Anda di halaman 1dari 6

‍Naskah Drama Kegiatan Ekstrakurikuler

PATAH

Laras adalah seorang anak brokenhome yang kehilangan kepercayaan akan kedua
orangtuanya. Dia merasa setelah perceraian orangtuanya, ayah dan ibunya tak pernah peduli
padanya lagi dan juga kepada adiknya, Saras yang masih kelas 1 SMP. Menurutnya, ikatan darah
yang disulam oleh ayah dan ibunya seharusnya bisa menjadi sutra yang paling lembut di dunia.
Namun kini, sutrah itu telah menjadi seonggok kain yang tidak berharga lagi.

Laras sangat membenci ibunya. Karena merasa ibunyalah penyebab hancurnya hubungan
dalam keluarga bahagianya. Tapi tidak hanya kepada ibunya, dia juga membenci ayahnya. Sebab
ayahnya pergi tanpa membawa dirinya dan Saras. Lalu menghilang tanpa kabar. Seolah ia
melepas mereka berdua kepada seorang ibu yang menurut Laras hanya mementingkan pekerjaan
saja dan tidak bisa menjadi sosok ibu yang baik.

Rusaknya hubungan keluarganya mengubah Laras menjadi sosok anak yang keras dan
pembangkang. Ia seoalah menyerap hal-hal buruk yang dipertontonkan di depan matanya.
Kebencian akan kedua orang tuanya menutup kebaikan dihatinya. Hari-harinya seperti selalu
diselimuti kebencian. Tidak ada ketenangan. Perdebatan selalu menggemah di dalam rumahnya.
Lagi dan lagi…

Adegan 1

Latar : Di ruang makan, pagi hari.

Saras : “Ibu, kenapa ayah tidak pernah menengok kita?”

Ibu : (Menarik napas pelan sambil meletakkan makanan di atas meja) “Ayah sibuk.”

Saras : “Sibuk apa?”

Laras : (dengan nada sindiran) “Ayah sibuk dengan istri barunya.”

Ibu : “Laras!” (Menekan)

Laras : “Jangan tanya tentang Ayah, Saras. Dia tidak peduli lagi pada kita.”

Saras : (Sedih)

Ibu : “Ibu sudah bilang kalau Ayah kalian sibuk, jangan bertanya tentang Ayah kalian lagi.
Jika dia ada waktu, dia pasti akan datang menengok.”

Laras : (tersenyum sinis) “Jangan membelanya, Ibu. Ibu sama saja seperti Ayah.”

Ibu : “Laras!” (Nada suaranya yang tegas dan menekan)


Laras : “Ayo Saras, nanti kita terlambat ke sekolah.” (Menarik tangan saras pelan)

“Aku benci keluarga ini.” (Mendengus kencang sembari berlalu meninggalkan ibunya)

Ibu : (Diam dengan raut wajah sedikit marah)

Adegan 2

Laras berangkat sekolah dengan hati dan perasaan yang kusut. Suasana hatinya yang
sedang tidak baik membuat laras enggan masuk sekolah. Dia memilih bolos sekolah dengan
berdiam diri dibelakang sekolah tempat biasa ia bermain bersama sahabatnya yang bernama
Amanda. Amanda adalah sahabatnya yang paling mengerti tentangnya, tapi juga anak yang
nakal. Latar belakangnya yang juga seorang anak brokenhome membentuk karakternya yang
seperti berandalan.

Latar : Belakang sekolah, pagi hari.

Laras : ( Murung, masih meras kesal)

Amanda : (Menepuk bahu laras lalu duduk di sebelahnya)

Laras : “Kenapa di sini? Tidak masuk kelas, ya?”

Amanda : "Aku bolos hari ini sama sepertimu."

Laras : “Kita seperti berandalan jika seperti ini.”

Amanda : (Terdiam sejenak) “Ada apa? Bertengkar dengan Ibumu lagi?”

Laras : (Mengangguk)

Amanda : “Aku juga. Tapi aku sudah tidak peduli. Jika dulu kucoba menarik perhatian
Ibuku dengan bertingkah nakal, sekarang nakalku adalah caraku untuk menikmati
hidup. Ibuku seperti orang asing sekarang. Bahkan jika aku mati, dia tidak akan
peduli. (Menarik sepuntung rokok dan korek gas dari kantung seragamnya)

Laras : (Dengan ekspresi sedikit terkejut) “Sejak kapan kamu merokok?”

