Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA

DENGAN MASALAH MENTAL


D
I
S
U
S
U
N
OLEH KELOMPOK
Yesi Manalu
Adam
Teguh Anugrah
M. Rival Syah
Fince Indra Jaya Waruwu

Ines Juwita Z
Dosen : Ns. Rumondang Gultom, MKM

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmat, serta peyertaan-Nya sehingga makalah tentang "Asuhan Keperawatan Lansia Dengan
Masalah Mental" ini dapat terselesaikan.
Saya juga mengucapkan terimakasih dan menyampaikan hormat kami kepada
1. Ketua Yayasan, Pak Perlindungan Purba, SH,MN
2. Rektor USMI, Dr. Ivan Elisabet Purba, M.kes
3. Dekan Ffikes, Taruli Sinaga, SP. MKM.
4. Ketua Prodi S1 keperawatan, Ns.Rinco Siregar, S.Kep, MNS
5. Dosen, Ns. Rumondang Gultom, MKM
Yang telah menjadi inpirasi dan pedoman kami dalam menjalani studi kami ini.
Dalam penulisan makalah ini berusaha menyajikan bahan dan bahasa yang sederhana,
singkat dan mudah dipahami.
Makalah ini jauh dari kesempurnaan serta masih terdapat banyak kekurangan dalam
penulisan. Maka saya harap kerjasamanya, supaya segala sesuatu bentuk kesalahannya mohon
dimaklumi dan berharap adanya masukan untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Akhir kata, Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.

Medan, 28 November 2020


Ttd

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang


Masa lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja,
tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Sejalan dengan
semakin baiknya status kesehatan masyarakat, usia harapan hidup masyarakat Indonesia juga
semakin tinggi, sehingga mengakibatkan jumlah lansia juga semakin bertambah.
Saat ini, jumlah lansia yang ada di Indonesia berdasarkan data Badan Pusat Statistik
mencapai 18,7 juta orang (8,5%) dari jumlah penduduk Indonesia. Jumlah ini akan
menjadikan Indonesia menempati urutan ke-4 terbanyak negara berpolulasi lansia setelah
Cina, India dan Amerika. Berdasarkan Survei Kesehatan Depkes RI, menyatakan, gangguan
mental pada usia 55-64 tahun mencapai 7,9%, sedangkan yang berusia di atas 65 tahun
12,3%. Angka ini diperkirakan akan semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya.
Karenanya pengenalan masalah mental sejak dini merupakan hal yang penting, sehingga
beberapa gangguan masalah mental pada lansia dapat dicegah, dihilangkan atau dipulihkan.
Jika tidak didiagnosis dan diobati tepat waktu kondisi tersebut dapat mengalami
perburukan dan membutuhkan penanganan yang kompleks. Kepandaian menyiasati dapat
menjadikan masa tua yang menyenangkan, produktif dan energik tanpa harus merasa tua dan
tidak berdaya.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk untuk mendapatkan
pengetahuan dalam memberikan asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan
mental dengan menggunakan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
 Mahasiswa mengetahui mengenai gangguan mental pada lansia.
 Mahasiswa mampu melakukan ASKEP pada lansia dengan masalah mental.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Mental
Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun ke atas) pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Pada kelompok yang
dikategorikan lansi ini akan terjadi suatu proses yang disebut aging proses.
Mental berasal dari kata latin yaitu mens, mentis yang artinya: jiwa, nyawa, sukma,
roh, semangat (Kartini Kartono, 1987:3). Sedangkan dalam kamus psikologi Kartini Kartono,
(1987:278) mengemukakan: mental adalah yang berkenaan dengan jiwa, batin ruhaniah.
Dalam pengertian aslinya menyinggung masalah: pikiran, akal atau ingatan. Sedangkan
sekarang ini digunakan untuk menunjukkan penyesuaian organisme terhadap lingkungan dan
secara khusus menunjuk penyesuaian yang mencakup fungsi-fungsi simbolis yang disadari
olehindividu.
Pengertian mental dalam kamus besar bahasa Indonesia, (1991:647)
adalah“Berkenaan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan atau tenaga,
Bukan bersifat badan atau tenaga: bukan hanya pembangunan fisik yang diperhatikan
melainkan juga pembangunan batin dan watak”.
Mental secara istilah dapat diartikan dengan “semangat jiwa yang tegar, yang aktif,
yang mempengaruhi perilaku hidup dan kehidupan manusia” (Mawardi Labay El- Sulthani,
2001:2).
Melihat dari pernyataan diatas, maka mental bisa diartikan sesuatu yang berada dalam
tubuh (fisik) manusia yang dapat mempengaruhi perilaku, watak dan sifat manusia di dalam
kehidupan pribadi dan lingkungannya.

