungkin ditemukan kelainan paru berupa infiltrat menyebabkan penebalan fibrosa dan fusi daun katup seda korda
tendinae.
422I BAB 11 JANTUNG
Karditis reumatik kronis (telah sembuh). A. Daun-daun katup mitral menebal, opak, dan berfusi di komisura. Korda tendinae juga menebal
dan memendek akibat fibrosis. B. Tampak dari sisi atrium kiri, katup mitraljelas sangat stenotik, tampak seperli lubang jarum (mata panah).
Atrium kiri yang mengalami dilatasi, terbuka mengandung sebuah trombus besar akibat stasis darah dalam rongga ini.
jantung reumatik kronis, dan kombinasi kelainan katup hampir selalu berkaitan dengan elemen valvulitis mi-
aorta dan mitral terdapat pada sekitar 25% pasien. tral. Pada pasien dengan stenosis aorta, ujung katup
Penyakit katup sisi-kanan relatif jarang ditemukan. Pem- menebal, padat, dan melekat satu sama lain, dan
bentukan jaringan parut di daun katup dapat menyebab- orifisium katup aorta menjadi saluran kaku berbentuk
kan berkurangnya garis tengah orifisium katup (steno- segitiga (lihat Gbr. 11-148). Stenosis aorta menimbulkan
sis), atau mencegah penutupan sempurna daun katup beban tekanan pada ventrikel kiri, yang mengalami
sehingga terjadi regurgitasi darah saat diastol. Kadang- hipertrofi konsentrik. Gagal ventrikel kiri yang kemudian
kadang stenosis dan regurgitasi terdapat bersama- teriadi menyebabkan dilatasi rongga jantung dan
sama, walaupun biasanya yang predominan adalah sekuele morfologik lain gagal jantung kongestif. Fibro-
salah satu efek hemodinamik. Stenosis dan regurgitasi sis daun katup juga dapat menyebabkan katup tertarik
katup meningkatkan tuntutan terhadap miokardium ke arah dinding aorta sehingga terjadi regurgitasi aorta,
karena peningkatan tekanan dan/atau beban volume, hipertrofi dan dilatasi ventrikel kiri.
yang jika cukup besar dapat menyebabkan gagal
jantung. Kerusakan katup juga mempermudah pasien
mengalami endokarditis infektif.
Valvulitis mitral reumatik kronis lebih sering me-
nyebabkan stenosis daripada regurgitasi, dan merupa- Gambaran Klinis. Demam retLmatik akut terjadi
kan penyebab tersering stenosis mitral. Kelainan ini kapan saja mulai 10 hari sampai 6 minggu setelah epi-
lebih sering mengenai perempuan daripada laki-laki, sode faringitis akibat streptokokus grup A. Karena
karena sebab yang tidak jelas. Pada stenosis mitral, hanya sebagian kecil pasien yang terinfeksi mengalami
daun katup dan korda tendinae menebal, kaku, dan lekat
demam reumalik, kerentanan genetik yang mengendali-
(Gbr. 11-13A). Orifisium mitral menyempit menjadi se-
perti celah yang kadang-kadang disebut cacat mulut kan reaksi hipersensitivitas diperkirakan berperan,
ikan (Gbr. 11-138). Atrium kiri melebar dan mengalami Insiden puncak adalah antara usia 5 dan 15 tahun,
hipertrofi, sedangkan permukaan endokardium sering walaupun anak yang lebih muda atau orang dewasa
menebal, terutama di atas daun katup mitral posterior. juga dapat terkena. Walaupun biakan faring untuk
Trombus mural dapat terbentuk (lihat Gbr. 11-138), yang streptokokus negatif pada saat penyakit dimulai,
berpotensi menyebabkan embolus sistemik. Paru men- antibodi terhadap satu atau lebih enzim streptokokus,
jadi padat dan berat akibat kongesti pasif kronis, dan seperti streptolisin O dan DNAse B, terdapat dalam
pada kasus kronis ventrikel dan atrium kanan melebar serum sebagian besar pasien. Pemeriksaan yang andal,
dan mengalami hipertrofi. seperti uji Streptozyrne, tersedia luas untuk mendeteksi
Pada kasus regurgitasi mitral, daun katup mitral antibodi ini. Gambaran klinis predominan pada
yang cacat mengalami retraksi, dan tambahan bgban
demam reumatik akut adalah artritis dan karditis.
volume pada ventrikel kiri menyebabkan dilatasi dan
Artritis, yang jauh lebih sering pada orang dewasa
hipertrofi ventrikel kiri.
Valvulitis aorta kronis lebih sering ditemukan pada daripada anak-anak, terutama mengenai sendi besar
laki-laki daripada perempuan. Penyakit katup aorta dan cenderung mengenai sendi yang berbeda secara
sekuensial (poliartritis migratorik). Gambaran klinis
BAB 11 JANTUNG I 423
Gambar 11-14
Stenosis aorta kalsifikans degeneratif. A. Pandangan dari sisi aorla katup aorta trikuspid yang terlutup dan jelas cacat. Massa kalslfikans
menonjol ke dalam sinus Valsalva. Perhatikan bahwa komisura katup tidak menyatu. B. Sebaliknya, valvulitis aorta reumatik yang
menyembuh memperlihatkan stenosis aoda akibat fibrosis dan fusi katup serta komisura.
yang berkaitan dengan kn rditis skut adalah bising gesek sebagian besar kasus, sklerosis katup akibat usia tidak
perikardium, melemahnya bunyi jantung (akibat efusi menimbulkan gejala dan ditemukan secara tidak
perikardium), takikardia, dan aribmia lain. Pada kasus sengaja saat foto toraks atau autopsi. Pada sebagian
yang parah, miokarditis dapat menyebabkan gagal pasien, sklerosis mr-rngkin cukup parah sehingga fimbul
jantung kongestif. Dilatasi ventrikel kiri yang timbul gejala klinis. Sklerosis dan kolsifikasi katup norta
menyebabkan otot papilaris menarik korda tendinae merttpakan penyebnb tersering stenosis norta sajn di
daun katup mitral yang dapat menyebabkan, pada Ameriks Serikst. Lesi tersebut, kadang-kadang disebut
gilirannya, terjadinya insufisiensi mitral fungsional stenosis aorta kolsifikans degeneratif, dapat terjadi
yang berpotensi reversibel. Kurang dari 5% pasien pada katup aorta yang secara kongenital bikuspid atau
dengan demam reumatik meninggal akibat penyakit unikuspid, atau timbul pada daun katup semiltnar
akut. yang sebelumnya normal. Kalsifikasl katup mitral
Ksrditis reumatik kronis biasanya tidak menimbul- biasanya mengenai anuius katup dan biasanya
kan gejala klinis selama bertahun-tahun atau, bahkan asimtomatik, tetapi pada sebagian kasus kelainan ini
berpuluh tahun setelahepisode awal demam reumatik. dapat menimbulkan gangguan hantaran.
Gejala dan tanda kelainan katup bergantung pada
katup (-katup) mana yang terkena. Selain berbagai
murmur jantr-rng, hipertrofi dan dilatasi jantung, serta
gagal jantung kongestif; pasien dengan penyakit MORFOLOGI
jantung reumatik kronis mungkin menderita aritmia
(terutama fibrilasi atrium dengan stenosis mitral), Pada stenosis aorta kalsifikans degeneratif, daun
penyulit tromboembolus, dan endokarditis infektif. katup aorta kaku dan berubah bentuk akibat massa
Penggantian katup sakit secara bedah pada saat yang kalsifikans yang iregular. Endapan kalsium terletak di
tepat sangat memperbaiki prognosis pasien dengan bawah ujung pertemuan katup dan meluas ke dalam
penyakit jantung reumatik kronis. sinus Valsalva (Gbr. 11-14A). Tidak terdapat stigmata
valvulitis reumatik, seperti fusi komisura katup aorta;
gambaran ini membantu membecjakan stenosis aorta
Stenosis Aorta Kalsifikans kalsiflkans degeneratif dengan valvulitis aorta reumatik
kronis (Gbr. 11-148). perubahan degeneratif di katup
Perubahan degeneratif di katup-katup jantung mitral terbatas pada fibrosis dan kalsifikasi di sepanjang
merupakanbagian yang tidak terhindarkan dari proses garis penutupan dan dalam anulus katup. Hipertrofi
penllaan karena stres mekanis berulang yang dialami konsentrik ventrikel kiri dan dilatasi ventrikel sering
katup selama hidup. Beberapa perubahan ini, yang ditemukan pada kasus kronis.
dapat dianggap sebagai padanan aterosklerosis terkait-
usia di katup, adalah fibrosis daun katup, biasanya
sedikit banyak disertai kalsifikasi. Sklerosis katup pa- Gambaran Klinis. Seperti stenosis aorta secara
ling sering terjadi di katup aorta dan mitral. Pada Lrmum, gambaran utama stenosis aorta kalsifikans
424I BAB 11 JANTUNG
adalah angina pektoris, sinkop, dan (pada tahap jantung iskemik, atau gagai jantung kongestif apa pun
selanjutnya) gagal jantung kongestif. Stenosis aorta sebabnya. Namun, penyebab tersering regurgitasi mit-
kalsifikans degeneratif yang timbui pada katup yang ral saja adalah suatu penyakit yang dikenal sebagai
sebelumnya normal biasanya asimtomatik sampai prolaps kntup.mitrnl, yang pertama kali diketahui oleh
dekade kedelapan atau kesembilan. Stenosis aorta Barlow pada tahun 1960an. Prolaps katup mitral
kalsifikans juga dapat timbul pada katup aorLa yang adalah salah satu penyakit jantung yang paling sering
secara kongenital bikuspid, suatu lesi umum yang ditemukan, terjadi pada 3% sampai 5% populasi
terdapat pada hampir 2'k populasi. Konfigurasi ab- dewasa normal. Sebagian besar kasus ditemukan pada
normal dari katup berlembar dua ini menyebabkan usia antara 20 dan 40 tahun; penyakit lebih sering pada
katup mengalami stres hemodinamik berlebihan perempuan daripada laki-laki. Penyakit ini ditandai
sehingga wenr nnd tear (keausan) dan kelainan dengan penimbunan substansi dasar longgar di dalam
degeneratif terjadi lebih dini. Oleh karena itu, lesi daun dan korda katup mihal, yang menyebabkan katup
bermanifestasi secara klinis 10 sampai 20 tahun lebih menjadi "floppy" dan inkompeten saat sistol. Prolaps
arval daripada stenosis aorta kalsifikans degeneratif. katup mitral dapat timbr-rl sebagai penyulit sindrom
Apa pun penyebab stenosis aorta, pemeriksaan fisik Marfan atau penyakit jaringan ikat serupa, dan juga
memperlihatkan murmur sistolik kresendo-dekresendo pernah dilaporkan sebagai penyakit dominan autoso-
kasar dan hipertrofi ventrikel kiri. Angino terjadi karena mal saja yang berkaitan dengan kromosom 16p. Yang
peningkatan kebutuhan oksigen miokardium yang lebih jarang lagi adalah kelainan ini timbul sebagai
hipertrofi plus berkurangnya aliran keluar aorta dan, penyakit resesif terkait-X. Namun, sebagian besar
pada banyak pasien, adanya penyakit arteria kasus timbul sebagai kelainan tunggal yang tampaknya
koronaria. Sinkop mencerminkan kurangnya perfusi sporadik.
ke otak, terutama saatberolahraga. Stenosis aorta yang
tidak diobati biasanya menyebabkan kematian dalam
3 atau 4 tahun setelah onset gejala, baik akibat gagal
jantung kongestif maupun aritmia letal. Stenosis aorta
kalsifikans degeneratif merupakan indikasi penting MORFOLOGI
penggantian katup secara bedah.
Ujung pertemuan katup mitral, terutama ujung poste-
rior, lunak dan membesar, menimbulkan penggembung-
Prolaps Katup Mitral an khas daun katup ke dalam atrium saat sistol (Gbr.
11-15). Korda tendinae, yang sering memanjang dan
Seperti disebutkan pada bagian sebelumnya (dan rapuh, dapat putus pada kasus yang parah. Anulus mil
di Tabel 11-4), regurgitasi mitral dapat terjadi pada ral mungkin melebar. Pemeriksaan histologik memper-
pasien dengan penyakit jantung reumatik, penyakit lihatkan jaringan longgar edematosa yang agak basofilik
di dalam lapisan tengah (spongiosa) daun katup dan
korda. Perubahan serupa mungkin ditemukan di katup
trikuspid dan, yang lebih jarang, pulmonal.
Endokarditis Trombotik mm, walaupun mungkin juga cukup besar dan rapuh
Nonbakterialis (Gbr. 11-16). Daun katup tampak normal secara kasat
mata. Walaupun semua katup dapat terkena, katup mit-
Endoknr ditis tr ombotik nonbakterinlis (N BTE) ditandsi
ral adalah tempat tersering, diikuti oleh katup aorta.
dengan pengendapnn msssa kecil fibrin, trombosit, dnn Secara mikroskopis, nodus terdiri atas bahan eosinofilik
komponen dnrahlsin di dnunknttrp jantung. Berbeda dengan (fibrin) dan lapisan halus agregat trombosit. Katup di
ztegetasi pada endokarditis infektif, yang nknn dibahns pndn bawahnya biasanya bebas dari peradangan atau fibro-
bagian selanjtLtnyn, lesi kntup pnda NBTE steril dttn tidnk sis, berbeda dengan katup pada demam reumatik akut.
mengandtLng mikr oor ganisrze. Kerusakan katup bukan Lesi pada NBTE sering sembuh spontan, meninggalkan
merupakan prasyarat untuk NBTE. Memang, penyakit untai-untai halus jaringan fibrosa yang disebut Lambl
ini biasanya ditemukan pada katup yang sebelumnya excrescences.
normal. Patogenesis NBTE masih belum sepenuhnya
dipahami; diperkirakan kelainan ringan endotel dan
keadaan hiperkoagulasi memudahkan timbulnya
kelainan ini. Keganasan, terutama adenokarsinoma, Gambaran Klinis. NBTE biasanya asimtomatik.
ditemukan pada hampir 50"/" pasien dengan NBTE. Kadang-kadang, terutama pada pasien dengan lesi
Para pasien ini juga memperlihatkan gambaran lain besar, fragmen vegetasi dapat menjadi embolus dan
hiperkoagulabilitas, seperti trombosis vena dalam. menimbulkan infark di otak dan organ lain. Lesi pada
Meskipun NBTE mungkin timbul pada orang yang NBTE jr"rga berpotensi menjadi nidus rmtnk kolonisasi
sebelnmnya sehat, berbagai penyakit yang berkaitan bakteri sehingga dapat mengalami komplikasi endo-
dengan kelemahan umum atau mengtuusnya tubuh karditis infektif.
menyebabkan peningkaian risiko NBTE. Istilah
endoknrditis mnrnntik pernah digunakan untuk
menjelaskan entitas ini, yang mengakui adanya Endokarditis Libman-Sacks
peningkatan frekuensi NBTE pada pasien kakektik. Istilah endoksrditis Libmnn-Sncks mengacu pada
vegetasi steril yang mungkin terbentuk pada katup
jantung pasien dengan h-rpus eritematosus sistemik.
Lesi-lesi ini paling sering terbentuk di permukaan
ventrikel katup mitral dan trikuspid, walaupun juga
MORFOLOGI dapat terbentuk di permukaan endokardium lainnya.
Berbeda dengan lesi pada NBTE (dibahas di atas),
Secara makroskopis, NBTE ditandai dengan adanya vegetasi kecil pada endokarditis Libman-Sacks tidak
nodus-nodus kecil di sepanjang garis penutupan katup,
memiliki predileksi khusus di garis penutupan katup.
serupa dengan lesi di katup pada demam reumatik akut.
Dengan semakin seringnya pemberian steroid untuk
Nodus-nodus biasanya bergaris tengah kurang dari 5
pengobatan lupus, lesi ini sekarang jarang ditemukan.
Endokarditis lnfektif
't4llx-, :,g.
20 0:' Istilah endoknrditis infektif nenunjukkan infeksi di
katup jantung atau permukaan mural endokardium,
yang menyebabkan terbentuknya massa lekat debris
trombotik dan organisme (disebut aegetnsi). Hampir
semua jenis mikroorganisme mampu rnenyebabkan
endokarditis, walaupun sebagian besar kasus disebab-
kan olehbakteri.
Endokarditis infektif secara tradisional dibagi
menjadi bentuk akut dan subakut. Kasus endokarditis
nltut secara klasik dikaitkan dengan infeksi katup oleh
organisme yang virnlensinya tinggi, seperti Stnphylo-
cocclts nLrreLts. Organisme ini mampn menginfeksi,
bahkan katup yang secara struktural normal dan
Gambarll-16 menyebabkan infeksi yang berkembang pesat dengan
hanya sedikit reaksi pejamu lokal. Endoknrditis
Endokarditis trombotik nonbakterialis. Terdapat vegetasi-vegetasi
iregular kuning-cokelat di katup mitral. Perhatikan bahwa tidak
subnkut, sebaliknya, berkaitan dengan infeksi pada
seperti katup pada karditis reumatik kronis (lihat Gbr. 11-1 3), katup katup yang sr.rdah tidak normal oleh organisme yang
ini memperlihatkan daun yang tipis normal dan korda tendinae juga virulensinya lebih rendah seperti streptokokus u-
tipis dan berkilap. (Dari koleksipendidikan Pathology Department, hemolitikus. Infeksi yang terjadi cenderung ber-
University of Texas Southwestern Medical School, Dallas.) kembang agak lambat dan sering disertai reaksi
426I BAB 11 JANTUNG
peradangan lokal dan jaringan granulasi di katup yang Organisme S. suretLs yang lebih r.imlen menyerang
terkena. Namun, dalam era antibiotik, terapi sering me- katup sehat atau sakit dan bertanggung jawab atas 10%
modifikasi morfologi dan perkembangan klinis penyakit sampai 20% kasus. Daftar bakteri lain adalah entero-
sehingga perbedaan keduanya menjadi kabur. kokus dan yang disebut sebagai kelompok HACEK
Etiologi dan Patogenesis. Infeksi terjadi apabila (Ha emophiltLs, Actinobo cillrts, Cnr diobact erium,
organisme melekat pada permukaan endokardium Eikenelln, dan lQngt:llc), yang semuanya bersifat
selama episode bakteremia. Pada beberapa kasus, pe- komensal dalam rongga mulut. Endokarditis katup
nyebab infeksi hematogen jelas, seperti pada kasus prostetik paling sering disebabkan oleh st;rfilokokr-rs
pemakai obat terlarang intravena yang menyllntikkan negatif-koagulase (misal , S. e.pidermidls). Kr.rman lairr
bahan tercemar secara langsung ke dalam aliran darah; adalah basil gram-negatif dan funp;us. Pada pemakai
infeksi di tempat lain atau riwayat tindakan gigi, bedah, obat terlarang intravena, S. nLreus, yang sering ditemu-
atau intervensi lainnya (misaI, kateterisasi urine) juga kan di kulit, merupakan penyebab r"rtama; penyebab
dapat menyebabkan penyebaran knman ke aliran lain yang lebih jarang pada populasi pasien ini adalah
darah. Namun, pada kasus lain, sumber bakteremia s treptokokus, batan g gram-ne ga tif; dan fr,rn gus.
tidak jelas dan mungkin berkaitan dengan cedera Endoknrditis infelctif merupnltan infeksi ynng sulit
ringan di kulit atau mukosa, seperti yang mungkin dintssi lcnrenn sifnt ltntr.tp jnntung rlang nunslctLlnr.
ditemr,rkan, selama menggosok gigi. Pada beberapa Karena sedikitnya pembuluh darah, respol'rs peradang-
kasus, pembahan katup awal adalah cedera endotel an terhadap infeksi relatif, kalaupun ada, sedikit. Oieh
diikuti oleh terbenfr"rknya agregat fibrin-Lrombosit lokal karena itu, bahkan organisme ar.irulen dapat ber-
(lihat NBTE yang dibahas sebelumnya). Fokus ini kemu- proliferasi tak-terkendali. Sebelum antibiotik yang
dian menjadi tempat melekatnya mikroorganisme yang efektif tersedia, endokarditis infektif hampir selalu
terdapat di dalam darah. Pada kasus lain, bakteri mematikan.
mungkin melekat langsung ke permukaan katup tanpa
adanya fokus NBTE awal.
Kondisi yang meningkatkan risiko endokarditis
infektif dapat dibagi menjadi tiga kategori: (1) adanya
kelainan jantung, (2) katup jantung prostetik, dan (3)
MORFOLOGI
penyalahgunaan obat intravena. Tanda utama endokarditis infektif adalah adanya
r Sejumlah kelainan jantung memudahkan pengidap vegetasi katup yang mengandung bakteri atau organis-
mengalami endokarditis infektif. Risiko endokar- me lain. Katup aorta (Gbr. 11-17A) dan mitral merupakan
tempat tersering infeksi, meskipun katup di sisi kanan
ditis meningkat pada semua penyakit yar-rg
jantung juga dapat terkena, terutama pada kasus endo-
menyebabkan peningkatan trauma hemodinamik
karditis yang terjadi pada pemakai obat terlarang
pada perrnukaan endokardium, seperti pirar-r tekan- intravena (Gbr. 11-178). Vegetasi mungkin tunggal atau
an tinggi di dalam jantr-rng (misal, defek septurn jamak dan mungkin mengenai lebih dari satu katup.
ventrikei yang kecil) atau penyakit katup kronis Penampakan vegetasi dipengaruhi oleh jenis organis-
(misal, penyakit jantung relrmatik kronis, stenosis me penyebab, derajat reaksi pejamu terhadap infeksi,
aorta kalsifikans degeneratif, prolaps katup mitral). dan riwayat terapi antibiotik. Endokarditis jamur, sebagai
Karena prevalensinya yang tinggi, prolaps katup contoh, cenderung menyebabkan vegetasi yang lebih
mitral menjadi faktor predisposisi tersering bagi besar daripada infeksi bakteri. Walaupun organisme
endokarditis infektif . yang sangat virulen cenderung menyebabkan endo-
! Dengan meningkalnya jumlah pasien yang men- karditis akut, terapi antibiotik mungkin dapat meredakan
jalani bedah penggantian katup, katup prostetik infeksi sedemikian sehingga morfologi vegetasi ber-
ubah ke arah bentuk yang lebih subakut.
sekarang menjadi penyeb ab I}'k sampai 207o kasus
Vegetasi pada kasus endokarditis akut klasik di-
endokarditis infektif. Tidak terdapat perbedaan mulai sebagai tonjolan kecil, yang mungkin secara
insiden endokarditis antara katup mekanis danbio- kasar tidak dapat dibedakan dengan yang timbul pada
prostetik. Frekuensi endokarditis juga meningkat, NBTE, walaupun vegetasi pada yang pertama cen-
,seperti dapat diperkirakan, pada orang dengan derung tunggal dibandingkan dengan yang terakhir. Se-
kateter intravaskular tetap. iring dengan proliferasi organisme, vegetasi juga mem-
r Penyalah guna obat intravena berisiko tinggi meng- besar secara progresif dan akhirnya membentuk lesi
alami endokarditis infektif. Dalam situasi ini, besar rapuh yang mungkin menyumbat orifisium katup
endokarditis infektif biasanya terjadi pada katup (lihat Gbr. 11-178). Vegetasi dapat menyebabkan ke.
rusakan cepat katup, sering menimbulkan robekan daun
yang sebelumnya normal, sering mengenai katup
katup, korda tendinae, atau otot papilaris. lnfeksi akhir-
di sisl kanan jantung.
nya dapat meluas menembus katup ke dalam mio-
Organisme penyebab pada ketiga kelompok risiko kardium di dekatnya dan menimbulkan abses di jaringan
ini sedikit berbeda. Endokarditis pada katup asli perivalvular yang dikenal sebagai abses cincin.
(bukan prostetik) paling sering (50% sampai 50% kasr-rs) Pemeriksaan mikroskopik terhadap vegetasi memper-
disebabkan oleh streptokokus cr-hemolitikus (viridans), lihatkan organisme dalam jumlah besar bercampur
dengan fibrin dan sel darah. Bila terbatas di katup,
yang biasanya menyerang katup yang sudah rusak.
BAB 11 JANTUNG I 427
Gambar 11-17
A. Endokarditis bakterialis akut pada katup aorta. Vegetasi iregular melekat ke katup, yang telah mengalarni kerusakan berat dan
berlubang. Sonde logam berjalan melalui sebuah lubang di daun katup. B. Atrium kanan yang dibuka untuk memperlihatkan vegetasi besar,
iregular, dan rapuh yang menyebabkan oklusi katup trikuspid. Vegetasi ini sering ditemukan pada penyalah guna obat terlarang
intravena.
vegetasi memicu respons peradangan ringan. Respons lus mengandung banyak organisme virulen, di tempat
peradangan neutrofilik yang hebat terjadi jika infeksi embolus tersebut sering terbentuk abses (Gbr. 11-i 8).
telah melewati katup avaskular. Embolus sistemik dapat Vegetasi pada endokarditis subakut cenderung
terjadi setiap saat karena sifat vegetasi yang rapuh, dan lebih padat dan tidak banyak menyebabkan kerusakan
embolus ini dapat menyebabkan infark di otak, ginjal, katup dibandingkan dengan yang ditemukan pada
miokardium, dan jaringan lain. Karena fragmen embo- bentuk akut, walaupun perbedaan keduanya mungkin
samar. lnfeksi subakut kecil kemungkinannya meluas
ke miokardium, dan abses perivalvular jarang ditemu-
kan. Secara mikroskopis. vegetasi pada endokarditis
subakut tipikal dibedakan dari vegetasi penyakit akut
oleh adanya jaringan granulasi di pangkalnya. Seiring
dengan berlalunya waktu, dapat terbentuk fibrosis,
kalsifikasi, dan infiltrat peradangan kronis. Embolus
sistemik juga dapat terjadi pada endokarditis subakut.
Namun, berbeda dengan yang terjadi pada endokarditis
akut, infark yang terjadi jarang mengalami supurasi
karena sifat organisme penyebab yang tidak terlalu
virulen.
dapat terjadi pada pasien dengan endokarditis sisi- jahitan katup dan jaringan perivalvular di sekitarnya
kanan dan vegetasi besar di katup trikuspid atau pul- dan dapat menyebabkan katup terlepas. Pada katup
mgnal. Terperangkapnya embolus infektif di dinding bioprostetik, daun katup serta jaringan perivalvular
pembuluh darah dapat menyebabkan infeksi lokal dan dapat terinfeksi sehingga terjadi perforasi daun katup
melemahnya dinding pembuluh disertai pembenhrkan dan regurgitasi katup.
apa yang disebut sebagai aneurisma mikotik. Ptekie Kebocornn pnrnaalaular juga dapat terjadi pada
(perdarahan kecil) mungkin ditemukan di kulit atau kedua jenis kalup prostetik. Hal ini dapat terjadi segera
m0kosa. Perdarahan ini dapat disebabkan oleh mikro- setelah operasi atau belakangan. Infeksi katup merupa-
embolus atau endapan kompleks imun yang terbentuk kan penyebab penting kebocoran paravalvular.
sebagai respons terhadap antigenemia kronis. Kelainan Hemolisis signifikan terjadi pada sebagian kecil
ginjal sering ditemukan dan berupa infark ginjal dan pasien dengan katup prostetik, terutama mereka yang
glomerulonefritis, yang terakhir terjadi karena ter- menggunakan katup mekanis akibat efek traumatik
perangkapnya kompleks imun di glomerulus. Dalam katup mekanis pada eritrosit. Pada kasus yang jarang,
beberapa hari sampaibulan, terjadi destruksi progresif hemolisis dapat ctikup parah sehingga perlu dipasang
katup pada kasus yang tidak diobati yang menyebab- katup prostetik yang berbeda.
kan regurgitasi katup dan gagal jantung kongestif.
Biaknn dsrnhberulsnf sangat penting pada evaluasi
pasien yang dicurigai mengidap endokarditis infektif.
Biakan untuk organisme aerob dan anaerob harus
PENYAKIT MIOKARDIUM
dilakukan segera setelah kemungkinan endokarditis PRIMER
dipertimbangkan. Pada sebagian kecil kasus endo- Seyogianya telah jelas dari bagian sebelumnya
karditis infektif, biakan darah tetap negatif karena sifat
bahwa disfungsi miokarditim sering terjadi pada
organisme yang sulit dibiak atau efek terapi antibiotik sejumlah penyakit yang berlainan, seperti penyakit ar-
sebelumnya.
teria koronaria, hipertensi kronis, dan penyakit katup
jantung. Yang lebih jarang adalah penyakit yang intrin-
sik untuk serat miokardium. Penyakit miokardirim
Katup Jantung Prostetik primer ini adalah sekelompok penyakit yang beragam
Diperkenalkannya katup jantung prostetik yang yang mencakup gangguan peradangan (miokarditis),
penyakit imunologik (misaf demam reumatik), ganggu-
efektif secara radikal telah mengubah prognosis pasien
an metabolik sistemik (misal, hemokromatosis), distrofi
penyakit katup jantungyar.g telah dibahas sebelum-
otot (misal, distrofi otot Duchenne), dan kategori tam-
nya. Terdapat dua jenis katup prostetik: yang berasal
bahan penyakit idiopatik yang disebut kardiomiopnti,
dari jaringan sapi atau babi yang difiksasi dengan
Hanya miokarditis dan kardiomiopati yang frekuensi-
glutaraldehida atau katup manusia yang diawetkan
nya cukup tinggi sehingga perlu dibahas lebih lanjut
secara beku (katup bioprostetik), dan katup sintetik
(mekanis). Setiap jenis katup memiliki keunggulan dan
di sini.
kekurangan. Beberapa penl.ulit lazim ditemukan pada
semua katup prostetik. Miokarditis
Penyulit yang penting pada katup bioprostetik
adalah kemerosotan mekanis. Hampir semua daun Di bawah kategori ini, terdapat proses peradangan
katup biologik sedikit banyak mengalami pengerasan miokardium yang menyebabkan cedera pada miosit
setelah dipasang. Berkurangnya mobilitas ini mungkin jantung. Namun, adanya peradangan saja tidak
sudah dapat menimbulkan stenosis katup. Kalsifikasi diagnostik untuk miokarditis, karena infiltrat pe-
daun katup juga sering terjadi dan ikut menyebabkan radangan juga dapat ditemukan sebagai fenomena
stenosis. Kalup bioprostetik dapat robek atau berlubang sekunder kelainanseperti cedera iskemik. Namury pada
sehingga terjadi insufisiensi katup. Secara umum/ miokarditis proses peradangan berperan penting
katup mekanis lebih kuat menghadapi kemerosotan rnenyebabkan cedera miokardium. Sebagian penyebab
stnlktural daripada katup biologik. miokarditis tercantum pada Tabel 11-5.
Trombus dapat terbentuk di semua jenis katup Infeksi merupakan penyebab penting miokardi tis.
prostetik, tetapi terutama mengganggu pada kabup Di Amerika Serikat, airus adalah penyebab tersering
mekanis. Trombus ini dapat menyebabkan obstruksi miokarditis. Coxsackieairus A dan B serta enterovirns
lokal aliran darah atau berfungsi sebagai sumber em- lain mungkin merupakan penyebab sebagian besar
bolus sistemik. Walaupun antikoagulan secara rutin kasus. Penelitian mengisyaratkan bahwa adenovirus
diberikan kepada pasien dengan katup prostebik, terapi juga sering menjadi patogen pada miokarditis. Pe-
ini memiliki risiko tambahan berupa penyulit per- nyebab lain yang lebih jarang adalah sitomegalovirus,
darahan. virus imunodefisiensi manusia (HIV), dan sejumlah
Endokarditis infektif, seperti telah dibicarakan, me- mikroba lain yang tercantum pada Tabel 11-5. Walau-
ningkat frekuensinya pada semua jenis kafup prostetik. pun virus penyebab sulit diisolasi dari jaringan setelah
Pada katup mekanis, infeksi biasanya mengenai garis onset gejala klinis, pemeriksaan serologik dan, yang
BAB 11 JANTUNG 429
'
karditis yang berkaitan dengan lupus eritematosus
Tabel 11-5. PENYEBABUTAMAMIOKARDITIS
sistemik, miopati inflamatorik, dan penyakit autoimun
Iain (Bab 5). Peradanganmiokardium juga dapat terjadi
lnfeksi pada sarkoidosis. Pada banyak kasus, penyebab mio-
Virus (misal, coxsackievirus, ekovirus, virus influenza, virus karditis tetap belum jelas.
imunodefisiensi manusia, sitomegalovirus)
Chlamydia (misal, C. psittaci)
Rickettsia (misal, R. lyphi [demam tifus])
Bakteri (misal, Coryn ebacte riu m ldiflerial, Neisserla
Imeningokokus], Borrelia Ipenyakit Lyme])
Fungus (misal, Candlda)
Proiozoa (misal, Tryp a n osoma fpe nya kit Cha g as],
MORFOLOGI
toksoplasmosis)
Pada pasien yang meninggal setelah onset miokarditis,
Cacing (misal, trikinosis)
jantung mungkin berukuran normal tetapi umumnya me-
Reaksi yang Diperantarai oleh lmun lebar. Miokardium lembek dan pucat serta sering
Pascavirus mengandung daerah-daerah kecil perdarahan, yang me-
Pascastreptokokus (demam reumati k) nimbulkan gambaran bebercak pada permukaan
Lupus eritematosus sistemik potongan. Pada kasus miokarditis yang dlsebabkan
Hipersensitivitas obat (misal, metildopa, sulfonamid) oleh bakteri, mungkin tampak abses. Gambaran histo-
Penolakan tandur logik cukup bervariasi, bergantung pada penyebab
Tidak Diketahui miokarditis. Pada miokarditis virus akut, miokardium
tampak edematosa dan mengandung infiltrat pe-
Sarkoidosis
Miokarditis sel raksasa
radangan yang didominasi oleh limfos{t dan sel
mononukleus lain (Gbr. 11-19). Hampir selalu ditemu-
kan degenerasi dan/atau nekrosis miosit dengan
derajat bervariasi. Badan inklusi virus mungkin ditemui
pada beberapa kasus (misal, miokarditis sitomega-
lovirus), tetapi tidak ditemukan pada bentuk miokarditis
virus yang lebih umum. Pada kasus yang lebih kronis,
lebih baru, identifikasi sekuensi DNA atau RNA virus
peradangan tidak mencolok, sementara fibrosis mio-
di miokardium dapat membantu kita mengidentifikasi
kardium menjadi lebih menonjol seiring dengan ber-
virus penyebab. Apakah virus merupakan penyebab kurangnya miosit jantung. Pada stadium lanjut ini, mio-
langsung cedera miokardium atau virus memicu karditis mungkin tidak dapat dibedakan dengan
respons imun yang bereaksi silang dengan sel mio- kardiomiopati dilatasi idiopatik (akan dijelaskan). Pada
kardium masih belum jelas pada sebagian besar kasus. kasus miokarditis yang disebabkan oleh parasit, orga-
Seperti pada virus hepatitis (Bab 16), sei T mungkin nisme biasanya dapat ditemukan secara histologis,
merusak miosit yang terinfeksi virus dengan bereaksi seperti pada kasus penyakit Chagas; pada penyakit
dengan antigen virus yang diekspresikan di membran tersebut tripanosoma secara langsung.menginfeksi
sel. Bukti terakhir menunjukkanbahwa inJeksi enterovi-
rus dapatmenyebabkan kelainan sitoskeleton di dalam
miosit jantung. Parnsit adalah penyebab penting mio-
karditis. Secara khusus, penyakit Chagas, yang
disebabkan oleh infeksi Trypnnosoma crLLzi, adalah ::d,,-tl ,:,
'i
penyebab terpenting miokarditis di Amerika Selatan. ;i'lsf .,1' +I
Penyakit parasit lain yang berkaitan dengan mio-
karditis adalah toksoplasmosis dan trikinosis. Infeksi I
bakteri, termasuk penyakit Lyme dan difteria, merrlpa-
kan penyebab lain miokarditis. Pada kasus miokarditis
difteri, toksin yang dikeluarkan oleh Corynebacterittm
diphteyiae tampaknya merupakan penyebab cedera
miokardium. Ke daftar ini perlu ditambahkan obat ter-
tentu, seperti doksorubisin (obat antitumor) dan antra-
silin iain, terutama jika diberikan dengan antibodi anti-
HER2/neu (Herceptin) untuk pasien dengan kanker
payudara.
Selain perannya pada sebagian kasus miokarditis
infeksi, cedern ynng diperantnrsi oleh sistetn imun Gambar 11-19
tampaknya berperan dalam patogenesis bentr-rk lain
Potongan histologik jantung dari seorang pasien yang meninggal
miokarditis. Contoh miokarditis noninJeksi yang diper-
akibat miokarditis, yang memperlihatkah infiltrat radang dominan
antarai oleh sistem imun adalah penolakan alograf limfosit, multifokaldisekitar pembuluh darah dan di antara miosil
jantung, reaksi hipersensitivitas obat, dan kasus mio- jantung.
430 T BAB 11 JANTUNG
termasuk dalam definisi ini di hampir semua klasifikasi berpernn pnda bnnynk kostLs kardiomiopati dilatssi
tersebut adalah kasus gagal jantung akibat hipertensi, herediter. Keterkaitan antara kelainan protein sito-
penyakit katup, penyakit jantung kongenital, mio- skeleton herediter dan kardiomiopati pertama kali
karditis yang nyata, gangguan metabolik sistemik, diperkirakan dari keterkaitan antara distrofi otot
gangguan gizi (misal, beri-beri basah), dan penyakit tertentn, yang sekarang diketahui akibat ekspresi pro-
hipersensitivitas (misal, demam reumatik akut). Meski- tein sitoskeleton yang abnormal, dan kardiomiopati.
pun disfungsi miokardium kronis akibat iskemia Yangpaling banyak diketahui dari kelompok ini adalah
seyogianya juga dikeluarkan dari rubrik kardiomiopali, mutasi gen distrofin pada kromosom X yang me-
istilah kardiomiopnti iskemik, yang dahulu digunakan nyebabkan distrofi otot Becker dan Duchenne (dibahas
untuk menjelaskan gagal jantr-rng kongestif kronis pada Bab 21). Kelainan di gen yang mengkode protein
akibat penyakit arteri koroner, cukup populer di sebagi- sitoskeleton lain, termasuk desmin, protein terkait-
an dokter. Kita akan meninggalkan topik kontroversial distrofin yang disebut sakroglikan, dan merosin, juga
ini danberalih ke subdivisi tradisional yang membagi dilaporkan berkaitan dengan distrofi otot dan kardio-
kardiomiopati menjadi tiga kelompok klinikopatologik miopati. Kelainan pada protein nonsitoskeletal, ter-
utama: kardiomiop atr dikttosi, hip ertrofik, dan restriktif . masuk enzim mitokondria tertentu, tampaknya ber-
Walaupun kausa banyak kasus kardiomiopati tidak peran pada sebagian kasus kardiomiopati dilatasi.
BAB 11 JANTUNG I 431
Yang menarik, mutasi di gen protein sarkomer tertentu Gambaran Klinis. Kardiomiopati dilatasi merlr-
(misal, B-miosin dan troponin T jantung) juga dapat pakan bentuk tersering kardiomiopati, membentr.rk
menyebabkan kardiomiopati dilatasi. Seperti alian sekitar 90% kasus. Kelainon mendasar pada knrdia-
dibalias nanti, mutasi tertentu di gen ini juga menyebab- miopati dilatasi ndalsh kontrnksi ynng tidak efektif.
kan kardiomiopati hipertrofik. Oleh karena itu, banyak Pasien mungkin memiliki fraksi ejeksi kuran g dart21%
teka-teki yang berkaitan dengan kardiomiopati masih (normal50% hingga 65%). Oleh karena itu, gambaran
belum terpecahkan. klinisnya adalah gambaran gagal jantung kongestif
Kardiomiopati dilatasi dapat timbul pada semua progresif, yang menjadi refrakter terhadap pengobatan.
usia, tetapi paling sering pada usia antara 20 dan 60 Pengecualian terhadap prognosis yang buruk ini ada-
tahun. Sebagianbesar kasus tampaknya muncul secara lah kardiomiopati periparhrm, hampir separuh pasien
sporadis, walaupun kasus familial, seperti telah di- pulih spontan. Namun, penyakit dapat kambuh pada
singgung, semakin sering ditemukan. Kardiomiopati kehamilan berikutnya. Kasus idiopatik biasanya ?atal.
dilatasi lebih sering terjadi pada laki-laki daripada pe- Kematian terjadi akibat gagal jantung yang parah dan
rempltan, mungkin mencerminkan keterkai tan antara sulit diatasi, penyulit embolns, atau bahkan aritmia
penyalahgunaan alkohoi kronis dan kardiomiopati. ventrikel. Transplantasi jantung dapat menyelamatkan
nyawa pada kardiomiopati ini dan bentuk lainnya.
Yang perlu dicatat adalah kardiomiopati diiatasi me-
rupakan dragnosis tersering pada pasien yang dirujuk
MORFOLOGI untuk transplantasi jantr"rng.
Jantung membesar dan lembek, dengan berat sering
lebih dari 900 g. Pembesaran disebabkan oleh kombi- KARDIOMIOPATI IPERTROFII<
H
nasi dilatasi dan hipertrofi semua rongga (Gbr. 11_20).
Dilatasi yang substansial dan kurangnya fungsi Kardiomiopati hipertrofik, yang juga disebut
kontraktil menyebabkan stasis darah di rongga jantung sebagai hipertrofi septum ssimefrik clnn stenosis
dan memudahkan terjadinya trombus mural rapuh dan tLbno r t n hip er tr ofih idiop n t ik, adalah penyaki t j antr_rn g
s
embolus. Gambaran mikroskopik tidak spesifik dan yang ditandai dengan hiper trofi miokor d ium, lcelnin nn
berupa hipertrofi miosit, fibrosis interstisium, serat ber- pengisinn diostolik, dan (pada banyak kasus) obstrtLlcsi
gelombang, dan (pada sebagian kasus) sebukan ringan
intermiten nlirnn kehnr aen trikel.Berbeda dengan janfLrng
sel radang mononukleus.
yang berkontraksi lemah pada pasien dengan kardio-
miopati dilatasi, kardiomiopati hipertrofik ditandai
dengan kontraksi kuat hiperkinetik yang dengan cepat
menyemprotkan darah dari rongga ventrikel. I(arena
ventrikel berdinding tebal ini sangat kaku, pengisian
diastolik terganggu. Pada sekitar 50o1, kasus, penyakit
diwariskan sebagai sifat dominan autosom dengan
penetrasi dan ekspresi bervariasi. Berbeda dengan
situasi pada kardiomiopati dilatasi (dibahas
sebelumnya), ketika kelainan protein sitoskeleton
ctrkup banyak berperan, kelninan pndn gen ylns mmy
kode protein kontrnktil ssrkomer tampnknyn beryeran penting
dsl sm timbulny o knrdiomiopnt i hipertrofi,k. Dari sembilan
gen penyakit yang diketahui, yang paling banyak
diketahui adalah mutasi yang mengenai rantai berat
B-miosin, yang menyebabkan (secara keseluruhan)
sekitar sepertiga kasus kardiomiopati hipertrofik
herediter. Selain itu, mutasi di u-tropomiosin, troponin
I dan T, dan rantai ringan miosin juga ditemukan pada
kasus kardiomiopati hipertrofik famitial. Selain
heterogenitas lokus ini, juga terdapat heterogenitas
alelik, karena di semua gen ini ditemukan banyak
mutasi. Hal ini perlu dicatat karena prognosis
Gambar 11-20 berwariasi sesuai kelainan genetik dan, karenanya, diag-
nosis molekular kardiomiopati hipertrofik mungkin
Kardiomiopati dilatasi dengan hipertrofi dan dilatasi jantung genera_ bermanfaat untuk menggolongkan individu dengan
lisata. Perubahan tersebut biasanya idiopatik, seperti pada pasien beragam risiko mortalitas, terutama kematian jantllng
ini, atau terjadi akibat cedera miokardium spesifik. mendadak-
432. BAB 11 JANTUNG
Gambar 11-21
Kardiomiopati hiperlrofik. A. Septum ventrikel sangat menebal dan menonjol ke dalam lumen ventrikel kiri. Kontak antara septum yang
hipertrofik dan daun anterior katup mitral dapat menyebabkan obstruksi aliran keluarventrikel kiri yang signifikan. B. Gambaran mikroskopik
memperlihatkan hipertrofi dan susunan acak serat otot. (Sumbangan Sid Murphree, MD, Department of Pathology, University of Texas
Southwestern Medical School, Dallas. )
/z_r)E
4,2 ostium sekundum
Trunkus arteriosus a,
w/ \
Atresia trikuspid 1a
Lain-lain 16,5
FASE AKHIR_
A)
D4$ 4
FASE AKHIR_
NORIVAL DEFEK SEPTUIV ATRIUI\i
I Malformasi yang menyebabkan pirau (shunt) kiri Gambar 11-22
ke-kansn
I Malformasi yang menyebabk an pirnu knnrm-ke-kiri Embriogenesis defek septum atrium, tipe ostium sekundum. Atrium
(penyakit jantung kongenital sianotik) kanan terletak di sisi kiri septum primum.
r Malformasi yang menyebabkan obstruksi
Pada setiap subkategori ini, kita akan membahas
patogenesis, morfologi, dan gambaran klinis mal-
tumbuh sewaktu yang terakhir mulai memisahkan
formasi jantung kongenital yang sering ditemukan.
rongga atritrm dan ventrikel. Suatu celah, yang disebut
Pada ketiganya, terdapat risiko endokarditis infektif
ostilLlft primtrm, muia-muia memisahkan septum
.
Gambar 11-23
MORFOLOGI
PDA biasanya berasal dari arteria pulmonalis sinistra
dan bergabung dengan aorta tepat di sebelah distal
dari pangkal arteria subklavia sinistra. Lumen umumnya
uniform dan dilapisi oleh endotel halus. Darah me-
MORFOLOGI ngandung oksigen mengalir keluar dari ventrikel kiri,
Ukuran dan letak VSD bervariasi, berkisar dari defek dan sebagian darah ini dialirkan kembali. ke paru
kecil di bagian otot atau membran septum hingga defek melalui duktus paten, yang akhirnya kembali ke atrium
besar yang mengenai seluruh septum (Gbr. 11-24). Pada
kiri. Karena peningkatan beban volume, atrium dan
defek yang menyebabkan pirau signifikan kiri-ke-kanan, ventrikel kiri mengalami dilatasi dan mungkin hipertrofi.
ventrikel kanan mengalami hipertrofi dan sering me- Arteria pulmonalis proksimal juga mengalami dilatasi.
lebar. Garis tengah arteria pulmonalis meningkat karena
Dengan timbulnya hipertensi pulmonal, ditemukan
meningkatnya volume yang disemprotkan oleh ventrikel aterosklerosis arteri utama paru dan perubahan proli-
kanan. Perubahan vaskular yang khas untuk hiperlensi
feratif di pembuluh paru yang lebih distal. Keadaan
pulmonal sering diiemukan (Bab 3). '1 tersebut disertai hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan
serta dilatasi atrium kanan.
Penyempitan katup
TETRALOGI FALLOT atau arteria
pulmonalis
Aorta
Tetralogi Fallot, yang menyebabkan sekit ar 6fo dari bergeser
semua malformasi jantung kongenital, adalah pe- ke kanan
nyebab tersering penyakit jantung kongenitnl sionotik. di atas
defek septum
Empat komponen pada tetralogi ini adalah (i) VSD, (2) Defek
pangkal aorta yang mengalami dekstraposisi dan di septum
atas VSD, (3) obstruksi aliran keluar ventrikel kanan,
I venirikel
dan (4) hipertrofi ventrikel kanan (Gbr. 11-25). Pem-
bagian trr"rnkus arteriosus menjadi trunkus pulmonalis
dan pangkal aorta yang abnormal diperkirakan me- H ipertrofi ventrikel kanan
rupakan proses primer dalam timbulnya malformasi
ini, walaupun banyak rincian pada patogenesisnya Gambar 11-25
masih belum diketahui pasti.
Tetralogi Fallot yang memperlihatkan defek septum ventrikel, steno-
sis pulmonalis, over-riding aorla, dan hiperlrofi sekunder ventrikel
kanan. Aliran darah ditunjukkan oleh tanda panah.
MORFOLOGI
Jantung membesar dan sering berbentuk sepatu bot
karena hipertrofi ventrikel kanan. Aorta proksimal sering
lebih besar daripada normal, dan garis tengah trunkus pasien dengan tetralogi Fallot mengalami sianosis sejak
pulmonalis berkurang. Rongga jantung di sisi kiri lahir atau segera sestidahnya. Seiring dengan per-
jantung berukuran normal, sedangkan ketebalan tumbuhan pasien, orifisium pulmonal tidak membesar
dinding ventrikel kanan mungkin setara atau bahkan walaupun ukuran jantung secara keseluruhan mem-
melebihi yang di kiri. VSD terletak di dekat bagian besar. Oleh karena itr-r, biasanya derajat stenosis ber-
membranosa septum antarventrikel dan mungkin meng- tambah parah seiring waktu dan menyebabkan pe-
hilangkan seluruh atau sebagian septum membranosa. ningkatan sianosis. Paru terlindung dari beban hemo-
Katup aorta terletak tepat di atas VSD. Saluran keluar dinamik berlebihan oleh stenosis pulmonal, dan tidak
pulmonalis menyempit dan, pada beberapa kasus,
teqadi hipertensi pulmonal. Para pasien ini mengalami
katup pulmonalis itu sendiri mungkin stenotik. Kelainan
komplikasi sianosis kronis, seperti eritrositosis dengan
tambahan terdapat pada sebagian kecil kasus, termasuk
PDA atau ASD. Kelainan ini bersifat protektif karena
hiperviskositas, dan jari gada/tabuh. Karena pirau
memungkinkan sebagian darah mengalir ke paru. kanan-ke-kiri, pasien dengan tetralogi Fallot juga
berisiko besar mengalami endokarditis infeksi, embo-
lus sistemik, dan abses otak. Saat ini, koreksi bedah
terhadap cacat tersebut dapat dilakukan pada hampir
semua kasus.
ekstrarlterllsi karena ittt, mereka yang bertahan hidup seperti PDA, VSD, dan ASD. Malformasi ini ju ga pemah
setelah lahir pasti mengalami salah satu jenis pirau, dilaporkan berkaitan dengan aneurisma sakular
seperti ASD, VSD, atar,r PDA sehingga darahberoksigen sLrsllnan saraf pusat, dan meningkat frekuensinya pada
dapat mencapai aorta. pasien dengan sindrom Turner. Koarktasio agak lebih
banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan, ter-
ntama bila terdapat sebagai kelainan tersendiri. Se-
bagianbesar kasus koarktasio aorta dapat dimasukkan
ke dalam salah satu dari dua golongan utama: pra-
duktus dan pascaduktus. Tipe pascadtiktus.lebih
MORFOLOGI sering ditemukan.
?
Lesi Obstruktif Kongenital
Sejumlah malformasi menyebabkan hambatan
aliran darah. Pada sebagian kasus, malformasi ini me-
rupakan kelainan tersendiri, seperti pada stenosis
katup aorta kongenital. Pada kasus lain, malformasi
tersebut merupakan komponen dari malformasi yang
lebih kompleks, seperti pada stenosis pulmonal yang
disebabkan oleh tetralogi Faliot. Di sini kita membahas
koarktasio aorta, suatu anomali obstruksi yang cukr"rp
sering ditemukan.
Gambar'N1-26
terletak distal dari letak koarktasio, rongga jantung kanan PENYAKIT PERIK,ARDIUM
sering mengalami hipertrofi dan dilatasi; trunkus pulmo-
nali6 juga melebar untuk mengakomodasi peningkatan Penyakit perikardium mencakup peradangan dan
aliran darah. efusi. Keduanya paling sering ditemukan dalam kaitan
Pada koarktasio pascaduktus (tipe-dewasa) yang dengan penyakit miokardium atau mediastinum lokal
lebih sering, aorta mengalami konstriksi oleh rigi jaring-
dan pada pasien dengan penyakit sistemik tertentu,
an yang berbatas tegas di, atau tepat sebelah distal
seperti uremia.
dari, duktus arteriosus yang mengalami obliterasi (liga-
mentum arteriosum) (Gbr. 11-26). Segmen yang meng-
alami konstriksi ini terdiri atas otot polos dan serat Perikarditis
elastik yang bersambungan dengan tunika media aorta
dan dilapisi oleh lapisan intima tebal. Duktus arterio- Perikarditis primer jarang ditemukan dan biasanya
sus tertutup. Proksimal dari koarktasio, arkus aorta dan disebabkan oleh infeksi. Virus merupnkan penyebnb
pembuluh cabangnya mengalami dilatasi dan, pada
walaupun penyakit dapat juga
sebaginn besar knsus,
pasien yang lebih tua, sering aterosklerotik. Ventrikel
disebabkan oleh organisme lain sepertibakteri piogenik,
kiri mengalami hipedrofi. Aliran darah kolateral melalui
arteria interkostalis, frenikus, dan epigastrika menyalur-
mikobakteri, dan jamur. Mungkin juga terdapat mio-
kan sebagian besar darah ke aorta distal, dan saluran karditis, terutama pada kasus infeksi virus. Perikarditis
kolateral ini hampir selalu melebar. lebih sering disebabkan oleh MI akut, bedah jantung,
atau radiasi ke mediastinum. Uremia mrrngkinpenyakit
sistemik tersering yang berkaitan dengan perikardiLis"
Penyebab sekunder yang lebih jarang adalah demam
reumatik, lupus eritematosus sistemik, dan keganasan
metastatik. Yang terakhir biasanya berkaitan dengan
Gambaran Klinis. Pasien dengan kosrktnsio efusi berdarah. Perikarditis dapat (1) rnenyebabkan
pradukttrs datang berobat sejak masa bayi sehingga penyulit hemodinamik akut jika efusinya signifikan,
muncul nama koarktasio infnntills. Gambaran klasik (2) sembuh tanpa sekuele bermakna, atau (3) ber-
berupa gagal jantung kongestif dan sianosis selektif di kembang menjadi proses fibrosis kronis.
ekstremitas bawah, yang terakhir disebabkan oleh
perfusi bagian bawah tubuh oleh darah yang kurang
beroksigen yang dialirkan melalui duktus arteriosus.
Denyut nadi femoralis hampir selalu lebih lemah
daripada denyut di ekstremitas atas, walaupun
penyempitan segmen aorta yang lebih proksimal aorta MORFOLOGI
juga dapat menyebabkan melemahnya denyut di Gambaran perikarditis akut berbeda-beda sesuai
ekstremitas atas. Pasien tersebut tidak dapat bertahan penyebab. Pada pasien dengan uremia atau demam
hidup melewati masa neonatus tanpa koreksibedah. reumatik akut, eksudat biasanya fibrinosa dan me-
Konrktssio pascaduktus, sebaliknya, lebih sering nyebabkan permukaan perikardium iregular berserat
menimbulkan gejala dan tanda pada anak yang lebih (perikarditis "bread and butter", perikarditis "roti dan
tua dan orang dewasa. Karena darah yang mencapai mentega") (Gbr. 11-27). Eksudat fibrinosa juga dapat
aorta distal pada kasus ini berasal dari cabang-cabang ditemukan pada kasus perikarditis virus. Pada peri-
kolateral yang berhubungan dengan aorta proksimal, karditis bakterialis akut, eksudat perikardium fibrino-
purulen, sementara pada tuberkulosis perikardium
kandungan oksigen normal dan tidak ditemukan
mengandung bahan perkijuan. Metastasis perikardium
sianosis selektif di ekstremitas bawah. Pada sebagian
secara makroskopis tampak sebagai ti:njolan nodular
besar kasus ditemukan hipertensi ekstremitcrs stas,
iregular, sering dengan eksudat fibrinosa berserat dan
sebagian karena berkurnngnyn perfusi ginjal dan efusi berdarah. Pada sebagian besar kasus, perikarditis
p en gakt irs an s i st em r rttin - 6n g io t e n s in. Sebaliknya, fibrinopurulen atau fibrinosa akut sembuh tanpa
tekanan darah di ekstremitas bawah rendah dan sekuele apa pun. Namun, bila terdapat supurasi luas
denytit nadi lemah. Selain itu, sering terdapat gejala atau perkijuan, penyembuhan akan diikuti oleh
dan tanda insufisiensi arteri di tungkai, seperti klau- perikarditis kronis.
dikasio intermiten.
440. BAB 11 JANTUNG
Efusi Perikardium
Proses selain peradangan dapat menyebabkan
akumulasi cairan di rongga perikardium. Sifat cairan
bervariasi sesuai penyebab efusi. Tipe utama efusi
perikardium dan sebagian penyebab yang sering
adalah sebagai berikut:
f Serosn: gagal jantung kongestif, hipoalbuminemia
apa pun sebabnya
I Serosgngtrinosn: trattma tumpul dada, keganasan
a Kilosn: obstruksi limf mediastimrm
Neoplasma Metastatik
Gambaran Klinis. Manifestasi perikarditis me-
liputi nyeri dada atipikal, yang sering bertambah parah Neoplasma me tas tatik yang mengenai jantung jauh
bila pasien berbaring, danfriction rub (bising gesek) lebih sering ditemukan daripada tumor jantungprimer.
bernada tinggi. Bila membentuk banyak eksudat di Metastasis ke jantung terjadi pada hampir 10% pasien
rongga perikardium, perikarditis akut dapat menimbul- dengan kanker diseminata. Umumnya metastasis
kan gejala dan tanda tamponade jantung, yang men- mengenai perikardium, di mana tumor menyebabkan
cakup redupnya bunyijantung, pelebaran vena leher, perikarditis dan efusi perikardium hemoragik.
berkurangnya curah jantung, dan syok. Perikarditis Neopiasma primer tersering yang bermetastasis ke
konstriktif kronis menimbulkan kombinasi distensi jantung adalah karsinoma paru dan payudara, mela-
vena dan penurunan keluaran jantung, yang mungkin noma maligna, dan keganasan hematopoietik (limfoma
sulit dibedakan dengan kardiomiopati restriktif, seperti dan leukemia). Metastasis dapat mencapai jantung
telah disinggung sebelumnya. melalui saluran limf, vena, atau arteri.
BAB 11 JANTUNG I 441
Towbin JA, Bowles NE: Genetic abnormalities responsible Watkins H: Sudden death in hypertrophic cardiomyopathy.
for dilated cardiomyopathy. Curr Cardiol Rep 2:475, N Engl I Med 342:422,2000. (Pembahasan berorientasi
2000.
- klinis tentang saiah satu dari penyulit kardiomiopati yang
ditakuti.)
Van der Wer F: Cardiac troponins in acute coronary s)m-
dromes. N Engl J Med 335:1388, 1996. (Editorial yang Yeghiazarians Y, et al: Unstable angina pectoris. N Engl J
meringkaskan hasil studi klinis terkini yang dirancang Med 342:101, 2000. (Ulasan mengenai patogenesis dan
untuk menilai manfaat pengukuran troponin jantung penanganan angina tak-stabil. )
' dalam diagnosis penyatltiaitung lskemik.)
r Sistem Hematopoietik
T
r dan Limfoid
JON ASTER, MD, PhD
443
444 f BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID
Gangguan sistem hematopoietik dan limfoid mencakup yang secara anatomis terpisah. Oleh karena itu, dalam
beragam penyakit. Penyakit tersebut mungkin terutama mempertimbangkan penyakit hematopoietik, kita perlu
mengenai sel darah meratg sel darah putih, atau meka- mengingat bahwa sel limfoid dan hematopoietik ter-
nisme hemostatik. Gangguan sel darah merahbiasanya sebar di seluruh tubuh dan selalu terjadi "lalu lintas"
tercermin dalam anemia. Sebaliknya, gangguan sel sel antara berbagai kompartemen. Sebagai contoh,
darah putih paling sering berkaitan dengan per- seorang pasien yang berdasarkan biopsi kelenjar getah
tumbuhnn berlebihan, yang biasanya ganas. Gangguan bening didiagnosis mengidap limfoma maligna
hemostatik menyebabk an diatesis hemoragik (gat'tggu- mungkin juga memiliki limfositneoplastik di sumsum
an perdarahan) . Akhirnya, splenomegali, suatu tulang dan darahnya sehingga dianggap mengidap
gambaran pada beberapa penyakit hematopoietik, leukemia. Sellimfoid maligna dalam sumsum tulang
dibahas di akhir bab, demikian juga tumor timus. dapat menekan produksi sel darah merah dan
Tidak seperti banyak sistem organ lairl sistem limfo- trombosit, menimbulkan anemia dan trombositopenia;
hematopoietik tidak terbatas di satu tempat anatomik penyebaran ke hati dan limpa dapat menyebabkan or-
sehingga gangguan hematopoietik mula-mula tampak gan ini membesar. Manifestasi yang tampak beragam
membingungkan karena melibatkan beberapa lokasi ini memiliki mekanisme dasar yang sama.
BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID I 445
I
T
r Gangguan Sel Darah Merah
Gangguan sel darah merah (SDM) biasanya me- t Menn cell hemoglobin concentrstion (MCHC,
nyebabkan beberapa bentuk anemia atau kadang- konsentrasi hemoglobin sel rerata): konsentrasi
kadang eritrositosis (yaitu peningkatan jumlah sel rerata Hb dalam volume pocked RBC tertentu,
darah merah). Anemia adalah penurlrnan kemampuan dinyatakan dalam gram per desiliter
darah mengangkut oksigen, biasanya akibat penurun-
an massa SDM total dalam sirkulasi sampai di bawah
kadar normal. Hal ini tercermin dalam konsentrasi
hematokrit (Ht) dan hemoglobin (Hb) yang subnormal. Tabel 12-1. KLASIFtKASt ANEMTA BERDASARKAN
MEKANISME TERBENTUKNYA
, Anemia terjadi akibat perdarahan atau peningkatan
destruksi atau produksi SDM yang berkurang. Meka-
nisme yangberagam ini digunakan sebagai dasar untuk l. Kehilangan Darah
mengklasifikasikan anemia (Tabel 12-1). Kecuali ane- A. Akut: Trauma
mia pada gagal ginjal kronis, yang sel ginjal penghasil B, Kronis: lesi disaluran cerna, gangguan ginekologik
eritropoietinnya berkurang, penltrunan tegangan O" ll. Peningkatan Laju Destruksi (Anemia Hemolitik)
dalam jaringanyang disebabkan oleh anemia memicr_i A. Kelainan intrinsik (intrakorpuskular) SDM
peningkatan produksi eritropoietin. Hal ini menyebab- 1. Herediter
kan terjadinya hiperplasia kompensatorik pr"k.rrso, a. Gangguan sitoskeleton membran SDM (misal, sfero-
eritroid di sumsum tulang dan, pada anemia berat, sitosis, eliptositosis)
b. Defisiensi enzim SDM:
berlangsungnya hematopoiesis eks tramedula di organ
1) Enzim glikolitik: piruvat kinase, heksokinase
hematopoietik sekunder (limpa, hati, dan kelenjar gelah 2) Enzim pirau heksosa monofosfat: glukosa-6-fosfat
bening). Pada orang yang bergizi baik dan dehidrogenase, glutation Sintetase
^er-rludi
anemik akibat perdarahan atau peningkatan destruksi c. Gangguan sintesis hemoglobin
(hemolisis) akut, respons kompensasi ini dapat me- 1) Defisiensi sintesis globin: sindrom talasemia
ningkatkan regenerasi SDM sampai lima hingga 2) Sintesis globin yang secara struktural abnormal
(hemoglobinopati): anemia sel sabit, hemoglobin tak-
delapan kali lipat dan ditandai dengan pembebasin
stabil
SDM yang baru terbentuk (retikulosit) ke dalam darah 2. Didapat
perifer. Sebaliknya, penyakit yang berupa penurlrnan a. Defek membran: hemoglobinuria nokturnal paroksismal
produksi SDM (anemia aregeneratif) ditandai dengan B. Kelainan ekstrinsik (ekstrakorpuskular)
retikulositopenia. 1. Diperantarai oleh antibodi
Klasifikasi anemia yang lain didasarkan pada a. lsohemaglutinin: reaksi transfusi, eritroblastosis fetalis
(penyakit Rh pada neonatus)
morfologi SDM, yang sering berkaitan dengan pe- b. Autoantibodi: idiopatik (primer), terkait-obat, lupus
nyebab defisiensinya. Karakteristik spesifik yang mem- eritematosus sistemik
berikan petunjuk etiologik adalah ukuran SDM 2. Trauma mekanis terhadap SDM
(normositik, mikrositik, atau makrositik); derajat a. Anemia hemolitik mikroangiopati: purpura trombosito-
hemoglobinisasi, yang tercermin pada warna SDM penik trombotik, koagulasi intravaskular diseminata
3. lnfeksi: malaria
(normokromik atau hipokromik); dan beberapa
gambaran khusus lain, seperti bentuk SDM. Berbagai lll. Gangguan Produksi Sel Darah Merah
indeks SDM ini dinilai secara subjektif dengan inspeksi A. Gangguan proliferasi dan diferensiasi sel bakaj: anemia
visual apusan darah perifer dan juga diukur secara aplastik, aplasia SDM murni, anemia pada gagalginjal, ane-
mia pada gangguan endokrin
objektif dan dinyatakan dalam berbagai ukuran
B. Gangguan proliferasi dan pematangan eritroblas
sebagaiberikut: 1. Gangguan sintesis DNA: defisiensi atau gangguan pe-
I Mean cell aolume (MCV, volume sel rerata): volume makaian vitamin B,, dan asam folat (anemia megaloblastik)
2. Gangguan sintesis hemoglobin
rerata sebuah SDM, dinyatakan dalam femtoliter
a. Defisiensi sintesis hem: defisiensi zat besi
(mikrometer kubik) b. Defisiensi sintesis globin: talasemia
I Mesn cell hemoglobin (MCH, hemoglobin sel rerata): 3. Mekanisme tidak diketahuiatau multipel: anemia sidero-
kandungan (massa) rerata FIb per SDM, dinyatakan blastik, anemia pada peradangan kronis, anemia mjeloftisis
dalam pikogram akibat infiltrasl sumsum tulang
446 . BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID
*Rentang referensi mungkin bervariasidi antara laboratorium. Dalam menginterpretasi hasil uji laboratorium, harus selalu digunakan
rentang referensi dari laboratorium yang melakukan pemeriksaan'
. RB C distribution width (RDW, lebar distribusi SDM) : dapat disebabkan oleh defek inheren (intrakorpusku-
koefisien variasi volume SDM 1ar) SOM, yang biasanya bersifat herediter, atau faktor
ekstemal (ekstrakorpuskular), yangbiasanya didapat'
Di laboratorium klinik modem, terdapat alat khusus Beberapa contoh tercantum pada Tabel 12-1'
yang secara langsung mengukur atau secara automatis Sebelum membicarakan setiap gangguan, kita akan
menghitung indeks SDM tersebut. Rentang referensi membahas beberapa gambaran umtlm pada anemia
untuk dewasa diperlihatkan pada Tabel72-2. hemolitik. Semua anemia jenis ini ditandai dengan (1)
peningkatan laju destruksi SDM; (2) peningkatan
Lompensatorik eritropoiesis yang menyebabkan retiku-
PERDARAHAN: lositbsis; dan (3) retensi produk destruksi SDM oleh
ANEMIA PERDARAHAN tubuh, termasuk zatbesi.Karena zat besi dihemat dan
mudah didaur ulang, regenerasi SDM dapat meng-
Pada perdarahan akut, ancaman terdekat bagi imbangi hemolisis. Oleh karena itu, anemia golongan
pasien adalah hipovolemia (syok) dan bukan anemia. ini hampir selalu berkaitan dengan hiperplasia eritroid
Apabila pasien bertahan hidup, segera terjadi hemo- mencolok di dalam sumsltm tulang dan meningkatnya
dilusi yang efeknya mencapai puncak dalam 2 sampai hitung retikulosit di dornh tepi. Apablla a'nemia berat,
3 hari yang mengungkapkan tingkat kehilangan SDM' dapai terjadi hematopoiesis ekstramedularis di limpa,
Anemiantla normositik normokromlk. Pemulihan hati, dan kelenjar getah bening.
akibat anemia perdarahan dipercepat oleh meningkat- Deslruksi SDM dapat terjadi di dalam kompartemen
nya kadar eritropoietin, y arrg merangsang produksi vaskular (hemolisis intravaskular) atau di dalam sel
SDM dalam beberapa hari. Onset respons sumsum fagosit mononukleus, atau sistem retikuloendotel (SRE;
tulang ditandai dengan retikulositosis. hemolisis eks travasku lar) . H em o I is is intr na rt skttl ar Iet -
Pada kehilangan darah yang kronis, simpanan zat jadi apabila SDM mengalami trauma mekanis atau
besi secara bertahap berkurang. Zatbesi merupakan iusak akibat berbagaizatkimia atau faktor fisik (misal,
zat esensial untuk sintesis Hb dan eritropoiesis yang fiksasi komplemen, terpajan toksin klostridium, atau
efektif, sehingga defisiensi zat ini menyebabkan ane- panas). Apa pun penyebabnya, hemolisis intravaskular
mia kronis akibat produksi berkurang. Karena juga menyebabkan hemo giobinemia, hemo globinuria, dan
dapat timbul pada keadaan lain, anemia defisiensi zat hembsiderinuria. Perubahan pigmen hem menjadi bili-
beJi dibahas belakangan dalam bab ini bersama dengan rubin dapat menyebabkan peningkatan hiperbilir'ubi-
anemia lain akibat berkurangnya eritropoiesis (hlm' nemia tak-terkonjugasi dan ikterus. Hemolisis intra-
45e), vaskular masif kadang-kadang menyebabkan nekrosis
tubulus akut (Bab 14). Kadar haptoglobin serum, suatl)
protein
- yang mengikat Hb bebas, biasanya rendah'
PENINGKATAN LAJU Hemolisis ekstrnuaskulat, cara destruksi SDM yang
DESTRUKSI SEL DARAH lebihumum terjadi, terutamaberlangsung di dalam sel
fagositik limpa dan hati. Sistem fagosit mononukleus
MERAH: ANEMIA HEMOLITIK menyingkirlian eritrosit dari sirkulasi apabila SDM
SDM normal memiliki rentang usia sekitar 120 hari. mengalami cedera atau perubahan imunologis' Karena
Anemia yang berkaitan denganberkurangnya rentang SDM harus mengalami perubahan bentuk yang
usia SDM disebut nnemio hemolitik. Pemendekan usia ekstrem untuk dapat menyelusuri sinusoid limpa,
BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID 447
'
Patogenesis. pada HS, kelainnn primar terletnk pad.n
protein tlang membentuk kernngkn menbrnn SDM.
Beberapa protein tersebu t (Cb r . l1_Z; memben tuk pola
mirip jala di permukaan intrasel membran sel. protein
utama dalam jala ini adalah spektrin, yaitr-r heterodimer
fleksibel yang panjang. Jaringan spektrin ini
dihubungkan di dua titik ke membin: rrr"lul.ri ankirin
ke protein membran intrinsik pita 3 dan melalui pita
4.1 ke protein membran intrinsik glikoforin. Interaksi
spektrin/spektrin horizontal dan spektrin vertikal/
protein membran intrrnsik berfungsi menstabilkan
o""n.""'='n-{#
@ membran SDM dan bertanggun g-jawab terhadap
bentuk, kekuatan, dan kelenbr-rran SbM.
Mutasi yang pernah ditemukan pada HS sangat
.beragam,
tetapi semuanya menyefjkan ganggllan
ffi.--*r'-:Fl
Makrofaq
menelan SDM
Sel
darah merah
pada interaksi vertikal antara jaringan spektrin dan
salah satu protein membran intrinsiklKomponen
paling sering mengalami mutasi adalah untlrlr-,
(n.nkyyin), tetapi mutasi pada spektrin, pita 4.1,
yang
dan
Gambar 12-1 pita 3 juga pernah dilaporkan (lihat Gbi. 72-2). pada
semua jenis HS, SDM memperlihatkan penltrunan
Gambarskematik sinus Iimpa. Sebuah eritrosit sedang
dalam proses
stabilitas membran sehingga kehilangan fragmen
keluar dari genjel ke dalam lumen sinus. perhatikariderajat
defor_
membran setelah masuk ke darah perifer sementara
mabilitas yang dibutuhkan agar SDM dapat melewati
dinding sinus. volumenya hampir tidak berubah. Akibatnya, rasio
volume sel HS terhadap luas permukaannya menlrrun
sampai tercapai garis tengah terpendek yang masih
mungkin tmtuk volume tertentu, yaitu berbentuk bola
(sferis) (lihat Gbr. 12-2).
Limpa berperan penting dalam destruksi sferosis.
berkurangnya deformabilitas menyebabkan hal ini sulit SDM harus menjalani deformasi hebat untuk dapat
berlangsung dan menyebabkan sekuestrasi limpa, keluar dari genjel Billroth dan masuk sinusoid limpa.
diikuti oleh fagositosis (Gbr. 12-1). Hal ini diperkirakan Bentuk diskoid SDM normal memungkinkan sel
faktor pentrng dalam patogenesis destruksi -".,g_
ubah-ubah bentuknya. Sebaliknya, kur"r-,u berbentuk
:T_rypa\an
SDM pada berbagai anemia hemolitik. ilemolisis ekstra- bulat dan plastisitas membrannya berkurang, sferosit
vaskular tidak menyebabkan hemoglobinemia dan sulit meninggalkan genjel limpa. SDM abnormal
he_
moql9b1nu1ia, retapi dapar menyebibkan ikterus mengalami sekuestrasi dan akhimya dihancurkan oleh
dan,
apabila berlangsung lama, pembenhlrkan batu empedu makrofag, yang sangat banyak dalam genjel limpa.
kaya-bilirubin (disebur juga batu pigmen). Hnpioglo_ Per.an penting limpa dalam proses ini iiperlihatian
bin serum selalu berkurang karena se-baglan Hb oleh efek splenektomi yang selaltt menguntungkun.
p-asti
lolos ke dalam plasma. pada sebagiurl "b"ru. bentuk dan sferositosis tetap ada, tetipi orriionyn
anemia hemolitik, terjadi hiperplasia reaktif sistem lyfetfO_|W
diperbaiki.
mononukleus, yang menyebabkan splenomegali.
Karena jalur untuk ekskresi tcelebihan zat besi
terbatas, anemia hemolitik cenderung menyebabkan
penimbunan zat besi dan menimbulkin hemosidero_
sis (Bab 1) atau, pada kasus yang sangat berat, hemo_ MORFOLOGI
kromatosis sekunder (Bab 16).
Pada epusan, SDM tidak memperlihatk an zona pucat di
tengah karena bentuknya yang bulat. Sferositosis,
Sferositosis Herediter walaupun khas, tidak Oeriif"t diagnostik, karena
ditemukan pada semua keadaan yang menyebabkan
Ganggunn ini ditnndai dengnn defekherediter (intrinsib) hilangnya membran sel seperli pada anemia hemolitik
membrrm SDM yong menyebabknn eritrosit sferoid,kurang autoimun, yang akan dibahas kemudian. Seperti pada
dapnt.mengalami drtrmitas, dnn rentnn terhaclop sekuestrnii
anemia hemolitik lain, regenerasi SDM diperlihatkan
oleh retikulositosis di darah perifer. Splenomegali lebih
dan de,struksi limpa.Sferositosis herediter (HS) umum-
nya diturunkan sebagai sifat dominan autosomal; P"""f..gr.n
tebih sering pada HS i"iip"J"""r"ri"
hemotitik
bentuk lain. Berat limpa biasanya antara 500
sekitar 25% pasien memiliki bentuk penyakit resesif dan 1000 g tetapi mungkin tebifr. pemOerrrun Lipu
autosomal yang jauh lebih parah diripada bentuk terjadi akibat kongesti berat genjel-genjel Billroth
dominan autosomal. (sehingga sinus limpa hampir Oenar-tenir. ktsong) dan
448 I BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID
iljl:rl,*ri
,i;iilit:
:t: iti i
:
,:.
l-ii,l,l,i'iit. ii
.iljiii.qrl1
,,, fr.t,,r i,'r
l
.-. l_:..riii:"J
Gambar 12-2
Gambaran skematik sitoskeleton membran SDM dan efek perubahan protein sitoskeleton pada bentuk SDM. pada mutasi yang mengenai
integritas sitoskeleton membran, eritrosit normal yang bikonkaf kehilangan fragmen membran. Untuk mengakomodasi berkurangnya luas
permukaan, sel mengambil bentuk bulat. Sel sferositotik ini kurang mampu berubah bentuk (kurang lentur atau kurang
deformable)
daripada SDM normal sehingga terperangkap di dalam genjel limpa, tempat sel tersebut difagositosrs oleh makrofag.
Gambar 12-3
dengan berkurangnya sintesis rantai giobin, me- Iekatan SDM ke endotel in vitro berkaitan dengan
numnkan MCHC sehingga keparahan sel sabit juga keparahan klinis, mungkin karena " stickiness"
-berkurang. Konsentrasi FIbS yang relatif rendah juga (kelengketan) memengaruhi waktu transit SDM in
berperan dalam kurangnya slckllng simtomatik pada vivo.
heterozigot.
Terdnpat dttn konsektrensi utnmn yang ditimbulknn
I Durasi SDM terpajon tegnngnn O,yottg rendnh. Waktu
oleh terciptanyn SDM berbentuk saltit (Cbr. 12-4).
transit normal untLrk SDM melintasi kapiler kurang
Pertama, serangan berulang deoksigenasi menyebab-
memadai unLuk memicu pembenfr-rkan agregat Hbi
kan kerusakan membran dan dehidrasi SDM, yang
terdeoksigenasi yang signifikan. Oleh karena itr-r,
menjadi kaku dan akhirnya berbentnk sabit secara
pembentukan sel sabit terbatas di jaringan
ireversibel. SDM disfungsional ini dikenali dan di-
mikrovaskular yang aliran darahnya lambat. Aliran
singkirkan oleh sel fagosit mononnkletrs sehingga
lambat ini biasanya terjadi di limpa dan sumsum
terjadi anemia hemolitik ekstravaskular kronis. Secara
tulang, yaitu organ yang paling terkena pada
keseh-rruhan, rentang usia rerata SDM se1 sabit
penyakit sel sabit. Pada jaringan vaskular lain
berkurang dari 120 hari menjadi sekitar 20 hari. Kedua,
diperkirakan terdapat dua faktor yang memiliki
pembentukan sel sabit menyebabkan obstrulcsi mikro-
peran patogenik penting: peradangan dan me-
alskrilar luas yang menyebabkan kerusakan jaringan
ningkatnya adhesi SDM. Seperti Anda ingat, keluar-
iskemik. Vaso-oklusi dapat dipicr-r darn dieksaserbasi
nya darah dari jaringan yang meradang melambat
oleh infeksi, peradangan, dehidrasi, dan asidosis.
karena adhesi leukosit dan SDM ke endotel aktif
dan eksudasi cairan melalui pembuluh yang bocor.
Akibatnya, SDM mengalami waktu transit yang
lebih lama melintasi jaringan pembuluh yang
meradang sehingga sel tersebut rentan mengalami MORFOLOGI
pembenbr"rkan sel sabit disertai gejala. Karena alasan
yangbelum jelas, SDM sabit juga memperlihatkan Berbagai perubahan anatomik yang terjadi berasal dari
peningkatan protein perekat di permukaan, seperti ketiga aspek berikut: (1) hemolisis, yang menyebabkan
CD36, bahkan tanpa peradangan yang nyata. Per-
Asam glutamat
IE-6A
Menoambil bentuk
sabit s6cara reversibel
Gambar 12-4
produksi sel darah putih sehingga obat ini mungkin homozigot. Penentuan sekuensi gen B-globin yang ber-
mengurangi stasis dan pembentukan SDM sabit yang hasil diklona dan diperoleh dari pasien talasemiaber-
berkaitan dengan peradangan. Dihipotesiskan kedua hasil mengungkapkan lebih dari 100 mutasi penyebab
efek bekerja mengurangi krisis nyeri. talasemia B0 atau p*. Sebagian besar mutasi ini terjadi
akibat perubahan basa. Berbeda dengan talasemia cx,
yang nanti dijelaskan, delesi gen jarnng merupakan
Talasemia penyebab talasemin B (Tabel 12-3).
Rincian mengenai mutasi serta efeknya pada
Tolasemia adofah sekelompok heterogen I{mIILtqn
sintesis B-globin adalah di luar cakupan buku ini, tetapi
genetik pada sintesis Hb yang ditandai dengan tidak
beberapa contoh ilustratif dikemukakan di sini (Cbr.
sds atau berkurangnya sintesis rantsi globin. Pada
12-5):
talasemia-u, sintesis rantai o-globinberkurang, sedang-
kanpada talasemia-p, sintesis rantai B-globin tidak ada r Regio promotor mengendalikan inisiasi dan ke-
(diberi nama talasemia B") atau sangat berkurang (tala- cepatan transkripsi, sehingga mutasi yang meme-
semia B*). Tidak seperti hemoglobinopati, yang men- ngaruhi sekuensi promotor biasanya menyebabkan
cerminkan kelainan kualitatif, talasemia terjadi akibat penurunan transkripsi gen globin. Karena sedikit
kelainan kuantitatif sintesis rantai globin. Konsekuensi banyak masih melakukan sintesis B-globin, pasien
berkurangnya sintesis saLu rantai globin berasal tidak mengalami talasemia B*.
saja dari kadar Hb intrasel yang rendah, tetapi juga I Mutasi di sekuensi pengkode biasanya menimbul-
dari kelebihan relatif rantai globin yang lain, seperti kan konsekuensi yang serius. Sebagai contoh, pada
akan dibahas kemudian. sebagian kasus perubahan satu nukleotida di salah
Talasemia diwariskan sebagai sifat kodominan sa lu ekson menyebabkan terbenhrknya kodon termi-
antosomal. Bentuk heterozigot (talasemia minor atau nasi, atau kodon "slop" yang menghentikan
sfnt talnsemla) mungkin asimtomatik atau bergejala translasi RNA ffiessenger (nRNA) B-globin' Termi-
ringan. Bentuk homozigot, tslasemia mayor, berkaitan nasi prematur menghasilkan bentuk B-globin yang
dengan anemia hemolitik yang berat. Gen mutan sering puntung dan nonfungsional dan menyebabkan
ditemukan pada populasi Mediteranea, Afrika, dan talasemia Bo.
Asia. I Mtttctsi yang menyebnbkan kelninan pemrosesan
Patogenesis Molekular. Terdapat pola kompleks zRNA merupnkan penyebab tersering tnlasemin B.
defek molekuiar yang mendasari taiasemia. Ingatlah Sebagian besar mutasi ini mengenai intron, tetapi
bahwa FIb dewasa, atau HbA, adalah suatu tetramer sebagian diketahui terletak di dalam ekson' Apabila
yang terdiri atas dua rantai a dan dua rantai B. Rantai mutasi mengubah splice iunction normal, tidak
cx dikode oleh dua geno-globin, yang terletakberiringan terjadi penyambungan dan semua mRNA yang
di kromosom 11. Sebaliknya, rantai B dikode oleh terbentuk menjadi abnormal. mRNA yang tidak
sebuah gen p-globin yang terletak pada kromosom 16. tersambung diuraikan di dalam inti sel dan terjadi
Talasemis B. Seperti telah disebutkan, sindrom talasemia B0. Namun, sebagian mutasi mengenai in-
talasemia p dapat diklasifikasikan menjadi dua kate- tron di lokasi yang jauh dari splice itLnction intron-
gori: (1) talasemia F0, yang berkaitan dengan ketiadaan ekson normal. Mutasi ini menciptakan tempat baru
total rantai B-globin pada keadaan homozigot, dan (2) yang menjadi substrat bagi enzim penyambung di
talasemia 0*, yang ditandai dengan penlrrunan (tetapi lokasi abnormal-di dalam sebuah intron, misal-
masih dapat dideteksi) sintesis p-globin pada keadaan nya. Karena tempat penyambungan normal uttth,
Ekson-3
Gambar 12-5
Gambaran diagramatik gen B-globin dan beberapa tempat di mana diketahui dapat terjadi mutasi tltik yang menimbulkan talasemia B
(Dimodifikasi dari Wyngaarden JB, Smith LH, Bennett JC [eds]: CecilTextbookof Medicine, 19th ed. Philadelphia, WB Saunders, 1992).
BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID T 453
terjadi penyambungan normal dan abnormal sintesisnya normal. Rantai cx. yang tidak berpasangan
sehingga terbentuk mRNA B-globin yang normal membentuk agregat tak-larut yang mengendap di
dan abnormal. Para pasien ini menderita talasemia dalam SDM (Gbr . 72- 6). Badan sel ini merusak memb ran
B-. sel, mengurangi plastisitas, dan menyebabkan SDM
rentan terhadap fagositosis oleh sistem fagosit mono-
Dun fnktor berpernn dslnm patogenesis anemin nukleus. Yang terjadi tidak saja kerentanan SDM mabLrr
min- p. Berkurangnya sintesis B-globin me-
p ndn tnlase terhadap destruksi prematur, tetapi jr,rga kerusakan
nyebabkan pembentukan HbA kurang memadai se- sebagian besar eritroblas di dalam sllmsum tulang
hingga konsentrasi Hb keseluruhan (MCHC) per sel karena adanya badan inklusi yang memsak membran.
berktrrang, dan sel tampak hipokromik. Yang jauh lebih Destruksi SDM intramedula (eritropoiesis inefektifl ini
penting adalah komponen hemolitik pada talasemia- menimbulkan efek merugikan lainnya: peningkatan
B. Hal ini br-rkan disebabkan oleh tidak adanya B-globin, penyerapan zat besi dalam makanan yang berlebihan
tetapi oleh kelebihan relatif rantai cx-globin, yang sehingga para pasien kelebihan beban zat besi.
NORIVAL TALASEMIA B
denqan kelebihan
relatif o-globin -HbA
Eritroblas normal Eritroblas abnormal
.J
Beberapa sel
,ll darah merah sffi-Rgr"gut
Sel darah merah normal
abnormal keluar
dari sumsum
tulang
* trtr ffi
a-slobin
normal
ffi**ffi:unA
Sel darah merah
hiookromik
Besi dari
makanan
t I
@4 ffiffi
Peningkatan
tr-ffih
@
penyerapan
besi "ffi$-b
V
*%%*p"
Transfusi
darah
+
i
Anoksia jaringan
Berkurang +
Eritropoietin
meningkat
",:..., ',.,-:ir-. -.-.1r-
*.q:-
+ ,'i"ji- r' ' "::i+l1r,
Kelebihan besi sistemik ll;'
Ekspansi sumsum tulang
(hemokromatosis sekunder) i
\
Deformitas tulang
Gambar 12-6
Patogenesis talasemia-p mayor. Pei'hatikan bahwa agregat yang terbentuk dari kelebihan a-globin tidaktampa.k pada apusan darah rutin.
Transfusi darah, di pihak lain, mempeibaiki anemia dan mengurangi rangsangan bagisekresi eritropoietin dan deformitas yang dipicu oleh
ekspansi sumsum tulang; di pihak lain, tr.ansfusi menambah beban zat besi sistemik.
454 3 BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID
MORFOLOGI
Hanya perubahan morfologik pada talasemia-B, yang Perjalanan Penyakit. Talasemin maylr memper-
lebih sering ditemukan di Amerika Serikat, yang akan lihatkan gejala setelah lahir seiring dengan berkllrang-
BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID I 455
nya sintesis HbF. Anak yang terjangkit, gagal ber- berkulit hitam. Sekitar 10% dari laki-laki berkulit hitam
kembang normal, yang terjadi hampir sejak lahir. di Amerika Serikat terkena. Pada orang-orang ini, pada
Pertumbuhan dapat dipertahankan hanya dengan prekursor SDM disintesis enzim dalamjumlah normal,
transfusi darah berulang, yang memperbaiki anemia tetapi di SDM matur, yang tidak lagi memiliki kapasitas
dan mengurangi cacat tulang akibat eritropoiesis yang membentuk protein, enzim ini lebih cepat mengalami
berlebihan. Dengan transfusi saja, pasien dapat kerusakan daripada normal. Oleh karena itu, SDM
bertahan hingga dekade kedua atau ketiga, tetapi yang tua secara progresif mengalami defuiensi aktivitas
akhirnya secara bertahap terjadi kelebihan zatbesi.Zat enzim dan paling rentan terhadap stres oksidan.
besi, baik yang diperoleh dari SDM transfusi maupun Gangguan tersebut tidak menimbulkan gejala,
zat besi yang diserap secara berlebihan dari usus kecuoli apabila SDM mengnlami jejas oleh oksidan akibat
(sedikit banyak berkaitan dengan eritropoiesis yang terpajan obat, toksin, ntatL infeksi tertentu. Obat yang
inefektif) berperan menimbulkan kelebihan zat besi. berperan antara lain antimalaria (misal, primakuin),
Kecuali apabila pasien diterapi secara agresif dengan sulfonamid, nitrofurantoin, fenasetin, aspirin (dalam
chelator untuk zat besi, sering terjadi gagal jantung dosis besar), dan turunan vitamin K. Yang lebih penting
akibat hemokromatosis sekunder yang sering menjadi adalah infeksi yang mungkin memicu hemolisis, karena
penyebab kematian pada dekade kedua atau ketiga dibebaskannya radikal bebas dari sel fagositik. Efek
kehidupan. Apabila mungkin, transplan tasi sumsum zat tersebut adalah menimbulkan oksidasi terhadap
tulang pada usia dini merupakan pengobatan pilihan. giutation tereduksi (GSH) menjadi glutation teroksidasi
Pada talasemia minor biasanya hanya terjadi ane- (CSSG) melalui pembentukan hidrogen peroksida.
mia hipokromik mikrositik ringan, dan secara umum Karena regenerasi GSH di sel yang kekurangan G6PD
para pasien ini memiliki usia harapan hidup yang terganggu, terjadi penimbunan hidrogen peroksida
normal. Karena anemia defisiensi zst besi menyebabkan yang menyebabkan denaturasi rantai globin melalui
gambaran SDM yang serupa, anemia jenis ini perlu oksidasi gugus sulflridril. Hb denaturasi mengendap
disingkirkan terlebih dahuh-r dengan pemeriksaan labo- di dalam SDM dalam bentuk badan inkiusi yang
ratorium yang sesuai, yang akan dijelaskan kemudian. disebutbndan Heinz. Endapan Hb denaturasi ini dapat
Diagnosis talasemia-B minor ditegakkan dengan merusak membran sel sehingga terjadi hemolisis
elektroforesis Hb. Selain berkurangnya jumlah HbA intravaskular. Selain itu, SDM yang mengandung
(ur}r), kadar F{bA, (o.5r) meningkat. Diagnosis tala- badan inklusi ini kurang mampu mengalami
semia-cx mayor umumnya dapat dilakukan secara deformitas, dan sel membrannya mengalami kerusakan
klinis. Darah perifer memperlihatkan anemia mikro- lebih lanjut saat fagosit limpa mencoba "me^cabvt"
sitik hipokromik yang berat disertai bentuk sel yang badan inklusi, menciptakan apa yang disebut sebagai
sangat bervariasi (poikilositosis). Hitung retikulosit bite cells ('sel tergigit', Gbr.72-7). Semtta perubahan
meningkat. Elektroforesis Hb memperlihatkan pe- tersebut menyebabkan SDM mudah terperangkap di
nurunan nyata atau tidak adanya HbA serta me-
ningkatnya kadar HbF. Kadar HbA, mungkin normal
atau meningkat. Diagnosis pranatal terhadap kedua
bentuk talasemia dapat ditegakkan dengan analisis
DNA. ffi
Defisiensi Glukosa-6-Fosfat
Dehidrogenase
Eritrosit dan membrannya rentan terhadap jejas oleh ffi %ffi
*6q*
oksidan endogen atau eksogen. Secara normal,
glutation tereduksi (GSH) intrasel menurunkan oksi-
dan semacam itu. Kelainan enzim yang berperan
ffiwffi%q
wffi
dalam pirau heksosamonofosfat atau metabolisme
glutation mengurangi kemampuan SDM melindungi
diri dari jejas oksidatif dan menyebabkan anemia
hemolitik. Prototipe dan yang paling prevalen dari
ffi
Gambar 12-7
anemia jenis ini adalah anemia yang disebabkan oleh
defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD). Gen Apusan darah tepi dari seorang pasien dengan defisiensi glukosa-
G6PD terletak di kromosom X, dan di lokus ini terjadi 6-fosfat dehidrogenase setelah terpajan obat oksidan. /nsef, SDM
polimorfisme yang cukup besar. Lebih dari 400 varian dengan endapan globin yang mengalami denaturasi (badan Heinz)
genetik C6PD, yang sebagian besar tidak berkaitan yang diperlihatkan dengan pewarnaan supravital. Sewaktu
dengan penyakit, telah teridentifikasi. Di Amerika makrofag limpa mencabut badan-badan inklusi ini, terbentuk "sel
Serikat, G5PD varian A- menyebabkan anemia hemo- tergigit" seperti yang tampak pada apusan ini. (Sumbangan Dr.
Robert W. McKenna, Department of Pathology, University of Texas
litik. Kelainan ini terutama ditemukan pada orang
Southwestern Medical School, Dallas.)
456 T BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID
sinus limpa dan dihancurkan oleh fagosit (hemolisis menyebabkan PNH klinis. Dipercayaibahwa sel mutan
ekstravaskular). ini menjadi dominan dalam sumsum tulang (sehingga
" Hemolisis akibat obat bersifat akut dan keparahan menyebabkan PNH yang bermanifestasi klinis) hanya
klinis bervariasi. Biasanya pasien memperlihatkan pada kasus jarang; pada keadaan tersebut klona
tanda-tanda hemolisis setelah periode jeda 2 atau 3 defisien-PlGA memiliki keunggulan untuk bertahan
hari. Karena gen G6PD terletak di kromosom X, semua hidup. Sejalan dengan pandangan ini, PNH sering
erjtrosit laki-laki yang mengidap penyakit ini meng- muncul dalam situasi terdapat kegagalan sumsum
alami defisiensi aktivitas enzim. Namun, karena tulang primer (anemia aplastik), yang tampaknya pa-
inaktivasi acak kromosom X pada perempuan (Bab7), ling sering disebabkan oleh supresi atau destruksi
perempuan heterozigot memiliki dua populasi SDM imunologik sel bakal sumsum tuiang. Dihipotesiskan
yang berbeda: beberapa normal dan beberapa meng- bahwa pada pasien PNH, sel T autoreaktif secara
alami defisiensi aktivitas G6PD. Oleh karena itu, pasien khusus mengenali antigen permukaan PlGlailed dipro-
Iaki-laki lebih rentan terhadap jejas oksidan, sedang- genitor sumsum tulang normal. Karena tidak meng-
kan sebagian besar perempuan pembawa sifat tidak ekspresikan protein sasaran ini, sel bakal yang defisien
memperlihatkan gejala, kecuali mereka yang proporsi PIGA ini lolos dari serangan imun dan akhirnya meng-
SDM defisiennya sangatbesar (suatu situasi kebetulan gantikan elemen normal sumsum tulang. Berdasarkan
yang dikenal sebagai unfaaorable lyonization). Karena skenario ini, imunosupresi sekarang sedang diteliti
defisiensi enzim paling nyata pada SDM tua, sel ini dalam pengobatan PNH.
lebih rentan terhadap lisis. Karena sumsum tulang
mengompensasi dengan menghasilkan SDM baru
(muda), hemolisis cenderung mereda, bahkan apabila Anemia lmunohemolitik
pajanan obat berlanjut. Pada varian yang lain, seperti Bentuk anemia hemolitik yang jarang ini disebab-
G6PD Mediteranea yang terutama ditemukan di Timur kan oleh antibodi yang bereaksi dengan membran SDM
Tengah, defisiensi enzim dan hemolisis yang terjadi normal atau abnormal. Pada anemia hemolitik
lebih parah. autoimun, antibodi anti-SDM mungkin muncul secara
spontan, atau terpicu oleh agen eksogen seperti obat
Hemoglobinuria Nokturnal atav zat kimia. Anemia imunohemolitik dikiasif ikasi-
kan berdasarkan sifat antibodi yang teriibat dan ke-
Paroksismal mungkinan adanya kelainan terkait, yang disajikan
Suatu gangguan langka yang etiologinya tidak dalam bentuk sederhana pada Tabel 12-4.
diketahui, hemoglobinuria nokturnal paroksismal Apa pun penyebab terbentuknya antibodi, diagno-
(PNH) dibicarakan di sini karena merupakan satu- sis anemia imunohemolitik didasarkan pada pem-
satunya anemia hemolitik yan g diseb abkan oleh d efek buktian adanya antibodi anti-SDM. Metode yangpa-
membran didapat akibat mutasi yang tnengensi sel ling sering digunakan untuk mendeteksi antibodi
baksl mieloid. Gen mutan,yar.g disebut PIGA, diperlu- tersebut adalah uji antiglobulin Coombs, yang didasar-
kan untuk sintesis jenis khusus jangkar gtikolipid kan pada kapasitas antibodi (yang terbentuk pada
intramembran (fosfatidilinositol glikan [PIG]) yang hewan) terhadap imunoglobulin manusia untuk meng-
sama-sama dimiliki oleh beragam protein terkait- gumpalkan SDM. Hasil positif menunjukkan bahwa
membran. Tanpa jangkar membran, protein "PIG- SDM pasien dilapisi oleh antibodi manusiayang dapat
tniled" ini tidak dapat diekspresikan pada permukaan bereaksi dengan serum anti-imunoglobulin manusia'
sel. Yang terkena antara lain tiga protein yang mem- Keadaan itu disebut uji Coombs langsung. Uji Coombs
batasi aktivasi spontan komplemen di permukaan sel.
Akibatnya, prekursor defisien-PlGA menghasilkan
SDM yang secara berlebihan peka terhadap aktivitas
litik komplemen. Membran granulosit dan trombosit
juga mengalami defisiensi sejumlah protein "PIG- Tribel.,'l?*
tniled" lain dan hal ini mungkin dapat menjelaskan
kerentanan berlebihan pasien terhadap infeksi dan
Tipe Antibodi Hangat
trombosis intravaskular.
Primer (idiopatik)
PIGA terkait dengan kromosom X sehrngga sel nor- Sekunder: neoplasma limfoid sel B (misal, CLUSLL), SLE, obat
mal hanya memiliki satu gen P IG A akt rf , yang mutasi- (misal, cr-metildopa, penisilin, kuinidin)
nya sudah cukup untuk menimbulkan defisiensi PIGA.
Tipe Antibodi Dingin
Karena pada PNH semua turunan mieloid terkena,
Akut: infeksi Mycopl asma, mononukleosis infeksiosa
mutasi penyebab kelainan ini harus terjadi di sel bakal
Kronis: idiopatik, neoplasma limfold sel B (misal, limfoma
multipoten. Yang menarik, sekarang diketahui bahwa limfoplasmasitik)
sebagian besar (apabila tidak semua) orang normal
memiliki sejumlah kecil sel sumsum tulang defisien- CLUSLL, leukemia limfositik kronis/limfoma limfositik kecil; SLE'
PIGA yang memiliki mutasi identik dengan yang lupus eritematosus sistemik
BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID I 457
tidak langsung digunakan untuk mendeteksi antibodi dari pneumonia Mycoplnsma dan mononukleosis
dalam serum pasien dan berupa inkubasi SDM nor- infeksiosa. Anemia yang terjadi biasanya ringan,
mal dengan serum pasien, diikuti oleh uji Coombs transien, dan secara klinis kurang bermakna. Pem-
langsung pada SDM yang telah diinkubasi ini. bentukan aglutinin dingin secara kronis dan anemia
Anemia Imunohemolitik Antibodi Hangat. hemolitik yang ditimbulkannya juga dapat terjadipada
Anemia golongan ini ditandai dengan adanya antibodi kasus neoplasma limfoid atau sebagai suatu kelainan
imunoglobulin G (IgG) (jarang, imunoglobulin A [IgA]), idiopatik. Selain anemia, para pasien ini juga dapat
yang aktif pada suhu 37"C. Banyak kasus (lebih dari mengalami fenomena Raynaud akibat aglutinasi SDM
60%) bersifat idiopatik (primer) dan termasuk dalam di kapiler bagian tubuh yang terpajan.
kelompok penyakit autoimun. Sekitar seperempat kasus
berkaitan dengan suatu penyakit lain (misal, lupus
eritematosus sistemik [LES]) yang mengenai sistem Anemia Hemolitik Akibat Trauma
imun atau dipicu oleh obat. Patogenesis hemolisis pada Mekanis pada Sel Darah Merah
sebagian besnr kasus melibatkan opsonisasi SDM oleh
Pada berbagai keadaan, SDM dapat rusak akibat
antibodi IgG dnn fagositosis oleh makrofag limpa. Pada
anemiahemolitik imun idiopatik sering ditemukan sel
trauma fis|k. Anemia hemolitik yang secara klinis
sferoid mirip dengan yang terdapat pada sferositosis
penting kadang-kadang disebabkan oleh prostesis
katup jantung atau penyempitan dan obstruksi parsial
herediter. Diperkirakan sebagian membran sel meng-
pembtiluh darah. Anemia hemolitik traumatik lebih
alami cedera dan dihilangkan saat sel berlapis antibodi
ini dicoba difagositosis; hal ini mengurangi rasio luas parah pada katup mekanis artifisial daripada katup
terhadap volume sehingga terbentuk sferosit. Sel ini
bioprostetik dari babi. Pada pasien dengan katup
dihancurkan dalam limpa, seperti telah dijelaskan (hlm.
prostetik (apa pun tipenya), SDM rusak oleh stres
merobek yang ditimbulkan oleh arus turbulen dan
447 ) . Kep ar ahan klinis anemi a imunohemoli tik cukup
gradien tekanan abnormal yang disebabkan oleh katup.
bervariasi. Sebagian besar pasien mengalami anemia
ringan kronis dengan splenomegaii sedang dan sering
Anemia hemolitik mikroangiopati, di pihak lain, di-
tandai dengan kerusakan mekanis pada SDM sewaktu
tidak memerlukan terapi.
Mekanisme hemolisis yang dipicu oleh obat ber-
SDM terjepit saat masuk ke pembuluh yang terlalu
variasi dan pada beberapa kasus masih belum di- menyempit. Umumnya, penyempitan ini disebabkan
oleh pengendapan fibrin secara luas di pembuluh halus
pahami. Obat seperti u-metildopa memicu suatu ane-
mia yang tidak dapat dibedakan dengan anemia hemo-
litik bentuk idiopatik primer. Terbentuk autoantibodi
yang ditujukan pada antigen SDM intrinsik, terutama
antigen golongan darah Rh. Diperkirakan, obat meng-
w
ubah epitop asli sehingga toleransi sel T terhadap pro-
tein membran terlewati (lihat Gbr. 5-20). Pada kasus
lain, obat seperti penisilin bekerja sebagai hapten dan
memicu suatu respons antibodi dengan berikatan ke
suatu protein membran SDM. Kadang-kadang antibodi
mengikat dan membentuk kompleks imun dengan obat
di dalam sirkulasi. Kompleks imun ini dapat meng-
endap di permukaan SDM, yang kemudian dirusak
atau mengalami opsonisasi setelah fiksasi komplemen.
Anemia Imunohemolitik Antibodi Dingin.
Anemia golongan ini ditandai dengan adanya antibodi
imunoglobulin M (IgM) berafinitas rendah, yang
mengikat membran SDM pada suhu di bawah 30'C,
sepertiyangmungkin ditemukan di bagian tubuh dis-
tal (misal, tangan, jari kaki). Fiksasi komplemen dapat
menyebabkan hemolisis intravaskular. Namun, sel
yang dilapisi oleh antibodi dan komplemen tidak
mengalami lisis karena komplemen paling aktif pada
suhu 37oC. Apabila sel yang sudah dilapisi oleh
antibodi dan komplemen mengalir ke daerah yang lebih
Gambar 12-B
hangat, antibodi IgM yang ikatannya lemah tersebut
akan dibebaskan, dan sel hanya dilapisi oleh C3b.
Anemia hemolitik mikroangiopati. Apusan darah tepi dari pasien
Karena C3b adalah suatu opsonin (Bab 2), sel difago- dengan sindrom hemolitik-uremik memperlihatkan beberapa SDM
sitosis oleh sistem fagosit mononukleus, terutama sel yang mengalami fragmentasi. (Sumbangan Dr. RobertW McKenna,
Kupffer; oleh karena itu, hemolisisnya ekstrauaskular. Department of Pathology, University of Texas Southwestern Medi-
Aglutinin dingin timbul secara akut saat pemulihan cal School, Dallas.)
458 T BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID
dalam kaitannya dengan koagulasi intravaskular Gambaran Klinis. Gambaran anatomik dan klinis
diseminata (DIC) (hlm. 498). penyebab lain anemia yang khas pada malaria berkaitan dengan kejadian
'hemolitik mikroangiopati adalah hipertensi maligna,
berikut:
SLE, purpura trombositopenik trombotik, sindiom
hemolitik-uremik, dan kanker luas. Sebagian besar 1. Merozoitbaru dalam jumlahbesar dibebaskan dari
penyakit tersebut dibahas di bagian lain buku ini. yang SDM pada interval sekitar 48 jam untuk p. aiuax, p.
-umum ditemukan pada berbagai penyakit ini adalah oaale, dan P. fnlcipnrum;72 jarn untuk p. molariae.
adanya lesi vaskular yang memperunudah SDM dalam Gejala klinis berupa menggigil dan demam bersama_
sirkulasi mengalami jejas mekanis. perubahan an dengan pembebasan ini.
morfologik pada SDM yang mengalami jejas (skistosit) 2. Parasit menghancurkan sejumlah besar SDM
mungkin sangat mencolok. Oleh karena itu, mungkin sehingga terjadi anemia hemolitik.
ditemnkan "burr cell", "sel helm,,, dan,,sel segiti"ga,, 3. Suatu pigmen malaria cokelat yang khas, mungkin
pada apusan darah tepi (Gbr. 12-g). perlu diperhitik-ar9 turunan Hb yang identik dengan hematin, dibebas_
kecuali unhlk purpura trombositopenik trombotik dan kan dari SDM yang pecah bersama dengan mero_
sindrom hemolitik uremik terkait, hemolisis umumnva zoit. Pigmen ini menyebabkan perubahan warna
bukan merupakan masalah klinis utama. pada limpa, hati, kelenjar getahbening, dan sumstrm
tulang.
4. Aktivasi mekanisme pertahanan fagositik oleh
Malaria pejamu menyebabkan hiperplasia sistem fagosit
mononukleus di seluruh tubuh, yang terceimin
Diperkirakan 200 juta orang mengidap penyakit
pada_splenomegali masif. Walaupun jarang, hati
infeksi ini; penyakit ini adalah salah satu penyakit
juga dapat membesar.
pada. manusia yang paling luas penyeburun rya. Mu_
laria bersifat endemik di Asia danAfrika, tetapi karena Mqlario falciparum yang fntnt ditanctai dengnn
semakin banyaknya orang bepergian dengan pesawat, .
k.eterlib-atsn otak yang mencolok, suattr penyutit ying
kasus malaria dapat ditemukan di seluruh dunia. dikenal sebngai malarin otnk (cerebrat mntnria). Secari
Kenyataan bahwa eradikasi malaria secara teoretis normal, SDM memiliki permukaan bermuatan negatif
mungkin dilakukan menyebabkan prevalensinya yang kurang berinteraksi dengan permukaan sei
menjadi semakin lebih ironis. Malaria disebabkan oleh endotel. Infeksi SDM oleh p. falcipartum memicu
salah satu dari empat jenis protozoa : plnsmoclium aianx muncuinya tonjolan permukaan bermuatan positif
menyebabkan malaria tersier jinak; p. malaritre rne_ yang. mengandung protein parasit dan mendorong
nyebabkan malaria kuartana, yaitu bentuk jinak lain_ periekatan ke molekul perekat yang terdapat di endotel
ny,a; P-. oaalemenyebabkan maiaria ovale, bentuk aktif; dari molekul perekat ini, platelet ind.othelint cett
yang
relatif jarang dan jinak seperti maiaria vivax; din p. odhesion molecule I (PECAM-1, CD31) d.an intercelltt_
falciparum menyebabkan malaria tersiana (maiaria lar sdhesion molecule I (ICAM,1) tampaknya yang
falciparum), penyakit yang lebih serius dengan angka terpenting. SDM yang terinfeksi juga membentuk ro_
kematian yang tinggi. Semua bentuk ditularkan haiva sette mengelilingi SDM yang tidak terinfeksi. Ke_
melalui gigitan nyamuk Anopheles betina, dan cenderungan SDM membentuk gumpalan dan melekat
manusia adalah satu-satunya reservoar alami. ke endotel ini menyebabkan SbM mengalami
Etiologi dan Patogenesis. Siklus hidup plasmo_ sekuestrasi di venul pascakapiler. pembuluh otik yang
dium sangat kompleks. Sewaktu nyamuk menggigit terbendung tampak dipenuhi oleh SDM yang terinfeksl
tubuh, sporozoit dari kelenjar iiur masuk dan dalam dan sering tersumbat oleh mikrotrombui. Malaria otak
beberapa menit sudah menginfeksi sel hati manusia. dapat timbui mendadak atau secara lambat, tetapi
Parasit berkembang biak dengan cepat di dalam sel biasanyaprogresif disertai timbtilnya demam tingfi,
hati untuk membentuk skizon yu^g *".gandung menggigil, kejang, koma, dan kematian, biasanya dalam
ribuan merozoit. Setelah beberapa hari sampai minggi beberapa hari sampai minggr.r. pada kasus yang lain,
yang berbeda-beda sesuai spesies plasmoiitm, he{a_ malaria falciparum memperlihatkan perjalanan yang
tosit yang terinfeksi mengeluarkan merozoit, ying kronis..yang setiap saat mungkin dltandai dengai
dengan cepat menginfeksi SDM. Dalam sel in i, meiozojt penyulit yang jarang, tetapi dramatik
yang dikenal
.dup.?j
*"lTlutkan reproduksi aseksual untuk meng- sebagai blsckwater feuer. pemicu penyulit ini masih
hasilkan lebih banyak merozoit atau menghasilkan belum jelas, tetapi penyulit ini bericaitan
dengan
gametosit yang menginfeksi nyamuk lapar lainnya. hemolisis masif sehingga terjadi iktenm, hemoglobile-
Saat reproduksi aseksual di dalam eritroiit, merozoit mia, dan hemoglobinuria.
mula-mula berubah menjadi trofozoit yang sedikit Dengan kemoterapi yang sesuai, prognosis pasien
banyak khas untuk setiap tipe malaria. Oleh karena
malaria Llmumnya baik; namun, teripi malarii falci-
itu, bentuk spesifik malaria dapnt diketahui dari npus_ parum
kini semakin sulit berhasil karena munculnya
an tebal darnh tepi ynng diwarnai. Fase aseksual selesai
strain resisten obat. Karena penyakit ini berpotensi
saai trofozoit membentuk merozoit baru, yangkeluar
menimbulkan akibat serius, diagnosis dini ,dan
dengan menghancurkan SDM.
pengobatan sangat penting, tetapi kadang-kadang
BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID T 459
terlambat di lingkungan yang nonendemik. Solusi zat besi tubuh fungsional terdapat dalam Hb; sisanya
akhir adalah vaksin yang efektif, yang telah lama dicari, terdapat di mioglobin dan enzim yang mengandung
tetapibelum ditemukan. zat besi (misal, katalase dan sitokrom). Simpanan zat
besi, yang dicerminkan oleh hemosiderin dan zat besi
yang terikat ke feritin, mengandung 15% samp ai 20ok
zat besi tr-rbuh total. Zat besi simpanan ditemtrkan di
'ANEIvTA AKr BAT BERKURANG- semua jaringan, tetapi terutama di hati, limpa, srlmsLrm
N)rA ER|TROPOTESTS tulang, dan otot rangka. Karcnaferitin serum temtama
Yang termasuk dalam kategori ini adalah anemia berasal dari zat besi simpanan, kadarnya merupakan
yang disebabkan oleh kurang memadainya pasokan indikator yangbaik tentang kecukupan simpanan zat
zat-zat yang dibutuhkan untuk hematopoiesis ke besi tubuh. Pewrrynnsn apLLSnn sumsum tulnng untuk
sumsum tulang. Defisiensi tersering adalah defisiensi makrofag yang mengandung zat besi merupakan
zatbesi, asam folat, atau vitamin B,r. Penyebab penting metode lain yang bermanfaat dan sederhana untnk
lain pada gangguan eritropoiesis adalah penekanan memperkirakan kandungan zat besi tubuh. Zatbesi
sel bakal sumsum tulang, seperti kegagalan sllmsrlm diangkut di dalam plasma oleh protein pengikat zat
tulang (anemia aplastik) dan infiltrasi sumsum tulang besi yang disebut trnnsferin. Pada orang normal, 33%
(anemia mieloftisik). Pada bagian berikut, beberapa transferin tersaturasi oieh zat besi sehingga kadar zat
contoh umum anemia akibat defisiensi gizi dan besi serum rerata pada lakilaki adalah 120p9/ dLdan
penekanan sumsum tulang akan dibahas sendiri- pada perempuan 100 pgldL. Oleh karena itrr, kapasitas
sendiri. serum mengikat zat besi (iron-binding capncity of se-
rum) totalberkisar 300 sampai 350 pg.
Karena tingginya prevalensi anemia defisiensi zat
Anemia Defisiensi Zat Besi besi pada manusia, dapat diperkirakan tekanan evolusi
telah memicu terbentuknya jalur metabolisme zat besi
Diperkirakan 70% populasi di negara maju dan yang sangat condong untuk menahan zatbesi di dalam
hingga 25o/o sampar 50'/, di negara yang sedang lubr"rh. Tidak ada jalur terkontrol untuk mengeluarkan
berkembang mengalami anemia. Defisiensi zat besi zatbesi, yang terbatas hingga 1 sampai 2 mg/hari dan
merupakan penyebab tersering. Jelaslah defisiensi ini keluar bersama se1 epitel mukosa dan kulit yang ter-
merupakan bentuk defisiensi gizi yang tersering. Faktor lepas. OIeh knrens ittL, keseimbsngnn znt besi tertttnmn
yangberperan menyebabkan defisiensi zat besi sedikit dipertahnnknn dengnn mengendnlik(rn penyerapan zat
berbeda pada berbagai populasi dan paling baik besi dari makanan. Makanan harian normal di negara
dibahas dalam konteks metabolisme normal zat besi. Barat mengandung 10 sampai 20 mg zat besi. Sebagian
Kandungan zatbesi tubuh total adalah sekitar 2 g besar zat besi ini berada dalam bentuk hem yang
untuk perempuan dan 6 g untuk laki-laki. Sekitar 80% terdapat pada produk hewani, dan sisanya adalah zat
/ Feroportin 1
Fe2*
* e Darah porta
Fe2*
s{* Fe3*
'o
\* Hephaestin
Transferin
plasma
Sumsum tulang
eritroid
Gambar 12-9
Gambaran diagramatik penyerapan zat besi. Tampak penyerapan zat besi hem dan nonhem oleh mukosa. Apabila tempat penyimpanan
ditubuh dipenuhi oleh zat besi dan aktivitas eritropoietik normal, sebagian besarzat besi yang diserap akan hilang ke dalam usus bersama
dengan rontoknya sel epitel. Sebaliknya, apabila tubuh membutuhkan lebih banyak zat besi atau apabila terjadi stimulasi eritropoiesis,
terjadi peningkatan fraksizat besi yang diserap yang dipindahkan ke transferin plasma disertai penurunan kehilangan zat besi melalui
feritin mukosa.
460 T BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID
besi anorganik dalam sayuran. Sekitar 20o/o zal besi cema (misal, ulkus peptikum, kanker kolon, hemo-
hem (berbeda dengan 1"/" sampai2ok zatbesinonhem) roid, penyakit cacing tambang) atau saluran geni-
dapat diserap, sehingga makanan rerata orang Barat talia perempuan (misal, menoragia, metroragia,
mengandung cukup zat besi untuk mengimbangi pe- kanker).
ngeluaranharian zatbesi yang sifatnya tetap tersebut.
Zatbesi diserap dalam duodenum, tempat zat ini harus
Apa pun penyebabnya, defisiensi zat besi terjadi
melewati membran apikal dan basolateral untuk secara perlahan.Mula-mula terjadi deplesi simpanan
melintasi enterosit vilus (Gbr. 72-9). Penyerapan zat zat besi, yang ditandai oleh penurunan feritin serum
besi nonhemberlangsung melalui kedua membran ini
dan menurunnyn znt besi yang terwarnai dslam
sumsum tulang. Kemudian terjadi penurunan zatbesi
oleh pengan gkut (t r an sp or t e r) ter sendiri. Transp orter
dalam darah, dengan kadar zat besi serum yang rendah
logam divalen 1 (dianlent metal transporter 1, DMTI)
dan peningkatan kapasitas transferin serum mengikat
mula-mula memindahkanzat besi nonhem makanan
zat besi. Akhirnya, defisiensi menimbulkan dampak
melewati membran apikal. Diperlukan paling sedikit
pada Hb, mioglobin, dan senyawa zat besi lain. Pada
dua protein untuk memindahkan zat besi ke transferin
defisit yang cukup besar, dapat terjadi gangguan ki-
di plasma melalui membran basolateral: feroportin,
nerja dan fungsi otak serta berkurangnya imuno-
yang bekerja sebagai pengangkut, dan hephaestin,
kompetensi.
suatu ferioksidase yang peran pastinya belum dike-
tahui. Baik DMT1 maupun feroportin tersebar luas di
tubuh, yang mengisyaratkan bahwa keduanya ber-
peran dalam pengangkutan zat besi di jaringan lain.
Zat besi hem makanan diserap melalui mekanisme
yang berbeda, tetapi masih belum dipahami. Seperti MIORFOLOGI
diperlihatkan pada Gambar 72-9,hanya sebagian zat Kecuali pada keadaan yang tidak lazim, anemia defi-
besi hem danzat besi nonhem yang masuk ke dalam siensi zat besi relatif ringan. SDM tampak mikrositik
sel dipindahkan dengan cepat ke transferin plasma dan hipokromik, yang mencerminkan penurunan MCV
melalui kerja berbagai pengangkut. Sisanya terikat ke dan MCHC (Gbr. 12-10). Karena sebab yang belum
feritin mukosa di dalam sel, sebagian akan diangkut jelas, defisiensi zat besi sering disertai peningkatan
dengan lebih lambat ke darah dan sebagian hiiang ber- hitung trombosit. Walaupun terjadi hiperplasia normo-
sama eksfoliasi sel mukosa. Apabila tubuh kelebihan blastik, proses ini dibatasi oleh ketersediaan zat besi
zat besi, seba gianbesar zat besi yang masuk ke sel akan sehingga aktivitas sumsum tulang hanya sedikit me-
terikat ke feritin dan hilang bersama eksfoliasi; pada ningkat. Hematopolesis ekstramedula jarang terjadi.
Pada beberapa kasus, terdapat glositis atrofikans
defisiensi zat besi, atau saat terjadi eritropoiesis inefekti-f
yang menyebabkan lidah tampak halus dan berkilap.
pemindahan ke transferin plasma meningkat. Apabila hal ini disertai disfagia dan esophageal web,
Mekanisme pengendali yang memungkinkan tubuh terjadilah sindrom Plummer-Vinson.
mengetahui kadar zat besi tubuh total dan menyesuai-
kan penyerapan dengan kebutuhan juga masih belum
diketahui.
Keseimbangan zat besi negatif dan anemia yang
ditimbulkannya dapat terjadi akibat kurangnya asupan Perjalanan Penyakit. Pada sebagian besar kasus,
dari makanan, malabsorpsi, peningkatan kebutuhan, anemia defisiensi zat besi tidak menimbulkan gejala.
dan kebi{angan darah kronis: Manifestasi nonspesifik, seperti rasa lemah, geiisah,
dan pucat mungkin ditemukan pada kasus yang parah.
r Di Amerika Serikat, kurangnya asupan makanan Pada anemia berat yang berlangsung lama, kadang-
sajajarang menyebabkan defisiensi zat besi, karena kadang ditemukan penipisan, pendataran, dan akhir-
asupan makanan harian rerata sebesar 10 sampai nya " spoonins" kuku jari tangan. Penyulit yang aneh,
20 mg sudah lebih daripada cukup bagi laki-laki tetapi khas pada perilaku adalah pika, y aitu doron gan
dan memadai bagi perempuan. Namun, di belahan untuk mengonsumsi bukan-makanan, seperti tanah
dunia lain, asupan yang berkurang dan ketersedia- atau kotoran.
an hayati yang rendah karena zat besi terutama Kriteria diagnostik mencakup kadar F{b rendah; Ht
berasal dari sumber nabati merupakan penyebab rendah; volume korpuskular rerata berkurang; SDM
penting defisiensi zat besi. hipokromik mikrositik; feritin serum rendah; kadar zat
r Pada sprue dan penyakit seliak atau setelah besi serum rendah; saturasi transferinrendah; kapasitas
gastrektomi dapat terjadi malabsorpsi (Bab 15). mengikat zat besi total meningkat; dan, akhirnya,
I Di seluruh dunia, peningkatan kebutuhan yang respons terhadap pemberian zat besi. Individu sering
tidak terpenuhi oleh asupan makanan normal ter- meninggal bersama dengan anernia bentuk ini, tetapi
jadi selama kehamilan dan masa bayi. jarang karenanya. Perlu diingat bahwa pada orang
r Kehilangan darah kronis merupakan penyebab yang mendapat gizi cukup, anemia mikrositik hipo-
paling penting anemia defisiensi zatbesidi negara kromik bukanlah suatu penyakit, tetapi gejala beberapa
Barat; kehilangan ini dapat terjadi melalui saluran gangguan penyebab.
BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID 461
'
kompensatorik kadar eritropoietin tidak sesuai dengan
m derajat anemianya. Penjelasan teleologik untuk
'- ;:b*E sekuestrasi zat besi pada berbagai penyakit
'e
:* ,. €1 peradangan kronis masih belum diketahui; anemia ini
: ' +" -: .&
''j' mungkin berfungsi untuk menghambat pertumbuhan
.,.. ::= ' --..4J
;
't:" - '+"' ' mikroorganisme dependen-zatbesi atau untuk mem-
,, ,jtu"ffi,,; perkuat aspek tertentu imunitas pejamu.
l:8I ' Gambaran umum pada beragam penyakit yang
# .'14l. .R
r,,1
berkaitan dengan anemia penyakit kronis ini adalah
*', bahwa semuanya memicu keadaan peradangan siste-
mik berkepanjangan. Eritropoiesis yang tertekan dan
sekuestrasi zat besi dalam kompartemen simpanan
ffi terjadi akibat kerja sejumlah mediator peradangan,
termasuk interleukin-1 (IL-1), faktor nekrosis tumor
(TNF), dan interferon-cx,, yang dikeluarkan sebagai
respons terhadap peradangan kronis atau penyakit
:. e: neoplastik. Pemberian eritropoietin dapat memperbaiki
€ anemia, tetapi hanya terapi efektif terhadap penyakit
*a
*t** penyebab yang dapat benar-benar memperbaiki ane-
r
i mia,
alkohol. Karena saillran cerna, seperti sistem hema- hewani oleh bakteri dapat menghasilkan viiamin 8,,
topoietik, merupakan tempat pertukaran (turnouer) sel dalam jumlah memadai; vitamin tersebut disimpan
yang cepat, gejala yang berkaitan dengan sistem dalam hati dan direabsorpsi secara efisien dari empedu,
pencemaan sering ditemukan dan sering parah. Gejala sehingga diperlukan 5 sampai 20 tahun unLrik meng-
tersebut mencakup sariawan dan keilosis. Perlu di- habiskan cadangan normal. Selain itu, zal tersebut
teknnknn bnhwn tidak seperti defisiensi aitamin B,r, resisten terhadap pemasakan dan perebusan. Oleh
kelainsn snraf tidak terjadi. karena itu, asupan harian dalam jumlah kecil sudah
Diagnosis anemia megaloblas lik mudah ditegakkan memadai. Oleh karena itu, kekurangan vitamin B,,
dengan memeriksa apusan darah tepi dan sumsum melaitri makanan jarang terjadi; sompai dibuktilcsn
tulang. Pembedaan antara anemia defisiensi folat dan bulsn, defisiensi zat gizi ini (di dtLnin Borst) meng-
defisiensi vitamin 8,, paling baik ditentukan dengan isynratknn bnhws PA disebsbknn oleh prodilcsi ntnu
melakukan pemeriksaan folat dan vitamin B,, serum fungsi lF ynng tidnk memsdaL
serta penentuan kadar folat SDM. Gangguan sintesis IF tampaknya disebabkan oleh
suatu reaksi autoimun terhadap sel parietal dan IF itu
sendiri, menyebabkan atrofi mukosa lambung (Bab 15).
ANEMTA DEFtStENSt V|TAMtN 812 Beberapa temuan mendukung konsep autoimunitas
(KOBALAMIN): ANEMIA lamlung ini:
PERNISIOSA 1. Terdapat autoantibodi dalam serlrm dan getah
Kadarvitamin B,r, atau kobalamin, di dalam tubuh lambung pada sebagianbesar pasien PA. Telah di-
yang tidak memadai menyebabkan anemia makrositik temtrkan tiga jenis antibodi: nntibodi knnnliktltLs
megaloblastik yang secara hematologis mirip dengan pnrietnl yangmengikat sel parietal mukosa; sntibodi
anemia defisiensi folat. Namun, defisiensi vitamin 8,, penghnmbnt y ang nenghambat pengikatan vitamin
juga menyebabkan gangguan demielinisasi yang B,, ke IF; dan nntibodi pengikat yang bereaksi
melibatkan saraf perifer dan, akhirnya dan yang dengan kompleks IF-B,, dan mencegahnya berikat-
terpenting, medula spinalis. Defisiensi vitamin B,, an dengan reseptor di ileus.
memiliki banyak penyebab. Istilah anemis pernisiosn 2. Keterkaitan PA dengan penyakit autoimun lain,
(PA), peninggalan masa-masa saat penyebab dan terapi seperti tiroiditis Hashimoto, penyakit Addison, dan
penyakit ini tidak diketahui, digunakan untuk meng- diabetes melitus tipe 1 sudah banyak terbukti.
gambarkan defisiensi vitamin B,, yang terjadi akibat 3. Frekuensi antibodi terhadap IF di dalam serlrm
kurangnya produksi oleh lambung atau gangguan meningkat pada pasien dengan penyakit autoimr.rn
fungsi faktor intrinsik (IF) yang dibutuhkan untuk lain.
menyerap vitamin B,r. IF berperan penting dalam pe- Selain PA, malabsorpsi vitamin B,, dapat ierjadi
nyerapan vitamin Brr, seperti akan tampak pada akibat gas trektomi, y ar.g menyeb abkan hilan gn1,a ssl
rangkaian kejadian berikut yang terlibat dalam penghasil IF; reseksi ileum, tempat penyerapan
penyerapan vitamin B,r: kompleks FI-B,,; dan gangguan yang melibatkan ileum
r Pencemaan peptik menyebabkan pembebasan vi- distal, seperti enteritis regional, tropicnl sprtLe, dan
tamin B, makanan, yang kemudian terikat ke pro- penyakit Whipple. Pada orang berusia lebih dari 70
tein pengikat B,, yang berasal dari liur, yaltu koba- tahun, atrofi lambung dan aklorhidria menghambat
lofilin, atau R binders. penyerapan vitamin B,r. Tanpa adanya pepsin-asam,
r Kompleks R-B,, diangkut ke duodenum dan di- vitamin tidak dibebaskan dari bentuk terikatnya di
pecah oleh protease pankreas. B,, yang dibebaskan
dalam makanan.
melekat ke IF yang dikeluarkan oleh sel parietal Kelainan metabolik yang dipicu oleh defisiensi vi-
mukosa fundus lambung. tamin B, berkaitan erat dengan metabolisme folat. Vi-
r Kompleks IF-B,, melewati ileum distal tempat zat tamin B, dibutuhkan untuk daur-nlang tetrahidrofolat
ini melekat ke reseptor IF, diikuti oleh absorpsi vita- sehingga defisiensinya mengllrangi ketersediaan
mnBrr. bentuk folat yang dibutuhkan untuk sintesis DNA.
: Vitamin 8,, yang telah diserap kemudian diikat oleh Konsep ini didukung oleh kenyataan bahwa anemia
pada defisiensi vitamin B,, membaik dengan pemberian
protein pengangkut yang disebut trsnskobnlamin
yang kemudian menyalurkan vitamin ini ke hati
folat, sedangkan anemia defisiensi folat tidak dipe-
dan sel tubuh lain.
ngaruhi oleh suplementasi vitamin Brr. Dasar bio-
kimiawi neuropati pada defisiensi vitamin B,, masil-r
Etiologi. Di antara berbagai kemungkinan pe- belum jelas. Walaupun defisiensi folat dan vitamin 8,,
nyebab defisiensi kobalamin, malabsorpsi adalah menyebabkan anemia megaloblastik, penyakit nellro-
penyebab tersering dan terpenting. Defisiensi kobala- logik tidak terjadi pada pasien dengan defisiensi folat,
min dalam makanan terbatas hanya pada orang yang dan pemberian folat malah dapat rnenyebabkan
benar-benar vegetarian. Zat grzi ini banyak terdapat eksaserbasi gangguan neurologik akibat defisiensi vi-
dalam makanan hewani, termasuk telur dan produk tamin B,r. Oleh karena itu, tampaknya fungsi vitamin
susu. Memang, kontaminasi air dan makanan non- 8,, pada susunan saraf tidak bergantung pada efeknya
464 . BAB ,I2 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID
pada metabolisme folat. Kelainan neurologik utama fenikol. Pada kasus yang lain, toksisitas sumsum tulang
yang berkaitan dengan defisiensi vitamin B,, adalah terf adi sebagai suatu reaksi "idiosinkratik" atau sensi-
de.mielinisnsi kolumna posterior dan loteral meduln tivitas terhadap obat mielotoksik dosis rendah (misal,
spinnlis, kadang-kadang dimulai di saraf perifer. kloramfenikol) atau setelah penggunaan obat, seperti
Seiring dengan waktu, dapat timbul degenerasi akson. fenilbutazon, sulfonamid, atau metilfeniletilhidantoin,
Keparahan kelainan saraf tidak berkaitan dengan yang tidak mieiotoksik bagi orang lain.
derajat anemianya. Memang, walaupun jarang, pe- Anemia aplastik kadang-kadang timbul setelah
nyakit neurologik dapat terjadi, tanpa disertai anemia infeksi virus tertentu, terutama hepatitis virus yang
megaloblastik yang jelas. ditularkan di masyarakat. Virus spesifik yang menjadi
Gambaran Klinis. Manifestasi defisiensi vitamin penyebab tidak diketahui; virus hepatitis A, B, dan C
8,, tidak spesifik; seperti pada anemia lain, pasien tampaknya bukan tersangka. Aplasia sumsum tulang
tampak pucat, mudah lelah, dan, pada kasus yang terjadi secara perlahan dalam beberapa bulan setelah
parah, sesak, bahkan menderita gagal jantung kongestif. pulih dari hepatitis dan perjalanan klinisnya progresif.
Peningkatan destruksi progenitor eritroid dapat me- Proses patogenetik yang menyebabkan kegagaian
nyebabkan ikterus ringan. Juga terdapat gejala saluran sumsum tulang masih belum jelas, tetapi semakin
cerna yang serupa dengan yang ditemukan pada banyak dugaan yang mengarah pada peran penting
defisiensi folat. Dapat muncui kelainan neurologik, sel T autoreaktif. Hal ini ditunjang oleh banyak data
seperti rasa baal, kesemutan, atau seperti terbakar yang eksperimen dan pengalaman klinis, yang memperlihat-
bilateral di tangan dan kaki, diikuti oleh ayunan kan bahwa anemia aplastik didapat berespons ter-
Iangkah yang tidak stabil dan hilangnya sensasi posisi, hadap pemberian terapi supresif yang ditujukan pada
terutama pada jari kaki. Walaupun anemia cepat sel T (misal, siklosporin dan globulin antitimosit) pada
berespons terhadap pemberian vitamin B, parenteral, 70"k sampai8O% kasus. Yang masih belum jelas adalah
kelainan neurologik sering tidak membaik. Seperti di- kejadian yang memicu sel T menyerang sel bakal
bahas pada Bab 15, pasien PA memperlihatkan pe- sumsum tulang; mungkin antigen virus, hapten yang
ningkatan risiko menderita karsinoma lambung. berasal dari obat, dan/ atau kerusakan genetik memicr.r
Gambaran diagnostik pada PA adalah: (1) kadar terbentuknya neoantigen di dalam sel bakal yang
vitamin 8,, serum yang rendah; (2) kadar folat serum dijadikan sasaran oleh sel T autoreaktif.
yang normal atau meningkat; (3) aklorhidria lambung
yang tahan-histamin (akibat hilangnya sel parietal
lambung); (4)antibodi anti-IF dalam serum; (5)ketidak-
mampuan menyerap kobalamin dosis oral (uji
Schilling); (6) anemia megaloblastik sedang sampai MQRFALOGI
berat; (7) leukopenia dengan granulosit hipersegmen-
tasi; dan (8) respons retikulosit yang drastis (dalam 2 Sumsum tulang biasanya tampak sangat hiposelular,
atau 3 hari) terhadap pemberian parenteral vitamin B,r. dengan lebih dari 90% ruang antartrabekula ditempati
oleh lemak. Perubahan tersebut terlihat lebih jelas pada
spesimen biopsi sumsum tulang daripada pada aspirat
sumsum tulang, yang sering menghasilkan "dry tap"
Anemia Aplastik karena hiposelularitas. Pada spesimen biopsi sumsum
Anemia aplastik adalah suatu gangguan yang di- tulang, dapat ditemukan fokus kec'il limfosit dan sel
plasma. Sejumlah perubahan sekunder dapat me-
tandai dengan peneknnan sel bakal mieloid multipoten,
nyertai kegagalan sumsum tulang. Dapat terjadi per-
yang menyebnbknn anemia, trombositopenis, don neu- lemakan hati akibat anemia, sementara trombosito-
tropenia (pansitopenia). W alaupun namanya demi- penia dan granulositopenia masing-masing dapat
kian, anemia aplastik jangan dikacaukan dengan menyebabkan perdarahan dan infeksi bakteri. Transfusi
supresi selektif sel bakal eritroid (aplasia sel darah berulang dapat menyebabkan hemosiderosis.
merah murni), yang satu-satu manifestasinya adalah
anemia.
, Etiologi dan Patogenesis. Pada lebih dari se-
paruh kasus, anemia aplastik muncul tanpa penyebab Perjalanan Penyakit. Anemia aplastik mengenai
yang jelas sehingga disebut idiopatik. Pada kasus yang semua usia dan kedua jenis kelamin. Anemia yang
lain, terjadi pajanan ke suatu zat mielotoksik, seperti progresif lambat menyebabkan munculnya, secara
iradiasi seluruh tubuh (seperti yang mungkin terjadi perlahan, gejala lemah, ptlcat, dan sesak. Trombosito-
pada kecelakaan reaktor nuklir) atau pemakaian obat penia sering bermanifestasi sebagai muncuhrya ptekie
mielotoksik. Obat dan zat kimia merupakan penyebab dan ekimosis. Grttnulositopenia mungkin hanya ber-
tersering anemia aplastik sekunder. Untuk beberapa manifestasi sebagai infeksi minor yang berulang clan
baharu kerusakan sumsum tulang dapat diperkirakan, persisten atau oleh onset mendadak menggigrl, demam,
terkait-dosis, dan biasanya reversibel. Yang termasuk dan letih-lesu. Anemia aplastik perlu dibedakan
dalam kategori ini adalah obat antineoplastik (misal, dengan anemia akibat infiltrasi sti{nsum tulang (ane-
zat pengalkil, antimetabolit), benzena, dan kloram- mia mieloftisik), "leukemia aleukemik", da;r penyakit
BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID T 465
granulomatosa. Karena pansitopenia umum ditemu- sel terfragmentasi, memberikan petunjuk tambahan
kanpada penyakit ini, manifestasi klinis mungkinsulit tentang etiologi anemia. Pada kasus yang dicurigai
dibedakan. Namun, pada anemia aplastik, sumsum hemoglobinopali, elektroforesis dapat mengungkapkan
tulang hiposelular akibat kegagalan sel bakal, sedang- kelainan FIb seperti FIbS berdasarkan pola migrasinya.
kan pada anemia mieloftisik dan penyakit lain yang Hemolisis SDM yang diperantarai secara imunologis
disebutkan di atas, sumsum tulang digantikan oleh dipastikan dengan uji Coombs. Hitung retikulosit
elemen peradangan atau neoplastik abnormal. sangat bermanfaat dalam pemeriksaan laboratorik ane-
Splenomegali jelas tidak terjadi pada anemia aplastik; mia. Pengukuran sederhana ini menunjukkan apakah
apabila ada, diagnosis anemia aplastik perlu diper- anemia disebabkan oleh gangguan produksi SDM;
tanyakan secara serius. Biasanya SDM normositik dan dalam hal ini hitung retikulosit rendah, atau oleh
normokromik, walaupun kadang-kadang terdapat peningkatan destruksi SDM. Yang terakhir ini disertai
makrositosis ringan; tidak terjadi retikulositosis. retikulositosis karena sumsum tulang mengalami
Prognosis aplasia sumsum tulang tidak dapat diper- hiperplasia eritroid. Pemeriksaan biokimia, seperti zat
kirakan. Seperti telah disinggung di atas, penghentian besi serum, kapasitas serum mengikat zat besi, saturasi
obat toksik dapat menyebabkan pemulihan pada transferin, dan kadar feritin serum diperlukan untuk
beberapa kasus. Bentuk idiopatik memiliki prognosis membedakan antara anemia hipokromik mikrositik
buruk apabila tidak diterapi. Transplantasi sumsum yang disebabkan oleh defisiensi zatbesi, anemia pada
tulang merupakan bentuk terapi yang sangat efektif, penyakit kronis, dan talasemia minor. Pembedaan
terutama pada pasien berusia kurang dari 40 tahun, antara dua penyebab utama anemia megaloblastik
apabila dilakukan pada pasien yang tidak ditransfusi. diperoleh dengan mengr-rkur kadar folat dan vitamin
Dihipotesiskan transfu si menyebabkan stimulasi lebih B,, dalam serum dan SDM. Hiperbilirubinemia tak-
lanjut sel T sehingga angka kegagalan pencangkokan terkonjugasi menunjang diagnosis anemia hemoiitik
pada penerima tinggi. Seperti telah disebutkan se- tetapi tidak bermanfaat untuk membedakan berbagai
belumnya, pasien yang berusia lanjut, tidak memiliki bentuk anemia. Yang lebih sensitif daripada bilirubin
donor, atau pernah ditransfusi berulang sebaiknya serum adalah haptoglobin serum, karena kadarnya
diberi terapi imunosupresif . sangat berkurang pada semua bentuk anemia hemo-
litik. Pada anemia saja, pemeriksaan yang dilakukan
pada darah perifer biasanya sudah memadai untuk
Anemia Mieloftisik memastikan penyebab. Sebaliknya, apabila terjadi
Bentuk kegagalan sumsum tulang ini disebabkan bersama dengan trombositopenia dan/atau granulo-
oleh digantikannya sejumlahbesar sumsum tulang oleh sitopenia, anemianya besar kemungkinan disebabkan
tumor atau lesi lain. Kelainan ini paling sering berkaitan oleh aplasia atau infiltrasi sumsum tulang; dan dalam
dengan kanker metastatik yang berasal dari lesi primer kasus ini pemeriksaan sumsum tulang sering penting
di payudara, paru, prostat, atau tiroid. Mieloma multi- untuk diagnosis.
pel, limfoma, leukemia, tuberkulosis lanjut, penyakit
penimbunan lemak, dan osteosklerosis lebih jarang
menjadi penyebab. Anemia mieloftisik juga ditemukan POLISITEMIA
pada fibrosis progresif sumsum lulang (mielofibrosis),
Polisitemia, atau kadang-kadang d isebvt juga er itro-
dibahas pada hlm. 494. Manifestasi infiltrasi sumsum
sitosis, menandakan peningkatan konsentrasi SDM,
tulang mencakup anemia dan trombositopenia.
Turunan sel darah putih tidak terlalu terpengaruh.
Biasanya ditemukan SDM yang berbentuk aneh dan
imatur, yang mungkin mirip dengan tetesan air mata,
di darah perifer, disertai peningkatan ringan hitung
Tabel 12-5. KLASIFIKASIPATOFISIOLOGI
sel darah putih. Prekursor eritrositik dan granulositik
POLISITEMIA
prematur juga mungkin ditemukan (leukoeritro-
blastosis). Terapi jelas berupa penanganan terhadap
penyaliit yang mendasa ri. Relatif
Berkurangnya volume plasma (hemokonsentrasi)
Mutlak
Diagnosis Laboratorik Anemia Primer: Proliferasi abnormal sel bakal mieloid, kadar eritropoietin
Diagnosis anemia ditegakkan berdasarkan FIb yang normal atau rendah (polisitemia vera); mutasi herediter yang
menyebabkan pengaktifan d i reseptor eritropoietin (arang)
rendah, penurunan Ht, dan berkurangnya jumlah SDM.
Sekunder: Peningkatan kadar eritropoietin
Pemeriksaan apusan darah tepi memungkinkan kita Sesuai: penyakit paru, tinggal ditempat tinggi, penyakit jantung
menggolongkan anemia menjadi subkelompok morf o- sianotik
logik utama: normositik normokromik, mikrositik Tidak sesuai: tumor penghasil eritropoietin (misal, karsinoma sel
hipokromik, dan makrositik. Selain itu, kelainan bentuk ginjal, hepatoma, hemangioblastoma serebrum); pemakaian
eritropoietin yang berlebihan (misal, pada atlet endurance)
dan ukuran SDM, seperti adanya sferosit, sel sabit, dan
466 T BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID
biasanya disertai peningkatan kadar Hb. Peningkatan berproliferasi sebagai respons terhadap peningkatan
tersebut mungkin relatif , saat terjadi hemokonsentrasi kadar eritropoietin. Poiisitemia primer (polisitemia
akibat berkurangnya voh-rme plasma, atau mutlak, vera) adalah salah satu dari beberapa ekspresi pro-
apabila terjadi peningkatan massa SDM total. poli- liferasi klonal neoplastik sel bakal mieloid sehingga
sitemia relatif te4adi akibat dehidrasi oleh sebab, seperti akan dibahas kemudian pada bab ini dengan
kekurangan minum, muntah berkepanjangan, diare, gangguan mieloproliferatif iain. Polisitemia sekunder
atau pemakaian diuretik berlebihan. Poiisitemia mutlak dapat disebabkan oleh peningkatan sekresi
dikatakan primer apabila peningkatan massa SDM eritropoietin yang secara fisioiogis sesuai atau oleh
terjadi akibat proliferasi autonom sel bakal mieloid dan sekresi yang tidak sesuai (patologik) eritropoietin
sekunder apabila progenitor SDM masih normal, tetapi (Tabel12-5).
n
il
n Gangguan Sel Darah Putih
Cangguan sel darah putih mungkin berkaitan penrlrunan neutrofil (neutropenia). Limfopenia jauh
dengan defisiensi leukosit (leukopenia) atau proliferasi lebih jarang terjadi; kelainan ini berkaitan dengan
yang dapat bersifat neoplastik atau reaktif. Proliferasi penyakit imunodefisiensi kongenital atau diperoleh
reaktif sebagai respons terhadap penyakit primer, yang dalam kaitannya dengan penyakit tertentu, seperti
umumnya disebabkan oleh mikroba, cukup sering di- infeksi virus imunodefisiensi manusia (HIV) tahap
temukan. Gangguan neoplastik, walaupun lebih jarang, lanjut atau terapi kortikosteroid. Hanya leukopenia
bersifat lebih tidak menyenangkan; gangguan ini yang umum dan mengenai granulosit yang dibahas di
merupakan penyebab dari sekitar 9% kematian kanker sini.
pada orang dewasa dan 40ok kematian pada anak
kurang dari 15 tahun. Dalam pembahasan berikut
mula-mula akan dijelaskan beberapa penyakit non- NEUTROPENIA/
neoplastik kemudian dibahas secara lebih rinci AGRANULOSITOSIS
proliferasi maligna sel darah putih. Penurunan jumlah granulosit di dalam darah di-
kenal sebagai neutropenia atau kadang-kadang,
1
apabila parah, agronulositosls. Biasanya jumlah sel
GANGGUAN SEL DARAH PUTIH darah putih total berkurang menjadi 1000/pL dan
NON-NEOPLASTIK pada sebagian kasus sampai hanya 200 hingga 300/
pL. Penderita sangat rentan terhadap infeksi, yang
Di bawah judul ini, tercakup berbagai leukopenia mungkin cukup parah sehingga menyebabkan kemati-
serta proliferasi reaktif nonspesifik dan spesifik. an.
Etiologi dan Patogenesis. Mekanisme yang me-
nyebabkan neutropenia secara umum dapat dibagi
Leukopenia menjadi dua kategori:
Penurunan jnmlah sel darah putih di darah perifer n Grsntrlopoiesis ynng tidak ndekunt atott tidak
dapat terjadi karena berkurangnya jumlah salah satu efektif . Penurunan granulopoiesis dapat merllpa-
ienis leukosit, tetapi umumnya disebabkan oleh kan manifestasi kegagalan umum sumsllm tulang,
BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID 467
'
seperti yang terjadi pada anemia aplastik dan
berbagai leukemia. Kemoterapi kanker juga me- Tabel 12-6. PENYEBAB LEUKOSITOSIS
nyebabkan neutropenia dengan memicu apiasia
sumsum tulang sementara. Selain itu, sebagian neu-
tropenia bersifat tersendiri; yang terkena hanya Leukositosis Neutrofilik
prekursor granulosit. Hal ini paling sering disebab- lnfeksi bakteri akut, terutama yang disebabkan oleh organisme
kan oleh obat tertentu atau, yang lebih jarang, oleh piogenik; peradangan steril yang disebabkan oleh, misalnya,
nekrosis jaringan (infark miokardium, luka bakar)
prdliferasi neoplastik limfosit granular besar (yang
disebut sebagai leukemia LGL). Leukositosis Eosinofilik (Eosinofilia)
J Pembersihan atnu destruksi neutrofil yang diper- Gangguan alergi seperli asma, hayfever, penyakit kulit alergi (misal,
cepat. Hal tnidapat ditemukan pada cedera neutrofil pemfigus, dermatitis herpetiformis); infestasi parasit; reaksi obat;
yang terjadi secara imunologis yang pada sebagian keganasan tedentu (misal, penyakit Hodgkin dan sebagian limfoma
non-Hodgkin); penyakit kolagen vaskular dan sebagian vaskuliis;
kasus dipicu oleh obat, seperti aminopirin atau
penyakit ateroembolus (transien)
bersifat idiopatik. Pada infeksi bakteri, jamur, atau
riketsia yang parah dapat terjadi peningkatan pe- Leukositosis Basofilik (Basofilia)
makaian di jaringan perifer. Limpa yang membesar Jarang, sering menunjukkan gangguan mieloproliferatif (misal, leu-
juga dapat menyebabkan percepatan pembersihan kemia mielogenosa kronis)
Limfadenitis Reaktif
Rangsangan infeksi dan peradangan nonmikroba
Perjalanan Penyakit. Walaupun biasanya gejala
tidak hanya menyebabkan leukositosis, tetapi juga me-
MI adalah demam, nyeri tenggoroknn, limfadenitis, dan
libatkan kelenjar getah bening, yang berftingsi sebagai
gambaran lain seperti yang telah dibicarakan, "peti-
sawar pertahanan. Di sini terbentuk respons imun
laku" penyakit ini cukup sering menyi-p*g. Penyakit
terhadap antigen asing, suatu proses yang sering ber-
mungkin (1) hanya menimbulkan demam ringan atau
kaitan dengan pembesaran kelenjar getahbening (limfa-
tidak disertai demam dan hanya malaise, rasa lelah,
denopati). Infeksi yang menyebabkan limfadenitis
dan limfadenopati, mirip dengan spektrum leukemia-
sangat banyak dan bervariasi. Pada sebagian besar
limfoma; (2) bermanifestasi sebagai demam yang tidak
kasus, gambaran histologik di kelenjar getah bening
diketahui sebabnya (feuer of unknorun origin) tanpa
sama sekali nonspesifik, sehingga disebut adenitis non-
limfadenopati atau temuan lokal signifikan lain; (3)
spesifik akut atau kronis. Suatu bentuk limfadenitis
muncul sebagai hepatitis yang sulit dibedakan dengan
yang agak khas dan terjadi pada cat-scratch disense akan
sindrom virus hepatotropik (Bab 1,6); atau (4) bermani-
dibicarakan secara terpisah.
festasi sebagai demam dan ruam mirip rubela. Akhir-
nya, diagnosis bergantung pada temuan berikut, yang
diurutkan sesuai peningkatan spesifisitas: (1) limfo- LIMFADENITIS NONSPESIFIK
sitosis dengan limfosit atipikal khas di darah perifer; AKUT
(2) reaksi heterofil positif (vji monospof); dan (3)
antibodi spesifik terhadap antigen EBV (antigen kapsid Bentuk limfadenitis ini mungkin terbatas pada
virus, antigen dini, atau antigen nukleus Epstein-Barr). sekelompok kelenjar getah bening yang mendrainase
Pada sebagian besar pasien, Ml menyembuh dalam 4 suatu fokus infeksi, atau mungkin generalisata apabila
sampai 6 minggu, tetapi kadang-kadang rasa lelah terjadi infeksi bakteri atau virus sistemik.
menetap lebih lama. Kadang-kadang, timbul satu atau
lebih peny.ulit. Penyulit dapat mengenai hampir semua
organ atau sistem di tubuh. Mungkin yang tersering
adalah disfungsi hati, dengan ikterus; peningkatan
kadar enzimhati; gangguan nafsu makan; dan, walau- MORFOLOGI
pun jarang, gagal hati. Peny'Lrlit lain mengenai susunan
saraf, ginjal, sumslrm tulang, paru, mata, jantung, dan Secara makroskopis, kelenjar yang meradang akut
limpa (ruptur limpa pemah dilaporkan menyebabkan tampak membengkak, abu-abu kemerahan, dan ter-
bendung. Secara histologis, tampak pusat germina-
kematian).
tivum besar yang memperlihatkan banyak gambaran
EBV merupakan virus transforming (penyebab mitotik. Apabila keadaan ini disebabkan oleh organisme
transformasi sel) yang poten dan berperan penting piogenik, di sekitar folikel dan di dalam sinus limfoid
dalam sejumlah keganasan pada manusia, termasuk ditemukan infiltrat neutrofilik. Pada infeksi yang parah,
beberapa jenis limfoma sel B (Bab 6). Penyulit serius pusat germinativum mengalami nekrosis sehingga ter-
pada merekayar.g tidak memiliki imunitas sel T (ter- bentuk abses.
utama resipien transplantasi organ dan sumsum Kelenjar getah bening yang terkena terasa nyeri dan
tulang) adalah bahwa proliferasi sel B yang dipacu apabila pembentukan absesnya ekstensif, kelenjar
oleh EBV "mengamuk" dan menyebabkan kematian. rnenjadi fluktuatif. Kulit di atasnya sering tampak merah,
Froses ini dapat dipicu oleh inJeksi akut atau reaktivasi dan penetrasi infeksi ke kulit dapat menyebabkan ter-
bentuknya sinus drainase. Apabila infeksi terkendali,
infeksi sel B laten dan umumnya berawal sebagai pro-
kelenjar getah bening akan kembali tampak normal atau
liferasi poliklonal yang berkembang menjadi limfoma
terjadi pembentukan jaringan parut apabila penyakit
sel B seiring dengan waktu. Pemulihan imunitas (misal,
destruktif.
dengan menghentikan terapi imunosupresif ) kadang-
kadang cukup untuk menyebabkan penghentian total
proliferasi
sel B yang biasanya fatal apabila dibiarkan.
Pentingnya sel T dan sel NK juga ditunjang oleh
LIMFADENITIS NONSPESIFIK
sindrom limfoproliferatif terkait-X, suatu imuno-
defisiensi herediter yang jarang ditemukan dan di-
KRONIS
tandai dengan ketidakmampuan pasien membentuk Keadaan ini memiliki tiga pola, bergantung pada
respons imun terhadap EBV. Sebagian besar anak laki- aggn penyebabnya: hiperplasia folikel, hiperplasia
laki yang terkena memiliki mutasi di gen SH2DlA,yang limfoid parakorteks, atau histiositosis sinus.
470 I BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID
MORFOLOGI MORFOLOGI
HIPERPLASIA FOLIKEL. Pota ini berkaitan dengan infeksi Perubahan anatomik pada kelenjar getah bening cukup
atau proses peradangan yang mengaktifkan sel B. Sel khas; pada awalnya, terbentuk granuloma mirip-sarkoi-
B dalam berbagai tahap diferensiasi berkumpul di dosis dengan bagian tengah mengalami nekrosis
dalam pusat germinativum besar yang bulat atau ob- disertai akumulasi neutrofil. Granuloma nekrotikans
-long (folikel sekunder). Agregat nodular ini juga mem- stelata yang iregular tersebut tampak mirip dengan yang
perlihatkan makrofag fagositik yang mengandung deb- ditemukan pada infeksi tertentu lain, seperti limfo-
ris nukleus {tingible body macrophage) dan jaringan granuloma venereum. Mikroba berada di luar sel dan
samar sel dendritik yang berfungsi dalam penyajian bahkan dapat dilihat hanya dengan pewarnaan perak
antigen. Penyebab hiperplasia folikel, antara lain artritis atau pemeriksaan mikroskop elektron. Diagnosis di-
reumatoid, toksoplasmosis, dan stadium awal infeksi dasarkan pada riwayat terpajan kucing, temuan klinis,
HlV, Bentuk limfadenitis ini secara morfologis dapat mirip uji kulit terhadap antigen mikroba yang positif, dan
dengan limfoma folikular (hlm. 478). Temuan yang me- gambaran morfologik kelenjar getah bening yang khas.
nunjang diagnosis hiperplasia folikel adalah (1) diper-
tahankannya arsitektur kelenjar getah bening dengan
jaringan limfoid normal di antara pusat germinativum;
(2) nodus limfoid yang ukuran dan bentuknya sangat
bervariasi; (3) populasi campuran limfosit pada tahap
diferensiasi yang berbeda; dan (4) aktivitas fagositik dan p Fq ffi !* il Fffi ffi AS H Fd ffi {:} trE=-,,s"$$-ff"F i.{.
mitotik yang menonjol di pusat germinativum.
strL mA ffi dLF,{ $}{ "!T$ F-{
HIPERPLASIA LIMFOID PARAKORTEKS. Pota ini ditandai
Tumor adalah ganggllan sel darah putih yang pa-
dengan perubahan reaktif di dalam regio sel T kelenjar
ling penting. Tumor sel darah putih dapat dibagi men-
getah bening. Sel T parafolikel mengalami proli{erasi
jadi tiga kategori umum berdasarkan asal sel:
dan transformasi menjadi imunoblas yang mungkin
menyebabkan lenyapnya folikel germinativum. Hiper- ffi l,leoplasma limfoid, yang mencakup limfoma non-
plasia limfoid parakorteks terutama ditemukan pada Hodgkin (NHL), limfoma Hodgkin, leukemia limfo-
infeksi virus atau setelah vaksinasi cacar, dan pada
sitik, dan diskrasia sel plasma serta gangguan
reaksi imun yang dipicu oleh obat tertentu (terutama
terkait. Pada banyak kastis, tumor ini terdiri atas
fenitoin).
sel yang tampaknya terhambat diferensiasinya
HISTIOSITOSIS SINUS. Pola reaktif ini ditandai dengan pada tahap tertentu yangmirip dengan diferensiasi
peregangan dan menonjolnya sinusoid limfe, akibat limfosit normal, suatu gambaran yang dijadikan
hipertrofi hebat sel endotel yang melapisinya dan infiltra- salah satu dasar bagi klasifikasi penyakit golongan
si oleh histiosit. Histiositosis sinus sering ditemukan ini.
pada kelenjar getah bening yang merupakan drainase & I'leoplasms mieloid berasal dari sel bakal yang
kanker dan mungkin mencerminkan respons imun ter- secara normal menghasllkan elemen berbentuk di
hadap tumor atau produknya. dalam darah: granulosit, SDM, dan trombosit. Neo-
plasma mieloid digolongkan menjadi tiga'sub-
kategori yang cukup berbeda: letilrcmin mielogenosn
nkut, selprogenitor imah-rr menumpr-rk di slrmsum
tulang; ganggLtan mieloproliferatif lcronis, terjadi
PENYAKIT CAT-SCRATCH peningkatan (yang tidak sesuai) produksi elemen
Cnt-scratch disegse adalah suatu limfadenitis swa- darah berbentuk sehingga terjadi peningkatan
j umlah sel darah; dan sin dr om m elo disp I n s tik, y ang
sirna yang disebabkan oleh Bsrtonelln henselae. i
Mikroba ini terkait dengan riketsia, tetapi tidak seperti ditandai dengan inefektivitas hematopoiesis dan
riketsia, mikroba ini dapat ditumbuhkan di dalam sitopenia.
biakan artifisial. Penyakit tersebut terutama mengenai w Neoplnsms histiositik mencerminkan kelainan pro-
anak-anak; 90% pasien berusia kurang dari 18 tahun. liferatif histiosit. Dalam kelompok ini, yang menarik
Penyakit bermanifestasi sebagai limfadenopati regio- adalah spektrum proliferasi sel Langerhans (histio-
naI, terutama di ketiak dan leher. Pembesaran kelenjar sitosis sel Langerhans)
getah bening muncul sekitar 2 minggu setelah pasien
tercakar kucing atau, yang lebih jarang, setelah tertusuk
duri atau serpihan kayu. Di tempat cedera kulit mung-
Neoplasma Limfoid
kin terbentuk nodus meradang yang meninggi, vesikel, NeoplaSma limfoid mencakup sekelompok entitas
atau krusta, mungkin juga tidak. Pada sebagian besar yang gambaran dan perilaku klinisnya sangat beragam
pasien, pembesaran kelenjar getah bening mereda sehingga merupakan tantangan tersendiri, baik bagi
dalam 2 sampai 4 bulan berikutnya. Walar-rpun jarang, dokter malrpun mahasiswa. Sebagian neoplasma ini
pasien dapat mengalami ensefalitis,,osteomielitis, atau bermanifestasi sebagai leukemin, timbul di sumsum
trombositopenia. tulang dan beredar dalam darah perifer. Yang lain, yaihr
BAB ,I 2 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID 471
'
golongan limfoma, biasanya bermanifestasi sebagai dan oleh kenyataan bahwa di kelenjar getah bening
massa tumor di dalam kelenjar getah bening atau or- yang terkena, sel radang nonneoplasitk biasanya jar,rh
gan lain. Tumor yang terutama terdiri atas sel plasma, lebih banyak daripada sel tumor. Perilaku biologis dan
diskrasia sel plasmn, biasanya bermanifestasi sebagai terapi klinis limfoma Hodgkin juga berbeda dengan
massa di dalam tulang dan menyebabkan gejala siste- sebagian besar NHL, sehingga pembedaan ini jr-rga
mik yang berkaitan dengan produksi polipeptida memiliki makna klinis.
imunoglobulin monoklonal komplit atau parsial. Selain Hanya sedikit topik patologi yang memicu kontro-
kecenderungan di atas, semna neoplasma limfoid versi sedemikian luas dan kebingungan seperti neo-
berpotensi menyebar ke kelenjar getah bening dan plasma limfoid, yang mungkin tidak terelakkan karena
berbagai jaringan di seluruh tubuh, temtama hati, limpa, kompleksitas intrinsik sistem imun dari mana tttmor
dan sumsum tulang. Pada beberapa kasus, limfoma ini berasal. Namun, selama dekade terakhir, sebuah
atau trlmor sel plasma tumpah ke darah perifer, kelompok kerja internasional yang terdiri atas ahli
menimbr-rlkan gambaran mirip leurkemia. Sebaliknya, patologi, ahli bioiogi molekular, dan dokter telah mem-
leukemia sel limfoid, yang berasal dari sumsum tulang, formulasikan skema klasifikasi yang diterima luas, yang
dapat menginfiltrasi kelenjar getah bening dan jaringan didasarkan pada kombinasi gambaran klinis,
lain, menciptakan gambaran histologik limfoma. OIeh morfologik, fenotipe, dan genotipe. Sebelum kita
karena itu, pa dn bebernpa knsus perbedaan di antsra kntegori mempelajari klasifikasi neoplasia limfoid, prinsip
klinis neo1slnsia limfoid ini mtLngkin samar. tertentu yang penting dan relevan harus ditekankan:
Diketahui terdapat dua keiompok limfoma:
limfoma Hodgkin dan iimfoma non-Hodgkin. r Sebagian besar neoplasma limfoid di negara Barat
Walaupun keduanya timbul dalam jaringan iimfoid, (80% sampai B5%)berasal dari selB, dengan tumor
limfoma Hodgkin terpisah oleh adanya sel raksasa sel T membentuk sebagian besar dari sisanya. Tu-
Reed-Sternberg yang jelas neoplastik di lesi (hlm. 484) mor sel NK juga terladi, tetapi relatif jarang. Tumor
Sel /
/
bakal /
limfoid ,/
DR/ Tata ulanq Tata ulang rantai berat Tata ulano rantai berat
\",W*... rantai berailg tringan lg dan ringan lg
]w'Fm:
Wtr
W*#ta#t&g
CD7 -
CDB
Penolong-penginduksi
JALUR TIMOSIT
TIMOSITAWAL UMUM SEL T MATANG
SEL T
Gambar 12-13
llustrasi skematik perubahan fenotipe dan genotipe yang berkaitan dengan diferensiasi sel B dan sel T. Yang tidak diperlihatkan adalah
sebagian sel CD4+, CD8+ (timosit umum) yang juga mengekspresikan CD3. Stadium antara sel B inaktif dan sel plasma tidak dipedihatkan.
CD, cluster of differentiationi DR, antigen HLA kelas ll; lg, imunoglobulin; TCR, reseptor sel T; TdT, terminal deoksinukleotidil transferase.
472. BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID
se1 B dan T sering terdiri atas sel yang berhenti di perlihatkan bahwa tumor sudah tersebar luas saat
tahap tertentu jaiur diferensiasi normal (Gbr. 12- didiagnosis. Oleh karena itn, dengan sedikit penge,
13). Perlu dicatat bahw aCD2, CD3, CD4, CD7, dan cualiary hanya terapi sistemik yang memungkinkan
CDB penting unhrk identifikasi sel T dan tumornya, penyembuhan. Sebaliknya, limfoma Hodgkin sering
serta CD10, CDI?, dan CD20 serta Ig permukaan terdapat di satu tempat dan menyebar secara meto-
merupakan penanda untuk sel B normal dan neo- dis ke kelompok kelenjar getah bening di dekatnya.
plastik. CD16 dan CDS6 adalah penanda untuk sel Untuk aiasan tersebut, pada awal perjalanannya,
" NK. Sel T dan B imatur (limfoblas) mengekspresikan limfoma Hodgkin dapat disembuhkan hanya
errzim terminal deoksitransferase (terminal deoxy- dengan terapi lokal (eksisi dan radiasi loka1).
transfer as e, TdT), yang bermanf aat untuk membeda-
Berbekal latar belakang ini, kita dapat kembali ke
kan sel ini dari sel mieloid imatur (mieloblas) dan
masalah klasifikasi neoplasma limfoid. Skema klasifi-
limfosit matur. Penanda lain, seperti CD13, CD14,
kasi terdahulu yang didasarkan pada morfologi dan
CD15, dan CD64, diekspresikan secara spesifik oleh
gambaran klinis tidak menyertakan gambaran imuno-
sel mieloid sehingga bermanfaat untuk membeda-
kan neoplasma mieloid dari neoplasma limfoid, fenotipe dan sitogenetik; kemudian keduanya terbukti
penting untuk mendefinisikan entitas tertentu. Untuk
seperti akan dijelaskan kemudian. CD34 diekspresi-
kan pada sel bakal pluripoten dan dipertahankan
mengatasi keterbatasan tersebut, pada tahun 1994
pada sel progenitor limfoid dan mieloid yang pa-
ling dini (lihat Gbr. 72-73).
r Banyak tumor sel B matang berasal dari dan me-
nyerupai pola pertumbuhan folikel sel B normal.
Oleh karena itu, pada tumor sel B tertentu, selneo- Tabet 12-7. KLASIFIKASI REAL UNTUK NEOPLASMA
plastik berkelompok menjadi nodus yang mirip LIMFOID-
dengan folikei normal; fumor tersebut disebuttimfo-
mafoliktlnr. Tumor sel B lainnya tidak membentuk
lA. Neoplasma Prekursor Sel B
nodus, demikian juga tumor sel T atau histiosit; 1 . Limfoma/leukemia prekursor sel B
namun, sel fumor menyebar secara diftls di kelenjar lB. Neoplasma sel B Perifer
getah bening. Arsitektur itu disebut limfomn difus. 1. Leukemia limfositik kronis/limfoma limfositik
Pada kedua pola, arsitektur normal kelenjar getah kecil sel B
bening lenyap. 2. Leukemia prolimfositiksel B
r Sebagai tumor sistem imun, neoplasma limfoid
3. Limfomalimfoplasmasitik
4. Limfoma sel mantel
sering mengganggu mekanisme regulatorik imun 5. Limfoma folikular
yang normal. Dapat ditemukan, baik imunodefi- 6. Extranodal marginal zone lymphoma (MALT
siensi (terbukti dengan kerentanan terhadap infek- lymphoma; limfoma zona marginal ekstranodus)
si) maupun autoimunitas, kadang-kadang pada 7. Limfomazonamarginallimfe
pasien yang sama. Yang ironis, pasien dengan L Limfoma zona marginal nodus
International Lymphoma Study Group bersidang pada subset neoplasma yang tercantum di sini, yang
dengan tujuan menciptakan suatu daftar entitas bersama-sama membentuk lebih dan 90'kneopiasma
klinikopatologi tersendiri yang disepakati bersama. iimfoid yang ditemukan di Amerika Serikat.
