Yth.:
Stefanus Kristanto
Tenaga Ahli Ekonomi dan Finansial
di-
Tempat
Dalam rangka reviu Value for Money (VfM) Proyek KPBU Sektor Sumber Daya Air dan
untuk meningkatkan pemahaman serta pengetahuan dalam menyusun Value for Money (VfM)
pada kajian ekonomi dan komersial Proyek KPBU Sektor Sumber Daya Air, bersama ini dengan
hormat kami mohon kesediaan Bapak untuk menjadi Narasumber dengan topik bahasan sesuai
agenda terlampir. Adapun waktu dan tempat penyelenggaraan adalah sebagai berikut:
Hari/Tanggal : Kamis, 3 Februari 2022
Waktu : 08.00 WIB s.d. selesai
Agenda : (terlampir)
Tempat : Hotel Gran Mahakam
Jl. Mahakam No.8, RT.1/RW.7, Kramat Pela, Kecamatan
Kebayoran Baru, Kota Jakarta Selatan
Sebagai persiapan kegiatan tersebut, Bapak diharapkan dapat menyampaikan bahan
tayang Reviu dan Metode Penghitungan Value for Money (VfM) Proyek KPBU Bendungan Bodri
paling lambat Senin, 1 Februari 2022 melalui email: ppisda.pembiayaan@pu.go.id atau
ethanarpw@pu.go.id. Informasi lebih lanjut dapat menghubungi Telp/Fax. (021) 7264267 atau
Sdri. Ethana Rahmaini (0817 0339 0087). Dalam rangka menerapkan protokol kesehatan,
peserta, narasumber dan penanggap diwajibkan mengikuti Swab Antigen (nCOV-19 Antigen)
yang disediakan oleh panitia di tempat acara. Peserta yang diperbolehkan masuk ke dalam
ruangan adalah peserta yang telah mendapatkan hasil Swab Antigen negatif atau membawa
surat keterangan hasil Swab Antigen/Swab PCR yang masih berlaku (maksimal 1x24 jam untuk
Swab Antigen dan 3x24 jam untuk Swab PCR).
Demikian disampaikan, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.
Tembusan:
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan.
Lampiran Surat
Nomor : UM.0102-Pa/03
Tanggal : 28 Januari 2022
AGENDA
Sharing Knowledge Reviu Value for Money (VfM) Proyek KPBU
Sektor Sumber Daya Air
Jakarta, 3 Februari 2022
PERBANDINGAN
SKEMA PEMBIAYAAN
PROYEK KPBU BENDUNGAN
MERANGIN
22 Oktober 2021
KPBU SEBAGAI CREATIVE FINANCING
Pemerintah
Kelebihan KPBU
Pemerintah
Kerjasama antara pemerintah dan
badan usaha dalam penyediaan
Badan
infrastruktur yang bertujuan untuk
kepentingan umum yang sebagian
1 Menjadi salah satu alternatif
dalam Keterbatasan 2 Pelayanan
lebih baik
Masyarakat
Alokasi
3 Peraturan dan Panduan
umum KPBU sudah 4 Mendapat Penjaminan
oleh PT PII (Persero)
resiko ke
Pihak cukup lengkap
Swasta Resiko
Design Konstruksi Pembiayaan Kenaikan Biaya Kenaikan Biaya
Konstruksi Operasional 2
KOMPARASI SKEMA KONVENSIONAL DENGAN KPBU AP
PADA PROYEK KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA
PENGADAAN INFRASTRUKTUR DENGAN BELANJA MODAL PENGADAAN INFRASTRUKTUR DENGAN SKEMA KPBU AP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 … 15 tahun 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 … 15 tahun
Fase Konstruksi Fase Operasi dan Pemeliharaan Fase Konstruksi Fase Operasi dan Pemeliharaan
KETERANGAN
4 4
BENDUNGAN MERANGIN
LOCATION : KAB. MERANGIN, JAMBI
STRUKTUR PROYEK
PJPK : Menteri PUPR Kelayakan Finansial
Nilai Investasi Proyek : RP. 3,73 T FIRR : 10%
Masa Konsesi : 20 Tahun NPV : Rp. 183,57 M
Pengembalian Investasi : AP (783,4 M / Tahun)
Dukungan Pemerintah : Penjaminan Sumber: Update Kajian Ekonomi dan Finansial OBC
Proyek KPBU Bendungan Merangin (lingkup hanya
bendungan), 2020
TIMELINE PROYEK
Q3 2021-Q2 Q4 2022- Q1 Q3-Q4 2023 Q3 2024 –
Q2 2019 Q2 2023
Q4 2019 Q3 2022 Q1 2023 Q3 2029
(identifikasi) 2022 2023 Financial
SP OBC PQ Bid Award Signing Konstruksi dan
FBC RFP Close penggenangan
5
6
ALOKASI RISIKO
PJPK BUP
JENIS RISIKO
RETAINED RISK TRANSFER RISK
TRANSFER RISK
Adalah kelompok risiko yang dialokasikan kepada
Risiko Lokasi
pihak swasta dalam hal penyediaan infrastruktur
Risiko Desain, Konstruksi yang menggunakan skema KPBU.
dan Uji Operasi
Risiko Sponsor
RETAINED RISK
Risiko Finansial
Adalah kelompok risiko yang dialokasikan kepada
Risiko Operasi pihak Pemerintah dalam hal penyediaan
infrastruktur yang menggunakan skema KPBU.
Risiko Pendapatan
Risiko Konektivitas Jaringan
Risiko Interface
COMPETITIVE NEUTRALITY
Adalah dampak kepemilikan pemerintah terhadap
Risiko Politik keuntungan/kerugian yang dibawa oleh pihak
swasta. Contohnya adalah pajak.
Risiko Force Majeure
Risiko Kepemilikan Aset 66
7
PERBANDINGAN ASUMSI DALAM PERHITUNGAN VFM
7 7
8
PERBANDINGAN VFM KUANTITATIF KPBU DENGAN KONVENSIONAL
Raw PSC
Transfer Risk 4.502.162 8.000.000
2.856.163
2.000.000
Retained Risk Retained Risk
2.011.449 2.011.449
0
KPBU
NPV KPBU KONVENSIONAL
NPV PSC
PERBANDINGAN VFM KUALITATIF KPBU DENGAN SBSN DAN PINJAMAN
- KELEBIHAN -
Adanya Alokasi Resiko kepada Badan Dapat diperoleh Pembiayaan melalui Pembayaran cicilan setiap tahun lebih
Usaha (Resiko Desain, Resiko Pinjaman dengan Bunga Rendah murah dibandingkan dengan Pinjaman
Konstruksi, Resiko OP) seperti Pinjaman Lunak
KPBU berdasarkan spesifikasi output
sehingga memberikan ruang inovasi
solusi dari swasta
Perencanaan proyek akan
merpertimbangkan seluruh life cycle
proyek sehingga pembangunan dan
pengoperasian akan lebih efektif dan
efisien [4]
Flexibilitas pengelolaan finansial
Pemerintah dalam jangka pendek,
transparan dan akuntabel
Melibatkan banyak pihak, transparan
sehingga mengurangi resiko KKN
[1] PMK Nomor 25/PMK 5/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembayaran Kegiatan yang dibiayai melalui Penerbitan SBSN
[2] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2011 tentang Pembiayaan Proyek Melalui Penerbitan SBSN
[3] INO: Aligning Asian Development Bank and Country Systems for Improved Project Performance Panduan Pengusulan dan Peningkatan Kesiapan Kegiatan yang Didanai Pinjaman Luar Negeri
[4] Agenda, Volume 14, Number 2, 2007, pages 171-188 Public Private Partnerships and Public, Procurement oleh Darrin Grimsey and Mervyn Lewis
[5] Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pinjaman Luar Negeri serta Imbasnya terhadap APBN, oleh Samsubar Saleh - Universitas Gadjah Mada, UNISIA, Vol. XXXI No. 70 Desember 2008
9
PERBANDINGAN VFM KUALITATIF KPBU DENGAN SBSN DAN PINJAMAN
- KEKURANGAN -
Tidak semua risiko dapat ditransfer Pemerintah harus menanggung seluruh Pemerintah harus menanggung seluruh
secara efektif ke badan usaha risiko dari Proyek (Resiko Desain, risiko dari Proyek
Resiko Konstruksi, Resiko OP) (Resiko Desain, Resiko Konstruksi, Resiko
OP)
Terikat Komitmen Jangka Panjang Kecepatan mulainya pembangunan Kecepatan mulainya pembangunan
untuk pembayaran AP Proyek akan bergantung pada Proyek akan bergantung pada persetujuan
persetujuan DPR DPR
Penyiapan Proyek Lebih Kompleks Pinjaman dapat meningkatkan Rasio Pinjaman dapat meningkatkan Rasio Debt
dibanding pengadaan konvensional Debt to GDP Indonesia to GDP Indonesia
[1] PMK Nomor 25/PMK 5/2016 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembayaran Kegiatan yang dibiayai melalui Penerbitan SBSN
[2] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2011 tentang Pembiayaan Proyek Melalui Penerbitan SBSN 2008 10
TERIMA
KASIH
DIREKTORAT PELAKSANAAN
PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR
SUMBER DAYA AIR
Final Business Case (FBC) Proyek KPBU Bendungan Bodri -- |Page
BAB 4.
KAJIAN EKONOMI DAN FINANSIAL
Survei kebutuhan nyata dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai perkiraan kebutuhan,
ketertarikan, serta tingkat pelayanan yang diharapkan dari pemanfaatan Bendungan Bodri. Tujuan
yang diharapkan atas pelaksanaan RDS ini adalah sebagai berikut.
a. Gambaran kondisi sosial masyarakat setempat, masalah kepemilikan lahan pemukiman dan
pertanian, serta data terkait lokasi kearifan lokal di sekitar rencana pembangunan
Bendungan Bodri.
b. Identifikasi konstrain dan persepsi masyarakat terkait kebutuhan layanan dan keinginan
masyarakat untuk memanfaatkan Bendungan Bodri sebagai suplesi air baku, pertanian dan
pengendali banjir.
c. Mengetahui sarana dan prasarana penunjang yang dibutuhkan agar fungsi bendungan
dapat tersalurkan.
d. Mengetahui potensi yang dapat dikembangkan dari Bendungan Bodri untuk meningkatkan
pendapatan daerah.
Survey dilaksanakan pada 16 September hingga 18 Sptember 2021 di Kota Semarang dan Kabupaten
Kendal. Hasil survey kebutuhan nyata (Real Demand Survey) pada proyek KPBU ini adalah sebagai
berikut:
Pengelompokan responden dibagi menjadi 2 kategori yaitu Instansi dan Perangkat Desa dengan
persentase sama besar yaitu 50% responden dari Instransi dan 50% dari Perangkat Desa. Instansi
yang menjadi responden dalam proses RDS ini adalah Instansi tingkat Kabupaten/Kota hingga
Instansi tingkat Provinsi, diantaranya yaitu Bappeda Provinsi jawa Tengah, Dinas PU SDA Taru Provinsi
Jawa Tengah, BBPW Pemali Juana, Dinas Pertanian dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, Baperlitang
Kabupaten Kendal, Dinas PU SDA Taru Kabupaten Kendal, BBWS Tirto Panguripan, dan Dinas
Pertanian dan Perikanan Kabupaten Kendal. Sedangkat stakeholder desa diwakilkan oleh masing-
masing Kepala Desa ataupun perangkat desa lainnya, Adapun Desa yang menjadi responden dalam
RDS adalah desa-desa yang terdampak baik secara negatif maupun terdampak positif dengan
adanya rencana Bendungan Bodri yaitu Desa Banyuringin, Desa Kaliputih, Desa Ngaliyan, Desa
Duren, dan Desa Sukodadi. Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan, responden yang
mewakilkan masing-masing instansi untuk survey ini di dominasi oleh jenis kelamin laki – laki yaitu
sebanyak 87% sedangkan untuk jenis kelamin perempuan sebanyak 12%. Pendidikan terakhir
repoden yang mewakili masing masing instansi mayoritas Pascaasarjana (50%) sedangkan responden
dari Stakeholder desa mayoritas sebagai lulusan Sekolah Menengah Atas (28,6%).Seperti yang
tergambar didalam diagram dibawah ini.
Pelaksanaan RDS dilakukan dengan wawancara dan pengisian kuisioner oleh stakeholder dan
perangkat desa terdampak guna memperoleh informasi detail dan data sekunder guna mendukung
pelaksanaan pembangunan Bendungan Bodri. Adapun daftar dan jumlah stakeholder yang menjadi
responden ditampilkan dalam tabel sebagai berikut.
Menurut Sebagian besar responden (56,3%) bahwa Supply kebutuhan air bersih masih belum
memenuhi, sedangkan responden lainnya (43,8%) mengatakan bahwa supply kebutuhan air bersih
sudah cukup. Adapun sumber air bersih yang saat ini digunakan bersumber dari Mata Air yang
memenuhi kebutuhan air sebanyak 75% bisa digunakan, dan Sumur dalam 68% airnya bisa
digunakan, juga kali dan sungai sebanyak 25%. Hal tersebut tergambar dalam 2 diagram dibawah
berikut
a) Irigasi
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Dinas PU SDA Kabupaten Kendal dan BBWS
Pemai Juwana, daerah Irigasi Bodri mempunyai luas areal 8,861 Ha dengan 3 kali masa
tanam. Ketersediaan air sungai bodri untuk mengaliri daerah irigasi Bodri dipengaruhi oleh
perubahan iklim. Hal ini dapat dilihat dalam Gambar 4-4. berdasarkan data debit sungai
bodri tahun 2010 sampai dengan 2020, dapat diketahui debit andalan pada Kondisi Basah
(Probabilitas 20%), kondisi Normal (Probabilitas 50%), serta Kondisi Kering (Probabilitas
80%).
Berdasarkan gambar diatas terlihat pada kondisi probablitas debit 80% (kering) masih terdapat
defisit dalam pemenuhan kebutuhan air DI Bodri.
Dalam sektor Pertanian, menurut mayoritas responden (75%) berpendapat bahwa rencana
pembangunan Bodri sangat berpengaruh dengai nilai 5 dari skala 5, dan 12,5% lainnya berpendapat
hanya sedikit pengaruhnya dengan nilai 1 dari skala 5. Hal tersebut dapat dilihat pada diagram
dibawah berikut.
b) Domestik
Berdasarkan informasi dari Instansi PDAM, sumber air baku PDAM masih menggunakan
sumur dalam sebanyak 43 buah. Sambungan rumah tangga yang dilayani saat ini sebanyak
90.000 SR (sambungan rumah tangga). Target penambahan sambungan rumah tangga
PDAM sebanyak 5000 per tahun
c) Non Domestik
Kawasan Industri
Dalam rangka mempercepat pembangunan perekonomian di wilayah Kabupaten Kendal,
Provinsi Jawa Tengah, serta untuk menunjang percepatan dan perluasan pembangunan
ekonomi nasional, perlu mengembangkan wilayah Kendal sebagai Kawasan Ekonomi Khusus.
PT. Kawasan Industri Kendal (KIK) merupakan pengembang kawasan industri berstatus
Kawasan Ekonomi Khusus berbasis industri di Pulau Jawa dengan total 2200 Hektar. Saat ini
3 Pemakaian air (l/det/Ha) 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8
4 Kebutuhan air (l/det) 396 594 792 990 1188 1386 1584
Sumber: Analisis Konsultan, 2021
Selain itu, dalam melakukan pemenuhan kebutuhan air khususnya pada saat musim kemarau,
petani/pekebun mengambil air dari sungai dengan menggunakan pompa yang dilakukan untuk
menaikkan muka air agar air dapat mengalir melalui system irigasi sehingga dapat mengairi area
pertanian/perkebunan masyarakat.