B. Aspek-aspek Mental
Manusia adalah makhluk yang pada dasarnya baik dan selalu ingin kembali pada
kebenaran yang sejati, karena pada diri manusia mempunyai. Aspek-aspek jiwa yang bisa
mempengaruhi segala sikap dan tingkah laku manusia. Bertolak dari pernyataan maka aspek-
aspek manusia dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Kartini Kartono (2000:6) mengemukakan bahwa aspek mental yang ada dalam diri
manusia adalah keinginan, tindakan, tujuan, usaha-usaha, dan perasaan.
 Keinginan : perihal yang diinginkan
 Tindakan : perbuatan; sesuatu yang dilakukan. Sesuatu yang dilaksanakan
untuk mengatasi sesuatu.
 Tujuan : arah yang dituju, maksud atau tuntutan.
 Usaha : kegiatan untuk mengarahkan tenaga, pikiran atau badan untuk
mencapai suata maksud.
 Perasaan : hasil/ perbuatan merasa dengan panca indera. Rasa/keadaan batin
dalam menghadapi sesuatu.
2. Zakiah Darajat (1990:32) berpendapat bahwa aspek mental yang ada dalam diri
manusia adalah kehendak, sikap, dan tindakan.
 Kehendak : kemauan, keinginan dan harapan yang keras.
 Sikap : posisi mental (perasaan terhadap bahasa sendiri/bahasa orang lain).
 Tindakan : perbuatan; sesuatu yang dilakukan. Sesuatu yang dilaksanakan
untuk mengatasi sesuatu.
3. Mawardi Labay El-Shuthani (2001:3) memandang bahwa aspek mental yang ada
dalam diri manusia adalah segala sesuatu yang menentukan sifat dan karakter
manusia.
 Sifat : rupa/keadaan yang nampak pada suatu benda/lahiriah
 Karakter : sifat-sifat kejiwaan, akhlak/budi pekerti yang membedakan
seseorang dari yang lain, tabiat, watak, dan mempunyai kepribadian.
4. Ibnu Sina (1996:116) berpendapt bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia
adalah kesadaran diri, amarah, dan keinginan.
 Kesadaran diri : kesadaran seseorang/keadaan dirinya sendiri.
 Amarah : sangat tidak senang.
 Keinginan : perihal yang diinginkan.
5. Al Ghazali (1989:7)mengemukakan bahwa aspek mental yang ada dalam diri manusia
adalah yang merasa, yang mengetahui dan yang mengenal.
 Merasa : mengalami rangsangan yang mengenai (menyentuh) indra (seperti
yang dialamu lidah, kulit/badan).
6. Hanna Djuhamham Bastaman (2001:64) memandang bahwa aspek mental yang ada
dalam diri manusia adalah berpikir, berkehendak, merasa, dan berangan-angan.
 Berpikir : menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan
dan memutuskan sesuatu, menimbang-nimbang.
 Berkehendak : kemauan, keinginan dan harapan yang keras.
 Merasa : mengalami rangsangan yang mengenai (menyentuh) indra (seperti
yang dialamu lidah, kulit/badan).
 Berangan-angan : mempunyai angan-angan (pikiran/ingatan).

