Bullying merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan
sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang
lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus. Beberapa konsep
perilaku sosial digunakan untuk menganalisis bagaimana praktek bullying terjadi, apa saja motiv
dan bagaimana praktek bullying itu dimaknai oleh pelaku.
Selain itu bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang,
sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif
untuk melawan tindakan negatif yang diterima korban (Krahe, 2005). Walaupun perilaku agresif
dengan bullying memiliki kesamaan dalam melakukan serangan kepada orang lain, akan tetapi
1
ada perbedaan antara bullying dengan perilaku agresif yang terletak pada jangka waktu
melakukannya dimana bullying terjadi secara berkelanjutan dengan jangka waktu yang lama,
sehingga menyebabkan korbannya terus menerus berada dalam keadaan cemas dan
terintimidasi, sedangkan perilaku agresif serangan yang dilakukan hanya dalam satu kali
kesempatan dan dalam waktu yang pendek (Krahe, 2005). Bullying dapat berbentuk tindakan
langsung maupun tidak langsung berbeda dengan perilaku agresif yang hanya berbentuk
tindakan langsung (Krahe, 2005).
Banyak penyebab terjadinya bullying pertama, sikap apatis dari lingkungan menyebabkan
angka bullying semakin tinggi di lingkungan sekolah.Kedua, keseluruhan pelaku bullying
merupakan korban, sehingga korban berubah menjadi seorang pelaku bullying. Ketiga, tujuan
korban menjadi pelaku bullying adalah untuk melindungi diri, serta untuk mendapatkan rasa
aman dari lingkungannya. Selain itu pelaku juga melakukan bully untuk tujuan membalaskan
dendamnya, hal ini karena pelaku pernah menjadi korban. Balas dendam tersebut berupa
peniruan dari perlaku yang diterimanya. Jadi bullying adalah perilaku negatif seseorang atau
lebih kepada korban bullying yang dilakukan secara berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke
waktu. Selain itu bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang,
sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri secara efektif
untuk melawan tindakan negatif yang diterima korban
Kondisi perilaku bullying di man 1 kota bengkulu bisa dimulai dari media sosial, yaitu
menghujat, menyebar kan rumor yg tidak baik,menghina,menyindir,mengolok ngolok,dan
mengancam. Ada juga yg mengabaikan, dan tidak mengikutsertakan. Kondisi bullying ini tentu
sangat merugikan pihak korban nya tetapi kita harus tau kenapa sih bullying itu bisa terjadi
kalau tidak ada sebab atau hal tertentu dari korbannya yg membuat orang yg membully bisa
melakukan perbuatan ini.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui motif perilaku bullying yang terjadi diman 1
kota bengkulu Hasil yang diperoleh melalui penelitian ini terkait gambaran motif perilaku
bullying di sekolahyaitu faktor perilaku bullying yang terjadi pada siswa dan Dampak yang
terjadi pada siswa ialah menurunnya kesejahteraan psikologis dan penyesuaian sosial yang
buruk yaitu merasakan banyak emosi negatif seperti marah, dendam, kesal, tertekan, malu,
sedih, tidak nyaman, dan terancam namun tidak berdaya untuk menghadapinya, memungkinkan
siswa merasakan tidak nyaman dan prestasi akademis akan terganggu karennakesulitan
menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. Lalu usaha-usaha yang sudah dilakukan oleh guru
bimbingan konseling dalam menangani perilaku bullying yakni preventif seperti memberikan
layanan informasi baik kepada siswa maupun orang tua, kuratif berupa menyelesaikan perilaku
2
bullying mulai dari pelaku hingga korban melalui layanan mediasi serta memberikannya sanksi
sesuai tata tertib sekolah yang berlaku, preservatif seperti layanan individu baik pada korban
maupun pelaku.
Lingkungan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Salah
satunya faktor eksternal. Faktor eksternal terdiri dari dua macam yaitu faktor lingkungan sosial
dan faktor lingkungan non sosial. Lingkungan sosial terbentuk dari lingkungan keluarga, guru,
dan masyarakat. Sedangkan lingkungan non sosial terbentuk dari sarana dan prasarana. Anak
belajar untuk menjalani kehidupan melalui interaksi dengan lingkungan. Lingkungan sosial yang
lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar adalah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri.