25%
Baik
50% Cukup Baik
Buruk
25%
Secara garis besar mayoritas profesi masyarakat di beberapa desa bergerak di sektor pertanian hal
ini di dukung dengan persentase yang tinggi yaitu sebesar 75%, namun masih terdapat sebagian
kecil masyarakat yang menjadi pekebun dengan persentase 25%. Sebagai contoh pada salah satu
Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan, pada umumnya masyarakat yang berprofesi sebagai
petani/pekebun sebagian besar melakukan penanaman diatas lahan garapan yaitu sebesar 70%
sedangkan untuk 30% sisanya ialah petani/pekebun yang melakukan penanaman diatas lahan milik
sendiri (Hak Milik).
Berdasarkan hasil survey, potensi pada sektor pertanian khususnya pada cukup signifikan karena nilai
kebutuhan konsumsi beras dan jagung cukup tinggi yaitu 9 – 50 ton perbulan. Sedangkan untuk
sektor perkebunan komoditas unggulan yang menjadi potensi pada sektor ini ialah kopi, pisang,
buah – buahan, petai, karet dan cengkeh.
Berdasarkan hasil survey yang telah dilakukan, terdapat beberapa poin penting yang menjadi suatu
permintaan/harapan kepada pemerintah/ stakeholder terkait yaitu: pemberian pupuk dan benih,
diharapkan terdapat pelatihan guna mendukung kopetensi, adanya bantuan pompa yang dapat
dipergunakan untuk membantu menyuplai air pada saat musim kemarau datang
Berdasarkan hasil survey sebagian besar yang menjadi objek responden tidak terdapat penduduk
yang terkena area relokasi, tetapi terdapat 1 desa yang terkena dampak relokasi yaitu dengan luasan
diperkirakan < 10 ha. Masyarakat sendiri mengharapkan jika seandainya terdapat area mereka yang
harus terkena relokasi/pembebasan lahan bentuk kompensasi ialah berupa uang dengan besaran
nilai Rp. 5.000.000/m2
Masyarakat mengharapkan adanya layanan PDAM guna menunjang kebutuhan mereka terkait air
bersih/ minum. Dengan rerata pendapatan masyarakat yang hanya Rp. 3.000.000,00/bulan,
masyarakat mengharapkan agar jika penyediaan infrastruktur tersebut terlaksana mereka
mengharapkan besaran tarif yang dikenakan untuk hal tersebut masih dalam taraf yang sesuai dan
tidak terlalu banyak mengambil porsi dari hasil pendapatan
Survei kebutuhan nyata (Real Demand Survey) dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang akurat
seperti mengenai perkiraan kebutuhan, ketertarikan, kemauan dan kemampuan pengguna untuk
membayar, kinerja pembayaran, serta tingkat pelayanan yang diharapkan. Selain itu RDS juga
bertujuan untuk melihat potensi pasar dari infrastruktur yang akan dibangun melalui skema KPBU.
Real Demand Survey (RDS) dilaksanakan di Kendal dan Semarang Jawa Tengah dan melalui beberapa
pertemuan webinar lanjutan kepada sejumlah stakeholder untuk mendapatkan data-data.
Sistem Irigasi dan Profil Masyarakat Pertanian dan Perkebunan Pada pelaksanaannya untuk saat ini
irigasi pertanian lebih fokus pada irigasi tersier. Berdasarkan data sementara tahun 2019 30% kondisi
jaringan irigasi tersier dalam kondisi yang baik sedangkan 70% dalam keadaan rusak. Guna
mendukung keberlangsung sistem irigasi tersebut terdapat kegiatan rehabilitasi jaringan irigasi
tersier dengan dukungan dana yang bersumber dari APBD/APBN.
Saat ini di wilayah perencanaan terdapat 110.284 jiwa yang bergerak di sektor pertanian dan
perkebunan. Secara status kepemilikan lahan mereka di dominasi oleh penggarap lahan (sewa)
namun, terdapat sebagian kecil warga yang sudah memiliki lahan sendiri. Dalam melakukan
pemenuhan air irigasi terdapat suatu lembaga yang berfungsi untuk mengkoordinasi kegiatan
tersebut yaitu P3A. Untuk data P3A maupun kelompok tani pada wilayah tersebut berada di
simluhtan penyuluhan dan data tersebut juga telah di rinci berdasarkan kabupatennya
Berdasarkan hasil survey, terdapat 3 komoditas unggulan yang memiliki potensi yang besar untuk
dikembangkan yaitu tanaman pangan (padi, jagung dan kedelai), holtikultura (bawang merah, cabe
dan kentang) serta perkebunan (kopi, tebu, dan kelapa). Sektor pertanian khususnya komoditas padi
merupakan sektor yang paling penting karena berdasarkan data dari Dinas Ketahanan Pangan
Provinsi, konsumsi pangan (termasuk tepung beras) penduduk Jawa Tengah tahun 2020 yaitu
sebesar 92,1 kg/kapita/tahun sedangkan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut hanya sebesar ± 3,2
juta ton di tahun 2019 - 2020.
Agar dapat memenuhi kebutuhan yang tinggi, pemerintah telah melakukan beberapa upaya dan
dukungan yang dapat meningkatkan nilai produkvitas yaitu dengan adanya kegiatan UPSUS (Upaya
Khusus) yang dijalankan oleh Kementerian Pertanian serta dukungan berupa bantuan kepada petani
terkait benih pupuk, alshintan, alat pengolahan dan pendampingan penyuluhan. Diharapkan semua
upaya dan dukungan yang telah diberikan tersebut dapat menjadi stimulus untuk petani agar dapat
berkembang lebih maju.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari responden terkait sumber daya air, saat ini terdapat 9 sumber
mata air yang terletak di Mata Air (Ma). Kesrun, Ma. Geneng, Ma. Gleyah, Ma. Winog, Ma.Putih, Ma.
Kalisar, Ma. Banger, Ma. Pawedan, Ma. Angklik. Selain itu, berdasarkan data tahun 2020 dibutuhkan
pasokan air sebesar 200 liter/detik. Pada pelaksanaannya saat ini cakupan pelayanan air hanya
berada di 8 lokasi yaitu Kecamatan Pegandon, Kecamatan Ringin Arum, Kecamatan Patebon,
Kecamatan Cepiring, Kecamatan Kendal, Kecamatan Singorojo, Kecamatan Gemuh dan Kawasan KIK.
4.1.3.3. Pertanian
Dalam melakukan pemenuhan kebutuhan air untuk pertanian saat ini masyarakat menggunakan air
yang berasal dari saluran irigasi yang berasal dari Bendungan Juwero, Daerah Irigasi Bodri dan
Daerah Irigasi Sojomerto. Pada standarnya, untuk memenuhi volume air irigasi setidaknya diperlukan
1,2 l/det/ha guna mendukung intensitas tanam dari 263% menjadi 300%. Untuk memenuhi
kebutuhan air saat musim kemarau dan penghujan masyarakat mengandalkan air baku yang berasal
dari mata air, sumur, drop/tangka serta dari sungai maupun embung. Kondisi saat ini terkait sumber
mata air ialah terdapat 2 area yang terganggu akibat pembangunan yaitu Ma. Kesrun, Ma. Putih,
Desa Kali Putih. Untuk mengantipasi kawasan yang terdampak tersebut saat ini masyarakat
mengembangkan sistem pengairan yang sudah ada yaitu dengan cara menggunakan mata air dan
sumur dangkal (untuk keperluan air bersih) serta cara oncoron pertanian dengan bendung lokal.
PDAM saat ini setidaknya menyediakan kebutuhan pasokan air baku pertahunnya yaitu sebesar
26.749.440 m3 dengan pasokan air yang terpenuhi ialah sebesar 22.322.105 m3. Selain itu dengan
besarnya jumlah pasokan air baku yang teraliri setidaknya PDAM telah memenuhi cakupan pelayan
air di 13 wilayah mulai dari Kecamatan Kota Kendal, Boja, Kaliwungu, Kaliwungu selatan, Brangsong
Ngampel, Patebon, Pegandon, Gemuh, Ringinarum, Cepiring, Weleri, Kangkung dan Rowosari.
Sedangkan untuk cakupan pelayanan bendung mencakup di 8 lokasi yaitu Kecamatan Pegandon,
Saat ini, PDAM telah memiliki pelanggan sebesar 87.102 yang tersebar di berbagai sektor seperti
rumah tangga, industri, pemerintahan, serta perusahaan. Tarifnya diberikan untuk air baku cukup
beragam mulai dari Rp. 2.600/m3 sampai dengan Rp. 9.000/m3 tergantung dari jenis sektornya,
PDAM juga telah mencatatkan kenaikan pelanggan sebesar 17% dengan rerata pembayaran
penggunaan air tiap bulannya adalah Rp. 72.716.106/bulan. Dalam pemenuhan kebutuhan air,
sumber air PDAM berasal dari mata air dan juga sumur, saat ini juga sedang dilaksanakan 2
pembangunan IPA.
Pada pelaksanaan program ini, stakeholder mengatakan bahwa terdapat potensi hasil bumi pada
lokasi pembangunan bendung yaitu Bendung Bodri berada pada wilayah Cekungan Air Tanah Kendal
dengan Potensi air tanah sebesar 78,9 juta m3 untuk akuifer bebas (dangkal) dan 2,1 juta m3 akuifer
tertekan (dalam). Selain itu secara kondisi geologi regional terdiri dari Formasi Kaligetas (Qpkg),
Formasi Penyatan (Tpp), dan Formasi Kerek (Tmk). Terdapat juga beberapa patahan pada daerah
tersebut. Kondisi kerentanan gerakan tanah berada pada zona menengah. Pada are spot-spot
tertentu ditemukan batugamping. Perlu diperhatikan terutama konstruksi pondasinya mengingat
pada daerah ini breksi di Formasi Kaligetas tidak begitu tebal dibandingkan bagian selatan, serta
Formasi Penyatan dan Kerek didominasi batulempung.
Dari hasil analisis yang telah dilakukan menggunakan data hasil RDS yang dilakukan, kebutuhan akan
adanya Bendungan baru sangat diperlukan. Hal ini berdasarkan beberapa pertimbangan:
1. Setiap aspek dan informasi yang tercantum dalam hasil Real Demand Survey (RDS) harus
menjadi faktor pertimbangan dalam proses perencanaan maupun pelaksanaan program
karena di dalam hasil survey tersebut terdapat satu aspek yang penting dan dapat menjadi
bahan pertimbangan dalam melakukan perencanaan yaitu harapan stakeholder yang mana
aspek tersebut berisikan setiap keinginan dan informasi yang diberikan oleh para
stakeholder yang memiliki keterkaitan dan semesti hal tersebut dapat menjadi bahan
pertimbangan pada setiap pengambilan keputusan yang dilakukan.
2. Secara garis besar setiap stakeholder terkait telah memberikan dukungan terhadap program
ini dan mereka mengharapkan agar program ini dapat dilaksanakan sehingga kesejahteraan
masyarakat dapat meningkat. Selain itu, pada poin relokasi kompensasi untuk masyarakat
yang terkena dampak perlu dipertimbangkan secara detail agar kompensasi yang diberikan
sesuai dengan kebutuhan dan adil sehingga nanti pada saat pelaksanaan program dapat
berjalan dengan baik dan tidak terdapat konflik yang terjadi.
3. Penerapan prinsip “Build back safer”, dimana daerah yang menjadi kawasan relokasi harus
memberikan kehidupan yang minimal sama dengan kehidupan yang ada di wiayah
terdampak bahkan dituntut untuk lebih baik serta memberikan rasa aman kepada penyintas.
4. Setiap aspek dan informasi yang tercantum dalam hasil RDS harus menjadi faktor
pertimbangan dalam proses pembangungan Bendungan karena di dalam hasil survey
tersebut terdapat satu aspek yang penting dan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
melakukan perencanaan yaitu harapan stakeholder yang mana aspek tersebut berisikan
Berdasarkan keempat poin tersebut di atas bahwa terdapat permintaan terhadap fasilitas yang
menyokong kegiatan dan usaha dari masyarakat di Provinsi Jawa Tengah, sehingga Bendungan perlu
direalisasikan
Secara umum dan sederhana, analisa penentuan sumber dan tingkat pertumbuhan permintaan
dengan berbagai scenario atau uji elastisitas atas permintaan Proyek KPBU ini dapat diartikan sebagai
tingkat kelenturan tingkat pemintaan warga masyarakat (permintaan) terhadap jasa layanan yang
disediakan oleh Proyek KPBU Bendungan Bodri.
Dalam teori, disebutkan angka elastisitas yang dinotasikan dengan huruf e memiliki batasan yaitu:
• e=1 disebut unitary elasticity, pengertiannya yaitu setiap perubahan layanan Proyek
KPBU Bendungan Bodri pada angka 1 satuan direspon oleh pasar layanan Proyek KPBU
Bendungan Bodri dengan adanya perubahan meningkat (bertambah) atau menurun
(berkurang) pada angka 1 satuan juga.
• e>1 disebut elastis, pengertiannya yaitu setiap kenaikan layanan Proyek KPBU
Bendungan Bodri direspon oleh pasar layanan Proyek KPBU Bendungan Bodri dengan
mengurangi potensi banjir dan memberikan air yang cukup pada Kawasan persawahan
disekitar Bendungan .
• e<1 disebut inelastis, pengertiannya yaitu setiap kenaikan layanan Proyek KPBU
Bendungan Bodri direspon oleh pasar layanan Proyek KPBU Bendungan Bodri dengan tetap
mengurangi potensi banjir dan memberikan air yang cukup pada Kawasan persawahan
disekitar Bendungan.
• e disebut elastis sempurna, pengertiannya yaitu tidak ada perubahan layanan Proyek
KPBU Bendungan Bodri direspon oleh pasar layanan Proyek KPBU Bendungan Bodri dengan
mengurangi potensi banjir dan memberikan air yang cukup pada Kawasan persawahan
disekitar Bendungan .
• e=0 disebut inelastis sempurna, pengertiannya yaitu berapapun kenaikan Proyek KPBU
Bendungan Bodri direspon oleh pasar layanan Proyek KPBU Bendungan Bodri dengan
mengurangi potensi banjir dan memberikan air yang cukup pada Kawasan persawahan
disekitar Bendungan.
Bagan diatas yang memperlihatkan secara teoritis gambar-gambar konsepsi grafik permintaan pasar
(Ed) atas jasa layanan Proyek KPBU Bendungan Bodri jika terjadi perubahan (kenaikan) layanan
Proyek KPBU Bendungan Bodri dan lainnya. Secara konsepsi peluang terjadinya salah satu dari
gambar grafik diatas dapat terjadi jika Pemerintah Provinsi menaikkan (meningkatkan) layanan
Proyek KPBU Bendungan Bodri, sangat bergantung pada beberapa faktor yang mempengaruhi,
seperti:
• Intensitas kebutuhan untuk menikmati layanan Proyek KPBU Bendungan Bodri
• Meningkatnya Kesejahteraan warga masyarakat sekitar lokasi karena adanya Proyek KPBU
Bendungan Bodri
• Mengurangi potensi banjir dan memberikan air yang cukup pada Kawasan persawahan
disekitar Bendungan Bodri
Usulan layanan unggulan pada Bendungan Bodri saat ini adalah sebagai salah satu upaya untuk
meningkatkan Kesejahteraan masyarakat serta mengurangi mengurangi potensi banjir dan
memberikan air yang cukup pada Kawasan persawahan disekitar Bendungan. Berdasarkan analisa
dari kebutuhan layanan unggulan Bendungan Bodri tampak seperti dalam gambar dibawah ini :
Namun semuanya itu bergantung juga pada regulasi daerah atau Perda yang ada untuk melakukan
hal tersebut diatas. Selain pasar yang terkait langsung dengan layanan Bendungan Bodri tersebut di
atas tentunya terdapat juga pengaruh tidak langsung dan langsung yang akan menciptakan peluang
pasar sebagai manfaat dari proyek pembangunan Bendungan Bodri yakni antara lain: Peningkatan
kesejahteraan masyarakat, peningkatan pendapatan daerah baik PAD dan PDRB daerah disekitar
Bendungan Bodri.
