Anda di halaman 1dari 27

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II LANDASAN

TEORI

A. Anatomi Telinga

Telinga secara anatomi terbagi menjadi 3 bagian : telinga luar, telinga


tengah, telinga dalam. Telinga luar dan telinga tengah berhubungan dengan
konduksi udara gelombang suara.

Gambar 1 : Anatomi telinga (Kalmanovich, 2006).

1. Telinga luar
Telinga Luar terdiri dari : daun telinga : terdiri dari tulang rawan elastin
dan kulit, liang telinga : panjang 2,5 – 3 cm. Liang telinga terbagi atas 2 bagian
yaitu : sepertiga bagian luar terdiri dari tulang rawan dan banyak terdapat kelenjar
serumen ( modifikasi kelenjar keringat ), rambut dan 2/3 bagian dalam terdiri dari
tulang dan ditemukan sedikit kelenjar serumen. Telinga luar berfungsi
commit to user

5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengumpulkan suara dan mengubanya menjadi energi getar sampai ke gendang


telinga (Paparella et al., 1997).
2. Telinga tengah

Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas-batas : batas luar : membran


timpani ; batas depan : tuba eustachius ; batas bawah : vena jugularis (bulbus
jugularis) , batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis ; batas
atas : tegmen timpani (meningen/otak) ; batas dalam : berturut-turut dari atas ke
bawah kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval
window), tingkap bundar (round window) dan promontorium (Djaafar et al.,
2007).
a. Kavum timpani
Kavum timpani merupakan rongga yang disebelah lateral dibatasi oleh
membran timpani, disebelah medial oleh promontorium, disebelah superior oleh
tegmen timpani dan inferior oleh bulbus jugularis dan n. fasialis. Di dalam kavum
timpani terdapat tiga buah tulang pendengaran (osikel), dari luar ke dalam maleus,
inkus dan stapes. Selain itu terdapat juga korda timpani, muskulus tensor timpani
dan ligamentum muskulus stapedius. Tuba Eustachius menghubungkan kavum
timpani dengan nasofaring, berjalan dari muaranya pada bagian atas dinding
depan atas kavum timpani ke muaranya di nasofaring persis di belakang ujung
belakang konka infeior. Pada orang dewasa perbedaan tinggi muaranya di kedua
tempat itu adalah sekitar 25 mm, sedangkan panjangnya sekitar 30 sampai 40 mm.
Pada anak ukurannya lebih pendek dan lebih datar. Dinding tuba Eustachius
mempunyai bagian tulang rawan yang merupakan 2/3 bagian seluruh panjangnya
mulai dari muaranya di kavum timpani. Pada 1/3 bagian yang lain berdinding
tulang rawan, turun ke arah nasofaring dan bermuara ke situ. Dinding tulang
rawan ini tidak lengkap. Dinding bawah dan lateral bawah merupakan jaringan
ikat yang bergabung dengan m. tensor dan levator veli palatini. Pada keadaan
istirahat, lumen tuba eustachius tertutup. Terdapat mekanisme pentil pada tuba ini,
udara lebih sukar masuk ke kavum timpani dari pada keluar (Paparella et al.,
1997; Helmi, 2005).

commit to user

6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kavum timpani terutama berisi udara yang mempunyai ventilasi ke


nasofaring melalui tuba Eustachius. Menurut ketinggian batas superior dan
inferior membran timpani, kavum timpani dibagi menjadi tiga bagian, yaitu
epitimpanum yang merupakan bagian kavum timpani yang lebih tinggi dari batas
superior membran timpani, mesotimpanum yang merupakan ruangan di antara
batas atas dengan batas bawah membran timpani, dan hipotimpanum yaitu bagian
kavum timpani yang terletak lebih rendah dari batas bawah membran timpani
(Helmi, 2005).

Gambar 2.3. Telinga Tengah (Probs, Grevers dan Iro, 2006)

b. Membran timpani
Membran timpani berbentuk hampir lonjong, terletak obliq di liang
telinga, membatasi liang telinga dengan kavum timpani. Diameter membran
timpani rata-rata sekitar 1 cm, paling panjang pada arah anterior-inferior ke
superior posterior (Gulya, 2003).
Membran timpani dibagi menjadi 2 bagian; pars flaksida merupakan
bagian atas dan pars tensa yang merupakan bagian bawah. Membran timpani
commit to user

7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

terdiri atas 3 lapis: lapisan luar, lapisan tengah dan lapisan dalam. Lapisan luar
merupakan kulit terusan dari kulit yang melapisi dinding liang telinga. Lapisan
tengah merupakan jaringan ikat yang terdiri atas 2 lapisan yaitu lapisan radier
yang serabut-serabutnya berpusat di manubrium maleus dan lapisan sirkuler yang
serat-seratnya lebih padat di lingkaran luar serta makin jarang ke arah sentral.
Lapisan dalam merupakan bagian dari lapisan mukosa kavum timpani. Membran
timpani merupakan struktur yang terus tumbuh, yang memungkinkannya menutup
bila ada perforasi. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran (gambar 2), dengan
menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus
pada garis itu di umbo. Hasilnya didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang,
bawah-depan, serta bawah-belakang. Pembagian kuadran ini untuk menyatakan
letak perforasi membran timpani (Gulya, 2003; Helmy, 2005; Djaafar et al.,
2007).

