Anda di halaman 1dari 2

SIAP MENJALANKAN TUGAS DAN FASTABIQUL KHAIRAT

Ikhwati Fillah Rahimakumullah.


Tugas dakwah memang berat. Coba kita bayangkan Nabi Musa a.s. saat ditugaskan Allah swt.
untuk berdakwah meluruskan perbuatan Fir’aun, penguasa Mesir yang zalim dan tiran dan
membebaskan Bani Israil dari penindasannya. Sementara itu Nabi Musa a.s. memiliki kekakuan
dalam berbicara sehingga kesulitan dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah kepada Fir’aun.
Tapi, bagaimana Nabi Musa a.s. menyikapi perintah tersebut? Beliau menerima tugas berat itu.
Nabi Musa a.s. hanya meminta kepada Allah swt. dimudahkan menjalankan tugas itu.

َ ‫ع ۡقدَة ِّمن ِّل‬


‫سانِّي َي ۡفقَ ُهو ْا قَ ۡو ِّلي‬ ۡ ‫ي أَمۡ ِّري َو‬
ُ ‫ٱحلُ ۡل‬ ٓ ‫ص ۡد ِّري َو َيس ِّۡر ِّل‬ ۡ ‫ب‬
َ ‫ٱش َر ۡح ِّلي‬ ِّ ‫قَا َل َر‬
“Berkata Musa: "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku dan mudahkanlah untukku
urusanku dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku supaya mereka mengerti perkataanku.” (Thaha:
25-28)

Ikhwati Fillah A’azzakumullah.


Begitulah sikap kita saat diberi tugas, seperti Nabi Musa a.s. selalu dalam posisi siap menyambut
tugas. Allah swt. berfirman:

‫ٱّلِل يَ ُحو ُل َب ۡينَ ۡٱل َم ۡر ِّء َوقَ ۡلبِّ ِّهۦ َوأَنَّ ٓهُۥ ِّإ َل ۡي ِّه‬
َ َّ ‫ٱع َل ُم ٓو ْا أَ َّن‬
ۡ ‫عا ُك ۡم ِّل َما ي ُۡحيِّي ُك ۡۖۡم َو‬
َ َ‫سو ِّل ِّإذَا د‬
ُ ‫لر‬
َّ ‫ّلِل َو ِّل‬ ۡ ‫يَٓأَيُّ َها َّٱلذِّينَ َءا َمنُو ْا‬
ِّ َّ ِّ ‫ٱست َِّجيبُو ْا‬
َ‫ت ُ ۡحش َُرون‬
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul
menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya-lah
kamu akan dikumpulkan.” (Al-Anfal: 24)
Apalagi tugas itu untuk melakukan perbaikan atas apa-apa yang dirusak manusia dan
menghentikan orang berbuat kerusakan di muka bumi. Sebab, jika perbuatan merusak itu tidak
dihentikan, akibat perbuatannya itu akan menimpa semua masyarakat. Inilah yang memberi energi
kepada kita untuk selalu menerima tugas dakwah, seberat apapun.

ِّ ‫شدِّيدُ ۡٱل ِّعقَا‬


‫ب‬ َ ‫ٱّلِل‬ ۡ ‫ص ٗۖۡة َو‬
َ َّ ‫ٱع َل ُم ٓو ْا أَ َّن‬ َ َ‫صيبَ َّن ٱ َّلذِّين‬
َّ ٓ ‫ظ َل ُمو ْا ِّمن ُك ۡم َخا‬ ِّ ُ ‫َوٱتَّقُو ْا فِّ ۡتنَ ٗة ََّّل ت‬
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim
saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (Al-Anfal: 25)

Ikhwati Fillah yang Dicintai Allah swt.