Skema klasifikasi yang terbentuk, yang disebut Revised
European, American Classification of Lymphoid Neo- I Limfoma/leukemia limfoblastik prekursor sel-B
plasms (sering disingkat sebagai REAL), memper- dan -T
timbangkan morfologi, asal sel (ditentukan dalam I Limfoma limfositik kecil / ler-rkemia I imfosi tik kronis
praktik dengan penentuan imunofenotipe), gambaran I Limfoma folikular
klinis, dan genotipe (kariotipe, adanya genom virus) T Limfoma sel mantel
setiap entitas. Klasifikasi tersebut mencakup semua T Limfoma sel B besar difus
neoplasma limfoid, termasuk leukemia dan mieloma I LimfomaBurkitt
multipel, dan membagi-bagi neoplasma berdasarkan I Mieloma multipel dan diskrasia sel plasma terkait
asal menjadi tiga kategori besar: (1) tumor sel B, (2) tu-
T LimfomaHodgkin
mor sel T dan sel NK, serta (3) limfoma Hodgkin. Gambaran menonjol neoplasma limfoid yang umum
Versi baru klasifikasi REAL untuk neoplasma ditemukan diringkaskan pada Tabel 12-8. Kita juga
limfoid disajikan pada Tabel 12-T.Sepertidapat dilihat, akan menyinggung beberapa entitas yang jarang yang
entitas diagnostik sangat banyak. Fokus kita adalah memiiiki gaml2aran klinikopatologi khas.
BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETII< DAN LIMFOID I 475
FOMA
LE U KEMIA/LIM a Gejals berkaiton dengan depresi ftmgsi stLmstLm ttilnng
LIMFOBLASTIK SEL B DAN T normsl. Cejala tersebut mencakup rasa lelah, ter-
PR EKU RSOR utama karena anemia; demam, yangmencerminkan
Tumor agresif ini, yang dibentuk oleh limfosit infeksi akibat tidak adanya ler"rkosit matang; dan
imatur (limfoblas), terutama teqadi pada anak dan perdarahan (p tekie, ekimosis, epistaksis, perdarah-
dewasa muda. Berbagai tumor Iimfoblastik secara an gusi) akibat trombositopenia.
morfologis tidak dapat dibedakan dan sering me- a I'Jyeri teknn dsn nyeri padn tulong. Hal ini terjadi
nimbulkan gejala dan tanda serupa. Karena gambaran akibat ekspansi sumsllm tr-rlang disertai infiltrasi
yang tumpang tindih ini, kita akan membahas neo- subperiosteum.
plasma prekursor sel B dan T bersama-sama. I Limfadenopnti genernlisnta, splenomegnli, dan
Seperti prekursor sel B yang secara norrnal terbentuk hepatomegnli. Ketiganya mencerminkan penyebar-
di dalam sumsum tulang, tumor limfoblasiik pra-B an sel leukemia; keadaan tersebut terjadi pada se-
biasanya bermanifestasi sebagai leukemia dengan mua leukemia akut, tetapi lebih mencolok pada LLA.
keterlibatan ekstensif sllmsum tulang dan darah I Mantfestnsi sttstLnsn sarnf ptLsot. Keadaan tersebut
perifer. Demikian juga, bllmor limfoblastik pra,T sering mencakup nyeri kepala, muntah, dan keh-rmpuhan
bermanifestasi sebagai massa mediastinum yang saraf akibat penyebaran ke meningen; gambaran ini
mengenai timus, tempat diferensiasi sel T dini normal. lebih sering pada anak daripada dewasa dan lebih
Namun, sebagian besar tumor sel pra-T yang bermani- sering pada LLA daripada LMA.
festasi sebagai massa mediastinum berkembang cepat Temuan Laboratorium pada Leukemia Akut.
ke fase leukemik, sedangkan kasus lain bermanifestasi Anemia hampir selaiu ada.Jr.rn-rlah se1 darah putih
hanya sebagai kelainan srlmsltm tulang. Oleh karena biasanya meningkat, kadang-kadang sampai lebih dari
itu, tumor limfoblnstik pra-B dnn pra-T biasanya mem- 100.000/pL, tetapi pada sekitar 50% pasien jumlal-r
beriknn gnmbaran klinis leukemia limfoblsstik nkut tersebut kr"rrang daripada 10.000/pL. Yang jauh lebih
(LLA) padasuatu saat selama perjalanan penyakitnya. penting adalah identifikasi bentuk blas di darah perifer
Bersama-sama, LLA membentuk 80% dari leukemia dan sumsum tulang, tempat sel ini membentuk 60%
anak, dan insidens memuncak pada usia 4 tahun sampai 100% dari sehirnh sel. Hitung trombosit biasa-
dengan sebagian besar kasus adalah fenotipe sel pra- nya menurlrn menjadi kurang dari 100.000/prL. Walau-
B. Tumor sel pra-T lebih sering terjadi pada remaja laki- pun jarang, dapat terjadi pansitopenia dengan
laki dengan insidensi puncak pada usia antara 15 dan beberapa sel blas dalam darah (lcukemia aler"rkemik),
20 tahun. tetapi sumsum tulang tetap dibar-rjiri oleh sel blas,
Patofisiologi, temuan laboratorium, dan gambaran menyingkirkan anemia aplasti k.
klinis LLA sangat mirip dengan yang ditemukan pada
leukemia mieloblastik akut (LMA), yaihr tipe utama lain
pada leukemia akut. Karena kemiripan tersebut, kita
pertama-tama akan mengulas ulang gambaran yang
Llmllm ditemukan pada leukemia akut sebelum mem-
bahas gambaran yang khas untuk LLA. MORFOLOGI
Patofisiologi Leukemia Akut. Penelitian morfo-
logik dan kinetika sel menunjukkan bahwa pada ler"r- Karena respons terhadap terapi berbeda-beda, LLA
dan LMA sangat perlu dibedakan. lnti sel limfoblas pada
kemia akut (apakah limfoblastik atau mieloblastik)
preparat yang diwarnai WrighlGiemsa memiliki kroma-
teqadi hambatan pada diferensiasi dan bahwa sel blas
tin yang agak kasar dan bergumpal dan satu atau dua
neoplastik memperlihatkan waktu generasi yang me- nukleolus (Gbr. 12-144); mieloblas cenderung memiliki
manjang, bukan memendek. Oleh karena itu, akumulasi kromatin lebih halus dan lebih banyak sitoplasma, yang
sel blas terjadi akibat ekspansi klonal dan kegagalan mungkin berisi granula (Gbr. 12-148). Umumnya sito-
pematangan progeni menjadi sel matur fungsional. plasma limfoblas mengandung agregat bahan positif-
Akibat penumpukan sel blas di sumsum tulang, sel PAS (perlodlc acid-Schiff) berukuran besar, sedangkan
bakal hematopoietik mengalami tekanan. Hal ini me- mieloblas sering positif-peroksidase.
nimbulkan dua dampak klinis yang penting: (1) mani-
festasi utama leukemia akut terjadi akibat kurangnya
SDM, sel darah putih, dan trombosit normal dan (2)
tujuan pengobatan adalah mengurangi populasi klona
leukemia sedemikian sehingga terjadi rekonstitusi Setelah "kursus singkat" tentang ler-rkemia akr.rt ini,
progeni sel bakal normal yang masih tersisa. kita akan kembali ke limfoma/leukemia limfoblastik;
Gambaran Klinis Leukemia Akut. Leukemia leukemia mielogenosa akr"rt akan dibahas kemudian.
akut memperlihatkan ciri berikut: Penentuan Imunofenotipe. Penentuan imttno-
I fenotipe sangatbermanfaat dalam menentukan subtipe
Onset mandndak. Sebagian besar pasien datang
tumor limfoblastik dan membedakannya dengan LMA
dalam 3 bul:rn setelah onset gejala.
(Gbr. 12-i5). TdT, suatu DNA polimerase, merupakan
476. BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID
fu,,J
qffiT
ffi
$;rF
'l'i"trr':it $41'1fi
.:ill
A s+Slti"
u*|:,,.,$'p** 1,.:+i'F'
,,,,*djg+$
Gambar 12-14
A D
-]
oW
?*-
I
i
_i
l
$1
j
: *i
gl
(?)
OJ
oi c:
.ffi i "r'
j : -j
Nl
6l i
-.=::.:
ti:, o:
::i-i:
::::
'!
oj
1
'??-.*rd:
cD 64 cD 15 T'dT
Gambar 12-1 5
Gambar 12-16
Keterlibatan kelenjargetah bening pada leukemia limfositik kronis/limfoma limfositik kecil. A. Dengan pembesaran lemah, tampak pengurangan
difusarsitekturkelenjargetahbening. B.Padapembesarankuat,sebagianbesarsel tumormempedihatkangambaranlimfositbulatkecil.
Sebuah "prolimfosit", sel yang lebih besardengan nukleolus terletak di tengah, juga ditemukan pada lapangan pandang ini. (A, Sumbangan
Dr. Jos6 Hernandez, Department of Pathology, University of Texas Southwestern Medical School, Dallas.)
478 J BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID
yang menuniukkan monoklonalitas. Tidak seperti se- berubah menjadi tumor yang lebih agresif yang mirip
mengekspresi- dengan leukemia prolimfositlk atau limforni sel S besar
bagian besar sel B perifer, sel tumor juga
kan antigen terkait sel T CD5, suatu kecendemngan difus. Apabila teq-adi transformasi, kesintasan median
yang juga dimiliki, di antara neoplasma sel B, hanya menjadi kurang dari 1 tahun.
oleh limfoma sel mantel.
Patofisiologi. Sel B neoplastik tidak berespons
terhadap stimulasi antigenik dan, melalui mekanisme LIMFOMA FOLIKULAR
yang belum dipahami, menekan fungsi sel B normal; Tumor ini, yang ditandai dengan arsitektur nodn-
oleh karena iLLr, banyak pasien dengan CLL/SLL meng- lar atau folikular, sangat sering ditemukan, membentr"rk
alami hipogamaglobulinemia. Yang aneh, sekitar 15% 40% NHL dewasa di Amerika Serikat.
pasien juga memiiiki antibodi terhadap SDM autolog,
sehingga teqadi anemia hemolitik. Sekitar 50% pasien
memperlihatkan kelainan kariotipe, yang tersering
adalah trisomi 12 dan delesi kromosorn 11 dan 12.
Translokasi kromosom, yang sangat sering pada NHL
lain, jarang ditemukan. Secars singkat, CLL/SL.L di- MORFOLOGI
tandsi dengan akunulasi limfosit B nonfungsionnl
berumttr pnnjang Vang menyebuk sumsum tulang, Kelenjar getah bening terhapus oleh proliferasi yang
darnh, kelenjar getah bening, dan jaringan lnhr. biasanya memiliki gambaran nodular khas pada pem-
besaran rendah (Gbr. 12-17A). Sel tumor tampak mirip
Gambaran Klinis. CLL/SLL sering asimtomatik.
seperti sel B pusat germinativum normal. Sel neoplastik
Apabila timbul, gejala biasanya nonspesifik, dan yang predominan biasanya "mirip-sentrosit". Sel ini
meiiputi mudah lelah, penurr-rnan berat, dan anoreksia. sedikit lebih besar daripada limfosit dengan kontur inti
Karena terjadi hipogamoglobtrlinemia, terdapat "terbelah" angular yang ditandai dengan indentasi men-
peningkatan kerentanan terhadap infeksi bakteri. colok dan lipatan linear (lihat Gbr. 12-178). Kromatin inti
Dnpnt terjadi snemia hemolitik autoimun dan/ntnu kasar dan padat, dan nukleolus tidak jelas. Sel kecil ini
trombositopenia autoimun. Limfadenopati generalisata dan bercampur dengan sel "mirip-sentroblas" yang lebih
hepatosplenomegnli terdapat pada 50% sampai 60% besar (tiga sampai empat kali lipat daripada limfosit)
kasus. lumlah leukosit total mungkin hanya sedikit dan jumlahnya bervariasi. Jenis sel kedua ini memiliki
meningkat (pada SLL) atau dapat mencapai 200.000/ kromatin vesikular, beberapa nukleolus, dan jumlah
pL. Perjalanan penyakit dan prognosis CLL/SLL sitoplasma yang sedang serta mirip dengan sel yang
bermitosis aktif yang secara normal terdapat di pusat
sangat bervariasi. Banyak pasien hidup lebih dari 10
germinativum. Pada sebagian besar tumor, sel mirip-
tahun setelah diagnosis dan meninggal oleh penyebab
sentroblas merupakan komponen minor dari selularitas
lain; kesintasan median adalah 4 sampai 6 tahun. keseluruhan, mitosis jarang, dan tidak ditemukan sel
Namun, seiring dengan waktr_r, CLL/SLL cenderung
Gambar 12-17
Limfoma folikular, yang mengenai sebuah kelenjargetah bening. A. Agregat nodular sel limfoma terdapat di seluruh kelenjar getah bening.
B. Pada pembesaran kuat, sel limfoid kecil dengan kromatin padat dan inti iregular atau terbelah (sentrosit) bercampur dengan populasi
sel besar dengan nukleolus (sentroblas). (A, Sumbangan Dr. Robert W. McKenna, Deparlment of Pathology, University of Texas South-
western Medical School, Dallas.)
BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID 479
'
LIMFOMA SEL MANTEL
Limfoma sel mantel terdiri atas sel B yang mirip
dengan zona mantel pada folikel limfoid normal. Tu-
mor ini membentuk sekitar 4o/' dari semua NHL dan
terjadi terutama pada laki-laki tua.
sional (Bab 6). Yang lain mungkin memperoleh Imunofenotipe. Limfoma Burkitt adalah tumor sel
manfaat dari terapi yang lebih agresif (misal, terapi B yang mengekspresikan IgM perrnukaan dan penanda
dosis-tinggi dan transplantasi sumsum tulang). sel pan-B seperti CDL9, serta antigen CD10.
Kariotipe. Limfoma Burkitt berkaitan erat dengan
translokasi yangmelibatkan genMYC di kromosom 8.
LIMFOMA BURKITT Sebagian besar translokasi menyatukan MYC dengan
Limfoma Burkitt adalah penyakit endemik di gen lgH di kromosom 14, tetapi juga ditemukan trans-
beberapa bagian Afrika dan sporadik di tempat lain, lokasi varian yang melibatkan lokus rantai ringan rc
termasuk Amerika Serikat. Secara histologis, penyakit atau )", masing-masing di kromosom 2 dan22.Hasll
di Afrika dan daerah nonendemik identik, walaupun akhir setiap translokasi adalah ekspresi berlebihan pro-
terdapat perbedaan klinis dan virologis. Hubungan tein MYC, yang memiliki aktivitas transformasiyang
penyakit ini dengan EBV dibahas pada Bab 6. poten.
Gambaran Klinis. Baik tipe endemik maupun
non-Afrika, terutama mengenai anak atau dewasa
muda, menyebabkan sekitar 30% NHL anak di Amerika
Serikat. Pada kedua bentuk, penyakit jarang berawal
di kelenjar getah bening. Pada pasien Afrika, keterlibat-
MORFOLOGI an maksila atau mandibula sering merupakan tanda
awal, sedangkan tumor abdomen (usus, retroperito-
Sel tumor tampak monoton, berukuran antara limfosit neum/ ovarium) lebih sering di Amerika Utara.
kecil dan sel besar yang tidak membelah, serta memiliki Cambaran lerrkemik jarang ditemukan, terutama pada
inti oval atau bundar yang mengandung dua sampai kasus dari Afrika, tetapi mungkin teqadi dan hal ini
lima nukleolus yang mencolok (Gbr. 12-19). Ukuran inti harus dibedakan dengan LLA, yang berespons ter-
sel menyamai inti sel makrofag jinak yang terdapat di hadap regimen obat yang berbeda. Limfoma Burkitt
dalam tumor. Sitoplasma berukuran sedang, sedikit
adalah tumor derajat-tinggi yang mungkin merupakan
basofilik atau ampofilik, sangat pironinofilik, dan sering
neoplasma manusia yang paling cepat pertumbuhan-
berisi vakuol kecil berisi lemak. Laju mitosis yang tinggi
merupakan ciri tumor ini, demikian juga kematian sel, nya; namun, dengan regimen kemoterapi yang sangat
sehingga terdapat banyak makrofag jaringan dengan agresif, sebagian besar pasien dapat disembuhkan.
debris inti sel di dalamnya. Karena makrofag jinak ini
sering dikelilingi oleh ruang jernih, sel ini membentuk
suatu pola "langit berbintang".
MIELOMA MULTIPEL DAN
t GANGGUAN SEL PLASMA
TERKAIT
Diskrasia sel plasma adalah sekelompok neo-
plasma sel B yang sama-sama memperlihatkan
ekspansi satu klonn sel penghasil imunoglobulin
sehingga menyebabkan peningkatan kadar satu
imunoglobtLlin homogen atau fragmennyn di dalnm
serum. Imunoglobulin homogen yang ditemukan
dalam darah sering disebut komponen M. Karena
gambaran umum pada berbagai diskrasia sel plasma
adalah adanya imunoglobulin dalam jumlah ber-
lebihan di dalam serum, penyakit golongan ini disebut
juga gnmopati monoklonsl. W alatpun keberadaan
suatu komponen M mengisyaratkan adanya keganas-
an sel B, perlu diingat bahwa komponen M juga
ditemukan pada orang normal berusia lanjut, suatu
keadaan yang disebut sebagai gamopati monoklonal
yang maknanya belum jelas. Secara kolektif, penyakit
golongan ini menyebabkan sekitar 15% kematian akibat
Gambar 12-1 9 keganasan sel darah putih; diskrasia sel plasma pa-
Iing sering terjadi pada usia pertengahan dan usia
Limfoma Burkitt. Sel tumordan intinya hampirseragam sehingga
lanjut.
gambanannya monoton. Perhatikan aktivitas mitotikyang tinggi (mafa
panah)dan nukleolus yang mencolok. Pola "langit berbintang" yang
Diskrasia sel plasma dapat dibagi menjadi enam
ditimbulkan oleh makrofag normalyang berwama terang akan lebih
varian utama: (1) mieloma multipel, (2) piasmasitoma
jelas dengan pembesaran lemah. (Sumbangan Dr. Robert W. lokalisata (mieloma solitar), (3) limfoma limfoplasma-
McKenna, Department of Pathology, University of Texas South- sitik, (4) penyakit rantai berat, (5) amiloidosis terkait
western Medical School, Dallas.) imunosit atau primer, dan (6) gamopati monoklonal
482I BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID
yang maknanya belum jelas. Setiap gangguan tersebut hanya ditemukan pada sebagian kecil kasus. Secara
akan dibahas secara sepintas sebelum gambaran morfo- klinis, penyakit ini mirip dengan limfoma sel B indolen
logik bentuk yang umum disajikan. (seperti SLL), karena limfosit B neoplastik menyebuk
Mieloma Multipel. Mieloma multipel, sejauh ini secara difus organ limfoid, termasuk sumsum tulang,
adalah diskrasia sel plasma maligna yang tersering, kelenjar getah bening, dan limpa. Tidak seperti mielo-
adalah stratu proliferasi klonal sel plasma neoplastik ma,lesi litik di tulang tidak ditemukan. Biasanya sel B
di sumsum tulang yang biasanya berknitan dengan lesi neoplastik menghasilkan igM dalam jumiah cukup
litik multfokal di seluruh pertulangan tubuh. Prolife- besar sehingga terjadi suatu sindrom hiperviskositas
rasi sel plasma neoplastik, yang disebut juga sel mielo- yang disebut makroglobulinemia Waldenstrom.
mn, ditunjang oleh sitokin interleukin-6 (IL-6), yang Penyakit Rantai Berat. Ini bukan suatu entitas
dihasilkan oleh fibroblas dan makrofag di stroma spesifik, tetapi sekelompok penyakit berupa proliferasi
sumsum tulang. Seperti berlaku pada banyak keganas- yang hanya menghasilkan,rantai berat. Rantai berat
an sel B lainnya, baru-baru ini disadari bahwa banyak tersebut mungkin berasal dari kelas IgC,IgA, atau IgM.
mieloma memperlihatkan translokasi kromosom yang Gambaran klinis mirip dengan limfoma tertentu
melibatkan lokus 1gG di kromosom 14. Salah sabr-r mitra lainnya. Penyakit rantai berat IgG sering bermanifestasi
fusi adalah gen reseptor faktor pertumbuhan fibroblas sebagai limfadenopati difus dan hepatosplenomegali
(fibr obl ns t gr ow th fac t or ) 3 di kromoso m 4, y ang tamp ak- sehingga mirip dengan limfoma limfoplasmasitik. Pe-
nya terpotong untuk menghasilkan reseptor yang nyakit rantai berat IgA memperlihatkan predileksi
seca ra konstitu ti f aktif. untuk jaringan limfoid yang secara normal merupakan
Pada sekitar 60% pasien, komponen M adalah IgG; tempat sintesis IgA, seperti usus halus dan saluran
pada 20"/, sampai 25ok, IgA; walaupun jarang, kompo- napas, dan mungkin mencerminkan varian MALT lym-
nen tersebut adalah IgM, IgD, atau IgE. Pada 75% phoma (dibicarakan selanjulnya).
sampai 20% kasus sisanya, sel plasma menghasilkan Amiloidosis Primer atau Terkait-Imunosit.
hanyarantairingan rc atau l. yang, karena berat molekul Mungkin perlu diingat bahwa proliferasi monoklonal
rendah, cepat dikeluarkan melalui urine dan rantai sel plasma, disertai pembentukan berlebihan rantai
ringan tersebut diberi nama protein Bence-lones. Pada ringan, mendasari bentuk amiloidosis ini (Bab 5).
para pasien ini, terjadi proteinuria Bence-Jones tanpa Endapan amiloid (tipe AL) terdiri atas rantai ringan
komponen M serum (penyakit rnntai ringan). Namun, yang mengalami penguraian parsial.
pada hampir 80% pasien, sel plasma maligna Gamopati .Monoklonal yang Maknanya
membentuk molekul imunoglobulin lengkap serta Belum Diketahui. Protein M dapat dideteksirdi dalam
rantai ringan dalarh jumlah berlebihan; oleh karena serum 1% sampai 37o orang normal berusia lanjut (lebih
itu, baik protein Bence-Jones maupun komponen M dari 50 tahun). Istilah gnmopati monoklonnl ynng
serum, dapat ditemukan. maknanya belum diketnhui (monoclonal gammopathy
Plasmasitoma Lokalisata. Nama ini mengacu of undetermined significance, MGUS)diterapkan untuk
pada adanya satu lesi di tulang atau jaringan lunak. disproteinosis tanpa penyakit terkait ini. lni adalah
Plasmasitoma solitar di tulang cenderung terjadi pada gamopati monoklonal yang paling sering ditemukan.
lokasi yang sama seperti mieloma multipel, sedangkan Sekitar 20ok pasien dengan MCUS kemudian meng-
lesi di luar tulang biasanya membentuk massa tumor alami diskrasia sel plasma (mieloma, limfoma limfo-
di saluran napas atas (sinus, nasofaring, laring). Pada plasmasitik, atau amiloidosis) setelah 10 sampai 15
sebagian pasien ini dapat ditemukan peningkatan tahun. Diagnosis MGUS harus ditegakkan dengan hati-
ringan kadar protein M. Mereka yang mengidap hati dan setelah eksklusi semua bentuk spesifik gamo-
mieloma tulang solitar biasanya juga mengidap lesi pati monoklonal. Secara Llmum, pasien dengan MGUS
tersamar di tempat lain. Para pasien ini mungkin stabil memiliki kurang dari 3 g/dL protein monoklonal dalam
selama beberapa tahun tetapi, setelah interval 5 sampai serum dan tidak terdapat proteinuria Bence-jones.
10 tahun, sebagianbesar mengalami penyakit disemi-
nata. Plasmasitoma di luar tulang (jaringan lunak) lebih
jara.ng menyebar dan sering dapat disembuhkan
dengan reseksi lokal.
Limfoma Limfoplasmasitik. Tumor ini terdiri atas
proliferasi campuran sel B yang berkisar dari limfosit MORFOLOGI
kecil bulat sampai limfosit plasmasitik (yang disebut
sebagai plimfosit) sampai sel plasma. Tumor ini Mieloma multipel paling sering bermanifestasi se-
bagai lesi tulang destruktif multifokal di seluruh sistem
berkaitan dengan translokasi kromosom yang melibat-
st<etetal. WalJupun semua tulang dapat terkena,
kan lokus IgH di kromosom 14 dan gen PAX5 di
distribusi berikut ditemukan pada suatu penelitian yang
kromosom 9, yang mengkode suatu faktor transkripsi melibatkan banyak kasus: kolumna vertebra, 66%; iga,
yang biasanya mengatur diferensiasi sel B. Seperti 44oh; tengkorak, 41%; pang.gul, 28%; femur, 24%; klavv
mieloma, terdapat komponen M, tetapi pada sebagian kula, 10%; dan skapula, '10%. Lesi lokal ini umumnya
besar kasus komponen tersebut disebabkan oleh berawal di rongga medula, mengikis tulang cancel/ous,
pioduksi IgM monoklonal, sedangkan IgA atau IgG
BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID T 483
dan secara progresif menghancurkan tulang kortikal. dari semua sel di sumsum tulang. Sel plasma neo-
Resorpsi tulang terjadi akibat sekresi sitokin tertentu plastik mungkin mirip dengan sel plasma matur nor-
(misal, lL-1B, TNF, lL-6) oleh sel mieloma. Sitokin ter- mal, tetapi umumnya memperlihatkan gambaran ab-
sebut meningkatkan pembentukan dan aktivasi osteo- normal, seperti nukleolus yang mencolok atau badan
klas melaluijalur RANK-ligan RANK (Bab 21). Lesi sel inklusi sitoplasma yang abnormal yang mengandung
plasma sering menyebabkan fraktur patologik; lesi ini imunoglobulin (Gbr. 12-2OB). Seiring dengan progre-
paling sering ditemukan di kolumna vertebra walaupun sivitas penyakit, dapat terjadi infiltrasi sel plasma ke
dapdt mengenai semua tulang yang mengalami erosi jaringan lunak di limpa, hati, ginjal, paru, dan kelenjar
dan destruksi pada zat korteksnya. Umumnya, secara getah bening atau, apabila penyakit telah sangat me-
radiologis lesi tampak sebagai defek punched-out luas, mungkin muncul gambaran leukemik.
(cekung), biasanya bergaris tengah 1 sampai 4 cm (Gbr. Keterlibatan ginjal, yang secara umum disebut
12-20A), tetapi pada beberapa kasus hanya deminera- nefrosis mieloma, adalah salah satu gambaran.khas
lisasi difus yang ditemukan. Pemeriksaan mikroskopik mieloma multipel. Secara mikroskopis, dapat ditemukan
terhadap sumsum tulang memperlihatkan peningkatan sebukan sel plasma abnormal di interstisium. Di tubu-
jumlah sel plasma, menyebabkan lOo/o sampai g0% lus kontortus distalis dan duktus koligentes, banyak
terdapat silinder protein. Sebagian besar silinder ini
dibentuk oleh protein Bence-Jones, walaupun mungkin
juga mengandung imunoglobulin lengkap, protein
Tamm-Horsfall, dan albumin. Beberapa silinder mem-
perlihatkan sifat mewarnai amiloid. Hal ini tidak meng-
herankan karena amiloid AL berasal dari protein Bence-
Jones (Bab 5). Sel raksasa berinti banyak yang terbentuk
dari fusi makrofag biasanya mengelilingi silinder. Sel
yang melapisi tubulus yang mengandung silinder sering
mengalami nekrosis atau atrofi akibat efek toksik rantai
ringan bebas (protein Bence-Jones). Kalsifikasi meta-
statik mungkin ditemukan di ginjal karena hiperkalse-
mia yang disebabkan oleh resorpsi tulang. Apabila
terdapat penyulit amiloidosis sistemik, ditemukan lesi
glomerular nodular. Dapat terjadi pielonefritis, akibat ke-
rentanan pasien terhadap infeksi meningkat.
Berbeda dengan mieloma multipel, limfoma limfo-
plasmasitik tidak menyebabkan lesi litik di tulang. Sel
neoplastik menginfiltrasi secara difus sumsum tulang,
kelenjar getah bening, dan kadang-kadang hati. lnfiltrasi
ke organ lain dapat terjadi, terutama seiring dengan
perkembangan penyakit. lnfiltrat selular terdiri atas
limfosit, sel plasma, dan "plimfosit". Bentuk laln dis-
krasia sel plasma telah dijelaskan (misal, amiloidosis
primer [Bab 5]) atau terlalu jarang untuk diuraikan.
kebingungan dan letargi; hiperkalsemia juga me- limfoplasmasitik sedikit lebih panjang, yalttt dalam
nimbulkan gangguan ginjal. Anemia terjadi akibat rentang 4 sampai 5 tahun. Walaupun terapi agresif
-ditempatinya sumsum tulang serta inhibisi hemato- pemah dicoba, keduanya sampai saat inibelum dapat
poiesis oleh sel neoplastik. disembuhkan.
r Infeksi berulang oleh bakteri seperti Staphylococ-
cus aureus, Streptococcus pneumoniae, dan Escheri-
chia coli menimbulkan masalah klinis yang serius.
LIMFOMA HODGKIN
-
Infeksi terjadi akibat penekanan sekresi imuno- Limfoma Hodgkin, seperti NHL, adalah sttatu
globulinnormal. gangguan yang terutama mengenai jaringan limfoid'
r Produksi berlebihan dan agregasi protein mieloma Limfoma ini hampir selalu berasal dari satu nodus atau
dapat menyebabkan sindrom hiperviskositas (di- satu rangkaian kelenjar getah bening dan biasanya
jelaskan kemudian). menyebar ke kelenjar di sekitarnya. Limfoma Hodgkin
r Hampir 50% pasien menderita insufisiensi ginjal. dibedakan dengan NHL karena beberapa alasan' Per-
Hal ini terjadi akibat banyak faktor, seperti infeksi tama, kelainan ini ditandai secara morfologis dengan
bakteri berulang dan hiperkalsemia, tetapi yang adanya sel raksaso neoplastik khas yang disebut sel
terpenting adalah akibat efek toksik protein Bence- Reed-Sternberg (RS) bercampur dengan infiltrat sel
jones dalam sel yang melapisi tubulus. radang reaktif noninflamatorik yang jumlahnya ber-
I Amiloidosis timbul pada5% sampai 10% pasien. variasi. Kedua, tumor ini sering berkaitan dengan
gambaran klinis yang agak khas, termasuk manifestasi
Diagnosis mieloma multipel mudah ditegakkan
sistemik seperti demam. Ketiga, pola penyebaran
berdasarkan adanya defek tulang fokal dan "punched'
out" yangkhas pada pemeriksaan radiologis, terutama
stereotipiknya menyebabkan penyakit ini diterapi
secara berbeda dibandingkan dengan sebagian besar
apabila lesi terdapat di vertebra atau kalvarium. Elektro-
neoplasma limfoid lain. Walaupun terdapat gambaran
foresis serum dan urine merupakan alat bantu
khas ini, penelitian molekular terbaru membuktikan
diagnostik yang penting pada kasus yang dicurigai.
dengan jelas bahwa, pada sebagian besar kasus, tu-
Pada99% kasus, dapat dideteksi lonjakan monoklonal
mor ini adalah suatu tumor limfosit B sehingga sebaik-
imunoglobulin lengkap atau rantai ringan imuno-
nya dianggap sebagai bentuk limfoma yang tak-lazim.
globulin di dalam serum, urine, atau keduanya. Pada
Klasifikasi. Dikenal adanya empat subtipe limfo-
1% kasus sisanya, imunoglobulin monoklonal dapat
ma Hodgkin: (1) sklerosis nodularis, (2) selularitas
ditemukan di dalam massa sel plasma, tetapi tidak di
campuran, (3) predominansi limfosit, dan (4) deplesi
serum atau urine. Kasus semacam ini kadang-kadang
limfosit. Subtipe keempat sangat jarang ditemukan dan
disebut mieloma nonsekretorik.
tidak dibahas lebih jauh. Namun, sebelum mengurai-
Limfoma limfoplasmasitik mengenai pasien yang
kan tiga subtipe lainnya, kita perlu menjelaskan de-
sedikit lebih tua, dengan insiden puncak antara dekade
nominator umum bagi ketiganya-sel RS dan varian-
keenam dan ketujuh. Sebagian besar gejala klinis
nya-serta metode yang digunakan unluk menentukan
penyakit ini dapat ditelusuri dari keberadaan globulin
Itras penyakit pada seorang pasien, yaittt, sistem
IgM. Karena ukurannya, pertambahan kadar makro-
penentuan stadium (stnging system).
globulin sangat meningkatkan kekentalan darah se-
hingga terjadi sindrom hiperaiskositas yar.g dikenal
s eb a gai m akr o gl ob ulin emis W aI d en s t r i) m, Penyakit
Tabel 12-9. STADIUM KLINIS LIMFOMAHODGKIN LIMFOMA HODGKIN SKLEROSIS NODULARIS. Sejauh
DAN NON-HODGK|N (KLAStFIKASt ANN ini, tipe ini merupakan bentuk histologik tersering. Tipe
ARBORT ini berbeda dari tipe lain, baik secara klinis maupun
histologis dan ditandai secara morfologis dengan dua
Stadium Distribusi Penyakit gambaran:
Keterlibatan satu regio kelenjar getah bening (l) r Adanya varian khusus sel RS yang disebut sel
atau terkenanya satu organ atau jaringan lakuna (Gbr. 12-22). Sel ini berukuran besar dan
ekstralimfatik (1.) memiliki satu nukleus hiperlobaris dengan banyak
Keterlibatan dua atau lebih regio kelenjar getah
nukleolus kecil dan sitoplasma berwarna pucat.
bening disisi diafragma yang sama saja (ll)
Pada jaringan yang difiksasi oleh formalin, sito-
atau dengan keterlibatan organ atau jaringan
plasma sering mengalami retraksi dan menyebab-
ekstralimfatik di dekatnya (ll.)
Keterlibatan regio kelenjargetah bening di kedua
kan gambaran sel berada di ruang jeinih, atau
sisi diafragma (lll), yang mungkin mencakup lakuna.
limpa (l l.), tempat atau organ ekstralimfatik di
I
r Adanya di sebagian besar kasus pita kolagen yang
sekitar secara terbatas (lll.), atau keduanya membagi jaringan limfoid menjadi nodus berbatas
(ilt_ ) tegas (Gbr. 12-23), Fibrosis mungkin sedikit atau
Fokus (multipel atau diseminata) keterlibatan satu banyak, dan infiltrat sel mungkin memperlihatkan
atau lebih organ atau jaringan ekstralimfatik limfosit, eosinofil, histiosit, dan sel lakuna dalam
dengan atau tanpa keterlibatan limfatik proporsi yang berbeda-beda. Sel RS klasik jarang
ditemukan,
*Semua
stadium dibagi lebih lanjut beidasarkan tidak ada (A) atau
adanya (B)gejala sistemik berikut: demam signifikan, keringat lmunofenotipe varian lakuna identik dengan yang
malam, berat tubuh menurun lebih dari 10%oyang tidak diketahui terdapat pada sel RS klasik. Sel ini mengekspresikan
sebabnya CD15 dan CD30 serta biasanya tidak mengekspresikan
Dari Carbone PT, etal: Symposium (AnnArbor): staging in Hodgkin antigen spesifik sel B dah T. :i . .
disease. Cancer Res 31 :17 07 . 1 97 L
486 T BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID
Limfoma Hodgkin, tipe sklerosis nodularis. Sebuah "sel lakuna" Penyakit Hodgkin, tipe selularitas campuran. Sel Reed-Sternberg
dengan nukleus multilobus yang mengandung banyak nukleolus binukleus khas dikelilingi oleh berbagaijenis sel, termasuk eosinofil
kecil tampak berada di ruang jernih yang tercipta akibat retraksi (sitoplasma merah terang), limfosit, dan histiosit. (Sumbangan Dr.
sitoplasma. Sel ini dikelilingi oleh limfosit. (Sumbangan Dr. Robert Robert W. McKenna, Department of Pathology, University of Texas
W. McKenna, Department of Pathology, University of Texas South- Southwestern Medical School, Dallas.)
western Medical School, Dallas.)
karena itu, pengaktifan abnormal NF-rcB mrrngkin gambaran yang khas atau penting secara klinis
merupakan suatu jalur umltrrl va|rq berperan Calam sehingga layak disinggung.
lirnfomagenesis. Yang menarik, beberapa prrolein EBV Extrano ilal Marginal Zone Lyntphoma
mengaktifkan NF-rB pada sel I3 yang terinfeksi secara (limfoma MALT). Ini adalah kategori khusus tnmor
laten. Diperkirakan beberapa proses patogenetik lain, sel B derajat-rendah yang timbul, terutama di jaringan
seperti mutasi somatik pada gen pejamu, mendasari limfoid terkait-muk osa (mucosal-sssocinted lymphoid
pengaktifan NF-rcB pada kasus negatif-EBV. tissue, MALT), seperti kelenjar liur, ustis halus dan
" Infiltrat sel radang nonneoplastik 1'"ing khrs besar, paru, serta beberapa tempat nonmukosa seperti
tampaknya terbentuk karena sekresi sejrrmlah si,rokirr orbita dan payudara. Sel tumor mirip dengan sel B
oleh sel RS, termasuk IL-5 (suatu zat penarik dan faktor pengingat normal yang bergerak menuju daerah di tepi
pertumbuhan untuk eosinofil), transforming grotutlt folikel sel B. Sebagian besar limfoma zona marginal
factor d (suatu faktor fibrogenik), dan lL- l3 (y,ang clapat ekstranodns ini iimbul pada kasus sindrom Sjogren,
merangsang sel RS melalui mekanisme autokrin). tiroiditis Hashimoto, atar-r infeksi Helieobnt:ter pylorr
Sebaliknya, sel reaktif mungkin tidak sekedar menjadi di Iambung, yang mengisyaratkan bahwa stimnlasi
penonton tetapi menghasilkan faktor (seperti ligan antigen terLrs-menems berperan dalam limfomagenesi s.
CD30) yang membantu pertumbr"rhan dan kesintasan Pada kasns limfoma MALT lambung oleh H. pylori,
sel RS. eradikasi organisme dengan terapi antibiotik sering
Perjalanan Penyakit. Limfoma Hodgkin, seperti menyebabkan regresi tlrmor, yang tampaknya ber-
NHL, biasanya bermanifestasi sebagai pembesaran gantung pada sitokin yang dikeluarkan oleh sel T
kelenjar getahbening yang tidak nyeri. Walaupun pem- spesifik H. pylori unh-rk pertumbuhan dan kesintas-
bedaan pasti dari NHL hanya dapat dibuat melalui annya (Bab 6). Apabila timbul di tempat lain, tnmor
pemeriksaan spesimen biopsi kelenjar getah bening, MALT sering dapat disembuhkan dengan eksisi lokal
beberapa gambaran klinis menopang diagnosis atau radioterapi. Saat ini, diketahui dua kelainan
limfoma Hodgkin (lihat Tabel 72-71). Pasien yang lebih sitogenetik yang terkait: t(1;14), yang melibatkan gen
muda dengan tipe histologik yang relatif baik BCL10 dan IgH; serta t(11;18), yang melibatkan gen
cenderung datang pada stadium klinis I atau II (lihat MALTL dan lAP2.
Tabel 12-10) dan biasanya bebas dari manifestasi Leukemia Sel Berambut. Leukemia sel B indolen
sistemik. Pasien dengan penyakit diseminata (stadium yang jarang ini dibedakan oleh adanya sel ler-rkemik
III dan IV) lebihbesar kemungkinannya datang dengan yang memiliki tonjolan sitoplasma halus mirip rambut,
keluhan sistemik seperti demam, penurunanberat yang yang paling jelas terlihat di bawah mikroskop fase-
tidak jelas sebabnya, pruritus, dan anemia. Seperti telah kontras walaupun dapat terlihat pada apusan darah
disinggung, para pasien ini secara umum memper- rutin. Sel berambut ini mengekspresikan penanda sel
lihatkan gambaran histologis varian yang kurang baik. pan-B, termasuk CD19 dan CD20, serta imunoglobulin
Prognosis setelah radioterapi dan kemoterapi agresif permukaan dengan satu rantai ringan, yang menegas-
untuk pasien dengan penyakit ini, termasnk mereka kan klonalitas. Selain itu, sel tumor mengekspresikan
yang mengidap penyakit diseminata, umumnya sangat CD11c dan CD103; antigen tersebut tidak terdapat di
baik. Dengsn modalitas terapi ynng ada saat ini, sebagian besar tumor sel B sehingga penting untuk di-
gambaran histologi tidak banyak berdampak pada agnosis leukemia sel berambut.
prognosis; namLtn, stadium klinis tnmpnknya merupa- Tumor tersebut terutama timbul pada laki-laki tua,
knn indikntor prognosis yang penting. Angka kesintas- dan manifestnsinya terutama disebnbksn oleh infiltrnsi
an 5 tahun untuk pasien dengan penyakit stadium I-A sumsum tulang dan limpa. Splenomegali, yang sering
atau II-A mendekati 100%. Bahkary pada penyakit sta- masif, merupakan temuan fisik abnormal paling sering
dium lanjut (IV-A atau IV-B), dapat dicapai angka dan kadang-kadang satu-satunya temuan. Pqnsito-
kesintasan 5 tahun bebas-penyakit sebesar 50%. penia, akibat infiltrasi sumsum tulang dan sekuestrasi
Namun, kemajuan dalam terapi ini juga membawa limpa, ditemukan pada lebih dari separuh kasns.
masalah baru. Pasien yang bertahan hidup lama se- Leukositosis tidttk sering ditemuknn, dan hanya
telah protokol kemoterapi-radioterapi memperlihatkan terdapat pada 15% sampai 20% pasien, tetapi sel
risiko yang jauh lebih tinggi mengidap leukemia akut, berambut dapat ditemukan di apusan darah perifer
kanker paru, melanoma, kanker payudara, dan be- pada sebagian besar kasus. Penyakit bersifat indolen,
berapa bentuk NIIL. Akib atnya, upaya sekarang tetapi progresif apabila tidak diobati; pansitopenia dan
ditujukan untuk menciptakan regimen terapi yang infeksi adalah masalah utama. Tidak seperti neo-
kurang genotoksik sehingga penyulit terkait-terapi plasma limfoid derajat-rendah lain, tumor ini sangat
berkurang sementara angka kesembuhan dipertahan- sensitif terhadap obat kemoterapi, terutama nukleosida
kan tinggi. purin. Respons biasanya tuntas dan berkelanjutan, dan
prognosis keseluruhan sangat baik.
NEOpIaSMA LIMFOID LAINNYA Mikosis Fungoides dan Sindrom S6zary. Tu-
mor sel T CD4+ perifer ini ditandai dengan keteriibatan
Dar.l:banyak bentuk neoplasia limfoid dalam kulit sehingga termasuk dalam kelompok limfoma sel
klasifikasi R'EAL yang tersisa, beberapa memiliki T kulit.
BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID I 489
Mikosis fungoides bermanifestasi sebagai fase tahankan kemampuan untuk mengalami diferensiasi
pramikotik inflamatorik dan berkembang melalui fase terminal, tetapi memperlihatkan pertnmbuhan yang
plak sampai fase tumor. Secara histologis, terjadi meningkat atau tidak terkendali. Umumnya, terjadi
infiltrasi sel T neoplastik, yang nukleusnya sering peningkatan satu atau lebih elemen berbeniuk (SDM,
tampak serebriformis karena pelipatan membran trombosit, dan/atari granulosit) di darah perifer.
nukleus, ke epidermis dan dermis atas. Seiring dengan Sindrom mielodisplnstlk adalah gangguan diferensiasi
perkembangan penyakit terjadi penyebaran ke kelenjar terminal yang berlangsrlng tidak teratur dan tidak
getah bening dan visera. Sindrom Slzary adalah efektif . A kiba trrya, sindrom ini ditandai dengan adanya
penyakit terkait yang mengenai kulit dan kulit bermani- prekttrsor sumsum tulang displastik dan sitopenia
festasi secara klinis sebagai eritroderma eksfoliativa darah perifer.
generalisata disertai leukemia sel S6zary yang intinya Walarrpun ketiga kategori ini merupakan titik awal
juga serebriformis. Sel S6zary dalam darah juga dapat yang baik untuk membahas neoplasma mieloid,
ditemukan pada hampir 25% kasus mikosis fungoides pembagian di antara ketiganya mungkin kabur.
pada fase plak atau tumor. Tnmor ini tidak dapat Sindrom mielodisplastik dan gangglran mielo-
disembuhkan, tetapi indolen dengan waktu kesintasan proliferati f sering berubah menjadi bentLrk yang identik
median adalah 8 atau 9 tahun. dengan leukemia mieloblastik akut, dan sebagian
Limfoma/Leukemia sel T Dewasa. Neoplasma pasien mungkin datang dengan penyakit yang mem-
sel T ini, yang disebabkan oleh infeksi suatu retrovirus, perlihatkan gambaran gangguan mielodisplastik dan
virus leukemia sel T manusia tipe 1 (HTLV-1), bersifat mieloproliferatif sekaligus. Karena semua berasal dari
endemik di Jepang selatan dan Karibia, tetapi kasus sel bakal hematopoietik, keterkaitan erat di antara
serupa pernah ditemukan secara sporadis di tempat penyakit ini bukanlah hal yang mengherankan.
lain, termasuk Amerika Serikat bagian tenggara. Pato-
genesis tumor ini dibahas pada Bab 6. Selain menye-
babkan keganasan limfoid, infeksi HTLV-1juga dapat LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT
menyebabkan penyakit demielinisasi progresif yang Leukemia mieloblastik akut (LMA) terutama me-
mengenai sistem saraf pusat dan medula spinalis. ngenai orang dewasa. lnsidensinya terus meningkat
Limfomafleukemio sel T dewasn ditandai dengan seiring dengan usia, dengan usia median adalah 50
Iesi kulit, limfadenopati generalisatn, hepatospleno- tahun. Kelompok gangguan ini bersifat sangat hetero-
megali, hiperkalsemia, dan peningkatan hitung gery seperti akan dibahas selanjutnya. Gejala dan tanda
Ieukosit disertai limfosit CD4+ multilobus. Sel leukemik klinis sangat mirip dengan yang ditemukan pada leu-
secara konstitutif mengekspresikan reseptor unfuk IL- kemia limfoblastik dan biasanya berkaitan dengan
2 dengan kadar tinggi. Pada sebagian besar kasus, kegagalan sumsum tulang akibat digantinya elemen
penyakit ini sangat agresif, dengan waktu kesintasan normal sumsum tulang oleh blas leukemik. Rasa lelah
median sekitar 8 bulan. Pada15'/. sampai 20o/o pasien, dan pucat, perdarahan abnormal, dan infeksi sering
perjalanan penyakit kronis; penyakit mereka secara ditemukan pada pasien yang baru didiagnosis, yang
klinis tidak dapat dibedakan dengan limfoma sel T biasanya datang dalam beberapa minggu setelah on-
kutis. set gejala. Splenomegali dan limfadenopati biasanya
Limfoma Sel T Perifer. Limfoma ini adalah se- kurang mencolok dibandingkan dengan leukemia
kelompok heterogen tumor yang bersama-sama mem- limfoblastik tetapi, walaupun jarang, LMA mungkin
bentuk sekitar 1.5o/o NHL dewasa. Walaupun beberapa bermanifestasi sebagai massa jaringan diskret (disebut
subtipe khas yang jarang masuk ke dalam kelompok sebagai sarkoma granulositik). Yang ideal, diagnosis
ini, sebagian besar tumor dalam kelompok ini tidak dan klasifikasi LMA didasarkan pada hasil pemeriksa-
dapat diklasifikasikan. Secara umum, tumor ini ber- an morfologik, histokimia, imunofenotipe, dan
manifestasi sebagai penyakit diseminata, agresif, dan kariotipe. Dari berbagai pemeriksaan ini, penentuan
kurang berespons terhadap terapi. kariotipe mempakan yang terpenting r-rntuk memper-
kirakan prognosis.
Neoplasma Mieloid
Neoplasma mieloid berssal dari sel baksl hemato-
poietik dan biasanya menyebabkan proliferosi mono-
klonsl yang secara difus menggantikan sel sumsl4m
tulang normal Terdapat tiga kategori umum neopla-
sia mieloid. Leukemia mieloblnstik akut adalah tumor Pada sebagian besar kasus, mieloblas dapat di-
yang ditandai dengan hambatan dalam diferensiasi bedakan dengqn 'timfoblas dengan pewarnaan Wrlght-
sel mieloid dini. Sel mieloid imatur (mieloblas) me- Giernsa: rutirl" Blas rnemiliki,kromatin inti yang halus;
numpuk dalam sumsum tulang, menggantikan elemen tiga sampai lima nukleolus; dan granula halus azurofilij<
normal, dan sering beredar di darah tepi. Pada ganggu- dalam sitoplasma (li hat: Gbt. 1i,2-1 4BJ,'Strul<tur ri'iiriB.
an mieloproliferatif kronis, klona neoplastik memper- batang bgrwarna:merah (batang Audr) terdapat pada
490 T BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID
M0 LMA berdiferensiasi minimal Blas tidak memiliki penanda sitologik dan sitokimia 2% sampai 3% LMA
mieloblas yang definitif, tetapi mengekspresi-
kan antigen turunan mieloid
Ml LMA tanpa diferensiasi Mieloblas yang sangat imatur predominan; 20okdari LMA; kromosom Ph, terdaPat
beberapa granula atau batang Auer pada 10% sampai 15% kasus,
memperburuk prognosis
M2 LMA dengan diferensiasi Mieloblas atau promielosit predominan; 30% dari LMA; adanya translokasi t(B;21)
batang Auer sering ditemukan berkaitan dengan prognosis yang baik
M3 Leukemia promielositik akut Promielosit hipergranular, sering dengan banyak 5% sampai 10o/o dari LMA; sering terjadi
batang Auer per sel; mungkin memiliki koagulasi intravaskular disemlnata;
nukleus reniformis atau bilobus khas adanya translokasi t(1 5;1 7);
':
berespons terhadap terapi asam retinoat
M4 Leukemia mielomonositik akut Tampak diferensiasi mielositik dan monositik; 2Oo/o sampai 30% dari LMA; adanYa
elemen mieloid mirip M2; monositosis perifer inv16 atau del16q berkaitan dengan
prognosis yang baik
M5 Leukemia monositik akut Monoblas (negatif-peroksidase, positif-esterase) 10To dari LMA; biasanya pada anak dan
dan promonosit predominan dewasa muda; sering terjadi infiltrasi
gusi; berkaitan dengan kelainan
kromosom'11q23
M6 Eritroleukemia akut Eritroblas megaloblastoid yang aneh dan berinti 5% dari LMA; hitung darah yang tinggi
banyak predominan; mieloblas juga ada dan infiltrasi organ jarang terjadi;
pasien berusia lanjut
M7 Leukemia megakariositik akut Blas turunan megakariositik predominan; bereaksi
dengan antibod i antitrombosit mielofibrosis
atau peningkatan retikulin sumsum tulang
BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID 491
'
nal menjadi neutrofil dan mati. Karena neutrofil hidup dengan kecenderungan mengakumulasi mutasi dan
rerata selama6 jam, yang terjadi adalah lenyapnya sel menimbulkan LMA. Sebagian besar kasus bersifat
tumor dengan cepat dan remisi pada sebagian besar idiopatik, tetapi beberapa pasien mengalami sindrom
pasien. Efek ini sangat spesifik; LMA tanpa translokasi ini setelah kemoterapi dengan bahan pengalkil atau
t(75;17) tidak berespons terhadap asam retinoat. Pasien terpajan terapi radiasi pengion.
mengalami relaps apabila hanya diterapi dengan asam Pemeriksaan sitogenetik mengungkapkan bahwa
retinoat, mungkin karena progenitor neoplastik meng- klona sel yang secara kromosom abnormal terdapat di
hasilkan promielosit yang resisten terhadap efek pro- sumsum tulang pada hampft 70'/. pasien. Beberapa
diferensiasi asam retinoat. Bagaimanapury ini adalah kelainan kariotipe yang umum ditemukan adalah
contoh penting suatu terapi efektif yang ditujukan pada hilangnya kromosom 5 atau 7 atau delesi lengan
defek molekular spesifik-bumor. panjang kromosom tersebut. Secara morfologis,
Histokimia. Kasus dengan diferensiasi mielositik sumsum tulang dipenuhi oleh sel aberan, seperti
biasanya positif untuk enzim mieloperoksidase, yang prekursor eritroid megaloblastoid, blas yangbentLrknya
dideteksi dengan menginkubasikan sel bersama aneh, dan mikromegakariosit.
substrat peroksidase. Batang Auer memperlihatkan Sebagian besar pasien adalah laki-laki berusia
reaksi peroksidase positi I yangkuat, yang dapat mem- antara 50 dan 70 tahun. Dari para pasien ini, 10%
bantu pendeteksiannya apabila struktur ini jarang. sampai 40% kemudian menderita LMA; sisanya
Diferensiasi monositik dibuktikan dengan pewarnaan mengidap infeksi, anemia, dan perdarahan karena
untuk esterase nonspesifik lisosom. tidak adanya sel mieloid yang berdiferensiasi. Respons
Imunofenotipe. Pada LMA, ekspresi penanda terhadap kemoterapi biasanya buruk sehingga muncul
imunologik bersifat heterogen. Sebagian besar meng- anggapan bahwa mielodisplasia timbul dengan latar
ekspresikan kombinasi antigen terkait-mieloid, misal- belakang kegagalan sel bakal. Yang menarik dalam hal
nya CD13, CD14, CD15, atau CD64. CD33 diekspresi- ini adalah bahwa sebagian pasien anemia aplastik
kan pada sel bakal pluripoten, tetapi dipertahankan kemudian mengidap sindrom mielodisplastik, dan
pada sel progenitor mieloid. Penanda semacam ini sejumlah pasien dengan mielodisplasia berespons
bermanfaat untuk membedakan LMA dengan LLA terhadap terapi yang menekan sel T. Hubungan ini
(seperti diperlihatkan pada Gbr. 12-15) dan mengiden- mengisyaratkan bahwa, paling tidak pada suatu sub-
tifikasi LMA primitif (misal, subtipe M0). Selain itu, set pasien, klona mutan mungkin bertahan hidup
antibodi monoklonal yang reaktif terhadap antigen karena sel bakal normal mengalami serangan oleh sel
terkait-trombosit bermanfaat untuk mendiagr:rosis M7. T. Seperti telah dibicarakan, mekanisme serupa
Prognosis. LMA adalah penyakit yang berat. Tu- tampaknya mendasari hemoglobinuria nokturnal
mor dengan perubahan kariotipe "berisiko baik" paroksismal. Prognosis bervariasi; waktu kesintasan
(t[8;2 1 ], invl 1 6] ) memperlihatkan kemungkinan 50% median bervariasi dari 9 sampai 29 bulan dan lebih
pasien bertahan hidup lama bebas penyakit, tetapi buruk pada mereka yang memperlihatkan peningkatan
kesintasan bebas-penyakit jangka-panjang secara ke- blas di sumsum tulang atau kelainan sitogenetik saat
seluruhan h any a 15oh sampai 30% dengan kemo terap i didiagnosis.
konvensional. Akhir-akhir ini, semakin banyak pasien
LMA diterapi dengan pendekatan yang lebih a$resif,
seperti transplantasi sumsum tulang alogeneik. Saat GANGG UAN MIELOPROLIFERATIF
ini, transplantasi tampaknya merupakan satu-satunya KRONIS
terapi yang dapat menghasilkan kesembuhan. Proliferasi neoplastik ini ditandai dengan me-
ningkatnya proliferasi progenitor sumsum tulang
SINDROM MIELODISPLASTIK neoplastik, yang menyebar ke organ hematopoietik
sekunder (limpa, hati, dan kelenjar getah bening) dan
Istilah ini mengacu pada sekelompok gangguan sel mempertahankan kemampuan menjalani diferensiasi
bakal klonal yang ditandai dengan gangguan pe- terminal. Kombinasi menyebabkan terbentuknya
matangan sehingga hematopoiesis menjadi tidak efektif hepatosplenomegali (disebabkan oleh hematopoiesis
dan risiko transformasi menjadi leukemia mieloblastik ektramedula neoplastik), limfadenopati ringan, dan
akutmeningkat. peningkatan satu atau lebih elemen berbenluk di darah
Pada pasien dengan sindrom ini, sumsum tulang perifer.
(sebagian atau seluruhnya) diganti oleh progeni klonal Sebagian besar pasien dengan gambaran klinis khas
suatu sel bakal multipoten mutan yang mempertahan- untuk gangguan mieloproliferatif kronis masuk ke
kan kemampuan berdiferensiasi menjadi SDM, granu- salah satu dari empat entitas diagnostik: leukemia
losit, dan trombosit, tetapi dengan cara yang tidak efektif mielogenosa kronis (LMK), polisitemiavera, metapla-
dan tidak teratur. Akibatnya, sumsum tulangmenjadi sia mieloid dengan mielofibrosis, dan trombositemia
hiperselular atau normoselular, tetapi darah perifer esensial. Walaupun sedikit banyak terdapat tumpang-
memperlihatkan pansitopenia. Klona sel bakal abnor- tindih, LMK jelas terpisah dari gangguan lain karena
mal di sumsum tulang secara genetis tidak stabil, berkaitan dengan kelainan sitogenetik khas, yaitu
492f BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID
mencakup adanya bentuk berinti dan bentuk aneh klinis: histiositosis sel Langerhans diseminata akut,
(poikilosit, sel tetes air mata). Sel darah putih imatur granuloma eosinofilik yang unifokal, atau granuloma
(mielo9it dan metamielosit) juga tampak, dan basofil eosinofilik yang multifokal.
biasanya meningkat. Adanya prekursor SDM berinti Histiositosis sel Langerhans diseminnta akut
dan sel darah putih imatur disebut sebagai leuko- (penyakit Letterer-Siwe) biasanya muncul sebelum usia
eritrositosis. Trombosit sering abnormal dalam bentuk 2 tahun walaupun kadang-kadang juga mengenai orang
dan ukuran serta cacat dalam fungsinya. Pada sebagian dewasa. Gambaran klinis dominan adalah timbulnya
kasus,iambaran klinis dan darah mungkin mirip LMII lesi kulit yang mirip dengan erupsi kulit seboroik, akibat
tetapi kromosom Ph tidsk ada. Pasien dengan anemia sebukan histiosit Langerhans. Sebagian besar pasien
mieloftisik, fibrosis sumsum tulangnya terjadi akibat juga memperlihatkan hepatosplenomegali, limfadeno-
cedera sumsum tulang, juga dapat bermanifestasi se- pati, lesi paru, dan akhirnya lesi tulang osteolitik
bagai leukoeritrositosis; oleh karena itu, anamnesis destruktif. Infiltrasi luas sumsum tulang sering
harus dilakukan dengan cermat untuk menyingkirkan menyebabkan anemia, trombositopenia, dan kerentan-
penyebab tersebut. Karena tingginya tingkat pertukaran an mengalami infeksi berulang, seperti otitis media dan
sel, hiperurisemia dan gout dapat memperumit gambar- mastoiditis. Oleh karena itu, gambaran klinis mirip
an klinis. dengan yang ditemukan pada leukemia akut. Penyakit
Prognosis metaplasia mieloid bervariasi. Ancaman yang tidak diobati biasanya cepat menyebabkan
infeksi selalu ada, demikian juga serangan trombosis kematian. Dengan kemoterapi intensif, 50% pasien
dan perdarahan yang berakar dari kelainan trombosit. bertahan hidup selama 5 tahun.
Infark limpa sering terjadi. Sebanyak 5% sampai 15% Histiositosis sel Langerhans unifokal dan miltifokal
pasien akhirnya mengalami krisis blas mirip LMA. (granulomn eosinofilik unifokal dan multifokal) dt-
Waktu kesintasan median adalah 4 sampai 5 tahun. tandai dengan akumulasi sel Langerhans yang terus
membesar dan menyebabkan erosi, biasanya di dalam
Neoplasma Histiositik rongga medula tulang. Histiosit bercampur dengan
eosinofil, limfosit, sel plasma, dan neutrofil. Komponen
HISTIOSITOSIS SEL LANGERHANS eosinofilik berkisar dari beberapa sel matang tersebar
Kata histiositosis adalah suatu penamaan yang hingga massa sel yang mirip lembaran. Hampir semua
"memayungi" berb agai gangguan proliferatif histiosit tulang di tubuh dapat terkena, terutama kalvarium, iga,
atau makrofag. Beberapa, seperti limfoma histiositik dan femur. Lesi serupa mungkin ditemukan di kulit,
yang sangat jarang, jelas ganas. Yang lain, misalnya paru, atau lambung, baik sebagai lesi uniTokal atau
proliferasi histiositik reaktif di kelenjar getah bening, komponen penyakit multifokal.
jelas jinak. Di antara kedua ekstrem ini terdapat Lesi unifuknlbiasanya mengenai sistem tulang. Lesi
sekelompok kecil penyakit yang relatif jarang, mungkin asimtomatik atau menyebabkan nyeri
histiositosis sel Langerhans, yar.g ditandai dengan spontan dan nyeri tekan dan, pada sebagian kasus,
proliferasi klonal sel tipe khusus, sel ktngerhans (Bab fraktur patologik. Ini adalah penyakit indolen yang
5). Ini adalah sel dendritik penyaji antigen yang secara
dapat sembuh spontan atau disembuhkan dengan
normal tersebar di banyak organ, terutama kulit. eksisi atau iradiasi lokal.
Dahulu, gangguan ini disebut sebagai histiositosis Histiositosis sel Lnngerhans multifokal biasanya
X dan dibagi lagi menjadi tiga kategori: sindrom Let- mengenai anak, dengan demarn, erupsi difus, terutama
terer-Siwe, penyakit Hand-Schtiller-Christian, dan di kulit kepala dan saluran telinga, serta serangan
granuloma eosinofilik. Ketiga penyakit ini sekarang berulang otitis media, mastoiditis, dan infeksi saluran
dianggap mencerminkan ekspresi yang berbeda dari napas atas. Infiltrat sel Langerhans dapat menyebab-
suatu kelainan mendasar yang sama. Sel Langerhans kan limfadenopati ringan, hepatomegali, dan spleno-
yang berproliferasi bersifat positif human leukocyte megali. Pada sekitar 50% pasien, keterlibatan tangkai
antigen DR (HLA-DR) dan mengekspresikan antigen hipofisis posterior hipotalamus menyebabkan diabe-
tes insipidus. Kombinasi cacat kalvarium, diabetes in-
CD1a. Yang khns, sel ini memiliki badsn HX (granula
Birbeck) di dalam sitoplasmanya. Di bawah mikroskop sipidus, dan eksoftalmos disebut sebagai trias Hand-
S chiiller - Chr is tian. B anyak p as ien mengalami re gres i
elektroi, bndan ini tampnk memiliki struktur pentala-
minar, tubular, mirip bntang, dengan periodisitas khas spontan; yang lain dapat diterapi dengan kemoterapi.
dan kadang-kadang ujung terminal yang melebar
(gambaran "raket tenis"). Di bawah mikroskop cahaya,
sel Langerhans yang berproliferasi pada penyakit ini Faktor Etiologi dan Patogenetik
tidak mirip dengan sel dendritik normal lainnya. Sel pada Neoplasia Sel Darah Putih:
ini malah memiliki sitoplasma yang banyak, sering Ringkasan dan Perspektif
bervakuola, dengan inti sel vesikular. Gambaran ini
lebih mirip dengan gambaran his tiosit j aringan (makro- Setelah dijelaskan pada berbagai jenis neoplasia sel
fag) sehingga muncul namahistiositosis sel lnngerhans. darah putih, kita perlu mengkaji ulang hal umum yang
Seperti telah disinggung, histiositosis sel Langer- berkaitan dengan etiologi dan patogenesis berbagai
hans bermanifestasi sebagai salah satu dari tiga entitas neoplasia tersebut.
496 T BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID
TRANSLOKASI KROMOSOM DAN dengan unsur regulatorik yang tidak mengkode pada
ONKOGEN gen kedua (sering suatu lokus reseptor sel T atau
imunoglobulin) sehingga teqadi ekspresi yang tidak
Seperti telah kita bahas, kelainan kariotipe nonacak, sesuai (inappropriat e).
terutama translokasi, terdapat pada sebagian besar Pada kasus neoplasma limfoid, banyak translokasi
neoplasma sel darah putih; kelainan yang tersering kromosom tampaknya terjadi sewaktu upaya tata ulang
ditemtrkan tercantum pada Tabel 12-13. Di tingkat gen reseptor sel T atau imunoglobulin. Dengan kata
molekular, translokasi biasanya menyebabkan fusi Iain, tata ulang genomik yang menciptakan keberagam-
unsur dari dua gen. Pada sebagian transiokasi, potong- an gen reseptor antigen juga memiliki risiko inheren
an DNA masuk di dalam sekuensi pengkode kedua teq adinya penyimpangan rekombinasi dan translokasi
gen yang terlibat sehingga terbentuk gen fusi yang kromosom. Bukti tak-langsung, tetapi meyakinkan
mengkode protein campuran baru. Pada translokasi tentang pentingnya berbagai rekombinase limfoid
yang lain, sekuensi pengkode pada satu gen ber;ajar dapat ditemukan pada perbedaan kariotipe antara
TAbCI12-13. RINGKASANKARAKTERISTIKPENYIMPANGANKROMOSOMPADANEOPLASMAMIELOIDDANLIMFOID
neoplasma sel B dan sel T. Pada kasus sel T, tata ulang poietik. Kemungkinan mekanisme transformasi akiba t
gen reseptor sel T biasanya terbatas di limfoblas timus, virus telah dibahas sebelumnya (Bab 6). HTLV-1 telah
dan digntara tumor sel T, hanya tumor limfoblastik T jelas dibuktikan berkaitan hanya dengan leukemia/
yang sering mererperlihatkan translokasi yang melibat- limforna sel T dervasa. Sebaliknya, genom EBV episo-
kan gen reseptor antigen. Sebaliknya, pemutusan dan mal klonal ditemukan pada sel tumor limfoma tsurkrtt
tata ulang /g yang secara normal terjadi pada limfoblas Afrika, 30% sampai 40% kasus limfoma Hodgkin,
B dan sel B pusat germinativum, dan translokasi yang banyak limfoma sel B besar difus yang terjadi pada
melibdtkan gen reseptor antigen, sering ditemukan pasien dengan imunodefisiensi, dan tumor sel NK
pada beragam neoplasma sel B, dari br-rmor limfoblastik tertentu. HHV-8 secara unik dikaitkan dengan subset
B sampai mieloma multipel. Pajanan sel B yang lama tertentu limfoma sel B besar yang bermanifestasi
ke berbagai rekombinase sel jr"rga mungkin mendasari sebagai efu si iimfomatosa.
frekuensi tumor sel B yang relatif lebih sering di- Beberapa bahan lingkungan yang menyebabkan
bandingkan tumor sel T. Penyebab dasar kerusakan stimulasi imun kronis mempermudah teryadinya neo-
DNA yang menyebabkan translokasi kromosom yang plasia limfoid. Keterkaitan yang paling jelas adalah
khas untuk tumor mieloid tidak diketahui. antara infeksi H. pylori dan limfoma zona marginal
lambung serta enteropati peka-gluten dan limfoma sel
FAKTOR GENETIK HEREDITER T usus. Masih perlu dilihat apakah neoplasma limfoid
lainnya dipicu oleh suabu antigen, secara langsung atau
Seperti telah dibahas pada Bab 6, orang yang tidak langsung, pada tahap awal perkembangannya.
mengidap penyakit genetik yang mendorong in-
stabilitas genom, seperti sindrom Bloom, anemia
Fanconi, dan ataksia-telangiektasia, berisiko besar FAKTOR IATROGENIK
mengalami leukemia akut. Selain itu, sindrom Down
(trisomi 21) dan neurofibromatosis tipe 1 berkaitan Ironisnya, radioterapi dan bentuk tertentu kemo-
dengan peningkatan insiden leukemia anak. terapi yang digunakan untuk mengobati kanker me-
ningkatkan risiko neoplasma hematolimf oid, termasuk
sindrommielodisplastik, LMA, dan NHL, di kemudian
VIRUS DAN AGEN LINGKUNGAN hari, Keterkaitan ini diperkirakan berakar dari efek
Tigavirus, HTLV-1, EBV, dan HFry-8, diperkirakan mutagenik radiasi pengion dan obat kemoterapetik
berperan sebagai penyebab neoplasma limfohemato- pada sel progenitor hematolimfoid.
I
I
T Gangguan Perdarahan
Gani;guan ini secara klinis ditandai dengan per- Sebelum berlanjut ke pembahasan tentang ganggu-
darahan abnormal, yang mungkin spontan atau terjadi an pembekuan, ada baiknya kita mengulang hemosta-
setelah suatu kejadian pemicu (misal, trauma atau sis normal dan uji laboratorium yang digunakan untuk
pembedahan). Perdarahan abnormal dapat disebabkan mengevaluasi diatesis perdarahan. Seyogianya diingat
oleh (1) kelainan di dinding pembuluh, (2) defisiensi dari pembahasan pada Bab 4 bahwa respons hemo-
atau disfungsi trombosit, atau (3) gangguan faktor statik normal melibatkan dinding pembuluh darah,
pembekuan. Seperti akan tampak, patogenesis sebagian trombosit, dan jenjang pembekuan. Berbagai tes yang
penyakit yang menyebabkan peningkatan perdarahan digunakan dalam evaluasi awal pasien dengan
ini melibatkan pengaktifan sistemik dan konsumsi gangguan perdarahan adalah sebagai berikut:
trombosit dan/ ataufaktor pembekuan. Pada koagulo-
pati konsumtif ini, perdarahan abnormal mungkin f Waktu perdarahan (bleeding time).Ini mencermin-
disertai kelainan pembekuan darah. kan waktu yang diperlukan pada pungsi kulit (yang
498 T BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID
telah distandarisasi) untuk menghentikan per- kadang berakar pada penyakit sistemik yang me-
darahan. Prosedur ini, yang diukur dalam menit, nyebabkan permukaan sel endotel memudahkan
- merupakan perkiraan in vivo respons trombosit terjadinya trombosis.
terhadap cedera vaskular terbatas. Rentang acuan Defisiensi trombosit (trombositopenia) merupakan
bergantung pada metode yang digunakan dan penyebab penting perdarahan. Defisiensi trombosit
bervariasi dari 2 sampai 9 menit. Uji ini abnormal dapat terjadi pada berbagai kondisi klinis yang akan
bila terdapat defek pada jumlah atau fungsi dibahas kemudian. Terdapat gangguan dengan fungsi
" trombosit. trombosit terganggu walaupun jumlahnya normal.
t Hitung trombosit.Ini diperoleh dengan memeriksa Cacat kualitatif tersebut mungkin didapat, seperti pada
darah yang telah diberi antikoagulan mengguna- uremia, setelah ingesti aspirin, atau diwarisi, seperti
kan penghitung partikel elektronik. Rentang acuan pada penyakit von Willebrand dan penyakit kongenital
adalah 150 sampai 450 x 103/mm3. Jumlah di luar jarang lainnya. Trombositopenia dan disfungsi trom-
kisaran ini harus dikonfirmasi dengan persepsi vi- bosit serupa dengan peningkatan fragilitas vaskular,
sual apusan darah tepi. yaitu terdapat ptekie dan ekimosis, serta mudah memar/
t Waktu protrombin (prothrombin time, PT). Prosedur mimisan, perdarahan berlebihan akibat trauma ringan,
ini, yangdiukur dalam detik, menguji keadekuatan dan menoragia. Demikian juga, PT dan PTT normal,
jalur pembekuan ekstrinsik dan umum. Uji ini men- tetapi berbedn dengan gangguan uaskular, waktu
cerminkan waktu yang dibutuhkan oleh plasma perdarahnn selalu memanjang.
untuk membeku apabila diberi tromboplastin Diatesis perdarahan yang semata-mata disebabkan
jaringan (misal, ekstrak otak) dan ion Ca** dari luar. oleh gangguan pembekuan darah berbeda dalam
PT yang memanjang terjadi pada defisiensi faktor beberapa aspek yang disebabkan oleh kelainan dinding
V, VII, atau X; protrombin; atau fibrinogen. di pembuluh atau trombosit. PT, PTT, atau keduanya,
t Waktu tromboplastin parsial (partinl thromboplas- memanjang, sedangkan waktu perdarahan normal.
tin time, PTT). Uji ini dirancang untuk menilai Ptekie dan tanda lain perdarahan akibat trauma ringan
integritas jalur pembekuan intrinsik dan umum. biasanya tidak ditemukan. Namury dapat terjadi per-
Pada uji ini, waktu (dalam detik) yang dibutuhkan darahan masif setelah prosedur operatif atau gigi atau
plasma untuk membeku dengan keberadaan kaolin, trauma berat. Selain itu, yang khas adalah perdarahan
sefalin, dan kalsium diukur. Kaolin berfungsi meng- ke bagian tubuh yang terkena trauma, seperti sendi
aktifkan faktor XII dependen-kontak, dan sefalin ekstremitas bawah. Sekelompok gangguan koagulasi
menggantikan fosfolipid trombosit. Memanjangnya kongenital masuk dalam kategori tersebut.
PTT dapat terjadi akibat defisiensi faktor V, V[I,IX, Salah satu diatesis perdarahan yang paling
X, XI, atau XII, atau protrombin atau fibrinogen atau kompleks, koagulasi intravaskular diseminata (DIC),
inhibitor didapat (biasanya suatu antibodi) yang yang akan dibahas berikut ini, terjadi akibat terpakainya
mengganggu j alur intrinsik. hombosit dan faktor pembekuan sehingga memberikan
gambaran klinis dan laboratorium trombositopenia dan
Selain uji ini, uji yang lebih spesialistik mencakup
gangguan pembekuan darah. Penyakit von Willebrand
pengukuran kadar faktor pembekuan tertentu, fibrino-
juga melibatkan gangguan kedua modalitas tersebut.
gen, dan produk pemecahan fibrin; penentuan ke-
Di bagian ini, dibahas gangguan perdar.ahan
beradaan antikoagulan dalam darah; dan uji fungsi
berikut: DIC (terpakainya fibrinogen dan trombosit),
trombosit. Dengan ulasan ini, kita dapat kembali pada
trombositopenia (def isiensi trombosit), dan gangguan
tiga kategori penting gangguan perdarahan.
pembekuan (defisiensi faktor pembekuan).
Kelainan pembuluh dapat menyebabkan perdarah-
an melalui beberapa cara. Meningkatnya fragilitas
pembuluh disebabkan oleh defisiensi berat vitamin C
'
(scurzty) (Bab 8), amiloidosis sistemik (Bab 5), pemakai- .:
6QAGULASI INTRAVASKULAR
an glukokortikoid jangka-panjang, penyakit herediter ] DISEMINATA,
yang jarang yang mengenai jaringan ikat, dan sejumlah
besar vaskulitis hipersensitivitas dan infeksiosa. Yang DIC, suatu gangguan trombohemoragik akut,
terakhir mencakup meningokoksemia, endokarditis subakut, atau kronis, terjadi sebagai penl'r-rlit sekunder
in{ektif, penyakit riketsia, tifoid, dan purpura Henoch- berbagai penyakit. Penyakit ini ditandni dengan peng-
Schonlein. Sebagian dari penyakit ini dibahas di bab- aktifan jenjang koagulasi, sehingga terjadi pembentuk-
bab lain; yang lain berada di luar cakupan buku ini. sn trombus di seluruh mikrosirkulasi. Akibst trombosis
Distesis hemoragik yang murni disebabksn oleh fragil- yang meluas tersebut, terjadi konsumsi trombosit dan
itas asskular ditsndai dengan (1) ptekie dan ekimosis faktor pembekuan dan, karenanya, pengaktifan fibrino-
yang tampaknya muncul spontan di kulit dan selaput /l'sls. Oleh karena itu, DIC dapat menyebabkan hipoksia
lendir (mungkin akibat trauma ringan), (2) hitung jaringan dan mikroinfark akibat banyaknya mikro-
trombosit danuji koagulasi (PT, PTT) yangnormal, dan trombus atau gangguan perdarahan akibat pengaktifan
(3) waktu perdarahan yang biasanya normal. Selain patologik fibrinolisis dan/ ataukurangnya unsur yang
ilu, seperti akan terlihat, koagulopati konsumtif kadang- dibutuhkan untuk hemostasis (oleh karena itu,
BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID T 499
diberikan istilah koagulopati konsumtif). Entitas ini seperti enzim proteolitik, musin, dan produk tumor
mungkin lebih sering menyebabkan perdarahan lainnya yangbelum diketahui. Sebagian tumor meng-
dibandingkan dengan semua gangguan pembekuan ekspresikan faktor jaringan di membran seh-Lya. Pada
kongenital yang akan dibahas kemudian. sepsis gram-negatif dan gram-positif (penyebab
Etiologi dan Patogenesis. Sebelum membicara- penting DIC), endotoksin dan eksotokin menyebabkan
kan gangguan yang berkaitan secara spesifik dengan meningkatnya sintesis, pajanan membran, dan pem-
DIC, kita akan membahas secara umum mekanisme bebasan faktor jaringan dari monosit. Selain itu,
patog"enetik yang menyebabkan terjadinya pembekuan monosit aktif mengeluarkan IL-1 dan TNF; keduanya
intravaskular. Pada tahap ini, ada baiknya kita merujuk meningkatkan ekspresi faktor jaringan di membran sel
pada pembicaraan awal tentang pembekuan darah endotel dan secara bersamaan mengurangi ekspresi
normal (Bab ). Di sini cukup diingat bahwa pembeku- trombomodulin. Yang terakhir, seperti yang Anda
an darah dapat dipicu oleh salah satu dari dua jalur: mungkin ingat, mengaktifkan protein C, suatlr anti-
jalur ekstrinsik, yang dirangsang oleh pembebasan koagulan (Bab ). Hasilnya adalah pengaktifan sistem
faktor jaringan (tissue factor, tromboplastin jaringan), pembekuan ekstrinsik dan inhibisi pengendalian
atau jalur intrinsik, yang melibatkan pengaktifan di koagulasi.
dalam darah faktor XII akibat kontak permukaan, |ejas sel endotel dapat memicu DIC dengan
kolagen, atau zat lain bermuatan negatif. Kedua jalur menyebabkan pembebasan faktor jaringan dan dengan
menyebabkan terbentuknya trombus. Pengaruh yang mendorong agregasi serta pengaktifan trombosit pada
menghambat pembekuan, antara lain semakin cepah:rya jenjang pembekuan intrinsik akibat terpajannya
bersihan faktor pembekuan aktif oleh sistem fagositik kolagen subendotel. Bahkan, kerusakan ringan pada
mononukleus atau oleh hati, pengaktifan antikoagulan endotel dapat memicu aktivitas prokoagulasi dengan
endogen (mis. protein C), dan pengaktifan fibrinolisis. meningkatkan ekspresi faktor jaringan di membran.
Dua mekanisme utama yang dapat memicu DIC: (1) Jejas endotel yang luas dapat terjadi akibat pengendap-
pembebasan faktor jaringan atau zat tromboplastik ke an kompleks antigen-antibodi (misal, pada SLE), oleh
dalam sirkulasi dan (2) cedera luas pada sel endotel suhu yang ekstrem (misal, padaheat stroke danluka
(Gbr.12-29). bakar), atau oleh mikroorganisme (misal, meningo-
Zat tromboplastik jaringan yang dibebaskan ke kokus dan riketsia). Seperti dibahas pada Bab 4, cedera
dalam sirkulasi mungkin berasal dari banyak endotel merupakan konsekuensi penting endotoksemia
sumber-misalnya dari plasenta pada penyulit dan, yang tidak mengejutkan, DIC sering merupakan
obstetrik, dari granula sitoplasma sel leukemik pada penyulit pada sepsis gram-negatif.
leukemia promielositik akut, atau dari sel neoplastik Beberapa gangguan lain yang berkaitan dengan DIC
pada adenokarsinoma penghasil musin. Karsinoma dicantumkan pada Tabel72-74. Dari gangguan ini,
juga mungkin mengeluarkan zat prokoagulan lain, DIC paling besar kemungkinannya timbul setelah sep-
tr,,'l:?[?:;t Ft m't
-T
;h*'
-"- T
Trombosis
f$"8*:l
mikrovaskular
yang luas
Produk
penguraian fibrin
+
lnhibisi trombin, agregasi
trombosit, dan polimerisasi fibrin
@t
Gambar12-29
Penyulit Obstetrik
Solusio plasenia
Retensi lanin mentnggat
Abortus septik IVIORFOLCIGI
Embolus cairan amnion
Toksemia Mikrotrombus teruiarna tliternukan dr arteriol rlarr
kapiler ginjal, adrenal, otak, dan jantung, tetapi tidak
infeksi
ada organ yang tidak terkena, demikian juga paru, hati,
Sepsis (grar-ir-riegalrf Cari grailI posttif) dan saluran cerna. Glomerulus mengandung trombus
Meningokoksemia
fibrin halus, yang mungkin hanya memrcu reaksi pem-
Rocky Mountain spolted le'.,er
bengkakan sel endotel atau dikelilingi oleh glomerulitis
Histoplasmosis
fokal. lskemia yang terjadi menyebabkan mikroinfark di
Aspergilosis
Malaria
korteks ginjal. Pada kasus yang parah, iskemia bahkan
mungkin meluas sehingga menghancurkan seluruh
Neoplasma korteks dan menyebabkan nekrosis korteks ginjal bilate-
Karsinoma pankreas, prostat, paru, dan lambung ral. Terkenanya kelenjar adrenal menyebabkan gambar-
Leukemia promielositik akut an seperti sindrom Waterhouse-Friderichsen (Bab 20).
Cedera jaringan yang masif Mikroinfark juga sering ditemukan di otak, dikelilingl oleh
fokus perdarahan mikro- atau makroskopik. Hal ini
Trauma
dapat menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik
Luka bakar
yang aneh. Perubahan serupa ditemukan pada jantung
Pembedahan ekstensif
dan sering di hipofisis anterior. Diperkirakan DIC ber-
Lain-lain peran dalam nekrosis hipofisis pascapartum Sheehan
Hemolisis intravaskular akut, gigitan ular, hemangioma raksasa, (Bab 20).
syok, heaf sfroke, vaskulitis, aneurisma aorla, penyakit hati Apabila penyakit yang mendasari adalah toksemia
gravidarum, plasenta adalah tempat terjadinya trombo-
sis kapiler dan, kadang-kadang, degenerasi dinding
pembuluh yang luas. Perubahan ini kemungkinan besar
merupakan penyebab kerusakan dini sitotrofoblas dan
sinsitiotrofoblas yang merupakan ciri kelainan ini.
Kecenderungan perdarahan pada DIC bermanifes-
sis, penyulit abstetrik, keganasan, dan tr atuno besar (terutnma tasi tidak saja berupa perdarahan yang lebih banyak
trnuma otak). Faktor pemicu pada gangguan tersebut daripada yang diperkirakan di dekat fokus infark, tetapi
sangat beragam dan saling terkait. Sebagai contoh, pada juga ptekie dan ekimosis difus, yang mungkin ditemukan
gangguan obstetrik, faktor jaringan yang berasal dari di kulit, lapisan serosa rongga tubuh, epikardium, paru,
dan lapisan mukosa saluran kemih.
plasenta, janin mati yang tertinggal, atau cairan am-
nion dapat masLlk ke dalam sirkulasi; namun, syok,
hipoksia, dan asidosis sering terjadi bersama-sama dan
dapat menyebabkan jejas endotel yang luas. Infeksi
sekunder dapat semakin mempersulit masalah. Perjalanan Penyakit. Gambaran klinis tampak-
Trauma pada otak menyebabkan pembebasan lemak nya paradoksal, dengan adanya kecendertrngan per-
dan fosfolipid, dan terjadi pengaktifan sistemik sitokin darahan disertai tanda-tanda koagulasi yang luas. Kita
proinflamasi yang memengaruhi endotel. mungkin mustahil memerinci semna manifestasi kiinis
Apa pun mekanisme patogenetiknya, DIC memiliki yang dapat terjadi. Secara Llmum, DIC slatt (rtrisol, ynng
dua akibat. Pertama, terjadi pengendaparr luns fibrht berkaitan dengan penyulit obstetrik) didominasi oleh
di dnlnm mikrosirkulnsi. Hal ini menyebabkan iskemia diatesis perdarnhan, sedangkan DIC kronis (misnl, ynng
pada organ yang terkena paling parah atau paling mungkin terjadi pnda pasien kanker) cendertrng dntnng
rentan serta hemolisis akibat trauma pada SDM saat dengan p eny ulit tr omb osis. Biasanya pembekuan abnor-
sel ini melewati jala-jala fibrin (anemia hemolitik mal hanya terjadi di mikrosirkulasi, walaupun
mikr o an gio p n t i) . Kedta, terj adi dia tesis perd arahan pembuluJr besar kadang-kadang terkena. Manifestasi-
akibat terpakainya trombosit dan faktor pembekuan nya mungkin minimal, atau mungkin timbul syok,
serta pelepasan sekunder aktivator plasminogen. Plas- disertai gagal ginjal akut, dispnea, sianosis, kejang, dan
mrn dapat tidak saja memecah fibrin (fibrinolisis) tetapi koma. Hipotensi merupakan hal yang khas. Umumnya,
juga mencerna faktor V dan VIII, sehingga konsentrasi pemikiran akan adanya diatesis perdarahan timbul
keduanya semakin turun. Selain itu, fibrinolisis me- akibat perdarahan pascapartum yang berkepanjangan
nyebabkan terbentuknya produk penguraian fibrin, dan banyak atau oieh munculnya ptekie dan ekimosis
yang memiliki efek inhibisi terhadap agregasi trombo- di kulit. Kelainan ini mungkin merupakan safu-saLunya
BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID T 501
kelainan yang tampaknya tersendiri walaupun nisme yangbelum diketahui pasti, terikalnya antibodi
kadang-kadang merupakan manifestasi pertama SLE. ini menyebabkan pengaktifan dan agregasi trombosit
^Walaupun pada anak dilaporkan varian swasirna sehingga menyebabkan eksaserbasi penyakit yang
yang terjadi setelah infeksi virus, sebagian besar pasien sedang diterapi oleh heparin tersebut: trombosis. Dapat
adalah perempuan dewasa berusia antara 20 dan 40 terjadi trombosis vena atau arteri, bahkan dalam sibuasi
tahun yang dikatakan mengidap "ITP idiopatik,,. terjadinya trombositopenia berat, dan hal ini dapat
.Penyakit ini dapat timbul secara tersendiri atau menyebabkan morbiditas yang parah (misai, hilangnya
berkaitan dengan suatu penyakit penyebab seperti ekstremitas akibat insufisiensi vaskular) atau kematian.
limfoma atau penyakit kolagen vaskular (misal, SLE). Penghentian pemberian heparin akan menghentikan
Imuno gl ob ul in nn t it r o mb o sit y ang dituj ukan p ada siklus pengaktifan dan konsumsi trombosit.
komp leks glikopro tein lIb / IIIa atau Ib / lX, membran
trombosit dapat ditemukan pada banyak pasien ITp.
Pada beberapa pasien, autoantibodi dapat melekat ke Mikroangiopati Trombotik: Pur-
megakariosit sehingga mengganggu produksi trombo- pura Trombositopenik Trombotik
sit. Pada sebagian besar kasus, cedera pada mega- dan Sindrom Hemolitik-Uremik
kariosit ini tidak cukup besar sehingga jumlah sel ini
tidak berkurang. Limpa mungkin berperan penting Istilah mikr o an g iop ati tr omb o tik mencakup su atu
dalam patogenesis penyakit ini. Limpa merupakan spektrum sindrom klinis yang terdiri atas purpura
tempat utama pembentukan antibodi antitrombosit dan trombositopenik trombotik (TTP) dan sindrom hemo-
destruksi trombosit yang dilapisi oleh IgG. Pada lebih litik-uremik (HUS). Secara tradisional, TTP memiliki ciri
dari dua pertiga pasiery splenektomi diikuti kembalinya terjadi padn perempuan dewssn dengan lima tsnda berupa
jumlah trombosit dan remisi total penyakit. Limpa demam, tr omb ositopenia, anemia hemolitik mikr o angiop ati,
biasanya tampak normal, dengan pembesaran (kalau- defisit neurologik transien, dan gagal ginjal.HIJS, seperti
pun terjadi) minimal. Adanya splenomegali atau TTP, juga berkaitan dengan anemia hemolitik mikro-
Iimfadenopati seyogianya mengisyaratkan diagnosis angiopati dan trombositopenia, tetapi dibedakan
yang lain. Secara histologis, sumsum tulang mungktn dengan TTP karena tidak memperlihatkan gejala saraf,
tampak normal, tetapi biasanya memperlihatkan pe- menonjolnya gagal ginjal akut, dan onset pada masa
ningkatan jumlah megakariosit, yang sebagian di anta- anak-anak (Bab 14). Penelitian terakhir menyebabkan
ranya hanya memiliki satu nukleus dan diperkirakan perbedaan keduanya menjadi kabur, karena banyak
merupakan sel muda. Gambaran sumsum tulang orang dewasa dengan TTP tidak memiliki satu atau
serupa dapat ditemukan pada sebagian besar trombo- lebih dari lima kriteria di atas, dan sebagian pasien
sitopenia yang disebabkan oleh percepatan destruksi HUS mengalami demam dan disfungsi saraf. Hal
trombosit. Pemeriksaan sumsum tulang dapat diguna- mendasar pada kedun penyakit ini adalah pembentuknn
kan untuk menyingkirkan trombositopenia yang trombus hialin, terutama terdiri atas agregnt padat trombosit
disebabkan oleh kegagalan sumsum tulang. dikelilingi oleh fibrin, yang luas di mikrosirlculasi. Pem-
Onset ITP kronis biasanya perlahan. pasien bentukan agregat trombosit tersebut menyebabkan
memiliki ptekie, mempunyai gejala mudah memar, trombositopenia, dan penyempitan pembuluh darah
mimisan, perdarahan gusi, dan perdarahan setelah oleh trombus menyebabkan anemia hemolitik rnikro-
trauma ringan. Perdarahan intraserebrum atau angiopati.
subaraknoid yang lebih serius sangat jarang terjadi, Selama bertahun-tahun, patogenesis TTP belum ter-
terutama pada pasien yang mendapat steroid. Diagno- pecahkan walaupun pengobatan dengan pertukaran
sis didasarkan pada gambaran klinis, adanya trombo- plasma (plasma exchange; dimulai pada tahun 1970-
sitopenia, pemeriksaan sumsum tulang, dan eksklusi an) berhasil mengubah penyakit yang semula selalu
penyebab sekunder trombositopenia. Pemeriksaan yang mematikan menjadi penyakit yang umumnya (80%
dapat diandalkan untuft mengetahui antibodi anti- kasus) dapat disembuhkan. Baru-baru ini, penyebab
trombosit belum tersedia secara luas. yang mendasari sebagian besar (tidak semua) kasus
TTP berhasil diungkapkan. Secara singkat, dibuktiknn
j
bahtu a pasien simt omatik men galnmi d efisiensi sustu enzim
Trombositopenia Akibat Heparin (yang disebut "metaloprotease" , tetapi tidakberknitan dengnn
"metaloprotease jaringan" yang telah banyak diketnhui)
Tipe khusus trombositopenia akibat obat ini perlu yang secara normal menguraikan multimer faktor aon
disinggung karena penting secara klinis. Tiga sampai Willebrand (aWF; lihat pembahasan tentang vWF
lima persen pasien yang diterapi dengan heparin selanjutrya) berberat molekul sangnt besar .T anpa adanya
unfr nctionat d mengalami trombositopenia sedang
e enzim ini, multimer vWF yang berat molekulnya sangat
sampai parah setelah 1 sampai 2 minggu terapi. besar tersebut akan menumpuk di plasma dan, di
Trombositopenia disebabkan oleh pembentukan bawah keadaan tertentu, mendorong pembentukan
antibodi IgG yang mengenali kompleks heparin/faktor mikroagregat trombosit di seluruh mikrosirkulasi
trombosit 4 di permukaan trombosit. Melalui meka- sehingga timbul gejala penyakit. Adanya jejas sel
BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID T 503
endotel (disebabkan olehpenyakit lain) dapat semakin tunggai. Hemofilia A, yang terjadi akibat defisiensi
mempermudah terbentuknya mikroagregat yang faktor VIII, dan hemofilia B (penyakit Christmas), yang
memicu atau menyebabkan eksaserbasi TTP. timbul akibat defisiensi faktor IX, diwariskan sebagai
Defisiensi protease pemecah vWF mungkin bersifat penyakit resesif terkait-X, sedangkan sebagian besar
familial dan genetik atau, yang lebih sering, bersifat yang iain merupakan penyakit autosom. Sebagian besar
didapat karena terbenfr-rknya autoantibodi yang meng- penyakit ini jarang ditemukan; hanya penyakit von
hambat metaloprotease vWF. Protease ini telah berhasil Willebrand, hemofilia A, dan hemofilia B yang ctikr-rp
diklona. TTP perlu dipertimbangkan pada setiap sering ditemukan sehingga layak dibahas lebih lanjut
pasienyang datang dengan trombositopenia dan ane- di sini.
mia hemolitik mikroangiopati yang tidak diketahui
penyebabnya, karena kegagalan menegakkan diagno-
sis secara dini dapat berakibat fatal.
Defisiensi Kompleks Faktor Vlll/
Walaupun secara klinis tumpang-tindih, HUS Faktor von \ruillebrand
secara patogenetis berbeda dengan TTP. HUS pada Hemofilia A dan penyakit von Willebrand, drra dari
anak biasanya terjadi setelah gastroenteritis yang gangguan herediter perdarahan yang tersering ditemri-
disebabkan oleh E. coli strnin 0L57:H7 . Strain tersebtt kan, disebabkan oleh kelainan kr-ralitatif atau kuantitatif
mengeluarkan toksin mirip-Shigella yang merusak sel yangmengenai kompleks faktor VIii/vWF. Sebelr-rm kita
endotel, yang kemudianmemicu pengaklifan dan agre- membahas penyakit ini, kita perlu mengr.ilas ulang
gasi trombosit. Anak yang terkena datang dengan diare
struktur dan fungsi protein ini.
berdarah, dan beberapa hari berikuLnya memperlihat- Faktor VIII/uWF plasmn ndnlnh suntu kompleks
kan gejala HUS. Dengan perawatan suportif dan per- yang terdiri stas dun protein terpisnh ynng dnpot
tukaran plasma, anak tersebut dapat pulih sempurna, dibedaksn berdasarknn lcriterin fttngsionnl , kimintui,
tetapi pada kasus yang parah, dapat terjadi kerusakan dan imunologlk. Salah satr-r komponen, yang diperlu-
ginjal ireversibel, bahkan kematian. HUS juga dapat kan untuk pengaktifan faktor X di jalur pembekrian
ditemukan pada orang dewasa setelah pajanan ter- intrinsik, disebr.rt protein prokongulnn faktor VIII, atau
tentu (misal, obat tertentu, terapi radiasi) yangmenrsak
faktor VIII (Gbr. 12-30). Defisiensi faktor VllI menyebab-
sel endotel. Prognosis pasien HUS dewasa lebih ber- kan hemofilia A. Meiaiui ikatan nonkovalen, faktor VIII
sifat dubia, sebagian karena penyakit biasanya terjadi berikatan dengan protein yang jauh lebih besar, vWF,
bersama dengan penyakit kronis berat lain. yang membentuk sekita r 99"k kornpleks vWF / Fak tor
Walaupun DIC dan mikroangiopati trombotik me- VIII. vWF bukan suatu protein diskret, tetapi terdapat
miliki beberapa kesamaan, seperLi oklusi mikrovaskular dalam bentuk rangkain multimer berberat molekul
dan anemia hemolitik mikroangiopati, keduanya besar. Secara normal, vWF terdapat dalam sirkulasi
secara patogenetis berbeda. Pada TTP dan HUS, tidak (dalam kaitannya dengan faktor VIII) dan di sub-
seperti pada DIC, pengaktifan jenjang pembekuan tidak endotel, tempat protein iniberikatan dengan kolagen.
terlalu penting, sehingga hasil uji laboratorium tentang Apabila sel endotel terkelupas oleh trauma atar-t
koagulasi, seperti PT dan PTT, biasanya normal. cedera, vWF subendotel akan terpajan dan mengikat
trombosit melalui reseptor glikoprotein lb dan IIb/IIIa
(lihat Cbr. 12-30). Memang, flrngsi terpenting aWF in
,:. wCGUAN PEMBEKUAN aiao ndnlah mempermudnh sdhesi trombosit lce
dinding pembuluh darnh yang rttsnk. Oleh karena itu,
Gangguan tersebut terjadi akibat defisiensi faktor vWF sangat penting bagi proses normal hemostasis,
pembekuan yang bersifat kongenital atau didapat. dan tidak adanya faktor ini pada penyakit von
Yang terakhir, yangjauh lebih sering ditemukan dan Willebrand menyebabkan diatesis perdarahan. Selain
lebih sederhana, dibahas lebih dulu. fungsinya dalam adhesi trombosit, vWF juga berftingsi
Gnng guan pemb ekuan didap at biasanya berkaitan sebagai pengangkut untuk faktor VIIL Apabila faktor
dengan defisiensi berbagai faktor pembekuan. Seperti VIII diaktifkan oleh trombin, faktor ini akan terpisah
dibahas pada Bab 8, defisiensi aitamin K dapat me- dari vWF dan menjalankan ftrngsi koagulasinya.
nyeba6kan gangguan pembekuan yang parah, karena Berbagai bentuk penyakit von Willebrand dapat di-
zatgizitersebut esensial untuk sintesis protrombin dan bedakan dengan teknik imunologik dan uji aglutinasi
faktor pembekuan VII, IX, dan X. Hati merupakan ristosetin. Ristosetin (ristocetin, dikembangkan sebagai
tempat pembentukan beberapa faktor pembekuan; oleh suatu antibiotik) mengikat trombosit dan mendorong
karena itu, penyakit pnrenkim hati serng merupakan interaksi antara vWF dan glikoprotein Ib di membran
penyebab diatesis perdarahan. Selain itu, beberapa trombosit. Pengikatan vWF ini menciptakan "jembat-
penyakit hati dilaporkan berkaitan dengan gangguan an" antartrombosit sehingga terbenfr,rk prm pa lan hom-
fungsi lrombosit dan metabolisme fibrinogen, keduanya bosit (aglutinasi), suatu kejadian yang mudah dir-rkur.
berperan dalam koagulopati pada penyakit hati. Oleh karenaltu, derajat aglrrtinasi trombosit dependen-
Dapat terjadi defisiensi herediter dari setiap faktor ristosetin yang disebabkan oleh penambahan plasma
Pombekuan. Defisiensi ini biasanya terjadi secara pasien berfungsi sebagai bioassay untuk vWF.
504 T BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID
Endotel Kolagen
t
vwF'eV
'#:,;iffikffi3x3#
Faktor Vlll
Jenjang
pembekuan
,,-. I
:L:.r;.t&
:::...::ttwt
"T&r'
ft
Strukturdan fungsi faktorVlll/faktorvon Willebrand (vWF). FaktorVllldisintesis oleh hati dan vWF disel endotel. Keduanya
didalam
sirkulasi sebagai suatu kompleks. vWF juga terdapat di matriks subendotel pembuluh darah normal. Faktor Vlll
berperan dalam jenjang
pembekuan dengan mengaktifkan faktor X. vWF menyebabkan adhesi trombosit ke kolagen subendotel,
terutama melalui reseptor
trombosit Gpl b. Ristosetin mengaktifkan reseptor Gpl b in vitro dan menyebabkan agregasitrombosit apabila terdapat
vWF.
Dua komponen pada kompleks faktor VIII/vWF Tanpa bermaksud membahas masalah yang rumit,
dikode oleh gen yang berbeda dan disintesis oleh sel kita dapat menyatakan bahwa varian klasik dan
yang berbeda pula. Walaupun vWF diproduksi oieh tersering (tipe I) penyakit von Willebrand ditandai de-
sel endotel dan megakariosit, sel yang pertama merupa- ngan berkurangnya jumlah vWF dalam darah. Karena
kan sumber utama vWF plasma. Faktor VIII dapat vWF menstabilkan faktor VIII dengan mengikatnya,
disintesis oleh beberapa jaringan, tetapi sumber utama defisiensi vWF menyebabkan penllrllnan sekunder
protein ini adalah hatr. Secara singknt, kedun komponen kadar faktor VIIL Varian penyakit von Willebrand yang
kompleks faktor VIII/aWF, yang disintesis secarn iebih jarang cenderung memperlihatkan kelainan
terpisah, bergabung dan beredar dnlnm plasma sebagni kuantitatif dan kualitatif vWF. Tipe II dibagi lagi
satu kesstuan yang berfungsi mendorong pembektran menjadi beberapa subtipe yang semuanya ditandai
serttt interaksi trombosit-dinding pembuluh yang dengan hilangnya multimer vWF berberat molekul
penting untuk memnstiksn hemostttsis. Dengan latar tinggi. Karena multimer ini merupakan bentuk vWF
belakang ini, sekarang kita dapat melanjutkan pem- yang paling aktit te4adi defisiensi fungsional. Pada
bahasan tentang penyakit yang teqadi akibat defisiensi tipe IIA, multimer berberat molekul tinggi tidak
kompleks faktor VIII/vWF. disintesis sehingga terladi defisiensi sejati. Pada tipe
IIB, disintesis multimer berberat moleknl tinggi yang
PENYAKIT VON WILLEBRAND disftrngsional dan secara cepat dibersihkan dari sirku-
lasi. Muitimer berberat molekr-rl tinggi ini dapat me-
?enyakit von Willebrand secara klinis ditandai nyebabkan agregasi trombosit spontan (mengingatkan
dengan perdarahan spontan dari selaput lendir, kita pada agregat multimer berberat molekul tinggi pada
perdarahan berlebih dari luka, menoragia, dan me- TTP), dan memang sebagian pasien penyakit von
manjangnya waktu perdarahan sementara hitung Willebrand tipe IIB mengalami trombositopenia nngan
trombosit normai. Pada sebagian besar kasus, penyakit kronis yang diperkirakan disebabkan oleh konsumsi
ini diwariskan sebagai penyakit dominan autosomal, trombosit. Secara singkat, pasien dengan penyakit von
tetapi pemah dilaporkan beberapa varian resesif auto- Willebrand mengalami gangguan gabungan yang
somal yang jarang ditemukan. Insiden pasti sulit melibatkan fungsi trombosit dan jalur pembekuan.
diketahui karena pada banyak kasus manifestasi Namun, kecuali pada kasus yangparah (misal, pasien
klinisnya ringan dan diagnosis memerlukan pe- homozigot dengan penyakit von Willebrand tipe III,
meriksaan canggih; mungkin penyakit ini sebenarnya yang sangat jarang), efek defisiensi faktor VIII yang
merupakan gangguan perdarahan herediter yang pa- menandai hemofilia, seperti perdarahan ke dalam
ling sering terlad i. sendi, jarang ditemukan.
BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIMFOID T 505
DEFISIENSI FAKTOR VIII (HEMOFILIA menyebabkan kelumpuhan. Ptekie biasanyn tidak sda.
A, HEMOFILIA KLASIK) Biasanya pasien dengan hemofilia A memiliki waktu
perdarahan normal, hitung trombosit normal, dan PT
Hdmofilia A adalah penyakit herediter tersering normal, sedangkan PTT memanjang yang diperbaiki
yang menyebabkan perdarahan serius. Penyakit ini dengan pemberia4,plasma normal. Apabila di dalam
disebabkan oleh penumnan jumlah atau aktivitas faktor plasma pasien terdapat antibodi terhadap faktor VIII,
VIIL Sebagai sifat resesif terkait-X, penyakit ini terjadi penambahan tersebut tidak dapat memperbaiki PTT.
pada-laki-laki atau perempuan homozigot. Namun, Pemeriksaan faktor VIII selalu diperlukan untuk
perdarahan berlebihan pemah dilaporkan terjadi pada menegakkan diagnosis.
perempuan heterozigot, mungkin karena lyonisasi yang Terapi hemofilia A antara lain infus faktor VIII.
sangat merugikan (inaktivasi kromosom X normal di Secara historis, terapi penggantian yang melibatkan
sebagian besar sel). Sekitnr 30o/, knsus disebabkan oleh pemberian faktor VIII yang diperoleh dari plasma
mutasi sehingga tidak ditemukan riwaynt keluarga. manusia, memiliki risiko inheren penularan penyakit
Gejala klinis baru jelas tampak pada defisiensi yang virus. Seperti dibahas di Bab 5, sebelum tahun 1985
berat (aktivitas faktor VIII kurang darilok). Defisiensi ribuan pengidap hemofilia mendapat preparat faktor
derajat sedang (aktivitas 1% sampai 5%) atau ringan VIII yang tercemar oleh HIV. Kemudian, banyak di
(aktivitas 5% sampai 75'/.) biasanya asimtomatik, antara mereka yang menjadi seropositif dan terjangkit
walaupun perdarahan pascatrauma mungkin sedikit sindrom imunodefisiensi didapat (AIDS). Pada praktik
berlebihan. Perbedaan derajat defisiensi prokoagulan bank darah yang berlaku saat ini, risiko penularan HIV
faktor VIII berkaitan dengan tipe mutasi di gen faktor hampir seluruhnya dapat dieliminasi, tetapi ancaman
VIII. Sepertipada talasemia, beberapa kelainan genetik dari infeksi lain yang belum terdeteksi masih tetap ada.
(misal, delesi, mutasi splice junction, mutasi nonsense) Saat ini, ketersediaan dan pemakaian yang luas faktor
pernah dilaporkan. Yang semakin memperumit ke- VIII rekombinan telah berhasil mengeliminasi risiko
adaan, pada sekitar 70'k pasien kadar faktor VIII infeksi pada terapi penggantian faktor VIII.
tampaknya normal dengan immtrnoassay, tetapi
aktivitas koagulan yang terdeteksi dengan bionssay
rendah. Pada para pasien ini terjadi mutasi yang me- DEFTS|ENS| FAKTOR rX (HEMOFTLTA
nyebabkan sintesis protein yang secara antigenis nor- B, PENYAKIT CHRISTMAS)
mal, tetapi fungsional abnormal. Sekitar 15% pasien Defisiensi faktor lX yang parah adalah suatu
dengan penyakit yang parah memiliki antibodi ter- penyakit yang secara klinis tidak dapat dibedakan
hadap faktor VIII. Penyebab terbentr-rknya autoantibodi dengan hemofilia A. Selain itu, penyakit ini juga
ini masih belum jelas. Keberadaan antibodi tersebut diwariskan sebagai ciri resesif terkait-X dan dapat
mempersulit terapi penggantian. asimtomatik atau menyebabkan perdarahan. Penyakit
Pada semua kasus simtomatik terdapat ke- ini jauh lebih jarang ditemukan daripada hemofilia A.
cenderungan mudah memar dan perdarahan masif PTT memanjang; waktu perdarahan normal. Identifi-
setelah trauma atau tindakan operasi. Selain itu, kasi penyakit Christmas (diberi nama berdasarkan
perdarahan "spontan" sering ditemukan di bagian nama pasien pertama yang mengidap penyakit ini)
tubuh yang sering terkena trauma, terutama sendi hanya mungkin dengan pemeriksaan kadar faktor IX.
(hemartrosis). Perdarahan berulang ke dalam sendi Terapi adalah infus faktor IX rekombinan yang saat ini
menyebabkan deformitas progresif yang dapat sudah tersedia secara luas.
I
T Gangguan yang Memen€taruhi Limpa
I dan Timus
limpa disebabkan oleh penyakit primer di tempat lain;
.::;.TSPLENOMEGALI dan pada hampir semuanya yang terjadi di limpa
adalah pembesaran. Kemudian, dapat terjadi destruksi
Limpa sering terkena pada berbagai penyakit berlebihan SDM, leukosit, dan trombosit oleh limpa.
sistemik. Pada hampir semua kasus, perubahan di Splenomegali merupakan kelainan yang sering
506 I BAB 12 SISTEM HEMATOPOIETIK DAN LIN/IFOID
dan proposal untuk skema klasifikasi baru untuk tentang varian LMA terkait t[15;17] yang jarang. tetapi
neoplasma mieloid.) penting.)
Kalrtargian H, et al: Hematologic and cytogenetic response Young NS: Agranulocytosis. JAMA 271:935;1994. (Pendekat-
to imatinib mesylate in chronic myelogenous leukemia. an praktis tentang etiologi dan penatalaksanaan
N Engl J Med 346:645,2002. (Contoh yang sangat baik agranulositosis).
tentang bagaimana pemahaman mengenai biologi
molekular LMK mendorong penemuan terapinya.)
Klein B, et al: Interleukin-6 in human multiple myeloma.
Gangguan Pembekuan
Blood 85:863, 1995. (Ringkasan peran IL-6 dalam Boyce TG, et al Escherichia coli O757:H7 and the hemolytic-
patogenesis mieloma multipel.) uremic syndrome. N Engl J Med 333:364, 1995. (Suatu
Kuppers R, et a1: Cellular origin of human B-celi lympho- artikel ientang etiologi dan patogenesis sindrom
mas. N Engl J Med 341:1520, 1999. (Pembahasan yang hemolitik-uremik.)
jelas tentang asal dari beragam keganasan se1 B.) Dahlback B: Blood coagulation. Lancet 355:7627,2001. (Ulasan
Kuppers R, Rajewsky K: The origin of Hodgkin and Reed,/ ringkas tentang gangguan pembekuan dan perdarahan.)
Stemberg cells in Hodgkin's disease. Annu Rev Immunol Kashansky K: The vWF-clearing protease: new opportuni-
16.471,1998. (Pembahasan tentang data yang menunjang ties in TTP. Blood 98:1643, 2001. (Editorial singkat tentang
bahwa se1 RS dan variannya berasal dari sel B.) pengklonan protease pembersih vWF dan patogenesis
Marcucci C, et al: Moiecular and clinical advances in core TrP.)
binding factor primary acute myeloid leukemia: a para- Keeney A, Cummings AM: The molecular biology of von
digm for translational research in malignant hematol- Willebrand disease. Clin Lab Hematol 4:209,2001..
ogy. Cancer Invest 18:768, 2000. (Ulasan tentang (Artikel muiakhir tentang penyakit ini.)
gambaran yang menonjol dari bentuk umum LMA yang Levi M, Cate HT: Disseminated intravascular coagulation.
berkaitan dengan t[8;21] dan inv[16].) N Engl J Med 341:586, 1999. (Ulasan berorientasi klinis
Schipp MA, et al: Diffuse B-cell lymphoma outcome predic- mengenai penyebab, patogenesis, dan pengobatan
tion by gene expression profiling and supervised ma- gangguan ini.)
chine learning. Nat Med 8:68, 2002. (Contoh tentang Visentin CP: Heparin-induced thrombocytopenia: molecu-
bagaimana penentuan profil molekular dapat mem- lar pathogenesis. Thromb Haemost 82:448, 1999.
perkirakan prognosis klinis pada limfoma sel B besar.) (Pembahasan tentang peran autoantibodi terhadap
Slack JL: Biology and treatment of acute progranulocytic faktor trombosit 4 dan heparin dalam trombositopenia
leukemia. Curr Opin Hematol 6:236,1999. (Pembahasan yang dipicu oleh heparin.)
I Paru dan
I
I Saluran Napas Atas
ANIRBAN MAITRA, MD
VINAY KUMAR. MD
s09
510 T BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS
Sel Hi stamin
Antigen dan mediator
,^f"* % lain
/w /
lgE-'- r@A( Mukus
& &# #\l Y
ffiffi* \l
n"W^^ a I % Mukus
Y(e'v/
ll 1"""i
^
I
dff.Lrll#
&\ /;t i,iW
t'ql /)\t
rl b
\
.,rirrl iF
\
itif'c'l:'rlil
A}
w
%
Jql& Major basic protein
Protein kationik
eosinofil
Eosinofil
permeabilitas
W
Saraf eferen vagus vaskular dan t
-::...-
/w ffi
Gambar 13-2
semua reaksi hipersensitivitas tipe I, asma ekstrinsik nyebabkan kerusakan sel epitel yang khas pada
didorong oleh sensitisasi sel CD4+ lipe T"2. Dapat serangan asma. Sel epitel itu sendiri merupakan sumber
diingatbahwa sel T"2 mengeluarkan sitokin, terutama mediator, seperti endotelin dan nitrat oksida, yang
interleukin 4, 5, dan 13 (IL-4,IL-5, dan jL-13), yang masing-masing dapat menyebabkan kontraksi dan
meningkatkan sintesis IgE, pertumbrfian sel mast, serta relaksasi otot polos. Hilangnya integritas epitel juga
pertumbuhan dan pengaktifan eosinofil. lnduksi dapat berperan dalam hiperresponsivitas jalan napas
respolls T 12 merupakan hnl mendssnr padn pato- melalui penurunan ketersediaan nitrat oksida.
genesis asma alergik, dan IgE, sel mnst, serta eosinofil adalah Eosinofil sangat penting pada fase lanjut. Seperti
pemain kunci yang memerantrtrainya. Serangan asma telah disebutkan, penumpukan eosinofil di temp.rt
atopik sering memperlihatkan dua fase: fnse awal, peradangan alergik ditunjang oleh beberapa faktor
dimulai 30 hingga 60 menit setelah inhalasi antigen kemotaktik sel mast. Penelitian juga mengisyaratkan
dan kemudian mered4 diikuti 4 hingga 8 jam kemudian adanya peran kemokin lain dalam kemotaksis eosinofil"
oleh fase lanjut yang lebih berkepanjangan. Seperti Kemotaksin yang paling poten tampaknya adalah-
dapat diperkirakan, pengaktifan awal sel mast terjadi eotaksin, yang dihasilkan oleh sel epitel bronkus aktif,
di permukaan mukosa; mediator yang kemudian makrofag, dan otot polos jalan napas. Eosinofil yang
dilepaskan membuka taut antarsel mukosa sehingga menumpuk menimbulkan beragam efek. Ragam media-
antigen dapat masuk ke lebih banyak sel mast mukosa. tor eosinofil sama banyaknya dengan yang dimiliki
Selain itu, stimulasi langsung reseptor vagus (para- oieh sel mast dan mencakup mnjor basic protein (MBP)
simpatis) subepitel memicu refleks bronkokonstriksi. dan protein kationik eosinofit (eosinophil cntionic pro-
Seperti diperinci pada Tabel5, pengaktifan sel mast tein, ECP), yang bersifat toksik terhadap sel epitei.
menyebabkan pembebasan beragam media tor primer Peroksidose eosinofil menyebabkan kernsakan jaring-
dan sekunder yang berfungsi baik pada fase awal an melalui stres oksidatif. Eosinofil aktif juga kaya
maupun lanjut asma. ieukotrien, terutama leukotrien C., serta plntitet-niti-
Mediator fase awnl mencnkup ztnting factor. Oleh knrena itu, eosinofil dnpat mem-
I Leukotrien C4, D 4, dnn Er; mediator sangat kuat yang perkunt dnn mempertnhanknn respons perndnngnn
menyebabkan bronkokonstriksi berkepanjangan, tanpa pajanan lebih lanjut ke antigen pemictt.
peningkatan permeabilitas vaskular, dan pe- Asma Intrinsik. Mekanisme peradangan dan
ningka tan sekresi musin hiperresponsivitas bronkus jauh lebih kurang dipahami
I Prostaglandin Dr, E,, dnn Fro, memicu bronko-
pada pasien dengan asma intrinsik (nonatopik). Yang
konstriksi dan vasodilatasi diperkirakan berperan dalam kasus ini adalah infeksi
a Histnmin; menyebabkan bronkospasme dan me-
snlursn napas oleh airus dan polutnn inhnlnn, seperti
ningkatkan permeabilitas vaskular sulfur dioksidn, ozon, dnn nitrogen dioksidn. Zat rni
I Platelet-nctianting fnctor: menyebabkan agregasi
meningkatkan hiperreaktivitas jalan napas, baik pada
trombosit dan pembebasan histamin dari orang normal maupun subjek asmatik. Namun, pada
granula
a Triptase sel mnst: menginaktifkan peptida yang yang terakhir respons bronkus, yang bermanifestasi
menyebabkan bronkodilatasi normal (u aso ac tia e in- sebagai spasme, jauh lebih berat dan menetap. pe
testinnl peptide) nelitian eksp eriment nl ter akhir memp erlihntksn b ahu n
efektor selular dan humornl pnda nsmn intrinsik bnnynlc
Reaksi awal ini diikuti oleh fase lanjut (atau selular), bertumpang tindih dengnn yang terdapnt pndn nsmn
yang didominasi oleh leukosit rekrutmen: basofil, ekstrinsik. Sebagai contoh, di antara infeksi vims,
neutrofil, dan eosinofil. Mediator sel mast yang berperan infeksi respiratory syncytial airus diperkirakan ber-
dalnm rekrutmen sel rndang ini sdalah peran memicu bronkospasme pada orang yang rentan
r Faktor kemotaktik eosinofilik danneutrofilik serta selama masa anak-anak dini. Dipostulasikan bahwa
leukotrien Br: merekrut dan mengaktifkan eosinofil respiratory syncytial airtts t'nendorong sekresi profil
dan neutrofil sitokin dominan-T,r2 dari sel T spesifik-antigen
I IL-A dan IL-S: memperkuat respons T"2 sel T CD4+ sehingga mendorong infiltrasi eosinofil. Sewakttr
dengan meningkatkan sintesis igE ser'ta kemotaksis infeksi virus, epitel bronkus itu sendiri banyak
dan proliferasi eosinofil mengandung sitokin proinflamasi, dan sebagian
a Platelet-actiaating factor: kemotaktik kuat bagi sitokin ini juga berperan dalam pematangan dan
eosinofil bila terdapat IL-6 kemotaksis eosinofil. Oleh karena 1tu, eosinofil ndnlnh
I Faktor nekrosis tumor: meningkatkan molekul pemain kunci padn kadun tipe nsmn. Demikian juga,
di endotel vaskular
perekat (adhesion molecules) asma yang dipicu oleh aspirin diperkirakan di-
serta di sel radang perantarai terutama oleh efek leukotrien, terutama
leukotrien Cr; ingatlah peran pen ting leuko trien dalam
Kedntangnn leukosif di tempat degranulasi sel mnst asma ekstrinsik. Walaupun efektor yang "terletak di
menimbulknn dua efek: (1) sel ini kembali mengeluar- hilir" pada hiperresponsivitas jalan napas semakin
kan serangkaian mediator yang mengaktifkan sel mast banyak yang terungkap, mekanisme yang mendasari
dan memperkuat respons awal, dan (2) sel ini me- kerentanan ini masih belum diketahui.
514 I BAB ,I 3 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS
NORMAL Mukus
MORFOLOGI !TEpitet
' Membran
basal
Peiubahan morfologik pada asma diketahui pada Lamina propria
pasien yang meninggal akibat serangan berat berke- -
Otot polos
panjangan (status asmaiikus) dan dari spesimen biopsi
mukosa pasien yang diberi alergen. Pada kasus yang
i:.i
*$ -,fr #. ajfrSi-- Kelenjar
yang terutama ireaersibel pada PPOK membedakannya minal disertai destruksi dinding ronggn tersebut. Terdapat
dari asma yang, seperti telah dibahas, ditandai umum- beberapa penyakit dengan pembesaran rongga udara
nya dengan obstruksijalan napas reversibel. yang tidak disertai destruksi; hal ini lebih tepat disebut
" oaerinflntion". Sebagai contoh, peregangan rongga
Emfisema Lrdara di parr-r kontralateral setelah pneumonektomi
Emfisema ditandai dengan pembesnran permanen unilateral adalah oaerinflation kompensatorik bukan
rongga udara yang terletak distal dari bronkiolus ter- emfisema.
Alveolus
ASINUS NORMAL
Gambar 13-5
Hubungan antara bronkitis kronis dan emfisema Meskipunbronkitis kronis dapat timbul tanpa disertai
tetapi penggr,rnaan definisi yang tepat menyebab- emfisema yang nyata, sementara emfisema yang hampir
-rumit,
kan beberapa hal yang selama ini "kacau" menjadi murni juga mungkin terjadi (terutama pada pasien
lebih teratur. Sejak awal perlu ditekankan bahwa defi- dengan defisiensi herediter antitripsin-o,), kedua
nisi emfisema adalah definisi morfoiogik, sedangkan penyakit biasanya terdapat bersama-sama karena
bronkitis kronis (lihat selanjutnya) didefinisikan mekanisme patogenik utama, merokok, umum ditemu-
berdasarkan gambaran klinis, seperti adanya batuk kan pada keduanya. Dapat diperkirakan jika kedua
kronis rekuren disertai pengeluaran mukus yang entitas ini terdapatbersama-sama, gambaran klinis dan
berlebihan. Kedua, pola anatomik distribusi juga fisiologis akan tumpang tindih.
berbeda-bronkitis kronis mengenai saluran napas Jenis Emfisema, Emfisema didefinisikar-r tidak saja
besar dan kecil (komponen terakhir disebut bronkiolitis berdasarkan sifat anatomik lesi, tetapi juga oleh
kronis untuk menunjukkan tingkat keterlibatan); distribusinya di lobulus dan asinus. Asinus adalah
sebaliknya, emfisema terbatas dinsinus, struktur yang bagian paru yang terletak distal dan bronkiolus termi-
terletak distal pada bronkiolus terminal (Gbr. 13-a). nai dan mencakup bronkioh-rs respiratorik, duktus
.qffi q
t'€
'',:rii i$!
r,r*r,., ,i!
tr-ffi
KE
r!&S{r' rq
Gambar 13-6
k .$\
''&i'.tY
lebih merata. Bandingkan dengan A. (Dan
Bates DV etal: Respiratory Function in
Dlsease, 2nd ed. Philadelphia, WB
Saunders, 1 971 ).
BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS 517
'
alveolaris, dan alveolus; kelompokan yang terdiri atas berkisar dari kurang 0,5 mm hingga lebih dari 2,0 cm,
tiga sampai lima asinus disebut satu lobulus. Terdapat kadang-kadang membentuk struktur mirip kista yang
tiga jenis emfisema: (1) sentriasinar, (2) panasinar, dan jika membesar progresif disebut sebagai bula. Tipe
(3) asinar distal. Dua yang pertama lebih penting, tetapi emfisema ini mungkin mendasari kasus pneumotoraks
pada penyakit stadium lanjut pembedaan keduanya spontan pada orang dewasa muda.
sulit sehingga keduanya diperlihatkan secara diagra- Insiden. Emfisema adalah penyakit yang Llmrlm,
matis pada Gambar 13-5 dan dijelaskansecara singkat tetapi insidensi pastinya suiit diperkirakan karena
di sini. diagnosis pasti, yang didasarkan pada morfologi,
Emfisema Sentriasinar (Sentrilobular). hanya dapat ditegakkan melalui pemeriksaan pam saat
Gambaran khas pada emfisema tipe ini adalah pola autopsi. Secara nmum disepakati bahwa emfisema ter-
keterlibatan lobulus: bagian sentral atau proksimal dapat pada sekitar 50% orang dewasa yang diautopsi.
asinus, yang dibentuk oleh bronkiolus respiratorik, Sebagian dari mereka yang diketahui menderita
terkena, sementara alveolus distal tidak terkena. Oleh emfisema pada autopsi tidak memperlihatkan gejala.
karena ltu, di dalam asinus dan lobulus yang sama Emfisema, khususnya sentriasinar, jauh lebih sering
ditemr.rkan rongga udara yang emfisematosa dannor- ditemukan dan lebih parah pada laki-laki daripada
mal (Cbr. 13-6A). Lesi lebih sering dan lebih parah di perempuan. Terdapnt keterkaitnn yang jelcs antara
lobus atas, terutama di segmen apeks. Pada emfisema merokok dalam jumlah besnr dnn emfisemc, dan tipe
sentriasinar yang parah, asinus distal juga terkena paling parah terladi pada mereka yang banyak merokok.
sehingga, seperti telah disinggung, pembedaan dengan Meskipun emfisema tidak menyebabkan disabilitas
emfisema panasinar menjadi sulit. Emfisema tipe ini sampai usia sekitar lima puluh hingga delapan puluh
paling sering terjadi pada perokok yang tidak tahun, defisit ventilasi sudah dapat bermanifestasi
menderita defisiensi kongenital antitripsin-a,,. secara klinis beberapa dekade sebelumnya.
Emfisema Panasinar (Panlobular). Pada tipe Patogenesis. Terjadinya kedua bentr,rk Llmlrm
emfisema ini, asinus secara merata membesar dari emfisema, sentriasinar dan panasinar, masih belum
tingkat bronkiolus respiratorik hingga alveolns bunttr sepenuhnya dipahami. Pendapat yang sekarang ber-
di terminal (Gbr. 13-68). Berbeda dengan emfisema laktr adalah bahwa emfisema terjadi akibat dunlcetidnlr-
sentriasinar, emfisema panasinar cenderung lebih s e imb an g nn p e n t in g-ke t i d aks eimb s n g an p r o t e n s e -
sering terjadi di zona paru bawah dan merupakan antiprotease dsn ketidakseimbangan oksidnn-
tipe emfisema yang terjadi pada defisiensi antitripsin- sntioksidan (Gbr. I3-7). Ketidakseimbangan ini hampir
cx1 ' selalu terjadi bersamaan, dan pada kenyataarmya, efek
Emfisema Asitrar Distal (Paraseptal). Pada keduanya saling memperkuat dalam menyebabkan
bentuk ini, bagian proksimal asinus normal, tetapi kerusakan jaringan sebagai akibat akhir.
bagian distai umumnya terkena. Emfisema lebih nyata Hipotesis lcetidnkseimbangan protease-antiprotease
di dekat pleura, di sepanjang sephrm jaringan ikat lobu- didasarkan pada pengamatan bahwa pasien dengan
lus, dan tepi lobulus. Emfisema ini terjadi di dekat defisiensi genetik antiprotease antitripsin-o1 memper-
daerah fibrosis, jaringan parut, atau atelektasis dan lihatkan kecenderungan besar mengalami emfisema
biasanya lebih parah di separuh atas paru. Temuan paru, yang diperparah merokok. Sekitar 17o dari semua
khas adalah adanya ruang udara yang multipel, saling pasien dengan emfisema menderita defisiensi ini.
berhubungan, dan membesar dengan garis tengah Antitripsin-o1, yang secara normal terdapat dalam se-
TEI\IBAK/
4----
u*_k[===___\
./ -__==t
./l
Nikotin Spesies oksigen
Gambar 13-7
,'/ I
,r/ ("radikal beoas )
././ protease dan ketidakseimbang-
+ an oksidan-antioksidan bersifat
LTB4 /
;; / rnaktivasi
saling menguatkan dan berperan
,/' '' / antiprotease
x' / (defisiensi clAT menyebabkan kerusakan jaring-
-fungsronal
/ )
an. Defisiensi antitripsin-a,
,&-
dd'"d[ru I
Y
(cr,AT) dapat bersifat kongenital
d#;* * t :5;.:T:
atau'fungsional" akibat inaktivasi
;J; t
Aeficiensi
oksidatif. Lihat teks untuk
rinciannya. lL-8, interleukin-8;
LTB., leukotrien Bo; TNF, faktor
niAT k0ngenitai EMFISEMA nekrosis tumor.
518 I BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS
rum/ cairan jaringary dan makrofag, merupakan inhibi_ r Merokok juga mungkin berperan dalam memper-
tor utama protease (terutama elastase) yang dikeluar_ panjang ketidakseimbangan oksidnn-antiolcsidnn.
-Erzim
kan oleh neutrofil sewakfu peradangan. tersebut Dalam keadaan normal, parn mengandung se,
dikode oleh gen yang diekspresikan secara kodominan jumlah antioksidan (superoksida dismuiase,
di lokus inhibitor proteinase (pi) padakromosom 14. glutation) yang menekan kerusakan oksidatif
Lokus Plbersifat sangat polimorfik, dengan banyak alel
yangterlainan. Yang tersering adalah alel normal (M) lhggu tingkat minimum. Asap rokok mengandung
banyak spesies oksigen reaktif (radikal bebis), yan[
dan fenotipenya PiMM. Sekitar 0,0|2o/o populasi AS menghabiskan mekanisme anlioksidan ini sehinggi
bersifat homozigot untuk ale|Z (piZZ), yang berkaitan terjadi kerusakan jaringan (Bab 1). Neutrofil akiif
dengan penurunan mencolok kadar antitripsin_a, se_ juga menambah jumlah spesies oksigen reaktif di
rum. Bnnyak dnri mereks ynng kemudisn mendiritn alveolus. Akibat sekunder cedera oksidatif ini
emfisema simtomstik.
adalah inaktivasi antiprotease yang terdapat dalam
Dipostulasikan terjadi rangkaian berikut: paru sehingga terjadi defisiensi,,fungsional,,
1. Neutrofil (sumber utama protease sel) secara nor_ anlitripsin-a,, bahkan pada pasien yang tidak meng-
mal mengalami sekuestrasi di kapiler perifer, ala mi defisiensi enzim.
termasuk di paru, dan beberapa memperoleh ukr"s Secnrn singknt, tumbukan pnrtiket asap, tenftnmn ili
ke rongga alveolus p ercab nngan br onkiolus r esp ir nt or ik, mungkin me ny eb abknn
2. Setiap rangsangan yang meningkatkaru baik jumlah in.flttks neutrofil dan makrofng; lceclua sel Tersebttt
leukosit (neutrofil dan makrofag) di paru malrpun mengelunrkan berbngai prot ense. p eningkntnn nkt iaitns pro_
pelepasan granula yang mengandung protease, tense ynng terletnk di regio sentrinsinnr menyebabkan
meningkatkan aktivi tas pro teolitik terbentukny n emfisema poln sentr iasinnr sepert i d itentukrrn
3. Pada kadar antitripsin-cx,1 serum yang rendah, pada para perokok. Kerusnksn jnringnn rliperhebnt oleh
destruksi jaringan elastik menjadi tidak terkendali inaktiaasi antiprotease (yang bersifnt protektif) oleh spesies
dan timbul emfisema oksigen renktifyang terdnpat dnlam nsap rokok. Skems ini
Oleh karena itu, emfisemn dipandang sebagai akibat jugn menjelasknn pengnruh merokok dan clefisiensi
efek destruktif peningkatnn aktiaitss protinse padn antitr ipsin- u, dalam memperp arnh penyakit oltstnLksi j alnn
orang dengan nktiaitns antitripsin yang rendah.Hipotesis napas yallg serius.
ini didukung kuat oleh penelitian pada he*ar,
percobaan yang penetesan enzim proteolitik papainnya
dan, yang lebih penting, elastase neutrofil
-u.rriiu
intratrakea menyebabkan degradasi elastin yang di_
sertai dengan timbulnya emfisema. MORFOLOGI
Hipotesis ketidakseimbangan protease-antiprotease
juga membantu menjelaskan efek merokok dolu.r-, Diagnosis dan klasifikasi emfisema terutama ber-
gantung pada gambaran makroskopik paru. Emfisema
terjadinya emfisema, terutama bentuk sentriasinar panasinar, jika sudah berkembang sempurna, me-
pada orang dengan kadar antitripsin-cx, yang normal
nyebabkan paru membesar, pucat, dan sering menutupi
(lihat Gbr. 13-7): jantung saat dlnding dada anterior dibuka pada autopsi.
I Pada perokok, neutrofil dan makrofag berkumpul Gambaran makroskopik emfisema sentriasinar tidak
di slueolus. Mekanisme peradangan masih belum terlalu mencolok. Paru tampak lebih merah muda di-
bandingkan pada emfisema panasinar dan tidak terlalu
sepenuhnya jelas, tetapi mungkin melibatkan efek
membesar, kecuali jika penyakit sudah berada dalam
kemoatraktan langsung dari nikotin serta efek tahap lanjut. Secara umum, pada emfisema sentriasinar
spesies oksigen reaktif yang terdapat di dalam asap dua pertiga atas paru lebih parah terkena dibandingkan
rokok. Hal ini mengaktifkan transkripsi nuclear dengan bagian bawah paru, dan pada kasus yang berat
fai-
for rcB (NF-rcB), yang mengaktifkan gen untuk faktor mungkin terlihat bula emfisematosa (Gbr. 13-g).
nekrosis tumor (TNF) dan interleukin-8 (IL-g). Hal Secara histologis, terjadi penipisan dan kerusakan
ini, kemudian, menarik dan mengaktifkan neutrofil. dinding alveolus. Pada penyakit tahap lanjut, alveolus
r Neutrofil yang berkumpul mengalami pengaktivan yang berdekatan menyatu dan membentuk ruang udara
dan membebaskan granulanya , yang kaya akan besar (Gbr. 13-9). Bronkiolus terminal dan respiratorik
beragam protease sel (elastase neutrofil, proteinase 3, mungkin mengalami deformitas karena hilangnya sep-
tum yang membantu menambatkan struktur ini di
dan katepsin G) sehingga terjadi kerusakan jaringan.
parenkim. Dengan hilangnya jaringan elastik di sep-
r Merokok juga meningkatkan aktivitas elastase di
tum alveolus sekitar, terjadi penurunan traksi radial di
makrofag; elastase makrofag tidak dihambat oleh saluran napas halus. Akibatnya, saluran ini cenderung
antitripsin-o,, bahkan dapat secara proteolitis men- kolaps saat ekspirasi-suatu penyebab penting ob-
cerna antiprotease ini. Kini semakin banyak bukti struksi kronis aliran udara pada emfisema berat. Selain
bahwa selain elastase, metaloproteinase matriks berkurangnya alveolus, jumlah kapiler alveolus juga
yang berasal dari makrofag dan neutrofil juga menyusut. Terjadi fibrosis di bronkiolus respiratorik, dan
berperan pada kerusakan jaringan. mungkin terda.pat tanda bronkitis dan bronkiolitis.
BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS T 519
Gambar 13-11
i:l:.iLl.,::t'.::lt).:',:'.'.'W,/A
lilil)1,::::::,:,',"leultotrien'%\ Cairan edema
iil'!i#':" 't Protease
Makrofag I
alveolus I
Alveolus
Sekuestrasi
neukofil dan
migrasinya ke
dalam alveolus
Gambar 13-13
Alveolus normal (sisi kiri)dibandingkan dengan alveolus yang mengalami gangguan pada fase awal cedera paru akut dan sindrom gawat
napa's akut. Di bawah pengaruh sitokin proinflamasi, seperti interleukin-8 (lL-8), interleukin-1 (lL-1), dan faktor nekrosis tumor (TNF)
(dikeluarkan oleh makrofag), neutrofil mula-rnula mengalamisekuestrasi di mikrovaskular paru, diikuti oleh pergerakan ke tepi dan
perpindahan ke dalam rongga alveolus, tempat sel ini mengalami pengaktifan. Neutrofil yang telah aktif tersebut mengeluarkan berbagai
faktor seperti leukotrien, oksidan, protease , dan platelet-activating factor (PAF), yang berperan menyebabkan kerusakan
jaringan lokal,
penimbunan cairan edema di rongga udara, inaktivasi sur"faktan, dan pembentukan membran hialin. Macrophage inhibitoryfacfor(MlF)
yang dikeluarkan ke dalam milieu lokal mempertahankan respons peradangan. Kemudian, pengeluaran berbagai sitokin fibrogenik dari
makrofag seperli fransfo rming growth factorBOGF-P) dan platelet-derived grov,tth factor(PDGF) merangsang pertumbuhan fibroblas
dan pengendapan kolagen yang berkaitan dengan fase penyembuhan. (Dimodifikasi dengan izin dari Ware LB, Matthay MA: The acute
respiratory distress syndrome. N Engl J Med 342:1 334, 2000).
BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS T 525
i
"
'tg#
."-,-E.K{
-{,,v.* 4
- .
iqttl*S-.:
*; " 1..
lc
:!"'rt+.
'I rr-!
,-
I
t".L
c
l "
"':-*ry$s
-r
:r ilt':,r;:r i "i., r:l
Kerusakan alveolus difus pada cedera paru akut dan sindrom gawat napas akut (kiri). Sebagian alveolus kolaps; yang lain melebar.
Banyak alveolus yang dilapisi oleh membran hialin merah muda terang (tanda panah). Pada stadium penydkrbuhan (kanan),lerjadi
resorpsi membran hialin disertai penebalan septum alveolus yang berisisel radang, fibroblas, dan kolager'r. Pada tahap ini, banyak
ditemukan pneumosit tipe ll (tanda panah), yang berkaitan dengan regenerasi dan perbaikan.
526 J BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS
Lainlain MORFOLOGI
Pasca-sindrom gawat napas akut Seperti telah dinyatakan dalam pembahasan sebelum-
Fibrosis paru idiopatik
nya, IPF dimulai oleh suatu respons peradangan ter-
hadap cedera yang kemudian sembuh oleh fibrosis.
*Disertaigranuloma
BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS A 527
ffi,
x;ffiry&
{&*m
trrtjl/ret.
{ffi L$.4FostrB LIMFOSIT T
ffiwffiF
lmunoglobulin I
\ J
\ Komoleks
,t<in
Sitokin *-/l
/ imun
( I
Antigen I
MAKROFAG AKTIF
I
Rekrutmen Sitokin
neutrofil fibrogenik dan kemotaktik
I I
v
I
Oksidan
Protease
W FTBR.BLAS
I Sitokin
Jejas pada pneumosit tipe I
fibrogenik dan kemotaktik
Gambar 13-1 5
Skema kemungkinan patogenesis fibrosis paru idiopatik. Lihat teks untuk detail.
. - :,;', .
Oleh karena itu, biasanya terdapat peradangan fibrotik terutama terdiri atas kolagen aselular padat (Gbr.
interstisium atau pneumonitis pada biopsi spesimen 13-16). Pada stadium lanjut, paru memperlihatkan al-
dari pasien dengan lPF, terutama pada stadium awal. veolus yang dilapisi oleh pneumosit tipe ll yang dipisah-
Pneumonia interstisium ini dapat dibagi menjadi be- kan oleh jaringan fibrosa. Kelainan yang disebut
berapa subtipe histologik tersendiri, dan banyak sebagai honeycomb change ini tidak spesifik untuk
kesimpangsiuran mengenai subtipe mana yang secara pneumonia interstisium biasa; kelainan ini mencermin-
spesifik menyertai lPF. Pembedaan ini penting karena kan paru "stadium-akhir'' oleh berbagai sebab yang me-
setiap pneumonia interstisium dapat menyebabkan fib- nimbulkan cedera paru dan pembentukan jaringan
rosis, ietapi diagnosis pneumonia interstisium terkait- parut.
IPF mbnandakan prognosis yang lebih buruk dan sifat
refrakter terhadap terapi dibandingkan dengan yang lain.
Berdasarkan konsensus terakhir, istilah "lPF" di-
cadangkan untuk sindrom klinis yang berkaitan
dengan subtipe histologik yang dikenal sebagai pneu- Perjalanan Penyakit. IPF biasanya muncul secara
monia interstisium yang biasa. Tanda utama pneumo- perlahan, berupa batuk nonproduktif dan dispnea
nia interstisium adalah gambaran heterogen pada progresif. Pada pemeriksaan fisik, sebagian besar
pembesaran lemah, dengan daerah paru normal, pe- pasien memperlihatkan ronki "kerrng" atau mirip-
radangan interstisium, dan fibrosis berselang-seling. "Yelcro" khas saat inspirasi. Sianosis, kor pulmonale,
Peradangan interstisium biasanya bebercak dan terdiri dan edema perifer mungkin ditemukan pada stadium
atas sebukan limfosit dan sel plasma di septum alveo- lanjut penyakit. Hampir semua pasien dengan IPF
lus, disertai oleh hiperplasia pneumosit tipe ll. Daerah
memperlihatkan kelainan radiografi toraks saat datang
528 T BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS
Fibrosis paru idiopatik.,4. Dinding alveolus menebal oleh fibrosis (tanda panah). Selain itu, tampak sedikit infiltrat sej mononukleus di
interstisium' B. Fibrosis interstisium tampak lebih jelas dengan pewarnaan trikrom Masson, yang menyebabkan warna biru tua pada
kolagen.
berobat. Ketersediaan computerized sxisl tomography Epidemiologi. Sarkoidosis terjadi di seluruh dunia,
beresolusi tinggi telah sangat meningkatkan sensiti- mengenai kedua jenis kelamin serta semna ras dan rLsia.
vitas kita mendeteksi IPF pada tahap awalnya. Biopsi Namun, terdapat beberapa kecendernngan
paru secara bedah masih merupakan bakn emas unluk epidemiologik, termasr-rk yang beriku t:
mendiagnosis IPF dan menyingkirkan penyebab lain
fibrosis paru. Sampai saat ini, sebagian besar strategi r Terdapat predileksi konsisten untuk orang dewasa
pengobatan difokuskan pada menghilangkan atau berusia kurang dari 40 tahun
menekan komponen peradangan, seperti dengan I Insiden yang tinggi ditemukan pada penduduk
kortikosteroid. Sayangnya, perkembangan IpF terus Denmark dan Swedia dan di antara orang berkulit
berlangsung walaupun pasien mendapat terapi, dan hitam AS (yang frekuensi penyakitnya adalah 10
kesintasan rerata dalam penelitian klinis terakhir kali lipat dibandingkan orang kulit pr-rtih)
berkisar dari 2 hingga 4 tahun.
I Sarkoidosis adalah salah satu dari sedikit penyakit
parlr yang prevalensinya lebih tinggi pada bukan
perokok.
Sarkoidosis
Meskipun sarkoidosis di sini dianggap sebagai Etiologi dan Patogenesis. Meskipun etiotogi
contoh penyakit paru restriktif, perlu diingat bahwa sarkoidosis masih belum diketahui, beberapa bukti
sarkoidosis adalah sLLatLr penyakit multisistem yang mengisyaratkan bahwa sarkoidosis adalah penyakit
etiologinya belum diketnhr"ti dan ditnndai dengan gangguan pengendalian imun pada orang dengan
granttlomn nonperkijunn pada banynk jaringan dnn predisposisi genetik yang terpajan agen lingkungan
or gnn. P eny akit lain, termasuk infeksi mikobakterium tertentu. Peran ketiga faktor kontribr,rsi diringkaskan
atau jamur dan beriliosis, kadang-kadang juga me- berikut ini.
nimbulkan granuloma nonperkijuan; oleh karena itu, Faktor Imunologik Terdapat beberapa kelninnn
dingnosis histologik ssrkoidosis adalnh diagnosis imunologik di milieu lokal granuloma sarkoid yang
ekskbrsi"Meskipun keterlibatan banyak organ pada menunjukkan terjadinya respons selular terhadap
sarkoidosis dapat menimbulkan gambaran klinis yang suatu antigen yang belum diketahui. Proses ini
beragam, limfadenopati hilus bilateral atau keterlibatan dijalankan oleh sel T CD4+ penolong/penginduksi.
paru (atau keduanya), yang tampak pada radiografi Proses ini mencakup:
toraks, merupakan gambaran awal pada sebagian besar I Penumpukan sel T CD4+ dengan aktivitas pe-
kasus. Kelainan mata dan kr.rlit masing-masing terjadi nolong-pengindr-rksi di intraalveolus dan
pada sekitar 25% kasus dan kadang-kadang menjadi interstisium, sehingga rasio sel T CD4:CDS menjadi
gambaran awal penyakit ini. lebih dari3,5
BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS T 529
Produk Hewan
Pigeon breeder's lung Burung dara Protein serum burung da;a ditinja
(paru peternak'dara)
Zat Kimia
Chemical worker's Iung Bahan kimia industri Anhidrida trimelitik, isosianat
(paru pekerja pabrik kimia)
BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS T 531
adalah fokus cedera imunologis, kerussfutn pada pneu- pajanan ke antigen penyebab. Etiologi bentuk kronis
monitis hipersensitiaitas terjadi di tingkat slaeolus. penyakit ini kurang jelas dan mungkin memerlukan
Oleh karena itu, penyakit ini bermanifestasi terutama pemeriksaan jaringan untuk menegakkan diagnosis.
sebagai penyakit paru restriktif dengan penurunan Adanya antibodi pengendap spesifik di dalam serum
kapasitas paru, complinnce paru, dan volume total atau uji kulityangpositif mungkin membantu. Perjalan-
paru. Pekerjaan yang terkait sangat beragam, tetapi an penyakit berwariasi. Jika pajanan ke antigen dihenti-
sindrom ini memiliki beberapa persamaan temuan kan setelah serangan akut penyakit, demam danbatuk
klinis dan patologik dan mungkin memiliki kesamaan biasanya hanya berlangsung beberapa hari, dan keluh-
patofisiologi. an konstitusional mereda dalam beberapa minggu.
Pneumonitis hipersensitivitas dapat bermanifestasi Bentuk kronis penyakit mereda lebih lambat, dan
sebagai renksi aktft dengan demam, batuk, sesak, dan sebagian besar pasien terus mengalami gejala ringan
keluhan konstitusional4 hingga 8 jam setelah pajanan sampai sedang. Pada sejumlah kecil kasus (sekitar 5%),
atau sebagai penynkit kronis dengan batuk, sesak, mal- teqadi gagal napas dan kematian.
aise, dan penurunan berat yang timbul secara perlahan.
Beberapa bukti mengisyaratkan bahwa pneumonitis
hipersensitivitas adalah suatu penyakit yang
Sindrom Perdarahan Alveolus Difus
Walaupun mungkin terdapat beberapa penyebab
diperantarai secara imunologis:
"sekunder" perdarahan paru (pneumonia bakterialis
r Spesimen lavase bronkoalveolus yang diperoleh nekrotikans, kongesti vena pasif, diatesis perdarahan),
selama fase akut memperlihatkan adanya pe- sindrom perdarahan alveolus difus merupakan sualu
ningkatan kadar kemokin proinflamasi, seperti MIp- penvakit imunologik "prirner" yang bermanifestasi
1o dan IL-8. sebagai trias hemoptisis, anemia, dnn infiltrat paru
I Spesimen lavase bronkoalveolus juga secara konsis- diftts.
ten memperlihatkan peningkatan jumlah limfosit T Sindrom Goodpnsture, ganggrlan prototipe untuk
fenotipe CD4+ danCDB+. kelompok ini, merupakan suatu penyakit yang jarang
r Sebagian besar pasien memiliki antibodi presipitasi namun menarik dan ditandai dengan glomerulonefritis
spesifik di dalam serum mereka, suatu gambaran crescentic yang biasanya progresif cepat (Bab 14) dan
yang menunjang adanya hipersensrtivitas tipe III pneumonitis interstisium hemoragik. Kelainan di ginjal
(kompleksimun). dan paru disebabkan oleh antibodi terhadap antigen
I Kompiemen dan imunoglobr-rlin dapat ditemukan yang terdapat di membran basal glomerulus dan paru
di dinding pembuluh dengan imunofluoresensi, (oleh karena itu, penyakit ini merupakan contoh hiper-
yang juga mengisyaratkan hipersensitivitas tipe III. sensitivitas yang diperantarai antibodi sitotoksik tipe
r Akhirnya, adanya granuloma nonperkijuan pada II). Berbagai antibodi ini dapat dideteksi dalam serum
dua pertiga pasien mengisyaratkan terbentuknya lebih dari 90% pasien. Imunopatogenesis sindrom
hipersensitivitas tipe IV terhadap suatu antigen. Goodpasture dan perubahan di glomerulus dibahas
pada Bab 14. Di sini cukup dikatakan bahwa pola Ii-
Secara singknt, pneumonitis hipersensitiaitas
near khas pengendapan imunogiobulin (biasanya IgG,
merupakan suatu respons yang diperantarai oleh
kadang-kadang IgA atau lgM) pada sediaan biopsi
sistem imun terhndnp suatu nntigen ekstrinsik ynng
ginjal yang merupakan sine qua non untuk diagnosis
melibntknn reaksi hipersensitiaitns tipe III (kompleks
juga ditemukan sepanjang septum alveolus.
imtLn) dsn tipe IV (tipe lambat).
MORFOLOGI
MORFOLOGI
Histopatologi pada pneumonitis hipersensitivitas bentuk
akut dan kronis memperlihatkan infiltrat sel mononukleus Pemeriksaan mikroskopik paru memperlihatkan fokus-
bebercdk di interstisium paru, dengan aksentuasi khas fokus nekrosis di dinding alveolus disertai perdarahan
di sekitar bronkiolus. Limfosit predominan, tetapi sel intra-alveolus, penebalan fibrosa septum, dan hipertrofi
plasma dan histiosit juga dapat ditemukan. Pada bentuk
sel-sel yang melapisi septum. Adanya hemosiderin,
akut penyakit, juga dapat ditemukan neutrofil dalam baik di dalam makrofag atau ekstrasel, biasanya
jumlah bervariasi. Granuloma nonperkijuan di inter- ditemukan selama beberapa hari setelah fase akut
stisium terdapat pada lebih dari dua pertiga kasus, biasa- (Gbr.13-18). Plasmaferesis dan terapi imunosupresif
nya di lokasi peribronkiolus. Pada kasus kronis tahap secara nyata telah memperbaiki prognosis penyakit
lanjut, terjadi fibrosis interstisium difus. yang dahulu buruk ini. Pertukaran plasma menghilang-
kan antibodi penyebab, dan obat imunosupresif meng-
hambat pembentukan antibodi. Pada penyakit ginjal
Diagnosis bentuk akut penyakit ini biasanya yang parah, akhirnya akan diperlukan transplantasi
ginjal.
mudah karena hubungan temporal gejala dengan
532 T BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS
e-ffirffi
t
ffi#
t.
ti& 'q.
nS
t$*.'t""i I **.
*4
&;'-
*ffiH& F
,{".et.;}*i}* ,.
W; q "'c ?
t,
t
En!
-q.
\j,w
Gambar 13-1 I
A. Spesimen blopsi paru dari seorang pasien dengan sindrom perdarahan alveolus difus yang memperlihatkan sejumlah besar makrofag
penuh-hemosiderin di dalam alveolus dengan latar belakang septum yang menebal. B. Jaringan telah diwarnai biru Prussia, suatu
pewarna besi yang memperjelas keberadaan hemosiderin intrasel. (Dari koleksi pendidikan Department of Pathology, Children's Medical
Center, Dallas.)
Hemosiderosis paru idiopatik adalah suatu penyakit sebagian di antaranya mengalami kavitasi. Meskipr-rn
yang etiologinya tidak pasti dan memperlihatkan gejala biasanya adalah penyakit multisistemik, WG mungkin
paru mirip dengan sindrom Goodpasture, tetapi tidak terbatas di paru tanpa keterlibatan saluran napas atas
ditemukan kelainan ginjal atau antibodi antimembran atau ginjal (WG "terbatas").
basal di dalam darah. Secara klinis, perjalanan
penyakit biasanya ringan sampai sedang, disertai Paru pada Gangguan Vaskular Kolagen
periode aktivitas diikuti oleh remisi berkepanjangan, Beberapa gangguan vaskular kolagen (mrsal, iupus
dan remisi sering terjadi secara spontan, Penyakit eriLematosus sistemik, artritis reumatoid, skleroderma,
imunologik lain seperti granulomatosis Wegener dan dan dermatomiositis-polimiositis) dapat menyebabkan
penyakit jaringan ikat juga dapat bermanifestasi kelainan partt. Pnettmonitis interstisitLm, disertni ntnu
sebagai perdarahan alveolus difus. bernkhir menjndi fibrosis interstisium paru, merupaknn
temusn pntologik tersering di pnrtL. Histologi mirip
Angiitis dan Granulomatosis Paru dengan yang ditemukan pada peqalanan penyakit IPF,
( G ra n u omatosis Wegen e r)
I dan berakhir sebagai paru sarang lebah. Frekuensi
Granulomatosis Wegener (WG, Wegener grnnulo- manifestasi paru yang lain, yang mencakup hipertensi
matosis) adalah gangguan prototipe pada kelompok pulmonal, vaskulitis pulmonalis dan perdarahan
vaskulitis yang dikenal sebagai angiitis dan granulo- alveolus difus, serta pleuriLis, berbeda-beda bergantung
matosis paru dan telah dibahas pada Bab 10. Di bagian pada entitas penyakit spesifik. Patologi sindrom
ini, kita akan berfokus pada manifestasi WG di sistem Caplan, suatu bentuk pneumokoruosis tipe cepat yang
pemapasan. Lebih dari 80% pasien dengan WG meng- ditemukan pada pasien dengan artritis reumatoid yang
alami manifestasi pernapasan atau paru pada suatu terpajan baflrbara, silika, atau asbestos, dibahas pada
saat selama perjalanan penyakit mereka. Lesi paru pada Bab 8.
WG ditandai dengan kombinasi vaskulitis nekrotikans
("angiitis") dan peradangan granulomatosa nekro- P atol og i Tra n s p la nta s i
tikans di parenkim. Pembuluh paru juga mungkin Dengan ditemukannya obat imttnosttpresif yang
memperlihatkan granuloma nekrotikans, meskipun lebih baik, transplantasi jantung-paru dan trans-
yangbiasanya ditemukan adalah peradangan akut dan plantasi paru tunggal atau sekuensial semakin sering
kronis yang bercampur dengan nekrosis fibrinoid. menjadi terapi pilihan bagi pasien dengan penyakit
Manifestasi WG dapat mencakup gejala saluran napas paru stadium-akhir yang disebabkan oleh beragam hal
atas (sinusitis kronis, epistaksis, perforasi hidung) dan (di antaranya adalah hipertensi pulmonalis ireversibel,
gejala paru (batuk, hemoptisis, nyeri dada). Secara emfisema berat, dan fibrosis kistik). Serupa dengan
radiologis, ditemukan densitas nodular yang men- transplantasi jantung dan ginjal, alograf pant rentan
cerminkan konfluensi granuloma nekrotikans dan terhadap ke.rusakan akibat penolakan imunologik.
BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS T 533
Untuk menentukan derajat keparahan dan terapinya, rentan terhndnp berbngai infeksi oportunistik ynng
penolakan paru dibagi menjadi dua bentuk-akut dan mungkin secara klinis don histotogis mirip renksi
kronis-denean subkategorisasi lebih lanjut pada penolakan. Hal ini dapat menjadi maialah yang pelik
masing-masing. Penentuan dernjat penolnkan oleh ahli karena terapi penolakan akut memerlukan peningkat-
patologi memerluksn eualuasi terhadap salurnn napas an dosis obat imunosupresif, sementara proses infeksi
dan pembuluh darah. Berdasarkan perjanjian, penolak- mengharuskan penurunan imunosupresi. Pemeriksa-
an akut diklasifikasikan berdasarkan sifat dan luas an mikrobiologi dan pewarnaan khusus untuk me-
infiltrdt perivaskular. Empat derajat penolakan akut, nyingkirkan organisme di bahan biopsi sangat penting
yang mencerminkan suatu kontinum dengan keparah- untuk memecahkan dilema ini. Penolakan kronis
an meningkat, adalah sebagai berikut: menyebabkan penurunan progresif fungsi paru (ber-
r Minimal-infiltrat perivaskular ringan berupa manifestasi sebagai penurllnan FEVl), dengan sedikit
histiosit dan limfosit "aktif" atau tanpa perbaikan setelah pemberian imunosnpresi
r Ringan-pembentukan infiltrat perivaskular oleh jangka panjang dan akhirnya kegagalan tandur.
sel mononukleus yang semakin jelas, dengan atau
tanpa infiltrasi subendotel oleh limfosit (endotelia-
litis)
PENYAKIT PEMBULUH DARAH
r Sedang-peradangan intensif mengelilingi pem- PARU
buluh darah oleh sel mononukleus, endotelialitis,
dan pneumonitis interstisium limfositik
Tromboembolisme, Perda rahan,
t Berat-kerusakan alveolus difus, disertai pem- dan lnfark Paru
bentukan membran hialin dan nekrosis fibrinoid di Embolisasi hombus janbr-ing kanan dan vena ke paru
dalampembuluh merupakan masalah klinis yang sangat penting.
Meskipun tidak diperlukan untuk mendiagnosis Memang, tromboembolisme paru merupakan kausa
atau menentukan derajat penolakan akut, saluran kematian (yang dapat dicegah) tersering pada pasien
napas perlu dievaluasi untuk mencari ada tidaknya rawat inap. Secara total, tromboembolisme menyebab-
bronkitis atau bronkiolitis limfositik, karena hal ini kan sekitar 50.000 kematian per tahun di Amerika
mungkin menandakan dimulainya penolakan kronis. Serikat. Bahkan, jika tidak langsung mematikan,
Penolnknn kronis menyerang, baik saluran napas kelainan ini dapat menjadi peny.Lrlit bagi penyakit lain.
(penolnkan salurnn nnpas kronis) maupun pembuluh Insidensi sebenarnya embolus paru nonfatal tidak
darah (penolnkan aasktLlar kronis) dan merupakan diketahui. Sebagian embolus jelas berlangsung di luar
determinan paling penting dalam kesintasan jangka rumah sakit pada pasien rawat jalan dan berukuran
panjang tandur. Bentuk penolakan kronis yang kecil serta seCara klinis asimtomalik. Bahkan pada pasien
mengenai saiuran napas dikenal sebagai bronkiolitis rawat inap; tidak lebih dari sepertiga yang didiagnosis
obliterans dan, seperti yang diisyaratkan oleh nama- sebelum iribrlinggal. Selain itu, jika secara klinis
nya/ mencerminkan obliterasi progresif lumen bronkio- ditegakkan diagnosis embolus paru fatal, pemeriksaan
lus oleh proses peradangan fibrotikans. Rangkaian pascarnortem tidak dapat membuktikan adanya embo-
kej adiarLnya diperkirakan dimulai dengan bronkiolitis lus pada s.ekitar 50% pasien. Sayangnya, data autopsi
limfositik yang menyebabkan kerusakan dan pe- tentang insidensi embolus parll sangat bervariasi,
ngelupasan epitel saluran napas, diikuti oleh per- berkisar dari kurang dariTo/. hingga ekstrem 64%.lika
tumbuhan ke dalam oleh fibroblas submukosa yang hanya emboius paru fatal yang diperhitungkan, pada
meletakkan kolagen di atas mukosa yang mengalami pemeriksaan pascamortem kelainan ini terdeteksi pada
ulserasi. "Penyembuhan oleh fibrosis" ini menyebab- sekitar 0,3% pasien rawat inap yang menderita sakit
kan pembentukan jaringan parut dan berkurangnya medis, 1% pasien yang menjalani pembedahary dan 5%
garis tengah lumen bronkiolus yang seiring dengan hingga 8% pasien dengan frakbr"rr pinggul.
waktu dapat menyempit menjadi sebuah celah atau Lebih dari 95'/" embolus pnru berasal dsri trombus di
tersumbat total. Penolakan vaskular kronis mengenai uena dnlnm tungkai bawah, biasnnya bernsal dari aenn
arteri dah vena paru dan menyebabkan hiperplasia poplitea dan aenn besar di atasnya. Tromboembolus jarang
intima dan infiltrat sel mononukleus (fase "selular,,) muncul dari vena tungkai superfisial atau kecil.
diikuti dengan nekrosis intima dan obliterasi lumen Bahkan, jika pasien terbukti pasti mengalami emboh_rs
(fase "burnt-out", fase "hangus"). Kadang-kadang paru, trombosis vena dalam dapat diidentifikasi secara
ditemukanmakrofagpenuh lemak di dalam plak fibro- klinis hanya pada20'/" hingga 70'hkasus; variasi ini
sis, sehingga penolakan vaskular kronis juga diberi mencerminkan ada tidaknya prosedur invasif seperti
nama "aterosklerosis tandur". venografi.
Diagnosis penolakan akut harus dicurigai pada Pengaruh yang mempermudah terjadinya trombo-
setiap penerima transplantasi paru yang mengalami sis vena di tungkai dijelaskan p adaBab 4, tetapi faktor
demam, leukositosis, dan infiltrat paru bilateral. risiko berikut ini perlu ditekankan: (1) tirah baring
Namun, perlu diingat bahwa pasien transplantasi jugn berkepanjangan (terutama dengan imobilisasi tungkai),
hampir selalu mengalami imunosupresi sehingga (2) pembedahan tungkai (seperti setelah bedah lutut),
534 T BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS
Gambar 13-1 9
MORFOLOGI
Embolus pelana besar dari vena femoralis yang mengangkangi
Konsekuensi morfologik embolus paru, seperti telah arteria pulmonalis detra dan sinistra utama' (Sumbangan Dr' Linda
dikemukakan, bergantung pada ukuran massa embo- Margraf, Department of Pathology, University of Texas Southwest-
lus dan keadaan umum sirkulasi. Embolus btisar ern Medical Scirool, Dallas.)
BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS T 535
Gambar 13-21
Panel yang menggambarkan perubahan morfologik pada hipertensi pulmonal. A. Arteri muskularis paru yang normal, diidentifikasi berdasarkan
adanya media muskularis yang dilapisi oleh lamina elastika interna (lEL) dan lamina elastika eksterna (EEL). Perhatikan bahwa intima
hampirtidak terlihat dan terdiri atas satu lapisan endotel yang melekat ke lEL. Jaringan d jwarnaidengan pewarnaan Verhoeff-van Gieson
untuk memperjelas serat elastik yang membentuk IEL dan EEL. B. Hiperplasia intima (tanda panah),selain hipertrofi tunjka media. ini adalah
hipertensi paru stadium ringan hingga sedang dan biasanya reversibel. C. Hipertensi paru derajat berat dengan pembentukan apa yang
disebut sebagai lesi pleksiform. Struktur ini diperkirakan terbentuk oleh kerusakan dinding arteri muskularis kecil {tanda panah}yang
membentuk aneurisma akibat tekanan paru yang tinggi disertai trombosis sekunder dan rekanalisasi di segmen yang rusak. (Sumbangan
Dr. Linda Margraf, Depadment of Pathology, University of Texas Southwestern Medical School, Dallas.)
B,A.B ,13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS T 537
Sel epitel
pernapasan bersilia Sel plasma._
Selimut
mukosa
^#
Saluran
Limfe napas
"atas"
Makrofag
Kelenjar
mukosa Makrofag Mikroorganisme
,fi
' o/ is@1*"
{.MJ
Saluran
napas Saluran
*i,n, (l y ,,bawah,' napas
tlto M
"bawah"
Mikroorganisme
NONIMUN
B. PARU IMUN
Gambar 13-22
Mekanismepertahananparu'A.Padaparunonimun,pemberSihanmikroorganismebergantUngpada(1)n"ffi
il:ffi::ji:.r:11::l"l:Tf
mensuraikan organismeserta T::?i3:,:ly::1"-,.?,:,.n.,r<osiria,
menseruarkannva darironssa
rirragoJio,i, orun makrofas arveorus yans dapat memarjkan dan
udara;;.n;r;;,;;; ;;",il:il;"r'-::il::iliiilffiT;lf;::::
pembasmian oleh neutrofilyang
direkrut oleh faktor{aktor ma krofag.4,rJmptemen
jalur alternatif untuk menghasilkan serum dapat masuk ke arveorus dan diaktifkan
opsonin c3b yang meningkatkaniagositorl. oleh
mencapai kelenjargetah bening drainase s, org"ni.me, termasuk yang dimakan oreh fagosit,
untuk memicu respons imun. B. Mekanisme dapat
disekresikan dapat menghambat perlekatan tambahan yang oekerlJpaoa paru imun. .1, rgA yang
mikroorganisme ke epiter di saruran napas
(lgM' lgG) terdapat dalam cairan yang atas. 2, Di saruran napas bawah, antibodiserum
melapisi alveilus. Keduanya r"ngut ti*rn
kompremen secara rebih efisien meraruijarur
krasik,..
bersirat opsonir, al e*umur,siserr imun
ilril:l#ff.lnf'lll,.:ff:.l,:H:?1,,.::5l]:ir:" sangarpentins untuk mensendarikan
g,:
a "
;.e
*
:".:
Gambar 13-26
Pneumonia Nosokomial
Pneumonia nosokomial, atau didapat di rumah
alveolus pada pneumonia atipikal bebas dari eksudat sakit, didefinisikan sebagai infeksi paru yang diperoleh
selular. Namun, pada kasus yang parah dapat terjadi sewaktu pasien dirawat di rumah sakit. Momok pneu-
kerusakan alveolus difus disertai pembentukan monia nosokomial menimbulkan beban besar pada
membran hialin. Pada kasus yang lebih ringan tanpa biaya perawatan kesehatan, selain dampak buruk pada
penyulit, meredanya penyakit diikuti oleh rekonstitusi prognosis pasien. Infeksi nosokomial sering terjadi
arsitektur asli. lnfeksi bakteri sekunder, seperti diper- pada pasien dengan penyakit berat, imunosupresi,
kirakan, menimbulkan gambaran histologik campuran. terapi antibiotik berkepanjangan, atau alat akses invasif
seperti kateter intravaskular. Pasien yang mendapat
ventilasi mekanis merupakan kelompok yang sangat
berisiko, dan infeksi yang terjadi dalam sibr-rasi ini diberi
nama khas a entil at or - nc quir e d p neumoni a. B atang gram-
Perjalanan Penyakit. Perjalanan penyakit pneu- negatif (Enterobacteriace ae dan Pseudomonas aeruginosa)
monia atipikal primer sangat bervariasi, bahkan di dan S. aureus merupakan isolat yang paling sering
antara kasus yang disebabkan oleh patogen yang sama. ditemukan; tidak seperti pneumonia didapat di
Penyakit ini dapat menyamar sebagai infeksi saluran masyarakat, S. pneumoniae bukan merupakan patogen
napas atas yang parah atau "chest cold" yang tak- utama pada infeksi nosokomial.
terdiagnosis, atau bermanifestasi sebagai infeksi
fulminan mengancam nyawa pada pasien dengan Pneurnonia Aspirasi
penurunan kekebalan. Biasanya onset bersifat akut dan
nonspesifik yang ditandai dengan demam, nyeri Pneumonia aspirasi terjadi pada pasien yang
kepala, dan malaise dan, kemudian, batuk dengan mengalami debilitas berat atau mereka yang menghirup
sedikit sputum. Foto toraks biasanya memperlihatkan isi lambung selagi tidak sadar (misal, setelah stroke)
bercak-bercak berbatas kabur yang transien terutama atau muntah berulang. Para pasien ini memiliki
di lobus bawah. Temuan fisik biasanya minimal dan gangguan refleks tersedak dan menelan yang memper-
tidak dapat dibedakan dengan bronkopneumonia, mudah aspirasi. Pneumonia yang terjadi sebagian
meskipun, terutama pada infeksi oleh |r4ycoplasma, bersifat kimiav"'i, karena cfek asarr lambung yang
dapat terjadi konsolidasi lobus. Karena edema dan sangat iritatif, dan sebagian bakteri. Meskipun sering
eksudasi berada dalam posisi strategis untuk me- diduga bahwa bakteri anaerob predominan, penelitian
nyebabkan sumbatan alveolokapiler, mungkin terjadi terakhir mengisyaratkan bahwa aerob lebih sering
gawat napas yang tampaknya jauh melebihi temuan daripada anaerob (lihat Tabel 13-6). Pneumonia jenis
fisik dan radiologis. ini sering menyebabkan nekrosis, memperlihatkan per-
Penyebab penyakit sulit diidentifikasi. Memang, jalanan yang fulminan, dan sering menjadi penyebab
pada sebagian besar kasus patogennya tetap tidak kematian pada pasien yang rentan mengalami aspirasi.
dapat dipastikan. Biakan organisme dapat dilakukan, Pada mereka yang bertahan hidup, sering terjadi
tetapi sering sulit. Peningkatan titer antibodi spesifik penyulit abses paru.
