Mozaik Humor Birokrasi
Mozaik Humor Birokrasi
Sekretariat:
Jalan Ampel 18 Papringan, Sleman, Yogyakarta
Telp. (0274) 563976
Hak Cipta dilindungi oleh undang-undang.
email: redaksi@birokratmenulis.org
ISBN:
Daftar Candaan
Profil Penulis................................................................................................109
Tim Editor ....................................................................................................... 114
Cubit Dari Penerbit
Terdapat hal yang menarik pada kebanyakan iklan rekrutmen tenaga
kerja di beberapa negara maju, seperti Selandia Baru dan Australia.
Iklan tersebut menyatakan bahwa calon pemberi kerja sedang
membuka rekrutmen untuk tenaga kerja baru.
Namun, ada hal yang lebih menarik lagi di iklan tersebut. Calon
pemberi kerja bilang, selain kreatif, energetik, dan berorientasi
kinerja, para pegawai mereka juga suka bergurau. Artinya, para
pegawai selain kreatif, energetik, dan berorientasi kinerja, mereka
juga mempunyai selera humor (sense of humor) yang tinggi.
Karenanya, di iklan tersebut calon pemberi kerja juga menekankan
bahwa pegawai baru yang akan mendaftar mesti memiliki selera
humor.
Hal itu tentu cukup dapat diterima logika. Sebab, tekanan yang begitu
kuat kepada pegawai untuk semakin kreatif, energetik, dan
berkinerja tinggi sangat penting untuk diimbangi dengan selera
humor yang tinggi. Hal ini diperlukan karena ketika mendapatkan
tekanan untuk semakin kreatif, energetik, dan berkinerja tinggi,
pegawai akan merasakan sedikit terlepas beban di pundaknya dan
segar kembali ketika mereka memiliki bergurau.
Selera humor itu juga sangat penting bagi para birokrat ketika
mereka menghadapi situasi belakangan ini. Sebagai birokrat,
mereka semakin mendapati tekanan yang begitu berat dari
masyarakat. Soalnya, masyarakat semakin membutuhkan
pelayanan yang cepat dan semakin berkualitas, tanpa peduli
keterbatasan sumber daya yang ada.
Tekanan masyarakat itu juga semakin tinggi ketika banyak
pemimpin organisasi sektor publik kini diisi oleh para politisi
muda ataupun para profesional yang bukan dari birokrasi. Para
pemimpin organisasi sektor publik ini sering sekali menjadikan
tekanan masyarakat sebagai pijakan untuk mendorong birokrat
semakin kreatif, energetik, dan berkinerja tinggi.
Tekanan yang berat itu tidak selalu mesti dihadapi oleh birokrat
secara serius. Mereka perlu sekali-sekali bergurau agar
kehidupan pribadi mereka tetap berbahagia. Gurauan ini
sebenarnya sering mereka temukan dalam kehidupannya sehari-
hari ketika melayani masyarakat. Agar humor tersebut bisa
menggembirakan dan mencerahkan banyak pihak, kami
kemudian menerbitkan buku ini.
Kami berharap, buku ini bermanfaat bagi banyak pihak. Namun,
kami menyadari bahwa buku ini perlu ditingkatkan kembali
kualitasnya. Karena itu, kami berharap masukan dari semua pihak
agar bisa kami perbaiki pada edisi-edisi berikutnya.***
- Mozaik 1 -
T
ersebutlah seorang pegawai kerajaan sedang melepas lelah
di pinggir jalan sambil meminum air kelapa muda yang dijual
pedagang kaki lima. Tak lama, seorang petugas kebersihan—
penyebutan yang lebih elit dibanding ‘tukang sampah’—memarkirkan
gerobak sampahnya tak jauh dari tempat penjual kelapa lalu datang
mendekat. Rupanya ia juga membeli air kelapa.
Sebuah pohon berdaun lebat dan bercabang panjang pun jadi
tempat perteduhan mereka bertiga—pegawai kerajaan, penjual
kelapa, dan petugas kebersihan. Namun petugas kebersihan
mengambil tempat duduk agak jauh. Mungkin karena dia sangat tahu
diri.
Selain memarkirkan gerobak sampahnya—yang memang bau
busuk—agak jauh, dia sendiri menjaga jarak dengan pegawai kerajaan
yang berpakaian rapi dan bersih itu. Tak enak perasaannya kalau bau
tubuhnya—yang tak jauh beda dengan bau sampah yang dibawanya—
sampai mengganggu selera minum pegawai kerajaan. Tetapi pegawai
kerajaan ternyata tak ragu melempar senyum.
“Mari, Pak. Istirahat dulu...,” sapa petugas kebersihan menyambut
senyuman pegawai kerajaan.
“Ya, ya. Mari, Pak,” balas pegawai kerajaan.
Beberapa menit berlalu di sela-sela regukan minuman, petugas
kebersihan memulai obrolan,
“Enak ya, Pak, jadi pegawai kerajaan.” Gigi-gigi ompongnya
terpampang jelas kala dia tersenyum menggoda.
1
1
Mozaik Humor Birokrat Menulis
2
2
Mozaik Humor Birokrat Menulis
3
3
Mozaik Humor Birokrat Menulis
4
4
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 2 -
5
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Aahh, harusnya ada yang memonitor kan ya, pikirku sambil berlalu
untuk siap-siap memulai pekerjaan.
Tiba-tiba aku teringat berkas penilaian angka kredit (PAK) yang
masih ada di kantor seberang—kantor Dinas Kesehatan (Dinkes).
Berkasku ada di sana karena saat itu peranku sebagai seorang
penyuluh kesehatan, sehingga yang memberi nilai adalah tim dari
Dinkes.
Kuraih handphone-ku untuk menanyakan kabar berkasku yang
berada di kantor seberang itu.
Assalamualaikum, Pak Indra. Ini saya, Mutiara, dari RS. Berkas
saya apakah sudah selesai? Kapan ya, Pak, bisa di ambil? Terima
kasih, begitu isi pesan yang kuketik. Lalu, send.
Pesan singkat pun sudah terkirim via BBM, karena pada saat itu
Whatsapp belum sepopuler sekarang, masih seru-seruan dengan
BBM Messenger.
Tak lama kemudian sebuah notifikasi masuk ke handphone-ku.
“Nah, ada jawaban,” kataku sambil buru-buru membuka pesan yang
masuk.
Sayang, selamat pagi. Lagi ngapain? Semangat yah, kerjanya!
Aku cukup kaget karena mengira si bapak yang menulis pesan
tersebut. Eh, ternyata… Hehehe, aku tersenyum-senyum sendiri.
Biasa lah, anak muda yang sedang dimabuk asmara. Tak peduli
waktunya sedang bekerja di kantor, malah asik chatting dengan pacar.
Iya, sayang. Aku lagi kerja nih, sambil beresin laporan yang belum
selesai. Kamu lagi apa? Sudah makan belum? balasku.
Sudah kok. Kamu juga jangan lupa makan ya... Mmuaachh!
Kubalas juga dengan mengetik “Mmuuaacch”. Bersamaan dengan
itu, masuklah pesan dari Pak Indra dan entah kenapa teks “mmuaach”
itu terkirim ke Pak Indra! Wajahku serasa memerah seketika saking
malunya!
6
Mozaik Humor Birokrat Menulis
8
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 3 –
Salah Alamat
Dewi Utari
E
ntah sejak kapan, Pak Dirjen (Direktur Jenderal) setiap kali
datang ke kantor Balai di Semarang selalu dijemput oleh
Mbah Kodirin di Bandara Ahmad Yani. Sudah menjadi
kebiasaan kalau Pak Dirjen selalu datang satu hari sebelum acara
untuk bersilaturahmi kepada Sang Ibunda. Begitu pesawat mendarat,
berjalan menuju kedatangan, Mbah Kodirin sudah siap menunggu.
Setelah bertatap muka dan ber-say hello, Pak Dirjen secara
otomatis berjalan mengikuti Mbah Kodirin menuju lokasi di mana
mobil diparkir. Pernah dulu Mbah Kodirin meminta beliau untuk
menunggu di ruang duduk dekat tepian, selama dia berjalan ke tempat
parkir, namun selalu dijawab, “Nggak usah… Sudah kelamaan duduk
di bandara dan di pesawat, saatnya sekarang melemaskan otot
dengan jalan kaki sejenak”.
Sudah kebiasaan juga, begitu masuk mobil, beliau duduk dan
setelah melaju beberapa menit kemudian beliau tertidur selama
perjalanan hingga sampai ke rumah Ibunda, Eyang Nyoto, di Salatiga.
Beliau pun akan secara otomatis terbangun ketika sampai tujuan.
***
9
Mozaik Humor Birokrat Menulis
1
Kembali
11
Mozaik Humor Birokrat Menulis
masuk gedung, tapi masih tak habis pikir, berapa persen peluang
kejadian nama mempelai yang sama pada hari yang sama pula!
“Mbak… Pengantinnya, Mbak Yani dan Mas Budi, kan?” tanyaku
memastikan.
“Bukan mbak... Mbak Yuni dan Mas Budi,” jawab penjaga buku tamu
itu.
“Kok bisaaa? Tadi saya bacanya ‘Yani dan Budi’, lho...,” bantahku
penuh yakin.
