Anda di halaman 1dari 6

THE POWER OF MINDS:

Bagaimana Kekuatan Pikiran Mampu Mengubah Segalanya


Oleh : Fharenra Bayu Dewangga
(Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Lampung)

Isu kesehatan mental menjadi topik yang selalu penting dibicarakan


diberbagai belahan bumi. Kita kerap kali menemukan keluhan, cuitan, curahan hati
seseorang tentang keresahannya di media sosial, belum lagi 2 tahun dikungkung
pandemi hampir membiasakan diri untuk serba instan dan serba online. Akibatnya,
hampir semua kalangan mengalami fase overthingking, dengan berbagai topik
permasalahan hidup yang juga beragam.

Hari kesehatan mental atau biasa dikenal World Mental Health Day diperingati
setiap tanggal 10 Oktober. Dalam sejarahnya peringatan hari ini dicetuskan oleh World
Federation of Mental Health (WFMH) pada tahun 1992. Pada saat itu WFMH bertujuan
untuk mengkampanyekan tentang pentingnya kesehatan mental. Di Indonesia sendiri
World Mental Health Day mulai menjadi familiar saat COVID 19 Melanda pada awal
tahun 2020 silam. Efek dari pandemi tidak hanya menyerang kesehatan fisik saja, lebih
dalam efek seperti isolasi mandiri yang sangat lama, WFH, sekolah daring, tingginya
angka PHK, hingga adaptasi-adaptasi baru yang tidak direncanakan sebelumnya
membuat masyarakat Indonesia mulai menyadari pentingnya kesehatan mental.

Rutinitas dan aktivitas seseorang yang begitu padat tentu berpengaruh terhadap
stamina dan kekuatan fisik, selain itu tekanan berlebih selama memaksimalkan aktivitas
harian pun berdampak pada kesehatan mental. Pertolongan pertama pada gangguan
kesehatan mental dapat dilakukan dengan mendatangi psikolog, bahkan untuk sekadar
mencari tahu sejak dini sebelum merasa burn out atau mengalami gangguan kesehatan
mental.

Menariknya, banyak ilmuwan dan pakar ahli meneliti kesehatan mental.


Beberapa diantaranya penelitian dalam rangka membuktikan bagaimana pikiran dan
mempengaruhi kesehatan mereka membuktikan bagaimana pikiran dan mempengaruhi
kesehatan. Sebanyak 61.141 sampel diteliti dalam jangka 20 tahun. Dengan
membandingkan antara pemikir positif dan pemikir negatif yang melakukan olahraga.
Hasilnya orang berpikir olahraga dmemiliki dampak baik dibandingkan dengan pemikir
1
negatif meskipun jumlah olahraga yang mereka lakukan itu sama. Lebih lanjut 71 %
pemikir negatif cenderung meninggal dalam periode selanjutnya dibandingkan orang-
orang yang berpikir positif tentang olahraganya. (Stanford: Alia Crum dan Octavia
Zahrt)

Dalam penelitian lainnya yang dilakukan oleh Alia Crum dan Ellen Langer
(2007) mereka melakukan eksperimen kepada staf kebersihan hotel dimana mereka
dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama diberitahu bahwa pekerjaan mereka
memenuhi rekomendasi gaya hidup aktif dari Ikatan Dokter Bedah Amerika. Sedangkan
kelompok kedua tidak diberitahu tentang informasi tersebut. Hasilnya dalam empat
minggu berselang kelompok yang meyakini pekerjaan mereka lebih sehat menunjukan
penurunan berat badan, lemak tubuh, tekanan darah, rasio pinggul dan pinggang serta
indeks massa tubuh yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok yang tidak
diberitahu informasi tersebut. Melalui eksperimen tersebut terbukti bahwa pikiran yang
mengubah persepsi mampu berdampak secara signifikan.

Dari dua penelitian diatas membuktikan bahwasanya dimulai menjaga pikiran


yang sehat dapat berdampak pada kesehatan tubuh manusia itu sendiri. Bahkan tak
hanya menjaga tubuh agar tetap sehat akan tetapi kita mampu memperpanjang usia
hanya dari mengatur pikiran kita. Lebih jauh lagi saat kita selalu menjaga pikiran kita
untuk berfikir positif tak hanya berdampak pada kesehatan saja. Mengatur pikiran yang
sehat mampu meningkatkan kekuatan fisik secara signifikan.

