Anda di halaman 1dari 7

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

KSM PARU

RS PERTAMINA BINTANG AMIN

TUBERKULOSIS PARU

1. Definisi Penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis


complex. Penularan terjadi melalui udara (airborne spreading) dari
droplet infeksi. Sumber infeksi adalah penderita TB paru yang
membatukkan dahaknya, dimana pada pemeriksaan hapusan dahak
umumnya ditemukan BTA positif. Batuk akan menghasilakan droplet
infeksi (droplet nuclei). Pada sekali batuk dikeluarkan 3000 droplet.
Penularan umumnya terjadi dalam ruangan dengan ventilasi kurang.
Sinar matahari dapat membunuh kuman dengan cepat, sedang pada
ruangan gelap kuman dapat hidup . Risiko penularan infeksi akan lebih
tinggi pada BTA (+) dibanding BTA (-).

Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menahun, bahkan dapat


seumur hidup. Setelah seseorang terinfeksi kuman tuberkulosis, hampir
90% penderita secara klinis tidak sakit, hanya didapatkan test
tuberkulin positif, 10% akan sakit. Penderita yang sakit, bila tanpa
pengobatan, setelah 5 tahun, 50% penderita TB paru akan mati, 25%
sehat dengan pertahanan tubuh yang baik dan 25 % menjadi kronik
dan infeksius.

2. Anamnesis Hasil Anamnesis (Subjective)

1. Gejala respiratorik:

- Batuk berdahak ≥ 2 minggu.

- Batuk disertai dahak, dapat bercampur darah atau batuk darah.

- Sesak napas

- Nyeri dada atau pleuritic chest pain

2. Gejala sistemik:

- Demam

- Gejala sistemik lain adalah malaise, berkeringat malam, nafsu

makan menurun, berat badan menurun.


3. Pemeriksaan Fisik

1. Demam (pada umumnya subfebris, walaupun bisa juga tinggi sekali)

2. Respirasi normal atau meningkat, berat badan normal atau menurun


(BMI pada umumnya <18,5).

3. Pulmo Anterior/ Posterior (tergantung lesi)

I : Pergerakan dinding dada bisa normal atau pun tertinggal di


hemitoraks yang terdapat lesinya (tergantung lesinya)

P : Fremitus kanan dan kiri bisa simetris ataupun hemitoraks yang


terdapat lesi lebih meningkat atau berkurang

P : sonor ataupun bisa redup pada hemitoraks yang terkena lesi

A : suara dasar normal atau pun menurun pada hemitoraks yang


terdapat lesinya,

4. Kriteria Diagnosis Diagnosis TB

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang (sputum untuk dewasa, tes tuberkulin pada
anak).

Kriteria Diagnosis

Berdasarkan International Standards for Tuberculosis Care (ISTC)

Standar Diagnosis

1. Untuk menegakkan diagnosis awal, penyedia pelayanan kesehatan


harus memiliki pengetahuan mengenai faktor risiko tuberkulosis
pada individu dan kelompok, melakukan evaluasi klinis dan
pemeriksaan diagnostik yang sesuai untuk individu dengan gejala
dan temuan yang konsisten dengan tuberkulosis.

2. Semua pasien termasuk anak dengan batuk yang tidak dapat


dijelaskan penyebabnya yang berlangsung 2 minggu atau lebih atau
dengan kecurigaan tuberkulosis pada foto toraks harus dievaluasi
adanya tuberkulosis.

3. Semua pasien termasuk anak dengan kecurigaan TB paru dan


dapat mengeluarkan dahak harus diperiksa setidaknya 2 sputum
dahak untuk pemeriksaan mikroskopis atau satu spesimen sputum
untuk Xpert MTB/RIF yang diperiksa di laboratorium tersertifikasi.
Pasien dengan risiko resistensi obat, risiko HIV atau sakit berat
harus diperiksa dengan Xpert MTB/RIF sebagai diagnosis awal. Tes
serologis darah dan interferon-gama release assays tidak digunakan
untuk mendiagnosis Tb aktif.

4. Semua pasien termasuk anak dengan kecurigaan tuberkulosis


ekstra pulmonar, spesimen diambil dari lokasi yang dicurigai untuk
pemeriksaan mikrobiologi dan histologi. Tes Xpert MTB/RIF
direkomendasikan sebagai tes mikrobiologis awal untuk kecurigaan
meningitis tuberkulosis karena pentingnya diagnosis yang cepat.

5. Pasien dengan kecurigaan Tb paru dengan hasil pengecatan


sputum negatif, Xpert MTB/RIF dan atau kultur dahak harus
dilakukan. Pasien dengan hasil pengecatan dan hasil Xpert
MTB/RIF negatif namun temuan klinis mengarah ke tuberkulosis,
OAT harus diberikan setelah pengambilan spesimen untuk
pemeriksaan kultur.

6. Semua anak dengan kecurigaan tuberkulosis intyra toraks ( paru,


pleura, mediastinal atau kelenjar getah bening hilus) konfirmasi
bakteriologis harus dilakukan melalui penmeriksaan sekret saluran
napas (dahak yang dibatukkan, induksi sputum, bilas lambung)
untuk pengecatan mikroskopik, Xpert MTB/RIF dan atau kultur.

