Anda di halaman 1dari 19

BAB II

Refrigerasi Siklus Kompresi Uap

Tujuan:
• Memahami sistem refrigerasi siklus kompresi
uap (SKU).
• Memahami proses dan analisis pada SKU
• Memahami diagram Mollier refrigeran

Pada bab ini akan dibahas sistem refrigerasi siklus kompresi uap mengenai; komponen
utama dan komponen tambahan (auxiliarly component) serta jenis-jenis masing-masing
komponen

2.1 Mesin Refrigerasi Siklus Kompresi Uap

Mesin refrigerasi Siklus Kompresi Uap merupakan jenis mesin refrigerasi yang
paling banyak digunakan saat ini. Mesin refrigerasi siklus kompresi uap terdiri dari
empat komponen utama, yaitu kompresor, kondensor, alat ekspansi dan evaporator.
Susunan empat komponen tersebut secara skematik ditunjukkan pada Gambar 2.1a dan
sketsa proses siklus kompresi uap standar dalam diagram P – h ditunjukkan pada
Gambar 2.1b

1 – 2 : Kompresi

2 – 3 : Kondensasi

3 – 4 : Ekspansi

4 – 1 : Evaporasi

a. Diagram alir proses SKU


Psia

Evaporator

h (Btu/lbm

b. b. Proses dalam p-h diagram


c. Gambar 2.1 Siklus kompresi uap
Dalam proses kerja siklus kompresi uap standar ini, refrigeran mengalami empat proses
yaitu;
1. Proses 1-2 ; refrigeran meninggalkan evaporator dalam wujud minimal uap
jenuh dengan temperatur dan tekanan rendah, kemudian oleh kompresor uap
tersebut dinaikkan tekanannya (proses kompresi) menjadi uap super panas
dengan temperatur yang tinggi pula. Kompresi ini diperlukan untuk menaikkan
temperatur refrigeran, sehingga temperatur refrigeran di dalam kondensor lebih
tingi dari pada temperatur lingkungannya. Dengan demikian perpindahan panas
dapat terjadi dari refrigeran ke lingkungan. Proses kompresi ini berlangsung
secara isentropik (adiabatik dan reversibel).
2. Proses 2-3 ; setelah mengalami proses kompresi, refrigeran berada dalam fase
panas lanjut dengan tekanan dan temperatur tinggi. Untuk merubah wujudnya
menjadi cair (kondensasi), kalor harus dilepaskan ke lingkungan melalui alat
yang disebut dengan kondensor. Refrigeran mengalir melalui kondensor pada
sisi lain dialirkan fluida pendingin (udara atau air) dengan temperatur lebih
rendah dari pada temperatur refrigeran. Oleh karena itu kalor akan berpindah
dari refrigeran ke fluida pendingin dan refrigeran akan mengalami penurunan
temperatur dari kondisi uap panas lanjut menuju kondisi uap jenuh. Selanjutnya
mengalami proses pengembunan/kondensasi menjadi refrigeran cair pada
temperatur konstan. Refrigeran keluar kondensor sudah berupa refrigeran cair.
Proses pada kondensor berlangsung secara reversibel pada tekanan konstan.
3. Proses 3-4 ; refrigeran dalam keadaan wujud cair jenuh (tingkat keadaan 3)
kemudian mengalir melalui alat ekspansi. Refrigeran mengalami ekspansi pada
entalpi konstan dan berlangsung secara tak reversibel sehingga tekanan
refrigeran menjadi rendah (tekanan evaporator). Refrigeran keluar alat ekspansi
berwujud campuran uap-cair pada tekanan dan temperatur rendah.
4. Proses 4-1 ; Refrigeran dalam fase campuran uap-cair, mengalir melalui
evaporator. Di dalam evaporator refrigeran mengalami proses
penguapan/evaporasi sebagai akibat dari panas yang diserap dari sekeliling
evaporator. Dengan adanya penyerapan panas ini, maka disekeliling evaporator
(ruangan yang dikondisikan) menjadi dingin atau temperaturnya turun.
Selanjutnya refrigeran yang meninggalkan evaporator minimal dalam fase uap
jenuh. Proses penguapan tersebut berlangsung secara reversibel pada tekanan
konstan. Demikian seterusnya

