Anda di halaman 1dari 41

KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MARKAS BESAR

PEDOMAN PENGAWASAN PENYIDIKAN

( Naskah Sementara )

I. PENDAHULUAN

1. Umum

Kesempurnaan pelaksanaan tugas penyidikan


merupakan salah satu barometer profesionalisme
Polri, sehingga setiap penyidik Polri harus mampu
melaksanakan tugas penyidikan dengan profesional,
proporsional, menaati hukum materiil maupun formil.
Di sisi lain masyarakat semakin kritis, dan semakin
besar tuntutan terwujudnya supremasi hukum,
sehingga setiap kelemahan atau kekeliruan dalam
pelaksanaan penyidikan akan mendapatkan sorotan
tajam dari masyarakat.

Proses penyidikan perkara yang dilaksanakan oleh


penyidik Polri selama ini masih jauh dari harapan
masyarakat, ditandai dengan masih adanya komplain
atau pengaduan terhadap terjadinya penyalahgunaan
wewenang, keterlambatan penyelesaian perkara dan
sebagainya. Hal ini merupakan salah satu indikator
belum dapat diwujudkannya kepastian hukum dan
pelayanan Polri yang belum memenuhi harapan
masyarakat.

Seiring dengan masih kurangnya kepercayaan


masyarakat terhadap kinerja penyidik Polri, maka di
dalam Rancangan Undang-undang HAP timbul wacana
pembentukan Hakim Komisaris yang akan berfungsi
sebagai lembaga pengawasan proses penyidikan.

Dalam rangka mengantisipasi perkembangan


lingkungan strategis, Kapolri telah merumuskan
kebijakan dalam Grand Strategi 2005 - 2025 yang
terdiri dari tiga tahap untuk membangun citra Polri
yaitu tahap Trust Building (membangun kepercayaan
masyarakat), tahap Patnership (membangun
kemitraan dengan masyarakat), tahap Strive for
Excellence (pelayanan kepada masyarakat yang
unggul/prima).

Sebagai langkah penjabaran tahap Trust Building,


Bareskrim melakukan upaya membangun
kepercayaan masyarakat dengan melalui
meningkatkan pelayanan dan pembentukan
pengawasan internal dalam proses penyidikan.

Guna kelancaran pengawasan penyidikan diperlukan


pedoman pengawasan penyidikan agar dapat
menjamin terlaksananya proses pengawasan
penyidikan di seluruh jajaran Polri.

2
2. Dasar
a. Undang-undang No. 8 tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana.
b. Undang-undang No. 2 tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
c. Keputusan Kapolri No.Pol : Kep/22/VI/2004
tentang Perubahan atas Keputusan Kapolri No.
Kep/30/VI/2003 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Satuan-satuan Organisasi pada tingkat
Mabes Polri.
d. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia No.Pol : 15 tahun 2006 tentang Kode
Etik Profesi Penyidik Kepolisian Negara Republik
Indonesia tanggal 6 November 2006.
e. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia tentang Pedoman Penyidikan Tindak
Pidana.

3. Maksud dan Tujuan


a. Maksud

Maksud penyusunan buku Pedoman Pengawasan


Penyidikan ini adalah sebagai pedoman untuk
para Pengawas dan Penyidik Polri dalam
melaksanakan tugas pengawasan dan penyidikan
proses penyidikan tindak pidana.

b. Tujuan

Terwujudnya mekanisme pengawasan penyidikan


yang efektif di seluruh jajaran Polri, dan
mencegah terjadinya penyimpangan maupun

3
penyalahgunaan wewenang oleh para penyidik
dalam melaksanakan penyidikan.

4. Ruang Lingkup
Pedoman pengawasan penyidikan ini meliputi
petunjuk pelaksanaan pengawasan internal polri
terhadap proses penyidikan perkara yang dilakukan
oleh para penyidik sesuai dengan Undang-Undang
dan ketentuan yang berlaku dengan batas waktu yang
telah ditentukan.

5. Tata Urut

I. PENDAHULUAN
II. KONSEP PENGAWASAN PENYIDIKAN
III. KRITERIA TINGKAT KESULITAN PENYIDIKAN
IV. PENGAWASAN PENYIDIKAN PERKARA
V. HUBUNGAN TATA CARA KERJA
VI. PENERAPAN PENGHARGAAN DAN GANJARAN
VII. ADMINISTRASI
VIII. PENUTUP

6. Pengertian

a. Pengawas

Pengawas adalah pejabat Kepolisisn Negara


Republik Indonesia yang diberi tugas berdasarkan
Surat Keputusan/ Surat Perintah untuk
melakukan pengawasan proses penyidikan
perkara dari tingkat Markas Besar Polri sampai
dengan tingkat Polsek .

