Anda di halaman 1dari 5

Apakah dengan mendengarkan musik bisa membuat

otak kita pintar?

Kalau teman-teman ingin melatih kekuatan fisik, seringlah berolahraga. Namun, ingin
meningkatkan "kecerdasan otak" seringlah mendengar musik. Betulkah pernyataan tersebut,
Mari kita tuntas habis!! Sama halnya dengan otak, otak manusia akan semakin kuat jika sering
dilatih. Ada berbagai macam cara untuk melatih otak sehingga bisa menjadi lebih 'cerdas' salah
satunya melalui "musik".

Dari musik jazz, dangdut, campursari, pop, klasik dan lain sebagainya. Mendengarkan musik
juga dapat mempengaruhi mood atau suasana hati. Mendengarkan musik yang pelan atau
musik apapun yang anda suka, bisa meningkatkan semangat serta suasana hati menjadi lebih
baik. Musik dapat meningkatkan fungsikognitif (otak) dan kecerdasan. Musik yang pelan seperti
'musik klasik' bisa menjadi pilihan.

Sebelum genre-genre musik banyak bermunculan musik klasik adalah musik yang seringkali
diperdengarkan. Musik klasik bisa dibilang tidak tergores zaman karena masih terus dipendekan
hingga saat ini. Itu karena musik bisa memberi rangsangan pada otak jadi seluruh rangsangan
otak menjadi aktif.

Penelitian tersebut berhasil menemukan bahwa musik, khususnya genre klasik mampu
merangsang dan meningkatkan konsentrasi. Selain itu, musik klasik bisa meningkatkan
kecerdasan otak terhadap materi yang diterima. Melodi dan nada dalam musik klasik seperti
Beethoven Fur Elise, diyakini mampu membantu siswa untuk belajar lebih lama dan mampu
mempertahankan materi lebih lama. Bahkan siswa yang mendengar musik dengan beat
(ketukan) 60 hingga 70 per menit, berhasil mencapai skor ujian 12 persen lebih besar.

Tak hanya genre klasik, tim peneliti dari psikologi klinis bidang Cognitif Behavioral Therapy
dr.Emma Gray tersebut mencoba dengan musik yang mempunyai Beat 50-80 per menit.
Mereka mencoba dengan lagu 'Can't Stop'' milik Miley Crush dan 'Mirror' dari Justin Timberlake.
Alhasil, lagu tersebut mampu mengarahkan otak kiri lebih unggul dalam penangkapan proses
informasi faktual dan pemecahan masalah.

Ada juga pada tahun 1950, seorang dokter THT bernama Dr. Alfred Tomatis memiliki teori
bernama Mozart Effect. Mozart sendiri adalah salah satu komponis musik klasik yang paling
terkenal didunia. Dokter tersebut melakukan eksperimen stimulasi pendengaran untuk anak-
anak yang memiliki gangguan berbicara dan pendengaran. Hasil yang didapatkan bahwa musik
tersebut mampu memberi efek pada kesiapan otak untuk menerima dan mencerna informasi.
Seorang peneliti dari Universitas California pada tahun 1993 juga menyebutkan bahwa siswa
yang mendengarkan musik Mozart sebelum ujian mampu melewati ujian dengan lebih baik
daripada yang tidak mendengarkan.

Nantais dan Schellenberg pada tahun 1999, menyatakan bahwa Mozart Effect sendiri
merupakan sebuah fenomena psikologi yang dikenal sebagai "priming". Priming sendiri
diartikan sebagai pemanasan dari neuron otak ketika distimulasi oleh sebuah kegiatan.
Contohnya ketika seseorang menghitung angka yang cukup besar maka neuron nya akan
mengalami pemanasan sehingga bisa melakukan kegiatan yang sama dengan lebih baik
daripada orang yang belum mengalami priming. Penjelasan ini cukup kontroversial karena
mendengarkan musik tidak sama/mirip dengan belajar atau berpikir. Tetapi area yang
distimulasi oleh otak ketika mendengarkan musik itu sama seperti area otak yang distimulasi
ketika sedang belajar jadi anggapan ini bisa digunakan untuk membantah.