C. Aspek-aspek Yang Mempengaruhi Perubahan Fungsi Mental Pada Lansia

Masalah kesehatan mental pada lansia dapat berasal dari 4 aspek yaitu fisik,
psikologik, sosial dan ekonomi. Masalah tersebut dapat berupa emosi tidak labil, mudah
tersinggung, gampang merasa dilecehkan, kecewa, tidak bahagia, perasaan kehilangan, dan
tidak berguna. Lansia dengan problem tersebut menjadi rentan mengalami gangguan
psikiatrik seperti depresi, ansietas (kecemasan), psikosis (kegilaan) atau kecanduan obat. Pada
umumnya masalah kesehatan mental lansia adalah masalah penyesuaian. Penyesuaian tersebut
karena adanya perubahan dari keadaan sebelumnya (fisik masih kuat, bekerja dan
berpenghasilan) menjadi kemunduran.
Aspek psikologi merupakan faktor penting dalam kehidupan seseorang dan menjadi
semakin penting dalam kehidupan seorang lansia. Aspek psikologis ini lebih menonjol
daripada aspek materiil dalam kehidupan seorang lansia. Pada umumnya, lansia
mengharapkan: panjang umur, semangat hidup, tetap berperan sosial, dihormati,
mempertahankan hak dan hartanya, tetap berwibawa, kematian dalam ketenangan dan
diterima di sisi-Nya, dan masuk surga. Keinginan untuk lebih dekat kepada Allah merupakan
kebutuhan lansia. Proses menua yang tidak sesuai dengan harapan tersebut, dirasakan sebagai
beban mental yang cukup berat.
Aspek sosial yang terjadi pada individu lanjut usia, meliputi kematian pasangan
hidupnya/teman-temannya, perubahan peran seorang ayah/ibu menjadi seorang kakek/nenek,
perubahan dalam hubungan dengan anak karena sudah harus memerhitungkan anak sebagai
individu dewasa yang dianggap sebagai teman untuk dimintai pendapat dan pertolongan,
perubahan peran dari seorang pekerja menjadi pensiunan yang sebagian besar waktunya
dihabiskan di rumah.
Aspek ekonomi berkaitan dengan status sosial dan prestise. Dalam masyarakat sebagai
seorang pensiunan, perubahan pendapatan karena hidupnya tergantung dari tunjangan
pensiunan. Kondisi-kondisi khas yang berupa penurunan kemampuan ini akan memunculkan
gejala umum pada individu lanjut usia, yaitu “perasaan takut menjadi tua.”
Pada umumnya, perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal
pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam
kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan
penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status, dan harga diri. Reaksi setelah orang
memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya dan sangat tergantung
pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada yang
menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan
ada juga yang seolah-olah pasrah terhadap pensiun.
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa aspek mental yang ada pada diri manusia
adalah aspek-aspek yang dapat menentukan sifat dan karakteristik manusia itu sendiri.
Perbuatan dan tingkah laku manusia sangat ditentukan oleh keadaan jiwanya yang merupaka
motor penggerak suatu perbuatan. Oleh sebab itu aspek-aspek mental tersebut bisa manusia
kendalikan melalui proses pendidikan.

D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Mental


1. Perubahan fisik,
a. Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan cairan
interseluler menurun.
b. Kardiovaskuler: katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa
darah menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas pembuluh
darah menurun, serta meningkatnya retensi pembuluh darah perifer sehingga
tekanan darah meningkat.
c. Persarafan: saraf pancaindera mengecil sehingga fungsinya menurun serta
lambat dalam merespon dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan
dengan stres. Berkurang atau hilangnya lapisan mielin akson, sehingga
menyebabkan berkurangnya respon motorik dan reflek.
d. Pendengaran: membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran.
Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.
e. Penglihatan: respon terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun,
akomodasi menurun, lapang pandang menurun, katarak.
f. Belajar dan memori: kemampuan belajar masih ada tetapi relatif menurun.
Memori menurun karena proses encoding menurun.
g. Intelegensi: secara umum tidak berubah.

2. Kesehatan umum
Keadaan fisik lemah dan tidak berdaya sehingga harus bergantung pada orang lain.
Terjadi banyak perubahan dalam penampilan lansia, seperti pada bagian kepala dengan
rambut yang menipis dan berubah menjadi putih atau abu-abu, tubuh yang membungkuk dan
tampak mengecil, bagian persendian dengan pangkal tangan menjadi kendur dan terasa berat,
sedangkan ujung tangan tampak mengerut. Selain itu, fungsi pancaindera terjadi perubahan
seperti ada penurunan dalam kemampuan melihat objek, kehilangan kemampuan mendengar
bunyi dengan nada yang sangat tinggi, penurunan sensitivitas papil-papil pengecap (terutama
terhadap rasa manis dan asin), penciuman menjadi kurang tajam, dan kulit yang semakin
kering dan mengeras menyebabkan indra peraba di kulit semakin peka.
Pada kemampuan motorik, lansia mengalami penurunan kekuatan yang paling
nyata, yaitu pada kelenturan otot-otot tangan bagian depan dan otot-otot yang menopang
tegaknya tubuh, lansia pun cepat merasa lelah. Terdapat juga penurunan kecepatan dalam
bergerak dan lansia cenderung menjadi kaku. Hal ini menyebabkan sesuatu yang dibawa dan
dipegangnya tertumpah dan jatuh.