4
b. Pengawasan

Pengawasan adalah rangkaian kegiatan dan


tindakan pengawas dalam rangka
tercapainya proses penyidikan sesuai dengan
Undang – undang dan peraturan yang
berlaku serta menjamin proses
pelaksananan kegiatan penyidikan perkara
dilakukan secara profesional, proporsional
dan transparan.

c. Penyelidik

Penyelidik adalah pejabat Kepolisian Negara


Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh
Undang-undang untuk melakukan penyelidikan.

d. Penyelidikan

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan


penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu
peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut cara yang diatur dalam
Undang-undang.

e. Penyidik

Penyidik adalah Pejabat Kepolisian Negara


Republik Indonesia atau Pejabat Negeri Sipil

5
tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
Undang-Undang untuk melakukan penyidikan.

f. Penyidik Pembantu

Penyidik Pembantu adalah Pejabat Kepolisian


Negara Republik Indonesia yang karena diberi
wewenang tertentu dapat melakukan tugas
penyidikan yang diatur dalam undang-undang.
g. Atasan Penyidik

Atasan Penyidik adalah Pejabat Kepolisian Negara


Republik Indonesia yang secara struktur
berkedudukan sebagai atasan Penyidik.

h. Batasan Waktu Penyelidikan

Untuk menentukan batas waktu penyelidikan


suatu peristiwa merupakan tindak pidana atau
bukan adalah sebagai berikut :
1) kelompok perkara : korupsi; money laudring;
cyber crime; illegal fishing; illegal mining;
illegal logging; traficking in person dan HAKI
batas waktu penyelidikan maksimal 30 hari.
2) untuk perkara-perkara selain tersebut pada
angka 1) diatas, batas waktu penyelidikan
maksimal 14 hari.

i. Batasan Waktu Penyidikan

Tenggang waktu yang diberikan kepada penyidik


untuk menyelesaikan suatu perkara yang disidik,

6
dihitung mulai dari saat dimulainya penyidikan
(ketika penyidik telah menerima surat perintah
penyidikan) sampai penyerahan berkas perkara
kepada Jaksa Penuntut Umum pada Tahap I.

j. Surat Perintah Peyelidikan

Adalah Surat Perintah yang dikeluarkan oleh


atasan penyidik kepada Penyidik/penyidik
pembantu yang namanya tercantum dalam Surat
Perintah Penyelidikan, untuk melakukan
rangkaian kegiatan penyelidikan setelah
menerima Laporan Polisi Model B.

k. Surat Perintah Penyidikan

Adalah Surat Perintah yang dikeluarkan oleh


Atasan Penyidik kepada Penyidik/Penyidik
Pembantu yang namanya tercantum dalam Surat
Perintah Penyidikan, setelah adanya kesimpulan
dari gelar/evaluasi hasil penyelidikan bahwa telah
terjadi tindak pidana.

l. Laporan Polisi

1) Laporan Polisi model A

Adalah laporan polisi yang dibuat oleh


petugas Polri yang menemukan suatu tindak
pidana, atau merupakan hasil penyelidikan
petugas Polri yang bersangkutan telah terjadi
tindak pidana.

7
2) Laporan Polisi model B

Adalah laporan tertulis yang dibuat oleh


petugas Polri tentang adanya suatu peristiwa
yang diduga tindak pidana melalui
pemberitahuan yang disampaikan oleh
seseorang karena hak atau kewajibannya
berdasarkan Undang-undang.

m.

8
n. Lembaga lain

Yang dimaksud dengan lembaga lain adalah


lembaga/insitusi pemerintah maupun non
pemerintah dalam negeri/luar negeri yang terkait
dengan perkara yang sedang diproses.

o. Keterangan Ahli

Keterangan Ahli adalah keterangan yang


diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian
khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana.

p. Petunjuk

Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau


keadaan yang karena persesuaiannya, baik antara
yang satu dengan yang lain, maupun dengan
tindak pidana itu sendiri, yang dapat dijadikan
bahan pembuktian tentang terjadinya suatu
tindak pidana.

q. Barang Bukti

Barang bukti adalah barang-barang baik yang


berwujud, bergerak atau tidak bergerak yang
dapat dijadikan alat bukti dan fungsinya untuk
diperlihatkan kepada Terdakwa ataupun Saksi
dipersidangan guna mempertebal keyakinan
Hakim menentukan kesalahan Terdakwa.

r.

9
s. Tersangka

Tersangka adalah seseorang yang karena


perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan
bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku
tindak pidana.

t. Saksi

Saksi adalah orang yang dapat memberikan


keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara
pidana yang didengar, dilihat dan atau dialami
sendiri.

u. Tempat Kejadian Perkara

Tempat Kejadian Perkara adalah tempat dimana


suatu tindak pidana dilakukan/terjadi dan tempat-
tempat lain dimana tersangka dan atau korban
dan atau bukti-bukti yang berhubungan dengan
tindak pidana tersebut dapat ditemukan.

II. KONSEPSI PENGAWASAN PENYIDIKAN

Pokok-pokok penyelenggaraan pengawasan penyidikan


meliputi aspek-aspek yang perlu dipertimbangkan dalam
pengawasan penyidikan, prinsip-prinsip pelaksanaan
pengawasan, sasaran pengawasan, standar penyidikan,
dan mekanisme pengawasan penyidikan.

10
7. Aspek-aspek yang harus dipertimbangkan dalam
pelaksanaan pengawasan penyidikan adalah:

a. Tingkat kesulitan penyidikan.

b. Keakuratan penerapan hukum (HAP, UU Pidana)

c. Kecepatan penyelesaian perkara.

d. Kualitas pelayanan Polri.