544 I BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS
sekresi pasien yang tercemar. Tr"rberkulosis orofaring menimbulkan resistensi terhadap organisme dan
dan usus yang berjangkit melalui susu yang tercemar rnenyebabkan terjadiny a hip ers ensi t iait ss j n r i n u n t t
oleh M. llozris kini jarang ditemukan di negara ber- terhadap antigen tuberkular. Gambaran patologik
kembang, tetapi masih ditemukan di negara yang fuberkulosis, seperti granuloma perkijuan dan kavitasi,
memiliki sapi perah yang mengidap tuberkulosis dan terjadi akibat hipersensitivitas jaringan yang destmktif
susll yang tidak dipasteurisasi. Baik spesies M. hominis yang merupakan bagian penting dar:i respons imnn
malrplrn M. boais, adalah aerob obligat yang per- pejamu. Karena sel efektor untuk kedua proses sama,
lr-rmbtrhannya (yang lambat) terhambat oleh pH kurang gambaran hipersensitivitas jaringan juga menanda-
dart 6,5 dan oleh asam lemak rantai panjang. Oleh kan akuisisi imunitas terhadap organisme. Rangkai-
karena itu, basil tuberkulosis sulit ditemukan di bagian an kejadian dari inhalasi inokulum infeksiosa hingga
tengah iesi perkijuan besar karena terdapat anaerobio- pengurungan fokus primer diperlihatkan pada
sis, pH rendah, dan kadar asam lemak meningkat. Cambar 13-2BA dan B serta diringkaskan di teks
Mikobakteri lain, temtama M. auium-intrncellulare, berikut ini.
jatrh kr"rrang virulen dibandingkan dengan M. tuber-
ctilosis serta jarang menyebabkan penyakit pada indi-
r Setelah strain virulen mikobakteri masuk ke dalam
endosom makrofag (suatu proses yang diperantarai
vidu imunokompeten. Namun, pada pasien dengan
oleh reseptor manosa makrofag yang mengenali
AIDS, strain ini sering ditemukan, mengenai 10%
hingga 30% pasien.
glikolipid berselubung manosa di dinding sel
luberkular), oganisme mampu menghambat respons
Patogenesis. Patogenesis tuberkulosis pada mikrobisida normal dengan memanipulasi pH
individtr imunoltompeten ynng belum pernnh terpnjnn endosom dan menghentikan pematangan endosom.
berpusat pada pembentukan imunitas selular yang Hasil akhir "manipulasi endosom" ini adalah
-W *
alveolus"
- -
illVeUlUS-,,^aKtll
A "aktif' !&e
Z- \ perkejuan\.. *' q, q
r ,
*
ffir *#l / \w
\ |
MH'c / nesepto,
kelas ll sel T
J
ffiP =***'r$.
M'.@tr r@o;W:> 6'e& ;'-=*;;;;;;
ru"**;6r
Tl;
ll
V
-
serr-& ""d**r *
Il
lJ T radikal bebas
l'|
yangtelah sbot d q
a nitrrt oksida dan tersensrtrsasr
Granuloma
;d
-9'
Tuberkulinpositif Aktivitasbakterisidal
("hipersensitivitas") ("imunitas")
Gambar 13-28
Rangkaian kejadian pada tuberkulosis paru primer, yang dimulai dari inhalasi strain virulen Mycobacterium dan memuncak pada
terbentuknya imunitas dan hipersensitivitas tipe lambat terhadap organisme. A. Kejadian yang berlangsung dalam 3 minggu pedama
setelah pajanan; B. kejadian sesudahnya. Terbentuknya resistensi terhadap organisme diikuti oleh ujituberkulin yang positif. Sel dan
bakteri tidakdigambarsesuai skala. iNOS, inducible nitricoxide synthase; MHC, kompleks histokompatibilitas mayor; MTB, Mycobacte-
rium tuberculosis; NRAMPl , natural resistance-associated macrophage protein 1.
546 T BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS
gangguan pembentukan fagolisosom efektif se- saja dapat mengeluarkan IFN-y (sehingga meng-
hingga mikobakteri berproliferasi tanpa terhamba t. aktifkan makrofag) tetapi juga dapat berfr,rngsi
r -Baru-baru ini, suatu gen yang disebut sebagai sel efektor sitotoksik yal'ig menyebabkan ke-
^lRAMPT
(atau nntttral resistance-nssocinted macrophnge rusakan makrof ag yan g terin feksi oleh tuberkr.rlosis.
protein 1) diperkirakan berperan dalam aktivitas r Defek di setiap langkah pada respons T,,1 (terrnasuk
mikrobisida awal, dan gen ini mungkin berperan pembentr-rkan IL-12, IFN-y, a tau nitra t oks ida) me-
dalam perkembangan tuberkulosis manusia. Poli- nyebabkan granuloma tidak terbentuk sempurna,
"
morfisme tertentu f ada alel NR 4MP1 telah dibukti- tidak adanya resistensi, dan perkembangar"r
kan berkaitan dengan peningkatan insiden tuber- penyakit.
kulosis (terutama di antara orang Amerika Afrika),
Secnro singknt, imtLnitss terhodop infeksi tuberkulosis
dan dipostulasikan bahwa variasi genotipe
dipernntnrni terutsmo oleh sel T dnn ditnndai dengan
!'lRAMPl ini mungkin menyebabkan penunlnan
pembentnkon dtn cnbang hipersensitiaitos dnn rnttnculnyn
FLrngsi mikrobisida.
r esistens i erhn ap or ganisme. I{ipersensi tirritas diserta
r Oieh karena itu, fase terdini pada tr-rberkulosis
t d i
TUBERKULOSIS SEKUNDER
(TUBER KU LOSIS R EAKTIVASI)
Tuberkulosis sekunder (ntnu pnscnprimer) merttpn
kan poln penyokit yang terjadi pndu pejamu ynng ielnh
tersensitisnsi. Penyakit ini mr-rngkin terjadi segera
selelah tuberkulosis primer, tetapi umnmnya muncul
karena reaktrvasi iesi primer dorman beberapa dekade
setelah in{eksi awal, terutama jlka reslstensr pejamLr
melemah. Penyakit rni;r"rga dapat terjadi akibat rehJeksr
eksogen karena berkurangnya proteksi yang dihasilkan
oleh penyakit primer atar-r karena besarnya inokulum
basil hidup. Reaktivasi tuberkr-rlosis endogen lebih
serrng te4adi di daerah dengan prevalensi rendah,
sedangkan reinfeksi berperan penting di daerah yang
berprevalensi tinggi. Dari mana pun sumber orga-
nismenya, hanya beberapa pasien (kurang dari 5%)
dengan penyakit primer yang kemudian mengalamr
ruberkulosis sekunder.
Gambar 13-29 Tuberkulosis pnru sekunder binsnnyn terbntns dt npeks
satu qtsukedun lobtts a/ns. Penyebab hal ini masihbeh-rm
Tuberkulosis paru primer, kompleks Ghon. Fokus parenkim abu- jelas, tetapi mungkin berkaitan dengan tinggrnr,.r
abu putih terletak di bawah pleura di bagian bawah lobus atas. Di tegangan oksigen di apeks. Karena sr-rdah terdapat
sebelah kiri tampak kelenjar getah bening hilus dengan perkijuan hipersensitivitas, !asil memicu respons jaringan yarrg
548 T BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS
;g
q&
g
- #Fq,
3.w#
Gambar 13-30
Spektrum morfologiktuberkulosis. Sebuah tuberkel khas pada pembesaran lemah (A) dan detail (B) menggambarkan perkijuan granular
di tengah yang dikelilingioleh sel epitelioid dan sel raksasa berinti banyak. lni adalah respons lazim yang ditemukan pada pasien yang telah
membentuk imunitas selularterhadap organisme. Kadang-kadang, bahkan pada pasien imunokompeten, granuloma tuberkulosis mungkin
tidak mempedihatkan perkijuan di bagian tengah (C); oleh karena itu, tanpa melihat ada tidaknya nekrosis perkijuan, pewarnaan khusus
untuk organisme tahan asam harus selalu dilakukan jika dalam sediaan histologik ditemukan granuloma. Pada orang dengan p enekanan
kekebalan, tuberkulosis mungkin tidak memicu respons granulomatosa ('tuberkulosis nonreaktif'); namun yang terlihat adalah lembaran-
lembaran histiosit berbusa yang penuh mikobakteri dan dapat dlbuktikan dengan pewarnaan tahan asam (D).(D, Sumbangan Dr.
Dominick Cavuoti, Deparlment of Pathology, University of Texas Southwestern Medical School, Dallas.)
segera dan nyata yang cenderung membatasi fokus. penyakit paru. Perlu dicatat bahwa sementlrn infeltsi
Akibat lokaiisasi ini, pada awal perkembangan HIV berlcnitan dengan peninglcatnn risilto tuberlctLlosis
penyakit kelenjar getahbening regional kurang terlalu HIV, manifestosi berbedl
pnda senlLLa stndium penynkit
terlibat dibandingkan pada tuberkrrlosis primer. Di bergnnttrng padn derajnt imttnosupresi. Sebagai
pihak lafl kavitasi mudah terjadi pada bentuk sekun- contoh, pasien dengan imunosupresi yang tidak terlalu
der, yang menyebabkan penyebaran di sepanjang berat (hitung CD4+ lebih dari 300 se1/mm3) memper-
saluran napas. Memang, kavitasi hampir selalu terladi lihatkan tuberkulosis sekunder "biasa" (penyakit di
pada tuberkulosis sekunder yang tidak diobati, dan apeks dengan kavitasi). Sebaliknya, pasien dengan
erosi yang mengenai saluran napas menjadi sumber imunosupresi tahap lanjut (hitung CD4+ kurang dari
penting penularan karena pasien sekarang mengeluar- 200 sel/mm3) memperlihatkan gambaran klinis vang
kan sputum yang mengandung basil. mirip tuberkulosis primer progresif (konsolidasi lobus
Tuberkulosis sekunder harrls selalu dipertimbang- bawah dan tengah, limfadenopati hilus, dan tidak ada
kan pada pasien positif-Hlv yang memperlihatkan kavitas). Tingkat imunosupresi juga menentrtkart
BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS T 549
;l: lir l.
tersemai. Lesi mirip dengan yang ditemukan di paru. selalu memperlihatkan penyakit multifokus, gejala
Tuberkulosis milier paling jelas di hati, sumsum sistemik, dan adanya tuberkulosis aktif di paru atau
tulang, limpa, adrenal, meningen, ginjal, tuba fallopii, organ lain.
dan epididimis (Gbr. 13-32\. m Dahulu, tuberkulosis usus yang berjangkit melalui
Tuberkulosis organ tersendiri dapatterjadi di setiap susu tercemar cukup sering sebagai fokus primer
organ atau jaringan yang tersemai secara hema- tuberkulosis. Di negara maju saat ini, tuberkulosis
togen dan mungkin merupakan manifestasi awal usus lebih sering terjadi sebagai penyulit tuberkulo-
tuberkulosis. Organ yang biasanya terkena adalah sis sekunder tahap lanjut yang berkepanjangan, aki-
meningen (meningitis tuberkulosis), ginjal (tuber- bat tertelannya bahan menular yang dibatukkan.
kulosis ginjal), adrenal (dahulu merupakan pe- Biasanya organisme terperangkap di agregat limfoid
nyebab penting penyakit Addison), tulang (osteo- mukosa di usus halus dan besar. Agregat ini kemu-
mielitis), dan tuba fallopii (salpingitis). Jika vertebra dian mengalami pembesaran yang meradang, di-
terkena, penyakit disebut sebagai penyakit Pott. sertai ulserasi mukosa di atasnya, terutama di ileum.
Abses "dingin" paraspinal pada para pasien ini dapat
menjalar di sepanjang bidang jaringan untuk ber-
manifestasi sebagai massa abdomen atau panggul.
Limfadenitis merupakan bentuk tersering tuber-
kulosis ekstraparu, biasanya terjadi di daerah leher
Berbagai pola tuberkulosis ini diperlihatkan pada
("skrofula"). Pada individu negatif-HlV, limfadenopati
Gambar 13-33.
cenderung satu fokus, dan sebagian besar pasien
tidak memperlihatkan tanda-tanda penyakit ekstra- Perjalanan Penyakit. Tuberkulosis sekunder
nodus. Pasien positif-HlV, di pihak lain, hampir Iokal mungkin asimtomatik. Jika muncul, manifestasi
penyakit biasanya perlahan; secara perlahan timbul
Jaringan._
I
o parut . :\
"r -Jaringan
-O)
o.= . Darut
oc
aa ll
z
=
s
t/ ./
Reaktivasi
\
I
I
Y
z Ic
-r/q.
PerKeluan y
" \
ffi
TUBERKULOSIS
SEKUNDER W: va#$&*v
z Perkejuan dr W ) ,
I.JJ
o_
,-o
,:
kelenjar getah
bentng
/
-oo
Or Reinfeksi
>b
og
LY
'o! KOMPLEKS PRIMER TB PRIMER PROGRESIF TB SEKUNDER PROGRESIF
oa)
)a (Perk ejuan tedokalisasi)
+
Penyebaran hematogen masif
I
Penyebaran hematogen
/ masif
Limpa {
lnfeksi primer TB MILIER t TB rr,lrrrrRl
WAKTU
REAKTIVITAS TUBERKULIN
Garnhal"-'ri.?.:r;
Riwayat alami dan spektrum tuberkulosrs. (Diadaptasi dari sketsa yang diberikan oleh Dr. R.K Kumar, The University of New South Wales,
School of Pathology, Sydney, Australia. )
BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS T 551
gejala sistemik dan lokal. Gejala sistemik, yang jarangmenimbulkan kavitas di lobus paru atas mirip
mungkin berkaitan dengan sitokin yang dikeluarkan tuberkulosis, terutama pada pasien dengan riwayat
oleh makrofag aktif (misal, TNF dan IL-1), sering merokok atau alkoholisme kronis. Adanya penyakit
muncul pada awal perjalanan dan mencakup malaise, paru kronis (penyakit paru obstruktif kronis, fibrosis
anoreksia, penurunan berat, dan demam. Umumnya kistik, pneumokoniosis) merr"rpakan faktor risiko
demsm ringnn dan hilang timbul (muncul setiap malam penting yang berkaitan dengan infeksi mikobakteri
dan kemudian mereda), dan timbul keringat malam. nontuberkulosis.
Seirin"g dengan keterlibatan parll yang semakin Pnda orang dengan imtLnostLpresl (terutama pasien
progresif, muncul sputum yang awalnya mukoid, positif-HlV) , M. aaium complex menimbulkan penyakit
kemudian menjadi pr"rrulen. jika terdapat kavitasi, spu- diseminata disertai gejala sistemik (demam, keringat
tum mengandung basil tuberkulosis. Pada sekitar malam, penurrlnan berat). Hepatospienomegali dan
separuh kasus tuberkulosis paru, sedikit banyak terjadi limfadenopati, yang menandakan keterlibatan sistem
hemop tisis. I'l y eri pleur n dapat terjadi akibat perluasan retikuloendotel oleh patogen oportunistik, sering
infeksi ke permukaan pleura. Manifestasi tuberkulosis terjadi, demikian juga gejala saluran cema seperti diare
di luar pam sangatbanyak dan bergantr-rng pada sistem dan malabsorpsi. Keterlibatan paru sering tidak dapat
organ yang terkena (sebagai contoh, salpingitis tuber- dibedakan dari tuberkulosis pada pasien AIDS. Infeksi
kulosis dapat bermanifestasi sebagai infertilitas, men- M. naittm complex diseminata pada pasien AIDS
ingitis tuberkulosis sebagai nyeri kepala dan defisit cenderung terjadi pada akhir perjalanan penyakit, saat
neurologik, penyakit Pott dengan paraplegia). Diagno- hitung CD4 telah turun di bawah 100 sel/mm3; karena
sis penyakit paru didasarkan sebagian pada anamne- itu, pemeriksaan jaringan biasanya tidak memperlihat-
sis dan pada pemeriksaan fisik serta temuan radio- kan granuloma, tetapi histiosit berbusa yang " dljejall"
grafik berupa konsolidssi stnu kaoitnsi di apeks paru. oleh mikobakteri.
Namun, akhirnya bnsil tuberkLlosis hnrus ditemukan.
Harus dilakukan pemeriksaan aprlsan tahan asam dan
biakan sputum dari pasien yang dicurigai mengidap Infeksi Fungal
tuberkulosis. Biakan konvensional memerlukan waktu
Fungus diklasifikasikan menjadi "ragi" dan
hampir 10 minggu, tetapi pemeriksaan radiometrik
"kapang". Ragi berbentuk bulat atau oval dan
yang menggunakan medium cair yang mendeteksi
membelah diri dengan membentuk tunas, sementara
metabolisme mikobakteri mampu memberikan jawab-
yang terakhir membentulk stmklur hrbulus yang disebut
an dalam 2 minggu. Amplifikasi DNA M. tuberculosis
hifa dan tumbuh dengan membentrik cabang dan
dengan PCR bahkan memungkinkan diagnosis lebih
memanjang longitudinal. Dikotomi ini bersifat
cepat, dan dua pemeriksaan tersebrlt saat ini sudah
tumpang tindih, karena b eberapa fungus (nis al, H i s t o -
disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat. Pe-
plasma capsLLlatLtm, Coccidioides immitis, dan Blnstomy ces
meriksaan PCR dapat mendeteksi bahkan hanya 10
dermatitidis) b ercif at dimorfih (y aitu Iumbuh sebagai ragi
organisme dalam sediaan klinis, dibandingkan dengan
di jaringan, tetapi sebagai kapang in vitro pada suhu
lebih dari 10.000 organisme yang diperlukan agar
kamar). Digunakan "klasifikasi klinis" yang telah
apusan positif . Namun, biakan masih mempakan baku
disederhanakan untuk membagi mikosis manusia
emas karena cara ini memungkinkan kita melakukan
menjadi jamur patogenik superfisial, sublctttis, letnk-
uji kepekaan obat. Resistensi multiobat kini semakin
dalam, danoportunisfik. Seperti yang diisyaratkan oleh
sering ditemukan sehingga saat ini di Amerika Serikat
namanya, jamur superfisial dan subkutis (misal,
semua kasus yang baru didiagnosis diterapi dengan
dermatofita atau penyebab blastomikosis) hampir
banyak obat. Prognosis umumnya baik jika infeksi
selalu membatasi aktivitasnya hanya pada kulit dan
terbatas di paru, kecuali jika infeksi disebabkan oleh
jaringan subkutis. Mikosis letak-dalam disebabkan
strain resisten obat atau terjadi pada pasien berusia
oleh organisme yang sangat virulen (biasanya jamr-rr
lanjut, dengan debilitas, atau mengalami gangguan
dimorfik) dengan kemamprran menginvasi jauh ke
kekebalan, yang berisiko tinggi menderita tuberkulosis
dalam jaringan dan organ sehingga menyebabkan
milier. Dapat terjadi amiloidosis pada kasus yang
penyakit sistemik. Meskipun pada kenyataannya
menetap.
pejamu normal dapat menderita sakit paru setelah
menghirup bentuk infektif organisme, mikosis letak-
Penyakit Mikobakterium dalam lebih parah terladi pada orang dengan imuno-
Nontuberkulosis supresi. Sebaliknya, fungus oportunistik adalah orga-
nisme dengan virulensi rendah, tetapi dapat menyebab-
Penyakit paru kronis p ada indiaidu imunokomp eten kan infeksi lokal atau sistemik pada pasien dengan
merupakan penyakit klinis tersering yang disebabkan gangguan kekebaian, lemah, atau dipasangi alat akses
oleh mikobakteri nontuberkulosis. Di Amerika Serikat, intravena j angka-panjang. Contoh ftingus oportunis tik
strain yang sering menjadi penyebab adalahM. nuium- adalah kapang (spesies AspergilltLs dan penyebab
intracelbLlare (juga disebut M . auium complex), M. knnsasii, mukormikosis) serta fungus mirip-ragi (spesies Cnn-
dan M. abscessus. Mikobakteri nontuberkulosis tidak dida dan Cryptococctts neoformnns). Semua fungus
552 I BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS
.::.';i:1,..t r. |,.:.,
.$a
ar*
.& *
Gambar 13-34
Morfologi infeksi fungus. A. Kandidiasis invasif pada pasien dengan gangguan kekebalan, yang memperlihatkan fungus di dalam dinding
sebuah pembuluh paru. B. Diagnosis kandidiasis ditegakkan dengan melihat pseudohifa khas dan blastokonidia (ragi bertunas)di
potongan jaringan atau eksudat. C. Aspergilosis invasif pada paru seorang pasien penerima cangkok
sumsum tulang. D. potongan
histologik dari kasus ini, yang diwarnai dengan pewarna Gomori methenamine-silver(GMS), memperlihatkan hifa bersekat dengan
cabang-cabang bersudut lancip, yaitu gambaran yang konsisten de ngan Aspergitlus. Kadang-kad ang, Aspergillus memperlihatkan apa
yang disebut s ebagai fruiting bodies (lnset)jika tumbuh di bagian yang mendapat banyak udara (seperli saluran
napas atas).
BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS T 553
,fffijffi
* t'"
I
n'
#",:#*tu"tiJ'**-.i.
{*ff:*{ffi
it,ii ,,.&
.*
'-.'4.
rd+
't,: :friu
E Kriptokokosis pada paru pasien denganAlDS. Bentuk ragi memperlihatkan variasi dalam ukuran; tidak seperti pada kandidiasis, tidak
ditemukan pseudohifa.Pada pewarnaan H & E rutin, kapsul tidak terlihat secara langsung tetapi dapat ditemukan "halo" jernih disekeliling
masing-masing jamur yang mencerminkan daerah yang ditempati oleh kapsul. F. Histoplasmosis dlseminata pada pasien dengan AIDS.
Histoplasma capsulatum adalah suatu jamur dimorfik dan membentuk ragi pada suhu tubuh. Pada potongan jaringan yang diwarnai GMS,
jamurterlihatdi dalammakrofagdanlebihkecil sertaberukuranlebihseragamdibandingkandengan Cryptococcus.G.Koksidioidomikosis
paru. C. immrtis memicu suatu respons granulomatosa yang mirip dengan tuberkulosis pada individu imunokompeten (perhatikan limfosit
histiosit gemuk dan sel raksasa di foto ini). Fungus terdapat di sisi kiri lapangan pemeriksaan. lnset memperlihatkan sferul C. immitisyang
berdinding tebal dan tidak bertunas serta terisi oleh endospora. H. Blastomikosis paru juga memicu respons granulomatosa pada pejamu
imunokompeten. /nsef memperlihatkan pola pembentukan tunas yang "berpangkal lebar'' khas pada Blastomyces. (Semua gambar
disumbangkan oleh Dr. Dominick Cavuoti, Department of Pathology, University of Texas Southwestern Medical School, Dallas.)
tumbuh subur menyebabkan terbentuknya mereka yang mengidap diabetes atau hamil atatt
psetrdomembran abu-abu putih yang tampak kotor mendapat pil kontrasepsi oral. Penyakit ini biasanya
danrterdiri atas organisme dan sisa peradangan. Di menimbulkan rasa gatal hebat dan terbentr-rknya
bagian ciaiam, ierjadi hiperemia dan peraciangan dischnrge kentai seperti kepaia susr-1.
mukosa. Kandidiasis bentuk ini ditemukan pada Esofngitis kandida sering terjadi pada pasien AIDS
neonatus, pasien dengan debilitas, anak yang dan mereka yang mengidap keganasan hemato-
mendapat kortikosteroid oral untuk asma, dan limfoid. Pasien mengalami disfagia (nyeri menelan)
setelah pemberian antibiotik spektrum-luas yang dan nyeri retros temum; endoskopi memperiihatkan
melenyapkan flora bakteri normal pesaing. Ke- plak putih dan pseudomembran mirip ornl thrush
lompok risiko utamn lainnyn adslnh pasien positif- di mukosa esofagus.
HIV;pasien dengan ornl thrttsh tanpa sebab yang Knndidiasis kttlit dapat bermanifestasi dalam
jelas perlu dievaluasi untuk infeksi HIV. berbagai benLuk, termasuk infeksi di kuku ("oniko-
I Vnginitis knndida adalah bentuk infeksi vagina mikosis"), lipatan kuku ("paronikia"), folikel
yang paling sering ditemukan, terutama pada rambut ("fo1iku1itis"), lipatan kulit yang lembap
554 T BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS
seperti ketiak atau sela jari ("intertrigo"), dan kulit saraf pusnt, atau diseminntn. Cryptococczs kemungkin-
penis ("baianitis"). "Ruam popok" (diaper rash) an besar diperoleh melalui inhalasi dari tanah atan
- adalah infeksi kandida di kulit daerah perineum tinja burung. Jamur mtLla-mttla bernds di pnru dnn
padabayi, di bagian yang berkontak dengan popok kemttdinn menyebnr ke tempat lqin, terutsmn meuingcrt.
basah. Tempat yang terkena ditandai dengan respons jaringan
a Knndidissis mukokutis kronis adalah suatu penyakit yang bervariasi, yang berkisar dari proliferasi orga-
refrakter kronis
yang mengenai membran
mukosa, nisme dalam jnmlah besar dengan sedikit atau tanpa
" kulit, rambut, dan kuku; penyakit ini berkaitan infiltrat sel radang (pada pejamu imunodefisien)
dengan adanya defek pada sel T. Penyakit lain yang hingga reaksi granulomatosa (pada pejamu yang lebih
berkaitan adalah endokrinopati (umumnya reaktif). Pada pasien dengan imunosupresi, jamr.rr
hipoparatiroidisme dan penyakit Addison) dan tumbuh dalam massa gelatinosa di dalam meningen
adanya autoantibodi. Kandidiasis diseminata atau memperbesar ruang perirraskular Virchow-Rob in
jarang terjadi pada penyakit ini. dan membentuk sesuatu yang disebut sebagai lesi busa
a Knndidinsis inaasif adalah penyebaran hematogen sabun (sonp bubble lesions).
organisme ke berbagai jaringan atau organ. Pola
yang umum adalah (1) abses ginjal, (2) abses mio-
kardium dan endokarditis, (3) kelainan otak KAPANG OPORTUNISTIK
(umumnya meningitis, tetapi dapat juga terjadi Muko r miko sis dan nsp er g il o s is ina n s if merup akan
mikroabses di parenkim), (4) endoftalmitis (hampir infeksi yang jarang ditemukan dan hampir selalu ter-
semua struktur mata dapat terkena), (5) abses hati, batas pada pejamu dengan gangguan kekebalan,
dan (6) pneumonia Candidn, yang biasanya ber- terutama mereka yang mengidap keganasan hemato-
manifestasi sebagai infiltrat nodular bilateral mirip limfoid, neutropenia berat, terapi kortikosteroid, atau
pneumonia Pneumocystis (lihat selanjutnya). pascatransplantasi sumsum tulang alogeneik.
Pasien dengan leukemia akut yang menderita
neutropenia berat pascakemoterapi sangat rentan
mengalami penyakit sistemik. Endokarditis Csn-
didn merup akan endokarditis fungal yang tersering,
biasanya terjadi pada pasien dengan katup jantung
prostetik atau pengguna obat terlarang intravena.
MORFOLOGI
Mukormikosis disebabkan oleh kelas fungus yang di-
kenal sebagai Zygomycetes. Hifa fungus tersebut tidak
KRIPTO KO KOSIS bersekat dan bercabang dengan sudut tegak; sebalik-
Kr ip tokokosis, y ang disebabkan oleh C. n eofo rma n s, nya, hifa pada spesies Aspergillus bersekat dan
jarang teriadi pada orang sehat. Penyakit ini hampir bercabang dengan sudut yang lebih lancip (lihat Gbr.
13-34D). Rhizopus dan Mucor adalah dua jamur dalam
-remata-mata teriadi sebagai infeksi oportunistik pada kelas Zygomycetes yang penting secara medis. Baik
pejamu dengan gangguan imunitas, terutama mereka
Zygomycetes maupun As pe rgi ll u s, menyebabkan reaksi
yang menderita AIDS atau keganasan hematolimfoid. supuratif tidak-khas yang kadang-kadang granulo-
matosa dengan predileksi menginvasi dinding pem-
buluh darah dan menyebabkan nekrosis vaskular dan
infa, k.
MORFOLOGI
Fungus, suatu ragi berukuran 5 hingga 10 pm, memiliki Sindrom Klinis
kapsul tebal gelatinosa dan berkembang biak dengan
membentuk tunas (budding) (Gbr. 13-34E). Namun,
I MtLkormikosis rinoserebrtLm dan partL: Zygomycetes
tidak seperli Candida, tidak ditemukan pseudohifa atau memiliki kecenderungan untuk mengoloni rongga
bentuk hifa sejati. Kapsul sangat penting untuk diagno- hidung atau sinus dan kemudian menyebar secara
sis: (1) kapsul tenvarnai oleh tinta lndia atau periodic langsung ke daiam otak, orbita, dan siruktur lain cii
acid-Schiff dan secara efektif memperjelas jamur; dan kepala dan leher. Pasien dengan ketoasidosis dia-
(2) antigen polisakarida di kapsul merupakan substrat betes besar kemungkinan mengalami bentuk invasif
untuk pemeriksaan aglutinasi lateks kriptokokus, yang fu lminan mukormikosis serebrum. Penyakit di parn
positif pada lebih dari 95% pasien yang terinfeksi oleh
mungkin bersifat lokal (misal, kavitas) atau secara
organisme ini.
radiologis tampak "miliaris".
a Aspergilosis inaasif terjadi hampir semata-mata
pada pasien dengan imunosupresi. Fungus cen-
derung mengoloni paru, dan paling sering bermani-
Sindrom Klinis. Kriptokokosis pada manusia festasi sebagai pneumonia nekrotikans (lihat Gbr.
biasanya bermanifestasi sebagai penyakit paru, sistem 13-34C da.n D). Seperti telah disinggung, spesies
BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS T 555
Asp er gillus rnemperlihatkan kecenderungan meng- t C. immitis: endemik di bagian barat daya dan barat
invasi pembuluh darah sehingga terjadi penyebaran Amerika Serikat, terutama di lembah San |oaquin,
sist_emik, terutama ke otak yang sering menjadi pe- dan penyakit ini dikenal sebagai "demam lembah".
nyulit yang mematikan. t B. dermatitidis: diAmerika Serikat daerah endemik
t Aspergilosis bronkopulmonnl alergik terjadi pada terbatas di daerah ditemukannya histoplasmosis.
pasien dengan asma yang mengalami eksaserbasi
Sindrom Klinis. Gambaran klinis dapat memper-
gejala akibathipersensitivitas tipe I terhadap jamur
lihatkan bentuk (1) infeksi paru aktrt (primer), (2) penyakit
yaflg tumbuh di bronkus. Pasien sering memiliki
paru kronis (knaitas), atau (3) penynkit milier diseminstn.
antibodi IgE dalam darahnya terhadap Aspergil-
Pada infeksi primer, terbentuk nodus yang terdiri atas
Itts dan eosinofilia perifer.
kumpulanmakrofagyang dipenuhi oleh organisme di
I Aspergiloma ("bola jatr,,ttr", fttngus ball) terjadi
paru dan kelenjar getah bening regional. Lesi
karena kolonisasi kavitas paru yang sudah ada
berkembang menjadi granuloma kecil disertai sel
(misal, bronkus ektatik atau kista paru, lesi kavitas
raksasa dan mungkin mengalami nekrosis sentral lahr
pascatuberkulosis) oleh jamur; infeksi ini dapat
fibrosis dan kalsifikasi. Lesl snngnt mirip dengnn
berfr-rngsi menjadi katup bola (ball-aalue) yang me-
tuberkulosis, dan untuk membedakannya diperlukan
nyumbat kavitas dan mempermudah terjadinya
identifikasi bentuk ragi (paling jelas terlihat dengan
infeksi dan hemoptisis.
pewarna periodic acid-Schiff dan perak). Gambaran
klinisnya adalah sindrom "mirip-flu" yang umLlmnya
FUNGUS DIMORFIK swasirna. Pada pejamu yang rentan, terbentuk kavitas
kronis di paru dengan predileksi di lobus atas mirip
Fungus dimorfik, yang mencak:up Histoplasma bentuk sekunder tuberkulosis. Tidak jarang fungus ini
capsulatum, Coccidioides immitis, dan Blastomyces menyebabkan terbentr-rknya lesi massa perihilus yang
dermatitidis menyebabkan sesuatu yang disebut secara radiologis mirip karsinoma bronkogenik. Pada
sebagai mikosis letak-dalam (deep-seated mycoses). tahap ini, dapat timbul batuk, hemoptisis, dan bahkan
Kelainan di paru sering ditemukan pada individu dispnea.
imunokompeten yang terinfeksi, sedangkan pasien Pada bayi atau orang dewasa dengan gangguan
dengan gangguan kekebalan mengalami penyakit kekebalan, terutama mereka yang terinfeksi oleh HIV,
diseminata. Ketiga fungus dimorfik ini akan dibahas
dapat terjadi penyakit diseminata (analog dengan
bersama-sama, sebagian karena gambaran klinisnya
tuberkulosis miliaris). Pada keadaan ini, saat imunitas
yang tumpang tindih.
yang diperantarai oleh sel T sangat menurun, tidak
terbentr.rk granuloma. Yang ditemukan adalah kumpul-
an fagosit yang dipenuhi oleh bentuk ragi di dalam
sistem fagosit mononukleus, termasuk di hati, limpa,
MORFOLOGI kelenjar gelah bening, jaringan limfoid saluran cerna/
Bentuk ragi cukup khas, yang membantu identifikasi dan sumsum tulang. Kelenjar adrenal dan meningen
setiap jamur dalam potongan jaringan. juga mungkin terkena, dan pada sebagian kecil kasus
J H. capsulatum: benluk ragi yang bulat sampai terbentuk ulkus di hidung dan mulut, lidah, atau
lonjong dengan garis tengah 2 hingga 5 pm (Gbr. laring. Penyakit diseminata menimbulkan demam
13-34F). disertai hepaiosplenomegali, anemia, leukopenia, dan
J C. immitis: sferula tidak bertunas yang berdinding trombositopenia. Infeksi kulit pada blastomikosis
tebal dengan garis tengah 20 hingga 60 pm, sering diseminata sering menyebabkan terbentuknya hiper-
terisi oleh endospora kecil (Gbr. 13-34G). plasia pseudoepiteliomatosa yang sangat mencolok
f B. dermatifidrs: bulat hingga lonjong dan lebih besar
dan dapat disangka sebagai karsinoma sel sktiamosa.
daripada Histoplasma (garis tengah 5 hingga 25
pm); bereproduksi dengan membentuk tunas "ber- Uji kulit (analog dengan reaksi hipersensitivitas tipe
pangkal besad' (Gbr. 13-34H). lambat tuberkulin) dapat digr,rnakan untuk mendeteksi
pajanan ke Histoplasmn (histoplasmin) dan Coccidioides
; (koksidioidin); tidak tersedia uji kulit yang andai untuk
Blastomyces. Diagnosis infeksi aktif paling baik
Epidemiologi. Setiap fungus dimorfik memiliki
ditegakkan berdasarkan visualisasi langsung orga-
distribusi geografik tipikal.
nisme di dalam potongan jaringan dan dengan biakan
I H. cnpsulntum: endemlk di Ohio dan lembah sungai sputum, sumsum tulang, atau biopsi hati. Uji serologik
Mississippi serta sepanjang pegunungan Appala- yang mendeteksi antibodi terhadap setiap fungus
chia di bagian tenggara Amerika Serikat. Tanah sudah tersedia, tetapi kurang memiliki sensitivitas dan
yang hangat dan lembap serta dipenuhi oleh tinja ter sedia pemeriksann antigen knpsttl
spesifisitas. Sekar nng
kelelawar dan burung merupakan medium ideal untukmendeteksl Histoplasrna dnlnm urine ntntL serum dan
untuk pertumbuhan bentuk miselium yang meng- telnh menjndi pemeriksaan tttnmn dnlnm mendingnosis his-
hasilkan spora infeksiosa. toplasmosis diseminsts.
556 I BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS
Tanpa bergantung pada apakah timbul gejala atau transplantasi organ atau pasien yang menerima kemo-
tidak setelah infeksi, seseorang yang terinfeksi akan terapi sitotoksik atau korbikosteroid). Pada pasien AIDS,
seropositif seumur hidup. Virus tetap laten di dalam risiko terjangkit infeksi P. cnrinii meningkat seiring
leukosit, yang merupakan reservoar utama. dengan penurunan hitung CD4, dengan jumlah
CMV pada Orang dengan Penekanan Imun. kurang dari 200 sel/mm3 memiliki nilai prediksi yang
Hal ini terutama terjadi pada tiga kelompok pasien: kuat. Infeksi Pneumocystis umumnya terbatas di paru,
l- Penerima transplantasi organ (jantung, hati, ginjal) di mana organisme ini menimbulkan pneumonitis inter-
dari donor seropositif. Para pasien ini biasanya stisialis.
mendapat terapi imunosupresif, dan CMV biasanya
berasal dari organ donor, tetapi dapat juga terfadi
reaktivasi infeksi CMV laten pada pejamu.
a Penerims transplantasi sumsum tulang alogeneik.
Para pasien ini mengalami imunosupresi tidak saja MORFOLOGI
karena terapi obat, tetapi juga karena penyaklt graft-
uersus-host. Dalam situasi ini, biasanya terjadi Secara mikroskopis, paru yang terkena memperlihatkan
eksudat merah muda berbusa intraalveolus yang khas
reaktivasi CMV laten pada resipien.
pada pewarnaan hematoksilin-eosin (eksudat "cotton
t Pnsien dengan AIDS.Individu dengan imuno-
candf'lharum-manis) (Gbr. 13-364), dan septum me-
supresi ini mengalami reaktivasi infeksi laten dan nebal oleh edema serta infiltrat mononukleus minimal.
juga terinfeksi oleh mitra seksual mereka. CMV Diperlukan pewarnaan khusus untuk melihat organisme
ndalnh patogen airus oportunistik tersering pnda dalam bentuk trofozoit atau kista. Pewarnaan perak pada
AIDS, potongan jaringan memperlihatkan dinding kista yang
berbentuk cangkir (garis tengah 5 hingga 8 pm) di eksu-
Pada semua keadaan di atas, infeksi CMV disemi-
dat alveolus (Gbr. 13-368). Jika pasien dapat diinduksi
nata yang serius dan mengancam nyawa terutama untuk mengeluarkan sputum, pewarnaan Giemsa atau
mengenai paru (pneumonitis), saluran cerna (koiitis), biru metilen dapat memperlihatkan bentuk trofozoit
dan retina (retinitis); susunan saraf pusat biasanya organisme (garis tengah sekitar 4 prm dengan filopodia
tidak terkena. panjang) pada sekitar 50% pasien.
Pada infeksi paru, terbentuk infiltrat mononukleus
di interstisium dengan fokus nekrosis, disertai selbesar
khas berisi badan inklusi. Pneumonitis dapat ber-
kembang menjadi sindrom gawat napas akut. Nekrosis
dan ulserasi nsus dapat terjadi dan meluas sehingga
Diagnosis pneumonia Pneumocystis harus diper-
terbentuk "pseudomembran" (Bab 15) dan diare yang
timbangkan pada semua pasien gangguan kekebalan
yang memperlihatkan gejala pernapasan dan kelainan
parah. Retinitis CMV, sejauh ini adalah bentuk pe-
nyakit CMV oporbunistik yang tersering, dapat terjadi radiografi toraks. Demam, batuk kering, dan dispnea
secara tersendiri atau berkombinasi dengan kelainan
terjadi pada sekitar 90"h hingga 95% pasien, yang
paru dan saluran cerna. Diagnosis infeksi CMV di- biasanya memperlihatkan infiltrat basilar dan peri-
tegakkan berdasarkan demonstrasi adanya perubahan
hilus bilateral. Sering terjadi hipoksia; pemeriksaan
morfologik khas pada potongan jaringan, biakan vi- fungsi paru memperlihatkan kelainan paru restriktif,
Metode paling sensitif dan efektif untuk menegakkan
rus, peningkatan titer antibodi antivirus, dan deteksi
diagnosis adalah menemukan organisme dalam cairan
DNA CMV secara kualitatif atau kuantitatif dengan
PCR. Pendekatan terakhir telah menirnbulkan revolusi
bilas bronkopulmonal atau sediaan biopsi trans-
bronkus. Selain pewarnaan histologik yang disingsrng
dalam pemantauan pasien pascatransplantasi.
di atas, kll antibodi imunofluoresensi dan pemeriksaan
PCR juga mulai tersedia untuk digunakan pada spesi-
men klinis. Jika pengobatan dimulai sebelr"rm penyakit
Pneumonia Pneu rr:to,cystis menyebar, prognosis pemulihan baik; namun, sebagian
P. carinii, suaflr agen infeksi oportunistik yang sejak organisme kemungkinan besar tetap ada, terutama
lama dianggap sebagai protozoa, sekarang dianggap pada pasien AIDS, sehingga sering terladi kekambuhan,
lebih erat berkaitan dengan fungus. Bukti serologis kecuali apabila imunosupresi yang mendasari diatasi.
menunjukkan bahwa hampir semua orang terpajan
Pneumocystis selama beberapa tahun pertama ke- Penyakit Paru pada Infeksi Virus
hidupan, tetapi pada sebagian besar infeksi bersifat lmunodefisiensi Manusia
laten. Reaktivasi dan penyakit klinis terjadi hampir
semata-mata pada mereka yang mengalami imuno- Penyakit paru masih menjadi penyebab utama
supresi. Memang, P. carinii adalah penyebab infeksi morbiditas dan mortalitas pada pasien yang terinfeksi
tersering pada pasien dengan AIDS, dan organisme HIV. Meskipun pemakaian obat antiretrovirus yang
ini juga dapat menyerang bayi dengan malnutrisi berat poten dan kemoprofilaksis yang efektif telah secara
dan pasien dengan imunosupresi (terutama setelah drastis mengubah insiden dan prognosis penyakit paru
BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS I 559
Gambar 13-36
Pneumonia pn eumocystis. Alveolus terisi oleh eksudat berbusa "cotton candf'khas (kirl. Pewarnaan
GMS memperlihatkan dinding kista
berbentuk cangkir di dalam eksudat (kanan).
pada pasien yang terinfeksi HIV, banyaknya entitas memperlihatkan gambaran tak-khas. Cleh karena itu,
yang berperan menyebabkan diagnosis dan terapi men- pemeriksaan diagnostik terhadap para pasierr ini
jadi tantangan tersendiri. Beberapa mikroba yang me- mungkin perlu dilakukan secara lebih ekstensif (dan
nyerang pasien HIV telah dibahas; bagian ini akan mahal) daripada orang normal.
difokuskan hanya pada prinsip Llmum penyakit parr_r
terkaiL-HIV.
r Meskipun penekanannya pada infeksi "oportu- TUMOR PARU
nistik", perlu diingatbahwa infeksi bakteri di salur-
an napas bawah yang disebabkan oleh patogen Meskipun tumor sering menjadi tempat metastasis
"biasa" adalah salah satu penyakit paru yang pa- dari kanker di luar toraks, kanker paru prirner juga
ling serius pada infeksi HIV. Organisme vang sering ditemukan. Sembilan puluh lima persen tLrmor
berperan adalah S. pneumonine, S. arLreLLS, H. paru primer berasal dari epitel bronkr.rs (karsinoma
influenzne, dan batang gram-negatif. pneumonia bronkogenik); sisa 5% adalah kelompok lain vang
bakteri pada pasien yang terinfeksi HIV lebih sering mencaklrp karsinoid bronkus, tnmor kelenjar bronkus
terjadi, lebih parah, dan lebih sering berkaitan (karsinoma mrikoepidermoid dan kistik ader-roid),
dengan bakteremia daripada mereka yang tidak keganasan mesenkim (misal, fibrosarkoma, leiomioma),
terinfeksi HIV. limfoma, dan beberapa lesi jinak. Lesi jinak yang pa-
!l Tidak semlra infiltrat paru pada pasien HIV di- ling sering adalah hamartoma diskret, kecil (3 hingga
sebabkan oleh infeksi. Sejumlah penyakiL non- 4 cm), bulat yang sering mnncul sebagai " coin" lt:sion
infeksi, termasuk sarkoma Kaposi (Bab 5 dan 10), pada foto toraks. Tlrmor tersebut terutama terdiri atas
limfoma non-Hodgkin paru (Bab 72), dan kanker tr.riang rawan matllr tetapi sering bercampur dengan
paru primer, meningkat angka kejadiannya dan lemak, jaringan fibrosa, dan pembuluh darah dengan
perltr disingkirkarr. proporsi ben ariasi.
a Hituflg CD4+ sering bermnnfnnt mempersempit
diagnosis bnnding. Sebagai patokan, infeksi bakteri
dan tuberkulosis lebih besar kemungkinannya Karsinoma Bronkogenik
pada hitung CD4+ yang tinggi (>200 sel/mm3),
pneumonia Pneumocystis biasanya menyerang Tidak diragr-rkan lagi bahwa karsinoma bronko-
pada hitung CD4+ di bawah 200 sel,/mm3, sedang- genik (karsinoma bronkus) adalah penyebab no1-nor
kan infeksi sitomegalovirus dan kompleks Mycobac- satr.r kematian akibat kanker di negara indr-rstri. penyakit
terium naittm jarang sampai tahap imunosupresi ini telah lama menduduki posisi ini untuk kar,rm laki-
lanjut (hitung CD4+ <50 sel/mm3). laki di Amerika Serikat, menyebabkan sekitar sepertiga
kematian akibat kanker pada laki-1aki, dan juga telah
Akhirnya, perlu diingat bahwa penyakit paru pada menjadi penyebab ntama kematian akibat kanker pada
pasien HIV dapat disebabkan oleh iebih dari satu perempuan. Diperkirakan selama tahun 20C2, akan
penyebab, dan bahkan patogen yang Lrmum mungkin terdapat \69.400 kasus baru kanker pam di Amerika
560 T BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS
Tabel 13-8. PERBANDINGAN KARSTNOMA PARU sEL KEC|L (SCLC) DAN KARSTNOMA PARU NONSEL KECTL
(NSCLC)
scLc NSCLC
Histologi Sitoplasma sedikit; nukleus kecil hiper- Sitoplasma banyak; nukleus pleomorfik dengan
kromatik dengan pola kromatin halus; pola kromatin kasar; nukleolus sering
nukleolus tidak jelas; lembaran-lembar- mencolok; arsitektur glandular atau skuamosa
an sel yang difus
r Untuk fLrjuan pengobatan, karsinoma bronkogenik pada perokok berat (dua bungkus sehari selama 20
diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar: karsi- tahun) dibandingkan dengan bukan perokok" Atas
noqra parrl sel kecil (SCLC) dan karsinoma paru sebab yangbelum sepenuhnya jelas, perempLlan mem-
nonsel kecil (NSCLC). Kategori yang terakhir men- perlihatkan kerentanan yang lebih tinggi terhadap
cakup karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma, karsinogen tembakau dibandingkan dengan laki-laki.
dan karsinoma sel besar tak-berdiferensiasi. Meskipun berhenti merokok mennrunkan risiko
I Alns nn kuncip erb ed nnn ini nd alah b ahzu n humpir semun terjadinya kanker paru seiring dengan waktu, risiko
SCLC telnh bermetastnsis snnt dingnosis sehinggn buknn tersebut tidak pernah kembali ke ievel dasar. Pada
knndidat untuk pembedahnn kurntif. Oleh ksrena itu, kenyataannya, perubahan gene tik yang mendahului
tumor ini seboiknya diternpi dengankemoternpi, dengan kanker paru dapat menetap selama bertahun-tahun di
ntnu tnnpa rndinsi. Sebaliknya, NSCLC biasanya epitel bronkus bekas perokok. Merokok pasif (berada
knrang berespons terhadap kemoterapi dan dekat dengan perokok) meningkatkan risiko menderita
sebaiknya ditangani secara bedah. kanker pam hingga mendekati dua kali lipat di-
I bandingkan dengan bukan perokok. Merokok melalui
Selain perbedaan dalam morfologi, karakteristik
imunofenotipe, dan respons terhadap pengobatan pipa dan cerutu juga meningkatkan rlsiko, tetapi
(Tabel 13-8), juga terdapat perbedaan genetik antara
dengan dera jat lebih ringan.
BtLkti lclinis terutama berupa pembr,rktiar-r adanya
SCLC dan NSCLC. Sebagai contoh, SCLC ditandai
perubahan progresif di epitel yang melapisi sah-rran
dengan frekuensi tinggi mutasi gen TP 53 dan RB,
napas pada perokok kronis. Perr"rbahan sekuensial ini
sedangkan p16/CDKN2Asering mengalami inakti-
vasi pada NSCLC. Demikian juga, mutasi yang paling jelas pada karsinoma sel skuamosa, meskipun
juga dapat ditemukan pada sr,rbtipe histologik yang
mengaktifkan onkogen K-RAS hampir hanya terjadi
lain. Pada hakikatnya, terdapat korelasi linier antara
pada adenokarsinoma dalam kelompok NSCLC dan
jarang pada SCLC. intensitas pajanan ke asap rokok dan munculnya per-
ubahan epitel yang semakin mengkhawatirkan yang
Etiologi dan Patogenesis. Karsinoma bronkogenik, dimulai dengan hiperplasia sel basal yang relatif tidak
serupa dengan kanker di tempat lain, muncul melalui membahayakan dan metaplasia skr:amosa dan ber-
akumulasi bertahap kelainan genetik yang me- kembang menjadi displasia skuamosa dan karsinoma
nyebabkan transformasi epitel bronkus jinak menjadi in situ, sebelum memuncak menjadi karsinoma invasif .
jaringan neoplastik. Rangkaian perubahan molekular Di antnrn berbngni stLbtipe histologik lcnnlcer ptru,
tidak bersifat acak, tetapi mengikuti suatu sekuensi ksrsinomn sel skusmosn dnn lcnrsinomn sel lcecil
yang sejajar dengan perkembangan histologik menjadi memperlihntlcnn lceterknitnn pnling httnt dartgnrt
kanker. Sebagai contoh, inaktivasi gen penekan tumor pnjanan tembaknu.
yang terletak di 3p merupakan kejadian paling awa1, B t tkt i eksp e r im e n, rne skipun s ema kin b anyak se tiap
sedangkan mutasi TP53 atau pengaktifan onkogen K- tahunnya, tidak memiliki satu hal penting: sejauh ini
R 45 terjadi relatif belakangan. Yang lebih penting, para peneliti belum mampu memicu timbrrlnya kanker
tampaknya perubahan genetik tertentu, seperti hilang- paru pada hewan percobaan dengan memajankan
nya bahan kromosom 3p, dapat ditemukan, bahkan hewan tersebut ke asap rokok. Namun, kondensat asap
pada epitel bronkus jinak pasien kanker paru, serta di rokok adalah "ramuan penyihir" yang mengandung
epitel pemapasan perokok y*g tid ak nengrdap kanker hidrokarbon polisiklik serta berbagai mutagen dan
paru, yang mengisyaratkan bahwa pajanan ke karsi- karsinogen kuat lainnya. Meskipun tidak terdapat
nogen menyebabkan mukosa pernapasan secara luas model eksperimental, rangkaian bukti yalg mengaitkan
mengalami mutagenisasi ("field effect", efek lapangan). merokok dengan kanker parn semakin lama semakin
Di lahan yang subur ini, sel yang mengakumulasi besar.
mutasi lain akhirnya akan berkembang menjadi kanker. Pengaruh lain mungkin bekerja bersama-sama
Dalam kaitannya dengan pengaruh karsinogenik, dengan asap rokok atau mungkin bekerja secara inde-
terdapatbukti kuatbahwa merokok dan, dengan derajat penden menimbulkan sebagian kanker paru; terdapat
yang lebih rendah, gangguan lain dari lingkungan, peningkatan insidensi neoplasia bentuk ini pada para
merupakan tersangka Lrtama penyebab perubahan penambang bijih radioaktif; pekerja asbestos; dan
genetik yang menyebabkan kanker paru. Pertama, bukti pekerja yang terpajan debu yang mengandung arsen,
yang mengaitkan merokok akan disajikan, diikuti oleh krom, uranium, nikel, vinil klorida, dan gas mustnrd.
komentar singkat mengenai faktor lain yang kurang Pajanan ke asbestos meningkatkan risiko kanker pam
penting. lima kali lipat pada orang brikan perokok. Sebaliknya,
Snngnt bnnyak bukti statistik, klinis, dan eksperimen perokolc bernt ynng terpnjnn asbestos ntemperlihntltnn pr
ynng memberntknn merokok. Secara statistik, sekitar ningkatan risikokanker psru sekitsr 55 kolilipnt dibnndin;q-
90% kanker paru terjadi pada perokok aktif atau mereka knn dengan bulcnn perolcok ynng tidnlc terpnjnn lsbestos.
yang baru berhenti. Terdapat korelasi linear antara Meskipun terdapat fakta bahwa merokok dal faktor
freklrensi kanker paru dan jumlah bungkus-tahun lingkungan lain sangat penting untuk tir-nbulnya
merokok^ Peningkatan risiko menjadi 60 kali lebih besar kankerparu, diketahuibahwa tidak semua orallg yang
562 T BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS
i lx:,-|rl,,,,&,Ri,,!
'iii\is
ffi{::"'
...* ..:
a *F.
I
-€"*: ?; j-*--T*q
i;:& uggf'
sJ #l
,r-'E .""s';*u,*
|r '-
e*,
s,, * Xee,
e*i
B
Ft et ' -
*€u
F*
I
W
b
_i:
OF".{|\
Yr,ni *, e
Gambar 13-37
Lesi prekursor karsinoma sel skuamosa mungkin telah ada selama bertahun{ahun sebelum tumor muncul. Beberapa perubahan paling
dini (dan "ringan") pada epitel pernapasan yang rusak akibat rokok adalah hiperplasia sel goblet (/), hiperplasia sel basal (atau sel
cadangan) (B), dan metaplasia skuamosa (C). Perubahan yang lebih mengkhawatirkan adalah munculnya displasia skuamosa (D), yang
ditandai dengan kekacauan epitel skuamosaberupa hilangnya polaritas nukleus, hiperkromasia nukleus, pleomorfisme, dan gambaran
mrlofrk. Displasia skuamosa dapat, pada gilirannya, berkembang melalui tahap displasia ringan, sedang, dan berat. Karsinoma in situ
(ClS) (E) adalah stadium sesaat sebelum terjadinya karsinoma skuamosa invasif (F), dan selain tidak adanya kerusakan membran basal
pada ClS, gambaran sitologik serupa dengan karsinoma tahap lebih lanjut. Kecualijika diobati, CIS akhirnya akdn berkembang menjadi
kanker invasif. (A hingga E, Sumbangan Dr. Adi Gazdar, Department of Pathology, University of Texas Southwestern Medical School,
Dallas; F, direproduksi dengan izin dari Travis WD, et al [eds]: World Health Organization Histological Typing of Lung and PleuralTumors.
Heidelberg, Springel 1 999)
BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS T 563
menyebar keluar toraks dibandingkan dengan tipe histo- lambat dan membentuk massa yang lebih kecil daripada
logik lain. Lesi besar mungkin mengalami nekrosis massa subtipe lainnya, tetapi tumor ini cenderung ber-
sentrdl dan menyebabkan terbentuknya kavitas. Lesi- metastasis luas pada stadium awal. Secara histologis,
praneoplastik yang mendahului, dan biasanya me- tumor ini memiliki beragam bentuk, termasuk tipe
nyertai, karsinoma sel skuamosa telah diketahui dengan asinar (membentuk kelenjar), papilar, dan padat. Varian
baik. Karsinoma sel skuamosa sering didahului selama terakhir sering memerlukan pembuktian adanya pem-
bertahun-tahun oleh metaplasia atau displasia skua- bentukan musin intrasel dengan pewarna khusus untuk
mosa di epitel bronkus, yang kemudian berubah memastikan keterkaitannya dengan adenokarsinoma.
menjadi karsinoma in situ, suatu fase yang mungkin Meskipun fokus metaplasia dan displasia skuamosa
berlangsung selama beberapa tahun (Gbr. 13-37). Pada mungkin ditemukan di epitel yang terletak proksimal
saat ini, sel atipikal dapat diidentifikasi dengan apusan dari adenokarsinoma, keduanya bukan prekursor tu-
sitologik sputum atau penyikatan (brushing) atau cairan mor ini. Yang diperkirakan merupakan prekursor untuk
lavase bronkus, meskipun lesi asimtomatik dan tidak adenokarsinoma perifer adalah hiperplasia adeno-
terdeteksi dengan radiografi. Akhirnya, neoplasma kecil matosa atipikal (HAA) (Gbr. 13-394). Secara mikro-
tersebut mencapai siadium simtomatik, saat massa skopis, HAA ditandai dengan fokus proliferasi epltel yang
tumor mulai menyumbat lumen bronkus utama, sering berbatas tegas dan ierdiri atas sel kuboid hingga
menyebabkan atelektasis distal dan infeksi. Secara kolumnar rendah yang mirip dengan sel Clara atau
bersamaan, lesi menginvasi parenkim paru di sekitar- pneumosit alveolus tipe 2, yang memperlihatkan ber-
nya (Gbr.13-38). bagai tingkatan atipia sel (hiperkromasia nukleus,
Secara histologis, tumor ini berkisar dari neoplasma pleomorfisme, nukleolus mencolok), tetapi tidak sampai
sel skuamosa berdiferensiasi baik yang memperlihat- seperti yang terlihat pada adenokarsinoma. HAA dapat
kan pearls keratin dan jembatan antarsel hingga neo- bersifat multifokus dan ierutama ditemukan di paru
plasma berdiferensiasi buruk yang hanya sedikit mem- pasien yang sudah mengidap adenokarsinoma atau
perlihatkan gambaran sel skuamosa. karsinoma bronkoalveolus (lihat selanjutnya). Analisis
Adenokarsinoma dapat bermanifestasi sebagai genetik telah memperlihatkan bahwa lesi HM bersifat
suatu lesi sentral seperti varian sel skuamosa, tetapi monoklonal, dan lesi ini memperlihatkan penyimpangan
biasanya terletak lebih perifer dan banyak di antaranya molekular yang sama dengan karsinoma bronkogenik
timbul pada jaringan parut paru perifer ("scar carci- secara umum (delesi 3p) dan dengan adenokarsinoma
noma"). Penyebab keterkaitan dengan jaringan parut secara khusus (mutasi K-RAS).
paru ini masih belum jelas, tetapi pendapat saat ini Karsinoma bronkioloalveolus (BAC) dimasukkan
adalah bahwa jaringan parut terjadi setelah tumor (yaitu sebagai subtipe adenokarsinoma dalam klasifikasi ter-
desmoplasia) dan bukan faktor penyebab. Di antara baru tumor paru dari World Health Organization. Tumor
keempat subtipe utama karsinoma bronkogenik, adeno- ini mengenai bagian perifer paru, baik sebagai nodus
karsinoma memiliki keterkaitan paling lemah dengan tunggal atau, yang lebih sering, 'ebagai nodus difus
riwayat merokok. Secara umum, tumor ini tumbuh multipel yang mungkin menyatu untuK menghssrrKa,r
konsolidasi mirip-pneumonia. Gambaran kunci pada
BAG adalah pertumbuhannya di sepanjang struktur
yang ada dan dipertahankannya arsitektur alveolus
(lihat Gbr. 13-398). Sel tumor tumbuh dalam satu lapisan
Ci atas septum alveolus, vang berfungsi sebagai
perancah (ini disebut sebagai pola pertumbuhan
"lepidic", suatu pengandaian sel neoplastik sebagai
kupu-kupu yang hinggap di pagar). Sel neoplastik yang
melapisi alveolus mirip dengan yang terdapat pada HAA,
ietapi memperlihatkan pleomorfisme nukleus yang
derajatnya lebih tinggi dan pola pertumbuhan kompleks,
termasuk pembentukan papil (kadang-kadang). Ber-
dasarkan definisi, BAC tidak menyebabkan destruksi
arsitektur alveolus atau melakukan invasi ke stroma
disertai Cesmoplasia, yaitu gambaran yang menunjuk-
kan adanya adenokarsinoma.
Saat ini, konsep evolusi sekuensial adenokarsi-
noma perifer dianggap setara dengan sekuensi ade-
noma-karsinoma di kolon, yang HAA-nya dianggap
mencerminkan lesi prekursor paling dini ("adeno-
ma"nya), dan lesi ini dapat berkembang menjadi
- karsinoma l^rronkoalveolus ("adenokarsinoma in situ")
dan, akhirnya, adenokarsinoma invasif, yang menyebab-
Gambart 3-38
kan kerusakan membran basal dan invasi stroma (lihat
Karsinoma sel skuamosa biasanya berawal sebagai massa sentral
Gbr. 13-39). Namun, masih belum jelas apakah semua
(hilus) dan tumbuh ke dalam parenkim perifer di sekitarnya. Tidak adenokarsinoma paru berkembang melalui jalur ini dan
jarang karsinoma sel skuamosa mengalami nekrosis kavitatorik gambaran akhir mungkin terbukti lebih rumit daripada
yang dipahami saat ini.
sewaktu menyebar di dalam paru.
BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS
Y: t-
r "ait'
;. a,
t1 \'
ri.
.*a,l
A.
Gambar 13-39
Evolusi adenokarsinoma paru perifer diperkirakan terjadi melalui suatu rangkaian yang berawal dari lesi kecii berbatas tegas yang dikenal
sebagai hiperplasia adenomatosa atipikal, atau HAA (rnafa panah) (A), yang berkembang menjadi karsinoma bronkoalveolus, atau KBA
(suatu fase in situ yang tumbuh di sepanjang struktur yang ada dan tidak memperlihatkan invasi ke stroma) (B), dan berakhir pada
adenokarsinoma invasif diserlai invasi stroma dan kerusakan parenkim (C). (A dan B dengan izin dari Travis WD, et al [eds]: World Health
Organization Histological Typing of Lung and PleuralTumors. Heidelberg, Springer, I 999; C, sumbangan Dr. Adi Gazdar, Depaftment of
Pathology, University of Texas Southwestern Medical School, Dallas.)
Karsinoma sel besar merupakan satu kelompok selain sejumlah hormon polipeptida yang mungkin me-
neoplasma yang tidak memperlihatkan diferensiasi nyebabkan sindrom paraneoplastik (lihat selanjutnya).
sitologik dan mungkin mencerminkan neoplasma sel Pola kombinasi tidak memerlukan komentar lebih
skuamosa atau glandular yang sangat tidak berdiferen- lanjut, tetapi perlu dicatat bahwa sejumlah kecil karsi-
siasi sehingga sulit digolongkan. Sel besar, biasanya noma bronkogenik memperlihatkan lebih dari satu garis
anaplastik, dan memiliki nukleus vesikular dengan diferensiasi, kadang-kadang beberapa (lihat Tabel 13-
nukleolus mencolok. Kadang-kadang, tumor memper- 7) yang mengisyaratkan bahwa semua berasal dari satu
lihatkan komponen sel raksasa, yang banyak di antara- sel progenitor multipotensial.
nya berinti banyak ("karsinoma sel raksasa"), sementara Pada semua neoplasma ini, kita dapat menelusuri
yang lain terdiri atas sel berbentuk gelondong mirip keterlibatan rangkaian kelenjar getah bening di sekitar
sarkoma ("karsinoma sel gelondong"); sebagian terdiri karina, mediastinum, dan leher (nodus skalenus) serta
atas campuran keduanya ("karsinoma sel gelondong regio klavikula dan, cepat atau lambat, metastasis jauh',
dan sel raksasa"). Karsinoma sel besar memiliki prog- Keterlibatan kelenjar getah bening supraklavikula (no-
nosis buruk karena kecenderungannya menyebar ke dus Virchow) merupakan gambaran khas dan kadang-
tempat jauh pada awal perjalanan penyakit. kadang memberi petunjuk adanya tumor primer ter-
Karsinoma paru sel kecil umumnya tampak sembunyi. Kanker ini, jika sudah berada pada tahap
sebagai massa abu-abu pucat yang terletak di sentral lanjut, sering meluas ke dalam rongga perikardium atau
dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan ke- pleura yang menyebabkan peradangan dan efusi. Tu-
terlibatan dini kelenjar getah bening hilus dan medias- mor dapat menekan atau menginfiltrasi vena'kava su-
tinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor dengan bentuk perior dan menyebabkan bendungan vena atau sindrom
bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin vena kava superior (Bab 10). Neoplasma di apeks
granular. Gambaran mitotik sering ditemukan (Gbr. 13- mungkin menginvasi pleksus simpatikus servikalis atau
40A). Meskipun disebut "kecil", sel neoplastik umumnya brakialis dan menyebabkan nyeri hebat dalam distribusi
berukuran dua kali lipat dibandingkan dengan limfosit saraf ulnaris atau menyebabkan sindrom Horner (enof-
biasa. Biasanya ditemukan nekrosis dan mungkin luas. talmos ipsilfteral, ptosis, meiosis, dan anhidrosis).
Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan Neoplasma di apeks semacam ini kadang-kadang
fragmentasi dan "crush artifact' pada sediaan biopsi. disebut tumor Pancoast, dan kombinasi temuan klinis
Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling di atas dikenal sebagai sindrom Pancoast. Tumor
jelas pada pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya Pancoast sering disertai kerusakan iga pertama dan
nukleus akibat letak sel tumor dengan sedikit sitoplasma kedua dan kadang-kadang vertebra torakalis. Seperti
yang saling berdekatan (Gbr. 13-408). Tumor ini berasal pada kanker lain, telah dibuat kategori berdasarkan tu-
dari sel neuroendokrin paru sehingga memperlihatkan mor-kelenjar-metastasis (TNM) untuk menunjukkan
beragam penanda neuroendokrin (lihat Tabel 13-8) ukuran dan penyebaran neoplasma primer.
BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS T 565
Gambar 1340
Karsinoma paru sel kecil. A. Sarang dan genjel sel bulat sampai poligonal dengan sedikit sitoplasma, kromatin granular, dan nukleolus yang
tidak jelas. Perhatikan gambaran mitotikditengah. B. Preparat sitologikdari satu kasus karsinoma sel kecil yang memperlihatkan "terlipatnya
nukleus" sel yang berdekatan (tanda panah). lni merupakan gambaran yang bermanfaat dalam sampel lavase bronkioloalveolus atau
spesimen aspirasijarum halus untuk menegakkan diagnosis karsinoma sel kecil.
LESI PLEURA
Lesi pada pleura mungkin bersifat meradang atau
MORFOLOGI
neoplastik. Meskipun proses peradangan
lauh tebin
sering ditemukary kita akan memulai pembahasan kita Mesotelioma maligna sering didahului oleh fibrosis
dengan tumor ganas pleura yang lebih membahayakan, pleura ekstensif dan pembentukan plak, yang mudah
tetapi u n tu ngnya ja rang. tedihat dengan computed tomographic scan. Tumor ini
BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS T 567
Pneumotoraks, Hemotoraks,
berawal di suatu daerah lokal dan seiring dengan waktu
menyebar secara luas, baik per kontinuitatum atau
dan Kilotoraks
dengan menyemai secara difus permukaan pleura. Pneumotornks adalah keadaan terdapatnva r-rdara
Pada autopsi, paru yang terkena biasanya terbungkus atau gas lain dalam kantong pleura. Kelainan ini dapat
oleh lapisan tumor yang putih-kuning, padat, kadang- terjadi pada dewasa muda yang tampak sehat, biasa-
kadang gelatinosa, dan menyebabkan rongga pleura
nya laki-laki tanpa penyakit parr-r (pneumotoraks
lenyap (Gbr. 13-41). Metastasis jauh jarang terjadi.
Neoplasma dapat secara langsung menginvasi dinding
simpel atau spontan), atau akibat penyakit toraks atau
toraks atau jaringan paru subpleura. Sel mesotelial nor- paru (pneumotoraks sekunder), seperti emfisema atau
mal bersifat bifasik, menghasilkan sel yang melapisi fraktur iga. Pneumotoraks sekunder teqadi pada ruphrr
pleura serta jaringan fibrosa di bawahnya. Oleh karena semua lesi paru yang terletak dekat permukaan pleura
itu, secara histologis, mesotelioma membentuk salah sehingga udara inspirasi memperoleh akses ke rongga
satu dari tiga pola: (1) epitelial, tampak sel kuboid me- pleura. Lesi pleura ini dapat teqadi pada emfisema,
lapisi rongga tubulur dan mikrokistik, ke dalam mana abses paru, tuberkulosis, karsinoma, dan banyak
menonjol papil-papil kecil; ini adalah pola paling sering proses lainnya. Alat bantu ventilasi mekanjs dengan
serta juga paling mungkin dicurigai sebagai adeno- tekanan tinggi juga dapat menyebabkan pneumotoraks
karsinoma paru; (2) sarkomatoid; pada keadaan ter-
sekunder.
sebut tumbuh sel gelondong dan kadang-kadang
Terdapat beberapa kemungkinan penyulit pada
seperti fibroblas dalam lembaran tak-khas; dan (3)
pneumotoraks. Kebocoran ka tr-rp-bola dapat menimbul-
bifasik, memperlihatkan daerah sarkomatoid dan
epitelioid. kan tension pnerrmothornr yang menggeser mediasti-
Mesotelioma jinak (yaitu tumor fibrosa solitar) juga num. Kemudian, dapat teryadi gangguan sirkrilasi paru
dapat terbentuk di pleura. Tumor ini tidak memiliki dan bahkan, dapat menyebabkan kematian. Jika
hubungan dengan pajanan ke asbestos. kebocoran menutup dan pam tidak kembali me-
ngembang dalam beberapa minggu (baik secara
spontan maupun melaiui intervensi medis atau bedah),
akan terjadi sedemikian banyak jaringan parut
sehingga paru tidak lagi dapat mengembang secara
penuh. Pada kasus ini, teqadi penimblrnan cairan se-
Efusi Pleura dan Pleuritis rosa dalam rongga pleura dan menyebabkan hidro-
pneumotoraks. Pada kolaps yang berkepanjangan, pam
Efusi pleura, adanya cairan di rongga pleura, dapat menjadi rawan terhadap infeksi, demikian juga rongga
bersifat eksudat atau transudat. Efusi pleura yang pleura jika komunikasi di antara rongga pleura dan
transudat disebut hidrotoraks. Hidrotoraks akibat gagal paru menetap. Oleh karena itu, empiema adalah pe-
jantung kongestif mungkin merupakan penyebab ter- ny.Lrlit penting pada pner-rmotoraks (piopneumotoraks).
sering adanya cairan di rongga pleura. Eksudat, yang Pneumotoraks sekunder cenderung kambuh jika faktor
ditandai dengan berat jenis lebih dari 1,020 dan, serir-rg, predisposisinya masih ada. Apa yang masih bel-rm
568 T BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS
diketahr-ii adalah bahwa pneumotoraks simpel juga Epiglotitis bskterislis akut adalah suatu sindrom
dapat kambuh. yang terutama terjadi pada anak, disebabkan oleh H.
. Hemotorsks, penimbunan darah utuh (berbeda influenzae, dan terutama menyebabkan nyeri dan
dengan efusi berdarah) di rongga pleura, adalah suattr obstruksi jalan napas. Onset mendadak. Kegagalan
penyulit mptur anelrrisma aorta intratoraks yang mempertahankan saluran napas yang terbuka pada
hampir selalu mematikan. Pada hemotoraks, berbedi anak yang mengidap penyakit ini dapat fatai. penemu-
dengan efusi pleura yang mengandung darah, darah an vaksinasi terhadap H. influenzae telah sangat
membeku di dalam rongga plenra. mengurangi insidensi penyakit ini.
Kilotoraks adalah penimbunan cairan limfatik Laringitis nkul dapat disebabkan oleh inhalasi iritan
mirip-susu yang mengandung mikroglobulus lemak di atau mungkin disebabkan oleh reaksi alergi. I(elainan
rongga pleura. Volume cairan total mungkin tidak ini juga dapat disebabkan oleh mikroba yang me-
banyak, tetapi kilotoraks selalu penting karena meng- nyebabkan masuk angin dan biasanya mengenai fa-
isyaratkan obstmksi duktus limfe utama, biasanya oleh ring dan sainran hidung serta laring. Dua bentr.rk
suatu kanker intratoraks (misal, neoplasma mediasti- laringitis yang jarang, tetapi penting perlu dibahas
num primer atau sekunder, seperti limfoma). secara singkat: tuberkulosis dan difteritik. Yang
pertama hampir seialu terjadi karena tuberkr_rlosis akt.if
yang berkepanjangan, saat ini sputum yang terinfeksi
dibatukkar. Laringitis difteritik saat ini sudah jarang
., :.If$I DI SALURAN NAPAS ATAS ditemukan karena imunisasi terhadap toksin difleri
Infeksi Akut pada anak yang telah meluas. Setelah terhirup, Cotyne-
bscterium diphtherine melekat ke mukosa saluran
Infeksi akut saluran napas atas adalah salah satu napas atas dan mengeluarkan suatu eksotoksin kuat
penyakit yang paling sering menyerang mantlsia, dan yang menyebabkan nekrosis epitel mukosa diserlai
terutama bermanifestasi sebagai "common cold,, eksudat fibrinopurtilen pekat yang membenbuk pseudo-
(masr-rk angin). Gambaran klinisnya sudah dikenal membran superfisial abu-abu putih yang klasik untuk
luas: hidung tersumbat disertai duh cair; bersin; difteri. Bahaya utama infeksi ini adalah lepasnya dan
tenggorokan kering, nyeri, dan gatal; dan peningkatan aspirasi pseudomembran (menyebabkan obstruksi
ringan suhu yang lebih mencolok pada anak. patogen saluran napas besar) dan terserapnya eksotoksin
tersering adalah rinovirus, tetapi coronnuints, respira- bakteri (menyebabkan miokarditis, neuropati perifer,
tory syncytial ztirus, virus parainfluenza dan influenza, atau cedera jaringan lain).
adenovirus, enterovirus, dan bahkan streptokokus B- Pada anak, virus parainfluenza merupakan pe-
hemolitikus grup A juga dapatmenjadipenyebab. pada nyebab tersering laringotrakeobronkitis, yang lebih
sejtrmlah kasus (sekitar 40%) penyebab tidak dapat Llmrlm dikenal sebagai croup, meskipun mikroba lain,
dipastikan; mungkin virus baru akan ditemukan. Se- seperti respirntory syncytinl 'oirus juga dapat me-
bagian besar infeksi terjadi pada musim gugur dan nyebabkannya. Meskipun swasirna, croup menimbul-
dingin serta swasirna (biasanya berlangsung seminggrr kan stridor inspirasi yang mengkhawatirkan dan batuk
atau kurang). Pada sebagian kecil kasus, masuk angin kasar yang persisten. Kadang-kadang reaksi peradang-
ini mengalami penyulit otitis media atau sinusitis an di laring menyebabkan penyempitan saluran napas
bakterialis. yang dapat memiclr gagal napas. Infeksi virus di saluran
Selain masuk angin, infeksi salnran napas atas napas atas mempermudah pasien terjangkit infeksi
dapatmemperlihatkan gejala dan tanda yang terbatas bakteri sekunder, terutama stafilokokus, streptokokns,
di faring, epiglotis, atau laring. Fnringitis nkut, yang dan H. influenzne.
bermanifestasi sebagai nyeri tenggorokan, dapat
disebabkan oleh sejumiah mikroba. Faringitis ringan
dengan temuan fisik minimal sering menyertai masuk Karsinoma Nasofaring
angin dan merupakan bentuk tersering faringitis.
Be4tuk yang lebih parah dengan tonsilitis, yang disertai Neoplasma yang jarang ini layak dibahas karena
hiperemia berat dan eksudat, terjadi pada infeksi strep- (1) keterkaitan epidemiologik yang kuat dengan EBV
tokokus B-hemolitikus dan adenovirus. Tonsilitis dan (2) tingginya frekuerxi bentuk kanker ini pada orang
streptokokus perlu dikenali dan segera diterapi, karena Cina, yang menimbulkan hipotesis adanya onkogenesis
berpotensi menyebabkan abses peritonsil (" quinsy") virus dengan latar belakang kerentanan genetik. EBV
atau menyebabkan glomerulonefritis atau demam menginfeksi pejamu dengan mr-ria-mula bereplikasi di
reumatik akut pascastreptokokus. Coxsnckieoirus A epitel nasofaring, kemudian menginfeksi limfosit B di
dapat menyebabkan vesikel dan ulkus di faring (her- tonsil. Pada sebagian orang, hal ini menyebabkan
pangina). Mononukleosis infeksios a, y angdiseb abkan transformasi sel epiLel. Tidak seperti kasr-rs limfoma
oleh virus Epstein-Barr (EBV), mertipakan penyebab Bnrkitt (Bab 72), ftrmor terkait-EBV laimrya, genom EBV
penting faringitis dan dijuluki "kissing disease", sttatt-t ditemukan pada hampir semlla karsinoma nasofaring,
cenninan tentang cara penularan nmum pada individu termasnk karsinoma yang terjadi di luar daerah
y.rng beltrm pernah terpajan. endemik di Asia.
BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS I 569
Tiga varian histologik adalah karsinoma sel skua- pita snara, tranma dapat menyebabkan ulserasi yang
mosa keratinisasi, karsinoma sel skuamosa nonkera- dapat disertai hemoptisis.
tinisasi, dan karsinoma tidak berdiferensiasi; yang Papilorna biasanya tunggal pada orang dewasa,
terakhir ini adalah yang tersering dan paling erat kait- tetapi sering multipel pada anak, dan disebut sebagai
annya dengan EBV. Neoplasma tidak berdiferensiasi papilomntosis laring jLLztenilis. Lesi ini disc.babkan oleh
ini ditandai dengan sel epitel besar dengan batas tak- virus papiloma manusia tipe 6 dan 1tr, tidak mcnjadi
jelas (pertumbuhan "sinsitium") dan nukleolus eosino- ganas, dan sering menghilang spontan saat pr-rbertas.
filik yang mencolok. Perlu diingat bahwa pada mono- Pada anak, papiloma cenderung kambuh setelal'r eksisi.
nttkleosis infeksiosa, EBV secara langsung menginfeksi Transformasi keganasan jarang terjadi.
limfosit B, yang kemudian diikuti oleh proliferasi
mencolok limfosit T reaktif dan menyebabkan limfo-
sitosis reaktif, yang ditemukan di darah perifer, dan KARSINOMA LARING
pembesaran kelenjar getah bening (Bab 12). Pada Karsinoma laring mencerminkan hanya sekitar 2%
karsinoma nasofaring juga terjadi influks mencolok dari semua kanker. Tumor ini paling sering terjadi pada
limfosit matur. Oleh karena itu, neoplasma ini disebut usia setelah 40 tahr-rn dan lebih sering pada iaki-1aki
"limfoepitelioma", suatu kesalahan nama karena (7:1) daripada perempuan. Pengaruh lingkung.-rn
limfosit bukan merupakan bagian proses neoplastik, sangat penting sebagai penyebabnya; hampir serrua
dan tumornya juga tidak jinak. Adanya sel neoplastik kasus terjadi pada perokok, sementara pajanan ke
besar pada latar belakang limfositosis reaktif dapat alkohol dan asbestos juga mungkin berperan.
menimbulkan gambaran yang mirip dengan limfoma Sekitar 95% karsinoma laring adalah lesi sel skr"ra-
non-Hodgkin, dan mungkin diperlukan pewarnaan mosa tipikal. Meskipun jarang, ciapat terjadi adeno-
imunohistokimia untuk membriktikan sifat epitel sel karsinoma yang mungkin berasal dari kelenjar mukosa.
ganas tersebut. Karsinoma nasofaring menginvasi Tumor biasanya terbentuk di oita snara (t'.rmor glotis)
secara lokal, menyebar ke kelenjar getah bening leher, pada 60'k hingga 757o kasus, meskipun jr-rga dapat di
dan kemudian bermetastasis ke tempat jauh. Tumor atas pita strara (supraglotis; 25o/'h-ingga 40%) atau di
ini cenderung radiosensitif, dan dilaporkan angka bawah pita suara (slrbglotis; kurang dari 5%). Faktor
kesintasan 5 tahun bahkan untuk kasus laniut. etiologi utama yang berkaitan dengan karsinom"r
skuamosa laring adaiah merokok, juga alkohol dan
Tumor Laring riwayat terpajan radiasi. Sekuensi vims papiloma
manusia pernah ditemukan di sebagian kecil kasus.
Berbagai neoplasma nonneoplastik, jinak, dan Karsinoma sel skuamosa laring mengikuti pola per-
ganas yang berasal dari epitel skuamosa dan mesenkim tumbuhan karsinoma sel skuamosa. Tllmor belawal
dapat timbul pada laring, tetapi hanya nodus pita sebagai lesi in sibu yang kemudian tampak sebagai plak
sllara, papiloma, dan karsinoma sel skuamosa yang abu-abu mutiara keriput di permukaan mnkosa dan
cukup sering ditemukan sehingga Iayak dibicarakan. akhirnya mengalami ulserasi dan berbentr"rk seperti
Pada penyakit ini, gambaran utama yang tersering jamnr (Gbr. 73-42). Tumor glotis biasanya adalah
adalah suara serak.
LESI NONMALIGNA
I"lodtLs pita nLnra ("polip") adalah tonjolan licin
bulat (garis tengah biasanya kurang dari 0,5 cm) yang
terletak, paling sering, di pita sr"rara sejati. Nodus ini
terdiri atas jaringan fibrosa dan ditr-rtr"rpi oleh mukosa
skuamosa berlapis yang biasanya ufr-rh, tetapi kadang-
kadang mengalami ulserasi akibat trauma kontak
dengan.pita suara satnnya. Lesi ini umumnya timbul
pada perokok berat atau penyanyi (singer's node), yang
mengisyaratkan bahwa kelainan ini terjadi akibat iri-
Lasi kronis.
Pnpiloma lnring atau papilomn skunmosn lnring
adalah suatu neoplasma jinak, biasanya di pita suara
sejati, yang membentr,rk tonjolan lunak mirip buah berri
dan garis tengah jarang melebihi 1 cm. Secara histo-
logis, tumor ini terdiri atas tonjolan langsing rririp jari Gambar1342
yang ditopang di bagian tengahnya oleh jaringan
fibrovaskular dan ditutupi oleh epitel skuamosa ber- Karsinoma sel skuamosa laring (tanda panah)yang timbul di lokasi
lapis teratur tipikal. Jika papiloma terletak di tepi bebas supraglotis (di atas pita suara sejati).
570 T BAB 13 PARU DAN SALURAN NAPAS ATAS
karsinoma sel skuamosa keratinisasi yang berdiferen- Fong K, et a1: Molecular pathogenesis of lung cancer. J Thorac
siasi sedang hingga baik, meskipun juga dapat ditemu- Cardiovasc Surg 118:1136, 1999. (Pembahasan ilmiah
kan karsinoma nonkeratinisasi yang berdiferensiasi mengenai biologi molekuiar karsinoma paru oleh salah
buruk. Seperti yang dapat diperkirakan pada tumor satu kelompok riset paling terkemuka di bidang ini.)
yang berasal dari pajanan berulang ke karsinogen Idiopathic Pulmonary Fibrosis: Diagnosis and Treatment
lingkungan, mukosa di sekitar lesi mungkin memper- International Consensus Statement of the American
Iihatkan hiperplasia sel skuamosa dengan fokus Thoracic Society and the European Resprratory Society.
Am J Respir Crit Care Med 767:646,2000. (Pernyataan
displasia, bahkan karsinoma in situ.
berwibawa mengenai apa yang sebenarnya membentr-rk
Karsinoma laring bermanifestasi secara klinis IPF dari para pakar!)
'sebagai
suara serak menetap. Letak tumor di dalam
Iaring memiliki dampak yang besar pada prognosis. Jeffery PK: Comparison of the structural and inflammatorv
features of COPD and asthma. Chest 117:5251, 2000
Sebagai contoh, sekitar 90% tumor glotis masih terbatas (Perbandingan gambaran histopatologik pada clua pe-
di laring saat didiagnosis. Pertama-tama, akibat inter- nyakit obstruksi saluran napas, dengan pembahasan
ferensi pada mobilitas pita suara, tumor menimbulkan mengenai mekanisme patogenetik yang mendasari.)
gejala pada awal perjalanan penyakit; kedua, regio Kitamura H, et al: Atypical adenomatous hyperplasia of the
glotis tidak banyak memiliki pembuluh limfe, dan lung: implications for the pathogenesis of peripheral lr-rng
penyebaran di luar laring jarang terjadi. Sebaliknya, adenocarcinoma. Am J Clin Pathol 111:610, 1999. (Bukt j
laring supraglotis kaya akan rongga limfe dan hampir histopatologik dan molekular yang meyakinkan yang
sepertiga turnor di tempat ini bermetastasis ke kelenjar mengaitkan lesi prekursor dengan pembentukan adeno-
getah bening regional (leher). Tnmor subglotis cen- karsinoma.)
derung tidak menimbulkan gejala klinis dan biasanya Marik PE: Aspiration pneumonitrs and aspilation pneumcl
pasien datang dalam stadium lanjut. Dengan pem- nia. N Engl J Med 344:665,2001. (Ulasan berorieniasr-
bedahan, radiasi, atau terapi kombinasi, banyak pasien klinis mengenai subjek ini.)
dapat disembuhkan, tetapi sekitar sepertiga akan Mayaucl C, et al: Tuberculosis in AIDS: past or ngrr, prob,
meninggal akibat penyakit ini. Penyebab kematian Iems. Thorax 54:576, 1999. (Suatu ulasan kontemporer
biasanya adalah infeksi sahtran napas distal atau meta- mengenai tuberkulosis pada pasien AIDS)
stasis lrras dan kakeksia. Murthy SS, et al: Asbestos, chromosomal deletions, ancl tr-r
mor suppressor gene alteration in human rnahgnant
mesothelioma. J Cell Physiol 180:150, 1999. (Ulasan yang
sangat baik mengenai biologi molekular mesotelioma
maligna, semua dalam satu kajian.)
Schwartz RS: The new element in the mechanism of asthr-.ra.
N Engl J Med 346:857, 2002. (Ringkasan yang sangat
BIBLIOG RAFI baik tentang bukti yang menunjang respons T,,2 sebagar
penyebab asma.)
Ando M, et al: A new look at hypersensitivity pneumonitis.
Statement on Sarcoidosis: The Joint Statement of the Ameri-
Curr Opin Pulm Med 5:299, 1999. (Suatu penyegaran
can Thoracic Society, the European Respiratory Societ1,,
mengenai patogenesis pneumonia hipersensitivitas,
and the Worid Association of Sarcoidosis and othen
dengan penekanan pada aspek imunologik penyakit.)
Cranulomatous Disorders. Am J Resptr Crit Care Med
Barnes PJ: Chronic obstructive pulmonary disease. N Engl J 1 60:736, 1 999. (Ulasa n definitif tentang sarkoidosis |
)
Med 343:269,2000. (Ulasan yang sangat baik tentang
Walter R, et al: Envlronmental and genetic risk factors and
paiogenesis PPOK.)
gene-environment interactions ln the pathogenesis of
Bisno AL: Acute pharyngitis.
N Engl J Med 344:205,200I. chronic lung disease. Environ Health Perspect 108:733,
(Pembahasan yang baik tentang penyakit yang umum 2000. (Ulasan mengenai berbagai faktor lingkungan dan
ini, yang biasanya diabaikan pada literatur kedokteran genetik serta interaksinya dalam patogenesis PPOK.)
modern.)
Ware LB, Matthay MA: The acute respiratory distress syn-
Busse WW, Lemanske RF: Asthma. N Engl J Med 344:350, drome. N Engl J Med 342:1334,2000. (Ringkas.rn me,
2001. (Ulasan yang sangat baik mengenai patogenesis ngenai definisi terakhrr, epidemiologi, patologi, clan
asma alergi.) gambaran klinis ARDS.)
I Ginjal dan
t
I Sistem Penyalurnya
RAMZI S. COTRAN, MD"
HELMUT RENNKE, MD
VINAY KUMAR, MD
*Almarhum
571
572. BAB 14 GINJAL DAN SISTEN/I PENYALURNYA
Cinjal adalah suatu organ yang secara struktural ditemrikan kalau aliran kemih tersumbat di bawah level
kompleks dan telah berkembang untuk melaksanakan ginjal. Teratasinya obstruksi akan diikuti oieh perbaik-
sejumlah fungsi penting: ekskresi produk sisa meta- an azotemia yang pesat.
bolisme, pengendalian air dan garam, pemeliharaan Apabila azotemia berkaitan dengan konstelasi
keseimbangan asam yang sesuai, dan sekresi berbagai gejala dan tanda klinis serta kelainan biokimiawi, hal
hormon dan autokoid. Penyakit pada ginjal sama ini disebut tLremin. Uremia ditandai dengan tidak saja
kompleksnya dengan strukturnya, tetapi penelitian kegagalan fungsi ekskresi, tetapi juga oleh sejumlah
tentang penyakit tersebut dipermudah dengan mem- perubahan metabolik dan endokrin yang menyertai ke-
bagi penyakit menjadi kelompok yang mengenai empat rusakan ginjal. Selain itu, terdapat keterlibatan salllran
komponen morfologik dasar: glomerulus, tnbulus, cerna (misal, gastroenteritis uremik), neuromuskuhrs
interstisium, dan pembr"rluh darah. Pendekatan (misal, neuropati perifer), dan kardiovaskular (rnisal,
tradisional ini bermanfaat karena manifestasi awal perikarditis fibrinosa r"rremik).
penyakit yang mengenai setiap komponen cenderung Kita sekarang dapat membahas secara singkai
khas. Selain itu, sebagian komponen tampaknya lebih sindrom ginjal tr Lanra:
rentan terhadap bentuk tertentu cedera ginjal; sebagai
contoh, penyakit glomeruh-rs sering bersifat imunologis,
7. Sindrom nefritik nktLt adalah sllatrl sindrom glome-
sedangkan penyakit tubulus dan interstisium lebih
rulus yang didominasi oleh onset akut hematuria
besar kemtngkinannya disebabkan oleh zat toksik atar-t
makroskopik (sel darah merah dalan urine), pro-
agen infeksi. Namun, sebagian penyakit mengenai lebih
teintrria ringan sampai sedang, azotemia, edema,
dari satu struktur. Selain itu, saling ketergantungan dan hipertensi; ini merupakan presentasi klasik
glomerulonefritis pascastreptokokus akut.
anatomik struktur di ginjal mengisyaratkan bahwa
kerusakan salah satu komponen hampir selalu 2. Sindrom nefrotilc ditandai dengan proteinuria berat
kemudian mengenai komponen tain. Oleh karena itu,
(ekskresi lebih dari 3,5 g protein/hari), hipo-
kerusakan glomerulns yang parah mengganggu aliran
albuminemia, edema berat, hiperlipidemia, dan
melalui sistem vaskular peritubulus; sebaliknya, lipiduria (lipid clalam r"rrine).
kerusakan tubulus, dengan meningkatkan tekanan 3. Hemcrturin atatt proteinurin nsimtomntik, atan
kombinasi keduanya, biasanya merupakan mani-
intraglomerulus, dapat menyebabkan atrofi glomeru-
festasi kelainan glomerulus yang ringan atau samar.
lus. Apa pun sebabnya, terdapat kecenderungan bahwa
semua benhrk penyakit ginjal kronis akhimya merusak
4. GlomertLlonefritis progresif cepnt menyebabkan
keempat komponen ginjal tersebut sehingga terjadi ganggrlan fungsi ginjal dalam beberapa hari atau
gagal ginjal kronis dan apa yang disebut sebagai end-
minggu dan bermanifestasi sebagai sedimen urine
aktif (hematuria, sel darah merah disrnorfik, silinder
stage contructed kidney. Cadangan fungsional ginjai
eritrosit).
cukup besar, dan gangguan firngsi baru muncul setelah
terjadi kerusakan yang cukup luas. Oleh karena itr-r,
5. Gngnl ginjal nlatt didominasi oleh oliguria atau
anuria (tidak ada aliran urine), disertai azotemia
gejala dan tanda awal sangat penting bagi para dokter,
akut. Kelainan ini dapat terladi akibat cedera glome-
dan keduanya akan dikemukakan dalam pembahasan
rulus (misalnya, glomeruionefritis sabit), cedera
tentang setiap penyakit.
interstisium, atau nekrosis tubulus akut.
6. Gagnl ginjnl kronis, ditandai dengan gejala clan
tanda uremia yang berkepanjangan, adalah hasil
akhir semua penyakit ginjal kronis.
GAMBARAN KLINIS 7. Infeksi snltLrnn kemih dttandai dengan bakteriuria
dan piuria (bakteri dan leukosit dalam r"rrine).
PENYAKIT GINJAL Infeksi mungkin asimtomatik atau simtomatik, dan
Manifestasi klinis peyakit ginjal dapat dikelompok- infeksi dapat mengenai hanya ginjal (p ielont:ft'it isS
kan ke dalam sindrom-sindrom. Sebagian bersifat khas atau kandung kemih (sistitis).
untuk penyakit glomerulus; yang lain terdapat pada B. Nefrolitinsis (batu ginjal) bermanifestasi sebagai
penyakit yang mengenai salah satu komponen ginjal. kolik ginjal, hematuria, dan pembentrikan batu
Sebeium kita mencanLumkan daftar sindrom, beberapa berr-rlang.
istilah perlu d iperjelas. Selain sindrom ginjal ini, olsstrulcsi salw'nn hemih
Azotemia adalah kelainan biokimiawi yang berarti dan tumor ginjal, yang akan dibahas kemudian,
peningkatan kadar kreatinin dan nitrogen urea darah mencerminkan lesi anatomik spesifik yang sering
dan terutama berkaitan dengan penurunan laju filtrasi memiliki manifestasi beragam.
glomeruius Qlomerulnr filtration rate, GFR). Azotemia
dapat disebabkan oleh banyak penyakit ginjal walau-
pun dapat juga disebabkan olehpenyebab ekstrarenal.
Azotemia prnrenal timbvlbila terjadi hipoperfusi ginjal,
.PENYAKIT GLOMERULUS
yang mengganggu fungsi ginlaI tanpo ndanya kerusak- Penyakit glomernlus mertipakan sebagian masalah
an parenkim. Demikian 1uga, azotemin pnscnrenql Lttama yang ditemukan dalam nefrologi; memang,
BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA I 573
glomerulonefritis (GN) kronis adalah salah sattr 7. Sebtrah lapisan tipis sel endotel vang berlubang-
penyebab tersering gagal ginjal kronis pada manusia. lubang (fenestrasi), setiap fenestra bergaris tengah
Ingatl-ahbahwa glomerulus terdiri atas suatu jaringan 70 sampai 100 nm.
anastomosis kapiler yang dibentuk oleh dua lapisan 2. Membrsn bnsnl glomerulls (GBM) dengarr lapisan
epitel. Epitel viseral menyatu dan menjadi bagian sentral tebal electron-dense, yaittt lnminn densn, dan
intrinsik dari dinding kapiler, sedangkan epitel parie- lapisan perifer yang lebih tipis dan electron-lucent,
tal melapisi ruang Bowman (trinnry spnce), rongga yartu lnminn rfira illternfi dan lnminn r(trtt el$tL.rno.
tempAt ulhafiltrat plasma awalnya berkumpul. Dinding GBM terdiri atas kolagen (temtarna hpe IV),laminin,
kapiler glomerulus merupakan membran penyaring proteoglikan polianionik, fibronektin, dan beberapa
dan terdiri atas struktur berikut (Gbr. 14-1 dan 14-2). glikoprotein lain.
GLOMERULUS
Urinary space
Mesangium
Sel mesangium
Matriks mesangium
Epitel parietal
Tubulus
Urinary space
Tonjolan kaki
Membran
Endotel basal
Endotel
Membran basal
Komoleks orotein oembawa
'sinyal dan sitbskeleton
:
Gambar 14-1
{iiti:
CL
US
lliialll itrr
ll:ll:. i;llr,lr
Gambar 14-2
Mikrograf elektron pembesaran-rendah glomerulus tikus. B, membran basal; CL, lumen kapiler; End, endotel; Ep, sel epitel viseral dengan
tonjolan kaki; Mes, mesangium; US, urinary space.
3. Se/ epitel uiseral (podosit), suatu sel yang secara rulus, membedakan molekul protein berdasarkan
struktr"rral kompleks d an memiliki tonjolan-tonjolan ukuran (semakin besar, semakin kurang permeabel),
interdigitata yang terbenam di dalam dan melekat muatan (semakin kationik, semakin permeabel), dan
ke lamina rara eksterna membran basal. Foot pro- konfigurasinya. Fungsi sawar yang berdasarkan ukur-
cesses (tonjolan kaki, pedikel) terpisah satu sama an dan muatan ini ditimbulkan oleh struktur dinding
lain oleh celah filtrasi selebar 20 sampai 30 nm/ yang kapiler yang kompleks, integritas GBM, dan banyak
dqembatani oleh sebuah diafragma tipis yang terdiri gllgus anionik yang terdapat di dinding, termasuk
atas nefrin (dibahas selanjutnya). proteoglikan asam GBM dan sialoglikoprotein lapisan
4. Rumpun glomerulus keseluruhan ditunjang oleh sel epitel dan endotel . Sel epitel rtisersl sangat penting
di antara kapiler.
sel mesnngium yang terletak rmtuk memelihara fungsi sawar glomerulr-rs: diafragma
Matriks mesangium mirip-membran basal mem- celah filtrasinya menimbulkan resistensi distal ter-
benfuk suatu jala tempat tersebamya sel mesangium. hadap aliran air dan sawar difusi bagi filtrasi protein,
Sel ini, yang berasal dari mesenkim, dapat ber- dan sel ini merupakan jenis sel yang terutama berperan
kontraksi dan mampu berproliferasi, mengeluarkan dalam sintesis komponen CBM.
matriks dan kolagen, dan mengeluarkan sejumlah Dalam beberapa tahun terakhir, telah banyak dike-
mediator aktif-biologis, seperti yang akan kita lihat. tahui tentang arsitektur molekular saw-ar fiitrasi glom-
Mesangium juga mengandung monosit dalam erulus, Nefrin, suatu glikoprotein transmembran,
jumlah bervariasi. merupakan komponen tttama diafragma celah dj
antara dua tonjolan kaki. Molekul nefrin dari tonjolan
Karakteristik utama filtrasi glomerulus adalah kaki di dekahrya saling berikatan melalui jembatan
permeabilitas yang sangat tinggi terhadap air dan zat disulfida di bagian tengah diafragma celah. Bagian
terlarut kecil dan impermeabilitas yang hampir total intrasel molekul nefrin berikatan dan berinteraksi
terhadap molekul seukuran dan bermuatan seperti dengan beberapa protein sitoskeleton dan protein
albumin (jari-jari sekitar 3,6 nm; 70.000 kD). Karakte- penyalur sinyal (lihat Gbr. 14-1). Nefrin dan protein
ristik yang terakhir, yang disebut fungsi sawar glome- terkaitnya berperan penting dalam memelihara
BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA I 575
endapan sr-rbepitel). Endapan dapat terletak di lebih cedera secara berr.rlang-ulang sehingga terjacli CN
dari satr"r tempat. Adanya imunoglobr_rlin dan kronis. Pada sebagian kasus, slrmber pajanarr;rntigen
komplemen di daiam endapan ini dapat dibr.rktikan kronis diketahui, seperti infeksi virr.rs hepatitis B dan
dbngan pemeriksaan mikroskop fh-roreJen. Bitn digtmn- vims imnnodefisiensimanusia (l{lV) dan pada SLE.
knn nntibodi nntikomplemen ntsrL nntiirntLnoglobrLlin Pada SLE, cedera alrtoimtrn di jaringan secara terus-
ynng berfluorescns, hontpleks imttn tnntpolc seltngoi menerlrs menyebabkan pengeluaran antigen nnklens
endapnn groruinr di glonterulus (Gbr. f4-4A). Setelah dan sitoplasma. Namtur, pada kasus y;rng lain, antigen-
raengendap di ginjal, kompleks imnn mungkin akhir- nya tidak diketahui.
nya terurai, terutama oleh monosit dan sel mesangium
fagositik, dan peradangan kemudian mereda. perjalan-
an semacam ini terjadi kalau pajanan ke antigen pemicn
NEFRITIS KOMPLEI<S IMUN
berlangsr-rng singkat dan terbatas, seperti pada sebagi- IN SITU
an besar kasus GN pascastreptokoktis. Namun, jika Seperti telerh dinvatakan, antibodi dalam cedera
siraman antigen berlangsung tems, dapat terjadi siklus bentuk ini bereaksi secara langsung dengan antigen
pembentr"rkan kompleks imlrn, pengendapan, dan yang sudah terfiksasi atati tertanam di glomertrlr.rs.
Penoendaoan
subdpitel ' -
(Jara ng )
Membran
basal
Endoteilum
Komoleks
dalam
sirkulasi
Pengendapan
subendotel
Gambar 14-3
Cedena glomerulus yang diperantarai oleh antibodi dapat terjadi akibat pengendapan kompleks imun
dalam darah (A) atau akibat pembentukan
in situ kompleks (B dan C). Penyakit antimembran basal glomerulus (GBM) (8) ditandai dengan pola
imuno1uoresensi linier, sedangkan lesi
yang disebabkan oleh kompleks imun memperlihatkan pola granular.
BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA 577
'
Gambar 14-4
Dua pola endapan kompleks imun sepefti terlihat dengan mikroskop imunofluoresens. A. Granular, khas untuk'nefritis kompleks imun in situ
dan yang berasal dari darah; B. linier, khas untuk penyakit antimembran basalglomerulus klasik.
Penyakit Anti-Membran Basal Glomerulus. adalah komponen dari domain nonkolagen dari rantai
Model yang paling banyak diketahui adalah nefritis o3 kolagen tipe IV.
anti-GBM klasik (lihat Gbr. 14-38). Pada cedera jenis Nefritis Heymann. Nefritis ini adalah model
ini, antibodi ditujukan pada antigen tetap di GBM. untuk GN membranosa pada manusia. Penyakit ini
Penyakit tersebut memiliki padanan pada hewan ditimbulkan dengan mengimunisasi tikus dengan
eksperinrental, yaitu nefritis Mnsugi atatt nefritis se- preparat brttsh-border tubultrs proksimal. Tikus
rum nefrotokslk pada keiinci. Hal ini dihasilkan membentuk antibodi terhadap antigen brush-border
dengan menyuntik tikns dengan antibodi anti-CBM dan mengalami CN tipe membranosa yang sangat
yang dihasilkan dari imtrnisasi kelinci dengan ginjal mirip dengan GN membranosa pada manlrsia (dibahas
tikr-rs. Meskipun pada model eksperimental antibodi kemudian). Hal ini ditandai dengan endapan difus
anti-GBM dihasilkan dengan menyuntikkan antigen imunoglobtrlin dan komplemen pola grnruilnr (bukan
ginjal "asing" ke dalam hewan, nefritis snti-GBM linier) di sepanjang GBM pada pemeriksaan mikroskop
sponton pndn mnnusin terjndi nlcibnt terbentuknya imtrnofluoresens. Sekarang telah jelas bahwa GN ter-
nutosntibodi terhndnp GBM. Antibodi secara langsung jadi akibat reaksi antibodi terhadap suatu kompleks
berikatan dengan molekul kolagen di sepanjang GBM, antigen yang terletak di conted pits sel epitel viseral
menghasilkan poln linier, seperti terlihat pada teknik glomerulus dalam dlstribusi diskontinr-r dan bereaksi
mikroskop imunofluoresens, berbeda dengan pola silang dengan suatu antigen brush-bordcr. Anligen
granular yang ditemukan pada bentuk lain nefritis terdin atas sebuah protein besar, sekitar 330 kD, yang
kompleks imun (lihat Gbr. 14-48). Kadang-kadang disebtrt megnlin, yang memiliki homologi dengan
antibodi anti-GBM bereaksi silang dengan membran reseptor lipoprotein densitas-rendah dan membentr-rk
basal alveolus parll, sehingga secara bersamaan terjadi kompleks dengan sebuah protein 44-kD yang lebih kecil
Iesi di partr dan ginlal (sindrom Goodpnsture).lelaslah yang disebr,rt receptor-nssociated protein (profein terlcnit
bahwa GN bentuk ini mertrpakan suatu penyakit auto- reseptor). Pada GN membranosa manllsi.a, antigen sel
imur-r iLhingga salah satu dari beberapa mekanisme epitel tampaknya juga merupakan homolog kompleks
,-- - ^^ l:-^
yang dibahas sebelurr,nya (Bab 5) dalani kaitaniiya 1I teBdrrr t.
dengan autoimttnitas mungkin berperan memicu Antibodi juga dapat bereaksi in situ dengan anti-
timbulnya penyakit. gennonglomerulus yang telah "tertanam" di glomeru-
Nefritis anti-GBM merupakan penyebab pada h-rs. Antigen ini mungkin tersangkut di ginjal karena
kurang daril'k penyakit GN pada manusia. Penyakit berinteraksi dengan berbagai komponen intrinsik
ini dipastikan merupakan penyebab cedera pada glomerultts. Antigen yang tersangkttt tersebut antara
sindrom Goodpasture (Bab 13). Banyak kasus nefritis lain molekui kationik yang berikatan dengan bagian
anti-GBM ditandai dengan kerusakan glomerttlus yang anionik kapiler glornerttlus; DNA, yang memiliki
sangat parah dan timbulnya GN crescenflc progresif afinitas terhadap komponen GBM; produk bakteri,
cepat. Antigen membran basal yang berperan dalam seperti endostreptosin, suabr,r piotein streptokokr-rs grup
nefritis anti-GBM klasik pada sindrom Goodpasture A; agregat proteinberuktuanbesar (misal, agregat IgG),
578 T BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA
tidak dependen-neutrofil, akibat efek komponen litik meskipun kecepatannya bervariasi. Pasien akan meng-
C5-C9 (membrnne attack compler) komplemen, yang alami proteinuria, dan ginjal mereka memperlihatkan
menyeJrabkan sel epitel terlepas dan terangsangnya sel glomertrlosklerosis luas. Sklerosis progresif ini
mesangium serta epitel untuk mengeluarkan mediator mungkin dipicu, paling tidak sebagian, olehpembahan
kimiawi perusak. Membrnne sttnck complex juga adaptif yang terjadi pada glomerulus yang relatif sehat
menrngkatkan ekspresi reseptor transforming growth di ginjal yang sakit. Glomertrlus yang tersisa meng-
factor dr sel epitel; hal ini menyebabkan sintesis ber- alami hipertrofi untuk mempertahankan furngsi ginjal.
lebiht'n matriks ekstrasel sehingga terjadi penebalan Hal ini diikuti oleh perubahan hemodinamik, termasuk
CBM. peningkatan GFR, aliran darah, dan tekanan trans-
Selain membentuk kompleks imnn, antibodi yang kapiler (hipertensi kapiler) di setiap glomerulr-rs.
ditujukan pada antigen sel glomerulus dapat me- Penambahan beban pada glomerulus yang tituh ini
nyebabkan sitotoksisitas langsung. Antibodi sitotoksik akhirnya menyebabkan jejas sel epitel dan endotel,
ini mungkin berperan menimbulkan kerusakan pada peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap pro-
penyakit yang tidak memperlihatkan adanya kompleks tein, penimbunan protein dan lemak di matriks mesa-
imtur. Mediator lain yang dapat menyebabkan kerusak- ngium, dan pengendapan fibrin. Hai ini diikuti oleh
an glomerulus antara lain (1) monosit dnn makrofng, kolaps kapiler dan kerusakan, terperangkapnya hialin,
yang menyebuk glomerulus dalam reaksi yang di- dan proliferasi sei mesangium; oleh peningkatan peng-
perantarai oleh antibodi dan sel dan, jika telah aktif, endapan matriks; dan oleh sklerosis glomerulus. Yang
mengeluarkan banyak molekul biologis aktif; (2) terakhir ini menyebabkan semakin berkurangnya
trombosit, yang membentuk gumpalan di glomerulus massa nefron dan lingkaran setan glomerulosklerosis
sewaktu cedera imun dan mengeluarkan prostaglan- yang berkelanjutan.
din dan faktor pertumbuhan; (3) sel glomerulus residen Kita sekarang dapat beralih ke pembahasan tentang
(epitel, mesangium, endotel), yang dapat dirangsang tipe spesifik CN dan sindrom glomerulus yang
untuk mengeluarkan mediator, seperti sitokin (inter- ditimbulkan.
leukin 1), metabolit asam arakidonat, faktor pertumbuh-
an, nitrat oksida, dan endotelin; serta (4) produk terknit-
fibrin, yang menyebabkan sebukan leukosit dan Sindrom dan
proliferasi sel glomerulr"rs. Pada hakikahnya, hampir Gangguan Glornerulus
semua mediator yang dijelaskan dalam pembahasan
tentang peradangan pada Bab 2 mungkin berperan SINDROM NEFROTIK
dalam cedera glomerulus. Sindrom nefrotik adalah suatu kompleks klinis
yang mencakup: (1) proteinuria masif, dengan pe-
ngeluaran protein di dalam urine 3,5 g atau lebih per
MEKANISME LAIN
hari; (2) hipoalbuminemia, dengan kadar albumin
CEDERA GLOMERULUS plasma kurang dari 3 g/ dI; (3) edema generalisata, yaitu
Pada beberapa gangguan ginjal primer, mekanisme gambaran klinis yang paling mencoiok; serta (4)
lain mungkin berperan menyebabkan kerusakan glome- hiperlipidemia dan lipiduria. Saat onset sedikit atau
rulus. Dua yang layak mendapat perhatian khusus tidak terdapat azotemia, hematuria, atau hipertensi.
adalah cedera sel epitel dan giomerulopati ablasi ginjal. Komponen sindrom nefrotik memperlihatkan
Cedera Sel Epitel. Hal ini dapat ditimbulkan oleh hubungan logis satu sama lain. Proses awal adalah
antibodi terhadap antigen sel epitel visera; oleh toksin, kemsakan dinding kapiler glomemlus yang menyebab-
seperti pada model eksperimental proteinuria yang kan peningkatan permeabilitas terhadap protein
dipicu oleh aminonukleosida puromisin; mungkin oleh plasma. Dapat diingat dari pembahasan sebelumnya
sitokin tertentu; atau faktor yang masih belum dike- bahwa dinding kapiler glomerulus, dengan endotel,
tahui, seperti pada kasus glomerulosklerosis (lihat GBM, dan sel epitelnya, berfungsi sebagai sawar yang
selanjutnya). Cedera semacam fti tercermin dalam per- hartrs dilalui oleh filtrat glomerulus. Setiap peningkat-
ubahan-morfologik di sel epitel visera, yang mencakup an permeabilitas akibat perubahan struktur atau
lenyapnya tonjolan kaki, vakuolisasi, serta retraksi dan fisikokimia memungkinkan protein lolos dari plasma
terlepasnya sel dari GBM, serta perubahan fungsional ke dalam filtrat glomertrlus. Dapat terjadi proteinrrria
berupa proteinuria. Dihipotesiskan bahwa terlepasnya masif. Pada proteinuria yang berlangsung lama atatt
sel epitel visera disebabkan oleh perubahan pada nefrin berat, albumin serum cenderung menllrtln sehingga
dan berkaitan dengan protein sitoskeleton, dan bahwa terjadi hipoalbuminemia dan terbaliknya rasio albu-
hal ini menyebabkan kebocoran protein (Gbr. 1a-58). min-globulin. Edema generalisata pada sindrom nefro-
Glomerulopati Ablasi Ginjal. Bila suatu pe- tik disebabkan oleh penurunan tekanan osmotik karena
nyakit ginjal, glomerular atau yang lain, memsak cukup hipoalbuminemia dan reterui primer garam dan air oleh
banyak nefron fuingsional sehingga GFR menjadi 30- ginjal. Karena cairan keluar dari pembuluh darah dan
50% dari normal, perburukan ke arah gagal ginjal masuk ke dalam jaringan, volume plasma menllrtln
tahap-akhir sering berlangsung tanpa dapat dicegah, sehingga filtrasi glomerttlus berkurang. Sekresi
580 r BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA
Prevalensi (%)*
Anak Dewasa
Penyakit Sistemik
Diabetes melitus
Amiloidosis Penyebab sistemik tersering
Lupus eritematosus sistemik
Obat (emas, penisilamin, "heroin jalanan")
lnfeksi (malaria, sifilis, hepatitis B, AIDS)
Keganasan (karsinoma, melanoma)
Lain-lain (alergi sengatan lebah, nefritis herediter)
kompensatorik aldosteron, bersama dengan penurllnan berikut ini. Kemungkinan kelima penyebab prirner
GFR dan penurunan sekresi peptida natriuretik, men- sindronr ini, yaitu Gll proliferntif, tidak dibahas di
dorong retensi garam dan air oleh ginjal sehingga bagian ini karena lebih serlng menyebabkan sindrom
edema menjadi semakin parah. Dengan berulangnya nefritik.
rangkaian kejadian ini, dapat terjadi penimbunan cair-
an dalam jumlah sangat besar (disebut nnasnrkn).
Penyebab hiperlipidemia masih belum jelas. Diperkira-
MINIMAL CHANGE DISEASE
(NEFROSTS LTPOTD)
kan hipoalbnminemia memacu peningkatan sintesis
lipoprotein dalamhati. juga terdapat kelainan transpor Gangguan yang relatif jinak ini merr-rpakan pe-
partikel lemak dalam darah dan gangguan penguraian nyebab paling sering sindrom nefrotik pada anak.
lipoprotein di jaringan perifer. Lipiduria mencermin- Penynkit ini ditnndni dttngan glomerulus ynrtg ptndn
kan peningkatan permeabilitas GBM terhadap lipo- pemerilrsaan mikroskop cnhayo tnmpnk normnl , tetnpi
protein. di bsunh mikroskop elektron memperlihntknn hilnng-
Frekuensi relatif beberapa penyebab sindrom nyn tonjolnn-tonjolan krilci st:l epitel aisera. Walaupnn
nefrotik berbeda-beda sesuai Lrsia. Pnda snsk berusin dapat timbul pada semrla usia, penyakit ini paling
kurong dnri 15 tnhtLn, sebngsi contoh, sindrom nefrotilc sering ditemukan pada usia 2 sampai 3 tahun.
hnmpir selnlu disebtrbknrL oleh lesi primer di ginjol, Patogenesis. Patogenesis proteinuria pada nefro-
sedangknn pada 0rang deunsa sindronr sering sis lipid masih belum jelas berrar. Brrkti yang ada meng-
berksitnn dengnn penyakit sistemik. Tabel 11-2 isyaratkan bahiva minimsl t-hnnse disense terjadi
mexcerminkan gabungan angka yang diperoleh dari akibat gangglran sel T. Melaiui mekanisme yang belr.rm
beberapa penelitian tentang penyebab sindrom nefrotik. sepenuhnya dipahami, sei T inengelltarkan sttatrt
Seperti diperlihatkan pada tabel, penyebab sistemik sitokin atau faktor yang nlenyebabkan len,vapnya
tersering pada sindrom nefrotik adalah diabetes, tonjolan kaki se1 epitel dan proteinuriii. Pada tikr"rs,
amiloidosis, dan SLE. Lesi ginjal yang ditimbulkan oleh terdapat berbagai .kemungkinan faktor yarrg berasarl
penyakit ini dijelaskan pada Bab 5. Lesi glomerulus darr sel T yang mer-rimbr-rikan penyakit serllpa. Faktor
primer yang terpenting yang,biasanya menyebabkan tersebut antara lain interlelrkin 8, faktor nekrosis tu-
sindrom nefrotik adalah GN membrsnoss dan nefrosis mor, dan faktor permeabilitas lain yang belLrm dike-
lipoid (minintnl chnnge disense). Nefrosis lipoid lebih tahui. Namun, belum satu pun yang dapat dibuktikan
penting pada anak; GN membranosa pada dewasa. aktif pada sebagian besar pasien dengan minimnl
Dtra lesi primer lainnya, glomerulosklerosis foknl dan change disense. Temnan terakhir bahwa mr-rtasi di gen
GN membrnttoproltferatif, juga menyebabkan sindrom nefrin menyebabkan sindrom nefrotik kongenital (tipe
nefrotik. Keempat lesi ini akan dibahas secara terpisah Firrnish) dengan morfologi minimsl chnnge menyebab-
BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA T 581
kan fokus teralih ke nefrin sebagai sasaran cedera pada ditnndsi dengnn ndnntln endnpnn ltcrisi itntLnoglobtLlin
nefrosis lipoid. Dipostulasikan defek primer pada sel di stLbepitel sapntlnng GBM. Pada awal penyakit, glo-
T menyebabkan sel menghasilkan suatu faktor yang merulus mungkin tampak normal dengan mikroskop
melnengaruhi sintesis nefrin (lihat Gbr. 14-1). Yang cahaya, tetapi kasus yang sudah terbentuk sempllrna
menunjang pandangan ini adalah ditemukannya nremperlihatkan pcncbnlnn diftLs dinding knpiler.
penLlrunan ekspresi dan kelainan distribusi nefrin GN membranosa (MGN) dapat berkaitan dengan
pada sekelompok kecil pasien dengan minitnnl change penyakit atau bahan tertentu (MGN sekunder): (1)
disenie. infeksi (hepatitis B kronis, sifilis, skistosomiasis, ma-
laria); (2) tumor ganas, terntama karsinoma pam dan
kolon serta melanoma; (3) SLE dan penyakit autoimrin
lain; (4) pajanan ke garam anorganik (emas, merkr.rri);
dan (5) obat (penisilamin, kaptopril, obat antiinllamasi
MORFOLOGI nonsteroid). Pada sekitar 857o kastrs, penyakit bersifat
primer (ictiopatik).
Dengan mikroskop cahaya, glomerulus tampak hampir Patogenesis. CN rnembranosa ad a lah suatu
normal (Gbr. 14-64). Sel tubulus kontortus proksimal berrtuk nefritis kompleks imr-tn kronis. Meskipr,rn
sering dipenuhi oleh lemak, tetapi hal ini disebabkan kompleks (di dalam darah) yang tcrberrtLrk dari anti-
oleh reabsorpsi lipoprotein yang lolos melalui glome-
gen eksogen (mis. virtrs hepatitis B) atau endogen (DNA
rulus yang sakit oleh tubulus. Gambaran di tubulus
pada LES) dapat menyebabkan MCN, tetapi kini
kontortus proksimal ini merupakan dasar penamaan
lama untuk penyakit ini, nefrosis lipoid. Bahkan dengan
diperkirakan sebagian besar bentr-rk idiopatik dipicr-r
mikroskop elektron, dinding kapiler glomerulus tampak oleh antibodi yang bereaksi in sitr-r dengan antigen
normal. Satu-satunya kelainan glomerulus yang nyata glomerulus endogen atar"r antigen yang tersangkr-rt di
adalah lenyapnya tonjolan kaki (foot processes) podosit L](rlttr'l'ttlil\.
yang uniform dan difus (Gbr. 14-6C). Oleh karena itu, Lesi sangat mirip dengt-rn iesi vang terjadi pada
sitoplasma podosit tampak melapisi aspek eksterna nefritis Fle_\.mann eksperimental yang, seperti Anda
GBM, menyebabkan obliterasi jaringan alur antara ingat, dipicu oleh antibodi terhadap kompleks anti-
podosit dan GBM. Juga terdapat vakuolisasi sel epitel, genik meg;rlin, dar.. slratlr antigen serupa jr-rga terdapat
pembentukan mikrovilus, dan kadang-kadang penge- pada manusia. Kerentanan tikr"rs terhadap nefritis
lupasan fokal. Perubahan pada podosit bersifat rever- Heymann dan mannsia terhaciap MCN berkaitan
sibel setelah proteinuria reda.
deng;rn lokus HLA, yang memengarul-ri kemampuan
ttrbuh menghasilkan antibodi terhadap antigen ref'l
togutilc. Oleh karena itu, MGN idiopatik, seperti nefritjs
Fieymann, dianggap sebagai suatn penvakit autoimtur
yarrg berkaitan dengan gen kerentanan dan disebabkan
Perjalanan Penyakit. Penyakit bermanifestasi
oleh antibodi terhadap autoantigen ginjal.
sebagai sindrom nefrotik yang timbul perlahan pada
Berkaitan dengan peran endapan imun, bag.rimarr.r
anak yar-rg tampak sehat. Tidak ditemr-rkan hipertensi,
dinding kapiler glomerr-rlus menji-rdi bocor? I(arena
dan fr.rngsi ginjal r-rmr"rmnya normal. Kehilarrgan pro-
neutrofil, monosit, atau tromboslt tidak diternukan
tein urnumnya terbatas pada protein serllm bernknran
semerrtara komplemen hampir selalu diternukan,
kecil, temtarna albumin (proteinuria selektif). Progno-
diisyaratkan adanyir efek iangsr-rng dari C5b-C9, mcnt-
sis pada anak dengan penyakit ini baik. Lebih dari 90%
brnne nttnck complex komplemen, pada se1 epitel glo-
kasus berespons terhadap pemberian kortikosteroid
merllllls. Mentbrnne nttsck compler menvcbabkan
jangka-pendek; namun, proteinuria kambuh pada lebih
pengaktifan sel epiteJ dan mesangiur.n glomemlus,
dari dua pertiga pasien yang semula berespons, dan memictlnya mengelr.rarkan protease dan oksidan ltang
sebagian di antaranya menjadi dependen-steroid.
dapat merusak dinding kapiler. Mediator sel epitel juga
Kurang dari 5% akan mengalami gagal ginjal kronis
tampaknya menglrrangi sintesis dan distribusi nefrin.
seteiah 25 tahr.rn. Karena responsitivitasnya terhadap
terapi pada anak, pada mereka yang tidak berespons
terhadap terapi minimal chnnge dist:nse harus dibeda-
kan dengan penyebab lain sindrom nefrotik. Orang
dewasa juga berespons terhadap terapi steroid, tetapi
responsnya lebih lambat dan lebih sering teqacii relaps. MORFOLOGI
Dengan mikroskop cahaya, perubahan dasar tampak-
G LOM ER U LON EFRITIS nya adalah penebalan difus GBM (Gbr. 14-68). Dengan
MEMBRANOSA mikroskop elektron, penebalan tersebut sebagian
(NEFROPATT MEMBRANOSA) disebabkan oleh endapan di subepitel yang melekat ke
GBM dan dipisahkan satu sama lain oleh tonjolan kecil
Penyakit yang progresif lambat ini, tersering teqadi mirip duri matriks GBM (pola "spike and dome") (Gbr.
pada usia antara 30 darr 50 tahr-rn, st:corn morfologis
582. BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA
;
A
Gambar 14-6
Nefrosis lipoid (A dan C) dan glomerulonefritis (GN) membranosa (B dan D). Pada nefrosis lipoid, perhatikan bahwa di bawah mikroskop
cahaya glomerulus yang terwarnai oleh periodic acid-Schiff (PAS) tampak normal, dengan membran basal tipis (A). Bandingkan ini
dengan penebalan difus membran basal pada glomerulonefritis membranosa (B). Nefrosis lipoid memperlihatkan lenyapnya tonjolan kaki
sel bpitel visera secara difus (C), sedangkan glomerulonefritis membranosa (D) ditandai dengan endapan electron-dense disubepltel
sefta hilangnya tonjolan kaki.
14-GD). Seiring dengan perkembangan penyakit, duri- Rongga ini kemudian terisi oleh endapan bahan mirip-
duri ini menutupi endapan dan menggabungkannya ke GBM. Pada perkembangan selanjutnya, glomerulus
dalam GBM. Selain itu, podosit kehilangan tonjolan kaki- mengalami sklerosis dan, akhirnya, mengalami hialin-
nya. Pada tahap lanjut penyakit, endapan yang telah isasi total. Mikroskop imunofluoresens memperlihatkan
menyatu tersebut mengalami katabolisasi dan akhirnya endapan imunoglobulin dan komplemen granular khas
lenyap, meninggalkan rongga-rongga di dalam GBM. di sepanjang GBM (lihat Gbl14-44).
BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA T 583
Perjalanan Penyakit. Onset pada kasus idiopatik yangdiperkirakan berperan adalah faktor dalam
ease,
ditandai dengan timbulnya secara perlahan sindrom darah yang meningkatkan permeabilitas. Hialinosis
nefrotik, biasanya tanpa penyakit yang mendahuluii dan sklerosis mencerminkan terperan gkapnya pro tein
namun, proteinuria mungkin sudah muncul sebelum dan lemak plasma di fokus hiperpermeabel dan reaksi
timbulnya sindrom nefrotik lengkap. Berbeda dengan sel mesangium terhadap protein dan endapan fibrin
minimnl chnnge disease, proteinuria bersifat non- tersebut. IgM dan protein komplen-ren yang ditemukan
selektif dan biasanya tidak berespons terhadap terapi pada lesi diperkirakan terjadi akibat perembesan
kortikcisteroid. Globulin keluar melalui urine, demikian nonspesifik dan terperangkapnya zat tersebut di glome-
juga molekul albumin yang lebih kecil. Pada semua mlus yang rusak. Kekambuhan proteinuria pada pasien
pasien, penyebab sekunder harus terlebih dahulu dengan sklerosis fokal yang mendapat cangkok ginjal,
disingkirkan. MGN memperlihatkan perjalanan kadang-kadang dalam 24 jam setelah transplantasi,
penyakit yang bervariasi dan sering indolen. Secara mendukung gagasan bahwa penyebab kertrsakan
keselnruhan, walau proteinuria menetap pada lebih epitel adalah suatu mediator yang beredar dalam
dari 60% pasien, hanya sekitar 40% pasien mengalami darah.
penyakit progresif yang berakhir pada gagal ginjai
setelah 2 sampai 20 tahr-rn. Sebanyak 10% sampai 30%
lainnya memperlihatkan perjalanan penyakit jinak
dengan remisi proteinuria yang parsial atau total.
MORFOLOGI
G LOMERU LOSKLEROSIS Penyakit mula-mula hanya mengenai sebagian glome-
SEGMENTAL FOKAL rulus (sehingga muncul nama "fokal") dan awalnya
Glomerttlosklerosis segmental foknl (FSG) secara hanya glomerulus jukstamedula. Seiring dengan per-
kembangan penyakit, akhirnya semua tingkatan korteks
histologis ditondsi dengan sklerosis yang mettgt'nni
terkena. Secara histologis, GSF ditandai dengan lesi
sebnginn, tetnpi tidnk semul glomerulus dnn melibnt- yang terbentuk di sebagian rumpun di dalam glomeru-
kan hnnya seg?nen setinp glomerultLs. Gambaran lus dan tidak di glomerulus yang lain (sehingga timbul
histologik ini seringberkaitan dengan sindrom nefrotik nama "segmental"). Oleh karena itu, kelainan bersifat
dan dapat terjadi (1)berkaitan dengan penyakit lain, fokal dan segmental (Gbr. 14-7). Pada lesi tampak
seperii infeksi HIV, kecanduan heroin (nefropati HIV, peningkatan matriks mesangium, kolapsnya membran
nefropati kecanduan heroin); (2) sebagai proses se- basal, dan endapan massa hialin (hialinosis) dan butir-
kur,der pada bentuk lain GN (misal, nefropati IgA); (3) butir lemak. Kadang-kadang glomerulus mengalami
sebagai komponen nefropati ablasi glomerulus (diurai- sklerosis total (sklerosis global). Di glomerulus yang
kan kemudian); (4) pada suatu bentuk kongenital terkena, pemeriksaan mikroskop imunofluoresens
herediter yang terjadi akibat mutasi gen sitoskeletal memperlihatkan endapan imunoglobulin, biasanya lgM,
dan komplemen di bagian hialinosis. Pada pemeriksa-
yang diekspresikan di podosit; atau (5) sebagai penyakit
primer.
- FSG primer (atau idiopatik) membentuk sekitar 10%
dari semua kasus sindrom nefrotik. Penyakit ini se-
makin sering menjadi penyebab sindrom nefrotik pada
orang dewasa dan tetap sering menjadi kausa pada
anak. Pada nnak, penyebsb sindrom nefrotik ini perlu
dibedsknn dengnn minimnl chnnge disesse (nefrosis
lipoid), karena perjalanan penyakit sangat berbeda.
Tidak seperti kasus dengan minimsl chnnge disenst:,
pasien dengan penyakit ini memperlihatkan insidensi
hematuria dan hipertensi yang lebih tinggi, proteinuria
yang nonselektif, dan secara umum responsnya ter -
hadap terapi kortikosteroid buruk. Paling tidak 50')i,
pasien mengalami gagal ginjal tahap-akhir dalam 10
tahun setelah diagnosis. Orang dewasa secara umllm
memiliki prognosis lebih buruk daripada anak-anak.
Patogenesis. Patogenesis FSG primer tidak di-
ketahui. Beberapa peneliti menyarankan bahwa FSC
adalah varian agresif minimsl chnnge disease. Yang Gambar 14-7
lain berpendapat bahwa penyakit ini merupakan
entitas klinikopatologik tersendifli'Bagaimanapilh, Foto pembesaran kuat glomerulosklerosis segmental fokal
cedern padn sel epitel aisern ynng kemudisn menyebnb' (pewarnaan PAS), tampak massa hialin yang telah menggantikan
knn kerttsnkan sel tersebut diperkirakan mernpakan sebagian glomerulus. (Sumbangan Dr. H. Rennke, Department of
tnndn utamn FSG. Seperti pada minimnl chnnge dis- Pathology, Brigham and Women's Hospltal, Boston).
584 T BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA
MARFOLOGI
FSG idiopatik kecii kemungkinannya mengalami
Dengan mikroskop cahaya, kedua tipe serupa. Glome-
remisi spontan dan kurang berespons terhadap terapi
rulus besar dan memperlihatkan proliferasi sel
kortikosteroid. Perkembangan menuju gagal ginlal
mesangium serta sebukan leukosit (Gbr. 14-BA).
berlangsr.rng dengan kecepatan bervariasi, dan sekitar Glomerulus tampak lobular. GBM menebal, dan dinding
50% pasien menderita gagal ginjai setelah 10 tahun.
., -j
;k-*F
.j iii
Gambar 14-8
A Glomerulonefritis membranoproliferatif, yang memperlihatkan proliferasi sel mesangium, penebalan membran basal, sebukan leukosit,
dan aksentuasi arsitektur lobulus. B. Gambaran skematik pola yang terdapat pada kedua tipe glomerulonefritis membranoproliferatif. pada
tipe I terdapat endapan subendotel; tipe ll ditandai dengan endapan padat intramembranosa (dense deposrl disease). pada keduanya,
adanya mesangium menyebabkan membran basal terbelah kalau dilihat dengan mikroskop cahaya.
BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA I 585
Faktor ini adalah stiatu imunoglobulin yang bereaksi ( Pasca stre pto koku s, P a s ca i nfeks i )
dengan C3 konvertase jalur komplemen alternatif dan GN proliferatif (PGN) difus, saiah satu penyakit
berfungsi menstabilkannya, sehingga jalur ini menjadi glomerulus yang sering ditemukan, biasanya disebab-
aktif yang menyebabkan pengeluaran berbagai fragmen kan oleh kompleks imun. Antigen pemicu mungkin
komplemen aktif-biologis. Oleh karena itu, C3NeF berasal dari eksogen atatt endogen. Prototipe pola
adalah suatlr alrtoantibodi dan, seperti pada penyakit eksogen adalah GN pascainfeksi, sedangkan yang
autoimnn lainnya, terdapat predisposisi genetik unfuk disebabkan oleh antigen endogen adalah nefritis 1u-
timbulnya MPGN. Hipokomplementemia, yang lebih pus, yang ditemukan pada SLE (Bab 5). lnfeksi oleh
*^^-^l^1,
iiiLirLUiuN n-,-lr LrPU rt
l;^^ -^l'.-^i\h
it, JLvd6rurL 'lic^l-.1.1'.-
ur5LUuuNdrr vrLrr ^--.-;--^ ^^t-:-
Jcidrrr JLitPtUNwNLl)
UiF)diiiJiiiL
r^^^r
;.. -^ uuydl
^r-^^!^r.^r...^ JLrbd berkaiLan
Pdud ^l^1.
konsumsi C3 berlebihan dan sebagian oleh penllrllnan dengan PGN difus. Infeksi ini mencakup infeksi
sintesis C3 di hati. Masih belum jelas bagaimana pneumokoku s dan stafilokokus tertentrr serta sejumlah
kelainan komplemen menyebabkan perubahan glome- infeksi virus rlmlrm, seperti campak, gondongan, cacar
rnlus. air, dan hepatitis B dan C.
Perjalanan Penyakit. Manifestasi utama (pada Kasus klasik GN pascastreptokokus timbul pada
sekitar 50% kasus) adalah sindrom nefrotik, walaupun anak 1 sampai 4 minggu setelah pasien sembuh dari
MPGN juga dapat berawal sebagai nefritis akut atau, infeksi streptokokus grup A. Hanya strain "nefrito-
secara lebih perlahan, sebagai proteinuria. Prognosis genik" tertenlu dari sheptokokus B-hemolitikus mampu
MPGN Lrmumnya buruk. Pada satu penelitian, tidak memicu penyakit glomerulus. Pada sebagian besar
satu pun dari 60 pasien yang diikuti selama 1 sampai kasus, infeksi awal terletak di faring atan kulit.
586 T BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA
.& +s.
* -.{" -... s r
#ffif;.Hi4q*
ffi,,iiSrl'
rli
.
iffi ffiru
i 'it;
.i$ i
liiiii
Gambar 14-9
Glomerulonefritis pascastreptokokus. A. Hiperselularitas glomerulus disebabkan oleh leukosit intrakapiler dan proliferasi sel glomerulus
intrinsik. Perhatikan silinder sel darah merah di tubulus. B. "Punuk" subepitel electron-dense yang khas dan endapan intramembranosa
(tanda panah). BM, membran basal; CL, lumen kapiler; E, sel endotel; Ep, sel epitel.
BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA T 587
dan histologis. Sebaliknya, pada anak prevalensi pe- membedakannya dengan kasus idiopatik yang keiain-
nyakit kronis setelah kasus sporadik GN akut jauh an ginjalnya tidak disertai oleh penyakit paru. Antibodi
lebih rendah. anti-GBM terdapat di daiam serum dan bermanfaat
untuk diagnosis. CrGN tipe I perlu dikenali, karena
G I om e ru I on ef riti s P rog res if Cepat para pasien dapat memperoleh manfaat dari plasma-
(Crescentic) feresis, yang membersihkan antibodi patogenik dari
Glo;nerulonefritis progresif cepat (RPGN) adalah sirkulasi.
suatu sindrom klinis dan bukan bentuk spesifik GN. CtQIJ tipe II acialah suatu penynkit yang diper-
Secara klinis, penyakit ini ditandai dengan penrlrunarl
antarai oleh kompleks imun. Penyakit ini dapat
fungsi ginjal yang cepat dan progresif disertai oliguria merupakan penyulit semrla nefritis kompleks imlin,
berat dan (jika tidak diterapi) kematian akibat gagal termasuk GN pascastreptokokus, SLE, nefropati IgA,
ginjal dalam beberap a minggu s amp ai bula n. Ap a p un dan purpura Henoch-Schonlein. Pada beberapa kasus,
penyebnbnya, gambaran histologik ditsndni dengan kompleks imun dapat dibuktikan, tetapi penyebab yang
odanyn btLlsn sabit di sebnginn besnr glomerulus (GN mendasarinya tidak diketahui. Pada semtra kasus,
crescentic.) . "Bulan sabit" ini sebagian disebabkan oleh
pemeriksaan imunofluoresens memperlihatkan pola
proliferasi sel epitel parietal di kapsula Bowman dan pewarnaan granular yang khas ("lttmpy bumpy").
sebagian oleh sebukan monosit dan makrofag. Pasien biasanya tidak dapat diobati dengan plasma-
Patogenesis. Clomerulonefritis crescentic (CIGN) feresis, dan mereka memerlukan terapi untuk penyakit
mungkin disebabkan oleh sejumlah penyakit berbeda, yang mendasari.
yang sebagian terbatas di ginjal dan sebagian lagi CrGlxl tipe III, yangjr-rga disebut CrGN tipe pausi-
bersifat sistemik. Meskipun tidak ada satu mekanisme imun, didefinisikan oleh tidak adanya antibodi anti-
yang dapat menjelaskan semua kasus, tidak diragukan GBM atau kompleks imun pada pemeriksaan mikro-
Iagi bahwa pada sebagian besar kasus cedera glome- skop imunofluoresens dan elektron. Sebagian besar
rulus disebabkan oleh proses imunologis. Oleh karena pasien ini memiliki antibodi antisitoplasma neutrofil
itu, klasifikasi praktis membagi CIGN menjadi tiga (ANCA) di dalam serumnya yang, seperti akan kita
kelompok berdasarkan temuan imunologik (Tabel 14- lihat (Bab 10), berperan dalam sebagian vaskulitis. Oleh
3). Pada setiap kelompok, penyakit mungkinberkartan
karena itu, pada beberapa kasus CrGN tipe III adalah
dengan suatr-r penyakit tertentu atau bersifat idiopatik.
komponen suatu vaskulitis sistemik, seperti poli-
CrGN tipe I sebaiknya diingat sebagaipenyokit nnti- arteritis nodosa mikroskopik atau granulomatosis
GBM dan ditandai dengan endapan linier IgG dan, Wegener. Namun, pada sebagian kasus CrGN pausi-
pada banyak kasus, C3 di GBM, seperti dijelaskan imun terbatas di ginjal sehingga disebut idiopatik.
sebelumnya. Pada sebagian pasien, antibodi anti-GBM
Dari pembahasan tentunya jelas bahwa walau
juga berikatan dengan membran basal kapiler alveo- ketiga tipe CrGN mungkin berkaitan dengan penyakit
Ius paru sehingga menimbulkan gambaran klinis per- ginjai atau penyakit di luar ginjal, sebagian bersifat
darahan paru disertai gagal ginjal. Para pasien ini idiopatik. Kalau penyebab dapat diidentifikasi, sekitar
12% pasien mengidap penyakit anti-GBM (CrGN tipe
dikatakan mengidap sindrom Goodpasture, untuk
I) dengan atau tanpa keterlibatan paru;41ok mengidap
CrGN tipe II; dan44o/o sisanya mengidap CrCN tipe III
pausi-imun. Semua mengalami cedera glomerttlus yang
parah.
MORFOLOGI
Secara histologis, terjadi proliferasi dan/atau sklerosis
glomerulus segmental serta peningkatan matriks
mesangium. Di sebagian ginjal, sel interstisium tampak
Gambar 14-11 berbusa akibat penimbunan lemak netral dan muko-
polisakarida (sel busa). Seiring Cengan perkembang-
Nefropati lgA yang memperlihatkan endapan lgA khas terutama di
an penyakii, terjadi peningkatan glomerulosklerosis,
daerah mesangium dengan pemeriksaan imunofl uoresensi. penyempitan pembuluh, atrofi tubulus, Can fibrosis
interstisium. Pada pemeriksaan mikroskop elektron,
membran basai glomerulus tampak tipis dan melemah;
seiring dengan pertambahan usia, proteinuria progresif,
dan insufisiensi ginjal, membran basal glomerulus dan
(walaupun jarang) GN yang nyata-nyata crescentic. tubulus memperlihatkan fokus iregular penebalan atau
pelemahan disertai pemisahan dan laminasi lamina
Gambaran imunofluoresensi yang khas adalah endap-
an lgA di mesangium, sering disertai C3 dan properdin densa sehingga tampak gambaran "anyaman
serta sejumlah kecil lgG atau lgM (Gbr. 14-11). Kompo-
keranjang".
nen awal komplemen biasanya tidak ada. Pemeriksaan
mikroskop elektron memastikan adanya endapan e/ec-
tron-dense di mesangium.
PIELONEFRITIS AKUT
Pielonefritis akut, suahr peradangan supuratif yang
tlmum terjadi di ginjal dan pelvis ginjal, disebabkan
oleh infeksi bakteri. Peradangan ini merupakan mani-
festasi penting infeksi saluran kemih (UTI), yang
mengisyaratkan keterlibatan saluran kemih bawah
(sistitis, prostatitis, uretritis) atau atas (pielonefritis)
atau keduanya. Seperti akan kita lihat, pielonefritis
hampir selalu berkaitan dengan infeksi saluran kemih
bawah. Namlrn, yang terakhir mungkin bersifat loka-
lisata tanpa meluas ke ginjal. UTI merupakan masalah
klinis yang sangat sering ditemukan.
Patogenesis. Organisme rltama penyebab pe-
radangan ini adalah batang gram-negatif enterik. Es
cherichitt coll merupakan organisme tersering. Orga-
nisme penting lainnya adalah spesies Proteus, Klcb-
siella, Enterobacter, dan Psettdoffion&s; ktiman irri
biasanya menyebabkan infeksi rekuren, terutama pada
pasien yang menjalani manipulasi saluran kemih atatr
INFEKSI ASENDENS
mengidap anomali saluran kemih bawah kongenital
atau didapat (lihat selanjutnya). Walaupun jarang, Mikroba yang sering:
E. coli
stafilokokus dan Streptococctrs faecalis juga dapat Proteus
menyebabkan pielonefritis. Enterobacter
Terdapat dua rute yang dapat ditempuh bakteri
untuk mencapai ginjal: melalui aliran darah (hema- Gambar 14-1 3
togen) dan dari saluran kemih bawah (asendens).
Gambaran skematik jalur infeksi ginjal. lnfeksi hematogen terjadi
Walaupun penyebaran hematogen jauh lebih jarang,
akibat penyebaran bakteremia. Yang lebih sering adalah infeksi
pielonefritis akut dapat timbul akibat menyemainya asendens, yang terjadi akibat kombinasi infeksi kandung kernih,
bakteri sewaktu septikemia atau endokarditis infektif refl uks vesi kou reter, da n refl u ks intra rena l.
di ginjal (Gbr. 14-13) . Infeksi asendens dari saluran
kemih bawah merupakan rute tersering dan terpenting
bagi bakteri untuk mencapai ginjal. Langkah pertama
pada patogenesis infeksi asendens tampaknya adalah
perlekatan bakteri ke permukaan mukosa, diikuti oleh
kolonisasi ureha distal (dan introitus pada perempuan).
Dari sini organisme harus memperoleh akses ke
kandung kemih, dengan pertumbuhan ekspansif
koloni dan dengan bergerak melawan arus urine. Hal dan tetap demikian, karena sifat antimikroba mttkosa
ini dapat terjadi saat instrlrmentasi uretra, termasuk kandung kemih dan karena efek pembilasan yang
kateterisasi dan sistoskopi, yang merupakan faktor pre- ditimbulkan oieh proses berkemih secara periodik.
disposisi penting pada patogenesis UTI. Tanpa Namun, pada obstruksi aliran keluar atau disfungsi
inshumentasi, UTI paling sering mengenai perempuan. kandung kemih, mekanisme pertahanan alami
Karena letak uretra yang dekat dengan rektum, bakteri kandung kemih teratasi sehingga UTI mudah terjadi.
enterik mudah melakukan kolonisasi. Selain iLu, uretra Obstrr"rksi setinggi kandung kemih menyebabkan
yang pendek, dan trauma uretra saat hubungan pengosongan yang inkomplit dan peningkatan volume
kelamin, mempermudah masuknya bakteri ke dalam urine sisa. Apabila terdapat stasis, bakteri yang masr,rk
kandung kemih. Biasanya urine kandung kemih steril ke dalam kandung kemih akan berkembang biak tanpa
592 T BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA
MORFOLOGI
Satu atau kedua ginjal mungkin terkena. Ginjal yang
terkena mungkin berukuran normal atau membesar.
Biasanyatampak jelas abses diskret, kekuningan, dan
meninggi di permukaan ginjal (Gbr. 14-14). Abses ini
mungkin tersebar luas atau terbatas di satu regio ginjal,
atau menyatu membentuk satu daerah supurasi yang
luas.
: Gambaran histologik khas pada pielonefritis akut
adalah nekrosis supuratif atau pembentukan abses
di dalam parenkim ginjal. Pada stadium awal, infiltrat
supuratif terbatas di jaringan interstisium, tetapi kemu-
dian abses pecah ke dalam tubulus. Massa neutrofil
dalam jumlah besar sering meluas di dalam nefron
yang terkena untuk masuk ke dalam duktus koligentes
sehingga terbentuk silinder leukosit khas dalam urine. Gambar 14-14
Biasanya glomerulus tampak resisten terhadap infeksi.
Bila faktor obstruksi menonjol, eksudat supuratif Pielonefritis akut. Permukaan korteks ditaburi abses pucat fokal,
mungkin tidak dapat tersalur keluar sehingga mengisi lebih banyak di polus atas dan daerah tengah ginjal; polus bawah
pelvis ginjal, kaliks, dan ureter dan menimbulkan relatif tidak terkena. Di antara abses terdapat kongesti gelap
pionefrosis. permukaan ginjal.
BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA E 593
f Obstrtksi urine,baik kongenitai malrpun didapat (kattrp uretra posterior), yang menyebabkan insufisiensi
I Instrunten /csl saluran kemih, tersering kateterisasi, ginjal fatai kecuali apabila anomalinya diperbaiki; atau
J Reflttks aesikoureter. unilateral, seperti pada batu dan anomaii obstrukiif
a Kehnmilsn Empatsampai enampersenperempuan unilateral ureter.
hamil mengalami bakteriuria suatu saat selama ke- Pielonefritis Terkait-Refluks I(ronis (Nefro-
hamilannya, dan 20o,L s.rmpai 40% di antaranya pati Refluks). Ini adalah bentuk pielonefritis kronis
mengalami infeksi saluran kemih simtomatik yang lebih sering terjadi dan timbul akibat ierjadinya
apablla tidak diobati. UTI pada refluks vesikoureter kongenital atau refluks
) le,nis kelnmin dnn usia pasien. Setelah tahun per- intrarenal. Refluks dapat bersifat uniiateral atau bila-
tama kehidupan (saat anomali kongenital pada teral; oleh karena itu, kerusakan ginjal yang terjadi
anak laki-laki mulai muncul) dan sampai usia dapat menyebabkan pembentr"rkan jaringan parr-tt dan
sekitar 40 tahun, infeksi lebih sering terjadi pada atrofi di satu atau kedua ginjal sehingga terjadi
perempuan. Dengan bertambahnya rlsia, insiden insufisiensi ginjal kronis. Apakah refh"rks vesikoureter
pada laki-1aki meningkat karena terjadi hipertrofi tanpa infeksi (refluks steril) menyebabkan kerusakan
prostat dan seringnya dilakukan instrumentasi. ginjal masih belum dapat dipastikan, karena secara
J Sudrfu adanya lesi ginjnl, yang menyebabkan pem- klinis infeksi sulit disingkirkan pada pasien 1'ang
bentukan jaringan parut dan obstruksi ginjal. datang pertama kali dengan pembentukan jaling.rrr
A Dinbetes melitus, pielonefritis akr"rt disebabkan oleh parut pielonefritik.
irstrr-rmentasi yang lebih sering, kerentanan umum
terhadap infeksi, dan disfungsi ner-rrogenik
kandung kemih yang diperlihatkan oleh pasien.
I Imttnosupresi dnn imunodefisiensi.
MORFOLOGI
Gejala kiir-ris pieionefritis akut nonkomplikata
adalah onset mendadak nyeri di sudut kostovertebra Satu atau kedua ginjal mungkin terkena, baik secara
disertai tanda sistemik infeksi, seperti menggigil, difus atau dalam pola bebercak. Bahkan apabila bilate-
demam, dan malaise. Kelainsn kemih berupn Ttittrin ral, kedua ginjal tidak sama parahnya terkena sehingga
dnn bnkteritLrin. Selain itu, biasanya ada tanda iritasi tidak mengalami kontraksi yang setara. Pembentukan
jaringan parut yang tidak setara ini bermanfaat untuk
kandung kemih dan liretra (distLria, polakisr.rria, pe-
membedakan pielonefritis kronis dari kontraksi ginjal
rasaan ingin kencing yang kuat) . Bahkan tanpa
yang lebih simetris akibat stenosis vaskular (sering
pemberian antibiotik, penyakit cenderung jinak dan disebut sebagai "nefrosklerosis jinak") dan GN kronis.
swasirna, Fase simtomatik penyakit biasanya ber- Tanda utama pielonefritis kronis adalah pembentukan
langsung tidak lebih dari seminggu, walaupttn jaringan parut yang mengenai pelvis atau kaliks, atau
bakteriurianya mungkin menetap jauh lebih lama. Pada keduanya, sehingga papila menjadi tumpul dan kaliks
kasus dengan faktor predisposisi, penyakit dapat mengalami cacat berat (Gbr. 14-15).
menjadi rekttren atau kronis, terutama apabila bilate- Kelainan mikroskopik umumnya nonspesifik, dan
ra1.Timbulnya papilitis nekrotikans menyebabkan kelainan serupa dapai ditemukan pada gangguan tubu-
prognosis menjadi jauh lebih buruk. Para pasien iui lointerstisium lain, seperti nefropati analgesik. Parenkim
memperlihatkan tanda sepsis dan, sering, gagal ginjal. memperlihatkan gambaran sebagai berikut:
Kaliks menjadi tumpul progresif. Lesi glomemlus ini mungkin disebabkan oleh
respons adaptif yang terjadi di glomerulus akibat ber-
kurangnya masa ginjal, seperti telah dijelaskan.
NEFRITIS INTERSTISIALIS
AKIBAT OBAT
Dalam era antibiotik dan analgesik ini, obatmunclrl
sebagai salah satu penyebab penting cedera ginjal. Di
bawah ini akan dibahas dua bentuk nefritis tubulo-
inters tisium akibat obat.
#*il{*#l'
serta jejas iskemik pada sel tubnlus dan pembuh-rh.
MORFOLOGI
itrfr;ry,i$ #M_1",*,{. "i T, Papila yang nekrotik tampak cokelat kekuningan karena
tertimbunnya produk pemecahan fenasetin dan pigmen
mirip-lipofusin lain. Selanjutnya, papila mungkin kisut,
Gambar 14-1 6 terlepas, dan jatuh ke dalam pelvis. Secara mikro-
skopis, papila memperlihatkan nekrosis koagulasi
Nefritis interstisialis akibat-obat, dengan infi ltrat mononukleus dan
disertai lenyapnya detail selular, tetapi batas tubulus
eosinofllikyang mencolok. (Sumbangan Dr. H. Rennke, Department masih jelas. Di daerah nekrotik dapat ditemukan fokus
of Pathology, Brigham dan Women's Hospital, Boston.) kalsifikasi distrofik. Korteks yang didrainase oleh papila
yang nekrotik memperlihatkan atrofi tubulus, jaringan
parut interstisium, dan peradangan. Pembuluh halus
di papila dan submukosa saluran kemih memperlihat-
kan penebalan membran basal positif-PAS khas (mikro-
pada beberapa pasien, yang mengisyaratkan hiper- angiopati analgesik).
sensitivitas tipe I. Sebukan mononukleus atau granulo-
matosa, bersama dengan uji kulit terhadap hapten obat
yang positif, mengisyaratkan reaksi hipersensitivitas
tipeIV. Gambaran klinis r"rmum pada nefropati analgesik
Rangkaian kejadian patogenetik yang paling adalah gagal ginjal kronis, hipertensi, dan anemia.
mungkin adalah bahwa obat bekeqa sebagai hapten Anemia sebaglan disebabkan oleh kerusakan sel darah
yang, saat sekresi oleh tubulus, berikatan secara merah oleh metabolit fenasetin. Penghentian analgesik
kovalen dengan beberapa kornponen sitoplasma atau dapat menstabilkan atau bahkan memperbaiki fr-rngsi
ekstrasel sel tubulus dan menjadi imunogenik. Oleh ginjal. Penyrrlit Lrenvalahgunaan analgesik adalah
karena itu, cedera yang terjadi disebabkan oleh reaksi insiden karsincn-,a- sel transisional yang meningkat di
imun yang diperantarai oleh IgE dan sel terhadap sel pelvis ginjal atair kandung kemih pada pasien 1'ang
tubulus atau membran basalnya. selamat dari ga*al ginjal.
pankreatitis parah sampai septikemia, memiliki ke- tein membran (misal, Na*,K'-ATPase) dari permuka-
samaan, yaitlr episode berkurangnya aliran darah ke an basolateral ke permukaan luminal sel tr-rbulr.rs
organ perifer, biasanya dalam situasi hipotensi berat sehingga penyaluran natrium ke tubulus distal
dan syok. Pola ATN yang berkaitan dengan syok meningkat. Yang terakhir, melalui sistem Ltmpan-
disebr-rt ATN iskemik. Ke tidakcocokan.transftisi darah balik tubr.rloglomeruius, menyebabkan vaso-
dan krisis hemolitik lain, serta mioglobinuria, juga konstriksi. Kerusakan lebih lanjut di tr-rbulus dan
menimbulkan gambaran mirip ATN iskemik. Pola terbentuknya debris tubulus dapat menghambat
kedtra, yang disebut ATN nefrotoksik, disebabkan oleh aliran keluar urine dan akhirnya meningkatkan
beragam raclln/ termasuk logam berat (misal, merkuri); tekanan intratubulus sehingga GFR meningkat.
pelarut organik (misal, karbon tetraklorida); dan Selain itu, cairan dari tnbnius yang rusak dapat
beragam organ, seperti gentamisin, antibiotik lain, dan bocor ke dalam interstisium sehingga tekanan
medium kontras radiografik. Karena banyaknya faktor interstisir-rm meningkat dan tubulus kolaps. Sel tr-r-
pemicu, ATN cukup sering terjadi. Selain itu, sifatnya bulus yang iskemik juga mengekspresikan sitokin
yang reversibel menegaskan pentingnya entitas ini dan molekr,rl perekat yang berfungsi merekrr-rt dan
secara kiinis karena penanganan yang tepat dapat mengimobilisasi ler,rkosit yang dapat ikr-rt serta
membedakan antara pemulihan sempurna dan merri mbtr lka n cedera ini.
kematian.
Cedera ginjal iskemik jLrga dilandar dengan per-
Patogenesis. Proses kritis pada ATN iskemik dan
nefrotoksik diperkirakan adalah (1) cedera Lr-rbulus dan ubahan hemodinamik yang mencoiok yang me-
(2) gangguan aliran darah yang menetap dan berat,
nyebabkan GFR menurnn. Salah satlurya adalah
ztnsohonstriksl intrarenal, yang rnenyebabkan
seperti diperlihatkan pada Gambar 14-17.
pentlrllnan aliran plasma glomenrlus dan pe-
r Sel epitel tubulus sangat peka terhadap anoksia nurllnan penyaluran oksigen ke tubnh,rs di medLrla
serta rentan terhadap toksin. Beberapa faktor me- bagian luar (pars asendens yang tebal dan segmen
mudahkan tubuins mengalami cedera toksik, ter- Itrrtts tubulus proksimal) (lihat Gbr. 14-I7). Walar.r-
masrik permr,rkaan bermuatan listrik yang iuas pltn sejumlah jalur vasokonstriktor diperkirakan
untuk reabsorpsi tubnlus, sistem transpor aktif berperan dalam fenomena ini (rnisal, renin-.rngio-
untuk ion dan asam organik, dan kemampuan tensin, norepinefrin), yang sebagian dipicu oleh
melakukan pemekatan secara efektif. Iskemia peningkatan penyaluran natrium di distal, opini
menyebabkan banyak perubahan struktural di sel yang sekarang berkembang adalah bahwa vaso-
epitel. Hilnngnya polnritns sc/ tampaknya merupa- konstriksi diperantarai oleh cedern endotel subletnl,
kan kejadian awal yang penting secara fungsional yang menyebabkan peningkatan pengeluarar-r
(reversibel). Hal ini menyebabkan redistribusi pro- vasokonstriktor endotel endotelin dan pennrrinan
Gambar 14-17
pembentukan vasodilator llitrat oksida. Akhirnya, meninggal selama fase ini. Namun, dengan perarvatan
juga terdapat bukti bahwa terjadi efek langsung yang benar pasien umumnya selamat.
iskemia atau toksin pada glomerulus, yang me- Pemtilihsn ditandai dengan peningkatan secara
nyebabkan penumnan koefi sien tiltrafiltrasi glome- tetap volume nrine, mencaprai hampir sekitar 3liter /
rulus, mungkin karena penlrrunan permukaan hari dalam beberapa hari. Karena fr-rngsi tubulr.rs masih
filtrasi efektif. terganggu, selama fase ini dapat terjadi ganggr,ran ke-
seimbangan elektrolit yang serius. Tampaknya juga
terjadi peningkatan kerentanan terhadap infeksi. Oleh
karena itu, sekitar 25% kematian akibat ATN terjadi
selama fase ini.
MORFOLOGI Selama fase akhir, terjadi pemtilihan bertahap
kesejahteraan pasien. Volume urine kembali normal;
ATN iskemik ditandai dengan nekrosis segmen pendek namlln, gangguan ringan f r-rngsi ginjal, terntama tublr
tubulus. Sebagian besar lesi ditemukan di bagian lurus Iusnlra, mungkin menetap berbulan-br-ilan. Dengan
tubulus proksimal dan pars asendens yang tebal, tetapi metode perawatan modern, pasien yang tidak me-
tidak ada segmen tubulus proksimal atau distal yang ninggai akibat penyakit pemicu memiliki kemr,rngkinan
tidak terkena. Nekrosis tubulus sering samar sehingga
90% hingga 95% pulih dari ATN.
diperlukan pemeriksaan histologik yang cermat; nekro-
sis biasanya berkaitan dengan ruptur membran basal
(tubuloreksis) yang sulit dikenali. Temuan tambahan
yang mencolok adalah adanya silinder berprotein di tu- PENYAKIT YI\NG MENGENAI
bulus distal dan duktus koligentes. Silinder ini terdiri
atas protein Tamm-Horsfall (secara normal disekresi
PEMBULI.JH D,ARAH
oleh epitel tubulus) bersama dengan hemoglobin dan Hampir semlla penyakit girlal akhirnya akan mc.-
protein plasma lain. Apabila ATN disebabkan oleh crush
ngenai pembuiuh darah ginjal. Penyakit vaskr-rlar
injury, silinder terdiri atas mioglobin. lnterstisium
sistemik, seperti berbagai bentuk arteritis, juga me-
biasanya memperlihatkan edema generalisata disertai
sebukan ringan sel radang yang terdiri atas leukosit ngenai pen-rbr-rir-rir darah ginjal, dan sering efek purda
polimorfonukleus, limfosit, dan sel plasma. Gambaran ginjal merr.rpakan hal yang penting sccara klinis. Hal
histologik pada ATN toksik pada dasarnya serupa, ini dibahas pada Bab 10. Ginjal sangat berperan dalam
dengan beberapa perbedaan. Nekrosis paling men- patogenesis hlpertensi, baik yang esensial maLlplrn
colok di tubulus proksimal, dan membran basal tubu- sekunder, seperti dibahas secara rinci pada Bab 10. Di
lus umumnya tidak terkena. sini kita akan membicarakan dua kelajnan ginjal yang
Bila pasien bertahan selama seminggu, akan mulai berkaitan dengan hipertensi benigna dan maligna.
tampak regenerasi epitel dalam bentuk lapisan epitel
kuboid rendah serta aktivitas mitotik di sel epitel tubu-
lus yang tersisa. Kecuali di tempat membran basal Nefrosklerosis Benigna
rusak, regenerasi bersifat total dan sempurna.
Nefroslclerosis benignn, istilah yang digunakan
r"rntuk kelainan ginjal pada hipertensi benigna, selalu
berkaitan dengan arteriolosklerosis hialin. Pada
alrtopsi hampir semua orang bemsia lebih dari 60
Perjalanan Penyakit. Perjalanan penyakit ATN tahun ditemukan nefrosklerosis jinak, walanpnn
dapat dibagi menjadi stadium awal, pemeliharaan, dan ringan. Frekuensi dan keparahan kelainan meningkat
pemtrlihan. Stadium nwol, yang berlangsung sekitar pada kelompok usia muda yang mengidap hipertensi
36 jam, pada ATN bentuk iskemik biasanya didominasi dan diabetes melittis.
oieh proses medis, bedah, atau obstetrik pemicu. Sabr,r- Kedua ginjal mengalami atrofi simetris, masing-
satr.rnya petunjuk kelainan ginjal adalah penurunan masingberberat 110 sampai 130 g, dengan permukaan
ringan keluaran urine disertai peningkatan nitrogen granular halus mirip serat kr.rlit.
urea daiah. Pada tahap ini, oligtiria dapat dijelaskan
berdasarkan penurunan transien aliran darah ke ginjal.
Stadium pemelihnrnan/tetop dimulai setiap saat
antara hari kedua sampai hari keenam. Keluaran urine
turun drastis, biasanya menjadi antara 50 sampai 400
MORFOLOGI
mL/hari. Kadang-kadang keluaran menllrun hingga Secara mikroskopis, kelainan anatomik dasar adalah
hanya beberapa mililiter per hari, tetapi anr-rria total penebalan hialin dinding arteri kecil dan arteriol, yang
jarang terjadi. Oliguria mungkin beriangsung hanya dikenal sebagai arteriolosklerosis hialin. Hal ini
beberapa hari atau mungkin menetap sampai 3 minggu. tampak sebagai penebalan hialin merah muda homo-
Gambaran klinis didominasi oleh gejala dan tanda gen, yang mengorbankan lumen pembuiuh, disertai
uremia dan kelebihan cairan. Tanpa adanya perawatan hilangnya detail selular di bawahnya (Gbr. 14-18).
penunjang yang tepat atau dialisis, pasien dapat Penyempitan lumen pembuluh menyebabkan aliran
598 T BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA
-:*"...
''+*',:,. q
*",is
A i
Gambar 14-1 9
Hipertensi maligna. A. Nekrosis fibrrnoid arteriol aferen (pewarnaan PAS). B. Arteriolitis hiperplastik (lesi kulilbawang). (Sumbangan Dr.
H. Rennke, Department of Pathology, Br:igham and Women's Hospital, Boston.)
600 T BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA
Gambar 14-20
bermakna. Hal ini temtama terjadi pada babir besar yang bersifnt tubttlnr, ynng terutantn bermtnifestnsi sebngai
tersangkut di pelvis ginjal. Batu yang lebih kecil dapal ga,nggLmn kemnmpuan memekatknn urine. Baru pad.a
masuk ke dalam ureter, menimbrilkan nyeri hebat khas tahap selanjutnya terjadi penurunan filtrasi glomeru,
11ng -dikgnal sebagai kolik ginjat atatt ureter, yang lus. Penelitian eksperimental menunjukkan bahwa
ditandai dengan serangan nyeri pinggang menyebai kerusakan ireversibel serius terjadi dalam waktu
ke arah lipat paha. Pada saat ini sering te4adi hema- sekitar 3 minggu pada obstmksi total, dan 3 bulan pada
turis makroskopik. Makna klinis batu terletak pada obstruksi inkomplit. Namun, gangglran fungsional
kapisitasnya menghambat aliran urine atau me- dapat dibuktikan hanya beberapa jam setelah ligasi
nimbulkan trauma yang menyebabkan ulserasi dan ureter. Obstruksi juga memicu reaksi peradangan
perdarahan. Pada kedua kasus, terjadi peningkatan interstisium, yang akhirnya menyebabkan fibrosis
predisposisi infeksi bnkteri. Untungnya, pada sebagian interstisium.
besar kasus diagnosis mudah ditegakkan secara
radiologis.