Aku pun menoleh ke tulisan rangkaian bunga besar di sebelah
pintu masuk. Memang tampak seperti ‘Yani dan Budi’. Kemudian
kulanjut berlari menyusul suamiku ke halaman depan juga. Masih tak
percaya dengan bacaan huruf pada rangkaian bunga di depan, yang
tadi menuntun kami memutuskan untuk memarkir bus di halaman
gedung ini. Kuamati tulisan yang dirangkai dari bunga-bunga tersebut.
“Mi… Ternyata ini huruf ‘u’ bukan ‘a’,” kata suamiku. “Gara-gara
distilir nih, Mi…”
“Oh iya, ya...,” jawabku terpana sambil memandangi rangkaian
tulisan tersebut.
Bak film Avengers “End Game”, serangan Thanos pun datang
beruntun. Masalah kami ternyata tak sampai di situ, banyak anggota
rombongan yang masih dalam pertentangan kronik soal mengambil
kembali amplop yang sudah terlanjur masuk kotak. Dan kotak
sumbangan ternyata dikunci oleh tuan rumah yang punya acara.
Meski kado bisa kuperoleh kembali, aku dan suamiku masih
menunggu teman-teman dalam bernegosiasi pengambilan amplop.
Kami lalu menunggu di bawah pohon besar yang rindang sambil
menyusun rencana selanjutnya untuk mencari lokasi resepsi yang
benar. Mbak Anik tampak sedang menelpon seseorang yang tahu
lokasi sesungguhnya, “Oooo…jadi masih terus ya? Baru belok kanan?
Ya, ya... Setelah Kantor Pengadilan? Makasih, ya, Mbak!”
“Sudah dapat, Mbak Anik?” tanyaku kemudian.
12
Mozaik Humor Birokrat Menulis
2
Paham
13
Mozaik Humor Birokrat Menulis
3
pergi
14
Mozaik Humor Birokrat Menulis
4Eyang putri, Apakah Eyang Nyoto sedang pergi? Kok pintuya terkunci?
5 Tidaklah… mungkin sedang tidur… Aku coba telepon rumahnya saja
6 Ya, sudah, Yang... Kusampaikan kepada orang lain terlebih dahulu… Terima kasih, Yang
7
Tidak pergi
8 Yangputri… Bagaimana eyang Nyoto? Apakah sudah dapat terhubung?
9 Oh, ya sudah. malah putranya sudah dibukakan pintu
10 Oh, baik Eyang. Terima kasih
15
Mozaik Humor Birokrat Menulis
16
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 4 –
D
i Kantor Dinas Kerakyataan Provinsi Embuh Ora Weruh,
Sang Kepala Dinas tampak terpaku diam, mendengar
Kanjeng Gubernur akan memberikan santunan sembako
kepada rakyat yang kurang mampu. Niatan Sang Gubernur super
keren, bahkan sangat mulia. Sayangnya aturan Pengelola Keuangan
Provinsi menyebutkan pembelian barang senilai lebih dari 200 juta
rupees harus menggunakan kompetisi ala lelang terbuka alias lelang
umum. Jumlah masyarakat kurang mampu di provinsi tersebut
sekitar 600 orang sesuai data para Mantri Kawedanan, dengan
masing-masing paket senilai 500.000 rupees.
Jadi kalau ditotal maka:
600 orang x 500.000 rupees = 300.000.000 rupees.
Ternyata lebih besar atau di atas 200 juta rupees.
Pusing kepala Sang Kepala Dinas. Kalau sekedar beli barang, itu
gampang, tetapi kalau harus lelang terbuka atau lelang umum mana
dia tahu mana bakul sembako yang bonafide.
Kemudian, dipanggillah para pejabat eselon bintang.
“Wahai para eselon bintangku. Siapa yang mau untuk mengadakan
600 paket sembako ini?” tanya Sang Kepala Dinas.
17
17
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Lima orang eselon bintang itu saling melirik ke kanan dan ke kiri.
Selanjutnya, kepala mereka tertunduk.
“Wahai para eselon bintangku, tidakkah kalian mau penghargaan di
depan Kanjeng Gubernur?” tanya kepala dinas dengan sedikit lantang.
Hening… Semua masih terdiam. Tidak ada yang berani angkat
bicara.
Tiba-tiba, datang seorang Mantri Kawedanan dari Tlatah Kidul
(Wilayah Selatan).
“Izin menghadap, Bapak Kepala Dinas!” kata Sang Mantri sambil
tersenyum seolah-olah tanpa dosa. Semua pandangan mata tertuju
ke arahnya.
“Apa yang hendak kau sampaikan Pak Mantri?” tanya Sang Kepala
Dinas.
“Kemarin ada pesan dari kantor Kanjeng Gubernur, bahwa nanti
yang akan membelikan sembako adalah Mantri Kawedanan Tlatah Lor
(Wilayah Utara). Begitu pesan yang saya sampaikan, Bapak Kepala
Dinas,” ujar Mantri Kawedanan Tlatah Kidul.
Mantri Kawedanan Tlatah Lor sebetulnya adalah ipar dari Kanjeng
Gubernur. Mantri tersebut memiliki istri yang punya usaha jualan
sembako. Berarti yang akan menyuplai kebutuhan sembako tadi
adalah toko dari adik Sang Gubernur.
Duaaaaaarrr!!!
Bagaikan hantaman palu godam yang berdentum di dalam pikiran
Sang Kepala Dinas. Para eselon bintang pun semakin tertunduk lesu,
ibarat seperti menghadapi pertempuran hidup-mati. Mereka sadar,
mereka bukan David yang siap ketika akan bertempur dengan Goliath.
Wajah mereka pucat pasi.
Bagaimana tidak pusing tujuh keliling, tidak ada eselon bintang
yang bersedia untuk membeli sembako. Ditambah lagi dengan
18
18
Mozaik Humor Birokrat Menulis
informasi baru dari Mantri Kawedanan Tlatah Kidul tadi bahwa adik
Sang Gubernur yang akan menjadi kontraktornya.
Kalau tidak meladeni kemauan Gubernur untuk membeli sembako
maut ini, maka Kepala Dinas bisa dihukum oleh Gubernur. Sedangkan
untuk membeli ke adik Gubernur, sama dengan belanja dengan harga
selangit. Belum lagi upeti yang kelewatan besar, pikiran Kepala Dinas
berkecamuk.
“Baiklah, Mantri Tlatah Kidul. Informasimu sudah cukup. Silakan
kembali bertugas,” perintah Sang Kepala Dinas. Mantri itu akhirnya
meninggalkan ruang rapat.
Kepala Dinas kembali menatap para eselon bintangnya satu per
satu, kali ini lebih tajam. Semuanya hanya membalas dengan tatapan
iba lalu mereka kembali tertunduk.
“Ada yang mau menyampaikan unek-uneknya?“ tanya Kepala
Dinas.
Semua masih terdiam. Beberapa waktu kemudian seiring desiran
angin semilir di luar ruang rapat, seorang eselon bintang, Mandala
namanya, mengacungkan tangan.
“Bapak Kepala Dinas yang terhormat,” ucapnya dengan hati-hati.
“Apakah kau bersedia menjadi pejabat pembelian sembako ini?“
tanya Kepala Dinas.
“Tidak, Bapak,” jawab Eselon Bintang Mandala.
“Lantas, apa yang kau mau sampaikan?” tanya Kepala Dinas.
“Saya mohon izin Bapak. Mulai hari ini, saya mengundurkan diri
dari eselon bintang. Saya jadi prajurit biasa saja,” jawab Eselon
Bintang Mandala.
“Oh, jadi itu maksudmu! Eselon bintang yang lain, bagaimana?”
tanya Kepala Dinas dengan suara keras. “Apa kalian juga akan
mundur semua?“
19
19
Mozaik Humor Birokrat Menulis
20
20
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 5 –
ASN Ideal:
Wacana Atau Realita?
Fani Heru Wismono
C
urhatan ini tentu tidak untuk diperdebatkan. Hanya karena
dijalani oleh seorang ASN (Aparatur Sipil Negara), maka
jangan digeneralisasi akan mempunyai kemiripan dengan
jalan hidup ASN lainnya. Jika ada kemiripan jalan cerita, gue bilang,
“Kasihan deh, elo!”
Bagi gue, menjadi seorang ASN tentu bukan impian. Lebih tepatnya
hanya sebuah keterpaksaan saja. Sebagai alumni sebuah universitas
swasta yang lumayan terkenal, tidak pernah terlintas di kepala gue
untuk bekerja di sektor publik. Alasannya simpel, gak menantang
kerjaannya dan sudah jelas tidak bisa kaya. Maka, terjerumus menjadi
abdi negara seperti gue, jelas suatu degradasi cita-cita di kalangan
anak-anak kuliahan dari kampus swasta.
Namun, tak berapa lama pascaeuforia wisuda sarjana, gue
terhanyut dalam puluhan bahkan ratusan lembar lamaran kerja ke
berbagai perusahaan. Dari perusahaan bonafide yang berani gue
lamar di bulan-bulan pertama kelulusan hingga perusahaan ecek-
ecek atau bahkan mungkin abal-abal yang ditawarkan dari selebaran
di persimpangan traffic light, pernah gue coba.