Gambar 2.3. Membran timpani (kanan) (Kalmanovich, 2006).

Suplai persarafan membran timpani untuk persarafan sensoris permukaan


dalam membran timpani (mukosa) dipersarafi oleh n. Jacobson yaitu cabang
timpani n. glosofaringeus sedangkan persarafan sensoris merupakan terusan dari
persarafan sensoris kulit liang telinga. Nervus aurikulotemporalis mempersarafi
bagian posterior dan inferior membran timpani, sedangkan bagian anterior dan

commit to user

8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

superior diurus oleh cabang aurikularis n. vagus (n.Arnold) (Paparella et al.,


1997).
Suplai pendarahan membran timpani oleh arteri yang berasal dari cabang
aurikuler a. maksilaris interna, yang bercabang-cabang di bawah lapisan kulit, dan
dari cabang stilomastoid a. aurikularis posterior dan cabang timpanik a.maksilaris
interna yang mendarahi bagian mukosa. Vena yang letaknya superfisial bermuara
ke v. jugularis eksterna sedangkan vena-vena yang dalam bermuara sebagian ke
sinus transversus, sebagian ke vena-vena durameter, dan sebagian lagi ke pleksus
di tuba eustachius. Arteri timpani anterior yang merupakan cabang a.maksilaris
yang mengarah ke atas di belakang sendi temporomandibuler masuk ke telinga
tengah melaui fisura petrotimpani. Arteri itu mempendarahi bagian anterior
kavum timpani termasuk mukosa membran timpani. Arteri timpani anterior
membentuk sirkulus vaskuler di sekeliling membran timpani, dan beranastomosis
dengan cabang karotikotimpanik dari karotis interna (Paparella et al., 1997).

B. Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)

1. Definisi
OMSK adalah radang telinga tengah yang ditandai dengan adanya
perforasi membrane timpani, keluar cairan dari telinga yang hilang timbul ataupun
terus menerus selama lebih dari tiga bulan (Helmi,2005; Chole dan Nason, 2009).
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal
menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang
menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah
(kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini
(otitis media, OM). Tuba Eustachius merupakan suatu sistem untuk drainase
telinga tengah (Stierman et al.,1998; Rout et al., 2012).
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan
tertutup dan akan membuka saat menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar
(tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek,
penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan
commit to user

9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke
telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa (Stierman
et al.,1998; Helmi,2005).
Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari
nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan
terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga
tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel
imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti
keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah
permiabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah
(Stierman et al.,1998; Sato, 1999).
Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang
dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan
terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah (Sato, 1999)
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk
dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory
epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel
respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang
banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-
sel tambahan tersebut dan kembali kebentuk lapisan epitel sederhana (Gilroy,
2002).
Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang
tidak normal atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga
tengah, keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada
waktu bayi (Helmi,2005; Chole dan Nason, 2009).

2. Klasifikasi

Radang menahun yang terjadi pada mukosa telinga tengah ini dibagi atas 2
tipe, yaitu:
a. Tipe tubotimpanal.

commit to user

10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Tipe tubotimpanal disebut juga sebagai tipe jinak (benigna) dengan perforasi
yang letaknya sentral. Biasanya tipe ini didahului dengan gangguan fungsi
tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani. Tipe ini disebut juga
dengan tipe mukosa karena proses peradangannya biasanya hanya pada
mukosa telinga tengah, dan disebut juga tipe aman karena tidak menimbulkan
komplikasi yang berbahaya (Helmi, 2005).
b. Tipe atikoantral
Beberapa nama lain digunakan untuk tipe ini OMSK tipe tulang karena
penyakit menyebabkan erosi tulang, tipe bahaya ataupun sering disebut sebagai
chronic supurative otitis media with cholesteatoma. Perforasi membran timpani
yang terjadi pada tipe ini biasanya perforasi yang marginal yang dihasilkan dari
suatu kantong retraksi dan muncul di pars plasida, merupakan perforasi yang
menyebabkan tidak ada sisa pinggir membran timpani (anulus timpanikus). Oleh
sebab itu dinding bagian tulang dari liang telinga luar, atik, antrum, dan sel-sel
mastoid dapat terlibat dalam proses inflamasi sehingga tipe ini disebut ‘penyakit
atikoantral (Gilroy, 2002; Helmi, 2005).
Kolesteatoma pada OMSK tipe atikoantral adalah suatu kantong retraksi
yang dibatasi oleh epitel sel skuamosa yang diisi dengan debris keratin yang
muncul dalam ruang yang berpneumatisasi dari tulang temporal. Kolesteatoma
mempunyai kemampuan untuk tumbuh, mendestruksi tulang, dan menyebabkan
infeksi kronik sehingga suatu otitis media kronik dengan kolesteatoma sering
dikatakan sebagai ‘penyakit yang tidak aman’ dan secara umum memerlukan
penatalaksanaan bedah (Gilroy, 2002).