2.2 Pengertian-pengertian pada Siklus Kompresi Uap


1. Satuan Kapasitas Pendinginan
Satuan kapasitas pendingin (Cooling capacity) adalah Ton Refrigeration
(Ton R), yang didefinisikan sbb: “ Kalor yang dikeluarkan/ dibutuhkan pada
proses perubahan air 1 ton pada 0 oC, 76 cmHg menjadi 1 ton es pada 0 oC
dalam daur 24 jam.
Bila panas laten pembekuan air adalah 144 BTU/lbm, maka:

(1ton) (2000 lbm / ton) (144 BTU / lbm)


1 Ton R =
24 jam
1 Ton R = 12000 BTU/jam atau
1 Ton R = 200 Btu/menit atau
1 Ton R = 3024,1935 kCal/jam = 211 kJ/menit
catatan:
1 BTU = 778 lbf
1 HP = 33000 ft lbf/menit
= 550 ft lbf/detik
2. DIAGRAM MOLLIER
Diagram mollier atau diagram P – h, menunjukkan karakteristik dari
fluida refrigeran, yang menyatakan hubungan antara tekanan (P) pada ordinat
dan enthalpy (H) pada absis dari siklus refrigerasi. Seperti yang terlihat pada
Gambar 2.2 (a), diagram mollier dibagi menjadi tiga bagian untuk membedakan
tingkat keadaan rerigeran yaitu tingkat keadaan cairan super dingin (sub-cooled),
uap basah dan uap super panas (super heat vapor) oleh garis cair jenuh (saturated
liquid line) dan garis uap jenuh (saturated vapor line).

 Garis Cair Jenuh


Garis cair jenuh merupakan garis lengkung mulai dari sebelah kiri bawah
sampai titik kritis (Gambar 2.2a). Pada garis cair jenuh ini tingkat keadaan
cairan refrigeran mulai menguap. Daerah cairan super dingin yang
temperaturnya lebih rendah dari cairan jenuh terletak di sebelah kiri garis cair
jenuh. Sedangkan daerah uap basah yang merupakan campuran fase cair dan uap
terletak disebelah kanan garis cair jenuh.

 Garis Uap Jenuh


Garis uap jenuh dunyatakan oleh garis lengkung di bagian kanan sampai
titik kritis (Gambar 2.2a). Refrigeran pada garis uap jenuh berada pada tingkat
keadaan uap jenuh kering. Sedangkan pada daerah uap super panas yang
suhunya lebih besar dari uap jenuh berada di sebelah kanan dari garis uap jenuh.
Jadi daerah uap basah berada diantara garis cair jenuh dan garis uap jenuh.

 Tekanan (Pressure) (P, dalam psia, bar)


Tekanan dinyatakan pada sumbu ordinat. Garis tekanan tetap (isobar)
menghubungkan titik-titik keadaan yang bertekanan sama yaitu garis horizontal
(Gambar 2.2b). Tekanan (P) dinyatakan dengan satuan lb/inch2 abs, atau dalam
psia. (psia = pound per square inch absolute).

 Enthalpi (h, dalam BTU/lbm atau kJ/kg)


Enthalpi dinyatakan sebagai absis, oleh karena itu garis isoenthalpi
adalah garis vertical (Gambar 2.2b).
h

h (Btu/lbm h (Btu/lbm

h (Btu/lbm) h (Btu/lbm)

h (Btu/lbm h (Btu/lbm

h (Btu/lbm) h (Btu/lbm)

Gambar 2.2 Penjelasan tentang Diagram Mollier


 Temperature (t, dalam oF atau oC)
Pada daerah cair, garis temperatur tetap (isothermal) boleh dikatakan
vertical. Pada daerah uap basah, garis isothermal sering kali tidak diperlihatkan
karena garis isothermal horizontal berimpit dengan garis tekanan tetap (isobar)
yang bersangkutan. Tetapi pada daerah uap super panas, garis isothermal agak
melengkung menuju ke arah kanan bawah (Gbr 2.2.c).

 Volume Spesifik (v, dalam ft3/lbm atau m3/kg)


Garis volume spesifik konstan (iso-volume spasifik) menghubungkan
titik-titik keadaan dengan volume spesifik yang sama, dengan arah sedikit
miring ke kanan atas. Perhatikan Gbr 2.2c.