Pelaksanaan penjajakan minat calon investor terhadap Proyek KPBU ini sudah dilaksanakan pada hari
Kamis, 18 November 2021 bertempat di Jakarta yang dimulai dari jam 08.30 – 15.00. Market
Consultation kali ini diselenggarakan melalui diskusi panel dengan para stakeholder yang terkait
dengan rencana Proyek KPBU Bendungan Bodri melalui skema hybrid, Tatap Muka dan Daring. Pada
forum ini, setiap Narasumber diberi waktu untuk memaparkan masing-masing materi bahasannya.
Forum dilanjutkan dengan tanya jawab oleh semua pihak yang menghadiri. Sesi kemudian
dilanjutkan pada one on one meeting dalam kelompok kecil yang difasilitasi oleh perwakilan dari tim
penyiapan Proyek KPBU.
Materi Pembahasan dari Narasumber dalam Market Consultation ini adalah sebagai berikut:
1. Direktorat Perencanaan Infrastruktur, Kementerian Investasi/BKPM.
Materi: Peluang dan Tantangan Investasi Badan Usaha dalam Proyek Infrastruktur Sumber
Daya Air.
2. Direktorat Pengembangan Pendanaan Pembangunan Kementerian PPN/Bappenas.
Materi: Skema KPBU dalam penyediaan Infrastruktur Sumber Daya Air oleh.
3. Direktorat Pengelolaan Dukungan Pemerintah dan Pembiayaan Infrastruktur, Kementrian
Keuangan.
Materi: Mekanisme Pembayaran Ketersediaan layanan/Availability Payment (AP) Proyek
KPBU Sektor Sumber Daya Air.
4. PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
Materi: Jaminan Pemerintah pada Proyek KPBU Sektor Sumber Daya Air dengan Mekanisme
AP.
5. Direktorat Pelaksanaan Pembiayaan Infrastruktur Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan
Umum Perumahan Rakyat
Materi: Proyek KPBU Bendungan Bodri Jawa Tengah.
Di akhir sesi, para peserta dibagikan Letter of Intent (LoI) untuk kemudian diisi dan dikembalikan pada
panitia untuk di data lebih lanjut. Dalam kegiatan Market Consultation ini, Direktorat Pelaksanaan
Peserta yang diundang untuk menghadiri kegiatan Market Consultation ini terdiri dari unsur
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Calon Investor, dan Lembaga Keuangan Nasional dan/ atau
Internasional, serta pihak-pihak yang memiliki ketertarikan terhadap rencana proyek KPBU.
1. Kementerian Keuangan
2. Kementerian PPN/Bappenas
3. Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal
4. Kementerian PUPR
• Sistem dan Strategi Pengelolaan Sumber Daya Air Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
• Bagian Bendungan dan Danau Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
• Balai Besat Wilayah Sungai Pemali Juana
• Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur
5. Pememrintah Daerah
• Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
• Dinas PU SDA TARU Provinsi Jawa Tengah
• Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Bodri Kuto Provinsi Jawa Tengah
• Dinas PUPR Kabupaten Kendal
6. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
7. PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero)
8. PT. Sarana Multi Infrastruktur (Persero)
9. Calon Investor
Output dari pelaksanaan Market Consultation akan digunakan sebagai masukan dan tambahan untuk
memperkaya penyusunan dokumen FBC Bendungan Bodri, termasuk jumlah Letter of Intent (LoI) dari
para peserta.
Dari sejumlah pihak calon investor, maupun lembaga keuangan yang hadir pada pelaksanaan Market
Consultation, tercatat sudah ada 3 instansi yang menyatakan minatnya untuk berpartisipasi pada
rencana Proyek KPBU Bendungan Bodri.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ada 3 instansi yang bidang usahanya berupa Jasa Konstruksi
dan menyatakan minatnya terhadap rencana proyek KPBU Bendungan Bodri. 2 diantaranya adalah
perusahaan Jasa Konstruksi Swasta yaitu Lotte Engineering & Construction dan China Civil
Pada acara Market Consultation terdapat pertanyaan atau tanggapan yang disampaikan oleh peserta
yang disampaikan secara online maupun pada link pertanyaan antara lain sebagai berikut:
1. Terkait pengembalian investasi (AP), bagaimana jika ternyata misalnya masa konstruksi 6
tahun berarti tahun ke 7 mulai dibayarkan AP-nya, bagaimana jika konstruksi lebih cepat
misalnya 4 tahun apakah AP-nya juga bisa maju? (Waskita Karya – WKI)
2. Proyek Bodri ini memang belum masuk PSN, jika sekiranya tidak masuk PSN bagaimana
kelanjutannya? (Wika)
3. Untuk Kajian Bodri terkait biaya CAPEX, OM-nya ada tetapi DED dan commissioning tidak
ada? (Wika)
4. Dimana untuk tata tertib KPBU, adalah ada beberapa persyaratan pendahuluan salah satunya
DED. Dimana pembahasan nya tadi DED sendiri 14 bulan, sehingga tidak menuju tanggal
efektif KPBU. Untuk DED Bendungan memang memakan waktu yang cukup lama? (Wika)
5. Jika melihat mekanisme pengembaliannya investasinya AP semua, di sini saja sudah ada 3
belum lagi nanti APBN lainnya. Mungkin konfirmasi saja apakah memang sudah mulai
dikoordinasikan atau terhitung fiskalnya untuk anggaran- anggaran ini. Kepastian anggaran
pasti di tahun sebelum dilakukan pembayarannya. Karena ini AP apakah sudah berkoordinasi
dengan kementrian keuangan. Untuk teknisnya kami harapkan detail CAPEX, kami harapkan
ada juga detail BOQ-nya? (PT. PII)
Tidak ada tanggapan dan penilaian lembaga keuangan nasional dan internasional dan atau institusi
lainnya mengenai potensi pemberian dan indikasi besaran pinjaman yang dapat dialokasikan dalam
KPBU
4.2.4. Strategi untuk Mengurangi Risiko Pasar dan Meningkatkan Persaingan Sehat
Strategi untuk mengurangi risiko pasar dan meningkatkan persaingan yang sehat dalam proses
pengadaan KPBU adalah diperlukan Dari hasil kajian yang dilaksanakan bahwa ruang lingkup KPBU
adalah bangunan Bendungan berstruktur besar sehingga dapat diidentifikasikan bahwa badan usaha
yang akan berpartisipasi adalah badan usaha investasi dan bergerak di sektor konstruksi.
Berdasarkan pengadaan proyek KPBU sebelumnya dalam sektor Bendungan. Tingkat ketertarikan
badan usaha konstruksi yang berminat masih didominasi oleh Perusahaan Swasta sehingga
memerlukan strategi agar pengadaan proyek KPBU ini berhasil antara lain dengan memberikan
informasi tentang skema kerjasama pemerintah kepada badan usaha (KPBU) dan informasi yang
cukup luas kepada badan usaha selain badan usaha konstruksi milik negara tentang proyek KPBU
Pembangunan Bendungan Bodri Provinsi Jawa Tengah.
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan persaingan yang sehat dalam proses pengadaan KPBU
diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Memberikan kesempatan yang luas dengan memberikan informasi yang sama kepada badan
usaha yang berminat terkait dengan pelaksanaan pengadaan KPBU;
Jika melihat kebutuhan dan kondisi pasar yang cukup kompetitif dalam pengalaman membangun
Bendungan dimungkinkan memberikan persyaratan memiliki pengalaman dalam membangun
Bendungan untuk mengurangi sisi risiko dimana badan usaha yang akan membangun memilki
kemampuan dan kompetensi dalam melaksanakan proyek KPBU.
Berdasarkan uraian pemilihan strategi diatas maka akan meningkatkan persaingan yang sehat dalam
proses pengadaan KPBU karena nantinya peserta dalam proses pengadaan KPBU dapat menyusun
dokumen penawarannya sesuai dengan hasil analisis dan informasi diatas untuk mengajukan nilai
AP dibawah nilai AP yang ditetapkan oleh panitia pengadaan KPBU
Struktur Pasar Bendungan adalah konstruksi yang dibangun untuk menahan laju air menjadi waduk,
danau, atau tempat rekreasi yang dibuat termasuk untuk menyediakan air untuk irigasi atau
penyediaan air di perkotaan, meningkatkan navigasi, menghasilkan tenaga hidroelektrik,
menciptakan tempat rekreasi atau habitat untuk ikan dan hewan lainnya, pencegahan banjir dan
menahan pembuangan dari tempat industri seperti pertambangan atau pabrik. Hanya beberapa
Bendungan atau dam yang dibangun untuk semua tujuan di atas. Seringkali Bendungan juga
digunakan untuk mengalirkan air ke sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Air.
Sesuai dengan Visium PUPR 2020-2024 target kapasitas tampung Bendungan multiguna per kapita
Indonesia adalah 68,11 m3/kapita/tahun. Pembangunan Bendungan baru kedepannya dilakukan
untuk memenuhi target ketahanan air dan pangan secara nasional, khususnya penyediaan air baku
sebesar 54,81 meter kubik per detik pada tahun 2024 mendatang.
Pengelolaan sumber daya air dan irigasi akan terus dilanjutkan dalam rangka mendukung produksi
pertanian yang berkelanjutan. Kehadiran Bendungan juga memiliki potensi air baku, energi,
pengendalian banjir, dan pariwisata yang akan menumbuhkan ekonomi lokal. “Pembangunan
Bendungan diikuti oleh pembangunan jaringan irigasinya. Dengan demikian, Bendungan yang
dibangun dengan biaya besar dapat bermanfaat karena airnya dipastikan mengalir sampai ke sawah-
sawah milik petani.
Analisis struktur KPBU bertujuan mengidentifikasi sumber pendapatan bagi KPBU dengan
mempertimbangkan hasil analisis, kemampuan pembiayaan Kementerian/Lembaga/ Daerah ybs,
serta tingkat kelayakan KPBU selama masa KPBU. Analisis struktur pendapatan KPBU ini paling
kurang memuat:
a. Perhitungan keseimbangan antara biaya dan pendapatan KPBU selama masa kerja sama;
4.3.1. Keseimbangan Antara Biaya dan Pendapatan KPBU Selama Masa Kerjasama
Perhitungan keseimbangan antara biaya dan pendapatan KPBU dilakukan untuk sepanjang waktu
kerja sama KPBU dengan mengakomodasi indeks harga konsumen untuk tahun basis, sehingga
diperoleh nilai biaya dan pendapatan pada standard indeks harga yang sama. Perhitungan
keseimbangan ini dilakukan untuk mendukung kajian kelayakan finansial atas Pengembalian Biaya
Modal untuk pembangunan sarana prasarana Bendungan Multiguna Bodri, Pengembalian Biaya
Operasi dan Pemeliharaan sebagai upaya memenuhi Service Level Aggreement (SLA)/ Tingkat
Ketersediaan Layanan sesuai yang diperjanjikan.
Untuk Perhitungan keseimbangan antara biaya dan pendapatan KPBU yang pengembaliannya
didasarkan pada Ketersediaan layanan melalui pembayaran Availability Payment (AP) adalah sebagai
berikut:
1. Pengembalian Modal/ CAPEX yaitu Capital Cost Recovery (CCR) yang meliputi Biaya
Konstruksi ditambah biaya ekuitas, Asuransi masa konstruksi, Provisi Bank, Biaya Administrasi
Kredit, biaya bunga masa konstruksi, biaya bunga pinjaman sampai masa jatuh tempo.
2. Pengembalian Biaya Operasi dan Pemeliharaan/ OPEX yang meliputi Biaya Manajemen
KPBU, Biaya pemeliharaan sarana prasarana Bendungan Multiguna Bodri selama masa
kerjasama/ KPBU.
3. Tingkat Keuntungan untuk mencapai Taget Internal Rate of Return (IRR) yang diharapkan
Perhitungan keseimbangan antara biaya dan pendapatan KPBU selama masa Kerjasama terlihat dari
tabel di bawah ini:
Tabel 4-3 Tabel Perhitungan Keseimbangan Antara Biaya Pendapatan KPBU Selama Masa Kerjasama
Komponen Nilai (Juta Rupiah)
Biaya Investasi 1,743,769
Opex & Recurring Fee 149,572
Bunga Pinjaman 454,869
TOTAL BIAYA 2,348,211
Nilai AP 4,958,316
Kesimbangan antara Biaya dan Pendapatan KPBU 2.11
Sumber: Analisis Konsultan, 2021
Dari tabel diatas dapat terlihat bahwa keseimbangan antara biaya dan pendapatan KPBU selama
masa Kerjasama melebihi dari 1 atau dengan kata lain pendapatan AP dapat mengcover semua biaya
yang dikeluarkan.
Jika menggunakan skema user charge atau Tarif maka untuk Identifikasi Pembayaran/ tarif awal
diperhitungkan dari tarif yang digunakan sebelum masa konstruksi atau sebelum dilakukannya
perjanjian KPBU kemudian dilakukan proyeksi untuk beberapa tahun mendatang. Mekanisme
penyesuaian tarif selama masa konsesi adalah berdasarkan regulasi yang ada dan asumsi kenaikan
inflasi per tahun.
Indeks acuan untuk membuat penyesuaian atas parameter yang digunakan selama jangka waktu
perjanjian KPBU adalah sebagai berikut:
• Tingkat Inflasi
• Peraturan terkait tarif sesuai dengan yang berlaku
Proyek KPBU ini menggunakan skema pengembalian investasi menggunakan Avaibility Payment
(AP), oleh karena itu ada perbedaan bila dibandingkan dengan menggunakan user charge atau tarif.
Untuk skema pembayaran Availability Payment Identifikasi pembayaran/tarif, di identifikasikan
berdasarkan kapasitas fiskal kementerian PUPR. Langkah-Langkah Perhitungan Availability Payment
dari masing-masing komponen yaitu:
1. Menghitung pengembalian biaya modal yang dibutuhkan untuk membangun infrastruktur
sarana,prasarana Bendungan Multiguna Bodri menjadi ruang lingkup KPBU.
2. Proyeksi biaya Manajemen, biaya pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab Badan Usaha
Pelaksana (BUP) dalam memberikan tingkat ketersediaan layanan sesuai yang di perjanjikan.
3. Menghitung kebutuhan keuntungan Badan Usaha Pelaksana (BUP) untuk mencapai target
Internal Rate of Return (IRR) untuk mencapai Kelayakan Keuangan yang diharapkan
Secara lebih lengkap maka untuk perhitungan Nilai AP dapat dilihat pada point 4.5.9.
Apabila terjadi kenaikan biaya kerjasama (KPBU), karena adanya peningkatan komponen biaya capex,
opex dalam bentuk kenaikan biaya operasional, biaya pemeliharaan, akan berdampak pada
perubahan tarif, ekuitas IRR dan jangka waktu pengembalian investasi (payback period). Komponen
Kenaikan biaya KPBU (cost over run) yang akan mempengaruhi kenaikan Nilai AP dapat terjadi jika
ada penundaan pelaksanaan konstruksi yang disebabkan oleh BUP, dapat juga disebabkan oleh PJPK
terkait regulasi yang ada dimana akan berakibat pada penundaan pelaksanaan konstruksi sehingga
akan menyebabkan Kenaikan biaya KPBU (cost over run). Namun hal ini biasanya sudah diantisipasi
oleh BUP dan PJPK dalam kajian risiko khususnya mitigasi risikonya sehingga seharusnya tidak
berdampak langsung pada besaran nilai AP kecuali terjadi suatu kondisi ekstrim yang membutuhkan
perubahan perjanjian.