8. Prinsip-prinsip pelaksanaan pengawasasan


penyidikan:

a. Membantu kelancaran penyidikan melalui


pencegahan terjadinya hambatan akibat
kesalahan tindakan penyidik.

b. Meningkatkan hasil penyidikan dinilai dari aspek


penegakan maupun pelayanan Polri.

c. Menghindari terjadinya pemajangan rantai


birokrasi yang dapat menyulitkan penyidik
ataupun para pihak yang berkepentingan
(korban, saksi, tersangka).

d. Menjamin prinsip transparansi dan akuntabilitas


kinerja penyidik.

9. Metode pengawasan penyidikan:

a. Monitoring/pemantauan/ pengamatan.

11
b. Eksaminasi/ Penelitian dan penilaian keabsahan
dan ketelitian administrasi penyidikan.

c. Supervisi, bimbingan dan koreksi langsung


kepada penyidik.

d. Anev dan saran tindak kepada atasan penyidik.

III. KRITERIA TINGKAT KESULITAN PENYIDIKAN

Untuk dapat menentukan tingkat kesulitan dalam suatu


proses penyidikan perkara, sangat tergantung kepada
beberapa aspek yang berkaitan dengan pembuktian
perkara antara lain; saksi, surat, petunjuk, ahli, tersangka,
TKP, barang bukti, alsus Polri sebagai pendukung,
peranan lembaga lain.

10. Tingkat Kesulitan Penyidikan:

a. Ukuran tingkat kesulitan penyidikan ditentukan


dengan menilai aspek kesulitan dalam rangka
mendapatkan alat pembuktian perkara seperti:
saksi, barang bukti (surat, petunjuk), ahli,
terangka.

b. Penggolongan penyidikan menurut tingkat


kesulitan:

1) Tingkat Kesulitan Penyidikan Mudah

2) Tingkat Kesulitan Penyidikan Sedang

3) Tingkat Kesulitan Penyidikan Sulit

12
4) Tingkat Kesulitan Penyidikan Sangat Sulit

c. Kriteria untuk menentukan keempat tingkatan


kesulitan tersebut dapat dililihat dalam
Matrik KriteriaTingkat Kesulitan Penyidikan
(Lampiran A)

d. Batasan waktu penyidikan menurut Tingkat


Kesulitan:

1) Penyidikan Mudah maksimal 30 hari

2) Penyidikan Sedang maksimal 60 hari

3) Penyidikan Sulit maksimal 90 hari

4) Penyidikan Sangat Sulit maksimal 120 hari

11. Mekanisme penentuan Kriteria Kesulitan Penyidikan.

a. Proses terhadap Laporan Polisi atau Pengaduan


dari masyarakat (LP Model B):

1) Seterimanya LP, penyidik melakukan


penyelidikan dan melaporkan hasilnya
kepada atasan penyidik.

2) Atasan penyidik memimpin “gelar hasil


penyelidikan” guna menentukan dapat
tidaknya hasil penyelidikan ditingkatkan
untuk proses penyidikan.

13
3) Dalam hal disimpulkan bahwa telah terjadi
tindak pidana, selanjutnya atasan penyidik
menentukan klasifikasi kesulitan penyidikan
perkara (mudah, sedang, sulit dan sangat
sulit).

4) Berdasarkan keputusan gelar hasil


penyelidikan, selanjutnya atasan penyidik
segera menerbitkan Surat Perintah
Penyidikan dan batasan waktu proses
penyidikan, sesuai tingkat kesulitan
penyidikan

5) Perkara pidana tersebut segera dicatat


kedalam buku register perkara (buku B2).

b. Khusus untuk Laporan Polisi Model A (yang


ditemukan oleh anggota Polri/hasil penyelidikan)
dapat segera ditingkatkan ke proses penyidikan
dan atasan penyidik segera membuat surat
perintah penyidikan.

12. Pejabat penentu Kriteria Kesulitan Penyidikan.

a. Pejabat Pengambil Keputusan Tingkat Kesulitan


Perkara dengan batasan waktu penyelesaian dan
Penandatangan Surat Perintah penyidikan adalah
atasan penyidik.

b. Pejabat yang berwenang untuk butir 1):

1) Tingkat Polsek adalah Kapolsek

14
2) Tingkat Polres/Ta/Tabes/ Wiltabes adalah
Kasat Reskrim / Narkoba

3) Tingkat Polwil adalah Kasubbag Reskrim

4) Tingkat Polda adalah Direktur Reskrim/


Narkoba/ Ka Den 88

5) Tingkat Mabes adalah Para Dir/Ka Den 88

IV. PENGAWASAN PENYIDIKAN PERKARA

13. Petugas yang melaksanakan Pengawasan

Petugas pengawas penyidikan perkara ditempatkan


secara terstruktur pada setiap Satker yang
menangani proses penyidikan perkara mulai dari
tingkat Markas Besar Polri sampai dengan tingkat
Polres dan Polsek pada Jajaran Polda Metro Jaya

a. Kedudukan Petugas Pengawas .