 Derajat Kekeringan, (x)


Garis iso-derajat kekeringan menunjukkan besarnya derajat kekeringan
dari uap basah, dimana garis ini merupakan garis-garis bagi dari garis-garis datar
antara garis cair jenuh dan garis uap jenuh. Misalnya x = 1,0 menyatakan derajat
kekeringan sama dengan satu, jadi menyatakan kondisi uap jenuh kering. X =
0,7 menyatakan kondisi uap basah dengan kandungan uap kering 70% dan
cairan 30%. Perhatikan Gbr 2.2d

 Entropi (s, dalam BTU/lbm oR atau kJ/kg.oK)


Garis entropy tetap (isentropic) menghubungkan titik-titik keadaan
dengan entropy yang sama, merupakan garis miring dari kiri bawah ke dalam
atas (Gambar 2.2e).

2.3 Sistem Refrigerasi Siklus Kompresi Uap

Sistem refrigerasi siklus kompresi uap merupakan siklus refrigerasi yang paling
banyak digunakan. Pada siklus ini, uapd itekan dan kemudian diembunkan menjadi
cairan, lalu tekanannya diturunkan agar cairan tersebut dapat menguap kembali. Sub
bab ini akan membahas siklus refrigerasi Carnot hingga siklus kompresi uap yang nyata.
2.3.1 Siklus Refrigerasi Carnot
Siklus refrigerasi Carnot merupakan suatu pembatas yang tak dapat dilebihi jika
melakukan kerja diantara dua suhu tertentu. Siklus refrigerasi Carnot dapat
digambarkan seperti pada Gambar 2.3. Seluruh proses pada siklus Carnot secara
thermodinamika bersifat reversibel. Adapun proses-proses yang membentuk siklus
Carnot tersebut adalah:
• Proses 1-2 adalah proses kompresi secara adiabatik
• Proses 2-3 adalah proses pelepasan kalor secara isotermal
• Proses 3-4 adalah proses ekspansi secara adiabatik
• Proses 4-1 adalah proses pemasukan kalor secara isotermal

q2 T (K)
2

3
Wout Kondensor Kompresor
3 2
Win
1
Evaporator 4 1
4
q1 S (kJ/kg.K)

Gambar 2.3 Skematik siklus refrigerasi Carnot dan diagram T-S

Penyerapan kalor dari sumber bersuhu rendah pada proses 4-1 merupakan tujuan utama
dari siklus ini. Seluruh proses lainnya pada siklus berfungsi sedemikian rupa sehingga
energi bersuhu rendah dapat dikeluarkan ke lingkungan yang bersuhu lebih tinggi.
Siklus Carnot yang terdiri dari proses-proses reversibel yang menjadikan efisiensinya
lebih tinggi dari yang dapat dicapai oleh daur nyata. Satu pertanyaan yang cukup
beralasan adalah mengapa harus membahas daur Carnot apabila itu bersifat ideal yang
tidak dapat dicapai?.

Koefisien prestasi (coefficient of performance/COP); adalah suatu penilaian atas


prestasi suatu sistem refrigerasi yang menyatakan perbandingan antara refrigerasi yang
bermanfaat (useful refrigeration) dengan kerja bersih (net work). Koefisien prestasi
(COP) dapat dugunakan untuk menganalisa;

• Sistem refrigerasi (COPref)


• Sistem pompa kalor (COPhp)
• Sistem recovery panas/heat recovery system (COPhr)
Untuk sistem refrigerasi, COP didefinisikan sebagai perbandingan efek refrigerasi (q1)
dibagi dengan kerja masuk (Win)
refrigeration Efek (q1 )
COPref =
Work input (Win )
Untuk siklus refrigerasi Carnot
q1 TR1 (S1 − S 4 )
COPref = =
q 2 − q1 (Tr 2 − Tr1 ) ( S1 − S 4 )

Koefisien prestasi daur Carnot secara keseluruhan merupakan fungsi batasan-


batasan suhu, dan dapat bervariasi dari nol hingga tak berhingga. Harga T2 yang rendah
akan menyebabkan koefisien prestasi lebih tinggi. Harga T1 yang tinggi akan
memperbesar pembilang dan memperkecil penyebut, yang keduanya akan memperbesar
koefisien prestasi. Pengkajian yang lebih mendalam menunjukkan bahwa persyaratan
suhu selalu ditentukan pada sistem refrigerasi. Misalnya sistem refrigerasi harus dapat
menjaga suhu ruang dingin pada -20oC, dan melepaskan kalor ke atmosfer pada suhu
30oC. Kedua suhu tersebut merupakan batas-batas yang harus diikuti oleh suatu siklus.