Pembangunan KPBU selesai lebih awal sangat berpengaruh terhadap aspek keuangan, karena belum
dianggarkannya Dana Avalaibility Payment (AP) dalam APBN Kementerian PUPR, sehingga akan
berpengaruh terhadap pembayaran AP kepada BUP, hal ini perlu diatur dalam Perjanjian Kerjasama
agar apabila pembangunan selesai lebih awal Bendungan Multiguna Bodri tetap dapat memberikan
layanan.
Masa pengembalian sesuai dengan KPBU telah memperhitungkan jangka waktu kerjasama yang
paling ideal dimana untuk KPBU diperkirakan membutuhkan waktu kerjasama maksimal 20 tahun.
Berdasarkan hasil analisa keuangan, dipastikan Project IRR nya > WACC nya dan ini memungkinkan
untuk diberlakukan clawback mechanism jika menggunakan skema tarif, namun bila menggunakan
skema AP, maka tidak ada clawback mechanism.
4.3.3.4. Terjadinya pemberian insentif atau pemotongan pembayaran dalam hal pemenuhan
kewajiban
Pemberian insentif dalam hal pemenuhan kewajiban ini biasanya dimasukkan dalam perjanjian
kerjasama, demikian pula dengan pemotongan pembayaran akan diatur dalam perjanjian kerjasama.
Sebagai identifikasi awal, jika terjadi pemotongan pembayaran atas layanan, perhitungan sensitivitas
menunjukkan bahwa kelayakan proyek akan turun dari nilai awal hingga bisa mencapai dibawah Cut
Off Rate yang dikehendaki. Hal ini tercermin dari uji sensitivitas yang dilakukan (dapat lihat pada
bagian analisis keuangan, analisis sensitivitas).
Untuk proyek pembangunan Bendungan Multiguna Bodri dengan skema Kerjasama Pemerintah Dan
Badan Usaha (KPBU) porsi pembiayaan ditetapkan adalah 70% Pinjaman Bank dan 30% Equity/
Terdapat perbedaan yang signifikan antara analisis keuangan dan analisis ekonomi. Analisis
keuangan mengkaji pendapatan dan pengeluaran kas dari suatu proyek dan dampaknya terhadap
suatu perusahaan/badan usaha yang menjalankan Proyek. Analisis keuangan menggunakan harga
pasar untuk biaya keuangan langsung dan pendapatan untuk menilai dan mengkaji keseimbangan
investasi dan keberlangsungan suatu proyek. Data terkait biaya dan pendapatan keuangan
didapatkan dari harga transaksi yang terdapat di pasar.
Sementara itu, analisis ekonomi menggunakan harga ekonomi untuk mencerminkan biaya peluang
(opportunity cost) terhadap masyarakat. Oleh sebab itu, arus kas biaya dan pendapatan perlu
disesuaikan, karena terdapat kemungkinan adanya bias yang timbul karena beberapa alasan, atau
hanya karena tidak adanya pasar. Secara khusus, biaya peluang tenaga kerja biasanya tidak sama
dengan upah yang berlaku di pasar, dan biaya valuta asing biasanya tidak sama untuk impor/ekspor
akibat distorsi pajak/subsidi dan kebijakan perdagangan. Lebih lanjut, analisis ekonomi juga
mempertimbangkan manfaat ekonomis yang tidak diperhitungkan kedalam harga (misalnya
peningkatan kualitas kesehatan masyarakat atau penghematan waktu bagi pelanggan).
Pada umumnya, beberapa komponen dalam analisis keuangan menggambarkan pergeseran atau
pemindahan barang dan jasa dari satu entitas ke entitas lain dalam masyarakat, dan tanpa
memperhitungkan adanya dampak ekonomi. Misalnya, pembayaran pajak dalam analisis keuangan
termasuk dalam komponen biaya, namun dalam analisis ekonomi pembayaran pajak merupakan
Komponen lainnya seperti subsidi, Viability Gap Funding (VGF) (Dukungan Kelayakan), atau dana
hibah/bantuan dari pemerintah juga merupakan pembayaran transfer langsung, namun dengan arah
yang berlawanan dengan pajak. Seluruh biaya ekonomi dalam studi ABMS ini diukur dengan harga
finansial yang telah mengesampingkan segala jenis pajak, subsidi, VGF, tarif impor, pembayaran
transfer langsung lainnya, dan biaya keuangan / biaya non kas lainnya (biaya penyusutan dan bunga).
Biaya penjaminan pemerintah diperhitungkan sebagai biaya keuangan sehingga harus dikeluarkan
dari analisis ABMS.
Seluruh biaya dan manfaat ekonomi akan dievaluasi berdasarkan nilai saat ini (present value), dengan
menggunakan tingkat diskonto sosial yang berbeda dengan biaya modal yang berdasarkan harga
pasar. Harga pasar dari biaya modal mencerminkan pengembalian modal yang diinginkan sektor
swasta dari suatu proyek. Sedangkan pendekatan untuk tingkat diskonto sosial ditentukan
berdasarkan biaya peluang yang dialokasikan untuk investasi publik.
Tingkat pengembalian yang dihitung dalam analisis ekonomi akan menjadi EIRR, berdasarkan nilai
saat ini (present value) bersih atas biaya dan manfaat langsung proyek yang telah disesuaikan, jika
diperlukan dalam kondisi distorsi yang diakibatkan, misalnya, PPN, pajak tidak langsung lainnya,
subsidi lainnya (pembayaran transfer), eksternalitas dan konversi terhadap harga ekonomi (harga
bayangan).
Kajian analisis ekonomi menghasilkan estimasi seluruh biaya dan manfaat yang diperoleh dari Proyek
dengan tujuan untuk menghitung nilai ekonomi kini bersih yang diharapkan untuk perekonomian
Indonesia. Semua biaya dan manfaat yang terkait harus diidentifikasi dan diproyeksikan agar dapat
memberikan dasar yang konsisten untuk membandingkan opsi-opsi alternatif.
Sebagaimana dibahas dalam sebelumnya mengenai biaya-biaya ekonomi berbeda dengan biaya-
biaya langsung, karena biaya-biaya ekonomi ditentukan oleh biaya peluang dari penggunaan
sumber-sumber seperti modal, tenaga kerja atau lahan (bukan harga transaksi atau harga pasar).
Dalam studi ini, biaya-biaya ekonomi yang berkaitan dengan Proyek dalam skenario kerja sama dapat
dibedakan menjadi dua kategori:
• Biaya-biaya langsung (biaya-biaya berwujud);
• Biaya-biaya tidak langsung (biaya-biaya tidak berwujud).
Biaya-biaya langsung yang mungkin timbul untuk investasi dalam pengembangan Proyek termasuk
biaya-biaya modal dan biaya-biaya operasional yang ditanggung oleh BUP dan PJPK. Belanja modal
dan belanja operasional dari BUP didasarkan atas data Skenario yang digunakan dalam Analisis
Keuangan. Sedangkan biaya-biaya tidak langsung dapat dihasilkan dari faktor-faktor eksternal
4.4.4. Perbandingan Biaya dan Manfaat dengan Ada atau Tanpa Adanya KPBU
Perbandingan biaya penyiapan KPBU, biaya modal, biaya operasional,biaya pemeliharaan, biaya-
biaya lain akibat dari adanya proyek dan tanpa adanya KPBU maka tidak akan memberikan biaya dan
manfaat dibawah ini:
Dari tabel di atas terlihat bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan dengan adanya KPBU ini dapat
memberikan Manfaat seperti yang telihat dalam hasil Economic IRR dan Economic NPV serta B/C
Ratio yang dihasilkan.
Secara umum manfaat ekonomi meliputi manfaat Tangible (dapat dikuantifikasikan /dihitung) dan
manfaat Intangible. Dalam laporan ini, perhitungan EIRR, NPV dan BCR didasarkan hanya pada
manfaat yang dapat dihitung. Untuk manfaat proyek ini yang Intangible antara lain meliputi:
1. Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat sekitar Bendungan Bodri
2. Memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam mengairi persawahan atau ladang
pertanian mereka
3. Mengurangi Dampak Banjir dan kekeringan dilokasi sekitar Bendungan Bodri
Penentuan biaya ekonomi yang dilakukan dengan mengubah harga finansial menjadi harga ekonomi
(shadow price) untuk setiap masukan dan keluaran berdasarkan faktor konversi ekonomi yang sesuai.
Biaya yang dihitung dalam ABMS mengacu pada perhitungan estimasi biaya pada kajian keuangan,
terdiri dari CAPEX dan OPEX. Biaya yang dikeluarkan dalam Proyek KPBU ini, dapat dibagi menjadi
dua bagian:
1 Biaya Investasi yang meliputi:
• Biaya Tak Langsung, menyangkut biaya penyiapan KPBU, biaya perencanaan, biaya
perijinan, biaya hukum, dan biaya dll yang timbul dari adanya proyek.
• Biaya Langsung, menyangkut biaya lahan, biaya konstruksi fisik, dan Biaya
infrastruktur, dll.
• Biaya lain-lain yang timbul dari adanya proyek.
Faktor Konversi
Faktor konversi adalah rasio antara nilai finansial dan nilai ekonomi suatu barang dan jasa. Komponen
biaya dan manfaat di atas masih dalam nilai finansial dan perlu dikonversi menjadi nilai ekonomi
dengan menggunakan faktor konversi (conversion factor) untuk masing-masing komponen
penyusun, yang terdiri dari:
1. Tradable, persentase item-item yang diperdagangkan secara internasional;
2. Non-tradable, persentase item-item yang tidak diperdagangkan secara internasional;
Faktor konversi untuk komponen non-tradable, atau biasa disebut sebagai standard conversion faktor
(SCF) . SCF dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini:
(𝑀 + 𝑋)
𝑆𝐶𝐹 =
{(𝑀 + 𝑇𝑚) + (𝑋 − 𝑇𝑥)}
Keterangan:
M = Nilai biaya, asuransi, dan muatan (Cost, Insurance, & Freight/”CIF”) dari total impor
X = Nilai Free on Board (“FOB”) dari total ekspor Tm = Pajak impor
Tx = Pajak ekspor
Berdasarkan data ekspor dan impor dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2017, SCF
yang akan digunakan adalah 0,96.
Memilih tingkat diskonto sosial yang tepat sangat krusial untuk studi ABMS dan memiliki implikasi
penting sehubungan dengan alokasi sumber daya. Menetapkan tingkat diskonto yang terlalu tinggi
akan membuat proyek publik menjadi kurang menarik, sementara menetapkan tingkat diskonto
Berdasarkan hal diatas maka berikut adalah perhitungan biaya yang telah menggunakan standard
conversion factor adalah sebagai berikut:
Parameter penilaian kelayakan financial dan ekonomi dari proyek KPBU ini yang akan dilaksanakan
mengacu pada identifikasi perkiraan semua nilai benefit dan cost proyek. Adapun Kriteria evaluasi
dalam analisa ekonomi seperti pada umumnya dilakukan pada kelayakan finansial adalah Economic
Net Present Value (ENPV), Economic Benefit Cost Ratio (EBCR) , Economic Internal Rate of Return (EIRR).
( Bi − Ci )
NPV = i =1
(1 + r )i −1
dimana:
n : Periode perhitungan (jangka waktu = 25 tahun)
Bi : Benefit / Manfaat pada tahun ke-i
Ci : Biaya pada tahun ke-i
𝑃𝑉𝐵
𝐸𝐵𝐶𝑅 =
𝑃𝑉𝐶
𝐵𝑡
∑𝑡
(1 + 𝑖)𝑡
𝐸𝐵𝐶𝑅 =
𝐶𝑡
∑𝑡
(1 + 𝑖)𝑡
Keterangan;
Bt = besaran total dari komponen manfaat proyek pada tahun t
Ct = besaran total dari komponen biaya pada tahun t
i = tingkat suku bunga (%/tahun)
t = jumlah tahun
𝐼𝑅2− 𝐼𝑅1
𝐸𝐼𝑅𝑅 = 𝐼𝑅1 − 𝑁𝑃𝑉1
𝑁𝑃𝑉2 −𝑁𝑃𝑉1
Keterangan;
EIRR = Economic Internal Rate of Return
IR1 = Tingkat bunga penetapan ke-1
IR2 = Tingkat bunga penetapan ke-2
NPV1 = Net Present Value dari hasil IR1
NPV2 = Net Present Value dari hasil IR2
Berikut adalah hasil perhitungan ABMS yang telah dikonversi ke dalam nilai ekonomi dengan
menggunakan tingkat diskonto ekonomi atau sosial (economic atau social discount rate) adalah
sebagai berikut:
Uraian 1 2 3 4 5 6 7 11 15 18
A BIAYA
1 Biaya Konstruksi (250,749) (345,527) (303,710) (325,906) (146,831) (89,873)
2 Biaya Operasi (2,766) (3,000) (3,261) (3,477)
B MANFAAT
3 Penghematan Biaya akses air bersih 10,864 10,864 10,864 10,864
4 Peningkatan keuntungan Usaha Pertanian 192,370 192,370 192,370 192,370
5 Pengurangan kerugian akibat banjir 149,760 149,760 149,760 149,760
6 Penggunaan tenaga kerja selama masa konstruksi 42,627 58,740 51,631 55,404 24,961 15,278
7 Penggunaan tenaga kerja selama masa operasional 553 600 652 695
8 Kontribusi Pajak Badan Kepada Pemerintah 19,748 33,606 42,763 42,714
Total Biaya - Manfaat (208,122) (286,788) (252,079) (270,502) (121,869) (74,595) 370,530 384,201 393,148 392,927
B Faktor Diskonto 10.00% 0.91 0.83 0.75 0.68 0.62 0.56 0.91 0.62 0.42 0.32
C EIRR 16.40%
D ENPV - Rp.juta 556,608 (189,201) (237,014) (189,391) (184,756) (75,671) 336,845
NPV Manfaat - Rp.juta 2,821,335
NPV Pengeluaran - Rp.juta 1,126,867
E BCR (x) 2.50
Interpretasi: Secara ekonomi Proyek dapat dilaksanakan, dan akan dapat memberikan peningkatan
ekonomi bagi masyarakat dan Pemerintah
Analisis sensitivitas untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan KPBU terhadap tingkat
kelayakan ekonomi proyek dapat dilihat pada tabel berikut:
Dari analisis sensitivitas yang disimulasikan diatas menunjukkan bahwa proyek dapat memberikan
manfaat ekonomi bagi Pemerintah dan Masyarakat di sekitar Proyek, namun bila melihat tabel dan
grafik diatas dapat dilihat juga bahwa kenaikan capex sebesar 10% mempunyai sensitivitas yang lebih
tinggi dibandingkan lainnya
Kelayakan Keuangan dalam pembangunan suatu proyek pada dasarnya bertujuan untuk mengetahui
perkiraan dalam hal pendanaan dan aliran kas selama umur proyek sehingga dapat diketahui layak
atau tidaknya proyek dikerjakan.