Kekuatan pikiran dapat berdampak lebih jauh dari tulisan diatas. Hanya dengan
latihan pikiran yang sangat intens secara empiris mampu meningkatkan kekuatan otot
bahkan tanpa latihan fisik sekalipun. Hal ini dibuktikan penelitian oleh V.K
Ranganathan (2004). Pada penelitiannya Ia dan tim melatih orang-orang untuk dapat
mengembangkan kekuatan otot tanpa melibatkan otot mereka. Pada eksperimen ini
peneliti membagi dua kelompok partisipan yakni kelompok latihan mental dan latihan
fisik. Kelompok pertama yakni kelompok mental, peneliti mengajak para partisipan
untuk membayangkan jari mereka untuk menekan keras sesuatu secara terus menerus.
Di kelompok yang lain para partisipan diminta untuk benar-benar mendorong sesuatu
benda dengan jari mereka. Latihan ini berjalan selama dua belas minggu dengan waktu
lima kali lima belas menit pada setiap minggunya. Hasilnya mengagumkan, kelompok
mental kekuatannya meningkat sebesar 35% dan kelompok fisik kekuatan mereka
2
menaik sebesar 53%. Lebih lanjut para peneliti menjelaskan bahwa meningkatkan
kekuatan tanpa melibatkan otot-otot benar-benar bekerja. Latihan mental meningkatkan
sinyal keluaran kortikal yang mampu mendorong otot ke tingkat aktivasi yang lebih
tinggi lagi dalam meningkatkan kekuatan.

Lalu mengapa hal ini bisa terjadi? mengapa hanya melalui pikiran positif dapat
memunculkan dampak yang luar biasa. Rupanya keajaiban ini berawal oleh sifat otak
kita yang mampu berubah dan beradaptasi secara cepat dan adaptif. Hal ini dibuktikan
dengan penelitian yang dilakukan oleh neurosaintis terkenal dari Amerika yakni
Michael Merzenich pada tahun 1970-an. Dalam penelitiannya, Ia dan tim nya
memetakan otak monyet dengan teknologi-teknologi baru pada saat itu. Mereka
membuat yang disebut dengan “peta pikiran”. pada awalnya tim peneliti mampu
mendapatkan gambar sketsa peta pikiran monyet tersebut. Namun tak lama setelah
mendapatkan sketsa-nya saat mereka ingin meneliti lebih dalam terkait beberapa aspek
mereka menyadari jaringan sketsa yang telah mereka buat sebelumnya telah berubah
dan pada akhirnya para peneliti menyimpulkan bahwasanya otak monyet dapat berubah
dan perubahannya terjadi secara cepat. Hasil eksperimen ini di kenal sebagai teori
Neuroplastisitas. (Michael Merzenich, 2013)

Artinya kita memiliki kesempatan untuk berubah menjadi sesuatu yang tidak
mampu kita bayangkan sebelumnya. Jika otak kita saja mampu berubah dan beradaptasi
secara cepat maka tubuh kita juga mampu melakukan hal serupa. Kemampuan-
kemampuan yang sebelumnya tidak dimiliki bisa didapatkan saat individu tersebut ingin
mengasahnya secara tajam. Sayangnya tidak semua orang berpikir demikian. Banyak
orang yang patah semangat dalam melakukan sesuatu saat Ia tak mampu
menyelesaikannya dan mengutuk dirinya tidak berbakat dalam hal tersebut.

Jo Boaler (2021) dalam bukunya yang berjudul Limitless Mind mengungkapkan


bahwasanya otak manusia tidak bersifat tetap tetapi otak manusia selalu bertumbuh.
Lebih dalam Jo Boaler pada bukunya ia mematahkan anggapan bahwasanya manusia
yang lahir dimuka bumi memiliki bakat-bakat tertentu. Banyak anggapan seorang anak
terlahir dengan otak matematika, seniman, ataupun olahragawan yang di cap oleh orang
tua bahkan Guru mereka. Anggapan-anggapan ini sangat berbahaya dan menyesatkan.
Saat seorang anak berfikir dia memiliki otak matematika Ia akan berfokus pada
matematika saja dan tidak merasa berbakat saat pelajaran olahraga ataupun yang
3
lainnya. Maka bukan tidak mungkin ia hanya akan memiliki nilai yang bagus pada
pelajaran matematika dan lemah pada pelajaran lainnya dikarenakan ia acuh dengan
mata pelajaran lainnya. Anggapan ini dapat lebih berbahaya lagi saat anak di cap
memiliki bakat matematika dan menemui soal matematika yang tidak mampu ia
selesaikan, anak tersebut akan merasa gagal dalam menjalankan bakatnya dan ia merasa
sebenarnya bukanlah anak yang genius dalam bidang matematika. Bahkan, terdapat
stereotip yang mengatakan otak wanita tidak cocok dengan materi-materi yang bersifat
sains dan teknologi. Wanita lebih cocok dalam bidang seni dan humaniora. Anggapan
ini tidak berhenti pada permasalahan gender saja. Klaim-klaim terhadap warna kulit,
suku, hingga wilayah tertentu melekat pada anggapan ini. Gagasan tersebut bukannya
tidak akurat dan merusak namun gagasan tersebut bersifat gender dan rasial. (Jo Boaler,
2021)