Hidronefrosis
MORFOLAGI
Hidronefrosis mengacu pada pelebaran pelvis dan
kaliks ginjal, disertai atrofi parenkim, akibai obstruksi Hidronefrosis bilateral (serta hidronefrosis unilaieral
aliran keluar urine. Obstruksi dapat terjadi mendadak apabila ginjal yang lain sudah rusak atau tidak ada)
atau perlahan, dan dapat terietak di semua tingkat menyebabkan gagal ginjal, dan onset uremia cenderung
saluran kemih, dari trretra sampai pelvis ginjal. pe- menggagalkan perjalanan alami lesi. Sebaliknya, pada
nyebab tersering adalah sebagai berikut: kelainan unilateral ditemukan beragam kelainan
morfologik, yang berbeda-beda sesuai derajat dan ke-
A. Kongenital: Atresia uretra, pembentukan katup, cepatan obstruksi. Pada obstruksi subtotal atau inter-
baik di ureter maupun uretra, arteria renalis aberans miten, ginjal mungkin sangat membesar (panjang
yang menekan ureter, ptosis ginjal dengan torsio, dalam kisaran 20 cm) dan organ mungkin terdiri atas
atau berlipahrya ureter. hanya sistem pelviokaliks yang sangat melebar. paren-
B. Didnpat kim ginjal itu sendiri tertekan dan mengalami atrofi,
disertai obliterasi papila dan menggepengnya piramid
1. Benda asing: Kalkulus, papila nekrotik (Gbr. 14-21). Selain itu, bila obstruksi mendadak dan
2. Tumor: Hipertrofi prostat jinak, karsinoma total maka filtrasi glomerulus terganggu secara dini
prostat, tumor kandung kemih (papiloma dan dan akibatnya fungsi ginjal mungkin berhenti saat
karsinoma), penyakit keganasan (limfoma retro- dilatasi masih relatif ringan. Bergantung pada
peritoneum, karsinoma serviks atau uterus) ketinggian obstruksi, satu atau kedua ureter juga dapat
3. Peradangan: Prostabitis, ureteritis, urehitis, fibro_ melebar (hidroureter).
sis retroperitoneum Secara mikroskopis, lesi awal memperlihatkan
4. Neurogenik: Kerusakan medula spinalis disertai pelebaran tubulus diikuti atrofi dan digantikannya epitel
paralisis kandung kemih tubulus oleh jaringan parut sementara glomerulus relatif
5. Kehamilan normal: Ringan dan reversibel tidak terpengaruh. Akhirnya, pada kasus yang parah
giomerulus juga menjadi atrofik dan menghilang, meng-
Hidronefrosis bilateral hanya terjadi apabila ubah keseluruhan ginjal menjadi jaringan fibrosis tipis.
obstruksi terletak di bawah ureter. Apabiia sumbatan Pada obstruksi yang mendadak dan total mungkin
terletak di ureter atau di atasnya, lesi unilateral. ditemukan nekrosis koagulasi papila ginjal, serupa
Kadang-kadang obstruksi total sehingga urine tidak dengan perubahan pada papilitis nekrotikans. pada
dapat lewat; biasanya obstruksi hanya parsial. kasus nonkomplikata, reaksi peradangan minimal.
Bahkan dengan obstruksi total, filtrasi glomerulus Namun, sering terjadi penyulit pielonefritis.
menetap selama beberapa waktu, dan filtrat kemudian
berdifusi kembali ke dalam interstisium ginjal dan
ruang,perirenal, dan akhirnya kembali ke sistem
Iimfatik dan vena. Karena filtrasi berlanjut, kaliks dan Perjalanan Penyakit. Obstruksi bilnternl total
pelais yang terkena mengnlnmi dilatasi, sering cukup menyebabkan anuria, yang menyebabkan pasien
hebat. Oleh karena itu, tekanan yang sangat tinggi yang segera berobat. Apabila obstruksi terletak di bawah
terbentuk di pelvis ginjal, serta yang disalurkan kem- kandung kemih, gejala dominan adalah keluhan
bali melalui saluran penyalur (duktus koligentes), peregangan kandung kemih. Secara paradoks,
menyebabkan pembuluh darah ginjal tertekan. Terjadi obstruksi bilateral inkomplit menyebabkan poliuria
insufisiensi arteri dan stasis vena, walaupun yang bukan oliguria, akibat terganggunya kemampuan tn-
terakhir mungkin lebih penting. Efek paling berat bulus memekatkan urine dan hal ini dapat menyamar-
ditemukan di papila karena papila adalah bagian yang kan sifat asli kelainan ginjal. Sayangnya, hidronefrosis
mengalami peningkatan tekanan paling tinggi. Oleh unilnternl dapat tetap asimtomatik dalam jangka lama,
karena itu, gangguan fungsionol swal LtmumnLla kecuali apabila ginjal yang lain tidak berfungsi karena
604 I BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA
Gambar 14-21
f Knrsittotrto sal jernih (clenr call cnrcinomn) '
Karsinoma tersebut adalah tipe tersering/ mem-
Hidronefrosis ginjal, dengan dilatasi mencolok pelvis dan kaliks bentr-rk 70% sampai 80'/n dari kanker sel ginjal. Secara
seda menipisnya parenkim ginjal. histologis, t'-tmor terdiri atas sel yang sitoplasmanya
jernih atalr granlllar. Meskipun mayoritas kasus
bersifat sporadik, juga terdapat kasus familial atan
berkaitan dengan penyakit von I-{ippel-Lindau
(VHL). Peneliiian terhadap penyakit VHL mqmberi-
suatu sebab. Ginjal yang membesar sering ditemukan kan pemahaman tentang penyebab molekular
secara tidak sengaja pada pemeriksaan fisik rutin. karsinoma sel jernih. VHL adalah suatu penyakii
Kadang-kadang penyebab dasar hidronefrosis, seperti dominan atltosomal yang ditandai dengan predis-
kalkulus ginjal atau tumor obstruktii menimbulkan posisi mengalami berbagai neoplasma, tetapi
gejala yang secara tidak langsung menimbulkan tertttama hemangioblastoma serebeltlm dau retina.
perhatian ke hidronefrosis. Dihilangkannya obstruksi Ratusan kista ginjal bilateral dan karsinoma sel
dalam beberapa minggu biasanya memungkinkan jernih bilateral sering mr-rltipel terjadi pada 40'k
pemulihan total fungsi; namun, seiring dengan waktu sampai 60ori kasus. Pasien dengan sindrom VHL
perubahan menjadi ireversibel. mewarisi mtttasi germinal gen VHL di kromosom
3p25 dan kehilangan alel kedr"ra akibat mutasi
somatik. Oleh karena itu, hilar-rgnya kedua salinan
gen penekan tumor ini menyebabkan karsinoma sel
TUMOR jernih, Gen VHLjr-rga berperan dalam karsinoma
Banyak tipe tumor benigna dan maligna terjadi sel jemih sporadik. Kelainan sitogenetik yang me-
dalam saluran kemih. Secara ttmum, tumor jinak seperti nyebabkan hilangnya segmen kromosom 3p14
adenoma papilaris korteks yang kecil (kurang dari 0,5 sampai 3p26 sering ditemr-rkan pada kasus kanker
cm) atau fibroma medularis (tumor sel interstisium) sel ginjal sporadik. Regio iniberisi gen VHL(3p25.3).
tidak bermakna secara klinis. Tumor ginjal tersering Alel kedua yang tidak terdelesi mengalami in-
adalah karsinoma sel ginjal, diikuti oleh nefroblastoma aktivasi oleh mutasi somatik atau hipermetilasi
(turnor Wilms) dan tr-imor primer kaliks dan pelvis' Tipe pada 80% kasus sporadik. Oleh karena ittt,
lain kanker ginjal jarang ditemukan dan tidak dibahas kehiiangan gen VHL secara homozigot tampaknya
di sini. Tumor di sslurnn kemih brnuah futs knli lebih menjadi kelainan molekular yang mendasari
sering ditemukqn daripadn knrsinoma sel ginjal. Tu- karsinoma sel jernih, baik bentuk familial mauplln
mor ini dibicarakan pada akhir bagian ini. sporadik.
a Knrsinomn stl ginjnt pnpilnris. Tumor ini mem-
bentr-rk 10% sampai 15% dari semlla kanker ginjal.
Karsinoma Sel Ginjal
Seperti diisyaratkan oleh namanya, tumor ini mem-
Tumor ini berasal dari epiiel tubulus ginjal sehingga perlihatkan pola pertumbrLhan papilar. Tumor ini
terutama terletak di korteks. Karsinoma ginjal mem- senng multifokal danbilateral serta muncr-tl sebagai
benhrk B0% sampai 85% dari semua rLrmor ganas primer tttmor stadium awal. Seperti karsinoma sel jernih,
di ginjal, dan 2% sampai 3% kanker pada orang dewasa. tumor ini. terdapat dalam bentuk familial dan
BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA I 605
MORFOLOGI
Kanker sel jernih (bentuk tersering) biasanya tunggal
dan besar saat menimbulkan gejala (massa sferis
bergaris tengah 3 sampai 15 cm), tetapi meningkatnya
pemakaian teknik-teknik radiografik beresolusi tinggi
untuk pemeriksaan terhadap masalah Iain menyebab_
kan lesi yang kecil pun dapat terdeteksi. Tumor dapat
timbul di mana saja di korteks. permukaan potongan
karsingma sel jernih tampak kuning hingga oranye
hingga'putih abu-abu, dengan daerah perlunakan kistik
atau perdarahan, baik baru atau lama (Gbr. 14-22).Tepi
tumor berbatas tegas. Namun, kadang-kadang terdapat
tonjolan-tonjolan kecil masuk ke dalam parenkim di
sekitar dan ditemukan nodus-nodus satelit kecil di
sekitar tumor, yang merupakan bukti jelas bahwa lesi
bersifat agresif. Dengan semakin membesar, tumor
dapat menonjol menembus dinding sistem penyaluran Gambar 14-22
kemih, meluas melalui kaliks dan pelvis sampai ke ure-
ter. Tumor bahkan lebih sering menginvasi vena renalis Karsinoma sel ginjal: potongan-rnelintang memperljhatkan
dan tumbuh sebagai tumor padat di dalam pembuluh neoplasma khas berbentuk bulat kekuningan disalah satu kutub
ini, kadang-kadang meluas seperti ular hingga ke vena ginjal. Perhatikan tumordivena renalis yang mejebardan mengalami
trombosis.
606 T BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA
sitoplasma yang jernih, walaupun umumnya merah tetapi trtas hemnttn.in tak-nyeri, demnm llonis, clnn
muda. Sel pada karsinoma sel ginjal kromofob nyeri tumpul (pegal) di pinggnng mertLpoknn gejala
biasanya memiliki sitoplasma yang jernih dan flokulan khns.
dengan membran sel yang jelas. lnti sel dikelilingi oleh
halo sitoplasma yang jernih. Secara ultrastruktur, tampak
makrovesikel khas dalam jumlah besar. Tumor Wilms
Walaupun jarang timbr,rl pada orang dewasa, tn,
mor Wilms merupakan kanker organ ketiga terserlng
pada anak berusia kurang dari 10 tahun. Oleh kareni
Perjalanan Penyakit. Karsinoma sel ginjal memiliki itr-r, tumor ini adalah salah satu kanker utama pada
-beberapa anak. Tumor Wilms mengandung beragam komp-onen
gambaran klinis aneh yang menimbulkan
masalah diagnostik yang sulit dan menantang. Gejala sel dan jaringan, yang semuanya berasal dari meso-
bervariasi, tetapi manifestosi awol tersering ndntnh tteimn derm. Tumor Wilms, seperti retiuoblastoma, dapat
tttria, ynng terjodi pndn lebih dari S0To lcnsus. Hernaturia timbul secara sporadis atau familial, dengan kerentan-
makroskopik cenderung intermiten dan cepat berlalu, an mengalami tumorigenesis diwariskan sebagai sifat
terjadi pada hematuria mikroskopik ying terus_ dominan autosomal. Tnmor ini dibahas secara lebih
menerlls. Yang lebih jarang (karena luasnya rinci pada Bab 7 bersama dengan tumor arrak lainnya.
penggunaan pemeriksaan pencitraan untuk penyakit
lain) adalah tumor "menyatakan diri,, karena Tumor Kandung Kemih dan
ukurannya, yaitu tumbuh cukup besar untuk
menimbulkan nyeri pinggang dan massa yang dapat Sistem Penyalur (Kaliks Ginjal,
diraba. Efek ekstrarenal adalah demam dan polisitemia, Pelvis Ginjal, Ureter, dan Uretra)
yang keduanya mungkin berkaitan dengan karsinoma
Keseluruhan sistem penyalur kemih dari pelvis
sel ginjal tetapi, karena tidak spesifik, mungkin tidak
ginjal ke uretra dilapisi oleh epitel transisionai, se-
diperhatikan selama beberapa waktu sampai makna hingga tumor epitelnya memperlihatkan pola morfo-
sebenamya disadari. Polisitemia mengenai 5% hingga
logik serupa. Tumor di sistem penyal_rr di aias kandung
107o pasien dengan penyakit ini. Keiainan inl te4adi kemih relatif jarang ditemr-rkan; namltn, tumor dl
akibat dikeluarkannya eritropoietin oleh tumor gur;al
kandung kemih merupakan penyebab kemaLian yang
Walaupun jarang, tumor ini dapat menghasilkan lebih sering dibandingkan dengan tumor ginjal.
sejumlah mirip-hormon sehingga timbul hiper-
_zat Namun, pada setiap kasus, lesi kecil di ureter, sebagai
kalsemia, hipertensi, sindrom Cushing, atau feminisasi
contoh, dapat menyebabkan sumbaian aliran keluar
atau maskulinisasi. Berbagai kelainan ini, yang diulas
urine dan menimbulkan dampak klinis lebih besar
di Bab 6, adalah sindrom paraneoplastik. ladalanyak
daripada massa yang lebih besar yang terletak di
pasien, tumorprimer tetap asimtomatik dan ditemukan
kandung kemih. Kita mula-mula akan membahas
hanya setelah timbul gejala akibat metastasis. Lokasi
rentang pola histologik tumor yang terdapnt di
tersering metastasis adalah paru dan tulang. Jelaslah,
knndung kemih serta dampak klinisnya.
karsinoma sel ginjai memiliki manifestasiberagam,
MORFOLOGI
Tumor yang timbul di kandung kemih berkisar dari
papiloma benigna kecil hingga kanker invasif besar
(Gbr. 1a-29. Papiloma benigna yang sangat jarang ini
adalah struktur mirip daun pakis berukuran 0,2 sampai
1,0 cm dengan bagian tengah fibrovaskular halus di-
bungkus oleh lapisan epitei iransisionai yang berciiferen-
siasi baik. Pada beberapa lesi ini, epitel penutup tampak
normal seperti permukaan mukosa tempat terbentuknya
lesi ini; lesi ini biasanya tunggal, hampir selalu non-
invasif, dan jinak serta jarang kambuh setelah diangkat.
Klasifikasi dan tata nama kanker kandung kemih
telah mengalami revisi. Secara tradisional, karsinoma
kandung kemih disebut karsinoma sel transisional,
Gambar 14-23 tetapi istilah neoplasma urotelial lebih dianjurkan oleh
klasifikasi konsensus dari the lnternational Society of
Detail berkekuatan tinggi pola seljernih pada karsinoma sel ginjal. Urologic Pathology (ISUP). Karsinoma sel urotelial
BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA I 607
(transisional) berkisar dari tumor yang papilaris atau mengalami transformasi berkembang biak menjadi sel
datar, noninvasif hingga invasif, dan berdiferensiasi turunan klonal yang kemudian menyebar di berbagai
sangat baik (derajat l, Gbr. 14-25) hingga sangat Gmpat di mukosa kandung kemih.
anaplastik dan agresif (derajat lll). Karsinoma derajat I
(lSUP, potensi keganasan rendah) selalu papilaris dan
jarang invasif, tetapi dapat kambuh setelah diangkat.
Apakah pertumbuhan kembali ini mencerminkan
rekurensi sejati atau pertumbuhan primer kedua masih Perjalanan Penyakit. HentottLrin tnnpn ntleri ndnlnh
belum diketahui, Pada pertumbuhan papilaris eksofitik, gnmbnrnn lclinis utnmo pada semua tumor ini. Karena
disertai peningkatan ukuran lesi dan tanda-tanda invasi sebagian besar tumor timbul di kandung kemih, kita
lapisan submukosa atau otot, semakin sering ditemu-
akan membahasnya pertama ka1i. Tr-rmor ini mengena i
kan atipia dan anaplasia sel. Tumor-tumor ini jelas
merupakan karsinoma sel urotelial, derajat ll atau lll.
laki-laki sekitar tiga kali lebih sering daripada
Kanker derajat lll dapat bersifat papilar atau kadang- peremprlan dan biasanya timbul pada r_rsia antara 50
kadang datar, mungkin menutupi permukaan mukosa dan 70 tahlrn. Walaupun sebagian besar terjadi pada
yang luas, menginvasi lebih dalam, dan memiliki orang tanpa riwayat terpajan zat pelarut industri, tu-
permukaan nekrotik yang berserat-serat (Karsinoma mor kandung kemih 50 kali lebih sering ditemukan
transisional derajat I dan lll masing-masing secara kasar pada mereka yang terpajan B-naftilamin. Merokok,
sepadan dengan karsinoma urotelial, derajat rendah sistitis kronis, skistosomiasis kandung kemih, dan obat
dan tinggi). Kadang-kadang kanker ini memperlihatkan tertentu (sikiofosfamid) juga diperkirakan meningkat-
fokus diferensiasi sel skuamosa, tetapi hanya 5% dari kan insiden.
kanker kandung kemih merupakan karsinoma sel Moknl klittis turnor kandung kemih bergnnttLng
skuamosa sejati. Karsinoma derajat ll dan lll meng- pndn dernjat histologik dnn diferensinsi sartn, yong
infiltrasi struktur di sekitarnya, menyebar ke kelenjar
getah bening regional, dan, kadang-kadang, bermeta-
terpenting, kednlnmln inansi lesi. Kecuali papiloma
stasis secara luas. yang jelas jir-iak, sernua tumor cenderung kambuh
Selain karsinoma yang nyata secara makroskopis, setelah diangkat dan cenderung mematikan dengan
juga dapat ditemukan karsinoma kandung kemih sta- menyebabkan obstruksi infiltratif bnkan dengan ber-
dium in situ, sering pada pasien dengan riwayat atau metastasis. Lesi yang menginvasi orifisium ureter atau
sedang mengalami tumor papilaris atau tumor invasif. uretra menyebabkan obstruksi urine. Secara umum,
Memang, mungkin ditemukan daerah hiperplasia pada lesi dangkal derajat rendah, prognosis setelah
atipikal dan displasia yang luas. Sekarang diperkirakan pengangkatan baik, tetapi bila telah terjadi penetrasi
bahwa perubahan epitel ini dan kanker in situ disebab- dalam ke dinding kandung kemih, angka harapan
kan oleh pengaruh umum suatu karsinogen putatif pada hidup 5 tahun menjadi kurang dari 20o/o. Harapan
urotelium dan bahwa perubahan tersebut mungkin hidup 5 tahun keseluruhan adaiah 57%.
merupakan prekursor karsinoma invasif pada beberapa
pasien. Namun, walaupun terdapat lesi epitel yang luas,
Meskipun neoplasma papilaris dan karsinoma
tumor kandung kemih, kalaupun multipel, berasal dari epitel yang melapisi sistem saluran kemih jauh lebih
satu sel (monoklonal). Tampaknya, satu sel yang telah jarang terjadi di pelvis ginjal daripada di kandung
kemih, neoplasma tersebtr t memben tuk 5% sampai 10%
.l
at l, ,
l, '. i 1
,, r. ? tf.-.:i.
{f\,;;ii*tt,t'.u;*;,'ffi
.'.'i, -" 'o'- r,lilo,i, i
d-V:' ''""d
.
Karsinoma Karsinoma
'i:-u' . -"
,. ,r,i".r, rl,rii,iVi-, -i
,:rit${$li:fffi
nanilaris nanilnma papilaris invasif
Gambar 14-25
Gambar'l,4-24
Karsinoma sel transisronal papilaris derajat I pada kandung kemih
Empat pola morfologik tumor kandung kemih. Papila halus dilapisi oleh epitel transisionalyang teratur.
608 T BAB 14 GINJAL DAN SISTEM PENYALURNYA
tumor ginjal primer. Hematuria tanpa nyeri merupakan 1.4:872,2000. (Kajian tentang bukti yang mengaitkan
gambaran paling khas pada tumor ini, tetapi di faktor-faktor dalam darah dengan nefi.osis lipoid.)
lokasinya yang kritis ini ttimor menimbulkan nyeri Grantham JJ: Polycystic kidney disease: from the bedside to
sudut kostovertebra seiring dengan terbentuknya the gene and back. Curr Opin Nephrol Hypertension
hidronelrosis. lnJiltrasi dinding pelvis, kaliks, dan vena L0:53, 2001,. (Makalah baru tentang generika dan
renaiis memperburuk prognosis. Walar-ipun turnor patogenesis penyakit ginjal polikistik.)
diangkat dengan nefrektomi, kurang dari S0% pasien Hrick DE, et al: Giomerulonephritis. N Engl J Med 339:ggg,
bertahan hidup selama 5 tahun. Kanker ureter unLung- 1998. (Ulasan yang luas tentang bentuk proliferatif
nya merupakan kanker sistem saluran kemih yang glomerulonefritis. )
paling jarang. Angka harapan hidup 5 tahun kurang Lameire N, Vanholder R; Pathophysiologic features and
dari 70o/". prevention of human and experimental acute tubr-rlar
necrosis. J Am Soc Nephrol 12(Suppl 77):520,200I. (Ulasan
tentang nekrosis tubulus akut dengan impiikasi untuk
pengobatan.)
Manthey DE, Teichman J: Nephrolithiasis. Emer.g Med Clin
BIBLIOGRAFI North Am 1,9:633,2001. (Ulasan berorientasi klinis
tentang batu ginjal.)
Asplin JR, Favr.rs MJ, Coe FL: Nephrolithiasis. In Brenner Miller O, Hemphill RR: Urinary tract infection and pyelone-
BM (ed). Brenner and Rector,s Kidney, 6,r, ed, Vo1. 2. phritis. Emerg Med Clin North Am 19:655,2001. (Ulasan
Philadelphia, WB Saunders, 2000, pI77 4. (pembahasan yang sangat baik tentang infeksi saluran kemih.)
terinci tentang penyebab dan manifestasi batu ginjal.)
Nordstrand A, et al: Pathogenetic mechanisms in acute
Doublier S, et al: Nephrin distribution on podocytes is a poststreptococcal glomerulonephritis. Scand J lnfect Dis
potential mechanism for proteinuria in patients with 31:523,1999. (Pembahasan yang baik tentang mekanisme
primary acquired nephrotic syndrome. Am J pathol imunologik yang berperan dalam entitas ini.)
158:1723,2001. (Laporan yang mengajukan peran nefrin
Phillips JL, et al: The genetic basis of renal epithelial tumors:
dalam berbagai bentuk sindrom nefrotik.)
advances in research and its impact on prognosis and
Epstein JI, et al: The World Health Organization/Interna- therapy. Cr.rrr Opin Urol 1 1:463, 2001 . (Hal baru tenrang
tional Society of Urologic Pathology consensus classifi- patogenesis molekular kanker ginjal.)
cation of urothelial (transitional cell) neoplasms of the
Reuter VE, Prestic JC: Contemporary approach to the clas-
urinary bladder. Am J Surg pathol 22:7438, 1998.
sification of renal epithelial tumors. Semin Oncol 27:124,
(Klasifikasi kanker kandung kemih yang suclah
2000. (Pembahasan yang baik tentang morfologi,
dimodifikasi.)
gambaran klinis, dan sifat genetik kanker sel ginjal.)
Floege J, Feehally J: IgA nephropathy: recent developments.
Somio S, Mundel P: Getting a foothold in nephrotic syn-
J Am Soc Nephrol 77:2395,2000. (Hal baru tentang drome. Nat G enet24:333,2000. (Dasar molekular sinclrom
patogenesis penyakit ini.)
nefrotik, seperti yang terungkap dari studi tentang
Fored CM, et al: Acetaminophen, aspirin, and chronic renai mutasi pada protein diafragma celah.)
failure. N Engl J Med 345:1807,200I. (Makalah penting
Tlyggvason K, Wartioovaara J: Molecular basis of glom-
yang menganalisis faktor yang mendasari nefropati
erular permselectivity. Curr Opin Nephrol Hypertens
analgesik.)
70:543,2001. (Ulasan yang sangat baik dan singkar
Garin EH: Circulating mediators of protelnuria in idiopathic mengenai arsitektur molekr-rlar diafragma celah dan
minimal lesion nephrotic syndrome. pediatr Nephrol pengendalian permeabilitas glomerulus.)
610 T BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL
I
I
r Rongga Mulut
Penyakit rongga mulut secara garis besar dapat demam, ingesti makanan terLentu, dan pengaktifan
dibagi menjadi kelompok: penyakit yang mengenai
dr"ra penyakit usus meradang. Pada pasien yang tidak meng-
jaringan lunak (termasuk kelenjar liur) dan penyakit aiami ganggr-ran kekebalan atau diketahui tidak meng-
yang mengenai gigi. Hanya penyakit yang Lrmrlm idap infeksi virus seperti virr.rs herpes, diperkirakan
mengenai jaringan lunak yang akan dibahas pada bab terdapat dasar autoimtrn. Cnnlcer sore bersifat swasirnat
ini. Yang tidak termasuk adalah penyakit ekstraoral dan biasanya mereda dalam beberapa minggr"r, tetapi
yang kadang-kadang mengenai mulut dan faring, lesi dapat kambnh di tempat yang sama atar.r berbeda
seperti difteri, liken planus, dan leukemia, serta penyakit di rongga mulut. Serarrgan yang sering-empat kali
gigi. atar.r lebih per tahun- diber{ nama stomatitis aftosa
rekuren.
Infeksi Virus Herpes. Stomatitis herpetik;r ada-
LESI PERADANGAN DAN lah infeksi yang sangat sering ditemukan yang disebab-
ULSERATIF kan oleh virus herpes simpleks (HSV) tipe I. Patogen
ditularkan dari orang ke orang, rlmumnya melalui
Walaupun di sini dibahas beberapa penyakit ciuman; setelah usia pertengahan lebih dari tiga per
ulseratif dan peradangan, perlu diingat bahwa trauma empat popr-rlasi telah terinfeksi. Pada sebagian besar"
melanis dan kanker dapat menimbulkan ulkus di orang dewasa, infeksi primer bersifat asimtomatik.
rongga mulut dan harus dipertimbangkan dalam diag- tetapi r.irus menetap dalam keadaan dorman di dalam
nosis banding. ganglion di sekitar mulut (misal, trigeminus). Pada
Ulkus Aftosa (Canker Sore). Lesi ini sangat reakLivasi (demam, pajanan matahari atau dingin,
sering ditemukan dan berupa ulkus kecil (biasanya infeksi saluran napas, trauma), muncul vesikel kecil
garis tengah kurang dari 5 mm), nyeri, dan dangkal. (garis tengah kurang dari 5 mm) soliter atau multipel
Biasanya lesi berupa erosi superfisial bundar yang yang mengandung cairan jernih. Lesi palirrg seling
sering ditutupi oleh eksudat putih abu-abu dengan terbentuk di bibir atar"r sekitar lubang hidung dan
cincin eritematosa. Lesi mungkin sendiri-sendiri atau dikenal sebagai " cold sores" atau " feuer blister" . Vesikei
berkelompok di mukosa oral nonkeratin, terutama pala- cepat pecah, meninggalkan ulkus dangkal nveri yang
tum mole, mukosa br.rkolabial, dasar mulut, dan tepi sembuh dalam beberapa minggu, tetapi sering terjadi
lateral lidah. Lesi lebih sering terladi pada 2 clekade kekambr-rhan. Secara histologis, vesikel berawal sebagai
pertama kehidupan dan sering dipicu oleh stres, suatu fokus edema antar- dan intrasel di epitel. Se1 yang
I Rongga Mulut dan
T
I Sa u ra n Gastrointestina I
I
609
BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL T 611
ffi ,,r]iill.
lil1
$
Gambar 15-1
Faringitis virus herpes. A. Lepuh virus herpes di mukosa. B. Penampakan (dengan pembesaran kuat)sel dari lepuh diA yang memperlihatkan
badan inklusi herpes simpleks intranukleus seperti kaca.
terinfeksi mengalami degenerasi baion dan membenfr,rk Pasien dengan sindrom imunodefisiensi didapat
badan inklusi virus asidofilik intranukleus. Kadang- (AIDS) berisiko tinggi. Biasanya, hnndidissis ornl
kadang sel di sekitarnya menyatu membentuk sel bermnnifestasi sebagni plnk sirktmtskripta, Ieknt, ptLtih
raksasa atau polikarion. Nekrosis sel yang terinfeksi seperti dndih, dnn terletnk di msns snjn dnlam ranggn
dan penimbunan cairan edema menyebabkan vesikel mrfuLt (Gbr.15-2). Pseudomembran dapat dikerok turtuk
intraepitel menjadi terlihat secara klinis (Gbr. 15-1). memperlihatkan dasar yang meradang, eritematosa,
Identifikasi sel yang berisi badan inklusi atau poli- dan granular. Secara histologis, pseudomembran ter-
karion dalam apusan dari cairan lepuh merupakan diri atas sejumlah besar ftrngr-rs yang melekat ke mr.rkosa
hasil positif pada uji Tzsnck yang diagnostik untuk
infeksi HSV; obat antivirr-rs dapat mempercepat pe-
nyembuhan.
Bila terjadi infeksi primer oleh HSV tipe 1 pada anak
prapubertas atau orang dewasa dengan gangguan ke-
kebaian, mungkin terladi erupsi diseminata yang lebih
vimlen dan ditandai dengan vesikel multipel di selun-rh
rongga mulut, termasuk faring (gingivostomatitis
herpetik). Pada kasus terparah, viremia dapat menyebar
ke otak (ensefalitis) atau menimbulkan lesi viseral dise-
minata. HSV tipe 1 dapat berkembang biak di banyak
tempa t I ain, termasuk konjungtiva (keratokonj ungtivi-
tis) dan esofagus saat siang nasogastrik dimasukkan
ke dalam rongga mulut yang terinfeksi. HSV tipe 2
(penyebab herpes genitalis) ditularkan secara sekstial
dan me.nimbulkan vesikel di selaput lendir genital dan
genitalia eksterna yang karakteristik histologiknya
sama dengan yang terjadi di sekitar mulut.
. Infeksi Fungal. Cnndidn nlbicttns adalah peng-
huni normal rongga mulut yang ditemukan pada 30%
sampai 40% populasi; fungus menyebabkan penyakit Gambar 15-2
hanya apabila terjadi gangguan pada mekanisme
protektif yang biasa. Kandidiasis oraT (thrush, monili- Kandidiasis oral ("thrush"). Sebuah membran putih mirip-plak yang
asis) adalah infeksi ftingus yang sering terjadi pada melapisi mukosa gingiva rahang bawah kiri pada seorang pasien
orang yang rentan karena mengidap diabetes melitr-rs, berusia muda. Pseudomembran ini terdiri atas satu lapisan
anemia, orang yang mendapatkan terapi antibiotik atau pseudohifa kandida (tidak diperlihatkan). (Sumbangan Dr. Harvey
glr-rkokortikoid, imunodefisiensi, atau penyakit yang P Kessler, Department of Oral Surgery, College of Dentistry Uni-
versity of Florida, Gainesville, FL.
menyebabkan kelemahan seperti kanker diseminata. )
612. BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL
di bawahnya. Pada infeksi yang lebih ringan terjadi dan jarang di dasar mulut dan tempat intraoral lain-
ulserasi minimal, tetapi pada kasus yang parah, nya. Kelainan ini tampak sebagai daerah penebalan
mukosa keseluruhan dapat terkelupas. Fungus dapat mukosa yang diskret, iokal, kadang-kadang multifokal
ditemukan di dalam pseudomembran ini sebagai rantai atau bahkan difus, halus atau kasar, seperti kulit, dan
sel tubulus mirip-gerbong barang yang menghasilkan berwarna putih. Pada evaluasi mikroskopik, lesi ber-
pseudohifa tempat muncuh-rya bentuk ragi Qeast) ovoid variasi dari hiperkeratosis banal tanpa displasia epitel
dengan garis tengah terbesar bias anya2 sampai 4 pm. di bawahnya sampai displasia ringan hingga ber;rt
Pada pejamu yang rentan, kandidiasis dapat me- yang mendekati karsinoma in situ (Gbr. 15-3). Hanya
nyebar ke esofagus, terutama apabila dilakukan pe- evaluasi histoiogik yang membedakan berbagai per-
masangan slang nasogastrik, atau menyebabkan lesi ubahan tersebut. Lesi tidak diketahui sebabnya. kecuali
viseral luas saat fungus memperoleh akses ke aliran bahwa terdapat keterksitnn erat dengnn pemnlininn
darah. Kandidiasis diseminata adalah infeksi yang tembnknu, terutama merokok dengan pipa dan tem-
mengancam nyawa dan harus diterapi secara agresif. bakau tanpa asap (kantung tembakatr, tembakatt
Karena alasan yang belum jelas, lesi kandidiasis lokal sedotan, mengunyah). Yang keterkaitalnya lebih lemah
mungkin muncul di vagina, tidak hanya pada orang adalah geselcankronis, misalnya akibat gigi palsr-r yang
dengan predisposisi, tetapi juga perempuan yang pemasangannya kurang pas atau gigi yang bergerigi;
tampaknya normal, terutama mereka yang hamil atau penyalnhgrmnnn nlkohol; dan makanan iritan. Anti-
menggunakan kontrasepsi oral atau mendapat anti- gen papilomavirus manusia dilaporkan ditemukan di
biotik spektrum luas. sebagian lesi yang berkaitan dengan tembakau, yang
Sindrom Imunodefisiensi Didapat (AIDS). menimbulkan kemungkinan bahwa virus dan
AIDS dan bentuk infeksi virus imunodefisiensi manu-
sia (HIV) yang belum terlalu parah sering menyebab-
kan timbulnya lesi di rongga mulut. Lesi dapatberupa
kandidiasis, vesikel herpes, atau infeksi mikroba lain
(yang menyebabkan gingivitis atau glositis). Yang
terutama menarik adaiah lesi intraoral sarkoma Kaposi
dan ieukoplakia berambut (hniry leulcoplnlcia). Sarkoma
Kaposi, yang diuraikan pada Bab 5 dan 10, adalah
suaLu penyakit sistemik mr-rltifokal yang akhirnya ber-
kembang menjadi nodus tumor yang sangat vaskular.
Walaupun dapat terjadi tanpa infeksi HlV, sarkoma
Kaposi mengenai 25% pasien AIDS, terutama laki-laki
homoseks atau biseks. Lebih dari 50% dari mereka yang
terjangkit memperlihatkan diskolorasi purpurik atau
massa nodular menurggi keunguan intraoral; kadang-
kadang kelainan ini merupakan manifestasi awal.
Leukoplakia berambut merupakan suatu lesi jarang
yang ditemukan hampir hanya pada pasien yang
terinfeksi HIV. Kelainan ini berupa bercak-bercak
konfluen putih, di mana saja dalam multtt, yang mem-
perlihatkan permukaan "berambut" atati kasar akibat
penebalan epitel yang berlebihan. Penyakit ini disebab-
kan oleh infeksi virus Epstein-Barr pada sel epitel.
Kadang-kadang munculnya leukoplakia berambut
menimbulkan perhatian akan adanya infeksi HIV yang
mendasari.
:
LEUKOPLAKIA
Sebagaimana digunakan secara umum, kata lettko'
plakia bernrti suotu bercnk otatL plalc mukosn keputihan
berbstss tegas yang disebabksn oleh penebaian epi- Gambar 15-3
dermis atau hiperkeratosis. Kata ini tidak digunakan
untuk lesi putih lain, seperti yang disebabkan oleh A. Leukoplakia lidah pada seorang perokok. Secara mikroskopis,
kandidiasis, iiken planus, atau banyak gangguan lain. lesi ini memperlihatkan displasia berat disertai transformasi menjadi
Plak lebih sering ditemukan pada laki-laki lanjut karsinoma sel skuamosa di bagian posterioryang meninggi(landa
usia dan tersering terletak di batas vermilion bibir panah).8. Leukoplakia yang disebabkan oleh penebalan epitel
berlebihan dan hlperkeratosis.
bawah, mukosa pipi, dan palatum durum dan mole
BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL I 613
MORFOLOGI
Tiga tempat asal karsinoma rongga mulut yang pre- Gambar 15-4
dominan adalah (sesuai urutan frekuensi) (1) batas
Karsinoma sel skumosa oral. Pulau tumor invasif memperlihatkan
vermilion tepi lateral bibir bawah, (2) dasar mulut, dan
pembentu kan ke rati n pe a rl s (mutla ra ke rati n ).
614 T BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL
yang kankernya di dasar mulut. penyebaran ke jaringan Sialadenitis kronis terjadi akibat penurlrnan pen-r_
organ jauh di toraks atau abdomen lebih jarJng bentukan air liur yang diikuti peradangan. perryebab
. 1t"y utama adalah sinlndenitis nutoimrrn,lang himpir
daripada penyebaran regional,
selalu bilateral. Hal ini ditemukan pada sindrom
Sjogren, yang dibahas pada Bab 5. Semla kelenjar liur
(mayor dan minor), serta kelenjar lakrimalis, dapat
terkena penyakit ini, yang menimbulkan mulut kering
Cambaran Klinis. Lesi dapat menimbulkan nyeri (xerostomia) dan mata kering (kerntokottjrtngtioiti"s
lokal atau kesulitan,menelan, tetapi banyak yang pembesaran din peradangan kelenjar
Sita)..rcombinasi
asimtomabik sehingga lesi (yang terbiasa dirasakan
oleh
liur dan lakrimalis, yang biasanya tidak_nyerj, serta
lidah) diabaikan. Akibafnya, banyak yang belum xerostomia, apa pun sebabnya, kadang_kadang disebut
tgrdr.agnosrs sampai tahap yang tidak dapai lagi dengan istilah eponimik sinrlrom MioLticz. penyebab
di_
obati. Angka harapan hidup 5 tuhr.,r-, keseluruhan antara lain sarkoidosis, leukemia, limfoma, dan hiper_
setelah pembedahan serta radiasi dan kemoterapi plasia limfoepitel idiopatik.
adjuvan sekitar 40% untuk kanker di pangkal lidah,
faring, dan dasar mulut, dibandingkan a"r-,gur., kurang Tumor Kelenjar Liur
dari 20% untuk kanker denganlnetastas]s kelenjai
Apabila kanker ini ditemukan pada sia- Kelenjar liur menghasilkan beragam tr-rmor yang
Uttun 19nir,rg. mengrngkari ukuran kecilnya. Sekitar g0% lr,rmor te4aai
dium dini, harapan hidup 5 tahun dapat meleb iini g0%.
qi ga]am kelenjar parotis dan sebagi.rn besar sisanya
di kelenjar submandibula. Laki-laki dan perempuan
sama seringnya terkena, bi.rsanya pada rrsia 60an dan
PENYAKIT KELENJAR LIUR 70an. Di kelenjar parotis, 70%hingga B0% tumor ini
jinak, sedangkan di kelenjar submaksila hanya separuh
. Penyakit primer pada kelenjar liur mayor rimumnya
jarang ditemukan, dan kelenjar parotis merupakar-, yang jinak. Oleh karena itu, jelaslah bahwa ,roplnr.o
kelenjar yang paling sering terkeni. Di antara ganggll_ di lrelenjar submnksila lebih berbtthnyn dnripodn
an yangmungkin, pembahasan dalam bab ini difokus_ neoplosma di pnrotis. Tumor lrtama yang timbul di
kan pada sialadenitis dan tumor kelenjar liur. parotis adalah adenoma pleomorfik jinak, yang
kadang-kadang disebut tumor campurar-, yar-,g lrerusa'l
dari kelenjar liur. Yang jar-rh tetritr
Sialadenitis larang adalah
sistadenoma papilaris iimfomatosum (bumor Warihin).
Secara kolektif, kedr_ra jenis tni membentuk tiga per_
Peyad1ngan kelenjar liur mayor mungkin disebab_
_
kan oleh bakteri, virus, atau yang
empat dari tumor parotis. Apa pun tipenya, tumor ini
proses aut6imun. bermanifestasi secara klinis sebagai massa yang
dominan dari penyebab adalah infeksi virus gondongl menyebabkan pembengkakan di sr-rdut ,ahang. nI
an (mtrmps), yang menyebabkan pembesaran semua a.ntara berbagai kanker kelenjar parotis, dua tipe
kelenjar liur utama, terutama kelenjar parotis. Walau_ dominan adalah (1) tumor .urr.rpr,iur-, maligna yang
pun sejumlah virus dapat menyebabkan gondongan, berasal de novo atar-r dari adenoma pt"o*o.fit jir-,uI
penyebab utama adalah paramiksovirr,rs, suatu virus yang sudah ada dan (2) karsinoma mukoepidermoid
RNA yang berkaitan dengan virus inflr,renza dan para, (yang mengandung gambaran adenokarsinoma dan
influenza. Virus ini biasanya menyebabku., p".udurg_ karsinoma sel skuamosa). Hanya adenoma pleomorfik
an interstisium difus yang ditandai dengan edema dan jinak dal tnmor Warthin yang cr-rkup sering ditemukan
sebukan sel radang mononukleus dan, kid ang-kadang, sehingga layak dibahas di sini.
oleh nekrosis fokai. Walaupun gondongan pada anak Adenorna Pleornorfik (Tumor Campuran
bersifat swasima dan jarang menyebabkan sekuele, Kelenjar Liur). Tumor ini membentuk lebih darj 90o/,,
gon-dongan pada orang dewasa dapat disertai tumor jinak kelenjar iiur. Tumor ini tumbuh lambat,
parrkreatitis atau orkitis; yang terakhir kaiang_kadang berbatas tegas, tampak berkapsul, dan nknran terbesar-
menyebabkan sterilitas permanen. nya jarang melebihi 6 cm. Tumor ini, yang umLrmnya
Sialadenitis bokterialis paling sering terjadi akibat terbentuk di parotis superfisial, menyebibka., p"nl_
obstruksi duktus karena terbentukn a batu (sialo_ bengkakan tak-nyeri di sudut rahang dan mudah
litiasis), tetapi infeksi juga dapat terjadi ikiba t penlatar_ diraba sebagai massa diskret. Tumor bLsanya sndah
an retrograd bakteri rongga mulut pada keadaan de_ ada selanrrabcberapa tal-rtrn scbelurrr dibarva ke dokter.
hidrasi sistemik berat, seperti keadian pascaoperasi. Walaupun berkapsul, pemerjksaan histologik sering
Pasien dengan penyakit yang kronis dan menyebabkan
memperlihatkan tempat trimor menembus kapsul. Oleh
kelemahan, ganggllan fungsi imun, atau mendapat obat karena itu, diperlukan batas reseksi yang adekr.rat
yang menyebabkan dehidrasi oral atau sistemik juga untuk mencegah kekambuhan. Hal ini mungkin
berisiko mengalami sialadenitis bakterialis akut. Siala- memerlukan pengorbanan saraf facialis, yang berlilan
denitis mungkin bersifat interstisial atau menimbul_ melalui kelenjar parotis. Secara rerata, seiitar 10%
kan fokus-fokus nekrosis supuratif atau bahkan abses. eksisi diikuti oleh kekambuhan.
BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL I 615
:ili l
,, i:,
ffi
Adenoma pleomorfik. A. Tumor berbatas tegas di kelenlar parotis. B. Penampakan dengan pembesaran-lemah yang memperlihatkan
tumor berbatas tegas dengan aslnus parotis normal di bawah C. Penampakan pembesaran-kuat yang memperlihatkan stroma miksoid
amorf mirip tulang rawan, diselang-selingioleh pulau-pulau dan untaian sel mroepitel. (Sumbangan E. Lee, MD, Department of Pathology,
Unlversity of Texas Southwestern Medical Center, Dallas. )
I
T
r
Lesi di esofagus dapat bermacam-macam, dari
esofagitis biasahingga kanker yang sangat mematikan, Tabel 15-2. GANGGUAN ANATOM K TERTENTU PADA
I
Hernia Hiatus
Pada hernia hiatus, pemisahan krura diafragma dan diperparah oleh posisi yang memudahkan refluks
dan melebamya ruang antara krura otot dan dinding (membungkuk, berbaring telentang) dan kegemukan.
esofagus menyebabkan segmen lambung yang mem- Walaupun sebagian besar pasien dengan hernia hia-
besar menonjol di atas diafragma. Dikenal adanya dua tus sliding tidak mengalami esofagitis refluks (dibahas
pola anatomik (Gbr. 15-6): hernia aksial atau sliding kemudian), mereka yang mengalami esofagitis refluks
hernia danhernia nonaksial atau hernia paraesofagus. berat besar kemungkinannya mengidap hernia hiatus
Hernia sliding membentuk 95% kasus; penonjolan sliding. Penyulit lain yang mengenai kedua jenis her-
lambung di atas diafragma menyebabkan dilatasi ber- nia hiatus ini adalah ulserasi, perdarahan, bahkan
bsrtuk lonceng yang bagian bawahnya dibatasi oleh perforasi mukosa. Hernia paraesofagus jarang memicu
penyempitan diafragma. Pada hernin paraesofagus, refluks, tetapi dapat mengalami strangulasi atau
bagian lambung tersendiri, biasanya kurvalura mayor, obstruksi.
masuk ke toraks melalui foramen yang melebar. Pe-
nyebab kelainan anatomi ini tidak diketahui.
Berdasarkan pemeriksaan radiografik, hernia hia-
Akalasia
tus dilaporkan pada 1% sampai 20"h orang, dewasa, Kata akalnsia berarti " gagal melemas" dan dalam
dengan insidensi meningkat seiring usia. Namun, konteks saat ini menandakan relaksasi inkomplet
hanya sekitar 9'h orang dewasa ini mengalamiheort- sfingter esofagus bawah sebagai respons terhadap
burn alauregurgitasi getah lambung ke dalam mulut. menelan. Hal ini menimbulkan obstruksi fungsional
Gejala ini lebih sering disebabkan oleh inkompetensi esofagus, yang menyebabkan esofagus lebih proksimai
sfingter esofagus bawah daripada hernia hiatus per se mengalami dilatasi. Pemeriksaan manomehik memper-
BAB 15 RONGGA N/IULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL I 617
Gambar 15-6
Diafragma
lihatkan tiga kelainan utama pada akalasia: (1) aperi- regurgitasi dan aspirasi makanan yang tidak tercerna
stalsis, (2) relaksasi parsial atati inkomplit sfingter pada malam hari. Kelainan ini biasanya mulai bermani-
esofagus bawah saat menelan, dan (3) peningkatan festasi pada dewasa muda, meskipun dapat juga pada
tonus istirahat sfingter esofagus bawah. Sekarang masa bayi atar-r anak. Aspek paling serius pada pe-
secara umum diterima bahwa pada akalasia primer nyakit ini adalah bahaya timbuinya karsinoma sel
terjadi penurunan persarafan inhibitorik intrinsik skuamosa esofagus, yang dilaporkan ditemukan pada
sfingter esofagus bawah dan segmen otot polos badan sekitar 5% pasien dan biasanya pada usia lebih dini
esofagus. Akalasia sekunder dapat terjadi akibat proses dibandingkan dengan mereka yang tidak mengidap
patologik yang mengganggll fungsi esofagus. Contoh akalasia.
klasik adalah penyakit Chagas, yang disebabkan oleh
Trypanosoma crtrzi, yang menyebabkan destruksi
pleksus mienterikus esofagus, duodenum, kolon, dan Laserasi (Sindrom Mallory-
ureter. Namun, pada sebagian besar kasus akalasia Weiss)
terjadi sebagai gangpranprimer yang etiologinya tidak
diketahui. Autoimunitas dan riwayat infeksi virus di- Robekan longitudinal di taut esofagogastrik disebut
ajukan sebagai hipotesis, tetapi masih belum robekan Mallory-Weiss. Laserasi ini ditemnkan pada
d ibuktikan. pecandrr alkohol setelah serangan retching atatt
Pada akalasia primer terjadi dilatasi progresif muntah hebat, walaupun dapat juga terjadi sewaktlr
esofagus di atas sfingter esofagus bawah. Dinding muntah hebat pada penyakit akut. Patogenesisnya
esofagus mungkin memiliki ketebalan normal, lebih diperkirakan adalah relaksasi otot sfingter esofagus
besar daripada normal karena hipertrofi otot, atatr bawah yang inadekuat saat muntah, disertai peregang-
sangat menipis akibat dilatasi. Canglion mienterikus an dan robeknya taut esofagogastrik saat isi lambung
biasanya tidak ditemukan di korpus esofagus, tetapi didorong keluar. Pendapat ini didukung oleh kenyata-
mungkin berkurang atau normal jumlahnya di regio an bahwa hemia hiatus ditemukan pada lebih dari7\ok
sfingter esofagus bawah. Peradangan di lokasi pleksus pasien dengan robekan Mallory-Weiss. Yang menarik,
mienterikus esofagus merupakan tanda patognomonik hampir separuh pasien yang datang dengan perdarah-
penyakit. Waiaupun akalasia bukan suatu penyakit an saluran cerna bagian atas akibat robekan Mallory-
mukosa, stasis makanan dapat menyebabkan pe- Weiss tidak memiliki riwayat mual,retching, nyeri ab-
radangan mukosa dan ulserasi yang terletak proksimal domen, atau muntah. Dapat dihipotesiskan bahwa
dari sfingter esofagtrs bawah. variabilitas normai tekanan intraabdomen dapat di-
Akalasia secara klinis ditandai dengan disfagia salurkan melalui hernia hiatus dan kadang-kadang
progresif dan ketidakmampuan menyalurkan secara menyebabkan robekan Mallory-Weiss. Robekan
total makanan ke dalam lambung. Dapat terjadi mungkin hanya. mengenai mukosa atau mungkin
618 T BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL
Varises
Salah satr-r tempat potensial untuk komunikasi
antara sirkulasi splanknik intraabdomen dan sirkulasi
vena sisten-rik adalah meialui esofagus. Apabila aliran
darah vena porta ke hati terhambat oleh sirosis atau
penyebab lain, hipertensi porta yang terjadi memicu
terbentuknya salnran pintas kolateral di tempat Gambar 15-7
bertemunya sistem porta dan sistemik. Oleh karena ibr-r,
aliran darah porta dialihkan melalui vena koroner Varises esofagus: gambaran esofagus dan taut esofagogastrik
lambung ke dalam pleksus vena subepitei dan sub- yang telah dibalik, yang memperlihatkan dilatasi vena-vena
mnkosa esofaglls, kemudian ke dalam vena azigos dan submukosa (varises). Varises yang berwarna biru telah kolaps
vena kava superior. Peningkatan tekanan di pleksus pada spesimen pascamortem ini.
ESOFAGUS BARRETT
Esofagus Barrett adalah komplikasi refltiks gastro-
esofagtrs kronis, v;rng terjadi pada hampir 10% pasierr
MORFOLOGI
dengan pen1,;1pi, refhrks simtomatik persisten, serta
Perubahan anatomik bergantung pada penyebab serta pada beberapa pasien dengan refltrks asimtomatik.
durasi dan keparahan pajanan. Esofagitis ringan secara Esofngrts Bnrrett didcfinisiknn sebngni pcrtggontinn
makroskopis mungkin tampak sebagai hiperemia distsl norntnl oleh epitel
rnttkosn sktLntttosLt berlnpis
biasa, tanpa kelainan histologik. Sebaliknya. mukosa koltrntnor rnetnplastik L/ang nengandung sel goblet.
Refluks gastroesofagus yang berkep;rnjangan dan
beruiang diperkirakan menimbnlkan peradangan dan
'.-a_'
;rkhirnya ulserasi lapisan epitel skuamosa. Pe-
*
- :4 31="':'
' nyembr,rhan teqadi melalr.ri pertumbuhan ke dalam sel
bakal dan re-epitelialisasi. Dalam lingkungan mikro
pH yang sangat rendah di esofagus distal karena
refluks asam, sel berdiferensiasi menjadi epitel koh-rm-
nar. Epitel kolumnar metaplastik diperkirakan lebih
:. resisten terhadap cedera akibat refluks isi lambung.
Esofagus Barrett lebih sering mengenai laki-laki dari-
pada perempuan (perbandingan 4:i) dan jauh lebih
sering pada kr-rlit putih dibandingkan ras lain. Diper-
kirakan terdapat faktor genetik karena ditemr-rkannva
kasus dalam satu keluarga.
Dapat teqadi ulkus dan striktur sebagai komplikasi
esofagus Barrett. Namun, makna klinis utama esofagrls
Barrett adalah timbulnya adenokarsinoma. Pasien
Gambar 15-8 dengan esofagus Barrett memperliha tkan peningkatan
risiko 30 sampai 40 kali lipat mengalami adeno-
Esofagitis refluks yang memperlihatkan bagian superfisial mukosa. karsinoma esofagus dibandingkan dengan populasi
Terdapat banyak eosinofil (tanda panah) di dalam mukosa, dan normal. Oleh karena itlr, pemeriksaan penyaring
epitel skuamosa berlapis belum mengalami maturast sempurna akibat periodik dengan biopsi esofagr.rs dianjurkan untr,rk para
proses peradangan yang terus-menerus. pasien ini.
620 T BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL
KARSINOMA ESOFAGUS
Di esofagus, dapat timbul tumor jinak yang berasal
dari mukosa skuamosa dan mesenkim di bawahnya.
Namun, tumor ini dikalahkan oleh kanker esofagus,
yang terdiri atas dua jenis: karsinoma sel skuamosa
,,w dan adenokarsinoma. Di seluruh dunia, karsinoma sel
skuamosa membentuk 90% dari kanker esofagus, tetapi
di Amerika Serikat telah terjadi peningkatan ekspo-
nensial insidensi adenokarsinoma yang berkaitan
dengan esofagus Barrett. Saat ini, insidensi bentuk
kanker ini telah mengalahkan karsinoma sel sknamosa.
Di Amerika Serikat, sebagian besar kasus terjadi pada
orang dewasa berusia lebih dari 50 tahun dengan rasio
laki-laki terhadap peremprlan 3:1. Adenokarsinoma
yang berasal dari esofagus Barrett lebih sering terjadi
pada kuliL putih daripada kulit hitam. Sebaliknya, di
seluruh dunia karsinoma sel sknamosa lebih sering
pada orang berkulit hitam. Terdapat perbedaan yang
Gambar 15-9 -mencolok dan membingungkan dalam insidensi
geografik karsinoma esofagus. Di Amerika Serikat,
Esofagus Barrett.,4. Gambaran endoskopik yang memperlihatkan terdapat sekitar 6 kasus baru per 100.000 poplrlasi per
mukosa tipe-gastrointestinal yang merah seperti beledu meluas tahun, yang menyebabkan 1% sampai 2,k dartsemrla
dari orifisium gastroesofagus. Perhatikan mukosa skuamosa
kematian akibat kanker. Pada daerah di Asia, dari
esofagus yang lebih pucat. B. Gambaran mikroskopik yang
provinsi utara Cina hingga daerah pesisir Kaspia di
memperlihatkan sel epitel kolumnar campuran tipe lambung dan
tipe usus dalam mukosa kelenjar. (A, Sumbangan Dr. F. Farraye,
Iran, prevalensinya di atas 100 per i00.000, dan2ff%
Brigham and Women's Hospital, Boston.) kematian kanker disebabkan oleh karsinoma esofaglrs
(terutama tipe sel skuamosa), dengan perempuan lebih
sering terkena daripada laki-laki. Perbedaan epidemio-
logi ini harus mengandung petunjuk kausatif yang
perlu dipecahkan.
Etiologi dan Patogenesis. Faktor lingkungan
dan makanan yang berkaitan dengan knrsinomo sel
MORFOLOGI skusmoss disajikan pada Tabel 15-3. Faktor kontribusi
yang penting adalah lambatnya perjalanan makanan
Esofagus Barrett tampak sebagai mukosa merah muda
seperti beledu antara mukosa skuamosa esofagus yang
di esofagus, sehingga mukosa lebih lama terpajan
mulus dan merah muda dengan mukosa lambung yang karsinogen potensial seperti yang terdapat dalam
cokelat muda dan lebih lebai (Gbr. i5-9A). Kelainan ini tembakau dan minuman beralkohol. Peran esofagitis
mungkin berupa tonjolan ke atas mirip tidah dari taut kronis, yang juga berkaitan dengan alkohol dan tem-
gastroesofagus, pita melingkar iregular yang mengganti- bakau, sebagai faktor predisposisi telah banyak
kan taut skuamokolumnar di arah sefaiad, atau bercak diketahui. Namun, pengaruhberbeda hams mendasari
tunggal (pulau) di esofagus distal. Panjang kelainan tingginya insidensi tumor ini di antara kaum Muslim
tidak sepenting keberadaan mukosa meiaptastik yang ortodoks di Iran, yang tidak minum minuman ber-
mengandung sel goblet di esofagus anatomik. Secara alkohol atau merokok. Faktor iingkungan lain di-
BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL 621
'
Tabel 15-3. FAKTOR RISIKO UNTUK KARSINOMASEL beberapa bulan atau tahun, lesi menjadi tumor dengan
SKUAMOSAESOFAGUS mengambil salah satu dari tiga bentuk: (1) massa
eksofitik polipoid yang menonjol ke dalam lumen; (2)
ulserasi kanker nekrotik yang dalam dan kadang-
Esofagitis kronis kadang menimbulkan erosi hingga saluran napas,
Esofagitis lama aorta, atau tempat lain (Gbr. 15-10); dan (3) neoplasma
Akalasia infiltratif difus yang menyebabkan penebalan dan ke-
Sindrom Plummer-Vinson (selaput esofagus, anemia mikrositik kakuan dinding serta penyempitan lumen esofagus. Apa
hipokromik, glositis atrofikans) pun polanya, sekitar 20% timbul di esofagus servikalis
Gaya Hidup atau torakalis atas, 50% di sepertiga tengah, dan 30%
Konsumsi alkohol di sepertiga bawah.
Penyalahgunaan tembakau Adenokarsinoma tampaknya berasal dari mukosa
displastik yang melapisi esofagus Barrett. Tidak seperti
Makanan
karsinoma sel skuamosa, kanker ini biasanya terletak
Defisiensivitamin (A, C, riboflavin, tlamin, piridoksin) di sepertiga distal esofagus dan mungkin menginvasi
Defisiensi trace metals (seng, molibdenum) kardia lambung di dekatnya. Kanker ini, yang awalnya
Pencemaran makanan oleh fungus
tampak sebagai bercak datar atau meninggi pada
Kandungan nitriVnitrosamln yang tinggi
mukosa yang utuh, dapat berkembang menjadi massa
Predisposisi Genetik nodular besar atau memperlihatkan ulkus dalam atau
Tilosis (hiperkeratosis telapak tangan dan kaki) infiltrat difus. Secara mikroskopis, sebagian besar tu-
mor adalah tumor kelenjar yang menghasilkan musin
dan memperlihatkan gambaran tipe intestinal, sesuai
dengan morfologi mukosa metaplastik sebelumnya.
Kadang-kadang terbentuk tumor dari jenis sel saluran
cerna lain yang mendukung konsep bahwa epitel Barrett
berasal dari sel multipotensial.
perkirakan berperan, terutama makanan, tetapi belum
banyak terdapat bukti kausal langsung. Keterkaitan
yang erat dengan virus papiloma manusia (HPV)
ditemukan di daerah dengan insidensi tinggi. Peran
predisposisi genetik sangat tidak jelas, tetapi terdapat Cambaran Klinis. Karsinoma esofagus memiliki
suatu sindrom genetik tilosis yang jarang, ditandai onset lambat danmenyebabkan disfagia serta obstruksi
dengan pembentukan berlebihan keratin di kulit
telapak tangan dan kaki, pasien hampir pasti akan
mengalami kanker esofagus. Esofagus Barrett adnlsh
sntu-satuny n pr ekttr s or adenoksr sinomn esofagus y ang
diketshui.
Dilaporkan terdapat keterkaitan antara faktor risiko
yang disebutkan sebelumnya dengan pembahan mole-
kular. Sebagai contoh, gen penekan lumor TP53 abnor-
mal pada hampir 50% karsinoma sel skuamosa dan
berkaitan dengan pemakaian tembakau dan alkohol.
Frekuensi mutasi TP53 pada esofagus Barrett me-
ningkat seiring dengan meningkatnya derajat displasia
mukosa. Juga ditemukan kelainan yang mengenai gen
penekan tumor 716/CDKN2A. Namun, yang jarang
pada sekuensi dispiasia-karsinoma esofagus adalah
mutasi di K-RA S,yattgtidak seperti sekuensi adenoma-
ka rsinoma kolorektr-rm.
MORFOLOGI
Karsinoma sel skuamosa biasanya didahului oleh
prodroma lama displasia epitel mukosa diikuti oleh
karsinoma in situ dan, akhirnya, oleh munculnya kanker Gambar 15-10
invasif. Lesi awal tampak sebagai elevasi atau penebal-
an mirip-plak, kecil, dan putih abu-abu di mukosa. Dalam Karsinoma sel skuamosa besar yang mengalami ulserasi pada
esofagus.
622 . BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN
GASTROINTESTINAL
I
t
r
Gangguan lambung sering menimbuikan
. -
klinis, yang berkisar
penyakit serupa dengan gangguan esofagus,
terutama henrtbtrrn
airi gasiritis t.orli. t iusa hingga oan_nuert eptgnstrittm yang samar. Apabila
kars inoma laTb*g. Infek"si lambung mukosa
olei i e t i c o b a c t e r lambung rusak dan teq-adiperdu.uhur.,,
pylori mungkin merupakan infekii saluran dapat timbul
cerna hemetemesis atau mrir,nn. Namun,
tersering. Kadang-kadang ditemukan
anomali konge_
iiaat sepe.ti
perdarahan esofagus, darah cepat membeku
nitaf yang diringkaskan pada Tabei 15_4. dan ber_
uoan menladi cokelat dalam lingkungan
asam di lr-r_
. ,Karena perangkat sensorik saluran cerna yang
terbatas, gangguan lambung menimbulkan jejala
men lambung. Oleh karena itu, dirah
riang' dimuntah_
yang kan tampak seperti kopi bubuk.
GASTRITIS
Tabel 154. ANOMALT LAMBUNG KONGENTTAL Diagnosis ini digunakan secara berlebihan dan
19ring
lolos-digunakan secara berlebihan apabiia
diterapkan pada semua keh-rhan transien
Penyakit abdomen atas
Komentar tanpa bukti yang sahih dan Iolos karena
sebagian besar
Stenosis pilorus 1 dari 300 hingga g00 ketahiran
hidup
qi:i:" dengan gastritis kronis asimtomatik . Gnstritis
didefinisikan sebagai p,ernrlongon mrkosn
Rasio laki-laki terhadap perempuan 3: 1 lambung.
Patologi: hipertrofi otot polos di dinding S:j"".1 in-i, mayoritas kasus udulut-, gastritis kronis,
pilorus tetapi kadang-kadang ditemukan beniuk
r khas sasfril
Gejala: muntah proyektil persisten tanpa tis akut.
empedu pada bayi
Hemiadiafragmatika Jarang
patologi: herniasi lambung
dan isi Gastritis Kronis
abdomen lain ke dalam toraks melalui
defek di diafragma Gastritis kronis dirlefinisikan sebngoi pernrlangnrt
Gejala: gangguan pernapasan akut pada
mukosa kronis yang akhirnya menyebo'bknn
neonatus ati.ofi
Heterotopialambung Jarang *t:\ot! dan metaplasia epitel.lenyakit ini memiliki
patologi: nrdus mukosa subkelompok kausal yang tersendiri dan pola
lambung di kelainan
esofagus atau usus halus (,,ecfopic histologik_yang berbeaulbeda di fr"rLrffi'*mpat cti
resf,) dunia. Di dunia Barat, prevalensi perr.rbafran
Gejala: asimtomatik, atau anomali ulkus
histologik
yangmenunjukkan gastritis kronis melebihi
peptik pada orang dewasa 50% untirk
populasi usia lanjut.
BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL I 623
DAN / Debris
Muskularis ATAU nekrotik
mukosa
Peradangan
akut
nonspesifik
Submukosa Jaringan
granulasi
Fibrosis
Gambar 15-11
Gambaran skematik perkiraan ef ek H. pyloripada terjadinya gastritis kronis dan ulkus peptik. Disajikan gambaran histologik kedua
penyakit.
Patogenesis. Sejauh ini keterkaitan etiologik ter- Di Amerika Serikat, bentuk lain gastritis kronis jauh
penting adalah dengan infeksi kronis oleh I,lelicobacter lebih jaiang ditemukan. Bentuk vang penting adalah
pylori (Gbr.15-11). Organisme ini adalah patogen yang gastritis nutoimun, yang terjadi akibat ar_itoantibodi
memiliki angka infeksi tertinggi dinegara yang sedang terhadap sel parietal keierlar lambtrng, khustrsnva
berkembang. Prevalensi infeksi pada orang dewasa di terhadap er,-zim penghasil asam H*,K*-ATPase. Cedera
Puerto Rico melebihi 80o1,; orang Amerika berr_rsia lebih autoimrln menvebabkan kerusakan kelenjar darr ;rtrofi
dari 50 tahun memperlihatkan angka prevalensi men- mtrkosa sehingga prodr-rksi faktor rntrinsik dan asam
dekati 50%, Di daerah lang endemik, infeksi ini berkurang. Defisiensi faktor intrinsik yang terjadi ini
tampaknya berjangkit pada masa anak dan menetap menyebabkan anemia pernisiosa, vang dibahas pada
selama berpuluh tahun. Sebagian besar orang yang ter- Bab 12. Bentr,rk gastritis ini paling sering ditemr-rkan di
infeksi juga mengalami gastritis, tetapi asimtomatik. Skandinavia, berkaitan dengan penyakit aLrtoirnun
H. pylori adalah bakteri batang gram-negatif, 1ain, seperti tiroiditis Hashimoto dan penyakit Addison.
berbentuk S, tidak invasif, tidak membentuk spora, dan
berukuran sekitar 3,5 x 0,5 pm. Mekanisme bagaimana
H. pylorirnenyebabkan cedera jaringan dibahas secara
lebih rinci di bagian mengenai ulkus peptik. Cukup
dikatakan bahwa gastritis ter;adi karena kombinasi
pengaruh enzim dan toksin bakteri serta pengeluaran
MORFOLOGI
zat kimia merugikan oleh neutrofil yang datang. Pasien Apa pun penyebab atau distribusi histologik gastritis
dengan gastritis kronis dan H. pylori biasanya mem- kronis, peradangan terdiri atas infiltrat limfosit dan sel
perlihatkan perbaikan gejala bila mendapat terapi plasma di lamina propria, kadang-kadang disertai pe-
antimikroba dan kekambuhan dilaporkan berkaitan radangan neutrofilik di regio leher lubang (pit) mukosa.
dengan kemunculan kembali organisme ini. Perbaikax Peradangan mungkin disertai oleh pengurangan
pada gastritis kroniknya mungkin memerlLrkan waktll kelenjar dengan derajat bervariasi dan atrofi mukosa.
yang jauh lebih lama. Apabila ada, H. py.lori ditemukan bersarang di dalam
624 . BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL
l/r.. l,r"
:!;nr.! rs rr\ll #, _sl ,11/+- $
tr 'rt#?*
g:ffi # **
5li, H
t4|T ilfr'z
ffi
:I*
ffi : ffi,#
ffiffi
ri: n1 i #*I*
Gaya Pertahanan:
9;rq
Sekresi mukus permukaan
Sekresi bikarbonat ke
Gangguan ,\ \
\..... pertahanan.:
dalam mukus
Aliran darah mukosa lske.mia,. syok
Transpor membran Perlambatan pe-
permukaan apikal ngosongan lambung
Kapasitas regenerasi Refluks duodenum-
epitel lambung
Pengeluaran prostaglandin
Gambar 15-13
Dragram faktor yang memperparah, dan mekanisme pertahanan terhadap, ulkus peptik
r Meskipun tidak menginvasi jaringan, H. pylori milieu ini tampaknya mendorong metaplasia
memicll respons peradangan dan imun Vang intens. lambung (adanya epitel lambr-rng) di bagian
Teqadi peningkatan pembentukan sitokin proinfla- pertama dnodenum. Fokus metaplasia itri menjadi
masi, seperti interleukin 1 0L-1), IL-6, faktor nekrosis tempat bagi kolonis asi H. pylori.
tumor (TNF), dan, yang terutama, IL-8. Sitokin ini I Beberapa protein H. pyloribersifat imtrnogenik, dan
dihasilkan oleh sel epitel mukosa, serta merekrut protein ini memicu respons imtrn hebat di mr,rkosa.
dan mengaktifkan neutrofll Sel T dan sel B aktif dapat ditemukan pada gaslritis
I Beberapa prodr-rk gen bakteri berperan menyebab- kronis yang disebabkan oleh ll. pylori. Limfosit B
kan cedera sel epitel dan induksi peradangan. H. berkumpul untuk membentuk folikel. Perarr sel T
pylori mengeluarkan suatlr urease yang mengr.rrai- dan B dalam menimbulkan cedera epitel masih
kan urea r"rntuk membentuk senyawa toksik, seperti belum jelas, tetapi pengaktifan sel B yang didorong
amonium klorida dan monokloramin. Organisme oleh sel T mungkin terlibat dalam patogenesis
, ini juga mengellrarkan fosfolipase yang merllsak sel limfoma lambung.
epitel perrnukaan. Protease dan fosfolipase bakteri Di seluruh dunia, hanya 10% sampai 20% individu
menguraikan kompleks glikoprotein-lemak di yang terinfeksi oleh H. pylori yang kemudian benar-
mukus lambung sehingga lini pertama pertahanan benar mengaiami ulkus peptik. Oleh k;rrena itr-r, teka-
mukosa melemah. Cedera epitei juga disebabkan teki utama adalah mengapa sebagian besar tidak
oleh suatu toksin penyebab vakuolisasi (VacA). terkena sementara sebagian lainnya rentan. Mtrngkin
Toksln iain, yang dikode oleh cytotoxin-ossocinted terdapat interaksi yang tidak diketahui antara H. py-
gene A (CagA), merupakan perangsang kuat untuk /orl dan mukosa yang hanya terjadi pada orang tertentu.
terbenbr-rknya IL-8 oleh sel epitel. Bukti yang muncul juga mengisyaraikan dengan kuat
f H. pvlorimeningkatkan sekresi asam lambung dan adanya faktor bakteri. Oleh karena itu, strain ;'arrg
mengganggr-r produksi bikarbonat duodenum se- menghasilkan VacA dan CagA menyebabkan pem-
hingga pH lumen duodenum menurun. Perubahan bentttkan sitokin dan peradangan yang lebih intens.
BAB 15 RONGGA MULUT DAI\J SALURAN GASTROINTESTINAL I 627
Polip Lambung
Katn "polip" digtmalcan untuk setinp nodtLs otnu
massa yang menonjol lebih tinggi daripndn mukosa di
sekitnrnyn. Kadang-kadang lipoma atau leiomioma
yang lLrmbuh di dinding lambung dapat menonjol dari
bawah mukosa dan menghasilkan sutu lesi yang
tampak polipoid. Namun, pemalcoinn kntn "polip" di
snluran cerna umumnyn dibatasi untuk lesi ffiassa yang
ttLmbtth di mukosa. Polip lambung jarang terjadi dan
Gambar 15-16 ditemukan pada sekitar 0,47o autopsi orang dewasa,
Ulkus stres multipel di lambung, diperjelas oleh darah hitam di dibandingkan dengan polip kolon, yang ditemukan
dasarnya. pada2l"khtrtggaS0% orang berusia lanjut. Di lambung,
lesi ini paling sering berupa (1) polip hiperplastik (80%
sampai 85%), (2) polip kelenjar fundus (sekiiar 10%),
dan (3) polip adenomatosa (sekitar 5ol,). Ketiga tipe
timbul pada gastritis kronis sehingga ditemukan pada
. MORFOLOGI populasi pasien yang sama. Polip hiperplastik dan
polip kelenjar fundus pada dasarnya tidak berbahaya.
Ulkus stres akut biasanya bundar dan kecil (garis Sebaliknya, jelas terdapat risiko adanya adeno-
tengah kurang dari 1 cm). Dasar ulkus sering benvarna karsinoma pada polip adenomatos a, yngmeningkat
cokelat tua akibat tercernanya darah oleh asam. Tidak
seiring dengan ukuran polip.
seperli ulkus peptik kronis, ulkus stres akut ditemukan
di mana saja di lambung. Ulkus mungkin hanya satu,
tetapi biasanya banyak, terletak di seluruh lambung dan
duodenum (Gbr. 15-16). Secara mikroskopis, ulkus
stres akut adalah lesi mendadak, dengan mukosa di
sekitarnya hampir tidak memperlihatkan perubahan. MORFOLOGI
Ulkus memiliki kedalaman bervariasi dari lesi superfisial
(erosi) hingga lesi dalam yang mengenai seluruh Polip hiperplastik tumbuh dari respons perbaikan yang
ketebalan mukosa (ulkus sejati). Erosi yang dangkal berlebihan terhadap kerusakan kronis mukosa se-
pada dasarnya adalah suatu perluasan dari gastritis hingga terdiri atas epitel mukosa hiperplastik dan stroma
erosif akut. Lesi yang lebih dalam membentuk ulkus edematosa yang meradang. Lesi ini bukan neoplasma
berbatas tegas tetapi bukan merupakan prekursor untuk sejati. Polip kelenjar fundus adalah kumpulan kecil
ulkus peptik kronis. Bahkan lesi yang dalam pun tidak kelenjar tipe-korpus yang melebar dan diperkirakan
menembus muskularis propria. rnerupakan suatu hamartoma kecil. Di pihak lain, ade-
noma (yang lebih jarang ditemukan) mengandung epitel
displastik. Seperti adenoma kolon (akan dijelaskan),
adenoma merupakan neoplasma sejati.
kanker ini masih merupakan kanker pembunuh utama, nativum di E-kaderin sehingga terjadi pewarisan
menyebabkan 3% dari semLla kematian akibat kanker dominan autosomal karsinoma lambung difus. Faktor
di Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh angka predisposisi untuk adenokarsinoma tipe intestinal
harapan hidup 5 tahun yang mengecewakan, yiitr_r banyak, tetapi derajat kemaknaannya berr-rbah-ubah.
tetap dibawah 209o. Sebagai contoh, faktor makanan telah berubah drastis
Kanker lambung memperlihatkan dua tipe morfo- dalam tahr,rn-tahun terakhir seiring dengan meluasnya
.logik, Iang disebut intestinal dan dfus. Varian intesti- pemakaian lemari es di seluruh dunia, yang secara
nal diperkirakan berasai dari sel mi-rkns lambr,rng vang mencolok mengurangi kebr-rtuhan mengawetkan
mengalami metaplasia in tes tina I pad a gastritis kronis. makanan melalui penggunaan nitrat, pengasapan, dan
Pola kanker ini cenderung berdiferensiasi baik dan garam. Gastritis kronis yang berkaitan dengan infeksi
merupakan tipe yang sering ditemukan pada populasi H. pylorimasih merupakan faktor risiko utama untuk
berisiko tinggi. Knrsinontn tipe intestinal ndnlih potn karsinoma iambung. Snatu penelitian prospektif baru,
ynng frektrettsintln tertts berktrnng di Amerikn Seriknt. baru ini dari Jepang menggarisbawahi hr.rbungan
Sebaliknya, uarinn di.lirs diperkirakan timbr_rl de novo antara infeksi H, pylori dan karsinoma lambung. Risiko
dari sel mukns lanrbrrng asli, tidak berkaitan dengan terutama tinggi pada mereka yang mengidap gastritis
gastritis kronis, dan cenderung kurang berdiferensiasi. kronis yang terbatas cli antrum lambnng. par.t pasien
Yang lebih penting, karsinoma lambung difus tidak ini mengalami atrofi lambung berat, metaplasia intes-
banyak berubah frektrensinya 6l3iu* 60 tahun terakhir tinal, dan akhirnya displasia dan kanker. yang perlu
dan sekarang membentuk sekitar separuh dari karsi- dicatat, pasien dengan ulktrs dr-rodenum terkait-H. pL7-
noma lambung di Arnerika Serikat. Sementara karsi- /ori umumnya terlindung dari kanker lambtrng. Meka-
noma tipe intestinal Leruiama timbul setelah r_rsia 50 nisme bagaimana H. Ttylori menyebabkan transformasi
tahun dengan predomit-ransi laki-laki 2:1, k.rrsinoma neoplastik masih belrm jelas. Mungkin peradangan
difr-rs timbnl pada usia lebih dini tanpa predominansi kronis menghasilkan radikal bebas yang memsak
laki-laki. Hampir pasti bahwa terdapat dtra bentuk DNA, dan mutasi yang terjadi menyebabkan hiper-
karsinoma lambtrng yang berbeda. proliferasi yang tidak diimbangi oleh apoptosis.
Patogenesis. Faktor utama yang diperkirakan Banyak hal yang masih perlu diketahui.
memengan-rhi pembenlLrkan kanker ini adalah lingkung-
an, seperti diringkaskan pada Tabel i 5-5. Beberapa hal
layak ditekankan. Faktor risiko yan€! menyebabkan
peningkatan karsinoma difr.rs umumnya tidak dike-
tahui, walaupr-rn pernah dilaporkan mutasi sel germi-
MORFOLOGI
Letak karsinoma lambung di dalam lambung adalah
sebagai berikut: pilorus dan antrum, SO% hingga 60y";
kardia, 25o/o: serla sisanya di korpus dan fundus. Kurva-
Adenokarsinoma Tipe-lntestinal
Makanan
Nitrit yang berasaldari nitrat (ditemukan dalam makanan dan air
minum, dan digunakan sebagai pengawet daging ) dapat
mengalami nitrosasi untuk membentuk nitrosoamin dan
nitrosamida
Makanan yang diasapkan dan acar
Asupan garam berlebihan
Menurunnya asupan buah dan sayuran segar: antioksidan
yang terdapat dalarn makanan ini mungkin bersifat protektif
dengan menghambat nitrosasi
Gastritis kronis dengan metaplasia intestinal
lrfeksi Hei;ccb act"r nvlori
Anemia pernisiosa
Kelainan anatomi
Setelah gastrektomi distal subtotal
Gambar 15-17
Karsinoma Difus
Faktor risiko belum dtketahui, kecuali mutasi herediter E-kaderin
Karsinoma lambung ulseratif. Ulkus berukuran besardengan tepi
(arang ditemukan)
iregular meninggi. Terjadi pembentukan lubang ekstensif di mukosa
Sering tida k terdapat infeksi H e Ii co bacte r pylori dan gastritis
lambung dengan daerah nekrotik abu-abu di bagian terdalamnya.
kronrs
Bandingkan dengan ulkus peptik jinak pada Gambar 15-14.
BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL T 631
Gambar 15-1 I
Kanker lambung. A. Tipe intestinal yang memperlihatkan sel ganas membentuk kelenjar, yang menginvasi dinding otot lambung (H & E). B
Tipe difus yang memperlihatkan sel ganas tersebar sendiri-sendiri, tampak merah, dan mengandung musln di lamina propria dari mukosa
yang utuh. (Pewarnaan musikarmin.)
tura minor terkena pada sekitar 40% dan kurvatura Terdapat banyak klasifikasi gambaran histologik
mayor 12o/okasus. Oleh karena itu, lokasi yang disukai kanker lambung, tetapi dua tipe yang ierpenting adalah
adalah kurvatura minor regio antropilorus. Walaupun tipe intestinal dan tipe difus (Gbr. 15-18). Varian intesti-
lebih jarang, lesi ulseratif di kurvatura mayor lebih besar nal terdiri atas sel ganas yang membentuk kelenjar
kemungkinannya ganas. intestinal neoplastik mirip dengan yang terdapat pada
Karsinoma lambung diklasifikasikan berdasarkan adenokarsinoma kolon. Varian difus terdiri atas sel
kedalaman invasi, pola pertumbuhan makroskopik, dan mukosa tipe-lambung yang umumnya tidak membentuk
subtipe histologi. Gambaran morfologik yang paling kelenjar, tetapi menembus mukosa dan dinding se-
besar dampaknya pada prognosis klinis adalah ke- bagai sel "signet-ring" (cincin cap) yang tersebar atau
dalaman invasi. Karsinoma lambung dini didefinisikan kelompok kecil pada pola pertumbuhan "infiltratif'.
sebagai lesi yang terbatas di mukosa dan submukosa, Apapun varian histologiknya, semua karsirtoma
tanpa memandang ada tidaknya metastasis ke lambung akhirnya menembus dinding dan mengenai
kelenjar getah bening perigastrik. Karsinoma lambung serosa, menyebar ke kelenjar getah bening regional
lanjut adalah neoplasma yang telah meluas melewati dan jauh, serta bermetastasis secara luas. Karena
submukosa ke dinding otot dan mungkin telah tersebar sebab yang belum diketahui, metastasis kelenjar getah
luas. Displasia mukosa lambung adalah lesi prekursor bening terdini kadang-kadang mengenai kelenjar supra-
yang diperkirakan untuk kanker lambung dini, yang pada klavikula (nodus Virchow). Cara penyebaran intra-
akhirnya berubah menjadi lesi "lanjut". peritoneum yang agak tidak lazim lainnya pada perem-
Tiga pola pertumbuhan makroskopik karsinoma puan adalah ke kedua ovarium, sehingga terbentuk apa
lambung, yang mungkin nyata pada stadium dini dan yang disebut tumor Krukenberg (Bab 19).
lanjut, adalah (1) eksofitik, dengan penonjolan massa
tumor ke dalam lumen; (2) rata atau cekung; tidak jelas
ada massa tumor di dalam mukosa; dan (3) berlubang
(excavated), terdapat kawah erosif dalam atau dangkal
Gambaran Klinis. Karsinoma lambung dini
di dinding lambung. Tumor eksofitik mungkin me-
Lrmlrmnya tak-bergejala dan dapat ditemukan hanya
ngandung bagian suatu adenoma. Keganasan yang
dengan pemeriksaan endoskopik berulang pada orang
datar atau cekung bermanifestasi hanya sebagai hilang-
nya pola mukosa permukaan normal secara regional. yang berisiko tinggi, seperti yang dipraktikkan di
Kanker yang membentuk lubang mungkin mirip, dalam Jepang. Karsinoma stadium lanjtrt juga mungkin
ukuran dan penampakan, ulkus peptik kronis, tetapi lesi asimtomatik, tetapi sering dicurigai karena rasa tidak
dengan stadium lebih lanjut memperlihatkan tepi yang nyaman di perut atau penurunan berat. Walaupnn
meninggi (Gbr. 15-'1 7). Walaupun jarang, keganasan jarang, neoplasma ini dapat menyebabkan disfagia
dapat menginfiltrasi dinding lambung secara luas atau apabila terletak di kardia atau gejala obstruktif bila
bahkan seluruhnya. Lambung yang kaku dan menebal terbentuk di kanalis pilorus. Satu-satunya harapan
ini disebut leather bottle stomach atau linitis plastika; untuk sembuh adalah deteksi dini dan pengangkatan
karsinoma metastatik dari payudara dan paru dapat secara bedah, karena indikator prognostik terpenting
menimbulkan gambaran klinis serupa.
adalah stadium tttmor saat reseksi.
632 T BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL
t
r
I Usus Halus dan Besar
Banyak penyakit, seperti infeksi, penyakit pe- kegagalan involusi duktus omfalomesenterikus
radangan, dan ttrmor, mengenai baik usus halus mau- sehingga terbentuk penonj olan tubular bttntll yan g
pun usus besar. Oleh karena itu, kedua organ ini menetap dengan panjang hingga 5 sampai 6 cm
dibahas bersama-sama. Secara kolekbif, gangguan usus (Gbr. 15-19). Diameter bervariasi, kadang-kadang
merupakan salah satu penyakit yang tersering pada mendekati garis tengah usus halus itu sendiri.
manusia. Divertikulum inibiasanya terletak di ileum sekitar
2 kaki (85 cm) dari sekum dan terdiri atas ketiga
Iapisan ttsus halus normal. Kelainan ini ttmumnya
tidak menimbulkan gejala, kecuali bila terjadi
A,NOMALI PERKEMBANGAN pertr.rmbuhan berlebihan bakteri yang menyebabkan
Penyimpangan dari normal ini jarang ditemukan, berkurangnya vitamin 8,, dan sindrom yang mirip
tetapi kadang-kadang menyebabkan penyakit yang dengan anemia pernisiosa. Walaupun jarang, pada
secara klinis dramatik. Di usus halus, anomali utama divertikulum Meckel dapat ditemukan sisa
adalah: pankreas (pancreatic rest), danpada sekitar separuh
kasus terdapat pulau-pulau heterotopik mukosa
J Atresin ntnn stenosis, atresia adalah kegagalan to- lambung yang tetap berftingsi. Ulkus peptik di
tal terbentuknya lumen usus dan stenosis hanya mukosa usus di dekatnya kadang-kadang menjadi
mencerminkan penyempitan. Kedua defek biasanya penyebab perdarahan ustts misterius atar.r gejala
hanya mengenai satu segmen usus mi rip apendisitis akrrL.
f Dttplikasi biasanya mengambil bentuk struktur P ada omfalokel, defek kongenital dinding abdomen
kistik tubular atau sakular yang terbentuk periumbilikus menyebabkan terbentuknya snatr-r
sempurna, yang mungkin berkomunikasi dengan kantung membranosa, ke dalam mana usus meng-
lumen usus halus mungkin juga tidak alami herniasi.
) Diuertikulum Meckel adalah anomaliyang tersering
dan tidak berbahaya. Kelainan ini terjadi akibat Di ustts besar, anontali utama adalah
Mslrotnsi usus yang sedang berkembang, meng-
hambat uslrs mengambil posisi intraabdomennya
yang normal. Sekum, sebagai contoh, mungkin
ditemukan di mana saja dalam abdomen, termasuk
di kuadran atas kiri, dan bukan pada posisi
normalnya di kuadran bawah kanan. Ustrs besar
rentan mengalami volvulrrs (dibahas kemrrdian),
Dapat timbui sindrom klinis yang membingungkan
apabila apendisitis bermanifestasi sebagai nyeri
kuadran atas kiri.
P enyakit Hir schsprung, yang menyebabkan mega-
kolon kongenital.
Penyakit Hirschsprung:
Megakolon Kongenital
Peregangan kolon sampai garis tengahnya lebih
dari 6 atatt T cm (megakolon) dapat terjadi sebagai
Gambar I 5-19
gangguan kongenital atau didapat. Penyakit
Divertikulum Meckel. Kantung buntu terletak disisi antimesenterik
Hirschsprung (megakoion kongenital) terjadi bila, saat
usus halus. perkembangan, migrasi sel yang berasal dari neurnl-
BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL T 633
Muskularis
propfla
g** - *"i9,# ":-*-:::*:::l
Serosa
Gambar 15-20
Penyakit usus iskemik akut. Skema ketiga derajat keparahan, digambar untuk usus halus.
634 I BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTRO|NTESTINAL
Hemoroid
Hemoroid adalah dilatasi varises pleksus vena sub-
mukosa anus dan perianus. Dilatasi ini sering terjadi
setelah usia 50 tahun yang berkaitan dengan pe-
ningkatan tekanan rrena di dalam pleksus hemo-
roidalis. Faktor predisposisi Llmllm adalah mengejan
saat buang air besar pada konstipasi kronis dan stasis
vena saat kehamilan pada wanita yang bertrsia lebih
lnfark mukosa usus halus. Mukosa mengalami perdarahan, dan
tidak terdapat lapisan epitel. Lapisan usus sisanya utuh.
mllda. Walaupun jarang, hemoroid dapat meltcermin-
kan adanya hipertensi porta, biasanya akibat sirosis
hati (Bab 16).
Varises vena hemoroidalis superior dan media
muncul di atas garis anorektum dan ditr"rtupi oleh
mtrkosa rektr,rm (hemoroid interna). Varises yang
ditegakkan, sehingga diperlukan indeks kecurigaan muncnl di barvah garis anorektum mencerminkan
vang tinggi dalam situasi yang sesuai (misal, baru pelebaran plekslrs hemoroidalis inferior dan ditr"rtupi
menjalani bedah abdomen mayor, baru mengalami oleh mnkosa anlls (hemoroid eksternn). Keduanya
infark miokardium, fibrilasi atrium, atau manifestasi adalah pembuluh yang melebar, berdinding tipis, dan
yang mengisyaratkan adanya endokarditis vegetatif). mridah berdarah, kadang-kadan g menutupi perdarah-
Angka kematian pada infark usus mendekati 90%, an dari lesi proksimal yang lebih serius. Hemoroid
terutama karena jeda waktu antara onset gejala dan dapat mengalami trombosis.. terutama apabila terkena
perforasi akibat gangren sangat singkat. trauma saat tinja lewat. Hemoroid internus dapat
Sebaliknya, iskemia mural dan mukosa mungkin prolaps saat mengejan dan kemudian terperangkap
bermanifestasi hanya sebagai nyeri abdomen yang akibat tekanan sfingter anns sehingga terjadi pembesar,
tidak jelas sebabnya atau perdarahan saluran cerna, an mendadak yang edematosa, hemoragik, dan sangat
kadang-kadang disertai nyeri atau rasa tidak nyaman nyeri atarr strangrrlasi.
di abdomen yang mllncul perlahan. Kecurigaan
muncril apabila pasien pernah mengalami keadaan
yang memlrngkinkan hipoperfusi usus, misalnya
serangan gagal dekompensasi kordis berat atau syok.
PENYAKIT DIARE
Infark mukosa dan mr-rral itu sendiri tidak mematikan Penyakit diare mernpakan entitas yang sering
dan memang biia penyebab hipoperfusi dapat diatasi, ditemr-rkan. Banyak yang disebabkan oleh mikroba;
lesi dapat sembLrh. sebagian lainnya terjadi pada sindrom malabsorpsi
dan penyakit usus meradang idiopatik (dibahas di
bagian selanjutnya). Yang pertama dibahas adalah
Angiodisplasia penyakit yang dikenal sebagai dinre dan dise.nteri.
Pelebaran pembuir-rh darah mr-rkosa dan submukosa
yangberkelok-kelok paling sering ditemukan di sekum Diare dan Disenteri
atau kolon kanan, biasanya setelah usia 60-an. Pem,
buluh darah ini mudah ruptur dan mengelnarkan Walauputt definisi posti dinre mnsilt belum pasti,
darah ke lumen. Kelninnn ini merttpnkan penyebab sebaginn besar pasien /nengganggap diare ndnlnh
pndn 20% perdnrnhnn signiflcan snluran cernn btrwnh. peningkntnn mnssn tinjn, frekuensi bunng nir besnr, stnL
Perdarahannya mungkin kronis dan intermiten dan fltriditns (tingkat keencerarL) tinjn. Bagi banyak orang,
hanya menyebabkan anemia berat, tetapi dapat juga hal ini berarti pembentukan feses yang melebihi 250 g
bersifat akut dan masif walaupun jarang. per hari yang mengandung air 70"/" hingga 95o/,,.Pada
Kelainan ini kadang-kadang merupakan bagian kasus diare yang parah dapat keh-rar cairan hingga 14
dari suatu penyakit sistemik, seperti telangiektasia liter per hari, ekuivalen dengan volume darah yang
636 T BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINA,L
beredarl Diare sering disertai oleh nyeri, keinginan kelebihan lemak (steatorea) yang tidak diserap; hal
buang air besar, rasa tidak nyaman di perianus, dan ini biasanya mereda dengan pllasa
inkontinensra. Diare yang berdnrnh, berjumlnh sedikit, I Gangguan motilitns: sangat bervariasi dalam hal
dnn menimbulkan nyeri dikensl sebagni disenteri. pengeluaran tinja, volume, dan konsistensinya;
Penyakit diare dapat dikategorisasi sebagai berikut: bentuk lain diare harus disingkirkan
I Dinre sekretorik'. sekresi cairan usus netto yang Penyebab utama diare disajikan pada Tabel 15-6;
" isotonik dengan plasma dan menetap selama puasa entitas tertentu dibahas di sini. Penting untuk diingat
I Dinre osmotik: gaya osmotik beriebihan yang bahwa banyak mekanisme dapat bersifat operatif pada
ditimbulkan oleh zat terlarut dalam lumen dan beberapa pasien.
mereda dengan puasa
I Penyakit eksudatif: keluarnya tinja purulen ber-
darah yang menetap selama puasa; tinja sering
keluar. tetapi volumenya mrlngkin sedikit atar-r
Enterokolitis lnfeksius
banyak
Penyakit usus akibat mikroba ditandai temtama
I Malabsorpsl: keluarnya tinja dalam jumlah besar
oleh diare dan kadang-kadang oleh kelainan ulsero-
disertai peningkatan osmolaritas akibat nutrien dan
inflamasi di usus halus atau besar. Enterokolitis infeksi
adnlsh mnsslah globnl yaug proporsitryo snngat besar,
menyebabknn 2,9 juta kematian di selunh dunin setinp
ttthttn dsn di sebagian rLegnra menyebabkon sepnrtilt
kemstisn pocltt nnak berusict ktLrnng dari 5 tahun.
Tabel 15-6. PENYEBABUTAMAPENYAKITDTARE Walaupun lebih jarang ditemukan di negara industri,
enterokoLitis inJeksi masih mempakan penyebab sekitar
Diare Sekretorik 1,5 episode diare per orang (anak dan dewasa) per
lnfeksi: kerusakan epitel permukaan akibat virus iahun, dan frekuensi hany a- kedua setelah masuk angin
Rotavirus (common cold). Di Amerika Serikat, sekitar 500 bayi
Virus Nonvalk dan anak meninggal akibat diare per tahun. Selain itu,
Adenovirus enterik masalah kesehatan tersering yang ditemr.rkan oleh lebih
lnfeksi: diperantarai oleh enterotoksin
Vibrio cholerae
dari 300 jr"rta orang yang bepergian ke luar negeri per
Escherichia coli tahun adalah diare.
Bacillus cereus Berbagai penyebab yang sering ditemukan adalah
Iostridi u m pertri nge n s
C rotavirus, kalsivirus, dan Escherichin coli entertoksi-
Neoplastik: pengeluaran peptida atau serotonin oleh tumor genik. Namun, banyak patogen yang dapatmenyebab-
Pemakaian laksatif berlebihan
kan diare; penyebab utama berbeda-beda sesuai usia,
Diare Osmotik gizi, dan status imun pejamu, lingkungan (kondisi
Terapi Iaktulosa (untuk ensefalopati hepatik, konstipasi) kehidupan, program kesehatan masyarakat), dan
Lavase lambung untuk tindakan diagnostik predisposisi tertenlu, misalnya bepergian ke luar negeri,
Antasid (MgSOo dan garam magnesium lainnya) terpajan organisme yang lebih virulen saat dirawat di
Penyakit Eksudatif rumah sakit, dan perpindahan akibat perang. Pada
,10% sampai 507o kasus, penyebab spesifik tidak dapat
lnfeksi: kerusakan lapisan epitel
Shrge//a spp. diisolasi.
Salmonella spp. Di seluruh dunis, penynkit pnrnsit tLstts dnn infeksi
Campylobacter spp. protozoa jugn sering menyebnbkan enterololitis infeksi
Entamoeba histolytica
Penyakit usus meradang idiopatik
kronis stnu rekuren. Secara kolektif, penynkit ini
mengenoi lebih dnri separuh populasi dtLnin, knrenn
Malabsorpsi bersifat endemik di negarn yang belttm berkembnng.
Gangguan pencernaan intralumen Dari berbagai infeksi saluran cerna bawah, hanya
Gangguan penyerapan sel mukosa
beberapa contoh yang dibahas di sini.
Berkurangnya luas permukaan usus halus
Obstruksi Iimfatik
Gastroenteritis Virus. Infeksi virus pada epitel
lnfeksi: gangguan absorpsi sel mukosa superfisial usus halus setidaknya merusak sel ini dan
Giardia lamblia fungsi absorptifnya. Repopulasi vilus usus halus oleh
enterosit imatur dan dipertahankannya secara relatif
Gangguan Motilitas
sel sekretorik kriptus menyebabkan sekresi air dan
Penurunan waktu retensi usus
Pengurangan panjang usus secara bedah elektrolit, yang diperberat oleh diare osmotik akibat
Disfungsi saraf, termasuk irritable bowel syndrome nutrien yang belum terserap seluruhnya. Bukti terakhir
Hipediroidisme menunjukkan bahwa faktor intrinsik virus seperti pro-
Penurunan motilitas (peningkaian waktu retensi usus) tein nonstruktural 4 (NSP4) rotavirus mungkin dapat
Terbentuknya lengkung usus yang "buntu" saat pembedahan menyebabkan diare secara langsung yang terjadi
Pertumbuhan berlebihan bakteri di usus halus
sebelum enterosit rusak oleh faktor virulensi virus.
BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL
T 637
Beberapakeiompokvi.us tertentudapatmenyebab- adalah staphyrococcLLs atlreus, spesies vibrio, d.an
kan geiala:
clostridium "per/ringens. iiuri"r-, juga mungkin
) I?otna-irus diperkirakan menyebabkan sekitar 130 menelanneuro-toksinyangsudahjadi,sepertiiang
juta kasus dan 0,9 juta kematian per tahun di dihasilkan oleh Clostridium bottr'Jinum.
seluruh dunia. Populasi yang terkeni adalah anak
_ Infe.k?: o-le.h orgnnisme toksigenik, yang berprolife-
berusia 6 sampai 24 tahunfpenyebaran melalui
' rasididalamiumenttsusdanmengeluarkansuatu
. pencemaran feses-oral. - - enterotoksin.
'
Kalisiuirus merupakan penyebab utama kasus t ty/etsi.oleh orgnnisme enteroinuasif, yang berpro-
gastroenteritis epidemik nonbakteri yangdifularkan lrferasl, menginvasi, dan merusak sel epitel mukosa.
melalui makanan pada anak yang ledih tua dan
orang dewasa' virus golongan ini jarang Dua mekanisme terakhir benar-benar melibatkan
3.""F-
infeksi anak yang tebih mLr,la. Virirs iniaahu[u replikasitakteri di usus dan bergantr-rng pada tiga sifat
disebut sebagai famiii virus i1-il.il'ri,..r,
Norwalk.
I Virus lain yang menyebabkan diare infeksi pada 1
Kemompunn meleknt pacla sel epitei mu"kosc. Untuk
anak, yanghampir selalu ditularkan melaiui kontak
menimbuikan penyakit, organisme yang terteian
orang-ke-orang, adalah beberapa sribtipe ad"enoai_ harus mampu melekat ke *.rkoru; biia tijak, orga_
rus (Ad40 dan Acl41) dan ristriuirus.
nisme tersebut akan tersapu oieh arus cairan. per_
Enterokolitis Bakteri. penyakit diare akibat lekatan ini -ssling diperantarai oleh,tclltt:sin (yang
bakteri rnem.iliki beberapa mekanisme penyebab dikoCe plasmin)-protein kaku liat yar,g diekspresi_
yang
dibahas secarasngkat pida Bab 9, tetapilayak diteka; kan pada permukaan organisme.
kan kembali di sini: 2. Kemampuitn mengeluarksn ente;.ctoksin. Or ga_
nisme enterotoksigenik m.enghasilkan polipepfida
f Ingesti toksin jadi, yang terciapat dalam makanan
yang menyebabkan diare. polipeptida tersebut
tercemar. Penyebab utama keracunan makanan
mungkin be rsif at s ec r etn g 0 gues, y a^g mengak tifkan
*fre
.:+tw,
jfr
+l '#
'1.*
ffi
*sii #
Amubiasis kolon dengan tiga trofozoit Entamoeba histolytica di Gi a rd ia lamblia. Trofozoit (tandapanah) organisme tampak berada
dalam submukosa. di dekat epitel permukaan duodenum. Bahan lain di lumen adalah
mukus (kebiruan) dan sebuah eritrosit yang berpindah akibat
tindakan biopsi (H&E).
memiliki HLA-DQ8. Pajanan dini sistem imun imatur penyebab adalah aktinomisetes gram-positif resisten-
bayi ke gliadin kadar tinggi merupakan kofaktor biakan, Tropheryma whippelii. Walaupun bukan
penting untuk manifestasi kiinis penyakit seliaka pada merupakan patogen intrasel obligat, organisme yang
usia selanjutnya. Mukosa usus halus, bila terpajan glu- difagosit dan fragmennya dapat menetap di dalam
ten, menyebabkan datangnya sejumlah besar sel B dan makrofag lamina propria selama bertahun-tahun.
sel plasma yang tersensitisasi ke gliadin; akumulasi Makrofag serupa ditemukan di otak, sinovium sendi
limfosit di mukosa lambung dan kolon juga dapat yang terkena, dan tempat lain. Penyakit Whipple, yang
terjadi. Selain mengisi lamina propria, limfosit juga terutama menjangkiti lakilaki berusia 40 hingga 50
menyeberang ke dalam ruang epitel, disertai kemsakan tahun, menyebabkan sindrom malabsorpsi yang
pada enterosit permukaan. Hasil akhimya adalah pen- kadang-kadang disertai limf adenopati, hiperpigmen-
dataran totalvilus mukosa (sehingga luas permukaan tasi, poliartritis, dan keluhan susunan saraf pusat yang
juga berkurang), yang mengenai usus halus terutama tidak jelas. Respons terhadap pemberian antibiotik
proksimal jarang distal. biasanya cepat, walaupun pada beberapa pasien per-
jalanan penya ki t berkepanjangan.
Dengan perkiraan prevalensi 1 dari 3000, penyakit
ini dianggap jarang di Amerika Serikat. Namun, Gambaran Klinis. Secara klinis, sindrom mal-
absorpsi lebih banyak kemiripannya satu sama lain
dengan uji serologik baru, sekarang diperkirakan
dibandingkan dengan perbedaannya. Keluarnya tinj a
penyakit ini sangat sering terjadi, mengenai 1 dari 300
yang sangat banyak, berbusa, berminyak, dan berwarna
orang di Eropa dan Amerika Serikat. Banyak pasien
kuning atau abu-abu merupakan tanda utama mal-
mengidap penyakit subklinis. Pasien dengan penyakit
absorpsi, disertai penurunan berat, anoreksia, distensi
seliaka memperlihatkan peningkatan kadar antibodi
abdomen, borborigmi dan flatus, serta penciutan otot.
serum terhadap berbagai antigen, termasuk gluten dan
Malabsorpsi memengaruhi banyak sistem organ:
autoantibodi IgA antiendomisium. Autoantibodi
antiendomisium di hrjukan terhadap transglutaminase J Sistem hemntopoietik: anemia akibat defisiensi zat
jaringan, suatu enzim yang ditemukan di mana-mana besi, piridoksin, folat, atau vitamin Br, (vitamin B,
dan mampu melakukan deaminasi terhadap peptida biasanya diserap di ileum) dan perdarahan akibat
gliadin. Hal ini meningkatkan presentasi peptida defisiensi vitamin K (suatu vitamin larut-lemak)
tersebut oleh HLA-DQ2 sehingga terjadi respons proli- a Sistem muskuloskeleton: osteopenia dan tetani
feratif klona spesifik-gliadin.
sel T akibat gangguan penyerapan kalsium, magnesium,
Usia saat pasien memperlihatkan gejala diare dan vitaminD, danprotein
malnutrisi bervariasi dari masa bayi sampai dewasa I Sistem endokrin: amenorea/ impotensi, dan inferti
pertengahan; peniadaan gluten dari makanan akan litas akibat malnutrisi umum; dan hiperparatiroi-
642 . BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL
disme akibat defisiensi kalsium dal r itamin D yang respons terhadap lipopolisakarida bakteri sehingga
berkepanjangan mungkin berperan mengendalikan respons pe-
w Kulit: purpura dan ptekie akibat defisiensi vitamin radangan imunologik. Sesuai dengan konsep dis-
K; edema akibat defisiensi protein; dermatitis dan fungsi imunologik sebagai dasar, baik CD maupun
hiperkeratosis akibat defisiensi vitamin A (juga UC dilaporkan berkaitan dengan alel spesifik
larut-lemak), sen& asam lemak gssnsial, danniasir; kompleks histokompatibilitas mayor kelas II (MHC
mukositis akibat defisiensi vitamin II). Yang menarik, UC dilaporkan berkaitan dengan
d Sistem saraf: neuropati perifer akibat defisiensi vi- HLA-DR2 (pada orang Jepang), sedangkan CD
tamin A dan B,, tampaknya berkaitan dengan alel spesifik HLA-
DR1 dan -DQwS. Berbagai keterkaitan ini me-
nunjukkan bahwa CD dan UC secara genetis
PH T\IYA,KdT U S US'VT tr ffi AM,E-N berbeda.
ffi
NMEOPAT!K m Faktor imunologik. Semakin banyak bukti yang
menunjukkanbahwa CD dan UC berkaitan dengan
Penyakit Crohn (Crohn disease, CD) dan kolitis gangguan imunitas mukosa yang parah. Bukti pa-
ulserativa (ulcerntiue colitis, UC) adalah gangguan ling meyakinkan untuk mendukung hipotesis ini
rekuren kronis yang penyebabnya tidal. diketahui. datang dari model hewan IBD. Mencit "knockout"
Kedua penyakit ini memiliki banyak kesanr.ran gambar- yang gennya untuk sitokin (IL-2, IL-10, TNF),
an dan secara kolektif disebut sebagai pcnyakit usus reseptor sitokin (IL-2Ra, IL-10R), atau reseptor sel T
meradang (inflammatory bowel disease, Igtr) idiopatik. dihilangkan mengalami peradangan di usus yang
CD dapat mengenai semua bagian saluratt cerna, dari mirip IBD. Kesimpulan penting yang dapat ditarik
esofagus hingga anus, tetnpi terutamo menl,.erang usus dari penelitian ini adalah bahwa berbagai bentuk
hnltts dan kolon; sekitar sepnruh kast,; memper- disregulasi imun dapat menyebabkan peradangan
lihatkan peradangan granulomatosa nonpt kijuan. IJC usus. Sesuai dengan ini, pada pasien dengan CD
adalah penyakit nongranulomatosa yang terbatas di dan UC, ditemukan banyak kelainan imunologik.
kolon.Sebelum membahas penyakit ini secara terpisah, Walaupun baik sel T maupun B aktif dapat ditemu-
kita akan membicarakan patogenesis kedua bentuk kan di mukosa, tampaknya sel T lah yang merupa-
PUM ini. kan kekuatan pendorong dalam IBD. Autoantibodi,
Etiologi dan Patogenesis. Usus normal selalu seperti antibodi antisitoplasma neutrofil (ANCA),
b erada d alam keadaan perad angan " f isiol o gik", y ang yang ditemukan pada sebagian pasien UC, di-
mencerminkan keseimbangan dinamik antara (1) faktor anggap sekunder bagi penyakit.
yang mengaktifkan sistem imun pejamu, seperti mikroba d Fsktor mikroba. Tempat yang terkena IBD-ileum
di lumen, antigen makanan, dan rangsangan inflamasi distal dan kolon-penuh oleh bakteri. Meskipun
endogen; dan (2) pertahanan pejamu yang menekan tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh
(d own -r e g ul a t e) p er ad angan dan memp er tahankan mikroba, cukup besar kemungkinannya bahwa
integritas mukosa. Penelitian mengenai penyebab mikroba merupakan antigen pemicu bagi sistem
hilangnya keseimbangan inipada CD dan UC berhasil imun yang secara mendasar sudah kacau. Konsep
mengungkap kan b anyak kesamaan, w alaupun ke dua ini diperkuat oleh pengamatan bahw apadamodel
penyakit masih belum dapat diterangkan sehingga mencit, IBD timbul apabila terdapat flora usus nor-
sebaiknya disebut idiopatik. Walaupun CD dan UC mal, tetapi tidak timbul pada mencit yang bebas
memiliki gambaran patofisiologi yang sama, terdapat mikroba.
cukup banyak perbedaan sehingga keduanya layak
dianggap sebagai penyakit yang berbeda. Upaya untuk Secrtra singknt, IBD adalah suatu kelompok
menjelaskan asal-muasal penyakit tersebut telah heterogen penynkit yang ditandai dengan respons
mencakup penelitian tentang hal berikut: imun mukosa yang berlebihan dan destruktif. Cedern
jaringan pada IBD besar kemungkinannya dipicu oleh
a Predisposisi genetik. Tidak diragukan lagi bahwa jalur genetik dnn imunologik yang berngam yang
faktor genetik penting pada IBD. Anggota keluarga dimodifikasi oleh pengaruh lingkungan, termnsuk
dekat (derajat-pertama; first degree relatiaes) mikroba dan produknya.
memiliki kemungkinan 3 htngga2} kali lipatmeng- Peradangan adalah jalur nkhir bersama pada
idap penyakit, dan kembar monozigot memperlihat- patogenesis IBD. Baik manifestasi klinis IBD maupun
kan angka kesamaan (concordance rate) PC 30% kelainan morfologik akhirnya merupakan hasil peng-
hingga 50% (lebih sedikit pada kolitis ulserativa). aktifan sel radang-neutrofil pada awalnya dan
Pemindaian terhadap genom pasien mengisyarat- selanjutnya sel mononukleus. Berbagai produk se1
kan bahwa beberapa lokus pada kromosom3,7,12, radang ini menyebabkan cedera jaringan nonspesifik.
dan 16 terlibat. Yang paling menarik adalah Peradangan menyebabkan (1) gangguan integritas
penemuan terakhir adanya lokus IBD1 di kromosom sawar epitel mukosa, (2) hilangnya fungsi absorptif sel
16. Produk gen tersebut, NOD2,mengakbifkan faktor epitel permuknnn, dan (3) pengaktifan sekresi sel
nukleus kappa B (NFrcB) di makrofag sebagai krip tus. Peradangan akhimya menyebabkan destruksi
BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL T 643
TVIORFOLOGI
Pada CD, kelainan nyata yang hanya melibatkan usus
halus ditemukan pada 30% kasus, usus halus dan
kolon'pada 4Ao/o, dan hanya kolon pada sekitar 30%.
CD dapat mengenai duodenum, lambung, esofagus,
dan bahkan mulut, tetapi tempat-tempat ini sangat
jarang terkena. Apabila telah berkembang sempurna,
CD.ditandai dengan (1) peradangan usus yang ber-
batas tegas dan biasanya transmural dan mepyebab-
kan kerusakan mukosa, (2) adanya granuloma non-
perkijuan pada40o/o sampai 607o kasus, dan (3) fisura
disertai pembentukan fistula. Pada segmen yang sakit, Gamhar'i 5-?fi
serosa menjadi granular dan berwarna abu-abu suram
Penyakit Crohn pada ileum yang memperlihatkan penyempitan lu-
serta mesenterium sering membungkus permukaan
men, penebalan dinding usus, perluasan lemak mesenterium di
usus ("creeprng fat'). Dinding usus seperti karet dan
serosa ("creeprngfaf'), dan ulkus linierdi permukaan mukosa (mafa
tebal, akibat ederha, peradangan, fibrosis, dan
Pana!'\.
644 . BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL
ulkus dangkal
Skrp /esions
DAN/
ATAU
Penyakil
inaktif:
atrofi
Gambar 15-28
Perbandingan pola distribusi penyakit Crohn dan kolitis ulserativa, demikian juga bentuk ulkus dan penebalan dinding yang terjadi
Gambaran Penyakit Crohn (Usus Halus) Penyakit Crohn (Kolon) Kolitis Ulserativa
Makroskopik
Daerah usus lleum J kolon.. Kolon + ileum Hanya kolon
Distribusi Skip /eslons Skip /esions Difus
Striktur Dini Bervariasi Belakangan/jarang
Penampakan dinding Menebal Bervariasi Tipis
Dilatasi Tidak ada Ya Ya
Mikroskopik
Pseudopolip Tidak ada sampai sedikit Nyata Nyata
Ulkus Dalam, linier Dalam, linier Dangkal
Reaksi linifoid Nyata Nyata Ringan
Fibrosis Nyata Sedang Ringan
Serositis Nyata Bervariasi Ringan sampaitidak ada
Granuloma Ya (40% sampai 60%) Ya (40% sampai60%) Tidak ada
Fistula/sinus I'a Ya Tidak ada
l{,tinis
lVlalabsorpsi lemaki Ya Ya, bila ileum Tidak ada
vitamin
Potensi keganasan Ya Ya Ya
Respons terhadao Buruk Sedang Baik
pembedahan'*-
.Tidak
sernua garrbaran litenruksn pada satu kasus.
-*Penyakit
Siohn dapal tirnbiri di mana saja dalarn usus halus.
"**BerrJ;l::lir'<nr ila.-Jfi k{inir!-r1Jhl:-ar: kr:k:rnhr,ihan penyakii setelah pengangkatan segmen yang sakit secara bedah.
646 T BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL
lq
Gambar 15-31
Divertlkulosis. A. Potongan melalui kolon sigmoid yang memperlihatkan banyak diverlikulum berbentuk kantong yang menonjol melalui
dinding otot ke dalam mesenterium. Otot diantara tonjolan divertikulum tersebut sangat menebal (mata panah). B. Mikrograf pembesaran
lemah divertikulum kolon yang memperlihatkan penonjolan mukosa dan submukosa melalui dinding otot. Sebuah pembuluh darah yang
melebar di dasar divertikulum menjadi sumber perdarahan; beberapa bekuan darah terdapat di dalam lumen diveftikulum.
halus, tetapi sebagian omentum atau usus besar juga I Polip adalah suatu massa seperti tumor yang
dapat terperangkap. Tekanan di leher kantong dapat menonjol ke dalam lumen usus; traksi pada massa
menghambat drainase vena dari viskus yang terpe- dapat menciptakan polip bertangkai, atau pedtm-
rangkap. Stasis dan edema yang terjadi meningkatkan cttlrted. Selain itu, polip mungkin bersifat sessile ,
massa visera di dalam hernia sehingga massa tersebut tanpa tangkai yang jelas.
terperangkap secara perm anen (inknrserasl). Cangguan
lebih lanjut pasokan darah dan drainase menyebabkan
infark segmen yang terperangkap (strangulasi).
Tindakan bedah, infeksi, dan bahkan endometrio-
sis sering menyebabkan peradangan peritoneum lokal
Tabel 15-11. TUMOR USUS HALUS DAN USUS BESAR
atau generalisata (peritonitis). Pada penyembuhan
dapat terjadi perlekatan antara segmen usus atau
dinding abdomen dan tempat operasi. jaringan fibrosa Polip Nonneoplastik (Jinak)
ini dapat menciptakan lengkung tertutup ke dalam Polip hiperplastik
mana Lrsus dapat terselip dan terperangkap (herniasi Polip hamartomatosa
internal). Rangkaian kejadiannya sama seperti pada Polip juvenilis
Polip Peutz-Jeghers
hernia eksternal.
Polip inflamatorik
Intususepsi menandakan masuknya suatu segmen Polip limfoid
proksimal usus ke dalam segmen distal di sebelahnya.
Pada anak, intususepsi kadang-kadang teqadi tanpa Lesi Epitel Neoplastik
dasar anatomik yang jelas, mungkin berkaitan dengan Polipjinak
Adenoma*
aktivitas peristaltik yang berlebihan. Pada orang de-
Lesi ganas
wasa, intususepsi sering menandakan adanya massa Adenokarsinoma*
intraluinen (misal, tumor) yang terperangkap oleh Tumor karsinoid
gelombang peristaltik dan menarik titik perlekatan Karsinoma zona anus
bersamanya ke dalam segmen lebih distal. Yang terjadi Lesi Mesenkim
tidak saja obstruksi usus, tetapi juga gangguan aliran Tumorstroma saluran cerna fiinak atau ganas)
darah sehingga dapat terjadi infark di segmen yang Lesijinak lainnya
terperangkap Iersebu t. Llpoma
Voloulus adalah terpuntirnya suatu lengkung usus Neuroma
atau strukturlain (misal, ovarium) mengelilingi tempat Angioma
Sarkoma Kaposi
melekatnya sehingga aliran keluar vena dan kadang-
kadang juga aliran arteri terhambat. Volvulus paling Limfoma
sering mengenai usus halus dan jarang sigmoid. Dapat
terjadi obstruksi dan infark ustts; .Padanan jinak dan ganas neoplasma tersering di usus
650 I BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL
A f,#
:!-f
Garnbar 15-33
A'Adenoma bertangkai yang memperlihatkan tangkaifibrovaskulardilapisi oleh mukosa kolon normaldan kepala yang mengandung
banyak kelenjar epitel displastik sehingga warnanya biru. B. Sebuah fokus kecil epitel
adenomatosa di mukosa kolon yang relatif normal
(penghasil musin, jernih), yang memperlihatkan bagaimana epitel kolumnar
displastik (beruuarna gelap) dapat memenuhi kriptus kolon
(arsitektur "tubulal').
652 T BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL
menyebabkan obstruksi empedu. Pada penemuan, tosa yang jarang ditemukan dan timbr,rl sebagai bagian
semlla adenoma, tanpa memandang lokasi di saluran dari sindrom dominan atttosomal Peutz-Jeghers yang
cerna, perlu dianggap berpotensi ganas; oleh karena jarang dan ditandai dengan pigmentasi melanotik di
itu, diindikasikan eksisi yang segera dan adekuat. kulit dan mr-rkosa. Sindrom ini disebabkan oleh mr"rtasi
se1 germinativum pada gen LKB1, yang mengkode
suatn serin treonin kinase. Sindrom Cowden juga
Sindrom Poliposis Familial ditandai dengan polip hamartomatosa di saltrran
cerna, dan oleh peningkatan risiko neoplasma tiroid,
Sindrom poliposis familial merupakan penyakit payudara, uterus, dan kulit. Sindrom ini disebabkan
dominan autosomal yang jarang ditemukan. Makna oieh mutasi se1 germinativum pada gen penekan tu-
.*in'{ Il i
,F
".1' .i'i
:
ur..*'j i
#s
..1.
'1"
ffi
F
+-
.:.,...
Gambar 15-34
r Dishibusi adenoma di dalam kolon dan rektum lebih menyebabkan akumulasi bertahap mutasi di serangkai-
kurang sepadan dengan distribusi kanker kolo- an onkogen dan gen penekan tumor. Evolusi molekular
." rektum. kanker kolon sepanjang jalur ini terjadi melalui se-
I Insidensi puncak polip adenomatosa mendahului rangkaian stadium yang secara morfologis dapat
insidensi puncak kanker kolorektum selama be- dibedakan. Pada awalnya terjadi proliferasi epitel
berapa tahun. kolon lokal. Hal ini diikuti dengan pembentukan ade-
r - Bila ditemukan karsinoma invasif pada stadium noma kecil yang secara progresif membesar, menjadi
dini, sering terdapat jaringan adenomatosa d.i lebih displastik, dan akhirnya berkembang menjadi
sekitamya. kanker invasif. Hal ini disebut sebagai sekuensi ade-
r Risiko kanker berkaitan secara langsung dengan noma-karsinoma (Gbr. 15-36). Proses genetik yang
jumlah adenoma sehingga pasien dengan sindrom berperan di jalur ini adalah:
poliposis familial, hampir pasti mengidap kanker.
r Program yang secara tekun mengikuti pasien untuk
t Hilnngnya gen peneknn tumor APC. HaIini diper-
mencari ada-tidaknya adenoma, dan mengangkat kirakan merupakan kejadian paling awal dalam
semua adenoma yang teridentifikasi, mengurangi
pembentukan adenoma. Ingatlah bahwa pada
insidensi kanker kolorektum. sindrom PAF dan sindrom Gardner, mutasi sel
geminativum di gen,4PC menyebabkan terbentuk-
Karsinogenesis Kolorektum. Penelitian me- nya ratusan adenoma yang berkembang menjadi
ngenai karsinogenesis kolorektum memberikan kanker. Kedua salinan gen APC harus hilang
pemahaman mendasar mengenai mekanisme umum sebelum adenoma dapat terbentuk. Seperti dibicara-
evolusi kanker. Banyak prinsip ini telah dibahas pada kan pada Bab 6, fungsi protein APC berkaitan erat
Bab 6. Di sini kita akan membahas konsep yang secara dengan B-katenin. APC normal meningkatkan
spesifik berkaitan dengan karsinogenesis di kolon. penguraian B-katenin; dengan hilangnya fungsi
Sekarang dipercayai bahwa terdapat dua jalur pem- APC, B-katenin yang menumpuk berpindah ke
bentukan kanker kolon yang secara patogenetis ber- nukieus dan mengaktifkan transkripsi beberapa
beda; keduanya melibatkan akumulasi bertahap gen, seperti MYC dan siklin D1, yang mendorong
mutasi. Namun, gen yang terlibat dan mekanisme proliferasi sel. Mutasi APC tefiapat pada B0%
timbulnya mutasi berbeda. kanker kolon sporadik.
Jalur pertama, kadang-kadang disebut jalur APC/ r Mutasi K-RAS. Cen K-R 45 mengkode suahr molekul
p-kntenin, ditandai dengan instabilitas kromosom yang transduksi sinyal yang berpindah-pindah antara
Gambar 15-36
Skema perubahan morfologik dan molekular pada sekuensi adenoma-karsinoma. Dipostulasikan bahwa hilangnya satu salinan normal
gen penekan tumor APC terjadi secara dini. Memang, orang mungkin lahir dengan satu alel mutan, sehingga mereka sangat mungkin
menderita kanker kolon. lni adalah "pukulan pertama" menurut hipotesis Knudson. Kemudian, salinan normal,4PC lenyap ("pukulan
kedua"). Tampaknya yang terjadi berikutnya adalah mutasi onkogen K-RAS. Mutasi lain menyebabkan inaktivasi gen penekan tumor DCC
dan TP53, yang akhirnya menyebabkan terbentuknya karsinoma, di mana terjadi mutasi tambahan. Walaupun tampaknya perubahan
terjadiberurutan, seperti diperlihatkan, akumulasi mutasilah, bukan terjadinya mutasi secara berurutan, yang Iebih penting.
BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL I 655
keadaan aktif terikat guanosin trifosfat dan keadaan "tanda tangan" molekular gangguan pada proses
inaktif terikat guanosin difosfat. Seperti dibahas perbaikan ketidakcocokan DNA, sehingga jalur ini
pada Bab 6, RAS yang telah bermutasi terperangkap sering disebut sebagai jalur MSI. Sebagian besar
dalam keadaan aktif dan mengeluarkan sinyal sekuensi mikrosatelit terletak di regio noncoding (tidak
mitotik sekaligus mencegah apoptosis. Mutasi K- mengkode) gen sehingga mutasi di gen ini mungkin
R 45 biasanya terjadi setelah hilangnya ApC. Gen tidak berbahaya. Namun, sebagian sekuensi mikro-
ini mengalami mutasi pada kurang dari 10% ade- satelit terletak di regio pengkode atau promotor gen
noma yang ukurannya kurang dari 1 cm, pa dal}ok yang berperan dalam pengendalian pertumbuhan sel.
adenoma yang lebih besar daripada 1 cm, dan pada Cen-gen ini mencakup reseptor TGF-p tipe II dan B AX.
50% karsinoma. Sinyal TGF-0 menghambat pertumbr.rhan sel epitel
a D elesi 1 8 q21. Hilangnya gen penekan kanker putatif kolon, dan gen BAX menyebabkan apoptosis. Ganggu-
di 18q21 ditemukan pada 60"/, hingga Z0% kanker an pada perbaikan ketidakcocokan menyebabkan
kolon. Tiga gen diketahui terletak di lokasi kromo- akumulasi mutasi pada gen ini dan gen pengatur per-
som ini: DCC (mengalami delesi pada karsinoma tumbuhan lain yang memr-rncak pada timbulnya karsi-
kolon), DPC4/SMAD4 (mengalami delesi pada nomakoiorektum.
karsinoma pankreas), dan S MAD2. Belum jelas gen Meskipun sekuensi adenoma-karsinoma yang me-
mana yang relevan dengan karsinogenesis koion. nyebabkan terbentuknya tr-rmor dari defek pada sistem
DCC mengkode suatu molekul perekat sel yang perbaikan ketidakcocokan belum teridentifikasi, dike-
disebut netrin-1, yang berperan dalam fungsi akson. tahui bahwa sebagian dari apa yang disebut polip
DPC/SMAD4 dan SMAD2 mengkode komponen- hiperplastik di sisi kanan kolon memperlihatkan in-
komponen jalur sinyal transforming grozuth factor stabilitas mikrosatelit dan mungkin bersifat prakanker.
B OGF-B). Karena sinyal TGF-B biasanya meng- Tumor yang telah terbentuk sempuma dan berasai dari
hambat siklus sel, hilangnya gen ini memungkin- jalur perbaikan ketidakcocokan memang memper-
kan sel tr"rmbuh tak-terkendali. lihatkan beberapa gambaran morfoiogik khas, termasuk
t Hilnngny n T P 53. Hilangnya gen penekan tumor ini lokasi di kolon proksimal, histologi musinosa, dan
ditemukan p ada7}'k hingga 80% kanker kolon, ke- infilhasi oleh limfosit. Secaraumum, tumor inimemiliki
hilangan serupa jarang ditemukan pada adenoma, orognosis lebih baik daripada tumor (dengan stadium
yang mengisyaratkan bahwa mutasi diTp53 terjadi sepadan) yang berasal dari jalur APC/F-katenin.
belakangan pada karsinogenesis kolorektum. peran
penting TP53 dalam pengendalian siklus sel
dibahas pada Bab 6.
Gambar 1540
Tumor karsinoid. A. Tumor-tumor menonjol terdapatditaut ileosekum. B. Sel tumor memperlihatkan morfologi monoton, dengan stroma
fibrovaskular halus diantaranya (H &E ). C. Mikrograf elektron memperlihatkan badan dense-core di sitoplasma.
BAB 15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL T 659
I
il
il Apendiks
MORFOLOGI
Pada stadium paling dini, hanya sedikit eksudat neutrofil
ditemukan di seluruh mukosa, submukosa, dan mus-
kularis propria. Pembuluh subserosa mengalami
bendungan, dan sering terdapat infiltrat neutrofilik peri-
vaskular ringan. Reaksi peradangan mengubah serosa Gambar 15-41
yang normalnya berkilap menjadi membran yang merah,
granular, dan suram; perubahan ini menandakan apen-
Apendisitis akut. Apendiks yang meradang (bawah)lampk merah,
disitis akut dini bagi dokter bedah. Pada stadium membengkak, dan ditutupi oleh eksudat fibrlnosa. Sebagai
selanjutnya, eksudat neutrofilik yang hebat menghasil- pembanding, diperlihatkan sebuah apendiks normal (afas).
BAB ,15 RONGGA MULUT DAN SALURAN GASTROINTESTINAL T 661
Bjorkman DJ, Kimmey MB: Nonsteroidal anti-inflammatory mengenai bukti bahwa sebagian polip hiperplastik dapat
drugs and gastrointestinal disease: pathophysiology, menimbulkan kanker kolon melalui jalur perbaikan
treatment, and prevention. Dig Dis 13:199,1995. (Ulasan ketidakcocokan,)
" mengenai penyakit sahlran cerna atas yang dipicu oleh
Kuike MH, Mayer RJ: Carcinoid tumors. N Engl J Med
obat yang sering digunakan ini.) 340:858, 1999. (Ulasan klinis yang sangat baik tentang
Dundan WG, et a1: Virulence factors oI Helicobacter pyloi. tumor karsinoid.)
Int J Med Microbiol 290:647,2001. (Ringkasan yang Lee WS: Gastrointestinal infections in children in the South-
sangat baik tentang toksin dan enzim yang dihasilkan
" east Asia region: emerging issues. J Pediatr Gastroenterol
oleh Helicobacter,) Nutr 30:241, 2000. (Ha1 baru mengenai epidemiologi
Fox JG, Wang TC: Helicobacter pylori-not a good bug af- penyakit yang mendunia ini.)
ter all. N Engl J Med 345:829,2007. (Editorial yang Levine JS: Intestinal ischemic disorders. Dig Dis 13:3, 1995.
membahas peran H, pylori dalam kanker lambung.) (Kajian mengenai gambaran klinis dan patofisiologi,
Fuchs CS, Mayer RJ: Gastric carcinoma. N Engl J Med 333:32, terutama kasus yang parah.)
1995. (Ulasan tentang epidemiologi, patologi, dan Muller HH, et al: Genetics of hereditary colon cancer-a
gambaran klinis kanker iambung.) basis for prevention? Eur J Cancer 36:1275,2000. (Pern-
Israel DA, el aL: Helicobacter pylori strain-specific differences bahasan tentang dasar molekular sindrom poliposis.)
in genetic content, identified by microarray, influence Papadakis KA, Targan SR: Current theories on the causa-
host inflammatory responses. J Clin Invest 107:671, 2001,.
tion of inflammatory bowel disease. Gastroenterol Clin
(Makalah ini mengaitkan perbedaan molekular pada
28:283, 1999. (Pembahasan lengkap mengenai faktor
isolat H. pylori dengan patogenisitas.) genetik dan imunologik pada IBD.)
Sepulveda AR: Molecular testing of Helicobncter pylori-as- Peltomdki P: Deficient DNA mismatch repair: a common
sociated chronic gastritis and premalignant gastric le- etiologic factor for colon cancer. Hum Mol Genet 10:735,
sions: clinicai implications. J CIin Gastroenterol 32:377,
2001. (Pembahasan mengenai jalur molekular yang
2001. (Kajian tentang evolusi molekular kanker lambung melibatkan gen perbaikan ketidakcocokan dan me-
dan peran analisis molekular dalam penanganan klinis,) nimbulkan kanker kolon.)
Werner M, et al: Gastric adenocarcinoma: pathomorphol- Podolsky DK: Inflammatory bowel disease. N Engl J Med
ogy and molecular pathology. J Cancer Res Clin Oncol 325:929,1008, 1991. (Ringkasan tentang penyakit Crohn
124:207, 2001. (Konsep mutakhir dalam karsinogenesis
dan kolitis ulserativa, dengan penekanan pada kemiripan
lambung.) dan perbedaan.)
van Heel DA, et a1: Crohn's disease: genetic susceptibility,
Usus Halus dan Usus Besar bacteria, and innate immunity. Lancet 357:1902,2001.
(Komentar mengenai penemuan gen NOD2 sebagai
Andres PG, Friedman LS: Epidemiology and the natural penanda kerentanan pada penyakit Crohn.)
course of inflammatory bowel disease. Gastroenterol Wirtzfelt DA, ei a1: Hamartomatous polyposis syndromes:
Clin North Am 28:255, 1999. (Pengetahuan mutakhir molecular genetics, neoplastic risk, and surveillance rec-
tentang gambaran klinis dan epidemiologi penyakit usus ommendations. Ann Surg Oncol B:319, 2001. (Pembahas-
meradang.) an tentang penyakit yang jarang ini berikut genetikanya.)
Farrell RJ, Kelley CP: Celiac sprue. N Engl J Med 346;180, Young-Fadok TM, et al: Colonic diverticular disease. Curr
2002. (Ulasan yang sangat baik mengenai penyakit yang Prob Surg 37:459,2000. (Ulasan yang sangat baik
umum tetapi sering kurang dikenali ini.) mengenai paiogenesis dan penanganan klinis.)
Fernhead NS, et aI: The ABC of AP C. Hum Mo1 Gen et 70 :721.,
2001. (Ulasan yang sangat baik tentang jaiur APC/B-
katenin pada kanker kolorektum.) Apendiks
Germain BL, et al: Diarrhea in developed and developing Birnbaum BA, Wilson SR: Appendicitis at the millenium.
countries: magnitude, special settings, and etiologies. Rev Radiology 215:337;2000. (Ringkasan yang sangat baik
Infect Dis 12(Suppl 7):54I,1990. (Anaiisis yang sangat mengenai patofisiologi dan terapi.)
baik mengenai berbagai etiologi dan prevalensinya.) Gray GF Jr, Wackym PA: Surgical pathology of the vermi-
Gupta RA, Dubois R: Colorectal cancer prevention and treat- form appendix. Pathol Annu 21:111, 1986. (Ringkasan
ment by inhibition of cyclooxygenase-2. Nature Rev mengenai patologi esensial pada apendiks.)
Cancer I:11,2001. (Pembahasan yang sangat baik Young RH, et al: Mucinous tumors of the appendix associ-
mengenai bukti klinis efek kemoprevensi inhibitor ated with mucinons tumors of the ovary and pseudo-
siklooksigenase, dan kemungkinan dasar molekular efek myxoma peritonei: a clinicopathological arnalysis of 22
ini.) cases supporting an origin in the appendix. Am J Surg
Jass JR: Serrated route to colorectal cancer; back street or Pathol 15:415, 1991. (Pembahasan tentang tumor
super highway? J Pathol 1,93:283,2001. (Pembahasan musinosa di apendiks dan peritoneum.)
T
T
Hati dan
I Saluran Empedu
JAMES M. CRAWFORD, MD, PhD
663
664 T BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU
I
I
I
Tabel f6-1. EV{LUASI LABORATORIUM PADA pE- Tabell6-2. KONSEKUENSI KLtNIS pENYAKtT HATI
, NYAKITHATI
U robilinogen Gambar'16-1
(yang secara kolektif disebut kolestasis intrahati) tidak dan timbul kadang-kadang. Hal ini berkaitan dengan
dapat diatasi dengan pembedahan (kecuali transplan- pembentukan merkaptan akibat efek bakteri salriran
ta5i), dan penyakit pasien bahkan dapat memburuk cerna pada asam amino yang mengandung sulfur
karena tindakan operasi. OIeh karena itu, penyebab metionin dan pisau darah splanknik dari sirkulasi
ikterus dsn kolestasis perlu didiagnosis dengan tepat porta ke sistemik (pirau portosistemik). Dalam jangka-
dan cepat. panjang, gangguan metabolisme estrogen dan hiper-
estrogenemia yang terjadi diperkirakan menyebabkan
eritema palmaris (mencerminkan vasodilatasi lokal)
Gagal Hati dan spider angioma di kulit. Setiap angioma adalah
arteriol yang berada di tengah, melebar, dan berdenyut
Konsekuensi klinis paling parah pada penyakit hati yang pembuiuh halusnya menyebar. Pada laki-laki,
adalah gagal hati (hepatic failure).Hal ini dapat terjadi hiperestrogenemia juga menyebabkan hipogonndisme
akibat kerusakan hati yang mendadak dan masif. Gagal dan ginekomnstia.
hati lebih sering merupakan tahap akhir dari kerusakan Gagal hati dapat mengancam nyawa karena
progresif hati, baik karena destruksi hepatosit secara sejumlah alasan. Pertarna, pada gangguan fungsi hati
perlahan maupun gelombang kerusakan parenkim yang parah, pasien sangat rentan terhadap kegagalan
yang berulang-ulang. Apa pun rangkaiannya, gagal banyak sistem organ. Oleh karena itu, gagal napas
hati baru timbul jika kapasitas fungsional hati telah disertai pneumonia dan sepsis bersamaan dengan
berkurang sebesar 80% hingga 90o/o. Pada banyak gagal ginjal merupakan penyebab kematian banyak
kasus, keseimbangan menjadi condong ke arah pasien dengan gagal hati. Timbul kongtilopati, akibat
dekompensasi oleh adanya penyakit lain, yang me- gangguan sintesis faktor pembekuan II, VII, IX, dan X
nimbulkan beban bagi hati. Penyakit tersebut men- oleh hati. Kecenderungan mengalami perdarahan ini
cakup infeksi sistemik, gangguan elektrolit, stres @edah dapat menyebabkan perdarahan masif saluran cerna
besar, gagal jantung), dan perdarahan saluran cerna. serta perdarahan ptekie di tempat lain. Penyerapan
Perubahan morfologik yang menyebabkan kegagal- darah oleh usus menimbulkan beban metabolik bagi
anhati terdapat dalam tiga kategori: hati yang memperparah gagal hati. Prognosis gagal
7. Nekrosis hati mnsif. Keadaan ini paling sering di- hati yang full-blown sangat buruk: biasanya terjadi
sebabkan oleh hepatitis virus fulminan (virus hepa- kemerosotan yang cepat, dan kematian terjadi dalam
totropik atau nonhepatotropik). Obat dan bahan beberapa minggu sampai beberapa bulan pada sekitar
kimia juga dapat menyebabkan nekrosis masif dan B0% kasus. Beberapa pasien yang beruntung dapat
mencakup asetaminofen, halotan, obat anti- mengatasi episode akut sampai terjadi regenerasi hepa-
tuberkulosis (rifampisin, isoniazid), antidepresan, toselular yang memulihkan fungsi hati. Transplantasi
inhibitor monoamin oksidase, bahan kimia industri hati dapat merupakan alternatif yang menyelamatkan
seperti karbon tetraklorida, dan racun jamur nyawa pasien.
(Amanita phalloides). Mekanismenya mungkin Dua komplikasi khusus layak mendapat pem-
berupa kerusakan toksik langsung pada hepatosit bahasan tersendiri karena menandakan stadium pa-
(misal, asetaminofen, karbon tetrakiorida, dan ling parah pada gagal hati.
toksin jamur), tetapi lebih sering merupakan kom-
binasi toksisitas dan peradangan disertai destruksi
imunologik hepatosit. ENSEFALOPATI HEPATIKA
2. Penyakit hati kronis. Penyakit ini adalah rute ter-
Ensefalopati hepatika merupakan penyulit gagal
sering untuk terjadinya gagal hati dan merupakan hati akut dan kronis yang ditakuti. Pasien memper-
tahap akhir kerusakan hati kronis yang berakhir lihatkan beragam gangguan dalam kesadaran, berkisar
pada sirosis. Berbagai penyebab sirosis akan dari kelainan perilaku yang samar hingga kebingungan
dibahas kemudian.
yang mencolok dan stupor, hingga koma dalam dan
3. Disfungsi hnti tnnpa nekrosis yang nyata. Hepatosit kematian. Perubahan ini dapat berkembang dalam
.;mungkin masih hidup, tetapi tidak mampu melaku-
'kan beberapa jam atau hari seperti, sebagai contoh, pada
fungsi metabolik notmal, seperti pada per- gagal hati fulminan atau, yang lebih perlahan, pada
lemakan hati akut pada kehamilan, keracunan pasien dengan fungsi hati marginal akibat penyakit
tetrasiklin, dan sindrom Reye yang sangat jarang. hati kronis.Tanda neurologis fluktuatif yang terkait
Gejala Klinis. Apa pun penyebabnya, tanda klinis adalah rigiditas, hiperrefleksia, perubahan elektro-
gagal hati tidak banyak berbeda. Ikterus adalah tanda ensefalografik nonspesifik, dan, yang jarang, kejang.
yang hampir selalu ditemukan. Gangguan sintesis dan Yang cukup khas adalah asteriksis, yaitlr suatu pola
sekresi albumin oleh hati menyebabk anhipoalbumine' gerakan cepat ekstensi-fieksi nonritmik kepala dan
mia, yang memudahkan terjadinya edema perifer. ekstremitas; yang paiing jelas terlihat jika lengan di-
Hip er amonemia drseb abkan oleh gangguan fungsi ekstensikan dan pergelangan tangan didorsifl eksikan.
siklus urea h ati. F e t or h ep a t iku s adalahb au b adan khas Ensefalopati hepatika dianggap sebagai suatu
yang disebut-sebut seperti " apak" atau "manis-asam" gangguan metabolik susunan saraf pusat dan sistem
BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU 671
'
neuromuskulus. Pada sebagian besar kasus, hanya 2. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi
terjadi perubahan morfologik minor di otak, seperti hepatosit, dengan ukuran bervariasi dari sangat
edema dan reaksi astrositik. Dua faktor fisiologis kecil (garis tengah <3 mm, mikronodul) hingga
tampalnya penting dalam genesis gangguan ini:(1) besar (garis tengah beberapa sentimeter, makro-
sangat berkurangnya fungsi hepatoselular dan (2) pirau nodul)
darah mengelilingi hati yang sakit kronis. Hasil 3. Kerusakan arsitektur hsti keseluruhsn.
akhimya adalah otak terpajan lingkungan metabolik
Cedera parenkim dan fibrosis yang terjadi bersifat
yang berbeda. Pada keadaan akut, gambaran kunci
difus, meluas ke seluruh hati; cedera fokal disertai
tampaknya adalah peningkatan kadar amonia darah,
pembentukan jaringan parut bukan merupakan sirosis.
yang mengganggu fungsi neuron dan mendorong
Selain iLu, fibrosis, jika terbentuk, umumnya ireversibel,
edema otak generalisata. Pada keadaan kronis, terjadi
walaupun pada beberapa kasus ditemukan regresi.
gangguan neurotransmisi akibat sejumlah penyimpa-
ngan dalam metabolisme asam amino susunan saraf
Belum ada klasifikasi yang memuaskan untuk
sirosis, kecuali spesifikasi etiologi yang diperkirakan
pusat.
mendasari, yang bervariasi secara geografis dan sosial.
Yang berikut adalah perkiraan frekuensi kategori etio-
SINDROM HEPATORENAL logi di dunia Barat:
Sindrom hepatorenal adalah terjadinya gagal ginjal r Penyakit hati alkohollk,60"k sampai1}ok
pada pasien dengan penyakit hati berat;pada keadaan r Hepatitis virus, 107o
tersebut, tidak terdapat penyebab morfologik atau r Penyakit empedu,5To sampai 10%
fungsional intrinsik untuk terjadinya gagal ginjal. Yang r Hemokromatosis heredlter,So/o
tidak termasuk dalam definisi ini adalah adanya r PenyakitWilson,jarang
kerusakan bersamaan di kedua organ, seperti yang I Defisiensi cr,-antitripsin (AAT), jarang
dapat terjadi pada pajanan karbon tetraklorida, I Sirosis kriptogenik, 10% sampai 15%
mikotoksin tertentu, dan keracunanzat tembaga pada
penyakit Wilson. Yang juga tidak termasuk adalah Tipe sirosis lainnya yang jarang adalah (1) sirosis
keadaan gagal hati tahap lanjut dengan kolaps yang timbul pada bayi dan anak dengan galaktosemia
sirkulasi menyebabkan nekrosis tubulus akut dan atau tirosinosis; (2) sirosis akibat obat, misalnya u-
gagal ginjal. Fungsi ginjal segera pulih jika gagal hati metildopa; dan (3) sifilis. Sklerosis berat dapat terjadi
dapat diatasi. Walaupun penyebab pasti tidak pada penyakit jantung (kadang-kadang disebut sirosis
diketahui, bukti mengarah pada vasodilatasi splanknik kardiak, dibahas kemudian). Setelah semua kategori
dan vasokonstriksi sistemik, yang menyebabkan sirosis yang etiologinya diketahui disingkirkan, masih
penurunan hebat aliran darah ginjal, terutama ke tersisa sejumlah kasus, yang disebut sebagai sirosis
korteks. Onset sindrom ini biasanya ditandai dengan kriptogenik. Besarnya golongan "keranjang-sampah"
penurunan pengeluaran urine, disertai peningkatan ini menunjukkan bahwa diagnosis etiologi sulit
kadar kreatinin dan nitrogen urea darah. Kemampuan ditegakkan jika sirosis sudah terbentuk,
memekatknn ur ine dip er t nhankan, sehing g a t erb entuk Patogenesis. Tiga mekanisme patologik utama
urine hiperosmolar yang tidak mengandung protein yang berkombinasi untuk menjadi sirosis adalah
dsn sedimen abnormal yang kadar natriumnya rendah kematian sel hati, regenerasi, dan fibrosis progresif.
(tidak seperti nekrosis tubulus nkut). Cagal ginjal dapat Berbagai penyebab destruksi hepatoselular dibahas di
mempercepat kematian pada pasien dengan penyakit tempat lain pada bab ini; regenerasi adalah respons
hati fulminan akut atau penyakit hati kronis lanjut. normal pejamu. Dalam kaitannya dengan fibrosis, hati
Selain itu, dapat terjadi insufisiensi ginlal borderline normal mengandung kolagen interstisium (tipe I, III,
(kreatinin serum 2.hingga 3 mgldl-) yang mungkrn dan IV) di saluran porta dan sekitar vena sentralis, dan
menetap selama beberapa minggu atau bulan, seperti kadang-kadang di parenkim. Di ruang antara sel
pada pasien sirosis yang asitesnya refrakter terhadap endotel sinusoid dan hepatosit (ruang Disse) terdapat
pembenan diuletik. rangka retikulin halus kolagen tipe IV. Pada sirosis,
kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks
ekstrasel mengendap di semua bagian lobulus dan sel-
Sirosis sel endotel sinusoid kehilangan fenestrasinya. juga
terjadi pirau vena porta-ke-vena hepatika dan arteri
Sirosis termasuk 10 besar penyebab kematian di
hepatika-ke-vena porta. Proses ini pada dasarnya
dunia Barat. Meskipun terutama disebabkan oleh
mengubah sinusoid dari saluran endotel yang ber-
penyalahgunaan alkohol, kontributor utama lainnya
lubang-iubang dengan pertukaran bebas antara plasma
adalah hepatitis kronis, penyakit saluran empedu, dan
dan hepatosit, menjadi saluran vaskular tekanan tinggi
kelebihan z'at besi. Tahap akhir penyakit hati kronis
beraliran cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara
ini didefinisikan berdasarkan tiga karakteristik:
khusus, perpindahan protein (misal, albumin, faktor
1. Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau pembekuan, lipoprotein) antara hepatosit dan plasma
jaringan parut lebar yang menggantikan lobulus sangat terganggu.
672. BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU
HIPERTENSI PORTA
Gambar 16-3
Peningkatan resistensi terhadap aliran darah porta
dapat timbul padaberbagai keadaan, yang dapat dibagi Beberapa akibat klinis hipertensi porla pada sirosis. Manifestasi
menjadi penyebab prahati, intrahati, dan pascahati. terpenting ditulis dengan huruf tebal.
Penyakit prahati yang utama adalah tromboiis oklusif
dan penyempitan vena porta sebelum pembuluh ini
bercabang-cabang di dalam hati. Splenomegali masif
juga dapat mengalihkan darah dalam jumlah besar ke
dalam vena lienalis. Penyebab pascahati yang utama splenomegali kongestif, dan (a) ensefalopati hepatika
adalah gagal jantung kanan yang parah, perikarditis (dibahas sebelumnya). Manifestasi hipertensi porta
konstriktiva, dan obstruksi aliran keluar vena hepatika. pada sirosis diperlihatkan pada Gambar 16-3 dan
Penyebnb intrahati ynng dominan odalah sirosis, yang dijelaskan berikut ini.
merupaknn penyebab sebaginn bessr kasus hipertensi
porta. Penyebab yang jauh lebih jarang adalah skisto- Asites
somiasis, perlemakan masif, penyakit granulomatosa Asites adalah kumpulan keiebihan cairan di rongga
difus seperti sarkoidosis dan tuberkulosis miliaris, dan peritonetrm. Kelainan inibiasanya mulai tampak secara
penyakit yang mengenai mikrosirkulasi porta, misahya klinis bila telah terjadi penimbunan paiing sedikit 500
hiperplasia regeneratif nodular (dibahas kemudian). mL, tetapi cairan yang tertimbr.rn dapat mencapai
Hipertensi porta pada sirosis disebabkan oleh pe- berliter-liter dan menyebabkan distensi masif abdomen.
ningkatan resistensi terhadap aliran porta di tingkat Cairan biasanya berupa cairan serosa dengan protein
sinusoid dan penekanan vena sentral oleh fibrosis 3 g/ dL (terutama albumin) serta zat terlarut dengan
perivenula dan ekspansi nodul parenkim. Anastomo- konsentrasi serllpa, misalnya glukosa, natrium, dan
sis antara sistem arteri dan porta pada pita fibrosa juga kalium seperti dalam darah. Cairan ini mr-rngkin
menyebabkan hipertensi porta karena mengakibatkan mengandung sedikit sel mesotei dan letikosit
sistem vena porta yang bertekanan rendah mendapat mononukleus. Influks neutrofil mengisyaratkan infeksi
tekanan arteri. Empat konsekuensi utama adalah (1) sekunder, sedangkan sel darah merah menunjukkan
asites, (2) pembentukan pirau vena portosistemik, (3) kemungkinan.kanker intraabdomen yang mungkin
BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU T 673
telah luas. Pada asites kronis, merembesnya cairan peri- sering bersifat kronis, sehingga praktik hepatologi
toneum melalui pembuluh limfe transdiafragma dapat umumnya dipenuhi oleh pasien dengan penyakit hati
menyelabkan hidrotoraks, terutama di sisi kanan. kronis. Di antara berbagai penyakit peradangan, infeksi
Patogenesis asites tidak sederhana, melibatkan satu berada di tempat teratas. Hati hampir pasti terlibat
atau lebih mekanisme berikut: dalam infeksi yang disalurkan melalui darah (blood-
I borne), baik sistemik maupun yang timbul daiam ab-
Hipertensi sinusoid, yang mengubah gaya Starling
da4r mendorong cairan ke dalam ruang Disse, yang
domen. Walaupun dibahas di tempat lain, penyakit
yang lesi hatinya menonjol adalah tuberkulosis milaris,
kemudian dikeluarkan oleh pembuluh limf hati;
malaria, bakteremia stafilokokus, salmonelosis, kandi-
perpindahan cairan ini juga ditingkatkan oleh
hipoalbuminemia diasis, dan amebiasis. Namun, infeksi hati primer
I Perembesan limf hati ke dalam rongga peritonelrm;
terpenting adalah hepatitis virus.
limf duktus torasikus secara norrnal mengalir dalam
jumlah sekitar 800 hingga 1000 mllhari. Pada Hepatitis Virus
sirosis, aliran limf hati dapatmendekati 20L/hari,
melebihi kapasitas duktus torasikus. Limf hati kaya Infeksi virus sistemik yang dapat mengenai hati
akanprotein dan rendah trigliserida, yang tercermin antara lain adalah (1) mononukleosis infeksiosa (virus
dalam cairan asites kaya-protein. Epstein-Barr), yang mungkin menyebabkan hepatitis
r Reterrsi natrium dan air oleh ginjal karena hiper- ringan saat fase akut; (2) infeksi sitomegalovirus atau
aldosteronisme sekunde r (Bab 4),walaupun kadar virus herpes, terutama pada neonatus atatr pasien
natrium tubuh total lebih besar daripada normal. dengan imunosupresi; dan (3) demam kuning, yang
merupakan penyebab hepatitis utama dan serius di
negara tropis. Walaupun jarang, pada anak dan pasien
Pirau Portosistemik
dengan imunosupresi, hati dapat terkena dalam
Dengan meningkatnya tekanan sistem porta, perjalanan penyakit infeksi rubela, adenovirus, atau
terbentuk pembuluh pintas di tempat yang sirkulasi enterovirus. Namun, kecuali jika dirinci lebih lanjut,
sistemik dan sirkulasi porta memiliki jaringan kapiler istilah hepatitis airus dicadangkan untuk infeksi hati
yang sama. Tempat utama adalah vena di sekitar dan oleh sekelompok kecil virus yang memiliki afinitas
di dalam rektum (bermanifestasi sebagai hemoroid), khusus terhadap hati (Tabel 16-4). Karena virus ini
taut kardioesofagus (menimbulkan varises esofago- memiliki pola morfologik penyakit yang serllpa, kelain-
gastrik), retroperitoneum, dan ligamenfum falsiparum an histologik pada hepatitis virus dijelaskan bersama-
hati (mengenai kolateral dinding abdomen dan peri- sama, tetapi setelah bentuk spesifik hepatitis virus
umbilikus). Walaupun dapat terjadi, perdarahan hemo- diperkenalkan.
roid jarang masif atau mengancam nyawa. Yang lebih
penting adalah varises esofagogastrik yang terjadi pada
sekitar 65% pasien dengan sirosis hati tahap lanjut dan ETIOLOGI
menyebabkan hematemesis masif dan kematian pada
sekitar separuh dari mereka (Bab 15). Kolateral dinding
Virus Hepatitis A (HAV)
abdomen tampak sebagai vena subkutis yang melebar
Hepatitis A adalah penyakit jinak yang dapat
dan berjalan dari umbilikus ke arah tepi iga (kaput me-
sembuh sendiri dengan masa inkubasi 2 hingga 6
minggu. HAV tidak nenyebabkan hepatitis kronis ntou
dusa) dan merupakan tanda klinis utama hipertensi
keadnan pembawn dan hanya sekali-seksli menyebab-
porta.
kan hepatitis fulminan. Angka kemntinn okibat H*V
sangat rendah, sekitnr 0,1"/o dan tampaknya lebih sering
Sptendmegati terjadi pada pasien yang sudah mengidap penyakit
Kongesti kronis dapat menyebabkan splenomegali hati okibst penyebab lain, misolnya uirus hepatitis B
kongestif. Derajat pembesaran sangat bervariasi atau nlkohol. HAV ditemukan di seluruh dunia dan
(sampai 1000 g) dan tidak selalu berkaitan dengan endemik di negara yang higiene dan sanitasinya buruk,
gambaran lain hipertensi porta. Splenomegali masif sehinga sebagian besar penduduk asli di negara
dapat secara sekunder memicu beragam kelainan tersebut memiliki anti-HAV pada usia 10 tahun. Gejala
hematologik yang berkaitan dengan hipersplenisme klinis cenderung ringan atau asimtomatik dan jarang
(Bab'12). setelah masa kanak-kanak. Di negara maju, prevalensi
seropositivitas meningkat secara bertahap seiring
dengan usia, di Amerika Serikat mencapai 50% pada
PENYAKIT PERADANGAN usia 50 tahun. Sayangnya, infeksi HAV pada orang
dewasa dapat menyebabkan morbiditas yang cukup
Gangguan peradangan pada hati mendominasi besar dibandingkan dengan infeksi pada anak.
praktik hepatologi klinis. Hampir semua gangguan HAV menyebar melalui ingesti makanan dan
terhadap hati dapat mematikan hepatosit dan meng- minuman yang tercemar dan dikeluarkan melalui tinja
undang sel-sel radang. Selain itu, penyakit peradangan selama 2 hingga 3 minggu sebelum dan 1 minggu
674 f BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU
setelah onset ikterus. HAV tidak dikeluarkan dalam yang terinfeksi. Seperti diperlihatkan pada Gambar 16-
jumlah signifikan dalam air liur, urine, atau semen. 4,antibodi spesifik terhadap HAV tipe IgM muncul di
Kontak pribadi yang erat dengan orang yang terinfeksi darah saat onset gejala, dan merupakan penanda
selama periode fecal shedding, disertai kontaminasi handal untuk mengetahui infeksi akut. Pengeluaran
feses-oral, merupakan penyebab utama penularan dan virus melalui feses berakhir seiring dengan meningkat-
dapat menjelaskan terjadinya ledakan kasus di lingku- nya titer IgM. Respons IgM menurun dalam beberapa
ngan institusi, misalnya sekoiah dan asrama. Epidemi bulan, disertai munculnya IgG anti-HAV. Yang terakhir
yang ditularkan melalui air juga dapat terjadi di negara ini menetap seumrlr hidup, menimbulkan imunitas
yang sedang berkembang, yang penduduknya tinggal terhadap reinfeksi oleh semua strain HAV (karena
dalam lingkungan yang padat dengan sanitasi buruk; bermanfaat untuk vaksinasi).
insidensi partikel infeksi pada pasokan air dapat me-
lebihi 35%, walaupun indikator rutin polusi feses lain- Virus Hepatitis B (HBV)
nya berada di bawah batas yang diizinkan. Di negara HBV dapatmenyebabkan (1) hepatitis akut dengan
maju, infeksi sporadis dapat terjadi akibat mengonsum- pemulihan dan hilangnya virus, (2) hepatitis kronis
si kerang mentah atau dikukus (tiram, remis, kijing), nonprogresif, (3) penyakit kronis progresif yang
yang memekatkan virus dari air lar"rt yang tercemar oleh berakhir dengan sirosis, (4) hepatitis fulminan dengan
tinja manusia. Ksrenn airemia HAV trsnsien, penular- nekrosis hati masif, dan (5) keadaan pembawa
an HAV melrilui darnh jnrang terjadi, sehingga darah asimtomatik, dengan atau tanpa penyakit subklinis
donor tidak secnrn spesifik ditapis untuk airus ini. progresif. HBV juga berperan penting dalam terladinya
HAV adalah pikornavirus RNA untai-tunggal karsinoma hepatoselular. Gambar 16-5 menjelaskan
(single-stranded, ssRNA) yang kecil dan tidak perkiraan frekuensi konsekuensi di atas.
berselubung. Virus itr-r sendiri tampaknya tidak bersifat Secara global, penyakit hati akibat virus hepatitis B
sitotoksik terhadap hepatosit sehingga cedera hati merupakan masalah besar dengan perkiraan angka
mungkin terjadi akibat kerusakan imunologis hepatosit pembawa di seluruh dunia adalah 350 juta. Diperkira-
BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU T 675
/
/ /
/ror.-rur^
(60.000)
\, .;;;n;r Meninggal
fultinan
I l.+l ]
// (<600)
t-
Pembawa "sehat
"sehat"
/-- l
I'N]FEKSI,AKUT -S%-tO% (15.00G-30.000)
(300.000/thn di
Amerika Serikat)
200-4000)
_____*
-
20%-50%
t'-"*l
,r'd;\--
(1
-l
!rc"t"
[ rc"t" , r"r"ttgel
::::1./
[K.;;;l
hepatoselularl
I
(50-200)
Gambar 16-5
Kemungkinan hasil akhir infeksi hepatitis B pada dewasa, berikut perkiraan frekuensi pertahun diAmerika Serikat. (perkiraan populasi
sumbangan dari John L. Gollan, MD, PhD, Brigham and Women,s Hospital, Boston.)
tTKTERUS I
FEJnLnI
lgG anti-HBs
lgM anti-HBc
Penanda
serum HBV-DNA \
HBsAs
t,
Anti-HBe /
\t/
\ \/
\/
4-26 minggu 4-12 minggu 4-20 minggu Tahunan
(rerata B)
Gambar 16-6
Sekuensi penanda serologis pada infeksi hepatitis B akut, yang memperlihatkan resolusi infeksi aktif.
BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU f 677
somal, dengar pembentr-rkan virion lengkap dan semua Virus Hepatitis C (HCV)
antigen terkait. Ekspresi HBsAg dan HBcAg di per- HCV juga merupakan penyebab utama penyakit
mukaan sel disertai dengan molekul MHC kelas I hati. Angka pembawa virus ini di seluruh dunia
menyebabkan pengaktivan limfosit T CDB+ sitotoksik. diperkirakan 775 juta orang (angka prevalensi 3%), dan
Kemudian dapat terjadi fase integrnff, yang DNA 2 hingga 3 juta orang di Amerika Serikat mengidap
virusnya mungkinmenyatu ke dalam genom pejamu. infeksi kronis persisten. Jumlah infeksi HCV baru per
Seiring dengan berhentinya replikasi virus dan tahun turun dari 180.000 pada pertengahan tahun
munctrlnya antibodi antivirus, infektivitas berhenti 1980-an menjadi sekitar 28.000 pada pertengahan
dan kerusakan hati mereda. Namun, risiko terjadinya tahun 1990-an. Perubahan yang diharapkan ini terjadi
karsinoma hepatoselular menetap. Hal ini sebagian karena penurunan tajam hepatitis C terkait transfusi
mungkin disebabkan oleh disregulasi pertumbuhan (akibat prosedur penyaringan) dan penurunan infeksi
yang diperantarai oleh protein X HBV (Bab 6). pada para pengguna obat suntik terlarang (berkaitan
Kadang-kadang, muncul strain virus hepatitis B dengan tindakan yang didorong oleh ketakutan akan
menular yang tidak mampu mengekspresikan HBeAg, infeksi virus imunodefisiensi manusia [HIV]). Namun,
tetapi tetap mampu membentuk HBcAg. Hilangnya angka kematian akibat HCV akan terus meningkat
HBeAg dalam darah (dan, karenanya, pembentukan karena selang waktu antara infeksi akut dan gagal hati
anti-HBe), berkaitan dengan hepatitis fulminan. Per- adaiah puluhan tahun. Cnra pentilnran utnms ndrilnh
kembangan buruk kedua adalah munculnya mutan inolctLlssi dan trnnsftLsi darnh, dengnn parn pemokai
virus yang tetap bereplikasi walaupun terdapat obst terlnrsng intrnaenn menyeltnbkan lebih dsri 40%
imunitas yang ditimbulkan oleh vaksin. Contoh mumi knsus di Ameriko Seriknt. Untungnya, penltlaran
adalah digantikannya arginin pada asam amino 145 melalui produk darah saat ini jarang terjadi, mem-
HBsAg dengan glisin, yang secara bermakna meng, bentuk hanya sekitar 4% kasus dari semua infeksi HIV
ubah kemampuan antibodi anti-HBsAg mengenali akut. Terpajannya para petugas kesehatan di tempat
HBsAg. kerja membentuk sekitar 4% kasus. Angka penularan
Terdapat beberapa alasan untuk hipotesis bahwa seksual dan transmisi vertikal rendah. Hepatitis
HBV tidak secara langsung menyebabkan cedera sporadis yang sumbernya tidak diketahui terdapat
hepatosit. Yang terutama, banyak pembawa virus sekitar 40% kasus. HCV memiliki tingknt perkembang-
kronis memiiiki virion di dalam hepatosit mereka tanpa anyang tinggi untukmenjndi penyakitkronis dan akhirnyn
memperlihatkan tanda cedera sel. Kerusakan hepatosit sirosis, diperkirakan sebesar 20% (Gbr. 76-7). Oleh
diperkirakan terjadi akibat kemsakan sel yang terinfeksi knrena itu, HCV sebenarnya merttpakan penyebnb
r.irus oleh sel T sitotoksik CDB+. tLtama penyokit hnti kronis di negara Bnrat.
Penyakit qubklinis
(21.000)
/ I"- \
lnfeksi kronik
20o/o
Pulih persisten
--------->
I sirori, I
1ok-5ok I lhn
\ 1,,,. / t,\
Penyakit sifitorratik + Hepatitis fulminan
| ]----* F;il ssd
Jarang 'l I
(7000) ^5,lii"?3ili",
(210)
Gambar't 6-7
Berbagai kemungkinan hasil akhir infeksi hepatitis C pada dewasa, dengan perkiraan frekuensi per tahun diAmerika Serikat. Perkiraan
populasi adalah untuk infeksi yang baru terdeteksi; karena selang waktu yang sangat lama (beberapa dekade) antara infeksi akut dan
sirosis, angka kematian tahunan akibat hepatitis C adalah sekitar 10.000 pertahun dan diperkirakan melebihi 22.000 per tahun pada tahun
2008.
678 T BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU
HCV adalah virus RNA untai-tunggal positiue- nekrosis hepatoselular. Infeksi persisten ndnlnh tnndn
sense yan.g termasuk dalam Flaviviridae, suatu kelas utnma infeksi HCV, terjndi pada lebih dari 75% indiaidn
virus yang mencakup virus hepatitis G serta virus dengan infeksi akut subklinis atau nsimtomntik (Ilhat
penyebab demam dengue dan demam kuning' Virus Gbr. 76-7). Sirosis terjadi pada 20% orang yang
ini mengandung regio terminal5' dan 3 yang highly mengalami infeksi persisten: hal ini mungkin terdapat
conserued (tidak banyak mengalami perubahan) pada saat diagnosis atau baru terjadi setelah 5 hingga
mengapit hampir 9000 sekuensinukleotida yang secara 20 tahun. Selain itu, pasien mungkin terbr-rkti meng-
inheren tak-stabil. Telah ditemukanberbagai tipe dan idap infeksi HCV kronis selama berpuluh tahun tanpa
subtipe, termasuk pada satu orang. Variabilitas ini berkembang menjadi sirosis. Hepatitis fulminan jarang
sangat mempersulit upaya pengembangan vaksin HCV, terjadi.
terutama karena peningkntan titer IgG nnti-HCV ynng
terjndi setelah infeksi aktif tampnknya tidak memberi- Virus Hepatitis D (HDV)
knn imunitas efektif terhadnp infeksi HCV berikutnya, HDV, juga disebut virus hepatitis delta, adalah
baik akibnt reaktiansi suatu strnin endogen maupun suatu virus RNA unik yang bersifat defektif dalam
infeksi oleh strnin bsrtt. replikasi, menimbulkan infeksi hanya jika terbungkus
Mas a inkub asi hep a titis C berkis ar dari 2 hingga 26 oleh HBsAg. Oleh karena |tu, meskipun sectrs tnlcso-
minggu, dengan rerata 6 sampai 12 minggu. RNA HCV nomis berbeda dengan HBV, tetapi HDV bergnntung
dapat dideteksi dalam darah selama t hingga 3 minggll secara mutlnk pnda koinfeksi HBV untttk mttltiplilcnsr
dan disertai oleh peningkatan kadar aminotransferase nya. OleTtkarena itu, hepatitis delta mttncril dalam dua
serum. Perjalanan klinis hepatitis HCV akut biasanya keadaan (Gbr. 16-8): (1) koinfeksi akut setelah pajanan
lebih ringan daripada hepatitis HBV dan asimtomatik ke serum yang mengandung HDV dan HBV dan (2)
pada75'k orang. Meskipun antibodi netralisasi anti- superinfeksi inokulum baru HDV pada pembawa
HCV terbentuk dalam beberapa minggu hingga kronis HBV. Pada kasus pertama, infeksi HBV harus
beberapa bulan, RNA-HCV tetap berada dalam darah terjadi sebelum HBsAg tersedia untuk perkembangan
pada banyak pasien. Oleh karena itu, gambaran khas virion lengkap HDV. Sebagian besar orang yang
infeksi HCV adalah peningkatan episodik kadar ami- mengalami koinfeksi dapat melenyapkan virus dan
notransferase serumwalaupun tidak ada gejala klinis, pulih sempuma. Dapat terjadi hepatitis ftrlminan, dan
dan ini mungkin mencerminkan serangan berulang (jarang) hepatitis kronis. Perjalanannya berbeda untuk
KOINFEKSI SUPERINFEKSI
r,A
\>V
a--i)
HDV HBV
(,
HDV
\.,,' I
I I
oiiangi,seFat Pembawa HBV
,'r/ 3%_
,/l
40k
,/l
r'
I
I \ \ / I \
-l _l
tH"prtrE , -l tH"p.ti* HBV/I t H"p"tilir-l fP=-.r-/"kt t-H"rttrb
fulminan I
unitasl I HDVkronik fulminan I I akut, berat I IHBV/HDV kronik I
E
I I
@
l,
@
,1,
Y
I
veninggat
I
tral
Gambar 16-8
Perbedaan konsekuensi klinis pada dua pola infeksi kombinasi virus hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis B (HBV).
BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU T 679
orang yang mengalami superinfeksi. Pada sebagian dapat ditemukan dalam tinja dengan pemeriksaan
besar kasus, terjadi akselerasi hepatitis, paling sering mikroskop elektron, dan dalam serlrm dapat dideteksi
menja.di hepatitis kronis yang lebih parah, 4hinggaT adanya anti-HEV dan RNA HEV.
minggu kemudian. Pembawa virus mungkin sebelum-
nya asimtomatik ("sehat") atau sudah mengidap hepa- virus Hepatitis G (HGV)
titis kronis (lihat Gbr. 16-8).