3. Patogenesis OMSK
OMSK ditandai dengan keadaan patologis yaitu inflamasi yang
irreversibel di telinga tengah dan mastoid. Disfungsi tuba Eustachius memegang
peranan pada otitis media akut dan otitis media kronis (Chole dan Nason 2009).
Bila bakteri memasuki telinga tengah melalui nasofaring atau defek
membran timpani, terjadi replikasi bakteri di dalam efusi serosa. Hal ini disertai
pelepasan mediator inflamasi dan imun ke dalam ruang telinga tengah. Hiperemia
commit to user

11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

dan leukosit polimorfonuklear yang mendominasi fase inflamasi akut memberi


jalan pada fase kronis, ditandai dengan mononuklear selular mediator (makrofag,
sel plasma, limfosit), edema persisten dan jaringan. Selanjutnya dapat terjadi
metaplasia epitel telinga tengah, dimana terjadi perubahan epitel kuboidal menjadi
epitel kolumnar pseudostratified yang mampu bergranulasi meningkatkan sekret
mukoid jaringan granulasi menjadi lebih fibrotik, kadang membentuk adhesi di
telinga tengah dan bahkan dapat terjadi destruksi tulang. Obstruksi kronis
menyebabkan perubahan irreversibel di dalam mukosa telinga tengah dan
destruksi tulang (Chole dan Nason, 2009).

4. Diagnosis
Untuk dapat menegakkan diagnosis omsk, maka perlu dilakukan anamnesa
yang teliti, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang
pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan mukos, tidak berbau busuk dan
intemiten. Pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala
disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat
bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang
pendengaran atau telinga keluar darah (Helmi, 2005; Djaafar et al., 2007).
Nyeri dapat dikeluhkan karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat
berarti adanya komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis atau ancaman pembentukan abses otak.
Nyeri merupakan tanda komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses
atau trombosis sinus lateralis. Vertigo merupakan gejala serius lainnya. Gejala ini
memberi kesan adanya fistula, berarti ada erosi pada labirin tulang seringkali pada
kanalis semisirkularis horisontalis (Helmi, 2005; Paparella et al., 1997).
b. Pemeriksaan Klinis

commit to user

12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari


perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.Beberapa tanda klinik dapat
menjadi pedoman akan adanya OMSK tipe bahaya, yaitu perforasi pada marginal
atau pada atik. Tanda ini biasanya merupakan tanda dini dari OMSK tipe bahaya,
sedangkan pada kasus yang sudah lanjut dapat terlihat abses atau fistel retro
aurikuler (belakang telinga), polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar
yang berasal dari dalam telinga tengah, terlihat kolesteatom pada telinga tengah,
(sering pada epitimpanum), sekret berbentuk nanah dan berbau aroma
kolesteatoma (Helmi, 2005; Aboet, 2007).
c. Pemeriksaan Audiologi
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai
hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan
pendengaran dan untuk menentukan gap hantaran udara dan hantaran tulang.
Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada kasus
dengan tujuan unuk memperbaiki pendengaran (Aboet, 2007).
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif. Kekurangan pendengaran ini merupakan akibat dari perforasi membran
timpani dan putusnya rantai tulang pendengaran pada telinga tengah karena proses
osteomielitis sehingga suara yang masuk ke telinga tengah langsung menuju
tingkap oval. Kekurangan pendengaran derajat yang lebih tinggi lagi dapat terjadi
bila proses infeksi melibatkan koklea atau saraf pendengaran (Aboet, 2007).
d. Pemeriksaan Radiologi
Radiologi konvensional, foto polos radiologi, posisi Schuller berguna untuk
menilai kasus kolesteatoma, sedangkan pemeriksaan CT scan dapat lebih efektif
menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma. Secara roentgenologis,
kolesteatoma terlihat seperti area dengan densitas yang rendah. Proses ini
terbentuknya selalu dihubungkan dengan mastoiditis kronis, dan biasanya
ditemukan pada mastoid yang sklerotik. Gambaran yang terlihat pada foto
roentgen mastoid adalah area yang densitasnya rendah dengan dikelilingi oleh
area yang densitasnya tinggi. Area dengan densitas tinggi merupakan hasil dari

commit to user

13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

reaksi osteotik karena proses inflamasi. Kolesteatoma biasanya timbul di regio


antrum mastoid dan pada atik (Makes, 1999).

5. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan OMSK secara umum adalah untuk menyembuhkan


gejala dan meminimalisir resiko komplikasi penyakit. Penatalaksanaannya
disesuaikan dengan jenis OMSK tersebut (Helmi, 2005; Aboet, 2007).
a. Penatalaksanaan medis
Prinsip mendasar penatalaksanaan medis pada OMSK adalah (Gilroy, 2002):
1. Aural toilet, yaitu pembersihan telinga dari sekret.
2. Terapi antimikroba topikal, yaitu pemberian tetes telinga antibiotik topikal
sesuai dengan hasil kultur dan sensitifitas kuman..
b. Penatalaksanaan bedah
Penatalaksanaan bedah dari OMSK adalah secara operasi mastoidektomi yang
bertujuan , yang terdiri dari (Gilroy, 2002; Helmi, 2005):
1. Mastoidektomi sederhana
Bertujuan untuk mengevakuasi penyakit yang hanya terbatas pada rongga
mastoid. Ini pada kasus OMSK jenis tidak bahaya.
2. Mastoidektomi radikal
Bertujuan untuk mengeradikasi seluruh penyakit di mastoid dan telinga
tengah, di mana rongga mastoid, telinga tengah, dan liang telinga luar
digabungkan menjadi satu ruangan sehingga drainase mudah.
Untuk kasus-kasus yang akan dilakukan perbaikan fungsi
pendengaran dilakukan timpanoplasti Ini pada kasus OMSK jenis bahaya.

commit to user

14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

OMSK jenis bahaya

- OMSK jenis bahaya bersifat


progresif Pilihan:
- Kolesteatoma yang semakin - Atikotomi anterior
luas akan mendestruksi tulang - Timpanoplasti dinding utuh
yang dilewatinya (Canal wall up
- Infeksi sekunder akan tympanoplasty)
menyebabkan keadaan septik - Timpanoplasti dinding runtuh
lokal (canal wall down
- Nekrosis septik di jaringan tympanoplasty)
lunak yang dilalui - Atticoantroplasti/osteoplastik
kolesteatoma dan di jaringan epitimpanotomi
sekitarnya juga menyebabkan - Timpanoplasti buka-tutup
destruksi jaringan lunak yang (open and close
mengancam akan terjadinya tympanoplasty)
komplikasi-komplikasi

Gambar 2.4. Algoritme penatalaksanaan OMSK jenis bahaya (Helmi, 2005)

commit to user

15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

OMSK

OMSK tenang OMSK aktif

Stimulasi Cuci telinga, antibiotik


epitelialisasi topikal, antibiotik sistemik
tepi perforasi

Otorea Otorea menetap > 1


Perforasi Perforasi
stop minggu
menutup menetap

AB berdasarkan hasil
Ro. Mastoid
kultur mikrobiologi
Tuli Tuli (Schuller x-ray)
konduktif - konduktif + Audiogram
Menetap > 3 bulan

timpanoplasti dengan atau tanpa


mastoidektomi mastoidektomi + timpanoplasti

Gambar 2.5. Algoritma OMSK jenis tidak bahaya (Helmi, 2005).

C. Respon Imun

Respon imun tubuh diawali proses pengenalan tubuh terhadap benda asing
atau substansi patogen, kemudian dilanjutkan dengan reaksi tubuh untuk melawan
serta menghilangkan benda asing atau patogen tersebut. Respon imun tubuh
dibedakan atas dua jenis yaitu: respon imun yang bersifat bawaan (nonspesifik /
natural / innate / nonadaptif) dan respon imun yang didapat (spesifik / adaptif).
Imunitas adaptif dimediasi oleh sel T dan B (Baratawijaya, 2009; Abbas et al.,
2010).

1. Sistem imun spesifik atau adaptif


Sistem imun ini disebut spesifik karena mempunyai kemampuan untuk
mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali
terpajan dengan tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik. Pajanan tersebut
menimbulkan sensitasi, sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh untuk

commit to user

16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

kedua kali akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan (Abbas et al.,
2010).
Sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun nonspesifik.
Sistem imun spesifik terdiri atas sistem humoral dan sistem selular. Pada sistem
selular, sel T mengaktifkan makrofag sebagai efektor untuk mengancurkan
mikroba. Pada sistem humoral, sel B melepas antibodi untuk menyingkirkan
mikroba ekstraselular (Baratawijaya, 2009).
Imunitas adaptif dimediasi oleh sel T dan B. Sel Thelper / sel CD4+
merupakan faktor kunci dalam membangun respons imun. Sel tersebut
berdiferensiasi menjadi beberapa jenis sel efektor yang tergantung pada kombinasi
sitokin dalam lingkungan, antigen dan antigen presenting cell (APC). Sampai saat
ini terdapat empat jenis yang diketahui, meliputi Th 1, Th 2, T-regulatory (Treg)
dan Th-17 (Romagnani, 2000).
Sel Th 17, turunan baru sel CD4+, tidak hanya berbeda dari sel Th lainnya
pada ekspresi dan regulasi gen, tetapi juga dalam hal fungsi biologisnya (Dong,
2008). Sel Th 17 secara khusus ditandai melalui produksi IL-17, serta memiliki
fungsi pada penyakit autoimun, inflamasi kronis dan pertahanan inang terhadap
patogen infeksius. IL-17 berperan sebagai aktivator sistem imun adaptif (Bettelli
et al., 2006, Yang et al., 2008, Crome et al., 2010).
Ternyata ada faktor proinflamasi lain ,selain dari produk Th1, seperti IL-
17 (poduk dari Th17) yang dapat berpengaruh besar untuk respon imun seperti
pada kasus periodontitis dan RA dengan destruksi tulang (Cardoso et al., 2009)
Pada kondisi tengah, bakteri gram positif atau negatif memegang peran
penting terjadinga inflamasi ditelinga dimana bakteri gram negatif lebih sering
ditemukan pada OMSK dengan destruksi tulang (Robert et al.,2009).

commit to user

17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.6. Ikatan hantaran sinyal antigen pada dinding bakteri dengan
permukaan sel (Abbas et al., 2010).