Seperti misalnya, elo nembak cewek cakep, tapi elo tau kalo elo itu
jelek. Yah, semacam untung-untungan gitu deh, nembaknya. Tapi
ujungnya hanya akan berakhir pada cinta yang bertepuk sebelah
21
Mozaik Humor Birokrat Menulis
tangan. Sakit sih iya, tapi cuma sebentar aja. Selebihnya udah jadi
terbiasa patah hati tuh.
Hingga pada akhirnya tiba di satu titik, bahwa gue memastikan diri
menyerah nembak “cewek cakep”. Siapa aja yang nerima, pokoknya
gue mau. Begitulah kira-kira kondisi waktu itu. Jalan terakhir adalah
bekerja sebagai pegawai negeri yang gue anggap pilihan yang enggak
banget sebenarnya di hidup gue.
Mengabdi Untuk Bangsa dan Negara.
Sekali-kalinya daftar kerja, pas ada lowongan pegawai negeri, kok
pas diterima. Belum diterima kerja sih, itu baru lulus syarat
administratif. Busyet… Gue pikir habis itu langsung kerja, ternyata
masih ada beberapa tes lagi baru bisa dinyatakan lulus sebagai CPNS
(Calon Pegawai Negeri Sipil).
Jiper juga waktu harus menghadapi tes wawancara. Pernah sekali
ikut tes wawancara di sebuah bank dan hasilnya: gue tidak lolos. Gue
bisa pastikan kalo dulu itu tidak lolos karena emang tampang gue
yang jelek. Jadi mungkin enggak ada pantes-pantesnya kerja
sebelahan sama teller bank yang pastinya cantik-cantik.
Makanya kelempar pas sesi wawancara karena udah bikin bete
pengujinya lebih dulu. Nah, pas tes wawancara pegawai negeri ini, gue
udah kayak trauma gitu. Apa mungkin negara bakalan nolak orang
jelek juga kaya gue?
Perasaan di undang-undang bilang kalau orang miskin, anak
terlantar, dan orang jelek dipelihara oleh negara. Eh, gue ngaco, yak…
Klausul “orang jelek” itu gue yang masukin, ya. Jangan dilaporin ke
Pak Presiden!
Satu hal yang gue bakal inget sampai mati adalah ketika ditanya
“Kenapa kamu daftar jadi PNS?” Gitu kira-kira salah satu pertanyaan
di sesi wawancara. Sebagai orang yang sudah terlatih gagal, tentu gue
menyadari betapa perlunya melakukan riset kecil terlebih dahulu.
22
Mozaik Humor Birokrat Menulis
PNS itu kan kerja buat negara, jadi secara singkat gue simpulin
sekenanya saja.
Maka dengan sangat percaya diri gue jawab pertanyaan itu bahwa
kalau keterima jadi PNS, gue bakal mengabdi untuk bangsa dan
negara. Sangat klise dan tentu saja spontan menjadi bahan tertawaan
para penguji. Elaborasi selanjutnya tampak tidak bisa menghentikan
derai tawa akibat jawaban yang text book tadi. Gue inget peristiwa
tersebut sampai detik ini!
Setelah bertahun-tahun bekerja sebagai PNS yang sekarang
istilahnya menjadi ASN, gue menyadari begitu sulitnya menjalankan
omongan gue sendiri waktu dulu itu—untuk bisa mengabdi kepada
bangsa dan negara. Pergolakan kepentingan yang tiap hari hadir
seolah menantang gue buat membuktikan omongan gue bertahun-
tahun yang lalu.
Negara meminta ASN untuk bekerja secara benar, istilahnya
penuh integritas, profesional, dan netral. Setidaknya akhir-akhir ini,
di tengah perhelatan pemilu akbar, gue beneran bisa membuktikan
betapa beratnya jadi pihak yang netral. Gempuran informasi dari
simpatisan pasangan calon yang ikut pemilu begitu mengerikan.
Tidak banyak ASN yang bisa menahan diri untuk tidak
menunjukkan keberpihakan secara langsung maupun tidak langsung.
Gue masih mencoba setia untuk diam dalam kapasitas netral,
meskipun sebenarnya gue pingin gampar-gamparin itu orang-orang
yang berseberangan dengan pilihan politik gue. Omongan gue di masa
lalu tentang mengabdi kepada bangsa dan negara ternyata memang
berat konsekuensinya. Oooii, netral oiii…!
Itu baru contoh kecil saja dari posisi sebagai ASN yang diberi
perintah undang-undang untuk patuh. Contoh lain, meskipun bukan
gue yang ngalamin, adalah tentang “siap ditempatkan dimana saja”
sebagai bagian dari bentuk pengabdian kepada bangsa dan negara.
Sebagai ASN pusat yang ditempatkan di daerah, gue melihat
pergulatan teman-teman yang ditempatkan di daerah untuk bisa
23
Mozaik Humor Birokrat Menulis
24
Mozaik Humor Birokrat Menulis
25
Mozaik Humor Birokrat Menulis
26
Mozaik Humor Birokrat Menulis
27
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 6 –
P
ada tahun 1997 saya diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri
Sipil (CPNS) dengan pangkat Pengatur Muda golongan II/a
sebagai fungsional perawat. Maklumlah, latar belakang
pendidikan saya Sekolah Perawat Kesehatan, setara Sekolah
Menengah Atas. Saya ditempatkan di salah satu Unit Pemukiman
Transmigrasi (UPT) di pedalaman Kabupaten Kotawaringin Timur
Provinsi Kalimantan Tengah.
Sebagai seorang perawat—di kampung biasa dipanggil mantri—
tentunya ada beban berat yang harus ditanggung jika bertugas di
desa. Di daerah seperti ini, perawat harus mampu menyelesaikan
secara mandiri semua masalah kesehatan yang terjadi di tempat
tersebut. Parahnya lagi, saat itu belum ada telepon genggam. Jadi,
bisa dibayangkan bagaimana kami harus menangani permasalahan
dengan segala keterbatasan.
Sarana angkutan umum juga tidak ada. Tidak ada masyarakat
setempat yang mempunyai mobil. Hanya beberapa keluarga saja yang
mempunyai sepeda motor. Listrik masih dibangkitkan genset
(generator). Itu pun hanya beberapa rumah tangga yang mempunyai
kelebihan uang yang mampu membelinya. Susahnya lagi, jika setelah
28
28
Mozaik Humor Birokrat Menulis
selesai hujan, maka jalan akan menjadi licin dan kendaraan yang
melintasi jalan tersebut pada umumnya tergelincir.
Di pemukiman tersebut, mayoritas penduduknya adalah suku
Jawa. Selain itu ada Sunda, Dayak, Flores, Madura dan beberapa suku
lainnya. Walaupun demikian, tidak semua penduduk bisa
berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia. Beberapa orang
bahkan hanya bisa berbahasa Jawa.
Setahun setelah saya ditempatkan di pemukiman tersebut,
datanglah seorang bidan yang ditempatkan di UPT dimana saya
bekerja. Suatu kebetulan kalau dia adalah teman saya saat
bersekolah di SPK. Sebagai teman sekolah kami bisa berkomunikasi
dengan baik dan saling membantu yang mana biasanya terjadi
polemik antara bidan dan perawat seperti rebutan pasien karena
pasien diasosiasikan dengan uang. Tetapi saya dengan bidan tersebut
ternyata bisa saling melengkapi. Ketika ada pasien yang tidak mampu
saya tangani saya akan minta bantuan bidan tersebut. Begitu juga
sebaliknya, jika bidan tersebut tidak mampu menangani, dia pun akan
meminta bantuan saya.
Suatu malam, bidan tersebut diminta datang ke rumah warga untuk
menolong seorang ibu yang akan melahirkan. Sebagai seorang bidan
yang berdedikasi, dia berangkat menuju rumah warga tersebut.
Setelah melakukan pemeriksaan, bidan tersebut merasa tidak
mampu menangani ibu hamil itu.
Ada beberapa masalah yang mungkin akan terjadi karena risiko
tinggi yang ada pada ibu hamil tersebut. Tinggi ibu hamil tersebut
sekitar 133 cm, umurnya sudah lebih dari 30 tahun. Itu adalah
kehamilan kedua dengan jarak lebih dari 5 tahun dan berat badan
sudah ideal dengan tinggi badannya. Bidan tersebut pun tetap
menunggui ibu hamil tersebut sampai pagi.
Keesokan harinya, bidan tersebut menemui saya dan menceritakan
masalah yang dialaminya. Dia ingin merujuk pasien tersebut ke rumah
sakit di kota, tapi nggak enak menyampaikannya. Mau ditolong di
29
29
Mozaik Humor Birokrat Menulis
11
Njagong adalah isitilah bahasa jawa timuran yang berarti duduk.
30
30
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 7 –
A
da seorang mantan pejabat yang terkenal dan kaya raya
meski nyata-nyata telah melakukan korupsi pada masa
jabatannya. Dia tidak pernah tertangkap atau terbukti di
pengadilan karena begitu lihainya melakukan pendekatan atau lobby
kepada pejabat-pejabat terkait maupun hakim-hakim.
Dia juga yang melicinkan izin perubahan fungsi lahan—yang
semula kawasan cagar alam menjadi kawasan hutan industri—
sehingga banyak hasil hutan yang ditebang tanpa memperhatikan
akibatnya. Begitu banyak orang membencinya, namun banyak juga
yang memujinya.