Dari keluarga inilah baik dan buruknya perilaku dan kepribadian anak terbentuk.
Walaupun ada juga faktor lain yang mempengaruhi proses terbentuknya perilaku dan pribadi
anak seperti halnya sarana dan prasarana yang tidak memenuhi standar kompetensi. Manusia
sebagai makhluk individu dan sosial akan menampilkan tingkah laku tertentu, akan terjadi
peristiwa pengaruh mempengaruhi antara individu yang satu dengan individu yang lain. Hasil
dari peristiwa saling mempengaruhi tersebut maka timbulah perilaku sosial tertentu yang akan
mewarnai pola interaksi tingkah laku setiap individu. Perilaku sosial individu akan ditampilkan
apabila berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini individu akan mengembangkan pola
respon tertentu yang sifatnya cenderung konsisten dan stabil sehingga dapat ditampilkan dalam
situasi sosial yang berbeda-beda. Perilaku sosial merupakan suatu bentuk tindakan atau interaksi
yang berhubungan dengan orang lain. Pembentukan perilaku sosial seseorang dipengaruhi oleh
berbagai faktor baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal.
Perilaku sosial seseorang akan dapat terbentuk dengan berbagai faktor, baik faktor
eksternal maupun internal, artinya kepribadian seseorang masih sangat dikatakan labil, karena
pada hakikatnya manusia sebagai makhluk sosial dan individu, akan terus dapat menyesuaikan
dirinya dengan berbagai situasi sosial. Terutama untuk anak usia sekolah dasar yang memang
masih dalam fase perkembangan operasional konkret. Pada usia tersebut masih sangat
memungkinkan seseorang akan mengikuti apa yang dilakukan oleh orang-orang di lingkungan
sekitarnya bukan tidak mungkin pula untuk dapat diarahkan.
Adapun lingkungan sekolah merupakan bagian dari sosial, sehingga sekolah juga
mempunyai peran dalam membentuk karakter dan perilaku siswa. Pendapat di atas menjelaskan
3
peran guru sebagai bagian dari sekolah dan yang berhubungan langsung dengan siswa di kelas
mempunyai tanggung jawab besar dalam membentuk karakter, kepribadian dan perilaku siswa.
Oleh karena itu, sudah selayaknya bila setiap guru mempertimbangkan dan mengaitkan ntara
kondisi dan lingkungan siswadengan karakter yang akan dikembangkan. Lingkungan sekolah
harus dapat menjadi wahana yang dapat mengembangkan segala potensi dari seorang anak
didiknya.
Rumusan Masalah:
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut
1. Apa saja motif, dan bagaimana praktek bullying itu dimaknai oleh pelaku?
Tujuan Penelitian:
C.TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan umum
• Mengetahui tentang motif perilaku bullying di Man 1 kota bengkulu
Jl.cimanuk,padang harapan kecamatan gading cempaka
Manfaat penelitian:
D.MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian yang akan dilaksanakan ini adalah sebagai berikut
1. Manfaat Teoritis
a. Ha
sil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan menyangkut hal
hal yang melanggar norma dan nilai nilai kemanusian seperti salah pergaulan karena ada
nya motif bullying ini mendapatkan banyak dampak yang buruk bagi pelaku maupun
korban
b. Hasil penelitian diharapkan menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya
2.Manfaat praktis
a. Bagi sekolah, untuk selalu membimbing anak murid dengan pengetahuan yang baik agar
dapat mengurangi keajadian bullying
Kajian Teori (Maksimal 250 kata):
A. BULLYING
a. Pengertian
4
Penindasan (bullying) merupakan angka yang signifikan di dalam kehidupan siswa (Santrock,
2001). Bullying melibatkan perilaku agresif (Rigby, 2004). Pengertian agresif sendiri adalah
suatu serangan, serbuan atau tindakan permusuhan yang ditujukan kepada seseorang atau
benda (Chaplin, 2005). Sedangkan, agresifitas (Chaplin, 2005) sendiri adalah kecenderungan
habitual (yang dibiasakan) untuk memamerkan permusuhan, dominasi sosial, kekuasaan sosial
secara ekstrem. Olweus (Krahe, 2005) mendefenisikan bullying adalah perilaku negatif
seseorang atau lebih kepada korban bullying yang dilakukan secara berulang-ulang dan terjadi
dari waktu ke waktu. Selain itu bullying juga melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak
seimbang, sehingga korbannya berada dalam keadaan tidak mampu mempertahankan diri
secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang diterima korban (Krahe, 2005). Walaupun
perilaku agresif dengan bullying memiliki kesamaan dalam melakukan serangan kepada orang
lain, akan tetapi ada perbedaan antara bullying dengan perilaku agresif yang terletak pada
jangka waktu melakukannya dimana bullying terjadi secara berkelanjutan dengan jangka
waktu yang lama, sehingga menyebabkan korbannya terusmenerus berada dalam keadaan
cemas dan terintimidasi, sedangkan perilaku agresif serangan yang dilakukan hanya dalam satu
kali kesempatan dan dalam waktu yang pendek (Krahe, 2005). Bullying dapat berbentuk
tindakan langsung maupun tidak langsung berbeda dengan perilaku agresif yang hanya
berbentuk tindakan langsung (Krahe, 2005).