3. Lingkungan
Berkaitan dengan lingkungan sekitar, seperti keluarga dan teman. Lansia tidak
jarang merasa emptiness (kesendirian, kehampaan) ketika keluarganya tidak ada yang
memperhatikannya. Selain itu, ketika ada lansia lainnya meninggal, maka muncul perasaan
pada lansia kapan ia akan meninggal.

E. Masalah Di Bidang Psikogeratri


1. Kecemasan
a. Pengertian
Gangguan kecemasan pada lansia adalah berupa gangguan panik, fobia,
gangguan obsesif kondlusif, gangguan kecemasan umum, gangguan stress akut,
gangguan stress pasca traumatic.

b. Gejala kecemasan

c. Perasaan khawatir atau takut yang tidak rasional terhadap kejadian yang akan
terjadi, sulit tidur sepanjang malam, rasa tegang dan cepat marah. Sering mengeluh
akan gejala yang ringan atau takut/khawatir terhadap penyakit yang berat,
misalnya kanker dan penyakit jantung yang sebenarnya tidak dideritanya, sering
membayangkan hal-hal yang menakutkan, merasa panic terhadap masalah yang
ringan.
 Tindakan untuk mengatasi kecemasan
 Cobalah untuk mendapatkan dukungan keluarga dengan rasa kasih sayang.
 Bicaralah tentang rasa khawatir lansia dan cobalah untuk menentukan
penyebab mendasar (dengan memandang lansia secara holistic).
 Cobalah untuk mengalihkan penyebab dan berikan rasa aman dengan penuh
empati.
 Bila penyebabnya tidak jelas dan mendasar, berikan alas an-alasan yang
dapat diterima olehnya.
 Konsultasikan dengan dokter bila penyebabnya tidak dapat ditentukan atau
bila telah dicoba dengan berbagai cara tetapi gejala menetap.
2. Depresi
a. Pengertian
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan
komponen psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal,
putus asa dan penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau
agitasi (Afda Wahywlingsih dan Sukamto). Depresi adalah kondisi umum yang
terjadi pada lansia dan alasan terjadinya kondisi ini dapat dilihat pada saat
mengkaji kondisi sosial, kejadian hidup, dan masalah fisik pada lansia.
Memang, depresi sering disalahartikan sebagai demensia. Kemampuan mental
klien dengan depresi tetap utuh, sedangkan pada klien demensia, terjadi
peningkatan kerusakan kognitif.
b. Tipe depresi
Terdapat 2 tipe depresi yaitu eksogen atau depresi reaktif dan deprsesi
endogen. Depresi endogen mungkin akan terjadi pada awitan awal dalam
hidupnya. Individu dengan depresi endogen betul-betul dapat mengalami
gangguan mental bahkan mengalami delusi, dan sering kali mencoba bunuh
diri. Bunuh diri adalah pengalaman yang biasa pada lansia, terutama laki-laki.
Oleh karena itu, semua ancaman ini harus ditangani dengan serius. Klien
dengan depresi eksogen biasanya mendapat dukungan yang cukup pada stuasi
depresi, seperti setelah berduka karena kehilangan atau selama tinggal di
rumah sakit. Kadang-kadang dapat dilakukan sesuatu terhadap penyebab
depresi yang dialami lansia yang ketakutan untuk kembali ke rumah setelah
tinggal dirumah sakit. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan memastikan
bahwa mereka mendapat cukup dukungan di rumah.
c. Penyebab depresi pada lansia:
 Penyakit fisik.
 Penuaan.
 Kurangnya perhatian dari pihak keluarga.
 Gangguan pada otak (penyakit cerebrovaskular).
 Faktor psikologis, berupa penyimpangan perilaku oleh karena cukup
banyak lansia yang mengalami peristiwa kehidupan yang tidak
menyenangkan atau cukup berat.
 Serotonin dan norepinephrine.
Zat-zat kimia didalam otak (neurotransmitter) tidak seimbang.
Neurotransmitter sendiri adalah zat kimia yang membantu komunikasi
antar sel-sel otak.