Nantais dan Schellenberg pada tahun 1999 menemukan bahwa ketika subjek lebih menyukai
cerita Stephen King daripada musik Mozart dan kedua tersebut digunakan sebagai variabel
kontrol, subjek memiliki performa lebih baik setelah membaca cerita Stephen King daripada
setelah mendengarkan musik Mozart. Penjelasan dari eksperimen ini adalah semua
stimulus/kegiatan yang membuat seseorang senang atau tertarik akan meningkatkan
performanya, sedangkan kegiatan yang tidak disukainya akan menurunkan performanya.

Kejadian tentu bisa terjadi karena adanya Logical Fallacy di masyarakat. Dapat terjadi akibat
dari banyaknya film atau cerita yang sering menggambarkan orang pintar senang
mendengarkan musik klasik. Dari gambaran tersebut, banyak orang yang menyimpulkan bahwa
dengan mendengarkan musik klasik maka akan meningkatkan kepintaran dan kecerdasan.
Logical fallacy ini juga sering terjadi pada hal lain seperti banyaknya orang yang menganggap
bahwa bermain basket membuat menjadi tinggi padahal pada kenyataannya adalah pemain
basket bermain basket karena dirinya tinggi bukan orang menjadi tinggi karena bermain basket.

Banyak juga yang hanya menyimpulkan dari pengalaman pribadi seperti ketika mendengarkan
musik klasik maka dia bisa menjadi lebih cepat dalam mempelajari sesuatu. Padahal dapat
dijelaskan dari eksperimen di atas bahwa kemungkinan itu hanyalah stimulus yang disenangi
oleh dirinya atau otaknya sudah mengalami priming sehingga dia bisa lebih cepat dalam
mempelajari sesuatu.

Alasan lain yang dapat menjelaskan mengenai pengalaman orang yang meningkatkan
kemampuan belajarnya dari mendengarkan musik klasik adalah karena mereka sangat percaya
terhadap mitos tersebut. Sehingga karena mereka sangat percaya dengan mendengarkan musik
klasik dapat meningkatkan kemampuan belajar mereka maka mereka mendapatkan
kepercayaan diri yang besar sehingga bisa belajar dengan lebih baik ketika mendengarkan
musik klasik.
Setelah dilakukan penelitian lebih lanjut oleh para peneliti dari Universitas Appalachian State
ternyata rahasia penigkatan kinerja otak kita itu bukan berasal dari musik Mozzart atau musik
klasik, melainkan dari Enjoyment Arousal atau kegairahan emosional. Artinya apapun yang
membuat kita senang atau dapat kita nikmati itu membuat kita melakukan segala sesuatu
dengan lebih baik. Jadi peningkatan kecerdasan otak tidak terbatas dalam hal mendengarkan
musik klasik saja, namun bisa dengan mendengarkan genre musik lain yang kita suka maupun
melakukan kegiatan lainnya yang dapat membuat kita merasa senang dalam menjalaninya.
Misalnya saja yaitu seperti melakukan hobi berolahraga, membaca buku, hingga mengkonsumsi
makanan dan minuman bergizi.

Musik memang dapat memicu hormon endhorpins yang bermanfaaat untuk membuat kita
rileks, mengurangi stress, dan membantu kita berpikir jernih. Namun efek ini hanya sementara
dan bukan selamanya. Jadi daripada melakukan sesuatu dengan mendengarkan musik klasik
yang tidak kamu minati sehingga dapat membuatmu mengantuk, lebih baik cari aktivitas lain
yang sekiranya tetap dapat meningkatkan kemampuan otakmu agar menjadi lebih cerdas dan
berwawasan luas.

