Anda di halaman 1dari 2

Jawaban

Tema : Pernikahan yang terpaksa


Alur : Maju, menceritakan kehidupan rumah tangga aku dan Raihanna
Abstrak : Hari pernikahan itu datang. Aku datang seumpama tawanan yang digiring ke tiang
gantungan. Lalu duduk di pelaminan bagai mayat hidup, hati hampa, tanpa cinta. Apa mau
dikata, cinta adalah anugerah Tuhan yang tak bisa dipaksakan. Pesta meriah dengan bunyi
empat grup rebana terasa konyol. Lantunan shalawat nabi terasa menusuk-nusuk hati. Inna
lillahi wa inna ilaihi rojiun! Perasaan dan nuraniku benar-benar mati.
Orientasi : Layaknya pengantin baru, tujuh hari pertama kupaksa hatiku untuk memuliakan
Raihanna sebisanya. Kupaksa untuk mesra, bukan karena cinta. Sungguh, bukan karena aku
mencintainya. Hanya sekadar karena aku seorang manusia yang terbiasa membaca ayat-ayat-
Nya. Oh, alangkah dahsyatnya sambutan cinta Raihana atas kemesraan yang pura-pura itu.
Saat Raihana tersenyum mengembang, hatiku merintih menangisi kebohongan dan kepura-
puraanku. Apakah aku telah menjadi orang munafik karena mendustai diri sendiri dan banyak
orang? Duhai Tuhan mohon ampunan. Aku yang terbiasa membaca ayat-ayat-Nya kenapa
bisa demikian dustanya? Kenapa? Pertanyaan-pertanyaan itu menebas leher kemanusiaanku.
Dan aku pasrah tanpa daya.
Tepat dua bulan setelah pernikahan, kubawa Raihana ke rumah kontrakan di pinggir Kota
Malang. Mulailah nyanyian hampa kehidupan mencekam. Aku tak menemukan ada gairah.
Hari-hari indah pengantin baru, mana? Mana hari-hari indah itu? Tak pernah kurasakan!
Yang kurasakan adalah siksaan-siksaan jiwa yang mendera-dera.
Komplikasi : Oh, betapa susah hidup berkeluarga tanpa cinta. Sudah dua bulan aku hidup
bersama seorang istri. Makan, minum, tidur, dan shalat bersama makhluk yang Bernama
Raihana, istriku. Tapi, masya Allah, bibit-bibit cintaku tak juga tumbuh. Kenapa!? Yang
hadir justru perasaan tidak suka yang menyiksa.
Evaluasi : Memasuki bulan keempat , rasa muak hidup bersama Raihan mulai kurasakan.
Aku tak tahu dasar munculnya perasaan ini. Ia muncul begitu saja. Melekat begitu saja dalam
dinding-dinding hati.
Resolusi : Sikapku pada Raihana mulai terasa lain. Aku merasakanya tapi aku tiada bisa
berbuat apa-apa. Aku lebih banyak diam,acuh tak acuh, agak sinis, dan tidur pun lebih
banyak diruang kerja atau diruang tamu.
Koda : Mimpi memang sering aneh. Tak bisa dinalar. Tapi indah. Hanya saja sayang. Diputus
oleh Raihana. Aku jadi semakin tidak suka dengan dia. Dialah pemutus harapan dan mimpi-
mimpiku. Tapi apakah dia bersalah? Bukankah dia justru berbuat baik membangunkan aku
untuk shalat? Jika sudah berkaitan dengan cinta dan mimpi, yang salah atau benar seringkali
tidak jelas batasanya. Hanya yang diselamatkan oleh Allah yang masih berpijak pada
kesadaran naluri dan berpijak pada jalan yang benar.
Latar : Rumah kontrakan Kota Malang
Waktu : Pagi dan malam
Tokoh:
1. Aku, tokoh utama yang tidak menerima pernikahannya dengan Raihanna
2. Raihana, tokoh sampingan yang sabar menghadapi suaminya
3. Ratu Cleopatra, ratu di Zaman Romawi yang sangat cantik
4. Mona Zaki, keponakan Cleopatra yang sangat cantik
Sudut pandang : Orang pertama tokoh utama
Gaya Bahasa :
Majas
Mulailah nyanyian hampa kehidupan mencekam (hiperbola)
Siksaan-siksaan jiwa yang mendera-dera (hiperbola)
Senyum manis Raihanna tak menembus batinku (personifikasi)
Suaranya yang lembut tetap terasa hambar (sinestesia)

Pepatah/Peribahasa Jawa:
Wiwiting tresno jalaran soko kulino
Hampa yang menggeleyut dalam relung jiwa

Ungkapan
Neraka bagiku = cerai

Anda mungkin juga menyukai