d. Factor pencetus depresi pada lansia:
Faktor biologic, misalnya faktor genetik, perubahan struktural otak,
faktor risiko vaskular, kelemahan fisik. Faktor psikologik yaitu tipe
kepribadian, relasi interpersonal, peristiwa kehidupan seperti berduka,
kehilangan orang dicintai, kesulitan ekonomi dan perubahan situasi, stres
kronis dan penggunaan obat-obatan tertentu.
e. Gejala depresi pada lansia:
Secara umum tidak pernah merasa senang dalam hidup ini. Tantangan
yang ada, proyek, hobi, atau rekreasi tidak rnemberikan kesenangan.
Keluhan fisik biasanya terwujud pada perasaan fisik seperti:
 Distorsi dalam perilaku makan. Orang yang mengalami depresi tingkat
sedang cenderung untuk makan secaraberlebihan, namun berbeda jika.
kondisinya telah parah seseorang cenderung akan kehilangan gairah
makan.
 Nyeri (nyeri otot dan nyeri kepala).
 Berat badan berubah drastic
 Gangguan tidur. Tergantung pada tiap orang dan berbagai macam
faktor penentu, sebagian orang mengalami depresi sulit tidur. Tetapi
dilain pihak banyak orang mengalami depresi justru terlalu banyak
tidur.
 Sulit berkonsentrasi. Kapasitas menurun untuk bisa berpikir dengan
jernih dan untuk mernecahkan masalah secara efektif. Orang yang
mengalami depresi merasa kesulitan untuk memfokuskan perhatiannya
pada sebuah masalah untuk jangka waktu tertentu. Keluhan umum yang
sering terjadi adalah, "saya tidak bisa berkonsentrasi".
 Keluarnya keringat yang berlebihan.
 Sesak napas.
 Kejang usus atau kolik.
 Muntah.
 Diare.
 Berdebar-debar.
 Gangguan dalam aktivitas normal seseorang. Seseorang yang
mengalami depresi mungkin akan mencoba melakukan lebih dari
kemampuannya dalam setiap usaha untuk mengkomunikasikan idenya.
Dilain pihak, seseorang lainnya yang mengalami depresi mungkin akan
gampang letih dan lemah.
 Kurang energi. Orang yang mengalami depresi cenderung untuk
mengatakan atau merasa, "saya selalu merasah lelah" atau "saya capai".
 Secara biologik dipacu dengan perubahan neurotransmitter, penyakit
sistemik dan penyakit degeneratif.
 Secara psikologik gejalanya:
o Kehilangan harga diri/ martabat.
o Perilaku merusak diri tidak langsung. contohnya: penyalahgunaan
alkohol/ narkoba, nikotin, dan obat-obat lainnya, makan berlebihan,
terutama kalau seseorang mempunyai masalah kesehatan seperti
misalnya menjadi gemuk, diabetes, hypoglycemia, atau diabetes, bisa
juga diidentifikasi sebagai salah satu jenis perilaku merusak diri sendiri
secara tidak langsung.
o Merasa putus asa dan tidak berarti. Keyakinan bahwa seseorang
mempunyai hidup yang tidak berguna, tidak efektif. orang itu tidak
mempunyai rasa percaya diri. Pemikiran seperti, "saya menyia-nyiakan
hidup saya" atau “saya tidak bisa rncncapai banyak kemajuan",
seringkali terjadi.
o Mempunyai pemikiran ingin bunuh diri.
o Gejala social ditandai oleh kesulitan ekonomi seperti tak punya tempat
tinggal.
3. Insomnia
a. Pengertian
Kebiasaan atau pola tidur lansia dapat berubah, yang terkadang dapat
mengganggu kenyamanan anggota keluarga lain yang tinggal serumah.
Perubahan pola tidur dapat berubah tiak bisa tidur sepanjang malam dan sering
terbangun pada malam hari, sehingga lansia melakukan kegiatannya pada
malam hari.
b. Penyebab insomnia pada lansia
Kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari sehingga mereka
masih semangat sepanjang malam. Tertidur sebentar-sebentar sepanjang hari.
Gangguan cemas dan depresi. Tempat tidur dan suasana kamar kurang
nyaman. Sering berkemih pada waktu malam karena banyak minum pada
malam hari Infeksi saluran kemih.