Petugas pengawas penyidikan perkara terdiri


dari Pengawas yang berkedudukan sesuai
dengan tingkatan satker sebagai berikut:

1) Pengawas tingkat Markas Besar Polri


terdiri dari dua unsur :

a) Pengawas yang berkedudukan Pada


Biro Analisis Bareskrim Polri ,setingkat
dengan Kepala Unit Direktorat ,
bertanggung jawab langgsung kepada

15
Kabareskrim Polri melalui Kepala Biro
Analisis.

b) Pengawas yang berkedudukan


dibawah Direktur I,II,III,IV ,V
Bareskrim dan Kaden 88/AT, setingkat
dengan Kapala Unit Direktorat /Kaden
bertanggung jawab kepada
Direktur/Kaden.

2) Pengawas pada tingkat Polda:

a) Berkedudukan dibawah Direktur


Reskrim, Direktur Reskrim Umum,
Direktur Reskrim Khusus, Direktur
Narkoba dan Kepala Detasemen 88
Anti Teror, setingkat dengan Kasat.

b) Bertanggung jawab kepada Direktur


Reskrim, Direktur Reskrim Umum,
Direktur Reskrim Khusus, Direktur
Narkoba dan Kepala Detasemen 88
Anti Teror.

3) Pengawas pada tingkat Tingkat Polwil


Tabes berkedudukan dibawah Kasat
Reskrim/ Kasat Narkoba setingkat
dengan Kepala Unit dan bertanggung
jawab kepada Kasat Reskrim/Kasat
Narkoba.

4) Pengawas pada tingkat Tingkat Polwil,


berkedudukan dibawah Kasubbag

16
Reskrim/Narkoba, setingkat dengan
Kepala Unit dan bertanggung jawab
kepada Kasubbag Reskrim/Narkoba.

5) Pengawas pada tingkat Poltabes, Polres


Metro, Polres/ta :

Berkedudukan dibawah Kasat Reskrim/


Kasat Narkoba setingkat dengan Kepala
unit dan bertanggung jawab kepada Kasat
Reskrim/Kasat Narkoba.

6) Pengawas pada tingkat Posek Jajaran


Polda Metro Jaya.

Berkedudukan dibawah Ka Unit Reskrim,


setingkat dengan Kasub Unit dan
bertanggung jawab kepada Ka Unit
Reskrim.

14. Persyaratan untuk menjadi Personil Pengawas

Untuk menjadi pengawas dimasing-masing tingkatan


kesatuan, ditentukan berdasarkan kepangkatan dan
pengalaman tugas :

a. Tingkat Markas Besar Polri.

1) Kepangkatan
Kepangkatan pengawas penyidikan
adalah: Berpangkat Komisaris Besar
Polisi ( KBP )

17
2) Pengalaman tugas di fungsi Reserse
Kriminal:
a) Pernah menjabat sebagai Direktur
Reskrim / Narkoba / Kaden 88 di
kewilayahan atau Ka Unit / Penyidik
Utama pada Bareskrim.

b) Pernah bertugas sebagai penyidik


minimal selama 5 (lima) tahun.

c) Tidak pernah dihukum karena cacat


dalam melaksanakan tugas sebagai
Penyidik.

b. Tingkat Polda :

1) Kepangkatan

Kepangkatan pengawas penyidikan adalah


Ajun Komisaris Besar Polisi ( AKBP ) ,
setidaknya setara dengan kepangkatan
Kasat pada masing-masing direktorat.

2) Pengalaman tugas di fungsi Reserse


Kriminal :

a) Pernah menjadi Kasat Reskrim /


Narkoba di kewilayahan atau Penyidik
Madya pada Bareskrim Polri atau
jabatan lain yang setingkat pada
fungsi Reskrim (Dir/wadir pada type
polda yang lebih rendah).

18
b) Pernah bertugas menjadi Penyidik
minimal selama 4 (empat) tahun.

c) Tidak pernah dihukum karena cacat


dalam pelaksanaan tugas sebagai
Penyidik.

c. Tingkat Polwil tabes / Poltabes / Polres Metro

1) Kepangkatan

Kepangkatan pengawas penyidikan


berpangkat Komisaris Polisi (Kompol )
atau setidaknya setara dengan
kepangkatan para Kepala Unit.

2) Pengalaman tugas di fungsi Reserse


Kriminal:

a) Pernah menjadi Kasat Reskrim /


Narkoba di kewilayahan atau
Penyidik muda pada Bareskrim Polri.

b) Pernah bertugas menjadi Penyidik


minimal selama 4 (empat) tahun.

c) Tidak pernah dihukum karena cacat


dalam pelaksanaan tugas sebagai
Penyidik.

d. Tingkat Polwil

1) Kepangkatan

19
Kepangkatan pengawas penyidikan
berpangkat Ajun Komisaris Polisi ( AKP )
atau setidaknya setara dengan
kepangkatan para Kepala Unit.

2) Pengalaman tugas di fungsi Reserse


Kriminal:

a) Pernah menjadi Kasat Reskrim /


Narkoba di kewilayahan .

b) Pernah bertugas menjadi Penyidik


selama minimal 3 (tiga) tahun.

c) Tidak pernah dihukum karena cacat


dalam pelaksanaan.

e. Polres / Ta / Kpp3 Tanjung Periuk / KPP3


Tanjung Perak/
1) Kepangkatan

Kepangkatan pengawas penyidikan


berpangkat Inspektur Satu Polisi ( IPTU )
atau setidaknya setara dengan
kepangkatan para Kepala Unit.