Entah karena usianya yang sudah tua, akhirnya mantan pejabat itu
meninggal dunia. Orang berduyun-duyun mengantar kepergiannya ke
tempat peristirahatan yang terakhir. Banyak yang berdatangan dan
sudah tidak diketahui lagi apakah ia datang ke sana karena rasa
terima kasih atas bantuan yang diberikan selama ini atau menghujat
serta mensyukuri atas kematiannya.
Berbagai macam karangan bunga duka cita berjejer sepanjang
jalan menuju makam beliau, tetapi ada pula poster-poster yang
mengecam kebijakan beliau semasa hidup.
31
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Begitu pula berita duka cita yang ada di surat-surat kabar. Mulai
dari instansi atau departemen, perusahaan negara maupun swasta
saling mengisi kolom duka cita di sana. Telepon di rumah beliau
berdering-dering karena banyak orang yang menanyakan kebenaran
berita tentang meninggalnya dia atau pun hanya mengucapkan
belasungkawa.
Akan tetapi, ada satu panggilan telepon yang agak unik. Penelepon
selalu melontarkan pertanyaan yang sama dan berulang-ulang
selama berminggu-minggu, “Halo… Bisakah saya bicara dengan
Bapak X?”
Pembantu di rumah pejabat itu menjawab, “Maaf… Beliau sudah
meninggal beberapa hari yang lalu.” Pembicaraan pun langsung
terputus.
Minggu berikutnya orang yang sama menelepon lagi, “Halo...
Bisakah saya bicara dengan Bapak X?”
Kemudian dijawab lagi, “Maaf… Beliau sudah meninggal minggu
yang lalu. Oh ya, dengan siapa saya bicara?” Seperti sebelumnya,
pembicaraan langsung terputus.
Karena berulang-ulang menerima telepon seperti itu, ketika suatu
saat menerima telepon dengan nada suara yang sama, si pembantu
langsung memotong pembicaraan, “Pasti Anda yang selalu bicara:
Bisa bicara dengan Bapak X?”.
Dari seberang, si penelepon menjawab, “Iya… Baru saja saya mau
ngomong itu.”
Dengan nada kesal si pembantu rumah pejabat tersebut berkata,
“Kenapa sih, Anda tanya-tanya terus? Apa Anda tidak mengerti akan
jawaban saya bahwa Bapak X sudah lama meninggal!?”
Dari seberang, si penelepon berkata dengan tenang, “Ah… Tidak
apa-apa. Saya hanya senang saja mendengar kata-kata itu…”
32
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 8 –
W
hat’s in a name?
A rose by any name would smell as sweet.
Apalah arti sebuah nama. Sekuntum mawar, apapun
namanya, akan selalu harum mewangi. Begitulah makna dari kata
Shakespeare di atas. Namun, dalam dunia persilatan, eh, maksudnya
di dunia manusia, nama memiliki fungsi tersendiri. Nama menjadi
pembeda antara satu orang dengan yang lain. Nama juga merupakan
sebuah rangkaian doa dan harapan orang tua pada si anak.
33
Mozaik Humor Birokrat Menulis
34
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Tapi peserta wanita jelas akan tidak senang dan komplain karena
mereka ditempatkan bersama peserta yang laki-laki. Lalu atas
kesalahan itu, biasanya peserta wanita menghubungi panitia untuk
menyampaikan ada kesalahan dalam penempatan kamar. Dan,
masalah terselesaikan dengan baik.
35
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 9 –
S
ejak pagi tadi terjadi keheningan mencekam di kota tempat
kami tinggal. Tidak ada suara bising lalu lalang kendaraan
sebagaimana biasanya melintas di depan rumah. Ayah juga
tidak menghangatkan mobil seperti pagi-pagi sebelumnya dengan
tergesa-gesa.
“Hari ini tidak ada satu pun yang boleh keluar rumah.” Begitu ucap
Ayah seperti petir di meja makan. Suara Ayah terdengar menggelegar
dan cemas. Sepotong roti di mulutku hampir melompat keluar.
“Kenapa?” tanyaku.
Ayah diam, lalu menghela nafas. Aku, ibu dan kakak menunggu
lanjutan dari ucapan Ayah.
Karena tidak boleh keluar rumah, aku mengisi hari hanya dengan
tidur-tiduran di depan televisi. Hampir seluruh siaran televisi
mengangkat berita tentang himbauan larangan menyaksikan gerhana
matahari secara langsung. Berita lainnya adalah pemerintah telah
menerjunkan aparat kepolisian dan militer untuk memastikan orang
tidak berkumpul di tempat terbuka menyaksikan gerhana.
“Maksudnya, Yah?”
***
Namun, saat aku menyakan hal tersebut pada ayah, ayah tidak
melihat adanya kesalahan pada himbauan pemerintah terkait
larangan keluar rumah pada saat gerhana matahari total yang terjadi
kemarin.
- Mozaik 10 –
Staf Ahli
Edrida Pulungan
S
etelah bekerja selama dua puluh lima tahun, seorang Ibu
bernama Nani bertemu dengan seorang staf baru di
ruangan rapat komite. Lalu dia memberanikan diri bertanya
pada pemuda itu yang kebetulan duduk di sampingnya.
“Wah, baru kelihatan rapat ya, Mas… Staf khusus anggota dewan
baru ya?” tanya Bu Nani.
“Oh, baik mas Heru. Semoga betah kerja disini ya… Karena kalau
staf ahli harus siap memberi masukan kapan saja kepada anggota
dewan.”
“Siap, Bu. Itulah tugas saya. Ibu sendiri disini bekerja di bagian
apa?”
40
40
Mozaik Humor Birokrat Menulis
“Oh saya sudah dua puluh lima tahun bekerja disini Mas. Sebentar
lagi juga pensiun. Pekerjaan kita beda tipis. Kalau Mas bekerja
sebagai staf ahli, saya bekerja sebagai ahli staf, Mas. Selama bekerja
disini saya jadi staf terus tak pernah dapat jabatan. Maklum saja disini
harus adu kuat relasi dan kuat lobi. Tapi tak apa Mas, saya begini-
begini doktor juga, lho”.
4141
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 11 –
Banyak Kebenaran,
Tak Ada Kebenaran
Ryan Agatha
P
ada suatu zaman, terdapat sebuah desa yang sedang sibuk
dengan penyelenggaraan pemilihan kepala desa. Para
sukarelawan desa dihimbau untuk bersikap netral dalam
berkomunikasi sehari-hari melalui internet. Hal ini dicita-citakan
untuk membentuk sukarelawan desa yang “adil sejak dalam pikiran”.
42
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Tapi perdebatan ini bukan tanpa alasan, karena dewasa ini setiap
orang punya suara untuk membunyikan apa yang mereka lihat dan
rasakan terkait sebuah realita. Setiap orang bersuara, setiap orang
membunyikan informasinya masing-masing. Ini tidak terlepas dari
gagapnya manusia menghadapi kebebasan yang diberikan oleh
internet.
Hal ini juga yang membuat perangkat desa di cerita awal tadi,
ketakutan jika berita buruk tentang desa tersebar walaupun hal buruk
tak pernah terjadi dalam sistem desa.
45
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 12 –
G
rup Whatsapp katering di kantor saya seketika riuh rendah.
Jumlah jatah makan siang yang disediakan oleh penyedia
tidak sesuai dengan jumlah orang yang memesan. Seorang
pegawai, yang sebenarnya memesan makan siang, nyatanya tidak
mendapatkan jatah makan siang yang dipesannya. Artinya, ada satu
pegawai yang sebenarnya tidak memesan makan siang, tetapi
mengambil jatah makan siang pegawai lain.
menyatakan bahwa ada korelasi antara daya ingat dan usia manusia.
Semakin renta usia seseorang, maka daya ingat seseorang akan juga
semakin menurun.
Berkaca pada beberapa kasus yang terjadi pada PNS kita, memang
tidak adil jika kualitas kinerja seorang pegawai dikorelasikan dengan
usia yang dimiliki pegawai itu sendiri. Karena dari kenyataan yang
tergambar, seringkali terlihat bahwa pegawai-pegawai dengan usia
dan masa kerja yang lebih lama, nyatanya juga masih dapat dikatakan
produktif.
50
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 13 –
H
ubungan antar ASN di kantor seyogyanya tidak terbatas
pada hubungan kerja semata. Tidak melulu hanya berkisar
tentang pembagian tugas sesuai tugas pokok dan fungsi,
rentang kendali atasan kepada bawahan, koordinasi baik internal
maupun eksternal, dan sebagainya, dan sebagainya.
Hal-hal birokratis yang kaku dan rutin, yang dilakukan setiap hari
seperti itu, cenderung membosankan dan membuat birokrasi seolah-
olah robot yang berjalan. Supaya dinamis, hubungan antar ASN di
sebuah kantor perlu juga dibumbui dengan cita rasa kekeluargaan
yang bersifat non formal sehingga suasana kerja menjadi dinamis dan
bergairah.
“Insya Allah siap. Selesai sholat Ashar saja,” timpal Budi yang
memang biasanya penasaran ingin tahu rumah teman-teman
sekantor.
Waktu itu, sepanjang perjalanan kanan dan kiri jalan, kami disuguhi
pemandangan rumah-rumah lama penduduk yang asri dengan
halaman yang luas. Berbeda dengan sekarang (2019) yang sudah
berubah menjadi barisan ruko-ruko yang sumpek dan kaku kesannya.