4. Paranoid
a. Pengertian
Lansia terkadang merasa bahwa ada orang yang mengancam mereka,
membicarakan, serta berkomplot ingin melukai atau mencuri barang miliknya.
b. Gejala Paranoid
Perasaan curiga dan memusuhi anggota keluarga, teman-teman, atau
orang-orang di sekelilingnya. Lupa akan barang-barang yang disimpannya
kemudian menuduh orang-orang di sekelilingnya mencuri atau
menyembunyikan barang miliknya. Paranoid dapat merupakan manifestasi dari
masalah lain, seperti depresi dan rasa marah yang ditahan. Tindakan yang
dapat dilakukan pada lansia dengan paranoid adalah memberikan rasa aman
dan mengurangi rasa curiga dengan memberikan alas an yang jelas dalam
setiap kegiatan. Konsultasikan dengan dokter bila gejala bertambah berat.

5. Demensia
a. Pengertian
Demensia ialah kemunduran fungi mental umum, terutama intelegensi,
disebabkan oleh kerusakan jaringan otak yang tidak dapat kembali lagi
(irreversible) (Maramis, 1995). Demensia adalah gangguan progresif kronik
yang dicirikan dengan kerusakan berat pada proses kognitif dan disfungsi
kepribadian serta perilaku (Isaac, 2004). Menurut Roger Watson, demensia
adalah suatu kondisi konfusi kronik dan kehilangan kemampuan kognitif
secara global dan progresif yang dihubungkan dengan masalah fisik.
b. Jenis demensia:
1. Demensia jenis Alzheimer
Patofisiologi: Otopsi menunjukkan adanya plak amiloid (plak senil
atau neuritik) di jaringan otak atau adanya kekusutan neurofibriler
(akumulasi simpul filamen saran pada neuron. Adanya plak dan kekusutan
tersebut berkaitan dengan sel saraf, hilangnya sambungan antar neuron dan
akhimya atrofi serebral.
Penyebab:
 Genetika: Adanya gen abnormal saja tidak cukup untuk
memprediksi demensia jenis alzheimer. Penyakit alzheimer familial
memiliki awitan sangat dini (usia 30-40 th) dan bertanggung jawab
atas 20% dari semua kasus demensia jenis ini. Penyakit ini berkaitan
denga gen¬gen abnormal dikromosom 1, 14 dan 21. Adanya
apolipoprotein E 4 (apo, E 4) dikromosom 19 terjadi 2 kali lebih
banyak pada penderita demensia jenis alzheimer dibanding populasi
umum.
 Modal toksin: Sebagian peneliti meyakini bahwa akumulasi
alumunium pada otak akibat pajanan alat-alat dan produk
alumunium dapat menyebabkan demensia jenis alzheimer. Bukti
untuk teori ini masih sedikit.
 Abnormalitas neurotransmiter atau reseptor : Kehilangan asetil kolin
(neurotransmiter kolinergik mayor) berkaitan dengan gejala-gejala
gangguan kognitif (demensia). (peningkatan kadar asetin kolin
merupakan dasar untuk terapi obat yang disetujui FDA untuk
demensia).

 Tahap Perilaku Afek Perubahan Kognitif Ringan


 Sulit menyelesaikan tugas.
Penurunan aktivitas yang mengarah pada tujuan.
 Kurang memperhatikan penampilan pribadi dan aktivitas sehari-hari.
 Menarik diri dari aktivitas social yang biasa.
 Sering mencari benda-benda karena lupa meletakannya;
 Dapat menuduh orang lain telah mencurinya.
 Cemas.
 Depresi
 Frustasi
 Curiga
 Ketakutan
 Kehilangan ingatan tentang peristiwa yang baru saja terjadi (lupa
akan janji temu dan percakapan).
 Disorientasi waktu .
 Berkurangnya kemampuan konsentrasi.
 Sulit mengambil keputusan
 Kemampuan penilaian buruk

 Tahap perilaku afek Sedang


 Perilakunya tidak pantas secara sosial.
 Kurang perawatan diri (misal mandi, toileting, berpakaian,
berdandan).
 Berkeluyuran atau mondar-mandir .
 Senang menimbun barang-barang.
 Hiperoralitas.
 Mengalami gangguan siklus tidur-bangun.
 Mood labil datar.
 Apatis.
 Agitasi.
 Katas tropi Paranoia.
 Kehilangan ingatan tentang hal-hal yang baru atau lama (amnesia).
 Konfabulasi.
 Disprientasi waktu, tempat dan orang.
 Sedikit agnosia, apraksia dan afasia