Olweus berpendapat tidak ada perbedaan yang signifikan antara bullied dengan bullying dalam
perbedaan kelas sosial (Pereira dkk., 2004). Menurut para siswa di Amerika perilaku bullying
yang dianggap legal adalah ungkapanungkapan secara verbal atau yang sering disebut dengan
memberikan nama-nama panggilan yang buruk atau yang baik (Labeling) (Santrock, 2001).
Bullying adalah interaksi antara individu yang melakukan bullying ( individu yang dominan)
terhadap individu yang kurang memiliki dominan dengan cara menunjukan perilaku agresif
(Craig, Pepler dan Atlas, 2000). Menurut Olweus, bullying adalah Bentuk-bentuk perilaku
dimana terjadi pemaksaan atau usaha menyakiti secara psikologis ataupun fisik terhadap
seseorang atau sekelompok orang yang lebih ‘lemah’, oleh seseorang atau sekelompok orang
yang lebih ‘kuat’ (Djuwita, 2006).
Bullying juga memiliki pengaruh secara jangka panjang dan jangka pendek terhadap korban
bullying. Pengaruh jangka pendek yang ditimbulkan akibat perilaku bullying adalah depresi
karena mengalami penindasan, menurunnya minat untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah
yang diberikan oleh guru, dan menurunnya minat untuk mengikuti kegiatan sekolah (Berthold
dan Hoover, 2000). Sedangkan akibat yang ditimbulkan dalam jangka panjang dari penindasan
ini seperti mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan baik terhadap lawan jenis, selalu
memiliki kecemasan akan mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari teman-
teman sebayanya (Berthold dan Hoover, 2000).
Menurut Peterson (Berthold dan Hoover, 2000) penindasan ini akan mempengaruhi harga diri
(self esteem) dan pengaruh ini merupakan pengaruh yang ditimbulkan dari pengaruh jangka
5
panjang. Menurut Olweus (Berthold dan Hoover, 2000) Penindasan (bullying) itu memiliki
pengaruh yang besar hingga dewasa dan saat masa sekolah akan menimbulkan depresi pada
diri individu dan juga dapat menimbulkan perasaan tidak bahagia saat mengikuti sekolah,
karena dihantui oleh perasaan cemas dan ketakutan.
Prilaku agresi pada masa kecil itu merupakan manifestasi dari gaya hidup yang dikembangkan
oleh orang tua dan akan terus berlanjut hingga masa remaja dan dewasa (Berthold dan Hoover,
2000). Selain itu Olweus dan Alsaker juga menyatakan bahwa penindasan merupakan perilaku
anti-sosial yang dilakukan oleh pelajar dan perilaku ini dapat menimbulkan resiko di
lingkungan sekolah dan kehidupan (Berthold dan Hoover, 2000).
Berdasarkan penelitian Kalliotis (2000), ia menyatakan bahwa penindasan ini sering terjadi
pada lingkungan sekolah yang disebabkan adanya isolasi yang dilakukan oleh teman-teman
sebayanya karena perbedaan tingkat sosial dan ekonomi pelajar. Berdasarkan
pandanganpandangan yang ada dapat disimpulkan bahwa Bullying itu sebagai perbuatan tidak
benar
B. Jenis jenis bullying
1. Physical Bullying/ Perundungan Fisik
Berbeda jauh dengan tanda-tanda bullying secara verbal, bullying fisik dapat meninggalkan
bekas yang mudah terlihat oleh Guru Pintar. Oleh karenanya, dapat dilakukan penanganannya
lebih cepat dan pelaku maupun korban dapat diidentifikasi dengan segera.