Analisa Keuangan Proyek KPBU ini akan dilakukan menggunakan asumsi sebagai berikut:
1. Awal konstruksi Tahun 2024
2. Lama masa konstruksi 6 Tahun termasuk impounding
3. Tahun awal operasi/Commercial Operation Date (COD) Tahun 2030
4. Jangka waktu Kerjasama 18 Tahun termasuk masa konstruksi dan impounding
5. Porsi pendanaan proyek Debt to Equity (D/E) 70% : 30%
6. Suku Bunga Bank = 10,00%
7. Jangka waktu pinjaman = 12 Tahun termasuk Masa Tenggang 6 Tahun
8. Tingkat Inflasi = 3,02% / Tahun
9. Biaya Proyek Pembangunan sebesar Rp. 1,192 Triliun
10. Construction All Risk (CAR) Rp. 9,838 milyar
11. Biaya Keuangan Rp. 422,102 milyar
12. Total Biaya Modal adalah sebesar Rp. 1,744 Triliun
13. Suku bunga Bank komersial untuk kredit korporasi sebesar 10%. Untuk perhitungan biaya
bunga pinjaman yang akan digunakan dalam proyek pembangunan sarana, prasarana
Bendungan Multiguna Bodri ini di gunakan bunga sebesar 10% per tahun
14. Provisi pinjaman sebesar 1% dari jumlah penarikan pinjaman
Eskalasi biaya dari KPBU, Eskalasi harga untuk biaya-biaya KPBU diproyeksikan sebesar 3,02% setiap
tahun didasarkan pada tingkat inflasi 5 (lima) tahun terakhir yaitu tahun 2017 – 2020 yang di
publikasikan oleh BPS tahun 2020.
Tabel 4-11 Asumsi Biaya Investasi sebagai berikut
Sedangkan Rincian asumsi Biaya Konstruksi beserta kapitalisasi biaya keuangan (provisi &
administrasi) diatas adalah sebagai berikut.
Asumsi Opex diatas meliputi Biaya Pemeliharaan dan Biaya Operasi Pemerintah, sedangkan bila
digabungkan dengan perkiraan biaya recurring Fee dari PT PII maka asumsi opex nya adalah sebagai
berikut:
Sedangkan untuk detail mengenai Analisa keuangan sesuai dengan Permen PPN Nomor 2 tahun
2020 adalah sebagai berikut:
Rasio ekuitas dan pinjaman yang akan digunakan dalam KPBU, sesuai dengan rasio yang umum
digunakan di Indonesia yakni sebesar 30% untuk Ekuitas dan 70% untuk Pinjaman sehingga dapat
dikatakan Debt Equity Rationya atau DER nya adalah sebesar 70% : 30%.
Weighted Average Cost of Capital (WACC) merupakan perhitungan cost of capital berdasarkan porsi
debt (utang) dan equity (ekuitas) dari perusahaan. Metode ini umumnya digunakan untuk menguji
kelayakan investasi ke perusahaan berdasarkan struktur modal yang bervariasi, biasanya melibatkan
debt (utang) dan equity (ekuitas). Pada perusahaan yang hanya menggunakan pendanaan ekuitas,
maka cost of capital setara cost of equity. Pada perusahaan yang hanya menggunakan pendanaan
utang, maka cost of capital setara cost of debt.
Untuk dapat menentukan apakah Proyek layak secara finansial, diperlukan suatu acuan tingkat
pengembalian hasil dari Proyek. Pada umumnya, acuan tingkat pengembalian hasil ini merujuk pada
tingkat pengembalian hasil proyek/perusahaan yang sejenis dengan proyek yang sedang dievaluasi.
Proyek dapat disimpulkan layak secara ekonomi apabila tingkat pengembalian hasil Proyek lebih
tinggi daripada nilai acuan. Pada Proyek, ukuran tingkat pengembalian hasil yang digunakan adalah
IRR, terutama IRR Ekuitas. Sebagai acuan dari Proyek, pada studi ini dilakukan estimasi atas biaya
modal rata-rata tertimbang/ Weighed Average Cost of Capital (“WACC”) beserta komponen-
komponennya.
Di mana:
We = Rasio ekuitas terhadap keseluruhan total pendanaan
Ke = Biaya ekuitas
Wd = Rasio utang terhadap keseluruhan total pendanaan
Kd = Biaya utang
T = Tarif pajak
Weighted Average Cost of Capital (WACC) adalah sebesar 9,45% yang digunakan sebagai faktor
diskonto untuk penilaian kelayakan proyek
FIRR (Tingkat Pengembalian Internal) didefinisikan sebagai tingkat pengembalian investasi yang
dihasilkan suatu proyek yang diukur dengan membandingkan cash flow yang dihasilkan proyek
dengan investasi yang dikeluarkan untuk proyek tersebut. Untuk dapat digunakan sebagai analisis
pembanding dalam keputusan investasi maka nilai IRR harus dibandingkan dengan nilai tertentu.
Untuk pengembalian proyek (Project FIRR) akan dibandingkan dengan WACC. Hal ini karena pada
perhitungan project FIRR hanya menghitung seluruh biaya modal yang dikeluarkan proyek tanpa
memperhatikan sumber pembiayaan, dimana hal tersebut konsisten dengan perhitungan Minimal
Attractive Rate of Return (MARR) yang dihitung dalam WACC.
Sementara, untuk pengembalian ekuitas (Equity FIRR) akan dibandingan dengan Cost of Equity. Hal
in karena perhitungan Equity FIRR hanya memperhatikan porsi pembiayaan yang dibiayai oleh
ekuitas dan pengembalian pokok pinjaman, konsisten dengan Minimal Attractive Rate of Return
(MARR) yang dihitung dalam Cost of Equity.
Dimana:
• IRR mengikuti NPV sebagai fungsi pengembalian investasi;
• r adalah biaya bunga pinjaman jangka panjang;
• Cn adalah cashflow pada tahun ke n;
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa Proyek KPBU ini LAYAK secara Keuangan karena:
• Project IRR (9.46%) > WACC (9,45%)
• Project NPV > 0
• Equity IRR (14.02%) > Cost of Equity (12,38%)
• Equity NPV > 0
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa ada 3 instansi yang bidang usahanya berupa Jasa Konstruksi
dan menyatakan minatnya terhadap rencana proyek KPBU Bendungan Bodri. 2 diantaranya adalah
perusahaan Jasa Konstruksi Swasta yaitu Lotte Engineering & Construction dan China Civil
Engineering Construction Company, dan 1 instansi lainnya adalah Badan Usaha Milik Negara yaitu
PT. Hutama Karya. Untuk jabatan pihak yang mengirimkan Letter of Intent (LoI) dianggap dapat
mewakili suara dan kebijakan perusahaan masing-masing.
Penentuan Rasio Cakupan Pembayaran Hutang (Debt Service Coverage Ratio - DSCR) dengan
Menghitung Besarnya Kas yang Tersedia untuk Membayar Kewajiban (Pokok Pinjaman Dan Bunga)
yang Akan Jatuh Tempo pada Tahun Berjalan. Rasio cakupan pembayaran hutang (Debt Service
Coverage Ratio - DSCR) dengan menghitung Net Operating Income untuk membayar kewajiban
(pokok pinjaman dan bunga) yang akan jatuh tempo pada tahun berjalan. Analisa terhadap biaya
pengembalian utang (debt service coverage ratio atau DSCR), dihitung berdasarkan beberapa
formulasi sebagai berikut:
Net Operating Income
DSCR =
Kewajiban Jatuh Tempo
ROE adalah suatu rasio yang mengukur seberapa besar kemampuan BUP menghasilkan imbal hasil
untuk para pemegang saham dengan mempertimbangkan nilai buku ekuitas dan laba bersih yang
dihasilkan. Semakin besar nilai ROE maka artinya BUP semakin baik di dalam memberikan nilai
tambah bagi para pemegang saham.
Cara menghitung ROE adalah sebagai berikut:
Laba Bersih
ROE =
Total Ekuitas
Dengan menggunakan DuPont Analysis maka persamaan tersebut dapat dipecah menjadi:
Adapun pergerakan ROE proyek KPBU ini dapat diperinci lebih lanjut menjadi sebagai berikut.
Return On
TAHUN Equity Laba Bersih
Equity (ROE)
2030 539,279 82,285 15.3%
2031 539,279 94,721 17.6%
2032 539,279 108,404 20.1%
2033 539,279 123,460 22.9%
2034 539,279 140,026 26.0%
2035 539,279 158,252 29.3%
2036 539,279 178,305 33.1%
2037 539,279 178,242 33.1%
2038 539,279 178,178 33.0%
2039 539,279 178,112 33.0%
2040 539,279 178,045 33.0%
2041 539,279 177,975 33.0%
Rata-rata ROE 27.4%
Sumber: Analisis Konsultan, 2021
Analisa terhadap Finansial Net Present Value (FNPV) dan dihitung berdasarkan beberapa formulasi
berikut.
n
( Bi − Ci )
NPV = i =1
(1 + r )i −1
dimana:
n : Periode perhitungan keuangan (jangka waktu = 25 tahun)
Bi : Keuntungan pada tahun ke-i
Ci : Biaya pada tahun ke-i
Payback period
Adalah – jangka waktu kembalinya investasi yang telah dikeluarkan melalui keuntungan yang
didapatkan dari suatu proyek yang sudah dibuat. Ada juga yang menyebut kalau payback period
adalah suatu periode yang diperlukan untuk bisa menutup kembali pengeluaran investasi dengan
menggunakan proceeds atau aliran kas netto.
n = Tahun terakhir dimana jumlah arus kas masih belum bisa menutup investasi mula-mula.
a = Jumlah investasi mula-mula.
b = Jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke – n
c = Jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke n + 1
2) Rumus periode pengembalian jika arus kas per tahun jumlahnya sama:
Jika usulan proyek investasi lebih dari satu, maka periode pengembalian yang lebih cepat yang
dipilih. Payback period memiliki kelebihan dan kekurangan yaitu:
Kekurangan
• Dengan memakai metode di atas bisa mengabaikan penerimaan-penerimaan investasi atau
proceeds yang sudah diperoleh setelah payback periode terpenuhi. Metode ini mengabaikan
time value of money (nilai waktu uang) .
• Tidak bisa memberikan informasi tentang tambahan value pada perusahaan. Payback
periods bisa untuk mengukur kecepatan kembalinya dana, namun tidak mengukur
keuntungan proyek pembangunan yang sudah direncanakan.
Hasil FNPV dan Payback Period dari Proyek KPBU ini adalah sebagai berikut:
Arus Kas merupakan sejumlah uang kas yang keluar dan yang masuk sebagai akibat dari aktivitas
Badan Usaha Pelaksana (BUP) atau aliran kas yang terdiri dari aliran kas masuk dan aliran kas keluar
Badan Usaha Pelaksana (BUP) serta berapa saldonya setiap periode. Analisis arus kas adalah Laporan
yang disusun guna menunjukkan perubahan bertambahnya atau berkurangnya uang kas selama satu
periode.
Arus Kas masuk Badan Usaha Pelaksana (BUP) berasal dari penerimaan atas pembayaran Availability
Payment (AP) dan pendapatan lain-lain jika ada. Pengeluaran uang kas Badan Usaha Pelaksana (BUP)
terdiri dari aktivitas operasi yaitu untuk Biaya Operasi dan Pemeliharaan (OPEX), aktivitas investasi,
pembayaran pajak, pembayaran utang jangka panjang yang telah jatuh tempo setiap periode.
Proyeksi Arus Kas Proyek selama masa kerjasama disajikan pada Tabel Proyeksi Arus Kas Metode
Langsung sebagai berikut:
Proyeksi neraca adalah prediksi jumlah dan rincian kekayaan yang akan dimiliki Badan Usaha Pelaksana (BUP) beserta seluruh kewajibannya, baik kepada kreditor
maupun kepada pemegang saham, setiap periode selama masa kerjasama. Proyeksi Neraca disajikan pada Tabel di bawah ini:
Definisi AP adalah pembayaran secara berkala oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah kepada
Badan Usaha Pelaksana atas tersedianya layanan Infrastruktur yang sesuai dengan kualitas dan/atau
kriteria sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian KPBU. Dasar Hukum AP adalah sebagai berikut:
1 Perpres Nomor 38 Tahun 2015 tentang KPBU
Pembayaran ketersediaan layanan merupakan salah satu skema pengembalian investasi
badan usaha
2 PMK Nomor 260/PMK.08/2016 tentang Tata Cara Pembayaran Ketersediaan Layanan pada
Proyek KPBU
3 Permendagri Nomor 96 Tahun 2016 tentang Pembayaran Ketersediaan Layanan dalam
rangka Kerja Sama Pemerintah Daerah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
di Daerah
4 Permen PPN Nomor 4 Tahun 2015 dan Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Cara Kerjasama
Pemerintah Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur
5 Permen PUPR Nomor 21 Tahun 2018 dan Permen PUPR Nomor 2 Tahun 2021 tentang Tata
Cara Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur Di
Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat
Pembayaran Ketersediaan Layanan (Availability Payment/AP) adalah pembayaran secara berkala oleh
Menteri/Kepala Lembaga kepada Badan Usaha Pelaksana atas tersedianya layanan infastruktur yang
sesuai dengan kualitas dan/atau kriteria sebagaimana ditentukan dalam Perjanjian KPBU.
1. Tidak ada pendapatan dari pengguna layanan/tidak ada pengguna akhir yang dapat
dikenakan tarif, misalnya penyediaan infrastruktur yang digunakan oleh pemerintah untuk
memberikan layanan publik, atau
2. Potensi pendapatan tidak signifikan untuk menutup investasi badan usaha/proyek tidak
layak secara finansial, atau
3. Infrastruktur disediakan secara gratis kepada masyarakat, misalnya jalan non-tol
Pembangunan Bendungan Bodri ini memenuhi point yang disebutkan diatas seperti khususnya
Infrastruktur disediakan secara gratis kepada masyarakat.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka hasil perhitungan Nilai AP pada proyek KPBU ini adalah
sebagai berikut:
Dimana:
• Capex: Capital Expenditure
• Opex: Operational Expenditure (termasuk Bunga Pinjaman)
• ROI: Return on Investment
Berdasarkan tabel di atas maka untuk Pembayaran AP Proyek KPBU oleh Kementerian PUPR
dilakukan tiap 3 bulan sekali menggunakan anggaran Direktorat Jenderal Sumber Daya Air
Kementerian PUPR agar APBN Kementerian PUPR dapat lebih optimal.
Berdasarkan Renstra PUPR, anggaran yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Sumber Daya Air sampai
dengan tahun 2024 adalah Rp 231.432.324.000.000,00 (dua ratus tiga puluh satu triliun empat ratus
tiga puluh dua miliar tiga ratus dua empat puluh juta Rupiah) untuk kegiatan pengelolaan
Bendungan, danau, dan bangunan penampung air lainnya. Anggaran yang disediakan dari tahun
2020 sampai dengan 2024 adalah Rp 82.057.618.000.000,00 (delapan puluh dua triliun lima puluh
tujuh miliar enam ratus delapan belas juta Rupiah).
Pembangunan Bendungan masuk ke dalam output dari kegiatan tersebut dengan total anggaran
adalah sebesar Rp 54.795.307.000.000,00 (lima puluh empat triliun tujuh ratus sembilan puluh lima
miliar tiga ratus). Pembayaran AP pada proyek KPBU ini bergantung pada kapasitas fiscal APBN
Kementerian PUPR. Bila melihat beberapa proyek KPBU yang telah dijalankan oleh Kementerian
PUPR, maka dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa Kapasitas Fiskal Kementerian PUPR akan semakin berkurang dengan adanya Proyek KPBU lainnya yang
menggunakan skema AP. Karena Pembayaran AP akan mengurangi kapasitas fikcal Kementerian PUPR, khusus untuk Bendungan akan mengurangi kapasitas
fiskal Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian PUPR. Hal ini juga akan berpengaruh dengan adanya refocusing anggaran di Kementerian PUPR. Jadi
perlu memilih dan memilah lagi Proyek KPBU yang menggunakan skema pengembalian dengan AP.