Allah swt. tidak akan membiarkan dan memberatkan dai yang diutusnya untuk melakukan
perbaikan. Sebab, Alquran tidak diturunkan untuk membuat hati kita sempit. Maa anzalnaa
‘alaikal qur-ana litasyqa, Kami tidak menurunkan Alquran ini kepadamu agar kamu merasa susah
(Thaha: 2). Allah swt. juga tidak membebankan tugas dakwah kepada para dai-Nya sesuatu yang
tidak mampu diemban. Laa yukalifullahu nafsan illa wus’aha (Al-Baqarah: 286). Jadi, ikhwah
fillah, tidak ada alasan untuk menolak tugas dakwah.
Saudara-saudaraku Seperjuangan.
Problem mendasar kita saat mendapat tugas adalah perasaan terbebani. Inilah yang membuat hati
kita sempit. Lantas keluarlah dari lisan kita keluhan. Perasaan terbebani inilah yang membuat
pekerjaan ringan lagi mudah menjadi sesuatu yang berat dan sulit di benak kita. Perasan yang
sempit saat menerima tugas itulah yang membuat kaki kita terpaku, berat untuk melangkah.
Padahal tugas itu hanya mengetuk pintu rumah tetangga, menyapanya, dan mendoakan kebaikan
untuk mereka. Seperti program PKS Menyapa yang sudah digulirkan.
Belajarlah kita dari diri Huzhaifah Al-Yamani. Di malam yang dingin, gelapnya membuat jemari
di depan mata pun tak terlihat. Sementara di hari bertempur Perang Khandaq itu stamina pasukan
Rasulullah saw. terkuras habis akibat harus menghalau upaya pasukan musuh memasuki kota
Madinah mulai dari pagi, siang, sore, hingga malam hari. Sehingga, orang yang paling berani pun
kehilangan sebagian nyalinya. Tiba-tiba Rasulullah saw. berkata, “Qum, ya Huzhaifah!”
Rasulullah saw. menyuruh Huzhaifah menyusup ke pasukan musuh, mencari informasi.
Huzhaifah langsung berdiri dan melaksanakan perintah Rasulullah saw. Kecepatan reaksi
Huzhaifah ini membuat setan tidak sempat membisikan hasutan. Kecepatan menerima tugas itu
menghadirkan ketenangan di dalam hati Huzhaifah. Hasilnya adalah keberanian dalam
menjalankan tugas melebihi yang dibutuhkan. Huzhaifah bukan hanya mengamati gerakan
pasukan musuh dari kejauhan, tetapi menyusup hingga hanya berjarak satu tombak dari Abu
Sofyan, panglima perang musuh, dan mendengar langsung pembahasan strategi perang mereka!
Ikhwati Fillah yang Istiqomah dalam Dakwah.
Hal yang akan menguatkan kita siap dalam menjalankan tugas dakwah adalah hadirnya sikap
berlomba-lomba dalam kebaikan pada setiap diri pejuang, sehingga berbagai peluang kebaikan
yang ada akan mendapatkan berbagai respon yang cepat dan positif. Tentunya kita pernah
membaca bagaimana sikap para sahabat radhiyallahu ‘anhum ‘ajmain dalam merespon seruan
Rasulullah dalam peristiwa Tabuk. Di saat kaum muslimin memiliki agenda besar berhadapan
dengan Imperium Romawi datanglah seruan yang dikumandangkan Rasulullah kepada para
sahabatnya untuk memberikan kontribusi. Setelah mendengar seruan ini, kaum muslimin dengan
sigap bersiap siaga dan berlomba-lomba memberikan sumbangan untuk kebutuhan perang.
Utsman bin Affan menyumbang senilai 900 ekor unta dan 100 ekor kuda, belum termasuk uang
kontan; Abdurrahman bin Auf menyumbang 200 uqiyah perak, Abu Bakar menyerahkan semua
hartanya senilai 4.000 dirham, dan masih banyak lagi.
Ikhwati Fillah yang Dirahmati Allah swt.
Tentunya, dalam konteks saat ini agenda besar dakwah dalam memenangkan Pemilu 2024 sudah
didepan mata. Kesiapan dalam menjalankan berbagai tugas dan berlomba-lombanya setiap
anggota sangat dibutuhkan agar dakwah ini dapat memberikan kemaslahatan dan kebaikan yang
lebih banyak untuk umat dan bangsa yang kita cintai.

ُ ‫َوفِى َٰذَلِكَ فَ ْليَتَنَافَ ِس ْٱل ُمتَ َٰنَ ِف‬


َ‫سون‬
“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba”. (Al-Muthaffifin:26)
Wallahu a’lam bish shawwab.

Anda mungkin juga menyukai