Ciri-ciri anak yang menjadi pelaku perundungan fisik diantaranya adalah bersifat
emosional/temperamental dan kurang berempati dengan lingkungan sekitarnya. Sedangkan
anak atau siswa yang menjadi korban yang menjadi korban sering menunjukkan ketakutan
berlebih saat harus bertemu dengan pelakunya. Korban juga biasanya malas pergi ke sekolah,
meminta pindah sekolah, atau menangis ketakutan saat teringat peristiwa bullying yang
dialaminya.
Penindasan fisik ternyata tidak hanya berupa pukulan atau aksi yang meninggalkan bekas atau
luka pada tubuh korbannya. Bullying fisik juga juga dapat berupa penghadangan di tengah
jalan, menggertak dengan membawa rombongan, atau melempari dengan benda-benda kecil.
Orang tua dan juga guru harus waspada ketika siswa terlihat ‘ringan tangan’ pada temannya
atau orang di sekitarnya. Atau jangan sampai orang tua atau guru memberikan contoh yang
membuat siswa menjadi pelaku bullying.
2. Physical Bullying/ Perundungan Fisik
Berbeda jauh dengan tanda-tanda bullying secara verbal, bullying fisik dapat meninggalkan
bekas yang mudah terlihat oleh Guru Pintar. Oleh karenanya, dapat dilakukan penanganannya
lebih cepat dan pelaku maupun korban dapat diidentifikasi dengan segera.
Ciri-ciri anak yang menjadi pelaku perundungan fisik diantaranya adalah bersifat
emosional/temperamental dan kurang berempati dengan lingkungan sekitarnya. Sedangkan
anak atau siswa yang menjadi korban yang menjadi korban sering menunjukkan ketakutan
6
berlebih saat harus bertemu dengan pelakunya. Korban juga biasanya malas pergi ke sekolah,
meminta pindah sekolah, atau menangis ketakutan saat teringat peristiwa bullying yang
dialaminya.
Penindasan fisik ternyata tidak hanya berupa pukulan atau aksi yang meninggalkan bekas atau
luka pada tubuh korbannya. Bullying fisik juga juga dapat berupa penghadangan di tengah
jalan, menggertak dengan membawa rombongan, atau melempari dengan benda-benda kecil.
Orang tua dan juga guru harus waspada ketika siswa terlihat ‘ringan tangan’ pada temannya
atau orang di sekitarnya. Atau jangan sampai orang tua atau guru memberikan contoh yang
membuat siswa menjadi pelaku bullying.
7
mempersepsikan bahwa perilakunya justru mendapatkan pembenaran bahkan memberinya
identitas sosial yang membanggakan. Pihak-pihak Outsider, seperti misalnya guru, murid,
orangorang yang bekerja di sekolah, orang tua, walaupun mereka mengetahuinya akan tetapi
tidak melaporkan, tidak mencegah dan hanya membiarkan saja tradisi ini berjalan karena
merasa bahwa hal ini wajar, sebenarnya juga ikut berperan mempertahankan suburnya bullying
di sekolah-sekolah. Dengan berjalannya waktu, pada saat korban merasa naik status sosialnya
(karena naik kelas) dan telah “dibebaskan melalui kegiatan inisiasi informal” oleh kelompok
bully, terjadilah perputaran peran. Korban berubah menjadi bully, asisten atau reinforcer untuk
melampiaskan dendamnya (Djuwita, 2006). Huesmann dan Eron (Craig, Pepler dan Atlas,
2000) mengidentifikasikan tiga proses kontekstual yang mungkin dapat meningkatkan perilaku
agresif (bullying) yang diantaranya adalah dengan cara mengamati perilaku agresif dimana
seseorang dapat mempelajari terlebih dahulu, kemudian setelah itu terjadi penerimaan perilaku
agresif dan setelah itu perilaku agresif tersebut akan mendapatkan dukungan dan
reinforcement. Contoh dari reinforcement yang didapat adalah kekuatan dan kendali.