5. Diagnosis Kerja Tuberkulosis paru kasus ? BTA ? (smear/kultur/xpert) status HIV ?

6. Diagnosis Banding 1. Pneumonia


2. Bronkiektasis
3. Bronkiolitis
4. Tumor paru

7. Pemeriksaan Laboratorium klinik:


Penunjang
Darah rutin,differential counting (limfositosis/monositosis),LED I
(meningkat),SGOT/SGPT,Ureum/Creatinin.

Pemeriksaan Bakteriologik:

Kuman TB (Bakteri Tahan Asam/ BTA) atau kultur kuman dari


spesimen sputum/ dahak sewaktu-pagi-sewaktu (pada awal sebelum
terapi, setelah fase intensif, akhir pengobatan).

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala IUATLD


(rekomendasi WHO).

Skala IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung


Disease) :

- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif

- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah


kuman yang ditemukan

- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)

- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)

- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)

Pemeriksaan Radiologik

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas


indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan
foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam
bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB
aktif :

- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus


atas paru dan segmen superior lobus bawah

- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak


berawan atau nodular

- Bayangan bercak milier

- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

- Fibrotik

- Kalsifikasi

- Schwarte atau penebalan pleura

8. Terapi Rencana Penatalaksanaan Komprehensif (Plan)

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan

a. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan

produktifitas pasien.

b. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan.

c. Mencegah kekambuhan TB.

d. Mengurangi penularan TB kepada orang lain.

e. Mencegah kejadian dan penularan TB resisten obat.


Prinsip-prinsip terapi

a. Praktisi harus memastikan bahwa obat-obatan tersebut digunakan


sampai terapi selesai.

b. Semua pasien (termasuk pasien dengan infeksi HIV) yang

tidak pernah diterapi sebelumnya harus mendapat terapi Obat Anti


TB (OAT) lini pertama sesuai ISTC

1. Fase Awal selama 2 bulan, terdiri dari: Isoniazid,

Rifampisin, Pirazinamid, dan Etambutol.

2. Fase lanjutan selama 4 bulan, terdiri dari: Isoniazid dan

Rifampisin

3. Dosis OAT yang digunakan harus sesuai dengan Terapi

rekomendasi internasional, sangat dianjurkan untuk

penggunaan Kombinasi Dosis Tetap (KDT/fixed-dose

combination/ FDC) yang terdiri dari 2 tablet untuk <38kg (INH dan
RIF),

3 tablet (INH, RIF dan PZA) dan 4 tablet (INH, RIF, PZA,

EMB).

Dosis

OAT Harian 3x /minggu

Kisaran Maksimum Kisaran Maksimum


dosis dosis
(mg) (mg)
(mg/kg BB) (mg/kg BB)

Isoniazid 5 (4-6) 300 10 (8-12) 900

Rifampicin 10 (8-12) 600 10 (8-12) 600

Pirazinamid 25 (20-30) - 35 (30-40) -

Etambutol 15 (15-20) - 30 (25-35) -

Streptomisi 15 (12-18) - 15 (12-18) 1000


n

Catatan:
Pemberian streptomisin untuk pasien yang berumur > 60th atau pasien
dengan berat badan < 50 kg mungkin tidak dapat mentoleransi dosis
>500mg/hari. Beberapa buku rujukan menganjurkan penurunan dosis
menjadi 10 mg/kg/BB/hari.

9. Kompetensi Spesialis paru

10. Kompetensi Merah Kuning Hijau Biru


PPDS
Diagnosis 1 2 3 3

Pengelolaan 1 2 3 3
Medis

Prosedur 1 2 3 3

Keterangan:
1. Supervisor mendemonstrasikan
2. Peserta melakukan dengan supervisor
3. Peserta melakukan mandiri

11. Edukasi Penjelasan tentang penyakit

Cara minum OAT yang benar --> (single dose, multi drug, long time)

Prognosis penyakit

Komplikasi penyakit

Cara batuk yang benar

Cara memakai masker

Diet

Ventilasi di rumah

12. Prognosis Ad vitam : Bonam

Ad sanam : Bonam

Ad fungsionam : Bonam

13. Indikator Medis 1. Tidak ada hemoptisis


2. RR< 20 X/menit
3. Intake baik

14. Referensi 1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: pedoman diagnosis


dan penatalaksaan di Indonesia

2. Braunwald, E. Fauci, A.S. Kasper, D.L. Hauser, S.L. et al.Mycobacterial


disease: Tuberculosis. Harrisson’s: Principle of Internal Medicine. 17th
Ed. New York: McGraw Hill Companies. 2009: hal. 1006 - 1020.

3. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jenderal


Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. 2014.

4. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance. International Standards


for TuberculosisCare (ISTC). 3rd Ed. Tuberculosis Coalition for
Technical Assistance. The Hague. 2014.

5. Zulkifli, A. Asril, B. Tuberkulosis paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.


Ed.5. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009: hal. 2230 –
2239.

Anda mungkin juga menyukai