Pada tanggal 5 November 2021 telah diadakan rapat pembahasan kemampuan fiskal PJPK KPBU
Sektor SDA dimana dibahas:
Kapasitas fiskal Ditjen SDA maka dapat dilihat pada gambar dibawah ini DIPA Ditjen SDA tahun 2010-
2021 :
Proses Persetujuan AP
Proses persetujuan AP pada masing-masing tahapan KPBU seperti dalam gambar di bawah ini:
a. Tahapan Perencanaan Proyek
Analisis sensitivitas bertujuan untuk mengkaji pengaruh ketidakpastian pelaksanaan KPBU terhadap
tingkat kelayakan keuangan proyek. Analisis sensitivitas dilakukan dengan mempertimbangkan
skenario terkait Opex, Capex dan Revenue dan hasilnya seperti disajikan pada Tabel Sensitivitas
sebagai berikut:
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa Penurunan Revenue (AP) sebesar 10% mempunyai sensitivitas
yang lebih tinggi dibandingkan case lainnya. Secara komersial dari analisis keuangan Proyek LAYAK
dilaksanakan, dan akan dapat memberikan manfaat keuangan bagi Badan Usaha Pelaksana (BUP)
dalam pengembalian Modal, Biaya Operasi dan Pemeliharaan dan Keuntungan selama masa
kerjasama.
Dukungan Pemerintah Dalam Pembangunan KPBU ini adalah Pembayaran Ketersediaan Layanan (AP)
dan dukungan Penjaminan Infrastruktur:
a. Dukungan dalam Pembayaran Ketersediaan Layanan (AP)
Tujuan :
Kriteria Proyek:
3. proyek infastruktur ekonomi maupun sosial yang memiliki manfat besar bagi masyarakat
selaku pengguna layanan
4. pengembalian investasinya tidak bersumber dari pembayaran oleh pengguna atas tarif
layanan
5. dalam hal proyek KPBU mendapatkan pemasukan dari pembayaran oleh pengguna atas tarif
layanan, maka PJPK tidak dapat memperhitungkan jumlah pemasukan dari pembayaran
pengguna layanan tersebut untuk melaksanakan pembayaran ketersediaan layanan kepada
Badan Usaha Pelaksana
6. pengadaan Badan Usaha dilakukan melalui tahapan pemilihan yang adil, terbuka dan
transparan, serta memperhatikan prinsip persaingan usaha yang sehat.
Bendungan Bodri memenuhi kriteria proyek yang dipersyaratkan diatas sehingga mendapatkan
dukungan dalam Pembayaran Ketersediaan Layanan (AP)
Penjaminan Infrastruktur adalah pemberian jaminan atas kewajiban finansial PJPK untuk
membayar kompensasi kepada Badan Usaha saat terjadi risiko infrastruktur sesuai dengan alokasi
yang disepakati dalam perjanjian KPBU yang menjadi tanggung jawab PJPK. Penjaminan infrastruktur
dilaksanakan oleh PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) sebagai single window policy.
Apabila cakupan kebutuhan penjaminan melewati kapasitas PT PII, maka akan dilakukan penjaminan
bersama antara Kementerian Keuangan dengan PT PII.
Sedangkan untuk bentuk dukungan pemerintah lainnya dapat dimasukkan dalam lingkup KPBU
tentunya melalui proses yang berlaku sesuai dengan regulasi yang telah ada.
Dalam menentukan nilai imbal jasa penjaminan infrastruktur yang akan dikenakan, PII dapat
mempertimbangkan:
1. Nilai kompensasi finansial dari jenis Risiko Infrastruktur yang akan dijamin;
2. Biaya yang dikeluarkan untuk memberikan jaminan;
3. Margin keuntungan yang wajar.
• Nilai imbal jasa penjaminan indikatif atas penjaminan yang dberikan untuk proyek
KPBU, disampaikan oleh PII pada saat one on one meeting kepada calon peserta
pengadaan BU.
• Jenis risiko yang dijamin dan besaran indikatif imbal jasa penjaminan dapat bervariasi
sesuai dengan struktur penjaminan dan transaksi setiap proyek.
• Besaran nilai imbal jasa dituangkan ke dalam Surat Imbal Jasa Penjaminan yang dibuat
berdasarkan Perjanjian Penjaminan.
• Imbal jasa penjaminan terdiri dari:
a. Up-front fee, dibayarkan sekali pada saat penandatangan Perjanjian
Penjaminan.
b. Recurring fee, dibayarkan secara periodik sampai dengan akhir masa
penjaminan.
Berdasarkan data Proyek SPAM Umbulan dan Proyek Palapa Ring, imbal jasa yang harus dibayarkan
oleh BU nilainya bervariasi, sebagai berikut:
a. Up-front fee: 0,09% - 0,60% dari nilai investasi.
b. Recurring fee: 0,08% - 0,12% dari nilai investasi.
Berikut adalah tabel mengenai perbandingan Imbal Jasa Penjaminan untuk Proyek KPBU yang telah
dilaksanakan:
Tabel di atas hanya sebagai gambaran dalam menentukan besarnya Imbal Jasa Penjaminan Proyek
KPBU yang telah dilaksanakan sebelumnya. Untuk besarnya Imbal Jasa Penjaminan Proyek KPBU ini
jika melihat dari beberapa contoh diatas maka Imbal Jasa Penjaminan Proyek KPBU ini adalah:
1. Up-front fee untuk utang sebesar 1% dari biaya pekerjaan/ biaya konstruksi
2. Commitment fee/ Reccuring Fee dari utang sebesar 0,5% per tahun yang dihitung dari jumlah
biaya pekerjaan/ biaya konstruksi
Namun pada akhinya nanti untuk besarnya Imbal Jasa Penjaminan Proyek KPBU ini akan ditentukan
kemudian berdasarkan diskusi dan persetujuan baik dari PJPK maupun dari PT. PII.
4.6.1. Perbandingan Nilai Manfaat Uang Skema KPBU dan Skema Konvensional
Implementasi konsep value for money disektor publik perlu dilakukan seiring dengan meningkatnya
permintaan akan akuntabilitas publik dan penerapan good governance. Implementasi konsep ini
diyakini dapat memperbaiki akuntabilitas sektor publik dan meningkatkan kinerja sektor publik
dengan meningkatkan efektivitas layanan publik, meningkatkan kualitas layanan publik, menurunkan
biaya layanan publik karena tidak efisiennya kerugian, dan meningkatkan kesadaran akan biaya
publik.
Value for Money (VfM) adalah bagaimana upaya pemerintah menjaga keseimbangan antara "tiga E"
- ekonomi, efisiensi dan efektivitas, yang bukan merupakan alat atau metode, melainkan cara berpikir
tentang penggunaan sumber daya dengan baik. VfM adalah konsep manajemen organisasi sektor
publik yang berbasis pada tiga elemen utama, yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.
1. Ekonomi: mendapatkan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu dengan harga
terendah. Ekonomi adalah rasio input dengan nilai input yang dinyatakan dalam satuan
moneter.
2. Efisiensi: mencapai output maksimum dengan input yang diberikan untuk penggunaan input
terendah untuk mencapai keluaran tertentu. Efisiensi adalah rasio output/input yang
dikaitkan dengan standar atau target kinerja yang telah ditentukan.
3. Efektivitas: tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara
sederhana, efektivitas adalah hasil perbandingan dengan output.
VfM sangat penting bagi pengukuran kinerja pada organisasi pemerintah. Kinerja pemerintah tidak
bisa dinilai hanya pada sisi output, namun harus mempertimbangkan input, output, dan hasil secara
bersama-sama. Tujuan yang diinginkan oleh masyarakat meliputi akuntabilitas untuk pelaksanaan
value for money: ekonomis dalam pengadaan dan alokasi sumber daya, efisien dalam penggunaan
sumber daya dalam arti penggunaannya diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan, dan efektif
dalam arti mencapai tujuan dan sasaran, serta memperhatikan keadilan dan persamaan akses publik
terhadap layanan pemerintah.
Selama ini, sektor publik sering dianggap sebagai tempat inefisiensi, pemborosan, dan sumber
kebocoran dana. Tuntutan baru muncul bagi organisasi sektor publik untuk memperhatikan VfM
yang mempertimbangkan masukan, keluaran, dan hasil secara bersamaan. Dalam pengukuran
kinerja VfM, efisiensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: efisiensi alokasi dan efisiensi teknis atau
manajerial. Efisiensi teknis terkait dengan kemampuan untuk memanfaatkan sumber input pada
tingkat output tertentu, yang keduanya merupakan sarana untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
bila dilakukan berdasarkan keadilan dan keberpihakan terhadap masyarakat.
Ekonomi berkaitan dengan konversi input primer berupa sumber daya keuangan (uang /kas) menjadi
input sekunder berupa tenaga kerja, material, infrastruktur, dan barang modal yang dikonsumsi
untuk aktivitas organisasi. Organisasi harus memastikan bahwa dalam perolehan sumber input,
seperti bahan, barang, dan bahan baku tidak akan terbuang percuma. Cara yang bisa dilakukan
adalah dengan melakukan survei harga pasar untuk mengetahui perbandingan harga sehingga
Efisiensi berhubungan dengan input dan output. Efisiensi berhubungan dengan hubungan antara
output dalam bentuk barang atau jasa yang dihasilkan dengan sumber daya yang digunakan untuk
menghasilkan output. Suatu organisasi, program atau kegiatan dikatakan efisien jika mampu
menghasilkan output tertentu dengan masukan serendah mungkin, atau dengan input tertentu yang
mampu menghasilkan output maksimal. Konsep efisiensi juga terkait dengan produktivitas.
Produktivitas adalah rasio antara input dan output. Dipusat pertanggungjawaban teknis, untuk
mengukur efisiensi dilakukan dengan membandingkan biaya aktual dengan biaya standar.
Pengukuran efisiensi dilakukan dengan membandingkan realisasi dengan standar biaya.
Efektivitas terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dan hasil aktual yang diraih.
Efektivitas adalah hubungan antara output dan tujuan. Semakin besar kontribusi output terhadap
pencapaian tujuan, semakin efektif organisasi, program, atau kegiatan. Karena output yang dihasilkan
oleh organisasi sektor publik adalah output yang lebih tidak berwujud yang tidak mudah dihitung,
maka pengukuran efektivitasnya adalah karena pencapaian hasil yang sering tidak diketahui dalam
jangka pendek, namun jangka panjang setelah program berakhir, sehingga efektivitasnya diukur
biasanya dinyatakan secara kualitatif dalam bentuk pernyataan saja. VfM mengharuskan organisasi
untuk memenuhi prinsip efisiensi dan efektivitas bersama. Dalam arti lain, VfM mengharuskan
organisasi mencapai tujuan yang ditetapkan dengan biaya lebih rendah.
Tujuan evaluasi dengan VfM adalah perspektif ekonomi: Hemat dalam pengadaan dan alokasi
sumber daya. Perspektif efisiensi: Efisien dalam penggunaan sumber daya. Perspektif Keefektifan:
Berhasil dalam mencapai tujuan dan sasaran. Perspektif Ekuitas: Keadilan dalam mendapatkan
pelayanan publik. Perspektif Persamaan: Kesetaraan dalam penggunaan sumber daya. Tujuan lain
yang diinginkan terkait dengan implementasi VfM ini:
• Meningkatkan efektivitas pelayanan publik, dalam arti bahwa layanan yang diberikan tepat
sasaran;
• Meningkatkan kualitas pelayanan publik;
• Menurunkan biaya layanan publik karena hilangnya inefisiensi dan penghematan
penggunaan input;
• Alokasi belanja yang lebih berorientasi masyarakat;
• Meningkatkan kesadaran biaya publik sebagai akar akuntabilitas publik.
• Hal-hal yang berkaitan dengan nilai manfaat uang adalah sebagai berikut:
• Salah satu faktor yang mendorong penggunaan skema KPBU dalam penyediaan layanan
infrastruktur dalam bentuk VfM;
• Manfaat VFM adalah salah satu alat analisis yang digunakan untuk menentukan mekanisme
pelaksanaan yang paling menguntungkan bagi pengguna layanan infrastruktur;
• Nilai manfaat adalah keputusan yang diambil oleh pemerintah sebagai kombinasi optimal
analisis kualitatif, kuantitatif, layanan dan harga selama siklus hidup Proyek (keseluruhan
siklus hidup Proyek);
• Keberhasilan mengukur nilai manfaat uang ditentukan oleh setidaknya enam faktor sebagai
prasyarat, antara lain:
Sebelum proyek publik baik dari pemerintah maupun dari inisiatif swasta diputuskan untuk
dilaksanakan dengan skema KPBU, sebuah evaluasi untuk VfM harus dilakukan terlebih dahulu.
Evaluasi VfM dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah sebuah proyek publik harus
bekerjasama dengan pihak swasta atau lebih baik jika dikelola oleh pemerintah sendiri. Proyek publik
dapat dilakukan dengan skema KPBU jika indikasi VfM lebih tinggi daripada pengadaan barang
tradisional atau tanpa kerjasama dengan pihak swasta. Seperti dapat dijelaskan pada gambar berikut
ini.
Secara umum, Komparator Sektor Publik (Public Sector Comparator/PSC) mendeskripsikan biaya
yang diminta oleh sektor publik untuk memberikan output yang sama yang diminta dari sektor
swasta dalam penyediaan infrastruktur melalui skema KPBU. Seperti yang diilustrasikan pada gambar
di atas, PSC dikategorikan menjadi tiga elemen utama, yaitu Basis PSC, risiko yang dapat
dipindahtangankan, dan risiko yang dipertahankan. Basis PSC adalah biaya dasar yang mencakup
biaya modal dan biaya operasional, dan merupakan perkiraan total biaya aset (whole-of-life cost).
Basis PSC harus adil, dalam artian mencerminkan semua biaya yang diminta oleh sektor publik untuk
menghasilkan output yang sama seperti yang diminta dari sektor swasta dengan menggunakan
skema KPBU, seperti standar kinerja, layanan dan nilai aset residu. Aspek kontrak yang tidak layak
jika disediakan in-house oleh sektor publik, harus dihormati sesuai dengan persyaratan komersial
yang berlaku. Termasuk dalam Basis PSC adalah:
• Biaya untuk set-up pendahuluan dan perencanaan, persetujuan dan perizinan kerja;
• Biaya untuk mencapai efisiensi dan / atau inovasi;
• Biaya untuk desain dan pengadaan modal, termasuk penggantian (reimbursment);
• Biaya kesempatan untuk penggunaan aset yang ada;
• Pengelolaan dan fasilitas overhead;
• Biaya operasional termasuk perawatan, bahan habis pakai, kontrak layanan, staf, utilitas, dll;
dan
• Semua biaya decommissioning pada akhir proyek. Khusus untuk biaya sosio-ekonomi yang
lebih luas dapat dikecualikan dalam pengembangan model PSC. Hal ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa biaya ini tidak akan berbeda jauh antara penyediaan layanan oleh
publik atau swasta.
Pada Proyek KPBU ini, Analisa VFM secara kualitatif ada pada tabel berikut ini:
Dengan dipertimbangkan analisis kualitatif di atas, ada kemungkinan bahwa skema KPBU akan
memiliki posisi yang lebih baik daripada PSC untuk memberikan VfM dan output dengan kualitas
yang lebih baik, serta penghematan biaya dan waktu dalam penyediaan layanan proyek.