Menurut Olweus (Craig, Pepler dan Atlas, 2000) karekteristik dari para korban bullying
(victims) adalah korban merupakan individiu yang pasif, cemas, lemah, kurang percaya diri,
kurang popular dan memiliki harga diri yang rendah. Korban tipikal bullying juga bisanya
adalah anak-anak atau remaja yang pencemas, yang secara sosial menarik diri, terkucil dari
kelompok sebayanya dansecara fisik lebih lemah dibandingkan kebanyakan teman sebayanya
(Krahe, 2005). Sedangkan pelaku bullying biasanya kuat, dominan dan asertif dan biasanya
pelaku juga memperlihatkan perilaku agresif terhadap orang tua, guru, dan orang-orang
dewasa lainnya (Krahe, 2005). Sedangkan menurut olweus pelaku bullying biasanya kuat,
agresif, impulsive, menunjukan kebutuhan atau keinginan untuk mendominasi dan
memperlihatkan kekerasan (Berthold dan Hoover, 2000). Selain itu para pelaku bullying juga
biasanya kurang mendapatkan pengawasan orang dewasa saat dirumah, memiliki kebiasaan
meminum alkohol, merokok atau menghisap tembakau, berbuat curang saat ujian (mencontek)
dan membawa senjata saat ke sekolah (Berthold dan Hoover, 2000).
Di tempat-tempat pendidikan biasanya terdapat kontrol yang diciptakan untuk memberikan
siswanya pelajaran hukuman melakukan kesalahan. Kontrol yang diberikan ini memberikan
andil bagi terciptanya bullying. Secara tidak langsung bullying ini terjadi karena budaya
pendidikan yang telah ada di sebuah sekolah (Junn dan Boyatzis, 2004).
Faktor lain yang mempengaruhi terjadinya perilaku penindasan adalah kesalahan inidvidu
dalam memandang hukuman yang diberikan kepada siswa (Junn dan Boyatzis, 2004). Selain
itu bullying juga dipengaruhi oleh dukungan orang yang memiliki kekuatan dan otoritas (Junn
dan Boyatzis, 2004).
Menurut hasil penelitian Berthold dan Hoover (2000), faktor yang memicu terjadinya bullying
adalah tayangan yang diberikan televisi. Selain itu tingkatan status dalam sekolah juga menjadi
faktor resiko, contohnya IPDN.
8
Berdasarkan data yang telah ada, maka secara umum dapat disimpulkan faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya bullying ini adalah kebudayaan yang ada dalam sekolah, memiliki
orang yang berkuasa dan berpengaruh dan juga tontonan yang diberikan oleh televisi.
C. Pola Asuh
1. pola asuh
Kenny & Kenny (1991)menyatakan bahwa pola asuh merupakan segala sesuatu yang
dilakukan orang tua untuk membentuk perilaku anak-anak mereka meliputi semua peringatan
dan aturan, pengajaran dan perencanaan, contoh dan kasih sayang serta pujian dan hukuman.
Marcolm Hardy dan Steve Heyes mengemukakan empat jenis pola asuh yang dilakukan orang
tua dalam keluarga, yaitu :
-Autokratis (otoriter). Ditandai dengan adanya aturan-aturan yang kaku dari orang tua dan
kebebasan anak sangat di batasi.
-. Ditandai dengan adanya sikap terbuka antara orang tua dan anak.
-Permisif. Ditandai dengan adanya kebebasan tanpa batas pada anak untuk berprilaku sesuai
dengan keinginannya sendiri.
-Laissez faire. Ditandai dengan sikap acuh tak acuh orang tua terhadap anaknya. (Malcom dan
Steve. 1986: 131).
- Pola asuh Autokratis (otoriter) mempunyai karakteristik anak penakut, pendiam, tertutup,
tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas, dan
menarik Diri.
-Pola asuh Demokratis mempunyai karakteristik anak mandiri, dapat mengontrol diri,
mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat
terhadap hal-hal baru, dan kooperatif terhadap orang lain.
-Pola asuh permissif mempunyai karakteristik anak impulsive, agresif, tidak patuh, manja,
9
kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.
-pola asuh Laissez faire mempunyai karakteristik anak nakal yang manja, lemah, tergantung
dan bersifat kekanak-kanakan secara emosional.