 Tahap perilaku afek Berat


 Penurunan kemampuan ambulasi dan aktivitas motorik lainnya.
 Penurunan kemampuan menelan.
 Sama sekali tidak bisa mengurus diri (misalnya membutuhkan
perawatan yang konstan).
 Tidak mengenali lagi keberadaan pemberi asuhan Datar, apatis
Reaksi Katastropik occasional dapat berlanjut. Semua perubahan
kognitif berlanjut sejalan dengan meningkatnya amnesia, agnosia,
aprasia dan afasia.
2. Demensia vaskular (multi-infark) ditandai dengan gejala-gejala demensia
pada tahun pertama terjadinya gejala neurologik fokal. Klien diketahui
mengalami faktor resiko penyakit vaskuler (misalnya hipertensi, fibrilasi
atrium, diabetes).
3. Jenis demensia yang lain berkaitan dengan kondisi medis umum, seperti
penyakit parkinson, penyakit pick, koreahuntingtown dan penyakit
Creutzfeldt-jakob. Demensia yang disebabkan kondisi-kondisi tersebut
dicatat sesuai penyakitnya yang spesifik.

a. Gejala demensia:
1. Afasia: kehilangan kemampuan berbahasa; kemampuan berbicara
memburuk dan klien sulit "menemukan" kata-kata.
2. Apraksia: rusaknya kemampuan melakukan aktivitas motorik
sekalipun fungsi sensoriknya tidak mengalami kerusakan.
3. Agnosia: kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek atau benda
urnurn walaupun fungsi sensoriknya tidak mengalami kerusakan.
4. Konfabulasi: mengisi celah-celah ingatannya dengan fantasi yang
diyakini oleh individu yang terkena.
5. Sundown sindrom: memburuknya disorientasi di malam hari.
6. Reaksi katastrofik: respon takut atau panik dengan potensi kuat
inenyakiti diri sendiri atau orang lain.
7. Perseveration phenomenon: perilaku berulang, meliputi mengulangi
kata-kata orang lain.
8. Hiperoralitas: kebutuhan untuk mencicipi dan mengunyah benda-
benda yang cukup kecil untuk dimasukkan ke mulut.
9. Kehilangan memori: awalnya hanya kehilangan memori tentang hal-
hal yang baru terjadi, dan akhirnya gangguan ingatan masa lalu.
10. Disorientasi waktu, tempat dan orang.
11. Berkurangnya kemampuan berkonsentrasi atau mempelajari materi
baru.
12. Sulit mengambil keputusan.
13. Penilaian buruk: individu ini mungkin tidak mempunyai
kewaspadaan lingkungan tentang keamanan dan keselamatan.

b. Etiologi demensia
Faktor-faktor yang berkaitan dengan demensia adalah:
1. Kondisi akut yang tidak diobati atau tidak dapat disembuhkan. Bila
kondisi akut yang menyebabkan delirium tidak atau tidak dapat
diobati, terdapat kemungkinan bahwa kondisi ini akan menjadi kronik
dan karenanya dapat dianggap sebagai demensia.
2. Penyakit vaskuler, seperti hipertensi, arteriosklerosis, dan
aterosklerosis dapat menyebabkan stroke.
3. Penyakit parkinson: demensia menyerang 40% dari pasien-pasien ini.
4. Gangguan genetika: koreahuntington atau penyakit pick.
5. Penyakit prior (protein yang terdapat dalam proses infeksi penyakit
Creutzfeldt-jakob).
6. lnfeksi Human Imunodefisiensi Virus (HIV) dapat menyerang Sistem
saraf pusat (SSP), menyebabkan ensefalopati HIV atau kompleks
demensia AIDS.
7. Gangguan struktur jaringan otak, seperti tekanan normal,
hidrocephalus dan cidera akibat trauma kepala.