Penyiapan Proyek
Pengujian VfM pada tahap persiapan proyek KPBU dilakukan ketika PSC untuk kegiatan
pengembangan infrastruktur telah disusun. Beberapa isu yang masih kualitatif dalam tahap
perencanaan KPBU akan dianalisis secara kuantitatif di PSC. PSC harus dapat memberikan dasar
untuk menilai apakah tingkat transfer risiko yang dapat dilakukan melalui skema KPBU cukup
memadai untuk membenarkan biaya tambahan dari laba yang diharapkan oleh entitas bisnis. Konsep
PSC sebagai berikut:
• Implementasi PSC adalah konsep dasar penerapan pengambilan keputusan dari skema KPBU
dengan menggunakan pengukuran manfaat value for money.
• PSC adalah ukuran kualitatif dan kuantitatif yang menghitung manfaat yang dikurangi
dengan biaya (analisis biaya manfaat) jika layanan pengembangan dan atau infrastruktur
dibiayai, dilakukan dan dioperasikan oleh pemerintah.
• Secara umum, tolok ukur manfaat bagi pemerintah adalah efisiensi biaya dan waktu
pengelolaan layanan dan layanan yang dapat dipenuhi karena inovasi dan teknologi yang
dimiliki oleh entitas bisnis melalui penelitian dan pengembangan.
• Unsur-unsur yang dibuktikan pada kalkulasi PSC berdasarkan pada spesifikasi dari spesifikasi
output dan rencana matriks alokasi proyek dan pembagian risiko yang diatur oleh
pemerintah meliputi:
1. Raw PSC (biaya dasar) dalam bentuk biaya yang terdiri dari biaya modal dan biaya
operasional selama siklus hidup proyek;
2. Biaya pendanaan;
3. Kenetralan kompetitif, keunggulan kompetitif dan kelemahan komparatif yang dimiliki
pemerintah dalam pembangunan infrastruktur;
4. Risiko yang dapat ditransfer, berupa risiko proyek yang dialihkan ke badan usaha;
5. Risiko tertahan berupa risiko proyek yang masih ditanggung oleh pemerintah.
Tahap Evaluasi
Pemeriksaan dari VfM dalam tahap evaluasi proses pelelangan suatu badan usaha ditujukan untuk
membandingkan calon pemenang tender prospektif dengan PSC dengan cara mengizinkan
Analisis VfM untuk Proyek membandingkan antara pengembangan Proyek berdasarkan skema KPBU
dengan skema Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah secara konvensional (PSC). VfM Proyek dinilai
melalui analisis kuantitatif maupun kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan melalui langkah-langkah
berikut ini:
1. Perkiraan Net Present Value (NPV) biaya proyek berdasarkan PSC;
2. Perkiraan pembayaran NPV dari PJPK kepada BUP berdasarkan perjanjian kesepakatan KPBU;
3. Identifikasi dan penghitungan risiko, dan alokasi risiko antara PJPK dan BUP berdasarkan
skema PSC dan KPBU.
4. NPV dari risiko-risiko yang terkait dalam setiap skenario kemudian ditambahkan ke (1) dan
(2). NPV yang telah disesuaikan dengan risiko dari kedua skenario tersebut kemudian
dibandingkan satu sama lain.
Analisis VfM dilakukan atas dasar NPV sebagaimana diwakili dengan rumus berikut ini:
Dimana:
• Apabila VfM < 0: Melaksanakan pengadaan proyek sebagai KPBU lebih mahal, setelah
dilakukan penyesuaian risiko.
• Apabila VfM > 0: Melaksanaan pengadaan proyek sebagai KPBU lebih murah.
Berdasarkan skema PSC, tanggung jawab PJPK secara keseluruhan meliputi pembangunan,
penyelenggaraan dan tata kelola layanan publik. PJPK diasumsikan melaksanakan pembangunan
semua fasilitas dan infrastruktur yang diperlukan untuk proyek, dan memegang kontrol atas
operasional yang relevan dari fasilitas dan infrastruktur serta layanan-layanannya.
Berdasarkan skema KPBU, BUP bertanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi yang
telah dialokasikan terkait dengan fasilitas dan infrastruktur terkait. PJPK tetap bertanggung jawab
dalam melakukan operasional dan pemeliharaan atas seluruh jaringan distribusi yang dibutuhkan
oleh Proyek. Perlu dicatat bahwa skenario dimana PJPK melaksanakan proyek dengan menggunakan
PSC mungkin hanya bersifat hipotesis karena keterbatasan anggaran. PJPK mengakui bahwa
pembiayaan publik tidak cukup tersedia untuk membiayai seluruh proyek secara terbuka. Akan
Dari tabel dan grafik diatas dapat dilihat bahwa adanya penghematan antara Nilai Pembanding Jasa
Layanan Publik (PSC) dan Nilai Jasa Layanan Yang Diajukan Swasta/ Badan Usaha (PPP Bid) yang
disebut nilai VfM untuk Proyek KPBU ini yaitu sebesar 5,6 Trilyun atau sebesar 18,52%.
4.6.5. Kesimpulan
1
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
BAB 4
KAJIAN EKONOMI DAN KOMERSIAL
4.1.1.1. Kependudukan
Jumlah Penduduk
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk Provinsi Sulawesi
Utara pada tahun 2020 sebanyak 2.621.923 jiwa. Jumlah penduduk tertinggi
terdapat pada Kota Manado sebanyak 451.916 jiwa atau 17,24%, kemudian
diikuti oleh Kabupaten Minahasa sebanyak 347.290 jiwa atau 13,25%.
127
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
2,57%
9,04% 7,90% Kema
Airmadidi
9,22%
13,77% Kalawat
9,94% Dimembe
14,57% Talawaan
12,25%
Jumlah penduduk Kota Manado tahun 2020 berjumlah 451.920 jiwa. Untuk
penduduk tertinggi terdapat pada Kecamatan Mapanget sejumlah 63.280 jiwa
atau 14% diikuti dengan Kecamatan Malalayang sejumlah 61.890 jiwa atau
13,69%. Sedangkan jumlah penduduk terendah terdapat pada Kecamatan
Bunaken Kepulauan 6.300 jiwa atau 1,39% dari jumlah penduduk Kota
Manado.
1,39%
5,68% 13,69% Malalayang
Sario
11,90% Wanea
4,81% Wenang
Tikala
11,67% 13,22% Paal Dua
Mapanget
Singkil
7,21% Tuminting
14,00%
6,68% Bunaken
9,74% Bunaken Kepulauan
Jumlah penduduk Kota Bitung tahun 2020 berjumlah 225.134 jiwa. Kecamatan
yang memilili jumlah penduduk tertinggi pada Kecamatan Matuari sebanyak
128
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
40.496 jiwa atau 17,99% dan diikuti oleh Kecamatan Maesa 39.681 jiwa atau
17,63%. Sedangkan jumlah penduduk terendah pada Kecamatan Lembeh
Utara 9.525 jiwa atau 4,23%.
9,05% Madidir
16,13%
Matuari
17,63% Girian
Lembeh Selatan
17,99%
Lembeh Utara
13,32% Aertembaga
Maesa
4,23% 16,91% Ranowulu
4,74%
Suwaan
9,03% 6,35% Kolongan
7,46% Kawangkoan
9,53% Kaleosan
6,56%
Kuwil
9,08% 2,57% Watutumou
3,73%
Maumbi
11,12% Kolongan Tetempangan
10,72%
Kawangkoan Baru
Kalawat
13,94% 9,90%
Watutumou II
Watutumou III
129
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
Berdasarkan hasil RDS, jumlah penduduk Desa Kuwil adalah 314 KK, Desa
Kawangkoan 575 KK dan Desa Suwaan 676 KK. Sementara untuk Desa
Kawalat belum dapat diketahui informasinya karena perwakilan desa tersebut
tidak menghadiri kegiatan RDS. Dari ketiga desa terdampak, Desa Suwaan
adalah desa yang paling banyak memiliki jumlah penduduk sedangkan Desa
Kuwil memiliki jumlah penduduk yang paling sedikit.
Pekerjaan Penduduk
Mayoritas profesi masyarakat di desa terdampak proyek pembangunan SPAB
Kuwil bergerak di sektor pertanian. Hal ini di dukung dengan data dari hasil
Real Demand Survei persentase yang tinggi yaitu sebesar 63%, masyarakat
yang berprofesi sebagai PNS sebesar 20% dan profesi lainnya (buruh, pegawai
swasta, pedagang) sebesar 17%.
17%
Petani
PNS
20%
63% Lainnya
130
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
131
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
masyarakat terhadap Proyek ini yaitu dapat menimbulkan dampak sosial dan
kebisingan. Bentuk kompensasai yang diharapkan oleh masyarakat yaitu
berupa uang dengan besaran yang sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak
(“NJOP”) sekitar Rp 500.000 – Rp 1.000.000/meter.
132
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
133
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
Instalasi Pengolahan
Lokasi Kapasitas (l/s)
Air (IPA)
Pandu 2 20
Kima Atas 20
Puri Malalayang 20
IPA Krida Malalayang 200
Rencana IPA Baru
PA Tikala 200
II. Tarif
Pada umumnya PDAM memiliki 4 kelompok pelanggan yang
dikategorikan sebagai berikut:
Pelanggan kelompok rumah tanga yaitu untuk persil atau bangunan yang
fungsi utamanya hanya sebagai tempat tinggal. Tarif Industri merupakan
golongan pelanggang usaha yang mengubah suatu barang menjadi
barang yang memiliki nilai lebih tinggi. Pelanggan kelompok pemerintah
merupakan bangunan yang terkait dengan pemerintahan seperti: kantor
pemerintahan; rumah dinas atau asrama yang rekening air minumnya
dibayar oleh instansi terkait; sarana instansi pemerintah; lembaga
pemerintah; dan lainnya. Sedangkan kelompok sosial merupakan
pelanggan yang kegiatan setiap harinya memberikan pelayanan untuk
kepentingan umum, khususnya masyarakat yang berpenghasilan rendah,
134
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
Lebih lanjut, menurut Bappeda Provinsi Sulawesi Utara, apabila kondisi dari
pelaksanaan KEK tidak mendapatkan hasil yang jelas pada akhir tahun 2021
maka terdapat rencana pembatalan terhadap pelaksanaan KEK.
Profil Kebencanaan
Potensi bencana yang dapat terjadi di sekitar pembangunan SPAB Kuwil yaitu
banjir dan tanah longsor akibat bekas galian. Dimana kerugian yang dapat
ditimbulkan dari tersebut antara lain:
135
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
Dari hasil Real Demand Survey yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan
bahwa dari seluruh responden menyatan setuju dengan adanya
Pembangunan SPAB Kuwil. Dimana dengan adanya Pembangunan SPAB
Kuwil dapat membuat pemeraatan dalam pemanfaatan air bersih bagi
masyarakat Kota Bitung, Kabupaten Minahasa Utara, dan Kota Manado.
136
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
5. Badan Perencanaan, Penelitian dan 21. PT. Waskita Karya (Persero) Tbk
Pengembangan Kab. Minahasa
Utara
6. Badan Perencanaan Pembangunan 22. PT. Krakatau Tirta Industri
Daerah Kota Bitung
7. Balai Wilayah Sungai Sulawesi I 23. PT. Hutama Karya (Persero)
8. Bappeda Kota Bitung 24. PT. Adhi Karya (Persero) Tbk
9. Dinas Perumahan Kawasan 25. PT. PP (Persero) Tbk
Permukiman dan Pertahanan
Daerah Provinsi Sulawesi Utara
10. Dinas Perumahan dan Kawasan 26. PT. Brantas Abipraya (Persero)
Permukiman Kota Manado
11. Direktorat PSSPP 27. PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk
12. Dit. Air Tanah dan Air Baku 28. PT. Waskita Karya Infrastruktur
13. Direktorat PPISDA 29. PT. BNI (Persero) Tbk
14. DJPI PUPR 30. Hyundai Engineering and
Construction Co
15. DPUPR Kota Bitung 31. PPC Sulawesi Utara
16. Indonesian National Shipowners' 32. SSY
Association
1. Terkait siapa yang menjadi PJPK Proyek SPAB Kuwil bila terintegrasi
dengan SPAM Regional Bimatara. Serta mengenai jeda waktu antara
pembangunan Tahap 1a, 1b dan 1c dan alasan adanya staging pada
pembangunan. - (Krakatau Tirta Industri)
2. Mengenai penyerapan terhadap kapasitas air bersih 500 lps pada
tahap 1a apakah langsung terserap sepenuhnya? Serta untuk harga
137
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dan persaingan yang sehat dalam
proses pengadaan KPBU diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:
138
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
Menurut UU No.17 Tahun 2019 Tentang sumber daya air, bahwa prioritas hak
atas air adalah untuk kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan
penggunaan sumber daya air untuk kebutuhan usaha guna memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari melalui Sistem Penyediaan Air Minum. Sejalan
juga dengan Rencana Strategis Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat di tahun 2020 – 2024, yang mengarahkan kebijakan dan
strateginya adalah percepatan penyediaan air baku yang aman dari sumber
air sampai konsumen sesuai kualitas dan kuantitas yang dibutuhkan dengan
pembangunan baru infrastruktur penyedia air baku. Kemudian dengan
hadirnya Saluran Pemabawa Air Baku (SPAB) Kuwil akan dapat memenuhi
kebutuhan air baku di Kota Bitung, Kota Manado dan Kabupaten Minahasa
Utara dan menekan gap kebutuhan air baku dengan kapasitas total 4.500
139
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
liter/detik. Kebutuhan air baku Kota Bitung masih cukup tinggi, belum lagi
untuk membantu kebutuhan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung.
Dengan melihat struktur pasar SPAB Kuwil diatas dapat diperkirakan tingkat
kompetisinya sebagai SPAB baru nantinya di Provinsi Sulawesi Utara akan
menjadi SPAB yang memiliki potensi air baku dan air minum yang akan tidak
hanya menumbuhkan tetapi juga bisa mengembangkan perekonomian lokal.
Persaingan yang mungkin akan dihadapi relatif tidak ada karena faktor
kebutuhan pemenuhan Saluran Pembaw Air Baku di Provinsi Sulawesi Utara
masih relative tinggi sehingga pemenuhan terhadap masyarakat dapat
menjadi tujuan utama dibanding pesaingan untuk mendapatkan keuntungan
semata.
140
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
harga konsumen untuk tahun basis, sehingga diperoleh nilai biaya dan
pendapatan pada standard indeks harga yang sama. Perhitungan
keseimbangan ini dilakukan untuk mendukung kajian kelayakan finansial atas
Pengembalian Biaya Modal untuk pembangunan Saluran Pembawa Air Baku
(SPAB) Kuwil, Pengembalian Biaya Operasi & Pemeliharaan sebagai upaya
memenuhi Service Level Agrement (SLA) / Tingkat Ketersediaan Layanan
sesuai yang diperjanjikan.
141
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
142
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
1. Perbandingan Biaya Dan Manfaat Dengan Atau Tanpa KPBU, Biaya yang
Dimaksud Didasarkan Pada Harga Konstan Meliputi:
b. Biaya Modal
Biaya-biaya terkait pekerjaan konstruksi atau pembangunan Proyek
yang berasal dari belanja modal BUP.
i. Biaya modal BUP mencakup biaya-biaya untuk penyiapan dan
pembangunan sarana, prasarana Sistem Penyedian Air Baku
(SPAB) sebesar Rp. 279,195 milyar yang akan digunakan sebagai
perhitungan pembayaran Availibility Payment (AP) yang harus
dibayar oleh PJPK.
ii. Biaya modal BUP mencakup biaya-biaya untuk penyiapan dan
pembangunan sarana, prasarana Saluran Pembawa Air Baku
(SPAB), Saluran Pembawa Air Minum (SPAM) sebesar Rp.1,027
143
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
c. Biaya Operasional
Biaya operasional merupakan biaya operasi aktivitas manajemen
Badan Usaha Pelaksana (BUP) :
i. Biaya Operasi & Pemeliharaan dalam memberikan tingkat layanan
sesuai yang diperjanjikan / Service Level Aggrement (SLA) meliputi
: Biaya Direksi / Komisaris BUP, Manajer dan Staf BUP sebesar Rp.
