Anda di halaman 1dari 4

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

TATA LAKSANA KASUS


TUBERCULOSIS (ICD X: A15)
1. Pengertian (Definisi) Suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan
bersifat tahan asam sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan
Asam (BTA). Sebagian besar kuman TB sering ditemukan
menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan TB paru, namun
bakteri ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh
lainnya (TB ekstra paru) seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan
organ ekstra paru lainnya.
2. Anamnesis 1. Batuk minimal 2 minggu
2. Batuk berdahak dapat bercampur darah
3. Dapat disertai nyeri dada/pleuritic chest pain bila disertai
peradangan pleura
4. Sesak napas
5. Malaise
6. Penurunan berat badan
7. Menurunnya nafsu makan
8. Demam
9. Malaise
10.Berkeringat di malam hari
3. Pemeriksaan fisik 1. Demam, pada umumnya subfebris
2. Respiratory rate meningkat
3. BMI < 18,5
4. Inspeksi: bila lesi luas, dapat ditemukan bentuk dada tidak
simetris
5. Palpasi: bila lesi luas , dapat ditemukan fremitus melemah
6. Perkusi: bila lesi luas, bisa didapatkan perkusi hipersonor pada
pneumothorax atau perkusi pekak pada efusi pleura
7. Auskultasi: bila lesi luar, dapat ditemukan suara nafas bronkial
dan ronki basah pada daerah paru yang mengalami konsolidasi,
terutama di apex paru
4. Kriteria diagnosis 1. Pemeriksaan sputum BTA positif minimal 1 dari 2 sampel
2. Pemeriksaan Tes Cepat Molekuler (TCM) positif
3. Pemeriksaan bakteriologis negatif namun secara klinis dan foto
thorax positif
5. Diagnosis kerja Tuberculosis (A15)
6. Diagnosis banding 1. Pneumonia
2. Jamur paru
3. Penyakit paru akibat kerja
4. Tumor/keganasan paru
5. Asma
7. Pemeriksaan penunjang 1. Sputum BTA dengan sputum pagi-sewaktu
2. Tes Cepat Molekuler (TCM) dengan sputum 1 sampel
3. Foto Thorax PA-Lateral: bisa didaptkan gambaran infiltrat
umumnya pada apex, efusi pleura, pneumothorax, kavitas dan
Pleuritis
4. Biakan kuman TB atas indikasi
5. Pemeriksaan darah rutin, fungsi hepar, fungsi ginjal, gula darah
dan HIV
8. Terapi 1. a. Fase intensif: RHZE (Rifampisisn, Isoniazid, Pyrazinamid,
Ethambutol) selama 2 bulan
b.Fase lanjutan: RH (RIfampisin dan Isoniazid) selama 4 bulan
3. Untuk membantu dan mengevaluasi kepatuhan, harus
dilakukan prinsip pengobatan yaitu:
a. Sistem Patient-centred strategy, yaitu memilih bentuk obat,
cara pemberian cara mendapatkan obat serta kontrol pasien
sesuai dengan cara yang paling mampu laksana bagi pasien
b. Pengawasan Langsung menelan obat (DOT/direct observed
therapy)
4. Semua pasien dimonitor respon terapi dengan cara follow-up
mikroskopis dahak (2 spesimen) pada saat:
a. Akhir fase awal (setelah 2 bulan terapi),
b. 1 bulan sebelum akhir terapi, dan pada akhir terapi.
c. Pasien dengan hasil pemeriksaan dahak positif pada 1 bulan
sebelum akhir terapi dianggap gagal (failure) dan harus
meneruskan terapi modifikasi yang sesuai.
d. Evaluasi dengan foto toraks bukan merupakan pemeriksaan
prioritas dalam follow up TB paru.
5. Catatan tertulis harus ada mengenai:
a. Semua pengobatan yang telah diberikan,
b. Respon hasil mikrobiologi
c. Kondisi fisik pasien
d. Efek samping obat
6. Di daerah prevalensi infeksi HIV tinggi, infeksi Tuberkulosis–HIV
seringkali terjadi bersamaan sehingga tes dan konsultasi HIV
diindikasikan sebagai bagian dari tatalaksana rutin.
7. Semua pasien dengan infeksi Tuberkulosis-HIV harus dievaluasi
untuk:
• Menentukan indikasi ARV pada tuberkulosis.
• Inisiasi terapi tuberkulosis tidak boleh ditunda
8. Pasien infeksi tuberkulosis-HIV harus diterapi Kotrimoksazol
apabila CD 4 < 200. Selama terapi: evaluasi foto setelah
pengobatan 2 bulan dan 6 bulan
9. Edukasi 1. Memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai
seluk beluk penyakit dan pentingnya pengawasan dari salah
seorang keluarga untuk ketaatan konsumsi obat pasien
2. Berobat teratur hingga selesai
3. Risiko terjadi resistensi obat bila berobat tidak adekuat/
tuntas/berhenti sebelum selesai
4. Risiko terjadi efek samping OAT
5. Pencegahan penularan termasuk etika batuk
6. Kemungkinan komplikasi sehingga perlu dirujuk
7. Penunjukan Pengawas Menelan Obat (PMO)
8. Konsultasikan ke petugas kesehatan jika terjadi efek samping.
9. Jangan sampai menghentikan pengobatan secara sepihak
10.Pasien dirujuk bila :
a. Efek samping berat
b. Curiga resistensi obat
c. Terjadi komplikasi/keadaan khusus (TB dengan komorbid)
seperti TB pada orang dengan HIV, TB dengan penyakit
metabolik
11. Pelaporan kasus TB sesuai pedoman
a. Mengisi form TB01
b. Menjadi bagian dari jejaring DOTS di wilayahnya.
10. Penelaah Kritis Dokter Spesialis Paru
11. Prognosis Dubia: tergantung derajat berat, kepatuhan pasien,
sensitivitas bakteri, gizi, status imun, dan komorbiditas.
Baik bila pasien patuh menelan obat, dalam waktu 6 bulan.
11. Kepustakaan 1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Pedoman
Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis.
Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011. Tuberkulosis:
Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia revisi
Pertama. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

Anda mungkin juga menyukai