Memasuki batas kecamatan Kasemen, selepas terowongan tol,
hamparan sawah nan menghijau memanjakan mata.
“Sebentar lagi… Patokannya, dari pom bensin, tidak jauh lagi,” kata
Sukarno sambil melihat jarum indikator bahan bakar. Bicara tentang
52
52
Mozaik Humor Birokrat Menulis
“Iya, ya. Saya juga lupa, padahal di kantor banyak,” kataku sedikit
menyesali kenapa lupa menyiapkan amplop.
53
53
Mozaik Humor Birokrat Menulis
“Assalamualaikum.”
“ Waalaikumsalam.”
“Terima kasih sudah datang menengok anak dan isteri saya yang
baru melahirkan,” kata Hidayat tulus. Kami lalu berbincang ringan
tentang pekerjaan, anak-anak dan keluarga.
55
55
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 14 –
B
irokrasi identik dengan suasana yang kaku, ribet, dan
bertele-tele. Kalau sudah berhadapan dengan birokrasi,
rasanya sudah malas duluan.
Tidak semua ASN seperti itu, bahkan banyak ASN berprestasi yang
berkontribusi besar untuk negeri. Mungkin hanya segelintir oknum
ASN yang memang punya penyakit kudis alias kurang disiplin. Ya,
‘kan?
56
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Waktu itu saya baru lulus S1, fresh graduate gitu lah. September
2009 wisuda, Oktober 2009 daftar CPNS, Desember diterima. Banyak
kisah luar biasa selama saya jadi PNS sampai sekarang. Nano-nano
rasanya. Ada yang menyenangkan, ada yang ngenes alias
menyedihkan, sampai ada yang menggemaskan, eh, lucu maksudnya.
Jadi ASN itu harus mau bekerja apa saja. Apalagi kalau sudah
dapat disposisi atau perintah atasan. Multitasking, kalau istilah
kerennya. Meski saya seorang statistisi, yang setiap harinya berkutat
dengan data dan angka, tapi saya juga harus piawai urusan fotokopi,
scan dokumen, bikin surat undangan, telepon pihak lain, urus
konsumsi rapat, mengatur keuangan Subdit, bahkan sampai jadi kurir
untuk antar surat.
Tapi nggak jadi masalah sih buat saya untuk melakukan hal remeh-
temeh macam fotokopi gitu. Toh, saya juga baru tahu dan baru bisa
memfotokopi setelah jadi PNS. Hehehe...
Ya ampun, ternyata saya pakai sepatu di kaki kiri dan pakai sandal
di kaki kanan. Langsung ngakak dalam hati dan ngacir balik kanan.
Untungnya pas kejadian itu, nggak ada orang yang melihat saya. Bisa
57
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Nah, pada sesi foto bersama ini, semua staf diminta untuk segera
keluar ruangan karena tempat yang muat untuk foto bersama hanya
di lobi dekat lift. Akhirnya kami pun keluar. saya berada di baris kedua
bersama ibu-ibu. Sedangkan bapak-bapak berfoto sambil jongkok.
Coba kalau pak menteri sampai tahu juga, bisa malu sepanjang hari
sampai tiba saatnya pensiun nanti. Hehehe...
Mengeja Alfabet
59
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 15 –
S
aat penugasan hari kerja tidak berhasil ditunaikan, mau tak
mau hari libur akhir pekan pun terkadang harus direlakan
dengan menghabiskan waktu di kantor. Di sela-sela lembur
yang kurang tema ini, saya iseng melihat daftar nama-nama pegawai
dengan kolom NIP di sebelahnya.
60
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Apesnya kejadian salah tafsir itu tidak hanya terjadi di dinas itu
saja. Saat kami berkeliling melakukan cek fisik, kejadian serupa
terjadi lagi dan lagi. Awalnya kaget dan merasa tidak dianggap, tapi
lama-lama malah terasa lucu dan menyenangkan. Bukankah itu
artinya saya awet muda, yippiiie. Karena belum ada NIP pula di Surat
Tugas, makin lah dikira kalau saya anak-anak baru lulus SMP.
61
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Saat diklat di awal tahun ini pun, saat akan berkenalan dengan
senior atau ASN lain, saya selalu dikira angkatan CPNS 2018. Kalau
sedang iseng tidak akan saya jawab, biarlah dianggap seperti itu.
Kalau sedang serius akan saya jawab bukan, saya 2012. Setelah tahu
akan langsung dijawab, “Oh, stok lama ya? Tapi gak kelihatan.”
Dari NIP kita lihat bagaimana gesture ASN tersebut. Apakah ada
yang bisa kita tiru atau harus kita hindari untuk yang serius berkarier
sebagai ASN. Apakah masuk kategori cepat, masuk kategori
berprestasi, punya koneksi bagus atau grup panjat sosial, hahaha...
Tiga kategori hasil pengelompokan netizen tentunya.
Dari sekian banyak informasi yang bisa didapat dari NIP, telintas
satu pikiran konyol, sepertinya NIP itu akan lebih indah dan informatif
kalau ditambah satu kode lagi, yaitu status. Dengan melihat NIP, tak
perlu ada pertanyaan: “Sudah berkeluarga atau belum?” dan
pertanyaan lanjutannya: “sudah punya anak berapa?”
62
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Di era birokrasi dengan mutasi yang cukup sering ini, saya yakin
dengan adanya kode itu akan sangat menolong para ASN single ketika
perkenalan di tempat baru. Kalau hanya ingin tahu, cukup lah
disebutkan NIP nya. Tanpa perlu ditanya lagi status-statusan yang
bikin pening.
63
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Pikiran itu hampir selalu terlintas kok, saat melihat NIP kami
masing-masing. Jadi, NIP… Semoga kamu makin informatif demi
berkuranggnya beban kami—ASN single, di mana pun kami mengabdi.
64
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 16 –
S
alah satu topik menarik setiap kali saya ketemuan dengan
senior pensiunan perencana anggaran adalah keunikan
dalam proses tata kelola anggaran zaman dulu dan
sekarang. Topik ini seolah tak pernah habis untuk diceritakan. Pun
ketika saya bertemu dengan seorang senior, yang masih tampak
muda dan energik, di salah satu kedai kopi di Kota Kembang, Bandung,
cerita menarik itu pun masih dapat saya nikmati kerenyahannya.
“Beda sekarang, Bos. Sudah sangat efisien, hampir tidak ada lagi
tim,” jawabku.
65
65
Mozaik Humor Birokrat Menulis
“Logic model? Dari dulu juga sudah ada! Emangnya kalian kira
kami dulu tidak logic apa? Hehehe…,” tukas beliau agak sinis.
Kemudian beliau bertanya agak serius, “Coba kau ulang lagi logic
model yang baru... Apa tadi? Input…terus?”
“Outcome itu hasil Pak… Hasil dari rangkaian input sampai output
yang tentunya harus bisa diukur dengan indikator.” Aku menjelaskan.
“Tetapi ada yang kurang itu… Kok hanya berhenti sampai outcome,
logic model-nya? Belum logis,” sanggahnya dengan nada suara agak
meninggi.
“Tidak, Bro… Tetap ada yang kurang. Coba ya, saya ulang… Input,
process, output, outcome... lah income-nya mana?? Income, Income...
Pemasukan… Hahahahaha…” Beliau menjelaskan sambil terbahak-
bahak.
67
67
Mozaik Humor Birokrat Menulis
“Aneh juga yah…. Kalau misalnya perjalan dinasnya gak benar, itu
yang dipotong lima puluh persen, nanti setengah hari masuk neraka,
68
68
Mozaik Humor Birokrat Menulis
***
69
69
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 17 –
Gara-Gara Label
Andi P. Rukka
P
ernah dipimpin oleh orang yang sebelumnya anak buah
sendiri?
71
Mozaik Humor Birokrat Menulis
“Iya, Pak.”
“Sama siapa?”
“Bos.”
“Beneran?”
“Iya.”
“Mana?”
“Kenapa?”
“Ndak tahu.”
“Iya, tiba-tiba dia ingin ke sini,” jawab pengawas itu dengan nada
dongkol yang gagal dia sembunyikan.
72
Mozaik Humor Birokrat Menulis
73
Mozaik Humor Birokrat Menulis
“Toilet wanita yang sebelah, Bu. Ini untuk pria,” kata Ardin dengan
nada memprotes. Sebenarnya itu hanya jurus menutupi
kegugupannya.
“O, iya. Tapi kan di sana ada label wanitanya, Bu. Berarti di sini
mestinya bukan untuk wanita.”
74
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 18 –
Oh CPNS,
SPPD Disangka SKPD
Muhammad Kasman
P
agi yang sibuk sekali. Sejak subuh, aku sudah mondar-
mandir dari kamar panitia ke aula tempat pelaksanaan
kegiatan yang akan berlangsung pada jam sembilan pagi ini.
Sebagai staf di Sub Bagian Perencanaan yang paling senior, saya
diberikan amanah sebagai Sekretaris Panitia. Maka demikianlah, saya
sudah super ripuh sepagi ini.
75
Mozaik Humor Birokrat Menulis
itu akan mudah dia kerjakan, sepertinya dia pribadi yang lumayan
perfeksionis.