Nama kelompok:

1. Ali Shodri Farinal


2. Bunga Ramadani
3. Ibra Khadafi
4. Putri Decelia Maharani
5. Randa Saputra Yusuf
Pertanyaan & Jawaban

1. Ada tidak adverbia frekuentif di artikel kalian? (Pertanyaan Azzahra kelompok 7)


= Ada, kutipan nya "Logical Fallacy ini juga sering terjadi pada hal lain seperti banyaknya
orang yang menganggap bahwa bermain basket membuat menjadi tinggi.."
2. Hal apa yang membuat kalian membuat artikel tersebut dan termasuk jenis apa dan
alasannya!! (Pertanyaan Anisa kelompok 5)
= Alasannya pasti kita pernah mengalami kejadian yaitu mendengarkan musik, tapi kita
belum tentu terpikirkan bahwa musik bisa meningkatkan kecerdasan. Artikel kami
termasuk ke artikel argumentasi, sebab artikel kami berisi pendapat dari para ahli
berupa penelitian dan pendapat dari kami juga.
3. Coba jelaskan unsur kebahasaan dan kutipan nya? (Pertanyaan Ambar Kelompok 8)
= Kualitatif
Kutipan nya "Mozart sendiri adalah salah satu kelompok komponis musik klasik yang
paling terkenal di dunia.."
Frekuentif
Kutipan nya "Logical Fallacy ini juga sering terjadi pada hal lain seperti banyaknya orang
yang menganggap bahwa bermain basket membuat menjadi tinggi.."
4. Musik rock apakah bisa membuat kita relax? (Pertanyaan Yedina Kelompok 2)
= Musik ekstrem atau musik rock seperti heavy metal, emo, punk dan scremo cenderung
membuat emosi negatif, seperti marah, kesal, dan sebagainya, namun sebuah studi
menunjukkan sebaliknya.
Para peneliti dari University of Queensland di Australia, menemukan bahwa musik
ekstrem atau musik rock bisa meningkatkan emosi positif dan menenangkan peserta
atau seseorang yang sedang marah.
5. Sebutkan adverbia konstratif yang ada didalam artikel dan konjugsi dalam artikel?
(Pertanyaan Aprilia Kiki Kelompok 4)
= Dalam artikel kami adverbia konstratif ada di:
a) "Bahkan siswa yang mendengar musik dengan ketukan (beat) 60 hingga 70 per
menit..."
Konjungsi:
a) Konjugsi antar klausa menggunakan kata Dan
b) Konjungsi untuk memperkuat argumentasi yaitu kata Misalnya, Seperti
c) Konjungsi sebab akibat yaitu kata Karena.
6. Apakah musik klasik bikin seseorang ketergantungan dan gimana cara membuat tidak
ketergantungan itu? (Pertanyaan Aldi Kelompok 1)
= Musik klasik tidak membuat ketergantungan tapi, mendengarkan di tertentu orang
bisa fokus dalam belajar. Kalaupun tidak mendengarkan nya musik klasik pun kita bisa
lebih fokus.
7. Kenapa kalian bisa menyimpulkan musik bisa membuat kita pintar? (Pertanyaan Zahra
Kelompok 6)
= Kesimpulan kami, kami tidak memiliki kemampuan untuk merasakan musik atau
mengatakan apakah musik membuat kami atau orang lain lebih pintar. Namun,
beberapa penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara mendengarkan musik
dan meningkatkan kemampuan kognitif pada beberapa jenis tugas.
Salah satu contoh penelitian adalah studi yang dilakukan oleh para peneliti dari
University Helsinki pada tahun 2011 yang menunjukkan bahwa pelatihan musik selama 2
tahun dapat meningkatkan kemampuan anak-anak dalam memproses informasi dan
menyelesaikan masalah.
Studi lain yang dilakukan pada tahun 2013 oleh para peneliti dari University of Texas
menunjukkan bahwa orang dewasa yang memainkan instrumen musik dapat
meningkatkan kemampuan verbal dan non-verbal mereka, serta meningkatkan
kemampuan memori jangka pendek.
Namun, perlu dicatat bahwa hubungan antara musik dan kecerdasan tidak selalu
bersifat kausal atau sebab-akibat. Ada banyak faktor lain yang juga dapat memengaruhi
kemampuan kognitif seseorang, dan musik hanya satu dari banyak faktor tersebut.

Anda mungkin juga menyukai