2) Pengalaman tugas di fungsi Reserse


Kriminal:

a) Pernah menjadi Ka Unit Reskrim /


Narkoba di kewilayahan
b) Pernah bertugas menjadi Penyidik
selama minimal 2 (dua) tahun.

20
c) Tidak pernah dihukum karena cacat
dalam pelaksanaan tugas sebagai
Penyidik.

f. Polsek pada Jajaran Polda Metro Jaya.

1) Kepangkatan

Kepangkatan pengawas penyidikan


berpangkat Inspektur Dua Polisi ( IPDA )
atau setidaknya setara dengan
kepangkatan para Kepala Sub Unit.

2) Pengalaman tugas di fungsi Reserse


Kriminal:

a) Pernah menjadi Ka Sub Unit Reskrim


/ Narkoba di kewilayahan
b) Pernah bertugas menjadi Penyidik
selama minimal 1 ( satu) tahun.
c) Tidak pernah dihukum karena cacat
dalam pelaksanaan tugas sebagai
Penyidi

15. Tugas dan Wewenang Pengawas

a. Tugas :

1) Pengawas yang bertanggung jawab


langsung kepada Kabareskrim Polri
bertugas :

21
a) Atas Perintah Kabareskrim
melakukan supervisi kepada
pengawas penyidikan di tingkat
Direktorat/Den 88 Bareskrim Polri
sampai kepada pengawas
penyidikan pada tingkat
Polres/ta.

b) Memberikan saran pertimbangan


kepada Kabareskrim Polri terkait
dengan hasil supervisi tersebut
butir a) diatas.

2) Pengawas pada tingkat Direktorat/Den


88 Bareskrim Polri dan kewilayahan,
bertugas melakukan pengawasan
penyidikan dengan cara memonitor,
mengamati, mengoreksi hal-hal yang
bersifat formal/tehnis, memberi saran,
mengevaluasi dan membuat laporan.

b. Wewenang :

Pengawas yang telah ditugaskan dengan surat


perintah Pengawasan , berwenang memanggil
penyidik terkait dengan proses penyidikan
perkara yang diawasinya, untuk :

1) Melakukan supervisi
2) Memberikanasistensi/bimbingan/arahan
3) Melakukan Klarifikasi
4) Melakukan Koresksi
5) Melakukan pencatatan dan Pelapora.

22
16. Fungsi Pengawas

Pengawas menyelenggarakan fungsi, membantu


atasan penyidik dalam melaksanakan pengawasan
dan memberikan rekomendasi / laporan mengenai
hasil pengawasannya sebagai bahan pengambilan
keputusan dan atau kebijakan untuk melakukan
perbaikan.

17. Sasaran Pengawasan

a. Pengawasan penerapan hukum dalam proses

penyidikan meliputi:

1) Penelitian/ eksaminasi administrasi


penyidikan.

a) Meneliti surat panggilan,


penangkapan, penggledahan,
penyitaan, penahanan dsb. Sasaran
penelitian Administrasi Penyidikan
antara lain:

(1) Dasar hukum yang digunakan


dalam menerbitkan suatu surat,
laporan atau kegiatan
administrasi lainnya.

(2) Menentukan identitas seseorang


atau badan hukum yang menjadi
obyek perkara.

23
(3) Penulisan kata, kalimat, nama,
alamat, tanggal, nomer surat dan
ketentuan perundang-undangan
atau peraturan yang menjadi
dasar.

(4) Penyusunan dan kelengkapan


berkas perkara.

b) Penelitian bukti permulaan untuk dasar


penangkapan, penggeledahan,
penyitaaan dan tindakan kepolisian
lainnya sesuai perundang-undangan
peraturan yang berlaku

c) Penelitian Bukti yang cukup (aspek


legalitas) dan aspek kepatutan untuk
penerapan penahanan dsb.

2) Pengamatan tindakan penyidik di


lapangan ditujukan terhadap:

a) Penerapan teknik penangkapan,


geledah, penyitaan, penahanan,
pemeriksaan dsb.

b) Proporsionalitas/ kewajaran tindakan


yang diterapkan (agar tidak berlebihan
atau sebaliknya agar tidak ragu-ragu).

c) Teknik membawa, mengawal,


memperlakukan tersangka, termasuk
terhadap korban dan para saksi.

24
3) Supervisi hasil penindakan/penyidikan
dilakukan terhadap:

a) Teknik penanganan barang bukti yang


meliputi ; pengambilan, pengamanan,
pembungkusan, penyegelan,
pengangkutan, penyimpanan,
pemeriksaan ke labfor, penyisihan,
pelelangan dan tindakan lain sesuai
atauran yang berlaku dalam
penanganan barang bukti.

b) Hasil pemeriksaan dan pemberkasan


dengan sasaran utama penerapan
pasal, kelengkapan alat bukti.

c) Kondisi tahanan.