Beberapa epidemi yang disebut "hepatitis F" terjadi
Infeksi HDV terjadi di seluruhdunia, dengan angka
beberapa tahun yang lalu dan virusnya belum dapat
prevalensi berkisar dari 8% di antara pembawa HBsAg
diidentifikasi. Sementara itu, "kereta abjad" tems me-
di Italia selatan hingga se tngg; a0% di Afrika dan Timur
laju, dan hepatitis G, suatu flavivims yang mirip
Tengah. Yang mengejutkan, infeksi HDV jarang di Asia
dengan HCV, berhasil diklon pada tahun 1995. HGV
Tenggara dan Cina. Di Amerika Serikat, infeksi HDV
ditularkan melalui darah atan produk darah yang
umumnya terbatas pada pecandu obat dan orang yang
tercemar dan, mungkin, melalui hubungan seksual.
sering mendapat transfusi (misal, pengidap hemofilia),
Prevalensi RNA HGV dalam darah donor berkisar dari
yang memperlihatkan angka prevalensi 1% hingga
1% hingga 4ok, dan dalam sebuah laporan dari Tai-
10%. Kelompok risiko-tinggi lainnya untuk HBV,
wan insidensi infeksi HGV baru di antara para pasien
berisiko rendah terjangkit infeksi HDV karena hemodialisis melebihi 2% per tahun. Pada hampir 75%
penyebab yang belum diketahui.
infeksi, HGV dibersihkan dari plasma; pada kasus
HDV adalah partikel berbungkus ganda yang
sisanya, infeksi HGV menjadi kronis. Tcmpnt replihnsi
dengan mikroskop elektron tampak mirip HBV. Anti-
HGV kemttnglcinan besnr sdaloh sel mononulcletts;
gen selubung permtikaan HBsAg mengelilingi antigen
oleh knrenn itu, HGV merttpakan naffia yafig kurnng
delta intemal (Ag HDV). Pada Ag HDV terdapat sebuah
tepat knrenn airtLs ini tidnk bersifat hepntotropik dnn
molekul melingkar kecil berupa RNA untai-tunggal.
tidnk menyebobkon peningkntnn aminotrnnsferlsc se-
Meskipun hubungan antara HBV dan HDV dalam
rum. Meskipun belttm terbukti sec(rra pasti, sebaginn
patogenesis penyakit hati masih belum jelas, infeksi
besnr dato tidsk menunjukknn ndnnya efek pntologis
HDV berpengaruh buruk pada perjalanan penyakit.
HGV, don tnmpalcnya tidak perlu dilokulcnn pemerilcsa-
RNA HDV dan Ag HDV dapat ditemukan dalam
an penynring trntttk RNA HGy padn darnh donor.
darah dan hati tepat sebelum dan pada tahap awal
Yang mengejutkan, inJeksi HGV tampaknya menimbul-
penyakit simtomatik akut. lgM nnti-HDV merupaknn
kan efek protektif pada pasien yang mengalami
indikator paling nndnl untuk mengetahui pnjanan bnru
koinfeksi HIV. Penelitian mengisyaratkan bahwa HGV
kt: HDV, tetapi kemr-rnculan antibodi ini bersifat semen-
menghambat replikasi HIV pada biakan sel mono-
tara. Bagaimanapun, koinfeksiakutoleh HDV dan HBV
nukleus darah perifer.
paling baik ditunjukkan dengan terdeteksinya IgM
terhadap Ag HDV dan HBcAg (yang menandakan
infeksi hepatitis B baru). Pada hepatitis delta kronis SINDROM KLINIS
akibat superinfeksi HDV, HBsAg terdapat di dalam se-
Setelah terpajan virus hepatitis, dapai terjadi
rum; dan antibodi anti-HDV (igM dan IgG) menetap
seju mlah sindrom kl inis:
dengan kadar rendah selamaberbulan-buian atau lebih.
t Kendnan pembarun'. tanpa memperlihatkan pe-
nyakit, atau dengan hepatitis kronis subklinis
Virus Hepatitis E (HEV) t Infeksi ssimtomntilc: hanya bukti serologis
Hepatitis HEV adalah infeksi yang ditularkan I Hepntitis rktLt: anlkterik atau ikterik
secara enteris melalui air dan terutama terjadi setelah I Hepatitis kronis: dengan atau tanpa perkembangan
masa bayi. HEV bersifat endemik di India, dengan menjadi sirosis
angka prevalensi antibodi IgG anti-HEV dalam popu- I Hepatitis filminnn: nekrosis hati submasif sampai
lasi mendekati40%. Epidemi pernah dilaporkan terjadi masif
di Asia, Afrika sub-Sahara, dan Meksiko. Infeksi
Tidak semua virus hepatotropik memicu salah satu
sporadis tampaknya jarang teqadi; infeksi ini terutama
sindrom klinis tersebut. Dengan sedikit pengecnalian,
ditemtikan pada para pelancong dan menyebabkan
HAV dan HEV tidak menimbulkan keadaan pembawa
lebih dari 50% kasus hepatitis virus akut sporadis di
atau menyebabkan hepatitis kronis. Penyebab infeksi
India. Pada sebagian besar kasus, penyakit bersifat
atau noninfeksi lain, terutama obat dan toksin, dapat
swasirna; HEV tidak menyebabkan penyakit hati
menyebabkan sindrom yang pada dasarnya identik.
kronis atau viremia persisten. Gnmbsrnn khns infeksi
Oleh karena itu, pemeriksaan serologis sangat penting
adalah angka kematian yang tinggi pada perempunn
hamil, mencapai 20%. Masa inkubasi rerata setelah
untllk mendiagnosis hepatitis virus dan membedakan
berbagai jenis hepatitis.
pajanan adalah 6 minggu (rentang, 2 hingga 8 mi.ggu).
HEV adalah virus RNA untai-tunggal yang tidak
berselubung dan paling baik ditandai sebagai calici- Keadaan Pembarrua
virus. Selama infeksi aktif, dapat ditemukan antigen "Pernbawa" (carrier) adalah seseorang tanpa gejala
spesifik (Ag HEV) dalam sitoplasma hepatosit. Virus yang mempunyai dan, dengan demikian, mampLi
680 T BAB 16 HATI DAN SALUFAN EMPEDU
menularkan suaflt organisme. Pada virus hepatotropik, konjugasi sehingga disertai urine berwarna gelap
terdapat (1) mereka yang mengandung salah satr,i vi- karena adanya bilirr,rbin terkonjugasi. Dengan ..rsuk-
r1-rs, tetapi sedikit atau tidak mengalami efek memgikan nya hepatosit sehingga terjadi defek dalam konjugasi
dan (2) mereka yang mengalami kerusakan hati non- bilirubin, hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi jirga
progresif, tetapi pada dasarnya bebas dari gejala atau dapat terjadi. Tinja mungkin berwarna mnda, dan
disabilitas. Keduanya membenttLk reservoar infeksi. retensi garam empedr.r dapat menyebabkan gatal di kulit
Pada kasus HBV, infeksi pada awal kehidupan, ter- (pmritLrs). Fase ikterus sering terladi pada orang dewasa
titama melalui transmisi vertikal saat persalinan, (jarang pada anak) dengan HAV, tetapi tidak terjadi
menimbulkan keadaan pembawa pada 90"k hingga pada sekitar separuh kasus HBV dan tidak ditemukan
95% kasus. Sebaliknya, hanya 1% hingga fO% infeksl pada sebagian besar kasus HCV. Dalam beberapa
HBV yang didapat pada misa d"*ariioe^imbulkan minggu hingga mungkin beberapa br-rlan, ikterr-rs dan
keadaan pembawa. Orang dengan gangguan imunitas sebagian besar gejala sistemik lainmenghilang seir.ing
besar kemungkinannya menjadi pembawa. Situasinya dengan dimularnya fase pemulihan.
lebih tidak jelas pada HDV, walaupun terdapat risiio
rendah hepatitis D pascatransfusi, yang menunjukkan
adanya keadaan pembawa bersama dengan IJBV. HCV Hepatitis Virus Kronis
jelas dapat menimbulkan keadaan pembawa, yang Hepntitis lcronis didefinisikan sebagai bukti
diperkirakan mengenai 0,2"/,hngga0,6% dari populasi simtomatik, biokimiawi, atau serologis penyakit hati
umumdiAS. yang berkelanjutan atau kambuhan selama lebih dari
6 bulan, disertai bukti histologis peradangan dan
lnfeksi Asimtomatik nekrosis. Meskipun virus hepatitis merupakan
penyebab pada sebagian besar kasus, hepatitis kronls
Tidaklah mengejutkan bahwa pasien dalam ke-
merniliki banyak penyebab (dijelaskan kemudian).
lompok ini hanya teridentifikasi secara tidak sengaja
Kausa tersebut mencakup penyakit Wilson, defisiensi
berdasarkan peningkatan minimal aminotransfeiaie
u,-antitripsin, alkoholisme kronis, obat (isoniazid, u-
serum atau dengan ditemukannya antibodi antivirus.
metildopa, metotreksat), dan autoinrmitas"
Pada hepatitis kronis, snttL-snhmyn fnktor terpenting
Hepatitis Virus Akut penenttt kemungkinan perlcembangnn ke nrnk sirosis
Semua virus hepatotropik dapa t menyebabkan hepa- ndalnh etiologi dnn buknn poln histolosis. Secara
titis virus akut. Apa plrn penyeb abnya,penyakit lebih khusus, HCV terkenal cukup sering menyebabkan
kurang sama dan dapat dibagi menjadi empat fase: (1) hepatitis kronis yangberkembang menjadi sirosis (lihat
masa inkubasi, (2) fase praikterus simtomatik, (3) fase Gbr. 76-7), apa plrn gambaran histologis pada saat
ikterus simtomatik (disertai ikterus dan sklera ikterik), evalnasi awal.
dan (4) pemulihan. Masa inkubasi untuk berbagai vi- Gambaran klinis hepatitis kronis sangat bervariasi
rus disajikan pada Tabei 16-4. Puncak daya tr_rlar, yang dan tidak dapat memperkirakan hasil akhir. pada
berkaitan dengan keberadaan partikel virus infekiiosi sebagian pasien, satlr-satunya tanda pehyakit kronis
dalam darah, terjadi selama hari-hari terakhir masa adalah peningkatan persisten kadar aminotransferase
inkubasi dan awal gejala akut. serum. Gejala nyata yang tersering adalah rasa lelah,
Fase praikterus ditandai dengan gejaia konstitu- dan yang lebih jarang adalah malaise, hilangnya nafsu
sional nonspesifik. Malaise dalam beberapa hari diikuti makan, dan serangan ikterus ringan" Temuan fisik
rasa lelah umum, mnal, dan hilang nafsu makan. hanya sedikit, yang tersering adalah spider nngiomo,
Penurunan berat, demam ringan, nyeri kepala, nyeri eritema palmaris, hepatomegali ringan, nyeri tekan hati,
sendi dan otot, muntah, dan diare merupakan gejala dan splenomegali ringan. Pemeriksaan laboratorium
tidak konstan. Sekitar 10% pasien dengan hepatitis mungkin memperlihatkan pemanjangan waktu pro-
akut, terutama akibat hepatitis B, mengalami sindrom trombin dan, pada beberapa kasus, hipergamaglobuli-
mirip serum-sickness. Hal ini berupa demam, ruam, nemia, hiperbilirr-rbinemia, dan peningkatan ringan
dan artralgia, yang dikaitkan dengan adanya kom- kadar fosfatase alkali. Kadang-kadang pada kasus HBV
pleks imun dalam darah. Bah.,va gejala ini berkaitan dan HCV, kompleks antigen-antibodi dalam darah
dengan hepatitis diisyaratkan oleh meningkatnya memicu terjadinya penyakit kompleks imun, dalam
kadar aminotransferase serum. Perneriksaan fisik bentuk vaskulitis (subkutis atau viseral, Bab 10) dan
hanya memperlihatkan hati yang sedikit membesar dan glomemlonefritis (Bab 14). Krioglobulinemia ditemukan
nyeri tekan. pada hampir 50% pasien dengan hepatitis C.
Pada sebagian pasien, gejala nonspesifik lebih Perjalanan penyakit sangat bervariasi. Pasien
parah, dengan demam tinggi, menggigil, dan nyeri mungkin mengalami remisi spontan atar.r mengalami
kepala, kadang-kadang disertai nyeri kuadran kanan penyakit indolen tanpa perkembangan selama ber-
atas dan pembesaran hati yang nyeri. Yang mengejut- tahun-tahun. Sebaliknya, sebagian pasien mengalami
kan, seiring dengan munculnya ikterus dan pasien penyakit yang progresif cepat dan menderita sirosis
masuk ke fase ikterus, gejala lain mulai mereda. Ikterus dalam bebelapa tahun. Penyebab utama kematian ber-
terutama disebabkan oleh hiperbilirubinemia ter- kaitan dengan sirosis, yaitu gagal hati, ensefalopati
BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU T 681
Saluran porta
tr''6 sb
', 'zl
Bidging necrosls
.J{'8To
- -"j-9.:S6- z{r\
"/" \ :'"\
4._
-e,-^
{C)-qiC
*
\\ Vena sentralis
, r/ \<
Bridging fibrosis
Fibrosis
periporta
Vena sentralis
Gambar 16-9
Gambar 16-10
Gambar 1 6-11
MORFOLOGI Nekrosis masif, potongan melintang hati. Hati kecil (700 g), tercemar
empedu, dan lunak. Kapsul keriput.
Pada nekrosis hati masif, distribusi nekrosis sangat
sulit diduga; seluruh hati mungkin terkena atau hanya
daerah tertentu yang terkena. Pada kerusakan masif,
hati mungkin menciut sehingga beratnya menjadi hanya
500 sampai 700 g dan berubah menjadi organ merah ancam nyawa adalah koagulopati disertai perdarahan,
layu yang dibungkus oleh kapsul yang keriput karena instabilitas kardiovaskular, gagal ginjal, sindrom gawat
terlalu besar. Pada transeksi (Gbr. 16-11), daerah napas akut, ganggllan elektrolit dan asam-basa, serta
nekrotik tampak merah keruh dengan bercak-bercak
sepsis. Angka kematian keseiuruhan berkisar dari2So/'
noda empedu. Secara mikroskopis, destruksi total hepa-
tosit di lobulus yang berdekatan meninggalkan rangka hingga 90% jika tidak dilakukan transplantasi hati.
retikulin yang kolaps sementara saluran porta diper-
tahankan. Mungkin hanya ditemukan sedikit reaksi pe-
radangan. Selain itu, jika pasien bertahan hidup bebe-
rapa hari, akan terjadi influks besar-besaran sel radang
untuk memulai proses pembersihan (Gbr. 16-12).
Pada pasien yang bertahan hidup selama lebih dari
seminggu, dapat terjadi regenerasi hepatosit yang
masih hidup. Regenerasi pada awalnya berbentuk utas-
utas struktur duktular, yang matang menjadi hepatosit
jika diberi cukup waktu. Jika rangka parenkim masih
utuh, regenerasi berlangsung teratur dan arsitektur asli
hati pulih. Pada destruksi besar-besaran lobulus yang
berdekatan, regenerasi berlangsung tidak teratur dan
menghasilkan massa nodular sel-sel hati. Pada pasien
dengan nekrosis bebercak atau submasif yang
berkepanjangan dapat terbentuk jaringan parut, yang
merupakan rute untuk terjadinya apa yang disebut
sebag'ai sirosis makronodular, seperti telah disinggung
sebelumnya.
Gambar 16-12
Gagal hati fulminan dapat bermanifestasi sebagai
Nekrosis masif, potongan mikroskopik. Saluran porta dan vena
ikterus, ensefalopati, dan fetor hepatikus, seperti telah
sentral terletak lebih berdekatan dibandingkan normal, karena
diuraikan. Yang tidak ada pada pemeriksaan fisik ada-
nekrosis dan kolapsnya parenkim di antara keduanya. Struktur
lah stigmata penyakit hati kronis (misal, ginekomastia, duktus rudimenter merupakan hasil dari regenerasi hepatosit awal.
spider nngionra). Komplikasi di luar hati yang meng- Terdapat sebukan sel radang kronis.
684 T BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU
HATI NORIVAL
Saluran porla
Vena sentralis
Sinusoid
Pajanan
berat
HEPATITIS
STEATOSIS Abstinensia
Frbrosis
penvenula
Abstinensia
Badan Mallory
Pajanan Serangan
berkelanjutan berulang
\ SIROSIS
/
Jaringan parut
Vena sentralis
Gambar 16-1 3
HEPATITIS ALKOHOLIK. Hat ini ditandai dengan ke_ Badan Mallory. Beberapa hepatosit mengalami
adaan berikut: akumulasi filamen intermediat sitokeratin dan proten
t Pembengkakan dan nekrosis hepatosit. Satu atau lain, yang tampak sebagai badan inklusi eosinofilik
beberapa fokus sel mengalami pembengkakan di sitoplasma hepatosit yang mengalami degene-
(degenerasi balon) dan nekrosis. pembengkakan rasi (Gbr. 16-15). Badan inklusi ini bersifat khas tetapi
terjadi akibat akumulasi lemak dan air, seda protein tidak spesifik untuk penyakit hati alkoholik, karena
yang secara normal diekspor. juga ditemukan pada sirosis biliaris primer, penyakit
BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU T 687
sFi-
ffi,
i'rW
..@
*
# ,'
ilrllir
#'r,.:i
.ailr
ffi :ritd.lli#J
Gambar 16-15
Sirosis alkoholik yang memperlihatkan nodularitas difus khas di Sirosis alkoholik. Nodus dengan berbagai ukuran terperangkap di
permukaan yang dipicu oleh jaringan parut fibrosa di bawahnya. jaringan fibrosa yang berwarna biru (trikrom Masson)
Pada pandang-dekat ini, ukuran rerata nodus adalah 3 mm. Rona
kehijauan disebabkan oleh stasis empedu.
kadar interleukin 8, slatLt chemoattractant untuk penghentian total konsumsi alkohol, hepatitis alkoholik
neutrofil, ditemukan dalam plasma pasien dengan dapat mereda secara perlahan. Namun, pada sebagian
hepatitis alkoholik pasien, hepatitis menetap walaupun alkohol sudah
r Alkohol memicu suatu serangan imunologis dihentikan dan berkembang menjadi sirosis.
terhadap hepatosit yang mengalami perubahan Manifestasi sirosis alkoholik serupa dengan bentuk
antigen akibat alkohol atau oleh perubahan pro- lain sirosis yang telah dikemukakan. Umumnya, tanda
tein hati yang dipicu oleh asetaldehida. pertama sirosis berkaitan dengan penyulit hipertensi
I Kdrena pembentukan asetaldehida dan radikal porta. Stigmata sirosis (misal, peregangan abdomen
bebas maksimal pada regio sentrilobular parenkim, akibat asites, mengecilnya ekstremitas, kaput medusa)
daerah ini lah yang paling rentan terhadap cedera mungkin menjadi kelainan awal. Selain itu, pasien juga
toksik. dapat datang pertama kali dengan perdarahan varises
r Terjadinya hepatitis virus, terutama hepatitis C, yang membahayakan nyawa, sekarat akibat eksangui-
merupakan faktor utama yang mempercepat nasi atau ensefalopati hepatika yang dipicu oleh meta-
penyakit hati pada pecandu alkohol. Prevalensi bolisme darah dalam jumlah besar di saluran cerna.
hepatitis C pada pasien dengan penyakit alkoholik Pada kasus yang lain secara perlahan timbul malaise,
adalah sekitar 30%. tubuh lemah, penurunan berat, dan hilangnya nafsu
makan yang mendahului munculnya ikterus, asites,
Selain itu, alkohol dapat menjadi sumber kalori
dan edema perifer. Temuan laboratorium mencermin-
utama dalam makanan, menggeser nutrien lain serta
kan terjadinya gangguan hati, dengan peningkatan
menimbulkan malnutrisi dan defisiensi vitamin (misal,
kadar aminotransferase serum, hiperbilirubinemia,
tiamin dan vitamin B,r) pada para pecandu alkohol.
peningkatan bervariasi fosfatase alkali, hipoproteine-
Hal ini diperparah oleh gangguan fungsi pencernaan,
mia (globulin, albumin, dan faktor pembekuan), dan
yang terutama berkaitan dengan gastritis kronis dan
anemia. Yang terakhir, sirosis mungkin tidak me-
kerusakan mukosa usus, serta pankreatitis. Stimulasi
nimbulkan gejala klinis, ditemukanhanya saat autopsi
fibrosis yang dipicu oleh alkohol bersifat multifaktor
atau jika timbul stres seperti infeksi atau trauma yang
dan masih belum dipahami sepenuhnya; kemungkin-
menggoyahkan keseimbangan ke arah insufisiensi hati.
an mekanisme yang berperan dalam fibrosis hati telah
Prognosis jangka-panjang bagi pecandu alkohol
dibahas sebelumnya dalam bab ini.
dengan penyakit hati bervariasi. Aspek terpenting pada
Gambaran Klinis. Stentosis hati mungkin ber-
pengobatan adalah penghentian alkohol. Angka
manifestasi sebagai hepatomegali disertai peningkatan
ketahanan hidup lima tahun mendekati9}"h pada ormg
ringan kadar bilirubin dan fosfatase alkali serum. Akan
yang berhenti minum dan bebas ikterus, asites, atau
tetapi, mungkin juga tidak timbul bukti klinis atau
hematemesis, tetapi turun menjadi 50% hingga 60%
biokimiawi adanya penyakit hati. ]arang terjadi
pada mereka yang terus minum. Pada alkoholik tahap-
gangguan hati yang parah. Penghentian alkohol dan
akhir, penyebab langsung kematian adalah (1) gagal
pemberian diet yang adekuat sudah memadai sebagai
hati, (2) perdarahan masif saluran cerna/ (3) infeksi
terapi. Pada orang yang kadang-kadang minum ber-
(pada pasien yang rentan), (4) sindrom hepatorenal
lebihan, sering terjadi steatosis hati yang ringan dan
setelah serangan hepatitis alkoholik, dan (5) karsinoma
transien saat tubuh mengeluarkan kelebihan alkohol.
hepatoselular pada 3% hingga 6% kasus.
Untuk timbulnya hepatitis alkoholik, diperkirakan
diperlukanwaktu 15 hingga 20 tahunminum alkohol
dalam jumlah berlebihan. Namun, pada para pasien Perlemakan Hati Nonalkoholik
ini gambaran klinis hepatitis ttlkoholik muncul relatif
akut, biasanya setelah minum dalam jumlah besar. Perlemakan hati nonalkoholik (nonalcoholic fatty
Gejala dan kelainan laboratorium mungkin minimal lluer, NAFL) merupakan keadaan yang sering terjadi,
atau sedemikian parah sehingga terjadi gagal hati tetapi kurang dikenal. Keadaan tersebut merupakan
fulminan. Di antara kedua hal ekstrem ini, terdapat gangguan indolen yang menyebabkan peningkatan
gejala nonspesifik berupa malaise, anoreksia, penurun- kadar aminotransferase serum dan risiko kecil meng-
an berat, rasa tidak enak di perut bagian atas, hepato- alami fibrosis atau sirosis hati. Sesuai namanya, ini
megali dengan nyeri tekan, dan demam serta temuan adalah perlemakan hati yang terjadi pada orang yang
laboratorium berupa hiperbilirubinemia, peningkatan tidak minum alkohol. Pada sebagian pasien, adanya
fosfatase alkali, dan sering leukositosis neutrofilik. peradangan campuran di parenkim berisi neutrofil dan
Kadar alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat sel mononukleus, hepatosit yang mengandung hialin
aminotransferase (AST) meningkat tetapi biasanya Mallory, dan kerusakan hepatosit menimbulkan nama
tetap di bawah 500 U/mL. Prognosis tidak dapat steatohepatitis nonalkoholik (nonalcoholic steato-
diperkirakan; setiap serangan hepatitis merJmbulkan hepatitis, NASH). Satu-satunya keterkaitan yang pa-
risiko kematian 10% hingga 20'k. Dengan serangan ling konsistenuntuk NAFL dan subkelompok NASH
berulang, sirosis terjadi pada sekitar sepertiga pasien adalah obesitas: sampai 20oh orang yang beratnya
dalam beberapa tahun; hepatitis alkoholik juga dapat melebihi berat idealnya sebesar 40% mengidap NAFL,
timbul pada sirosis. Dengan nutrisi yang sesuai dan dibandingkan dengan kurangdari3'k orang yang tidak
690 T BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU
kelebihan berat. Keterkaitan kunci lain untuk NAFL Patogenesis. Dapat diingat bahwa kandtingan zat
adaiah diabetes melitus tipe 2 dan intoleransi glukosa besi tubuh total diatur secara ketat; pengeluaran zat
serta hiperlipidemia. besi harian yang terbatas diimbangi oleh penyerapan
Sebagian besar pasien dengan NAFL asimtomatik, melalui saluran cerna karena tidak ada jahrr ekskretorik
meskipun sebagian mungkin merasa lelah, malaise, unttrk mengeluarkan kelebihan zat besi. Pnds hemo-
rasa tidak enak di kuadran kanan atas, atau gejala yang kromntosis herediter, terjndi defek primer dslnnt
lebih parah dari penyakit hati kronis. Untr,rk menegak- pengendalinn penyerapan zlt besi dnlnm mnkannn
kan diagnosis diperlukan biopsi hati. Tidak ada terapi sehinggn terjadi skumulnsi netto zctt besi sebnnynk 0,5
yang terbukti selain anjuran penurunan berat pada sompni 1,0 g/tlm. Gen hemokromatosis herediter, HFE,
orang yang sesuai. Untungnya, keiainan ini jarang terletak di lengan pendek kromosom 6 dekat dengan
berkembang menjadi sirosis. Namun, karena NAFL kompleks gen HLA. Gen ini mengkode sebuah protein
merupakan penyakit yang kurang dikenali, dihipo- 343 asam amino yang strukturnya mirip dengan pro-
tesiskan penyakit rni mungkin ikut berperan dalam tein kompleks histokompatibilitas mayor kelas I.
menimbuikan sirosis "krip togenik". Terdapat dua mutasi umum di gen HFE. Yang pertama
adalah mutasi di nukleotida 845 yang adeninnl'a
menggantikan guanin, sehingga terj4di substitttsi
GANGGUAN HEREDITER tirosin untuk sistein pada posisi asam amino 282
....
(C282Y). Mutasi kedua adalahstrbstitusi guanin untuk
,,,I.METABOLlSME
..HATI DAN PENYAKIT sitosin, yang menyebabkarfaspartat menggantikan
PEDIATRIK histidin di posisi asam amino 63 (H63D). Substitr-rsi
asam amino ini terletak di domain pengikat peptida
Kelompok khusus penyakit hati ini, yang disebab-
mirip-HlA pada molekul.
kan oleh kelainan bawaan metabolisme, terdiri atas
Peran HFE intak dalam mengendalikan penyerapan
hemokromatosis;'penyakit Wilson, dan defisiensi u,-
zat besi oleh enterosit usus, dan dalam keselr"rrr-rhan
antitripsin. yang dapat timbul pada anak atatt dewasa.
fisiologi zatbesi, masih belum jeias, HFE berinteraksi
Sekelompok penyakit lain,ymg disebut sebagai hepa-
dengan reseptor transferin di membran plasma dan
titis neonatus, muncul pada masabayi danmencermin-
dapat memodulasi interaksi reseptor transferin dengan
kan sekelompok kelainan herediter dan didapat.
kompleks transferin-zat besi dalam darah. Jembatan
disulfida, yang mengalami perubahan pada mutasi
Hemokromatosis C282Y, diperlukan untuk interaksi dengan Fr-mikro-
globulin, suatu protein dalam plasma yang perannya
Hemokromntosis herediter adalah penyakit resesif dalam homeostasis zat besi masih belum jelas. Meka-
autosomal terkait-HlA yang ditandai dengan pe- nisrne perubahan fungsi HFE akibat mutasi H53D
nimbunan berlebihan zat besi tubuh, yang sebagian masih belum diketahui.
besar mengendap di organ parenkimal, seperti hati dan
pankreas. Hemokromatosis bentuk didapat dengan
sumber kelebihan zat besinya diketahui disebut ke-
lebihan beban zat besi sekunder (secontio-rl1 iron ouer-
load; TabeI 76-7).
Tabgl 16.7. KLASIFIKASI KELEBII-{AN BEBAN
ZATBESI
Seperti dibahas pada Bab 12, sinl-anan zat besi
tubuh totdl'berkisar dari 2 hingga 6 g pada orang
dewasa normal; sekitar 0,5 g disimpan dalam hati,98'k Hemokromatosis Herediter
di antaranya dalam hepatosit. Pada hemokromatosis Kelebihan Beban Zat Besi Sekunder
herediter, zatbesi menumpuk seumur hidup akibat Kelebihan beban zat besi parenteral
penyerapan berlebihan di ustts. Penimbunan zat besi Transfusi
total dapat melebihi 50 g, sepertiganya tertimbun dalam Hemodialisis jangka-panjang
Anemia aplastik
hati. Gejala biasanya muncul dalam dekade kelima
Penyakit sel sabit
hingga keenam kehidupan. Laki-laki lebih sering Sindrom mielodisplastik
terkena (rasio 5 sampai Tbanding 1) dengan gambaran Leukemia
klinis sedikit lebih sering, sebagian karena pengeluaran Suntikan zat besi-dekstran
zat besi fisiologis (haid, hamil) menghambat akumulasi Eritropoiesis inefektif diserlai peningkatan aktivitas eritroid
zat besi pada wanita. Kasus yang telah berkembang B{alasemia
Anemia sideroblastik
sempurna memperlihatkan (1) sirosis mikronodular
Defisiensi piruvat kinase
(semua pasien), (2) diabetes melitr.rs (75%L.ngga80% Peningkatan asupan zat besi oral
pasien), dan (3) pigmentasi kulit (75% hingga 80%). Kelebihan beban zat besi diAfrika (siderosis Bantu)
Namun, dengan diagnosis dini dan pemeriksaan labo- Atransferi nemia kongen ital
ratorium yang sekarang, sekitar 75% pasien asimtoma- Penyakit hati kronis
Penyakit hati alkoholik kronis
tik dan tidak mengalami sirosis atau diabetes saat
Porfiria kutanea tarda
did iagnosis.
BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU T 691
Pada orang kulit putih keturunan Eropa ntara, uterus. Karena dapat kambuh pada kehamilan berikut-
frekuensi mutasi C2B2y di gen HFE adalah sekitar 12% nya walaupun ayah bayi berbeda, mungkin penyakit
dan I{63D sekitar 25%. Namun, sebagian besar (83%) ini didasari oleh kelainan herediter di mitokondria atatr
pasien hemokromatosis herediter homozigot untr.rk adanya pajanan iingkungan in utero. Prognosis pe-
C282Y, karena penetrasi dari H63D jar-rh iebih rendah" nvakit ini buruk.
Fleterozigot camprlran C282Y / H63D atau homozigot
H63D membenhlksekitar 10% dari semua pasienhemo-
kromitosis herediter, dan sebagian kecil pasien dengan
hemokromatosis herediter (yang dibuktikan dengan
silsilah) tidak memperlihatkan mutasi dl HFE. Pada ,MIORFOLOGI
populasi AS secara keselurnhan, frekuensi hemo-
kromatosjs herediter homozigot yang disebabkan oleh Perubahan morfologik pada hemokromatosis
salah satu mutasi di atas adalal-r 0,45% (1 dari setiap herediter ditandai terutama oleh (1) pengendapan he-
220 orang), dan heLerozigot 10% (1 dari setiap 10 orang), mosiderin dalam organ berikut (sesuai penurunan
sehin gga hemokromaLosis herediter merupa kan salah tingkat keparahan): hati, pankreas, miokardium,
satr.r kelainan metaboiisme herediter yang tersering. hipofisis, adrenal, kelenjar tiroid dan paratiroid, sendi,
Hemokromatosis herediter biasanya bermanifest;rsi dan kulit, (2) sirosis, dan (3) fibrosis pankreas. Di
setelah terjadi penimirtman zat besi simpanan sebanyak
hati, zat besi mula-mula tampak sebagai granula he-
20 g. Dari mana plln s'.rmbernya, kelebrhan zat besi
mosiderin kuning emas di sitoplasma hepatosit
periporta, yang berwarna biru dengan pewarna biru
tampaknya menimbulkan efek toksik langsung pada
Prussia (Gbr. 16-1S). Dengan meningkatnya beban zat
jaringan melalui mekanisme berikut: (1) peroksidasi besi, terjadi perluasan penyakit ke bagian lobulus lain,
lemak oleh reaksi radikal bebas yang dikatalisis oleh disertai oleh pigmentasi epitel saluran empedu dan
zat besi, (2) stimulasi pembentukan kolagen, dan (3) sel Kupffer. Zat besi adalah hepatotoksin langung, dan
interaksi langsung zat besi dengan DNA, yang me- biasanya tidak terjadi peradangan. Pada tahap ini, hati
nyebabkan cedera letal atar.r kerentanan terhadap karsi- biasanya sedikit lebih besar dari normal, dan berwarna
noma hepatoselular. Apa pr-rn efek zat besi, efek tersebut cokelat. Septum fibrosa terbentuk secara perlahan
reversibel jika sei tidak mati, dan pengeluaran kelebihan sehingga akhirnya terbentuk pola sirosis mit<ronb'&tltar
zat besi dengan terapi mempercepat pemulihan fungsi pada hati yang berwarna gelap..,," . .-. t1." 1::iJi"1 r
sel pU{au pankreas serta kadang-ksggng di stroma fib- heterozigot dapat meningkatkan keparahan penyakit
_ rosa interstisiUm, JantunS'serilrg r6966esar dan rnern_
hati lain.
perlihatkan granula hemosiOerin di dalam ,"*t ,i"_
far.diulnya. Pigmentasi dapat menyebabkan pigmen_ Penyakit Wilson
tasi cskelat mencolok di rnjokirdium,,Dapat terb'entuk
fibrosis interstisium yang halus. Meskipun pigmentasi
Penyakit resesif autosomal metabolisme zat tembaga
- kulit sebagian disebabkan oleh pengendapan hemosi, ini ditandai dengan akumulasi zat
derin di makrofag dan fibroblas dermis, sebagian besar tembaga pada kainr
warna terjadi akibat peningkatan pembentulan mela_ toksik dalam banyak jaringan dan organ,lerutama hati,
nin oleh epiderims. Kombinasi pigmen ini menyebab_ otak, dan mata. Gen untuk penyakii Wilson memiliki
kan kulit benrarna abu-abu batu tu-jis. Jika terjadipeng- frekuensi 1:200. Insidensi penyakit ini adalah sekitar
hemosiderin di lapisan sinovium O"pit 1:30.000; oleh karena itu, jauh lebih kecil daripada
9n!aqan
""nai, ber-
timbul sinovitis akut. Juga terjadi pengendapan hemokromatosis herediter.
lebih.an katsium pirofosfatl y"ng rn"r*"i t"L;;
.
sendi dan kadang-kadang menyebabkan poliartritis
r";;; Fisiologi normal zat tembaga melibatkan (1) pe_
yang sangat mengganggu sehingga disebut pseudo_ ly".:up.l" zattembaga dari makanan (2 sampai S mg/
h.1ri); (2) pengangkutan di plasma berikatan dengln
gout. Testis mungkin mengecil dan atrofik, tetapi
biasa_ albumin; (3) penyerapan oleh hepatosit, diikuti oleh
nya tidak mengalami perubahan warna,
penyatuan ke dalam suatu o,r-globulin untuk mem_
bentuk seruloplasmin; (a) seiresi seruloplasmin ke
da^lam plasm a, tempat zat ini membentuk 90% hingga
95To zattembaga plasma; dan (5) penyerapan oleh hiti
Gambaran Klinis. Hemokromatosis herediter s.eryl-oplasmin yang sudah ,,tua,, dan mengalami
lebih sering mengenai laki-laki dan jarang tampak desialisasi plasma, diikuti oleh penguraian di liiosom,
sebelum usia 40 tahun. Manifestasi utama adalah dan sekresi zat tembaga bebas ke dalam empedu. pada
hepatomegali, nyeri abdomen, pigmentasi kulit (ter_ penyakit Wilson, langkah awal penyeiapan dan
utama di bagian yang terpajan matahari), gangguan transportasi zattembagake hati tetap normal. Namun,
homeostasis gula atau dllbetes melitus yang nyata zat tembagayang diserap tidak dapat masuk ke dalam
akibat destruksi pulau pankreas, disfungsi jintung sirkulasi dalam bentuk seruloplasmin dan ekskresi zat
(aritmia, kardiomiopati), dan artritis atipitl. naai ti:mbaga melalui empedu sangat berkurang. Ger
sebagian pasiery keluhan utama adalah hipogonadisme p.enyebab penyakit Wilson adalah ATP7B, yang terletak
(yaifu amenorea pada perempuan serta hilangnya libi di kromosom 13. Gen ini mengkode suatu- peigangkttt
do dan impotensi pada laki-iaki). Diperkiru[ur, rupo_ i9n logam dependen-ATp yang terdapat di regio Colgi
gonadisme disebabkan oleh kerusakan pada ,.r*b., hepatosit. Gangguan fungsi pengangkut ini ienyebal_
hipotalamus-hipofisis. Trias klinis klasik berupa sirosis kan kegagalan ekskresi zat tembagi ke dalam empedtt,
dengan hepatomegali, pigmentasi kulit, dan diabetes rute utama untuk mengeluarkan zat tembnga dnri
melitus mungkin belum muncul hingga tahap lanjut t ub uh. Oleh karena itu, z at temb aga-erru^puk
secara
penyakit. Kematian biasanya disebabkan oleh slrosis progresif di hati, dan tampaknya menyebabkan cedera
ataupenyakit jantung. penyebab kematian yang cukup toksik pada hati melalui (1) peningkatan pembentukan
signifikan adalah karsinoma hepatoselular karena radikal bebas, (2) pengikatan gugus sulfhidrll protein
terapi terhadap kelebihan zat besi tidak menghilang_ sel, dan (3) penggeseran logam lain di metaloenzim
kan risiko neoplasma agresif ini. hati. Biasanya pada usia 5 tahun zat tembaga yang
- Untungnya, hemokromatosis herediter dapat di_
diagnosis jauh sebelum terjadi kerusakan yailngan
tidak terikatke seruloplasmin tumpah ke dalam sirku-
lasi, menyebabkan hemolisis dan perubahan patologis
yang ireversibel. pemeriksaan penapisan adalah di tempat lain, misalnya kelenjar. Secara bersamaan,
dengan membuktikan adanyakadir zatbesi serum dan ekskresi zat ternbaga melalui urine meningkat tajam.
feritin- yang sangat tinggi, mengenyampingkan pe_ Diagnosis biokimiauti penyakit Wilson didasarkan
nyebab sekunder kelebihan zatbesi, dan biopsi hati pada penurunan seruloplasmin serLtm, peningkatnn
jika diindikasikan. Yang juga punti.,g adalah pe- kandungan zat tembaga hati, dsn peningkatan ekskresi
meriksaan-penapisan terhadap ur,ggotu keluarga zat tembaga melalui urine.
pasien unfu k mendeteksi mutasi HFE. perjalanan alami
penyakit ini dapat secara substansial diuLah oleh ber_
bagai intervensi, terutama flebotomi dan pemberian
chelator zat besiuntuk membuang kelebihan zat besi.
diterapi dengan flebotomi secara teratur memiliki usia Pa_da penyakit Wilson, hati sering menjadi organ yang
harapan-hidup yang normal. Heterozigot mungkin Palibg te*ena kerusakan dari yang relatif minor hinggi
memperlihatkan peningkatan ringan p".,y"rupur,-dun yang parah. Perlemakan mungt<in ringan sampai
penimbunan zatbesi; terdapat bukti bahwa keadaan sedang, disertai nukleus bervakuola (glikogen atau air)
BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU T 693
atH il ' t
&
fl -l "f .E: :-:
Sindrom Reye
€a" "t
qil
Sindrom Reye odalah sunttt penynkit jnrnng ynng
Gambar 16-19 ditsndni dengan perlemnknn di hnti dnn ensefnlopati.
Bentuk yang paling parah akan fafal. Penyakit ini
Defisiensi cr, -antitripsin. Pewarnaa n pe riod ic acrd-SchirT (pAS ) terutama mengenai alak berusia kurang dari 4 tahun,
pada hati, yang memperjelas granula merah disitoplasma yang biasanya timbul 3 sampai 5 hari setelah suatrr penyakit
khas. (Sumbangan Dr. l. Wanless, Toronto Hospital.) virtts. Onset ditandai dengan rnuntah-muntair hebat
dan disertai iritabilitas atau letargi dan hepatomegali.
Mungkin terdapat ganggnan fr-rngsi sintetik hati, Sindrom Alagille (kurangnya saluran empedu)
misalnya hipoprotrombinemia, dengan derajat ber- Hepatitis neonatus idiopatik
BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU T 695
Tabe| 1 6.9. GAMBARAN PEMBEDA PADA GANGGUAN UTAMA OBSTRUKSI SALURAN EMPEDU
,..,..
t"
'--* = ' -..'
1r ;- 1 - :i..:i
'i E:.i = . -
.
rj -Fr ;:.j:.i.
: i.
+:
:.: +: -=]: :j€: *]
dampak besar pada hati. Gangguan ini dapat di-
. 1- 1:l' . :=:a.++::::; :' :ri:
kelompokkan berdasarkan apakah yang terganggu
,---.:_ t,
_,.:::,
i.:;,:#ci
adalah darah yang masuk ke dalam, melalui, atau
-t,.jt5 keluar dari hati (Gbr. 76-2D.
1g il" :
MANIFESTASI
Asites
OBSTRUKSI ALIRAN Hepatomegali
KELUAR VENA HEPATIKA Nyeri abdomen
Trombosis vena hepatika Peningkatan
(sindrom Budd-Chiari) transaminase
Penyakit veno-oklusif lkterus
Gambar 16-24
Gangguan sirkulasi haii. Ditampilkan perbandingan berbagai bentuk dan manifestasi klinis gangguan aliran darah.
CAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU T 699
PELIOSIS HEPATIS
Pelebaran sinusoid terjadi pada semua keadaan
yang efluks darah hatinya terganggu. Peliosis hepatis
adalah suatu penyakit yang jarang yang dilatasinya
bersifat primer. Kelainan ini paling sering berkaitan
dengan pajanan ke steroid anabolik dan, yang jarang,
kontrasepsi oral dan danazol. Patogenesisnya tidak
diketahui. Meskipun tanda klinis umlrmnya tidak ada,
bahkan pada peliosis tahap lanjut, dapat terjadi per-
darahan intraabdomen atau gagal hati yang berpotensi
mematikan. Lesi peliotik biasanya menghilang setelah
pemberian obat dihentikan.
Gambar 16-27
Obstruksi Aliran Keluar Vena
Nekrosis perdarahan sentrilobulus (hati pala). Pada potongan Hepatika
sediaan, tampak pembuluh darah besar, hati tampak bebercak-
bercak merah, yang mencerminkan perdarahan di regio sentri- TROMBOSIS VENA HEPATIKA
lobulus parenkim. (STNDROM BUDD-CHtARt)
Sindrom Budd-Chiari semula digunakan untuk
menjelaskan oklusi trombotik vena hepatika yang akut
dan biasanya mematikan. Definisi tersebnt sekarang
kan suatu lesi khas, nekrosis hemoragik sentrilobulus telah diperluas untuk mencakup sindrom oklusif sub-
(Gbr. 16-26). Hati tampak bebercak, mencerminkan akut dan kronis, yang ditandai dengan hepatomegali,
perdarahan dan nekrosis di regio sentrilobulus, yang penambahan berat, asites, dan nyeri abdomen. Trom-
secara tradisional dikenal sebagai hati "pala" (Gbr. 16- bosis vena hepatika dilaporkan berkaitan dengan
27). Penyulit yang jarang pada gagal jantung kongestif (sesuai urutan frekuensi) polisitemia vera atau gang&r-
berat kronis adalah sklerosis kardiak. Pola fibrosis an mieloproliferatif lain, kehamilan, keadaan pasca-
hatinya khas, karena terutama bersifat sentrilobulus. partum, pemakaian kontrasepsi oral, hemoglobinuria
Kerusakan yang terjadi jarang memenuhi kriteria unluk nokturnal paroksismal, dan kanker intraabdomen,
diagnosis sirosis, tetapi istilah lama yang sudah men- terutama karsinoma hepatoselular. Semua keadaan ini
darah daging, sirosis kardiak, sulit dihapus. menyebabkan kecenderungan trombosis atau, pada
Pada sebagian besar kasus, safu-satunya bukti klinis kasus kanker hati, melambatnya aliran darah. Sebagian
nekrosis sentrilobulus adalah peningkatan transien kasus disebabkan oleh obstruksi mekanis terhadap
yang ringan sampai sedang kadar aminotransferase aliran keluar darah, misalnya oieh abses atau kista
serum. Kerusakan parenkim mungkin cukup untuk parasit yang masif, atau oleh obstmksi akibat trombus
menyebabkan ikterus ringan sampai sedang. atau tumor di vena kava inferior itu sendiri setinggi
vena hepatika. Sekitar 30% kasus idiopatik.
MORFOLOGI
Pada trombosis akut vena besar hati atau vena kava
inferior, hati membengkak, tampak merah-ungu, dan
kapsulnya tegang (Gbr. 16-28). Secara mikroskopis,
parenkim hati yang terkena memperlihatkan kongesti
dan nekrosis sentrilobulus yang parah. Fibrosis sentri-
lobulus terjadi pada kasus yang trombosisnya terbentuk
secara perlahan. Vena utama mungkin mengandung
trombus segar yang menyumbat, mengalami oklusi
subtotal, atau, pada kasus kronis, trombus lekat.
Gambar 16-28
Sindrom Budd-Chiari. Trombosis vena hati utama menyebabkan Angka kematian akibat sindrom Budd-Chiari akut
retensi darah yang ekstrem di hati. yang tidak diobah adalah ti.gg. Pembuatan segera pirau
BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU 701
'
vena portosistemik melalui pembedahan memungkinkan saluran vaskular berlapis endotel dengan stroma di
aliran balik mengalir melalui vena porta dan memperbaiki antaranya. Tumor tampak sebagai nodus diskret
prognosis secara bermakna; dilatasi langslng obstruksi merah-biru, biasanya bergaris tengah kurang dari 2 cm,
vena kava dapat dilakukan sewaktr-r angiografi. BentLrk dan sering terletak tepat di bawah kapsul. Makna klinis
kronis sindrom ini jauh lebih ringary dan sekitar sepanrh utamanya adalah jangan salah menyangka sebagai
pasien bertahan hidup setelah 5 tahun. tumor metastatik; biopsi jarum perkutis buta dapat
menyebabkan perdarahan intra abdomen yang parah.
Nodus hepatoselular jinak soliter atau multipel
PENYAKIT VENO-OKLUSIF dapat timbul di hati yang tidak mengalami sirosis.
Penyakit veno-oklusif, yang semula ditemukan pada Hiperplasia nodulnr fokal tarnpak sebagai nodris
para peminum teh yang mengandung alkaloid piro- berbatas tegas, tetapi tidak jelas berkapsul, dengan
lizidin di Jamaika, sekarang terutama timbul pada jaringan parut fibrosa di tengah dan diameter hingga
beberapa minggu pertama seLelah transplantasi beberapa sentimeter. Lesi ini diperkirakan merupakan
sumslrm tulang. Insidensi dapat mendekatt 25"hpada regenerasi nodular sebagai respons terhadap cedera
penerima cangkok sumslrm tulang alogeneik, dengan vaskular lokal dan bukan neopiasma per se. Hiper-
angka kematian melebihi 30%. Cabang-cabang vena plasia nodular fokal paling sering terjadi pada usia
hepatika yang kecil lenyap akibat pembengkakan dewasa muda hingga pertengahan dan tampaknya
subendotel dan kolagen retikular halus dengan derajat tidak menimbulkan risiko keganasan.
bervariasi. Penyebab diperkirakan adalah cedera toksik
pada endotel, seperti akibat kemoterapi dan terapi ADENOMA SEL HATI
radiasi yang diberikan sebelum transplantasi sumsum
tulang. Pada penyakit akut, terjadi kongesti sentri- Neoplasma hepatosit yang jinak ini cenderung
lobulus yang berat disertai nekrosis hepatoselular. timbulpada perempuan usia subur yang menggr-rnakan
Seiring dengan perkembangan penyakit, terjadi peng- kontrasepsi oral, dan tumor mengecil jika pemakaian
endapan jaringan parut di lumen venula dan kongesti hormon dihentikan. Tumor ini berupa nodus pr-tcat,
sentrilobulus berkurang. kuning-cokelat, atau berwama empedtr, berbatas tegas,
dan dapat ditemukan di mana saja di hati tetapi sering
di bawah kapsul. Garis tengah tttmor dapat mencapai
30 cm. Secara histologis, adenoma sel hati terdiri atas
DAN
'JuvtoR MtRtP-TUMoR
' :',FEruYAKtr
lembaran-lembaran dan genjel-genjel sel yang dapat
mirip hepatosit normal atau memperlihatkan variasi
dalam ukuran nukleus dan sel. Tidak terdapat saltrran
Hati dan pam mertlpakan dua organ viseral y*g
porta; di seluruh tumor tersebar pembuluh arteri dan
paiing sering terkena penyebaran kanker. Memang,
vena drainase. Adenoma sel hati bermakna karena dtta
neoplasmn hati yang tersering adslnh lcarsinoma
alasan: (1)jika terdapat sebagai massa intrahati, tumor
metastatik, dengan kolon, paru, dan payudara sebagai
ini dapat salah disangka sebagai karsinoma hepato-
tempat tumor primer tersering. Di seluruh dunia,
selular yang prognosisnya lebih buruk; dan (2) ade-
insidensi keganasan hati primer bervariasi sesuai
noma subkapsul berisiko mengalami ruptur, terutama
dengan prevalensi setempat faktor risiko, terutama
sewaktu kehamilan (di bawah pengaruh estrogen),
infeksiHBV.
menyebabkan perdarahan intraabdomen yang ber-
Massa di hati menimbulkan perhatian karena
bahaya. Tumor ini jarang berkembang menjadi karsi-
bermacam-macam alasan. Massa tersebut dapat
noma hepatoselular.
menyebabkan rasa penuh dan tidak enak di ulu hati
atau terdeteksi saat pemeriksaan fisik rutin. Pemeriksa-
an radiografik untuk indikasi lain mungkin secara
tidak sengaja mendeteksi massa di hati. Yang penting
Karsinoma Hati Primer
daiam diagnosis banding massa di hati adalah (1) Karsinoma primer di hati relatif jarang ditemukan
apakati terdapat penyakit hati yang mendasari, ter- di Amerika Utara dan Eropa Barat (0,5o/o sampai 2%
n tama sircsis, )rang risiko karsinoma hepatoselulamya dari semua kanker), tetapi2}'/' hingga 40% kanker di
cukup tinggi, dan (2) apakah massa tersebut tunggal banyak negara lain. Sebagian besar berasal dari hepa-
atau jarnak. Keialnan nomnaligpa lebihbesar kemung- tosit dan disebut karsinoma hepatosehtlar (HCC). Yang
kinamya tunggal pada hati yang normal, meskiptrn jauh lebih jarang adalah karsinoma yang berasal dari
beberhpa lesi (misa1, kista) rnungkin multipel. saluran empedu (kolangiokarsinoma) atau hrmor yang
merupakan campuran dari dua jenis sel' Dua bentuk
Te"armon -.!inak yang jarang adalah hepatoblastoma, suatu tumor
hepatoselular agresif pada masa anak, dan angio-
Lesi jinak 1'ang ierse;-ing adalatrr hemangiorna sarkoma yang sangat ganas, mirip dengan yang terjadi
kavernosa, vang ideirtik den;;arr yang terjadi di bagian di tempat lain (Bab 10). Angiosarkoma hati primer
tr-ihirJr iain i1-l;:ib 1..t). Lql; 1:ti1:riirs fc:ias ini ierdiri atas n".enlpakan tr.tmor yang menarik karena keterkaitannya
702. BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU
dengan pajanan ke vinil klorida, arsen, atau Thorotrast, Banyak bukti epidemiologis yang mengaitkan
dengan masa laten hingga beberapa dekade. infeksi HBV kronis dengan kanker hati, dan terdapat
- Epidemiologi. Terdapat perbedaan mencolok bukti kuat yang mengisyaratkan peran infeksi HCV.
dalam frekuensi HCC di berbagai negara di dunia, yang Penelitian molekular terhadap karsinogenesis HBV
erat kaitannya dengan prevalensi infeksi HBV. Angka memperlihatkan bahwa genom HBV tidak me-
insidensi tahunan di Amerika Utara dan Selatan, Eropa ngandung sekuensi onkogenik. Selain itu, tidak
utara dan tengah, dan Australia adalah 3 sampai 7 terdapat tempat selektif untuk integrasi DNA virus ke
(asus per 100.000 populasi, sedangkan yang insidensi- genom pejamu, sehingga tidak terjadi mutasi atau
nya pertengahan (hingga 20 kasus per 100.000) adalah pengaktivan proto-onkogen tertentu. Faktor berikut
negara di sekitar Mediterranea. Frekuensi tertinggi diperkirakan berperan:
ditemukan di Taiwan, Mozambik, dan Cina tenggara,
angka insidensi tahunan pada pria mendekati 150 per r Siklus kematian dan regenerasi sel yang berulang,
100.000. Cambaran rlmum pada daerah dengan seperti terjadi pada hepatitis kronis apa pr-rn sebab-
insidensi tinggi adalah onset keadaan pembawa HBV nya, penting dalam patogenesis kanker sel hati"
sejak masa bayi, setelah penularan vertikal dari ibu r Akumuiasi mutasi selama siklus kontinu pem-
yang terinfeksi. Keadaan pembawa yang kronis ini belahan sel akhirnya menyebabkan sebagian hepa-
meningkatkan risiko HCC pada masa dewasa sebesar tosit mengalami transformasi. Instabilitas genom
200 kali lipat. Di daerah-daerah ini, sirosis mungkin lebih besar kemungkinannya terjadi jika terdapat
tidak ditemukan pada hampir separuh pasien HCC. DNA HBV yang terintegrasi, danhal ini menimbr-rl-
Didunia Barat, di mana jarang terdapatpembawa HBV, kan penyimpangan kromosom, seperti delesi,
sirosis ditemukan pada 85% hingga 90% kasus HCC, translokasi, dan duplikasi.
yang sering timbul dari penyakit hati kronis lainnya. r Analisis molekular terhadap sel tumor pada orang
Di seluruh dunia, HCC terutama mengenai laki-iaki, yang terinfeksi HBV memperlihatkan bahwa setiap
dengan perbandingan antara 3:1 di daerah dengan kasus bersifat klonal dalam kaitannya dengan pola
insidensi rendah dan 8:1 di daerah yang insidensinya integrasi DNA HBV, yang mengisyaratkan integrasi
tinggi. Hal ini berkaitan dengan tingginya prevalensi virus mendahului atau menyertai proses trans-
infeksi HBV, alkoholisme, dan penyakit hati kronis formasi.
pada laki-laki. Di setiap daerah, orang berkulit hitam I Genom HBV mengkode suatu elemen regulatorik,
memiliki angka serangan(attnckrnte) sekitar empat kali protein X HBV, yang merupakan suatu aktivator
lebih besar daripada kulit putih. Di daerah dengan transkripsional tronsncting pada banyak gen dan
insidensi tinggi, HCC umumnya timbul pada masa terdapat di sebagian besar tumor dengan DNA HBV
dewasa (dekade ketiga hingga kelima), sedangkan di terintegrasi. Tampaknya di sel hati yang terinfeksi
daerah dengan insidensi rendah tumor ini paling HBV, protein X HBV mengganggu pengendalian
sering ditemukan pada orang berusia enam puluh pertumbuhal normai dengan mengaktifkan pro to-
hingga tujuh puluh tahun. onkogen sel pejamu dan mengacaukan kontrol daur
Patogenesis. Beberapa faktor yang relevan ter- sel. Protein ini juga
memiliki efek antiapoptotik.
hadap patogenesis HCC dibahas pada Bab 6. Hanya r Seperti pada virus papiloma manlrsia, iebagian
beberapa hal yang perlu ditekankan di sini. (tetapi tidak semua) studi mengisyaratkan bahwa
Telah dipastikan terdapat tiga keterkaitan etiologik protein HBV tertentu mengikat dan mengaktifkan
yang utama: infeksi oleh HBV, penyakit hati kronis gen penekan tumor TP53 (Bab 6).
(khususnya yang berkaitan dengan HCV dan alkohol),
Keterkaitan antara infeksi hepatitis C dan kanker
dan kasus khusus hepatokarsinogen dalam makanan hati cukup kuat. Memang, di banyak belahan dunia,
(terutama aflatoksin).
termasukJepang dan EropaTengah, infeksi HCV kronis
r Banyak faktor, termasuk usia, jenis kelamin, bahan merupakan faktor risiko terbesar terjadinya kanker
kimia, virus, hormory alkohol, dan gizi, berinteraksi hati. HCC pada pengidap hepatitis C hampir selalr"r
dalam pembentukan HCC. Sebagai contoh, penyakit timbul pada sirosis.
;/ang paling besar kemungkinannya menimbulkan Di daerah tertentu di dunia, seperti Cina dan Afrika
HCC, pada kenyataannya, adalah tirosinemia here- Selatan, tempat HBV endemik, juga banyak terladi
diter yang sangat jarang, hampir 40% pasien akan pajanan ke aflatoksin dalam makanan yang berasal
terjangkit tumor ini walaupun sudah dilakukan dari jamur A spergillus flauas. Toksin yang sangat karsi-
kontrol diet. nogenik ini ditemukan dalam kacang dan padi-padian
r Patogenesis pasti HCC mungkin berbeda antara yang "berjamur". Penelitian pada hewan memperlihat-
populasi prevalen-HBV insidensi-tinggi versus kan bahwa aflatoksin dapat berikatan secara kovalen
populasi dengan insidensi rendah (negara Barat), dengan DNA sel dan menyebabkan mutasi di proto-
yang penyakit hati kronis lainnya, seperti alkohoi- onkogen atau gen penekan tumor, terutama 7P53.
isme, HCV, dan hemokromatosis herediter lebih Namun, karsinogenesis tidak terjadi, kecuali jika hati
sering terjadi. aktif secara mitotis, seperti pada kasus hepatitis virus
r Skosis yang terjadi tampaknya merupakan konhibutor kronis dengan proses kerusakan dan perbaikan yang
penting, te tapi tidak mutlak, unLuk muncul HCC. berulang-ulan'g.
BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU T 703
Gambaran Klinis. Meskipun dapat bermanifestasi gonad (Bab 18). I'lamun, kndar ycng snngat tinggi (d"i atas
sebagai hepatomegali asimtomatik, karsinoma primer 1000 ng/mL) jnrnng ditemukan keuLnli parln HCC.
- hati sering ditemukan pada pasien dengan sirosis hati Perjalanan alamiah kanker hati primer (HCC dan
yang sudah memperlihatkan gejala penyakit tersebut. kolangiokarsinoma) memprihatinkan. Kesintasan me-
Pada para pasien ini, peningkatan pesit uktLran hati, dian adalah Tbttlan, dengan kematian akibat (1) kakek_
perburukan mendndak osiles, ntnu munculnyn asites sia berat, (2) perdarahan varises esofagus atau saluran
mengandung darnh, demnm, atnu nycri meng- cerna/ (3) gagal hati disertai koma hepatikum, atau (4)
,ynng
' isyaratknn kemungkinan timbttlnya
tttmor. pemeriksa_ walanpun jarang, ruptnr tumor djsertai perdarahan
an laboratorium bersifat membantu, tetapi tidak diag_ fatal. Salu-satunya harapan untuk kesembuhan adalah
nostik Sekitar 90% pasien memperlihatkan peningka"t_ reseksi tumor kecil secara bedah, angka kekambuhan
an kadar o-fetoprotein serum. Sayangnya, ;punulrdu" tetap lebih besar dari 60% pada5 tahun. pada pasien
tumor ini kurang memiliki spesifisitas karena pe- yang beruntung, HCC secara tidak sengaja teringkat
ningkatan derajat sedang juga ditemukan pada pada saat transplantasi hati atas indikasipenyakit hati
penyakit lain, seperti sirosis, nekrosis hati masif, hepa_ stadium-akhir, sebelum tumor tersebut menyebar ke
titis kronis, kehamilan normal, distres atau kematian organ_iain. Harapan terbaik untuk mengendalikan
janin, cacat neural tube pada janin seperti anensefalus
penyakit yang sangat berbahaya ini terletak pada pro-
dan sprna bifida (Bab 2Zi), dantumor iel germinativum gram terpadu untuk mengimunisasi populasi dunia
berisiko tinggi terhadap FIBV.
r
r
I Saluran Empedu
Meskipun penyakit saluran empedu tidak mendapat I Sekitar 1 juta pasien baru terdiagnosis mengidap
perhatian sebanyak penyakit lain, penyakit golongan batu empedu per tahun, dengan dua pertiganya
ini sangat sering ditemukan. Lebih dari ISZ penyikit menjalani pembedahan.
saluran empedu secara langsung disebabkan oleh r Angka kematian akibat pembedahan untuk bedah
kolelitiasis (bafu empedu) atau kolesistitis (peradangan saluran empedu secara keseluruhan sangat rendah,
kandung empedu). Di Amerika Serikat, biiya tahunan tetapi sekitar 1000 pasien meninggal setiap tahun
untuk mengatasi kolelitiasis dan penyulilnya adalah akibat penyakit batu empedu atau penyuiit pem-
6 milyar dolar, mencerminkanl/"dari dana perawatan
bedahan.
kesehatan AS dan hanya dikalahkan oleh penyakit
refluks gastroesofagus dalam biaya untuk perawatan Terdapat dua jenis utama batu empedu. Di Barat,
kesehatan dari penyakit saluran cerna. sekitar 80% adalah batu kolesterol, yang mengandung
kristal kolesterol monohidrat. Sisanya terutama terdiri
atas garam kalsium bilirubin dan disebutbatu pigmen.
. : ..,-
Patogenesis dan Faktor Risiko. Empedu adalah
!I PENYAKIT K,ANDUNG EMPEDU satu-satunya jalur yang signifikan untuk mengeluar-
kan kelebrhan kolesterol dari tubuh, baik sebagai koles-
Kolelitiasis (Batu Empedu) terol bebas maupun sebagai garam empedu. Kolesterol
Di negara Barat, batu empedu mengen aiI0"/o orang bersifat tidak larut air dan dibuat menjadi larut air
dewasa. Angka prevalensi orang dewasa lebih tinggl melalui agregasi melalui garam empedu dan lesitin
dinegara Amerika Latin (20%hngga40%) dan rendah yang dikeluarkanbersama-sama ke dalam empedu. Jika
di negara Asia (3% hingga 4%). Batu empedu me- konsentrasi kolesterol melebihi kapasitas soh_rbilisasj
nimbulkan masalah kesehatan yang cukup besar, empedu (supersatnrasi), kolesterol tidak iagi mampLi
seperti ditunjukkan oleh statistik AS ini: berada dalam keadaan terdispersi sehingga meng-
gumpal menjadi kristal-kristal kolesterol monohidrat
r Lebih dari20 juta pasien diperkirakan mengidap yang padat. Oieh karena itu, terdapat tiga kondisi yang
batu empedu, yang total beratnya beberapa ton. hams dipenuhi agar te4adi batu empedr-r kolesieroi
BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU ! 705
(1) empedu harus mengalami supersaturasi oleh koles- s Lingktmguz. Pengaruh estrogen, termasuk kontra-
terol, (2) pembentukan inti batu (nukleasi) dimungkin- sepsi oral dan kehamilan, meningkatkan penyerap-
kan secara kinetis, dan (3) kristal kolesterol yang ter- an dan sintesis koiesterol sehingga terjadi pe-
bentuk harus berada cukup lama di kandung empedu ningkatan ekskresi kolesterol dalam empedu. Ke-
agar dapat membentuk batu. Nukleasi dipercepat oleh gemukan, penrlrunan berat yang cepat, dan terapi
mikropresipitasi garam kalsium inorganik dan organik, dengan obat antikolesterolemia juga dilaporkan
yang berfungsi sebagai tempat nukleasi bagi batu berkaitan erat dengan peningkatan sekresi koles-
kolesterol: protein dalam empedu juga didugaberperan. terol empedu.
Stasis kandung empedu berperan penting dalam t Penyakit didapnt. Setiap keadaan dengan motilitas
pembentukan dan pertumbuhan batu. Seiring dengan kandung empedu yang berkurang mempermudah
semakin pekalnya empedu saat disimpan di kandung terbenbuknya batu empedu, seperti kehamilan, pe-
empedu, tingkat kejenuhan kolesterol di dalam empedu nurrlnan berat yang cepat, dan cedera medula spi-
ju ga semakin meningkat. nalis. Namun, pada sebagian besar kasus hipomoti-
Berdasarkan pertimbangan di atas, kita perlu me- litas kandung empedu timbul tanpa sebab yang jelas.
meriksa faktor risiko utama untuk batu empedu (Tabel ; Hereditqs. Selain etnisitas, riwayat keluarga saja
16-10). Namun,80% pasien denganbatu empedr-r tidak sudah menimbulkan risiko, demikian juga berbagai
memperlihatkan adanya faktor risiko selain usia dan kelainan herediter metabolisme, misalnya yang
jenis kelamin. berkaitan dengan gangguan sintesis dan sekresi
I Usitt dnn jenis kelnmin. Prevaiensi batu empedu garam empedu.
meningkat sellmur hidup. Di Amerika Serikat, Meskipun hubungan antara berbagai faktor risiko
kurang dari 5% hingga 6% populasi yang berusia untuk batu pigmen mmit, sudah jelas bahwa adanya
kurang dari 40 tahun mengidap batu, berbeda bilirr-rbin tidak terkonjugasi di saluran empedu me-
dengan 25% hingga 30% pada mereka yang berusia ningkatkan risiko pembentnkan batri pigmen, seperti
lebih dari 80 tahr.rn. Prevalensi pada perempuan yang teqadi pada anemia hemolitik. Endapan terutama
berkulit putih adalah sekitar dua kali dibandingkan terdiri atas garam kalsium bilirubinat yang tak-larut.
laki-1aki.
I Etnik dnn geogrnfik. Prevalensi batu empedu
kolesterol mendekati 75o/, padapopulasi Amerika
asli-suku Pima, Hopi, dan Navajo-sedangkan
pigmen jarang; prevalensi tampaknya berkaitan
batLr MORFOLOGI
dengan hipersekresi koiesterol empedu. Batu em-
Batu kolesterol timbul secara eksklusif dalam kandung
pedu lebih prevalen di masyarakat industri Barat empedu dan terdiri dari 50% hingga 100% kolesterol.
dan jarang di masyarakat yang sedang atau belum Batu kolesterol murnitampak kuning pucat; penambah-
berkembang. an proporsi kalsium karbonat, fosfat, dan bilirubin
menimbulkan warna putih abu-abu hingga hitam (Gbr.
16-31). Batu berbentuk ovoid dan padat; batu mungkin
Batu Kolesterol
Demografi: Eropa Utara,Amerika Utara dan Selatan,Amerika asli,
Amerika Meksiko
Usia lanjut
Hormon seks perempuan
Jenis kelamin perempuan
Kontrasepsi oral
Kehamilan
Kegemukan
Penurunan berat dengan cepat
Stasis kandung empedu
Kelainan herediter metabolisme asam empedu
Sindrom hiperlipidemia 1""r"' l""r' "l "'r" '1"'r"1"'r "'l
Batu Pigmen
0 1 2crv3 4 5
Demografi: orang Asia Iebih banyak daripada orang Barat, Gambar 16-31
pedesaan lebih banyak daripada perkotaan
Sindrom hemolitik kronls Batu empedu kolesterol. Manipulasi mekanis sewaktu koleslstektomi
lnfeksi saluran empedu laparoskopik menyebabkan fragmentasi beberapa batu empedu
Penyakit saluran cerna: penyakit ileum (misal, penyakit Crohn),
kolesterol, memperlihatkan bagian dalam yang berpigmen karena
reseksiatau bedah pintas ileum, fibrosis kistik diserlai
terperangkapnya pigmen empedu. Mukosa kandung empedu
insufisiensi pankreas.
memerah dan iregular akibat adanya kolesistitis akut dan kronis.
706 I BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU
duktus, nyeri bersifat kolik. Demam, mual, leukositosis, protektif rusak, sehingga epitel mukosa terpajan
dan lemah merupakan gejala klasik; adanya hiper- langsung ke efek detergen garam empedu. Prostaglan-
bilirubjnemia terkonjugasi mengisyaratkan obs truksi din yang dibebaskan di dalam dinding kandung
duktus biliaris komunis. Regio subkosta kanan sangat empedu yang teregang ikut berperan dalam peradang-
nyeri tekan dan kaku, akibat spasme otot abdomen; an mukosa dan mural. Peregangan dan peningkatan
kadang-kadang dapat diraba kandung emp€du yang tekanan intraltrmen juga dapat menggangu aliran
membesar dan nyeri tekan. Serangan ringan biasanya darah ke mukosa. Proses ini terjadi tanpa ada infeksi
mereda sendiri dalam t hingga 10 hari; namun, sering bakteri; baru setelah proses berlangsung cukup lama
terjadi kekambuhan. Sekitar 25oh pasien simtomatik terjadi kontaminasi oleh bakteri.
memperlihatkan gejala yang cukup berat sehingga di-
indikasikan menjalani intervensi bedah. KOLESISTITIS AKALKULOSA AKUT
Sebaliknya, gejala yang timbul akibat kolesistitis Antara 5% hingga 12% kandung empedu yang
kalkulosa akut (dibahas kemudian) biasanya tersamar diangkat atas indikasi kolesistitis akut tidak berisi batu
oleh keadaan klinis pasien yang umumnya parah. Oleh empedu. Sebagian besar kastts ini terjadi pada pasien
karena itu, diagnosis biasanya didasarkan pada indeks yang sakit berat: (1) keadaan pascaoperasi mayor
kecurigaan dokter. nonbiliaris; (2) trauma berat (misal, kecelakaan lalu
Kolesistitis kronis tidak memperlihatkan gejala lintas); (3) lukabakar luas; dan (4) sepsis. Diperkirakan
mencolok seperti pada bentuk akut dan biasanya terdapat banyak faktor yang berperan dalam kolesistitis
ditandai dengan serangan berulang nyeri epigastrium akalkulosa, termasuk dehidrasi, stasis dan pengendap-
atau kuadran kanan atas yang bersifat kolik atau an dalam kandung empedu, gangguan pembuluh
menetap. Mual, muntah, dan intoleransi terhadap darah, dan akhirnya kontaminasi bakteri.
makanan berlemak juga sering terjadi.
Diagnosis kolesistitis akut dan kronis biasanya
KOLESISTITIS KRONIS
didasarkan pada deteksi batu empedu atau dilatasi
Kolesistitis kronis mungkin merupakan kelanjutan
saluran empedu dengan ultrasonografi, biasanya
dari kolesistitis akut berulang, tetapi pada umtlmnya
disertai oleh tanda-tanda penebalan dinding kandung
keadaan ini trmbul tanpa riwayat serangan akut. Seperti
empedu. Penyakit ini perlu diperhatikan karena
kolesistitis akut, kolesistitis kronis hampir selalu ber-
penl'lrlit berikut:
kaitan dengan batu empedu. Namun, batu empedu
T Superinfeksi bakteri berupa kolangitis atau sepsis tampaknya tidak berperan langsung dalam inisiasi
I Perforasi kandung empedu dan pembenlukan abses peradangan atau timbulnya nyeri, terutama karena
lokal kolesistitis akalkulosa kronis memperlihatkan gejala
T Ruptur kandung empedu disertai peritonitis difus dan histologi yang serupa dengan bentuk kalkulosa.
T Fistula enterik empedu (kolesistenterik), disertai Supersaturasi empedu mempermudah terjadinya
drainase empedu ke organ di dekatnya, masuknya peradangan kronis dan, pada sebagian besar kasus,
udara dan bakteri ke dalam saluran empedu, dan pembenbukan batu. Mikroorganisme, biasany a Escher i-
kemungkinan obstruksi usus akibat batu empedu chia coli dan enterokokus, dapat dibiak dari empedtt
(ileus) pada hanya sekitar sepertiga kasus. Tidak seperti
Bertambah parahnya penyakit medis yang sudah kolesistitis kalkulosa akut, obstruksi aliran keluar
ad4 disertai dekompensasi jantung, paru, hati, atau kandung empedu oleh batu pada kolesistitis kronis
ginjal. bukan merupakan prasyarat. Bagaimanapun, gejala
kolesistitis kronis mirip dengan gejala benbLrk akut dan
berkisar dari kolik biliaris hingga nyeri kuadran kanan
KOLESISTITIS KALKULOSA AKUT atas indolen dan distres epigastrium. Karena sebagian
Peradangan akut kandung empedu yang me- besar kandung empedu yang diangkat saat bedah
ngandung batu disebut kolesistitis kalkulosa akut dan elektif untuk babu empedu memperlihatkan gambaran
dipicu oleh obstruksi leher kandung empedu atau kolesistitis kronis, harus disimpulkan bahwa gejala
' duktus. sistikus. Penyakit ini adalah penyulit utama saluran empedu timbul setelah adanya batu empedu
tersering pada batu empedu dan penyebab tersering dan peradangan ringan secara bersama-sama dan
dilakukannya kolesistektomi darurat. Gejala mungkin dalam jangka waktu lama.
timbul sangat mendadak dan merupakan suatu ke-
daruratan bedah akut. Di pihak lain, gejala mungkin
ringan dan mereda tanpa intervensi medis. GANGGUAN SALURAN EMPEDU
Kolesistitis kalkulosa akut pada awalnya adalah EKSTRAHATI
akibat iritasi kimiawi dan peradangan dinding
kandung empedu dalam kaitannya dengan hambatan Koledokolitiasis dan
aliran keluar empedu. Fosfolipase yang berasal dari Kolangitis Asendens
mukosa menghidrolisis lesitin empedu menjadi liso-
lesitin, yang bersifat toksik bagi mukosa. Lapisan Kedua keadaan ini dibahas bersama karena sering
mukosa glikoprotein yang secara normal bersifat terj a di b ers am a-sam a. KoI e dokolit irt s is adalah a d anya
708. BAB ,16 HATI DAN SALURAN EMPEDU
batu di daiam saluran empedu. Di negara Barat, hampir merupakan penyebab tersering kematian akibat
semrla batu berasal dari kandung empedu; di Asia, penyakit hati pada masa anak-anak dan merupakan
insidensi pembentukan batu, biasanya berpigmen, di penyebab lebih dari separuh anak yang dirujuk untuk
duktus primer dan intrahati jauh lebih tinggi. Koledo- transplantasi.
kolitiasis mungkin tidak langsung menghambat saluran Gambaran utama pada atresia biiiaris adalah (1)
utama empedu; batu asimtomatik ditemukan pada peradangan dan strikfr,rr fibrotik dukLLrs hepatikus atau
sekitar 10% pasien pada saat kolesistektomi bedah. duktus biliaris komunis; (2) peradangan saluran utama
Gejala dapat timbul karena (1) obstruksi empedu, (2) empedu intrahati; (3) gambaran mencolok obstruksi
pankreatitis, (3) kolangitis, (4) abses hati, (5) penyakit empedu pada biopsi hati (yaitu proliferasi duktulr.rs
hati kronis disertai sirosis biliaris seknnder, atau (6) empedu yang mencolok, edema dan fibrosis traktus
kolesis titis kalkulosa akut. porta, dan kolestasis parenkim); dan (4) fibrosis
Kolnngitis adaiah istilah yang digunakan untuk periporta dan sirosis dalam 3 hingga 6 bulan setelah
peradangan akut dinding saluran empedu, yang lahir.
hampir selalu disebabkan oleh infeksi bakteri pada Perjalanan Penyakit. Bayi dengan atresia biliaris
lumen yang secara normal steril. Kelainan ini dapat bermanifestasi sebagai kolestasis neonatus, seperti
terjadi akibat setiap lesi yang menghambat aliran dibahas sebelumnya. Pasien rnemiliki berat lahir nor-
empedu, teruLama koledokolitiasis, dan diketahui mal dan mengalami pertambahan berat setelah lahir,
dapat merupakan penyuiit dari rekonstruksi Roux-en- sedikit lebih banyak pada anak perempuan, dan
Y saluran empedu. Penyebab yang jarang antara lain perkembangan tinja yang semuia normal menjadi tinja
adalah tumor, ka te ter atau in dw ell in g st ents, pankrea- akolik seiring dengan perkembangan penvakit. Temuan
titis akut, dan striktr"rr ringan. Bakteri kemungkinan laboratorium tidak dapat membedakan antara atresia
besar masuk ke saluran empedu melalui sfingter Oddi, biliaris dan kolestasis intrahati, tetapi biopsi hati mem-
dan bukan melalui rute hematogen. Kolangitis berikan bukti obstruksi saluran empedu pada 90%
asendens mengaclr pada kenyataan bahwa sekaii kasus atresia biliaris. Transplantasi hati masih merltpa-
berada di dalam sahrran empedu bakteri cenderung kan terapi yang definitif. Tanpa intervensi bedah,
menginfeksi cabang saluran empedu intrahati. Bakteri pasien biasanya meninggal dalam usia sekitar 2 tahun.
tersebut biasanya adalah aerob negatif-gram usus
seperti E. coli, Klebsielln, Clostridium, Bocteroides, atau
Enterobscter; streptokokus grllp D jr,rga sering, dan
pada separuh kasus ditemukan dua atar-r lebih TUMOR
organisme. Di sebagian populasi dunia, kolangitis Karsinoma Kandung Empedu
parasit merupakan masalah yang signifikan. Fnscioln
hepaticn atau skistosomiasis di Amerika Latin dan Di antara berbagai kanker saluran empedu ekstra-
Timtrr Tengah, Clonorchis sinensis atav Opisthorchis hati, karsinoma kandung empedu jauh lebih prevalen
ztiaerrini di Timur Jauh, dan kriptosporidiosis pada dibandingkan dengan kanker yang timbul di saluran
pasien dengan sindrom imunodefisiensi didapat. empedu (2 hingga 4 : 1). Kanker ini merupakan kanker
Kolangitis bakteri biasanya menyebabkan demam, kelima tersering di saluran cerna, sedikit lebih sering
menggigil, nyeri abdomen, dan ikterus. Bentr-rk terparah pada perempuan, dan paling sering timbul pada usia
kolangitis adalah kolangitis supurativa, yang empedu 70an. Kanker ini jarang ditemukan pada stadium yang
purulennya memenuhi dan meregangkan saluran masih dapat direseksi, dan angka ketahanan hidup 5
empedu, disertai risiko terbentuknya abses hati. Karena tahun masih hanya sekitar 17o. Batr.r empedr-r ditemukan
risiko utama pada pasien kolangitis adalah sepsis pada60'k hingga 90% kasus. Namun, di Asia, tempat
bukan kolestasis, harus dilakukan diagnosis dini dan penyakit piogenik dan parasit dalam saluran empedu
interwensi segera. lebih sering terjadi, batLr empedu tidak terlalu penting.
Diperkirakan, kandung empedu yang mengandung
Atresia Biliaris batu atar-r terinfeksi teqangkit kanker akibat trauma
berulang dan peradangan kronis. Peran turunan
Neonatus dengan gejala kolestasis telah dibahas karsinogenik asam empedu masih belum jelas.
sebelumnya dalam konteks hepatitis neonatus. pe-
nyebab utama koiestasis neonatus adalah atresia
biliaris, yang menyebabkan sekitar sepertiga kasus
kolestasis neonatus dan terjadi pada sekitar 1 dari
10.000 kelahiran hidup. Atresia biliaris didefinisiknn
MORFOLOGI
sebngai obstrtksi totnl nliran empedtL akibat kertLsaknn Kanker kandung empedu memperlihatkan pola per-
ntutr tidok adanya sebagicn ntnu seluruh saluran tumbuhan eksofitik atau infiltratif. Pola infiltratif lebih
empedu ekstrahnti. Penyakit ini bukan atresia sejati, sering terjadi dan biasanya tampak sebagai daerah
tetapi lebih merupakan suatu penyakit peradangan penebalan dan indurasi difus di dinding kandung
didapat yang sebabnya tidak diketahr-ri. Penyakit ini empedu yang mungkin berukuran luas beberapa senti-
BAB 16 HATI DAN SALURAN EMPEDU T 709
- ,., . .:-,
Gambar 16-33
Adenokarsinoma kandung empedu. Kandung empedu yang telah GarnL:ar "l 6*,i4
dibuka memperlihatkan sebuah tumor eksofitik besar yang pada
dasarnya memenuhi lumen. Adenokarsinoma kandung empedu. Struktur kelenjar ganas terdapat
didalam dinding kandung empedu yang mengalami flbrosis.
I
r
r Pankreas
MICHAEL J. CLARE-SALZLER, MD
JAMES M. CRAWFORD, MD. PhD
VINAY KUMAR, MD
-.'i ,,..
;>i*1 li. . ":
l"
Pankreas sebenarnya adalah dua organ yang
menjadi satu. Sekitar 85% hingga 90% pankreas adalah
kelenjar eksokrin yang mengeluarkan enzim yang
:fi PANKREAS EKSOKRTN
diperlukan untuk mencerna makanan. Sepuluh hingga Penyakit padg pankreas eksokrin relatif jarang di-
lima belas persen substansi pankreas sisanya adalah temukan dalam praktek klinis, tetapi dapat mem.
kelenjar endokrin, terdiri atas pulau (islet) Langerhans bahayakan nyawa selringga diperlukan tingkat ke-
yang mengeluarkan insulin, glukagon, dan berbagai curigaan yang tinggi untuk mengenali penyakit ini.
hormon lain. Penyakit paling signifikan pada pankreas Hanya tiga penyakit tersering yang akan dibahas.
eksokrin adalah fibrosis kistik (Bab 7), pankreatitis akut P ankr e s t i t is aku t dap atbersif a t sr-rbklinis a tau mutagkin
dan kronis, dan karsinoma. Dari segi morbiditas dan menimbulkan abdomen akut parah yang menyebabkan
mortaiitas, diabetes melitr,rs (penyakit pada pankreas kematian,dalam beberapa hari. Psnkrentitis kronis
endokrin) mengatasi semua penyakit pankreas menyebabkan nyeri abdomen yang tidak terlalu parah,
lainnya. bersama dengan malabsorpsi yang terjadi, dapat
t l:,
11,
711
712 f BAB 17 PANKREAS
Pankreatitis
PANKREATITIS AKUT
Peradangan pankrens, ynng hampir selalu berkaitan
dengan cedero sel asinus, disebut pankreatitis. Secara
klinis dan histologis, pankreatitis memperlihatkan
suatu spektrum, baik dalam durasi maupun keparahan.
Pankreatitis akut ditandai dengan nyeri atdomen
mendadak akibat nekrosis dan peradangan enzimatik (!arlhar'i,r'--
pada pankreas. Biasanya terjadi peningkatan kadar
enzim pankreas dalam darah dan urine. pengeluaran Pankreatitis akut. Tampak suatu regio nekrosis lemak yang meluas
lipase pankreas menyebabkan nekrosis lemak di dan (kiri atas), menekan jaringan adiposa yang masih uluh(kii bawah),
dan adanya perdarahan (kanan).
sekitar pankreas; pada bentuknya yang paling parah,
terjadi kerusakan pembuluh darah yang
perdarahan ke dalam parenkim organ ini ^erryebibi.un
(pankreatitis
hemoragik akut). Meskipun jarang, pankreatitis akut
yang parah dapat menj adi penyakit yan g mengancam
nyawa sehingga memerlukan diagnosis cepat dan di lemak intraabdomen, misalnya omentum dan mesen-
terapi segera. terium usus, bahkan di luar rongga abdomen, seperti
di subkutis. Selain itu, pada sebagian besar kasus
rongga peritoneum mengandung cairan serosa, sedikit
keruh, kecoklatan, dan mengandung globulus lemak
(berasal dari kerja enzim pada jaringan adiposa). Seiring
dengan waktu, cairan ini dapat mengalami infeksi
MORFOLOGI sekunder sehingga terjadi peritonitis supurativa.
Sekuele yang sering terjadi pada pankreatitis akut
Morfologi pankreatitis akut disebabkan langsung oleh adalah pseudokista pankreas. Jaringan nekrotik pan-
kerja enzim aktif pankreas yang dilepaskan ke dalam kreas yang mencair diselubungi oleh jaringan fibrosa
substansi pankreas. Empat perubahan mendasar ada- sehingga terbentuk suatu rongga kistik, yang tidak
lah (1) destruksi proteolitik substansi pankreas, (2) mengandung lapisan epitel di dindingnya. Drainase
nekrosis pembuluh darah disertai perdarahan inter- sekresl pankreas ke dalam ruang ini (berasal dari salur-
stisium, (3) nekrosis lemak oleh enzim lipolitik, dan an pankreas yang rusak) dapat menyebabkan pem-
(4) reaksi peradangan akut. Luas dan predominansi besaran massif kista setelah beberapa bulan atau
setiap perubahan di atas bergantung pada lama dan tahun.
keparahan proses.
Kelainan histologis paling khas pada pankreatitis
akut adalah fokus nekrosis lemak (Bab 1) yang terjadi
di lemak stroma dan peripankreas serta dalam endapan
lemak di seluruh rongga abdomen (Gbr. 17-1). Kelainan
ini terjadi akibat kerusakan sel lemak oleh enzim; sel
lemak bervakuola berubah menjadi bayangan kerangka
membran sel yang terisi oleh endapan merah muda,
granular, dan opak. Bahan granular ini berasal dari
hidrolisis lemak. Gliserol yang dibebaskan kemudian
direabsorpsi, dan asam lemak yang dibebaskan akan
berikatan dengan kalsium untuk membentuk garam tak-
larut yang mengendap di tempat. Endapan ini tampak
sebagai kalsifikasi flokulen pada radiografi abdomen,
dan berwarna basofilik pada sediaan histologis yang
diwarnai secara rtttin.
Penampakan makroskopik khas bentuk terparah
pankreatitis akut, pankreatitis hemoragik akut, adalah
tiamban'i 7 .?-
daerah perdarahan biru-hitam diselang-selingi oleh
daerah perlunakan nekrotik, dan ditebari oleh fokus Pankreatitis akut. Pankreas telah disayat melintang untuk memper-
nekrosis lemak yang tampak kuning-putih seperti kapur lihatkan daerah gelap perdarahan di substansi pankreas dan fokus
(Gbr. 17-2). Fokus nekrosis lemak juga dapat ditemukan
nekrosis lemak pucat di lemak peripankreas (krr afas).
BAB 17 PANKREAS T 713
Etiologi dan Patogenesis. Diketahui terdapat sekitarpankreas, merusak serat elastik pembuluh darah
berbagai keadaan predisposisi untuk pankreatitis akut sehingga terjadi kebocoran vaskular. Tripsin aktif juga
yangdapat dikeiompokkan ke dalam empat kategori mengubah prakalikrein menjadi bentuk aktifnya
(Tabel 77-7).Yang tersering adalah batu empedu dan sehingga sistem kinin menjadi aktif dan, melalui peng-
alkoholisme, yang bersama-sama menyebabkan sekitar aktifan faktor Hageman, memacu sistem pembekuan
80% kasus. Sisa penyebab spesifik jarang ditemukan, dan komplemen. Dengan cara ini, terjadi trombosis
dan 10% hingga2}ok pankreatitis akut tidak jelas mem- pembuluh halus (yang dapat menyebabkan kongesti
perlihatkan adanya faktor predisposisi. dan pecahnya pembuluh yang sudah melemah). Akibat
Perubahan anatomik pada pankreatitis akut Iain pengaktifnn prematur enzim sdnlah respons
mencerminkan dua kejadinn mendasar: autodigesti cedera sel ssinus. Sel asinus yang rusak mengeluarkan
substsnsi pankreas oleh enzim pankreas yang aktif, sitokin poten yang menarik neutrofil dan makrofag. Sel
dan respons cedera sel yang diperantartri oleh sitokin- radang ini kemudian mengeluarkan lebih banyak
sitokin proinflnmasi. Pankreas dalam keadaan normal sitokin, seperti faktor nekrosis tnmor, interleukin 1,
terlindung dari autodigesti oleh sintesis enzim pan- oksida nitrat, dan platelet-actiaating factor ke dalam
kreas di sel asinus dalam bentuk proenzim, dan oleh jaringan pankreas dan sirkulasi sehingga terjadi ampli-
terbungkusnya berbagai proenzim ini dalam membran fikasi respons peradangan lokal dan sistemik.
(granula zimogen) di dalam sel asinus sebelum sekresi. Langkah kunci awal tampaknya adalah pengaktif-
Apabila terjadi stimulasi untuk sekresi, granula an prematur enzim (khususnya tripsinogen) dan
zimogen mengeluarkan isi proenzirnnyake dalam lu- retensinya di dalam sel asinus. Mekanisme bagaimana
men apeks untuk disalurkan melalui duktus pankrea- tripsinogen tersebut diaktifkan secara tidak benar ini
tikus ke lumen duodenum. Berbagai proenzim tersebut masih belum jelas. Dua kemungkinan sedang diteliti:
kemudian diaktifkan menjadi enzim sehingga dapat autoaktivasi di dalam granula zimogery dan pengaktif-
melaksanakan tugas enzimatiknya. Di antara berbagai an oleh katepsin B di lisosom. Autoaktivasi diper-
aktivator yang diduga berperan, tripsin dianggap mudah oleh pH yang rendah dan meningkatnya
paling penting. Tripsin itu sendiri disintesis di sel ssinus kalsium intrasel, tetapi bagaimana perubahan ini terladi
sebagai proenzim tripsinogen. Setelah terbentuk, tripsin lingkungan intrasel masih belum diketahui. Peng-
mengaktifkan proenzim lain, seperLi profosfolipase dan aktifan oleh katepsin B dianggap terjadi karena granula
proelastase. zimogen yang mengandung tripsinogen salah
Pada pankreatitis akut, proenzim mengalami diarahkan ke lisosom (yang diketahui mengandung
pengaktifun dan keluar dari grnnula zimogen di dalam katepsin B) di dalam sel asinus. Kesalahan lalu lintas
sel ssinus. Enzim yang telah aktif ini menyebabkan tripsinogen ini menyebabkan zat ini diaktifkan di
disintegrasi sel asinus dan jaringan lemak di dan dalam sel dan bukan di lumen duodenum (lihat
sebelumnya). Tidak diketahui mana dari kedua jalur
pengaktifan intraasinus tripsinogen ini yang iebih
dominan. Namun, peran sentral pengaktifan tripsino-
gen pada pankreatitis akut didukung oleh penelitian
terakhir mengenai dasar molekular suatu bentuk
herediter pankreatitis yang jarang ditemukan. Pada
Tabel 17.1 FAKTORETIOLOGI PADAPANKREATITIS
penyakit dominan autosom ini, mutasi di gen tripsi-
AKUT
nogen menghambat inaktivasi tripsin sehingga enzim
ini bebas memicu jenjang reaksi yang menyebabkan
Metabolik
autodigesti pankreas.
Alkohol
Pankreatitis akut terjadi pada dua keadaan primer:
Hipedipoproteinemia
Hiperkalsemia obstruksi duktus pankreatikus (misal, oleh batu
Obat (misal, diuretik tiazida) empedu atau oleh batu intrapankreas yang terbentuk
Genetik pada alkoholisme) dan cedera langsungpada sel asinus
Mekanis (Gbr. 17-3). Obstruksi duktus pnnkrentikus, khususnya,
Batu empedu
dianggap penting dalam patogenesis pankreatitis akut
Cederatraumatik yangberkaitan denganbalu empedu. Duktus koledokus
Cedera perioperasi menyatu dengan duktus pankreatiku s utarna p ada7 0o/,
Pembuluh darah
orang normal. Obstruksi saluran keluar bersama,
biasanya akibat batu yang menekan ampula Vateri,
Syok
Ateroembolus
meningkatkan tekanan di dalam duktus pankreatikus.
Poliarteriiis nodosa Pada75"k sampai 80% pasien dengan kolelitiasis dan
pankreatitis, batu empedu dapat ditemukan di ampula
lnfeksi
atau di tinja. Derajat kerusakan pankreas tampaknya
Parotitis
proporsional dengan durasi obstruksi ampula akibat
Coxsackievirus
Mycoplasma pneumoniae
bahr empedu tersebut. Namun, tampaknya tidak terjadi
refluks empedu k9 dalam pankreas, dan getah empedu
714 t BAB 17 pANKREAS
Kolelitiasis
Obstruksi ampula
Alkoholisme kronik Gambar 17-3 I
Pengendapan di duktus
I PANKREATITIS
HEREDITER
Perkiraan'patogenesis pan-
Edema interstisium kreatitis akut.
t
Gangguan aliran darah
Aktivasi tripsinogen
tntrasel
Mutasi di tripsinogen
kationik
I
t
lskemia
f
Aktivasr dan retensi
proenzim lain
intrasel
I
v
Cedera sel isinus
Perdarahan
(elastase)
PANKREATITIS AKUT
tidak masu(ke pankreas meialui ampula yang melebar langsung pada sel asinus. Banyak pakar sekarang
setelah batu berlalu. Tampaknyu, obstr.rkri mekanis beranggapan bahwa sebagian beiar kisus pankreatitii
percabangan salltran empedu distal saja sudah me_ alkoholik mernpakan eksaserbasi mendadak darj
madai untuk menimbulkan cedera. pertama, obstrul<si penyakit kronis yang bermanifestasi sebagai pankrea_
menyelrabkan edema interstisium, yang diperparah titis akut de norro. Mennrut pandangan ini, ingesti
oleh stimulasi sekresi pankreas yang terjadi jika alkohol kronis menyebabkan iekresi .ii.u,-, pank-reas
empedu tersumbat. Diperkirakan edema kemudian kaya-protein sehingga terbentr_rk endapan prolein yang
menyebabkan gangguan aliran darah di dalam menyumbat salnran pankreas hahrs yang diikuti oleh
srlbstansi pankreas sehingga terjadi cedera iskemik rangkaian kejadian seperti telah diterangkan.
pada sel asinlts. Mekanisme spesifik bagaimal-ra proses
Gambaran Klinis. Nyeri nbdonzen adalah tanda
ini.mengaktifkan secara prematur proenzim asinus Lltama pankrealitis akut. Keparahan ben ariasi seslrai
rui-11h belum jelas. Cedern pritner sel isinttspaling jelas Iuascedera pankreas. Nyeri mungkin ringan dan dapat
terlibs.l.i31um patogenesis pankreatitis akutJang ditoleransi, atau parah darr membuat pasien tidak
disebabkan oleh virus tertentu (misal, parotitisj dai berdaya. Ynng khns sdslnh tokssi di epignstriLLm tle
obal serta setelah trauma. ngnn penyebarnn ke putggrrng. pasien dengan nekrosis
.r r:-,$eperti telah d isebu tkan, nlkohollsrle merupakan
dan perdarahan pankreas yang hras r-nengalami ke-
faktirr, :predisposisi kua t terj adinya pankrea ti tis aku daruratan medis yarng irarns dibeclakan dengan kausa
U
namlin, bagaimana ca$a aikohol memictl pankreatitis lain abdomen aknt, seperti perforasi ulkus peptik,
masih,belum diketahui;,F-gfl a beberapa model eksperi_ kolesistitis akut, dan infark
r_rsus. Syok, suatu gartrbaral
qiental, alkohol'mensensitisasi sel asinus sehingga
yang sering ditemukal pada pankreatitis akr.rt, disebab_
rentan terh4dap cedera oleh bahan lain. juga dipostu_ kan tidak saja oleh perdarahan pankreas, tetapi juga
lasikan adanya peningkatan transien sekreii eksokrin oleh pembebasan zat vasodilator, seperti braclikinin
pankreas,. kontraksi sfingter Oddi, dan efek toksik dan prostaglandin. Peningkatan kadar amilase seninr
BAB 17 PANKREAS I 715
merllpakan temuan diagnostik yang sangat penting. bentuk agregat laminar (batu) yang mengandung
Kadar amilase meningkat dalam 72 ja:rn pertama dan presipitat kalsium karbonat. Salah satu hipotesis me-
sering-turun kembali ke normal dalam 48 hingga 72 nyatakan bahwa pada pecandu alkohol terjadi
jam. Meskipun peningkatan enzim ini dapat disebab- penurunan sekresi suatu protein asinus yang secala
kan oleh berbagai penyakit lain, termasuk perforasi normal menghambat pengendapan kalsium. Dengan
ulkus peptik, karsinoma pankreas, obstruksi lrsus, peri- berkr-rrangnya protein yang disebr,rt litostatin ini, terjadi
tonitis, dan segala penvakit yang secara sekunder peningkatan kalsifikasi sehingga obstruksi salnran
mengenai pankreas, sebagian penyakit ini tidak me- kecil dan atrofi lobulus pankreas semakin parah.
nyebabkan peningkatan kadar yang mencolok di- Pankreatitis akut itu sendiri memicu serangkaian fib-
bandingkan dengan pankreatitis akr"rt. Kadar lipase rosis perilobulus, distorsi duktus, serta perubahan
serum juga meningkat dan tetap tinggi setelah kadar sekresi pankreas dan aliran duktus sehingga mudah
amilase serllm kembali ke normal (7 hingga 10 hari). terjadi gangglran "nekrosis-fibrosis" kronis. Yang
likn digtLnnknn bersnms-ssma, kndsr nmilsse don li- terakhir, malnutrisi kalori protein tampakrrya berperan
pase serunl mertLpakon pemeriksnan ynng snngnt penting dalam pankreatitis tropis di Asia Tenggara dan
sensitif dnn spesifilc urtttLk pnnkrestitis n/cul. Visriali- sebagian Afrika, yang konsumsi alkohoinya sangat
sasi langsung pankreas yang membesar dan meradang rendah.
dengan high resoltttion contpttted tomogrophy (CT) ber- Penelitian terakhir mengungkapkan bahwa sekitar
manfaat dalam diagnosis pankreatitis dan komplikasi sepertiga pasien dengan pankreatitis kronis idiopatik
(misal, pseudokista). Sering terjadi hipokalsemia, mengalami mutasi di gen crlstic fibrosis trsnsntem-
diperkirakan karena kalsium berkurang akibat berikat- brnne conductnnce regulator (CFTR). Seperti teiah
an dengan asam lemak yang dibebaskan dari hidrolisis diketahui, mutasi di gen CFTR menimbulkan fibrosis
lemak di abdomen. lkterus, hiperglikemia, dan kistik, biasanya disertai oleh atrofi pankreas. Gen CFTR
glikosuria muncul pada kurang dari sepamh pasien. memperantarai sekresi getah pankreas alkalis yang
Angka kematian pada pankreatitis akut berat kaya bikarbonat. |ika fungsi CFTR tergarrggu, terjadi
adalah tinggi, sekitar 20% hingga 40%. Kematian penlLrlrnan cairan intralumen dan kadar bikarbonat
biasanva disebabkan oleh syok, sepsis abdornen serta pH. Keadaan ini mengurangi kelarr,rtan protein
sekunder, atau sindrom gawatnapas akut. Pasienyang rrang disekresikan sehingga sekresi menjadi lebih kental
pulih harus dievaluasi untnk mencari ada tidaknya dan lekat serta cenderr.rng menytrmbat duktus. Menarik
batr-r empedu; jika ada, diindikasikan kolesistektomi nnttrk dicatat bahwa pndn pnsien dengan pnnkrentitis
tintr-rk mencegah serangan lebih lanjtrt. kronis idiopatik ynng bcrkniton dengnn mutnsi CFTI<,
gnmbnrarL klinis fibrosis kistik lninntla binsnnyn tidnlc
ndn dnn kndnr kloridn di dslam keringnt normsl. Mr"rtasi
PANKREATITIS KRONIS di gen CFTR pada pasien ini berbeda dengan mutasi
Pankrestitis kronis ditandni dengnn sertngiln pada fibrosis kistik. Pada fibrosis kistik, defek sekretorik
bertLlnng perndnngnn pnnkreas ringan hinggn sednng, di duktus pankreas jauh lebih parah sehingga pan-
disertsi berktrrnngntla secara terus-menerus parenkint kreas mengalami atrofi sejak aw;rl penyakit dan tidak
pankrens yang dignntikan oleh jaringan fibrosa. Per- terjadi pankreatitis kronis. Keterkaitan antara mtttasi
bedaan ntama antara pankreatitis akut dan kronis ada- CFTR dan pankreatitis kronis memperlihatkan adanya
lah apakah pankreas masih normal sebelum serangan heterogenitas manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh
simtomatik atau sudah mengalami kerusakan kronis; disfr-rngsi CFTR. Semakin banyak penyakit yang me-
pembedaan ini mungkin mustahil diterapkan dalam ngenai satu organ, seperti pankreatitis atatt azoosper-
situasi klinis. Penyakit memiliki manifestasi beragam mia obstrr-rktif, dilaporkan berkaitan dengan mutasi
danpaling sering mengenai laki-laki usia pertengahan, spesifik CFTR.
terutama pecandu alkohol. Penyakit saluran empedu
tidak terlalu berperan pada pankreatitis kronis diban-
dingkan pada pankreatitis akut, tetapi hiperkalsemia
dan hiperlipoproteinemia mempermudah terjadinya MORFOLOGI
pankreatitis kronis. Hampir separuh pasien tidak Pada pankreatitis kronis, pankreas beruball menjadi
memperlihatkan adanya faktor predisposisi sehingga organ yang fibrotik disertai atrofi luas kelenjar eksokrin
dikatakan mengidap pankreatitis idiopatik. {Gbr. 17-4), kadang.kadang tanpa mengenai islet.
Patogenesis pankreatitis kronis masih belum jelas, Biasanya ditemukan infiltrat peradangan kronis di
dan perbedaan antara patogenesis pankreatitis akut sekitar lobulus dan duktus, dan terjadi obstruksi
dan kronis masih samar. Hipersekresi protein dari sel {dengan derajat bervari:isi) dukius pankreas dari semua
asinus tanpa adanya peningkatan sekresi cairan mem- ukuran oleh sumbat protein. Secara makroskopis,
permudah pengendapan protein yang, jika bercampur kelenjar mengeras, kadang-kadang disertai duktus yang
dengan debris sel, membentuk sumbat duktus. Sumbat- sangat melebar dan daerah kalsifikasi. Pseudokista
yang serupa dengan yang ditemukan pada pankreatitis
an semacam ini ditemukan pada semlla bentuk
akut juga dapat ditemukan, baik di dalarn atau di luar
pankreatitis kronis, tetapi pada pasien pecandu
substansi pankreas.
alkohol, sumbat ini mungkin membesar dan mem-
716. BAB 17 PANKREAS
Karsinoma Pankreas
Istilah karsinoms pankrens memiliki arti karsinoma
yang mllncul di bagian eksokrin kelenjar. (Tumor sel
islet yang jauh lebih jarang timbul akan dibicarakan
kemudian.) Karsinoma pankreas sekarang menjadi
penyebab tersering kelima kematian akibat kanker di
Amerika Serikat, hanya dikalahkan oleh kanker paru,
kolon, payudara, dan prostat. Insidensinya tidak
berubah selama 50 tahun terakhir. Saat ini, setiap tahun
;,"t,1 teridentifikasi 28.000 pasien baru, dengan kurang dari
'".;.li 5% yang diperkirakan bisa bertahan lebih dari 5 tahun.
.. .:i
Angka ini lebih mencemaskan jika kita pertimbangkan
bahwa hanya sedikit petunjuk tentang kausa kanker
pankreas. Diketahui terdapat satu keterkaitan yang
konsisten: angka insidensi beberapa kali lebih tinggi
pada para perokok daripada bukanperokok. Tidak ada
bukti yang meyakinkanbahwa konsumsi alkohol atau
kopi berkaitan dengan kanker pankreas. Insidensi
Gambar 17-4 puncak terjadi pada usia antara 60 dan 80 tahun.
Pankreatitis herediter (yang jarang ditemukan) ini
Pankreatitis kronis. Pankreas eksokrin telah digantikan oleh jaringan
fibrosa; tersisa duktus ukuran sedang yang melebar dan jaringan
sendiri menimbulkan peningkatan risiko karsinoma
asinus kecil (mata panah). pankreas 40 kali lipat dibandingkan dengan populasi
LUntun.
Seperti pada kanker lainnya, karsinoma pankreas
memperlihatkan mutasi multipel di gen yang berkaitan
dengan kanker. Yang tersering adalah mutasi di gen
K-RAS (dahulu K-ras) dan di gen penekan tumor
CD KN A (dahulu pl 6), dan keduanya ditemukan pad a
2
Gambaran Klinis. Pankreatitis kronis memiliki 90% kasus. Memang, kombinasi mr"rtasi CDKN2A dan
banyak wajah. Penyakit ini mungkin bermanifestasi K-R 45 tidak jarang ditemukan pada tumor lain dan
sebagai serangan berulang nyeri abdomen setengah diperkirakan merupakan "sidik jari molekular" kanker
berat, sebagai serangan berulang nyeri yang ringan, pankreas. Seperti biasa, gen TP53 (dahulv p53) juga
atau sebagai nyeri abdomen dan punggung yang mengalami mutasi pada lebih dari separuh kasus. Gen
menetap. Namury penyakit lokal mungkin benar-benar penekan tumor lainnya, yang disebut deleted in pnn-
asimtomatik sampai terjadi insufisiensi pankreas dan creatic cancer 4 (DPC4),lenyap pada 50% kasus. DPC4
diabetes melitus, yang terakhir diakibatkan oleh ke- mengkode faktor transkripsi yang mengendalikan
rusakan islet. Pada kasus lain, penyakit ditandai proses pengaturan pertumbuhan oleh transforming
dengan serangan berulang ikterus atau serangan growtlt factor p. Gen ERBB2 (HER2/NELI), yang
indigesti yang samar. terkenal karena amplifikasinya pada kanker pay.r-rdara,
Diagnosis pankreatitis kronis memerlukan tingkat juga mengalami amplifikasi pada lebih dari separuh
kecurigaan yang tinggi. Selama serangan nyeri abdo- kanker pankreas. Mutasi di gen yang memengaruhi
men, mungkin terjadi peningkatan ringan kadar ami- perbaikan DNA, seperti B RC A2 dan MLHI, d itemukan
lase serum dan lipase serum; setelah penyakit ber- pada beberapa kasus.
langsung lama, kerusakan sel asinus menyebabkan
petunjuk diagnostik ini menghilang. Temuan yang
sangat menolong adalah visualisasi kalsifikasi di
dalam pankreas dengan sinar X, CT, dan ultrasonografi
serta oleh identifikasi adanya pseudokista. Teknik lain
yang lebih canggih berupaya untuk membuktikan
MORFOLOGI
kurang adekuatnya respons enzim pankreas terhadap Sekitar 60% hingga 70o/o kanker pada organ ini timbul
stimulasi seperti sekretin dan kolesistokinin. Mutasi di kaput pankreas, 5% hingga 10% di korpus, dan 10%
CFTR dapat dideteksi pada kasus idiopatik. Penyakit hingga 15% di kauda; pada 20%, tumor secara difus
ini lebih menyebabkan disabilitas daripada kematian. mengenai seluruh kelenjar. Hampir semua tumor ini
Dapat timbul insufisiensi berat pankreas eksokrin dan adalah adenokarsinoma yang berasal dari epitel duktus.
malabsorpsi kronis, demikian juga diabetes melitus. Sebagian mungkin mengeluarkan musin, dan banyak
yang memiliki stroma fibrosa dalam jumlah besar. Oleh
Nyeri kronis yang parah dapat menjadi problem yang
karena itu, lesi desmoplastik ini tampak sebagai massa
dominan.
BAB 17 PANKREAS 717
'
:.:.:...::::.
a l,yangdahulu disebut sebagai diabe-
Dinbetes tipe
:':"I.PAN KREAS ENDOKR I N tes melitns dependen-insutrin atau diabetes onset
juvenilis, membentuk 5% hingga 10% kasr-rs diabe-
Pankreas endokrin mengandung sekitar 1 juta
tes. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa
kelompok mikroskopik sel endokrin, islet (pulau) terdapat dua subkelompok diabetes tipe 1. Bentuk
Langerhans. Setiap islet mengandung sekitar 1000 sel,
tersering adalah tipe 1,A, yang disebabkan oleh
yang dibedakan berdasarkan sifat pewarnaannya, destruksi autoimun sel beta; tipe 18 berkaitan
morfoiogi ultrastruktur granulanya, dan kandungan
dengan defisiensi berat insr-rlin, tetapi tidak
hormonnya. Dari sel tersebut, empat tipe sel yang
ditemukan autoimunitas.
tersering adalah sel beta, alfa, delta, dan PP (poli- r Sekitar 80% pasien mengidap apa yang disebut
peptida pankreas). Sel betn menbentuk insulin dnn sebagai disbetes tipe 2, yang dahulu disebut diabe-
merttpaknn 70% dari populnsi sel islet. Sel nlfn me-
ies melitus non dependen-insulin atau diabetes
ngelttnrknn gltLkngon dan membentuk 5% hingga 20%
onset dewasa.
dari is1et. SeI delta mengondrLng sonntostatin, yang I Sekitar 10% kasus sisanya disebabkan oleh pe-
menekan pengeluaran insulir-r dan glukagon. Sel delta
nyebab spesifik seperti tercantum p a da T ab el 77 -2.
membentuk 5% hingga 10'k daripopulasi sel islet. Sel
PPditemukan tidak saja di islet, tetapi juga tersebar di Perlu ditekankan bahwa rneskipun kedua tipe
dalam bagian eksokrin pankreas. Di dalam islet, sel ini utama diabetes memiliki mekanisme patogenik dan
membentuk 1% hingga 2"/o dartsemlla se1; polipeptida karakteristik metabolik yang berlainan, kompliknsi
sel ini memiliki sejumlah efek pada saluran cerna, jangka panjnng di pembultLh darnh, ginjal, mntn, dan
misalnya stimulasi sekresi enzim lambung dan usus sarnf terjndi pndn ht,dtrn tipe dan merupnkan penyebnb
serta inhibisi motilitas usus. utnms morbiditss dan kemntinn nkibnt disbetes.
Dengan latar belakang ini, kita dapat beralih ke Diabetes mengenai sekitar 13 jr-rta orang di Amerika
kedua penyakit utama pada sel islet, diabetes meiitus Serikat. Dengan angka kematian tahnnan sekitar
dan tumor sel islet. 35.000, diabetes adalah penyebab ketujuh tersering
kematian di Amerika Serikat. Risiko seLrmLrr hidup
mengidap diabetes tipe 2 bagi popr"rlasi dewasa di
Diabetes Melitus Amerika Serikat diperkirakan adalah 5% hingga 7%;
Diabetes melitus adttlnh ganggu{tn kronis meta-
bolisme knrbohidrnt, lemnlc, dnn protein. Insr-rfisiensi
relatif atau absolut dalam respons sekretorik insulin,
yang diterjemahkan mer-rjadi gangguan pemakaian
karbohidrat (glukosa), merupakan gambaran khas Tabel 17-2. KLASIFIKASI DIABETES MELITUS
pada diabetes meiitus, demikian juga hiperglikemia
yang terjadi. l. Diabetes tipe 1
Disregulast imun
(g
o Hilangnya pengeluaran
3
6 I insulin yang progresif I
a :
0
6
a
(E
1- Hilangnya toleransi *r
I glukosa yang normal I
(overt diabetes)
Gambar 17-8
Stadium dalam perkembangan diabetes melitus tipe 1A. Stadium diabetes dicantumkan dari kiri ke kanan; massa sel beta hipotetis diplotkan
terhadap usia. (DariAtkinson MA, Eisenbarlh GE: Type 1 diabetes: new perspectives on disease pathogenesis and treatment. Lancet
358:221,2001)
BAB 17 PANKREAS I 721
80% kasus baru terjadi tanpariwayat penyakit daiam Manifestasi klasik penyakit (hiperglikemia dan keto-
keluarga, dan di antara kembar identik angka concor- sis) terjadi belakangan, setelah lebih dari 90% sel beta
dance\yaitu kedua kembar terkena) hanya 40%. Oleh rusak. Beberapa pengamatan layak diberi komentar:
karena itu, baik faktor genetik maupun lingkungan,
kemungkinan besar berperan penting.
E Infiltrat peradangan penuh limfosit, sering intens
(insulitis), sering diamati pada islet pasien di awal
Pemindaian terhadap genom telah mengungkapkan
perj alanan klinis penyakit. Infiltrat terutama terdiri
bahwa banyak-pada sebagian hingga 20-regio
atas limfosit T CDS+, dengan limfosit T CD4+ dan
krom"osom yang mengatur kerentanan terhadap diabe-
tes tipe 1,{. Dari lokus ini, yang palingbanyak diketahui
makrofag dalam jumlah bervariasi. Selain itu,
adalah keterkaitan dengan kromosom 6p21, yang gen limfositT dari hewan yang sakii dapat memindah-
kan diabetes ke hewan normal, yang menegaskan
MHC kelas Il-nya (HLA-DP, -DQ, -DR) terpetakan.
peran penting autoimunitas yang diperantarai oleh
Lokus ini, disebut lDDMl, membentuk sekitar 45% dari
sel T pada diabetes tipe 1.
kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Perlu dicatat
bahwa gen di dalam regio ini menentukan kerentanan
r Sel beta islet mengalami kerusakan secara selektif,
dan resistensi terhadap diabetes tipe 1A. Di dalam regio sementara sel tipe lain tidak terkena. Limfosit CDS+
MHC kelas II, keterkaitan penyakit terkuat adalah sitotoksik tampaknya merusak islet melalui pe-
dengan alel spesifik gen HLA-DQAI dan HLA-D QB1. ngeluaran granula sitotoksik atau dengan memicu
Analisis terhadap alel risiko tinggi HLA-DQAI dan apoptosis yang diperantarai oieh Fas.
HLA-DQBI menunjukkan adanya profil molekul yang
E Autoantibodi terhadap antigen sel islet menunjuk-
kan risiko terjangkit diabetes tipe 1A. Berbagai auto-
sama: alel tersebut mengkode suatu asam amino selain
aspartat di posisi 57 pada rantai B molekul HLA. antibodi tersebut muncul sedini usia 9 bulan dan
Analisis struktur kristal terhadap molekul MHC kelas terdapat pada 80% pasien dengan diabetes onset-
baru. Di antara antigen intrasel yang menjadi sasar-
II mengisyaratkan bahwa asam aspartat di posisi ini
an autoantibodi adalah asam glutamat dekarboksi-
penting untuk "membentuk" alur pengikat peptida di
molekul HLA-DQ sehingga mungkin memengaruhi lase (GAD), insulin, dan beberapa protein sito-
peptida antigenik mana yang berikatan dengan molekul
plasma lainnya. Selain itu, sering ditemukan
respons sel T darah perifer terhadap antigen sasaran
ini. Selain dengan gen HLA-DQ, kerentanan terkait-
MHC lainnya ditentukan oleh alel HI-4 -DRB1 tertentu.
ini. Tidak terdapat bukti bahwa"autoantibodi ini
Seperti telah disinggung, molekul MHC kelas II tertentu
menyebabkan cedera sel beta. Autoantibodi ini
menimbulkan proteksi terhadap diabetes. Yang perlu mungkin timbul akibat kerusakan yang diper-
antarai oleh sel T.
dicatat, proteksi bersifat lebih dominan daripada
kerentanan. Salah satu contoh gen kelas II yang protektif
r Anggota keluarga asimtomatik daripasien dengan
adalah spesifisltas HLA-DR2 tertentu. Berbeda dengan
diabetes melitus tipe 1,{ (yut g berisiko tinggi)
membentuk autoantibodi sel islet beberapa bulan
alel kerentanan, semua alel protektif memiliki sebuah
aspartat di posisi 57 pada rantai B. Mekanisme sampai tahun sebelum mereka memperlihatkan
gejala klinis diabetes.
bagaimana gen HLA-DR atau HLA-DQ memengaruhi
kerentanan terhadap diabetes tipe 1.A masih belum
E Sekitar 10% hingga 20'k orangyang mengidap dia-
jelas. Telah banyak diketahui bahwa reseptor sel T di betes tipe 1A juga menderita penyakit autoimun
limfosit T CD4+ mengenali antigen hanya setelah spesifik-organ lain, seperti tiroiditis Hashimoto,
penyakit seliak, penyakit Graves, penyakit Addison,
fragmen peptida antigen berikatan dengan molekul
MHC kelas II di permukaan sel penyaji antigen (Bab 5). atau anemia pernisiosa. Pada kenyataanya, insi-
densi autoimunitas tiroid sedemikian tinggi se-
Kemungkinan bahwa variasi genetik pada molekul
MHC kelas II yang memengarlrhi celah pengikatan- hingga pasien dengan diabetes tipe 1,A. secara rutin
diperiksa fungsi tiroidnya.
antigen memungkinkan penyajian antigen-diri ke sel
T CD4+ autoreaktif. OIeh knrena itu, gen MHC kelns II Secara singkat, banyak bukti yang mentLnjuklcnn
dapnt memengaruhi derajat responsirsitas imun bahwn autoimunitas dnn cedera yang diperantorai oleh
terhadqp autoantigen sel betn pankreas, atau suotu sel merupaknn penyebab lenynpnyn sel beta pada dia-
autoaniigen sel beta disajikan dnlam suatu cara yang betes tipe 1A. Memang, terapi imunomodulatorik dan
mendorong reaksi imunologik abnormal. imunosupresif telah dibuktikan clapat menghilangkan
Terdapat beberapa gen non-MHC yang juga me- diabetes tipe 1,A. pada hewan percobaan dan pada anak
nyebabkan kerentanan terhadap diabetes tipe 1,A'. dengan penyakit ini. Saat ini sedang dilaksanakan uji
Namun, efek gen ini jauh lebih kecil, dan gen ini hanya klinis besar yang melibatkan anggota keluarga yang
berperan jika terdapat genotipe kerentanan MHC kelas berisiko (yaitu yang memiliki autoantibodi terhadap
tr. sel islet) untuk menguji efektivitas modulasi imun
Autoimunitas. Meskipun onset klinis diabetes dalam mencegah penyakit.
melitus tipe 1,A bersifat mendadak, pada kenyataannya Faktor Lingkungan. Jika dianggap kerentanan
penyakit ini terjadi akibat serangan autoimun kronis genetik mempermudah terjadinya destruksi sel islet
terhadap sel beta yang biasanya berlangsung bertahun- secara autoimun, apa yang memicu reaksi autoimun?
tahun sebelum onset klinis penyakit (lihat Gbr.17-8). Sernngan dnri lingkungan. dapat memictt autoimunitas
722. BAB 17 PANKREAS
dengan merusnk sel bets. Pengamatan epidemiologis yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarga-
mengisyaratkan bahwa virus dapat menjadi pemicu. nya. Tidak seperti diabetes tipe 1A, penyakit ini tidak
Kecenderungan diagnosis kasus baru yang bersifat berkaitan dengan gen HLA. Penelitian epidemiologik
mttsiman sering bersesuaian dengan prevalensi infeksi menunjukkan bahwa dinbetes tipe 2 tampaknyn terjadi
virus biasa. Beberapa virus dilaporkan berkaitan akibnt sejumlnh defek genetik, masing-masing memberi
dengan diabetes tipe 1,A, termasuk clxsackieairus B, kontribusi pada risiko dan masing-masing juga dipe-
parotitis, campak, rubela, dan mononukleosis infek- ngaruhi oleh lingkungan. Pemindaian genom terhadap
siosa. Meskipun banyak virus bersifat trofik sel beta, pasien dan anggota keluarga mereka memastikan
cedera yang langsung disebabkan oleh virus jarang bahwa tidak ada satu pun gen yang berperan utama
cukup parah untuk dapat menyebabkan diabetes dalam kerentanan terhadap diabetes tipe 2. Saat ini
meiitus. Bagaimana infeksi virus berperan dalam sedang dilakukan penelitian besar-besaran terhadap
patogenesis masih belum jelas dan, memang, masih beberapa regio genomik tempat keberadaan gen
kontroversial. Menurut salah satu pandangan, virus kandidat.
memicu penyakit melalui "mimikri molekular". Dalam Dua defek metobolik ynng menandai dinbetes tipe 2
skenario ini, timbul resplns imun terhsdnp suattr pro- adalah gangguan sekresi instrlin padn sel bets dsn
tein airus yong memiliki st:kuensi asnm amino ynng ketidakmampttan jnringnn perifer berespons terhodap
sama dengan suatu protein sel bets. Secara khusus, sel insulin (resistensi insulin) (Gbr. 77-9). Peran defek
T, reaktif terhadap peptida GAD yang memiliki sekresi, dibandingkan dengan resistensi insulin, masih
beberapa sekuensi yang sama dengan protein terus diperdebatkan dan mungkin sebenamya berbeda-
corsackieairus, dapat ditemukan pada pasien dengan beda pada pasien yang berbeda dan pada stadium
diabetes tipe 1A. Menurut pandangan yang lain, virus penyakit yang berlainan.
tidak memicu autoimunitas, tetapi memperkuat Gangguan Sekresi Insulin pada Sel Beta. Defek
kumpulan sel T autoreaktif yang sudah ada. Dalam pada sekresi insulin bersifat samar dan secara kuan-
skenario ini, infeksi airtts padn sel islet memictr respons titatif kurangberat dibandingkan dengan yang terjadi
perndnngan lokal yang menghasilkan sitokin. Sitokin pada diabetes tipe 1. Pada kenyataannya, pada awal
inikemudian mengaktifkan atau memperbanyak sel T
autoreaktif. Ini disebut "bystander fficf". Yang penting
dalam hipotesis ini adalah anggapan bahwa virus atatr
agen lingkungan lain tidak memicu penyakit, tetapi
memodulasinya berbulan-bulan dan bertahun-tahun
[!ililisiiill4lri]ri:ii!il i:liirllr,iil'l i14 r"
j llt#tii l..iir,t# rtfl
sebelum munculnya diabetes klinis (lihat Gbr. 17-8).
Secara singknt, walaupun tidnk dirngtkan lagi bahwn
fnktor lingkungan penting untuk timbulnyn dinbetes I I
autoimun, cara kerjn faktor lni tidak jelas. Melsltri suattt + t
cara yang belum diketahui, fnktor tersebtrt berperan DEFEK SEL BETA { RESISTENSI INSULIN
membantu erosi imunologis sel beta pada orang yang latar PRIMER JARINGAN PERIFER
imtmitas.
perjalanan penyakit, kadar insulin bahkan mungkin oleh resistensi insulin pada fase awal diabetes tipe 2
meningkat untuk mengompensasi resistensi insulin. menyebabkan peningkatan prodrrksi amilin, yang
Namun, kecil kemungkinannya bahwa diabetes tipe 2 kemudian mengendap sebagai amiloid di islet. Amilin
hanya disebabkan oleh resistensi insulin. Pada kasus yang mengelilingi sel beta mungkin menyebabkan se1
yang jarang, mutasi di reseptor instilin menimbulkan beta agak refrakter daiam menerima sinyal glukosa.
resistensi insulin yang parah, yang jauh lebih berat Yang lebih penting, amiloid bersifat toksik bagi sel beta
daripada pasien dengan diabetes tipe 2. Namun, sehingga mungkin berperan menyebabkan kerusakan
banyak pasien ini mempertahankan kadar glukosa sel beta yang ditemukan pada kasus diabetes tipe 2
darah dalam batas normal karena selbeta normal dapat tahap lanjut.
meningkatkan produksi insulin. Resistensi Insulin dan Obesitas. Seperti telah
Pada awal perjalanan diabetes tipe 2, sekresi insu- dibahas, defisiensi insulin terjadi belakangan selama
lin tampaknya normal dan kadar insulin plasma tidak perjalanan penyakit diabetes tipe 2;naml1n, defisiensi
berkurang. Namun, pola sekresi insulin yang berdenyut ini tidak cukup besar nntuk dapat menjelaskan
dan osilatif lenyap, dan fase pertama sekresi insulin gangguan metabolik yang terjadi. Bukti yang ada
(yang cepat) yang dipicu oleh glukosa menurun. Secara mennnjukkan bahwa resistensi insulin merupnlcnn
koiektil hal ini dan pengamatan lain mengisyaratkan faktor tLtama dnlsm timbtLlnya dinbetes tipe 2,
adanya gangguan sekresi insulin yang ditemukan Sejak permulaan, perlu dicatat bahwa resistensi
pada awal diabetes tipe 2, dan bukan defisiensi sintesis insulin adalah suatu fenomena kompleks yang tidak
insulin. terbatas pada sindrom diabetes. Pada kegemr-rkan dan
Namun, pada perjalanan penyakit selanjutnya, kehamilan, sensitivitas insulin jaringan sasaran me-
terjadi defisiensi absolut insulin yang ringan sampai nlrrlln (walaupun tidak terdapat diabetes), dan kadar
sedang, yang lebih ringan dibandingkan dengan dia- insulin serrrm mungkin meningkat untlrk mengompen-
betes tipe 1. Penyebab defisiensi insulin pada diabetes sasi resistensi insulin tersebut. Oleh karena itu, baik
tipe 2 masihbelum sepenuhnya jelas. Berdasarkan data obesitas maupun kegemukan, dapat menyebabkan ter-
mengenai hewan percobaan dengan diabetes tipe 2, ungkapnya diabetes tipe 2 subklinis dengan me-
diperkirakan mula-mula resistensi insulin menyebab- ningkatkan resistensi insulin ke suatu tahap yang tidak
kan peningkatan kompensatorik massa sel beta dan lagi dapat dikompensasi dengan meningkatkan
produksi insulinnya. Pada mereka yarrg memiliki produksi insulin.
kerentanan genetik terhadap diabetes tipe 2, kompen- Dasar selular dan molekular resistensi insulin
sasi ini gagal. Pada perjalanan penyakit selanjutnya, rnasih belum sepenuhnya dimengerti. Terdapat tiga
terjadi kehilangan 20ok hingga 50% sel beta, tetapi sasaran utama kerja insulin: jaringan lemak dan otot;
jumlah inibelum dapat menyebabkan kegagalan dalam di kedua jaringan tersebut insulin menirigkatkan
sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Namun, penyerapan glukosa, dan hati, tempat insu I in menekan
tampaknya terjadi gangguan dalam pengenalan produksi glukosa. Seperti telah dibicarakan, insulin
glukosa oleh sel beta. Dasar molekular gangguan bekerja pada sasaran pertama-tama dengan berikatan
sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa ini masih dengan reseptomya. Pengaktifan reseptor insulin me-
belum sepenuhnya dipahami. Penelitian terakhir me- micu serangkaian respons intrasel yang memengaruhi
nunjukkan adanya suatu protein mitokondria yang jalur metabolisme sehingga terjadi translokasi r-rnit
memisahkan respirasi biokimia dari fosforilasi transpor glukosa ke membran sel yang memudahkan
oksidatif (sehingga menghasilkan panas, bukan ATP). penyerapan glukosa. Pada prinsipnya, resistensi in-
Protein ini, yang disebut tLncorLpling protein 2 (UCP2), sulin dapat te4adi di tingkat reseptor insulin atau di
diekspresikan pada sel beta. Kadar UCP2 intrasel yang salah satu jalur sinyal (pascareseptor) yang diaktifkan
tinggi menumpulkan respons iruulin, sedangkan kadar oleh pengikatan insulin ke reseptornya. Pada diabetes
yang rendah memperkuatnya. Oleh karena itu, dihipo- tipe 2, jarang terjadi defek kualitatif atau kuantitatif
tesiskan bahwa peningkatan kadar UCP2 di sel beta dalam reseptor insulin. Oleh karena itu, resistensi in-
orang dengan diabetes tipe 2 mungkin dapat menjelas- sulin diperkirnkqn terutamn berpernn dnlnm pem-
kan hilangnya sinyal glukosa yang khas pada penyakit bentuknn sinynl pascnreseptor.
ini. Banyak perhatian dipusatkan pada masalah ini, Untuk memahami dasar resistensi insulin, perlu
karena manipulasi terapeutik (untuk menurunkan) ditekankan adanya hubungan antara kegemukan dan
kadar UCP2 dapat digLrnakan unbuk mengobati diabe- diabetes tipe 2. Seperti telah dinyatakan, obesitas
tes tipe 2. berkaitan dengan resistensi insulin walaupun tidak
Mekanisme lain kegagalan sel beta pada diabetes terdapat diabetes. Oleh karena itu, tidaklah mengheran-
tipe 2 dilaporkan berkaitan dengan pengendapan kan bahwa obesitas ndslnh snlnh satu faktor risiko
amiloid di islet. Pada9}"k pasien diabetes tipe 2 ditemu- lingkungan yang penting dalnm pntogenesis disbetes
kan endapanamiloid pada autopsi. Amilin, komponen tipe 2, dan diperkirakan berperan penting dalam
utama amiloid yang mengendap ini, secara normal meningkatnya insidensi diabetes bentuk ini pada anak.
dihasilkan oleh sel beta pankreas dan disekresikan Untungnya, bagi banyak orang kegemukan dengan dia-
bersama dengan insuLin sebagai respons terhadap pem- betes, penurunan berat dan olahraga dapat memulih-
berian glukosa. Hiperinsuiinerriia yang disebabkan kan resistensi insulin dan gangguan toleransi glukosa,
724. BAB 17 PANKREAS
terutama pada awal perjalanan penyakit saat produksi Sebagai ringkasan, diabetes tipe 2 merupaksn suatu
insulin belum banyak terpengaruh. penynkit kompleks multifaktor yang melibatkun, baik
- Bagaimana kegemukan berkaitan dengan resistensi gnnggunn pengeluaran insulin maupun insensitiaitas
insulin? Penelitian terakhir menunjukkan bahwa organ sasaran. Resistensi insulin, yang berkaitan erat
jaringan lemak bukanlah sekadar tempat penimbunan
dengan obesitas (Gbr. 1Z-10), menimbulkan stres ber_
untuk trigliserida tetapi merupakan suitu jaringan lebihan pada sel beta, yang akhirnya mengalami ke-
"endotrin" aktif yang dapatberdialog denganotot Jan gagalan dalam menghadapi peningkatan kebutuhan
hati (dua jaringan sasaran insulin yur,g perrtir,g). Efek irsulin. Faktor genetik jelas berperan, tetapi bagaimana
adiposit jarak-jauh ini terjadi melalui zat perantara faktor ini secara pasti bekerja masih belum diketahui.
yang dikeluarkan oleh sel lemak. Molekul ini meliputi
faktor nekrosis tumor (TNF), asam lemak, leptin,ian
suatu faktor baru yang disebutresistin TNF, yang lebih
Patoge nes i s Kom p t i ka s i D i abetes
Morbiditas yang berkaitan dengan kedua tipe dia_
dikenal karena efeknya pada peradangan dan imuni_ .betes kronis terjadi
tas, disintesis di adiposit dan mengalami ekspresi akibat komplilasi, seperti mikro-
berlebihan dalam sel lemak orang ya.,g kegemutan. angiopati, retinopati, nefropati, ,rrropoii, d.an per_
TNF menyebabkan resistensi insulin dengan meme_ cepntan nterosklerosis. Dasar komplikasi jangka
ngaruhi jalur-jalur sinyal pascareseptor. pada ke_ panjang ini merupakan subjek bagi sejumlah belar
gemukan, kadar asam lemakbebas lebihtinggi daripada penelitian. Bukti eksperimen dan ktinis yang adn
normal, dan asam lemak ini meningkatkan resistensi mengisyaratkan bqhwa sebagian besnr komplitaii Ats_
insulin melalui mekanisme yang belum sepenuhnya betes terjadi akibat gangguan metnbolisme, terutnma
diketahui. Leptin adalah suatu hormon adiposit yang hiperglikemia. Selain itu, adanya hipertensi, yang
menyebabkan obesitas hebat dan resistensi insulin sering ditemukan pada pengidap diabetes, ikui ber_
pada hewan pengerat yang tiCak memiliki gennya (Bab peran dalam aterosklerosis. Bukti paling kuat yang
8). Pengembalian leptin ke hewan ini rirengurangi
obesitas dan, secara independen, resistensi insulin;
karena itu, tidak seperti TNF, leptin memperbaiki
resistensi insulin. Zat terakhir yang ditemukan dalam
Obesrtas Tir:z *lid !rr*,:irs:lI
jaringan adiposa adalah resistin, yang diberi nama (obat antidiabetes)
demikian karena zat ini meningkatian iesistensi insu_ I
,n
lin. Resistin dihasilkan oieh sel lemak, dan kadarnya I fl,*iik*tar r **r;u*ll ir'F"i\lt
meningkat pada berbagai model hewan pengerat untuk
obesitas. Penurunan kadar resistin meningkitkan kerja
insulin dan, sebaliknya, pemberian resistin rekombinan
meningkatkan resistensi insulin pada hewan normal.
Yang cukup menarik, efek terapeutik obat antidiabetes
oral tertentu yang digunakan dalam penanganan dia_
betes tipe 2 pada manusia juga mungkin berkaitan
1"lgl" kemampuan obat tersebut memodulasi pro-
duksi resistin. Obat antidiabetes golongan tiazoiidi_ TNF : Resistin
nedion berikatan dengan reseptoi yang disebut per-
oxis,ome proliferator-actiaated receptor y (ppAR_y),
yang
diekspresikan di nukleus sel lemak. Dengan mengikai Peningkatan resistensi
reseptor di adiposit, obat golongan tiazolidinedion me, insulin yang
nempengaruhi
ngendalikan transkripsi resistin atau gen sel adiposa
li-ly" yang memengaruhi resistensi insulin. Diper-
kirakan sinyal PPAR-y dalam mengendalikan resis_ "/l\
a{. Jaringan
lain
te4si insulin ditunjang oleh penelitian terhadap pasien
yang mengalami mutasi loss-of-function di gei ppAn_
pasien ini, yang jarang ditemukan, memper_
T:.Pu:u
lihatkan resistensi insulin dan mengalami diabetes.
Oleh karena itu, pengaktifan reseptor FpAR-y oleh obat
menurunkan resistensi insulin, dan mutasi yang meng_
ganggu pembentukan sinyal ppAR-y menlngkattcan Gambar 17.10
resistensi insulin. Diperkirakan pemahaman yang lebih
Peran sentralsel lemak dalam mengendalikan resistensi insulin.
mendalam tentang jalur-jalur semacam ini dalim sel
Adiposit menghasilkan faktoryang meningkatkan atau menurunkan
lemak dapat menghasilkan sasaran terapeutik baru
resistensi insulin. Obat antidiabeies tertentu memodifikasi resistensi
untuk pengobatan diabetes tipe 2; sebagii salah satu insulin dengan memengaruhi sintesis faktor yang dihasilkan oleh
contoh, obat yang menetralkan kerja resiitin mungkin adiposit melalui peroxisome prot ife rator-activated receptor y (ppAR-
bermanfaat dalam terapi diabetes iipe Z. y) dalam nukleus: TNF, faktor nekrosis tumor.
BAB 17 PANKREAS T 725
mengaitkan kelainan metabolik dengan komplikasi kedua yang diperkirakan berperan dalam timbul-
diabetes datang dari temuan bahwa ginjal yang di- nya komplikasi yang berkaitan dengan hiper-
cangkokkan dari donor nondiabetes akan mengalami glikemia. Pada sebagian jaringan yang tidak me-
lesi nefropati diabetes dalam 3 hingga 5 tahun setelah merlukan insulin untuk transpor gluksoa (misal,
transplantasi. Sebaliknya, ginjal dengan lesi nefropati saraf, lerua, ginjal, pembuluh darah), hipergiikemia
diabetes memperlihatkan perbaikan jika dicangkokkan menyebabkan peningkatan glukosa intrasel, yang
ke resipien normal. Akhirnya, penelitian multisentra kemudian dimetabolisme oleh aldosa reduktase
jelas memperlihatkan perlambatan perkembangan ' menj adi so rb it ol, statu poliol, dan akhimya menj adi
penyulit diabetes jika hiperglikemia dapat dikendali- fruktosa. Perubahan rni menrmbulkan beberapa efek
kan dengan ketat. yang tidak diinginkan. Penimbrman sorbitol dan
Banyak mekanisme yang mengaitkan hiperglikemia
fruktosa menyebabknn peningkatan osmolsritas
dengan komplikasi jangka-panjang diabetes telah intrasel dan influks air dan, akhirnya, cedera sel
dieksplorasi. Saat ini, terdapat dua mekanisme yang osmotik. Di lensa, air yang masuk secara osmotis
dianggap penting: menyebabkan pembengkakan dan opasitas. Aktr-
1. Glikosilasi nonenzimatik adalah proses pelekatan mulasi sorbitol juga mengganggLL pompa ion dan
glukosa secara kimiawi ke gllgus amino bebas pada diperkirakan menyebabknn cedern pada sel
protein tanpa bantuan enzim. Derajat glikosilasi Schwann dan perisit knpiler retins, sehingga terjadi
nonenzimatik ini secara langsung berkaitan de- neuropati perifer dan mikrosneurismn retins.
ngan kadar glukosa darah. Memang, pengukuran Sesuai dengan hipotesis ini, inhibisi eksperimental
kadar hemoglobin terglikosilasi (HbA,.) dalam aldosa reduktase mampu menghambat pembentr-rk-
darah merupakan tambahan penting dalam penata- an katarak dan neuropati.
laksanaan diabetes melilus, karena pemeriksaan ini Patogenesis aterosklerosis yang dipercepat ke-
menghasilkan indeks rerata kadar glukosa darah mungkinan besar bersifat multifaktor. Sekitar sepertiga
selama usia eritrosit yaog 120 hari. Produk gliko- sampai separuh pasien memperlihatkan peningkatan
silasi kolagen dan protein lain yang berumur kadar lemak darah, yang diketahui merupakan
panjang dalam jaringan interstisium dan dinding predisposisi aterosklerosis, tetapi sisanya juga
pembuluh darah mengalami serangkaian tata ulang memperlihatkan peningkatan predisposisi mengalami
kimiawi (yang berlangsung lambat) untuk mem- aterosklerosis. Perubahan kualitatif pada lipoprotein,
bentuk irreaersible adaanced glycosylation end yang ditimbulkan oleh glikosilasi nonenzimatik yang
products (AGE), yang terus menumpuk di dinding berlebihan, dapat memengaruhi perputaran dan peng-
pembuluh. AGE memiliki sejumlah sifat kimiawi endapan lipoprotein di jaringan. Kadar lipoprotein
dan biologik yang berpotensi patogenik: densitas rendah (HDL) yang rendah terlihat pada
@ Pembentuknn AGE pnda protein, seperti kolagen, pasien diabetes tipe 2. Karena HDL merupakan
menyebabkan pembentukan ikatan-silang di "molekul pelindung" terhadap aterosklerosis (Bab 10),
sntara berbngni polipeptida; hal ini kemudian hal ini mungkin ikut berperan dalam peningkatan
dapat menyebnbkan terperangkapnya protein kerentanan terhadap aterosklerosis. Selain tttt, 40o/"
interstisium dan plasmn yang tidak terglikosi- hingga 70"k pasien dengan diabetes juga mengidap
lasi. T erperangkapnya lipoprotein densitas hipertensi, yang sudah terkenal merupakan faktor
rendah (LDL), sebagai contoh, menyebabkan risiko untuk aterosklerosis (Bab 10).
protein ini tidak dapat keluar dari dinding
pembuluh dan mendorong pengendapan koles-
terol di intima sehingga terjadi percepatan
aterogenesis (Bab 10). AGE juga dapat meme-
ngaruhi struktur dan fungsi kapiler, termasuk MORFOLOGI DIABETES MELITUS
kapiler di glomerulus ginjal, yang mengalami DAN KOMPLIKASI TAHAP
,penebalan membran basal dan menjadi bocor. LA,NJUTNYA
a iAGE berikatsn dengan reseptor pnda banyak
tipe sel-endotel, monosit, makrofag, limfosit, Temuan patologis di pankreas bervariasi dan tidak
dan sel mesangium. Pengikatan ini menimbul- selalu mencolok. Perubahan morfologik penting dalam
kan beragam aktivitas biologis, termasuk emi- diabetes berkaitan dengan banyak komplikasi tahap
lanjutnya, karena komplikasi tersebut merupakan pe-
grasi monosit, pengeluaran sitokin dan faktor
nyebab utama morbiditas dan mortalitas. Onset,
pertumbuhan dari makrofag, peningkatan
keparahan, dan organ (-organ) yang terkena komplikasi
permeabilitas endotel, dan peningkatan prolife- ini sangat berbeda-beda di antara para pasien. Pada
rasi fibroblas serta sel otot polos serta sintesis mereka yang mengendalikan diabetes secara ketat,
matriks ekstrasel. Semua efek ini berpotensi me- onset mungkin tertunda. Namun, pada sebagian besar
nyebabkan komplikasi diabetes. pasien, kemungkinan terjadi perubahan morfologik di
2. Hiperglikemia intrasel disertai gangguon pada arteri (aterosklerosis), membran basal pembuluh halus
jalur-jalur poliol merupakan mekanisme utama (mikroangiopati), ginjal (nefropati diabetes), retina
726 f BAB 17 pANKREAS
Mikroangiopati
lnfark serebrovaskular
Perdarahan
4'
!'
Retinopati
Hipertensi Katarak
Glaukoma
lnfark miokardium
Aterosklerosis
Gastroparesis
Neuropati otonom
Gambar 17-11
infark miokardium sebagai penyebab kematian pada maupun diabetes; bentuk-bentuk ini dijelaskan secara
penyakit ini. Ditemukan tiga kelainan penting: (1) lesi lebih rinci di Bab 14. Namun, penyakit peradangan ini
glomerulus; (2) lesi vaskular ginjal, terutama arterio- lebih sering terjadi pada pasien diabetes daripada pada
losklerosis; dan (3) pielonefritis, termasuk papilitis populasi umum, dan sekali terkena, pasien diabetes
nekroti kans. cenderung mengalami kelainan yang lebih parah. Salah
Lesi glomerulus terpenting adalah penebalan satu pola khusus pielonefritis akut, papilitis nekroti-
membran basal kapiler, glomerulosklerosis difus, dan kans, jauh lebih prevalen pada pengidap diabetes
glomerulosklerosis nodular (lesi Kimmelstiel-Wilson). daripada pasien nondiabetes. Seperti diisyaratkan oleh
Membran basal kapiler glomerulus menebal di seluruh namanya, papilitis nekrotikans merupakan nekrosis
panjangnya. Perubahan ini sudah dapat dideteksi akut pada papila ginjal, yang dijelaskan pada Bab 14.
dengan mikroskop elektron dalam beberapa tahun on- Meskipun lesi ini tidak terbatas pada pasien diabetes,
set diabetes, kadang-kadang tanpa disertai perubahan pasien diabetes rentan mengalaminya, karena
pada fungsi ginjal. kombinasi iskemia akibat mikroangiopati dan me-
Glomerulosklerosis difus terdiri atas peningkatan ningkatnya kerentanan terhadap infeksi bakteri.
difus matriks mesangium disertai proliferasi sel Lesi sklerotik pada glomerulus merusak fungsi
mesangiun dan hampir selalu disertai penebalan ginjal dan merupakan bentuk yang berpotensi me-
membran basal. Kelainan ini ditemukan pada sebagian nyebabkan kematian pada nefropati diabetes.
besar pasien yang telah mengidap penyakit lebih dari Glomerulosklerosis nodular ditemukan pada sekitar
10 tahun. Setelah glomerulosklerosis menjadi semakin 10% hingga 35% pasien diabetes dan merupakan
nyata, pasien memperlihatkan gejala sindrom nefrotik penyebab utama morbiditas dan mortalitas. Seperti
(Bab 14), yang ditandai dengan proteinuria, hipoalbu- pada glomerulosklerosis difus, kemunculan kelainan
minemia, dan edema. ini berkaitan dengan durasi penyakit meskipun juga
Glomerulosklerosis nodular adalah lesi glomeru- dipengaruhi oleh latar belakang genetik. Tidak seperti
lus yang memperlihatkan gambaran khas berupa bentuk difus, yang juga mungkin ditemukan pada usia
endapan mirip-bola matriks berlapis di dalam inti lanjut dan hipertensi, glomerulosklerosis bentuk nodu-
mesangium lobulus (Gbr. 17-14). Nodus ini cenderung lar, untuk kepentingan praktis, menunjukkan diabetes.
terbentuk di bagian perifer glomerulus, dan karena Baik bentuk difus maupun bentuk nodular glomerulo-
timbul di dalam mesangium, nodus-nodus ini men- sklerosis, menimbulkan iskemia yang dapat menyebab-
dorong gelungan kapiler glomerulus semakin ke tepi. kan terbentuknya jaringan parut halus di ginjal, yang
Gelungan kapiler ini sering membentuk halo di sekitar ditandai dengan permukaan korleks berbutir halus (Gbr.
nodus. Perubahan khas ini disebut lesi Kimmelstiel- 17 -1 5).
Wilson, berdasarkan orang yang pertama kali menjelas-
kannya. Glomerulosklerosis nodular terjadi secara acak KOMPLIKASI MATA PADA DIABETES. Gangguan peng-
di seluruh ginjal dan mengenai glomerulus dan lobu- lihatan, kadang-kadang hingga buta total, merupakan
lus secara acak di dalam suatu glomerulus. Pada salah satu konsekuensi diabetes kronis yang ditakuti.
penyakit tahap lanjut, terbentuk banyak nodus di dalam Penyakit ini merupakan penyebab keempat tersering
satu glomerulus, dan sebagian besar glomerulus kebutaan didapat di Amerika Serikat. Kelainan mata
terkena. Endapan ini positif pada pewarnaan dengan dapat berupa retinopati, pembentukan katarak, atau
periodic acid-Schiff dan mengandung mukopoli-
sakarida, lemak, dan fibril serta serat kolagen, seperti
endapan matriks pada glomerulosklerosis difus.
Karena tubulus mendapat perfusi dari pembuluh
yang berasal dari arteriol eferen glomerulus, glomerulo-
sklerosis tahap lanjut menyebabkan iskemia tubulus
dan fibrosis interstisium. Selain itu, pasien dengan
glikosuria yang tidak terkendali dapat menyerap ulang
glukosa dan menyimpannya sebagai glikogen di epitel
tubulus. Perubahan ini tidak memengaruhi fungsi tubu-
lus.
_ Aterosklerosis dan arteriolosklerosis ginjal
hbnyalah sebagian dari keterlibatan sistemik pem-
buluh darah pada oasien diabetes. Ginjal adalah salah
satu organ yang paling sering dan paling parah terkena;
namun, perubahan di arteri dan arteriol serupa dengan
yang ditemukan di seluruh tubuh. Arteriolosklerosis
hialin tidak saja memengaruhi arteriol aferen, tetapi
juga arteriol eferen. Arteriolosklerosis eferen ini jarang
ditemukan pada orang yang tidak mengidap diabetes.
Pielonefritis adalah peradangan akut atau kronis Gambar 17-14
ginjal yang biasanya berawal di jaringan intersiisium,
kemudian menyebar untuk memengaruhi tubulus dan, Glomerulosklerosis nodular pada seorang pasien dengan diabetes
pada kasus ekstrem, glomerulus. Bentuk akut dan lama. (Sumbangan Dr. Lisa Yerian, Department of Pathology, Uni-
kronis penyakit ini terjadi, baik pada pasien nondiabeies versity of Chicago.)
BAB 17 PANKREAS T 729
Diabetes tipe lA,yangumllmnya mulai timbul pada keton melahri urin terganggu akibat dehiclrasi, kon-
usia 35 tahun, didominasi oleh poliuria, polidipsia, sentrasi ion hidrogen plasma meningkat dan terjadi
polifagia, penumnan berat, dan ketoasidosis-semua- ketoasidosis metabolik sistemik. pembebasan asam
nya terjadi akibat gangguan metabolik. Karena insulin amino ketogenik oleh kataboiisme protein memper-
adalah hormon anabolik r_rtama dalam tubuh, clefisiensi parah keadaan ketotik" Seperti telah dibahas, paiier-,
insttlin tidak snjn memengnruhi metnbolisme diabetes rentan terhadap infeksi jenis tertentu. I(arena
/hrkosn,
.tetapi jtLgn metnbolisme lemsk dnn proteii. pada stres infeksi meningkatkan kebutuhan insnhn, infeksi
defisiensi insnlin, asimilasi glukosa ke dalam otot dan serin g memicu ketoasidosis diabetes.
jaringan lemak sangat berkurang afau tidak terjadi. Pasien dengan diabetes tipe 2 juga dapat memper-
Glikogen tidak lagi disimpan di hati dan otot, bahkan _
lihatkan gejala poliuria dan polidipsia, tetapi rrmunr-
cadangan glikogen tersebut berkurang akibat gliko- nya mereka asimtomatik. Para pasien ini umumnya
genolisis. Kemudian, terjadi hiperglikemia puasi dan berusia lebih tua (>40 tahun). Namun, penyakit ini
glikosuria yang parah. Glikosuria menyebabkan diure- dapat timbul kapan saja pada orang dengan obesitas,
sis osmotik sehingga terjadi politrrin serta keluarnya termasnk anak-anak" Pada beberapa kasus, pasien me-
air dan elektrolit (Na*, Kn, Mg*r, pO.,-) dalam jumlah meriksakan diri karena keluhan tubuh 1emah atau
besar (Gbr. 77-17). Pengeluaran air obligat melalui penlrrlrnan berat yang tidak diketahui sebabnya.
ginjai, disertai hiperosmolaritas akibat meningkatnya Namun, diagnosis Ltmnmnya dilakukan melalr-ri
kadar glukosa di dalam darah, cenderung mengr-rrangi pemeriksaan darah atau urine rutin pada pasien
air intrasel dan merangsang osmoreseptor di pusit asimtomatik. Meskipun pasien dengan diabetes tipe 2
haus di otak. Oleh karena itu, timbul rasa haus-yang juga mengalami ganggrlan metabolisme, namlln
heb at (poli dipsin). Pad a defisiensi insulin, keseirnbang-- ganggrlan ini lebih mudah dikendalikan dan lebih
an bergeser dari anabolisme yang didorong insulin ringan. Pada keadaan dekompensasi, para pasieu ini
menjadi katabolisme protein dan lemak. Terjadi mengalami konts nonlcetotik hipe rosrnolnr, snatn
proteolisis, dan asam amino giukoneogenetik dibersih- sindrom yang ditimbulkan oleh dehidrasi berat akibat
kan oleh hati dan digunakan untuk membentuk diuresis hiperglikemik berkepanjangan pada p;rsien
glukosa. Katabolisme protein dan lemak cendertrng yalg kurang minum unLlrk mengompensasi pengeL_rar-
menimbulkan keseimbangan energi negatif dan an urine. Biasanya, pasien berusia lanjut, menderita
penurunan berat, yang sebaliknya menimbulkan disabilitas akibat stroke atau infeksi yang memperparah
peningkatan nafsu makan (polifttgin) sehingga terjadi hiperglikemia, dan mengalami keterbatasan gerak
gejala klinis klasik diabetes. Kombinasi poiifagia dan sehingga kurang dapat memperoleh air. Tidak adanya
penlrrunan berart merupakan suatu paradoks dan ketoasidosis dan gejalanya (mual, mrrntah) sering
seyogianya sel.aiu menimbulkan kecurigaan akan menunda pasien mencari pertolongan medis hir-rgga
kemr.rngkinan diabetes (atau tirotoksikosis, Bab 20). terjadi dehidrasi berat.
Pada pasien dengan diabetes tipe 1A., untuk Pada kedua bentuk diabetes jangka-panjang, Droses
mengatur kadar glukosa sering diperhrkan penyuntik- aterosklerotik seperti infark miokardir,rm, cerebrartns-
an berulang berbagai jenis insulin setiap hari. pe- culnr ncciden f, gangren tungkai, dan inslrfisiensi ginjai
ngendalian glukosa mr_rngkin sr_rlit dicapai (brittle dia- merupakan kompllkasi paling berbahaya dan sering.
befes) karena kadar glukosa darah cukup peka Pasien diabetes juga memperlihatkan peningkatan
terhadap insnlin yang diberikan, penyimpangan dari kerentanan terhadap mikroba tertentu. Berbeda dengan
aslrpan sehari-hari, aktivitas fisik yang tidak lazim, pendapat umum, tidak teryadi peningkatan generalisata
infeksi, atau bentuk stres lainnya. Kurangnya asllpan kerentanan terhadap semua infeksi. Infeksi yang sering
cairan atau muntah dapat dengan cepat menyebabkan adalah infeksi kulit, paru, dan saluran kemih. Infeksi
gangguan signifikan keseimbangan cairan dan oleh mikroba tertentn, misalnya vang menyebabkan
elektrolit. Oleh karena itu, para pasien ini rentan, di mukormikosis, terutama terjadi pada pasien diabetes.
satn pihak, terhadap sernngan hipergtitentia dan, di Infeksi ini menyebabkan kematian pada sekitar 5%
pihak lain, lcetonsidosis. Penytttit ynng ternkhir ini pasien diabetes. I(erentanan ini memiliki dasar multi-
hrynpir terjadi secnrn ekskltrsif pnda dinbetes tipe 1A faktor, termasuk gangguan ftingsi leukosit dan kurang-
dnn disebnbknn oleh defisiensi berot instLlin d.isertsi nya aliran darah karena penyakit pernbulr,rh darah.
peningkntan retatii ntnu nbsottLt glukngon (lihat Gbr. Fagositosis cian aktivitas bakterisiciai neutrofii juga
\7-17). Defisiensi insulin menyebabkan penguraian terganggu. Infeksi ringan di jari kaki dapat menladi
besar-besaran simpanan lemak sehingga kadar asam awal dari serangkaian proses penyulit (gar-rgren,
lemakbebas meningkat. Oksidasi asam lemakbebas di bakterernia, dan pneuinonia) yang berakhir pada
dalam hati melah-ri asetil koenzim A menghasilkan kematian.
benda-benda keton (asam asetoasetat dan asam [3- Pasien dengan diabetes tipe 1 lebih besar ke-
hidroksibtrti r at). Gh rlw goi? mempercepat oksid asi asam mungkinannya meninggal akibat penyakit mereka
lemak ini. Kecepatan pembentukan benda keton dapat daripada pasien dengan diabetes tipe 2. Penyebab
melampaui kecepatan pemakaian asam asetoasetat kematian adalah infark miokardium, gagal ginjal,
dan asam B-hidroksibutirat oleh otot dan jaringan lain penyakit serebrovaskular, penyakit jantung atero-
sehingga terjadi ketonemia dan ketonuria, Jika ekskresi sklerotik, dan infeksi, diikr-rti oleh sejr-rmlah besar
BAB 17 PANKREAS T 731
-t!..f..].,, .....
i*-j'*';.{,;r;i'
i;1 I f*\j.
{_.1*G;4j'.
lsret Lanserhans
+
Kerusakan sel beta
+
DEFISIENSI INSULIN
+
Menyebabkan berkurangnya penggunaan
glukosa oleh jaringan +
tumpih ke darah
-.\
\..
\ \\
\\\\
\
\
\'t
Otot
I
+ ii
Meningkatnya
kataboljsme protein
(asam amino)
I
ti
lt
il
\
lt
ii
\ti. ,f
iv1
\-,-;-\ "
/t"
Ginjal
il
1i
Ketonuria
Glikosuria
\ I
I PoLruRrA
\ l
\-- I
DEPLESI VOLUME
*
f;ol'pr"srA*l
Gambar'|'7-17
Rangkaian gangguan metabolisme pada diabetes melitus tipe 1. Defisiensi absolut insulin
menimbulkan keadaan katabojik, yang berakhlr
pada ketoasidosis dan deplesi volume yang berat. Keduanya menyebabkan gangguan
susunan saraf pusat yang cukup parah sehingga
terjadi koma dan, jika tidak diobati, kematian.
732 I BAB 17 PANI<REAS
Pankreas Endokrin
Atkinson MA, Eisenbarth GS: Type 1 diabetes: ne\,\,- perspec-
Pada kasus klasik sindrom Zollinger-Ellisory hiper- tives on disease pathogenesis and treatment. Lancet
gastrinemia merangsang sekresi asam lambung secara 358.22I,2001. (Ulasan yang sangat baik tentang faktor
berlebihan, yang kemudian menyebabkan ulkus peptik. genetik, lingkungan, dan imunologik sebagai penyebab
Ulkus duodenum dan lambung, kadang-kadang multi- diabetes tipe 1A.)
pel, identik dengan yang ditemukan pada populasi Benoist B, Mathis D: Autoimmunity provoked by infection.
umum; ulkus ini berbeda hanya pada kesulitannya How good is the case for T cel1 epltope mimicry? Nat
disembuhkan dengan terapi biasa. Selain itu, ulkus juga Immunol 2:797, 2001. (Pembahasan terincl mengen.ri
dapat terjadi di lokasi yang tidak lazilrt, seperti je- mimikri molekular versus pengaktifan bystnnder dalam
peran infeksi sebagai penyebab penyakit autoimun.)
junum; jika ditemukan ulkus jejunum yang sulit diatasi,
sindrom Zollinger-Ellison periu dipertimbangkan Capella C, et al: Revised classification of neuroendocrine
tumours of the lung, pancreas, and gut. Virchows Arch
dalam diagnosis. Lebih dari 50% pasien menderita
425:517,1995. (Ulasan yang singkat tetapi cerdas tentang
diare, dan pada30% gejala ini merupakan gejala awal. konsep terakhir dalam patobiologi sistem neLlro-
Terapi sindrom ZolIinger-Ellison adalah pe- endokrin.)
ngendalian sekresi asam lambung dengan inhibitor
FlierJS: The missing link with obesity? Nature 409:292,2001'.
pompa proton dan eksisi neoplasma. Reseksi total (Penjelasan mengenai jalur molekular yang mengaitkan
neoplasma akan menghilangkan sindrom. Pasien obesitas dengan resistensi insulin.)
dengan metastasis ke hati mengalami pemendekan Goldfine AB: Type2 diabetes: new drugs new perspectives'
bermakna usia harapan hidup; pertumbuhan tumor Hosp Pract Sep 15, 2001. (Pembahasan yang sangat baik
yang progresif biasanya menyebabkan kegagaian hati mengenai patogenesis diabetes yang diungkapkan oleh
dalam 10 tahun. obat terapeutik.)
734 I BAB 17 PANKREAS
Josh N, et al: Primary Care: infection in patients with diabe- Schuit FC, et al: Glucose sensing in pancreatic beta-cells. A
tes mellitus. N Engl J Med 341:1906,1,999. (Ulasan klinis model for the study of other glucose-regulated ce11s in
yang sangat baik mengenai penyulit infeksi pada diabe- gut, pancreas, and hypothalamus. Diabetes 50:1, 2001.
" tes.) (Meringkaskan fisiologi insulin dan fungsi reseptor
Ostenson C-G: The pathophyslology of type 2 diabetes glukosa pada sel beta pankreas.)
mellitus: an overview. Acta Physiol ScandITL:247,200I. Saltiel AR: New perspectives into the molecular pathoge-
(Ulasan yang baik mengenai defisiensi insulin dan nesis of type 2 diabetes. Cell 1,04.517,2001 (Pandangan
_ resistensi insulin pada diabetes tipe 2.) ilmiah pemahaman modern tentang jaiur-jalur mole-
Polonsky S, et al: Non-insulin-dependent diabetes mellitus: kr.rlar yang terkena pada diabetes tipe 2.)
a genetically programmed failure of the beta cell to com- Schwartz MW, Kahn SE: Insulin resistance and obesity. Na-
pensate for insulin resistance. N EnglJ Med334:777,1996. ture 402:860, L999. (Pembahasan mengenai reseptor
(Pengkajian terhadap keterkaitan antara patofisiologi PPAR-y, resistensi insulin, dan obesitas.)
dan genetik pada diabetes melitus tipe 2.) Shuldiner AR, Yang R, Gong D: Resistin, obesity, and insulin
Polonsky KS, Semenkovich CF: The pancreaiic B ce11 heats resistance-the emerging role of the adipocyte as an
up: UCP2 and insulin secretion in diabetes. Cell 105:705, endocrine organ. N Engl J Med 345:7345,2001. (Ulasan
2001. (Penjelasan molekular untuk penurunan sintesis singkat mengenai peran resistin dan leptin dalam diabe-
insulin pada diabetes tipe 2.) tes tipe 2 dan obesitas.)
Porte D Jr, Kahn S: B cell dysfunction and failure in type 2 TrudeauJD, et al: Neonatal beta-ce11 apoptosis: A trigger for
diabetes: potential mechanisms. Diabetes 50(Suppl autoimmune diabetes? Diabetes 497,2000. (Uiasan me-
1):5160, 2001. (Pembahasan mengenai disfungsi sel B dan ngenai cedera sel beta dalam kaitannya dengan auto-
peran amilin pada diabetes tipe 2.) imunitas.)
Rocchini AP: Childhood obesity and a diabetes epidemic. N Undlien DE, Benedicte AL, Thorsby E: HLA complex genes
Engl J Med 346:854,2002 (Editorial yang membahas in type 1 diabetes and other autoimmune diseases. Which
epidemi diabetes pada anak yang kegemukan). genes are involved? Trends Genet 17:93,2001(Ulasan
terinci mengenai gen terkaiI-MHC dan kerentanan
terhadap diabetes tipe 1A.)
T
I Sistem Genitalia
I Laki-Laki
DENNIS K. BURNS, MD
Gangguan pada sistem genitalia laki-laki mencakup pengelompokan anatomik ini adalah pembahasan
beragam malformasi, peradangan, dan neoplasma yang penyakit menular seksual (STD), yang dijelaskan secara
mengenai penis dan skrotum, prostat, serta testis. Pada terpisah karena penyakit ini sering mengenai banyak
bab ini, subdivisi anatomik utama sistem genitalia laki- sistem. Karena presentasinya di kedtra jenis kelamin
laki dibahas sendiri-sendiri karena banyak penyakit banyak yang mirip, manifestasi beberapa STD pada
yang dibahas cenderung melibatkan beragam organ perempuan juga disinggung pada bab ini.
secara cukup selektif. Pengecualian utama terhadap
735
736 T BAB 1B SISTEM GENITALIA LAKI-LAKI
mal ini sehingga terjadi malposisi gonad di mana saja berkaitan dengan penyakit kelamin dan dibahas pada
sepanjang jalur migrasinya. Kriptorkidismus merLlpa- akhir bab ini. Penyebab lain peradangan testis adalah
k4n gambaran umum pada sejumiah sindrom konge- epididimitis nonspesifik dan orkitis, gondongan, serta
nital, misalnya sindrom Prader-Willi (Bab 7). Namun, tuberkulosis. Epididimitis nonspesifik dan orkitis
pada sebagian besar kasus, penyebab kriptorkidismus biasanya berawal sebagai infeksi salnran kemih
tidak diketahr-ri. Kriptorkidismus terjadi pada 0,7'k dengan infeksi asendens sekunder ke testis melalui vas
sampai 0,8% populasi laki-laki. deferens atau limfe ftiniculus spermaticus. Testis yang
terkena biasanya membengkak dan nyeri tekan serta
mengandung infiltrat peradangan terutama neutrofil.
Orkitis merupakan penyulit infeksi gondongan
(mrLmps) pada sekitar 20ok laki-laki denasa, tetapi
MORFOLOGI jarang terjadi pada anak. Testis yang terkena tampak
edematosa dan kongestif serta mengandung infiltrat
Kriptorkidismus sedikit lebih sering mengenai testis peradangan terutama limfosit dan se1 prlasma. Kasr-rs
kanan daripada yang kiri. Pada 25% kasus, kelainan ini yang parah mungkin menyebabkan kerlLsakan cukup
bersifat bilateral. Testis yang tidak turun mungkin ber- banyak epitel seminiferosa yang n'renyebabkan atrofi
ukuran normal pada awal kehidupan, walaupun pada tubuhrs, fibrosis, dan steriiitas. Sejumlah penyakit,
saat pubertas biasanya sedikit banyak terjadi atrofi. Bukti
termasuk infeksi dan cedera antoimnn, dapat mernicn
mikroskopik atrofi tubulus tampak pada usia 5 hingga 6
timbuinya reaksi peradangan granr-rlomatosa di testis.
tahun, dan pada saat pubertas terjadi hialinisasi, Hilang-
nya tubulus biasanya disertai oleh hiperplasia sel Dari penyakit tersebut, tuberkulosis adalah yang
interstisium (Leydig). Fokus neoplasia sel germina- tersering. Tuberkulosis testis Ltmllmnva berawal se-
tivum intratubulus (dibahas kemudian) mungkin bagai epididimitis, disertai keterlibatan seklrnder tes-
ditemukan di testis yang tidak turun dan dapat menjadi tis. Perubahan histologik berupa reaksi peradangan
sumber terbentuknya tumor di organ ini. Perubahan granulomatosa dan nekrosis perkijr-ran, identik dengan
atrofik mirip dengan yang ditemukan pada testis yang yang ditemukan pada tuberkulosis aktif di tempat lain.
tidak turun dapat disebabkan oleh sejumlah penyakit
lain, termasuk iskemia kronis, trauma, radiasi, kemo-
terapi antineoplastik, dan keadaan yang berkaitan Neoplasma Testis
dengan elevasi kronis kadar estrogen (misal, sirosis).