Pada tahun 2009, Robert et al. meneliti mekanisme destruksi tulang pada
kasus otitis kronik. Pada penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa
lipopolisakarida (LPS) pada bakteri menginduksi proses terjadinya
osteoklastogenesis.

commit to user

18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.7. Aktifasi TLR Ligan oleh LPS mengaktifkan Th17 via
+
CD4 (Abdollahi-Roodsaz et al., 2008).

Pada tahun 2008, Abdollahi-Roodsaz et al. melaporkan peran LPS sebagai


kontribusi eksogen terhadap Toll Like Receptor factor4 (TLR-4) ligan kemudian
oleh APC mengaktifkan CD4+ Naïve mengaktifkan Th17 yang berperan pada
pelepasan IL-17 pada penyakit arthritis. Peran LPS pada bakteri gram negatif
dianggap sebagai faktor virulensi yang penting. LPS merupakan lapisan terluar
yang dimiliki oleh bakteri gram negatif. LPS tersusun atas ikatan rantai lipid A
dan rantai O-polisaccharida (O-antigen). O-antigen dari Pseudomonas
aeruginosa didapatkan lebih dari 20 O-serogrup. O-antigen dari Pseudomonas
aeruginosa didapatkan lebih banyak dibandingkan bakteri gram negatif lain
(Bystrova et al., 2004).
Dalam laporan Zhuang et al. (2007) disimpulkan LPS menginduksi
osteoklasgenesis melalui jalur TLR4 in vitro dan vivo. Pseudomonas aeruginosa
,sebagai bakteri gram negatif yang memiliki LPS, sangat sering ditemukan dalam
kasus otitis media supuratif kronik (Nakagawa et al., 2004).
Dinding sel pada Pseudomonas aeruginosa memiliki perbedaan
dibandingkan lipopolisakarida pada gram negatif lainnya atau gram positif.
Perbedaan ini membawa keunggulan Pseudomonas aeruginosa dibandingkan
gram negatif lain. Perbedaan ini antara lain adalah : 1) LPS pada Pseudomonas
aeruginosa lebih tidak permeabel dibandingkan bakteri gram lain; 2) LPS sebagai
membrane luar dari bakteri gram negatif pada Pseudomonas aeruginosa lebih
lebar/tebal dibandingkan daripada bakteri gram negatif lainnya karena adanya
faktor waap kinase yang lebih sedikit/kurang dibandingkan bakteri gram negatif;
3) Rasio O-polysaccharide pada LPS Pseudomonas aeruginosa diklasifikasikan
lebih dari 20 o-serogrup sedangkan pada LPS gram negatif hanya kurang dari 20
o-serogrup (Bystrova et al., 2004; Angela, et al., 2011).

2. Sistem imun nonspesifik atau nonadaptif


Garis pertama pertahanan tubuh imunitas nonspesifik fisiologik berupa
komponen normal tubuh, selalu ditemukan pada individu sehat dan siap mencegah
commit to user

19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

mikroba masuk tubuh. Pada pertahanan humoral, sistem imun nonspesifik


menggunakan molekul larut. Molekul larut tertentu diproduksi di tempat infeksi
atau cedera dan berfungsi lokal. Molekul tersebut antara lain sitokin, komplemen,
protein. Pada pertahanan seluler, yang berperan adalah fagosit, sel Natural Killer
(NK), sel mast, eosinofil dan sel dendrit (Khoury dan Naclerio, 2006;
Baratawijaya, 2009).
Fungsi utama fagosit adalah migrasi, kemotaksis menghancurkan
mikroorganisme. Fagositosis menjadi lebih efisien dengan adanya antibodi
(opsonin) yang terdapat pada permukaan mikroorganisme sehingga sebagai
penanda bagi fagosit untuk menghancurkannya. Opsonisasi yang terjadi melalui
tiga mekanisme, antara lain : 1) ikatan antibodi dan antigen dapat membentuk
molekul kompleks imun yang mengaktifkan komplemen melalui jalur klasik 2)
antibodi sendiri sebagai opsin 3) opsnin dapat juga dihasilkan pasca aktivasi C
melalui jalur lektin (Abbas et al.,2007).