Lembar absensi dan pulpen sudah dia siapkan. Tanda pengenal dan
bahan kegiatan juga telah tertata rapi, tinggal dibagikan ke setiap
peserta yang telah mengisi absensi. Maka dengan tenang aku
meninggalkan Fahmi—pegawai baru itu—di belakang meja registrasi.
Masih banyak hal yang harus saya cek sekali lagi.
“Kamu tidak tahu ya? Saya ini Inspektur, berarti saya orang
Inspektorat!” Suara Pak Iskandar menaik, pertanda emosinya sudah
mulai terpancing.
"Oh, mungkin dia salah pengertian, Pak. Dia mau minta SPPD, tapi
dia bilang SKPD. Maklum, Pak, dia masih CPNS," terangku sambil
mencoba menenangkan Pak Iskandar.
“Anak muda, bukan SKPD yang seharusnya kau minta, tapi SPPD!
Tolong belajar yang baik ya, SKPD itu Satuan Kerja Perangkat Daerah,
sedang SPPD itu Surat Perintah Perjalanan Dinas. Bedakan, dong!
Jangan jadi PNS yang bisa membuat malu birokrasi," pungkas Pak
Iskandar sambil mengacungkan telunjuk ke arah Fahmi, seperti gaya
seorang guru menasehati murid yang terlambat.
78
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 19 –
K
isah ini adalah cerita nyata. Kejadiannya lebih dari
seperempat abad yang lalu. Di suatu pagi yang sejuk karena
pada malam harinya hujan lebat mengguyur wilayah Tegal—
kota yang memiliki julukan Kota Bahari—seorang lelaki paruh baya
yang berprofesi sebagai pegawai negeri menjalani rutinitasnya
berangkat ke kantor.
Pak Djahoeri, begitu nama lelaki yang berseragam Korpri itu,
tampak tergesa-gesa mencoba menghidupkan mesin motor Vespa
tuanya. Setelah engkolan kelimanya, “Toktoktoktoktok..” terdengar
bunyi khas mesin skuter tua. Lelaki yang parasnya yang mulai menua
itu bergegas menaiki jok motor vespanya sampai-sampai uluran
tangan sang istri yang mencoba mencium tangannya pun disambut
tak sehangat biasanya.
Matahari mulai meninggi. Rupanya waktu telah menunjukkan pukul
06:30 WIB. Pak Djahoeri segera memacu Vespanya. Pagi itu ada
upacara di pendopo kabupaten tempat ia bekerja. Kantor Pemkab
Tegal berjarak hampir 20 kilometer dari kediamannya, Perumahan
Griya Mejasem Baru, kompleks perumahan yang saat ini terbilang
cukup padat untuk wilayah Tegal dan sekitarnya.
79
Mozaik Humor Birokrat Menulis
12
traffict light
13
hati-hati
80
Mozaik Humor Birokrat Menulis
81
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 20 –
J
oni menatap nanar layar handphone. Kedua jempolnya siap
menari di atas keyboard. Sudah lima menit berlalu, namun dia
belum berhasil memunculkan satu huruf pun di layar itu.
Dia membaca lagi. SMS yang diterimanya bukanlah pe er logaritma
yang kadang ditanyakan adiknya di kampung, melainkan sebuah
pesan singkat dari ibu.
Le, kirimi ibuk uang. Wis tiga bulan kami makan nasi-kecap thok.
Akhirnya dia memutuskan membalas, Nggih, Bu. Lalu beranjak
pergi untuk mengirim sejumlah uang dan membeli mie instan buat
dirinya sendiri. Sudah berhari-hari menu makannya hanya mie instan.
Itu pun dia makan sehari dua kali dan kalau tidak mau kena usus
buntu, maka dia harus melakukan sesuatu.
***
“Kau mau nawarin proposal? Ke pemerintah? Bah! Percuma. Gak
akan ada untungnya. Bakal kena pajak kau.”
“Ah, abang. Masa gitu amat sama kantor sendiri. Gak percayaan.”
“Kau yang tidak percaya sama Abang.”
82
82
Mozaik Humor Birokrat Menulis
83
83
Mozaik Humor Birokrat Menulis
84
84
Mozaik Humor Birokrat Menulis
85
85
Mozaik Humor Birokrat Menulis
86
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 21 –
H
alo. Perkenalkan namaku Ahmad, seorang pegawai negeri
sipil di sebuah instansi pemerintah pusat.
Ini adalah ceritaku tentang suatu hari yang akan selalu
kuingat. Hari ini, satu di antara sekian hari yang bersejarah dalam
hidupku. Satu hari Jumat yang terpilih di antara 52 hari Jumat yang
Tuhan ciptakan pada tahun 2019.
Mengapa keramat? Karena pada hari-hari Jumat yang tak bisa
diprediksi tanggal persisnya dua atau tiga kali dalam setahun
semacam ini, tiba-tiba terbit surat sakti di kantor kami. Mengapa
sakti? Sebab dengan surat ini kehidupanku sekeluarga bisa jadi
berubah menjadi sangat bahagia atau sebaliknya, berada di ambang
kekacauan, berserakan tak tentu jalan.
Sebenarnya, hanya ada dua buah kalimat singkat yang tertuliskan
dalam surat itu. Lugas, jelas, tetapi sangat tegas.
AHMAD
Speechless.
Surat sakti itu telah membuatku panik. Surat keramat itu juga telah
berhasil memporakporandakan keceriaan yang kubangun sejak pagi
tadi ketika melihat anakku tersenyum sumringah di balik pintu
gerbang memasuki sekolahnya.
Rifat, anakku, berkata, “Makasih ya, Abi telah mengantarkan kakak
ke sekolah pagi ini. Semangat ya Bi, cari rizki halal dan berkah untuk
kami”.
Seketika terbayang beberapa kemungkinan buruk yang akan
terjadi padaku dan keluargaku sebagai kelanjutan dari sepucuk surat
dengan dua kalimat sakti itu. Rupanya, satu dekade berdinas di
ibukota telah membuatku berada dalam zona yang terlalu nyaman.
Jakarta yang macet, individualis, dan penuh dengan polusi udara
dan suara telah menancapkan rasa sayang yang mendalam pada kami
sekeluarga. Rifat, anakku, bahkan telah terdaftar jadi murid di salah
satu sekolah menengah atas (SMA) swasta terbaik di kota
metropolitan ini.
Betapa bangga tak terkira ketika dia lulus seleksi masuk sekolah
itu beberapa bulan yang lalu. Tagihan uang pangkal dan uang
bangunan yang puluhan juta rupiah besarnya tak lagi kupedulikan. Ini
adalah konsekuensi yang aku harus terima dari kebijakan zonasi yang
mempersulitnya masuk sekolah negeri.
Bolehlah kami ayah ibunya makan nasi dengan garam asalkan
anak-anak kami, Rifat dan kedua adiknya, mendapatkan sekolah yang
terbaik untuk mereka. Untunglah, koperasi kantor masih
menyediakan pilihan untuk mendapatkan pinjaman yang bisa kami
angsur dengan potongan tunjangan bulanan.
Umi, maaf ya karena Abi harus pergi, tidak bisa kalian jumpai setiap
hari. Tenang Mi, walopun nanti semakin bengkak pengeluaran kita
untuk beli tiket pesawat Abi menengok kalian ke Jakarta, tetapi
setidaknya Abi bisa mencari pekerjaan sambilan di luar jam kerja.
88
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Tenang mi, keluarga kita akan tetap baik-baik saja, hanya harus
sedikit lebih bersabar untuk berkumpul komplit kita berlima.
Sebulan atau dua bulan sekali ya.
Begitu kira-kira narasi penjelasan yang akan kuberikan pada
istriku nanti di rumah, seusai sembahyang maghrib berjamaah.
Sepertinya bijaksana dan legawa. Akan tetapi, baru membayangkan
untuk mengatakannya saja, mataku sudah berkaca-kaca.
Menambah sepuluh juta rupiah untuk membeli tiket pesawat pergi-
pulang sebulan sekali mungkin masih bisa diakali dengan kerja
lembur dan honor lain yang resmi, selain berjibaku menambah
penghasilan sebagai penulis lepas di surat kabar. Aku terbiasa
menulis untuk menghilangkan kegalauan sekaligus memanfaatkan
masa-masa ketika jauh dari keluarga. Ketika tugas ke luar kota
beberapa hari misalnya.
Akan tetapi, sejujurnya bukan lagi soal bengkaknya pengeluaran
bulanan ini yang kutakutkan. Lebih dari itu, aku adalah seorang
penganut paham bahwa keluarga itu seharusnya selalu bersama-
sama. Seperti yang selalu dikatakan oleh orang tuaku di masa kecil
dulu.
Sayangnya, kali ini aku harus melanggarnya. Sejak resmi diangkat
menjadi abdi negara di negeri ini, tanda tangan telah kutorehkan pada
sebuah surat pernyataan: “bersedia ditempatkan di mana saja di
seluruh Indonesia”.
Yang jadi masalah adalah ketakutanku akan sulitnya mendidik anak
dari kejauhan sementara Rifat dan adik-adiknya masih sangat
membutuhkan kehadiran seorang bapak. Selain itu, keutuhan rumah
tangga dalam sebuah pernikahan jarak jauh, yang akan kujalani,
dipertaruhkan dengan kehadiran sebuah surat mutasi.