4) Gelar Perkara dilakukan pada tahap awal,


pertengahan sampai pada tahap akhir
penanganan perkara:

a) Gelar awal:

Untuk penanganan perkara yang


berupa sengketa harta benda
(misalnya penipuan, sengketa tanah
dsb) perlu dilakukan gelar awal
sebagai sarana mediasi untuk
mempertemukan pihak pelapor,

25
terlapor dan penyidik guna
meyakinkan adanya unsur pidana.

b) Gelar Perkara pertengahan:

Dilaksanakan dengan melibatkan


penyidik, perwakilan fungsi lain,
instansi terkait, saksi ahli, bila perlu
JPU, boleh juga pihak pelapor dan
terlapor, dengan sasaran:

(1) Ketepatan penerapan pasal.


(2) Kelengkapan bukti.
(3) Mencari solusi terhadap
hambatan penyidikan
(4) Mengoreksi kekeliruan.
(5) Menghadapi praperadilan

c) Gelar perkara akhir

Diselenggarakan untuk
penyempurnaan Berkas perkara
dengan melibatkan penyidik, atasan
penyidik, fungsi lain, instansi terkait,
JPU dengan sasaran utama:

(1) Ketepatan penerapan pasal.


(2) Kelengkapan bukti.
(3) Kelengkapan berkas perkara,

5) Analisa dan Evaluasi serta saran tindak


kepada Atasan Penyidik

26
a) Dalam hal pejabat pengawas
menemukan suatu kekeliruan tindakan
penyidik yang sifatnya dapat segera
dikoreksi, maka Pengawas dapat
secara langsung memberikan
bimbingan/ arahan atau petunjuk
sebagai saran perbaikan/ koreksi.

b) Dalam hal Pengawas menemukan


kekeliruan atau penyimpangan yang
sifatnya tidak dapat dikoreksi secara
langsung, maka pengawas penyidik
dapat melakukan analisa dan evaluasi
serta memberikan saran tindak kepada
atasan penyidik.

b. Pengawasan kecepatan penyelesaian perkara:


Penyelenggaraan pengawasan terhadap
kecepatan penyelesaian perkara dapat
dibedakan terhadap perkara yang biasa dan luar
biasa
1) Pengawasan Perkara biasa:

a) Meliputi pengawasan perkara yang


sederhana pembuktiannya (misalnya
tidak memerlukan saksi ahli,
pemeriksaan labfor dsb)

b) Pengawasan ditujukan kepada disiplin


pencapaian target tindakan tahap demi
tahap sesuai dengan rencana
penyidikan yang telah disusun
penyidik.

27
2) Pengawasan Perkara luar biasa:

a) Meliputi perkara atensi/ sulit/ nasional/


internasional.

b) Pengawasan dilaksanakan secara


khusus yang ditujukan kepada proses
penyelesaian setiap permasalahan
atau kendala yang timbul dalam dalam
proses penyidikan sesuai dengan
spesifikasi perkara yang disidik.

3) Pengawasan pada proses penyelidikan


meliputi:

a) Penelitian pembuatan LP.

b) Pengendalian, pengawasan dan


bimbingan/ arahan agar tindakan
penyelidikan di lapangan tidak
melakukan upaya paksa.

c) Proses penghentian penyelidikan


dalam hal hasil penyelidikan tidak
mendapatkan bukti atau petunjuk
telah terjadi tindak pidana.

4) Pengawasan pada Tahap perencanaan


penyidikan dengan sasaran:

a) Eksaminasi surat panggilan,


penangkapan, penahanan,
penggledahan, penyitaan dsb.

28
b) Chek bukti permulaan untuk dasar
melakukan upaya paksa.

c) Chek Rencana penyidikan dengan


target waktu termasuk alokasi
anggaran (contoh terlampir).

5) Pengawasan pada Tahap pelaksanaan


penyidikan dengan sasaran:

a) Pencapaian hasil kegiatan tahap demi


tahap sesuai dengan batas waktu
penyidikan, yang telah direncanakan,
melalui laporan periodik dari penyidik
atau sidak/insidentil.

b) Mengawasi pelaksanaan koordinasi


dengan pihak-pihak yang terkait
dengan proses penyidikan (visum,
labfor, ahli, JPU, dll.

c) Meneliti ketersediaan sarana dan


prasarana dan anggaran penyidikan.

d) Chek hambatan dalam penyidikan dan


mencari solusinya (hambatan teknis,
kemampuan penyidik, back-up dsb)

c. Pengawasan kualitas pelayanan

1). Kriteria pelayanan Polri di bidang reserse:

Pelaksanaan penyidikan disamping


merupakan wujud dari fungsi penegakan

29
hukum, juga merupakan salah satu bentuk
perlindungan, pengayoman dan pelayanan
Polri kepada masayarakat.

Bentuk-bentuk perlindungan, pengayoman


dan pelayanan Polri , yang dapat
dilakukan dalam tugas penyidikan antara
lain:

a) Perlindungan HAM (perlakuan yang


sama dalam hukum, perlakuan yang
manusiawi dsb) .

b) Perlakuan yang ramah.

c) Pelayanan kepentingan tersangka,


korbandan saksi (pemulihan kerugian).

Dengan demikian pengawasan penyidikan


yang ditujukan untuk meningkatkan mutu
pelayanan Polri sasarannya adalah
pengawasan terhadap perilaku para
penyidik dalam menjalankan tugas
penyidikan.

2) Kewajiban penyidik yang menjadi sasaran


pengawasan penyidikan:

a) Mematuhi norma hukum.

b) Menghargai norma agama, kesusilaan,


kesopanan serta kemanusiaan.