Untuk pompa kalor, COPhp didefinisikan sebagai perbandingan efek pemanasan (q2)
dibagi kerja masuk (Win)
q2
COPhp =
Win
dan untuk Heat Recovery system (COPhr) didefinisikan sebagai perbandingan jumlah
harga mutlak panas yang masuk (q1) dan panas yang keluar sistem (q2) dibagi dengan
kerja masuk (Win)
q1 + q 2
COPhr =
Win
3.3.1 Refrigerasi Siklus Kompresi Uap Standar

Siklus kompresi uap standar dapat dilihat pada Gambar 2.4 yang disajikan dalam
diagram suhu-entropi. Proses-proses yang membentuk siklus kompresi uap standar
adalah:
- Proses 1-2 adalah proses kompresi adiabatik dan reversibel, dari uap jenuh
menuju tekanan kondensor (entropy konstan/ Isentropik)
- Proses 2-3 adalah proses pelepasan kalor reversibel pada tekanan konstan
(Isobarik), menyebabkan penurunan panas lanjut (desuperheating)
dan pengembunan refrigeran (kondensasi)
- Proses 3-4 adalah proses ekspansi tidak reversibel pada enthalpy konstan (Iso-
enthalpy), dari cairan jenuh menuju tekanan evaporator.
- Proses 4-1 adalah proses penyerapan kalor reversibel pada tekanan konstan
(Isobarik), yang menyebabkan penguapan menuju uap jenuh
(Evaporasi).
q2 T (K)
2

3 2
Kondensor Kompresor
3
Alat
ekspansi Win
1
1 4
Evaporator
4
q1 S (kJ/kg.K)
(a) (b)
Pressrure, Bar

Condensation 2
3
Expansi

Compression

4 Evaporation 1

Enthalpy (h), kJ/kg


(c)
Gambar 2.4 Skematik Siklus kompresi uap standar (a) dan diagram T-S (b) dan diagram P-h (c)
a) Efek refrigerasi (ER)
Untuk proses evaporasi dari titik 4 ke titik 1, menurut persamaan energi
aliran stedi dengan mengabaikan perubahan energi yang ditimbulkan oleh
perubahan kecepatan aliran refrigeran, diperoleh efek refrigerasi per satuan berat:
qrf = ER = (h1 – h4) (kJ/kg)
dimana; h1, h2 adalah besarnya entalpi refrigeran meninggalkan evaporator dan
entalpi yang masuk evaporator (kJ/kg)

b) Refrigeration capacity (Qrc)


Harga ER dari suatu sistim refrigerasi sangat penting artinya karena
menunjukkan banyaknya kalor yang bias diserap oleh refrigeran di dalam
evaporator untuk setiap pound (lbm) penguapan refrigeran. Dengan mengetahui
harga ER dan besarnya massa refrigeran yang dapat diuapkan tiap satu satuan
waktu pada evaporator, maka dapat ditentukan besarnya kapasitas pendinginan
(Refrigerating Capasity) dari sistim refrigerasi tersebut, demikian pula sebaliknya.
Jadi:
Qrc = m r .(h4 – h1) (kW)
dimana: - h1 dan h4 adalah entalpi refrigeran masuk dan keluar evaporator (kJ/kg)
- m r adalah laju aliran massa refrigeran (kg/s)

c) Kerja Kompresi (Wk)


Kerja kompresi (Wk) yang dibutuhkan pada proses kompresi uap refrigeran
di dalam kompresor besarnya sama dengan selisih enthalpy pada proses 1 ke 2.
Hubungan ini diturunkan dari “Steady flow energy equation” dengan
mengabaikan adanya perubahan energi kinetik dan energi potensial
Jadi:
h1 + q = h2 + Wk
oleh karena proses 1 ke 2 berlangsung secara adiabatic reversible (q = 0), maka
Wk = h1 – h2 (kJ/kg)
Selisih enthalpy ini mempunyai harga negatif berarti bahwa kerja diberikan ke
sistim dari luar. Dan bila dinyatakan dalam HP:
1000 .Wk . m r
Pk = (HP)
746
dimana;
Wk = kerja yang diperlukan kompresor (kJ/kg)
m r = laju aliran massa refrigeran (kg/s)

d) Koefisien Prestasi (Coefficient of Performance (COP))


Coefficient of performance (COP) adalah suatu koefisien prestasi yang
besarnya sama dengan efek refrigerasi (ER) dibagi dengan kerja kompresi (Wk)
atau kapasitas pendinginan dibagi dengan tenaga/power yang dibutuhkan.