Betapa banyak mahligai pernikahan yang dirajut puluhan tahun
hancur seketika hanya karena suami dan istri berbeda domisili, atas
89
Mozaik Humor Birokrat Menulis
91
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 22 –
P
unya gelar itu ternyata nggak enak. Padahal waktu masih
SMA dulu sepertinya keren gitu, punya deretan gelar
dibelakang nama yang diberikan orang tua. Pokoke wow,
gitulah. Orang lain pasti jadi segen, atau minimal gumunlah ya.
Teryata setelah didapat, kok realitasnya super beda banget. Nggak
enak. Lha di mana enaknya, wong kita jadi nggak bisa bertingkah sak
karepe dewe.
Sebagai ASN di lembaga pengawasan, saya jadi tidak bisa kabur-
kaburan lagi seperti waktu masih berstatus lulusan D3 dulu. Saya
tidak bisa lagi duduk manis khusyuk mendengarkan dialog ketua tim
dengan petinggi instansi yang saya audit. Yang pasti lagi, saya juga
tidak bisa menulis kertas kerja audit seadanya karena ada ketua tim
yang akan me-review.
Membayangkan masa kebebasan itu rasanya indah sekali.
Ternyata saya termasuk ASN berstatus mbeling. Kala itu yang ada
hanyalah kebahagiaan menikmati hasil kerja, ubyang-ubyung dengan
teman seangkatan mencicipi kuliner di kota Anging Mammiri atau
sekedar asyik berdiskusi dengan teman senasib hingga pagi
menjelang.
Semua mulai berubah ketika satu per satu gelar diperoleh.
Kembali ke kota Makassar dengan membawa gelar Akuntan, saya
92
92
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Tetapi ternyata tidak seindah yang saya bayangkan. Teman saya ini
malah demanding sekali, tuntutannya banyak. Dia selalu menyebut-
nyebut gelar saya, termasuk menyebut saya sebagai lulusan Master
Australia. Mangkel nggak sih kalau seperti itu?
Yang namanya manusia, tidak harus selalu muncul ide-ide keren.
Malah dalam banyak hal saya mengalami stuck, bingung memberikan
pendapat. Dalam kondisi ini, kalau tidak ada ide, dipaksa bagaimana
pun ya nggak akan berhasil.
Sayangnya, teman saya ini mungkin juga kesal dengan sikap saya
yang terlihat mengandalkannya dalam penyelesaian tugas. Kekesalan
yang sama yang saya rasakan saat dulu dia pernah menjadi anggota
tim saya. Dalam suatu pertemuan dengan pihak pemda, sempat dia
berbisik, “Ayoooo, masak lulusan Australia diam saja?”
Andai dia tahu, entah berapa pikiran yang sudah saya coba peras
tapi tetap tak menghasilkan ide cemerlang. Tanpa dia katakan, saya
sudah terbebani dengan gelar yang merepotkan ini.
Ah, tapi mungkin semua sangkaan betapa hebatnya orang yang
memiliki gelar ini sama dengan sangkaan saya di masa SMP saat
beberapa teman saya kursus bahasa Inggris.
Asumsi saya, mereka yang kursus bahasa Inggris, nilai bahasa
Inggrisnya pasti bagus, speaking-nya juga lancar. Nah, sekalinya
mendapati teman saya ini bahasa Inggrisnya biasa-biasa saja,
langsung mikir, kok kursus, hasilnya begini ya? Dan kini, karma atas
sangkaan itu kembali ke saya. Kok lulusan Australia bahasa
Inggrisnya plegak-pleguk?
Ya, wislah, gimana lagi. Nasi sudah menjadi bubur. Tak mungkin
lagi gelar-gelar itu saya kembalikan ke penyedia jasa pendidikan.
Yang bisa saya lakukan adalah hanya dengan tidak menyematkannya
saat menulis nama saya, kecuali kalau dengan gelar itu saya
mendapat honor lebih.
Lha, kok penak temen rek?
94
94
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 23 –
Kisah Ajudan
M. Isa Thoriq A.
cepak, dengan tatapan mata yang tajam. Lalu jika ditanya apa tugas
ajudan? Jawabanya banyak. Ajudan yang merangkap sekpri bisa
mengurus pekerjaan pimpinan dari hal memanggil anak buah hingga
memetik buah di pekarangan rumah pimpinan.
Biasanya ajudan dipilih dari pegawai muda, jomblo alias yang masih
anget atau fresh graduate, mungkin salah satu pertimbangnya dengan
kondisi itu dia dapat disuruh kerja tanpa mengenal waktu dan nggak
ada alasan jemput anak sekolah. Selain itu biasanya ajudan dipilih
dari pegawai yang menguasai komputer, kalau ini tidak lain karena
seorang pimpinan (terutama yang lahir dibawah 1960) belum dapat
mengikuti perkembangan teknologi. Di saat awal munculnya android,
beberapa pimpinan gagap untuk hanya sekedar mematikan atau
mengganti nada dering, disaat itulah ajudan berperan sebagai teknisi
hp.
menuju ruang pimpinan. Wah,, segitunya ya?, iya ini tergantung dari
gaya sang pemimpin, mungkin saat ini sudah jarang pemimpin yang
ingin diperlakukan seperti itu.
97
Mozaik Humor Birokrat Menulis
98
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 24 –
Waktunya Spongebob!
Ahmad Hawe
99
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Padahal, mungkin tidak salah jika kita semua berbesar hati bahwa
kita tidak mampu merealisasikan seluruh rencana pengeluaran yang
sudah ditetapkan akhir tahun lalu. Anggaran yang kita akui dilalui
dengan upaya ‘berdarah-darah’, berdiskusi dan berdebat
menentukan indikator dan target capaian dalam pertemuan segitiga,
melibatkan perencana dan penentu anggaran.
Ironi, itulah sebuah kondisi, di negeri ini yang sudah terjadi berpuluh
tahun, belum saja berganti. Mirip tagline pada iklan minuman
rumahan dalam botol, “Apa pun kondisinya, siapa pun rezimnya,
kondisinya tetap sama!”
“Ha ha ha, tidak perlu kawan, tenang saja kalian”, kataku dalam hati.
“Meskipun aku tidak ikut rombongan sana-sini, kesetiaanku tidak
perlu kalian uji. Aman saja, terima kasih buah tangannya. Aku tidak
perlu ikut denganmu”.
Toh, honor kehadiran rapat dan nara sumber sana-sini setahun ini
cukuplah untuk kami berdua, aku dan istri cantikku, liburan ke
Negeri Itali.
102
Mozaik Humor Birokrat Menulis
- Mozaik 25 –
Nasihat Atasan
Kepada Anak Buah
M. Rizal
Saya tidak habis pikir mengapa banyak anak buah saya, akhir-akhir
ini begitu semangatnya ingin mengubah budaya birokrasi kita? Budaya
birokrasi mau diubah dari dilayani menjadi melayani, dari kurang
kreatif menjadi proaktif dan inovatif.
Wahai anak buah,
Kata siapa birokrasi kita kurang melayani? Kata siapa birokrasi kita
kurang kreatif? Kalau ada kalian yang kurang kreatif dalam melayani,
mungkin iya. Melayani siapa? Ya tentu saja melayani saya, pimpinan
kalian.
Masih saja kalian ada yang tanya, “Lalu masyarakat bagaimana? Apa
mereka tidak perlu dilayani?”
Begini ya anak buah, masyarakat itu sudah mandiri. Mereka tidak
perlu lagi kalian layani sepenuh hati. Kita pun tak perlu lagi serius
mendengar keluhan mereka. Hanya orang-orang baper saja yang
suka protes. Lagian hidup kok banyak mengeluh.
103
99
Mozaik Humor Birokrat Menulis
104
100
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Ah, itu kan kata Foucault, saya kenal orang itu. Sudahlah tidak usah
didengarkan. Dia itu ngawur. Di mana-mana kekuasaaan itu absolut,
dipegang oleh elite. Titik.
Wahai Anak Buah, Kalian Tidak Usah Iri..
Saya dan pimpinan lainnya itu memang disebut elite. Elite itu artinya
sekelompok orang eksklusif pemegang kekuasaan, punya kecakapan
lebih, dan berhak menentukan nasib kalian.
Bagaimana tidak eksklusif, saat pelantikan saja saya pakai setelan
jas, itu setelan pakaian yang melambangkan kedigdayaan. Saya dan
pimpinan lain itu dikumpulkan dalam ruangan khusus, dibacakan
‘mantera’, lalu diberi selamat. “Selamat, Anda sudah menjadi
pimpinan, sudah berbeda dengan pegawai kebanyakan,” begitu kata
orang yang melantik saya.
Keluar dari ruangan pelantikan, saya sudah disediakan ruangan yang
tak kalah eksklusif, ruangan tertutup, lengkap dengan sekretaris yang
mampu menyaring siapa saja tamu-tamu yang datang. Jangan coba-
coba kalian masuk ruangan tanpa sepengetahuan sekretaris saya,
bisa saya semprot air tajin nanti.
Oya, sebelum datang, kalian bisa telepon sekretaris lebih dulu untuk
dapat ‘nomor antrian’. Jika kadang sekretaris saya tidak bisa
dihubungi, ya cobalah lain waktu, karena terkadang sekretaris saya
lebih sibuk dibanding saya.