30
c) Menaati ketentuan dan prosedur
penyidikan.

d) Bertindak dalam batas kewenangannya

e) Bertindak independen, tidak berpihak,


dan tidak terpengaruh dari pihak
manapun.

f) Bertindak jujur, adil dan tanpa pamrih,


tulus dalam melaksanakan tugasnya.

g) Menjunjung tinggi dan menghormati


HAM:

(1) Menghormati harkat dan


martabat manusia;

(2) Menjunjung tinggi prinsip-prinsip


kebebasan dan kesamaan;

h) Menghindarkan diri dari perbuatan


tercela dan menjunjung tinggi nilai
kejujuran, kebenaran dan keadilan;

i) Tidak melakukan perbuata tercela


yang dapat merusak kehormatan diri
dan citra Polri dengan senantiasa :

j) Bersikap transparan:

(1) Memberikan keterangan yang


benar dan tidak menyesatkan.

31
(2) Menginformasikan
perkembangan penanganan
perkara kepada pelapor dan
tersangka, baik diminta ataupun
tidak diminta.

3) Larangan penyidik yang menjadi sasaran


pengawasan penyidikan:

a) Menolak laporan/ pengaduan


masyarakat.

b) Menyebarkan berita yang belum atau


tidak dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya.

c) Memberikan perintah/ arahan yang


bertentangan dengan ketentuan dan
prosedur peraturan perundang-
undangan.

d) Menyalahgunakan wewenang.

e) Meminta imbalan.

f) Memanipulasi/ memutar balikkan


perkara.

g) Menggelapkan, menjual,
menggunakan barang bukti untuk
kepentingan diri sendiri.

h) Menelantarkan saksi/ tersangka.

32
i) Menganiaya/ meneror/ tindakan
kekerasan terhadap tersangka, saksi
atau korban.

j) Memalsukan hasil pemeriksaan.

k) Menelantarkan perkara.

l) Memeras saksi, korban dan tersangka.

18. Hal-hal yang harus diperhatikan

a. Proses penentuan Tingkat Kesulitan Penyidikan :

1) Atasan Penyidik selaku pengambil


keputusan dalam menentukan tingkat
kesulitan penyidikan dengan batasan
waktu yang telah ditentukan harus secara
rasional dan obyektif dengan
mempertimbangkan kemampuan Penyidik,
beban tugas yang sedang ditangani
penyidik dan karakteristik wilayah
setempat.

2) Atasan Penyidik dan Pengawas Penyidik


yang ditunjuk harus senantiasa mengikti
perkembangan perkara.

b. Apabila batasan waktu yang ditentukan tidak


tercapai, maka perlu dilakukan evaluasi melalui
mekanisme gelar perkara yang dihadiri oleh
seluruh penyidik/penyidik pembantu, Pengawas

33
Penyidik dan Atasan Penyidik untuk mengetahui
hambatan/kendala yang dihadapi oleh petugas
yang menangani perkara.

1) Keputusan gelar harus menentukan


apakah keterlambatan penyelesaian
perkara merupakan kelalaian petugas
yang menangani perkara atau karena
factor lain yang diluar kemampuan
penyidik.

2) Bila keterlambatan penyelesain perkara


merupakan kelalaian petugas maka
penyidik perkara yang bersangkutan
diganti dan menjadi catatan bagi
pengembangan karier penyidik yang
bersangkutan, bila keterlambatan diluar
kemampuan petugas, maka perlu
diberikan perpanjangan waktu dan atau
penambahan perkuatan, ditarik ke
kesatuan atas.

3) Bagi petugas yang berhasil menepati


waktu penyidikan yang ditentukan maka
dicatat sebagai prestasi yang perlu
dipertimbangkan untuk pengembangan
karier yang bersangkutan.

c. Setiap petugas penyidik/penyidik pembantu


melaksanakan kegiatan penyelidikan/ penyidikan
yang diperintahkan atasannya, wajib membuat
produk perencanaan dan laporan secara tertulis
sebagai berikut:

34
1) Rencana penyelidikan.

2) Rencana penyidikan.

3) Laporan pelaksanaan tugas penyelidikan.

4) Laporan pelaksanaan tugas penyidikan baik


secara periodik/insidentil maupun laporan
akhir.

d. Rencana penyelidikan / penyidikan dan laporan


pelaksanaan tugas digunakan sebagai bahan
panduan bagi penyelidik / penyidik dalam
melaksanakan tugas dan sebagai alat kontrol
bagi atasan / pengawas penyidik.

e. Keberhasilan pelaksanaan tugas penyidikan


perkara dengan batas waktu yang ditentukan,
sangat tergantung kepada komitmen dan
konsistensi serta peran pengawas / pengendali
untuk meningkatkan kinerja penyidik.

V. HUBUNGAN TATA CARA KERJA

19. Pengawas dengan atasan penyidik

a. Dalam melaksanakan tugasnya Pengawas


memerima surat perintah tugas dari atasan
penyidik terhadap perkara yang diawasinya.

b. Pengawas melaporkan kepada atasan penyidik


hasil temuan dalam proses penyidikan baik yang

35
bersifat hambatan maupun yang bersifat
penyalahgunaan wewenang dan hal-hal lain
yang terkait dengan prilaku penyidik.

c. Pengawas memberikan rekomendasi/saran


kepada atasan penyidik sehubungan dengan
temuan tersebut point dua diatas.

d. Dalam pelaksanaan tugasnya pengawas


bertanggung jawab kepada atasan penyidik.