Namun, neoplasia sel germinativum intratubulus tidak I'leoplasmo testis mertrpnlcon kntLsn terpe.nting
ditemukan pada penyakit yang terakhir ini. pentbesnrnn testis yong pndat dnn tidnh nyari. lleo-
piasma ini terjadi pada sekitar 2 per 100.000laki-laki,
dengan insidensi pnncak pada usia antara 15 dan 34
tahun. Tnmor testis merupakan suatu kelon-rpok
heterogen neoplasma, 95% dl antaranya berasal dari
Tidaklah mengejutkan, kriptorkidismus bilateral sel germinativum. Hampir semua dari kelompok yang
menyebabkan sterilitas. Kriptorkidismus unilateral
terakhir adalah tumor ganas. Neoplasma yang berasal
mungkin disertai atrofi gonad kontralateral yang telah
dari sel Sertoli atau Leydig (atau keduanya) jarang
turun sehingga juga dapat menyebabkan sterilitas. ditemukan dan, berbeda dengan tumor yang berasal
Selain infertilitas, kegagalan penurunan ini juga di-
dari sel germinativum, biasanya memperlihatkan per-
laporkan berkaitan dengan peningkatan empat kali jalanan penyakit yang jinak. Tnmor nonsel germina-
lipat risiko kegoncsnn fesfis. Pasien dengan kriptor- tivum mungkin ditemukan karena kemampuannya
kidismus unilateral juga berisiko lebih tinggi meng- membentuk dan mengeluarkan hormon steroid yang
alami kanker di testis kontralateral normal yang telah menyebabkan kelainan end okrin.
turun, yang mengisyaratkan adanya kelainan intrilsik, Kausa neoplasma testis masih belum diketahui.
bukan sekadar kegagalan penurllnan, sebagai pe- Seperti telah disinggllng, kriptorlcidisnuLs menyebnb-
nyebab peningkatan risiko kanker. Penurunan secara
kan peningkntan pnlittg sedikit empat knli lipot risiho
bedah testis yang belum turun ke dalam skrotum katker di testis yang tidak tlLrun, serta peningkatan
(orkiopeksi) sebelum pubertas dapat menurunkan risiko kanker di testis kontralateral yang turun. Riwayat
kemungkinan atrofi tetapi tidak menjadi fertilitas. Efek kriptorkidismus terdapat pada sekitar 10% kasus
orkiopeksi pada risiko kanker testis masih diperdebat- kanker testis. Sindrom yang ditandai dengan
kan. Sebagian besar bukti mengisyaratkan bahwa disgenesis /esfis, termasuk feminisasi testis dan sindrom
pasien masih berisiko tinggi setelah orkiopeksi.
Klinefelter, juga dilaporkan menyebabkan peningka tan
frekuensi kanker testis. Penelitian sitogenetik berhasil
Lesi Peradangan mengidentifikasi beragam kelainan pada neoplasma
sel germinativum testis, yang tersering adalah iso-
Lesi peradangan di testis lebih sering terjadi di kromosom lengan pendek kromosom 12. Namun, peran
epididimis daripada di testisnya sendiri. Beberapa pe- kelainan kromosom dalam patogenesis neoplasma tes-
nyakit peradangan yang lebih penting pada testis tis masih belum jelas. Risiko neoplasia meningkat pada
BAB 1B SISTEM GENITALIA LAKI-LAK 739
saudara kandung dari pasien kanker testis, meskipun terdapat pada keadaan yang berisiko tinggi mengalami
belum ada keiaian genetik herediter yang secara tumor sel germinativum (misa1, kriptorkidismus,
konsisten ditemukan untuk menjelaskan peningkatan disgenesis testis). Selain itu, fokus lesi in situ tersebut
risiko ini. Timbtilnya kanker di satu testis dilaporkan ditemukan di jaringan testis dekat tumor testis pada
menyebabkan peningkatan risiko neoplasma di testis 90% kasus.
kontralateral. Tnmor tesfis lebih sering diternukan pada
orang berkulit ptitih daripada kulit hitam.
Klasifikasi dan Histogenesis. Telah diajukan
sejr-rmlah klasifikasi dan skema yang berbeda-beda
untuk neoplasma testis, berd asarkan gambaran histo- MORFOLOGI
logik tLrmor dan berbagai teori tentang histogenesisnya.
Klasifikasi World Health Organization (WHO) merupa- Seminoma, kadang-kadang disebut sebagai semi-
kan klasifikasi yang tersering digunakan di Amerika noma "klasik" untuk membedakannya dengan semi-
Serikat (Tabel 18-1). Dalam skema ini, tumor sel noma spermatositik yang lebih jarang (dibahas di
germinatir.um pada testis dibagi menjadi dr-ra kategori bawah), membentuk sekitar 50% dari neoplasma sel
besar, berdasarkan apakah tumor mengandrrng satu germinativum testis. Tumor ini secara histologis identik
pola histologik (40"1, kasr.rs) atar-r banyak pola histologik
dengan disgerminoma ovarium dan dengan germi-
noma yang timbul pada susunan saraf pusat dan
(60% kasus). Klasifikasi ini didasarkan pada pandang-
tempat ekstragonad lainnya. Seminoma adalah tumor
an bahwa tumor sel germinativum testis berasal dari besar, lunak, berbatas tegas, biasanya homogen, dan
sel primitif yang mungkin berdiferensiasi di sepanjang berwarna putih abu-abu yang menonjol dari permukaan
ttrrnnan gonadal untuk menghasilkan seminomn atatt pctongan testis yang terkena (Gbr. 18-3). Neoplasma
mengalami transforrnasi menjadi populasi sel totipoten, biasanya dibatasi di testis oleh suatu tunika albugenia
dan menyebabkan tumor sel germinntiuttm nonsuni- utuh. Tumor besar mungkin mengandung fokus nekro-
nomntosn. Sel totipoten tersebut mungkin tetap belum sis koagulasi, tetapi biasanya tidak terjadi perdarahan.
berdiferensiasi dan membentuk karsinoma embrional, Adanya perdarahan seyogianya mendorong kita melaku-
mungkin berdiferensiasi sesuai garis eks traembrionik kan pemeriksaan teliti ada tidaknya komponen sel
nntuk menrbentuk ttLmor yolk -scc dan koriokntsinontn, germinativum nonseminatosa di tumor. Secara mikro-
skopis, seminoma terdiri atas sel besar dengan batas
atau mttngkin berdiferensiasi sesuai garis sel somatik
jelas, sitoplasma jernih kaya glikogen, dan nukleus
nntnk menrb entttk terntornc. Histogenesis hipotetik ini
bulat dengan nukleolus jelas (Gbr. 18-4). Sel sering
ditur-rjang oleh tingginya freknensi pola histologik terusun dalam lobulus-lobulus kecil dengan sekat fib-
campllran pada tumor sei germinatir.um nonsemino- rosa di antaranya. Biasanya terdapat sebukan limfosit
matosa. Varian l-rjstologik pada neoplasma sel gerrnina- dan kadang-kadang menutupi sel neoplastik. Reaksi
tivum testis tercantum pada Tabel 1B-1. Morfologi peradangan granulomatosa juga mungkin ditemukan.
bentuk yang lebih sering ditemukan disajikan di bawah, Pada 7% hingga 24% kasus, ditemukan sel raksasa
bersama dengan pembahasan tentang beberapa mirip-sinsitiotrofoblas yang positif pada pewarnaan
gambaran klinis yang menonjol. untuk gonadotropin korion manusia (hCG); sel ini
Sekarang secara luas dipercayai bahwa sebagian diperkirakan merupakan sumber peningkatan kadar
besar tumor testis berasal dari lesi in situ berupa
neoplnsmn sel germinntiaum intrntttbtLltLs. Lesi ini
)'.t:-a..-
jf.t-
.ts"xf'
Gambar 18-6
Seminoma testis. Pemeriksaan mikroskopik memperlihatkan sel
besardengan batas jelas, nukleus pucat, nukleolus menonjol, dan Karsinoma embrjonal. Pemeriksaan mikroskopik memperlihatkan sel-
sedikit sebukan limfosit. sel hiperkromatik primitif yang membentuk lembaran-lembaran dan
kadang-kadang kelenjar. (Sumbangan Dr. Trace Worrell, Depart-
ment of Pathology, University of Texas Southwestern Medical Cen-
ter, Dallas).
Gambar 18-7
Karsinoma yolk sac. A. Fotomikrograf kekuatan rendah yang memperlihatkan area jaringan mikrokistik, berlekstur longgar dan suatu
struktur papilar yang menyerupai glomerulus yang berkembang. B. Fotomikrograf kekuatan sedang yang memperlihatkan droplet hialin
khas dalam area mikrokistik tumor. u-Fetoprotein terdapat dalam droplet.
berupa lesi kecil yang tidak teraba, bahkan jika telah sesuai, terutama di dalam sitoplasma elemen sinsitio-
terjadi metastasis sistemik yang luas. Secara mikro- trofoblastik.
skopis, koriokarsinoma terdiri atas lembaran sel kuboid Teratoma mencerminkan diferensiasi sel germinati-
kecil yang secara acak bercampur dengan atau vum neoplastik sepanjang garis turunan sel somatik.
dilingkupi oleh sel sinsitium eosinofilik besar yang Teratoma adalah massa padat yang permukaan potong-
mengandung banyak nukleus pleomorfik gelap; sel ini annya sering mengandung kista dan daerah tulang
masing-masing mencerminkan diferensiasi sitotrofob- rawan. Secara histologis, dikenali tiga varian utama ter-
lastik dan sinsitiotrofoblastik (Gbr. 18-8). Tidak ditemu- atoma murni. Teratoma matur mengandung jaringan
kan bentuk vilus plasenta yang jelas, Hormon hCG dapat yang berdiferensiasi sempurna dari satu atau lebih
diidentifikasi dengan pewarnaan imunohistokimia yang lapisan sel germinativum (misal, jaringan saraf, tulang
rawan, jaringan lemak, tulang, epitel) dengan susunan
acak (Gbr. 18-9). Teratoma imatur, sebaliknya, me-
ngandung elemen somatik imatur yang mirip dengan
dijaringan janin yang sedang tumbuh. Teratoma dengan
transformasi ganas ditandai dengan timbulnya ke-
ganasan yang nyata pada elemen teratoma yang sudah
ada, biasanya dalam bentuk karsinoma sel skuamosa
atau adenokarsinoma. Sebagian besar kasus teratoma
maligna terjadi pada orang dewasa; teratoma murni
pada laki-laki prapubertas biasanya jinak. Seperti bentuk
lain neoplasia sel germinativum, teratoma testis pada
orang dewasa sering disertai adanya elemen sel germi-
nativum lain. Oleh karena itu, semua teratoma testis
pada orang dewasa harus dianggap sebagai neo-
plasma ganas.
Tumor sel germinativum campuran, seperti telah
disinggung, membentuk sekitar 60% dari semua neo-
plasma sel germinativum testis. Pada tumoi'campuran,
dapat terjadi kombinasi dari setiap pola yang sudah
dijelaskan; yang tersering adalah kombinasi teratoma,
Gambar 18-8 karsinoma embrional, dan tumor yolk sac.
Teratoma. Teratoma testis mengandung sel matang dari turunan endoderm, mesoderm, dan ektoderm. Tampak disini adalah empat
lapangan berbeda dengan satu tumor yang mengandung elemen saraf (ektoderm) (A), kelenjar (endoderm) (B), tulang rawan (meso-
derm) (C), dan epitel skuamosa (D).
nonseminomatosa, mrlngkin telah bermetastasis luas Stadium III: Metastasis melewati kelenjar getah
saat didiagnosis, tanpa adanya lesi testis yang dapat bening retroperitoneum
diraba. Seminoma sering tetnp terbatns di testis untuk Pemeriksaan pennndn twnor yang disekresikan
jangka lama dan mungkin mencapai nkuran cukup oleh sel lumor penLing dalam evaluasi klinis neoplasma
besar sebelum didiagnosis. Metastasis paling sering sel germinativum. hCG, yang dihasilkan oleh sel sinsi-
ditemukan di kelenjar getah bening iliaka dan para- tiotrofoblas neoplastik, selalu meningkat pada pasien
aorta, temtama di regio lurnbal atas. Metastasis dengan koriokarsinoma. Seperti telah disinggung, tu-
hematogen jarang terjadi. Sebaliknya, neoplnsma sel mor sel germinativum lainnya, termasuk seminoma,
germinntitttLm nonseminomatosa cenderung cepnt juga mungkin mengandung sel sinsitiotrofoblas tanpa
beimetnsttrsis, baik melalui rute limfogen matlpun elemen sitotrofoblastik sehingga mungkin mengeir-rar-
hematogen. Metastasis hematogen paling sering ke hati kan hCG. Sekitar 10% seminoma mengeluarkar. hCG,
dan paru. Lesi metastatik secara histologis mungkin a-fetoprotein (AFP) adalah suatu glikoprotein yang
identik dengan tumor testis primer, atau mungkin secara normal disintesis oTeh yolk scc janin dan be-
mengandung elemen sel germinativum yang lain. Sta- berapa jaringan janin lainnya. Tumor sel germinativum
dir"im neoplasma sel germinativum testis dibagi nonseminomatosa yang mengandrrng elemen yollc snc
berdasarkan beragam teknik pencitraan dan pemeriksa- (sinus endoderm) sering menghasilkan AFP; berbeda
an penanda tumor sebagai berikut: dengan hCG, adanya AFP adalah indikator andal ke-
Stadium I: Tumor terbatas di testis beradaan komponen nonseminomatosa di neoplasma
Stadium Il: Metastasis terbatas di kelenjar retro- sel germinativum, karena pada seminoma tidak ter-
peritoneum di bawah diafragma dapat elemen yollc sac. Karena pola campuran sering
BAB 18 SISTEM GENITALIA LAKI.LAKI 743
'
ditemukan, sebagian besar tumor nonseminomatosa tertentu, biakan spesimen urine terfraksionasi yang
memperlihatkan peningkatan kadar hCG dan AFP. diambil sebelum dan setelah pemijatan prostat. Pros-
Selain perannya dalarn diagnosis primer tumor sel tntitis balcterinlis nktLt disebabkan olch organisme )'arU
germinativum testis, pemeriksaan serial hCC dan AFP sama dengan yang menyebabkan infeksi saluran kemih
bermanfaat untuk memantau persistensi atau ke- aknt, terutama Escherichin coll dan batang gram-negatif
kambuhan tumor setelah terapi. Namun, perlu dicatat lainnya. Sebagian besar pasien dengan prostatitis akut
bahwa AFP juga meningkat pada kanker hati (Bab 15). juga mengalami infeksi uretra dan kandung kemih
Teiapineoplasma sel germinativum testis dianggap (uretrosistitis akut). Pada kasus ini, organisme mungkin
merupakan kisah sukses kemoterapi. Meskipun 7000 mencapai prostat melalui perluasan langsung dari
hingga 8000 kasus baru kanker testis muncul di uretra atau kandung kemih atau melalui pembuluh
Amerika Serikat setiap tahun, hanya 400 laki-laki yang darah dari tempat yang lebih 1avh. Prostntitis kronis
diperkirakan meninggal akibat penyakit ini. Terapi dapat timbul setelah serangan prostatitis akut, atatt
ditentukan oleh pola histologik lumor dan stadium pe- timbul secara perlahan tanpa riwayat prostatitis akut.
nyakit saat diagnosis. Seminoma sangat radiosensitif, Pada beberapa kasus prostatitis kronis, dapat diisolasi
dan tumor ini juga berespons baik terhadap kemo- bakteri yang sama dengan yang menyebabkan pros-
terapi. Prognosis unlukbanyak ftrmor sel germinativum tatitis bakterialis akut. Kasus semacam ini disebut
nonseminomatosa telah jauh membaik sejak diper- sebagai prostntitis bakterialis kronis. Pada kasus yang
kenalkannya regimen kemoterapi berbasis-platinum. lain, ditemukan peningkatan jumlah leukosit dalam
Tabel 18-2 meringkaskan gambaran penting pada tu- sekresi prostat yang membuktikan adanya peradangan
mor testis. prostat tetapibakteri tidak ditemukan. Kasus ini, yang
disebut prostatitis nbskterinlis kronis, atau prostatodi-
nia, merupakan penyebab tersering prostatitis kronis.
Sejumlah agen nonbakteri yang berperan dalam pato-
PROSTAT
genesis trretritis nongonokokus, termasttk Chlnmydin
Kategori terpenting pada penyakit prostat adalah trachomntis dan L[reaplasmn uretlytictLm, juga didr-rga
lesi peradangan (prostatilis), hiperplasia nodular, dan berperan sebagai penyebab prostatitis abakterialis
karsinoma. kronis.
Prostatitis
Prostatitis, atau peradangan prostat yang secara
MORFOLOGI
klinis nyata, dapat bersifat akut atau kronis. Klasifikasi Prostatitis akut ditandai dengan adanya infiltrat pe-
prostatitis didasarkan pada kombinasi gambaran radangan neutrofilik akut, kongesti, dan edema stroma.
klinis, pemeriksaan mikroskopik, dan, pada kasus
Seminoma 40-50 Lembaran sel poligonal uniform, dengan 1 0% memperlihatkan peningkatan hCG
sitoplasma jernih; limfosit di stroma
Karsinoma embrional 20-30 Sel pleomorfik berdiferensiasi buruk dalam 90% memperlihatkan peningkatan nCG
bentukgenjel, lembaran, atau papila; atau AFP atau keduanya
sebagian besar mengandung sel kodo-
karsinoma dan yolk sac
a 00% memperlihatkan peningkatan AFP
Tumoryo/k sac Sel kuboid, kolumnar, atau mirip-endotel 1
Gambar 18-12
#-fi:
#
sfs
t*!-l!:a' '.t4..
:li,il$' ' ...,,ir
;:,rl
;ir .,ri:):ll:ll.
.. : .ii. ..:. .$,
.li
l:,, '1.:.
:
Gambar 18-14
rektum dengan jari. Penyakit yang luas mungkin karsinoma prostat. Stadium kanker prostat ditentukan
menimbulkan gejala dan tanda "prostatisme", ter- dengan pemeriksaan klinis, eksplorasi bedah, teknik
masuk rasa tidak nyaman lokal dan tanda-tanda pencitraan radiografik, dan, di beberapa sistem, derajat
obstruksi saluran kemih serupa dengan yang ditemu- histologik tumor dan kadar penanda tumor. Gambaran
kan pada pasien dengan hiperplasia nodular. anatomik yang digunakan dalam sistem penentuan
Pemeriksaan fisik pada kasus tersebut biasanya stadium TNM yang telah direvisi diringkaskan pada
memperlihatkan tanda-tanda penyakit lokal lanjut, Tabel L8-3. Luas anatomik penyakit dan derajat
dalam bentuk prostat yang keras dan terfiksasi. histologik lesi memengaruhi terapi kanker prostat dan
Karsinomaprostat yang lebih agresif mungkin pertama berkaitan erat dengan prognosis. Karsinoma prostat
kali menimbulkan perhatian karena metastasisnya. diterapi dengan berbagai kombinasi pembedahan,
Sayangnya, hal ini tidak jarang terjadi. Metastasis ke terapi radiasi, dan manipulasi hormon, bergantung
tulang, terutama ke tulang aksial sering terjadi pada pada derajat dan stadiumnya. Penyakit lokal biasanya
karsinoma prostat dan dapat menyebabkan lesi osteo- diterapi dengan pembedahan atau terapi radiasi
litik (destruktif) atau, yang lebih sering, osteoblastik berkas-eksternal. Terapi hormon berperan penting
(membentuk tulang). Adanya metsstasis osteoblastik dalam penatalaksanaan karsinoma tahap lanjut. Secara
merupakan isyarat kuat adanyq ksrsinoms prostat spesifik, sebagian kanker prostat peka terhadap andro-
tahap lanjut. gen dan sedikit banyak dihambat oleh ablasi andro-
Pemeriksaan kadar antigen spesifik-prostat (PSA)
serum telah secara luas digunakan dalam diagnosis
karsinoma dini. PSA adalah suatu enzim proteolitik
33-kD yang dihasilkan, baik oleh epitel prostat normal
maupun neoplastik. PSA disekresikan dalam konsen- Tabel 18-3. PENENTUAN STADIUM ADENOKARSI-
trasi tinggi ke dalam asinus prostat dan kemudian ke NOMA PROSTAT YANG MENGGU NAKAN
dalam cairan seminalis, di mana zat ini meningkatkan SISTEM TNM
motilitas sperma dengan mempertahankan sekresi
seminalis dalam keadaan cair. Secara tradisional, Klasifikasi TNM Temuan Anatomik
kadar PSA 4 ,0 ng/L digunakan sebagai batas atas nor-
mal. Sel kanker menghasilkan lebih banyak PSA, tetapi Luas Tumor Primer (r)
semua keadaan yang merusak arsitektur normal prostat, f1 Lesi tidak teraba
termasuk adenokarsinoma, hiperplasia nodular, dan T1a Keterlibatan <5% jaringan TURP
T1b Keterlibatan >5% jaringan TURP
prostatitis, juga dapat meningkatkan kadar PSA serum.
T1c Karsinoma ditemukan pada biopsi jarum
Meskipun kadar PSA serum cenderung lebih tinggi T2 Kanker teraba atau terlihat, terbatas
pada pasien dengan karsinoma daripada pasien di prostat
dengan hiperplasia nodular, di antara kedua kondisi T2a Keterlibatan <5Ook dari satu lobus
ini terdapat banyak tumpang tindih kadar serum. r2b Keterlibatan >50% dari satu lobus, tetapi
unilateral
Selain itu, pada sebagian kecil kasus kanker prostat, 'f2c Keterlibatan kedua Iobus
kadar PSA serum tidak meningkat. Karena masalah T3 Perluasan ekstraprostat lokal
dalam spesifisitas dan sensitivitas ini, PSA tidak banyak T3a Unilateral
bermanfaat sebagai uji penapis tersendiri untuk kanker T3b Bilateral
prostat. Namun, makna diagnostiknya dapat sangat T3c lnvasi ke vesikula seminalis
meningkat jika digunakan bersama dengan prosedur T4 lnvasi ke organ dan/atau struktur
penunjang di sekitar
lain, seperti pemeriksaan rektum deng an jai,sonografi
T4a lnvasi ke leher kandung kemih, rektum,
transrekftrm, dan biopsi jarum. Berbeda dengan keter- atau sfingter eksternal
batasannya sebagai uji diagnostik penapis, kadar PSA T4b lnvasi ke otot levator anus atau dasar
serum sangat bermanfaat untuk memantau pasien panggul
setelah terapi untuk kanker prostat; peningkatan kadar Sfafus Kelenjar Getah Bening Regional (N)
setelah terapi ablatif berkorelasi dengan kekambuhan
N0 Tidak ada metastasis ke kelenjar regional
dan/ atau terj adinya metastasis. Untuk meningkatkan N1 Satu kelenjar regional, garis tengah <2 cm
manfaat diagnostiknya, telah dilakukan pengujian M Satu kelenjar regional, garis tengah 2
terhadap penyempumaan dalam interpretasi nilai PSA. hingga 5 cm, afau banYak kelenjar
Penyempurnaan tersebut adalah laju perubahan nilai dengan garis tengah <5 cm
N3 Kelenjar regional dengan garis tengah >5
PSA seiring waktu (PSA aelocity), penentuan rasio
o'n
antara nilai PSA serum dan volume kelenjar prostat
(densitas PSA), dan pengukuran bentuk bebas PSA Metastasis Jauh (M)
darah versus bentuk terikatnya. Penyempurnaan ini M0 Tidakada metastasis jauh
kemungkinan akan sangatbermanfaat jika kadar PSA M1 Terdapat metastasis jauh
gen. Kastrasi bedah atau farmakologik, estrogen, dan patologik penyakit kelamin yang klasik-sifiiis, gonore,
penghambat reseptor androgen pernah digunakan chancr oid, limfogranuloma venereum, dan granuloma
untuk mengendalikan pertumbuhan lesi diseminata. inguinale-telah cukup banyak diketahui. Dengan
Evaluasi serial kadar PSA serum, seperti telah di- ditemukannya antibiotik dan perkembangan program
singgung, terbukti merupakan metode yang bermanfaat kesehatan masyarakat yang agresif, muncul perasaan
untuk memantau kekambuhan atau progresivitas optimisme bahwa pengendalian penyakit kelamin
penyakit. Prognosis untuk pasien dengan penyakit tradisional merupakan tujuan yang realistik. Namun,
yang rirasih terbatas baik: lebih dari 90% pasien dengan STD terus berkembang secara tidak terduga. Dengan
lesi stadium T1 atau T2 bertahan hidup 10 tahun atau bergesernya moral sosial pada akhir abad ke-20,
lebih. Prognosis untuk pasien dengan penyakit dise- insidensi STD meningkat, suatu masalah yang diper-
minata masih buruk, dengan angka kesintasan 10 berat oleh muncuh-rya strain patogen menular seksual
tahnn pada kelompok ini berkisar dari l}"khngga 40%. yang resisten terhadap banyak antibiotik. Selain
masalah yang ditimbulkan oleh persistensi penyakit
kelamin tradisional ini, spektmm STD juga telah meluas
PENYAKIT MENULAR SEKSUAL secara drarnatis dalam tahun terakhir, dengan muncril-
nya entitas baru, misalnya infeksi virus imnno-
"Penyakit kelamin" (aenereal diseases), atau STD, defisiensi manusia (humnn immttnodeficiency uirtts,
telah menjangkiti umat manusia sejak berabad-abad. HIV), dan disadarinya penyebaran secara seksual
Meskipun pada zaman dahulu asal dari banyak STD patogen yang dahulu diketahui menyebar dengan cara
masih samar, literatur kuno dipenuhi oleh penjelasan lain, seperti virus hepatitis B dan Entomoebo
mengenai penyakit yang sangat mirip dengan penyakit histolyticn. Penyakit yang saat ini dianggap sebagai
kelamin. Pada abad ke-20, karakteristik kliniko- STD tercantum pada Tabel 1B-4. Sejumlah entitas, di
Virus
Virus herpes simpleks Herpes primer dan rekuren,
herpes neonatus
Virus hepatitis B Hepatitis
Papllomavirus manusia Kanker penis (sebagian kasus) Kondiloma akuminata Displasia dan kanker serviks,
kanker vulva
Virus imunodefisiensi Sindrom imunodefisiensi
manusia dldapat
Klamidia Uretritis, epididimitis, proktitis Limfogranuloma venereum Sindrom uretra, servisitis, barto-
linitis, salplngitis, dan sekuele
Chlamydia trachomatis
Mikoplasma Uretritis
U re a pl asm a u re alyti cu m
Bakteri Epididimitis, prostatitis, striktur Uretritis, proktitis, faringitis, Servisitis, endometritis, bartolinitis,
Neissera gono rrhoeae uretra infeksi gonokokus diseminata salpingitis, dan sekuele (inferti-
litas, kehamilan ektopik, salpi-
: ngitis rekuren)
Treponema pallidum Sifilis
Haemophilus ducreyi Chancroid
Calymmatobacterium Granuloma inguinale
granulomatis (donovanosis)
Shigella *Enterokolitis
Campylobacter *Enterokolitis
Protozoa Uretritis, balanitis Vaglnitis
Trichomonas vaginalis
Entamoeba histolytica *Amubiasis
Giardia lamblia *Giardiasis
antaranya infeksi HIV, hepatitis B, hepatitis C, dan E. lesi pada sifilis sekunder sembuh tanpa terapi anti-
histolytica, dibahas pada bab lain. perhatian kita di mikroba spesifik, saat pasien dikatakan berada dalam
sini ditujukan pada sebagian entitas penting yang sifilis fnse lnten dini. Lesi mukokutis dapat kambr_rh
kurang sesuai jika dibahas di bagian lain bukuini. - selama fase penyakit ini. Dalam tahun terakhir, the
United States Public Health Service telah membatasi
Sifilis definisi sifilis laten dini menjadi periode 1 tahun
setelah infeksi.
Sifilis, atattlues, adalah suatu infeksi seksual kronis Pasien sifilis yang tidak diobati kemudian masnk
yang disebabkan oleh spirokaeta, Treponema pnltidum. ke dalam fase laten lanjut asintomatik. pada sekitar
Sifilis, yang pertama kaii dikenali dalam bentuk epi- sepertiga kasus, dapat timbul lesi simtomatik selama
demik pada abad ke-16 di Eropa sebagai Grest p:ox, 10 hingga 20 tahun. Fase simtomatik lanjut ini, atau
masih merupakan infeksi endemik di banyak bagian sifilis tersier, ditandai dengan munculnya lesi di sistem
di dunia. Meskipun penisilin dan program kesehitan kardiovaskular, susunan saraf pusa t, itau, yang lebih
masyarakat menyebabkan penurllnan mencolok kasus jarang, organ lain. Spirokaeta jauh lebih sulit ditemukan
sifilis dari akhir tahun 794}-anhingga akhir 1970-an, selama tahap lanjut penyakit, dan pasien dengan sifilis
sejak dua dekade terakhir tercatat peningkatan kembali laten lanjut atau tersier kecil kemungkinannya menular
kasus sifilis primer dan sekunder yang signifikan. pada daripada mereka yang mengidap penyakit stadium
awal tahun 1990-an, pada khususnya, terjadi pe- primer atau sekunder.
ningkatan bermakna insidensi sifilis di daerah perkota- Sifilis sering ditemukan pada pasien yang terinfeksi
an dan pedesaan, temtama di bagian tenggara Amerika HIV. Meskipun penyakit lebih besar kemungkinannya
Serikat. Namun, pada tahun 7999,peningkatan tersebut berkembang, tidak banyak bukti yang menunjukkan
telah mereda, dan saat ini dilaporkan sekitar 2,5 kasus bahwa manifestasi klinis lebih parah pada pengidap
per 100.000 populasi. Terdapat kesenjangan rasial HIV.
yang mencolok: orang Amerika keturunan Afrika ter-
kena 30 kali lebih banyak daripada kulit putih.
T. pallidtLm adalah spirokaeta yang pejamu alami
safu-salunya adalah manusia. Sumber infeksi biasanya
adalah lesi aktif di kulit atau mukosa pada pasien sifiiis MORFOLOGI
stadium awal (primer atau sekunder). Organisme
ditularkan dari lesi tersebut saat hubungan kelamin, Lesi makroskopik sifilis bervariasi sesuai stadium
menembus luka{uka halus di kulit atau selaput lendir penyakit dan dibahas kemudian. Kelainan mikroskopik
pasangan yang belum terinfeksi. Pada kasus sifilis mendasar pada sifilis adalah endarteritis proliferatif
kongenital, T. p allidum ditirlarkan menembus plasenta disertai infiltrat peradangan yang banyak mengandung
dari ibu ke janin, terutama pada tahap awal infeksi sel plasma. Treponema menyebabkan hipertrofi dan
proliferasi endotel, diikuti oleh fibrosis intima dan me-
maternal. Setelah masuk ke dalam tubuh, organisme
nyempitnya lumen pembuluh. lskemia lokal akibat
dengan cepat menyebar ke tempat jauh melalui saluran
kelainan pembuluh darah ini jelas berperan menyebab-
limfe dan darah, bahkan sebelum munculnya lesi di kan kematian sel lokal dan fibrosis, meskipun faktor
tempat inokulasi primer. Dua hingga enam minggrr lain, termasuk hipersensitivitas tipe lambat, juga ber-
setelah awal infeksi, muncul lesi primer, yang disebut peran menyebabkan jejas parenkim. Spirokaeta mudah
chnncre, di tempat kuman masuk. Penyebaran sistemik ditemukan dalam potongan histologik dari lesi dini
organisme berlanjut selama masa ini, sementara pe- dengan menggunakan pewarna perak standar (misal,
jamu mulai membentuk respons imun. Terbentuk dua pewarna Warthin-Starry). Tidak terdapat bukti bahwa
jenis antibodi: antibodi nontreponema dan antibodi organisme secara langsung menyebabkan cedera toksik
terhadap antigen treponema spesifik. Seperti akan pada jaringan pejamu. Kerusakan parenkim yang luas
pada sifilis tersier menyebabkan terbentuknya guma,
dibahas secara lebih rinci, deteksi antibodi ini berperan
penting dalam diagnosis sifilis. Namun, imunitas suatu massa padat iregular jaringan nekrotik yang
dikelilingi oleh jaringan ikat yang kuat. Secara mikro-
didapat ini tidak dapat membasmi spirokaeta yang
skopis, guma mengandung suatu zona sentral nekrosis
masuk saat inokulasi primer.
koagulasi yang dikelilingi oleh infiltr.at sel radang
Chancre pada sifilis primer sembuh secara spontan campuran yang terdiri atas limfosit, sel plasma, makro-
dalam periode 4 hingga 6 minggu dan diikuti oleh fag aktif (sel epitelioid), kadang-kadang sel raksasa,
munculnya sifilis sekunder pada sekitar 2S"h dari dan zona jaringan fibrosa padat di perifer.
pasien yang tidak diobati. Manifestasi sifilis sekunder,
yang nanti akan dibahas secara.lebih rinci, mencakup
limfadenopati generalisata dan beragam lesi mukokutis
serta mencerminkan adanya organisme yang menyebar
ke seluruh tubuh selama fase awal penyakit. Lesimuko- SIFILIS PRIMER
kutis pndn sifilis primer dan sekunder mengandung Stadium ini ditandai dengan adanya chnncre di
banyak spirokaeta dan sangat mentLlsr. Seperti chancre, tempat inokulasi awal. Chnncre sifilis memiliki ciri
BAB 1B SISTEM GENITALIA LAKI-LAKI I751
Gambar 18-1 5 r
A. Chancre slfilis di skrotum.
Lesi biasanya tidak nyeri, meski-
pun terjaditukak, dan sembuh
secara spontan. L Histologi
ch a ncre dengan infi ltrat plasma-
sitik difus dan proliferasi endo-
tel. (Sumbangan Dr. Richard
Johnson, New England Dea-
coness Hospital, Boston.)
khas indtrrasi dan dahulu disebut sebagai "hard chan- kombinasi pembesaran kelenjar getnh bening genera-
cre" (ulkus durum) untuk membedakannya dengan lisata dan beragam lesi mukokutls. Lesi kulit biasanya
" soft chancre" (ulkus mole; dibahas kemndian). Chsn- tersebar simetris dan mtngkin bersifat makulopapular,
cre primer pada laki-laki biasanya terjadi di penis. Pada berskuama, atau pustular. Telapak tangan dan kaki
perempuan, mungkin ditemukan beberapa chancre, sering terkenn. Di bagian kulit yang basah, misalnya
biasanya di vagiha atau serviks. Chanue berawal se- regio anogenital, paha bagian dalam, dan ketiak, dapat
bagai papul kecil padat yang secara perlahanmembesar timbul lesi meninggi dengan dasar lebar yang disebut
dan menyebabkan ulkus tak-nyeri dengan tepi tegas kondilomata lata. Lesi mukosa superfisial yang mirip
berindurasi dan dasar basah "bersih" (Gbr. 18-15).
Spirokaeta mudah ditemukan pada bahan yang dikerok
dari dasar ulkus dengan menggunakan mikroskop
lapangan gelap (Gbr. 18-16). Kelenjar getah bening
regional sering sedikit membesar dan padat, tetapi
tidak nyeri. Pemeriksaan histologik terhadap ulkus
memperlihatkan hilangnya epidermis, disertai hiper-
plasia epidermis di perifer. Dermis di bawahnya me-
ngandung infiltrat peradangan lirnfositik dan plasma-
sitik serta proliferasi vaskular seperti telah dijelaskan.
Bahkan tanpa pengobatan, chancre primer akan
sembuh dalam beberapa minggu untuk membentuk
jaringan parut ringan. Uji serologik untuk sifilis sering.
negatif pnda tahap awal sifilis primer sehingga harus
selalu dilengkapi dengan pemeriksaan mikroskop
lapangan gelap atau uji antibodi fluoresen langsung
jika sifilis primer dicurigai.
Gambar 18-16
SIFILIS SEKUNDER
Treponema palldurn (mikroskop lapangan gelap) yang memper-
Dalam waktu sekitar 2 bulan setelah resolusichan- lihatkan beberapa spirokaeta dalam kerokan dari dasar ulkus.
cre, limbul lesi sifilis sekunder. Manifestasi sifilis (Sumbangan Dr. Paul Southern, Department of Pathology, Univer-
sekunder bervariasi, tetapi biasanya mencakup sity of Texas Southwestern Medical Center, Dallas.)
752J BAB 18 SISTEM GENITALIA LAKI-LAKI
kondilomata lata dapat timbul di mana saja, tetapi Bentuk sifiLis tersier ketiga, yang relatif jarang, adalah
terutama di rongga mulut, faring, dan genitalia ekstema. apa yang disebut sebagai sifilis tersier jinak. Sifiils ini
Peqreriksaan histologik terhadap lesi mukokutis ditandai dengan terbentuknya guma diberbagai tempat.
'selama fase sekunder penyakit memp erlihatkan endsr- Lesi ini mungkin berkaitan dengan terbentuknya
teritis proliferatif yang khas, disertai oleh infiltrat hipersensitivitas tipe lambat. Guma paling sering teriadi
p er adangan limfoplasmatlk. Spirokaeta t'erdapat dan di tulang, kulit, serta membran mukosa snluran napas
mudah ditemukan di dalam lesi mukokutis; oleh karena atas dan mulut meskipun semua organ dapat terkena.
itu, lesi bersifat menular. Pembesaran kelenjar getah Kelainan tulang biasanya menyebabkan nyeri lokal,
bening paling sering terjadi di leher dan lipat paha. nyeri tekan, pembengkakan, dan, kadang-kadang,
Biopsi kelenjar getah bening yang membesar memper- fraktur patologik. Kelainan kulit dan selaput lendir dapat
lihatkan hiperplasia nonspesifik sentrum germinati- menyebabkan terbentuknya lesi nodular atau, pada
vum disertai olehpeningkatan jumlah selplasma atau, kasus khusus, lesi ulseratif destruktif yang mirip
yang lebih j arang, granuloma atau neutrofi I. Manifestasi neoplasma'ganas. Spirokaeta jarang ditemukan di lesi.
sifilis sekunder yang lebih jarang adalah hepatitis, Guma, yang dahulu sering ditemukan, sekarang sangat
penyakit ginjal, penyakit mata (iritis), dan kelainan jarang terjadi berkat ditemukannya antibiotik efektif
saluran cerna. Lesi mukokutis pada sifilis sekunder seperti penisilin. Sekarang guma paling sering terjadi
lenyap dalam waktu beberapa minggu, saat mana pada pasien dengan AIDS.
pasien masuk ke fase laten dini penyakit yang ber-
langsung sekitar 1 tahun. Lesi dapat kambuh kapan
saja selama fase laten dini, saat mana pasien masih
SIFILIS KONGENITAL
menular. Uji antibodi nontreponema dan antitrepo' T. pallidum dapat ditularkan menembus plasenta
nema positif kuat pada hampir semua kasus sifilis dari ibu yang terinfeksi pada janinnya setiap saat
sekunder. selama kehamilan. Kemungkinan terbesar penularan
dari ibu hamil adalahpada tahap awal (stadium primer
dan sekunder) penyakit, saat jumlah spirokaeta paling
SIFILIS TERSIER besar. Sifilis kongenital jarang terjadi jika ibu sr-rdah
Sifilis tersier terjadi pada sekitar sepertiga pasien mengidap sifilis selama lebih dari 5 tahun meskipun
yang tidak diobati, biasanya setelah masa laten 5 tahun kasus penularan dari ibu ke janin pernah dilaporkan,
atau lebih. Fase sifilis ini dibagi menjadi tiga kategori bahkan selama fase laten penyakit. Karena manifestasi
utama: sifilis kardiovaskular, neurosifilis, dan apa yang penyakit pada ibu hamil mungkin samar, uji serologik
disebut sebagai sifilis tersier jinak. Berbagai bentuk untuk sifilis perlu dilakukan secara rutin terhadap
dapat timbul sendiri-sendiri atau berkombinasi pada semua kehamilan. Stigmata sifilis kongenital biasanya
seorang pasien. Uji antibodi nontreponema mungkin belum muncul sampai setelah bulan keempat kehamil-
menjadi negatif selama fnse tersier, meskipun uji an, yang mengisyaratkan bahwa perubahan morfo-
antibodi antitreponema tetap positif . logik sedikit banyak bergantung pada terbentuknya
Sifilis kardiovaskular, dalam bentuk aortitis respons imun pada janin. Tanpa pengobatan, hampir
sifiIitikn, membentuk lebih dari 80% kasus penyakit 40% bayi yang terinfeksi akan meninggal in utero,
tersier; kelainan ini jauh lebih sering terjadi pada laki- biasanya setelah bulan keempat.
laki daripada perempuan. Secara singkat, penyakit ini Manifestasi sifilis kongenital, antara lain lahir mati,
pada dasamya adalah suatu endarteritis vasa vasorum sifilis infantil, dan sifilis kongenital lanjut (tardiue)'Di
di aorta proksimal. Sumbatan vasa vasorum menyebab- antara bayi yang lahir mati, manifestasi tersering ada-
kan terbentuknya jaringan parut di tunika media lah hepatornegali, kelainnn tulang, fibrosis panlleas,
dinding aorta proksimal sehingga pembuluh kehilang- dvn pneumonitis. Hati yang membesar mengandttng
an elastisitasnya. Kelainan aorta ditandai dengan fokus hematopoiesis ekstramedula dan infiltrat pe-
dilatasi progresif lambat pangkal dan arkus aorta radangan mononukleus di daerah porta. Pankreatitis
sehingga terjadi insufisiensi aorta dan aneurisma aorta sering terjadi dan mungkin parah. Kelainan tulang
pro!<simal. Pada sebagian kasus terjadi penyempitan mencakup peradangan dan kerusakan taut osteo-
ostium arteria koronaria akibat pembentukan jaringan kondral di tulang panjang dan, kadang-kadang,
parut subintima disertai iskem.ia miokardium. sek'.:nder. resorpsi tulang dar.'- fibrosis tr-rlang datar di ten-gkorak.
Gambaran morfologik dan klinis aortitis sifilitika Paru mungkin menjadi padat dan pucat, karena adanya
dibahas secara lebih mendalam bersama penyakit sel radang dan fibrosis pada septum alveolaris (pneu-
pembuluh darah (Bab 10). monia alba). Spirokaeta mudah ditemukan di potongan
Neurosifilis membentuk hanya sekitar 10% kasus jaringan.
sifilis tersier. Varian neurosifilis adalah penyakit Sifilis infantil mengacu pada sifilis kongenital pada
meningovaskular kronis, tabes dorsalis, dan penyakit bayi lahir hidup yangbermanifestasi secara klinis saat
parenkim otak generalisata yang disebut paresis lahir atau dalam beberapa bulan pertama. Bayi yang
generalisatn. Penyakit ini dibahas secara rinci pada terkena mengalami tinitis kronis (snuffles), kemudian
Bab 23. Pada pasien sifilis yang juga terinfeksi HIV, memperlihatkan ruam deskuamatif atau lesi mukokutis
ditemukan peningkatan frekuensi neurosifilis. lain serupa dsngan yang ditemukan pada orang
BAB 18 SISTEM GENITALIA LAKI-LAKI I 753
dewasa dengan sifilis sekunder. Juga mungkin ditemu- positif-semu ini, yang mungkin akut (transien) atau
kan kelainan visera dan tulang yang mirip dengan kronis (menetap), meningkat frekuensinya seiring
yang terdapat pada bayi lahir mati. pertambahan usia. Kondisi yang berkaitan dengan
Sifilis kongenital lanjut, atat tnrdiue adalah kasus hasil positif-semu, antara lain infeksi akut tertentu,
sifilis kongenitatyang tidak diobali dengandurasi lebih penyakit kolagen vaskular (mis., SLE), kecanduan
d.ari 2 tihun. Manifestasi klasik adalah trias obat, kehamilan, hipergamaglobulinemia oleh
Hutchinson: gigi seri bertakik, keratitis interstisialis sebab apa pun, dan kusta tipe lepromatosa'
dengan kebutaan, dan tuli akibat kerusakan neryus Uj i antibodi treponema me ncakupJl uo r e s c ent tr ep on e -
cranialis VIII. Kelainan lain berupa deformitas tulang mal nntibody absorption fesf (FTA-Abs) danpemeriksaan
kering seperti pedang (saber shin) akibat peradangan mikrohemaglutinasi untuk antibodi T. pallidum
kronis periosteum tibia, deformitas gigi molar ("mul' (MHATP). Uji ini juga mulai positif dalam hingga 6
berry molars"), meningitis kronis, korioretinitis, dan minggu setelah infeksi tetapi, tidak seperti uji antibodi
guma tulang dan tulang rawan hidung yang menyebab- nontreponema, uji ini tetap positif tanpa batas, bahkan
kan cacat "saddle nose". setelah pengobatan berhasil. Keduanya tidak
Pada kasus sifilis kongenital, plasenta membesar,
dianjurkan sebagai uji penapisan primer karena secara
pucat, dan edematosa. Pemeriksaan mikroskopik bermakna lebih mahal daripada uji nontreponema;
memperlihatkan endarteritis proliferatif yang mengenai
selain itu, keduanya tetap positif setelah pengobatan
pembuluh janin, reaksi peradangan mononukleus dan hamp ir 2"/" dari p opulasi umum memp erlihatkan
(vilitis), dan imaturitas vilus. Tali pusat mungkin nor- hasil uji positif-semu.
mal, atau mungkin mengandung infiltrat peradangan Respons serologik mungkin tertunda, berlebihan
akut danlatau kronis (funikulitis). Spriokaeta dapat (hasil positif-semu), atau bahkan lenyap pada sebagian
ditemukan dengan pewarnaan khusus yang sesuai, pasien sifilis yang juga mengidap infeksi HIV. Namun,
terutama di potongan tali pusat. Organisme ini pada sebagian besar kasus, uji ini masih sangat ber-
mungkin sulit dikenali di bagian lain dan mungkin manfaat dalam diagnosis dan penanganan sifilis pada
tidak terdeteksi jika hanya vilus plasenta yang pasien dengan sindrom imunodefisiensi didapat.
diperiksa secara mikroskopis.
Gonore
UJI SEROLOGIK UNTUK SIFILIS
Gonore adalah infeksi menular seksual di saluran
Meskipun telah dikembangkan pemeriksaan yang genitourinaria bawah yang disebabkan oleh Neisseria
didasarkan pada reaksi berantai polimerase untuk gonorrhoeae. Dengan pengecualian infeksi saluran
sifilis, pemeriksaan serologi tetap merupakan pe- genitourinaria oleh klamidia (dibahas kemudian),
meriksaan utama dalam diagnosis. Uji serologik untuk gonore adalah penyakit menular wajib-lapor yang
sifilis mencakup uji antibodi nontreponema dan uji tersering terjadi di Amerika Serikat. Frekuensi gonore
antibodi antitreponema. Uji nontreponema mengukur meningkat secara drastis di Amerika Serikat selama
antibodi terhadap kardiolipin, suatu antigen yang tahun 1960-an dan awal 1970-an dan mencapai
terdapat di jaringan pejamu dan dinding sel treponema. puncaknya pada tahun 1975, saalinsidensi mendekati
Antibodi ini dideteksi dengan les rapid plasma reagin 500 per 100.000 orang. Insidensi ini kemudian
(RPR) dan Venereal Diseose Research Lnboratory berkurang selama tahun 1'990-an hingga 1998, saat
(VDRL). Uji antibodi nontreponema mulai positif Centers for Disease Control and Prevention melaporkan
setelah t hingga 2 minggu infeksi dan biasanya positif terjadinya peningkatan 9% jumlah kasus gonore.
setelah 4 hingga 6 minggu. Titer antibodi ini biasanya Dengan lebih dari 1 juta kasus baru per tahun di
turun jika pengobatan berhasil. VDRL dan RPR, yang Amerika Serikat, gonore tetap menjadi masalah
luas digunakan sebagai pemeriksaan penapisan untuk kesehatan masyarakat yang besar. Masalah infeksi
sifilis, juga digunakan untuk memantau hasil peng- gonokokus telah diperberat oleh munculnya strainN.
obatan. Namun, keduanya mungkinnegatif pada fase gonorrhoeae yang resisten terhadap banyak antibiotik.
laten laniut atau tersier penyakit. Pada sebagian pasiery Manusia adalah satu-satunya reservoar untuk N.
antibodi nontreponema dapat menetap walaupun gonorrhoeae. Organisme ini cepat berkembang biak,
pengobatan berhasil. Dua hal lain yang psrlu ditekan- dan infeksi menyebar melalui kontak langsung dengan
kan tentang uji antibodi nontreponema adalah: mukosa orang yang terinfeksi, biasanya sewaktu
I Uji antibodi nontreponema sering negatif selsma hubungan kelamin. Tidak terdapat buktibahwa gonore
jika terdapat chancre
tnhap awal penyakit, bahkan dapat ditularkan melalui kontak dengan toilet atau
primer. Oleh karena itu, pemeriksaan mikroskop benda-benda lain. Bakteri ini mula-mula melekat ke
lapangan gelap harus selalu dilakukan dalam epitel mukosa, terutama tipe kolumnar atau transisio-
evaluasi chancre yang dicurigai, bahkan jika uji nal, menggunakan beragam molekul perekat di
serologik untuk sifilis negatif. membran dan struktur yang dinamai'pili (Bab 9).
r Sampai 15% uji VDRL yang positif merupakan hasil Perlekatan ini mencegah organisme terbilas oleh cairan
positif-semu biologik (biolo gic false-p ositiae). Uji tubuh, misalnya urine atau mukus endoserviks. Orga-
754 I BAB 18 SISTEM GENITALIA LAKI-LAKI
t';
ft &
r #o
ip'
* i: s& r&r; d&^
&S* v *{b'€g
* $$: ffiU.*rfu
$
[: &i''' -
&*
w
s,,&
@ F d'S
&4s
.l_r.,1,",r
%e u,i..li.'''.1r, i-; l;,,,.1.;,
Gambar 18-'17 Gambar 18-18
Neisseria gonorrhoeae. pewarnaan gram discharge Epididimitis akut akibat infeksi gonokokus Epididimis diganti
uretra, yang oteh
memperlihatkan diplokokus gram-negatif intrasel khas. (Sumbangan abses. Testis normal tampak di kanan.
Dr. Rita Gander, Deparlmentof pathology, Universityof
Texas South_
western Medical Center, Dallas.)
manifestasi yang jarang. Strain yang menyebabkan primer ditandai dengan discharge mukopurulen yang
infeksi diseminata biasanya resisten terhadap efek litik mengandung banyak neutrofil. Organisme tidak terlihat
komplemen. pada sediaan yang diwarnai Gram. Berbeda dengan
Infeksi gonokokus dapat ditularknn ke bayi sewaktu gonokokus, C. trachomntis tidak dapat diisolasi dengan
bayi melewati jalan lahir. Neonatus yang terkena dapat medium biakan konvensional. Oleh karena itu, infeksi
mengalami infeksi purulen di mata (oftalmia neona- C. trnchomatls harus dipertimbangkan pada semlra
torum), dahulu merupakan salah satu penyebab penting pasien dengan uretritis atau servisitis yang biakannya
kebuta.an. Pemberian rutin salep antibiotik ke mata neo- negatif. Infeksi ini juga perlu dipertimbangkan pada
natus telah menyebabkan penurunan tajam insidensi pasien dengan gonore yang gejalanya menetap atau
penyakitini. kambuh setelah eradikasi N. gonorrhoeae. Diagnosis
Biakan gonokokus dari discharge merupakan baku paling baik ditegakkan dengan uji amplifikasi asam
emas unluk diagnosis. Namun, saat ini metode ini mulai nukleat pada urine. Manifestasi lain infeksi klamidia
digantikan oleh teknik amplifikasi DNA seperti reaksi adalah artritis reaktif, terutama pada pasien positif-
berantai ligase. IIJ.LA-P27. Penyakit ini, yang disebut sindrom Reiter,
biasanya bermanifestasi sebagai kombinasi uretritis,
konjungti', itis, artritis, dan lesi mukokutis generalisata
Uretritis dan Servisitis (Bab 6).
Non-gonokokus
Ssat ini, uretritis dan seroisitis non-gonokoktts Limfogranuloma Venereum
merupaknn bentuk STD terserinr. Berbagai organisme
dilaporkan berperan dalam patogenesis uretritis dan Limfogranuloma venereum (LGV) merupakan
servisitis nongonokokus, termasuk C. trachomatis, Tri- penyakit ulseratif kronis yang disebabkan oleh strain
chomonas aaginalis, U. urealyticum, dan Mycoplasmn tertentu C. trnchomatis, yang berbeda dengan yang
hominis. Sebagian besar kasus tampaknya disebabkan menyebabkan uretritis atau servisitis nongonokokus.
oleh C. trachomatis, dan organisme ini diperkirakan Penyakit ini bersifat sporadik di Amerika Serikat dan
merupakan bakteri tersering penyebab penyakit me- Eropa Barat, tetapi endemik di sebagian Asia, Afrika,
nular seksual di Amerika Serikat. Karibia, dan Amerika Selatan. Seperti pada kasus
C. tr achomrtis merupakan bakteri gram-negatif-kecil granuloma inguinale (dibicarakan kemudian), kasus
yangbersifat parasit intrasel obligat. Bakteri ini memiliki sporadik LGV tampaknya berkaitan dengan pro-
dua bentuk. Bentuk infeksi, yang disebut juga badan miskuitas seksual.
elementer, sedikit banyak mampu bertahan dalam
lingkungan ekstrasel. Badan elementer diserap oleh sel
pejamu, terutama melalui proses endositosis yang
diperantarai oleh reseptor. Setelah berada di dalam sel,
badan elementer berdiferensiasi menjadi bentuk yang
MORFOLOGI
secara metabolis aktif yaitu badan retikulnt. Dengan Pasien dengan LGV mungkin datang dengan uretritis
menggunakan sumber energi dari sel pejamu, badan nonspesifik, lesi papular atau ulseratif yang mengenai
retikuiat membelah diri dan akhirnya membentuk genitalia bawah, adenopati regional, atau sindrom
badan elementer baru yang mampu menginfeksi sel anorektum. Lesi mengandung campuran respons
lain. Mikroba ini cenderung menginfeksi sel epitel peradangan granulomatosa dan neutrofilik, dengan
kolumnar. badan inklusi klamidia (dalam jumlah bervariasi) di
Infeksi C. trachomafls mungkin menyebabkan sitoplasma sel epitel atau sel radang. Limfadenopati
regional sering ditemukan, biasanya terjadi dalam 30
spektrum klinis yang sulit dibedakan dengan yang
hari setelah infeksi. Terkenanya kelenjar getah bening
disebabkan oleh N. gonorrhoeae. Oleh karena itu, ditandai dengan reaksi peradangan granulomatosa
pasien dapat mengalami epididimitis, prostatitis, disertai fokus-fokus nekrosis yang berbentuk iregular
penyakit radang panggul, faringitis, konjungtivitis, dan infiltrasi neutrofil (abses stelata). Seiring dengan
perihepatitis, dan, pada orang yang melakukan waktu, reaksi peradangan didominasi oleh infiltrat
hubun$an seks per anus, proktitis. C. trachomatis juga peradangan kronis nonspesifik dan fibrosis luas. Yang
menyebabkan limfogranuloma venereum, yang akan terakhir, sebaliknya, dapat menyebabkan obstruksi limfe
dibahas secara lebih rinci di bagian selanjutnya. Sero- lokal disertai limfedema dan striktur. Striktur rektum
tipe yang menyebabkan limfogranuloma venereum sering terjadi pada perempuan. Pada lesi aktif, diagno-
biasanya berbeda dengan yang menyebabkan uretritis sis LGV dapat ditegakkan dengan membuktikan adanya
atau servisitis klamidia.
organisme dalam spesimen biopsi atau apusan
eksudat. Pada kasus yang lebih kronis, diagnosis
Gambaran morfologik dan klinis infeksi klamidia,
bergantung pada penemuan antibodi pasien terhadap
kecuali limfogranuloma venereum, pada dasarnya serotipe klamidia yang sesuai.
identik dengan yang ditemukan pada gonore. Infeksi
756 T BAB 1B SISTEM GENITALIA LAKI-LAKI
Chancroid (Ulkus Mole) Penyakit ini jarang ditemukan di Amerika Serikat dan
bagian barat Eropa, tetapi endemik di daerah pedesaan
,Chancroid, kadang-kadang disebut penyakit di negara tropis dan subtropis tertentu. Di daerah per-
kelamin "keIiga", adalah infeksi ulseratif ikut-yar,g
kotaan, penularan C. donoanni biasanya berkaitan
disebabkan oleh Haemophilus duuey i,suatu koko-basil
dengan promiskuitas seksual. Pada kasus yang tidak
gram-negatif berukuran kecil. penyakit ini paling
diobati ditemukan pembentukan jaringan parut yang
sering ditemukan di daerah tropis dan subtropls dan
luas, sering disertai obstruksi limf dan limfedema
lebih prevalen di kalangan sosioekonomi lemah, (elefantiasis) genitalia eksterna.
terutama di antara laki-laki yang sering berkontak
dengan perempuan tunasusila. Chsncroid sdalah
salah satu penyebab tersering ulkus genitnt di Afrikn
dan Asia Tenggara; penyakit ini mungkin berperan
penting sebagai kofaktor dalam penularan infeksi HIV- MORFOLOGI
1. Di Amerika Serikat, insidensi chnnuoid. terus me-
ningkat sejak tahun 1980an. Data terakhir mengisyarat- Granuloma inguinale berawal sebagai lesi papular me-
kan bahwa chsncroid mungkin kurang terdiagnosis ninggi yang mengenai epitel skuamosa berlapis yang
lembab di genitalia. Lesi akhirnya mengalami ulserasi,
di Amerika Serikat, karena sebagian besar klinik STD
disertai pembentukan jaringan granulasi dalam jumlah
tidak memiliki fasilitas untuk mengisolasi H. ducreyi, besar yang secara makroskopis tampak sebagai massa
dan pemeriksaan yang didasarkan pada metode reaksi menonjol, lunak, dan tidak nyeri. Ketika membesar,
berantai polimerase belum tersedia luas. batas lesi menjadi meninggi dan induratif. pada kasus
yang tidak diobati dapat terbentuk jaringan parut yang
menyebabkan kecacatan dan kadang-kadang disertai
striktur uretra, vulva, atau anus. Kelenjar getah bening
regional biasanya tidak terkena atau hanya memper-
MORFOLOGI llhatkan perubahan reaktif nonspesifik, berbeda dengan
Empat hingga tujuh hari setelah inokulasi, pasien meng- chancroid.
alami papul kemerahan yang nyeri di genitalia eksterna. Pemeriksaan mikroskopik terhadap lesi aktif mem-
perlihatkan hiperplasia epitel yang mencolok di tepi
Pada laki-laki, lesi primer biasanya di penis; pada
perempuan, sebagian besar lesi timbul di vagina atau ulkus, kadang-kadang mirip karsinoma (hiperplasia
daerah periuretra. Dalam beberapa hari, permukaan
pseudoepiteliomatosa). Campuran neutrofil dan sel
lesi prlmer mengalami erosi untuk menghasilkan ulkus radang mononukleus tampak di dasar ulkus dan di
iregular yang biasanya lebih nyeri pada laki-laki daripada bawah epitel sekitar ulkus. Organisme tampak dalam
perempuan. Berbeda dengan chancre primer pada eksudat dengan pewarnaan Giemsa sebagai kokobasil
sifilis, ulkus chancroid tidak mengalami indurasi, dan kecil di dalam vakuol makrofag (badan Donovan). pe-
ulkusnya mungkin banyak. Dasar ulkus ditutupi oleh warna perak (misal, pewarna Warthin-Starry) juga dapat
eksudat abu-abu kuning berserat. Kelenjar getah bening digunakan untuk membuktikan adanya organisme.
regional, terutama di lipat paha, membesar dan nyeri
tekan pada sekitar 50% kasus dalam t hingga 2 minggu
setelah inokulasi primer. pada kasus yang tiOat OioUali,
kelenjar yang membesar dan meradang ini (bubo)
mengikis kulit di atasnya dan menimbulkan ulkus kronis Trikomoniasis
yang mengeluarkan eksudat.
Trichomonas uaginalis adalah protozoa yang di-
Secara mikroskopis, ulkus chancrold mengandung
debris neutrofil dan fibrin di lapisan superfisial, disertai tularkan melalui hubungan seksual dan sering
zona jaringan granulasi di bawahnya yang mengandung menyebabkan vaginitis. Bentuk trofozoit melekat ke
bagian nekrotik dan trombosis pembuluh. Di bawah mukosa dan menyebabkan lesi sr-rperfisial. Pada
lapisan jaringan granulosa terdapat infiltrat peradangan perempuan, infeksi T. unginalis sering berkaitan dengan
limfoplasmasitik yang padat. Organisme kokobasil hilangnya basil Doderlein penghasil asam. Penyakit
kadang-kadang ditemukan dengan pewarnaan Gram mungkin asimtomatik, tetapi umumnya menyebabkan
atau perak, tetapi organisme ini umumnya tersamar oleh discharge vagina yang kuning, berbusa, dan banyak.
pertumbuhan bakteri campuran yang sering terdapat di Kolonisasi uretra dapat menyebabkan disuria dan
dasar ulkus. Pada sebagian besar kasus, H. ducreyi polakisuria. Infeksi T, aaginalisbiasanya asimtomatik
dapat dibiak dari ulkus dengan menggunakan medium
pada laki-laki tetapi pada sebagian kasus menyebabkan
yang sesuai.
gejala uretritis nongonokokus. Organisme biasanya
dapat ditemukan dalam apusan kerokan vagina.
keklinik STD. Diperkirakan di Amerika Serikat timbul diseminata y ang fatal. Infeksi hery es neonatus terl adi pada
500.000 kasus baru setiap tahunnya. Sebagian besar sekitar separuh bayi y*g dilahirkan per vaginam dari
kasus disebabkan oleh airus herpes simpleks (HSV) ibu yang menderita infeksi HSV genital primer atau
tipe 2,rneskipun HSV l juga cukup banyak menyebab- rekuren. Infeksi virus terjadi saat bayi keluar melalui
kan infeksi genital. Infeksi HSV genital dapat terjadi jalan lahir. Insidensinya meningkat sejajar dengan
pada semua populasi yang aktif melakukan hubungan meningkabnya infeksi HSV genital. Manifestasi herpes
seks. Seperti STD lain, risiko in-feksi berkaitan langsung neonatus, yang biasanya timbul pada minggu kedua
dengan jumlah kontak seksual. HSV ditularkan jika kehidupan, mencakup ruam, ensefalitis, pneumonitis,
virus berkontak dengan permukaan mukosa atau kulit dan nekrosis hati. Sekitar 6A%bayiyang terkena akan
yang rusak pada pejamu yang rentan. Penularan ini meninggal akibat penyakit ini, sementara separuh dari
memerlukan kontak langsung dengan orang yang yang bertahan hidup mengalami morbiditas signifikan.
terinfeksi karena virus mudah inaktif pada suhu kamar, Diagnosis laboratorium herpes genitalis bergantung
terutama dalam keadaan kering. pada biakan virus, tetapi hal ini mungkin dapat diganti
dengan teknik reaksi berantai polimerase.
Vulva Serviks
VULVITIS SERVISITIS
GANGGUAN EPITEL NONNEOPLASTIK TUMOR SERVIKS
Liken Sklerosus Neoplasia lntraepitel dan Karsinoma Sel
Liken Simpleks Kronikus Gepeng Serviks
TUMOR Neoplasia lntraepitel Serviks (ClN), Lesi
Kondiloma dan Neoplasia lntraepitel Vulva lntraepitel Gepeng (SlL)
Derajat Ringan (VlN l) Karsinoma lnvasif Serviks
Neoplasia lntraepitel Vulva Derajat Berat Polip Endoserviks
(VlN Derajat ll atau lll) dan Karsinoma
Vulva
Penyakit Paget Ekstramamari Korpus Uteri
Melanoma Vulva
ENDOMETRITIS
ADENOMIOSIS
Vagina trNnnlflFTFlln_sls
PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL
VAGINITIS DAN HIPERPLASIA ENDOMETRIUM
NEOPLASIA INTRAEPITEL DAN KARSINOMA Perdarahan Uterus Disf ungsional
SEL GEPENG VAGINA Hiperplasia Endometrium
SARKOMA BOTRIOIDES
*Almarhum
759
760 T BAB 19 SISTEM GENITALIA PEREMPUAN DAN PAYUDARA
I i
l'
T Vuiva
Penyakit vulva yang secara klinis bermakna tidak beberapa penyakit lain yang perlu dibahas di sini:
banyak ditemukan dalam praktik ginekologi. Hanya ganggllan epitel norureoplastik (dibahas kemudian);
karsinoma, yang jarang terjadi, yang membahayakan kista Bartolin yang nyeri disebabkan oleh obstrlrksi
nyawa. Yang jauh lebih sering adalah penyakit pe- duktus ekskretorius kelenjar; dan himen imperforata
radangan (vulvitis), yang lebih sering menyebabkan pada anak, yang menghambat pengeluaran sekresi dan,
rasa tidak nyaman daripada efek serius. Hanya pada tahap selanjutnya, darah haid.
BAB 19 SISTEM GENITALIA PEREMPUAN DAN PAYUDARA I 761
LIKEN SKLEROSUS
VULVITIS
Kdlit vulr.a yang berambut dan lembap rentan
terhadap berbagai peradangan akibat mikroba dan Hiperkeratosis
secara lebih rinci selanjutnya); herpes genitalis (virus LIKEN SIMPLEKS KRONIKUS
(Hiperplasia Skuamosa)
herpes simpleks [HSV 1 atau2f),menyebabkan enrpsi
vesikular; infeksi supuratif gonokokus di kelenjar Hiperkeratosis
vr.rlvovagina; sifilis, dengan choncre primer di tempat
inokr"rlasi; dan vulyitis kandida. Epidermis
menebal
Dermis
dengan infiltrat
GANGGUAN EPITEL peradangan
kronik ringan
NONNEOPLASTIK
Epitel mukosa r.ulva dapat mengalami penipisan Gambar 19-1
atrofik atau penebalan hiperplastik. Demi istiiah yang
lebih baik, perubahan ini dahulr,r secara kolektif disebr_rt Perbandingan skematik liken sklerosus dan liken simpleks kronikus
sebagai "distrofi", tetapi saat ini disebut sebagai pada mukosa vulva disertai perkiraan risiko transformasi karsino-
ganggrlan epitel nor-rneop las tik (no n-ne opl as t ic ep ithe- matosa.
ria:.'
"...
Kondiloma dalam jumlah besar di vulva. (Sumbangan Dr. Alex Histopatologi kondiloma akuminata yang memperlihatkan akantosis,
Ferenczy, McGill University, Montreal. ) hiperkeratosis, dan vakuolisasi sitoplasma (koilositosis, te ng ah).
BAB ,I9 SISTEM GENITALIA PEREMPUAN DAN PAYUDARA T 763
I
I
r Vagina
Vagina pada orang dewasa jarang menjadi tempat unginnlis, yang juga sering menjadi penyebab, nre-
primer penyakit. Umumnya, vagina terkena karena nimbtrlkan dischnrge encer abu-abr-r kehijar,ran ciaIam
dalam penyebaran kanker atau infeksi yang berasal jr-rmlah banyak. Secara mikroskopis, parasit dapat
dari struktur di dekatnya (misal, serviks, vulva, diidentifikasi dari dischnrge yang barr-r di;rmbil.
kandung kemih, rekfr-rm). Penyakit primer yang dibahas Namlrn, Trichomonns dapat ditemukan pada sekitar
di sini adalah beberapa anomali kongenital, vaginitis, 10% perempuan asimtomatik, sehingga infeksi aktif
dan tumorprimer. biasanya mencerminkan strait-r bam yang ditnlarkan
Anomali kongenital pada vagina untr-rngnya jarang melalui hubungan kelamin (Bab 18). Reaksiperadang-
ditemukan dan mencakup entitas, seperti tidak adanyi an terbatas di mukosa gepeng superfisial tanpa invasi
vagina sama sekaii, vagina bersekat atau ganda (biasa- ke jaringan di bawahnya.
nya disertai serviks bersekat dan, kadang-kadang, Pada peremplran pascamenopause yang meng-
uterus bersekat), dan kista kecil duktus Gartner lateral alami atrofi dan penipisan mnkosa vagina sklramosa,
kongenital yang berasal dari sisa embrionik yang mungkin d itemukan vaginitis atrofik nonspesifik.
menetap.
I
r
I Serviks
Serviks harus berfungsi sebagai sawar terhadap tumbuhan berlebihan epitel gepeng sering menyumbat
masuknya r,rdara dan mikroflora saluran vagina nor- orifisium kelenjar endoserviks di zona transformasi dan
ma1, tetapi juga memrmgkinkan keluamya darah haid menyebabkan terbentuknya ldstn nnbotinn kecil yang
dan menahan tumbukan ringan selama hubungan ke- dilapisi oleh epitel silindris penghasil mr-rkus. Di zona
lamin dan trauma persalinan. Tidak mengherankan transformasi, mungkin terdapat infiltrat peradangan
bahwa serviks sering menjadi sarang penyakit. Untung- banal ringan yang mllngkin terjadi akibat perubahan
nya, sebagian besar lesi serwiks merupakan peradangan pH vagina atau adanya mikroflora vagina.
yang relatif banal (servisitis), tetapi serviks juga Peradangan serviks sangat sering terjadi dan
merupakan tempat salah satu kanker tersering pada menyebabkan discharge vagina mukopurulen atatt
perempuan: karsinoma sel gepeng. pnrtrlen. Pemeriksaan sitologik terhadap dischargLt
memperlihatkan sel darah ptrtih dan atipia inflamatorik
sel epitel 1'ang terlepas, serta mungkin mikroorganisme.
SERVISITIS Peradangan ini dibagi menjadi servisitls infeksi dan
noninfeksi. Karena mikroorganisme selaiu ada di va-
Selama perkembangannya, epitel silindris peng- gina, dengan atau tanpa tanda peradangan pada
hasil mukus di endoserviks bertemu dengan epitel pemeriksaan sitologik, servisitis noninfeksi dan infeksi
gepeng yang meiapisi eksoserviks os eksternal; oleh sulit dibedakan. Sering ditemr"rkan berbagai mikroba
karena itu, keseluruhan serviks yang "terpajan" di- residen atan transien, misalnya kuman aerob dan
lapisi oleh epitel gepeng. Epitel siiindris endoserviks anaerob, streptokokr"rs, stafilokoktts, enterokokus, dan
tidak tampak dengan mata telanjang atau secara Escherichin coli. Yang jauh lebih penting adalah
kolposkopis. Seiring dengan waktu, pada sebagian Chlnmydin trnchomatis, L[reaplosmn ttrenlyticum, Tri-
besar perempuan muda, terjadi pertumbuhal ke bawah chomonns rtaginalis, spesies Csndidn, Neisserin
epitel silindris di bawah os eksoserviks-ektropion; gonorrhoene, herpes simpleks II (genitalis), dan satn
karena itu, taut skuamokolumnar menjadi terletak di atau lebih tipe HPV. Banyak mikroorganisme tersebut
bawah eksoserviks. Epitel silindris penghasil mr-rkus dituiarkan melalui hr-rbungan kelamin sehingga
yang "terpajan" ini mirngkin tampak kemerahan dan servisitisnya merrlpakan suatu penyakit rnenular
basah dan secara salah disebu t " erosi" serviks walau- seksllal. Di antara berbagai patogen tersebut, C"
pun pada kenyataannya hal tersebut merupakan akibat trnchomntis adalah yang tersering dan merr-rpakan
perubahan normal pada perempuan dewasa. Remod- penyebab pada hampir 40"/,' kaslrs servisitis yang
e/lng terus berlanjut dengan regenerasi epitel gepeng ditemukan di klinik penyakit menular seksltal sehingga
dan silindris. Daerah tempat berlangsungnya hal ini jauh lebih sering daripada gonorea. Infeksi serviks oleh
dikenai sebagai zono trnnsformasi (Gbr. 19-5). Per- herpes perlu diperhatikan karena organisme ini dapat
766 T BAB 19 SISTEM GENITALIA PEREN/IPUAN DAN PAYUDARA
+
Endoserviks
Servisitis sering menimbulkan perhatian pada
pemeriksaan rutin atau karena leukorea yang men-
Eksoserviks
colok. Biakan dischnrgeharus diinterpretasikan secara
Taut
skuamokolumnar hati-hati karena hampir seialu ditemukan organisme
komensal. Hanya identifikasi patogen yang telah
Ektropion yang diketahui yang bermanfaat. Jika lesi berat, pembedaan
menyebabkan epitel
silindris terpajan dengan karsinoma mungkin sulit, bahkan dengan
kolposkopi sehingga mungkin memerlukan biopsi.
Pada hakikatnya, servisitis bukanlah suatu iesi
prakanker, tetapi kelainan displastik epitel sekunder
+ mungkin menjadi lahan subur bagi timbulnya pe,
ngaruh karsinogenik dari HpV.
Eksoserviks dengan
"pulihnya" taut
skuamokolumnar Aktivitas seksual
di tempatnya semula
+
"Zona transformasi" HPV
dengan pertumbuhan
kembali epitel gepeng +
Pajanan HPV fiutalthn)
t
Kanker invasif (1 5.000/thn)
+
MORFOLOGI Metastasis (5000/thn)
Kafsinoma serviks, walaupun saat ini telah terjadi r CIN I :displasia ringan
perbaikan bermakna dalam diagnosis dini dan terapi, r CIN II: displasia sedang
masih merupakan salah satu penyebab tersering r CIN III: displasia berat dan karsinoma in situ
kematian terkait-kanker pada perempuan, terutama di Namun, pada apusan sitologik, lesi prakanker
negara yang sedang berkembang. Satu-satunya "tu- dibagi hanya menjadi dua kelompok: SIL derajat ringan
mor" lain yang layak disinggung di sini adalah polip (low grade) dan derajat berat (high grade). Lesi derajat
endoserviks. ringan sesuai dengan CIN I atau kondiloma datar
(dijelaskan kemudian) dan lesi derajat berat dengan
Neoplasia lntraepitel dan CIN II atau IlL Perkembangan dari derajat yang lebih
rendah ke yang lebih tinggi tidak selaiu terjadi.
Karsinoma Sel Gepeng Serviks Meskipun berbagai penelitian memberi hasil berbeda,
Karsinoma serviks dahulu merupakan bentuk kemr-rngkinan CIN I mengalami regresi adaiah 50%
kanker tersering pada peremprran di seluruh dunia. hingga 60%; menetap 30'k; dan berkembang menjadi
Baru 50 tahun lalu karsinoma ini memiliki posisi yang CIN III,20o/u.Hanya 1% hingga 5% menjadi invasif.
sama di Amerika Serikat, tetapi penerapan yang luas Pada CIN III, kemungkinan regresi hanya 33% dan
pemeriksaan penapisan Papanicolaou (sitologik) ter- berkembang 6% hingga 7 4% (di berba gai penelitian).
hadap perempuan secara drastis telah menurunkan Jelaslah bahwa semakin berat/tinggi derajat CIN, se-
insidensi tumor invasif menjadi sekitar 12.900 kasus makin besar kemturgkinannya berkembang, tetapi perlu
baru per tahun dengan angka kematian sekitar 4400 dicatat bahwa banyak kasus lesi derajat berat tidak
(perkiraan 2001). Sebaliknya, insidensi neoplasia berkembang menjadi kanker.
intraepitel serviks (ceraical intraepithelial neoplasin, Epidemiologi dan Patogenesis. Insidensi CIN
CIN) meningkat (hal ini sebagian disebabkan oleh memuncak pada usia sekitar 30 tahun, sedangkan
perbaikan temuan kasus) ke tingkatnya yang sekarang untuk karsinoma invasif adalah sekitar 45 tahun.
sebesar 50.000 kasus per tahun. Pemisahan yang
jelaslah bahwa lesi prakanker memerlukan waktu
semakin melebar ini merupakan bukti bahwa apusan bertahr-rn-tahun, mungkin berpuluh tahun, untuk ber-
Pap (Pnp smear) mampu mendeteksi lesi prekursor kembang menjadi karsinoma yang nyata.
pada stadium awal sehingga lesi dapat ditemukan saat Faktor risiko penting terjadinya CIN dan karsinoma
terapi masih mungkin bersifat kuratif. invasif adalah sebagai berikut:
Perlu ditekankan di sini bahwa sebagian besar r Usia dini saat mulai berhubungan kelamin
(mungkin semua) karsinoma sel gepeng serviks invasif r Memiliki banyak pasangan seksttal
berasal dari kelainan epitel prekursor yang disebut I Pasangan laki-laki memiliki riwayat banyak me-
sebagai CIN. Namun, tidak semua kasus CIN mihki pasangan
berkembang menjadi kanker invasif, dan memang e Infeksi persisten oleh virus papiloma manusia
banyak yang menetap tanpa berubah atau bahkan "risiko tinggi"
mengecil, seperti akan ditunjukkan.
Banyak faktor risiko lain dapat dikaitkan dengan
keempat faktor di atas, termasuk peningkatan insidensi
NEOPLASIA INTRAEPITEL pada kelonrpok sosioekonomi lemah, jarangnya timbul
pada pera'van, dan keterkaitan dengan perempuan
SERVIKS (CIN), LESI INTRAEPITEL
yang sering hamil. Faktor ini menunjukkan secara kuat
GEPENG (SIL) kemungkinan pemrlaran seksual suahr agen penyebab,
Pemeriksaan sitologik dapat mendeteksi CIN (SIL) dalam hal ini HPV. Memang, HPV dapat ditemukan
jauh sebelum tampak kelainan makroskopik. Tindak pada 85% hingga 90% lesi prakanker dan neoplasma
Ianjut (follow-up) terhadap para perempuan tersebut invasif, dan secara lebih spesifik, HPV tipe risiko tinggi
membiiktikan bahwa kelainan epitel prakanker tertentu, termasuk 16, 78, 31, 33, 35, 39, 45, 52, 56, 58,
mungkin mendahului terbentuknya kanker nyata dan 59. Sebaliknya, kondiloma, yang merupakan lesi
selama bertahun-tahun, mungkin sampai 20 tahun. jinak, berkaitan dengan infeksi oleh tipe risiko-rendah
Namun, seperti telah disinggung, hanya sebagian (yaitu 6, 1,1,,42, dan 44) (Gbr. 19-6). Pada lesi-lesi ini,
kasus CIN yang berkembang menjadi karsinoma DNA virus tidak terintegrasi ke genom pejamu, dan
invasif. Kelainan prakanker yang disebut sebagai CIN tetap berada dalam bentuk episomal bebas. Sebaliknya,
mungkin berawal sebagai CIN derajat ringan (/0ru HPV tipe 16 dan 18 memiliki gen yang, setelah
gr ad e) danb erkembang menj adi CIN deraj at b er at (high terintegrasi ke genom sel pejamu, mengkode protein
grade), atau berawal sudah sebagai CIN derajat berat, yang menghambat atau menginaktifkan gen penekan
bergantung pada lokasi infeksi HPV di zona trans- tumor TP53 dan RB1 di se1 epitei sasaran serta
formasi, tipe infeksi HPV (risiko tinggi versus rendah), mengaktifkan gen terkait siklus sel, seperti siklin E
dan faktor kontribusi iainnya pada pejamu. Berdasar- sehingga terjadi p.roliferasi sel yang tidak terkendali
768 T BAB ,I 9 SISTEM GENITALIA PEREMPUAN DAN PAYUDARA
-: nl
@
f*-
&.
.'::#
ae
#- Fe
Gambar 19-8
A Apusan sitologik dari CIN l, atauS IL dera.lat-ringan. Di bagian kiri titik tengah tampak sebuah sel gepeng matang
normal. Sel-sel atipikal
dengan nukleus hiperkromatik besar dan sitoplasma sedikit tampak berkelompok di sekelilingnya. g.
Berbeda dengan sel-sel yang
diperlihatkan di,4, sel abnormal pada CIN lll atau SIL derajat berat berr;kuran lebih kecil,
sitoplasmanya lebih sedikit, dan nukleus atipikal
besar serla memperlihatkan peningkatan rasio nukleus-sitoplasma. Perhatikan sel gepeng
normal di bagian atas. (Sumbangan Dr. Edmund
Cibas, Department of Pathology, Brigham and Women's Hospital, Boston).
BAB 19 SISTEM GENITALIA PEREMPUAN DAN PAYUDARA T 769
I
I
I Korpus Uteri
ENDOMETRIOSIS
Endometricsis adalah keadaan klinis y,ang 13116
lebih penting daripada adenomiosis; kel.rinan ini serir-rg
menyebabkan infertilitas, dismenore, nyeri panggul,
Regurgitasi dan masalah lain. Penyakit ini ditandai dengan
melalui tUba munculnya fokus jaringan endometrium di panggul
fallopiii Penyebaran ke luar
panggul melalui (ovarinm, kavum Dor,rglas, ligamentum uterina, tuba
vena-vena panggul
Fallopii, dan septum rektovagina), kadang-kadang di
bagian rongga peritoneum yang lebih jauh, serta di
sekitar umbilikus. Meskipun jarang, kelenjar getah
bening, paru, bahkan jantung atau tulang, dapat
terkena. Diajukan tiga kemungkinan (yang mungkin
Gambar 19-1 0
terjadi bersama-sama) untuk menjelaskan penyebab
Kemungkinan asal implan endometrium.
tersebarnya lesi ini (Gbr. 19-10). Pertama, teori
regtLrgitnsi menyatakan bahwa terjadi aliran balik
darah haid melalui tuba fallopii dan implantasi.
Memang, endometrium haid dapat hidup dan ber-
kembang jika disuntikkan ke dinding abdomen ante-
rior; namun, teori ini tidak dapat menjelaskan,
produk konsepsi. Respons peradangan terutama misalnya, lesi di kelenjar getahbening atau paru. Kedua,
terbatas di interstisium dan umumnya nonspesifik. teori metaplnstik menyatakan bahwa epitel cocllln
Pengeluaran fragmen gestasional yang tertahan mengalami diferensiasi endometrial, yang dalam
dengan kuretase akan diikuti oleh meredanya infeksi analisis terakhir berasal dari endometrium itu sendiri.
dengan cepat. Endometritis kronik terjadi pada situasi Teori ini juga tidak dapat menjelaskan lesi endometrio-
berikut: (1) berkaitan dengan penyakit panggul kronik tik di parr-r atau kelenjar getah bening. Ketiga, teori
akibat gonore; (2) pada tuberkulosis, baik akibat pentlebnrnn ztnskulnr ilnu limf diajr-rkan untuk men-
penyebaran milier atau (yang lebih sering) akibat jelaskan tertanamnya endometrium di h-rar panggul
drainase salpingitis tuberkr"rlosis; (3) pada kavitas endo- atau di dalam kelenjar getah bening. Ketiga jalur ini
metrium pascapartum atau pascaabortus, biasanya tampaknya berlaku pada kasus individnal.
akibat retensi jaringan gestasi; (4) pada pasien dengan
alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR); dan (5) secara
spontan, tanpa penyebab yang jelas, pada 15% pasien.
Secara histologis, endometritis kronik bermanifestasi
sebagai proliferasi iregular kelenjar endometrium dan MORFOLOGI
adanya sel radang kronik: sel plasma, makrofag, dan
limfosit di stroma endometrium. Berbeda dengan adenomiosis, endometriosis hampir
selalu mengandung endometrium fungsional, yang
mengalami perdarahan berkala. Karena terjadi pe-
nimbunan darah di fokus aberan ini, lesi biasanya
ADENOMIOSIS tampak sebagai nodus atau implan merah-biru hingga
kuning-cokelat. Lesi berukuran beragam, dari mikro-
Adenomiosis adalah pertumbuhan lapisan basal skopik hingga bergaris tengah 'l sampai 2 cm dan
endometrium turun ke dalam miometrium. Sarang terletak di atas atau tepat di bawah permukaan serosa
stroma atau kelenjar endometrium, atau keduanya, yang terkena. Setiap lesi sering menyatu untuk mem-
ditemukan jauh di dalam miometrium di antara berkas- bentuk massa yang lebih besar. Jika ovarium terkena,
berkas otot. Kadang-kadang, dengan pemeriksaan lesi mungkin membentuk kista besar berisi darah yang
mikroskopik dapat dibuktikan adanya kontinuitas di berubah menjadi apa yang disebut sebagai kista
772 I BAB 19 SISTEM GENITALIA PEREMPUAN DAN PAYUDARA
mengalami regresi secara prematllr sehingga terjadi endometrir.rm, bergantung pada steroid yang
kekurangan relatif progesteron. Endometrium di dig;unakan dan dosis. Respot-rs yang lazim adalah
bawah kondisi ir..i mengalami perlambatan ter- kemunculan kelenjar dan stroma yang tidak
bentuknya fase sekretorik yang diharapkan saat sesLlai-sebagai contoh, stroma yang sr-rbur rnirip-
biopsi. desidua dengan kelenjar inaktif nonsekrelorik. Pi1
I Perdnrnhtn'L ynng dipictt olclt kotrtrnstpsi. Kontra- KB yang saat ini digunakan telah memperbaiki
sepsi oral model lama vang mengandung progestin kekr-rrangan ini.
dan estrogen sirrtetik memicu berbagai respons f Gnnggusrt endomiometrirtm, termasuk cndometri-
tis kronik, polip endometrium, d;rn leiomiorn.r
submlrkosa.
Hipenplasia Endometriurn
I(elebil-rarr estrogen reiatif terhadap progestin,
apabila cllkllp besar atau berkepanjangan, akan
memicr.r hiperplasia endomeirium yang berkisar dari
hiperplasia biasa hingga hipcrplasia kompleks, dan
mungkin hiperplasia atipikerl (Gbr. i9-12). I(etiga
kategori ini mencenninkan suatu kontinllm vang
didasarkan pada kadar dan durasi kelebihar-r estrogen.
Tidaklah mengeir-rtkan, slratu saat hiperplasia endo-
metrji-rm mr-rrrgkin berkernbang menjadi k.rrsinorria
endometrir"rm VanB risikonya bergantr"rng pada ke-
parahan perubairan hiperplastik dan atipia ,sellrlar
lerkait.
Setiap hai yang menyeb;rbkan kelebihan estrogen
dapat menyebabkan hiperplasia. Faktor proter-rsi;rl
mr-rngkin mencaklrp kegagalan ovlllasi, seperti vang
ditemtikan di sekitar menopause; pemberian steroid
estrogenik jangka panjang tarrpa progestirr sebagari
penyeimbang; lesi ovarrum penghasil estrogen, r"nis;l]-
nya ovarium polikistik (termasuk sinclrom Stein-
Leventhal); hiperpiasia stroma korteks; darr lnmor sel
teka-granulosa ovarinm.
Seperli lelah ditunjukkan, hiperplasia enclomc lrium,
terlttama bentuk yang parah, tidak hanya menimbr,r lkan
perhatian akan kemungkinan adanya penyakit yang
mendasari perllbahan abnornr al endometri lrrn tersebr-rt,
tetapi jitga me.nyebabkan perdarahan utems vang
berlebihan darr iregulirr'. Bahkan yang lebih pentirrg,
hiperplasia artipikal rnenirnbulkan risiko 20u,,i, hingga
25% timbr-rlnya adenokarsinoma cli endolnetlir-rtl.
Jelaslah bahwa jika ditemukan hiperplasia atipikal.
perlu dilakukan evalrrasi cermat atas kemungkin;rn
fokus kanker dan pemantarlan dengaln biopsi endo-
metrium berulang untr-rk mengevailrasi perjal;rn;rr-r
penyakihrya.
Polip Endometrium
Polip endometrium adalah lesi tak-bertangkai,
biasanya hemisferis (jarang bertangkai), dan bergaris
tengah 0,5 hingga 3 cm. Polip yang lebih besar mungkin
menonjol dari mukosa endometrium ke dalam rongga
uterus. Pada pemeriksaan histologik, polip tampak
dilapisi oleh sel silindris; sebagian memiliki arsitektur
endometrium yang pada dasarnya normal, tetapi
umlrmnya memiliki kelenjar yang melebar mirip kista,
Diketahui bahwa sel stroma pada banyak, mungkin
sebagian besar, polip endometrium bersifat monoklonal
dan memperlihatkan tata ulang sitogenetik pada6p2I,
yang memperjelas bahwa sel stroma adalah komponen
neoplastik polip.
Meskipun dapat timbr-rl pada semua usia, polip
Gambar 19-13 I
endometrium lebih sering terjadi saat menopause. Leiomioma multipel di uterus. Beberapa tumor besar, hampir
Makna klinisnya terletak pada kemampuannya me- bertangkai menonjol dari kubah fundus. Segmen uterus bawah
nyebabkan perdarahan uterns abnormal dan, yang dan serviks terletak di bawah (di atas penggarls). (Sumbangan
lebih penting (meskipun jarang), berubah menjadi Dr. Kyle Molberg, Deparlment of Pathology, University of Texas
kanker. Southwestern Medical School, Dallas. )
I
T
I Tuba Fallopii
I
I
I Ovarium
Ovarium jarang menjadi tempat primer penyakit, oleh sel granulosa atau sel teka, tetapi seiring dengan
kecuali neoplasma. Memang, karsinoma ovarium lebih penimbunan cairan timbul tekanan yang dapat me-
banyak menyebabkan kematian daripada gabungan nyebabkan atrofi sel tersebut. Kadang-kadang, kista ini
kanker serviks dan uterus. Yang menyebabkan tumor pecah, menimbulkan perdarahan intraperitoneum, dan
ini demikian berbahaya bukanlah frekuensinya, tetapi gejala abdomen akut.
letalitasnya (karena pertumbuhannya yang tidak me-
nimbulkan gejala). Kista nonneoplastik sering ditemu-
kan, tetapi bukan masalah serius. Peradangan primer
ovarium jarang ditemukan, tetapi salpingitis tuba
OVARIUM POLIKISTIK
sering menyebabkan suatu reaksi periovarium yang Oligomenore, hirsutisme, infertilitas, dan kadang-
disebut salpingo-ooforitis. Seperti telah dibahas, kadang kegemukan mungkin muncul pada perempuan
ovarium sering terkena secara sekunder pada endo- muda (biasanya anak gadis setelah menarke), akibat
metriosis. Hanya kista nonneoplastik dan neoplasma produksi berlebihan estrogen dan androgen (terutama
yang akan dibahas di sini. yang terakhir) oleh folikel kistik di ovarium. Keadaan
ini juga disebut ouarium polikistik atau sindrom Stein-
Leaenthal.
KISTA FOLIKEL DAN LUTEAL Ovarium biasanya berukuran dua kali dibanding-
.! kan normal, tampak putih abu-abu dengan korteks luar
fiita fohtet dan luteal di ovarium sangat sering licin dan dipenuhi oleh kista-kista subkorteks bergaris
ditemukan sehingga hampir dianggap sebagai varian tengah 0,5 hingga 1,5 cm. Secara histologis, terjadi
fisiologik. Kelainan yang tidak berbahaya ini berasal penebalan tunika fibrosa, yang kadang-kadang disebut
dari folikel graaf yang tidak ruptur atau pada folikel sebagai fibrosis stroma korteks, di bawahnya terletak
yang telah pecah, tetapi cepat tertambal. Kista ini kista yang dilapisi oleh sel granulosa dengan hipertrofi
biasanya multipel dan terbentuk tepat di bawah lapisan dan hiperplasia teka interna yang mengalami luteini-
serosa yang menutupi ovarium. Kista biasanya kecil- sasi. Korpus luteum tidak ditemukan.
garis tengah t hingga 1,5 cm-dan terisi oleh cairan Kelainan biokimiawi utama pada sebagian besar
serosa jemih. Kadang-kadang diameter kista dapat pasien adalah pembentukan berlebihan androgen,
mencapai 4 hingga 5 cm sehingga dapat diraba dan kadar luteinizinghormone (LH) yang tinggi, dan kadar
menimbulkan nyeri panggul. Jika kecil, kista ini dilapisi follicle-stimulati.ng hormone (FSH) yang rendah.
778. BAB 19 SISTEM GENITALIA PEREMPUAN DAN PAYUDARA
Penyebab perubahan ini tidak diketahui, tetapi diper- ini menimbulkan beragam tumor, seperti diperlihatkan
kirakan ovarium pada penyakit ini secara berlebihan pada Gambar 19-76.
mengeluarkan androgen, ymgdiubah menjadi estron Jelaslah bahwa neoplasma yang berasal dari epitel
dalam simpanan lemak perifer, dan hal ini, melalui permukaan membentuk sebagian besar dari tumor
hipotalamus, menghambat sekresi FSH oleh hipofisis. ovarium primer, dan bentuk ganasnya membentuk
Penyebab sekresi androgen oleh ovarium belum dike- hampir 90% dari semua kanker ovarium. Tumor epitel
tahui. ini adalah "pisang besar" yang memerlukan perhatian
medis palingbanyak. Tumor sel germinativum dan sel
stroma/genjel seks jauh lebih jarang dan, walaupun
TUMOR OVARIUM membentuk 20% l'ingga 30"h dari semua tumor
ovarium, secara kolektif merupakan penyebab pada
Dengan lebih dari 23.000 kasus baru terdiagnosis kurang dari70'/. kanker ovarirrm.
setiap tahun, kanker ovarium menjadi kanker kelima Patogenesis. Telah diketahui beberapa faktor
tersering pada perempuan AS. Kanker ini juga menjadi risiko untuk kanker ovarium. Dua yang terpenting ada-
penyebab tersering kelima kematian pada perempuan, lah nuliparitas dan riwayat keluarga. Terjadi pe-
dengan perkiraan 13.900 kematian terjadi pada tahun ningkatan insidensi karsinoma pada peremplran yang
2001. Tumor ovarium merupakan entitas patologik tidak menikah atau peremplran menikah dengan
yang sangat beragam. Keberagaman ini disebabkan paritas rendah. Yang menarik, pemakaian jangka-
oleh adanya tiga jenis sel yang membentuk ovarium panjang kontrasepsi oral menurunkan risiko. Walau-
normal: epitel penutup (coelomic) permukaan yang pun hanya 5% hingga 10% kanker ovarium yang fa-
multipoten, sel germinativum totipoten, dan sel milial, banyak yang dapat dipelajari mengenai
stroma/genjel seks yang multipoten. Setiap jenis sel patogenesis molekrrlar kanker ini dengan mengiden-
#% ..:1
{xj
z,
Frekuensi
keseluruhan 65%-70% 15%-20% 5%-10% 5%
Proporsi
tqmor 90% 3%-5To ao/ aol 5%
oY/aflum ganas
Gambar 1 9-16
Turunan berbagai neoplasma ovarium dan sebagian data mengenai frekuensi dan distribusi usia masing-masing.
BAB 19 SISTEM GENITALIA PEREMPUAN DAN PAYUDARA 779
'
tifikasi gen tersangka pada kasus ini. Sebagian besar Tumor Serosa
kanker ovarium herediter tampaknya disebabkan oleh
mutaqi di gen BRCA, BRCAL danBRCA2. Keduanya, Tumor ovarium tersering ini biasanya ditemukan
seperti akan dibahas, juga berkaitan dengan kanker pada usia antara 30 sampai 40 tahun. Meskipun
payudara herediter. Memang, mutasi di gen ini me- mrrngkin solid, tumor ini biasanya kistik sehingga juga
ningkatkan risiko kanker pay.r,rdara dan ovarium. Risiko dikenal sebagai kistadenomn atau kistsdenokrtrsinoma.
seumur hidup rerata untuk kanker ovarium mendekati Sekitar 60oh 1inak, 15% dengan potensi keganasan
30% pada pembawa gen BRCA1, dengan angka ber- rendalr, dan25o/o ganas. Lesiborderline danlesi ganas
variasi dari 16% hngga 44o/o padaberbagai penelitian. adalah tumor ovarium ganas tersering dan membentuk
Risiko pembawa genBRCA2 sedikit lebih rendah jika sekitar 60% kanker ovarium.
dibandingkan dengan pembawa BRCA1. Meskipun
mutasi di gen BRCA terdapat pada sebagian besar
kasus familial kanker ovarium, mutasi ini hanya
ditemukan pada 8'/. hingga 10% kanker ovarium
sporadik. Oleh karena itu, seyogianya terdapat jalur MORFOLOGI
molekular lain untuk terjadinya neoplasma ovarium.
Sebagai contoh, ERBB2 mengalami ekspresi berlebihan Secara makroskopis, tumor serosa mungkin bergaris
pada 35% kanker ovarium, danhal iniberkaitan dengan tengah kecil (5 hingga 10 cm), tetapi umumnya besar
prognosis yang buruk. K-R 4S mengalami ekspresi ber- (garis tengah hingga 30 sampai 40 cm), dengan bentuk
lebihan pada hampir 30% tumor, terutama kistadeno- bulat atau ovoid. Sekitar 25% bentuk jinak bersifat bi-
lateral. Pada bentuk jinak, lapisan serosa tampak licin
karsinoma musinosa. Seperti pada kanker lain, TP53
dan berkilap. Sebaliknya, pada kistadenokarsinoma
mengalami mutasi pada sekitar 50% kanker ovarium.
lapisan tersebut memperlihatkan iregularitas nodular,
yang mencerminkan penetrasi tumor ke atau melampaui
serosa. Pada irisan, tumor kistik kecil mungkin mem-
perlihatkan satu rongga, tetapi tumor besar biasanya
TUMOR STROMA EPITEL
memiliki sekat-sekat sehingga membentuk massa
PERMUICAVAN multiloculated (Gbr. 19-17). Rongga kistik biasanya terisi
oleh cairan serosa jernih walaupun mungkin juga
Neoplasma jenis ini berasal dari epitel coelom.Tv
ditemukan mukus dalam jumlah cukup banyak. Ke
mor ini mungkin hanya bersifat epitelial (misal, tumor dalam rongga kistik, tampak tonjolan polipoid atau
serosa, musinosa) atau memiliki komponen stroma papilaris, yang lebih mencolok pada tumor ganas (lihat
yang jelas (kistadenoma, tumor Brenner). Meskipun Gbr. 19-'17).
secara tradisi neoplasma dibagi menjadi jinak dan Secara histologis, tumor jinak ditandai dengan satu
ganas/ tumor epitel permukaan juga memiliki kategori lapisan epitel silindris tinggi yang melapisi kista. Sel
tengah borderline yang saat ini disebut sebagai tumor sebagian adalah sel sekretorik berbentuk kuman dan
dengan potensi kegannsan rendah. Tumor ini tampak- sebagian bersilia. Badan psammoma (struktur berlapis-
nya adalah kanker derajat-rendah dengan potensi lapis konsentrik) sering ditemukan di ujung papila. Jika
invasi kecil. Oleh karena itu, tumor ini memiliki prog- terbentuk karsinoma, tampak anaplasia sel yang
melapisi kista serta invasi ke stroma. Pembentukan papila
nosis lebih baik daripada tumor yang lebih ganas.
Gambar 19-1 7
Kistadenof ibroma
Kistadenofibroma pada dasarnya adalah varian Gambar 19-19
kistadenoma serosa dengan proliferasi mencolok
Teratoma kistik matur (kista demoid)ovarium yang telah dibuka.
stroma fibrosa yang terletak di bawah epitel silindris.
Tampak satu gumpalan rambut (bawah) dan campuran jaringan.
Tumor jinak inibiasanya kecil danmultilokular, dengan
(Sumbangan Dr. Christopher Crum, Brigham and Women's Hospi-
tonjolan papilaris biasa tidak bercabang. Jarang terjadi tal, Boston.)
transformasi keganasan.
Tumor Brenner
Tumor Brenner adalah tumor ovarium unilateral
padat yang biasanya unilateral dan jarang ditemukan.
TERATOMA KISTIK BENIGNA
Tumor terdiri atas banyak stroma yang mengandung
(MATUR)
sarang-sarang epitel transisional mirip dengan yang Hampir semrla neoplasma ini ditandai dengan
terdapat dalam saluran kemih. Kadang-kadang, sarang diferensiasi ektodermal sel germinativum totipoten.
tersebut bersifat kistik dan dilapisi oleh sel silindris Biasanya terjadi pembentukan sebuah kista yang di-
penghasil mukus. Tumor Brenner biasanya berkapsul lapisi oleh epidermis penuh dengan apendiks adneksa;
licin dan tampak putih abu-abu jika dipotong dengan sehingga nama umumnya adalah kista dermoid.
garis tengah bervariasi dari beberapa sentimeter hingga Sebagian besar ditemukan pada perempuan muda
20 cm. Tumor ini mungkin berasal dari epitel permuka- sebagai massa ovarium atau ditemukan secara ke-
an atau dari epitel urogenital yang terperangkap di betulan saat radiografi atau pemindaian abdomen
dalam rigi germinativum. Walaupun jarar.g, tumor karena mengandung fokus kalsifikasi yang dihasilkan
dapat berbentuk nodus di dalam dinding kistadenoma oleh adanya gigi. Sekitar 90% unilateral,lebih sering
musinosa. Meskipun sebagian besar jinak, pernah di kanan. Walaupun jarang, massa kistik ini dapat me-
dilaporkan tumor ganas dan tumor borderline. miliki garis tengah lebih dari 10 cm. Pada pemotongan,
kista sering terisi oleh sekresi sebasea dan rambut kusut
yang, apablla dikeluarkan, memperlihatkan lapisan
TUMOR OVARIUM LAINNYA epidermis yang mengandung rambut (Gbr. 19-19).
Kadang-kadang, terdapat tonjolan nodular tempat
Banyak jenis lain tumor yang berasal dari sel germi- keluarnya gigi. Kadang-kadang juga terdapat fokus
nativum atau stroma / genjel seks juga berasal dari tulang, tulang rawar; sarang epitel bronkus atau
ovarium, tetapi hanya teratoma yang berasal dari sel saluran cema, dan berbagai turunan sel lainnya.
germinativum yang cukup sering ditemukan sehingga Untuk sebab yang belum diketahui, neoplasma ini
layak dibahas di sini. Tabell9-2 menyajikan beberapa kadang-kadang menyebabkan infertilitas. Yang lebih
gambaran penting dari beberapa neoplasma yang serius, pada sekitar 17o kasus terjadi transformasi
berasal dari sel germinativum dan genjel seks. keganasan dari salah satu unsur jaringan, biasanya
dalam bentuk karsinoma sel gepeng. ]uga, atas alasan
yang tidak jelas, lumor ini rentan mengalami torsio (10%
Teratoma hingga 15% kasus), menimbulkan kedaruratan bedah
Neoplasma yang berasal dari sel germinativum ini akut.
membentuk L5% sampai 20% tumor ovarium. Tumor
ini memperlihatkan gambaran buruk, yaitu muncul
pada2dekade pertama kehidupan, dan semakin muda
TERATOMA MALIGNA IMATUR
usia pasien, semakin besar kemungkinan terjadinya Neoplasma ini ditemukan pada usia dini, dengan
keganasan. Namun, lebih dari 90% neoplasma sel usia rerata 18 tahun. Tumor ini jelas berbeda dengan
germinativum ini merupakan teratoma kistik matur teratoma matur jinak, yaitu lebih sering berukuran
jinak. Varian ganas imatur jarang ditemukan. besar, padat atau t-rampir padat jika dipotong, dan
782 ) BAB 19 SISTEM GENITALIA PEREMPUAN DAN PAYUDARA
Koriokarsinoma Tiga dekade pertama Unilateral ldentik dengan tumor pla- Cepat dan luas bermetas-
kehidupan senta. Sering berupa fokus tasis. Fokus primer
kecil hemoragik dengan mungkin mengalamidis-
sito-
dua tipe epitel, epitel integrasi, meninggalkan
trofoblas dan sinsitiotro- hanya "mets". Berbeda
foblas. dengan tumorplasenta,
tumor primer ovarium
resisten terhadap kemo-
terapi.
Tekoma-fibroma Semua usia Unilateral Sel fibrosa padat abu-abu Umumnya tidak mengeluar-
hingga sel teka gemuk yang kan hormon. Beberapa
kuning (penuh lemak). mengeluarkan estrogen.
Sekitar40%, karena
sebab yang tidak jelas,
menyebabkan asites dan
hidrotoraks (slndrom
Meigs). Jarang ganas.
Sel Sertoli-Leydig Semua usia Unilateral Biasanya kecil, abu-abu Banyak yang menyebabkan
hingga kuning-cokelat, dan maskulinisasi atau de-
padat. Pembentukan feminisasi. Jarang ganas.
struktur mirip testis dengan
tubulus, atau genjel dan sel
Sertoli merah muda gemuk.
Metastasis ke Usia lebih tua Umumnya bilateral Biasanya berupa massa Tumor primer di payudara,
Ovarium padat putih abu-abu paru, dan saluran cerna
dengan garis tengah (tumor Krukenberg).
hlngga 20 crn. Sel, genjel,
dan kelenjartumorana-
plastik tersebar di latar
belakang fi brosa. Selnya
mungkin berupa "cincin-
stempel" penghasil musin.
BAB 19 SISTEM GENITALIA PEREMPU,A.N DAN PAYUDARA T 783
ditandai di sana-sini dengan daerah-daerah nekrosis; morfologinya sangat berbeda, kecuali untuk neoplasma
walaupun jarang, salah satu fokus kistik mungkin fungsional yang mengeluarkan hormon. Tumor ova-
mengandung sekresi sebasea, rambut, dan gambaran rium yang berasal dari sel permukaan biasanya
lain yang mirip dengan yang ditemukan pada teratoma asimtomatik sampai ukurannya cukup besar untrrk
matur. Secara mikroskopis, gambaran pembeda adalah menimbulkan gejaia tekanan lokal (misaI, nyeri,
adanya daerah diferensiasi ke arah tularig rawan, keluhan saluran cerna, sering berkemih). Memang,
tulang, otot, saraf, dan struktur lain yang imatur atau sekitar 30% neoplasma ovarium ditemukan secara
sulit dikenali. Yang terutama memberikan gambaran tidak sengaja pada pemeriksaan ginekologi rutin.
buruk adaiah fokus diferensiasi neuroepitel karena Massa yang lebih besar, terutama tumor epitel biasa,
sebagian besar lesi ini bersifat agresif dan bermetastasis dapat menyebabkan peningkatan lingkar perut. Massa
secara luas. Sebagai upaya unlLrk memperkirakan prog- yang lebih kecil, terutama kista dermoid, kadang-
nosis, teratoma imatur dibagi berdasarkan derajat dan kadang terpuntir (torsio), menimbulkan nyeri abdomen
stadium. Tumor derajat I stadium I sering dapat di- hebat dan abdomen akut. Fibroma dan tumor serosa
sembuhkan dengan terapi yang sesuai, sedangkan tu- ganas sering menyebabkan asites, yang terakhir terjadi
mor yang berada di ujung spektrum yang berlawanan karena penyebaran metastatik di rongga peritoneum
memiliki prognosis yang jauh lebih buruk. sehingga sel tumor dapat ditemukan dalam cairan
asites. Kanker musinosa dapat secara harfiah mengisi
rongga abdomen dengan suatu massa neoplastik
TERATOMA KHUSUS gelatinosa (pseudomiksoma peritonei). Tumor ov arium
Tumor ini dicantumkan hanya karena cenderung yang firngsional sering menimbulkan perhatian karena
memicu reaksi "sungguh tidak dapat dipercaya". menimbulkan endokrinopati.
Struma ovarii terdiri atas jaringan tiroid matur semata- Sayangnya, metode terapi masih belum memuaskan,
mata yang, menariknya, mungkin mengalami hiper- seperti dicontohkan oleh sedikitnya peningkatan
fungsi dan menyebabkan hipertiroidisme. Tumor ini harapan hidup pasien sejak pertengahan tahun 1970-
tampak sebagai massa ovarium cokelat, padat, kecil, an. Metode deteksi penapisan sedang dikembangkan,
dan unilateral. Yang sama tidak lazkrnya adalah karsi- tetapi sampai saat ini metode tersebut kurang mamptt
noid ovarium, yang kadang-kadang menimbulkan menemukan kanker ovarium saat masih dalam sta-
sindrom karsinoid! Apabila sudah lama menjadi dium yang dapat disembuhkan. Di antara berbagai
dokter, Anda mungkin berjumpa dengan kombinasi penanda yang telah dikaji, peningkatan kadar CA 125
struma ovarii dan karsinoid di ovarium yang sama. serllm dilaporkan terjadi pada 75"/" hingga 90"h
Yang lebih buruk, salah satu dari unsur ini dapat peremprlan dengan kanker epitel ovarim. Namttn,
menjadi ganas. penanda ini tidak terdeteksi pada hampir 50% pasien
dengan kanker yang terbatas di ovarium dan, selain
itu, kadarnya meningkat pada berbagai penyakit non-
Korelasi Klinis untuk neoplastik, serta pada kanker nonovarium. Penanda
Semua Tumor Ovarium ini paling bermanfaat sebagai uji penapisan pada
Semua neoplasma ovarium menimbulkan tantang- perempuan pascamenopause asimtomatik karena
an klinis yangbesar karena tidak menimbulkan gejala rendahnya insidensi variabel pengganggu (Bab 15).
atau tanda sampai stadium cukup lanjut. Gambaran Pengukuran CA 125 sangat penting dalam memantau
klinis semua tumor ovarium sangat mirip walaupun respons terhadap terapr.
I
T
I Penyakit pada Kehamilan
Penyakit pada kehamilan dan kondisi patologik ditas pada ibu dan anaknya. Di sini kita hanya akan
plasenta merupakan penyebab penting kematian membahas beberapa penyakit dengan pengetahuan
intrauterus atau perinatal, persalinan prematur, tentang lesi morfologiknya yang membantu kita
malformasi kongenital, retardasi pertumbuhan memahami masalah klinis.
intrauterus, kematian ibu hamil, dan berbagai morbi-
784. BAB 19 SISTEM GENITALIA PEREMPUAN DAN PAYUDARA
Mola Hidatidiformis:
Komplet dan Parsial
lr4ola hidatidiformis biasanya berupa suatu massa
besar vilus korion yang membengkak, kadang-kadang
mengalami dilatasi kistik, dan secara makroskopis
tampak seperti anggur. Vilus yang membengkak
ditutiipi oleh epitel korion dari yang banal hingga
sangat atipikal. Diketahui terdapat dua sr-rbtipe mola:
mola komplef dan mola parsial. Mola hidatidiformis
komplet lidak memungkinkan terjadinya embriogenesis
sehingga tidak pernah mengandung bagian janin.
Semua vilus korion abnormal, dan sel epitel korion
bersifat diploid (46,XX atau, yang jarang,46,XY). Mola
hidatidiformis parsial masih memungkinkan pem-
bentukan mudigah awal sehingga mengandung Gambar 19-20
bagian-bagian janin, memiliki beberapa vilus korion
Mola hidatidiformis dievakuasi dari uterus. Tampak jelas gambaran
yang normal, dan hampir selalu triploid (misal, 69,XXY ;
lesi yang sepedi "seikat anggul'. (Sumbangan Dr. David R. Genest,
Tabel 19-3). Kedua pola terjadi karena kelainan
Brigham dan Women's Hospital, Boston.)
pembuahani pada mola komplet, sebuah telur kosong
dibuahi oleh dua spermatozoa (atau satu sperma dip-
loid), menghasilkan kariotipe diploid, sedangkan pada
mola parsial sebuah telur normal dibuahi oleh dua
spermatozoa (atau satu sperma diploid) sehingga
MORFOLOGI
terbentuk kariotipe triploid. Uterus mungkin berukuran normal (misalnya pada mola
Insidensi mola hidatidiformis komplet adaiah dini), tetapi pada kasus yang telah berkembang
sekitar t hingga 1,5 per 2000 kehamilan di Amerika sempurna rongga uterus terisi oleh massa kistik
Serikat dan negara Barat lainnya. Karena alasan yang translusen berdinding tipis yang rapuh (Gbr. 19-20).
tidak diketahui, insidensi penyakit ini jauh lebih tinggi Bagian janin jarang ditemukan pada mola komplet,
di negara Asia. Mola paling sering terjadi pada usia tetapi sering ditemukan pada mola parsial. Secara
sebelum 20 tahun dan setelah 40 tahun, dan adanya mikroskopis, mola komplet memperlihatkan pembeng-
riwayat mola meningkatkan risiko untuk kehamilan kakan hidropik vilus korion dan tidak adanya vaskulari-
sasi vilus. Substansi vilus adalah stroma edematosa
berikutnya. Meskipun biasanya ditemukan pada
minggu kehamilan 12 hingga 14 karena gestasi yang
"terlalu besar untuk usianya", pemantauan dini
kehamilan dengan ultrasonografi telah berhasil
menurunkan usia gestasi saat penyakit terdeteksi
sehingga diagnosis "mola hidatidiformis komplet dini"
lebih sering ditegakkan. Pada kedua keadaan,
peningkatan kadar hCG daiam darah ibu bersamaan
dengan tidak adanya bagian janin atatr bunyi janLLrng
janin.
Nekrosis sel ini menyebabkan pengeluaran lemak, dalam otak, hipofisis, jantung, dan di tempat lain;
yang diikuti oleh akumulasi limfosit dan makrofag di
_ trombus ini dapat menyebabkan iskemia fokal yang
dalam dan sekitar pembuluh. Hal ini memperparah kadang-kadang disertai oleh mikrohemoragia.
iskemia plasenta.
r
T
I Payuda
Kelainan payudara perempuan jauh lebih sering kan di sepanjang garis susu (embrryonic riclge). Selatn
daripada kelainan payudara laki-laki. Kelainan in-i sekadar menimbrrlkan rasa ingin tahu, anom;li konge-
biasanya mengambil bentuk massa atau nodus yang nital ini juga dapat terkena penyakit yang rnengenai
dapat diraba dan kadang-kadang nyeri. Untungnya, payudara normal. Inuersio ptrting kongenitnl merupa-
sebagian besar iesi bersifat jinak, tetapi seperti telah kan kelainan penting karena hal serupa dapat disebab-
diketahui, kanker payudara adalah penyebab ter- kan oleh adanya kanker. Galoktokel adalah dilatasi
penting kematian akibat kanker pada perempuan di
Amerika Serikat sampai tahun 1986, saat posisinya
diganti oleh kanker paru. Pembahasan berikut temtama
membicarakan kelainan di payudara perempuan. Perubahan
Kelainan yang akan dijelaskan berikut ini seyoglanya fibrokistik
dipertimbangkan dalam kaitannya dengan ke-
murrgkinan kemiripan kelainan secara klinis dengan
keganasan. Masalah ini paling akut pada kelainan
fibrokistik karena penyakit ini merupakan penyebab
tersering "benjolan" di payndara dan karena terus Tidak ada
penyakit Penyakit jinak
berlanjulnya silang-pendapat mengenai keterkaitan lainnya
varian tertentu dengan karsinoma pal,udara. Namun,
sejumlah perempllan memiliki jaringan payldara ,,nor-
mal" yang cukup iregular sehingga mereka berobat ke
dokter (Gbr. 19-23). Kanker Fibroadenoma
Sebelum kita beralih ke kelainan fibrokistik yang
Gambar 19-23
sangat sering ditemukan, beberapa kelainan yang relati,f
minor perlu dikemukakan. Payudarn atau putiig ynng Representasitemuan pada beberapa perempuan yang mencari
berj umlah bany ak (supernumer ary) mungkin ditemu- evaluasi terhadap."benjolan" payudaranya yang tampak.
I
kistik suatu duktus yang tersumbat yang terbentuk "penyakit". Di luar silang-pendapat semantik ini,
selama masa laktasi. Selain menyebabkan "benjolan" "benjolan" yang ditimbulkan oleh berbagai pola per-
yang nyeri, kista mungkin pecah sehingga memicu ubahan fibrokistik harus dibedakan dengan kanker,
reaksi peradangan lokai, yang dapat menyebabkan ter- dan pembedaan antara lesi yang ringan dan lesi yang
benhrknya fokus indurasi persisten yang menimbulkan tidak terlalu ringan dilakr-rkan dengan perneriksaan
kekhawatiran beberapa tahrrn kemudian. bahan aspirasi jarum-halus atau secara lebih pasti
dengan biopsi dan evalnasi histologik. Dengan cara
yang sedikit banyak arbitrer, kelainan di sini dibagi
menjadi pola nonproliferatif dan proliferatif. Lesi
nonproliferatif mencakr-rp kista dan / at au flbr osis tnnpn
PERUBAHAN FIBROKISTIK hiperplasia sel epitel, yang dikenal sebagai peruboltnn
Nama ini digunakan untr"rk berbagai perubahan di fibrokistik sederhnnn. Lesi proliferatif mencakup
pay.r-rdara perempuan yang berkisar dari keiainan tidak serangkaian hiperplasia sel epitel duktr,rlus atau
berbahaya hingga pola yang berkaitan dengan pe- dnktus banal atau atipikal serta /idr,i t0sis sklerotiknns.
ningkatan risiko karsinoma payudara. Sebagian ke- Semuanya cenderung timbul selama nsia subur dan
Iainan ini-fibrosis stroma dan mikro- atau makro- mungkin menetap setelah menopallse. Berbagai
kista-menyebabkan "benjolan" yang dapat diraba. perubahan, terutama yang nonproliferatif; sedernikian
Telah diterima secara luas bahwa rngnm kelainnn ini seringnya ditemukan (diiemr.rkan pada autopsi dari
odtillh skibnt dnri peningkotan dsn distorsi perubahan 60% hingga B0% perempuan) sehingga hampir clapat
siklik paytrdnra yang terjndi secarn nlrmal selsmn dour dianggap sebagai varian fisiologik.
hnid.Terapi estrogen dan kontrasepsi oral (KO) tampak-
nya tidak meningkatkan insidensi kelainan; bahkan,
KO dapat menurunkttn risiko.
Perubahan Nonproliferatif
Secara tradisional, kelainan payudara ini pernah KISTA DAN FIBROSIS
diberi nama penyakit fibrokistilc; namun, para dokter
sangat berkeberatan dengan nama ini. Sebagian besar Perr,rbahan nonproliferatif merupakan keIainan tipe
perubahan yang tercakup dalam diagnosis penyakit tersering, ditanilai dengan peningkatan stroma fibrosa
fibrokistik kurang memiliki makna klinis, kecuali disertai oleh dilatasi duktus dan pembentukan kista
bahwa perubahan tersebut menyebabkan nodularitas; dengan berbagai r,rkuran.
hanya sebagian kecil yang mencerminkan bentr-rk hiper-
piasia epitel yang secara klinis penting. Oleh karena
itu, istiiah perubnhnn fibrokistik lebih dianjurkan,
karena tidak menstigmatisasi subjek dengan kata . MORFOLOGI
Secara makroskopis, dapat terbentuk satu kista besar
di satu payudara, tetapi perubahan ini biasanya multi-
fokal dan sering bilateral. Daerah yang terkena memper-
lihatkan nodularitas diskret dan densitas yang batasnya
kabur. Kista memiliki garis tengah bervariasi mulai dari
lebih kecil daripada 1 sanrpai 5 cm. Jika tidak dibuka,
kista berwarna cokelat sampai biru (b/ue dome cysts)
dan terisi oleh cairan serosa keruh (Gbr. 19-24). Produk
sekretorik di dalam kista dapat mengalami kalsifikasi
sehingga tampak sebagai mikrokalsifikasi pada mamo-
gram. Secara histologis, pada kista kecil, epitel lebih
kuboid hingga silindris dan kadang-kadang berlapis-
lapis di beberapa tempat. Pada kista yang lebih besar,
epitel mungkin menggepeng atau bahkan atrofi total
(Gbr. 19-25). Kadang-kadang, proliferasi epitel ringan
menyebabkan penumpukan massa atau tonjolan
papilaris kecil. Kista umumnya dilapisi oleh sel poli-
gonal besar dengan sitoplasma eosinofilik granular
Gambar 19-24 serta nukleus kecil, bulat, dan sangat kromatik (disebut
juga metaplasia apokrin); hal ini hampir selalu jinak.
Beberapa spesimen biopsi yang memperlihatkan perubahan
fibrokistik pada payudara. Daerah putih yang tersebardan berbatas
samar adalah fokus fibrosis. Spesimen biopsi di kanan bawah
memperlihatkan potongan kista kosong;yang di kiri memperlihatkan Stroma mengelilingi semua bentuk kista biaszrnya
kista-kista biru seperti kubah. (Sumbangan Dr. Kyle Molberg, De- atas jaringan fibrosa yang kehiiangan gambaran
terdiri
padment of Pathology, University of Texas Southwestern Medical
miksomatosa. Infiltrat limfositik stroma sering ditemtr-
School, Dallas.)
kan pada lesi ini d.an varian lain perubahan fibrokistik.
790 T BAB 19 SISTEM GENITALIA PEREMPUAN DAN PAYUDARA
MORFOLOGI
Gambaran makroskopik hiperplasia epitel tidak khas
dan sering didominasi oleh perubahan fibrosa atau
kistik. Secara histologis, spektrum perubahan proliferatif
.w "a!*.., e.:;e,14:.' a,. -.t )1.. harrpir bersifat tak-terbatas (Gbr. 19-26). Duktus,
duktulus, atau lobulus mungkin terisi oleh sel kuboid
Gambar 19-25 yarrg tersusun teratur, yang di dalamnya mungkin mem-
perlihatkan pola kelenjar kecil (disebut juga fenestrasi).
Detail mikroskopik perubahan fibrokistik pada payudara yang Kadang-kadang epitel yang berproliferasi menjorok ke
memperlihatkan dilatasi duktus yang menyebabkan terbentuknya dalam lumen duktus dalam bentuk tonjolan-tonjolan
mikrokista dan, di kanan, dinding sebuah kista besar dengan sel papilaris kecil (papilomatosis duktus). Derajat hiper-
epitel yang melapisinya. (Sumbangan Dr. Kyle Molberg, Depart_ plasia, yang sebaglan digambarkan oleh jumlah lapisan
ment of Pathology, University of Texas Southwestern Medical proliferasi epitel intraduktus, mungkin ringan, sedang,
School, Dallas.) atau berat.
Pada beberapa kasus, sel hiperplastik menjadi
monomorfik dengan pola arsitektur kompleks. Secara
singkat, sel ini memperlihatkan perubahan yang men-
dekati gambaran karsinoma in situ (dijelaskan
Perubahan Proliferatif kemudian). Hiperplasia ini disebut atipikal. Garis yang
memisahkan hiperplasia epitel tanpa atipia dari hiper-
HIPERPLASIA EPITEL plasia atipikal sulit ditentukan, sama sulitnya dengan
membedakan secara jelas antara hiperplasia atipikal
Istilah hiperplasia epitel dan perubahnn fibrokistik
dan karsinoma in situ. Namun, pembedaan ini penting,
proliferatif mencakup serangkaian lesi proliferatif di
yang segera akan menjadi jelas.
dalam duktulus, duktus terminalis, dan kadang- Hiperplasia lobulus atipikal adalah istilah yang
kadang lobulus payudara. Sebagian hiperplasia epitel digunakan untuk menjelaskan hiperplasia yang secara
ini bersifat ringan dan teratur serta tidak membiwa sitologis mirip karsinoma lobular in situ, tetapi selnya
risiko karsinoma, tetapi di ujung lain spektrum terdapat tidak mengisi atau meluas ke lebih dari 50% unit duktus
hiperplasia atipikal yang memiliki risiko signifikan, terminalis. Hiperplasia lobular atipikal berkaitan dengan
setaraf dengan keparahan dan atipikalitas perubahan. peningkatan risiko karsinoma invasif.
is .i.r: .tq*.
"F{, .;*Si'' \
,:.ie$.-"',
s .r
C
.....,i ..,';'
*6" ! €.,{ ..t',,,t,.lit1L,
.id $,
F
F
,.llrilirl... .. li
Fs
9. il s.
€*' r,-!
t,
i
.r'&*
Ji9
'
@ -dr
-*ffi*.,
Gambar 19-26
A. Hiperplasia epitel duktus moderat. Perhatikan bahwa sel mengisi sebagian dari lumen duktus. 8. Hiperplasia epitel duktus yang lebih
subur, dengan lumen iregular di perifer (disebut juga fenesfrasr). (Sumbangan Dr. Stuart Schnitt, Beth lsrael Deaconess Hospital, Boston.)
BAB 19 SISTEM GENITALIA PEREMPUAN DAN PAYUDARA 791
'
Hiperplasia epitel sendiri jarang menyebabkan
disertai oleh fibrosis stroma yang mencolok, yang
timbulnya massa payudara yang secara klinis diskret.
mungkin menekan dan mendistorsi epitel yang sedang
Kadang-kadang, kelainan ini menyebabkan mikro- berproliferasi; karena itu, lesi ini diberi nama adenosis
kalsifikasi pada mamografi, yang menimbulkan ke- sklerotikans. Pertumbuhan berlebihan jaringan fib-
khawatiran akan adanya kanker. Nodularitas semacam rosa ini mungkin menekan lumen asinus dan duktus
ini biasanya berkaitan dengan varian lain perubahan sehingga keduanya tampak sebagai genjel-genjel sel.
fibrokistik; namun, papilomatosis yang berlebihan Pola ini secara histologis mungkin sulit dibedakan dari
mungkin menyebabkan pengeluar an di s chnr g e serosa karsinoma scirrhous invasif. Adanya lapisan ganda epitel
atau serosanguinosa dari puting. dan identifikasi elemen mioepitel mengisyaratkan
bahwa kelainannya bersifat jinak.
ADENOSIS SKLEROTIKANS
Varian ini lebih jarang ditemukan dibandingkan
dengan kista dan hiperplasia, tetapi signifikan karena Walaupun secara klinis dan histologis kadang-
gambaran klinis dan morfologiknya mungkin mirip kadang sulit dibedakan dengan karsinoma, adenosis
dengan karsinoma. Di lesi ini tampak mencolok fibro- sklero tikans dilaporkan hanya sedikit memperlihatkan
sis intralobularis serta proliferasi duktulus kecil dan risiko berubah menjadi kanker.
asinus.
PROLIFERATIF
NONPROLIFERATIF
HIPERPLASIA
Kista biasa Adenosis sklerotikans
KARSINOMA
Gambar 19-28
Upaya untuk menggambarkan, dengan ketebalan tanda panah, risiko transformasi maligna pada berbagai pola perubahan fibrokistik
MORFOLOGI
MOsFOLOGI Peradangan biasanya terbatas di suatu daerah yang
didrainase oleh satu atau beberapa duktus ekskretorius
lnfeksi stafilokokus menyebabkan terbentuknya utama puting payudara. Terjadi peningkatan kepadatan
abses tunggal atau multipel disertai oleh perubahan jaringan, dan pada potongan melintang tampak duktus
BAB 19 SISTEM GENITALIA PEREMPUAN DAN PAYUDARA T 793
MORFOLOGI
Tumor biasanya tunggal dengan garis tengah kurang
dari 1 cm, terdiri atas pertumbuhan yang halus, ber-
cabang-cabang di dalam suatu kista atau duktus yang
: so*{' melebar. Secara histologis, tumor terdiri atas papila-
tP{ papila, masing-masing memiliki aksis jaringan ikat yang
dibungkus oleh sel epitel silindris atau kuboid yang
q../ : ,.:.t
"":: ' s
g:,,.e
'q".4 | sering terdiri atas dua lapis, dengan lapisan epitel luar
tl 1.
I .&,4
4
i# l"-rr'.
r,':
."
16a;*
t.8 ,f
terletak di atas lapisan mioepitel"
'-.t' i**6
t! , .. j*,8" .
2.,
, l€
. I ..4.
tu't ..
slrdah dipastikan dan kurang dipastikan dan me- disebabkan oleh faktor lingkungan daripada faktor
nunjukkan (jika mungkin) risiko relatif yang ditimbul- geografik karena kelompok migran dari daerah dengan
kan mgsing-masing. Berikut ini disajikan komentar insidensi rendah ke daerah dengan insidensi tinggi
mengenai sebagian dari faktor risiko yang penting. cenderrlng mencapai angka negara tujuan, dan
Variasi Geografik. Terdapat perbedaan yang demikian sebaliknya. Makanan, pola reproduksi, dan
mengejutkan di antara berbagai negara dalam angka kebiasaan menyusui diperkirakan berperan.
insidensi dan angka kematian akibat kanker pay.r,rdara. Usla. Kanker payudara jarang terjadi pada perem-
Risiko-untuk neoplasia ini secara bermakna iebih tinggi puan berusia kurang dari 30 tahun. Setelah itu, risiko
di Amerika Utara dan Eropa barat dibandingkan di meningkat secara tetap sepanjang usia, tetapi setelah
Asia dan Afrika. Sebagai contoh, insidensi dan angka menopause bagian menanjak dari kurva hampir
kematian lima kali lebih tinggi di Amerika Serikat mendatar.
daripada di Jepang. Perbedaan ini tampaknya lebih Genetika dan Rizuayat Keluarga. Sekitar 5
hingga 10% kanker pay'r-rdara berkaitan dengan mutasi
herediter spesifik. Perempuan lebih besar kemungkin-
annya membawa gen kerentanan kanker pal.udara jika
mereka mengidap kanker payudara sebelum meno-
pause, mengidap kanker payudara bilateral, mengidap
Tabel 19-4. FAKTOR RISIKO KANKER PAYUDARA kanker terkait lain (misal, kanker ovarium), memiliki
riwayat keluarga yang signifikan (yaitu banyak
anggota keluarga terjangkit sebelum menopause), atau
Faktor Risiko Relatif berasal dari kelompok etnik tertentu. Sekitar separuh
Pengaruh yang Sudah Dipastikan perempuan dengan kanker payudara herediter mem-
Faktor geograflk Bervariasi di tempat yang perlihatkan mutasi di gen BRCAL (pada kromosom
berbeda 77q27.3) dan sepertiga lainnya mengaiami mutasi di
Usia Meningkatsetelah usia BRCA2 (di kromosom 13q12-13). Gen ini berukuran
30 tahun besar dan kompleks serta tidak memperlihatkan
Riwayat keluarga homologi yang erat di antara keduanya, juga dengan
Keluarga dekat mengidap kanker 1,2-3,0 gen iain yang diketahui. Meskipun peran pasti karsino-
payudara genesis dan spesifisitas relatifnya terhadap kanker
Pramenopause 3,1 payudara masih diteliti, kedua gen ini diperkirakan
Pramenopause dan bilateral 8,5-9,0 berperan penting dalam perbaikan DNA (Bab 6).
Pascamenopause 1,5
Keduanya bekerja sebagai gen penekan tttmor, karena
Pascamenopause dan bilateral 4,0-5,4
kanker muncul jika kedua alel inaktif atan cacat-
Riwayat haid pertama disebabkan oleh mutasi sel germinativum dan
4a
Usia menarke <12 tahun kedua oleh mutasi somatik berikutnya. Tersedia uji
Usia menopause >55 tahun 1,s-2,0 genetik, tetapi uji ini diperumit oleh terdeteksinya
Kehamilan ratusan mutasi yang berlainan, dan hanya sebagian
Kelahiran hidup pertama dari 1,5 yang berkaitan dengan kerentanan terhadap kanker.
usia 25-29 tahun Derajat penetrasi, usia saat onset kanker, dan keter-
Kelahiran hidup pertama setelah 1,9 kaitan dengan kerentanan terhadap kanker tipe lain
usia 30 tahun dapat berbeda-beda sesuai jenis mutasi. Namun,
Kelahiran hidup pedama setelah 2,0-3,0
sebagian besar pembawa sifat akan terjangkit kanker
usia 35 tahun
Nulipara ?n payudara pada usia 70 tahun, dibandingkan dengan
hanya 7o/o dariperempuan yang tidak memiliki mutasi.
P e n yakit p ay ud a ra j i n ak
Peran gen ini pada kanker payudara sporadik non-
Penyakit proliferatif 1,9
herediter belum jelas karena pada tumor ini jarang
Penyakit proliferatif dengan 4,4
hiperplasia atipikal
ditemukan mutasi. Pada kanker sporadik, mungkin
Karsinoma lobularis in situ 6,9-12,0 yang berperan adalah mekanisme lain, seperti metilasi
regio regulatorik yang menyebabkan inaktivasi gen.
Pengaruh yang Belum Dipastikan
Penyakit l5enetik yang lebih jarang yang berkaitan
Estrogen eksogen
dengan kanker payudara adalah sindrom Li-Fraumeni
Kontrasepsi oral
(disebabkan oleh mutasi sel gerrninativum di TP53; Bab
Kegemukan
Diettinggi lemak 6), penyakit Cowden (disebabkan oleh mutasi sel
Konsumsi alkohol germinativum di PTEN; Bab 15), dan pembawa gen
Merokok ataksia-telangiektasia (Bab 6).
Faktor Risiko Ltin
Dimodifikasi secara luas dari Bilimoria MM, Morrow M: The women
at increased risk for breast cancer: evaluation and management I Pajanan lams ke estrogen eksogen pascamenopallse,
strategies. CA Cancer J Clin 46:263, 1 995 yang dikenal sebagai terapi sulih estrogen (ERT,
796 T BAB 19 SISTEM GENITALIA PEREMPUAN DAN PAYUDARA
Potongan sebuah karsinoma duktus invasifpada payudara. Lesi Gambaran mikroskopik dari apa yang disebut sebagai karsinoma
mengalami retraksi, menginfi ltrasi jaringan payudara di sekitarnya, scirrhouspayudara. Tampak latar belakang kolagen padat tempat
dan teraba keras seperti batu. tersebarnya genjel dan sarang sel kanker.
yang dijelaskan di bawah dan tidak menunjukan bahwa sel secara sendiri-sendiri menginvasi stroma dan sering
tumor ini secara spesifik berasal dari sistem duktus. tersusun membentuk rangkaian (Gbr. 19-35). Kadang-
Karsinoma "tanpa tipe khusus" atau "tidak dirinci kadang sel tersebut mengelilingi asinus atau duktus
lebih lanjut" sinonim untuk karsinoma duktus. yang tampak normal atau karsinomatosa, menciptakan
Sebagian besar (70% hingga 80%) kanker masuk ke apa yang disebut sebagai mata sapi (buil's eye). Meski-
dalam kategori ini. Kanker tipe ini biasanya berkaitan pun sebagian besar tumor bermanifestasi sebagai
dengan DCIS, tetapi kadang-kadang ditemukan LCIS. massa yang dapat diraba atau densitas pada mamo-
Sebagian besar karsinoma duktus menimbulkan grafi, sebagian mungkin memiliki pola invasi difus tanpa
respons desmoplastik, yang menggantikan lemak payu- respons desmoplastik serta secara klinis tersamar.
dara normal (menghasilkan densitas pada mamografi) Karsinoma lobulus lebih sering bermetastasis ke cairan
dan membentuk massa yang teraba keras (Gbr. 19-32 serebrospinal, permukaan serosa, ovarium dan uterus,
dan '19-33). Gambaran mikroskopik cukup heterogen, serta sumsum tulang dibandingkan dengan karsinoma
berkisar dari tumor dengan pembentukan tubulus yang
sempurna serta nukleus derajalrendah hingga tumor
yang terdiri atas lembaran-lembaran sel anaplastik. Tepi
tumor biasanya iregular (Gbr. 19-34), tetapi kadang-
kadang menekan dan sirkumskripta. Mungkin ditemu-
kan invasi ke rongga limfovaskular atau di sepanjang
saraf. Kanker tahap lanjut dapat menyebabkan kulit
cekung (dimpling), retraksi puting payudara, atau fiksasi
ke dinding dada. Sekitar dua pertiga tumor meng-
ekspresikan reseptor estrogen atau progestagen, dan
sekitar sepertiga mengekspresikan secara berlebihan
ERBB2.
inflamasi didefinisikan berdasarkan
" Karsinoma
gbmbaran klinis berupa payudara yang membesar,
bengkak, dan eritematosa, biasanya tanpa teraba
adanya massa. Karsinoma penyebab umumnya bukan
tipe khusus dan menginvasi secara difus parenkim
payudara. Tersumbatnya saluran limf dermis oleh karsi-
noma merupakan penyebab gambaran klinis. Pe-
radangan sejati sebenarnya tidak ada atau minimal.
Sebagian besar tumor ini telah bermetastasis jauh dan
prognosis sangat buruk. Gambar 19-34
Karsinoma lobulus invasif terdiri atas sel yang
secara modologis identik dengan sel pada LCIS. Pada Tepi kanker payudara yang memperlihatkan infiltrasi tumor ke
dua pertiga kasus ditemukan LCIS di sekitar tumor. Sel- jaringan lemak di sekitarnya (di kanan).
BAB 19 SISTEM GENITALIA PEREMPUAN DAN PAYUDARA T 799
+ *.'! *.
rq . 's. a* *. *-
&i.
'Sr $$o d,
g slB.
+ r,$ t6 e*
'u,
s "*.
Gambar 19-35
duktus. Karsinoma lobulus juga lebih sering bersifat sis ke kelenjar getah bening, dan prognosis baik.
multisentrik dan bilateral (10% hingga 20%). Hampir Hampir semua karsinoma tubulus mengeskpresikan
semua karsinoma ini mengekspresikan reseptor reseptor hormon, dan sangat jarang mengekspresikan
hormon, tetapi ekspresi ERBB2 jarang atau tidak terjadi. ERBB2 secara bedebihan.
Tumor ini membentuk kurang dari 20oh dari semua
kanker payudara. GAMBARAN UMUM BAGI SEMUA KANKER INVASIF.
Karsinoma medular adalah subtipe karsinoma yang Pada semua bentuk kanker payudara yang dibahas di
jarang dan membentuk sekitar 2% kasus. Kanker ini atas, perkembangan penyakit menyebabkan terbentuk-
terdiri atas lembaran sel besar anaplastik dengan tepi nya gambaran modologik lokal tertentu. Gambaran ini
berbatas tegas. Secara klinis, tumor ini mungkin di- mencakup kecenderungan untuk melekat ke otot pekto-
sangka fibroadenoma. Selalu terdapat infiltrat limfo- ralis atau fasia dalam di dinding dada sehingga terjadi
plasmasitik yang mencolok. DCIS biasanya minimal fiksasi lesi, serta melekat ke kulit di atasnya, yang me-
atau tidak ada. Karsinoma medular, atau karsinoma nyebabkan retraksi dan cekungan kulit atau puting
mirip-medular, meningkat frekuensinya pada perem- payudara. Yang terakhir adalah tanda penting, karena
puan dengan mutasi BRCAT meskipun sebagian besar mungkin merupakan indikasi awal adanya lesi, yang
perempuan dengan karsinoma medular bukan pem- dilihat sendiri oleh pasien saat melakukan pemeriksaan
bawa sifat ini. Karsinoma ini tidak memiliki reseptor tubuh sendiri. Keterlibatan jalur limfatik dapat me-
hormon dan tidak mengekspresikan ERBB2 secara nyebabkan limfedema lokal. Pada kasus ini. kulit meng-
berlebihan. alami penebalan di sekitar folikel rambut, suatu keadaan
Karsinoma koloid (musinosa) juga merupakan yang dikenal sebagai peau d'orange ("kulit jeruk")
subtipe yang jarang. Sel tumor menghasilkan banyak
musin ekstrasel yang merembes ke dalam stroma di
sekitarnya. Seperti karsinoma medularis, tumor ini
sering bermanifestasi sebagai massa sirkumskripta
dan rqungkin disangka fibroadenoma. Secara makro- Penyebaran Kanker Payudara. Akhirnya, terjadi
skopis, tumor biasanya lunak dan gelatinosa. Sebagian penyebaran melalui saluran limf dan darah. Metasta-
besar mengekspresikan reseptor hormon, dan be- sis ke kelenjar getah bening ditemukan pada sekitar
berapa mungkin mengekspresikan 8R882 secara
40% kanker yang berrnanifestasi sebagai massa yang
berlebihan.
Karsinoma tubulus jarang bermanifestasi sebagai dapat dipalpasi, tetapi pada kurang dari 15% kasus
massa yang dapat diraba tetapi merupakan penyebab yang ditemukan dengan mamografi. Lesi yang terietak
10% karsinoma invasif yang berukuran kurang dari 1 di tengah atau kuadran luar biasanl,a mula-mula
cm yang ditemukan pada pemeriksaan penapisan menyebar ke kelenjar aksila. Tnmor yang terletak di
mamografik. Pada mamografi, tumor biasanya tampak kuadran dalam sering mengenai kelenjar getah bening
sebagai densitas iregular. Secara mikroskopis, karsi- di sepanjang arteria mamaria interna. Kelenjar
noma terdiri atas tubulus yang berdiferensiasi baik supraklavikula kadang-kadang menj adi tempat ntama
dengan nukleus derajat-rendah. Jarang terjadi metasta- penyebaran, tetapi kelenjar ini baru terkena hanya
8OO T BAB 19 SISTEM GENITAL|A PEREMPUAN DAN PAYUDARA
setelah kelenjar aksilaris dan mamaria intema terkena. kelenjar (-kelenjar) getah bening
Akhimya, terjadi penyebaran ke tempat yang lebih dis- mamaria interna ipsilateral
t41, dengan kelainan metastatik di hampir semlra or- Stadium IV Metastasis ke tempat jauh
gan atau jaringan di lubuh. Lokasi yang disukai adalah
paru, tulang, hati, dan kelenjar serta (yang lebih jarang) Perjalanan Penyakit. Kanker paylrdara serirrg
otak, Iimpa, dan hipofisis. Namun, tidak ada tempat ditemukan oleh pasien atau dokternya sebagai rnJSSa
yang dapat lolos. Metnstnsis mtLn.tkin timbul bertnhtm- yang tllnggal, diskret, tidak nyeri, dan dapat digerak-
thhun setelnh lesi primer tnmpokr.Lya telnh terkontrol kan. Pada tahap ini, karsinoma biasanya bernkuran 2
oleh ternpi, kadnng-kadang 75 tnhun kemudisn. hingga 3 cm, dan Lerkenanva keienjar getah bening re-
Penentuan Stadium Kanker Payudara. Faktor gional (umumnya ketiak) sudah terdapat pada sekitar
prognostik terpenting untuk kanker payudara adalah separuh pasien. Dengan pemeriksaan pen.tpisan
ukuran tumor primer, metastasis ke kelenjar getah mamografik, karsinoma sering terdeteksi sebelurrr dapat
bening, dan adanya lesi di tempat jauh. Faktor prog- diraba. Ukuran rerata karsinoma invasif lrang ditemu,
nostik lokal yangburuk adalah invasi ke dinding dada, kan pada pemeriksaan penapisan adalah sekitar 1 cm,
ulserasi kulit, dan gambaran klinis karsinoma pe- dan hanya 15'h yang telah bermetastasis ke kelenjar
radangan. Gambaran ini digunakan Llntuk mengklasi- getah bening. Selain itu, pada banyak perempuan DCIS
fikasikan peremprlan ke dalam kelompok prognostik terdeteksi sebelum berkembang menjadi karsinom.r
demi kepentingan pengobatan, konseling, dan uji invasif. Seiring dengan pertambahan nsia, jaringan fib-
klinis. Sistem penentuan stadium yang tersering rosa payudara diganti oleh lemak, dan pemeriksaan
digunakan telah dirancang oleh AmericanJoint Com- penapisan menjadi lebih sensitif karena n-reningkatny;r
mittee on Cancer Staging dan International Union derajat radioh"rsen payudara dan meningkatnya insi-
Against Cancer, seperti terlihat berikut ini. Harapan densi keganasan. Silang pendapat yang teqadi saat ini
hidup 5 tahun untuk perempuan berkisar dari 92% mengenai kapan saat yang paling tepat untuk mernuiai
untuk penyakit stadium 0 hingga 13% untuk penyakit pemeriksaan penapisan mamografi harus memper-
stadium IV. timbangkan perbandingan antara manfaat bagi sebargi-
an perempuan terhadap morbiditas pada sebagian
American loint Committee on Cancer Stag- besar perempuan yang akan dibr"rktikan mengidap
ing of Breast Carcinorna kelainan jinak.
Stadium 0 DCIS (termasuk penyakii Paget pada Prognosis dipengamhi oleh variabel berikr-r t:
puting payr-rdara) dan LCIS L. UlctLrnn lcnrsinoma primer. Pasien dengan karsi-
Stadium I Karsinoma invasif dengan ukuran 2 noma invasif yang lebih kecil daripada 1cm me-
cm atau kurang serta kelenjar getah miliki harapan hidup yang sangat baik jika tidak
bening negatif terdapat keterlibatan kelenjar getah bening dan
Stadium IIA Karsinoma invasif dengan nkuran 2 mringkin tidak memerlukan terapi sistemik.
cm atau kurang disertai metastasis ke 2. Keterlibntnn lcelcnjnt' getnh bening dnn jumlnh
kelenjar (-keienjar) gelah bening atau keienjor getnh baning tlnng terkenn ntetnstnsis. Jtka
karsinoma invasif lebih dari 2 cm, tidak ada kelenjar ketiak yang lerkena, angka harap-
tetapi kurang dari 5 cm dengan an hidup 5 tahun menclekati 90%. Angka harapan
keienjar getah bening negatif hidup menrlrlln bersama setiap kelenjar getah
bening yang terkena dan menjadi kurang dari 50%
Stadium IIB Karsinoma invasif berukuran garis
jika kelenjar yang terkena berjumlah l6 atau lebih.
tengah lebih dari 2 cm, tetapi kurang
Biopsi kelenjar sentinel diperkerralkan sebagai
dari 5 cm dengan kelenjar (-kelenjar)
prosedur alternatif yang tidak terlalu menyakitkan
getah bening positif atau karsinoma
trntuk menggantikan diseksi aksila total. Satr.r atar"r
invasif berukuran lebih dari 5 cm tanpa
dua kelenjar getah bening pertama diicientifikasi
keterlibatan kelenjar getah bening
dengan menggunakan suatu zat warna, penjejak
Stadium IIIA Karsinorna invasif ukuran berapa pun radioaktif, atau keduanya. Kelenjar getah bening
i dengan kelenjar getahbening terfiksasi sentinei yang negatif merupakan isyarat kuat tidak
(yaitu invasi ekstranodus yang meluas adanya metastasis karsinoma ke kelenjar getah
di antara kelenjar getah bening atau bening sisanya. Kelenjar getahbening serrtinel dapat
menginvasi ke dalam struktur lain) diperiksa dengan prosedur yang lebih ekstensif,
atau karsinoma bemk-rran garis tengah misalnya pemotongan serial atau pemeriksaan imr-r-
lebih dari 5 cm dengan metastasis nohistokimia untuk sel positif-sitokeratin. Namun,
kelenjar getah bening nonfiksasi makna klinis ditemukannya mikrometastasis (di-
Stadium IIIB Karsinoma inflamasi, karsinoma yang definisikan sebagai deposit metastatik yang r.rknran-
menginvasi dinding d ada, karsinoma nya kurang dari0,2 cm) tidak diketahui.
yang menginvasi kulit, karsinoma 3. Dernjnt lnrsinoms. Sistem penentuan derajal yang
dengan nodus kulit satelit, atau setiap paling umum untuk kanker payudara memper-
karsinoma dengan metastasis ke timbangkan pembentukan tubulns, derajat nuklens,
BAB 19 SISTEM GENITALIA FEREMPUAN DAN PAYUDARA T 801
dan angka mitotik untukmemilah karsinoma men- Hasil akhir pada kasus individrial sulit diperkira-
jadi tiga kelompok. Karsinoma berdiferensiasibaik kan walaupun semua indikator prognostik tersebrlt
memiliki prognosis yang secara berrnakna lebihbaik telah dipertimbangkan. Yang menyedihkan, hanya
dibandingkan dengan karsinoma yang berdiferen- waktu yang akan menentukan. Angka harapan hidup
siasi bun-lk. Karsinoma berdiferensiasi sedang pada 5 tahun keseluruhan untuk kanker stadium adalah
awalnya memiliki prognosis baik, tetapi harapan 87%; trntuk stadium II,75o/o; trntuk staciium lll, 46"/';
hidup pada 20 tahun mendekati angka untuk karsi- dan untuk stadiurn IY, 13o/o. Perlu dicaLat bahwa
noflra yang berdiferensiasi buruk. kekambuhan mungkin timbul belakangan, bahkan
4. T ip e histalo gik kar sinom n. Semua tipe khusus karsi- setelah 10 tahun, dan untttk setiap tahun yang berlalu
noma pay'r"rdara (rr-rbulus, medular, lobulus, papilar, tanpa penyakit menyebabkan prognosis semakin baik.
dan musinosa) memiliki prognosis yang sedikit Mengapa beberapa kanker berespons terhadap
banyak lebih baik daripada karsinoma tanpa tipe terapi sementara yang lain gagal masih merttpakan
khusus ("karsinoma duktns") misteri. Yang jelas, tumor yang tampak serupa mungkin
5. Inuasi limfounsktilar. Adanya tumor di dalam memiliki sedikit perbedaan genetik yang saat ini belum
rongga vaskular di sekitar tumor primer merupakan dapat dideteksi. Namun, hal ini tampaknya akan
faktor prognostik yang buruk, terutama jika tidak bernbah, karena teknologi c/rlp DNA (micronrroy onnly-
terdapat metas tasis ke kelenj ar getah bening. Invasi sls) memungkinkan kita membandingkan ekspresi
limfovaskular dermis berkaitan dengan gambaran ribtran gen di setiap tumor (Bab 6). Micronrratl nnnly'
klinis berupa karsinoma inflamasi dan memiliki sls DNA semacam ini telah berhasjl mengrrngkapkan
prognosis sangat buruk. adanya perbedaan pada tr"rmor payudara' Hal ini me-
Ada tidnknyo reseptor estrogen atnu pragesteron. mungkinkan dikembangkannya terapi yang secara
Adanya reseptor hormon menyebabkan prognosis spesifik ditr-rjr-rkan pada kelainan genelik di sr-ratu tumor.
sedikit membaik. Namun, alasan untuk menenttt-
kan keberadaan reseptor tersebut adalah unttlk
memperkirakan respons terhadap terapi. Angka PAYUDARA LAI<I.LAKI
tertinggi respons (sekitar 80%) terhadap terapi
antiestrogen (ooforektomi atau tamoksifen) ditemu- Payudara laki-laki yang mdimenter relatif bebas
kan pada pasien yang tumornya memiliki reseptor terhadap proses patoiogik. Hanya dua penyakit yang
eshogen dan progesteron. Angka respons yang lebih relatif banyak yang djbahas di sini: ginekomastia dan
rendah (25"h hingga 45%) ditemukan jika hanya karsinoma.
terdapat salah satu reseptor. Jika kedua reseptor
tidak ada, sangat sedikit (kurang dari 10%) pasien
yang diperkirakan berespons. Ginekomastia
Lnjuproliferasi kanker. Proiiferasi dapat diukur dari
Seperti pada perempuan, paryudara laki-laki
hittrng mitotik, floru cytometry, atau dengan pe-
dipengaruhi oleh hormon walaup',rn jauh lebih iidak
nanda imunohistokirnia untuk protein siklus sel.
peka dibandingkan payudara perempLran. Bagairnana-
Hitung mitotik merr-rpakan bagian dari sistem pun, dapat teqadi pembesaran paytldara laki-laki, atar-r
penentrran derajat. Metode optimal untuk meng-
ginekomastia, sebagai respons terhadap kelebihan es-
evaluasi proliferasi belum diketahui pasti. Laju
trogen absolut atau relatif. Oleh karena itu, gineko-
proliferasi yang tinggi berkaitan dengan prognosis
mastia adalah analog laki-laki tintlrk pernb;rhan
yang lebihburuk.
fibrokistik pada perempuan. Penyebab terpenting
8. Aneuploidi. Karsinoma dengan kandungan DNA
hiperesirinisme pada laki-laki ini adalah sirosis hati'
abnormal (aneuploidi) memiliki prognosis sedikit
Pada keadaan tersebut, hati tidak mampll memetar-
lebih buruk dibandingkan dengan karsinoma de-
bolisasi estrogen. Penyebab lain adalah sindrom
ngan kandungan DNA serupa dengan sel normal.
q Klinefelter, tttmor penghasil estrogen, terapi estrogert,
Ekspresi berlebihsn ERBB2. Ekspresi berlebihan
dan, kadang-kadang, terapi digitalis. Ginekomastia
prolein terbungkus membran ini hampir selalu fisiologik sering terladi pada pubertas dan trsia yang
disebabkan oleh amplifikasi gen. Oleh karena itu,
sangat lanjut.
ekspresi berlebihan dapat ditentukan dengan
Gambaran morfoiogik ginekomas tia serllpzl dengan
imunohistokimia (yu.g mendeteksi protein di
yang terdapat pada hiperplasia intraduktus. Secara
potongan jaringan) atau dengan JTuorescence in sittr
makroskopis, terbentuk pembengkakan subareola mirip
hvbridization (yang mendeteksi jumlah salinan gen).
tombol, biasanya di kedua payr-tdara, ietapi kadang-
Ekspresi berlebihan berkaitan dengan prognosis
kadang pada satu payudara.
yangburuk. Namun, makna evaluasi ERBB2 adalah
untuk memperkirakan respons terhadap antibodi
monokional terhadap gen ini ("Herceptin"). Ini Karsinoma
adalah salah satu contoh awal pengembangan
terapi antibodi antitumor yang didasarkan pada lni adalah penyakit yang jarang ditemukan, dengan
kelainan gen spesifik yang terdapat di tumor. rasio frekuensi terhadap kanker pay'Lrdara perempttan
802 T BAB 19 SISTEM GENITALIA PEREMPUAN DAN PAYUDAR,A.
1:125. Karsinoma terjadi pada usia lanjut. Karena Haber D: Roads leading to breast cancer. N Engl lr4ed
jaringan payudara laki-laki sedikit juml ahnya, tumor J
343:1556, 2000. (Pembahasan singkat tentang peran
'
iengan cepat menginfiitrasi kulit dl atainya dan respons kerusakan DNA dan kanker payudara.)
dinding toraks di bawahnya. Secara morfologis dan Holschneider CH, Berek JS: Ovarian cancer: epidemiology,
biologis, tumor ini mirip dengan karsinoma invasif
llology, and prognostic factors. Semin Sr,rig Oncol 1i:"3,
pada perempuan. Sayangnya, hampir separuh telah 2000. (Ulasan yang sangat baik tentang patogenesis
ke kelenjar regional dan tempat jauh pada kanker ovarium.)
-meny-elar
'saat didiagnosis. Rosenfeld RL: Ovarian and adrenal fr_rnction in polycystic
ovary syndrome. Endocrinol Metab Clin North'Am
28:265,1999. (Ringkasan yang sangar baik tentang
BIBLIOGRAFI sindrom kompleks ini.)
Schnitt SJ: Breast cancer in the 21st century: nerr opportr-rni_
Arver B, et al: Hereditary breast cancer: a review. Semin ties and nerr chailenges. Mod pathol 14:213, 200 j. Olasan
Cancer Biol 70.27I,2000. (Ulasan yang sangat baik yang sangat baik tentang ekspresi HER2/n r:a dan potensi
tentang peran gen BRCAl dan BRCA2 padikanker terapi yang ditujukan ke gen ini.)
payudara familial.)
Sherman ME: Theories of endometrial carcinogenesis: a
Ciemons M, Gross P: Estrogen ancl the risk of breast cancer. multidisciplinary approach. Mod parhol I3:t95, 2000.
N Engl J Med 344:276,2001. (Hal baru tenrang hubungan (Ulasan mengenai dasar molekular kanker endo_
antara estrogen dan penyebab kanker payudara.) metrium.)
20
I
I
t Sistern Endol<rin
ANIRBAN MAITRA, MD
VINAY KUMAR, MD
803
804 T BAB 20 SISTEM ENDOKRIN
I
I
I Hipofisis
Kelenjar hipofisis adaiah sebuah struktur kecil mirip ngandung sitoplasma basofilik, sitoplasma eosinofilik,
kacang yang terletak di dasar otak di dalam cekungan atau sitoplasma yang kurang terwarnai ("kromofobik")
sela tursika. Struktur ini terkait erat dengan hipo- (Gbr. 20-2). Penelitian terinci dengan menggunakan
talamus yang berhubungan dengan hipofisis melalui mikroskop elektron dan teknik imunositokimia
" tangkai" , yang terdiri atas akson yang berjaian dari membuktikan bahwa sifat perwarnaan sel ini berkai tan
hipotalamus, dan pleksus vena yang membentuk dengan keberadaan berbagai horn.on trofik di dalam
sirkulasi porta. Bersama dengan hipotalamus, hipofisis sitoplasma sel tersebut. Pengellrran hormon trofik ini
berperan sentral dalam pengendalian sebagian besar selanjutnya dikontrol oleh faktor yang dikeh-rarkan oleh
kelenjar endokrin lain. Hipofisis terdiri atas dua hipotalamr-rs; sernentara sebagian besar faktor hipo-
komponen yang secara morfologis dan fr.rngsional talamus bersifat stimulatorik dan mendorong pelepas-
berbeda: lobus anterior (adenohipofisis) dan lobr,rs pos- an hormon hipofisis, yang iain (misal, somatostatirl dan
terior (neurohipofisis). OIeh karena itu, penyakit pada dopamin) rnemiliki efek inhibitorik (Gbr.20-3). Gejala
hipofisis, dapat dibagi menjadi yang terutama rle- penyakit hipofisis lebih jarang disebabkan oieh kelebih-
ngenai iobus anterior dan yang terutama rnengenai lo- an atau kekurangan faktor hipotalamus daripada
bus posterior. kelainan primer di hipofisis.
Hipofisis anterior, atau ndenohipofisis, terdiri atas Gejala penyakit hipofisis dapat dibagi menjadi:
sel epitei vang secara embriologis berasal dari rongga
. Hiperpituitnrisme: Gangguan ini terjadi akibat
mulut yang berkembang. Pada potongan histologik
sekresi beriebihan hormon trofik, Penycbnb ynng
rutin, tampak susunan penuh warna sel yang me-
tersering ndnlnh ndenornn ftLngsionnl di dolnnt Io-
btLs nnterior . Penyebab lain yang lebih jarang adeiial-r
hiperplasia dan karsinoma hipofisis .rnterior,
sekresi hormon oleh Lumor nonhipofisis, dan pe-
nyakit hipotalamus tertentu. Gejala hiperpitr-ri-
tarisme dibahas dalam konteks setiap tumor di
bagian selanjntnya pada bab ini.
Hipopituitnrisnte: Hal. ini disebabkan oleh defisierr-
si hormon trofik dan terjadi akibat berbagai ploses
destrtrktif, termasnk cedern ishemih, pembcdnlrnn
stnu rndinsi, dan renksi perndnngnn. Selain itu,
n ndenornn hipofisis nonftutgsional dapat mendesak
dan merLrsak parenkim hipofisis anterior di dek;rt-
nya dan menyebabkan hipopi tu it;rrism e.
Efcli mnssa lohnl: Di antara perr-rbahan terdini yang
berkaitan densan efek massa adzrlah lcclninnn
rndiogrnfilc seln tursiltn, termasuk ekspansi sela.
erosi tulang, dan kerr-rsakan diafragma se1a. Karena
letak sela yang berdekatan dengan saraf optikris dan
Gambar20-2
kiasma, lesi hipofisis yang membesar sering me-
nekan serabut yang bersilarrgan di kiasma optikr-rs.
Fotomikrograf hipofisis anterior normal. Kelenjar dihuni oleh Hal ini menyebabkan kelninnn lapong pnndnng,
beberapa populasi sel berbeda yang mengandung beragam hormon yang secara klasik berbentuk defek lapar-rg pandang
trofik (perangsang). Setiap hormon memiliki ciri pewarnaan sendiri- lateral ( temporal)-y aittt hem in n op s i n lt it a m pornI .
sendiri sehingga pada preparat histologik rutin tampak campuran Selain itu, berbagai kelainan lapang pandang larin-
beragam tipe sel. nya dapat ditimbulkan oleh pertumbuiran tnmor
806 r BAB 20 SISTEM ENDOKRIN
lt
(Somatostatin) |
I?+-+
:f
+ IT
+ @
I on,",.,o,.
I I I I I
TSH PRL ACTH
Hipofisis GH FSH LH
Gambar 20-3
Adenohipofisis (hipofisis anterior) mengeluarkan enam hormon, yang selanjutnya, dikontrol oleh berbagai releasingfactorhipotalamus
yang bersifat stimulatorik dan inhibitorik: TSH,thyroid stimulating hormone (tirotropin); PRL, prolaktin;ACTH,
hormon adrenokortikotropik
(kortikotropin); GH, hormon pertumbuhan (somatotropin); FSH, fol/rc/e-stimulating hormone; danLH,luteinizing
hormone. Reteasing-
factoryang bersifat stimulatorik adalah TRH (thyrotropin-releasing hormone), CRH (corlicotropin-releasing hormone);GHRH (gror,r.,th
hormone-releasing hormone); dan GnRH (gonadotropin-releasing hormone). Faktor hipotalamus yang bersifat inhibitorik adalah plF
(faktor inhibitorik prolaktin atau dopamin) dangrowth hormone inhibitory hormon (GlHatau somatostatin).
asimetrik. Seperti pada kasus pembesaran massa tumor hipofisis didasarkan pada karakter morfologik
intrakranium lainnya, adenoma hipofisis dapat tipe sel yang predominan (yaitu adenoma asidofil,
menimbulkan gejala dan tanda peningkatan basofil, atau kromofob), tetapi klasifikasi ini tidak me-
teknnan intrnkrsnial, termasuk nyeri kepala, mual, miliki banyak kepentingan fungsional atau klinis. Oleh
dan muntah. Adenoma hipofisis yang meluas karena itu, adenoma diklasifikasikan berdasarkan
keluar sela tursika menuju dasar otak (adenoma hormon (-hormon) yang dihasilkan sel neoplastik yang
hipofisis invasif) menimbulk an kejang atau hidro- terdeteksi dengan pewarnaan imunohistokimia yang
sefalus obstntktif; keterlibatan saraf kranialis dapat diiakukan pada potongan jaringan. Berbagai tipe ade-
menyebabkan kelumpuhan s araf kr aniolis. Kadang noma hipofisis anterior dan frekuensi relatifnya
terjadi perdarahan akut ke dalam adenoma disertai disajikan pada Tabel 20-1.
tanda kiinis pembesaran cepat lesi dan penurunan
kesadaran, suatlt situasi yang secara tepat dinamai
apopleksi hipofisis. Apopleksi hipofisis akut
merupakan suatu kedaruratan bedah saraf karena
dapat menyebabkan kematian mendadak.
Tabel20-1. ADENOMAHIPOFTSTS
HIPERPITUITARISME
] D^A,N ADENOMA HIPOFISIS
Tipe Frekuensi (%)
Adenoma sel prolaktin 20-30
Pada sebnginn besar kasus, kelelsihrtn prodtLksi Adenoma sel hormon pertumbuhan A
hipofisis terdiri atas satu jenis sel tetapi mengeluarkan Adenoma pleurihormon lain t3
MORFOLOGI
Adenoma hipofisis biasanya adalah tumor lunak ber-
batas tegas yang mungkin, jika tumornya kecil, terbatas
di sela tursika. Lesi yang lebih besar biasanya meluas skopis dan menginfiltrasi tulang, dura, dan (yang jarang)
ke arah superior melalui diafragma sela ke dalam regio otak sekitarnya. Lesi semacam ini diberi nama ad-
suprasela, tempat tumor sering menekan kiasma enoma invasif. Fokus perdarahan dan/atau nekrosis
optikus dan struktur di dekatnya (Gbr. 20-a). Seiring sering ditemukan pada adenoma yang besar.
dengan perkembangannya, adenoma ini sering meng- Secara mikroskopis, adenoma hipofisis terdiri atas
erosi sela tursika dan prosesus klinoideus anterior. sel poligonal yang relatif seragam yang tersusun dalam
Tumor juga dapat meluas secara lokal ke dalam sinus lembaran, genjel, atau papila. Jaringan ikat penunjang,
kavernosus dan sfenoidalis. Pada hampir 30% kasus, atau retikulin, sedikit, sehingga konsistensi lesi
adenoma tidak memperlihatkan kapsul secara makro- umumnya lunak gelatinosa. Nukleus sel neoplastik
mungkin seragam atau pleomorfik. Aktivitas mitotik
biasanya jarang. Sitoplasma sel konstituen mungkin
asidofilik, basofilik, atau kromofobik, bergantung pada
jenis dan jumlah produk sekretorik di dalam sel, tetapi
relatif seragam di keseluruhan neoplasma.
Monomorfisme sel dan tidak adanya jaringan retikulin
yang signifikan membedakan adenoma hipofisis dari
parenkim hipofisis anterior nonneoplastik (Gbr. 20-5).
Status fungsional adenoma tidak dapat dengan tepat
diperkirakan dari gambaran histologiknya.
Prolaktinoma
Prolaktinoma merupakan adenoma hipofisis hiper-
fungsional yang paling sering ditemukan. Adenoma
ini bervariasi, dari mikroadenoma kecil hingga tumor
besar ekspansif yang menimbulkan efek massa. Pro-
Gambar 20-4 laktin ditemukan di dalam sitoplasma sel neoplastik
dengan teknik imunohistokimia.
Gambaran makroskopik sebuah adenoma hipofisis. Adenoma masif Hiperprolaktinemia menyebabkan amenore,
nonfungsional ini telah tumbuh melewati batas-batas sela tursika galaktore, hilang libido, dan infertilitas. Karena banyak
dan menyebabkan distorsi otak di atasnya. Adenoma nonfungsional manifestasi hiperprolaktinemia (misal, amenore) Iebih
cenderung lebih besar pada saat diagnosis dibandingkan dengan nyata pada perempuan pramenopause daripada laki-
tumor yang mengeluarkan hormon. laki atau perempuan pascamenopause, prolaktinoma
808 I BAB 20 SISTEM ENDOKRIN
biasanya didiagnosis pada usia yang lebih dini pada serta lengan dan tungkai yang memanjang berlebihan.
perempuan usia subur dibandingkan pada kelompok Jika peningkatan kadar GH ini menetap, atau terdapat,
pasien lain. Sebaliknya, manifestasi hormonal mungkin setelah penutupan epifisis, pasien mengalami ckro-
tidak terlalu tampak pada laki-laki dan perempuan megnli, yang pertumbuhannya terutama terjadi pada
usia lanjut, yang tumornya mungkin tidak mencapai jaringan lunak, kulit, dan visera, serta pada tulang
ukuran cukup besar sebelum menimbulkan gejala wajah, tangan, dan kaki. Membesarnya rahang
klinis. Hiperprolaktinemia dapat juga disebabkan oleh menyebabkan rahang menonjol (prognatisme), disertai
k6ndisi selain adenoma hipofisis penghasil prolaktin, pelebaran wajah bagian bawah dan merenggangnya
misalnya kehamilan, terapi estrogen dosis-tinggi, gagal gigi-geligi. Tangan dan kaki membesar, dengan jari
ginjal, hipotiroidisme, lesi hipotalamus, dan obat melebar seperti sosis. Dalam praktik, sebagian besar
penghambat dopamin (misal, reserpin). Selain itu, kasus gigantisme juga disertai oleh tanda akromegali.
setiap massa di kompartemen suprasela dapat meng- Kelebihan GH juga dapat disertai oleh beberapa
ganggu pengaruh inhibitorik dopamin hipotalamus gangguan, termasuk gangguntl tolersnsi terhndap
pada sekresi prolaktin, sehingga terjadi hiperprolak- glttkosn dan diabetes melitus, kelemnhqn otot generol-
tinemia (d isebu t ju g a efek tnn gkni atau st alk fficf ). Oleh isata, hipertensi, nrtritis, osteoporosis, dan gagal
karena itu, perlu diingat bahwa peningkatan ringnn jnntung kongestif. Prolaktin dapat ditemukan pada
prolaktin serum (<200 p,g/L) pada seorang pasien sejumiah adenoma penghasil GH dan pada sebagian
dengan adenoma hipofisis tidak selalu menunjr"rkkan kasus mrrngkin dibebaskan daiam jumlah memadai
neoplasma penghasil prolaktin. Prolaktinoma diterapi sehingga menimbulkan gejala dan tanda hiper-
denganbromokriptin, stratu agonis reseptor dopamin, prolaktinemia.
yang menyebabkan menciutnya neoplasma pada
sebagian besar kasus.