D. Interleukine-17 dan Destruksi Tulang

Sitokin IL-17 dikeluarkan pertama oleh sel T CD4+ dalam bentuk


percampuran antara nonglycosylate dan N-glycosylated. Sitokin interleukin-17
(IL-17) pertama kali di isolasi dari cDNA binatang roden oleh Infante-Duarte et
al.. IL-17 dikeluarkan pertama oleh sel T CD4+ dalam bentuk percampuran antara
nonglycosylate dan N-glycosylated. Merupakan sitokin yang berperan kuat
sebagai proinflamasi. Infante-Duarte et al., (2000) pertama kali menunjukkan
bahwa populasi Th yang yang memproduksi IL-17 (sel Th17) berbeda dari sel Th1
dan sel Th2 pada tikus dan manusia. Pada manusia gen encodingnya IL-17 ada
pada kromoson 6. Jenis atau golongan dari IL-17 terbagi atas : IL-17A, IL-17B,
IL-17C, IL-17D, IL-17E, IL-17F. IL-17A lebih jelas berperan pada fisiologi tulang
dan artritis saat ini (Sudeepta, 2002; Infante-Duarte et al., 2002; Sarah, 2004).

commit to user

20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.8. Diferensiasi sel T CD4+: sel T CD4+ berdiferensiasi menjadi


berbagai sel efektor antara lain empat jenis sel TH efektor yang
memiliki fungsi yang berbeda berdasarkan ekspresi faktor
transkripsi dan karakteristik sitokin yang unik (Harrington et al.,
2005).

Harrington et al., menjelaskan sebuah dasar dari mekanisme mole-


kuler, yaitu sel T yang memproduksi IL-17 ( disebut sel Th17 atau sel T
inflamasi ( Thi ) memerlukan sitokin yang berbeda ( IL-23, namun bukan
IL-12 maupun IL-4) dan faktor transkripsi dari sel Th1 dan sel Th2 (Harrington et
al., 2005).

commit to user

21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.9. Mekanisme destruksi tulang pada pengaktifan IL-17 (Sarah, 2004).

Pada tahun 2003, Aggarwal et al., lebih lanjut dapat menunjukkan bahwa
IL-23 merangsang sel T CD4+ untuk menginduksi sekresi IL-17 yang mengikuti
induksi dari T-cell receptor (TCR). Penelitin terbaru menyatakan bahwa IL-23
penting untuk ekspansi, kelangsungan hidup dan patogenisitas sel Th 17. Sitokin
kunci yang diperlukan untuk diferensiasi Th 17 merupakan kombinasi dari sitokin
pro-inflamasi dan anti-inflamasi, yaitu masing-masing IL-6 dan Tumor Growth
Factor β (TGF-β) (Veldhoen et al., 2006; Mangan et al., 2006; Betteli et al.,
2006; Kimura dan Kishimoto, 2011).

Gambar 2.10. Efek IL-17 pada populasi di rheumatoid (Pieere, 2003).


commit to user

22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Sel Th 17 juga memproduksi IL-21 dan IL-22, selain IL-17 sebagai sitokin
utama (Wei et al., 2007; Dong, 2008). Turunan Th 17 diartikan dengan produksi
sitokin interleukin-17 (juga disebut sebagai IL-17A) dan IL-17F, anggota IL-17
sebagai homodimer atau heterodimer (Aggarwal et al., 2003). IL-21 selain beraksi
dengan TGFβ untuk memacu diferensiasi Th 17, juga diproduksi oleh sel Th 17
(Korn et al., 2007).
Sel Th 17 juga diketahui menghasilkan sitokin tertentu lainnya, termasuk
TNF-α dan limfotoksin-β, IL 6, Interferon γ, IL 1α dan subset Th 17 yang ditandai
oleh ekspresi reseptor kemokin (CCR6), ligan CCR6, CCL20 (Hirota et al., 2007;
Liang et al., 2007; Torchinsky dan Blander, 2010).

Gambar 2.11. Diferensiasi Th 17 dan aktivasi sel imun untuk respons imunitas,
peradangan (Kryczek et al., 2009).

IL-17 menginduksi produksi sitokin inflamasi seperti IL-1, TNFα dan IL-6
oleh fibroblas, monosit dan makrofag. Selain itu, IL-17 menginduksi
metaloproteinase matriks, RANKL dalam kondrosit, oksida nitrat dan PGE2
dengan konsekuensinya adalah destruksi tulang. Oleh karena itu, IL-17 juga
mengaktifkan berbagai sitokin dan enzim untuk menginduksi destruksi tulang
commit to user

23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pada pasien dengan OMSK mirip dengan mekanisme yang mendasari rheumatoid
arthritis (Takuo et al., 2010).

Gambar 2.12. mediator-mediator inflammasi dalam proses patogenesis


periodontitis (Lindberg dan Bage, 2013).

Proses resorpsi lebih dominan dibandingkan proses formasi tulang dan


terjdinya proses enzimatik yang diinduksi oleh mediator inflamasi sitokin
berakibat kerusakan pada tulang akibat ketidakseimbangan antara proses resorbsi
oleh osteoklas dengan proses formasi tulang oleh osteoblas. Akibat
ketidakseimbangan ini, mengakibatkan destruksi pada tulang (Gravallese, 2002;
Haruyama, 2010; Cardoso, 2009).

commit to user

24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.13. Proses hemapoetik pengaktifan osteoklas ( Tanaka, et al., 2003).