Tinjauan pustaka
Menurut penelitian.(Ijtimaiyya: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam 10)bahwa
bentuk perilaku bullying yang dilakukan oleh pelaku adalah bullying secara fisik yaitu dalam
bentuk penyerangan yang dilakukan oleh senior terhadap juniornya. Pelaku melakukan
pelemahan terhdap korban, yaitu dengaan cara meyenggolkan tubuhnya kepada korban secara
bergantian. Bullying yang dilakukan oleh pelaku bermaksud untuk melemahkan korban,
korban sering kali adalah orang yang sama dan dianggap sebagai orang yang lemah dari
pelaku. Kadjian tersebut juga diakui guru BK, namun sedikit berbeda dengan uangkapan para
pelaku, menurut Subandi yang menyatakan bahwa kasus pengeroyokkan itu terjadi
dikerenakan sikap yang tidak mengenakkan dari korban, namun setelah ditelusuri ternyata
perlakuan pelaku kepada korban yang membuat korban merasa tidak nyaman.
Tindakan bullying disebabkan oleh pelaku pernah mengalami tindakan atau korban
bulling. Dari pengalaman buruk yang dialami tersebut menjadikannya agresif terhadap orang
lain. Perilaku agresif itu dilakukan untuk menunjukkan bahwa dirinya kuat, sehingga terkonsep
dalam fikirannya orang yang kuat tidak akan terkena bullying. Konsep fikiran tersebut
didapatkan dari pengalaman bullying yang ia dapatkan sebelumnya. Intinya pelaku bullying
melakukan tindakan bullying karena pelaku pernah mengalami kejadian tersebut. Fenomena
Bullying Siswa .... (Yuli Permatasari & Welhendri) berdasarkan Ijtimaiyya: Jurnal
Pengembangan Masyarakat Islam 10 (2) (2017)
Sedangkan penilitian kami mengacu pada pembullyan dalam media sosial seperti
komen,Vidio dan lain sebagainya. Di dalam pembullyan medsos ini sangat banyak dampak
negatif bagi korban bisa saja korban mengalami gangguan jiwa akibat komen komen dari
pembully, terkadang komenan itu sangat kejam sampai sampai membawa masalah keluarga
dan lain sebagainya. Terkadang komenan di medsos lebih kejam dan pedih di bandingkan
kontak fisik. Mengapa kami berkata demikian karena kalau pembullyan non fisik bisa
mengakibatkan luka luka dan cuma trauma sedangkan komenan di dunia medsos ini lebih ke
bawa perasaan sampai di pikirkan terus menerus.
10
1. Metode yang Digunakan:
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Fenomenologi, Abad ke-18 menjadi awal
digunakannya istilah fenomenologi sebagai nama teori tentang penampakan, yang menjadi
dasar pengetahuan empiris (penampakan yang diterima secara inderawi). Istilah
fenomenologi itu sendiri diperkenalkan oleh Johann Heinrich Lambert, pengikut Christian
Wolff.dengan demikian penelitian ini menggambarkan suatu keadaan dengan kata-
kata,meskipun fenomenologi bisa pula menghasilkan sebuah hipotesis untuk diuji lebih
lanjut. Selain itu, fenomenologi tidak diawali dan tidak memiliki tujuan untuk menguji
teori melalui suatu hipotesis
2. Subjek Penelitian (Populasi dan Sampel):
Populasi merupakan subjek atau objek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu
dan berada dalam wilayah generalisasi yang ditetapkan oleh peneliti yang kemudian
ditarik kesimpulannya Populasi yang di gunakan pada penelitian ini yaitu MAN 1 Kota
Bengkulu Tahun Ajaran 2022 /2023 Kelas XII IPS 3
Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi tersebut
(Sugiyono, 2017). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik random sampling,
yaitu teknik pengambilan sampel dimana semua individu dalam populasi baik secara
sendiri sendiri atau bersama sama diberi kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai
anggota sampel. Dalam penelitian ini, peneliti meneliti motif dari pelaku bullying kelas
XII IPS 3
11
berasal dari pelaku dan korban
Jadwal Penelitian
Bulan
Tahapan Jenis Kegiatan
Agus Sept Okto Dese
12
Menyusun konsep pelaksanaan
Persiapan Menyusun instrum
Seminar proposal
Mengambil data
Pelaksanaan Mengolah data penelitian
Menganalisis data
Menyusun hasil analisis
dalam bentuk laporan
Pelaporan
Menyusun laporan sesuai draft
Seminar hasil
Budhiarti, A. (2009). Intensitas terkena bullying ditinjau dari tipe kepribadian ekstrovert dan
introvert. Skripsi ( tidak diterbitkan). Surakarta: Fakultas Psikologi UMS.