20. Pengawas dengan Penyidik.

a. Pengawas dalam melakukan pengawasan


terhadap penyidik setelah menerima surat
perintah tugas dari atasan penyidik.

b. Penyidik dapat mengajukan keberatan terhadap


kegiatan pengawasan diluar sasaran
pengawasan.

21. Pengawas dengan Pengawas kesatuan lebih tinggi

a. Hubungan pengawas dengan pengawas dari


kesatuan yang lebih tinggi bersifat koordinatif.

b. Pengawas dapat meminta pendapat/saran


kepada pengawas dari kesatuan lebih tinggi
dalam hal ditemukan permasalahan yang tidak
bisa diselesaikan antara pengawas dengan
penyidik dan atasan penyidik.

36
c. Saran dari pengawas kesatuan yang lebih tinggi
tersebut butir dua diatas sifatnya tidak
mengikat.

22. Pengawas dengan Unsur Propam

Apabila diduga terjadi penyimpangan/


penyalahgunaan wewenang yang dilakukan penyidik
dalam proses penyidikan, Unsur Propam terlebih
dahulu melakukan koordinasi dengan pengawas
penyidik sebelum melakukan pemeriksaan terhadap
penyidik yang bersangkutan.

23. Pengawas dengan Unsur Inspektorat dan


Pengawasan Umum

a. Lingkup pekerjaan pengawas merupakan salah


satu objek Wasrik yang dilakukan oleh Unsur
Inspektorat dan pengawasan.

b. Pengawas bertanggung jawab terhadap temuan


Wasrik sepanjang temuan tersebut berkaitan
dengan proses penyidikan yang sedang diawasi.

24. Pengawas dengan Unsur Binkum .

Pengawas dapat langsung berkoordinasi dan


berdiskusi dengan unsur binkum pada setiap tingkat
satuan kerja guna mendapatkan saran/pendapat/
bantuan hukum terkait dengan perkara yang sedang
ditangani /diawasi.

37
VI. PENERAPAN PENGHARGAAN DAN GANJARAN.

25. Penerapan sistem penghargaan dan ganjaran.

Penyelenggaraan pengawasan penyidikan tidak


sekedar mencari kekeliruan untuk penerapan sangsi
hukuman melainkan lebih dititik beratkan kepada
upaya peningkatan kelancaran pelaksanaan
penyidikan.

Untuk menjamin efektivitas pengawasan perlu


diterapkan sistem penghargaan bagi yang berprestasi
dan sanksi hukuman bagi yang melakukan
pelanggaran.

26. Penghargaan:

a. Kepada para penyidik yang berprestasi wajib


diberikan penghargaan berupa:

1) Promosi jabatan, pendidikan dsb


2) Intsentif untuk peningkatan kesejahteraan.
3) Perioritas penugassan khusus

b. Kriteria prestasi penyidik antara lain:

1) Kecepatan menyelesaikan perkara.


2) Keakuratan penerapan hukum.
3) berhasilan proses penyelesaian perkara bukan
hanya sampai pada tahap P 21.

38
27. Ganjaran/ sanksi hukuman:

Penjatuhan sangsi hukum kepada pelanggaran harus


disesuaikan dengan bobot kesalahan penyidik yang
melanggar dan proses penjatuhan ganjaran harus
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku:

a. Bagi pelanggaran yang ringan sifatnya dan


bukan karena unsur kesengajaan, maka dapat
diberikan sangsi berupa:

1) Tegoran lisan atau tertulis.

2) Pemberian petunjuk/ arahan/koreksi.

b. Bagi pelanggaran yang disengaja, maka dapat


diberikan sangsi berupa:

1) Sangsi yang lebih keras sesuai hukum


yang berlaku.

2) “Grounded”/ larangan menjalankan


penyidikan.

3) Mutasi dari lingkungan fungsi penyidikan.

39
VII. ADMINISTRASI

28. Penyelenggaraan administrasi penyidikan tindak


pidana dan pengawasan penyidikan, berpedoman
pada ketentuan administrasi penyidikan
sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala
Kepolisian Republik Indonesia tentang Pedoman
Penyidikan Tindak Pidana.

29. Penyelenggaraan Administrasi lainnya yang tidak


diatur dalam administrasi Penyidikan berpedoman
pada administrasi umum yang berlaku dilingkungan
Polri.

40
VIII PENUTUP

30. Buku Pedoman pengawas penyidikan ini


disusun untuk digunakan sebagai Pedoman bagi
Pengawas Penyidikan, Penyidik dan Atasan
Penyidik dalam melaksanakan rangkaian kegiatan
pengawasan.

31. Hal hal yang belum diatur dalam buku Buku


Pedoman pengawas penyidikan ini akan
ditentukan dan diatur kemudian.

32. Buku Pedoman ini berlaku sejak tanggal 01 Januari


2008.

41

Anda mungkin juga menyukai