Taukah kalian, setelan jas, ucapan selamat, ruangan, dan sekretaris,
itu semua adalah bagian dari simbol eksklusivitas saya. Jangan ngiri
ya anak buah, namanya juga pimpinan. Sudah selayaknya saya
mendapat fasilitas itu.
Malah, saya juga dapat fasilitas yang lebih lengkap lagi, seperti rumah
dan mobil dinas dengan plat nomor khusus. Lha kok enak? Ya iya lah.
Coba kalian bayangkan, mosok saya harus ngontrak rumah? Apa kata
dunia? Mosok saya harus pesan gocar tiap mau ke kantor dan
menghadiri undangan? Apa kata driver gocar nanti?
105
101
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Kalian pasti paham kan, gaji saya pun lebih besar dari kalian karena
memang tugas saya berat. Kalau kalian kan tugasnya hanya
melaksanakan arahan. Lha kalau saya, selain memberi arahan, juga
kasih petunjuk dan juga perintah. Belum lagi kadang harus keluar
energi besar untuk memarahi kalian. Berat sekali bukan?
Lebih Enak Jadi Anak Buah, Tau..?
Ada yang bilang, kalau saya itu tidak percaya kalian. Siapa bilang?
Percaya kok. Buktinya saya sering terlihat santai saat kalian pontang-
panting bekerja, kan? Saya juga selalu percaya kalian pasti akan minta
petunjuk saya sebelum mengerjakan sesuatu.
Saking percayanya saya pada kalian, jika saya dapat teguran dari
pimpinaan saya karena hasil pekerjaan tidak sesuai harapannya, saya
seringkali mencari kalian untuk disalahkan. “Salah kamu nih, sudah
dipercaya kok masih kerja begitu”.
Semakin tinggi level saya, semakin berat lho tanggung jawabnya.
Tidak percaya? Coba saja lihat disaat ada masalah berat di lingkungan
kantor, saya selalu bertugas menjawab dan kalian, anak buah, cukup
menanggungnya. Enak kan kalian jadi anak buah?
Arahan, petunjuk, dan perintah saya itu juga ajaib. Semuanya benar,
karena saya selalu lebih tahu dibandingkan kalian. Nah, kalo sudah
begitu mosok kalian tidak nurut. Pengetahuan dan kebenaran saya itu
sungguh sudah di atas kalian. Ya namanya juga atasan, kan..
Pernahkah kalian dengar ada rekan kalian yang mengatakan, “Kita
tunggu petunjuk dari pimpinan?” Nah, kalian perhatikan itu, kalimat itu
menggambarkan kalau kalian hanya dapat melakukan sesuatu
berdasar petunjuk dan arahan saya. Artinya saya yang paling tahu
dan menentukan segalanya. Keren, kan?
Wahai anak buah,
Adakah di antara kalian yang masih merasa tertekan oleh saya
sebagai pimpinan kalian? Menurut saya itu perasaan yang aneh. Masih
ingat hukum Pascal, kan? Birokrasi ibarat ruang tertutup yang berisi
106
102
Mozaik Humor Birokrat Menulis
air, maka tekanan di dalam ruangan itu akan diteruskan sama besar
ke segala arah.
Jadi ya memang sudah hukum alam, tekanan itu selalu ada dari sang
penekan, kemana-mana pula. Meski begitu, tekanan Pascal tadi kalau
digunakan di sistem hidrolik bisa mengangkat benda yang ditekan
tadi. So, tidak usah baper lah.
Jadi Anak Buah Jangan Sok, ya..
Jangan kalian buru-buru merasa hebat kalau punya gagasan besar.
Gagasan kalian itu harus saya ‘stempel’ dulu, seperti anak kalau
punya usul harus disetujui orang tua dulu, kan? Saya harus setuju dan
itu dilakukan dengan cara saya.
Tidak sopan kalau kalian merasa jengkel. Jengkel karena gagasan
kalian, yang kalian rasa mungkin solusi masalah kantor selama ini,
saya akui sebagai buah pikiran saya. Lha memangnya kalian itu siapa?
Jangan heran kalau akhirnya nama kalian pun tidak saya sebut saat
saya menerima pujian atau dapat sepeda atas keberhasilan gagasan
tadi. Lha wong kalian, anak buah, kok minta disebut namanya. Itu
namanya caper.
Oya, masih adakah dari kalian yang merasa potensi kalian tidak
maksimal karena salah penempatan? Ini juga karena kalian sok yakin
saja. Sok yakin dan sok tahu dengan potensi kalian. Mosok ada anak
buah yang paham dengan dirinya sendiri tanpa campur tangan
pengetahuan saya. Ya jelas saya yang lebih tau lah.
Dialog? Untuk apa lagi? Ingat ya, kan sudah saya bilang, kebenaran
dan pengetahuan saya itu di atas rata-rata kalian. Sudahlah, ini demi
organisasi. Selalu ada hikmah dari semua ini. Nikmati saja dan suatu
saat nanti kalian akan tahu kenapanya.
Anak Buah, Sadarlah, Jangan Keterlaluan!
Kalian mau mengkritik kebijakan atau perilaku saya? Wah, kalau ini
benar-benar sudah kebangeten. Apalagi kalau kalian sok jago mau
jadi whistleblower melaporkan saya ke pihak lain. Tega sekali kalian
107
103
Mozaik Humor Birokrat Menulis
108
104
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Profil Singkat
Para Penulis Mozaik
Bergman Siahaan
Pelayan publik di Kota Medan yang sering menghanyutkan
diri dalam pusaran seni yang luwes, alih-alih menyelam
dalam rigiditas birokrasi.
Mutiara Ramadhani
Anak pertama dari 2 bersaudara yang lahir di bulan April
tahun 1989. Penulis introvert yang menyukai warna biru laut
dan putihnya pasir pantai ini, sekarang bekerja di dunia
pengadaan barang/jasa pemerintah.
Dewi Utari
PNS pencinta lingkungan yang berhobi memasak dan
bertukang.
109
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Cak Bro
ASN dengan hobi menulis secara otodidak mengenai
permasalahan organisasi tentang SDM, audit, pengawasan,
dan korupsi.
Desi Sommaliagustina
Dosen Prodi Ilmu Hukum, FH Universitas Muhammadiyah
Riau. Saat ini sedang melanjutkan studi di Program Doktor
Ilmu Hukum Universitas Andalas, Padang
(desisommalia@umri.ac.id)
Edrida Pulungan
Lahir di Padang Sidimpuan, 25 April 1982. Staf Setjen Dewan
Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Pendiri Lentera
Pustaka Indonesia dan Peraih " Melayu Award" dari Pusat
Kajian Peradaban Melayu tahun 2019.
110
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Ryan Agatha
Seseorang di kerumunan.
Hery Yulianto
Seorang pemerhati hukum dan pemerintahan.
Muhammad Kasman
PNS yang menyukai hujan dini hari, embun pagi, dan
petrikor. Sesekali menulis puisi, cerita pendek, dan esai.
Sulistiowati
SulisT. Ia adalah seseorang dengan kata-kata yang ingin
diutarakan, tapi tak bisa diucapkan.
111
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Marudut R Napitupulu
Seorang birokrat di sebuah kementerian, memiliki
ketertarikan tentang perencanaan strategis, reformasi
anggaran, terutama area efisiensi dan efektivitas kinerja
dan anggaran.
Andi P Rukka
Seorang ASN yang bekerja sebagai perencana. Mencintai
malam dan suka menulis untuk menyatakan keresahannya.
Ilham Nurhidayat
Seorang birokrat pembelajar yang tak akan pernah bosan
mencerna, mentadaburi dan memaknai ayat-ayat Nya, baik
yang tersurat (qauliyah) maupun yang tersirat (kauniyah)
untuk menjadikan dirinya pribadi yang lebih baik dan
bermanfaat serta memberikan inspirasi (ilham) sesuai doa
dan asa yang disematkan pada nama yang diberikan
almarhum/ah kedua orang tuanya.
Sofia Mahardianingtyas
Auditor pemerintah yang suka menulis dan menganalisis.
Alumni Sekolah Tinggi Akuntansi Negara dan Universitas
Indonesia.
112
Mozaik Humor Birokrat Menulis
M. Isa Thoriq
Tukang ketik yang kadang suka bikin teh atau kopi sambil
baca dokumen ini sempat bingung saat memutuskan jadi
ASN. Setelah mendapat wangsit dari juru kunci Gunung
Brintik Semarang, akhirnya ia yakin menjadi ASN adalah
bagian dari jalan hidupnya. Hingga kini ia lebih suka pakai
kaos oblong daripada baju kheki.
Siapa ia sebenarnya, silakan kepoin ke IG: @Isathoriq
Ahmad Hawe
Seorang backpacker birokrasi yang tinggal di emperan
lorong-lorong komunikasi publik
M. Rizal
Seorang birokrat yang selalu gemaz dengan gemuruh
budaya paternalistik di birokrasi.
Ikuti kegemasannya di IG posbirokrasi series
(@mutiarizal.insight)
113
Mozaik Humor Birokrat Menulis
Tim Editor
Rudy M
Harahap
Andi P
Mutia Rizal
Rukka
Sofia
Mahardianingtyas
114