Castellan, C. M. (2010). Quantitative and Qualitative Research: A View for Clarity.
International Journal of Education,
Stop Bullying: Memutus Mata Rantai Kekerasan Anak dari Prasekolah hingga SMU
(Terjemahan). Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta
Dayaskisni, T. dan Novalia. (2013). Perilaku Asertif dan Kecenderungan Menjadi Korban
Bullying. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 1 (1), 169-175
Depdikbud. (1999). Supervisi, Pelatihan Manajemen Pendidikan bagi Kepala Sekolah
Menengah Umum se-Indonesia di Surabaya. Jakarta : Depdikbud, Dirjen Pendidikan Dasar
dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Umum
Denzin, N. K., & Lincoln, Y. S. (2009). Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
13
Bab 4
A. Hasil penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang di laksanakan di madrasah ibtidaiyah negeri 1 kota
Bengkulu terutama di kelas 12 Ips 3, yang di rancang mulai bulan Juli dan di wawancarai bulan
November di dalam penelitian ini ada beberapa objek kami yaitu sebagai berikut
1. Haryati Putri
Menurut Haryati disini dia tidak pernah menjadi korban bullying di dalam kelas tetapi Haryati
secara tidak langsung melihat adanya pembulian di dalam kelas ini, Haryati juga berpendapat
bahwa motif perilaku bullying ini sangat merugikan banyak pihak salah satu nya korban bukan
hanya korban saja tetapi orang sekitar juga sering merasa terganggu akibat adanya pembullyan
ini, dan juga akibat pembullyan ini pasti sangat berdampak buruk bagi masa depan korban
karena ketakutan ataupun bisa dibilang trauma akan adanya pembullyan ini, saya sebagai teman
sekelas hanya bisa membantu melaporkan kepada guru dan memberi nasehat kepada pembully
alangkah baiknya pembullyan ini di hilangkan karena tidak ada manfaat baik yang terjadi akibat
pembullyan ini.
Bab 5
14
Kesimpulan : Bullying merupakan perilaku yang ilegal, negatif dan juga agresif yang ada di
dalam lingkungan sosial. Bullying memiliki perbedaan dengan perilaku agresif yang terlihat
dari perbedaan jangka watu, dimana bullying akan berkelanjutan sedangkan perilaku agresif
hanya satu kali kesempatan dengan waktu yang pendek. Pengaruh yang ditimbulkan ada dua
yaitu pengaruh jangka pendek dan juga jangka panjang. Bullying ini memiliki pengaruh hingga
dewasa dan perilaku ini merupakan manifestasi gaya hidup orang tuanya di masa kecil
seseorang. Perilaku ini sering terjadi akibat adanya isolasi yang dilakukan oleh teman-teman
sebaya. Bullying merupakan tindakan yang disengaja maupun tidak disengaja tetapi dengan
jelas menyebabkan ketidaknyamanan, penghinaan, kerugian, kejahatan dan penderitaan bagi
korban yang dapat menyebabkan lingkungan bekerja yang tidak menyenangkan dimana korban
sama sekali tidak menginginkan perlakuan tersebut
Saran : Jangan takut untuk melawan kepada orang yang membahayakan diri kita. Jangan
menjadi orang yang sok kuat atau sok menguasai karena itu tidak baik. Menjadi sosok yang
pendiam kadang tidak begitu baik karena seseorang bisa saja datang merisak kita.
.
Lembaran Observasi
Nama:
Tempat Pengamatan:
Tanggal Pengamatan:
Jumlah Yang Diamati:
No Pertanyaan Respon
SS S TS STS
15
1. Apakah perilaku bullying pada tahun ini sangat banyak terjadi?
Keterangan
SS= Sangat Setuju
S=Setuju
TS=Tidak Setuju
STS=Sangat Tidak Setuju
Wawancara
16