Amanda : “Sudah lama. Kamu mau?” (Menawarkan ke Laras)

Laras : (Menggeleng kencang)

Amanda : “Cobalah, ini bisa meringankan sedikit beban pikkranmu. (Membakar ujung
rokoknya, lalu mulai menghisapnya)

Laras : “Itu akan merusak tubuhmu.”


Amanda : “Aku sudah hancur, sepuntung rokok tidak akan mengubah apapun.” (menghisap
puntung rokok lalu menghembuskan asapnya ke udara)

Laras : “Tapi itu akan menambah beban baru, terutama jika kamu sakit karena itu
nanti.”

Amanda : (Menyeringai) “Apa Ibuku akan menjadi peduli jika aku sakit?”

Laras : (Terdiam karena tidak memiliki jawaban)

Adegan 3.

Laras dan Amanda tidak masuk kelas hingga jam sekolah usai. Mereka hanya duduk
santai di belakang sekolah, menunggu jam sekolah usai lalu pulang bersama dengan anak-anak
lain. Seolah mereka juga ikut serta dalam proses belajar mengajar. Laras tiba di rumah pukul 5
sore. Ia mendapati adiknya sedang duduk di sofa sambil meringkuk seperti menahan sakit.

Laras : (Menghampiri Saras dengan wajah cemas) “Saras? Ada apa?”

Saras : (Menatap wajah kakaknya dengan sayu) “Aku lapar. Setelah menjemputku
pulang, Ibu pergi begitu saja tanpa meninggalkan apapun.”

Laras : (Kesal) “Lagi-lagi seperti itu. Apa Ibu lupa kalau dia punya 2 org anak?”

Saras : (Terdiam menahan sakit)

Laras : “Memberikan nasi bungkus yang ia beli saat perjalanan pulang.) “Ini, makanlah.
Tadi kakak sempat membeli ini saat perjalanan pulang.”

Saras : (Meraih nasi bungkusnya) “Ayo makan sama-sama.”

Laras : (Menatap adiknya lembut.)

Adegan 4

Setelah selesai makan, Laras merebahkan tubuhnya di atas kasur. Mengistrahatkan tubuh
dan pikirannya yang terasa berat. Ia kesal memikirkan ibunya yang meninggalkan Saras
sendirian tanpa makanan. Sejenak, Laras pikir bahwa Ibunya juga mungkin tidak akan peduli
jika Laras ke sekolah ataupun tidak. Dalam benaknya, ibunya tidak akan tahu tentang apa yg ia
lakukan. Nyatanya, pihak sekolah menanyakan kenapa Laras sudah tiga hari tidak ke sekolah dan
tanpa keterangan apapun.

Latar : Kamar laras, sore hari


Laras : (Masuk ke kamar dan meletakkan tasnya begitu saja di lantai lalu merebahkan
tubuhnya di atas kasur)

Ibu : (Masuk dengan tatapan tajam ke arah Laras) “Kemana kamu sepanjang hari
ini?”

Laras : (Dengan nada enggan menjawab) “Ke sekolah, Ibu. Ibu pikir kemana lagi aku
pergi?”

Ibu : (Dengan raut wajah marah) “Jangan coba-coba menipu, Ibu. Wali kelasmu baru
saja menelepon dan mengatakan kamu tidak masuk sekolah sejak 3 hari lalu.”

Laras : (Bangkit dari tidur lalu menatap balik ibunya) “Ya, aku tidak masuk sekolah
selama tiga hari. Kenapa? Apa itu masalah untuk Ibu? Ibu sibuk dengan pekerjaan
Ibu, kan? Lalu kenapa memgurusi aku?

Ibu : “Jangan membuat Ibu marah.” (Mengacungkan telunjuk ke arah Laras)

Laras : (Dengan nada suara yang mulai tinggi) “Ibu memang hanya peduli pada
pekerjaan saja. Lalu mengabaikan aku dan Saras. Apa yang begitu penting bagi
Ibu sampai meninggalkan Saras sendirian dan kelaparan?”

Ibu : (Terdiam karena mulai menyadari apa yang ia lakukan.)

Laras : “Ibu memang tidak peduli pada kami.”

Ibu : “Jangan mengataka  Ibu tak peduli. Ibu hanya...”