347,284 milyar selama masa kerjasama sebagai perhitungan
pembayaran Availability Payment (AP) yang akan digunakan
sebagai perhitungan pembayaran Availibility Payment (AP) yang
harus dibayar oleh PJPK.
ii. Biaya Operasi & Pemeliharaan dalam mendistribusikan air curah /
Bulk Water sampai titik offtake yang disepakati meliputi : Biaya
Direksi / Komisaris BUP, Manajer dan Staf BUP sebesar Rp. 1,588
milyar selama masa kerjasama.
d. Biaya Pemeliharaan
Biaya pemeliharaan merupakan biaya yang dikeluarkan :
i. Kegiatan pemeliharaan sarana, prasarana Saluran Pembawa Air
Baku (SPAB) agar dapat memberikan tingkat layanan sesuai yang
diperjanjikan / Service Level Aggrement (SLA), selama masa
kerjasama sebagai perhitungan pembayaran Availability Payment
(AP) yang akan digunakan sebagai perhitungan pembayaran
Availibility Payment (AP) yang harus dibayar oleh PJPK.
ii. Kegiatan pemeliharaan sarana, prasarana Saluran Pembawa Air
Baku (SPAB), Saluran Pembawa Air Minum (SPAM)
mendistribusikan air curah / Bulk Water sampai titik offtake selama
masa kerjasama sebagai perhitungan besarnya Tarif Air Curah
Rp./m3 yang harus dibayar oleh PJPK.
144
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
(M+X)
SCF =
{(M+Tm)+(X-Tx)}
Keterangan:
145
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
146
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
Keterangan:
IRR = Internal rate of Return
ꜟ1 = Tingkat Diskonto yang menghasilkan NPV positif
ꜟ2 = Tingkat Diskonto yang menghasilkan NPV negatif
NPV1 = Net Present Value bernilai positif
Keterangan:
NPV = Net Present Value
CFt = Arus kas pada tahun t
K = Biaya Modal Proyek
T = Periode waktu
n = Usia proyek
147
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
∑ PVBenevit
B/C RATIO =
∑ PVCost
Keterangan:
∑PV Benefit = Jumlah PV Benefit selama tahun proyeksi
∑PV Cost = Jumlah PV Cost selama tahun proyeksi
Analisis Manfaat Biaya Sosial dipergunakan untuk analisis ekonomi yaitu nilai
bersih ekonomi saat ini atau Economic Net Present Value (ENPV). Untuk
menilai apakah proyek dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat
di sekitar wilayah pembangunan proyek maka perlu dilakukan penilaian
kelayakan Ekonomi yaitu :
148
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
6. Manfaat Ekonomi
Untuk manfaat proyek pembangunan SPAB Kuwil yang berwujud antara lain
meliputi :
149
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
8. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan dengan mempertimbangkan 4 (empat) faktor
risiko yang dapat mempengaruhi kelayakan ekonomi. Faktor risiko dengan 4
(empat) scenario dan hasilnya seperti disajikan pada Tabel Sensitivitas
sebagai berikut :
150
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
GRAFIK SENSITIVITAS
EIRR & ENPV
160,00% 100.000
89.833 89.061
90.000
140,00%
80.109
80.000
120,00% 72.276
70.038
70.000
100,00%
60.000
80,00% 50.000
40.000
60,00%
30.000
40,00%
20.000
20,00%
15,88% 14,42% 15,06% 14,25% 15,83% 10.000
0,00% -
Skenario UTAMA Sken 1 , Penggunaan unskill Sken 2 Penggunaan material 1% Sken 3 - CAPEX -10% Sken 4 , Penghematan akses air -
labour 2,5% CAPEX 10%
SKENARIO
151
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
152
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
iii. Suku bunga Bank komersial untuk kredit korporasi sebesar 9,95%.
Untuk perhitungan biaya bunga pinjaman yang akan digunakan
dalam proyek pembangunan SPAB Kuwil ini di gunakan bunga
sebesar 10% per tahun
iv. Provisi pinjaman sebesar 1% dari jumlah penarikan pinjaman
v. Eskalasi biaya dari KPBU
Eskalasi harga untuk biaya-biaya KPBU diproyeksikan sebesar 3%
setiap tahun didasarkan pada tingkat inflasi yang digunakan dalam
APBN
Faktor diskonto yang akan digunakan dalam menghitung nilai sekarang dari
manfaat dan biaya tahunan yang diharapkan adalah besarnya rata-rata biaya
modal yang diperoleh dari perhitungan Weighted Average Cost of Capital
(WACC) dengan menggunakan metode Capital Aset Price Model (CAPM)
seperti tabel sebagai berikut :
153
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
Keterangan:
154
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
Keterangan:
a-b
Periode pengembalian = n - x 1 Tahun
c-b
155
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
Keterangan:
n = tahun terakhir dimana jumlah arus kas masih belum bisa menutup
investasi mula mula
a = Jumlah investasi awal
b = Jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke~n
c = Jumlah arus kas kumulatif pada tahun ke~n+1
156
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
DSCR =
Beban Bunga + Angsuran Pokok Pinjaman
2) Net Present Value (NPV), untuk pertimbangan nilai waktu dari uang
(time value of money) agar arus kas yang dipakai adalah arus kas
yang telah di diskontokan sebesar 9,67% sama dengan hasil
perhitungan WACC dan menghasil nilai positif.
157
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
158
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
159
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
160
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
Rp.juta
Ekuitas & Pinjaman Rp.juta 78.919 769.715 55.460 49.028 41.516 28.447 18.631 7.832 0 0 0 0
TOTAL ARUS KAS MASUK Rp.juta 78.919 769.715 52.047 51.592 51.807 51.899 51.930 76.594 90.260 131.442 164.454 232.272
Pendapatan Penjualan air curah / Bulk Water Rp/juta 7.253 17.553 31.755 52.308 69.861 116.815 141.346 188.131 227.639 302.988
VGF dan Restitusi PPN Rp/juta 21.998 214.983 5.692 55.473
Pendapatan Rp/juta 29.252 232.536 37.447 107.781 69.861 116.815 141.346 188.131 227.639 302.988
Biaya Operasi & Pemeliharaan Rp/Juta -8.867 -13.188 -19.664 -27.055 -34.761 -46.253 -51.086 -56.690 -63.185 -70.716
Reccuring Fee PII Rp/Juta -1.800 -1.800 -1.800 -1.800 -1.800 -1.800
Earning Before Interest and Depriciation (EBITDA) Rp/Juta 18.585 217.548 15.983 78.926 33.300 68.762 90.260 131.442 164.454 232.272
Biaya Bunga Pinjaman Rp/Juta -42.185 -30.538 -28.476 -26.207 -23.712 -6.955 0 0 0 0
Penalti pembayaran Pokok Pinjaman Rp/Juta
Earning After Interest Before Depreciation Rp/Juta -23.600 187.010 -12.493 52.718 9.588 61.807 90.260 131.442 164.454 232.272
Biaya Penyusutan & AMO Rp/Juta -22.687 -22.687 -22.687 -22.687 -22.687 -22.687 -22.687 -22.687 0 0
Laba Sebelum Pajak / EBT Rp/Juta -46.287 164.323 -35.180 30.031 -13.100 39.120 67.573 108.755 164.454 232.272
Estimasi Pajak Penghasilan Rp/Juta -23.926 -36.180 -51.100
Laba Bersih Rp/Juta -46.287 164.323 -35.180 30.031 -13.100 39.120 67.573 84.829 128.274 181.172
161
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
Rp.juta
Ekuitas & Pinjaman Rp.juta 57.963 568.272 31.205 26.305 20.780 10.601 3.260 0 0 0 0 0
TOTAL ARUS KAS MASUK Rp.juta 57.963 568.272 27.251 26.872 27.051 27.128 27.154 52.705 70.226 104.776 132.188 189.326
Pendapatan Penjualan air curah / Bulk Water Rp/juta 6.213 15.055 27.235 44.882 59.955 100.258 121.312 161.466 195.374 260.042
Restitusi PPN Rp/juta 4.275 19.149
Pendapatan Rp/juta 6.213 19.330 46.384 44.882 59.955 100.258 121.312 161.466 195.374 260.042
Biaya Operasi & Pemeliharaan Rp/Juta -8.867 -13.188 -19.664 -27.055 -34.761 -46.253 -51.086 -56.690 -63.185 -70.716
Reccuring Fee PII Rp/Juta -1.300 -1.300 -1.300 -1.300 -1.300 -1.300
Earning Before Interest and Depriciation (EBITDA) Rp/Juta -3.954 4.842 25.420 16.527 23.894 52.705 70.226 104.776 132.188 189.326
Biaya Bunga Pinjaman Rp/Juta -16.290 -15.268 -14.144 -12.907 -11.546 -2.410 0 0 0 0
Penalti pembayaran Pokok Pinjaman Rp/Juta
Earning After Interest Before Depreciation Rp/Juta -20.244 -10.426 11.276 3.620 12.347 50.295 70.226 104.776 132.188 189.326
Biaya Penyusutan & AMO Rp/Juta -10.541 -10.541 -10.541 -10.541 -10.541 -10.541 -10.541 -10.541 0 0
Laba Sebelum Pajak / EBT Rp/Juta -30.785 -20.967 736 -6.921 1.806 39.754 59.685 94.236 132.188 189.326
Estimasi Pajak Penghasilan Rp/Juta -20.732 -29.081 -41.652
Laba Bersih Rp/Juta -30.785 -20.967 736 -6.921 1.806 39.754 59.685 73.504 103.107 147.675
162
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
163
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
164
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
Tabel 4. 19. Perhitungan Financial Net Present Value (FNPV) on Project Alt 1
165
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
Tabel 4. 20. Perhitungan Financial Net Present Value (FNPV) on Project Alt 2
166
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
167
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
Tabel 4. 22. Perhitungan Financial Internal Rate Of Return (FIRR) on Equity Alt 2
Provisi
Bank/Upfront
Tahun Keajiban NET CASH
INVESTASI Fee Restritusi Pajak Arus Kas Masuk Arus Kas Keluar
ke Pinjaman FLOW
Penjaminan,Adm
Bank
-1 -12.608 -11.611 -24.219
0 -58.729 -58.729
1 6.213 -10.167 -26.512 -30.466
2 -31.205 4.275 15.055 -14.488 -26.512 -52.874
3 -26.305 19.149 27.235 -20.964 -26.512 -27.396
4 -20.780 44.882 -28.355 -26.512 -30.765
5 -10.601 59.955 -36.061 -26.512 -13.219
6 -3.260 82.857 -44.168 -26.512 8.917
7 82.857 -44.977 -26.512 11.369
8 91.143 -45.810 -26.512 18.821
9 91.143 -46.669 -26.512 17.963
10 100.258 -47.553 -26.512 26.193
11 100.258 -47.163 0 53.095
12 110.283 -48.101 0 62.183
13 110.283 -49.067 0 61.217
14 121.312 -50.061 0 71.250
15 121.312 -51.086 0 70.226
16 133.443 -52.142 0 81.301
17 133.443 -53.229 0 80.214
18 146.787 -54.348 0 92.439
19 146.787 -55.502 0 91.285
20 161.466 -56.690 0 104.776
21 161.466 -57.913 0 103.553
22 177.612 -59.173 0 118.439
23 177.612 -60.471 0 117.141
24 195.374 -61.808 0 133.565
25 195.374 -63.185 0 132.188
26 214.911 -64.604 0 150.307
27 214.911 -66.065 0 148.846
28 236.402 -67.570 0 168.833
29 236.402 -69.119 0 167.283
30 260.042 -70.716 0 189.326
13,29%
168
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
169
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
Tabel 4. 24. Perhitungan Financial Net Present Value (FNPV) on Equity Alt 2
170
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
171
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
GRAFIK SENSITIVITAS
FIRR & FNPV on Project
0,122 140000
12,07%
0,12
120000
122.226
118.493
11,83%
0,118
100000
0,116
89.828
80000
0,114
11,32%
60000
61.163
0,112 57.430
40000
0,11
10,81% 20000
0,108
10,67%
0,106 0
Skenario UTAMA Sken 1 - Opex + 10% Sken 2 - OPEX -10% Sken 3 - CAPEX Sken 4, CAPEX - 10%
+10%
SKENARIO
GRAFIK SENSITIVITAS
FIRR & FNPV on Project
0,16 140000
133.017
0,14
125.252 13,57% 120000
12,94%
0,12 12,21%
11,48% 100000
11,11%
96.587
0,1
80000
0,08
67.922
60000
60.157
0,06
40000
0,04
20000
0,02
0 0
Skenario UTAMA Sken 1 - Opex + 10% Sken 2 - OPEX -10% Sken 3 - CAPEX Sken 4, CAPEX - 10%
+10%
SKENARIO
172
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
Nilai VfM diperoleh dengan membandingkan biaya di dalam project life cycle
dan kualitas sesuai standar pelayanan. Perhitungan VfM digunakan di negara-
negara seperti Inggris, Australia dan Belanda adalah dengan menggunakan
perhitungan Public Sector Comparator (PSC).
173
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
1. NPV cost for Money PSC < NPV cost for Money KPBU maka Proyek
dilaksanakan secara tradisional yaitu: APBD/Pinjaman Bank
2. NPV cost for Money PSC > NPV cost for Money KPBU maka ditetapkan
proyek dengan skema KPBU
45.825
4000000
1.920.160
3000000
799.407
2000000
1.481.990
1000000 1.481.990
307.488
570.171 307.488
0
NPV-799.407
PSC, Rp.Juta NPV KPBU, Rp.Juta
-1000000
-2000000
BASE PSC OPEX Retained Risk Transfer Risk Risk Competitive Neutrality Pendapatan
174
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
3000000 38.320
2500000
1.264.227
2000000
1500000
853.893
686.063
1000000
307.488
500000 853.893
570.171
0
NPV PSC, Rp.Juta NPV KPBU, Rp.Juta
-686.063
-500000
-1000000
BASE PSC OPEX Retained Risk Transfer Risk Risk Competitive Neutrality Pendapatan
4.5. KESIMPULAN
Proyek Pembangunan SPAB Bundling SPAM Regional BIMATARA dalam
pengembalian Investasinya menggunakan skema Tarif Air Minum dengan
pronsip Take or Pay sesuai jadwal penyerapan, karena adanya GAP yang
cukup jauh dalam penyerapannya di tahun pertama sampai tahun ke 5
dari kapasitas IPA yang dibangun sebesar 500 liter/detik. Dimana
penyerapan tahun pertama sebesar 10%, Tahun kedua sebesar 22%,
175
Laporan Akhir Kajian Prastudi Kelayakan
Proyek KPBU Pembangunan SPAB Kuwil
tahun ketiga 40%, tahun ke empat 60%, tahun ke 5 sebesar 80% dan baru
tahun ke enam sebesar 100% yaitu 500 l/detik.
PDAM Kota Bitung telah mencapai tariff Full Cost Recovery sebesar
100,06% sedangkan PDAM Kota Manado dan Kabupaten Minahasa
Utara belum mencapai Tarif Full Cost Recovery (FCR).
Hasil Analisis Sensitivitas dengan 4 (empat) scenario), antara lain ; 1.
OPEX + 10%, 2. OPEX – 10%, 3. CAPEX + 10% dan CAPEX – 10% untuk
Alternatif 1 dan Alternatif 2 mengindikasikan bahwa Proyek masih LAYAK.
Hasil Analisis Value for Money alternatif 1 penghematan pemerintah
adalah sebesar 21,37% dan untuk Alternatif 2 sebesar 18,57%.
176