Osteoklas adalah sel multinuklear berasal dari sel-sel induk hematopoietik.


Berfungsi untuk katabolisme tulang, bertanggung jawab untuk resorpsi tulang.
Bekerja dengan melarutkan kristal hidroksiapatit. Mereka diferensiasi jalur umum
dengan makrofag dan sel dendritik. Jadi prekursor promieloid dapat berubah
menjadi osteoklas, makrofag atau sel dendritik, tergantung pada apakah terkena
reseptor penggerak NF-kB ligan (RANKL, juga disebut tumor nekrosis faktor
yang berhubungan dengan aktivasi yang diinduksi sitokin (TRANCE)),
osteoprotegerine ligan (OPGL) atau Osteoklast Differenciation Factor (ODF),
macrophagecolony-stimulating factor (M-CSF) atau granulocyte-macrophage
colonystimulating factor (GMCSF) (Tanaka et al., 1993). Marophage colony
stimulating factor (M-CSF) dan receptor activator of nuclear factor B ligand
(RANKL) adalah dua faktor kunci penting untuk diferensiasi osteoklas. RANKL
memainkan peran penting untuk mengaktifkan dan kelangsungan osteoklas (Kong
and Feice et al., 1999; Suda et al., 2009; Armelle et al., 2012).
Meningkatnya resorpsi tulang oleh osteoklas yang dominan dibandingkan
proses remodeling adalah kunci patofisiologi dari destruksi tulang. Osteoklas
memediasi patogenesis penyakit tulang terkait seperti RA dan osteoporosis.
Pengembangan suatu model in vitro resorpsi tulang dengan menggunakan

commit to user

25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

osteoklas primer terisolasi dan tulang mineral atau dentin matriks sebagai substrat
hampir dua puluh tahun yang lalu memberikan sistem yang sangat baik untuk
studi biologi sel rinci resorpsi tulang (Boyce and Xing, 2007).

Gambar 2.14. Stimulasi prekursor osteoklas ekspresi RANK ligan (RANKL)


(Armelle et al., 2012).

Peran IL-17 dalam osteoklas pada kasus remodeling tulang mulai


didiskripsikan dalam 10 tahun terakhir. IL-17 penting dalam patogenesis
kerusakan tulang seperti pada artritis. Chabaud, (2003) dalam penelitiannya
menyatakan IL-17 baik sendiri ataupun kombinasi dengan sitokin proinflamasi
(IL-6 dan TNF-α) berperan pada destruksi tulang dalam kasus osteoartritis dan
rematoid artritis. Tahun 2006, Sato meneliti peran IL-17 dalam proses osteoklas
pada kasus RA melalui kombinasi antara RANKL dan M-CSF. Pada destruksi
tulang, peran IL-17 jelas pada proses osteoklasgenesis dengan melalui
peningkatan regulasi dari matrix metalloproteinases (MMPs) dan receptor
activator of NF-κβ Ligan (RANKL) sehingga terbentuk osteoklas meningkat.
Faktor RANKL yang meningkat membuat osteoprotegerin (OPG) tertekan. Faktor
OPG yang tertekan menyebabkan berkurangnya fungsi penghambat dari
perubahan RANKL menjadi RANK (Sarah, 2004; Haruyama et al., 2010;
Gravallese et al., 2014).

commit to user

26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 2.15. Mekanisme kerusakan tulang akibat proses inflamasi pada


periodontitis (Hajishengallis, 2014).

Peran IL-17 dalam destruksi tulang melalui peningkatan osteoklasto-


genesis melalui produksi MMPs dan juga peningkatan RANKL. Fungsi inilah
membuat IL-17 sebagai sitokine baru dalam perkembangan terjadinya proses
resorbsi tulang (Pierre, 2003).
Sel T yang terlibat dalam destruksi tulang adalah IL-17. Il-17 bekrja
sinergis dengan sitokine lainnya seperti IL-1β dan TNF-α untuk memperkuat
inflamasi dan sebagai element pathogenesis destruksi tulang. IL 17 meningkatkan
regulasi IL 1α dan TNFα. Peningkatan regulasi TNFα menyebabkan peningkatan
myeloid prekusor. Peningkatan regulasi IL-1α menyebabkan peningkatan
peningkatan NO dan PGE yang menyebabkab OPG turun (Cardosa et al., 2009)
Destruksi tulang yang ditemukan pada penyakit rematoid artritis
dilaporkan bahwa peran RANKL dan Th17 memberi kontribusi yang jelas.
Kolesteatoma yang dapat merusak struktur tulang temporal pada kasus OMSK
tipe berbahaya juga dimungkinkan adanya peran RANKL dan Th17 seperti

commit to user

27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

rematoid artritis. Keberadaan RANKL dan IL17 spesifik lebih tinggi pada OMSK
dengan kolesteatoma dibandingkan otitis media lainnya (Yoshiki dan Issaku,
2013).
Inflamasi yang muncul pada telinga tengah membuat makrofag teraktifasi
sebagai sistem imun spesifik. Pada fase inflamasi terjadi pelepasan IFNγ, TNFα
dan IL-23. IL-23 menginduksi Th0 menjadi Th17. Aktivasi Th17 mengekspresi-
kan faktor destruksi tulang, RANKL dan pelepasan IL-17. Pada OMSK dengn
kolesteatoma peningkatan IL-17 dibandingkan OMSK lainnya didapat karena
terjadi peningkatan RANKL dan Th17 (Yoshiki dan Issaku, 2013).

