0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
12 tayangan2 halaman
Dokumen tersebut menceritakan pernikahan tokoh utama yang terpaksa dengan istrinya, Raihanna. Tokoh utama merasa hidupnya seperti di neraka karena tidak mencintai istrinya. Perasaan benci mulai tumbuh terhadap Raihanna seiring berjalannya waktu hingga empat bulan pernikahan mereka.
Dokumen tersebut menceritakan pernikahan tokoh utama yang terpaksa dengan istrinya, Raihanna. Tokoh utama merasa hidupnya seperti di neraka karena tidak mencintai istrinya. Perasaan benci mulai tumbuh terhadap Raihanna seiring berjalannya waktu hingga empat bulan pernikahan mereka.
Dokumen tersebut menceritakan pernikahan tokoh utama yang terpaksa dengan istrinya, Raihanna. Tokoh utama merasa hidupnya seperti di neraka karena tidak mencintai istrinya. Perasaan benci mulai tumbuh terhadap Raihanna seiring berjalannya waktu hingga empat bulan pernikahan mereka.
Alur : Maju, menceritakan kehidupan rumah tangga aku dan Raihanna Abstrak : Hari pernikahan itu datang. Aku datang seumpama tawanan yang digiring ke tiang gantungan. Lalu duduk di pelaminan bagai mayat hidup, hati hampa, tanpa cinta. Apa mau dikata, cinta adalah anugerah Tuhan yang tak bisa dipaksakan. Pesta meriah dengan bunyi empat grup rebana terasa konyol. Lantunan shalawat nabi terasa menusuk-nusuk hati. Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun! Perasaan dan nuraniku benar-benar mati. Orientasi : Layaknya pengantin baru, tujuh hari pertama kupaksa hatiku untuk memuliakan Raihanna sebisanya. Kupaksa untuk mesra, bukan karena cinta. Sungguh, bukan karena aku mencintainya. Hanya sekadar karena aku seorang manusia yang terbiasa membaca ayat-ayat- Nya. Oh, alangkah dahsyatnya sambutan cinta Raihana atas kemesraan yang pura-pura itu. Saat Raihana tersenyum mengembang, hatiku merintih menangisi kebohongan dan kepura- puraanku. Apakah aku telah menjadi orang munafik karena mendustai diri sendiri dan banyak orang? Duhai Tuhan mohon ampunan. Aku yang terbiasa membaca ayat-ayat-Nya kenapa bisa demikian dustanya? Kenapa? Pertanyaan-pertanyaan itu menebas leher kemanusiaanku. Dan aku pasrah tanpa daya. Tepat dua bulan setelah pernikahan, kubawa Raihana ke rumah kontrakan di pinggir Kota Malang. Mulailah nyanyian hampa kehidupan mencekam. Aku tak menemukan ada gairah. Hari-hari indah pengantin baru, mana? Mana hari-hari indah itu? Tak pernah kurasakan! Yang kurasakan adalah siksaan-siksaan jiwa yang mendera-dera. Komplikasi : Oh, betapa susah hidup berkeluarga tanpa cinta. Sudah dua bulan aku hidup bersama seorang istri. Makan, minum, tidur, dan shalat bersama makhluk yang Bernama Raihana, istriku. Tapi, masya Allah, bibit-bibit cintaku tak juga tumbuh. Kenapa!? Yang hadir justru perasaan tidak suka yang menyiksa. Evaluasi : Memasuki bulan keempat , rasa muak hidup bersama Raihan mulai kurasakan. Aku tak tahu dasar munculnya perasaan ini. Ia muncul begitu saja. Melekat begitu saja dalam dinding-dinding hati. Resolusi : Sikapku pada Raihana mulai terasa lain. Aku merasakanya tapi aku tiada bisa berbuat apa-apa. Aku lebih banyak diam,acuh tak acuh, agak sinis, dan tidur pun lebih banyak diruang kerja atau diruang tamu. Koda : Mimpi memang sering aneh. Tak bisa dinalar. Tapi indah. Hanya saja sayang. Diputus oleh Raihana. Aku jadi semakin tidak suka dengan dia. Dialah pemutus harapan dan mimpi- mimpiku. Tapi apakah dia bersalah? Bukankah dia justru berbuat baik membangunkan aku untuk shalat? Jika sudah berkaitan dengan cinta dan mimpi, yang salah atau benar seringkali tidak jelas batasanya. Hanya yang diselamatkan oleh Allah yang masih berpijak pada kesadaran naluri dan berpijak pada jalan yang benar. Latar : Rumah kontrakan Kota Malang Waktu : Pagi dan malam Tokoh: 1. Aku, tokoh utama yang tidak menerima pernikahannya dengan Raihanna 2. Raihana, tokoh sampingan yang sabar menghadapi suaminya 3. Ratu Cleopatra, ratu di Zaman Romawi yang sangat cantik 4. Mona Zaki, keponakan Cleopatra yang sangat cantik Sudut pandang : Orang pertama tokoh utama Gaya Bahasa : Majas Mulailah nyanyian hampa kehidupan mencekam (hiperbola) Siksaan-siksaan jiwa yang mendera-dera (hiperbola) Senyum manis Raihanna tak menembus batinku (personifikasi) Suaranya yang lembut tetap terasa hambar (sinestesia)
Pepatah/Peribahasa Jawa: Wiwiting tresno jalaran soko kulino Hampa yang menggeleyut dalam relung jiwa