COP = (ER) (Wk)


Koefisien prestasi ini identik dengan efisiensi pada motor bakar. Makin tinggi
harga COP nya, makin baik sistim refrigerasi tersebut. Harga COP ini biasanya
lebih besar dari pada satu (1).

e) Panas Yang Dibuang Pada Kondensor (Qk)


Dari kesetimbangan energi, kalor yang dilepaskan di kondensor haruslah
sama dengan jumlah efek refrigerasi (ER) dan kalor yang ekivalen dengan kerja
yang diberikan kepada refrigeran selama langkah kompresi di kompresor (Wk).
Dalam gambar 2.7, proses pelepasan kalor di dalam kondensor terjadi pada
proses 2 ke 3.
ER = h1 – h4 dan Wk = h2 – h1
Maka;
Qk = (h1 – h4) + (h2 – h1)
= h2 – h4
= h2 – h3 (kJ/kg) , jadi (h3 = h4)
dimana;
h2 = enthalpy uap refrigeran pada sesi masuk kondensor (kJ/kg).
h3 = enthalpy cairan refrigeran pada sesi keluar kondensor (kJ/kg)

f) Jumlah Refrigeran Yang Bersirkulasi


Jumlah refrigeran yang bersirkulasi adalah jumlah refrigeran yang
dimasukkan dan diuapkan di dalam evaporator untuk memperoleh kapasitas
pendinginan yang diperlukan. Jumlah refrigeran yang bersirkulasi biasanya
disebut dengan “Laju aliran massa refrigeran” dapat diperoleh dengan persamaan
berikut ini :
mref = (KR) / (ER) (kg/s).
dimana:
KR = kapasitas pendinginan yang diperlukan (kJ/s) atau (kW)
ER = efek refrigerasi (kJ/kg).
Dengan mengetahui tingkat keadaan refrigeran pada sisi masuk kompresor, titik
1 pada Gbr 2.4, maka dapat diketahui pula volume spesifik dari refrigeran, ν1
(m3/kg). Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengetahui volume uap refrigeran
yang bersirkulasi (laju aliran volume refrigeran) yaitu;
V1 = mr . ν 1 (m3/s)
Dengan mengetahui laju aliran volume refrigeran yang dihisap oleh
kompresor setiap langkah hisapnya akan dapat ditentukan besarnya kompresor
yang diperlukan untuk mensirkulasikan refrigeran supaya dapat diperoleh
kapasitas pendinginan yang diinginkan

Contoh Soal dan Pemecahannya (1)


Mesin refrigerasi dengan siklus kompresi uap mempunyai kapasitas refrigerasi
15 Ton R. Refrigeran yang digunakan adalah R-12, dengan temperatur kondensor 40 oC
dan temperatur evaporator -5 oC
Tentukan:
a. Efek refrigerasi sistim (kJ/kg)
b. Jumlah refrigeran yang disirkulasikan, dalam (kg/s)
c. Daya untuk menggerakkan kompresor (HP)
d. Koefisien prestasi (COP) Carnot dan COP aktual sistim
e. Kalor yang dilepaskan di kondensor (kW).
f. Laju aliran volume refrigeran (m3/s)

Penyelesaian:
Terlebih dahulu digambarkan diagram P-h dari sistim refrigerasi sesuai dengan
data yang diberikan, dengan asumsi refrigeran yang keluar evaporator dalam keadaan
uap jenuh dan refrigeran yang keluar kondensor dalam keadaan cair jenuh.
Asumsi proses; pada kompresor-isentropik, pada kondensor-isobarik, pada ekspansi-
isoenthalpy dan pada evaporator-isobarik.
3 40oC 2

-5oC
4 1

h3/4 h1 h2
Gambar 2.5 p-h diagram sistem

Berdasarkan Gambar 2.5 atau tabel-tabel sifat refrigeran akan didapatkan nilai enthalpy
dari masing-masing state (titik);
h1 = 349,3 kJ/kg
h2 = 372,4 kJ/kg
h3/4 = 238,5 kJ/kg
ν1 = 0,06497 m3/kg

a. Efek refrigerasi sistem (ER)


ER = h1 - h4
= 349,3 - 238,5
= 110,8 kJ/kg

b. Jumlah refrigeran yang disirkulasikan (


m r = Qr/ER
= (15 x 211) (kJ/mnt
110,8 kJ/kg
= 28,6 kg/menit. = 0,477 kg/s

c. Daya kompresor (Wk)