Adenoma Sel Kortikotrof
Adenoma Horrnon Pertumbuhan Sebagian besar adenoma kortikotrof berukuran kecil
(Sel Somatotrof) (mikroadenoma) saat didiagnosis, meskipun sebagian
tumor mungkin sangat besar. Adenoma ini terwarnai
Neoplasma penghasil CH, termasuk tumor yang positif dengan pewarna periodic ncid-Schiff (PAS)
menghasilkan campuran GH dan hormon lain (misai, karena glikosilasi molekui prekursor adrenokortiko-
prolaktin), merupakan tipe adenoma hipofisis fungsio- tropik (ACTH). Seperti pada kasus hormon hipofisis
nal kedua tersering. Karena manifestasi klinis kelebih- lain, granuia sekretorik dapat dideteksi dengan metode
an GH mungkin samar, adenoma sel somatotrof imunohistokirnia. Dengan mikroskop elektron, granula
mungkin sudah cukup besar saat pasien datang berobat. tampak sebagai granula padat-elektron terbungkus
Secara mikroskopis, adenoma penghasil GH terdiri atas membran yang garis tengahnya sekitar 300 nm.
sel bergranula padat atau jarang, dan pewarnaan Adenoma kortikotrof mungkin asimtomatik atau
imunohistokimia memperlihatkan GH di dalam menyebabk an hiperkor tisolisme (juga d ikenal sebagai
sitoplasma sel neoplastik. Juga sering ditemukan sindrom CtLshing) karena efek stimulatorik ACTH pada
sejumlah kecil pf olaktin imunoreak tif . korteks adrenal. Sindrom Cushing (dibahas secara lebih
Sekitnr 40o/o adenomn sel somatotrof memperlihnt- rinci pada penyakit kelenjar adrenal) dapat disebabkan
kan mutosi pengaktifun poda gen GNAS1 di kromosom oleh beragam penyakit selain neoplasma hipofisis
20q13, ynng mengkode sebttnh subunit a protein G penghasil ACTH. Jika hiperkortisolisme disebabkan
heterodimerik stimulatorik yang dikensl sebngai G,. oleh produksi berlebihan ACTH oleh hipofisis,
Seperti telah diketahui, protein C berperan penting prosesnya disebut penyakit Cushing karena merupa-
dalam transduksi sinyai, dan pengaktifan protein G" kan pola hiperkortisolisme yangpertama kali diuraikan
dikaitkan dengan peningkatan enzim intrasel adenil- oleh Dr. Harvey Cushing. Adenoma kortikotrof besar
siklase dan produknya, adenosin monofosfat siklik yang secara klinis agresif mungkin timbul pada pasien
(cAMP). AMP siklik bekerja sebagai stimulan mitogenik setelah pengangkatan kelenjar adrenal melalui
kuhtbagi somatotrof hipofisis. Oleh karena itu, mutasi pembedahan untuk mengobati sindrom Cushing.
G}'/AS1 yang secara terus-menerus mengaktifkan sub- Keadaan ini, yang dikenal sebagai sindrom Nelson,
unit G," menyebabkan proliferasi sel dan pembentukan terjadi pada sebagian besar kasus karena hilangnya
cAMP secara terus-menerus. Baru-baru ini dibuktikan efek inhibitorik kortikosteroid adrenal pada mikro-
bahwa GIJASI adalah suatu imprinted gene (yaitu adenoma kortikotrof yang sebelumnya sudah ada.
diekspresikan secara monoalel di hipofisis normal) dan Karena pada pasien sindrom Nelson tidak terdapat
bahwa "loss of imprinting" (ekspresibialel) sering terjadi adrenal, tidak terjadi hiperkortisolisme. Pasien
saat tumorigenesis (Bab 7). mengalami efek massa dari tumor hipofisisnya. Selain
Jika adenoma penghasil GH terjadi sebelum epifisis iLu, karena ACTH disintesis sebagaibagian prohormon
menutup, seperti pada anak prapubertas, kadar GH yang lebih besar yang mencakup melanocyte-stimulat-
yang berlebihan menyebabkan gigantisme. Hal ini ing hormone (MSH), mungkin juga terjadi hiper-
ditandai dengan peningkatan umum ukuran tubuh pigmentasi.
BAB 20 SISTEM ENDOKRIN T 809
i:r::-:;.-::::r-1 :=:
'::'--.::::i:J! : l.G
-:
::=:===-=J=r= !
:+-:-::'.===i-.
'::a-.f=:-,"e*.
Gambar 20-6
,4. Gambaran sela tursika pada seorang pasien yang meninggalakibat insufisiensi hipofisis kronis. Sebuah potongan kecilsisa hipofisis
dapatterlihat menonjol dari dinding posteriorsela (bawah). B. Fotomikrograf sisa hipoflsis anterioryang tampakdiA. Sebagian besar
kelenjar telah diganti oleh jaringan fibrosa padat, kecuali beberapa sisa sel.
ada. Anak dapat mengalami kegagalan pertumbuhan respons terhadap rangsangan yang sesrrai. Oksitosin
(cebol hipofisls) akibat defisiensi CH. Defisiensi merangsang kontraksi otot polos ttterus hamil dan otot
gonadotropin atau GnRH menyebabkan amenore dan polos yang mengelilingi duktus laktiferus kelenjar
inJertilitas pada perempr"ran dan penumnan libido, mamaria. Kelainan sintesis dan pengeluaran oksitosin
impotensi, dan hilangnya rambut pubis dan ketiak pada belum pemah dilaporkan menyebabkan kelainan klinis
laki-laki. Defisiensi TSH dan ACTH masing-masing yang signifikan. Sindrom hipofisis posteriol yang
menyebabkan gejala hipotiroidisme dan hipoadre- secara klinis penting adalah yang melibatkan ADH.
nalisme, dan dibahas kemudian pada bab ini. Defi- Sindrom tersebut mencakup dinbetes insipidtLs dan
siensi prolaktin menyebabkan kegagalan laktasi sekresi ADH ynng terlnlu tinggi (secretion of innppro-
pascapartum. Hipofisis anterior juga merupakan priately high leaels of ADH )"
sumber melnnocyte-stimtLlating hormone (MSH), yang ADH adalah suatu homon nonapeptida yang
disintesis dari molekul prekttrsor yang sama yang disintesis terutama dalam nukletts supraoptikus. ADH
menghasilkan ACTH; oleh karena itu, salah sabr-r mani- dibebaskan dari terminal akson di neurohipofisis ke
festasi hipopituitarisme adalah pucat akibat hilangnya dalam sirkulasi Llmum sebagai respons terhadap
efek stimulatorik MSH pada melanosit. sejumlah rangsangan yang berbeda-beda, termasuk
peningkatan tekanan onkotik plasma, peregangan
atrium kiri, olahraga, dan keadaan emosional tertentr.r.
SINDROM HIPOFISIS Hormon bekerja pada duktus koligentes ginjal untuk
POSTERIOR meningkatkan resorpsi air bebas. Defisiensi ADH
menyebabkan diabetes insipidrLs, suatu keadaan yang
Hipofisis posterior, atau neurohipofisis, terdiri atas ditandai dengan pengeluaran urine berlebihan (poli-
sel glia yang telah mengalami modifikasi (disebttt uria) akibat ketidakmampuan ginjal menyerap dengan
pituisit) dan prosesus akson yang berjalan dari badan benar air dari urine. Diabetes insipidus dapat terjadi
sel saraf di nukleus supraoptikus dan paraventrikel akibat berbagai proses, termastik trauma kepala, neo-
hipotalamus. Neuron hipotalanus menghasilkan dua plasma, peradangan hipotalamus dan hipofisis, serta
peptida: hormon antidiuretik (ADH) dan oksitosin. akibat tindakan bedah yang melibatkan hipotalamus
Keduanya disimpan dalam terminal akson di neuro- atau hipofisis. Keadaan ini kadang-kadang timbul
hipofisis dan dibebaskan ke dalam sirkulasi sebagai spontan ("idiopatik") tanpa disertai penyakit yang
BAB 20 SISTEM ENDOKRIN T 811
mendasari. Diabetes insipidus akibat defisiensi ADH Pada syndrome of inapproprinte ADH (SIADH) se-
disebut sebagai sentral, untuk membedakannya cretiln, kelebihan ADH disebabkan oleh sejumlah
dengarr diabetes insipidus nefrogenilc akibat tidak penyakit ekstra- dan intrakranial. Kelainan ini me-
responsifnya tubulus ginjal terhadap ADH dalam nyebabkan resorpsi air bebas dalam jumlah berlebihan
darah. Cambaran kiinis keduanya serupa dan berupa sehingga terjadi hiponatremia. Penyebab tersering
ekskresi urine encer dalam jumlah besar disertai berat SIADH adalah sekresi ADH ektopik oleh neoplasma
jenis yang terlalu rendah. Natrium serum dan osmola- ganas (terutama karsinoma sel kecil paru), penyakit
litas rfieningkat, karena pengeluaran air bebas dalam nonneoplastik paru, dan cedera lokal pada hipo-
jumlah besar melaiui ginjal, sehingga timbul rasa haus talamus dan/atau neurohipofisis. Gambaran klinis
dan polidipsia. Pasien yang dapat minum air umum- SIADH didominasi oleh hiponatremia, edema
nya dapat mengompensasi pengeluaran urine; pasien serebrrlm, dan disfungsi neurologik. Meskipun air
yang tidak sadar, tidak dapat bangun, atau terhambat tubuh total meningkat, volnme darah tetap normal dan
dalam memperoleh air, dapat mengalami dehidrasi tidak teqadi edema perifer.
yang mengancam nyawa.
T
I
I Tiroid
Kelenjar tiroid memiliki strukturberlobus dua dibawah pada tiroid mencakup kondisi yangberkaitan dengan
dan di depan laring. Kelenjar berkembang dari suatu pengeluaran berlebihan hormon tiroid (hipertiroid-
evaginasi epitel faring yang turun ke posisi normalnya isme), kondisi yang berkaitan dengan defisiensi
di leher anterior. Pola penurunan ini menjelaskan hormon tiroid (hipotiroidisme), dan lesi massa pada
jaringan tiroid yang kadang-kadang terletak di posisi tiroid. Pertama, akan dijelaskan gambaran Llmlrm
atipikal, misalnya di pangkal lidah. Tiroid terdiri atas hipertiroidisme dan hipotiroidisme kemudian dibahas
folikel yang rlmumnya sferis, dilapisi oleh epitel penyakit spesifik pada tiroid.
kolumnar sampai kuboid rendah, dan terisi oleh koloid
yang banyak mengandung tiroglobulin. Sebagai
respons terhadap TSH yang dikeluarkan oleh tirotrof HIPERTIROIDISME
di hipofisis anterior, sel epitel folikel tiroid memino-
sitosis koloid dan akhirnya mengubah tiroglobulin Tirotoksikosis adalah keadaan hiperme tabolik yang
menjadi tiroksin (To) dan triiodotironin (Tr) dalam disebabkan oleh meningkatnya kadar \ dan T,, bebas"
jumlah yang lebih sedikit. Tn dan T. dibebaskan ke Karena terutama disebabkan oleh hiperfringsi kelenjar
dalam sirkulasi sistemik, keduanya berikatan secara tiroid, tirotoksikosis sering disebut sebagai hiper-
reversibel dengan protein plasmauntuk diangkut ke tiroidisme. Namun, pada keadaan tertentu, peningkat-
jaringanperifer. T, danT,, yang tidak terikat ("bebas") an tersebut berkaitan dengan pengeiuaran berlebihan
berinteraksi dengan reseptor intrasel dan akhirnya hormon tiroid yang sudah jadi (misal, pada iiroiditis)
menyebabkan peningkatan metabolisme karbohidrat atau yangberasal darisumber di luar tiroid, danbukan
dan lemak serta merangsang sintesis protein pada karena hiperfungsi kelenjar (Tabel 20-2). OIeh knrena
beragam tipe sel. Efek netto proses ini adalah me- itu, sebenarnyn, hipertiroidisme hnnyalah salnh ssttL
ningkatnya laju metabolik bnsal (basal metnbolic rate, (walnuputt yang tersering) lcategori tirotolcsihosis.
BMR). Kelenjar tiroid juga mengandung suatu populasi Dengan penolakan ini, kita akan mengikuti kebiasaan
sel parafolikel, atau sel"C", yang menyintesis dan umum yang mengartikan sama hipertiroidisme dan
mengeluarkan hormon kalsitonin. Hormon ini me- tirotoksikosis.
ningkatkan penyerapan kalsium oleh tulang dan Gambaran klinis tirotoksikosis bembah-ubah dan
menghambat resorpsi tulang oleh osteoklas. Penyakit mencakup baik perubahan yang disebut sebagai
812 f BAB 20 SISTEM ENDOKRIN
mana yang menjadi sasarannya. Sebagai contoh, salah Gnnggunn stLtoimtLn pndn tiroid membentulc suattt
satu antibodi, yang disebut thyroid-stimtLlnting immtL- kontinuum dengnn penynkit Graaes, yang ditandni
noglobulin (TSI), mengikat reseptor TSH untuk dengnn hiperfungsi tiroid, terletnk di sntu ekstrem, dsn
merangsang jalur adenilat siklase/AMP siklik, yang penynkit Hashimoto, ynng bermnnifestasi sebogai
menyebabkan peningkatan pembebasan hormon tiroid. hipotiroidisnte, menempnti ekstrem ynng loin. Antibodi
Golongan antibodi yang lain, yang juga ditujukan pada terhadap antigen tiroid sering ditemr-rkan pada kedua-
rgseptor TSH, dilaporkan menyebabkan proliferasi nya, tetapi epitop spesifiknya berbeda sehingga
epitel folikel tiroid (thyr oid groruth-stimtilntin g i mm u - konsekuensi fungsionalnya juga berbeda. Tidaklah
noglobtLlin, atau TGi). Antibodi yang lain lagi, yang mengejutkan bahwa terdapat juga unsur tumpang-
disebu t T S H -b i n din g inhib i t o r im mun o gl ob ul in s (TBII), tindih dalam gambaran histologik di antara berbagai
menghambat pengikatan normal TSH ke reseptornya penyakit tiroid autoimun (yang paling khas, infiltrat
pada se1 epitel tiroid. Dalam prosesnya, sebagian sel limfoid intratiroid yang mencolok disertai pem-
bentLrk TBII bekerja mirip dengan TSH sehingga teqadi bentukan pusat germinativum, lihat selanjutnya). Pada
stimulasi aktivitas sel epitel tiroid, sementara bentuk kedua penyakit, frekuensi penyakit autoimun lain,
yang lain menghnmbat fungsi sel tiroid. Tidak jarang misalnya lupus eritematosus sistemik, anemia pernisiosa,
ditemukan secara bersamaan imunoglobulin yang diabetes tipe I, dan penyakit Addison meningkat.
merangsang dan rnengL.ambat dalam serltm pasien
yang sama/ suatu temuan yang dapat menjelaskan
mengapa sebagian pasien dengan penyakit Graves
secara spontan mengalami episode hipotiroidisme.
Meskipun peran antibodi sebagai penyebab pe- MORFOLOGI
nyakit Graves tampaknya sudah dipastikan, apa yang Pada kasus penyakit Graves yang tipikal, kelenjar tiroid
menyebabkan sel B menghasilkan autoantibodi tersebut membesar secara difus akibat adanya hipertrofi dan
masih beium jelas. Tidak diragukan lagi bahwa sekresi hiperplasia difus sel epitel folikel tiroid. Kelenjar
antibodi oleh sel B dipicu oleh sel T penolong CD4+, biasanya lunak dan licin, dan kapsulnya utuh. Secara
yang banyak di antaranya terdapat di dalam kelenjar mikroskopis, sel epitel folikel pada kasus yang tidak
tiroid. Sel T penolong intratiroid juga tersensitisasi ke diobati tampak tinggi dan kolumnar serta lebih ramai
reseptor tirotropin, dan sel ini mengeluarkan faktor daripada biasa. Meningkatnya jumlah sel ini menyebab-
larut, seperti interferon-y dan faktor nekrosis tumor. kan terbentuknya papila kecil, yang menonjol ke dalam
Faktor ini pada gilirannya memicu ekspresi molekul lumen folikular (Gbr. 20-8). Papila ini tidak memiliki inti
HLA kelas II dan molekul kostimulatorik sel T pada sel fibrovaskular, berbeda dengan yang ditemukan pada
karsinoma papilar. Koloid di dalam lumen folikel tampak
epitel tiroid, yang memungkinkan antigen tiroid tersaji pucat, dengan tepi berlekuk-lekuk. lnfiltrat limfoid,
ke sel T lain. Hal inilah yang mungkin mempertahan-
terutama terdiri atas sel T dengan sedikit sel B dan sel
kan pengaktifan sel spesifik-reseptor TSH di dalam plasma matang, terdapat di seluruh interstisium; pusat
tiroid. Sesuai dengan sifat utama pengaktifan sel T
penolong pada autoimunitas tiroid, penyakit Graves
memperlihatkan keterkaitan dengan alel HLA-DR
tertenftr dan polimorfisme antigen 4 limfosit T sitotoksik
(CTLA-4). Pengaktifan CTLA-4 dalam keadaan normal
meredam respons sel T, dan mungkin sebagian alei
mengizinkan pengaktifan sel T yang tak terkendali
terhadap autoantigen.
Kemungkinan besar ar"i toantibodi terhadap reseptor
TSH juga berperan dalam timbulnya oftnlmopoti
infiltratif yang khas untuk penyakit Graves.
Dipostulasikan bahwa jaringan terLentu di luar tiroid
(misal, fibroblas orbita) secara aberan mengekspresikan
reseptor TSH di permukaannya. Sebagai respons
terhadap antibodi antireseptor TSH di darah dan
sitokin lain dari milieu lokal, fibroblas ini mengalami
diferensiasi menuju adiposit matang dan juga me-
ngeluarkan glikosaminoglikan hidrofilik ke dalam
interstisium; keduanya berperan menyebabkan pe- Gambar 20-8
nonjolan orbita (eksoftalmos) pada oftalmopati Graves.
Mekanisme serupa diperkirakan bekerja pada dermo- Fotomikrograf kelenjar yang mengalami hiperplasia difus pada
pati Graves, dengan fibroblas pratibia yang me- penyakit Graves. Folikel dilapisi oleh epitel tinggi kolumnar. Sel epitel
ngandung reseptor TSH mengeluarkan glikosamino- yang berdesakan dan membesar ini menonjol ke dalam lumen folikel.
glikan sebagai respons terhadap stimulasi autoantibodi Sel ini secara aktif menyerap koloid di tengah folikel sehingga tepi
dan sitokin. koloid tampak cekung.
BAB 20 SISTEM ENDOKRIN T 815
TIROIDITIS
Peradangan kelenjar tiroid, atau tjroiditis, dapat
timbul pada beberapa keadaan. Entitas tersering yang
tercakup dalam tiroiditis dapat dibedakan dengan
menggunakan kombinasi dua kriteria: (1) kecepatan
onset atau durasi penyakit (akut, subaknt, atau kronis)
dan (2) respons peradangan yang predominan (poli-
morfonuklens, limfositik, atau granulornatosa). Sebagai
contoh, tiroiditis stLpurntif nkul yang berkaitan dengan
infeksi mikroba dan peradangan polimorfonukleus
cukup jarang ditemukan. Fokus bagian ini adalah
sebagian dari tiroiditis yang relatif sering ditemukan,
Gambar 20-9 mencaknp tiroiditis limfositik kronis (Hashimoto),
tiroiditjs grnnulomntosl stLbnkut (de Qr.rervain), dan
Gambaran makroskopik gondok nodular. Kelenjar tampak kasar tiroiditis linfositik subnlctLt.
berbenjol-benjol dan mengandung bagian yang mengalami fibrosis
dan berisi kista.
Y
Diagnosis serologi
dan<-
wi
Sel plasma
** Antibodi
I anti+eseptor TSFf
s
s$l
{
1!.
it
1 *]i:
wrl $Si;sr
i.&- lr$
ir\/
Reseptor TSH
Itg
Gambar 20-10
Patogenesis tiroiditis Hashimoto. Pada tiroiditis Hashimoto, selT penolong CD4+ spesifik-tiroid memicu komponen respons autoimun, baik
selular (sel T sitotoksik CDB+) maupun humoral (sel B matang penghasil antibodi). Sel T sitotoksik terutama berperan menyebabkan
kerusakan parenklm, sedangkan sel B mengeluarkan antibodiantireseptorTSH dan antibodi lain. Antibodi antitiroglobulin dan antitiroid
peroksidase kecil kemungkinannya berperan dalam patogenesis, tetapi bermanfaat sebagai penanda serologik penyakit.
Adenoma
Adenoma tiroid merr"rpakan neoplasma jinak yang Gambar 20-13
berasal dari epitel folikel. Seperti pada semua kasus
Fotomikrograf adenoma folikular. Folikel yang berdiferensiasi baik
neoplasma tiroid, adenoma folikular biasanlra soliter.
mirip dengan parenkim tiroid normal.
Secara klinis dan morfologis, tnmor ini mungkin sulit
dibedakan, di satu pihak, dari nodul hiperplastik atau,
di pihak lain, dan karsinoma folikular yang lebih jarang.
Gambar 20-14
Mengevaluasi integritas kapsul merupakan hal yang sangat penting dalam membedakan adenoma folikular dari karsinoma folikular. pada
adenoma (A), kapsul fibrosa, yang biasanya tipis tetapi kadang-kadang lebih tebal, mengelilingi folikel neoplastik dan tidak tampak invasi
ke kapsul (tanda panah); parenkim tiroid normal yang tertekan biasanya ditemukan di bagian luar kapsul (bagian atas panel). Sebaliknya,
karsinoma folikular memperlihatkan invasi di kapsul (8, tanda panah)yang mungkin minrmal, seperti pada kasus ini, atau meluas disertai
penyebaran ke struktur lokal di leher. Adanya invasi vaskular merupakan gambaran lain karsinoma folikular.
Gambaran Klinis. Sebagian besar adenoma tiroid kasus terladi pada orang dewasa, meskipun beberapa
bermanifestasi sebagai nodul tak-nyeri yang sering bentuk, terutama karsinoma papilar, dapat timbul pada
ditemukan saat pemeriksaan fisik rutin. Massa yang masa anak-anak. Ditemukan adanya predominansi
lebih besar mungkin menimbulkan gejala lokal, seperti perempuan pada pasien yang menderita karsinoma
kesulitan menelan. Seperti telah dinyatakan, pasien tiroid pada usia dewasa muda dan pertengahan,
dengan adenoma toksik dapat memperlihatkan gejala mungkin berkaitan dengan ekspresi reseptor estrogen
tirotoksikosis" Setelah peny-untikan yodium radioaktif, di epitel tiroid neoplastik. Sebaliknya, kasus yang
sebagian besar adenoma kurang menyerap yoditim timbul pada masa anak atau dewasa lanjut terdistribusi
dibandingkan dengan parenkim tiroid normal. Oleh merata pada laki-laki dan peremplran, dan terutama
karena itu, pada pemindaian radionuklida, adenoma berkaitan dengan pengamh eksogen (lihat kemudian).
tampak sebagai nodul "drngin" relatif terhadap Subtipe utama karsinoma tiroid dan frekuensi relatifnya
kelenjar tiroid normal di dekatnya. Namun, adenoma adalah sebagai berikut:
toksik akan tampak sebagai nodul "hangat"atat
"panas" pada pemindaian. Hampir 10% nodul r Karsinoma papilar (75%hngga 85% kasus)
" dingin" akhimya terbukti ganas. Sebaliknya, keganas-
I Karsinoma folikular (10% hrngga 20% kasus)
an hampir tidak pernah ditemukan pada nodul
I Karsioma medular (5% kasus)
"panas". Teknik tambahan yang digunakan dalam
I Karsinoma anaplastik (<5% kasus)
evaluasi praoperasi adenoma yang dicurigai adalah Sebagian besar karsinoma tiroid berasal dari epitei
ultrasonografi danbiopsi aspirasi jarum halus. Meski- folikel, kecuali karsinoma medular; karsinoma medular
pun biopsi aspirasi jarum halus merupakan alat berasal dari sel parafolikei atau sel C. Karena gambaran
penapisan yang sangat baik untuk penilaian awal klinis dan biologis setiap karsinoma tiroid unik, subtipe
terhadap nodui tiroid, pembedaan pasti antarn ade- tersebut akan dibahas secara terpisah, setelah diskusi
norua folikulsr dnn knrsinomn hnnya dapat dibuat tentang patogenesis.
setelah pemeriksaan histologik yang cermat ntas Patogenesis. Beberapa faktor, baik genetik maupun
spesimen kelenjnr. Seperti telah disinggung, rusaknya lingkungan, diperkirakan berperan pada patogenesis
kapsul atau invasi pembuluh darah menunjukkan kanker tiroid.
keganasan. Bukti yang ada sekarang mengisyaratkan Faktor Genetik. Pentingnya faktor genetik digaris-
bahwa karsinoma tiroid muncul de novo dan bahwa bawahi dengan adanya kasus kanker tiroid dalam
adenoma tidak mengalami transformasi maligna. keluarga. Karsinoma tiroid medularis familial terjadi
pada neoplasia endokrin multipel tipe 2 (lihat selanjut-
nya) yang berkaitan dengan mutasi protoonkogen RET
Karsinoma di sel germ line; baru-baru ini juga dilaporkan suatu
Karsinoma tiroid relatif jarang ditemukan di sindrom karsinoma tiroid papilar familial, meskipun
Amerika Serikat, dan merupakan penyebab pada lokus genetik untuk entitas ini belum diketahui. Baik
kurang dari 1% kematian akibat kanker. Sebagian besar mutasi loss-of-ftmction di gen APC pada poliposis
BAB 20 SISTEM ENDOKRIN I 821
ffi
1,q;".*rl,
ffi
&ffi"
"*Fffi
"*
;#.#
&ffi'
W&b
We
'D
'ffi -F,W & **;
-'"-&-
**1o
s# . .i.
-&
?r:'
:i:;
'' b. ii4d6,
Gambar 20-15
Karsinoma papilar pada tiroid. A memperlihatkan gambaran karsinoma papilar dengan struktur papila yang tampak jelas.
Contoh khusus
ini mengandung papila yang berbentuk sempurna (B), dilapisi oleh sel dengan karakteristik nukleus yang
tampak kosong, kadang-kadang
disebut nukleus "Orphan Annie eye" (C). D memperlihatkan sel yang diperoleh dengan aspirasijarum haius dari karsinoma papilar.
Tampak badan inklusi intranukleus pada sebagian sel yang teraspirasi. (Sumbangan Dr. S. Gokasalan, Deparlment pathology,
of Univer-
sity of Texas Southwestern Medical School, Dallas.)
sebagai massa tak-nyeri di leher, baik daiam tiroid mengisyaratkan bahwa, pada sebagian kasus, gondok
maupun sebagai metastasis ke kelenjar getah bening nodular mungkin merupakan predisposisi timbulnya
leher. Yang menarik, adanya metastasis kelenjar getah neoplasma. Belum ada bukti meyakinkan bahwa
bening leher saja, tampaknya tidak banyak karsinoma foiikular berasal dari adenoma yang sr-rdah
berpengaruh pada prognosis tumor ini yang umllnmya ada.
baik. Pada sebagian kecii pasien, teiah te4adi metasta-
sis hematogen saat diagnosis ditegakkan, terutama ke
paru. Sebagian besar karsinoma papilar adalah lesi
indolen, dengan angka harapan hidup tahun hingga
10
85%. Secara umum, prognosis jauh lebih buruk pada MORFOLOGI
pasien lanjut usia dan pasien dengan invasi ke
jaringan di luar tiroid atau metastasis jauh. Karsinoma folikular mungkin jelas tampak infiltratif atau
berbatas tegas. Pada pemeriksaan makroskopik, lesi
yang berbatas tegas dengan invasi minimal mungkin
KARSINOMA FOLIKULAR sulit dibedakan dengan adenoma folikular. Lesi yang
lebih besar mungkin menginfiltrasi jauh melebihi kapsul
Karsinoma folikular merlrpakan bentr"rk tersering tiroid ke dalam jaringan lunak leher" Secara mikroskopis,
kedua kanker tiroid (15% dari semua kasus). Tumor ini sebagian besar karsinoma folikular terdiri atas sel yang
biasanya timbul pada usia yang lebih tua daripada-r relatif seragam dan membentuk folikel kecil, mirip
karsinoma papilar, dengan insidensi puncak pada usia dengan tiroid normal. Pada kasus yang lain, diferensiasi
dewasa pertengahan. Insidensi karstnoma folikular folikular mungkin tidak terlalu jelas. Serupa dengan
meningkat di daerah dengan defisiensi yodirrm, yang adenoma folikular, mungkin ditemukan varian sel
BAB 20 SISTEM ENDOKRIN T 823
KARSINOMA ANAPLASTIK
Gambaran Klinis. Karsinoma anaplastik tumbuh
Karsinoma anaplastik tiroid merupakan salah satu pesat walaupun diterapi. Metastasis ke tempat jauh
neoplasma manusia yang paling agresif. Tumor ini sering terjadi, tetapi umumnya kematian terjadi dalam
terutama timbul pada usia lanjut, terutarna di daerah waktu kurang dari setahun akibat pertumbuhan lokal
endemikgondok. yang agresif dan ganggr"ran struktur vital di leher.
BAB 20 SISTEM ENDOKRIN T 825
r
T
I Kelen jar ratiroid
Kelenjar paratiroid berasal dari kantong faring yang penting hiperkalsemia. Penyakit ini biasanya disebab-
juga menghasilkan timus. Meskipun biasanya terietak kan oieh ndenoms paratiroid atau hiperplasia primer
dekat dengan kubr,rb atas danbawah setiap lobus tiroid, kelenjar. Pada keadaan yangjarang (kurang darilok
kelenjar ini dapat ditemukan di mana saja sepanjang kasus), penyakit ini disebabkan oleh karsinoma para-
jalur penurunan kantong faring, termasuk selubung tiroid. Hiperparatiroidisme primer biasanya mengenai
karotis dan timus serta di mana saja di mediastinum orang dewasa dan lebih sering pada perempuan
anterior. Berbedo dengan lteberopn kelenjar endokrin daripada laki-laki. Penyakit ini dapat timbul secara
Iain, aktiaitns kelenjar parntiroid dikendntiksn oleh sporadik atau berkaitan dengan salah satu sindrom
kttdar kalsitrm bebas (terionisssi) di darnh dnn btrkan MEN (lihat selanjutnya). Peningkatan kadar pTH
oleh hormon trofik yang dikeluarkan oleh hipotnlanuts menyebabkan sejumlah perub ahan, termasuk resorpsi
dan hipofisis. Secara normal, penurunan kadar tulang berlebihan, penyakit ginjal, dan, tentu saja,
kalsium bebas merangsang sintesis dan sekresi hormon hiperkalsemia.
paratiroid (PTH), yang akhirnya
r Mengaktifkan osteoklas sehingga terf adi mobilisasi
kalsium dari tulang
r Meningkatkan reabsorpsi kalsium di tubulus ginjai
r Meningkatkan perubahan vitamin D ke bentuk MORFOLOGI
dihidroksinya yang aktif di ginjal Perubahan morfologik yang ditemukan pada hiperpara-
r Meningkatkan ekskresi fosfat melalui urine tiroidisme primer meliputi perubahan di kelenjar para-
I Meningkatkan penyerapan kalsium dalam saluran
cerna
Hasil akhir aktivitas di atas adaiah meningkatnya
kadar kalsium bebas, yang kemudian menghambat
sekresi PTH lebih lanjut. Kelainan kelenjar paratiroid
terdiri atas hiperfungsi dan hipofungsi. Tttmor kelenjnr
pnratiroid, tidak seperti ttLmor tiroid, biasanya me- K
nimbulknn perhatian akibnt sekresi berlebihnn pTH A K
N I
dan buknn akibat efek massa.
A R
N I
HIPERPARATIROIDISME
Hiperparatiroidisme terjadi dalam dua bentuk
Lltama, hiperparatiroidisme primer dan sekunder, serta
(lebih jarang) tersier. F{iperparatiroidisme primer
mencerminkan suatu pembentukan berlebihan PTH
yang spontan dan otonom, sementara hipertiroidisme Gambar 20-17
sekunder dan tersierbiasanya terjadi sebagai fenomena
sekunder pada pasien dengan insufisiensi ginjal kronis. Pemindaian dengan radionuklida Technetium-99m-sestamibi
memperlihatkan suatu daerah peningkatan penyerapan yang sesuai
dengan kelenjar paratiroid inferior kiri (tanda panah). Pasien ini
Hiperparatiroidisme Primer mengidap adenoma paratiroid. Scintigraphy praoperasi membantu
menentukan lokasi dan membedakan adenoma dari hiperplasia
Hiperparatiroidisme primer adalah salah satu paratiroid. Yang akan memperlihatkan peningkatan penyerapan
gangguan endokrin tersering dan merupakan penyebab pada lebih dari satu kelenjar.
826 T BAB 20 SISTEM ENDOKRIN
tiroid serta organ lain yang dipengaruhi oleh peningkat- jelas di satu atau dua kelenjar sehingga pembedaan
an kadar kalsium. Pada 80% hingga 90% kasus, antara hiperplasia dan adenoma menjadi sulit. Berat
ptratiroid mengandung adenoma soliter, yang, seperti kombinasi semua kelenjar dapat melebihi 1 g, tetapi
paratiroid normal, mungkin terletak berdekatan dengan umumnya lebih ringan. Secara mikroskopis, pola ter-
kelenjar tiroid atau di suatu tempat ektopik (misal, me- sering yang terlihat adalah pola hiperplasia sel chlef,
diastinum). Adenoma paratiroid tipikal adalah nodul yang mungkin melibatkan kelenjar dengan pola difus
lunak berbatas tegas yang berwarna cokelat dan ter- atau multinodular. Yang lebih jarang adalah sel
dungkus suatu kapsul halus. Berdasarkan definisi, konstituen mengandung banyak sitoplasma jernih,
adenoma paratiroid hampir selalu terbatas pada satu suatu keadaan yang disebut sebagai water-clear cell
kelenjar (Gbr.20-17), dan sisa kelenjar berukuran nor- hyperplasia. Seperti pada kasus adenoma, lemak
mal atau sedikit menciut, akibat inhibisi umpan-balik stroma tidak tampak jelas di dalam fokus hiperplasia.
oleh kadar kalsium serum yang meningkat. Sebagian Karsinoma paratiroid biasanya merupakan tumor
besar adenoma paratiroid memiliki berat antara 0,5 dan yang padat atau keras, melekat ke jaringan sekitar akibat
5 g. Secara mikroskopis, adenoma paratiroid terutama fibrosis atau pertumbuhan infiltratif (saat operasi, ada-
terdiri atas sel "chief' poligonal yang cukup seragam nya paratiroid yang fibrosa atau melekat sering menjadi
dengan nukleus kecil terletak di tengah (Gbr. 20-18), petunjuk bagi dokter bedah bahwa mereka sedang
Pada sebagian besar kasus, juga terdapat paling sedikit menangani karsinoma bukan adenoma). Karsinoma
beberapa sarang sel yang lebih besar dengan sito- paratiroid lebih besar daripada adenoma, hampir selalu
plasma granular eosinofilik (sel oksifil). Sering terlihat memiliki berat lebih dari 5 g dan kadang-kadang lebih
suatu cincin jaringan paratiroid nonneoplastik yang dari 10 g. Seperti adenoma, karsinoma paratiroid biasa-
tertekan di tepi adenoma (lihat Gbr. 20-18). Cincin ini nya merupakan kelainan satu kelenjar, dan pada sebagi-
membentuk kontrol internal karena sel chlef pada ade- an besar kasus yang predominan biasanya adalah sel
noma lebih besar dan memperlihatkan variabilitas inti chlef. Gambaran sitologik dan aktivitas mitotik dapat
sel yang lebih tinggi daripada sel chlef normal. Tidak cukup bervariasi, memperlihatkan banyak tumpang-
jarang ditemukan nukleus yang aneh dan pleomorfik, tindih dengan gambaran adenoma; oleh karena itu,
bahkan di dalam adenoma (disebut juga atipia endo- keduanya tidak dapat diandalkan untuk menegakkan
krin), dan hal inijangan digunakan sebagai kriteria untuk diagnosis karsinoma paratiroid. Dua kriteria valid untuk
menentukan keganasan. Gambaran mitotik jarang keganasan hanyalah: (1) invasi ke jaringan sekitar dan
ditemukan. Berbeda dengan parenkim paratiroid nor- (2) penyebaran metastatik.
mal, jaringan lemak di dalam adenoma tidak jelas Perubahan morfologik pada organ lain yang layak
terlihat. diperhatikan ditemukan di tulang dan ginjal. Kelainan
Hiperplasia ditemukan pada 10% sampai 20% tulang berupa peningkatan osteoklas, yang selanjutnya
kasus hiperparatiroidisme primer dan mungkin terjadi menyebabkan erosi matriks tulang dan mobilisasi
secara sporadis atau sebagai komponen dari MEN tipe garam kalsium, terutama di metafisis tulang tubular
1 atau 24 (lihat selanjutnya). Hiperplasia paratiroid pada panjang. Resorpsi tulang disertai oleh peningkatan
dasarnya adalah suatu proses multiglandular; namun, aktivitas osteoblastik dan terbentuknya trabekula tulang
pada beberapa kasus pembesaran mungkin tampak baru. Pada banyak kasus, tulang yang terbentuk memiliki
Gambar 20-18
A. Adenoma paratiroid sel chlef soliter (pembesaran lemah)yang memperlihatkan batas jelas dari kelenjar residual di bawahnya. B.
Pembesaran kuat mempedihatkan debilsel chr'efpada adenoma paratiroid. Terdapatsedikitvariasidalam ukuran nukleus dan kecenderungan
membentuk folikel, tetapi tidak ada anaplasia.
BAB 20 SISTEM ENDOKRIN ] 827
trabekula yang terpisah jauh dan rapuh, mirip defigan dengan pemeriksaan klinis dan laboratorium yang
yang ditemukan pada osteoporosis. pada kasus yang sesuai. Pada pasien dengan hiperkalsemia akibat
pafah, korleks jelas menipis dan sumsum tulang mem- hiperfungsi paratiroid, kadar PTH serum meningkat,
perlihatkan peningkatan jumlah jaringan fibrosa disertai sedangkan kadar PTH rendah atar-r tidak terdeteksi
oleh fokus perdarahan dan pembentukan kista (ostei- pada hiperkalsemia akibat penyakit nonparatiroid.
tis fibrosa kistika). Agregat osteoklas, sel raksasa Pada pasien dengan hiperkalsemia akibat sekresi pro-
reaktif, dan debris hemoragik kadang-kadang mem- tein terkait-PTH (PTHTP) oleh tumor nonparatiroid
Oe,rirtut massa yang dapat diJangka sedagai neoplasma tertentu, pemeriksaan rsdioimmunoassay spesifik
(tumor cokelat pada hiperparatiroidisme). Hiperkal- untuk PTH dan PTHIP dapat membedakan kedua
semia akibat PTH mempermudah terbentuknya batu
moiekul tersebut. Kelainan laboratorium lainnya yang
saluran kemih (nefrolitiasis) serta kalsifikasi inter-
stisium dan tubulus ginjal (nefrokalsinosis). Kalsifikasi
berkaitan dengan kelebihan PTH adalah hipo-
metastatik akibat hiperkalsemia juga dapat ditemukan fosfatemia dan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfat
di tempat lain, termasuk lambung, paru, miokardium, melalui urine. Hiperkalsemia hipokalsiurik familial
dan pembuluh darah. adalah suatu penyakit dominan autosomal yang jarang
akibat mtrtasi inaktivasi pada gen cnlcium-strrsing re-
ceptor (CASR) di sel paratiroid sehingga terjadisekresi
PTH secara terus-menerus.
Hiperparatiroidisme primer secara tradisional
Perubahan Molekular pada Tumor paratiroid. dikaitkan dengan konstelasi gejala yang mencakup
Meskipun pembahasan terinci tentang kelainan genetik "pninful b0nes, rensl stones, obdominol gronns, nnd
pada tumor paratiroid berada di luar cakupan buku psychic moons" (Gbr. 20-19). Nyeri, akibat fraktur
ini, dua gen yang fungsinya sering terkena pada tumor tulang yang melemah akibat osteoporosis atau osteitis
ini akan disinggung. Yang pertama, yang disebut fibrosa kistika dan akibat batu ginjal, disertai uropati
PRADL (untuk parathyroid ndenomatosis gene 1), obstruktif, pernah merupakan manifestasi utama
terletak di kromosom 11q. Produk protein daripRADl hiperparatiroidisme primer. Karena kadar kalsium se-
tergolong ke dalam famili pengendali siklus sel yang rum sekarang secara rutrn diperiksa dalam pemeriksa-
dikenal sebagai siklin (sehingga proteinnya diberl an laboratorium sebagian besar pasien yang memerlu-
nama siklin D7). Siklin D1 mendorong transisi sel dari kan uji darah untuk penyakit lain, hiperparatiroidisme
G, menuju fase S sehingga meningkatkan proliferasi asimtomatik sudah dapat terdeteksi secara dini. Oleh
sel (Bab 3 dan 6). Ekspresi berlebihan siktin Dl sering
karena itu, banyak gambaran klinis klasik, terutama
ditemukan pada tumor paratiroid (adenoma dan yang berkaitan dengan kelainan tulang dan ginjal, jauh
karsinoma), serta pada hiperplasia dan mungkin ber- lebih jarang ditemukan. Gejala dan tanda lain yang
peran menyebabkan pertumbuhan yang abnormal. mungkin ditemukan pada hiperparatiroidisme adalah
Pada sebagian kasus, pengaktifan gen siktin D1 terjadi sebagai berikut:
akibat inversi kromosom 11 yang mendekatkan siklin
Dl dengan regio regulatorik 5' pada gen hormon
paratiroid, sehingga terjadi ekspresi berlebthan siklin
Dl di kelenjar paratiroid. Kelainan kedua tersering
adalah yang melibatkan gen penekan tumor ME^/l dl Tabel20-6. PENYEBABHTPERKALSEMTA
kromosom 1 1 q13; hilangnya fungsi MEI{ 1 ditemukan
pada tumor paratiroid sporadik dan hiperplasia para- Peningkatan Hormon Penurunan Hormon
tiroid yang timbul dalam konteks sindrom MEN 1 fa- Paratiroid Paratiroid
milial (lihat selanjutnya). Dapat diperkirakan bahwa
Hiperparatiroidisme Hiperkalsemia pada keganasan
pada sindrom MEN 1 familial, kelainan MEN1 terdapat
Primef Diperantarai oleh PTHrP (kanker
di germ line, berbeda dengan di tumor sporadik, Sekunder** paru dan ginjal)
kelainan tersebut didapat secara somatis selama Tersier** Diperantarai oleh sitokin (mieloma
perkembangan bumor. Hiperkalsemia hiper. multipel)
Gambaran Klinis. Manifestasi tersering hiper- kalsiuria familial Toksisitas vitamin D
parntiroidisme primer ndnltth meningkatnyn kndar lmobilisasi
kalsium terionistrsi di dolam serum. Pada kenyataan- Diuretiktiazid
Penyakit granulomatosa
nya, hiperparatiroidisme primer merupakan penyebab (sarkoidosis)
tersering hiperkalsemia asimtomatik. perlu dicatat
bahwa penyakit iain (Tabel 20-6) juga menyebabkan
hiperkalsemia. Kegnnasan, pada khususnya, *Hiperparatiroidisme primer
adalah satu-satunya penyebab
merupakan penyebab tersering hiperkalsemia tersering hiperkalsemia. Hiperparatrroidisme dan kanker
simtomotik pada orang dewasa (gejala biasanya merupakan penyebab pada hampir90% kasus hiperkalsemia
**Hiperparatiroidisme
berkaitan dengan keganasan yang mendasari dan sekunder dan tersier paling sering
dihubungkan dengan gagal ginjal progresif
bukan hiperkalsemianya) dan harus disingkirkan PT HrP, pa rath yroi d h orm o ne- rel ate d p rote i n
828 f BAB 20 SISTEM ENDOKRIN
Osteitisfibrosa {,i
kistika \,i,lr Adenoma
i paratiroid
Fraktur
: l ,itt:,rt:itt:atri:,.
'/
:' \.
/
/
Batu empedu
Ulkus peptik
l
!r! t_
Nef rol itiasis --i---*:
Pankreatrtrs
I
l.
potiuria I Nefrokalsinosis
Gambar 20-19
Gambaran utama hiperparatiroidisme. Dengan evaluasi rutin kadar kalsium pada sebagian besar pasien, hiperparatiroidisme primer
sering terdeteksi pada tahap praklinis. Hiperkalsemia akibat penyebab lain juga dapat menimbulkan gejala yang sama,
I GanggtLan salurrm cernn, termasuk konstipasi, mual, aktif vitamin D, yang selanjutnya mengurangi pe-
ulkus peptik, pankreatitis, dan batu empedu nyerapan kalsium dalam usus (Bab 8).
I Kelttinan sistem snraf pttsat, mencakup depresi,
letargi, dan kejang
I Kelainsn neuromuskular, termasuk kelemahan dan
hipotonia
I Poliuria dan polidipsia sekunder
MORFC'LAGI
Meskipun beberapa perubahan di atas, jelas
berkaitan dengan hiperkalsemia, sebagai contoh Pada hiperparatiroidisme sekunder, kelenjar paratiroid
poliuria dan kelemahan otot, patogenesis banyak mengalami hiperplasia. Seperti pada kasus hiperplasia
primer, derajat pembesaran kelenjar tidak selalu sama.
manifestasi lain penyakit masih belum diketahui.
Secara mikroskopis, kelenjar hiperplastik mengandung
banyak sel chlel atau sel dengan sitcplasma yang lebih
Hiperparatiroidisme Sekunder banyak dan jernih (water-clear cells), dengan distribusi
difus atau nodular. Sel lemak berkurang jumlahnya. Juga
Hiperparatiroidisme sekunder disebabkan oleh mungkin ditemukan kelainan tulang yang serupa
semua penyakit yang menyebabkan penekanan kronis dengan yang ditemukan pada hiperparatiroidisme
primer. Kalsifikasi metastatik mungkin ditemukan di
kadar kalsium serum, karena kalsium serum yang
banyak jaringan, termasuk paru, jantung, lambung, dan
rendah menyebabkan peningkatan kompensatorik
pembuluh darah.
aktivitas paratiroid. Gngal ginjal jelas adalah penyebab
ter'sering hiperpnratiroidisme sekttnder. Mekanisme
bagaimana gagal ginjal kronis memicu hiperpara-
tiroidisme sekunderbersifat kompleks dan masihbelum
sepenuhnya dipahami. Insufisiensi ginjal kronis Gambaran Klinis. Gambaran klinis hiperpara-
dilaporkan berkaitan dengan penurunan ekskresi tiroidisme sekunder biasanya didominasi oleh gambar-
fosfat, yang selanjutnya menyebabkan hiperfosf atemia. an yang berkaitan dengan gagal ginjal kronis. Kelainan
Peningkatan kadar fosfat serum secara langsung ttrlang (osteodistrofi ginjal) dan kelainan lain yang
menekan kadar kalsitim serum sehingga merangsang berkaitan dengan kelebihan PTH adalah, secara Ltmum/
aktivitas kelenjar paratiroid. Selain itu, hilangnya lebih ringan daripada yang ditemui pada hiperpara-
substansi ginjal mengurangi ketersediaan cx,1- tiroidismeprimer. Kadar kalsium senrm tetap mendekati
hidroksilase yang diperlukan untuk sintesis bentuk normal karena peningkatan kompensatorik kadar PTH
BAB 20 STSTEM ENDOKRTN r 929
mempertahankan kalsium serum. Kalsifikasi meta- t Ketiadaan kongenital: biasanya terjadi bersama
statik pembuluh darah (akibat hiperfosfatemia) dengan aplasia timus dan cacat jantung pada
kada4g-kadang dapat menyebabkan kerusakan sindrom DiGeorge (Bab 5 dan 6)
iskemik signifikan di kulit dan organ lain, suatu proses I Hipoparatiroidisme autoimun: suatu sindrom
yang kadang-kadang disebut kalsifilaksis. Pada sebagi- defisiensi poliglandular herediter yang disebabkan
an kecil pasien, aktivitas paratiroid dapat menjadi oleh autoanlibodi terhadap berbagai organ endokrin
otonom dan berlebihan, yang menyebabkan hiperkal- (paratiroid, tiroid, adrenal, dan pankreas). Pada
semi;f, suatu proses yang kadang-kadang disebut para pasien ini kadang-kadang ditemukan kandi-
hiperparatiroidisme tersier. Mungkin diperlukan dosis mukokutis kronis (Bab 13), yang mengisyarat-
paratiroidektomi untuk mengendalikan hiperpara- kan adanya kelainan fungsi sel T yang mendasari.
tiroidisme pada para pasien ini. Penyakit ini dibahas secara lebih mendalam dalam
konteks adrenalitis autoimun.
Gambaran klinis utama pada hipoparatiroidisme
adalah gejala yang berkaitan dengan hipokalsemia dan
. :, HIPOPI\RATI ROIDISME mungkin berupa peningkatan iritnbilitas neuro-
muskultLs (rnsa geli, spasme otot, uainh menyeringai,
Hipoparatiroidisme jar-rh lebih jarang daripada dan spnsme karpopednl menetap ntnu tetnni), aritmin
hiperparatiroidisme. Penyebab utama hipopara- jantung, dan, kadang, peningkntnn telcttnnn intrn-
tiroidisme meliputi hal berikr,rt: kraniol dan kejang. Perubahan morfologik biasanya
t Ablnsi bedah: pengangkatan secara tidak sengaja tidak terlalu jelas dan mungkin berupa katarak,
paratiroid sewakfu tiroidektomi kalsifikasi ganglia basal serebral, dan kelainan gigi'
r
I
I Korteks Adrenal
Penyakit korteks adrenal mencakup penyakit yang sindr om Cushing, hip er nI doster onisme, dan sejumlah
berkaitan dengan hiperfungsi atau hipofungsi korteks. sindrom oirilisnsi. Karena ftrngsi sebagian hormon ste-
Selain itu, terdapat beragam lesi massa yang dapat ter- roid adrenal tumpang tindib gambaran klinis sindrom
bentuk di korteks adrenal yang mungkin nonfungsional ini jtrga mungkin tumpang tindih.
atau hiperfungsional.
Hiperkortisolisme
(Sindrom Cushing)
. HIPERFUNGSIADRENOKORTEKS Penyakit ini disebabkan oleh semua keadaan yang
.....]..
(HI PERADRENALISME) menyebabkan peningkatan kadar glukokortikoid.
Dalrim praktik ktinit, sebagian besar kastLs sindrom
Korteks adrenal menyintesis dan mengeluarkan Cushing disebttbkan oleh pemberian glukolcortikoid
hormon steroid, yang termasuk ke dalam tiga kategori: eksogen. Penyebab lain bersifat endogen dan disebab-
ghikokortikoid, yang diwakili oleh kortisol; mineralo- kan oleh salah satu dari berikut (Gbr' 20-20):
kortikoid, yang diwakili oleh aldosteron; dan andro-
gen adrenokortikal. Oleh karena itu, hiperfungsi r Penyakit primer hipotalamus-hipofisis yang me-
korteks adrenal menyebabkan tiga kelompok sindrom nyebabkan hipersekresi ACTH
klinis yang dapat dijelaskan oleh peningkatan r Hiperplasia atau neoplasia adrenokorteks primer
berlebihan kadar hormon. Ketiganya mencakup r Sekresi ACTH ektopik oleh neoplasma nonendokrin
830 T BAB 20 SISTEM ENDOKRIN
Penyakit primer hipo talamus,hipofisis yang berkait_ kemudian), akibat peningkatan kadar ACTH. Sebalik-
an-dengan pengeluaran berlebihan ACTiJ, ying juga nya, hiperplasia korteks menyebabkan hiper-
dikenal eb_ a gai p e ny akit Crr shin g, merupakair' p"e_ kortisolisme.
.s
nyebab lebih dari separuh kasr_rs sindrom Cushing Neoplasma dan hiperplasia adrenokorteks primer
endogen spontan. Penyakit ini paling sering terjaci"i membentuk sekitar 25% hingga 30% kasus sindrom
pada dekade ketiga sampai keempat dan mengenai Cushing endogen. Varian sindrom Ctrshing ini juga
pgreTpyan sekitar tiga kali lebih sering daripadilaki_ kadang-kadang disebr-rt sebagai sitLclrom Cishing iti-
laki. Pada sebagian besar pasien ini, kelenjai hipofisis renal atau karena adrenal berfungsi secara otonom,
mengandung sebuah ndenoma pengh.nsil ACTH sindrom Cushing independen-ACTH. pada sebagian
(mikroadenoma hipofisis) yang tidak menimbulkan besar kasns, sindrom Crishing adrenal disebabkan oleh
efek massa di otak; kadang-kadang tumor dikualifikasi_ neoplasma adrenokorteks nnilateral, yang mungkin
kan sebagai makroadenoma (>10 mm). Tampaknya, jinak (adenoma) atau ganas (karsinoma). Walarlpr_rn
ku]lll beberapa mutasi, berbagai adenoma penghisii jarang, hiperplasia bilateral primer korteks adrenal
ini menjadi kurang peka terhadap efei u^parl, dapat menjadi penyebab sindrorn Cushing. Terdapat
-AC-TH
balik kortisol dibandingkan dengan kortikotrof norrnal. dna varian entitas ini; yang pertama bermanifestasi
Pada.pasien lain, hipofisis anterior mengandung sebagai makronodul (>3 mm) dan 1,3ng kedua sebagai
daerah hiperplnsin sel kortikotrof tanpa adenoma yang mikronodul (<3 mm) yalg sering berpigmen (,,penyaklt
Pada sekurang-kurangnya beberapa pasien, adrenokorteks nodular berpigmen primer,,i. Virian
ly.ulu.
kelainan hipofisis tampaknya terjadi akibat stimulasi mikronodul mernpakarr penyakit familial, biasanya
berlebihan pengeluaran ACTH akibat sinyal (misal, disertai gambaran aktivitas berlebihan organ enclokiin
CRH) dari hipotalamus. Kelenjar adrenal pada pasien lain seperli hipofisis, tiroid, dan gonacl^
penyakit Cushing ditandai dengan hiperpiasia korteks Sekresi ACTH ektopik oleh fumor nonendokrir-r
nodular bilateral dengan derajat beivaiiasi (dibahas mernpakan penyebab sebagian besar sindrom
Tumor
di hipofisis anterior
Hiperplasia nodular
Srndrom Cushing
Kanker paru
(atau kanker
nonendokrin
{.
lainnya) Atrofi
adrengl.-.1
Gambar 20-20
IVIORFOLOGI
Morfologi kelenjar adrenal bergantung pada penyebab
Gambar 20-21 hiperkortisolismenya. Pada pasien yang sindromnya
disebabkan oleh glukokortikoid eksogen, penekanan
Hiperplasia adrenokorteks. Korleks adrenal tampak kuning, menebal, ACTH endogen menyebabkan atrofi bilateral korteks
dan multinodular akibat hipeftrofi dan hiperplasia zona fasikulata adrenal, akibat tldak adanya rangsangan terhadap zona
dan retikularis yang kaya lemak. fasikulata dan reiikularis oleh ACTH. Pada kasus ini,
ketebalan zona glomerulosa tidak berubah karena
bagian korteks ini berfungsi tanpa bergantung pada
ACTH. Sebaliknya, pada kasus hiperkortisolisme endo-
gen adrenal mengalami hiperplasia atau mengandung
neoplasma korteks. Pada sindrom Cushing yang di-
Cushing endogen sisanya. Umumnya, tumor pe- sebabkan oleh peningkatan sekresi ACTH oleh hipofisis
nyebab adalah knrsinomn sel kecil di pnru, meskipun atau sumber ektopik (misal, karsinoma sel kecil di paru),
neoplasma lain, termasuk tttmor knrsinoid, knrsinomn stimulasi kelenjar adrenal menyebabkan hiperplasia
medttlar tiroid, dan tumor sel islet pankrcns, jttga bilateral. Korteks adrenal dalam hal ini mengalami pe-
pernah dilaporkan berkaitan dengan sindrom ini. nebalan difus dan tampak kuning, akibat meningkatnya
Selain br-rmor yang mengehrarkan ACTH ektopik, suatu ukuran dan jumlah sel kaya-lemak di zona fasikulata
dan retikularis (Gbr. 20-21). Berat gabungan kedua
neoplasma kadang-kadang menghasilkan corticotro-
kelenjar hiperplastik tersebut dapat mencapai 25 hingga
40 g. Sering ditemukan nodularitas yang kadang-kadang
mencolok (hiperplasia nodular). Hiperplasia mikro-
nodular primer dilaporkan berkaitan dengan pigmentasi
cokelat-hitam korteks adrenal, akibat banyaknya lipofusin
dan pengendapan neuromelanin di sel zona fasikulata.
Neoplasma adrenokorteks primer yang menyebabkan
sindrom Cushing mungkin bersifat jinak atau ganas.
Adenoma adrenokorteks merupakan tumor berkapsul,
ekspansif, dan kuning dengan berat biasanya kurang
dari 30 g. Secara mikroskopis, adenoma ini biasanya
terdiri atas sel kaya lemak yang serupa dengan yang
ditemukan pada zona fasikulata normal (Gbr. 20-22).
Mor{ologl tumor ini identik dengan morfologi adenoma
nonfungsional dan adenoma yang disebabkan oleh
hiperaldosteronisme (dibahas kemudian). Korteks ad-
renal di dekatnya dan di kelenjar adrenal kontralateral
mengalami atrofi akibat supresi ACTH endogen oleh
kadar kortisol yang tinggi. Karsinoma yang berkaitan
dengan sindrom Cushing cenderung lebih besar dari-
pacia adenoma, sering melebihi 200 hingga 300 g.
Morfologi karsinoma ini identik dengan karsinoma
adrenokorteks nonfungsional, yang dibahas kemudian.
Pada semua bentuk sindrom Cushing, kelenjar hipo-
fisis memperlihatkan perubahan. Perubahan tersering,
akibat tingginya kadar glukokortikoid endogen atau
eksogen, disebut perubahan hialin Crooke. Pada
keadaan ini, sitoplasma sel penghasil ACTH yang
Gambar20-22
secara normal basofilik dan bergranula di hipofisis an-
terior diganti oleh bahan homogen yang sedikit basofilik;
Adenoma adrenokorteks. Adenoma dibedakan dari hiperplasia
perubahan ini disebabkan oleh akumuiasi filamen sito-
nodular berdasarkan sifatnya yang soliter dan berbatas tegas.
keratin intermediat di dalam sitoplasma sel tersebut.
Status fungsional suatu adenoma adrenokorteks tidak dapat
Pada pasien sindrom Cushing yang disebabkan oleh
diperkirakan dari gambaran makro- atau mikroskopiknya.
832 A BAB 20 SISTEM ENDOKRIN
Hipofisis anterior
I
Kolesterol
-/'*'"tT"
-,'\
{" *
Progesteron \- ..- 17-Hidroksipregnenolon Dehidroksiepiandrosteron
11-Deoksikortikosteron
+
17-Hidroksiprogesteron
I
Androstenedion
+ol +@ -+ I
Kortikosteron 11 -Deoksikortisol I
Gambar 20-23 I
_- ,/'*'T"l"i
I Proge:teron l\.r, 17-Hidroksipregnenolon ] Dehidroksiepiandrosteron
1 1
-:' \ I
-Deoksikortikosteron i
I
Androstenedion
lr | /:\
Y/ t '21
vv
')
Kortikosteron
I
1 1-Deoksikorlisol
l
I
* +
Aldosteron Kortisol Testosteron
MINERALOKORTIKOID GLUKOKORTIKOID
BAB 20 SISTEM ENDOKRIN T 835
metabolisme androgen, homeostasis garam, dan (pada pada masa bayi dapat menimbulkan keadaan yang
kasus yang parah) defisiensi glukokortikoid. Ber- mengancam nyawa, berupa muntah, dehidrasi, dan
gantung pada sifat dan keparahan defek enzim, gejala pengeluaran garam. Pada varian yang lebih ringan,
klinis dapat mulai timbul pada masa perinatal, anak, pasien perempuan dapat memperlihatkan gejala
atau (yang lebih jarang) dewasa. keterlambatan menarke, oligomenore, atau hirsu tisme.
Konsekuensi biokimiawi pada defislensi 21- Pada semua kasus ini, harus disingkirkan adanya
hidroksilase diperlihatkan pada Gambar 20-23. Pada neoplasma ovarium yang menghasilkan sr-ratu andro-
bentuk irri, aktiaitns androgenik ynng berlebihsn gen. Pasien dengan hiperplasia adrenal kongenital
menyebabkan tanda-tanda maskulinisasi pada perem- diterapi dengan glukokortikoid eksogen yang, selain
puan, yang berkisar dari hipertrofi kiitoris dan pseudo- menghasilkan kadar glukokortikoid yang memadai,
hermafroditisme pada bayi hingga oligomenore, jugamenekan kadar ACTH sehingga sintesis berlebih-
hirsutisme, dan akne pada perempuan pascapubertas. an hormon steroid yang menyebabkan kelainan klinis
Pada laki-laki, kelebihan androgen menyebabkan tersebut berkllrang.
pembesaran genitalia eksternal dan tanda lain puber-
tas prekoks pada pasien prapubertas serta oligo-
spermia pada laki-laki yang lebih dewasa. Pada bentuk
jarang hiperplasia adrenal kongenital (misal, defisiensi
INSUFISIENSI ADREN.A,L
17s-hidroksilase) dapat ditemukan defisiensi nndro- Insufisiensi adrenal, atau hipofr-rngsi adrenokorteks,
gen yar.g dimanifestasikan dengan tidak adanya per- dapat terjadi pada sejumiah keadaan klinis. Seperti
kembangan karakteristik seksual sekunder pada pada kasus hrperfungsi adrenal, insufisiensi adrenal
perempuan dan sebagai pseudohermafroditisme pada dapat mencerminkan penyakit adrenal primer (hipo-
laki-laki. Pada sebagian bentuk hiperplasia adrenal adrenalisme primer) atau penurttnan rangsangan ad-
kongenital (misai, defisiensi 118-hidroksilase), steroid renal akibat defisiensi ACTH (hipoadrenalisme
antara yang menumpuk memiliki aktivitas mineralo- sekunder). Hipondrenalisme sekunder dapat ditemu-
kortikoid sehingga terjadi retensi notrittm dan hiper- kan pada semua penyakit yang berkaitan dengan
fensl. Namun, pada kasus yang lain, termasuk sekitar hipopituitarisme yang dibahas sebelumnya, seperti
sepertiga pasien dengan defisiensi 21-hidroksilase, sindrom Sheehan, adenoma hipofisis nonfungsional,
defek enzim menyebabkan defisiensi mrneralokortikoid dan lesi yang mengenai hipotalamus dan regio
sehingga terjadi pemborosan natrium. Defisiensi strprasela. Hipoodrenalisme primer dapat dibagi lagi
kortisol menempatkan pasien dengan hiperplasia ad- menjadi insufisiensi adrenal primer kronis, yang jr.rga
renal kongenital berisiko mengalami instfisiensi ndre- dikenal sebagai penyakit Addison, dan insufisiensi
nnl akut (dibahas kemudian). adrenal primer akut.
Hiperplasia adrenal kongenital harus dicurigai
pada setiap neonatus dengan ambiguitas (ketidak-
jelasan) jenis kelamin; defisiensi enzim yang parah nsufisiensi Ad renokotteks
I
MARFOLOGI
Penampakan kelenjar adrenal bervariasi sesuai pe-
nyebab insufisiensi adrenokorteks. Pada kasus hipo-
adrenalisme akibat penyakit hipotalamus atau hipofisis Gambar20-24
(hipoadrenalisme sekunder), adrenal mengecil men-
jadi struktur gepeng yang biasanya tetap berwarna
lnsufisiensi adrenal akut akibat perdarahan adrenal bilateral hebat
kuning karena adanya sedikit sisa lemak. Suatu lapisan pada seorang bayi dengan sepsis berat (sindrom Waterhouse-
seragam korteks kuning yang atrofik membungkus Friderichsen). Pada autopsi, adrenal tampak jelas mengalami
medula di tengah yang utuh. Secara histologis, terjadi perdarahan dan menciut; secara mikroskopis, samar-samar terlihat
atrofi sel korteks disertai hilangnya lemak sitoplasma, sisa arsitektur korteks.
BAB 20 SISTEM ENDOKRIN T 837
pigmentasi. Sebaliknya, hiperpigmentasi tidak ditemu- kemungkinannya menjadi karsinoma. Namun, tidak
kan pada pasien dengan insufisiensi adrenokorteks semlla neopiasma adrenokorteks mengeluarkan
akibat penyakit hipofisis atau hipotalamus primer. hormon steroid. Penentuan apakah suatu neoplasma
Penurunan aktivitas mineralokortikoid pada pasien korteks bersifat fungsional atau tidak didasarkan pada
dengan insufisiensi adrenal primer menyebabkan evaluasi klinis dan pengukuran horrnon atau metabolit-
retensi kalium dan pengeluaran natrium sehingga nya di laboratorium. Dengan kata lain, neoplosmn
terjadi hiperkalemin, hiponatremio, deplesi ztolume, sdrenolcorteks fungsionnl dnn nonfungsional tidnlc
danhipotensl. Jantung sering lebih kecil daripada nor- dnpot dibcdoknn berdnsnrknn gnmbnrnn morfologilc,
mal, mungkin karena hipovolemia kronis. Kadang
teqadi hipoglikemia akibat defisiensi glukokortikoid
dan gangguan glukoneogenesis. Stres, seperti infeksi,
trauma, atau pembedahan pada para pasien ini dapat
memicn suabu krisis adrenal akut, yangbermanifestasi MORFOLOGI
sebagai muntah-muntah hebat, nyeri abdomen,
hipotensi, koma, dan kolaps vaskular. Kematian cepat A,denoma adrenokorteks telah diuraikan dalam pem-
teqadi, kecr-rali jika pasien segera diberi kortikosteroid. bahasan sebeiumnya tentang sindrom Cushing dan
hiperaldosteronisme. Sebagian besar adenoma
korteks tidak menyebabkan hiperrfungsi dan biasanya
ditemukan secara kebetulan saat autopsi atau pencitra-
lnsufisiensi Adrenokorteks Akut an abdomen untuk penyebab lain. Pada kenyataannya,
sebutan setengah berkelakar "adrenal incidentatoma"
lnsufisiensi adrenokorteks akut paling sering terjadi telah merembet ke dalam leksikon medis untuk men-
pada keadaan klinis seperti tercantum di Tabel 20-8. jelaskan tumor yang sering ditemukan secara kebetulan
Seperti telah disinggung, pasien dengan insufisiensi ini. Sebagian ahli beranggapan bahwa berdasarkan
adrenokorteks kronis dapat mengalami krisis akut definisi, semua adenoma adrenal harus memper-
setelah stres apa pun yang menguras cadangan iihatkan tanda hiperfungsi secara klinis atau biokimiawi,
fisiologik mereka yang terbatas. Pada pasierr yang dan "tumor" yang ditemukan secara kebetulan
sebaiknya diklasifikasikan sebagai nodul hiperplastik
mendapat terapi pemeliharaan kortikosteroid eksogen,
nonhiperfungsi. Pada keduanya, adenoma korteks tipi-
penghentian mendadak kortikosteroid atau kegagalan kal adalah lesi nodular berbatas tegas yang menyebab-
meningkatkan dosis steroid sebagai respons terhadap kan adrenal membesar atau, pada sebagian kasus,
suatu stres akut dapat memicu krisis adrenal serupa terletak tepat di luar kapsul adrenal (Gbr. 20-25). Di per-
karena ketidakmampuan adrenal yang atrofik untuk mukaan potongan, adenoma biasanya tampak kuning
menghasilkan hormon glukokortiroid. Perdsrsfutn ctd-
rennl masif dapat menghancurkan korteks adrenal se-
demikianbanyak sehingga terjadi insufisiensi adreno-
korteks akut. Keadaan ini dapat terjadi pada pasien
yang mendapat terapi pemeliharaan antikoagulan,
pada pasien pascaoperasi yang mengalami koagulasi
intravaskular diseminata, selama kehamilan, dan pada
pasien yang menderita sepsis berat (sindrom Water-
hotrse- Friderichsen) (Gbr. 20 -2Q. Sin d rom ka tas trofi k
ini secara klasik dikaitkan dengan septikemia Neis-
seria meningitidis, tetapi juga dapat disebabkan oleh
organisme lain, termasuk spesies Pseudomonns,
pneumokokus, dan Haemophiltts infltLenzne. Pato-
genesis sindrom Waterhouse-Friderichsen masih belum
jeias, tetapi kemungkinan berkaitan dengan cedera
vaskular akibat endotoksin disertai koagulasi intra-
vaskular diseminata (Bab 12).
I
T
I Medula Adrenal
Medula adrenal secara embriologis, fungsional, dan menghasilkan d an mengeluarkan katekolamin sebagai
struktural berbeda dengan korteks adrenal. Bagian ini respons terhadap sinyal dari serat saraf praganglion
dihuni oleh sel yang berasal dari neurol crest, yang pada sistem saraf simpatis. Kumpulan sel serupa jr.rga
disebut selkromafin, dan sei penunjangnya (sustenta- tersebar di seluruh tubuh pada sistem paraganglion
kular). Sel kromafin, yang diberi nama demikian karena ekstraadrenal. Penyakit medula adrenal vang ter-
berwama cokelat-hitam jika terpajan kalium dikromat, penting adalah neoplasma, yang mencakup neoplasma
BAB 20 SISTEM ENDOKRIN T 839
FEOKROMOSITOMA
F'eokromositoma adalah neoplasma yang terdiri
atas sel-sel kromafin yang, seperti padanannya yang
nonneoplastik, menghisiltan dan melepoitui
katekolamrn dan, pada sebagian kasus, honnon peplida
lainnya. Tumor ini penting karena meskipr.tn jarang
terjadi, tumor ini seperti adenoma penghasil aldosteron,
dapat menyebabkan bentuk hipertensi yang dapat Gambar20-27
diperbaiki dengan pembedahan. Feokromositoma. Di sebelah kiri tampak sebuah tumor besar yang
Feokromositoma biasanya memenuhi "hukum 10": sudah dibelah yang mengenai kelenjar adrenal. Di kanan, diper-
4 10% feokromositornn berknitnn dengan snttL dari lihatkan tiga irisan kelenjar adrenal normal sebagai pembanding.
beberapn sindromfamilinl. Sindrom ini mencakup
sindrom MEN 2,A dan 28 (dijelaskan kemudian),
neurofibromatosis tipe 1 (Bab 7 dan23), penyakit
von Hippel-Lindau (Bab 14 dan23), dan sindrom
Sturge-Weber (Bab 23). ngandung katekolamin. Pemeriksaan mikroskop elek-
a 10% feokromositomn terletnk di lunr adrennl, di tron memperlihatkan granula el,:ctron dense yang ter-
bungkus membran dengan jumlah bervariasi. Granula
tempat, seperti organ Zuckerkandl dan korpr-rs
ini mencerminkan katekolamin dan kadang-kadang
karotis, dan tumor ini biasanya disebr-rt parngatlg- peptida lain. Nukleus sel neoplastik cukup pleomorfik.
li o m a b ukan f eo kromos itoma
Pada lesi jinak, mungkin ditemukan invasi ke kapsul
a 10% feokromositlmn ndrenal bersifnt bilaternl; dan pembuluh darah. Oleh karena itu, diagnosis
angka ini dapat meningkat menjadi 50% pada kasus keganasan pada feokromositoma semata-mata
yang berkaitan dengan sindrom familial. didasarkan pada adanya metastasis. Metastasis dapat
| 10% feokromositomn gdrenril secnra biologis bersifnt mengenai kelenjar getah bening regional serta tempat
gcnas meskipun hipertensi yang ditimbulkannya jauh, termasuk hati, paru, dan tulang.
merupakan penyulit serius dan berpotensi fatal,
bahkan pada tumor " jinak". Keganasan sedikit
banyak lebih sering terjadi pada tumor yang timbul
di luar adrenal.
MORFOLOGI
Feokromositoma membentuk kelainan yang bervariasi
dari lesi kecil berbatas tegas dan terbatas di adrenal
(Gbr.20-27) hingga massa besar hemoragik yang berat-
nya beberapa kilogram. Pada permukaan potongan,
feokromositoma kecil tampak sebagai lesi kecil kuning-
cokelat berbatas tegas yang menekan adrenal di
dekatnya. Lesi besar cenderung hemoragik, nekrotik,
dan kistik serta biasanya mengikis kelenjar adrenal.
lnkubasi jaringan segar di dalam larutan kalium
dikromat akan menyebabkan tumor berwarna cokelat
tua, seperti telah disinggung sebelumnya.
Gambar 20-28
Secara mikroskopis, feokromositoma terdiri atas sel
kromafin poligonal sampai mirip-gelendong serta sel
Fotomikrograf feokromositoma, yang memperlihatkan sarang-
penunjang yang dipisah-pisah membentuk sarang
sarang sel khas ("Zellballen") dengan sitoplasma yang sangat
kecil, atau "Zellballen" oleh jaringan kaya pembuluh (Gbr.
banyak. Granula yang mengandung katekolamin tidak tampak pada
20-28). Sitoplasma sel neoplastik sering tampak me-
preparat ini. Tidak jarang ditemukan sel aneh, bahkan pada
miliki granula halus, yang tampak jelas dengan berbagai
feokromositoma yang secara biologis jinak ini, dan kriteria inijangan
pewarnaan perak, karena adanya granula yang me-
digunakan untuk menegakkan diagnosis keganasan.
840 T BAB 20 SISTEM ENDOKRIN
Gambaran Klinis. Manifestasi klinis dominan dan metabolifiya, seperti asam vanililmandelat (VMA)
pada feokromositoma adalah hipertensi. Secara klasik, dan metanefrin di urine. Feokromositoma jinak saja
hal ini dilaporkan sebagai peningkatan tekanan darah diterapi dengan eksisi bedah, setelah pemberian obat
mendadak yang sangat disertai takikardia, palpitasi, penghambat adrenergik pra- dan intraoperasi. Lesi
nyeri kepala, berkeringat, tremor, dan perasaan takut. multifokus mungkin memerlukan terapi medis jangka-
Serangan ini juga dapat disertai rasa nyefi di abdomen panjang un Lu k hipertensinya.
atau dada, mual, dan muntah. Dalam praktik, serangan
pfroksismal hipertensi saja terjadi pada kurang dari
separuh pasien dengan feokromositoms. Pada sekitar
dua pertiga pasien, hipertensi terjadi dalam bentuk ,,,,,' NEUROBLASTOMA, DAN
peningkatan tekanan darah yang menetap dan kronis ..,.,NEOPLASMA NEURON LAINNYA
meskipun sering terdapat pula elemen hipertensi labil.
Baik menetap maupun episodik, hipertensi itu sendiri Neuroblastoma merupakan tumor solid ekstra-
menyebabkan peningkatan risiko iskemia miokardium, kranium yang tersering pada anak-anak. Neoplasma
gagal jantung, kerusakan ginjal, dan cerebroaascular ini paling sering terjadi pada 5 tahun pertama kehidup-
accident. Dapat terjadi kematian jantung mendadak, an dan mungkin munctrl sejak masa bayi. Neuroblas-
mungkin akibat iritabilitas miokardium dan aritmia toma dapat timbul di mana saja pada sistem saraf
ventrikel yang dipicu oleh katekolamin. Pada sebagian simpatis dan kadang-kadang di dalam otak, letapi
kasus, feokromositoma juga mengeluarkan hormon umllmnya di abdomen; sebagian besar kasus timbr.rl di
lairl seperti ACTH dan somatostatinsehingga mungkin medula adrenal atau ganglion simpatis retroperiLo-
menyebabkan gambaran klinis yang berkaitan dengan neum. Sebagian besar neuroblastoma bersifat sporadik,
sekresi hormon ini atau hormon peptida tersebut. Di- meskipnn juga dapat ditemukan kasus familiai. Tu-
agnosis iaboratorium feokromositoma didasarkan pada mor ini dibicarakan pada Bab 7, bersama dengan
pembuktianmeningkahrya ekskresi katekolamin bebas neoplasma ped iatrik la innya.
I
T
I Sindrom Neoplasia Endokrin Multipel
Sindrom neoplasia endokrin multipel (MEN) adalah I Akhirnya, tumor ini biasanya lebih ngresif dan lebih
sekelompok penyakit herediter yang menyebabkan lesi sering kqmbuh dalam proporsi kasus yang lebih
proliferatif (hiperplasia, adenoma, dan karsinoma) di tinggi dibandingkan dengan bumor endokrin senrpa
berbagai organ endokrin. Seperti kanker herediter lain- yang timbul secara sporadis.
nya (Bab 6), tumor endokrinyang timbuldalamkonteks
Pengungkapan dasar genetik sindrom MEN serta
sindrom MEN memiliki gambaran tertentu yang penerapan pengetahuan ini untuk membuat keptttt-tsan
berpeda dengan tumor sporadik padanannya:
tentang pengobatan merupakan salah satu kisah
I Ttrmor timbul pada usia lebih mudn daripada sukses riset translasional. Gambaran penting pada
kanker sporadik. sindrom MEN akan dibahas berikut ini.
r Tumor timbul dibanyak organ endokrin,baik secara
sinkr on atau metasinkron.
I Walaupun di satu organ, tumor sering multfokus. EO PLAS IA EN DO KR I N
.::,::N
I Tumor biasanya didahului olehstadium asimtoma- MULTIPEL TIPE 1
tik hiperplasia endokrin yang melibatkan sel asal
tumor (misalnya, pasien dengan sindrom MEN 1 Neoplasia endokrin multipel tipe 1 diwariskan
mengalami hiperplasia sel islet dengan derajat pada pola dominan autosomal. Gen (MENI) terletak
bervariasi, yang sebagian di antaranya berkembang di 11q13 dan merupakan suatu gen penekan tumor;
menjadi lumor pankreas). oleh karena itu, hilangnya fungsi MENI mendorong
i
BAB 20 SISTEM ENDOKRIN 841
'
proliferasi sel dan tumorigenesis. Organ yang sering serupa dengan yang ditemukan pada MEN 2A. NnmtLn,
terkena adalah paratiroid (95%), pankreas (>40'k), dan tidalc seperti MEII 2A, pnsien dengnn MEIV 28
hipofisis (pittritary) (>30%) 3P" .
r Tidak mengalamihiperparatiroidisme prirner
a -/'
Parstiroid: Hiperparatiroidisme primer,yang teqadi J Mengnlnmi mnnifestssi ekstrnendokrin'. ganglion-
akibat hiperplasia paratiroid multiglandular, me- eLlroma di mukosa (saluran cerna, bibir, lidah) dan
rupakan gambaran MEN 1 yang paling konsisten. habitus marfanoid.
J Paykreas: Tumor endokrin di pankreas merupakan
Sebelum ditemukannya uji genetik, anggota
penyebab utama kematian pada MEN 1. Tumor ini
keluarga pasien dengan sindrom MEN ditapis dengan
2
biasanya agresif dan pasien datang sudah dalam
ujibiokimia setiap tahun, yang sering kurang sensitif.
keadaan metastalik atau multifokus. Tumor endokrin
Saat ini, uji genetik rutin mengenali pembawa mutasi
pankreas sering fungsional (yaitu mengeluarkan
RET secara lebih dini dan iebih akurat pada anggota
hormon). Sindrom Zollinger-Ellisory yang berkaitan
keluarga pasien MEN 2; semlLa lrang ynng memililci
dengan gastrinoma, dan hipoglikemia yang berkait-
mutnsi RET germ line dinnjtrrknn meninlnn!
an dengan insulinoma adalah manifestasi endokrin
tiroidektomi profilaksis trntttk mcncegnh tintb ulny n
yang sering ditemukan (Bab 17).
lsr sinoms me duktr. Intervensi bedah yang didasarkan
r Hipofisis: Tumor hipofisis tersering pada pasien
pada hasii satu uji genetik merupakan pencerminan
MEN 1 adalah makroadenoma penghasil prolaktin.
dari suatu paradigma baru dalam praktik "kedokteran
Sebagian pasien mengalami akromegali akibat tu-
molekular". Pendekatan serttpa sedang dibuat untuk
mor penghasil somatostatin.
anggota keluarga MEN 1, dan dalam lvaktu tidak
terlalu lama akan keluar konsensus mengenai hal ini.
,.....NEOPLASIA EN DOKRI N
] MULTIPEL TIPE 2
Neoplasia endokrin multipel tipe 2 sebenarnya
adalah dua kelompok penyakitberbeda yang disabr,rkan BIBLIOGRAFI
oleh adanya mutasi aktivasi protoonkogen RET.
Terdapat korektsi genotipe-fenotipe yang kuat di dalam Barbesino G, Chiovato L: The genetics of Hashimoto's dis-
ease. Endocrinol Metab Clin North An.l 29:357,2000.
sindrom MEN 2, dan perbedaan dalam pola mutasi (Ulasan terakhir mengenai kerentanan genetik yang
mungkin mempakan penyebab beragamnya gambaran mendasari patogenesis penyakit Hashimoto; majalah ini
pada kedua subtipe. MEN 2 diwariskan dengan pola juga berisi artikel serupa yang sangat baik tentang
dominan autosomal. Gen (protoonkogen RET) terletak penyakit Graves.)
pada 10q11.2. Bilezikian JP, Silverberg SJ: Clinical spectrum of primary
hyperparathyroidism. Rev Endocr Metab Disord 1:237,
2000. (Ulasan tentang perubahan yang terjadi pada
MEN 2A (Sindrom Sipple) hiperparatiroidisme primer di masa modern.)
Organ yang sering terkena adalah tiroid, medula Boscaro M, et al: Cushing's syndrome. Lancet 357 783,200L
(Ulasan singkat dan berorientasi klinis mengenai
adrenal, dan paratiroid:
sindrom Cushing.)
r Tiroid: Karsinoma medularis tiroid terbentuk pada Hansford JR, Mulllgan LM: Multiple endocrine neoplasia type
hampir semua kasus yang tidak diterapi, dan tu- 2 and RET: from neoplasia to neurogenesis. J Med Genet
mor biasanya tumbuh dalam dua dekade pertama 37:817,2000. (Ulasan lengkap tentang peran Proto-
kehidupan. Tumor sering multifokus, dan di jaring- onkogen RET daiam perkembangan normal dan tumo-
an tiroid sekitar sering ditemukan fokus hiperplasia rigenesls, termasuk petunjuk untuk penapisan mtttasi
sel C. RET pada anggota keluarga MEN 2.)
a Medula adrensl:50% pasien mengalami feokromo- Heufelder AE: Pathogenesis of ophthalmopathy in arrtoim-
sitcima medula adrenal; untungnya, tidak lebih dari mune thyroid disease. Rev Endocr Metab Disord 1:87,
2000. (Kompilasi tentang teori yang ada dan riset yang
70"h yang ganas.
sedang berlangsung mengenai subjek ini.)
I Parntiroid: Sekitar sepertiga pasien mengalami
hiperplasia kelenjar paratiroid disertai hiperpara- Kroil TG, et al: P, X8-PPARyI fusion oncogene in human
thyroid carcinoma. Science 289:7357, 2000. (Laporan
tiroidisme primer.
pertama tentang keiainan molekulal spesifik pada
karsinoma folikular tiroid.)
MEN 28 (Sindrom \ruilliam) Learoyd DL, et al: Molecular genetics of thyroid tumors and
surgical decision-making. World J Surg 24:923, 2000.
Organ yang umum terkena adalah tiroid dan medula (Ringkasan kelainan genetik penting pada kanker tiroid
adrenal. Spektrum penyakit tiroid dan medula adrenal yang diklasifikasikan berdasarkan subtipe histologik )
842 I BAB 20 SISTEM ENDOKRIN
Marx Sj: Hyperparathyroid and hypothyroid disorders" N SlatoskyJ, et a1: Thyroiditis: differential diagnosis and mana-
Engl J Med 343:7863, 2000. (pembahasan mutakhir gement. Am Fam Physician 6I:1047,2000. (Ulasan yang
_ mengenai etiologi dan manifestasi gangguan fungsional jelas tentang berbagai entitas
pada fungsi tiroid.)
di dalam spekirr"rm
riroidiris.)
Newell-PriceJ, et a1: The diagnosis and differential diagnosis Suhardja AS, et al: Molecular pathogenesis of pituitary acle-
of Cushing's syndrom and pseudo-Cushing,s Jtates. noma. Acta Neurchir (Wien) 147:729,1999. (pengetahuan
Endocr Rev 19:647,1998. (Kajianberwibawa tentang topik baru tentang kelainan genetik pada tumor hipofisis,
- ini, terutama dari sudut pandang klinisi.) termasuk pembahasan yang sangat baik mengenai peran
Peterson P, et al: Adrenal autoimmunity: results and devel_ protein G dalam tumorigenesis.)
opments. Trends Endocrinol Metab 1I:2g5, 2000. Wajchenberg BL, et al: Adrenocortical carcinoma" Cancer
(Ringkasan rnutakhir mengenai perkembangan dalam 88:777, 2000. (Ulasan tentang sejumlah besar kasus
penyakit Addison, termasuk dasar molekular auto_ neoplasma yang jarang ini.)
imunitas pada penyakit ini.)
Walther MM, et a1: Pheochromocytoma: evaluation, diag-
PhayJE,et al: Multiple endocrine neoplasia. Semin Surg Oncol nosis, and treatment. World J rJrol. 17:35, 1999. (pem-
18:324,2000. (Ulasan yang singkat. tetapi lengkap bahasan mengenai aspek klinis feokromositoma yang
mengenai semua sr-rbtipe MEN, termasuk gambaran secara singkat juga mencakup aspek genetik penyakit
klinis, genetika molekular, dan pertimbangan ini.)
diagnostik).
Weetman AP: Graves' disease. N EnglJ Med 3.13:1236, 2000.
Santoro M, et al: Gene rearrangement and Chernobyl re_ (Ulasan yang sangat baik tentang patogenesis, genetika,
lated thyroid cancers. Br J Cancer 82:315, 2000. (Matalah dan manifestasi klinis penyakit Graves.)
riset yang menggelitik yang muncul dari salah satu Wells SA, Franz C: Medullary carcinoma of the thyroid.
tragedi kemanusiaan di abad sebelumnya.) World J Surg 24:952,2000. (Gambaran klinis, genetika
Siegel RD, Lee SL: Toxic multinodular goiter. Endocrinol molekular, dan patologi. Semua dalam satu atap!)
Metab Clin North Am 27:I5I,1998. (Ringkasan tentang White PC, Speiser PW: Congenital adrenal hyperplasia dr:e
dua entitas tiroid nonneoplastik-adenoma toksik dai to 21-hydroxylase deficiency. Endocr Rev 21:245,2000.
gondok multinodr-rlar toksik. Majaiah ini juga memuat (Karya akademik, yang memerinci patofisiologi mole-
artikel yang sangat baik mengenai gambaran klinis kular dan gambaran klinis penyebab tersering hiper-
hipertiroidisme.) plasia adrenal kongenital.)
2t
I
r
I Sistem M uskuloskeletal
DENNIS K. BURNS, MD
VINAY KUMAR, MD
843
844. BAB 21 SISTEM MUSKULOSKELETAL
Sistem muskuloskeletal menentukan bentuk dan pertama-tama akan membahas sebagian penyakit yang
gerakan tubuh manusia. Istilah penyakit muskulo- umum mengenai tulang dan sendi, kemudian men-
skeletal mencakup sejumlah besar keadaan yang diskusikan beberapa penyakit nonneoplastik pada otot
berkisar dari lesi lokal jinak di tulang, seperti osteo- rangka. Kita akan mengakhiri bab ini dengan komentar
kondroma hingga penyakit generalisata yang meng- singkat mengenai tumor yang timbul di dalam otot
ancam nyawa, seperti distrofi otot. Pada bab ini, kita rangka dan jaringan lunak lainnya.
T
I
I Penyakit Tulang
sebagai komponen sindrom yang lebih kompleks. tipe L Sejumlah mutasi tampaknya secara langsung
Penyakit lain, biasanya herediter, mencakup penyakit mengganggu sintesis dan/atau sekresi prokolagen o1
yang mengganggu pertumbuhan tulang dan/atau dan prokolagenu2, prekursor peptida untuk molekul
pemeliharaan matriks osteoid normal dan, karenanya, kolagen tipe I. Oleh karena itu, OI bukaniah satu
menyebabkan kelainan tulang generalisata. Penyakit penyakit, tetapi spektrum penyakit dengan keparahan
ini mencakup akondroplasia danbentuk cebol (dwnrf- berbeda-beda yang disatukan oleh gambaran umum
ism) latn, osteogenesis imperfekta, dan osteopetrosis. berupa kelninnn sintesis lcolngen dnt (nlcibstnyn) fra-
Selaiditu, sejumlah penyakit metabolik herediter yang gilitas tulang. Empat bentuk utama OI berhasil
biasanya tidak dianggap sebagai penyakit tulang diketahui; varian tersering diwariskan sebagai penyakit
primer, seperti sindrom Hurler, dapat mengenai malriks dominan autosomal. Seperti dijelaskan pada Bab 7,
tr-rlang serta organ lain. Penyakit yang terakhir ini akan suatu alel mutan menghambat penyusunan normal
dibahas secara singkat bersama penyakit genetik lain kolagen karena adanya efek negatif dominan. Bentuk
pada Bab 7. resesif autosomal, misalnya varian tipe II yang letal,
lebih jarang ditemukan. Pengenalan berbagai subtipe
OI merupakan hal penting untuk konsultasi genetik
.A.kondroplasia keluarga yang terkena.
Apa pun subtipenya, OI ditandai dengan frnktur
Akondroplasia adalah gangglran herediter yang ttLlnng mtltipel. Pada bentuk yang lebih berat, kerapuh-
ditandai dengan gangguan pematangan tulang rawan an tulang rnenyebabkan fraktur multipel dan kematian
pada lempeng pertumbuhan yang sedang berkembang. janin in utero atalr segera seielah lahir. Pada varian
Penyakit ini merupakan penyebab utama dr"unrfism de'n yang lain, fraktur mungkin belum terjadi hingga masa
merupakan gangguan kongenital lempeng pertumbuh- anak-anak dan dapat menimbulkan kekhawatiran
an (osteokondrodisplasia) yang tersering. Sebagian akan kemungkinan penganiayaan anak. Benbr"rk ringan
besar kasus akondroplasia disebabkan oleh mutasi penyakit tidak menyebabkan usia memendek secara
dominan yang mengenai gen yang mengkode reseptor bermakna. Pada OI, jaringan lain yang mengandrrng
faktor pertumbuhnn fibroblns 3 (fibroblnst growth fac- kolagen tipe I juga terkena sehingga terjadi kelainan
tor receptor 3; FGFR3). Mutasi ini menyebabkan gigi; gangguan pendengaran; dan sklera tampak biru
pengaktifan FGFR3 secara terus-menerus yan& sebalik- akibat berktuangnya kolagen sklera.
nya, menghambat proliferasi normal tulang rawan
pada lempeng pertumbuhan. Walaupun merupakan
penyakit dominan autosomal, hanya 20% pasien me- Osteopetrosis
miliki riwayat penyakit dalam keluarga; sisa 80% kasr-rs
tampaknya terjadi karena mutasi baru yang spontan. Istilah osteop etro s is, kadang-kadang disebut sebagai
Akondroplasia umumnya merupakan penyakit hetero- marble bone disense ("penyakit tulang pr"ralam").
zigot yang nonletal. Individu homozigot sangat jarang mencakup sekelompok penyakit herediter yang jarang
ditemukan karena kelainan perkembangan rongga yang disebabkan oleh defisiensi aktivitas osteoklastik.
toraks menyebabkan kematian akibat kegagalan Pemah dilaporkary baik varian resesif autosomal mau-
pernapasan segera setelah lahir. Akondroplasia pun dominan autosomal. Seperti dapat diperkirakan
mengenai semlra tulang yang terbentuk dari tulang dari pola pewarisan, dasar molekular osteopetrosis
rawan. Pada heterozigot, perubahan paling mencolok bersifat heterogen. Pada hewan, osteopetuosis dapat
adalah pemendekan (berlebihan dan yang tidak dipicn oleh mutasi di gen untuk mncrophage colony-
seimbang) ekstremitas proksimal, melengkungnya stimlating factor, sLratLT sitokin yang diperlukan r"tnbuk
bungkai, dan postr"rr lordotik (berpunggung lengkung). diferensiasi osteoklas. Mencit yang transgenik untuk
Lempeng pertumbuhan tulang rawan mengandung ost eop r o t e gerin jvga mengalami os teopetrosis. Molekul
agregat kondrosit yang hipoplastik atau acak-acakan ini secara aktif menghambat pembentukan osteoklas,
dan bukan kolumna panjang teratur seperti pada seperti dibicarakan nanti. Masih belum diketahui
orang 4ormal. apakah pada manusia jalur molekular yang sama juga
terkena. Gangguan aktivitas osteoklastik pada para
pasien ini men-yebabkan pengenda.pan h-rlang yang
Osteogenesis lmperfekta sangat tebal, banyak mengandnng mineral, dan sangat
rapuh. Selain peningkatan insidensi fraktur, pasien os-
Osteogenesis imperfektn (OI), stnu "penyakit tulang teopetrosis juga memperlihatkan anemia, trombosito-
rnpuh", sdaloh sekelompok penynkit herediter yang penia, dan peningkatan kerentanan terhadap infeksi,
ditsndni dengan pembentukan abnormnl kolagen tipe akibat mentlrrlnnya secara drastis rongga sllmsum
1. Kolagen tipe I terdapat di berbagai jarhgutl, termasuk fr,rlang yang tersedia untuk hematopoiesis. Penebalan
kulit, sendi, dan mata, dan merupakan komponen tulang yang abnormal juga dapat menekan akar saraf,
utama pada osteoid normal. Beberapa defek genetik dan menjadi penyebab tingginya frekuensi kelumpuhan
terbukti menyebabkan gangpran pada sintesis kolagcn saraf kranialis pada para pasien ini.
846 T BAB 21 SISTEM MUSKULOSKELETAL
ini berasal dari kemampuan RANK mengaktifkan jalur diakui bahwa disregulasi RANK, ligan RANK, dan
transkripsi NFrB. Sementara ligan RANK dihasilkan OPG adalah faktor utama dalam patogenesis osteo-
oleh oFteoblas dan sel stroma, reseptornya (RANK) porosis; disregulasi ini dapat dipicu melalui banyak
diekspresikan oleh makrofag. Diferensiasi makrofag cara, termasuk defisiensi estrogen (dibahas kemudian).
menjadi osteoklas mensynrntkan bahwcr ligan RAI'JK Oleh karena itu, saat ini diperkirakan osteoporosis
yang diekspresiksn di permukaan sel stroms atau bukan sstu penyakit tersendiri, tetapi lebih merupakan
osteoblas berikatan dengnn reseptor RANK di mnkro- sekelompok penyakit dengan ekspresi morfologik yang
y'rg. Selain itu, sel stroma juga menghasilkan suatu samn, yaitu penurunan massa tulang total dsn
sitokin yang disebul macrophnge colony-stimulating densitasnya. Sebagian faktor utama yang berkaitan
factor, yang melekat ke suatu reseptor khusus di dengan timbulnya osteoporosis akan diringkaskan
makrofag. Bersama-sama, ligan RANK dan macro- berikut ini.
phage colony-stimulating fnctor bekeqa untuk meng- Pada keadaan normal, massa tulang meningkat
ubah makrofag menjadi osteoklas yang mencerna secara tetap pada masa bayi dan anak, mencapai
tulang. Oleh karena itu, pengaktifan reseptor RANK puncaknya pada masa dewasa muda. Msssn tulang
merupakan stimulus utama terjadinya resorpsi tulang. puncnk ini merupakan determinan penting untuk risiko
Aktivitas osteoklastogenik di jalur ligan RANK-RANK osteoporosis di kemudian hori. Massa puncak ini
diatur oleh sebuah molekul yang disebut osteo- umumnya ditentukan oleh faktor genetik, meskipun
protegerin (OPG), yang juga disekresikan oleh sel faktor eksternal, termasuk aktivitas fisik, diet, dan sta-
stroma/osteoblas. OPC adalah sualu " decoy receptor" tus hormon, jrga berperan. Laki-laki mencapai
(reseptor pemikat) yang dapat mengikat ligan RANK densitas tulang yang lebih tinggi daripada perempuary
sehingga ligan ini tidak dapat berikatan dengan RANK. dan orang berkulit hitam memiliki massa tulang
Jika ligan RANK berikatan dengan OPG dan bukan puncak yang lebih besar daripada orang berkulit putih.
dengan reseptor RANK di prekursor osteoklas, pem- Dengan demikian, perempuan berkulit putih adalah
bentukan osteoklas dan fungsi penyerapan tulang kelompok paling rentan terhadap osteoporosis dan
terganggu. Berdasarkan temuan baru ini, sekarang berbagai penyulitnya.
Ligan RANK
RANK (reseptor)
Gambar 21-1
Perubnhnn terknit-ttsia dalnm kepndntan tulang terjadi sitokin. Namun, efek ini tidak sama besarnya seperti
pada semun orang dnn jelasberpernn menyebnbknn osteoporo- efek yang ditimbulkan oleh defisiensi estrogen.
sis padakedtn jeniskelnmin. Seperti diisyaratkan di atas, Faktor genetik adaiah salah satu bagian penting dari
tulang adalah suatu jaringan yang dinamis dan terus- teka-teki osteoporosis. Seperti telah disinggung, densi-
menerlrs mengalami remodeling seumur hidup. Remod- tas tulang maksimum yang dicapai seseorang ditentu-
eling rm ditandai dengan periode resorpsi tulang dan kan terutama oleh pengaruh genetik. Meskipun masih
pembentukan tulang baru secara bergantian. Densitas banyak faktor genetik yang bertanggung jawab dalam
tulang maksimum biasanya dicapai pada usia tiga perkembangan normal tulang yang perlu diidenbifikasi,
puluhan. Setelah itu, kepadatan tulang mulai menurun. salah satu penentu densitas tulang maksimum
Kecepatan penlrrunan ini besarnya sekitar 0,7ok per tampaknya adalah molekul reseptor vitamin D (VDR).
tahun meskipun kecepatan ini sangat berlainan dari Varian tertentu gen VDR diiaporkan berkaitan dengan
orang ke orang dan dari satu tulang ke tulang lainnya. penurunan densitas tulang maksimtlm, mungkin
Penurunan terbesar terjadi di daerah yang karena terjadi gangguan pada efek vitamin D terhadap
mengandung banyak tulang clncellous (trab.ekular), pembentukan tulang. Namttn, peran keseltrruhan poli-
seperti tulang belakang dan leher femur. Oleh karena morfisme ini dalam patogenesis osteoporosis masih
itu, tempat inilah yang sering mengalami frakfr"rr pada belum jelas.
pengidap osteoporosis. Penurunan massa tulang Fnktor meknnls, terutama penyangga beban, merlt-
terkait-usia tampaknya terutama disebabkan oleh pakan rangsangan penting bagi remodelln.q normal
penurunan nktiuit ns osteobl ss ser tn peningkntan aktiaitas tulang, dan penurunan aktivitas fisik menyebabkan
osteoklns ynng berkaitan dengnn lsln. Setelah dekade percepatan kehilangan tulang. Hal ini secara dramatis
ketiga, pada setiap siklus remodeling tulang, dibuktikan olehberkurangnya hrlang di ekshemitas yang
pembenfukan h-rlang baru tidak dapat mengompensasi lumpuh atau mengalami imobilisasi dan oleh
kehilangan tulang sehingga secara bertahap terjadi penurunan substansial massa tulang pada astronot
pengurangan tulang. yang tinggal dalam kondisi gaya tarik nol untuk jangka
Fctktor hormon berpernn penting dalam timbulnya lama. Gaya hidr-rp yang umumnya santai pada banyak
osteoporosis, tertttnma pndn perempLtan pascaffieno- .,orang dewasa jelas berperan mempercepat osteoporosis.
p nus e. Munculnya menopause diiku ti oleh penurunan Peron diet, termasuk asllpan kalsium dan vitamin
pesat massa tuiang. Sebaliknya, pemberian estrogen D, dalam pembenh"rkan, pencegahan, dan terapi osteo-
kepada perempLran pascamenopause mengLlrangi ke- porosis masih belum sepenuhnya dipahami. Densitas
hilangan tulang dan menyebabkan penurunan insi- tulang maksimum seseorang sebagian ditentukan oleh
densi fraktur. Penelitian awal mengenai efek estrogen asllpan kalsium total dalam makanan, terutama
pada tulangberfokus pada pengendalian sitokin yang sebelum pubertas. Tampaknya asupan kalsium dari
memengaruhi resorpsi tulang dan pembentr,rkan lulang makanan pada perempuan dewasa muda jauh lebih
baru. Penurunan kadar estrogen menyebabkan rendah dibandingkan dengan laki-laki usia sepadan,
peningkatan produksi interleukin 1 (IL-1), interleukin dan keadaan tersebut mungkin salah satu faktor yang
6 (IL-6), dan faktor nekrosis tumor (TNF) oleh monosit mempermudah terjadinya osteoporosis di kemudial
dan elemen sllmsum tulang lair-rnya. Sitokin ini me- hari pada perempuan.
ningkatkan penyerapan tulang tertttama dengan Sebagai ringknsnn, osteoT:orosis ndnlnh suntu
meningkatkan jumlah prekursor osteoklas di sttmsum p entl nkit mriltifaktor. P en gur an gan tul an g terlcs it-tLsin,
tulang. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa estro- ynng terutams disebnbknn oleh penurtLnnn pembentuk-
gen memengaruhi diferensiasi osteoklas melalui jalur nn tulang, umLorl terjndi pada semua bentuk osteoporo-
reseptor RANK. Estrogen merangsang pembentukan sis genernlisntn primer. Pndn perempltan pascsmeno-
OPG sehingga menghambat pembentukan osteoklas; paltse, pengurnrt:gan ini diperpnrtth oleh peningkntan
estrogen juga menumplllkan responsivitas prekursor resotpsi tulartg, sertn oleh penltrunan lebih lnnjtrt
osteoklas terhadap ligan RANK; peningkatan kadar sintesis tulnng ttkibnt berkttrangnyn lcsdsr estrlgen.
IL-1 dan TNF (ditemukan pada defisiensi estrogen) Oleh korenn itrL, pnda osteoporosis terindi, baik pe-
me{angsang pembentukan ligan RANK dan mocro- nurunan pembenttrkan tulang maupun peningkntnn
phage colony -stimnlnting facfor, keduanya meningkat- kehilangan tulnng. MeskiptLn kedun fnktor ini berpernn
kan pembentukan osteokias. Bukti mengisyaratkan dalnm sebogian besnr kasus osteoporosis, lontribtrsi
bahwa defisiensi estrogen, serta proses penuaan nor- relotif masing-masing terhndnp pengLLranSln tulang
mal, juga dapat menyebabkan penllrunan aktivitas mungkin berbedn-beda, bergnntung pada ttsia, jenis
osteoblastik sehingga pembentukan tulang barr"r juga kelsmin, status gizi, dan pengarrth genetik.
menurun. Oleh karena itu, berkursngnyn ttilang pada
defisiensi estrogen dnpnt disebabknn oleh kombinnsi
peningkatnn resorpsi tulnng dan penurunan pem-
bentuksn tulang. Defisiensi testosteron terdapat pada MORFOLOGI
sekitar sepertiga laki-laki dengan osteoporosis senilis.
Tanda utama osteoporosis adalah hilangnya tulang,
Hal ini juga tampaknya berperan dalam peningkatan yang cenderung paling jelas di bagian tulang yang
pertukaran tulang melalui efek lokal pada produksi
Bp.B 21 SISTEM MUSKULOSKELETAL T 849
Gambar2'l-2
Foto mikroskop elektron pemindai dari sebuah tulang normal (A) dan tulang dengan osteoporosis (B). Perhatikan menipis dan terpisahnya
trabekula ditulang yang osteoporotik. (Dari Dempster DW, et al:Asimple method for correlative light and scanning electron microscopy
of human iliac crest bone biopsies. J Bone Miner Res I :1 5, 1 986.)
baru, modulator reseptor estrogen selektif (selectiae es- aktivitas cr,-hidroksilase ginjal, yang semakin meng-
trogen receptor modulntor, SERM), tampaknya mem- ganggu sintesis vitamin D aktif. Penurunan penyerap-
berikan efek bermanfaat bagi massa tulang seperti yang an kalsium dari usus ikut berperan menyebabkan
dihasilkan oleh estrogen, tetapi tanpa disertai efek gangguan mineralisasi osteoid. Faktor lain yang diper-
samping terapi es trogen konvensional yang berpotensi kirakan berperan dalam timbulnya kelainan tulang
berbahaya. Pemberian kalsitonin, akhirnya, dapat pada gagal ginjal kronis adalah asidosis metabolik dan
mengurangi frekuensi fraktur vertebra dan mungkin pengendapan alumunium di tulang.
bermanfaat bagi pasien yang tidak dapat menoleransi
terapi estrogen.
rutin selama lebih dari seminggu setelah onset tulang abnormal tak-stabil yang berlebihan. Terdapat
manifestasi sistemik. Selama periode ini dapat terjadi tiga fase dalam perkembangan penyakit Paget: (1) fase
destruksi tulang yang signifikan. Pemindaian radio- awal aktivitas osteoklastik, hipervaskularilas, dan
nuklida (misal, pemindaian gallium) bermanfaat untuk pengurangan tulang, diikuti oleh (2) fase proliferasi
menentukan lokasi infeksi pada awal perjalanan campuran osteoklastik dan osteoblastik, yang secara
penyakit osteomielitis. Pada infeksi tulang diperlukan bertahap berkembang menjadi (3) fase "osteoskleroiik"
terapi antimikroba yang kuat dan berkepanjangan dan, tahap lanjut, yang ditandai dengan l.erbentr-Lkn1'a
pida banyak kasus, pembersihan secara bedah. Pada tulang padat bermineral dengan aktivitas sel minimal.
sebagian kasus, tetap timbul osteomielitis kronis Penyakit Paget jarang timbul sebelum usia 40 tahury
meskipun pasien mendapat terapi agresif, tetapi hal
ini lebih sering terjadi jika diagnosis osteomielitis
terlambat atau jika pemberian antibiotik terlalu singkat.
Peny'ulit osteomieiitis adalah fraktur patologik, bakte-
remia, dan endokarditis. Komplikasi yang jauh lebih
jarang adalah amiloidosis sistemik reaktif (Bab 5) dan
karsinoma sel skuamosa di dalarn traktus sinus kronis.
Osteomielitis Tuberkulosa
Infeksi mikobakteri pada tulang telah lama menjadi
masalah di negara yang sedang berkembang dan,
dengan kebangkitan kembali tuberkulosis, hal ini juga
menjadi penyakit yang penting di negara industri.
Infeksi tulang menjadi penl'Lriit pada sekitar 1% hingga
3% kasus tuberkulosis pam. Organisme biasanya
mencapai tulang melalui aliran darah meskipun pe-
nyebaran langsung dari snatu fokus infeksi di dekatnya
FASE OSTEOLITIK
(misal, dari kelenjar limfe mediasLintim ke vertebra)jLrga
Pembentukan
dapat terjadi. Pada penyebaran hematogen, tempat yang
Osteoblas tuiang
sering terkena adalah tulang panjnng dnn aertebrs. Lesi .r-qiL baru
sering tunggal, tetapi mungkin multisentrik, terutama
pada pasien dengan imunodefisiensi (misal, sindrom
imunodefisiensi didapat [AIDS]). Karena basil tuberkel
memerlukan konsentrasi oksigen yang cukup tinggi,
sinovitim, yang tekanan oksigennya lebih tinggi, serir-rg
menjadi tempat awal infeksi. Infeksi menyebar ke epi-
fisis di dekatnya, dan menyebabkan reaksi peradangan
granulomatosa khas disertai nekrosis perkijuan dan
destrtrksi tnlang yang luas. TrLberlaLlosis di korpus
aertebrn, atnu penLlakit Pott, merupnlcnn bentulc
FASE CAMPURAN
osteomielitis tuberkulosa yang penting. lnfeksi di
tempat ini menyebabkan deformitas dan kolapsnya
vertebra, disertai defisit neurologik sekunder. Perh-rasan
infeksi ke jaringan lunak di sekitarnya cuknp sering
pada tuberkulosis tulang belakang dan sering ber-
manifestasi sebagai "abses dingin" di otot psoas.
PENYA,KIT PAGET
(osrErTrs DEFoRM"ANS)
Penyakit Paget pada tulang, pertama kali dilapor-
kan pada tahun 1882 oleh dokter bedah inggris Sir FASE OSTEOSKLEROTIK
James Paget, merupakan suatu gangguan aneh yang
ditandai dengan episode aktivitas osteoklastik lokal Gambar2l-4
yang tinggi dan resorpsi tulang, diikuti oleh pembenh,rk-
an tulang yang berlebihan. Hasil akhir proses inter- Gambaran diagramatik penyakit Paget pada tulang yang memper
miten ini adalah deformitas tulang akibat penimbunan lihatkan tiga fase dalam evolusi penyaklt.
BAB 21 SISTEM MUSI<ULOSKELETAL T 853
MIORFOLOGI
Penyakit Paget mungkin bermanifestasi sebagai lesi
tunggal (monostotik) atau multifokus (poliostotik). Lesi
bersifat soliter hanya pada 10% kasus. Semua tulang
dapat terkena, tetapi tulang belakang, tengkorak, dan Gambar 21-5
tulang panggul merupakan bagian yang paling sering
terkena. Penampakan setiap lesi sangat bervariasi, Fotomikrograf penyakit Paget yang memperlihatkan garis-garis
bergantung pada usianya. Seperti telah disinggung, "mosaik" khas diantara daerah pembentukan tulang baru.
854 T BAB 2,I SISTEM MUSKULOSKELETAL
rutin. Pada sebagian pasien, lesi tulang hipervaskular Keadaan tertentu menyebabkan peningkatan risiko
awal menyebabkan kulit dan jaringan subkutis di neoplasma tulang. Sebagian keadaan ini sudah
atasnya menjadi hangat. Pada penyakit yang luas, disinggung dalam bab ini dan mencakup penyakit
hipervaskularitas menyebabkan peningkatan curah Paget pada tulang, osteomielitis kronis, dan pajanan
jantung; pada kasus tertentu, dapat terjadi gagal ke radiasi. Beberapa kasus berkaitan dengan sindrom
jantung kongestif high-output sebagai komplikasi lumor herediter seperti sindrom Gardner (osteoma) dan
keadaan hipervaskular. Pada fase proliferatif, gejala retinoblastoma familial (sarkoma osteogenik). Namury
uri.um adalah nyeri kepala, pembesaran kepala, penyebab sebagian besar tumor tulang tetap tidak
gangguan penglihatan, dan ketulian, ym1semuanya diketahui.
disebabkan oleh deformitas tulang tengkorak dan Frekuensi yang relatif jarang dan gambarannya
penekanan saraf' kranialis. Nyeri punggung sering yang beragam menyebabkan tumor tulang merupakan
ditemukan dan mungkin berkaitan dengan fraktur ver- suatu tantangan diagnostik. Sebagai satu kelompok,
tebra dan penekanan akar saraf. Tulang panjang di tumor tulang primer dapat timbul pada semua usia
tungkai sering mengalami deformitas karena ketidak- dandisemuabagian tubuh. Namury tipe tumor tertenttt
mampuan tulang mengakomodasi stres mekanis yang lebih sering ditemukan pada kelompok usia dan lokasi
ditimbulkan oleh berat tubuh. Fraktur transversal anatomik tertenlu, dan pengenalan atas pola ini sangat
tulang panjang yang rapuh disebut chalkstick fracture bermanfaat untuk mencapai diagnosis yang tepat,
(fraktur knpur tulis). Evaluasi laboratorium memper- Sebagian besar sarkoma osteogenik, sebagai contoh,
lihatkan peningkatan kadar fosfatase alkali serum, terjadi pada remaja dan umumnya timbul di sekitar
yang mencenninkan peningkatan aktivitas osteoblasfik. sendi lutut, suatu tempat pertumbuhan tulang yang
Kadar kalsium dan fosfat serum biasanya normal pesat pada perkembangan normal. Diagnosis tumor
meskipun ekskresi kalsium urine mungkin meningkat tulang memerlukan integrasi riwayat klinis dan
selama fase litik penyakit. Terapi dengan bisfosfonat, gambaran radiografik serta gambaran makro- dan
obat antiresorpsi yang disinggung sebelumnya dalam mikroskopik tumor. Gambaran yang penting pada
pembahasan mengenai osteoporosis, diiaporkan ber- kebanyakan tumor tulang primer, kecuali mieloma
manfaat bagi penyakit Paget. multipel dan tumor hematopoietik lain, dicantumkan
Timbulnya sarkoma pada lesi osteoklastik penyakit pada Tabel2l-2. Berikut ini adalah komentar mengenai
Pagetmerupakan peny'Lrlit yang ditakuti, tetapi untung- beberapa tumor tulang yang lebih sering ditemukan.
nya jarang terjadi (sekitar 1% pasien). Sarkoma biasa-
nya memiliki tipe osteogenik meskipun varian
histologis lain juga dapat terjadi. Tumor ini dapat
Tumor Pembentuk Tulang
timbul pada pasien, baik dengan penyakit monostotik Neoplasma ini ditandai dengan pembentukan os-
maupun poliostotik, dan pada yang terakhir, tumor teoid oleh sel Lr-rmor. Pembenfr-rkan osteoid intrinsik jenis
mrlngkin multisentrik. Distribusi tumor biasanya setara ini harus dibedakan dengan pembentukan tulang pada
dengan distribusi lesi Paget, dengan pengecualian metastasis osteoblastik t yang osteoidnya diproduksi
korpus vertebra, yang jarang mengandung sarkoma. oleh osteoblas reaktif dan bukan oleh sel neoplastik.
Bahkary dengan terapi multimodalitas yang agresif, Pada beberapa fumor pembenbLrk-fr,rlang primer, elemen
prognosis pasien yang mengalami osteosarkoma mesenkim yang 1ain, seperti tulang rawan, juga dapat
sekunder adalahburuk. ditemukan. Karena beberapa elemen tulang berasal dari
sel bakal mesenkim yang sama, pencampuran tersebut
tidak mengherankan.
TUMOR TULANG
Tumor tulang primer jauh lebih jarang ditemukan
OSTEOMA
daripada lesi metastatik. Tempat asal yang paling Osteoma adalah lesi jinak di tulang yang pada
sering untuk metastasis ke tulang, dalam urutan banyak kasus lebih mencerminkan penyimpangan
frekuensi yang menurun, adalah prostat, payudara, perkembangan atau pertumbuhan reaktif bukan
paru, ginjal, saluran cerna, dan tiroid. Metastasis neoplasma sejati. Lesi ini paling sering ditemukan di
mungkin bersifat destruktif (osteolitik) atau me- kepala dan leher, termasuk sinus paranasalis, meski-
nyebabkan pembentukan reaktif tulang baru (osteo- pun juga dapat terbentuk di tempat lain. Osteoma
blastik). Sebagian besar metastatik bermanifestasi bermanifestasi sebagai pertumbuhan eksofitik lokal
sebagai proses osteolitik, meskipun pada satu lesi- yang biasanya tunggal, keras, dan melekat ke permuka-
kedua pola mungkin terdapat bersama-sama. Pada an tulang. Lesi multipel adalah gambaran sindrom
sebagian tumor, seperti karsinoma prostat, aktivitas Gardner, suatu penyakit herediter yang dibahas lebih
osteoblastik predominan. Perbedaan antara tumor lanjut dalam pembicaraan tentang fibromatosis (lihat
tulang primer dan metastatik umumnya mudah, tetapi "Tumor Jaringan Lunak"). Secara histologis, osteoma
mungkin sulit pada pasien yang datang dengan lesi terdiri atas campuran tulang anyaman dan tulang
tunggal tanpa riwayat tumor primer di tempai lain. lamelar, yangmungkin sulit dibedakan dengan tulang
BAB 21 SISTEM MUSKULOSKELETAL T 855
Pembentuk-Tulang
Jinak
Osteoma Tulang wajah, tengkorak 40-50 Pertumbuhan eksofitik melekat ke permukaan tulang;
secara histologis mirip dengan tulang normal
Osteoma osteoid Metafisis femur dan tibia 1C_20 Tumor korleks, ditandaidengan nyeri; secara histologis,
trabekula tulang anyaman yang saling jalin
Osteoblastoma Kolumna veriebra 10-20 Timbul di prosesus spinosus dan transversus vedebra;
secara histologis mirip dengan osteoma osteoid
Ganas
Osteosarkoma primer Metafisis femur distal, 1c-20 Tumbuh keluar, mengangkat periosteum, dan tumbuh ke
tibia proksimal, dan dalam ke rongga medularis; secara mikroskopis, sel
humerus ganas membentuk osteoid;juga dapat ditemukan tulang
rawan
Osteosarkoma sekunder Femur, humerus, panggul >40 Komplikasi penyakit Paget poliostotik; secara histologis
mirip dengan osteosarkoma primer
Tulang rawan
Jinak
Osteokondroma Metafisis tulang tubular 1 0-30 Pertumbuhan tulang dengan lapisan tulang rawan; mungkin
panjang sollter atau multipel dan diturunkan
Kondroma Tulang kecil ditangan 30-50 Tumor tunggal berbatas tegas yang mirip dengan tulang
dan kaki rawan normal; timbul di dalam rongga medularis tulang;
jarang multipel dan herediter
Ganas
Kondrosarkoma Tulang bahu, panggul, 4H0 Muncul didalam rongga medularis dan mengikis korteks;
femur proksimal, secara.mikroskopis, anaplastik atau mirip tulang rawan
dan iga yang berdiferensiasi baik
Lain-Lain
Tumorsel raksasa Epifisis tulang panjang 2c_/0 Lesi litik yang mengerosi korteks; secara mikroskopis,
(biasanya jinak) mengandung sel raksasa mirip-osteoklas dan sel mono-
nukleus bulat hingga lonjong; umumnya jinak
Tumor Ewing (ganas) Diafisis dan metafisis 10-20 Timbul di rongga medularis; secara mikroskopis, lembaran-
lembaran sel bulat kecil yang mengandung glikogen;
neoplasma agresif
normal. Meskipun dapat menyebabkan masalah hampir universal pada pasien osteoma osteoid dan
mekanis lokal dan cacat kosmetis, tumor ini tidak biasanya dapat diatasi dengan aspirin. Osteoblnstomn
invasif atau mengalami transformasi keganasan. paling sering timbul di kolumna vertebra meskipun
juga dapat timbul di tempat iain. Seperti osteoma os-
teoid, tumor ini paling sering terbentuk pada dekade
OSTEOMA OSTEOID DAN kedua dan ketiga serta lebih sering mengenai laki-laki
OSTEOBLASTOMA daripada perempuan. Osteoblastoma juga dapat
Osteoma osteoid dan osteoblastoma adalah neo- menyebabkan nyeri, yang sering lebih sulit diketahui
plasma jinak yangmemiliki pola histologis yang sangat iokasinya daripacia nyeri pacia osteoma osteoid serta
mirip. Keduanya dibedakan terutama berdasarkan tidak berespons terhadap aspirin. Eksisi lokal adalah
ukuran, tempat asal, dan beberapa gambaran radio- terapi pilihan bagi sebagian besar lesi; lesi yang tidak
grafik tertentu. Osteoma osteoid rnuncui paling sering di direseksi dengan tuntas dapat kambuh.
femur proksimai dan tibia selama dekade kedua sampai
ketiga kehidupan. Tumor ini lebih sering muncul pada
laki-laki daripada perempuan dengan rasio 2:1. MORFOLOGI
Berdasarkan definisi, iumor ini berukuran terbesar
kurang dari 2 cm, sedangkan osteoblastoma berukuran Secara radiografis, neoplasma ini bermanifestasi se-
bagai lesi berbatas tegas, yang biasanya mengenai
lebih besar. Nyeri lokal merupakan keluhan yang
856 T BAB 21 SISTEM MUSKULOSKELETAL
MORFOLOGI
Osteosarkoma tipikal biasanya bermanifestasi sebagai
lesi besar berbatas tidak tegas di regio metafisis tulang
yang terkena (Gbr. 21-6). Tumor secara khas merusak
korteks dan sering meluas ke dalam menuju rongga
sumsum tulang dan keluar ke jaringan lunak di dekatnya.
Tumor sering mengangkat periosteum dan menimbul-
kan apa yang disebut sebagai segitiga Codman pada
radiograf, yang terbentuk oleh sudut antara periosteum
yang terangkat dan permukaan tulang yang terkena.
Jarang terjadi invasi ke lempeng epifisis. Secara
mikroskopis, tanda utama osteosarkoma adalah
pembentukan osteoid oleh sel mesenkim ganas (Gbr.
21-7). Hal ini terlihat dalam bentuk pulau trabekula
tulang primitif yang dikelilingi oleh cincin osteoblas
ganas. Jumlah osteoid sangat bervariasi pada tumor
yang berlainan, tetapi harus ada untuk menegakkan di-
agnosis osteosarkoma. Elemen mesenkim yang lain,
terutama tulang rawan, juga mungkin ada, kadang-
kadang dalam jumlah besar. Sel mesenkim neoplastik
mungkin berbentuk lonjong dan seragam atau
Gambar 21-6
pleomorfik, dengan nukleus aneh hiperkromatik disertai
banyak gambaran mitotik. Sel raksasa, yang kadang-
Osteosarkoma yang berasaldari regio metafisis. Tumortelah tumbuh
kadang disangka osteoklas, sering ditemukan.
menembus korteks dan mengangkat periosteum.
BAB 21 SISTEM MUSKULOSKELETAL T 857
#w OSTEOKONDROMA
Osteokondroma, kadang-kadang disebut aksostosis,
adalah proliferasi jinak yang terdiri atas tulang matttr
dan lapisan penutup tr-rlang rawan. Tumor ini cukup
sering ditemukan, membentuk sekitar sepertiga dari
semua tumor jinak di tuiang. Sepertibeberapa osteoma,
osteokondroma mungkin lebih mencerminkan mal-
formasi daripada neoplasma sejati. Tumor ini
Gambar2l-7 cenderung berhenti tumbuh setelah pertumbtthan nor-
mal tulang selesai. Osteokondroma paling sering
Fotomikrograf osteosarkoma. Sel mesenkim pleomorfik dan ber- muncul sebagai lesi soiiter sporadik meskipr,rn dapat
mitosis aktif tampak menghasilkan osteoid yang berwarna gelap juga mr-rltipel pada suatu ganggr-ran familial yang jarang
(mengalami kalsifikasi), suatu gambaran esensial untuk tumor ini.
yang disebut eksostosis herediter miltipel. Sebagian
besar osteokondroma asimtomatik, tetapi sebagian
dapat menimbulkan cacat kosmetik yang mengganggLl.
Tumor biasanya timbul dari metafisis dekat lempeng
pertumbuhan tulang tubular panjang dan bermani-
festasi sebagai tonjolan tulang beralas lebar yang me-
Gambaran Klinis. Osteosarkoma bermanifestasi lekat erat ke korteks tLrlang di dekalnya. Terdapat suatu
sebagai massa yang terlts membesar, sering nyeri, dan penutup yang terdiri atas tulang rawan hialin (Cbr.
mungkin menimbulkan perhatian karena frakhrr pada 21-8) yang, pada pasien usia muda, mengandnng
tulang yang terkena. Meskipun kombinasi gambaran lempeng pertttmbuhan yang serllpa dengan yang
klinis dan radiografik mungkin memberi dukungan ditemukan pada epifisis normal. Lempeng perh-rmbuh-
kuat mengenai diagnosis, diperlukan konfirmasi an biasanya lenyap jika telah terjadi penutupan epifisis
histologis untuk semua kastts. Osteosarkoma konven- di tempat lain. Sebagian besar ttimor bersifat jinak.
sional adalah lesi agresif yang bermetastasis melalui Meskipun jarang, pernah dilaporkan transformasi
aliran darah pada awal perjalanan penyakitnya. Paru sarkomatosa, terutama pada penyakit familial.
sering menjadi tempat metastasis. Sekitar 20% pasien
telah mengalami penyebaran ke paru saat didiagnosis;
lebih banyak lagi yang telah mengalami metastasis KONDROMA (ENKONDROMA)
tersamar yang bam terlihat belakangan. Namttn, Kondroma adalah lesi jinak yang terdiri atas tuiang
kemajuan dalam teknik pembedahan, dikombinasikan
rawan hialin matur yang paling sering timbul di trrlang
dengan terapi radiasi dan kemoterapi r"rntuk metasta-
sis, telah sangat memperbaiki prognosis pasien dengan
tumorini.
Osteosarkoma sekunder timbul pada kelompok usia
yang lebih tua daripada osteosarkoma primer konven-
sional. Tumor ini paling sering terbentuk dalam
kaitannya dengan penyakit Paget atau riwayat tetpajan
radiasi dan, walaupun jarang, displasia fibrosa, infark
tulang, atau osteomielitis kronis. Osteosarkoma
sekunder adalah neoplasma yang sangat agresif,
kurangrfslsspons terhadap terapi yang ada saat ini
dibandingkan dengan osteosarkoma konvensional.
Bentuk lain osteosarkoma adalah varian parosteal
(jukstakorteks), periosteal, telangiektatik, intraoseus
derajat-ringan, dan sel kecil. Pembahasan mengenai
varian yang jarang ini dapat ditemukan pada referensi
yang terdapat di akhir bab ini.
Gambar 21-8
Tumor Tulang Ravvan
Seperti tumor pembentuk-tulang, tumor tulang Osteokondroma. Perhatikan lapisan penutup tulang rawan yang
berkilap, khas untuk tumor ini.
rawan memiiiki spektrum lesi yang berkisar dari
858 I BAB 21 SISTEM MUSKULOSKELETAL
MORFOLOGI
Gambaran Klinis. Sarkoma Ewing biasanya
Sarkoma Ewing timbul di dalam rongga medular tulang
menyebabkan nyeri yang sering disertai peradangan
yang terkena dan berupa massa lunak ekspansif. Fe-
lokal. Demam cukup sering terjadi dan mungkin pada
mur, tibia, dan panggul adalah tempat asal yang
tersering, meskipun tumor dapat timbul pada tulang awalnya mengisyaratkan kemungkinan lesi
Iain dan, kadang-kadang, di jaringan ikat. Tumor ini peradangan. Diagnosis memerlukan biopsi, untr-rk
paling sering terbentuk di diafisis, tetapi penyebaran ke membuktikan gambaran morfologik dan sitologik yang
tempat lain tidak jarang terjadi. Sarkoma Ewing biasanya khas dari tumor ini. Sarkoma Ewing perh-r dibedakan
meluas melebihi rongga medularis menuju tulang dari tumor sel biru kecil lair-rnya, karena masing-masing
korteks dan periosteum, tempat tumor ini mungkin memerlukan terapi yang berbeda. Kemajuan-kemajuan
menyebabkan terbentuknya tulang lamelar reaktif terakhir dalam pengobatan telah sangat memperbaiki
dengan pola seperti kulit bawang. Secara mikroskopis, prognosis sarkoma ini, dengan angka harapan hidup
sarkoma Ewing terdiri atas lembaran sel primitif dengan
5 tahun mendekati 75%.
nukleus kecil yang cukup seragam dan sedikit sito-
plasma (Gbr. 21-11A). Sitoplasma sel tumor me-
ngandung glikogen, suatu gambaran yang mudah DISPLASIA FIBROSA
ditemukan dengan pewarnaan periodlc acid-Schiff
(PAS) atau dengan mikroskop elektron. Neoplasma Displasia fibrosa adalah lesi mirip-bLrmor yang jinak
mungkin menyebabkan pembentukan tulang reaktif di dan jarang pada tulang yang trabekula normalnya
rongga medularis, tetapi sel neoplastik tidak menghasil- diganti oleh jaringan fibrosa proliferatif dan pulau-
kan osteoid. Biasanya dibutuhkan pemeriksaan imuno- pulau tulang yang cacat dan tersebar acak. Kelainan
histokimia untuk membedakan sarkoma Ewing dari tu- ini terjadi dalam tiga bentuk: (1) mengenai satu tulang
mor sel biru kecil lain, seperti neuroblastoma, rabdo- (displasia fibrosa monostotik); (2) mengenai banyak,
tetapi tidak semua tulang (displasia fibrosa poliostotik);
l::a:1:t
'
' :,.'.',.
:) ': :- ?r:rt4r,:a1tt,
#
L"
:'w 46it
'.,
.. 't';:a.. . i'3,
A. Fotomikrograf sarkoma Ewing, yang memperlihatkan lembaran-lembaran khas sel neoplastik dengan nukleus kecil primitif dan sedikii
sitoplasma. 8. Pewarnaan imunohistokimia dengan antiboditerhadap glikoprotein MlC2 yang diekspresikan oleh sarkoma Ewing. Antigen
terlokalisasikan di permukaan sel tumor, seperti ditunjukkan oleh produk reaksi yang cokelat. (Sumbangan Arthur G. Weinberg, MD,
Department of Pathology, University of Texas Southwestern Medical School, Dallas.)
BAB 21 SISTEM MUSKULOSKELETAL T 861
T
I
r Penyakit Sendi
Sendi dapat mengalami beragam gangguan, termasuk setelah tertekan) dan memiliki daya regang (tensile
perubahan degenerasi, infeksi, penyakit autoimun, strength) yang tinggi. Kedua ciri ini dihasilkan oleh
gangguan metabolisme, dan neoplasma. Di bagian ini dua komponen utama tulang rawan: suabu tipe khusus
kita akan membatasi pembahasan pada bentuk kolagen (tipe II) dan proteoglikan, dan keduanya
tersering artritis yaitu penyakit sendi degeneratif, dikeluarkan oleh kondrosit. Seperti pada tulang orang
artritis infeksi, dan gout. Artritis reumatoid, penyakit dewasa, tulang rawan sendi tidak statis; tulang ini
sendi lain yang penting dan berpotensi parah, dibahas mengalami pertukaran; komponen matriks tulang
secara rinci dalam Bab 5. tersebut yang //aus/' diuraikan dan diganti. Ke-
seimbangan ini dipertahankan oleh kondrosit, yang
tidak saja menyintesis matriks, tetapi juga mengeluar-
OSTEOARTRITIS kan enzim yang menguraikan matriks. Oleh karena ihr,
kesehatan kondrosit dan kemampuan sel ini
Osteoartritis, disebut juga pentlakit sendi de- memelihara sifat esensial matriks tulang rawan
generntif, merupakan gangguan sendi yang tersering. menentukan integritas sendi. Pada osteoartritis, proses
Kelainan ini sering, jika tidak dapat dikatakan pasti, ini terganggu oleh beragam sebab.
menjadi bagian dari proses penuaan dan merupakan Mungkin pengaruh yang terpenting adalah c/ek
penyebab penting cacat fisik pada orang berusia di atas penuaan dan efek mekanis. Meskipun osteoartritis
65 tahun. Gnmbnrnn mendasar pada osteonrtritis bukan suatu proses wenr-nnd-tear (aus karena sering
adalah degenernsi ttrlang raTr)an sendi; perubahan digunakan), tidak diragukan iagi bahwa stres mekanis
struktural selanjutnya yang terjadi di tulang bersifat pada sendi berperan penting dalam pembentukannya.
sekunder. Pada sebagian besar kasus, penyakit ini Btikti yang mendukung antara lain meningkatnya
muncul tanpa faktor predisposisi yang jelas sehingga frekuensi osteoartritis seiring dengan pertambahan
disebut primer. Sebaliknya, osteonrtritis sekunder usia; timbulnya di sendi penahan beban; dan me-
adalah perubahan degeneratif yang terjadi pada sendi ningkatnya frekuensi penyakit pada kondisi yang
yang sudah mengalami deformitas, atau degenerasi menimbulkan stres mekanis abnormal, seperti obesitas
sendi yang terjadi dalam konteks penyakit metabolik dan riwayat deformitas sendi.
tertentu, seperti hemokromatosis atau diabetes melitus. Faktor genetik juga berperan dalam kerentanan
Akhiran -i f i s, yarrg sering mengacu pada peradangan, terhadap osteoartritis, terutama pada kasus yang
menyesatkan, karena osteoartritis secara primer mengenai tangan dan panggul. Gen atau gen-gen
bukanlah suatu peradangan sendi. Namun, spesifik yang bertanggung jawab untuk ini belum
peradangan terjadi secara sekunder, dan mungkin teridentifikasi meskipun pada sebagian kasus diper-
berperan dalam perkembangan penyakit. kirakan terdapat keterkaitan dengan kromosom 2 dan
,Patogenesis. Seperti telah disebutkan, tulang 11. Risiko osteoartritis meningkat setara dengan
ra*an sendi merupakan sasaran utama perubahan densitas tulang, dan kadar estrogen yang tinggi juga
degeneratif pada osteoartritis. Tulang rawan sendi dilaporkan berkaitan dengan peningkatan risiko.
memiliki letak strategis, yaitu di ujung-ujung tulang Namun, peran keseluruhan yang dimainkan oleh
untuk melaksanakan dua fungsi: (1) menjamin gerakan hormon dalam patogenesis osteoartritis masih belum
yang hampir tanpa gesekan di dalam sendi, berkat ada- jelas.
nya cairan sinovium; dan (2) di sendi sebagai penerima Osteoartritis ditandai dengan perubahan signifikan
beban, menebarkanbeban ke seluruh pennukaan sendi baik dalam komposisi maupun sifat mekanis tulang
sedemikian sehingga tulang di bawahnya dapat me, rawan. Pada awal perjalanan penyakit, tulang rawan
nerima benturan dan berat tanpa mengalami kerusak- yang mengalami degenerasi memperlihatkan pe-
an. Kedua fungsi ini mengharuskan tulang rawan ningkatan kandungan air dan penurltnan konsentrasi
elastis (yaitu memperoleh kembali arsitektur normalnya proteoglikan dibandingkan dengan tulang rawan
BAB 21 SISTEM MUSKULOSKELETAL I 863
.;€*
Gambar 21-1 3
Gambar 21-14
Fotomikrograf osteoartritls yang memperlihatkan pembentukan fibril
khas ditulang rawan sendi. Osteoartritis pada dua caput femoris. Klri, erosi yang mencolok
pada tulang rawan sendi; masih tersisa sedikit tulang rawan yang
tampak berkilat. Kanan, kasus tahap lebih lanjut, yang semua tulang
rawannya lenyap. Gesekan menyebabkan tulang di bawahnya
tampak berkilap. (Sumbangan Jim Richardson, DVM, PhD, Depart-
ment of Pathology, University of Texas Souihwestern Medical
sehat. Selain itu, tampaknya terjadi perlemahan School, Dallas.)
jaringan kolagen, mungkin karena penurunan sintesis
lokal kolagen tipe II dan peningkatan pemecahan
kolagen yang sudah ada. Kadar molekul perantara ter-
tentu, termasuk IL-l, TNF, dan nitrat oksida, meningkai
pada tulang rawan osteoartritis dan tampaknya ikut
berperan menyebabkan perubahan komposisi tulang
rawan. Apoptosis juga meningkat, yangmungkin me-
nyebabkan penurrlnan jumlah kondrosit fungsional. Potongan tulang rawan dan tulang sering terlepas dan
Secara keseluruhan, perubahan ini cenderung me- membentuk "joint mice" yang mengapung bebas di
nurunkan daya regang dan kelenturan tulang rawan rongga sendi. Cairan sinovium mungkin bocor melalui
sendi. Sebagai respons terhadap pembahan regresif ini, defek di tulang rawan dan tulang di bawahnya untuk
kondrosit pada Iapisan yang lebih dalam berproliferasi membentuk kista di dalam tulang. Tulang trabekular di
bawahnya mengalami sklerosis sebagai respons
dan berupaya "memperbaiki" kerusakan dengan
terhadap meningkatnya tekanan di permukaan.
menghasilkan kolagen dan proteoglikan baru. Meski- Proliferasi tulang tambahan terjadi di tepi sendi se-
pun perbaikan ini pad a mulanya mampu men gimbangi hingga membentuk tonjolan tulang yang disebut
kemerosotan tulang rawan, sinyal molekular yang osteofit. Karena integritas sendi semakin menurun,
menyebabkan kondrosit lenyap dan matriks ekstrasei terjadi trauma pada membran sinovium yang me-
berubah akhirnya menjadi predominan. Faktor yang nyebabkan terjadinya peradangan nonspesifik. Di-
menyebabkan pergeseran dari gambaran reparatif bandingkan dengan artritis reumatoid, perubahan di
menjadi degeneratif ini masihbeium diketahui. sinovium tidak terlalu mencolok dan tidak dini.
Peradangan
Ankilosis Sour
Sklerosis
llDrosa tr-ilan,
subkondral
Osteofit
Tidak ada
ankilosis Tulang rawan
menrprs
Ankilosis dan berfibril
tulang
Kista
subkondral
Gambar 2''l-1 5
suara berderak akibat permukaan yang terpajan yang membentnk 90% dan 10% kasus. Istilah gout primer
saling bergesekan, sering terdengar pada kasus yang digunakan untuk menamai kasus yang kausa men-
berat. Biasanya sendi agak membengkak, dan mungkin dasarnya tidak diketahui atau, yang lebih jarang, jika
terbentuk eftisi ringan. Nodus Heberden, osteofit kecil penyebabnya adalah suatu kelainan metabolik here-
di sendi antarfaiang distal, paling sering ditemukan diter yang temtama ditandai dengan hiperr.rrisemia dar-r
pada perempuan dengan osteoartritis prirner. Seiring gout. Pada kasus sisanya, yang disebut goltt scletnder,
dengan waktu, dapat terjadi deformitas sendi yang penyebab hipemrisemianya diketahui, tetapi gout
signifikan, tetapi tidak seperti artritis reumatoid, tidak bukan mempakan penyakit klinis utama atau dominal.
terjadi fusi sendi. Dalam diagnosis banding, artritis Kategori utama gout tercantum pada Tabel 21-3.
reumatoid terletak paling atas (Bab 5). Cambaran Patogenesis. Peningkatan kadar asam urat sertlm
morfologik pentingpada kedua penyakit ini diperlihat- dapat terjadi karena pembentukan berlebihan atan
kan pada Gambar 21-15. penurunan ekskresi asam urat, atau keduanya. Untuk
memahami mekanisme yang mendasari gangguan
pembentukan atau ekskresi asam urat, kita perlu
membahas secara singkat sintesis dan ekskresi normal
GOUT asam urat. Asam urat adalah produk akhir metabolisme
purin. Peningkatan sintesis asam urat, sttatu gambaran
Gout adalah gangguan yang disebabkan oleh
yang sering teqadi pada gollt primer, terjadi karena
penimbunan asam Lrrat, suatu produk akhir meta-
adanya abnormalitas pada pembentukan nukleotida
bolisme purin, dalam jumlah berlebihan di jaringan.
Pehyakit ini ditandai dengan serangan rekuren artritis
purin. Sintesis nukleotida purin terjadi melalui dua
jaltrr, yang disebttt jnlur de noao dan jnlur penghematat
akut, kadang-kadang disertai pembentukan agregat-
(Cbr.21-76).
agregat kristal besar yang disebu t tofi, dan deformitas
sendi kronis. Semua ini terjadi akibat pengendapan r Jalur de novo meiibatkan sintesis purin dan kemtt-
kristal mononatrium urat dari cairan tubuh superjenuh dian asam urat dari prekursor nonpr-rrin. Substrat
dalam jaringan. Meskipun peningkatan kadar asam awal tmtuk jah.rr ini adalah ribosa-5-fosfat, yang
urat merupakan komponen esensial pada gout, tidak ditrbah melalui serangkaian zat antara menjadi
semlla pasien dengan hiperurisemia menderita gout, nukleotida purin (asam inosinat, asam gnanilat, dan
yang mengisyaratkan bahwa terdapat faktor selain asam adenilat). ]alur ini dikendalikan oleh se-
hiperurisemia yang berperan dalam patogenesis rangkaian mekanisme regulasi yang kompleks.
penyakit ini. Cout secara tradisional dibagi menjadi Yang penting dalam pembahasan kita adalah (l)
bentuk primer dan sekunder, yang masing-masing pengendalian umpan-balik negatif enzim amido-
BAB 21 SISTEM MUSKULOSKELETAL T 865
APRr -J Ad"n;l+Diet
I
Zat-zal antara
Xantin
I
m;r
urat
I ]
Gambar 21-16
Metabolisme purin. Perubahan PRPP menjadi nukleotida purin dikatalisis oleh amido-PRT pada jalurde novodanAPRTserta HGPRTdijalur
penghematan (lihat teks untuk rincian). APRT, adenosin fosforibosiltransferase; HGPRT, hipoxantin guanin fosforibosiltransferase; PRPP,
5-fosforibosil-1 -pirofosfat; PRT, fosfori bosi ltransferase.
diketahui pada kebanyakan kasus, tetapi beberapa asam rrrat. Perltt dicatat bahwa artritis gor-rt tipikal
pasien dengan defek enzim tertentu memberi petunjuk jarang terjadi dan bukan merr-rpakan gambaran klinis
mgngenai regulasi biosintesis asam urat. Hal ini Irtama pada penyakit ini.
digambarkan oleh pasien dengan defisiensi herediter Defisiensi enzim ini yang lebih ringan (yang dikenal
enzimHGPRT. sebagai defisiensi HGPRT parsinl;lihat Tabel 12-3)
Ketiadaan total HGPRT menimbttlkan sindrom dapat te4adi, dan para pasien ini secara klinis meln-
Lesch-Nyhnn Gangguan genetik terkait-Xini, yang punyai gejala sebagai artritis gout yang parah, yang
hAnya ditemukan pada laki-laki ditandai dengan dimulai pada masa remaja dan kelainan neurologis
ekskresi berlebihan asam urat, kelainan neurologis berat ringan pada beberapa kastts.
disertai retardasi mental, dan mutilasi-diri. Karena Pada gout sekunder, hiperurisemia dapat disebab-
HGPRT hampir sama sekali tidak ada, sintesis nukleo- kan oleh meningkatnya produksi nrat (misal, lisis sel
tida purin melalui jalur penghematan terhambat. Hal yang cepat selama pengobatan limforna atar"r ler,rkemia)
ini menimbulkan dua efek: penimbttnan PRPP, suatu atau menttrunnya ekskresi (insufisiensi ginj;rl kronis),
substrat kunci untuk jalur de novo, dan peningkatan atau kombinasi keduanya" Penurunan ekskresi ginjal
aktivitas enzim amido-PRT, yaitu hasil efek ganda juga dapat disebabkan oleh obat, misalnya dir"rretik
pengaktifan alosterik yang ditimbulkan oleh PRPP dan tiazid, mungkin melalui efek pada transpor asam tlrat
penurunan inhibisi umpan-balik karena berkurangnya di tubulus ginjal.
nukleotida purin. Kedr-ranya rnenimbulkan efek mem- Apa pun penyebabnya, peningkatan kadar asam
perkuat biosintesis purin melalui jalttr de novo urat dalam darah dan cairan tubuh lain (misal,
sehingga akhimya terjadi penumpukan produk akhir, sinovirim) menyebabkan pengendapan kristal mono-
Hiperurisemia
I
Pengendapan kristal
urat dalam sendi
Pengaktifan
komplemen
J **** Fli'ti"l!-!f; ii
,l
IL - l,
J*l'tit-ii![
ii .ii il.. u
%-#1
//
Fagositosis kristal
6ten neutrofil
Pembebasan Tulang rawan
kristal
..--_ I
Sinovium -
,P'*su
4g"PYtr
Lisrs neutrofil
{ i}'l
F+:i:Eliiliarar r
r.1e t .iilt.rn
tl'l il';*gf:n:
i+rre:i i ili"i)i$i-]8,r1
Cedera jaringan
dan peradangan
Gambar2l-17
ak"hirnya, gagal ginjal kronis. Penyakit akut Papul eritematosa akibat gigitan kutu
I minoou Eritema kronikum migrans
Limfadenitis
I
+
ARTRITIS INFEKSIOSA STADIUM 2
Penyebaran SSP
Artritis Supuratif Akut I rinoo,
Men ingoensefalitis
Neuritis kranialis
Hampir semua mikroba penyebab infeksi dapat
I rrinsis;
Jantung
bulan
I Blok jantung
menyebabkan artritis. Bentuk tersering artritis infeksi I
Perikarditis
adalah artritis yang disebabkan oleh bakteri. Infeksi I Miokarditis
sendi dapat teryadi selama episode bakteremia, melalui STADIUM 3
Bentuk kronis lanjut Artritis kronik destruktif
implantasi traumatik, atau dari penyebaran langsung Akrodermatitis atrofi kans
infeksi ke tulang atau jaringan lunak di dekat sendi Neuropati
yang bersangkutan. Artritis bakteri dapat terjadi pada
Gambar 21-19
orang yang sebelumnya sehat. Namun, imuno-
defisiensi, trauma sendi, atau penyalahgunaan obat Tiga stadium dan gambaran klinis penyakit Lyme.
terlarang intravena juga menyebabkan peningkatan
kerentanan. Patogen yang Llmum adalah gonokokus,
stafilokokus, streptokokus, Hnemophilus influenzoe,
dan batang gram-negatif. Orang dengan defisiensi pro-
tein komplemen tertentu (C5, C6, C7) sangat rentan
terhadap penyebaran gonokokus dan, tentu saja, artri- migrans, mungkin disertai demam dan iimfadenopati,
tis gonokokr-rs (Bab 78). Snlmonel/a merupakan tetapi biasanya lenyap dalam beberapa minggu. Pada
penyebab yang sangat penting pada artritis bakteri akut stndittm 2, stadittm diseminnts dini, spirokaeta me-
pada pasien dengan penyakit sel sabit. nyebar secara hematogen dan menimbulkan lesi kulit
Reaksi yanglazin terhadap infeksi adalah artritis anular sekllnder, iimfadenopati, nyeri otot dan sendi
supuratif akut yang bermanifestasi sebagai nyeri lokal, yang berpindah-pindah, aritmia jantung, dan meni-
demam, dan reaksi peradangan neutrofilik hebat di ngitis, sering disertai keterlibatan saraf kranialis. Jika
dalam sendi dan jaringan sekitar sendi. Aspirasi rongga penyakit tidak diobati, terbentuk antibodi yang ber-
sendi pada kasus ini biasanya menghasilkan pus, dan manfaat untuk serodiagnosis infeksi Borrelin. Namun,
organisme penyebab mungkin terlihat pada apusan sebagian spirokaeta lolos dari respons sel T dan anti-
eksudat yang diwarnai gram. Untuk menghindari bodi pejamu dengan menyembunyikan diri di susunan
kerusakan sendi yang permanen, diagnosis dan terapi saraf pusat atau dalam sel endotel. Pada stadium 3,
harus cepat. stsdium diseminntn lanjut, yang terjadi 2 sampai 3
tahun setelah gigitan awal, organisme Borrt:,lis ini me-
nimbulkan artritis kronis, kadang-kadang menyebab-
Penyakit Lyme kan kerusakan parah di sendi besar, dan ensefalitis
Penyakit L1.rne-yang diberi nama berdasarkan kota yang bervariasi, dari ringan hingga menimbulkan
di Connecticut tempat penyakit ini pertama kali debilitas. Kelainan sendi merupakan manifestasi
dilaporkan pada pertengahan tahun 7970-an- tersering infeksi diseminata dan akhirnya terjadi pada
disebabkan oleh spirokaeta Borrelia burgdorferi. 80% pasien. Artritis Lyme biasanya mengenai sendi
Penyakit ini ditularkan dari hewan pengerat kepada besar seperti lutut, bahu, dan siku, tetapi semua sendi
manusia melalui kutu rusa yang kecil (Ixodes dommini, dapat terkena. Diagnosis terutama didasarkan pada
Ixodes ricinus, dan yang lainnya); dengan 15.000 kasr-rs deteksi respons antibodi. Uji reaksi berantai polimerase
dil4porkan setiap tahunnya, penyakit ini merupakan juga telah tersedia.
penyakit yang dilularkan oleh artropoda yang tersering
di Amerika Serikat dan juga serirr-g ditemukan- di Eropa
danJepang.
Seperti pada penyakit spirokaeta utama lainnya,
yaitu sifilis, penyakit klinis yang disebabkan oleh
spirokaeta Lyme mengenai banyak sistem organ dan MORFOLOGI
biasanya dibagi menjadi tiga stadium. Pada stadium I
(Gbr.2I-79), spirokaeta Borrelia berkembang biak di Lesi kulit akibat 8. burgdorferi ditandai dengan edema
dan infiltrat sel plasma-limfositik. Pada artritis Lyme dini,
tempat gigitan kutu dan menyebabkan kemerahan yang
sinovium mirip dengan yang ditemukan pada awal
meluas, sering dengan bagian tengah meninggi atau
artritis reumatoid, dengan hipertrofi vilus, hiperplasia
pucat. Lesi kulit ini, yang disebut eritems kronikum
BAB 21 SISTEM MUSKULOSKELETAL T 869
sel yang melapisi sinovium, dan peningkatan jumlah lanjut, mungkin terjadi erosi luas di tulang rawan sendi
limfosit dan sel plasma di subsinovium. Gambaran besar. Pada meningitis Lyme, cairan serebrospinalis
khasPada artritis Lyme adalah arteritis, dengan lesi tampak hiperselular, memperlihatkan pleositosis
mirip kulit bawang yang serupa dengan yang terdapat limfoplasmasitik yang mencolok, dan mengandung
pada hipertensi (Bab 10). Pada penyakit Lyme tahap imunoglobulin spirokaeta.
t
I
t Penyakit Otot Rangka
Otot rangka dibentuk oleh protein kontraktil serta penyakit dengan atrofi serat ototnya predominan, dan
membran dan organel pendukungnya. Perkembangan kadang-kadang menjadi satu-satunya kelainan. Dua
dan aktivitas normal otot bergantung pada dan ber- penyebab tersering atrofi otot rangka simpel adaiah
kaitan erat dengan sistem saraf pusat dan tepi, yang atrofi neurogenik dan atrofi serat otot tipe II.
bersama-sama membentvk unit motorik. Satu unit
motorik terdiri atas sebuah neuron motorik di batang
otak atau medula spinalis; akson perifer yang berasal
Atrofi Neurogenik
dari neuron motorik; taut neuromuskulus; dan, akhir- Seperti disebr-rtkan dalam pembahasan awal,
nya, serat otot rangka. Terdapat dua subpopulasi utama perkembangan dan fungsi otot rangka bergantung
otot rangka yaibu serat tipe I, atau "kedut iamb at" (slow- pada adanya hubungan yang intak dengan neuron
twitch) dan tipe II, atau "kedut cepat" (fnst-twitch). motorik bawah di susunan saraf pusat. Jika tidak
Apakah suatu serat akan bertipe I atau lI ditentukan mendapat persarafannya yang normal, serat otot
oleh neuron motorik spinal yang mempersarafi serat rangka dapat mengalami atrofi progresif. Penyakit
tersebut. Serat ini dapat dibedakan dengan pewamaan yang mengenai neuron motorik spinalis atau akson dari
khusus untuk enzim spesifik. Penyakit pada otot rangka neuron motorik tersebut menyebabkan perubahan
dapat mengenai semua bagian unit motorik. Penyakit morfologik serupa di otot rangka pada anak dan orang
tersebut mencakup gangguan primer pada neuron dewasa. Pada bayi yang mengidap atrofi otot spinal
motorik atau aksonnya, kelainan tattt neuromttskulus, infantilis tipe I (penyakit Werdnig-Hoffmann), yaitu
dan sejumlah kelainan primer di otot rangka ifu sendiri suatu penyakit resesif autosomal berat yang ditandai
(miopati). Untuk tujuan pembahasan ini, kita akan dengan hilangnya nellron motorik spinai, perubahan
membagi penyakit otot rangka menjadi (1) penyakit morfologik di otot rangka berbeda dari yang ditemtikan
yang te.rutama menyebabkan atrofi serat otot, termasuk pada penyakit netrropatik lain.
atrofi nburogenik dan atrofi serat otot tipe II; (2) penyakit
di taut neuromuskulus (diwakili oleh miastenia gravis);
dan (3) miopati primer tertentu, yaitu kelompok pe-
nvakit yang sangat heterogen dan mencakup miopati
peradangan dan distrofi otot.
MORFOLAGI
Di bawah mikroskop, serat otot yang mengalami de-
I\TROFI OTOT nervasi iampak angular dan atrofik. Baik serat kedut-
cepat maupun kedut-lambat terkena. Pada banyak
Meskipun semlra penyakit otot rangka dapat me- kasus, serat atrofik tampak dalam kelompok kecil, suatu
nyebabkan atrofi serat, di sini kita akan membahas pola yang disebut sebagai atrofi kelompok kecil (Gbr.
870 r BAB 21 SISTEM MUSKULOSKELETAL
Gambar 21-20
Fotomikrograf otot rangka yang memperlihatkan atrofi neurogenik. Gambaran Klinis. Manifestasi klinis paling
Sel yang mengalami denervasi tampak angular dan atrofik, serla konsisten pada atrofi denervasi adalah kelemahan otot.
memperlihatkan peningkatan aktivitas esterase, yang pada sediaan Hal ini bervariasi dari kelemahan lokal ringan hingga
ini bermanifestasi sebagai produk reaksi merah-oranye (pewarna- kelemahan generalisata berat disertai ganggllan
an esterase). Juga tampak kelompok serat atrofik angular yang pernapasan. Atlofi otot spinal infantilis merupakan
disebut atrofi kelompok kecil (small group atrophy). penyebab penting hipotonia generalisata pada
neonattrs dan kadang-kadang disebr-rt floppy infant
syttdrome.
MIASTENIA GRAVIS
Minstenin grnuis ndnlsh suntu Ttenyokit nutoimttn
Gambar2l-21
didnpat dengnn trnnsmisi snrnf-otot tlnng ditnndni
Fotomikrograf otot rangka dari seorang bayi 1 bulan dengan atrofi dengan kelemnhan ofof. Penyakit dapat timbul pada
otot spinal infantills yang parah. Atrofi denervasi pada penyakit ini semua usia dan sedikit lebih banyak menyerang
ditandai dengan adanya kelompok-kelompok besar serat bulat yang perempllan daripada laki-laki. NamLrn, pada usia
sangat atrofik, kadang-kadang disertai serat hipertrofik. dewasa, laki-laki lebih sering terkena. Bukti bahwa
BAB 21 SISTEM MUSKULOSKELETAL ) 871
miastenia gravis adalah suatu penyakit imunologis kan penurunan progresif amplitudo potensial aksi otot
cukup banyak. Antibodi terhadap reseptor asetilkolin dan merupakan uji diagnostik yang penting. Derajat
(AChR) pada serat otot rangka dapat ditemukan pada kelemahan otot sangat berbeda-beda di antara pasien,
hampir 90% pasien dan tampaknya berperan langsung dan tidak selalu berkaitan dengan titer antibodi anti-
dalam patogenesis penyakit ini. Antibodi menyebabkan AChR.
peningkatan internalisasi dan menekan AChR atau
secara langsung menghambat terikatnya molekul asetil-
kolin"ke reseptomya. Dengan penggunaan pewarna
Sindrorn Miastenik
yang sesuai, dapat dibuktikan adanya imunoglobulin Lambert-Eaton
dan berbagai komponen komplemen di taut nellro- Salah satu gangguan lain pada taut neuromuskulus
muskulus. Pengamatan lain yang menunjang dasar
yang layak disinggung adalah sindrom minstenilc Lsm'
imunologik dari miastenia gravis adalah keterkaitan bert-Eaton. Penyakit ini biasanya timbul berkaitan
penyakit ini dengan penyakit autoimun lain, seperti
dengan suatu neoplasma, terutama karsinoma sel kecil
lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid, dan paru. Onset mungkin jauh mendahului diagnosis neo-
sindrom Sjogren. Kelainan timus juga sering ditemu- plasia. Sindrom Lambert-Eaton dibedakan dengan
kan pada miastenia gravis. Sekitar dua pertiga pasien
miastenia klasik dengan pemeriksaan elektrofisiologik;
mengalami hipoplasia timus, dan timoma terjadi pada
pada sindrom Lambert-Eaton terjadi peningkatan
15% hingga 20% pasien. Peran relatif yang dimainkan
progresif amplitudo potensial aksi otot pada stimulasi
oleh kelainan timus dan kelainan humoral dalam otot berulang-ulang. Penyakit ini berkaitan dengan
patogenesis miastenia gravis masih belum sepenuhnya
adanya antibodi terhadap sisi prasinaps taut neuro-
dipahami. muskulus.
MIOPATI PERADANGAN
MORFOLOGI Peradangan otot rangka dapat terjadi pada sejumlah
keadaan, termasuk infeksi, penyakit atttoimun, dan
Miastenia gravis tidak banyak menyebabkan perubahan
morfologik pada otot rangka walaupun terdapat ke- beberapa distrofi otot. Berbagai miopati peradangan
lemahan otot yang parah. Otot mungkin tampak normal idiop atik merupakan penyebab tersering peradan gan.
pada sediaan histologis rutin, meskipun dapat terjadi Penyakit ini, yang mencakup polimiositis dan dermn-
atrofi serat otot tipe ll ringan akibat kelemahan genera- tomiositis, umumnya dianggap sebagai penyakit
lisata dan tidak digunakannya otot. Juga dapat ditemu- autoimun otot rangka dan dibahas dengan penyakit
kan kelompok limfosit, yang kadang-kadang disebut imunologik lain pada Bab 5. Penyakit ini dapat timbul
limforagia, tersebar di jaringan ikat. Pemeriksaan tersendiri atau berkaitan dengan penyakit autoimun
dengan mikroskop elektron memperlihatkan pe- lain, seperti lupus eritematosus sistemik. Miositis
nyederhanaan taut neuromuskulus. budan inkbtsi, jvga dibahas pada Bab 5, adalah suattt
miopati progresif kronis yang disertai oleh infiltrat
peradangan dan vakuol sarkoplasma berisi akumulasi
filamentosa di tingkat ultrastruktur. Meskipun tampak
Gambaran Klinis. Seperti yang diisyaratkan oleh meradang, penyakit tidak berespons terhadap pem-
nama miastenia, gambaran klinis utama miastenia berian antiinflamasi biasa yang digunakan untuk
gravis adalah kelemahan otot. Penyakit ini biasanya mengobati polimiositis dan dermatomiositis, yang
muncul perlahan meskipun dapat juga mendadak. mengisyaratkan bahwa peradangan pada penyakit ini
Kelemahan otot biasanya mulai mencolok setelah mungkin bersifat sekunder, bukan primer.
kontraksi atau stimulasi berulang sehingga lebih parah Penyebab penting lain peradangan otot rangka ada-
setelah pagi daripada pagi hari. Tempat kelainan awal lah infeksi, terutama penyakit parasit, seperti tokso-
tersering adalah otot kelopak msts dan otot yang plasmosis, sistiserkosis, dan trikinosis. Dari infeksi ini,
mengendaliknn geraknn bola mata, yang bermanifestasi yang paling dikenal adalah trikinosis, suatu penyakit
sebagai menurunnya kelopak mata (ptosis) dan peng- yang disebabkan oleh ingesti daging setengah matang
lihatan ganda. Keterlibatan otot wajah lain dan leher yang mengandung kista Trichinella spiralis. Daging
sering menyebabkan pasien sulit mengunyah makanan penyebab umumnya adalah daging babi, meskipun
dan menahan kepala tegak. Pasien berbicara dengan hewan lain juga dapat mengandung parasit ini. Jika
suara hidung, terutama pada percakapan yang daging yang terinfeksi tertelan oleh manusia, dinding
panjang. Perjalanan penyakit miastenia gravis adalah kista akan tercerna dan larva Trichinella melekat ke
progresif lambat, dengan keterlibatan kelompok otot dinding duodenum atau jejunum. Larva menjadi
lain. Keterlib atan otot pernapasan dapat menyebabkan matang dan menghasilkan larva iain, yang kemudian
kegagalan pernapasan pada kasus yang tidak diobati. bermigrasi dari usus ke sirkulasi sistemik. Setelah
Stimulasi listrik berulang pada otot rangka menyebab- berada dalam aliran darah, parasit dapat menyebar ke
872 I BAB 21 SISTEM MUSKULOSKELETAL
Gambar2l-23
A. Fotomikrograf yang memperlihatkan distrlbusi distrofin yang merata di membran otot rangka dari seorang pasien pengidap miopati yang
tidak berkaitan dengan kelainan distrofin. 8, Sebaliknya, pada pasien dengan distrofi otot tipe Becker, pewarnaan distrofin lemah dan
tersebar tidak teratur. Pada pasien dengan distrofi otot Duchenne, pewarnaan sama sekali negatif.
BAB 21 SISTEM MUSKULOSI<ELETAL T 873
X (Xp21) dengan panjang sekitar 2400 kilobasa (sekitar Gambaran Klinis. Seperti dapat diperkirakan dari
1% dari kromosom X total) sehingga gen ini merupakan suafu penyakit terkait-X, sebagianbesar pasien dengan
salahsatu gen terbesar dalam genom manusia. Ukuran DMD atau BMD adalah laki-laki. Perempttan jarang
besar inilah yang mungkin menyebabkan gen rentan terkena. Gambaran utama pada kedua penyakit ini
terhadap delesi dan berbagai jenis mutasi lainnya. adaiah kelemahan otot, yang pada awalnya paling
Distrofin adalah suatu protein besar yang diekspresi- mencolok di otot proksimal. Manifestasi awal adalah
kan di berbagai jaringan, termasuk semua tipe otot, otak, gerakan canggung generalisata, diikuti oleh kelemahan
dan Saraf perifer. Pada otot rangka dan jantung, dis- di gelang panggul dan bahu. Pada fase awal penyakit
trofin melekatkan sebagian sarkomer (pita I dan M) ke mtrngkin terjadi pembesaran otot, terutama otot betis.
membran sel, sehingga berperan penting dalam Halini kemudian diikuti oleh atrofi otot.
integritas struktural dan fungsional miosit. Tidak Pada DMD, gejala dan tanda dimr,rlai pada usia
adanya atau kelainan molekul distrofin berkaitan sekitar 5 tahun dan terus berkembang selama beberapa
dengan gangguan aktir.itas kontraktil dan berbagai tahun sehingga sebagian besar pasien akan meng-
kelainan lain di otot rangka dan jantung. gunakan kr-rrsi roda pada saat usia remaja. Sebagian
Distrofi otot Becker (BMD) adalah bentuk lain besarpasien meninggal pada usia 20-an, biasanya akibat
distrofi otot terkait-X yang berkaitan dengan mutasi di gagal napas progresif atalt pneumonia. Perjalanan
gen distrofin. Berbeda dengan DMD, terdapat distrofin, penyakit juga dapat dipersuiit oleh kelainan jantung,
tetapi dalam bentuk abnormal. Oleh karena itu, termasuk gagal jantung kongestif dan aritmia jantlrng.
kelainan otot dan gambaran klinis yang terjadi Manifestasi BMD bervariasi, tetapi secara Llmllm
cenderung lebih ringan daripada yang ditemukan timbul lebih belakangan dan lebil-r lambat daripada
pada DMD. DMD. Beberapa pasien memperlihatkan kelainan
jantung sebelum kelemahan otol rangka mttncul. Pasien
dengan bentuk ringan penyakit mungkin masih dapat
bergerak aktif hingga usia dewasa.
I
I
I Tumor Jaringan Lunak
Berdasarkan peqanjian, isttlah jnringan lunsk diguna- tumor dan penyakit mirip-tumor pada jaringan lunak
kan untuk menjelaskan semua jaringan nonepitel disajikan pada Tabel 21-4.Hanyabentuk yang sering
selain tulang, tulang rawan, otak dan selaputnya, sel ditemukan yang akan dijelaskan di sini.
hematopoietik, serta jaringan limfoid. Tumor jaringan
lunak umumnya diklasifikasikan berdasarkan jenis
jaringan yang membentuknya, termasuk lemak,
jaringan fibrosa, otot, dan jaringan neurovaskular.
Namun, sebagian lumor jaringan lunak tidak diketahui
asalnya.