E. Tingkatan Destruksi Tulang Pada Otitis Media Supuratif kronis

Pada telinga ketidakseimbangan antara proses formasi tulang dengan


penyerapan tulang dapat terjadi karena adanya otitis media kronik atau adanya
kolesteatom. Kondisi yang disebabkan proses infeksi di telinga tengah akan
meningkatkan terjadinya inflamasi di tulang sekitarnya. Terjadi peningkatan
aktivasi osteoklas menyebabkan destruksi tulang ( Robert et al., 2009).
Teori tentang destruksi tulang pada OMSK dapat terjadi karena adanya
faktor sitokin yang dilepaskan pada proses inflamasi yang mengaktifkan
osteoklas, faktor mekanik karena desakan dan faktor kolesteatom (Yoshiki dan
Issaku, 2013). Pada penelitian Haruyama et al. (2010) dikatakan adanya peran
sitokine (IL-17) dalam kerusakan tulang pada OMSK selain peran kolesteom dan
mekanik.
Berdasarkan pembagian yang diajukan oleh Kuczkowski et al. (2011),
destruksi tulang di telinga dapat dikelompokan menjadi:
- Tanpa ada destruksi / tingkat 0 : tidak ada destruksi
- Tingkat ringan / tingkat 1 : destruksi pada skutum dan salah satu osikel
- Tingkat sedang / tingkat 2 : destruksi pada tegmen dan seluruh osikel
- Tingkat berat / tingkat 3 : destruksi pada tegmen, seluruh osikel, tulang
labirin, kanalis fasialis, dinding saluran
telinga, sinus sigmoid, koklea, dinding tulang
mastoid
commit to user

28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Pembagian oleh Takuo et al. (2010) berdasarkan temuan operasi ada


tidaknya tereksposnya nervus facilis, tereksposnya duramater, tereksposnya
kanalis semisirkularis/fistel maka destruksi tulang dikelompokan menjadi:
 Tingkat 0 : tidak ada daerah yang terdestruksi tulang
 Tingkat 1 : hanya ditemukan meliputi salah satu lokasi yang
dinilai saat temuan operasi
 Tingkat 2 : ditemukan dua lokasi tulang yang terdestruksi yang
dinilai saat operasi
 Tingkat 3 : jika ditemukan lebih dari tiga lokasi yang dinilai
terdapat destruksi.
Invasi jaringan granulasi oleh Kuczkowski et al. (2011), dikelompokan
menjadi :
- meliputi 1 area : epitimpanum atau mesotimpanum
- meliputi 2 area : epitimpanum atau mesotimpanum dan antrum
- meliputi 3 area : epitimpanum, mesotimpanum dan antrum

commit to user

29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

F. Kerangka Pikir

Bakteri Pada Telinga Tengah

TLR

APC

TNFα Makrofag IL-1α

CD4+ Sitokrom
activated P-450

Th0 Proses
IL-23 Oksidasi
IL-6
Th17
Produksi NO

M-CSF-cFms IL-17

Fibroblast OPG
RANKL -
RANK
Osteoblas berkurang
MMPS

Stem sel Myeoloid Osteoklas Osteoklas Destruksi


Prekusor Prekursor Aktif Tulang

Destruksi Destruksi
Tulang Tulang
Tingkat O Destruksi Destruksi Tingkat 3
Tulang Tulang
commit
Tingkat 1 to user Tingkat 2

30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Keterangan :

: Variabel terikat pada penelitian

: Variabel bebas pada penelitian

APC : Antigen Precenting Cell


CD4+ : Cluster of differentiation of factor 4
GCSF : granulocyte colony stimulating faktor
IL-1 : Interleukine factor 1
IL-6 : Interleukine factor 6
IL-17 : Interleukine factor 17
IL-23 : Interleukine factor 23
LPS : Lipopolisakarida
MCSF : Macrofage coloni stimulating factor
MMPS : matrix metalloproteinases
OPG : osteoprotegerine
RANKL : receptor activator of NF-κβ Ligan
RANK : receptor activator of NF-κβ
Th0 : Thelper 0
Th17 : Thelper17
TLR : Toll like receptor
TNF : Tumor necroting factor

G. Hipotesis

Ada hubungan ekspresi IL-17 di jaringan granulasi kavum timpani dengan


tingkat destruksi tulang pada pasien OMSK. Peningkatan ekspresi IL-17 diikuti
peningkatan tingkat destruksi tulang.

commit to user

31

Anda mungkin juga menyukai