Laras : “Ibu tidak peduli. Itulah faktanya. (Memotong ucapan ibunya) Jika ibu peduli,
Ibu tidak akan menghancurkan keluaraga kita.”

Ibu : (terdiam)

Laras : “Karena Ibulah Ayah pergi meniggalkan kita (suara yang mulai parau) Ayah
seharusnya ada bersama kita. Seharusnya semua baik-baik saja tapi Ibu
menghancurkan segalanya.

Ibu : “Kamu membela ayahmu? Kalau begitu pergilah, pergi, pergi dan temui
Ayahmu. Kamu pikir Ayahmu akan memberikan tanggung jawa dan perhatiannya
padamu dan laras? Tidak!! (Teriaknya) jika dia peduli dia tak akan meninggalkan
kalian di sini.

Laras : (Mulai menagis)


Ibu : “Tapi jika kamu merasa Ayahmu lebih baik daripada Ibu, maka pergilah, pergi!!
(teriaknya tepat di wajah anaknya yang sedang terisak, setelah itu pergi
meninggalkan Laras di tengah kesedihannya)

Adegan 5

Merasa ibunya telah mengusirnya, Laras pergi dari rumah dan memilih pergi ke rumah
Amanda.

Latar : Rumah Amanda, kamar Amanda, malam hari.

Laras : “Aku boleh tinggal di sini selama beberapa hari?”

Amanda : “Tentu saja. Tinggallah sesukamu. Ibuku selalu sibuk, jadi aku selalu sendirian.
Aku senang jika kamu mau tinggal di sini beberala hari.

Laras : (Tersenyum.)

(Beberapa menit kemudian, dua orang teman Amanda yang juga teman sekelas  Laras datang)

T1 : “Hai, Amanda, Laras.”

Laras : “Hai.”

Amanda : (Menatap kedua temannya) “Bagaimana? Barangnya ada?”

T2 : “Tentu saja ada.”

(Membuka tas ranselnya lalu mengeluarkan sesuatu yang mirip seperti narkoba jenis sabu)

Laras : (Terkejut.) “Hei apa itu? Apa itu narkoba?”

T2 : “Iya, kenapa terkejut begitu? Bukankah kamu kesini untuk ini juga?”

Amanda : “Laras kesini untuk ikut berpesta juga.”

Laras : (Terkejut dengan ucapan Amanda) “Tidak, aku kesini bukan untuk itu.”

Amanda : (Tertawa kecil.) “Cobalah Laras. Ini akan membuat pikiranmu tenang.
Pikiranmu akan terasa ringan dan sejenak kamu akan melupakan masalah yang
mengganggu pikiranmu. Cobalah.”

Laras : (Merasa panik) “Kalian sudah gila? ini berbahaya! Bagaimana jika ada yang
menglihat?”
T1 : “Tenang saja, tidak akan ada yang tahu kita menggunakan ini. Rumah Amanda
selalu kosong. Tenanglah (mulai membuka sedikit bumgkus sabu)

T2 : “Kau mau coba? Aku jamin ini benar-benar bisa membuat pikiranmu tenang.”

Laras : (Terdiam sejenak lalu menggeleng.)

Amanda : “Ya sudah kalau kamu tidak mau. Cukup menonton saja. Biar kami yang
berpesta. Tapi jika pikiranmu mulai berat karena masalah keluargamu. Ini
ambillah dan pakai. (memberikan  satu bungkus sabu ketangan Laras)

Laras : (menatap bungkusan kecil di tangannya)

Amanda dan teman-temannya mulai menghisap barang haram itu. Satu persatu di antara mereka
mulai kehilangan kesadaran. Tertawa dan bertingkah seperti orang gila. Laras yang menyaksikan
itu sedikit kaget dan tidak menyangka. Amanda memang sama sepertinya. Hidup dengan penuh
tekanan karena masalah keluarga juga. Tapi ia tidak tahu jika Amanda mengonsumsi narkoba.
Sejenak ia menatap ragu sabu di tangannya. Apa mungkin benda kecil itu mampu membawa
ketenangan untuknya persis seperti yang dikatakan teman-temannya?. Atau itu hanya ketenangan
yang bersifat sementara. Sekali lagi ia menatap kawan-kawanya yang suda tampak  aneh.
Didalam hatinya, sejujurnya dia memang sudah tidak tahan dengan keadaan keluarganya yang
kacau.

Bersambung…

Anda mungkin juga menyukai