Tumor jaringan lunak dapat terjadi pada semua
. Tabel2l-4. TUMOR JARINGAN LUNAK
besar kasus, tetapi mungkin sangat sulit pada yang Tumor Otot Polos
lain. T ip e histologis tumor, deraj at dif erensiasin y a, y ang Leiomioma
tercermin dalam derajat histologis, serta ukuran dan Leiomiosakoma
luas anatomik, yang dinyatakan daiam staclium, Tumor otot polos dengan potensi keganasan tidak jelas
memiliki dampak besar pada prognosis tumor ganas Tumor Vaskular
jaringan lunak. Beberapa sarkoma, seperti rabdo- Henrangioma
miosarkoma anak, cepat berespons terhadap terapi Limfangioma
multimodalitas, sementara yang lain, seperti sarkoma Hemangioendotelioma
sinovium, tampaknya tidak berespons, bahkan ter- Hemangioperisitoma
Angiosarkoma
hadap terapi agresif. Dalam tahun terakhir, semakin
jelas bahwa sebagian sarkoma jaringan lunak memper- Tumor Saraf Perifer
lihatkan kelainan kromosom yang konsisten yang Neurofibroma
dapat dideteksi dengan teknik sitogenetik atau Schwannoma
molekular standar. Beberapa tumor, seperti sarkoma Tumor ganas selubung saraf perifer
Ewing dan rabdomiosarkoma alveolus, pada dasamya Tumor yang Histogenesisnya Tidak Jelas
ditentukan oleh translokasinya. Oleh karena itu, Tumorsel granular
kelainan molekular ini menimbulkan dampak pada Sarkomasinovium
prognosis. Selain itu, pada sebagian kasus kelainan Sarkoma bagian lunak alveolus
molekuiar ini juga menentukan prognosis. Klasifikasi Sarkoma epitelioid
BAB 2'I SISTEM MUSKULOSKELETAL I 875
Liposarkoma
Liposarkoma adalah neoplasma ganas adiposit. Evolusi dan prognosis liposarkoma sangat di-
Tumor ini biasanya timbul pada orang dewasa, dengan pengaruhi oleh subtipe histologis tumor. Varian
insidensi puncak pada dekade kelima dan keenam, miksoma dan yang berdiferensiasi baik cenderung
serta merupakan salah satu keganasan jaringan lunak bumbuh relatif lambat dan memiliki prognosis lebih baik
yang paling sering pada kelompok usia ini. Berbeda daripada varian pleomorfik dan sel bulat yang lebih
dengan lipoma, sebagian besar liposarkoma timbul di agresif. Kekambuhan lokal dan metastasis hematogen,
jaringan lunak dalam atau visera. Ekstremitas bawah terutama ke paru, merupakan gambaran tumor yang
dan abdomen sering menjadi tempat timbulnya tumor agresif.
876 T BAB 21 SISTEM MUSKULOSKELETAL
TUMOR DAN LESI MIRIP TUMOR strperfisial dan fibromatosis profunda. Fibromntosis
strperfisial, yang mencaknp entitas, seperti fibromato-
.PADA JARINGAN
FIBROSA
sis palmar (kontraktur Dupuytren) dan fibromatosis
Proliferasi jaringan fibrosa merupakan kelompok penis (penyakit Peyronie), timbr-rl di fasia sr:perfisial.
lesi yang heterogen dan membingungkan. Sebagian, Lesi superfisial biasanya lebih tidak berbahaya di-
seperti fasiitis nodularis, bukanlah tumor sejati, tetapi bandingkan dengan lesi letak-dalam dan Llrntlmnya
suatr-r proliferasi reaktif swasirna, sementara yang lain, menimbulkan perhatian klinis karena kecenderungan-
misalnva fibromatosis, ditandai dengan pertumbuhan nya menyebabkan deformitas pada struktur yang
lokal persisten yang mungkin sulit dieksisi secara terkena. Fibromstosis proftmdn mencakup apa yang
bedah. Sementara yang lain lagi adalah fibrosarkoma disebr-rt tumor desmoid yang tin-Lbul di abdomen dan
maligna yang tidak saja cenderung kambuh secara ototbadan serta ekstremitas. Lesi ini mtrngkin timbul
lokaf tetapi juga dapatbermetastasis. Unbr"rk membeda- tersendiri, atau sebagai komponen dari sindrom
kan secara histologis berbagai bentuk ini, diperlukan Gnrdner, suatu penyakit domirran autosomal yang
keterampilan dan pengaiaman yang rnemadai. ditandai dengan polip adenomatosa ko1on, osteoma
tulang, dan fibromatosis. Dibandingkan dengan lesi
superfisial, fibromatosis dalam ditandai dengan ke-
Fasiitis Nodularis cenderungannya untuk kambuh dan tumbuh agresif
secara loka1.
Fasiitis nodnlaris adalah suatu proliferasi fibroblas
reaktif swasirna yang dapat disalah-sangka sebagai
sarkoma. Lesi paling sering timbul pada dewasa muda
dan bermanifestasi sebagai massa yang cepat mem-
besar, kadang-kadang nyeri, dan berlangsung beberapa
minggu. Varian lain pernah dilaporkan pada anak. MORFOLOGI
Fasiitis nodularis dapat timbul pada bagian tubuh Gambaran fibromatosis cukup bervariasi, bergantung
mana saja, tetapi utnumnya di ekstremitas atas -dan pada tempat. Sebagian lesi bermanifestasi sebagai no-
badan. Pada 10% hingga 157o kasus, terdapat riwayat dus yang berbatas tegas. Yang lain tampak sebagai
trauma lokal di tempat lesi. Eksisi biasa bersifat kuratif massa infiltratif tanpa batas yang jelas. Secara mikro-
bagi kebanyakan kasus. skopis, fibromatosis terdiri atas fibroblas proliferatif yang
kadang-kadang gemuk dan cukup seragam. Sebagian
lesi mungkin cukup selular, terutama pada awal per-
kembangannya, sementara yang lain, terutama fibro-
matosis superfisial, mengandung banyak kolagen padat.
MORFOLOGI
Secara makroskopis, fasiitis nodularis tampak sebagai
lesi tidak berkapsul di jaringan subkutis, otot, atau fasia
dalam, biasanya bergaris tengah kurang dari 3 cm. Fibrosarkoma
Banyak lesi, terutama yang timbul di lokasi superfisial,
berbatas tegas. Secara mikroskopis, fasiitis nodularis Fibrosarkoma adaiah neoplasma ganas yang terdiri
terdiri atas sel fibroblastik gemuk yang tampak imatur atas fibroblas. Sebagianbesar kasus terjadi pada orang
dengan nukleus terbuka dan nukleolus mencolok (Gbr. dewasa dengan tempat asal favorit adalah jaringan
21-24). Fibroblas sering tersusun dalam fasikulus kecil dalam di paha, lutut, dan daerah retroperitonettm.
pada matriks miksoid yang longgar. Biasanya terlihat
Fibrosarkoma tidak memiliki gambaran klinis khusrrs
gambaran mitotik yang mungkin banyak, suatu gambar-
yang membedakannya dari tumor jaringan lunak lain.
an yang dapat menyebabkan salah interpretasi bahwa
lesi adalah suatu sarkoma. Tidak ditemukan gambaran Biasanya tumor ini cenderung tumbuh lambat, dan
mitotik yang abnormal. umumnya telah ada selama beberapa tahun sebelum
terdiagnosis. Seperti jenis lain sarkoma, fibrosarkoma
sering kambuh secara lokal setelah eksisi dan dapatber-
moleclrciq hirc.rnrr: mel:lrri rrtn hetn.rlnonn '"'kp tr.rrt!
I -""
Fibromatosis
Fibromatosis adalah sekelompok proliferasi fibro-
blas yang dibedakan berdasarkan kecenderungannya
untuk tumbuh secara infiltratif dan, pada banyak MORFOLOGI
kasus, kambuh setelah eksisi bedah. Meskipun sebagi-
Fibrosarkoma adalah lesi soliter yang mungkin jelas
an lesi bersifat agresif lokal, tidak seperti fibrosarkoma,
infiltratif atau sebaliknya sirkumskripta. Secara histo-
lesi ini tidak bermetastasis. Fibromatosis dibagi menjadi logis, fibrosarkoma terdiri atas fasikulus fibroblas yang
dua kelompok klinikopatologis utama: fibromatosis
BAB 21 SISTEM MUSKULOSKELETAL I 877
ru;:
*E:
&
ffiK
Tk:#&.;.idu
Rabdomiosarkoma. A. Rabdomioblas adalah sel yang berbentuk bulat atau lonjong, dengan sebagian memiliki sitoplasma memanjang. B.
Pewarnaan imunohistokimia memperlihatkan desmin (produk reaksi cokelat), yang menegaskan adanya rabdomioblas. (Sumbangan
JorgeAlbores-Saavedra, MD, Department of Pathology, University of Texas Southwestern Medical School, Dallas.)
,,-&js'
11$S1{i
"\"*.
*. 'i.: li
NEOPLASM,A LAIN
'i*i'ri [!.1
" rat.'l Seperti disinggung di awal bagian ini, tumor
it 'ln:; jaringan lunak juga mencakup neoplasma vaskular dan
,1loi$
ltt ti
tumor selubung saraf perifer, yang masing-masing
I S tl
r-1.*-". dibahas pada Bab 10 dan 23. Kelompok lainneoplasma
-*:; 1 jaringan lunak meliputi sejumlah kecil sarkoma yang
,&),v*
; "ji$ histogenesisnya belum jelas. Tumor ini mencakup sar-
_
koma bagian lunak, sarkoma sinovium, dan sarkoma
".'x, -{ltt
::r
epitelioid. Hanya sarkoma sinovium yang cukup sering
,"1 d*
-7,i""*"j ditemukan sehingga layak untuk dijelaskan secara
:1f Fr9";"*kt
singkat di sini
Gambar2l-27
Sarkoma Sinovium
Fotomikrograf sarkoma sinovium memperlthatkan pola bifasik klasik
yang terdiri atas sel epitel yang membentuk kelenjardiselingioleh
Tumor ini membentuk 10% dari semua sarkoma
sel gelondong.
jaringan lunak. Sarkoma sinovium, yang dahulu
diduga berasal dari sinovium, tidak berasal dari sel
sinovium; namlln, tumor ini berasal dari sel mesenkim
di sekitar rongga sendi, dan kadang-kadang di tempat
yang sama sekali jauh dari sendi. Pada sebagian besar
kasus sarkoma sinovium, ditemukan translokasi
pembuktian adanya diferensiasi otot rangka, baik dalam kromosom t(X;18)(p11.2;q71.2) yang khas dan tampak-
bentuk sarkomer di bawah mikroskop elektron atau an- nya unik. Translokasi ini dilaporkan berkaitan dengan
tigen terkait-otot, seperti desmin dan aktin spesifik-otot kelainan pada beberapa gen terkait-sarkoma sinovium
dalam preparat imunohistokimia (Gbr. 21-26). Pada pola yang baru-baru ini ditemukan, yarrg tampaknya
alveolar, rabdomioblas neoplastik ditunjang oleh sep-
memengaruhi, pada akhimya, morfologi dan perilaku
tum fibrosa untuk membentuk rongga yang mirip dengan
Lnmor.
rongga alveolus di paru. Varian pleomorfik, seperti yang
diisyaratkan oleh namanya, berisi sel ganas yang sangat
pleomorfik, termasuk sel raksasa neoplastik yang aneh.
Seperti telah disinggung, kasus seperti ini mungkin sulit
dibedakan dengan varian pleomorfik MFH.
MORFOLOGI
Gambaran sarkoma sinovium dapat berkisar dari lesi
kecil yang seolah-olah berbatas tegas hingga massa
sarkomatosa infiltratif. Secara histologis, tumor ini
TUMOR OTOT POLOS ditandai dengan pola bifasik yang memiliki suatu
i komponen epitel pembentuk kelenjar, diselangi oleh
Tumor jinak otot polos, atau leiomioma, merupakan lembaran-lembaran sel mirip-fibroblas (Gbr. 21-27).
nonnl:cmr rrmrrm lro"h.lrc loarc .-{ah n-li'.-.^'i^^
ivleskipun jai-ang, sark':ma sinovii;nr mungkin mono-
ditemukandalam uterus, meskipun dapat juga tumbr-rh fasik dan seluruhnya terdiri atas elemen epitel yang
dari sel otot polos di bagian tubuh mana saja. Tumor mirip karsinoma atau sel gelondong sehingga sarkoma
ini dibahas secara lebih rinci dengan tumor uterus sinovium sulit dibedakan dengan sarkoma lain.
lainnya pada Bab 19. Tumor ganas otot polos, yang Pembuktian adanya antigen membran epitel dan kera-
disebut leiomiosnrkoma, paling sering timbul dalam tin secara imunohistokimia bermanfaat untuk menegak-
uterus dan saluran cerna, meskipun dapat juga di kan diagnosis. Translokasi kromosom t(X;18) merupa-
kan penanda diagnostik yang lebih pasti.
semua bagian tubuh lainnya. Sebagian besar tumbuh
880 I BAB 21 SISTEM MUSKULOSKELETAL
l.
Gangguan yangmengenai kulit sangat sering ditemu- berbahaya hingga meianoma maligna yang meng-
kan dan berkisar dari kutil virus yang relatif tidak ancam nyawa. Diperkirakan setiap tahun sekitar 30%
orang di Amerika Serikat mengalami masalah kulit.
Sebanyak 10% kunjungan pasien rawat jalan berkaitan
dengan gangguan kulit, dan lebih dari separuhnya
Penulis berterima kasih kepada Dr. jolm Vallone atas bantuan
berkunjung ke para petugas kesehatan primer, seperti
penyuntingan dan nasihatnya yang berharga selama memper-
dokter keluarga, ahli penyakit dalam, dan dokter anak.
siapkan bab ini.
881
882 ! BAB 22 KULIT
Meskipun sebagian besar gangguan kulit bersifat skuamosa (keratinosit) yang tampak tidakmenarik dan
intrinsik untuk kulit, banyak kelainan kulit yang "lamban" temyata ikut serta dalam memelihara homeo-
merupakan manifestasi eksternal suatu penyakit stasis di kulit dengan mengeluarkan beragam sitokin.
sistemik, seperti luptis eritematosus sistemik dan Zat antara yang larut ini tidak hanya mengatur inter-
sindrom imunodefisiensi didapat (misal, sarkoma aksi di antara sel epidermis, tetapi juga berdifusi ke
Kaposi). Oleh karena itr-r, kulit adalah suatu jendela bawah dan memengaruhi lingkungan mikro di dermis.
penting untr.rk mengenali gangguan sistemik yang Oleh karena itu, kulit, meskipun strukturn./a sederhana,
kemungkinanbesar akan ditemukan oieh hampir settap adalah suah,r organ kompleks. Pada kulit terjadi proses
praktisi kedokteran. molekular dan selular yang mengatttr respons tubuh
Struktur kulit telah dikenal baik oleh setiap maha- terhadap lingkungan eksternal (Gbr.22-1). Fokus bab
siswa kedokteran. Namun, yang belum diapresiasi ini adalah penyakit yang ser:ing ditemukan dan secara
secara luas adalah bahwa kulit bukanlah sekadar suatu Lrmum terbatas di atau berasal dari kulit. Manifestasi
lapisan protektif yang bersifat pasif. Karena terus- kulit pada banyak penyakit sistemik dibahas di bagian
menerus berkontak dengan lingkungan, kulit dipenuJri lain dari buku ini, bersama dengan uraian mengenai
oleh beragam antigen mikroba dan nonmikroba. Anti- penyakit yan g bersangku tan.
gen ini diproses di epidermis oleh sel Langerhans yang Penyakit kulit sering membingungkan para maha-
berasal dari sumsnm tuiang. Sel Langerhans memiliki siswa kedokteran (dan nonspesialis) karena ahli
morfologi dendritik dan tidak terlihat di epidermis dermatologi dan dermatopatologi menggunakan
pada pemeriksaan dengan mikroskop biasa. Sel Langer- "kosaka ta" yang jarang digunakan untuk menjelaskan
hans memiliki semua sifat sel penyaji antigen, dan sel lesi pada jaringan lain. Oleh karena itr"r, kita memulai
ini berkomunikasi dengan sistem imun dengan ber- pembahasan dengan menyajikan suatu kumpriian
migrasi ke kelenjar getah bening regional. Bahkan, sel istilah yang sering digunakan.
l
ST
v#;
r r'"1i #- -.
')i.f ..,i.
,&-k'
"f.:'1,!':
il.,#'
Gambar22-1
Diagram skematik kulit normal. Lapisan epidermis (boks) membentuk pertumbuhan ke bawah adneksaltertentu, antara lain folikel rambut
(h), kelenjar keringat (g), dan lobulus sebasea (s) yang berhubungan dengan folikel rambut. Lapisan epidermis (e) berasaldari sel basal
(b)yang berproliferasi dan menghasilkan skuama keratinosa gepeng distratum korneum superfisial (sc). Sel lain di epidermis adalah
melanosit (m) dan sel Langerhans (lc). Dermis (d) di bawahnya mengandung pembuluh limf dan darah (v), sel mast (mc), sel dendritik
(dc), dan fibroblas (f).
BAB 22 KULIT T 883
.Semua
tipe, seiring dengan waktu, memperlihatkan gambaran kronis
Pada sebagian besar kasus, urtikaria terjadi akibat herediter terjadi akibat defisiensi herediter inhibitor C1
pelepasan (yang dipicu oleh antigen) mediator es terase yang menyebabkan pengaktifan tak-terkontrol
vasoaktif dari granula sel mast meialui sensitisasi oleh komponen awal sistem komplemen (Bab 2).
antibodi imunoglobulin E (IgE) spesifik (hipersensiti-
vitas tipe I; Bab 5). Degranulasi dependen-IgE ini dapat
timbul akibat terpajan sejumlah antigen (serbuk s-ri,
makanan, obat, racrm serangga). Urtikaria independen-
Dermatitis Ekzematosa Akut
IgE dapat disebabkan oleh bahan yang secara Ekzems (eksim) adalah suatu istilah klinis yang
langsung merangsang degranulasi sel mast, seperti mencakup sejumlah penyakit yang secara pa togenetis
opiat dan antibiotik tertentu. Ederna angioneurotik berbeda-beda. Semuanya ditandai dengan /esl merah,
Gambar22-2
Dermatitis ekzematosa. ,4. Perhatikan banyak lepuh dan kemerahan yang mencolok terbatas di tempat alergi kontak (di sini, deterjen yang
digunakan untuk mencuci baju lengan panjang). B. Lepuh terbentuk oleh penimbunan cairan di antara sel epidermis, yang menyebabkan
spongiosis dan akhirnya pemisahan sambungan sel sehingga terbentuk vesikel yang terisi serum di midepidermis"
BA.B 22 KULIT T 885
; ".;fi*, ":
--r*3
Gambar 22-3
Eritema multiforme. A. Lesi klinis berupa suatu zona sentral diskolorasi merah muda abu-abu yang berkorelasi dengan nekrosis epidermis
atau pembentukan lepuh dini, dikelilingioleh cincin merah muda sehingga terbentuk gambaran mirip target yang khas. B. Lesi awal
memperlihatkan pelekatan limfosit di sepanjang taut dermoepidermis, tempat sel basal epidermis telah mengalami vakuolisasi akibat
serangan sitotoksik.
886 T BAB 22 KULIT
Psoriasis
MORFOLOGI
Psoriasis adalah suatu dermatosis peradangan
Secara histologis, lesi awal memperlihatkan infiltrat kronis Lrmllm yang mengenai \"k hingga 2ok orang di
limfositik superfisial perivaskular disertai edema der- Amerika Serikat. Penyakit ini kadang-kadang disertai
mis dan marginasi limfosit di sepanjang taut dermo- artritis, miopati, enteropati, penyakit jantung spondi-
epidermis (Gbr. 22-38), tempat sel tersebut berkaitan litik, dan sindrom imunodefisiensi didapat.
erat dengan keratinosit yang mengalami degenerasi Secara klinis, psoriasis pahng sering mengenai kulit
dan nekrosis. Seiring dengan waktu, terjadi nekrosis
siku, lutut, kepala, daerah lumbosakral, celah inter-
epidermis yang diskret dan konfluens disertai pem-
glutea, dan glans penis. Lesi priling khns ndntnh plak
bentukan lepuh.
berbatas tegns, berwarna mernh muda hingga ke-
ktLningan, dnn ditutupi oleh skuama longgar tlong
biasanya berwnrna ptrtih kepet'akon (Gbr. 22-4).
Kelainan kuku terladi pada 30% kasus psoriasis dan
Lesi pada eritema multiforme disebabkan, mungkin berupa perubahan warna kuning-cokelat (sering
sekali, oleh sel T sitotoksik yang mungkin menyerang dianggap seperti suatu lapisan minyak), dengan
antigen reaksi-silang di atau dekat lapisan sel basal pembentukan lubang-lubang kecil (pitting), pemi sahan
kulit dan mukosa. lempeng kuku dari dasarnya (onikolisis), penebalan,
dan remuk. Pada varian jarang yang disebut psoriasis
pustulosa, terbentuk pustui-pustul kecil di atas plak
DERMATOSIS PERADANGAN eritematosa.
KRONIS
Kategori ini berfokus pada dermatosis peradangan
persisten yang memperlihatkan gambaran klinis dan MORFOLOGI
histologis khas selama beberapa bulan hingga tahun.
Tidak seperti pennukaan kulit normal, perrnukaan kulit Terjadi peningkatan pertukaran (turnover) sel epider-
pada beberapa dermatosis peradangan kronis menjadi mis sehingga epidermis sangat menebal (akantosis),
kasar akibat pembentukan dan pengelupasan (deskua- disertai pemanjangan teratur rete ridges ke arah bawah
masi) skuama yang berlebihan atau abnormal. Yang (Gbr.22-5). Stratum granulosum menipis atau lenyap,
termasuk dalam kategori ini, tetapi tidak diuraikan di dan tampak skuama parakeratotik tebal di atasnya.
Yang khas pada plak psoriasis adalah menipisnya
sini, adalah lesi kulit pada lupus eritematosus sistemik
lapisan sel epidermis yang terletak di atas ujung papila
(Bab 5).
BAB 22 KULIT 887
'
Patogenesis psoriasis belum sepenuhnya dike tahui.
Seperti diabetes dan hipertensi, penyakit ini tampaknya
disebabkan oleh banvak faktor, disertai peran
kerentanan genetik dan agen lingkr-rngan. Pemindaian
terhadap genom pada kasus psoriasis familiaiberhasil
mengungkapkanbeberapa lokus kerentanan tersendiri.
Apa pun faktor genetiknya, bukti terakhir meng-
isyaratkan bahwa penyakit terjadi akibat popuiasi sel
T yang tersensitisasi secara spesifik masuk ke kulit.
Karena yang biasanya terkena adalah tipe HLA
tertentu, ada kemungkinan bahwa lesi timbul karena
kombinasi faktor genetik dan imunologik. Sel T yurrg
menyebuk kulit mungkin menciptakan lingkungan
mikro yang abnormal dengan mengeluarkan berbagai
Gambar 22-5
sitokin dan faktor pertumbuhan yang memengaruhi
replikasi dan jalur penuaan keratinosit dan kemudian
Histologi psoriasis. Plak memperlihatkan hiperplasia epidermis yang
mencolok disedai ekstensi ke bawah rete ridges yang merata
menimbulkan lesi peradangan dan proliferatif yang
serta peningkatan skuama yang bersifat parakeratotikdan disebuk khas.
secara lokal oleh neutrofil. Pembuluh darah di dermis biasanya
melebar dan berkelok-kelok.
Liken Planus
" Pruritic, purple, polygonal pny:tLles" (papul
poligonal ungu yang gatal) merupakan tanda penyakit
kuiit dan selaput lendir ini. Liken planus bersifat
swasirna dan umumnya mereda dalam t hingga 2
dermis (lempeng suprapapila) dan pembuluh darah hiper-
yang melebar dan berkelok-kelok di dalam papila ini.
tahun setelah onset, sering meninggalkan
Pembuluh darah ini mudah berdarah jika skuama
pigmentasi pascainflamasi. Lesi di mulut mungkin
dikupas dan lempeng suprapapila tersebut dibuka, menetap bertahun-tahun.
menyebabkan terbentuknya titik-titik perdarahan (tanda Lesi di kulit berupa pnptiln dntnr ketmguan yang
Auspitz). Neutrofil membentuk agregat kecil di epider- gatnl yang mungkin menyattr membentulc snntu plnk
mis superfisial yang sedikit spongiotik (pustul (Gbr.22-6A). Papula ini sering ditandai dengan titik
spongiform) dan di stratum korneum parakeratotik atau garis putih, yang disebut strine Wickhnm, dan
(mikroabses Munro). dapat terjadi hiperpigmentasi akibat hilangnya mela-
Gambar 22-6
Liken planus. A. Papula datar multipel telah menyatu di ekstremitas pasien. Peningkatan pigmentasl terjadi akibat kerusakan terus-
menerus sel epidermis yang mengandung melanin, disertai akumulasi pigmen pada dermis di bawahnya. B. Secara histologis, terdapat
pita limfosit di sepanjang taut dermoepidermis tempal rete ridges mempedihatkan arsitektur "sara4oofh" (gigi gergaji) runcing. Tidak seperti
eritema multiforme, cedera sitotokslk bersifat kronis dan epidermis berespons dengan akantosis, hipergranulosis, dan hiperkeratosis.
888 I 3AB 22 KULIT
W{'*{.riffi{gwqwi:a
\W":V^EZW- *w
'qewe#'
&;'
.,*.:li
Gambar22-7
Diagram skematik tempat pembentukan lepuh. A. Subkorneal (seperti pada impetigo dan pemfigus foliaseus); B. Suprabasal (seperti pada
pemfigus vulgaris); dan C. Subepidermis (seperti pada pemfigoid bulosa dan dermatitis herpetiformis).
BAB 22 KULIT T 889
-..i.!16.
1\'..
:: :.
"ri:.r!:'
l .:? a. :..
'
.r.,.rtr:,-
Gambar22-8
Pemfigus vulgaris. A. Terbentuk plak erosif di ketiak akibat pecahnya lepuh kendur dengan atap tipis. 8. Akantolisis suprabasal yang
menyebabkan pembentukan lepuh intraepidermis yang mengandung keratinosit bulat yang terpisah dari sel disekitarnya (rnsel).
dalam bentuk epidemik di Amerika Selatan, dan Pemfigus disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas
terdapat beberapa kasus di negara lain. Bula terbatas tipe II (Bab 5). Serum pasien dengan pemfigus
di kulit, jara4g mengenai mukosa. Bula terletak mengandung antibodi IgG patogenik terhadap zat
sedemikian superfisial sehingga hanya eritema dan perekat antarsel (desmoglein) di kulit dan selaput
krusta, di tempat bekas lepuh yang telah pecah, yang lendir. Dengan imunofluoresensi langsung, iesi
terdeteksi. Pemfigtrs eritemntosus dianggap sebagai memperlihatkan pola pengendapan IgC antarsel mirip-
bentuk pemfigus foliaseus yang lokal dan lebih ringan jala yang khas yang terbatas di tempat yang sudah atau
dan secara selektif mengenai daerah malar wajah akan mengalami akantolisis (Gbr. 22-9).
dengan pola seperti lupus eritematosus.
MORFALOGI
Denominator histologis umum pada semua bentuk
pemfigus adalah akantolisis. Kata ini mengisyaratkan
disolusi, atau lisis, tempat perlekatan antarsel di
permukaan epitel skuamosa. Sel akantolitik, karena ter-
lepas dari tambatannya, menjadi bulat. Pada pemfigus
vulgaris dan pemfigus vegetans, akantolisis secara
selektif mengenai lapisan sel yang terletak tepat di atas
lapisan basal sehingga terbentuk lepuh akantolitik
suprabasal khas pemfigus vulgaris (Gbr. 22-88). Pada
pemfigus foliaseus, akantolisis secara selektif me- Gambar 22-9
ngenai epidermis superfisial setinggi stratum granu-
losum. Semua bentuk pemfigus memperlihatkan lmunofluoresensi langsung pada pemfigus vulgaris. Terjadi
infiltrasi limfosit, histiosit, dan eosinofil dalam jumlah pengendapan imunoglobulin dan komplemen (dituniukkan oleh
bervariasi di dermis superfisial. warna hijau) di sepanjang membran sel keratinosit, menghasilkan
gambaran "jala ikan" khas. Perhatikan pemisahan disuprabasal
yang berkaitan dengan endapan autoaniibodi.
890 T BAB 22 KULIT
Gambar 22-10
Pemfigoid bulosa. A. Lepuh tegang berisi cairan akibat vakuolisasi lapisan basal, menimbulkan lepuh subepidermis. B. Secara histologis,
lapisan sel basal mengalami vakuolisasi disertai infiltrat peradangan yang mengandung eosinofil, limfosit, dan kadang neutrofil.
Pemfigoid Bulosa 22-70A). Bula tidak mudah pecah seperti lepr-th pada
Pada pemfigoid bulosa, yang rlmumnya mengenai pemfigr"rs dan, jika tidak mengalami penyr-rlit infeksi,
usia lanjut, timbul beragam manifestasi klinis, disertai sembuh tanpa membenttrk jaringan parut.
lesi kulit lokal sampai generalisata serta keterlibatan Tempat predileksi mencakr,rp bagian dalairn pnha,
permukaan mukosa. permukaran fleksor lengan bawah, ketiak, iipat paha,
Secara klinis, lesi adnlnh buln tegnng, terisi cnirnn dan abdomen bawah. I(elainan oral terdapat pada
jernih, padn kulit ynng normnl stttu eritemntosn (Gbr. hampir sepertiga pasien.
li{
l$:9.*d
f'r:.1::.,1:-..ji:'i#
tr lt.i.:!;i
-.r.ri;!::: r: irir
:::*J. i*u.#ll
'FS$..'y
$ 3.
Gambar22-11
lmunopatologi pemfigoid bulosa.,4. Antibodi dan komplemen tampak dengan imunofluoresensi langsung sebagal pita linieryang membatasi
basement membrane zone (BMZ, membran basal)subepidermis. B. Autoantibodi bereaksl dengan suatu protein di regio paling bawah
sitoplasma sel basal, dekat hemidesmosom (HD) dan lamina lusida membran basal di bawahnya (LL). AF, anchoring fibril yang
menghubungkan membran basal ke dermis di bawahnya; LD, lamina densa membran basal.
BAB 22 KULIT T 891
Gambar22-12
Dermatitis herpetiformis. A. Lesi klinis berupa lepuh eritematosa yang sering berkelompok baik utuh maupun telah pecah (biasanya
tergaruk). 8. Lepuh berkaitan dengan cedera lapisan sel basal yang pada awalnya disebabkan oleh akumulasi neutrofil (mikroabses)di
ujung papila dermis. C. Proses awal, seperti tampak pada gambaran imunofluoresensi langsung ini, adalah pengendapan selektif
autoantibodi lgA pada ujung-ujung papila dermis.
Dermatitis Herpetiformis
MORFOLOGI
Dermatitis herpetiformis adalah penyakit yang
Pemfigoid bulosa ditandai dengan lepuh subepidermis jarang dan menarik yang ditandai dengan urtiksrin
nonakantolitik. Lesi awal memperlihatkan infiltrat dnn t,esikel berkelompolc. Laki-laki cenderung lebih
perivaskular limfosit dengan eosinofil dalam jumlah
sering terkena daripada perempuan, dan usia onset
bervariasi, kadang-kadang neutrofil, edema dermis
sering pada dekade ketiga dan keempat, Pada sebagian
superfisial, dan vakuolisasi lapisan sel basal. Lapisan
sel basal yang mengalami vakuolisasi akhirnya meng- kasus, penyakit ini berkaitan dengan penyakit seliak
hasilkan lepuh berisi cairan (Gbr. 22-108). Karena di ttsus dan berespons terhadap diet bebas gluten (Balr
atapnya terdiri atas seluruh epidermis, lepuh lebih sulit 15)
pecah dibandingkan dengan lepuh pada pemfigus. Plak urtikaria dan vesikel pada dermatitis herpeti-
formis terasa sangat gntnl. Lesi biasanya timbul bila-
teral dan simetris, terntama mengenai permukaan
ekstensor, sikr"r, lutut, punggung belakang, dan bokong.
Vesikel sering berkelompok, seperti yang ditemukarr
Imunopatologi pemfigoid bulosa memperlihatkan
pada infeksi virus herpes, sehingga timbul nama
pengendapan linier imunoglobulin dan komplemen di "herpe tiformis " (Gbr. 22-12A).
membran basal (Gbr. 22-11A). Pemeriksaan ultra-
s truktur memperlihatkan bahwa antibodi dalam darah
tuvron
Lesi Epitel Benigna dan
Pramaligna MORFOLOGI
Neoplasma epitel benigna sering ditemukan dan Secara histologis, neoplhsma ini bersifat eksofitik dan
. . berbatas tegas dari epidermis di sekitarnya. Tumor ini
secara biologis tidak pentinglTumor ini mung_
f ias.anya terdiri atas lembaran-lembaran sel kecil yang sangat
kin berasal dari sel bakal primitif yang berada di epidei_
mirip dengan sel basal di epidermis normal (eOr. ZZ-
mis dan folikei rambut, dan tumor ini cerrderung be._
138). Di dalam sel basalold ini terdapat pigmentasi
diferensiasi ke arah sel dan struktur di epidermis dan
melanin dengan derajat bervariasi yang merupakan
adneksa. Sebagian besar tumor tidak mengalami trans_ penyebab lesi secara klinis berwarna cokelat dan
formasi keganasan; hanya sebagian, misJlnya kerato_ mungkfn mirip melanoma. pembentukan keratin yang
sis aktinik, memiliki potensi keganasan. Dalam pem_ berlebihan (hiperkeratosis) terjadi di permukaan kera_
bahasan berikut, diuraikan sebagian lesi epidermis tosis seboroik, dan adanya kista kecil berisi keratin (horn
yang sering. Tumor yang berdiferensiasi ke arah folikel cysfs) serta pertumbuhan ke bawah keratin ke dalam
*Tful dan apendiks kulit lairLnya (tumor adneksa) massa tumor utama Qcseudo-horn cysts) merupakan
terlalu jarang untuk dibahas iebih lanjut di sini. gambaran khas.
_.*..-*.s4.r....- !q
Gambar 22-13
Gambar22-14
Keratoakantoma. A. Tumortampak memiliki profil benigna, membentuk nodul mirip-kawah simetrik dengan sumbat di bagian tengah yang
terdiri atas bahan keratotik. B. Pada pembesaran lebih kuat, tampak invasl dermis oleh sel tumor yang sedikit atipikal dan membesar. (4,
Dari Murphy GF, HezbergAJ: Atlas of Dermatopathology. Philadelphia, WB Saunders, 1996.)
894 r BAA 22 KULTT
MARFOLOGI
Gambaran histologis yang umum pada veruka adalah
hiperplasia epidermis yang sering bergelombang (un-
dulant) (disebut hiperplasia epidermis verukosa atau
papilomatosa: Gbr. 22-j58, panel afas) dan vakuolisasi
sitoplasma (koilositosis) yang cenderung mengenai
lapisan epidermis yang lebih superfisial, menimbulkan
halo kepucatan di sekitar nukleus yang terinfeksi (lihat
Gbr.22-158, panel bawah, dan Gbr. 19-3). Sel yang
terinfeksi juga mungkin memperlihatkan granula
keratohialin yang mencolok dan tampak memadat serla
agregat keratin eosinofilik intrasitoplasma bergerigi
akibat efek sitopatik virus.
nr4.,:.;t::.t:;2
;.;.ilt|rai:a:r; ja:
. rj::a:::t,t
ti r.: tlYa{@
? 't ' @i. :.ei
..,:.t.
A"r .'.t:.4 ;,,,'. i6ti..:::t.
Gambar22-16
Keratosisaktinik A Meskipunsebagianbesarlesi
membentukzonakemerahansamarataukeratinisasi
kasarmiripamperas,resi ini sudah
fr:#i:;;;ffil;il:illT;;:::,il1*::,::::::g:3:-"":yf F::l
diserlaioleh hiperkeratosisdan parakeratosis yans I Atipia ,apisan se, basa,(disp,asia)
mencorok. c. Lesitahap rebihi""g,o
ku,it,,keci,
epidermis sehingga layak disebut sebagai karsin#a ffi;#il;ff.l:ii.u:iil;:l:ffirtl:::iT:?
in situ.
lesi. Dermis mengandung serat elastik biru oraftg-berusin lnnjttt. Kecuali untuk lesi di
abu_abu tungkai
yang menebal (elastosis), mungkin akibat bawah, tumor ini memiliki insidensi lebih tinggi
sintesis serat pada
elastik dermis yang abnormal oleh fibroblas yang laki-laki daripada perempuan. yang diperkirakan
meng_
alami kerusakan akibat matahari di dermis superfisial. mSluya.kan faktor predisposisi, selain"sinar matahari,
Stratum korneum menebal dan, tidak seperti adalah karsinogen industri (tar dan minyak), ulkus
kulit nor_
mal, nukleus sel di lapisan ini sering tetap kronis dan osteomielitis yang membasah, h.rka bakar
ada (suatu
pola yang disebut,,parakeratosis,').
Sebagian, tetapi tidak lama, ingesti arsen, radiasi pengion, dan (di rongga
semua lesi berkembang menjadi atipiJ di seluruh muiut) tembakau dan mengunyah btiair pinai"g.
ke_
tebalan epidermis sehingga dapat dikualifikasikan
se_ Memang, insidensi karsinomi ,"1 ,k.ru-osa mnlnt
bagai karsinoma sel skuamosa in situ.
sangat tinggi di daerah tertentu di lndia, tempat
orang
sering mengunyah buah pinang.
Karsinoma sel skuamosa yang belum menginvasi
Masih belum diketahui apakah semua keratosis menembus membran basal taut dermoepiJermis
(karsinoma in sittr) tampak sebagai plak merah
lfjllO akanseimenyebabkan
karsrfloma
tanker kulit (biasanya
skuamosa) jika diberi cukup wakiu.
berskuama dan berbatas tegas. t esi Lnai lanjut yang
Memang, ada kemnngkinan bahwa banyak lesi invasif tampak nodnlar, memperlihatkan produksl
menciut atau tetap stabil selama pasien hidup. keratin dalam jumlah bervariasi yang secara klinis
Namury ,?*p.uk. sebagai hiperkeratosis, dan mirngkin meng_
cukup banyak yang menjadi ganas sehingga lesi
prekursor ini perlu dieradikasi t&al. alami ulserasi (Gbr. 22-17A).
'11
Gambar22-17
Karsinoma sel skuamosa invasif. A. Lesi nodular dan ulseratif di kulit yang secara kronis terpajan matahari. B. Karsinoma menginvasi
dermis dalam bentuk tonjolan{onjolan epitel skuamosa atipikal yang iregular. C. Secara sitologis, sel tumor memiliki sitoplasma "skuamoid"
yang banyak, serta mengandung nukleus yang besar dan gelap dengan kontur berlekuk dan nukleolus yang mencolok.
\$"'\
"ts*l\\
Ls*q:
l" \e"if-
:*
Gambar22-18
Karsinoma sel basal. A. Lesi prototipikaladalah papula atau nodul berkilap, mulus,
dengan telangiektasia. B. Lesidibentuk oleh pulau-
pulau sel basaloid yang menginfiltrasi stroma fibrotik. c. secara
sitologis, sel memiliki sedikit sitoplasma, berinti kecil gelap, dan tersusun
berjajar di perifer seperti pagar (palisode) yang terpisah dari stroma di sekitarnya
oleh suatu celah (artefak pemisahan).
:, i. I"irr.ll",r il
iftEll
fnf*lt
Gambar 22-19
Nevus nevoselular. A. secara klinis, nevus compound dan nevus dermis merupakan lesi yang
relatif kecil, simetris, berpigmen merata,
dan mencapai ukuran stabil serla tidak lagi membesar. B. Secara histoiogis, nevus compound ini
memperlihatkan sarang-sarang bulal
yang terbentuk oleh sel-sel nevus seragam ditaut dermo-epidermis dan
dermis di bawahnya
898 T BAB 22 KULIT
Nevus kongenital Pertumbuhan di dermis bagian dalam ldentik dengan nevus didapat Ada sejak lahir; varian ukuran
dan kadang-kadang di subkutis biasa besar memiliki risiko lebih
sekitar adneksa, berkas neuro- besar mengalami melanoma
vaskular, dan dinding pembuluh
darah
Nevus biru (blue nevus) lnfiltrasi di dermis yang tidak mem- Sel nevus yang sangat Nodul biru-hitam; secara klinis
bentuk sarang-sarang, sering dendritik dan banyak pigmen sering disangka melanoma
disertai fibrosis
Nevus sel gelondong Pertumbuhan fasikular Sei besar gemuk dengan sito- Sering pada anak; nodul merah
dan epitelioid plasma merah muda biru; muda atau merah;sering di-
(nevus Spi2) sel fusiform sangka hemangioma secara
klinis
Nevus halo lnfiltrasi limfosltik di sekitar sel ldentik dengan nevus didapat Respons imun pejamu terhadap
NEVUS biasa sel nevus dan melanosit normal
disekitarnya
Nevus displastik Sarang-sarang intraepidermis yang Atipia sitologik Berpotensi menjadi prekursor
besar dan menyatu melanoma maligna
Gambar22-20
Nevus displastik. A. Lesi mengandung komponen nevus compound(kanan)dan "bahu" asimetrik proliferasiiunctionalsaja(kiri).Yang
pertama berkaitan dengan zona sentralyang lebih berpigmen dan meninggi (rnsel), dan yang terakhir dengan bagian lingkaran datar di
perifer yang kurang berpigmen. B. Gambaran penting adalah adanya atipia sitologik (nukleus iregular berwarna gelap) pada pembesaran
kuat. Dermis biasanya memperlihatkan pita fibrosis paralel.
berukuran lebih besar, cenderllng menghasilkan keluarga yang rentan menderita melanoma maligna
pigmen melanin, dan tumbuh dalam sarang-sarang, ("sindrom melanoma herediter").
sel nevus yang lebih matang dan tumbuh lebih dalam
bernkuran lebih kecil, tidak atau sedikit menghasilkan
pigmen melanin, dan tumbuh dalam genjel-genjel.
Rangkaian pematangan setiap sel nevus ini sangat
penting dari segi diagnostik untuk membedakan MORFOLOGI
beberapa nevus jinak dari melanoma, yang biasanya
sedikit atau tidak memperlihatkan pematangan. Secara histologis (Gbr. 22-204), nevus displastik terdiri
Meskipun umum ditemukan dan jinak, nevus atas nevus compound dengan tanda-tanda pertumbuh-
nevoselular ini perlu diketahui gambaran khasnya, an abnormal secara sitologik dan arsitektural. Sarang-
karena jika tidak,lesi ini dapat disangka penyakit kulit sarang sel nevus di dalam epidermis mungkin
yang lain, terutama melanoma maligna. membesar dan memperlihatkan fusi abnormal atau
menyatu dengan sarang di dekatnya. Sebagai bagian
dari proses ini, sel nevus secara sendiri-sendiri mulai
NEVUS DISPLASTIK menggantikan lapisan sel basal normal di sepanjang
taut dermoepidermis dan menghasilkan apa yang
Nevus displastik dapat terjadi secnrn sporndis ntntt disebut sebagai hiperplasia lentiginosa. Sering
dnlsm bentttk familial. Bentuk herediter diwariskan ditemukan atipia sitologik berupa kontur nukleus yang
secara dominan autosomal dan dianggap prekursor iregular, sering bersudut, dan hiperkromasia (Gbr. 22-
melanoma maligna. Pada bentuk sporadik, risiko 208). Di dermis superfisial juga terjadi perubahan.
transformasi keganasan tampaknya rendah. Perubahan tersebut terdiri atas infiltrat Iimfositik yang
Secara klinis, neurts displnstik lebih besnr dnripndn biasanya jarang, hilangnya pigmen melanin dari sel ne-
sebnginn besnr nerttLs didnpnt (diameter sering lebih vus yang diperkirakan rusak, fagositosis pigmen ini oleh
makrofag dermis (inkontinensia pigmen melanin), dan
dari 5 mm) dan dapat mltncul raitlsan di permukaan
fibrosis linier khas yang mengelilingi refe rldges epi-
tubuh. Lesi berupa makula datar hingga papula yang dermis di nevus.
sedikit meninggi dengan permukaan tidak rata. Lesi
biasanya memperlihatkanvariabiiitas pigmentasi (zrnr-
iegation) dan kontur batas lesi iregular. Tidak seperti
tahi lalat biasa, neatLs displnstik memiliki kecenderung-
an terbentrtk di permukaan tubtth ynng tidnk terpnjan Bukti bahwa beberapa nevus displastik adalah
ffiaupLnT terpnjnn sinnr mntnhari. Nevus displastik prekursor melanoma maligna sangatlah kuat. Pada
pernah ditemukan pada beberapa anggota dari satu indir.idu dengan riwayat melanoma maligna di
900 r BAB 22 KULTT
keluarga, melanoma terjadi hanya pada individu yang an mtLkoss mttltft dan anogenital, esofagtts, meningett,
mula-mula mengidap nevus displastik. pada kisusl dan mtttn. Pembahasan berikut berlaku untr-rk mela_
-kasus ini, risiko selrmrlr hidup terjadinya
degenerasi noma kuli| melanoma intraokular dibahas secara
maligna pada nevus displastik mendekati 100%. singkat kemudian.
Seperti pada keganasan kulit lain, sinar matahari
berperan penting dalam pembentr_ikan melanoma
" MELANOMA MALIGNA maligna. Insidensi paling tinggi di bagian kulit yang
terpajan matahari dan di lokasi geografis, seperti
Mglanoma maligna merupakan neopiasma yang Selandia Baru dan Australia, yang pajanan matahari-
.
relatif sering ditemukan dan belum terlalu iama masih nya tinggi. Namnn, sinar matahari tampaknya br-rkan
dianggap hampir selalu mematikan. Saat ini, karena merupakan satu-satunya faktor predisposisi, dan
meningkahrya kesadaran masyarakat mengenai tanda- adanya nevlls sebelumnya (misal, nevus displastik),
tanda dini melanoma kuiit, sebagian besar dapat faktor herediter, atau bahkan pajanan ke karsinogerr
disembuhkan secara bedah. Namun, insidensl penyikit tertentu mungkin berperan dalam pembentukan dan
ini seding meningkat sehingga perlu diiakukan survei- perkembangan lesi. Seperti pada beberapa neoplasrna
lans ketat untuk mendeteksi peikembangannya. nmum lainnya (misal, payudara atar_r koion), m"ior,ol,-,o
. . Meskipun sebagian besar lesi timbut di tutit, tempat
lain yang dapat menjadi asal lesi antara Iainpermttkn_
timbul secara sporadis, tetapi sebagian kecil kasr-rs
bersifat herediter dan familial. AnaliJis genetik mole-
Gambar22-21
kular terhadap kasus familial serta sporadik tersebut macam ini dapat diperkirakan hanya dengan meng-
memberikan masukan yang sangat penting tentang uktrr (dalam milimeter) kedalaman invasi pada fase
patogenesis melanoma. Mutasi sel germinativum di gen pertumbuhan vertikal ini di bawah lapisan granuiar
CD N K2 A (p 1 6 ; terl etak dr 9 p2\), yan g mengko de inhi- epidermis di atasnya. Metnstasis mengenni tidak sain
bitor kinase dependen-siklin, ditemukan pada sekitar kelenjar getnh bening regionnl, tetnpi jugo hati, pnru,
50% pasien melanoma dengan keterkaitan 9p. Pada otok, don hampir seffnta tempat ynng dapat disentni
kasus familial yang lain, gen CDI'IK2Amenjadi inaktif oleh rtie hemnto g en. Yang mengeju tkan, pada beberapa
akibat metilasi. Mutasi yang menyebabkan hilangnya kasns metastasis timbul pertama kali bertahun-tahun
gen PTEN pada 10q23.3 jr"rga sering ditemukan pada setelah tumor primer diangkat secara bedah, yang
beberapa melanoma primer. Beberapa gen penekan br-r- mengisvaratkan adanya fase dorman yang sangat lama.
mor lain, temasuk beberapa yang terletak di kromosom
1p36 dan 6p,1uga diduga berperan pada sebagian
kasus. Yang mengejr"rtkan, tidak seperti kebanyakan
keganasan, delesi TP53 sangat jarang pada melanoma.
Mungkin hal ini dijelaskan oleh fungsi pengendalian
siklus yang tumpang tindih antara CDIIK2A dan TP53. MORFOLOGI
Secara klinis, melanoma maligna di kuiit biasanya
asimtomatik, meskipun gatal mungkin merupakan Setiap sel metanoma biasanya lebih besar daripada
sel nevus. Sel ini memiliki inti besar dengan kontur
manifestasi awa7. Gejols klinis terpenting pnda pe-
iregular, kromatin bergumpal di tepi membran nukleus,
nyakit ini ndslnh pertrbnhnn uarna ntnu ukuran pndn dan nukleolus yang mencolok merah (eosinofilik) (Gbr.
suntu lesi berpigmen. Tidak seperti nevus jinak 22-21D). Sel ini tumbuh membentuk sarang-sarang atau
(nondisplastik), melanoma memperlihatkan variasi sendiri-sendiri di semua laplsgn epidermis dan, di der-
pigmentasi yang sangat mencolok, tampak hitam, mis, sebagai nodul eks'pansif mirip-balon, masing-
cokelat, merah, biru tua, dan abu-abu (Cbr.22-274). masing sebagai bagian fase pertumbuhan radial dan
Batas melanoma iregnlar dan sering "bertakik". Secara vertikal (lihat Gbr. 22-218,C).
singkat, tanda-tanda peringatan klinis untuk mela- Sifat dan tingkat fase pertumbuhan vertikal me-
noma adalah (1) membesamya suatu Lahi lalat, (2) gatal nentukan perilaku biologik melanoma maligna,
atau nyeri pada tahi lalat, (3) timbuJnya lesi berpigmen sehingga parameter fase pertumbuhan vertikal perlu
baru pada masa dewasa, (4) tepi iregular pada lesi diamati dan dicatat. Parameter tersebut mencakup
angka mitotik dan adanya limfosit yang menyebuk tu-
berpigmen, dan (5) variasi warna dalam satu lesi
mor. Dengan menggunakan variabel ini pada agregat
berpigmen.
untuk melanoma fase pertumbuhan vertikal, kita dapat
HaI pokok dnlam pemnhnmnn tentnng histologi memperkirakan secara akurat prognosis yang mungkin
melsnoma maligna yang rttmit ndnlnh konsep per- membantu dalam penerapan terapi adjuvan dan
tumbnhan rndinl dan aertikal. Secara sederhana, per- protokol tindak-lanjut.
tumbuhsn r ndial menunjukkan kecenderun gan awal
suatu melanoma untuk tumbtrh secara horizontal di
dalam epidermis dan dermis superfisial, sering untttk
waktu yang lama (Gbr.22-278). Selama tahap per-
tumbuhan ini, sel melanoma tidak memiliki kapasitas Melnnomn matn (sekitar) seperdr-ra puhih kali lebih
untuk bermetastasis, dan tidak terdapat tanda angio- jarang dibandingkan dengan melanoma kulit. Sebagian
genesis. Seiring dengan waktu, pola pertumbuhan besar melanoma intraokular timbul di melanosit uvea
mengambil bentuk aertikal, dan melanoma sekarang (iris, badan siliaris, dan koroid), tetapi juga dapat timbul
tumbuh ke arah bawah menujtt lapisan dermis yang pada epitel berpigmen di retina. Tidak seperti meia-
lebih dalam sebagai suatlr massa ekspansif yang tidak noma krllit, melanoma mata terdiri atas dua jenis sel
memperlihatkan pematangan se1, sel tidak memper- yang berbeda, gelendong dan epitelioid, dengan
lihatkan kecenderungan menjadi lebih kecil sewaktu dampak klinis yangberlainan. Lesi yang terutama atau
turun:,ke dermis retikular (Cbr. 22-2-1C). Proses ini seluruhnya terdiri atas sel gelondong (spindle) kurang
secara'klinis ditandai dengan terbenbr-rknya nodul pada agresif, jarang bermetastasis, dan memungkinkan
fase pertumbuh-an radial yang relatif datar dan harapanhidup 15 tahun sekitar 75%. Sebaliknya, mela-
berkorelasi dengan munculnya klona sel yang mampu noma epitelioid memperlihatkan harapan hidr-rp 15
bermetastasis; secara bersamaan, angiogenesis mulai tahun hanya 35%, meskipun dilakukan enukleasi dini,
diaktifkan. Kemungkinan metastasis pada lesi se- karena terjadinya metastasis lanjut.
902 I BAB 22 KULIT
903
904 T BAB 23 SISTEM SARAF
Sistem saraf adalah jaringan komunikasi utama di katkan tekanan intrakranial karena sifat tengkorak
dalam fubuhmanusia. Seperti pada vertebrata lainnya, yang kaku sehingga fungsi otak dapat terganggu.
fungsi normal sistem saraf sangat bergantung pada Parenkim otak terdiri atas neruon yang ditunjang
terpeliharanya integritas struktural, serta sejumlah oleh suatu jaringan sel glia (astrosit, oligodendrosit,
proses metabolik kompleks. Oleh karena itu, proses dan ependima), pembuiuh darah, dan mikroglia.
yang mengganggu struktur atau metabolisme normal, Prosesus sel ini bergabung untuk membentuk snattr
atau keduanya, dapatmenimbulkan penyakitneurologik. latar belakang fibrilar halus yang disebut netLropil.
Gangguan pada sistem saraf sering dianggap lebih
rumit atau misterius dibandingkan dengan sistem or-
gan lain. Namun, jika kita mempertimbangkan . .,SEL SISTEM SARAF
karakteristik struktural dan selular sistem saraf yang
unik, proses neuropatologik dapat dipahami dalam Neuron
konteks prinsip yang diperkenalkan dalam bagian
patologi umum brrktr ini. Neuron bersifat heterogen, baik secara morfologis
Untuk memperoleh pemahaman tentang penyakit mauptln fungsional, yang ierdiri atas sel kecil br-rlat
yang mengenai sistem saraf, ada baiknya kita meng- yang menempati lapisan sel granula di serebelum
ulang kembali beberapa gambaran struktural penting hingga sel piramid besar Betz pada korteks motorik
pada sistem saraf pusat (SSP) dan komposisi selnya. primer.
Sebagai permulaan, perh-r diingat lagi bahwa sinyal ke Berbagai perr"rbahan morfologik dapat ditemukan
dan dari berbagai bagian tubuh dikendalikan oleh di neuron, dengan salah satu yang tersering adalah
daerah sangat spesifik di dalam sisLem saraf. Hal ini nekrosis koagulasi, suatu perubahan yang paling
menyebabkan sistem saraf rawan terhadap lesi fokal sering terjadi berkaitan dengan cedera hipoksik-iskemik
yang pada sistem organ lain mungkin tidak menimbr"rl- (dibahas kemudian). Seperti pada nekrosis koagulasi
kan disfungsi yang bermakna. Sebagai contoh, suatu di tempat lain, nekrosis neuron ditandai dengan hilang-
infark ginjal yang terbatas kemungkinan tidak me- nya ribonnkleoprotein sitoplasma dan denaturasi pro-
nimbulkan efek signifikan pada fungsi ginjai. Sebalik- tein sitoskeleton, sehingga terjadi eosinofilia siLoplasma
nya, infark berukuran setara di bagian posterior yang mencolok ("nenron merah") pada sediaan yang
kap'sula interna di dalam otak kemungkinan akan diwarnai dengan hematoksiiin dan eosin (H & E).
menyebabkan pasien menderita paralisis total pada sisi Nekrosis koagulasi juga disertai oleh perubahan
kontralateral tubuh. nukleus yang identik dengan yang ditemukan pada
Sistem saraf memiliki gambaran anatomik tertentr,r organ lain, yaitu kondensasi bahan inti (piknosis) dan
yang menghasilkan perlindr-rngan terhadap gangguan hilangnya pewarnaan nukleus (kariolisis). Bentuk
tertentu, tetapi secara bersamaan juga menyebabkan- kematian sel kedua terpenting yang dibahas pada awal
nya rentan terhadap gangguan jenis lain. Salah satu buku ini, npoptosis, juga terjadi pada sejumlah situasi
contoh penting adalah kubah kranium, suatu wadah di SSP, termasuk perkembangan normal, beberapa
kaku yang melindungi otak dari trauma dan elemen bentuk cedera hipoksik-iskemik, dan gangguan toksik
yang merugikan di lingkungan ekstema. Namun, lapis- tertentu. Apoptosis juga mungkin berperan dalam
an protektif ini juga menyebabkan otak rentan terhadap proses berkurangnya sel pada penuaan dan pada
lesi intrakranial yang bersifat ekspansif, yang mening- penyakit neurodegeneratif tertentu (dibahas kemu-
BAB 23 SISTEM SARAF T 905
dian). Kromatolisis, suatu reaksi Llmum terhadap serupa dengan sel Schwann di sistem saraf perifer. Pada
cedera akson, ditandai dengan dispersi sr-rbstansi Nissi sediaan rutin, oligodendroglia dikenali berdasarkan
darymembengkaknya badan sel nenron. Berbagai nukleusnya yang bulat kecil mirip limfosit dan tersusrrn
perubahan neuron juga terjadi pada penyakit-penyakit dalam rangkaian linier. Cedera pada sel oligodendro-
netrrodegeneratif, seper ti netLrofibrillnry tnn gles pada glia dan/atarl prosesLtsnya merupakan gambaran pada
penyakit Alzheimer dan pembentukan liadan Lewy penyakit demielinisasi didapat (misal, sklerosis
pada parkinsonisme. Akhirnya, sejr,rmlah agen multipel) dan juga ditemukan pada ler_rkodistrofi
infetsius dapat menyebabkan terbentuknya badan (dibahas kemudian). Nukleus oligodendroglia
inklusi nukleus atau sitoplasma di dalam neuron. mungkin berisi badan inklusi pada penyakit tertentn,
Badan inklusi ini dan perubahan struktural lainnya seperti leukoensefalopati multifokus progresif dan
akan dibahas secara lebih rinci di bagian selanjutnya beberapa gangguan ner-rrod e genera tif .
pada bab ini dalam konteks penyakit tempat badan
inklusi tersebu t terbentuk.
Sel Ependimal
Astrosit Sel ependimal melapisi ventrikel serebrnm dan
berkaitan erat dengan sel kr-rboid yang terd;rpat di
Astrosit adalah sel penunjang utarna di otak dan pieksus koroideus. Gangguan pada sel ependirnal
memperlihatkan beberapa perubahan reaktif yang sering berkaitan dengan proliferasi lokal astrosit
tersering ditemukan. Pada kasus cedera parenkim otak, subepend imal yang menyebabkan terl adinya iregula-
astrosit berespons dengan membentuk jaringan padat ritas kecil yang disebut grnnulnsi ept:nd.imnl di per-
prosesus/ yang sedikit banyak analog dengan jaringan mnkaan ventrikel. Beberapa agen infeksins, terntarna
parut fibrosa yang terbentuk di bagian tubuh lain. sitomegalovirus (CMV), dapat menyebabkan cedera
Namun, berbeda dengan fibroblas, astrosit tidak ependimal yang h-ras disertai terbentuknya badan
menghasilkan koiagen. Oleh karena itu, "jaringan inklusi intranukleus di sel ependimal.
parlrt" glia terr.rtama terdiri atas prosesus sitoplasma,
dengan sedikit atau tanpa proteirr ekstrasel. Sitoplasma
astrosit mungkin membengkak sebagai respons Mikroglia
terhadap cedera, sering disertai oleh peningkatan
Meskipun bernama demikian, sekarang secara
sintesis protein fibrilar glia yang bersifat asam f,q/lal
Llmlrm diterima bahwa mikroglia berasal dari monosit
fibrillnry ncidic protein, GFAP), yaitu protein sito- darah dan bnkan dari neLn'il fube. Semakin banyak
skeleton utama bagi asLrosit. Sitoplasma di sekitar
fungsi sel ini yang sekarang telah diketahr,ri. Seperti
ntrklerrs dari sel ini, yang disebut nstrosit gemistositih
padanannya di luar SSP, mikroglia tampaknya
(Ytrnani, gemistos = "pennh"), tampak eosinofilik dan
berfungsi sebagai sel penyaji antigen pada banyak
mudah terlihat pada sediaan rutin. Serot Rosent'ltnl
kondisi peradangan. Hampir semrla bentuk cedera SSP
adalah strnktur astrosit lainnya. Pada sediaan yang
berkaitan dengan keberadaan sel mikroglia aktif; sel-
diwarnai H & E, serat ini tampak sebagai struktur yang
sel ini kemudian bertindak sebagai makrofag aktif.
eosinofilik terang dengan kr,ralitas hampir refraktil.
Pada nekrosis jaringan dan penyakit demielinisasi,
Serat Rosenthal berasal dari filamen GFAP yang
makrofag aktif ini dapat menimbun banyak lernak
mengalami pembahan dan ditemukan pada sejumlah
intrasel sehingga terbentuk sel dengan sitoplasma
neoplasma tumbuh-lambat serta pada beberapa
berbtrsa yang disebr-rt seb agat gitter cel/s. Pada penyakit
penyakit nonneoplasma, seperti lesi kistik kronis dan
lain, nukleus mikroglia rnungkin menjadi panjang
malformasi vaskular. Beberapa gangguan metabolik
sehingga terbentuk sel bntnng. Mikroglia jr"rga dapat
tertentu, terntama gagal hati, menghasilkan astrosit
beragregasi dalam kumpulan yang padat sebagai
dengan nukleus besar pucat yang disebut g/ln
respons terhadap berbagai gangguan (misal, infeksi
Alzheimer tipe II. Akhirnya, bahan kaya-glikoprotein,
virtrs) untuk membentuk nodul mikroglin dan mungkin
yang disebut korpora omilnsea, sering menumpuk di
dapat menelan nelrron yang cedera dalam snatlr proses
proseplrs astrosit seiring dengan penuaan. Pada
yang dikenal sebagai nuLronofngin.
sediain yang diwarnai oleh H & E, korpora amilasea
tampak sebagai badan basofilik bulat yang beriapis-
lapis konsentrik di regio yang kaya foot processes
astrosit (misal, regio subependima, subpial, dan ..- EDEMA, HERNIASI. DAN
perivaskular), serta di dalam kolumna dorsalis medula
HIONOSEFALUS
spinalis.
Otak dan medula spinalis berada dalam slratir
OliEodendrosit kompartemen kaku yang dibatasi oleh kubah teng-
korak, korpus vertebra, dan dura mater. Menempatkan
Prosesus sitoplasma oligodendroglia membungkus struktur vital dan haius, seperti SSP, dalam suatu
akson neuron untuk membentuk mielin dengan cara lingkungan yang protektif jelas menguntungkan. Di
906 I BAB 23 STSTEM SARAF
Edema Serebral
Edema serebral atau, yang lebih tepat, edema
parenkim otak, menunjukkan adanya peningkatan
kandungan air di dalam parenkim otak. Edema serebral
dapat timbul pada beragam penyakit. Secara Llmum,
edema,hi dapat digolongkan menjadi edema r.asogenik
Gambar 23-1
a [atr edema sitotoksik.
Edemn unsogenik terjadi jika integritas sawar darah- Edema otak generalisata. permukaan girus mendatar akibat
otak terganggr-r sehingga cairan lolos dari pembr-rluh tertekannya otak yang membesar oleh dura mater dan permukaan
darah ke dalam ruang interstisial otat (edema dalam tengkorak. Perubahan ini berkaitan dengan peningkatan
interstisial). Tidak adanya drainase limf yang signi_ tekanan intrakranial yang membahayakan.
fikan di otak sangat menghambat resoipsi cairan
ekstrasel yang berlebihan. Edema mungkin bersifat
lokal, seperti pada kasus permeabilitas abnormal
pembuluh di sekitar abses dan neoplasma, atau terjadi
secara lebih menyeluruh.
Edems sit0toksik, sebaliknya, mengisyaratkan
peningkatan cairan intrasel (edema intrasel) akibat
cedera s-el, seperti yang mungkin ditemukan pada
pasien dengan gangguan hipoksik-iskemik g",.,"ru_
lisata. Pada situasi ini, kegagalan energi di tin[kat sel
menyebabkan kelainan transpor ion yang men ebab_
kan, pada gilirannya, peningkatan penimbunan air di
dalam sel. Pada praktiknya, keadian yang ditandai
dengan edema generalisata biasanya lrerkiitan, baik
dengan elemen edema vasogenik maLlpt-ln sitotoksik.
MORFOLOGI
Otak yang edematosa teraba lebih lunak daripada nor_
mal dan sering tampak "memenuhi,, kubah tengkorak.
Pada edema generalisata, girus mendatar, sulkui yang
terdapat di antaranya menyempit, dan rongga ventrikel
tertekan (Gbr. 23-1). Seiring dengan membesarnya otak,
berbagai pola herniasi dapat terjadi, yrng dibut.rr,
se"cara lebih rinci pada bagian Oeriiut ini.
contoh, permukaan otak yang edematosa biasanya linier atau berbentuk air mancur ini terbentuk di
mendatar karena tekanan tabula interna tengkorak garis tengah dan paramedian, seperLi diperlihatkan
pada otak. Selain itu, sewaktu parenkim otak yang pada Gambar 23-3. Meskipun patogenesisnya masih
membesar bertemu dengan struktur kaku lainnyi diperdebatkan, kelainan ini kemr_rngkinan disebab-
seperti refleksi dura atau foramen magnllm, satu atan kan oleh kr"rsutnya cabang-cabang penetrans arteri
lebrl-r pola herniasi yang berbeda dapat terjadi. Tiga
basilaris yang menvebabkan nekrosis dan per-
bentuk herniasi tersering diperlihatkin pada Gambir darahan di distribusi pembuluh tersebut iaat
23"-2 dan dijelaskan sebagai terikut:
pergeseran batang otak ke karidal (arah bawah).
I. Herniasi transtentorial (unknt-g ir al, mes inl-t emporal)
terjadi jika aspek medial iobus temporalis tertekan
ke tepi bebas tentorium serebeli. Dengan semakin
Hidrosefalus
parahnya pergeseran lobus temporalis ini, n. III dan Cairan serebrospinalis (CSS) dihasilkan oieh sel
serabut parasimpatisnya akan tertekan dan pleksus koroideus, yang terletak di dalam ventrikel Ia-
menyebabkan dilatasi pupil dan gangguan per_ teral dan ventrikei keempat otak. CSS sccara normal
gerakan bola mata ipsilateral. Arteri serebri poste_ beredar dalam sirkulasi melalui sistem ventrikel,
rior juga sering tertekan sehingga terjadi Cedera masuk ke sisterna magna di pangkal batarrg otak
iskemik di daerah yang diperdarahi oleh pembululi melalui foramen Lr-rschka dan Magendie, dan kemudi-
ini, termasuk korteks penglihatan primer. an membasahi konveksitas serebrnm superior, tempat
2. H.erniasi sttbfalsin (gyrus cingtLti) terjadi jika cairan ini diserap oleh granulasi araknoid. Hiiro_
ekspansi unilateral atau asimetrik hemisfer serebri sefnlus adalah penimbunan berlebihan CSS di dalam
menggesergyrtts cinguli di bawah falks serebri. Hal sistem ventrikel otak. Sebagian besar kasus ini
ini seringberkaital dengan penekanan cabang arteri disebabkan oleh penlrmnan resorpsi CSS meskipun
serebri anterior, yang bermanifestasi sebagai pada keadaan yang jarang (misalnya, tumor di pleksus
kelumpuhan dan/atau keiainan sensorik di koroideus) penyebabnya adalah pembentukin CSS
tlmgkai, akibat cedera iskemik di daerah korteks yang berlebihan. Apa pun penyeb abnya,peningkatan
motorik primer dan/atau korteks sensorik. volume CSS di dalam ventrikel menyebabkan ventrikel
3. Herninsi tonsilnr mengacu pada bergesernya tonsil mengembang dan meningkatkan tekanan intrakranial.
serebelum melalui foramen magnllm. pola herniasi Istilah'hidrosefnlus nonkomttnikarus digunakan jika
ini. mengancam nyawa karena menyebabkan pe_ obstruksi aliran CSS terjadi di dalam sistem ventrikel,
nekanan batang otak dan mengganggrl plrsat seperti pada kasus obstruksi rrentrikel oleh tumor atau
pernapasan vital di medula oblongata. Herniasi proses peradangan. ]ika obstrr-rksi terjadi di luar sistem
batang otak sering disertai oleh lesi hemoragik di ventrikel (misal, di ruang subaraknoid atau di
otak tengah dan pons, yang disebut perdirahnn granulasi araknoid), prosesnya disebut sebagai
batang otnk sekunder, ataLl perdarnhon Dttret. Lesi
I
*r ' ;.tt",'i
Gambar 23-4
Gambar 23-3
Hidrosefalus. Obstruksi aliran cairan serebrospinalis menyebabkan
Perdarahan Duret. Herniasi batang otak melalui foramen magnum ventrikel membesar sehingga terjadi peningkatan tekanan
mengganggu aliran darah dalam pembuluh-pembuluh darah cabang intrakranial. Hidrosefalus obstruktif harus dibedakan dengan
kecil yang memperdarahi batang otak. Hal ini menyebabkan hidrosefalus eks vakuo yang ventrikelnya membesar untuk
perdarahan dan nekrosrs. mengompensasi berkurangnya parenkim otak.
908 T BAB 23 SISTEM SARAF
hidrosefnlus komunikans. penyakit ini paling sering sebagai respons terhad;rp hipotensi. Namun, pada
terjadi setelah serangan meningitis atair perdarahai tekanan sistolik vang kurang dari 50 mm Hg,
subaraknoid, yang organisasi eksudat peradangan mekanisme autoregulasi tidak marnpu men gompensasi
atau darahnya menyebabkan pembentukan jarin[an penrlrllnan aliran darah, darr dapat terjadi cedera
parut di granulasi araknoid. pa ren kim. Kata hip olcs io nren gac u p.rda berkr-rrangnya
Jika hidrosefah.rs ierjadi sebelum sutura kranialis oksigen yang tersedia bagi jaringan, sementar a isiemin
tertutup, kepala akan membesar, yang dimani- adalah penrlrltnan perfusi jaringan. Dafa eksperimen
festas.ikan dengan bertambahnya lingkir kepala. mengisyaratkan bahwa hipoksia murni tanpa pe_
Sebaliknva, hidrosefalus yang terjadi setelih ft,si sutr-,.a, mlrunan perfusi (iskemia) tidak menyebabkan cedbra
menyebabkan ekspansi ventrikel dan meningkatnya otak yang signifikan. Namun, pada praktiknya, efek
tekanan intrakranial, tanpa perubahan iingkaikepala hipoksia murni sulit dibedakan dengan efek iskemia_
(Gbr.23-a).
sebagai contoh, henti kardiopulmonal menyebabkan
lstilah hidrosefnLus eks unlctLo mengacu pada diia_ baik hipoksem ia maupun penurtnan tekananperfusi_
tasi sistem ventrikel dan peningkatankompensaiorik dan keduanya biasanya dibahas bersam.r-sana.
volume CSS akibatberkurangnya parenkim otak. Tidak Dalam SSP, beberapa regio danpopuiasi sel tertentr.r
terjadi peningkatan kecepatan produksi CSS, dan lebih rentan terhadap cedera hipoksik-iskemik
aliran CSS tetap normal. Hidrosefalus eks r.akuo sering dibandingkan dengan yang lain. Sebagai contoh, neu_
disertai dengan tanda lain atrofi parenkim, sepertl ron, sebagai satu kelompok, jauh lebih rentan terhadap
penipisan girus korteks dan melebarnya snlkus. cedera iskemik daripada sel glia. Di antara neuron,
subpopulasi tertentu, termasuk sebagian sel piramidal
di hipokampus, sel Purkinye serebelurrr, dan neuron di
.. PENYAKIT VASKULAR dalam globus palidus ganglia basal, sangat peka dan
sering mengalami cedera setelah ganggltan hipoksik_
Pada keadaan normal, otak menerima 157o curah iskemik generalisata. penyebab kerenianan selektif ini
jantr.rn-g_ dan menggunakan sekitar 20ok dari oksigen masih belum dipahami seluruhnya, tetapi mungkin
yang dikonsumsi oleh tubuh. Gangguan aliran daiah berkaitan dengan perlrbahan lokal dalam kadar dan
normal ke otak dan medula spinalis dapaL menvebab_ metabolisme neLrrotransmiter tertentn (misal, asam
kan cedera parenkim ireversibel dalam beberapa menit" gl-rtamat) pada keadaan iskemia. Sebagai contoh, kadar
Karena sangat bergantung pada pasokan oksigen dan glutamat ekstrasel, meningkat pada iedera iskemik.
nutrien lain yang harus terus-menerus ini, otak Sebaliknya, gh-rlamat merupakan neurotransmiter
mengembangkan mekanisme un Lr-rk memper tahankan eksitatorik kuat dan mungkin ikr-rt serta rnenyebabkan
aiiran darah pada rentang tekanan perftisiyang sangat berknrangnya nerlron melalui stimulasi berlebihan
lebar, suatri proses yang disebu t iutoregttlnsi. terhadap neuron, sLlatlr fenomena yang dikenal sebagai
Meskiprin insidensi penyakit serebrovaskular telah cksi to toksis i t tt s .
berkurang pada beberapa dekade terakhir, ganggrlan Daerah otak yang terietak cli pertautan antara
vasknlar di otak (stroke) masi}r menjadi penyeLab*t ""tigo teritorial arteri (yaitu lrterial border zone, zona batas
tersering kematian di Amerika Serikat, dan hanf,a arteri; kadang-kadang disebut,,tustersheci areo,,) juga
dika.lahkan.oleh penyakit jan lung dan kanker. penyaii t sangat rawan karena daerah ini mernpakan bagian
serebrovaskular dapat dibagi menjadi tiga kategori yang pertama kali mengalami kekurangatr darah
utama: sewaktn hipotensi. Lokasi unllrm lesi iorder-zonc
r Cedera parenkim yang berkai tan dengan pc nLtrlmnn
tersebuL, antara lain konveksitas serebrum superior
nlirnn rlsrsh secar'tt Lurntm, termasuk ensefalopati pada taut daerah yang diperdarahi arteri serebri ar-rte-
hipoksik-iskemik gtobal rior dan media serta aspek posterior hemisferium
a Inflrk akibat obstruksi vaskular lokal serebeli pada taut daerah yang diperdarahi arteri
I Perdarnhsn di daiarn parenkim otak atau rllang serebelaris superior dan inferior posterior.
subaraknoid.
j
Da-ri ketiganya, infark adalah yang tersering, mem_
.bentuk sekitar B0% dari total.
MORFOLOGI
Ensefalopati Hipoksik-lskemik Pada periode segera setelah gangguan hipoksik-
Global iskemik global (misal, henti jantung), otak mungkin
tampak normal, baik secara makro- maupun mikro_
Seperti telah disinggung, pembuh_rh darah otak
skopis. Pada kasus pasien yang bertahan hidup setelah
memiliki kapasitas besar rurfuk mempertahankan aliran
serangan akut, dalam 24 hingga 4g jam, otak melunak
darah normal pada rentang tekanan perfusi yang dan edematosa. Di substansia grisea sering terlihat
salgal lebar, dengan berkonstriksi sebagai ,"rpor-ri bercak-bercak iregular; di sebagian tempat, "misalnya
terhadap tekanan yang terlalu tinggi dan"berdilatasi arterial border.-zone, mungkin terdapat daerah per_
BAB 23 SISTEM SARAF T 909
sirkulasi, dan sulut (hipotermia meningkatkan resis- Meskipun kematian sel terjadi dalam beberapa menit
tensi otak terhadap cedera hipoksik-iskemik, sedangkan setelah oklusi arteri, gambaran makroskopik dan hisio-
hipertermia memperburuk efek cedera hipoksik- logik otak selama 4 hingga 12 jam pertama masih nor-
iskemik). Defisit yang terjadi berkisar dari gangguan mal. Perubahan pertamJ tampak secara mikroskopis
neurologik transien hingga "mati otak", disertai peng- dan terdiri atas kelainan neuron iskemik (dijelaskan
hentian globai aktivitas listrik otak. sebelumnya), disertai oleh reaksi peradangan neutro-
filik. Pada 36 hingga 48 jam, daerah nekrotik menjadi
bengkak dan leblh lunak daripada parenkim otak di
lnfark sekiiarnya yang masih hidup. Batas aniara si-rbstansia
grisea dan alba menjadi kabur karena edema inter-
Infnrk disebabkan oleh interupsi lokal aliran darah. Iti"i"t d"n intrasel. Mungkin ditemukan daerah per-
Kelainan ini merupakan bentuk tersering penyakit darahan, terutama pada infark yang mengenai arterial
serebrovaskular, membentuk antara 70'h hingga 80'k border zone atau yang terjadi akibat oklusi transien oleh
dari semtra cerebroztascttlsr sccidenf, atau "strlke". embolus atau tekanan eksirinsik pada pembuluh. Pada
Kelainan ini paling sering terjadi pada dekade ketujuh hari ketiga, makrofag mulai menyebuk lesi dan mem-
kehidupan dan lebih sering ditemr"rkan pada laki-laki fagosit parenkim yang nekrotik sehingga batas infark
daripada perempuan. Aterosklerosis otak merupakan menjadi semakin tegas. Setelah 1 bulan, fagositosis
ekstensif parenkim nekrotik menyebabkan perlunakan
penyebab tersering infark otak, dan faktor yang
dan mencairnya infark disertai pembentukan kavitas
mempermudah seseorang mengalami aterosklerosis
910 T BAB 23 SISTEM SARAF
paling jelas terlihat selagi masih dipenuhi oleh darah TRAUMA SISTEM SARAF
(Gbr. 23-9). Gambaran mikroskopiknya berupa PUSAT
pembuluh dengan kaliber beragam, tersusun acak, dan
mencakup arteri, vena, serta bentuk transisi yang tidak Cedera traumatik masih menjadi penyebab utama
jelas termasuk vena atau arteri. Pembuluh darah ini kematian dan cacat jangka-panjang di masyarakat
dipisahkan oleh parenkim otak. Perubahan sekunder, Barat, dengan cedera traumatik pada kepala menyebab-
termasuk perdarahan baru dan lama, kalsifikasi, dan kan lebih dari seperempat kematian akibat kecelakaan.
gliosis reaktif, hampir selalu terjadi. Manifestasi klinis Pada mereka yang selamat dari cedera kepala, sampai
tersering pada malformasi arteriovena adalah perdarah- 20% menderita cacat jangka-panjang yang berat, dan
an spontan, yang biasanya terjadi setelah dekade hampir 5% kasus menyebabkan keadaan vegetatif
permanen. Sebagian besar cedera kepala yang fatal
atau menyebabkan cacat disebabkan oleh traumn
tumptil yang berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas,
jatuh, dan serangan kriminal (termasuk penganiayaan
anak), dengan subset penyebab penting lainnya adalah
penetrating missile wounds (luka tembak). Faktor yang
meningkatkan risiko trauma kepala adalah penyalah-
gunaan alkohol, riwayat cedera kepala, retardasi men-
tal, dan gangguan kejang. Cedera traumatik ke kepala
akibat gaya tumpul menyebabkan terjadin/a tiga
kelompok kelainan penting: (1)hematom epidural, (2)
hematom subdural, dan (3) cedera parenkim. Kombrnasi
berbagai pola sering ditemukan.
Hematom Epidural
Hematom epidural paling sering disebabkan oieh
ruptur sebunh arteri meningen, biasanya berkaitan
Gambar 23-9 dengan fraktur tengkorak (Gbr. 23-10). Tempat tersering
robeknya arteri ini adalah cabang arteri meningea me-
Malformasi arteriovena. lni merupakan bentuk paling berbahaya dia selagi pembuluh ini berjalan antara dura mater dan
dari malformasi vaskular di otak karena dapat menyebabkan pars skuamosis ossis temporalis. Arteri ini melekat erat
perdarahan masif. ke periosteum tuiang temporalis sehinggamudah robek
914 T BAB 23 SISTEM SARAF
jika terjadi fraktur di tempat ini. Hematom epidural efek massa substansial. Hematom ini secara tradisional
menekan dura di bawahnya dan menggepengkan diklasifikasikan sebagai akut aLau kronis, masing_
puncak girus otak di bawahnya. Jika tldak se-gera masing bergantLrng pada apakah isi hematom teru tama
dikeluarkan, hematom ini dapat menyebabkan heriiasi terdiri atas bekuan darah atau bekuan darah yang
unkus-girus dan tonsil serebehrm; penekanan batang sudah mencair.
otak; dan kematian. Sejumtnh pnsiin rlengan ltemntoi Hemntom stLbdurnl sktLt biasanya berkaitan
epidural mengalami "interattl lttsid,, ,igrro setelah dengan riwayat trauma yang jelas. Hematom ini
9elery,
diikuti oleh pentLrunan progresi] kesad"nran. mungkin unilateral atau, terutama pada bayi, bilateral
|aeikipun-paling tidak sebagian perburukan tipe
lambat ini diperkirakan berkaitan dengan pembesaran
dan sering disertai oleh iesi traumatik lain. Hematom
subdural akut mengandung bekuan darah, paling
progresif hematom, pada sebagian kasus pembengkak_ sering di regio frontoparietal. Berbeda dengan men_
an parenkim otak yang terletak di bawah hemato.r,yt gu
datarnya konveksitas yang ditemukan pada hematom
berperan. Karena pada sebagian besar kasus perdaral_
epidural, kontur girus biasanya tidik mengalami
annya berasal dari arteri pada sebagian beiar kaslrs, perubahan pada kasus hematom slrbdural akut, karena
hematom epidural kranial cepat membesar sehingga tekanan dari hematom tersebar secara cnkup merata di
intervensi bedah perlu segera dilakr_rkan. dalam sulkus dan di atas celah-celah girLrJ. Mungkin
terjadi pembengkakan serebrnm di sisi hematom, yang
Hematom Subdural ikutberperanmenambah efek massa dari hematom serta
memperburuk keadaan klinis. Seiring dengan mem,
Hematom subdr,rral adalah kumpulan darah antara besarnya hematom, hemisferium serebri kontralateral
permukaan dalam dura mater dan araknoid mater. dapat tertekan ke tabula intema tengkorak dan mungkin
Pada sebagian besar kasus, hematom ini disebabkan terjadi berbagai bentuk herniasi. Karena darah pada
oleh kerusakan aena penghtrbtmg (brirtging ueins) yang hematom subdurai biasanya berasal dari vena, onset
berjalan dari permukaan otak ke sinuidura (lihat Gbrl gejaia sedikit lebih lambat daripada hematom epidu_
23-10). Setiap keadaan yang berkaitan dengan pembah_ ral Seiring dengan waktu, hematom nonfatal yang
an mendadak dalam kecepatan kepala (mlsal, cedera tidak diobati secara bertahap mengalami pencair.an
whiplash [lecut]; pukulan ke kepali; dan, pada kasus dan dibatasi dari otak di bawahnya oleh suatu
bayi, menggoyang-goyangkan kepala dengan keras) "neomembran" reaktif untuk menjadihematom snb_
menyebabkan robeknya z,eia penghtiung ysng dural kronis.
fa-pat
halus ini sewaktu vena tersebut menembus dura mater Pada hemntom subdttrnl lcronis, riwayat trauma
di atasnya. Hal ini menyebabkan perdarahan ke dalam umlrmnya tidak terialu jelas dibandingkan dengan
ruang subdural. Hematom subdural paling sering hematom subdural akut. Hematorn ini serlng berkaitan
terjadi di atas konveksitas serebrnm danbervariasi dari de1S1n atrofi otak, yang pada akhirnya meriingkatkan
perdarahan kecil hingga lesi masif yang menimbulkan mobilitas otak di dalam kubah tengkorak s"hi,-,ggu
vena penghubung menjadi semakin mudah robek. Oleh
karena itu, episode tralrmatik yang menyebabkan
hematom subdural mungkin sedemlkian ii,-., go,-l,,,yn
sehing-ga tidak diperhatikan. Hematorn ini sering biia-
teral. Hematom subdural kronis terdiri atas daraliyang
Sinus sagittalis superior
mencair atau cairan kekuningan yang terpisah dari
permukaan dalam dura mater dan otak di bawahnya
Frakturtengkorak Dum (masih nelekat ke tengkorak)
\ oleh "neomembran"' yang terdiri atas jaringan grar-rulasi
Arteri \
menrngea \
Membran dalam dan koiagen matur yang berasal dari dr-rra mater.
media \ Membran Pembuluh darah di dalam neomembran sangat permea-
luar bel karena lapisan endotelnya tidak berkembang
Darah ; Darah sempurna sehingga terjadi penimbr-rnan progresil
urtTi vena
,if cairan dan perdarahan rekuren di dalam hemitom.
,!1, Gejaia klinis mencakup perubahan status mental,
J kadang-kadang disertai oleh defisit neurologik fokal.
Karena sifat defisit yang berkembang secara perlahan,
hematom subdural kronis dapat dikacaLrkan dengan
A. Hematom epidura B. Hematom subdura
demensia yang disebabkan oleh gangguan neurode"ge-
Gambar 23-10 T
neratif, seperti penyakit Alzheimer. pemeriksain
pencitraan yang sesuai terhadap kepala (misal, com,
Hematom epidural dan subdural. Hematom epidural (A)disebabkan puted tomogrnplry [CTl atau mngnetic resonnnce im_
oleh robeknya aderi meningea media sewaktu pembuluh ini berjalan cglng [MRI] sangat bermanfaat untuk menyingkirkan
melalui ruang epidural. Hematom subdural (B) terjadi akibat kemungkinan hematom subdural pada pasi& yang
robeknya vena "penghubung" (bridging veins) antara otak dan kelainan neurologiknya berkembang lambat.
sinus dura.
BAB 23 SISTEM SARAF I 915
4"w
l.ffi
&
e "-wql..t -
'.q,:8
.,',,...':.
Gambar 23-11
Cedera akson difus. A. Foto makroskopik yang memperlihatkan lesi perdarahan khas didalam korpus kalosum. B. Fotomikrograf sferoid
akson, yang dilabel dengan antibodi terhadap protein prekursor amiloid. Prosesus akson yang membengkak berwarna merah pada
sediaan ini. (A, Sumbangan Walter Kemp, MD, Deparlment of Pathology, University of Texas Southwestern MedicalSchool, Dallas.)
916 r BAB 23 STSTEM SAFAF
MORFOLOGI
Kubah kranium pada janin anensefalus mengalami
hipoplasia atau tidak ada, dan tulang di dasar tengkorak Gambar 23-13
menebal. Orbita dangkal, sehingga mata menonjol dan
menimbulkan penampakan wajah "seperti kodoK' (Gbi-. Anensefalus, def ek neural tube kranial tersering dan paling parah.
23-13). Neurohipofisis tidak ditemukan, dan hipofisis Tulang-tulang orbita memiliki ukuran hampir normal, meskipun tidak
anterior lebih kecil daripada normal, mencerminkan terdapat otak dan tulang-tulang kranium sehingga tercipta
tidak adanya hormon trofik dari hipotalamus. Jgga penampakan wajah seperti kodok.
918 I BAB 23 SISTEM SARAF
Malformnsi Dnndy-Wnlkr:r terdiri atas aplasia atau Mnlformn si kor t eks s e r eb r tLm mencakup per ubahan
hipoplasia vermis serebeium, disertai oleh dilatasi yang berkisar dari kelainan mikroskopik migrasi neu-
mirip-balon ventrikel keempat dan membesarnya fosa ron yang samar hingga pembentnkan girus multipei
postedor. Lesi biasanya disertai oleh hidrosefalus. Ke- yang abnormal dan kectl (polimihragirin), hingga
lainan lain, termasuk agenesis korpus kalosum, ke tiadaan to tal girus (lis ens e.faltLs). Displasia serebrum
meningokel oksipital, dan lesi yang disebabkan oleh ini merupakan salah satu penyebab penting pasien
migrasi neuron abnormal selama embriogenesis, juga dengan epilepsi yang refrakter"
mungkin ditemukan.
Sindrom Neurokutaneus
Gangguan Perkembangan
Otak Depan Sindrom neurokutaneus, atau fakomatosis, adalah
sekelompok penyakit yang ditandai dengar malformasi
Karena perkembangan normal otak depan merupa- dan berbagai proliferasi neoplastik dan nonneoplastik
kan hal yang kompleks, tidaklah mengherankan bahwa di sistem saraf, kulit, mata, dan organ lain. Sebagian
banyak malformasi yang mungkin ditemukan di besar diwariskan sebagai sifat dominan antosomal
hemisferium serebri. Contoh malformasi tersebut dengan ekspresi bervariasi, kecuali sindrom Sturge,
adalah holoprosensefah-rs dan malformasi korteks Weber. Sindrom nelrrokutaneus utama diringkaskan
serebri. pada Tabel 23-1" Sebagian, seperti nenrofibroma tosis tipe
Kata holoprosensefolus mengacLr pada sekelompok I dan penyakit von Hippel-Lindau juga diuraikan di
malformasi yang berkaitan dengan gangglran pem- bagian lain dari buku teks ini (Bab 6,7, dan 1.4)"
belahan hemisferium serebri. Kelainan semacam ini
dapat ditemukan pada pasien dengan trisomi 13 dan
15, tetapi juga dapat terjadi tanpa adanya kelainan
Cedera Perinatal
kromosom spesifik. Pada bentuk holoprosensefalus Berbagai gangguan eksogen dapat mencederai otak
paling parah, fangdinamai holoprosensefalus alobus, yang sedang berkembang. Cedera yang terjadi pad;r
tidak te4adi perkembangan hemisfer dan terdapat otak awal gestasi dapat merusak otak tanpa mernicn
depan rudimenter menutupi satu rongga ventrikel; perubahan "reaktif" yang biasa di parenkim (misal,
pada bentuk yang tidak terlalu parah, ditemukan upaya gliosis atar-r peradangan) dan mungkin sr-rlit dibedakan
pemisahan lobus (Gbr. 23-15). Kelainan otak depan dari malformasi primer. Cedera hipoksik-iskemik,
disertai kelainan wajah yang keparahannya bervariasi infeksi, pajanan toksin intrauterus, dan lrauma lahir
dari siklopia hingga sumbing wajah ringan. Secara ikut berperan membentnk spektrum cedera SSP peri-
Lrmum, keparahan malformasi wajah sebanding natal. Beberapa pola cedera otak perinatal yang penting
dengan keparahan kelainan otak yang mendasari. akan diuraikan di sini.
Gambar 23-1 5
Holoprosensefalus. A. Foto makroskopik siklopia, yaitu kelainan wajah paling parah yang disebabkan oleh holoprosensefalus. Kata
siklopia didasarkan oleh adanya satu struktur mata di bagian tengah wajah, mirip Cyclops dalam mitologiYunani. Suatu struktur buntu
yang disebut proboscis tampak tepat di atas mata nonfungsional. B. Foto otak dari pasien di A,yang memperlihatkan tidak adanya
pemisahan hemisferium serebri. Pada kasus ini, terdapat satu rongga ventrikel bersama. (Sumbangan Reade Quinton, MD, Department
of Pathology, University of Texas Southwestern Medical School, Dallas.)
920 I BAB 23 SISTEM SARAF
Perdarnhnn ntntriks germitnl merr-rpakan penyebab berkaitan dengan disfungsi kardiorespirasi, termasuk
tersering perdarahan intraventrikel pada bayi pre- penyakit membran hialin, syok, sepsis, dan penyakit
qratnr. Pada otak manusia vang sedang berkembang, jantung kongenital, meningkatkan risiko nekrosis
matriks germinal menetap sampai sekitar 35 minggtr substansia a1ba, mr-rngkin dengan meningkatkan
gestasi, terutama di regio subependima nukleus kemungkinan cedera hipoksik-iskemik lokal. Lesi pada
kaudatus dan talamus. Matriks terdiri Atas sel primitlf nekrosis substansia alba tampak sebagai daerah pr-rtil-r
yang diberi makan oleh pembulr-rh halr,rs berdinding mirip kapur, kadang-kadang disertai pembentukan
fipis yang terdiri tidak lebih dari satu laprsan endotel kavitas dan perdarahan di slrbstansia alba. Lesi umum-
dan lamina basal. Gangguan, seperti hipoksia, nya terdapat di dekat ventrikel lateral serebrum.
hiperkarbia, dan asidosis, tenrtama jika disertai oleh Cedern substnnsin grisen, akibat cedera hipoksik-
fluktuasi aliran darah lokal, dapat mencederai sel iskemik atau, pada sebagian kasus, infeksi, dapat
endotel di dalam matriks germinal sehingga terjadi mengambil bentuk suatu infark tipikal vang rnengenai
perdarahan ke dalam mahiks. Perdarahan besar mtrdah teritorial vaskr-rlar tertentu atar,r terjadi di daerah yang
merusak lapisan ependimal dan masuk ke sistem rentan, seperti talamus, ganglia basal, dan nr-rklerts
ventrikel (Gbr. 23-16). Perdarahan juga dapat meltras baiang otak tertentu. Penyebab banyaknya pola ke-
ke dalam parenkim SSP di dekatnya, kadang-kadang rentanan selektif ini masih belurn dipahami sepenuh-
masuk ke sr-ratu daerah nekrosis substansia alba. nya, tetapi mungkin berkaitan dengan kombinasi faktor
Banyak bayi dengan perdarahan matriks meninggal sirkr-rlasi lokal dan variasi regional dalarn distribusi
pada masa neonatus. Pada mereka vang selamat dari nenrotransmiter eksitatorik, seperti pada kasus pola
episode akut, organisasi perdarahan dapat cedera hipoksik-lskemik selektif di otak orang dewasa.
menyebabkan pembentukan jaringan parr-rt dan glio- Cedera sr-rbstansia grisea dapat menimbulkan ganggLl-
sis reaktif, ganggLlan drainase CSS, dan hidrosefalus an neurologik jangka-panjang dan menrpakan
obstruktif. penyebab beberapa kasus ccreDrnl pnlsy, yaitu stlatlr
lJekrosis stLbstnnsin nlbo, juga disebr"rt sebagai kelompok ganggllan yang etiologinya heterogen dan
Ieukomnlnsin periuentrikel, merupakan cedera otak ditandai dengan disfungsi motorik nonprogresif dan
perinatal lain yang penting; kelainan ini dapat me- defisit neuroiogik lainnya. Bergantung pada keparal-ran
matikan atau menyebabkan hambatan perkembangan gangguan, lesi pada cedera substansia grisea dapat
dan kr,radriplegia. Berbeda dengan perdarahan matriks berkisar dari kerusakan neLlron dal gliosis lokal hingga
germinal, nekrosis substansia alba dapat terjadi pada defek parenkim luas yang disertai dengan gliosis luas
bayi aterm serta bayi prematur, meskipun lebih sering yang kadang disebut sebagai ensefnlopnti multilcistik.
terjadi pada kelompok ba1,i prematur. Kondisi yang Seperti telah di-sebutkarr, gangguan yang merusak yang
terjadi pada awal gestasi dapat menimbulkan cacat
struktural lr-ras tanpa disertai gliosis atar,r perr.rbahan
reaktif lainnya.
.iia66stirlrlr.
menimbulkan infeksi SSP walaupun pertahanau talia ibu. Streptokokus grup B berkapsul dan Es-
pejamu normal. Semua bagian sistem saraf dapat cherichis col1, khususnya merupakan patogen yang
menjadi tempat infeksi aktif. Pada beberapa kasus, sangat penting bagi kelompok usia ini.
infeksi dengan cepat menjadi luas, seperti pada kasus Pada anak berusia 6 bulan atau lebih, Hnemophilus
in-feksibakteri akut di leptomeningen. Pada kasr,rs lain, influenzae dahulu merupakan penyebab sebagian
infeksi bersifat ioka1, seperti pada abses akibat bakteri besar kasus meningitis akut; frekuensinya telah jauh
piogenik atau infeksi vang disebabkan oleh agen seperti menurun selama tahun-tahun terakhir berkat
poliovirus vang mengenai sr-rbpopulasi neuron secara diperkenalkannya vaksin yang efektif . Streptococ-
selektif. Infeksi pada sistem saraf akan dibahas ber- cus pneltmoniae saat ini merupakan penyebab
dasarkan regio. dengan tetap menyadari bahwa infeksi tersering meningitis akut pada anak berusia muda.
yang mengenai satu kompartemen sistem saraf sering Neisserin meningitidis merupakan penyebab
berkaitan dengan infeksi di kompartemen lain. tersering epidemi leptomeningitis akut dan meni-
ngitis akut pada anak yang lebih tua, remaja, dan
dewasa mnda.
lnfeksi Epidural dan Subdural Pada orang dewasa yang lebih ttrzr, sebagian besar
kasus meningitis ku t d isebabkan oleh
a S.
Abses epidural dan empiema sr-rbdnral relatif larang
pneumontne dan berbagai basil gram-negatif.
ditemr-rkan, tetapi memiliki angka kematian yang tirrggi.
Listerin monoctltogel1d-s mempakan penyebab
Di dalam tengkoralk, lesi semacam ini dapat terjadi
penting leptomeningitis akut pada r"rsia lanjut,
sebagai penyulit infeksi ;rrirner di sintrs paranasalis
pasien dengar-r gangguan kekebalan tertentu, dan
atatr mastord arlalr sebagai konsekr.rensi trauma. Karena
tteona ttts.
dura mater melekat erat ke tabtrla interna terrgkorak,
Stnphrllococcus nureus dan batang gram-negatif
infeksi epidtrral di regio ini cendentng tetap Iokal,
mempakan patogen yang sering ditemtrkan pada
sedangkan infeksi yang mengenai rltang subdural
pasien yang menderita meningitis setelah pemasa-
dapat menvebar luas. Infeksi ini paling sering
ngan pirau secara bedah r-rntuk mengalirkan CSS
disebabkan oleh mikroba virlrien seperti stafilokoktrs
dari ventrikelserebrtrm ke dalam rongga peritonetrm
dan streptokokr,rs. Infeksi epidural spinal lebih sering
pada pengobatan hid rosefaltrs.
terjadi daripada infeksi kranial, karena adanva fora-
men antarverlebra yang menghubungkan nrang epr-
duraI dengan pleura dan retroperitoneum.
Leptomeningitis MORFOLOGI
Leptomerr-ngrtis, atau meningitis, seperti yang lebih
Pada kasus leptomeningitis akut biasa, meningen
sering disebtrt, mengaclr pada peradalngan lepto-
mengalami kongesti berat dan menganCung banyak
meningen dan nrang subaraknoid. Sebagian besar eksudat seperti krim di ruang subaraknoid (Gbr. 23-17).
terjadi akibat infeksi, meskiptrn zat kimia tertentu
kasr-rs Distribusi eksudat sedikit bervariasi, sesuai dengan
yang dimasr-rkkan ke dalam rtrang snbaraknoid jtrga penyebab meningitis. Pada kasus meningitis pneumo-
dapat menyebabkan meningitis. Meningitis infeksius kokus, eksudat biasanya paling banyak ditemukan di
dapat dibagi menjadi meningrtis purttlen akut, biasa- atas konveksitas serebrum, sedangkan H. influenzae
nva disebabkan oleh bakteri; rneningitis limfositik akut, sering menyebabkan eksudat di daerah basilar. Otak
biasanya oleh virus; dan meningitis kronis, yang dan medula spinalis di bawahnya mengalami bendung-
mungkin disebabkan oleh sejtrmlah agen infeksrus an dan membengkak. Secara mikroskopis, lepto-
yang berbeda-beda" meningen mengalami kongesti berat dan mengandung
neutrofil serta fibrin pada fase akut. Bakteri mungkin
terlihat, bahkan pada potongan jaringan, tetapi bakteri
LEPTOMENINGITIS AKUT paling mudah ditemukan di dalam apusan eksudat.
(PUBULEN) Proses peradangan dapat meluas ke rongga ventrikel,
tetapi infeksi di parenkim otak di bawahnya jarang terjadi.
Leptomeningitis akut merupakan penyebab penting Pada kasus yang mulai mengalami= perbaikan dapat
morbiditas dan mortalitas pada semua usla. Hampir ditemukan limfosit dan sel mononukleus lain dalam
semrla kasus disebabkan oleh bakteri, yang umLrmnya jumlah bervariasi.
mencapai SSP melalui aliran darah setelah mengoloni
nasofaring. Meskipun identifikasi organisme spesifik
penyebab infeksi sangat penting dalam merencanakan
terapi, r-rsia pasien dan gambaran klinis lain dapat mem-
Gambaran Klinis. Gambaran klinis pada lepto-
berikan petr-rnjuk penhng r-rntLrk memberikarr terapi empins:
menrngitis akut mencakr-rp demam, nyeri kepala, kaku
r Sebagian besar kasus meningitis pada periode kuduk, dan perubahan status mental. CSS, yang sering
neonatus disebabkan oleh flora dalam sah.rran geni- kertrh, mengandung banyak neutrofil. Protein CSS
922. BAB 23 SISTEM SARAF
MENINGITIS KRONIS
Leptomeningitis kronis paling sering disebabkan
oieh bakteri dan jamur. Etiologi yang penting adalah
Mycobncter ittm tuberc ulosis, Cryptococcus neoforn tnns, dan,
Gambar23-17 +yang lebih jarang, spesies Brucello dan Treponena
pnllidtLm. Meningitis kriptokokus merupakan penyebab
Leptomeningitis akut. Leptomeningen mengandung banyakeksudat penting leptomeningitis pada pasien dengan sindrom
purulen sepefti krim, paling jelas di atas permukaan superior imunodefisiensi d idapat (AIDS).
serebrum. Otakdi bawahnya membengkak, dan pembuluh darahnya
terbendung.
MORFOLOGI
meningkat karena meningkatnya permeabilitas Gambaran makro- dan mikroskopik leptomeningitis
vaskular, sedangkan kadar glukosa sangat turun kronis berbeda-beda bergantung pada penyebab me-
(relatif terhadap kadar serum) karena ganggrlan ningitis. Namun, secara umum leptomeningen (kadang-
penyaluran glukosa ke dalam CSS dan, dengan derajat kadang dura mater) menebal dan mengandung eksudat
yang lebih rendah, aktivitas metabolik neutrofil dan padat di ruang subaraknoid. Pada beberapa kasus,
mikroorganisme. Pada kasus yang parah, organisme terutama meningitis tuberkulosa, eksudat terutama
mungkin dapat dilihat pada preparat CSS y,ang banyak terdapat di sekitar dasar otak. Sering terjadi
perlekatan yang luas di araknoid dan hal ini dapat me-
diwarnai Gram dan biasanya mudah diisolasi jika
nyebabkan hidrosefalus obstrukiif. Reaksi peradangan
pembiakan dilakukan sebelum pasien mulai diberi
pejamu bergantung pada penyebab meningitisnya.
antibiotik. Prognosis leptomeningitis akut terntama Namun, berbeda dengan leptomeningitis akut, infiltrat
bergantung pada kecepatan pemberian terapi anti- biasanya didominasi oleh limfosit, sel plasma, dan
mikroba yang sesuai. Oleh karena itu, diagnosis dini histiosit epitelioid. Pada kasus meningitis tuberkulosa
sangatlah penting. Meskipun isolasi organisme (dibahas kemudian), mungkin ditemukan daerah
penyebab mempakan hal yang diperlukan, terapi meni- nekrosis perkljuan dan reaksi peradangan granulo-
ngitis harus segera diberikan sebelum hasil biakan matosa. Pada bentuk lain meningitis kronis, terutama
diperoleh. Pengetahuan tentang situasi klinis ketika meningitis kriptotokus, sel radang mungkin tidak men-
meningitis terjadi, seperti telah disinggung, dapat colok. Pada leptomeningitis tuberkulosa, serta pada
memberikan petunjuk penting tentang kemr-rngkinan beberapa kasus leptomeningitis fungus, pembuluh
darah di ruang subaraknoid mungkin mengalami proli-
agen penyebabnya.
ferasi hebat sebagai respons terhadap keberadaan sel
radang. Proliferasi ini mungkin cukup parah sehingga
MENTNGtTtS LtMFOStTtK (VtRUS) menyebabkan penyempitan lumen pembuluh (endarte-
ritis obliteratif) yang menyebabkan infark di parenkim
AKUT di bawahnya.
Sebagian besar kasus meningitis limfositik akut
disebabkan oleh virus. Karena biakan rutin negatif,
meningitis virus juga disebut sebagai meningitis
aseptik. Berbeda dengan meningitis bakterialis, ke- Gambaran Klinis. Gambaran klinis pada meni-
banyakan kasus meningitis virus bersifat swasima, dan ngitis kronis mencakup nyeri kepala, kadang-kadang
pasien Lrmumnya memiliki prognosis yang lebih baik. disertai kaku kuduk dan tanda lain iritasi meningen.
Meningitis dapat terjadi daJam perlalanan setiap infeksi Namun, pada banyak kasus, tanda-tanda klasik
virus. Pada beberapa kasns, meningitis virus berkaitan "meningen" mungkin tidak ada. CSS mengandung
dengan in-feksi pada parenkim (ensefalitis), tetapi meni- banyak sel mononuklens serta memperlihatkan pe-
ngitis biasanya adalah manifestasi satu-satunya infeksi ningkatan bermakna kadar protein dan pennmnan
SSP. Penyebab penting adalah echouirus, coxsackie- kadar glukosa.
airus, virus gondongan, dan virus imunodefisiensi Infeksi SSP pnda sifilis memerlukan perhatian
manusia (HlV). khusus. Treponema pallidtmt dapat menyebabkan
BAB 23 SISTEM SARAF T 923
penyakit sistem saraf, baik pada sifilis kongenital penyebaran hematogen biasanya dari endokarditis
maLlplln didapat. Organisme ini sering memperoleh bakterialis, abses paru, dan bronkiektasis. Pasien
akses ke sistem saraf selama stadium awal sifiiis dan dengan penyakit jantung kongenital sianotik karena
dapat menyebabkan leptomeningitis limfositik akut pirau kanan-ke-kiri berisiko besar mengalami abses
selama fase seknnder infeksi. Neurosifilis tersier dapat olak, karena bahan infeksius di sirkr-rlasi vena dapat
mengenai meningen, pembuluh, atau pareirkim SSP. melewatkan parti dan mengalir langsnng ke dalam
Tidak jarang terjadi infeksi dengan pola kombinasi. sirkuiasi arteri s istemik.
Gambaran morfologik pada sifilis meningen tidak
spesifik dan mencakup penebalan meningen dan
sebukan sel radang mononukletts, terutama di dasar
otak. Kadang-kadang proses secara khusus mengenai
meningen spinal. Sel plasma merupakan komponen MORFOLOGI
infiltrat peradangan yang sering ditemr-rkan dan, jika
Abses otak dapat terjadi di mana saja, tetapi umumnya
ada, se1a1u mengisyaratkan kemungkinan sifilis. ditemukan di hemisferium serebri. Abses umumnya
Perubahan proliferatif dan,/atau fibrosis sering terjadi soliter meskipun mungkin multipel, terutama jika orga-
di pembuluh meningen dan dapat menyebabkan nismenya mencapai otak melalui rute hematogen. Lo-
kerusakan iskemik di parenkim otak di bawahnya. bus temporalis dan frontalis sering terkena jika abses
Seiring dengan waktu, dapat teqadi fibrosis meningen terjadi sebagai penyulit setiap infeksi telinga tengah dan
yang signifikan, diikuti oleh hidrosefalus sekunder sinus paranasalis. Lesi berawal sebagai suatu daerah
akibat obstruksi aiiran keluar CSS. Lesi meningo- perlunakan (serebritis) yang secara bertahap mencair.
vaskular yang mengenai bagian snbaraknoid akar saraf Rongga yang terbentuk mengandung pus kuning-hijau,
yang dapat sangat kental (Gbr. 23-18). Dalam beberapa
ciorsal dapat menyebabkan degenerasi serabtLt sensorik
asendens di kolumna posterior medr,rla spinalis, yang
minggu selanjutnya, abses dipisahkan dari otak di
sekitarnya oleh proliferasi fibroblas dan kolagen yang
kemudian menyebabkan kelainan sensorik dan gaya
berasal dari pembuluh darah di otak sekitar. Otak di
berjalan, snatu keadaan yang dikenal sebagai fabcs sekitar lesi mengalami edema dan kongestif serta
dorsnlis.Infeksi treponema pada parenkim otak dapat mengandung astrosit reaktif dan sel radang perivaskular
menyertai infeksi pada meningen, menimbulkan dalam jumlah bervariasi.
keadaan yang disebut sebagai pnresis gentt'nlisntn atau
genernl paresis of the insnne. Hal ini ditandai dengan
atrofi korteks, lenyapnya neLlron, dan proliferasi sel
mikroglia panjang yang disebut sel batnng. Pewarnaan Gambaran Klinis. Gambaran klinis abses otak
khrrsus dapat memperlihatkan keberadaan spirokae ta adalah demam, tanda-tanda peningkatan iekanan
di dalam parenkim otak pada kasus aktif. intrakranial, dan defisit neurologik fokal ben ariasi. CSS
mengandung hanya sedikit sel, banyak protein, dan
lnfeksi Parenkirn kadar glukosa normal. Penyulit abses otak mencakllp
(Termasuk Ensefalitis) herniasi otak dan ruptur abses ke dalam rrentrikel alau
nlang subaraknoid.
Infeksi generalisata pada parenkim otak disebr-rt
ensefnlitis, seperti pada beberapa kasus ner-rrosifilis TUBERKU LOSIS DAN
(dibahas sebelumnya) dan pada banyak infeksi virus.
Infeksi parenkim dapat bersifat 1okal, seperti pada
TOKSOPLASMOSIS
kasus abses bakteri, tuberkuloma, dan sebagian besar Tuberkulosis dan toksoplasmosis merupak;n
kasus toksoplasmosis. Pembahasan infeksi parenkim penyebab penting infeksi parenkim otak. Tuberkulosis
akan dibagi menjadi abses otak, tuberkulosis dan dapat mengenai parenkim otak serta meningen.
toksoplasmosis, ensefalitis virus, dan ensefalopati Tuber:kulosis SSP hampir selalu terjadi setelah pe-
spongiformis yang disebabkan oleh agen nonkonrren- nyebaran hematogen organisme dari infeksi primer di
sional yang disebr,it prion. partt. Toksoplasmosis periu disebut secara khusus
karena kejadiannya pada pasien AIDS. Di SSP,
toksoplasmosis bermanifestasi sebagai lesi fokal
ABSES OTAK multipel, biasanya di dalam substansia grisea.
Abses otak dapat disebabkan oleh beragambakteri,
termasuk stafilokokus, streptokokus, dan sejumlah
organisme anaerob. Organisme penyebab dapat men-
capai parenkim otak melalui penyebnran hematogen
dari infeksi di bagian tr"rbuh lain, melaluipenyebarnn MORFOLOGI
per kontiruLitntwn darifokus infeksi di dekatnya (misal,
Pada tuberkulosis, organisme mencapai otak dan/atau
sinusitis atau otitis media supuratif kronis), atau meningen dari lesi paru aktif melalui aliran darah untuk
melaiui implnntnsi langsung sewaktu trattma. Sumber
924 . BAB 23 SISTEM SARAF
MORFOLOGI
Gambaran morfologik ensefalitis virus sedikit banyak
bergantung pada penyebab infeksi. Namun, beberapa
membentuk fokus lesi yang dikenal sebagai tuber- gambaran umum dapat ditemukan pada sebagian
kuloma. Tuberkuloma dapat tampak sebagai nodul besar bentuk, termasuk infiltrat peradangan peri-
padat kecil, tunggal atau multipel, atau sebagai lesi vaskular; nodul mikroglia; dan, pada beberapa kasus,
besar iregular dengan bagian tengah mengalami badan inklusi. lnfiltrat peradangan perivaskular terdiri
nekrosis kaseosa (nekrosis perkejuan). Secara histo- atas sel mononukleus, termasuk limfosit, sel plasma,
logis, lesi terdiri atas agregat histiosit epitelioid dan sel dan makrofag. Seperti telah disebutkan, infiltrat
raksasa, sering disertai oleh daerah nekrosis. Diperlu- peradangan serupa sering ditemukan di meningen (lihat
kan pewarnaan untuk basil tahan-asam untuk melihat bagian sebelumnya tentang meningitis limfositik akut).
organisme, yang mungkin sedikit jumlahnya. Ruptur Biasanya, terdapat agregat lokal sel mikroglia yang
tuberkuloma ke dalam ruang subaraknoid menyebab- disebut nodul mikroglia dan kadang-kadang berkaitan
kan terjadinya meningitis tuberkulosis, yang dapat dengan fagositosis neuron (neuronofagia). Meskipun
bermanifestasi sebagai meningitis akut atau kronis. tidak ditemukan pada semua kasus ensefalitis virus,
Secara histologis, lesi toksoplasmosis yang tidak sejumlah virus menyebabkan terbentuknya badan
diobati sering mengandung daerah nekrosis disertai inklusi khas di dalam nukleus atau sitoplasma sel yang
oleh infiltrat peradangan sel mononukleus dalam terinfeksi. Contohnya adalah badan Negri intrasito-
jumlah bervariasi. Dalam sediaan jaringan, organisme plasma pada rabies dan badan inklusi intranukleus
Toxoplasma gondii, dalam bentuk pseudokista atau yang mencolok pada CMV.
takizoit individual, paling mudah terlihat di tepi daerah
nekrotik. Organisme mungkin sangat sulit ditemukan
pada kasus yang pernah diobati. Penyakit parasit penting
lainnya yang menyebabkan lesi otak fokal adalah sisti-
serkosis, ekinokokosis, dan ensefalitis akibat amuba Gambaran Klinis. Pada paragraf berikut, dibahas
yang hidup-bebas (misal, spesies Naegleria).
gambaran klinis dan morfologik beberapa ensefalitis
rrirus yang sering ditemukan.
Ensefalitis Arboairus (Arthropod-Borne).
Ensefalitis yang disebabkan oleh arbovirus adalah
bentr-rk ensefalitis epidemik tersering di dunia barat.
ENSEFALITIS VIRUS
Contohnya adalah ensefalitis eastern dan zLtestern
Meskipun sejumlah organisme mampu menimbul- equine, Venezlrela, St. Lor-ris, dan California. Sebagian
kan infeksi generalisata di parenkim otak (1ihat pem- besar kasus ensefalitis arbovirns terjadi pada akhir
bahasan tentang sifilis sebelumnya), infeksi virus musim panas, saat vektor (nyamuk) paling banyak.
merupakan penyebab tersering. Sejumlah besar virus Secara histologis, tampak inflamasi perivaskular
dapat menginfeksi SSP. Pada sebagian kasus, infeksi nolLspesifik dan nodul mikroglia, yang kadang-kadang
SSP terladi sebagai komponen minor infeksi sistemik, paling mencolok di batang otak. Prognosis bervariasi
BAB 23 SISTEM SARAF T 925
tt {#
MORFOLOGI
t,
4
Otak pada ensefalitis HIV-1 sering mengalami atrofi. Gambar 23-20
Perubahan morfologik blasanya paling mencolok di
dalam substansia alba dan ganglia basal dan men- Ensefalopati virus imunodefisiensi manusia (HlV). lnfeksi HIV di
cakup kepucatan mielin dengan derajat bervariasi di- otak menyebabkan pembentukan sel raksasa berinti banyak yang
sertai adanya makrofag, sedikit infiltrat peradangan khas, yang terbentuk akibat fusi makrofag yang terinfeksi HlV.
mononukleus perivaskular, nodul mikroglia, dan sel (Diadaptasi dari Burns DK, et al: The neuropathology of human
raksasa berinti banyak (Gbr.23-20). Sel raksasa berinti immunodeficiency virus infection. Arch Pathol Lab Med 115:1112,
banyak, yang berasal dari fusi sel mononukleus yang 1 991 . Hak cipta 1 991 , American MedicalAssociation.
)
terinfeksi HlV, mengandung protein virus atau parlikel
virus matang. Meskipun sangat banyak bukti yang me-
nunjukkan bahwa HIV menginfeksi sistem saraf, banyak
aspek dalam patogenesis ensefalitis HIV-j masih
belum jelas. Bukti yang ada menunjukkan bahwa
makrofag yang terinfeksi HIV berperan penting dalam
timbulnya penyakit, baik dalam aspek memberikan ENSEFALOPATI SPONGIFORM
akses bagi virus untuk masuk ke sistem saraf maupun Ensefalopati spongiforrn merLrpakan suatn ke-
dalam perkembangan disfungsi otak selanjutnya.
lompok penyakit menuiar yang jarang yang mencaktrp
Ensefalopati HIV-1 sering berkaitan dengan mielo-
pati vakuolar, suatu keadaan yang ditandai dengan penyakit Creutzfeldt-Jakob (CJD) klasik dan varian
vakuolisasi dan kerusakan mielin di kolumna dorsalis barunya, kuru, sindrom Gerstmann-Strar-rssler (GSS),
dan lateralis medula spinalis. Lesi sangat mirip dengan dan insomnia familiai fatal. SejLrmlah bentuk ensefa-
yang terdapat pada degenerasi kombinasi subakut yang lopati spongiform juga terjadi pada hewan, antara lain
berkaitan dengan defisiensi vitamin 8,, (lihat pem- scrapie, zunsting disense pada elk (sejenis rusa besar)
bahasan tentang defisiensi vitamin 8,, dalam "Penyakit dan baga1, dan ensefalopati spongiform sapi (penyakit
Gizi"). Meskipun sering berkaitan dengan enseTalitis HIV-1, sapi gila) yang banyak dipublikasikan. Penyakit ini
patogenesis mielopati vakuolar masih belum jelas. disebr.rt ensefalopati "spongiform" karena pada
sebagian besar kasus terdapt vakuolisasi mikroskopik
("spongiosis ") yar.g terbentr"rk di daiam badan sel nen-
ron dan di neuropil sekitar.
Leuko arcefal op ati Mttltifo kus Pro gre sif . LMP adalah
Hal yang luar biasa dari kelompok penyakit ini
suatu ensefalopati yang berkembang lambat yang adalah bahwa penyakit ini disebabkan oleh suatu
disebabkan oleh suatr,r anggota kelompok papovavims, famili r"rnik protein "infeksius" yang disebut prlon. Atas
virus JC (JC menunjukkan inisial dari pasien tempat penemlran prion, Dr. Stanley Prusiner menerima
pertama kali virus diisolasi dan tidak ada Hadiah Nobel 1997 trntuk Kedokteran atau Fisiologi.
hubungannya dengan penyakit Creu tzfeld t-Jakob, yang Empat konsep fundamental berikut muncul dari
dibahas kemudian). LMP menyerang orang dengan penelitian terhadap prion dan penvakit yang disebab-
gangguan kekebalan dan, seperti toksoplasmosis kannya:
serebrum dan CMV, semakin sering ditemukan dengan I Prion adalah satu-satunya kelas agen infeksius
mtrnculnya AIDS. Pada LMP, uirus menginfeksi oligo, yang tidak memiliki asam nukleat RNA atau DNA.
dendroglin dan menyebnbknn dsernh demielinisnsi, I Penyakit prion dapat bermanifestasi sebagai pe-
yang secara makroskopis tampak sebagai fokus gela- nyakit menular, sporadik, atau genetik.
tinosa iregular, paling mencolok di taut antara r Penyakit prion terjadi akibat akumr-Llasi protein
snbstansia grisea dan alba. Gambaran histologik men- prion normal dengan bentr-rk terlipat abnormal.
cakup demielinisasi; pembesaran atipikal astrosit; dan I Prion patogenik dapat memiliki beragam konfor-
pembesaran nukleus oligodendroglia yang me- masi, yang masing-masing berkaitan dengan
ngandung badan inklusi kotor berwarna ungrl muda. penyakit tertentu.
BAB 23 SISTEM SARAF I 927
Prion infeksius ndalah suntu bentuk modifiknsi protein penyakit prion. Pada kasus CID sporadik, /aitu bentuk
strukttLral normnl yang terdnpat di sistem snrnf mnmalin. eruef alopati spongiform manusia tersering, perr-rbahan
Protein prion normal, yang biasanya disingkat sebagai bentuk awal pada PrP'menjadi bentuk PrP'. tampak-
PrP", adalah suatr"r protein 30-kD terkait-membran yang nya terjadi secara perlahan dan spontan. Perubahan
dikode oleh gen di kromosom 20. Meskiptrn PrP. hampir ini mungkin dipicu oleh suatu mutasi somatik yang
tidak mengalami mutasi (highly conseraed) dan mengenai gen PrF. Inokulasi PrP.. dari hewan yang
diekspresikan dengan kadar tinggi di neuron, terinfeksi ke anggota normal dari spesies yang sama
fungsinya masih belum diketahui. juga memicu rangkaian perubahanbentuk serupa pada
Penyakit akibat prion terjadi jika PrP. mengalami hewan penerima, yang mendukung kenyataan bahwa
perubahan konformasi untuk membentuk suatu pro- ensefnlopnti spongiform dnpnt menulnr.
tein yang secara strnktural abnormal dan dinamai PrP* Kasus herediter, seperti telah dinyatakan, mem-
(tanda "sc" berasal dari penyakit hewan scrapie). bentuk subset tambahan kasus ensefalopati spongi-
Setelah terbentuk, PrP"' mampu menginduksi molekul form. Bentuk penyakit yang diwariskan ini, termasuk
PrP'normal Iainnya untuk mengalami perubahan insomnia familial fatal, GSS, dan sekitar 15% kasus
konformasi menjadi benttik PrP'. sehingga terbentuk CJD adalah penyakit dominan antosomal. Penyakit iiri
molekul PrP abnormal dalam jumlah sangatbesar (Gbr. disebabkan oleh pewarisnn stLatrL gen PrP mutln r/lng
23-27). Rantai polipeptida PrP'dan PrP." identik dalam mengkode stLottL bentuk PrP' yang mengnlnmi pertLbnlr
komposisi kimiawinya, tetapi berbeda dalam konfor- nn benttLk spontnn menjndi bentuk PrP', dengan laju
masi tiga dimensinya. PrP' banyak mengandung heliks ynng snngnt tinggi. Lebih dari 20 mr-rtasi pernah
u, sedangkan PrP"'memiliki jauh lebih sedikit heliks q, ditemukan pada gen PrP. Setiap mr-rtasi ini meng-
dan lebih banyak lembar B. Perubahan struktur ini hasilkan bentuk penyakit yang berbeda-beda. Namnn,
merupakan kejadian mendasar dalam patogenesis pada sebagian kasus mutasi yang sama menghasilkan
ffi,*"
ffiW:W =i-*r
prpsc
ril:G
y f 8,,,"---l
dl
,"'"d
t,,""-*lEl
*s w tr'|tr--
Penularan rg
prpc I*l HrHU
(Mutan denoan
t;;ilii;;#;ij
PrPsc
ke Peiamu baru H
Eil
---"
t''""-lEl
dl,"..-.* E-l
Pc
$**J
Gambar23-21
Patogenesis tiga pola penyakit prion. Penyakit prion sporadikterjadiakibat transformasi spontan perlahan PrP. menjadi PrP... Perubahan
ini sangat dipercepat jika terdapat mutasi di gen prion. Penularan PrP". ke pejamu baru memicu penyakit pada penerima. Yang mendasar
dari semua kasus adalah kemampuan PrP'" mengubah protein PrP" normal menjadi bentuk abnormal patogenik PrP'".
928 T BAB 23 SISTEM SARAF
IVIORFOLOGI
Pada stadium awal CJD, otak secara makroskopis
tampak normal. Atrofi terdapat pada kasus yang sudah NEOPLASMA SISTEM
berlangsung lama dan munEkin parah. Tanda utama SARAF PUS.AT
CJD dan ensefalopati spongiform lain adalah adanya
vakuola di dalam neuropil dan badan sel di substansia Neoplasma SSP mencakup neoplasma yang berasal
grisea (perubahan spongiform) (Gbr. 23-22). Vakuo- dari dalam otak, medula spinalis, atau menhgen, serta
lisasi disertai oleh hilangnya neuron dan gliosis reaktif tumor metastatik yang berasal dari tempat lain. Neo-
dengan derajat bervariasi, dan meningkat seiring plasma SSP primer sedikit berbeda dengar-r neoplasma
dengan durasi penyakit. lnfiltrat peradangan biasanya vang timbul di tempat lain, dalam artian bahwa bahkan
tidak ada. Endapan kaya-amiloid, yang dikenal sebagai
lesi yang secara histologis jinak, dapat menyebabkan
plak kuru, mungkin ditemukan pada sebagian bentuk
kematian karena penek;rnan terhadap struktr-rr vital,
ensefalopati spongiform. Meskipun bukan merupakan
gambaran umum pada CJD, endapan ini menonjol di Selain ittr, berbeda denS;an neoplasrna y;rng timblrl di
korteks serebrum pasien yang menderita apa yang h-rar SSP, bahkan tumor otak primer vang secara histo-
disebut sebagai bentuk varian-baru penyakit ini (di- logis ganas jarang menyebar ke bi,rgian tubr_rh lain. pem-
bahas selanjutnya). bahasan [nmor primer SSP ini akarr dibatasi pada tu-
mor neuroglia yang umllm (astrositoma, oligodendro-
glioma, dan eprendimoma), neoplasma nellron, tumor
ner.rroektoderm primi ti f (TNEP), d an meningi or.rr r.
Gambar23-24
Gambar 23-25
Glioblastoma murtiforme. Berbeda dengan astrositoma infirtratif
Fotomikrograf glioblastoma multiforme. Glioblastoma ditandai dengan
berdiferensiasi baik pada Gambar 23_23, glioblastoma inr hiperselularitas, pleomor-fisme nukleus, aktivitas mitotik, proliferasi
mengandung daerah iregular perubahan warna dan perubahan
mikrovaskular, dan nekrosis. Daerah nekrotik pada contoh ini
kistik, yang mencerminkan adanya nekrosis dan perdarahan.
Lesi dikelilingi oleh kumpulan padat sel tumor sehingga terbentuk
ini menginfiltrasi Iuas dan menyebabkan efek massa yang
cukup gambaran palisadi ng necrosis.
besar. Perhatikan pergeseran strukturdi garis tengah ke
arah kanan.
OLIGODENDROG LIOMA
saraf optikus, tetapi seperti pada kasus astrositoma Oligodendroglioma paling sering d itemr-rkan pad a
fibrilar, semua bagian SSP dapat terkena. Secara Llmltm, masa dewasa dan biasanva terbentuk di dalam hemi_
tumor ini dibedakan dengan neoplasma astrositik sferium serebri. Kelainan sitogenetik, yang sering terladi
fibrilar berdasarkan sifahnya yanglebih diskret dan pada oligodendroglioma, adalah hilangnya hetero-
perilakunya yang lebih lambat berkembang. zigositas di lengan panjang kromosom t9 dan lengan
pendek kromosom l. Mutasi yang melibatkan gen fFS3
relatif jarang ditemnkan, berbeda dengan tumor
astrositik infiltratif.
MORFOLOGI
Astrositoma pilositik biasanya berbatas cukup tegas.
Tumor ini umumnya kistik dan mengandung nodul
mural. Asal nama astrositoma pilositik adalah dari ke_
beradaan astrosit dengan prosesus sel yang me-
manjang "seperti rambut" (Gbr. 23-26). Sering ditemukan
daerah kistik, serat Rosenthal yang eosinofilik terang,
dan butir-butir eosinofilik kaya-protein (badan granular
hialin). Meskipun sering ditemukan, atipia seLlar dan
proliferasi mikrovaskular jauh kurang agresif dibanding_
kan dengan pada astrositoma infiltratif. Keganasan yang
nyBta sangat jarang ditemukan.
MORFOLOGI
Sec"ara makroskopis, oligodendroglioma biasanya
lunak dan gelatinosa, dan tumor ini sering memiliki
batas lebih tegas dibandingkan dengan astrositoma
infiltratif. Kalsifikasi sering terjadi dan, jika terdeteksi
secara radiografis, dapat memberi petunjuk penting bagi
dia$nosis. Secara mikroskopis, oligodendroglioma
klasik dibedakan oleh adanya sel infiltratif dengan
nukleus bulat seragam, sering dikelilingi oleh halo jernih
perinukleus. Sel neoplastik cenderung berkumpul di
sekitar neuron asli, suatu fenomena yang disebut se-
bagai satelitosis. Pada sebagian kasus, tumor meluas
ke dalam ruang subaraknoid. Mungkin ditemukan per-
ubahan anaplastik, yang ditandai dengan meningkatnya
pleomorfisme nukleus, aktivitas mitotik, dan nekrosis. Gambar23-27
fffi
|";;.-*-**:
14-
^*trg* +6 .'t
* :q:*
terjadi pada anak dan dewasa muda serta timbul di
lobus temporalis, tempat tumor ini menjadi salah satu
sebab penting kejang. Tumor yang mengandung
camprlran nellron matur dan sel glia disebut sebagai
gnngliogliomo, dengan istilah gangliositomn dicadang-
kan r-rnbr"rk tumor yang semata-mata terdiri atas elemen
:".A*: -;*fi nellron. Perilaku sebagian besar tumor sel ganglion
adalah jinak, meskipun pernah dilaporkan kekambr-rh-
eS-.# an dan pertumbnhan agresif sehingga semu.l Fasien
derrgan lesi ini perlu ditindaklanjuti.
Gambar 23-28 I
Bentuk tumor nelrron lain vang barr-r-bartr irri dike-
Fotomikrograf suatu meduloblastoma. Neoplasma serebelum inr tahtri dan penting adalah ttLntor netLro(pitel disembrio
terdiri atas sel neuroektoderm primitif dengan prosesus sitoplasma plnstik (DNT). Seperti tumor sel ganglion, DNT cen-
yang tidak lelas. Tumor dapat meluas ke dalam ruang subaraknoid dertrrrg timbul pada anak dan dewasa muda, dengan
dan membungkus seluruh sistem saraf pusat insidensi ptrncak pada dekade kedr.ra kehidtrpan. Tr.r-
mor biasanya berkaitan dengan riv,'ayat kejang kronis,
biasanya kejang tipe kompleks-parsial. Secara histo-
Iogis, DNT terdin atas campLlran nelrron matLrr, daeral.r
mirip oligodendroglioma, dan astrosit. Tumor ini perlLr
dibedakan dengan oligodendroglioma atau glioma
anak, sedangkan tumor yang timbul pada pasien yang infiltratif lainnva. Prognosis sangat baik setelah eksisi
lebih tua sering berasal dari hemisferium serebeli. Lesi simpel secara bedah.
menyebabkan rusaknya arsitektur serebelum dan dapat NerLrositomn serttrsl berm:rnifestetsi sebag.tr mass.r
menonjol ke dalam sistem ventrikel dan mirip ependi- rntrarrentrikel berbatas teg;rs, biasanva melekat ke
moma. Seperti ependimoma, meduloblastoma dapat dinding ventrikel lateral, korpus kalosum, atau septun.r
menyebar melalui CSS, kadang membungkus neurak- pelusidum. Tnmor ini palirrg sering timbLrl pada m.lsa
sis dalam endapan metastatik mirip lembaran. Secara remaja atau dewasa muda. Tumor, vang sering nrent
mikroskopis, meduloblastoma terdirr atas sel kecil alarni kalsifikasi, terdiri atas sel dengan nr-rkleus btrlat
primitif dengan sedikit sitoplasma (Gbr. 23-28) yang
seragam dan halo perinr,rkleus vang cuktrp mir ip deriga n
mengingatkan tumor sel biru kecil lain yang ditemukan
pada anak-anak (Bab 7). Sel neoplastik kadang yang ditemtrkan pada oligodendroglioma. Se'bagian
membentuk roselle kecil, yang disebut rosette Homer besar kasus memperlihatkan peqalanan vang irrdolen;
Wright, di sekitar inti fibrilar. Mungkin ditemukan hanva sedikit kastrs agresif yang pernah dilaporkan
gambaran diferensiasi neuronal, yang berkisar dari bukti
histokimia atau ultrastruktur diferensiasi neuroblastik
hingga sel ganglion yang lebih matur. Neoplasma lntraparenkim
Primer Lain
Limfornn SSP ptrimer telah rnerringkat frekuensinva
clalam bebe-rapa tahun terakhir, terutama dalarn kaitan-
Gambaran Klinis. Sebagian besar pasien dengan
nya dengan kemurrcr-rlan AIDS; memang, limfoma otak
meduloblastoma datang dengan tanda peningkatan
dianggap sebagai penvakit penentu adanya AIDS pada
tekanan intrakranial dan kelainan c;1ra berialan, yang
individu vang positif-HIV (Bab 5). Lesi pada llmfoma
masing-rnasing mencerminkan obstrtrksi CSS dan
SSP primer nrtrngkin tunggal atar.r mr-rltipel. Lesi sering
cedera serebelr-rn-r. Dengan terapi mr"rltimodalitas,
mengalami perdarahan dan mungkin nekrosis walau-
term;lsuk radiasi dan kemoterapi, sebagian besar
pun tid;'rk diobati. Secara mikroskoprs, gambaran tr-r-
pasien bertahan hidup 5 tahun aiali lebil^r.
mor mirip dengan vang ditemukan pada limfoma
maligna non-Hodgkin yang timbr-rl di tempat lain,
Neoplasma Neuron dengan predominansi sel besar dan lesi agresii.
Cambaran khas tnmor ini adalal'r kecendertrngann)/a
Selain elernen neLrronal yang diternukan pada r,rntr,rk tumbuh di sekitar dan di dalam dinding pem-
beberapa tumor neuroepitel primitif, nelrron merupa- buluh darah (pertumbuhan angiosentrik). Seperti
kan komponen utama pada beberapa tumor SSP yang limfoma sel besar lainnya yang timbul di 1r-rarr otak,
menarik. Yang tersering dari tnmor ini adalah tumor limfoma SSPbiasanya adalah tumor limfosit B. Cnkr-rp
sel ganglion, tumor neuroepitel disembrioplastik. dan banyak tlrmor yang timbr,rl pada pejarnu vang meng-
neurositoma sentral. alami ganggr"ran kekebalan dilaporkan berkaitan
BAB 23 SISTEM SARAF T 933
,:,lar;rlr halr-rs d.rrr sel slrorn.t be rbusa kaya-lernak vang mendorong, bukan menginfiltrasi, parenkim otak di sekitarnya
(Diadaptasi dari Burns DK. The central nervous system ln. Henson
.rsalri\,a Lidak oikcLahui. Tir rtror dapat lr,irrggal alalr
DE, Albores-saavedra J [eds]: Pathology of lncipient Neoplasia,
nrcrupak.in koitt;totrctr ti.tri sitrdrolll \rorr I{ip;re 1
Sklerosis Multipel
Sklerosis mtrltipel (MS, mtLltiple sclerosis) ndnlsh
'ffi| * penynkit demielinisnsi tersering pndn SSP. Terdapat
"{ eet;* 250.000 hingga 350.000 pasien dengan penyakit ini di
&bt Amerika Serikat. Penyakit ini lebih sering ditemukan
di daerah dengan iklim sedang daripada di katLrlistiwa
dan pada orang keturunan Eropa. MS biasanya ber-
manifestasi pada dewasa muda, dengan insidensi
puncak antara usia 18 cian 40 tahun. Sebagian besar
kasus ditandai oleh kelainan neurologik yang hilang-
timbul dan mengenai berbagai regio SSP serta ber-
langsung bertahun-tahun. Penyebab dan patogenesis
Gambar 23-30
MS belum sepenuhnya dipahami. Namun, cukup
banyak bukti tak-langsung bahwa MS adalah suatu
Melanoma metastatik. Secara kasar, lesi metastatik dibedakan dari
sebagian besar tumor sistem saraf pusat primer berdasarkan
penyakit autoimrm akibat cedera selubung mielin dan/
multisentrisitas dan batasnya yang jelas. Pigmen gelap di nodul- atau sel oligodendroglia yang diperantarai oleh sel T.
nodul tumor pada kasus ini adalah khas untuk sebagian besar Di dalam lesi, ditemukan baik sel T CD4+ mauplln
melanoma maligna. CD8+, dan banyak yang reaktif terhadap myelin bosic
BAB 23 SISTEM SARAF T 935
MORFOLOGI
Gambaran eksternal otak dan medula spinalis biasanya &,v,
normal. Pada permukaan potongan, MS ditandai dengan
adanya daerah demielinisasi multipel, yang disebut plak.
:l:
Plak MS dapat terbentuk di mana saja di otak atau
medula spinalis, sehingga gambaran klinis yang
berkaitan dengan penyakit ini sangat beragam. Tempat
yang sering ditemukan adalah substansia alba
periventrikel, saraf optikus, dan substansia alba medula
spinglis. Plak biasanya berbatas tegas dengan dia-
meter berkisar dari beberapa milimeter hingga
beberapa sentimeter. Lesi baru sering lunak dan sedikit
merah muda, sedangkan lesi lama cenderung padat
dan berwarna abu-abu mutiara hingga merah muda
(Gbr. 23-31). Secara mikroskopis, plak adalah daerah
demielinisasi, mula-mula dalam distribusi perivena,
disertai oleh infiltrat peradangan limfositik perivaskular Gambar 23-31
yang bervariasi. Di lesi aktif, terdapat tanda-tanda
pemecahan mielin, berupa makrofag yang penuh lemak.
Sklerosis multipel. Plak tipikal adalah lesi padat, berbatas tegas,
Prosesus akson residual biasanya ditemukan di daerah
dan benrvarna abu-abu-merah muda. Substansia alba periventrikel
demielinisasi, tetapi jumlahnya berkurang, terutama
sering menjadi tempat Iesi ini, meskipun lesi dapat terbentuk di
pada lesi kronis. Jenis plak yang lain yang dikenal
mana saja diotak atau medula spinalis.
936 T BAB 23 SISTEM SARAF
e
..€
€*-
*\f ** **b
%*\ '*
\*
#: 4.:'''
-'
&...-
berikan pemahaman penting tentang patogenesis AD. . kompar temen subselular yang berbeda. Pemecahan
Kelainan morfologik yang identik dengan yang ditemu- oieh B-sekretase diikuti oleh y-sekretase terjadi di
kanpada AD juga hampir selalu terdapat pada pasien kompartemen endosom, sed angkan proteolisis oleh
dengan sindrom Down yang dapat hidup melebihi usia jalur cr-sekretaseberlangsung di membran sel. Pada
40 tahun. Meskipun penyebab AD belum diketahui, keadaan normal kedua jalur berjalan, dan tidak ada
sejumlah faktor saat ini berhasil diidentifikasi yang bukti bahwa jalur B-sekretase mendominasi pada
tampaknya berperan besar dalam timbulnya penyakit kasus AD sporadik. Yang lebih mungkin adalah
ini.' bahwa pada pasien yang mengalami AD terjadi
J Faktor genetikberperan dalam gangguan pada pembersihan peptida AB fibrilo-
timbulnya AD pada
genik. Sebaliknya, pada sebagian kasus AD fami-
beberapa kasus, seperti dibuktikan oleh adanya
kasus familial. Penelitian terhadap kasus familial
lial, mutasi di APP memang menyebabkan pem-
telah memberikan pemahaman signifikan tentang
bentukan berlebihan peptida AB. Demikian jr.iga,
mutasi di gen presenilin, yang disebutkan sebeltrm-
patogenesis AP familial dan, mungkin, sporadik.
nya, juga berkaitan dengan peningkatan produksi
Mutasi di paling sedikit empat lokus genetik
dilaporkan berkaitan secara eksklusif dengan AD
Ap. Penelitian menunjukkan bahwa presenilin
familial. Berciasarkan keterkaitan antara trisomi 21 mungkin merupakan subunit katalitik dari y-
sekretase. Oleh karena itu, mutasi di gen presenilin
dan kelainan mirip-AP di otak yang sudah lama
yang meningkatkan aktivitas y-sekretase memper-
diketahui, mungkin tidaklah mengherankan bahwa
mr-rtasi pertama yang berhasil diidentifikasi adalah
mudah pembentukan AB. Meskipun pengamatan
suatu lokus di kromosom 21 yang sekarang dike-
ini menarik, peran yang dimainkan oleh AB dalam
patogenesis AD masih belum dipahami. AB telah
tahui mengkode sebuah protein yang dikenal
sebagai protein prekursor nmiloid (APP). Seperti
dibuktikanbersifat toksikbagi neirron dalam biakan
sel, meskipun hubungan antara aktivitas in vitro
, akan dibahas di bagian selanjutnya, APP merupa-
senracam ini dan lesi AD masih belum jelas. Apakah
kan sumber endapan amiloid yang ditemukan di
pengendapan amiloid berperan primer dalam pem-
berbagai tempat dalam otak pasien yang menderita
AD. Mutasi di dua gen lain. yang disebutpresenilin bentukan AD atau hanya mencerminkan fenomena
sekunder masih menjadi topik perdebaian hangat.
1 dan presenilin 2, yang masing-masing terletak di
kromosom 14 dan 1, tampaknya lebih berperan Hiperfosforilasi protein fcu merupakan keping lain
pada AD familial, terutama kasus dengan onset dini. teka-teki AD. Tau adalah suatu protein intrasel yang
Sebaliknya, mutasi di gen presenilin pernah di- terlibat dalam pembentukan mikrotr-rbulrrs intra-
laporkan berkaitan dengan peningkatan pem- akson. Selain pengendapan amiloid, kelainan sito-
bentukan amiloid di SSP (dibahas kemudian) dan skeleton merupakan gambaran yang selalu ditemu-
juga mungkin berperan pada lenyapnya neuron kan pada AD. Banyak kelainan strr-rktural ini y.rng
melalui apoptosis. Suatu kelompok lain, yaitu AD berkaitan dengan penimbunan bentr-rk hiperfosfor-
familial onset-lanjut, dilaporkan berkaitan dengan ilasi tau, yang keberadaannya mungkin meng-
ekspresi alel s4 apolipoprotein E, yang dikode oleh ganggu pemeliharaan mikrotubulus normal.
kromosom 9 (dibahas secara lebih rinci selanjufiya). Walaupun selalu ditemnkan pada AD, kelainan
I Pengendnpnn suntu bentuk nmiloid, yang berasal sitoskeleton terkait-tau tidak terbatas pada penyakit
dari penguraian APP, mernpakan gambaran yang tersebut; kelainan ini ditemukan pada beragarn
konsisten pada AD. Produk penguraian tersebnt, gangguan neurodegeneratif lain dan berbagai
yang dikenal sebagai B-amiloid (AB), adalah penyakit seperti penyakit metabolik (penyakit
komponen utama plak senilis yang ditemukan Niemann-Pick), neoplasma (ganglioglioma), dan
dalam otak pasien AD (dibahas kemudian), dan hamartoma. Apakah hiperfosforilasi protein tau
biasanya juga terdapat di dalam dinding pembuluh mencerminkan kejadian prirner dalam patogenesis
darah otak. Defek genetik atau didapat pada peng- AD, atau peristiwa sekunder, masih belum dapat
olahan APP tampaknya penting dalam patogenesis dipastikan. Selama ini diperkirakan tidak terdapai
AD. Pada keadaan normal, APP yang terkait- keterkaitan antara pembentrrkan protein tau abnor-
membran dipecah oleh kerja suatu protease yang mal dan pengendapan amiloid. Saat ini para
dikenal sebagai u-sekretase menjadi versi besar APP penduknng hipotesis tau ("tnList-<") dan hipotesis
yang larut dan fragmen kecil yang terikat ke p-amiloid (" paptists") mtingkin telah mendapatkan
membran (Gbr.23-35A). Fragmen ini dipecah lebih titik persamaan. Tampaknya, paling tidak pada
Ianjut oleh y-sekretase (Gbr. 23-358). Selain itu, APP model hewan penyaki t Alzheimer, bahwa APP a tar-r
juga dapat dipecah oleh B-sekretase untuk meng- produknya amiloid AB meningkatkan pembenfukan
hasilkan fragmen yang larut. Namun, jika segmen jerat neurofibrilar yang berasal dari protein tau.
terikat-membran yang tersisa diuraikan oleh y- Ekspresi nlel spesifik npoprotein E (apoE) dapat
sekretase, terbentuk peptida AB yang kurang larut, dibuktikan pada AD sporadik dan familial. Studi
yang cenderung menggumpal membenhrk serabut retrospektif dan prospektif telah membr-rktikan
amiloid. Pengolahan oleh kedua jalnr ini teriadi di bahwa alel e4 apoE, pada khususnya, diekspresikan
940 T BAB 23 SISTEM SARAF
dengan frekuensi tinggi pada pasien dengan AD Identifikasi tentang jalur molekular tidak saja sangat
orset-lambat. Diperkirakan apoE mungkin berperan bermakna untuk memahami patogenesis penyakit yang
. dalam penyaluran atau pengolahan molekul APP. menyebabkan kecacatan ini, tetapi juga dapat meng-
ApoE yang mengandung alel e4 dilaporkan meng- hasilkan sasaran untuk mengembangkan obat yang
ikat AB iebih baik daripada bentuk lain apoE, dan dapat digunakan untu.k mengobati atau menghentikan
oleh karena ifu, bentuk ini mr-rngkin ikut meningkat- perkembangan penyakit. Sebagai contoh, obat yang
kan pembentukan fibril amiloid. Meskipun telah menghambat kerja y-sekretase mungkin, dengan
" jelas bahwa keberadaan alel s4 berkaitan
dengan mengurangi produksi amiloid AB, bermanfaat.
peningkatan risiko AD, juga perlu dicatat bahwa
cukup banyak pasien dengan AD yang tidak meng-
ekspresikan alel e4 apoE. Selain ttv, e4 diekspresi-
kan pada beberapa orang berusia lanjut yang tidak
mengidap AD. Bersama-sama, pengamatan ini
mengisyaratkan bahwa walaupun bentuk e4 apoE
MORFOLOGI
mungkinberperan dalam AD, keberadaannya saja Otak pada AD biasanya atrofik, meskipun juga secara
kurang cukup atau esensial untuk timbulnya AD. makroskopis mungkin tampak normal pada tahap awal
penyakit. Atrofi paling nyata di lobus frontalis, tempo-
Jelaslah, dari pembahasan sebelumnya dasar ralis, atau parietalis, tetapi biasanya sedikit banyak
molekular p"t-ryukit Alzheimer mulai terungkap.
*11 ,,'-, -l
't--
't'.,
";1.
'r'rf-"' I
.ztlq.
,,frr agmen larut
I
....rh:," I
P'*!bdl
l:ffil
I
iffF I
_ Pemutusan
Peptida Ap a-Sekretase
Pemutusan
y-Sekretase
cooH
ffiffi:
{ ,*_r
t*'q''
I Fragmen tarut B
,:
cooH
1t)
".f.. Pemutusan
p -Sekretase
flffi A'nircidAlr
Pemutusan
y-Sekretase
Gambar 23-35
Skema yang diajukan untuk patogenesis penyakitAlzheimer. A. Struktur protein prekursor amiloid (APP); digambarkan tiga tempat
pemutusan dan enzim yang berperan dalam proteolisis APP. 8. Salah satu jalur proteolitik melibatkan kerja o- dan y-sekretase, yang
menghasilkan fragmen larut nonpatogenikAPP. C. Jalur penguraianAPP yang lain melibatkan kerja B-sekretase dan y-sekretase;jalur ini
menghasilkan pembentukan peptida AB, yang menggumpal uniuk membentuk amiloid. Penelitian eksperimental mengisyaratkan bahwa
amiloid Ap meningkatkan pembentukan jerat tau yang berasal dari hiperfosforilasi abnormal protein tau. Bersama-sama, protein tau
abnormal dan amiloid Ap membentuk plak senilis yang tampak pada penyakitAlzheimer.
BAB 23 SISTEM SARAF 941
'
,il,l!*:: -
** :..,: :-.
:
'tW''
. 1*" qq, _
&
'q*. t'
&+ ,6r
. .:i:6"
t;r1. k
';.'f
%
"
. ,,.ttt',i l
.(
-"g .!* r
:t S' . . '.t4.
b-
li
'{l
-..i .'rr :.. '1 sr. , ,;ir
ffiq
MORFOLOGI
Otak mungkin secara eksternal normal atau sedikit
atrofik, terutama pada usia lanjut. Substansia nigra dan
lokus seruleus mengalami depigmentasi pada ke-
banyakan kasus (Gbr. 23-38) akibat hilangnya neuron
Gambar 23-38
berisi melanin di substansia nigra, lokus seruleus, dan
nukleus motorik dorsal saraf vagus. Secara mikro-
Penyakit Parkinson, atau parkinsonisme idiopatik, ditandai dengan
skopis, neuropil di daerah ini mengalami gliosis dan hilangnya neuron dari substansia nigra dan nukieus berpigmen
mengandung akumulasi pigmen neuromelanin yang
lainnya. Kehilangan neuron ini menyebabkan substansia nigra
tersebar (ini mencerminkan hilangnya neuron ber- menjadi pucat di sebelah kiri, dibandingkan dengan otak tengah
pigmen). Sebagian neuron yang tersisa di daerah ini,
normaldi sebelah kanan. (Sumbangan Elleen Bigio, MD, Depart-
serta di regio subkorteks lain, mengandung badan
ment of Pathology, University of Texas Southwestern Medical
inklusi intrasitoplasma eosinofilik yang berlapis School, Dallas.)
BAB 23 SISTEM SARAF T 943
Gambaran Klinis. Onset klinis penyakit trinukleotida, semakin dini onset penyakit; pasien
Parkinson biasanya perlahan. Perjalanan penyakit dengan HD onset-juvenilis, sebagai contoh, biasanya
berlangsung progresif lambat, biasanya dalam periode memiliki pengulangan CAG lebih dari 70. Pasien dapat
sekitar 10 tahun. Selain gangguan motorik yang diidentifikasi sebelnm gejala timbul dengan
disebutkan sebelumnya, dapat timbul demensia pada membuktikan adanya pengulangan triplet CAG yang
sebagian kecil pasien. pida beberapa.kasus ini, berlebihan pada gen bersangkutan. Identifikasi orang
demensia berkaitan dengan keberadaan badan Lewy pada fase prasimtomatik penyakit ini jelas memiliki
di neuron korteks serebri, sementara pada kasus yang beban etis yang sangat besar dan jangan dilakukan
lain, terdapat koeksistensi penyakit Alzheimer. Ke- tanpa pemberian konseling yang sesuai.
matian biasanya terjadi karena infeksi atau trauma Patogenesis molekular HD belum sepenuhnya
karena sering jatuh akibat instabilitas postur. dipahami. Huntingtin diekspresikan pada semua
jaringan somatik, dan ekspresinya jelas esensial r-rntuk
perkembangan normal mudigah. Bagaimanapun,
Penyakit Huntington fungsi pasti huntingtin masih belum diketahui. Karena
Penyakit Httntington (HD) ndalnh suntu ganggtLan HD adalah suatu penyakit dominan autosomal,
huntingtin mutan melalui suatu cara mengganggu
fatal, dnn mengenni sistem motorik
he,rediter, progresif,
"ekstrapiramidal", yang ditandsi oleh gerakan fungsi huntingtin normal yang dihasilkan oleh a1el
inaolunter (koren) dnn demensin. Penyakit diwariskan normal. Meskipun mekanisme pasti bagaimana
sebagai sifat dominan autosomal dengan penetrasi huntingtin mutan menyebabkan cedera otak masih
komplit. Penyakitbiasanya belum muncul sampai masa belum diketahui, terdapat kemungkinan bahwa
dewasa, sering setelah pasien memiliki anak, meskipun keberadaan huntingtin abnormal menyebabkan sel
juga terdapat kasus onset juvenilis. Umumnya, kasus ienyap melalui pengaktifan jalur apoptosis yang
yang muncul dini, lebih besar kemungkinannya dikombinasi dengan gangguan metabolisme energi di
berkaitan dengan pewarisan mutasi dari ayah neuron yang rentan.
daripada ibu. Gen penyebab (yang mengkode suatu
protein yang disebut huntingtin) diketahui terletak di
lengan pendek kromosom 4. Penyakit ini disebabkan
oleh mutasi pengulangan trinukleotida pada gen
htmtingtin (Bab 7), yang menyebabkan, sebaliknya,
MORFOLOGI
sintesis suatu bentuk protein huntingtin yang Otak pada HD biasanya kecil, sering memiliki berat
mengandung residu glutamin dalam jumlah abnorrnal. kurang dari 1100 g. Gambaran paling khas pada pe-
Gen lruntingtin normal mengandung antara 6 hingga nyakit ini adalah atrofi nukleus kaudatus, putamen, dan,
34 salinan sekuensi sitosin-adenin-guanin (CAG). Pada pada kasus tahap lanjut, globus palidus yang mencolok,
HD, jumlah pengulangan triplet meningkat, dengan dengan kaudatus sering berkurang hingga hanya
sebagian besar pasien HD memiliki antara 40 dan 55 membentuk suatu pita iipis di samping ventrikel lateral
salinan CAG. Semakin besar jumlah pengulangan (Gbr. 23-39). Ventrikel mengalami dilatasi simetris,
Gambar 23-39
Penyakit Huntington. Potongan koronal otak yang memperlihatkan atrofi khas nukleus kaudatus pada penyakit Huntington (A) dlbandingkan
dengan otak normal (B).
944. BAB 23 SISTEM SARAF
meskipun sebagian besar pasien memperlihatkan Kelompok akson yang bermielin dan tak-bermieliry
tanda-tanda penyakit neuron motorik atas dan bawah. sebaliknya, mengalami kompartementalisasi menj adi
ALS adalah suatu penyakit yang progresif pada fasikulus terpisah oleh sel perineurial yang tersusun
sebagian besar kasus, dengan harapan hidup median konsentris. Akson diinsulasi dari cairan interstisial
sekitar 5 tahun setelah onset gejala. Kematianbiasanya tubuh oleh suatu sawar "darah-saraf" ,yangagak ana-
terjadi akibat kombinasi insufisiensi pernapasan dan log dengan sawar darah-otak yang terbentuk oleh taut
infeksi. erat antara sel endotel di pembuluh saraf perifer halus
Bdntuk lain penyakit neuron motorik progresif dan taut erat antara sel perineurial yang berdekatan"
adalah atrofi otot spinal progresif pada bayi dan anak. Gangguan pada sistem saraf perifer mencakup
Yang paling dikenal dari golongan penyakit ini adalah neuropati perifer dan neoplasma yang berasal dari sel
atrofi otot spinal in{antil tipe 1, atau penyakit Werdnig- Schwann dan elemen selubung saraf lainnya.
Hoffman. Ini adalah suatu penyakit resesif autosomal
yang bermanifestasi sebagai hipotonia kongenital
(sindrom "floppy infant"). Penyakit ini ditandai Neuropati Perifer
dengan hilangnya neuron motorik pada komu ante-
Sejumlah kelainan dapat mengganggu hantaran
rior medula spinalis yang menyebabkan atrofi akar normal impuls listrik di saraf perifer. Beberapa pe-
spinal anterior dan saraf motorik perifer serta denervasi
nyebab umum neuropati perifer tercanfum pada Tabel
pada banyak kelompok otot rangka (Bab 27), termasuk
23-5. Dari sudut pandang morfologik, neuropati perifer
otot-otot yang mengendalikan pemapasan. Hipotonia
dapat secara luas dibagi menjadi dua kategori utama,
generalisata, sering ada sejak lahir, mungkin mulai
yaitu, degenerasi akson dan demielinisasi segmental.
tampak in utero. Perjalanan penyakit Werdnig- Pada praktik klinis, sering ditemukan campuran
Hoffman adalah progresif, dengan sebagian besar keduanya. Setiap pola kelainan ini akan dibahas secara
pasien meninggal dalam tahun pertama kehidupan.
tersendiri.
Bentuk lain atrofi otot spinal herediter (tipe 2 dan 3)
juga terjadi, ditandai dengan onsetkelemahan ototyang
lebih lambat dan perjalanan penyakit yang lebih DEGENERASI AKSON
berkepanjangan. Delesi sebuah gen di lengan panjang
Istilah degenernsi akson merniliki arti suatu pola
kromosom 5, yang disebut gen suraiaal motor neuron
cedera saraf yang ditandni dengnn cedera primer pada
(SMl$, ditemukan pada sebagian besar pasien dengan
akson yang diikuti oleh disintegrasi sekunder pada
atrofi otot spinal. Selain itu, kelainan pada sebuah gen
selubung mielin. Degenerasi akson dapat terjadi
di dekatnya yang dikenal sebagai gen neuronal sebagai akibat cedera terhadap badan sel saraf atau
apoptosis inhibitory protein (NAIP, proten inhibitor
prosesus akson di mana saja di seluruh panjangnya.
apoptosis neuron) tampaknya juga beperan menyebab-
kan berkurangnya neuron pada sejumlah kasus. |ika suaLu segmen proksimal akson mengalami cedera,
seperti yang dapat terjadi jika saraf terpotong oleh DEIVIIE LINISASI SEG MENTAL
pisau, akson di distal tempat cedera cepat mengalami
degenerasi dan akhirnya lenyap, suatu proses yang Demielinisssi segmental ditnndsi dengan cedern
dinamai degenernsi walleri. Cedera pada prosesus primer padn selubtmg mielin, dengnn akson relatif
akson disertai fragmentasi sempurna selubung tidak terkena. Secara morfologis, cedera mielin biasanya
rnielinnya, yang menyebabkan terbentuknya globutrus mengenai satn atau leb1h internode mielin di suatu
kaya-lemak yang khas yang disebut oaoid tnietin (Gbr. segmen tertentu saraf. Selubr"rng mielin asli mengalami
23-10A). Setelah mengalami cedera, akson dapat meng- disintegrasi, meninggalkan suatu segmen akson yang
aiami regenerasi sampai suatu tahap, suaLu proses teianjang dan kurang dapat menghantarkan impuls
yang didorong oleh selubr-rng mielin bam. Regenerasi listrik. Segmen yang mengalami demielinisasi sering
akson dapat disertai oleh pulihnya fungsi daerah yang memperoleh selubung mielin baru, yang terbuat dari
mengalami denervasi, tetapi hal inj sering tidak internodul mielin yang lebih tipis dan pendek daripada
sempLlrna. Selain cedera traumatik, penyakit vasklrlar mielin asli. Dengan episode demielinisasi dan remieli-
seperti vaskulitis, yang menyebabkan cedera iskemik nisasi, segmen akson yang terkena akhimya dikelilingi
di suatu segmen saraf perifer, merupakan penygb16 oleh lamela konsentrik sel Schwann, suatu proses yang
penting degenerasi walleri. dikenal sebagai pembentukan "oniln bulbs" (Gbr. 23-
Bentuk kedua degenerasi akson, yang disebut 40B). jika cedera mielinnya parah, sering terjadi
degenerasi nkson distal atau nksonopnti distal, terjadi degener;rsi akson sekunder. Leukodistrofi, banyak
jika terdapat cedera generalisata badan se1 saraf dan,/ neuropati herediter, dan neuropati demielinisasi
atau prosesus akson, yangberbeda dengan cedera lokal inflamatorik (misal, sindrom Guillain-Barr6, dibahas
yang menyebabkan degenerasi walleri. Dalam pola kemudian) ditandai dengan cedera primer pada
cedera saraf ini, degenerasi akson dimulai di bagian selubungmielin.
paling distal akson dan meluas ke proksimal secara Gambaran Klinis Neuropati Perifer. Mani-
progresif dan terus-menerus. Degenerasi akson distal festasi klinis neuropati perifer mencakup kombinasi
primer ditemukan pada banyak penyakit saraf perifer, defisit motorik, sensorik, dan kadang-kadang otonom.
termasuk sebagian besar neuropati nutrisi (misal, Namun, gambaran awal mungkin bervariasi, ber-
defisiensi tiamin) dan banyak gangguan akibat zat gantung pada penyebab dan jenis neuropati. Banyak
toksik. Pembentukan ovoid mielin juga ditemukan pada neuropati, terutama penyakit akson distal primer,
aksonopati distal meskipun hal ini tidak terlalu bermanifestasi sebagai gangguan sensorik simetrik
mencolok dibandingkan dengan yang ditemukan pada yang berkembang lambat, sering dalam distribr-rsi
kasus degenerasi walleri. Seperti degenerasi walleri, "sarung tangan dan kaus kaki", yang mencerminkan
degenerasi akson distal primer sering disertai oieh cedera prosesus akson distal. Keterlibatan serabut
tanda regenerasi akson. motorik yang bermanifestasi sebagai kelemahan otot,
ri"lii;'i'
''*lii;t-.. '
,ii
Gambar2340
Neuropati perifer. A. Mikrograf elektron spesimen biopsi saraf dari seorang pasien dengan degenerasi akson, yang memperlihatkan ovoid
mielin khas (tanda panah) dan terdiri atas fragmen degenerasiakson dan selubuh mielinnya. Akson bermielin yang masih utuh, yang
dipenuhi oleh selubung mielin berwarna gelap, juga terdapat pada foto ini. B. Mikrograf elektron saraf dari seorang pasien dengan
neuropati demielinisasi primer."Onion bulbs", yang terdiri atas lamela konsentrik prosesus sel Schwann dan kolagen, menunjukkan
episode demielinisasi dan remielinisasi yang berurutan.
BAB 23 SISTEM SARAF I 947
terjadi pada neurofibroma tetapi hampir tidak pernah Lucking CB, Brice A: Alpha-synuclein and Parkinson's dis-
ditemukan pada schwannoma. Sebagian besar kasus ease. Cell Mol Life Sci 57:1894,2000. (Kajian mengenai
transformasi maligna terjadi pada pasien dengan neu- protein alfa-sinuklein dan perannya dalam penyakit
rofibromatosis tipe 1. MPNST bermanifestasi sebagai Parkinson serta gangguan neurodegeneratif lainnya.)
pertumbuhan lokal yang agresif dan metastasis jauh, Marin-Padilla M: Developmental neuropathology and im-
[erutama ke paru. pact of perinatal brain damage: III. Gray matter lesions
of the neocortex. J Neuropathol Exp Neurol58:407,1999.
(Pembahasan yang sangat lengkap mengenai morfologi
dan patogenesis cedera korteks otak perinatal.)
BIBLIOGRAFI
Mastrianni JA, Roos RP: The prion diseases. Semln Neurol
Auer RN, Benveniste H: Hypoxia and related conditions. In 20:337,2000 (Ulasan lengkap mengenai aspek dasar pada
Graham DI, Lantos PL (eds): Greenfield's Neuropatho- biologi prion dan penyakit terkait-prion.)
logy, 6'h ed. London, Arnold, 1997, pp 263-314. (Pem- McArthurJC, et al: Human immunodeficiency virus-associ-
bahasan lengkap mengenai cedera otak hipoksik- ated dementia. Semin Neurol 19:1,29,1999. (Ulasan
iskemik dan patogenesisnya, termasuk pembicaraan . menyeluruh mengenai patologi dan patogenesis
mengenai eksitotoksisitas di SSP.) demensia terkait-HlV dan dampak terapi antiretrovirus
Esler WP, Wolfe MS: A portrait of Alzheimer secretases- pada frekuensi dan evolusinya.)
new features and familiar faces. Science 293:1449,2001. Noseworthy JH, et al: Multiple sclerosis. N Engl J Med 343:938,
(Ulasan terinci mengenai kerja dan sekretase yang terlibat 2000. (Ulasan klinis dan dasar yang sangat baik rnengenai
dalam pembentukan amiloid AB.) sklerosis multipel..;
Graham DI, et al: Recent advances in neurotrauma. J Offen D, et al: Apoptosis as a general cell death pathway in
Neuropathol Exp Neurol 59:641,2000. (Ulasan informatif neurodegenerative diseases. J Neural Transm Suppl
mengenai patofisiologi cedera sel setelah trauma 58:153, 2000. (Ulasan mengenai peran yang dimainkan
tumpul.) oleh kematian sel terprogram terhadap berkurangnya
Ho LW, et al: The molecular biology of Huntington's dis- neuron pada penyakit Alzheimer dan gangguan neuro-
ease. Psychol Med 31:3, 2001. (Ringkasan lengkap degeneratif lainnya.)
tentang gambaran klinis, genetika, neuropatologi, dan Parisi JE, Scheithauer BW: Glial tumors. In Nelson jS, et al
patogenesis penyakit Huntington.) (eds): Principles and Practice of Neuropathology. St.
Hutton M: Molecular genetics of chromosome 17 Louis, CV Mosby, 7993, pp 123-183. (Ulasan lengkap
tauopathies. Ann NY Acad S ci920:63,2000. (Pembahasan mengenai patologi dan perilaku berbagai neoplasma
mengenai peran yang dimainkan oleh bentuk abnor- glia.)
mal protein tau dalam gangguan neurodegeneratif Prusiner SB: Shattuck lecture-neurodegenerative diseases
frontotemporal herediter dan pada demensia sporadik.) and prions. N Engl J Med 344:1516,2001. (Pembahasan
Kaye EM: Update on genetic disorders affecting white mat- yang sangat baik mengenai prion dan penyakit yang
ter" Pediatr Neurol 25:1,1,2001. (Ulasan teniang berbagai disebabkannya.)
leukodistrofi utama dan penyakit substansia alba Rowland LP, Shneider NA:Amyotrophic lateral sclerosis. N
herediter lainnya, serta gambaran radiografiknya.) Engl J Med 344:1688,2001. (Pembahasan mendalam
King R: Atlas of Peripheral Nerve Pathoiogy. London, mengenai patogenesis dan gambaran klinis penyakit ini.)
Arnold, 1999. (Kumpulan foto disertai teks yang sangat Sisodia S, et al: y-secretase: never more enigmatic. Trends
baik, menggambarkan morfologi saraf perifer normal Neurosci 24(11 Suppl): 52. (Ulasan singkat tentang peran
serta berbagai perubahan akson dan selubung mielin presenilin pada patogenesis penyakit Alzheimer.)
yang ditemukan pada neuropati perifer.) St. George-Hyslop PH: Molecular genetics of Alzheimer's
Kleihaus P, Cavanee WK: Pathology and Genetics of Tu- disease. Biol Psychiatry 47:183, 2000. (Pembahasan
mors of the Nervous System. Lyon, IARC Press,2000. lengkap mengenai pesan protein prekursor amiloid,
(Edisi terbaru klasifikasi World Health Organization prasenilin, dan apolipoprotein E pada patogenesis
mengenai tumor sistem saraf perifer dan pusat.) penyakit Alzheimer.)
Lang AE, Lozano AM: Parkinson's disease. N Engl J Med Steinman L: Multiple sclerosis: a coordinated immunologic
339:1044 dan 1131, 1998. (Ulasan terinci dua bagian attack against myelin in the central nervous system. Cell
mengenai semua aspek gangguan ini.) 85:299,1996. (Ringkasan yang singkat, tetapi padat
Lee VM-Y: Tauists and Baptists United-Well almost! Sci- tentang imunopatogenesis sklerosis multipel.)
ence 293:1446,200I. (Pembahasan singkat yang me- Vonsattel JPG, DiFiglia M: Huntington disease. J Neuro-
madukan bukti yang mendukung peran amiloid dalam pathcl Exp Neuroi 57:369,1998. (Ulasan lengkap
pembentukan tau tangles.) mengenai gambalan klinis, genetik, dan neuropatologik
Louis DN, Pomeroy SL, Cairncross JG: Focus on central ner- pada penyakit Huntington, termasuk peran huntingtin
vous system neoplasia. Cancer Cell 1:25,2002. (Ringkasan dalam patogenesis gangguan ini.)
mengenai dasar molekular neoplasma SSP, dan prospek
untuk klasifikasi molekular. )