Wk = m r . (h2 - h1)
= 0,477 (372,4 – 349,3 kJ/s
= 11,02 kJ/s
= 11,02 kW

d. Koefisien prestasi (COP) Carnot dan COP aktual sistim


Tr1
COPC =
Tr 2 − Tr1
(−5 + 273)
=
(40 + 273) − (−5 + 273)
= 5,96

COPactual = ER/Wk
= 110,8 (kJ/kg) / (372,4-349,3) (kJ/kg
= 4,8

e. Kalor yang dilepas di Kondensor (Qcd)


Qcd = m r . (h2 – h3)
= 0,477 . (372,4 – 238,5)
= 63,87 kW.

f. Laju aliran volume refrigeran pada sisi masuk kompresor(𝑽𝑽̇)


𝑉𝑉̇ = m r . ν1

= 0,477(kg/s) . 0,06497(m3/kg)
= 0,031 m3/s
Tabel 2.1 Tabel karakteristik sifat refrigeran R12
Contoh Soal dan Pemecahannya (2)

Mesin refrigerasi dengan siklus kompresi uap dengan data sbb;


Daya kompresor sistem 25 kW,.Refrigeran yang digunakan adalah R-22, dengan
temperatur keluar kondensor 39 oC dan temperatur keluar evaporator 15 oC, dan sistem
bekerja dengan sisi tekanan rendah 65 psig dan sisi tekanan tinggi 245 psig.
Tentukan:
a. Efek refrigerasi sistim (kJ/kg)
b. Jumlah refrigeran yang disirkulasikan, dalam (kg/s)
c. Kapasitas pendinginan (kW atau PK)
d. Koefisien prestasi (COP) Carnot dan COP aktual sistim
e. Kalor yang dilepaskan di kondensor (kW).
f. Laju aliran volume refrigeran (m3/s)

Penyelesaian:
Terlebih dahulu digambarkan diagram P-h dari sistim refrigerasi sesuai dengan
data yang diberikan, dengan asumsi proses; pada kompresor-isentropik, pada
kondensor-isobarik, pada ekspansi-isoenthalpy dan pada evaporator-isobarik. (Dengan
merujuk Gambar-2.1)
Dengan menggunakan program “Refrigerant Slider”didapatkan bahwa;
- Pada P=245 psig didapat temperatur kondensasi sebesar Tc = 46,48 oC
- Pada P=65 psig didapat temperatur evaporasi sebesar Te = 3,06 oC
Berdasarkan Tc dan Te tersebut maka dapat diketahui besarnya derajat superheat dan
derajat sub-cooling refrigeran dalam sistem;
- Besarnya nilai superheat (SH) = T keluar evap - Te
= 15 – 3,06
= 11,94 K
- Besarnya nilai sub-cooling (SC) = Tc - T keluar kondensor
= 46,48 – 39
= 7,48 K
Berdasarkan hasil tersebut, maka dapat digambarkan ke dalam p-h diagram seperti
gambar dibawah ini.
46,48oC
3 2

4 3,06oC 1

h3/4 h1 h2

Berdasarkan Gambar diatas dengan menarik garis kebawah pada masing-masing titik,
akan didapatkan nilai enthalpy dari masing-masing state (titik);
h1 = 415 kJ/kg
h2 = 447 kJ/kg
h3/4 = 248 kJ/kg
ν1 = 0,0456 m3/kg

a. Efek refrigerasi sistem (ER)


ER = h1 - h4
= 415 - 248
= 167 kJ/kg

b. Jumlah refrigeran yang disirkulasikan ( m r )

m r = Wk/(h2-h1)
= 25 kW / (447 – 415)(kJ/kg
= 0,78 kg/s
c. Kapasitas pendinginan (Qe)
Qe = m r . ER
= 0,78 kg/s . 167 kJ/kg
= 130,26 kW.

d. Koefisien prestasi (COP) Carnot dan COP sistem


COP carnot = (3,06 + 273) / ((46,48 + 273) – (3,06 +273))
= 6,36

COP sistem = Qe/Wk


= 130,26 kW / 25 kW
= 5,21

e. Kalor yang dilepas kondensor (Qc)


Qc = m r .( h2 –h1)
= 0,78 kg/s . (447 – 248) kj/kg
= 155,22 kW

f. Laju aliran volume refrigeran pada sisi masuk kompresor (𝑽𝑽̇)


𝑉𝑉̇ = m r . ν1
= 0,78 . 0,0456
= 0,03557 m3/s

Anda mungkin juga menyukai