Setiap individu memiliki kesempatan yang sama dalam mengembangkan


kemampuannya. Tidak ada orang yang terlahir dengan otak-otak tertentu. Setiap
individu mampu mengembangkan jalur-jalur neural yang mereka butuhkan. Sehingga
anggapan kita tidak cocok dengan matematika, seni, bahasa ataupun bidang-bidang
tertentu tidak akan terjadi. Otak manusia tumbuh dengan tiga cara. Pertama pada saat
kita mempelajari hal-hal yang baru akan muncul jalur baru di otak kita yang bersifat
halus dan tipis. Jalur yang kedua saat kita semakin dalam mempelajari hal tersebut jalur
tersebut akan semakin kuat. Dan yang ketiga ada keterhubungan antar koneksi dengan
dua jalur yang sebelumnya tidak terhubung. Hal ini membuktikan bahwasanya saat
manusia semakin berusaha mempelajari sesuatu hal bukan sesuatu yang mustahil Ia
akan memahami pelajaran tersebut selama Ia mau berkomitmen untuk terus berusaha.
(Jo Boaler, 2021)

Andres Ericsson (1929) salah satu tokoh psikolog yang berasal dari Swedia
merupakan orang yang menyadari kemampuan otak manusia untuk bertumbuh dan
berubah. Ericsson melakukan eksperimen pada mahasiswa yang bernama Steve.
Peneliti melakukan pelatihan untuk mengingat bilangan secara acak. Pada awalnya
Steve mampu mengingat 7-8 bilangan secara konsisten. Empat hari berikutnya
kemampuan Steve meningkat sampai 9 bilangan disini peneliti menganggap Steve telah
mencapai batas. Steve mampu mengingat 10 bilangan secara konsisten bahkan performa
Steve terus meningkat secara konstan hingga Ia mampu berhasil mengingat kembali

4
rangkaian terdiri dari 82 bilangan. Penelitian ini membuktikan bagaimana kemampuan
otak kita dapat terus terasah dengan latihan yang intens bahkan mampu melampaui
ekspektasi sebelumnya.

Dari uraian diatas, kita ketahui bahwa dampak dari kekuatan pikiran kita
sangatlah besar. Kebanyakan orang beranggapan bahwa memulai perubahan besar,
harus diawali dari beberapa faktor yang mampu menunjang perubahan. Sederhananya,
perubahan-perubahan besar dapat dimulai dari pikiran. Saat kita berpikir kita mampu
untuk melakukan suatu hal, maka otak kita akan mencari jalan-jalan terbaik untuk
mencapai garis perubahan tersebut.

Penelitian Michael Merzenich dan Andres Ericsson telah membuktikan


bagaimana sifat otak manusia yang mampu berubah dengan cepat (bersifat
neuroplasitas). Ericsson telah membuktikan bahwa melalui konsistensi, seseorang
mampu mengembangkan kekuatan hafalan lebih jauh dari perkiraan Ericsson sendiri.
Artinya, kita memiliki kesempatan untuk mengembangkan potensi kita lebih jauh lagi.
Karena tidak ada yang tidak mungkin selama kita mau berusaha untuk mencapainya.
Selama ini banyak orang beranggapan bahwa seseorang mampu melakukan sesuatu hal
karena mereka terlahir dengan bakat-bakat tertentu, hal tersebut tentu sangat merusak
mental. Bukan tidak mungkin, saat seorang anak beranggapan bahwa ia tidak dilahirkan
dengan bakat olahraga maka seumur hidupnya ia akan menjauhi olahraga. Sebagai
manusia yang memiliki daya, kita selalu dapat menginstall pikiran-pikiran positif,
sehingga tidak berprasangka buruk terhadap bakat dan kemampuan diri sendiri.

5
DAFTAR PUSTAKA

Jo Boaler, 2021 Limitless Mind : Ilmu Baru yang Membuka Pikiran dan Potensi Tanpa
Batas. Maria Lubis. 2021. BACA : Tanggerang.

O. H. Zahrt dan A. J. Crum, “Perceived Physical Activity and Mortality : Evidence from
Three Nationally Representative U.S. Samples,” Health Psychology 36/11
(2017): 1017-25.

A. J Crum and E. J. Langer, “Mind-Set Matters : Exercise and the Placebo Effect,”
Psychological Science 18/2 (2007): 165-71.

V. K. Ranganatan et al., “From Mental Power to Muscle Power-Gaining Strength by


Using the Mind,” Neuropsychologia 42/7 (2004): 944-56.

Michael Merzenich, Soft-Wired: How the New Science of Brain Plasticity Can Change
Your Life (San Francisco: Parnassus, 2013)

Andres Ericsson and Robert Pool, Peak : Secrets from the New Science of Experients
(New York: Houghton Mifflin Harcourt, 2016)

DetikNews.com. 05 Oktober 2022. Hari Kesehatan Mental Sedunia 2022: Tema dan
Sejarah Peringatannya. Diakses pada 19 Oktober 2022, dari
https://news.detik.com/berita/d-6330736/hari-kesehatan-mental-sedunia-
2022-tema-dan-sejarah-peringatannya

Anda mungkin juga menyukai