F. Pendekatan Perawatan Lanjut Usia

Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat perlu
ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal
tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan
pada lanjut usia yang membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif. Pendekatan inilah
yang dalam bidang kesehatan jiwa (mental health) disebut pendekatan eklektik holistik, yaitu
suatu pendekatan yang tidak tertuju pada pasien semata-mata, akan tetapi juga mencakup
aspek psikososial dan lingkungan yang menyertainya. Pendekatan Holistik adalah pendekatan
yang menggunakan semua upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, secara
utuh dan menyeluruh.
1. Pendekatan fisik
Perawat mempunyai peranan penting untuk mencegah terjadinya cedera
sehingga diharapkan melakukan pendekatan fisik, seperti berdiri disamping klien,
menghilangkan sumber bahaya dilingkungan, memberikan perhatian dan sentuhan,
bantu klien menemukan hal yang salah dalam penempatannya, memberikan label
gambar atau hal yang diinginkan klien.
2. Pendekatan psikologis
Disini perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lanjut usia, perawat dapat berperan sebagai supporter, interpreter
terhadap segala sesuatu yang asing, sebagai penampung rahasia yang pribadi dan
sebagai sahabat yang akrab. Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian
dalam memberikan kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima
berbagai bentuk keluhan agar para lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu
memegang prinsip “Tripple”, yaitu sabar, simpatik dan service. Hal itu perlu dilakukan
karena perubahan psikologi terjadi karena bersama dengan semakin lanjutnya usia.
Perubahan-perubahan ini meliputi gejala-gejala, seperti menurunnya daya ingat untuk
peristiwa yang baru terjadi, berkurangnya kegairahan atau keinginan, peningkatan
kewaspadaan, perubahan pola tidur dengan suatu kecenderungan untuk tiduran diwaktu
siang, dan pergeseran libido.
Perawat harus sabar mendengarkan cerita dari masa lampau yang
membosankan, jangan menertawakan atau memarahi klien lanjut usia bila lupa
melakukan kesalahan . Harus diingat kemunduran ingatan jangan dimanfaatkan untuk
tujuan tertentu. Bila perawat ingin merubah tingkah laku dan pandangan mereka
terhadap kesehatan, perawat bila melakukannya secara perlahan –lahan dan bertahap,
perawat harus dapat mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehinga
seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban, bila perlu diusahakan agar
di masa lanjut usia ini mereka puas dan bahagia.

3. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan ketenangan dan kepuasan batin dalam
hubungan lansia dengan Tuhan atau agama yang dianutnya dalam keadaan sakit atau
mendeteksi kematian. Sehubungan dengan pendekatan spiritual bagi klien lanjut usia
yang menghadapi kematian. Seorang dokter mengemukakan bahwa maut sering kali
menggugah rasa takut. Rasa semacam ini didasari oleh berbagai macam faktor, seperti
ketidakpastian akan pengalaman selanjutnya, adanya rasa sakit dan kegelisahan kumpul
lagi dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Dalam menghadapi kematian setiap
klien lanjut usia akan memberikan reaksi yang berbeda, tergantung dari kepribadian dan
cara dalam mengahadapi hidup ini. Adapun kegelisahan yang timbul diakibatkan oleh
persoalan keluarga, perawat harus dapat meyakinkan lanjut usia bahwa kalaupun
keluarga tadi ditinggalkan , masih ada orang lain yang mengurus mereka. Sedangkan
rasa bersalah selalu menghantui pikiran lanjut usia.

4. Pendekatan social
Mengadakan diskusi, tukar pikiran, dan bercerita merupakan salah satu upaya
perawat dalam pendekatan social. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama
dengan sesama klien usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi pendekatan social
ini merupakan suatu pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah
makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Penyakit memberikan kesempatan yang
seluas-luasnya kepada para lanjut usia untuk mengadakan konunikasi dan melakukan
rekreasi, misal jalan pagi, nonton film, atau hiburan lain.
Tidak sedikit klien tidak tidur terasa, stress memikirkan penyakitnya, biaya
hidup, keluarga yang dirumah sehingga menimbulkan kekecewaan, ketakutan atau
kekhawatiran, dan rasa kecemasan. Tidak jarang terjadi pertengkaran dan perkelahian
diantara lanjut usia, hal ini dapat diatasi dengan berbagai cara yaitu mengadakan hak
dan kewajiban bersama. Dengan demikian perawat tetap mempunyai hubungan
komunikasi baik sesama mereka maupun terhadap petugas yang secara langsung
berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia.

BAB III
Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Riwayat
Pernah mengalami perubahan fungsi mental sebelumnya?
2.  Kaji adanya demensia. Dengan alat-alat yang sudah distandardisasi, meliputi
Mini Mental Status Exam (MMSE)
(Menurut Flostein, MS. Dkk, 1995)
I. ORIENTASI
 Tanyakan hari ini tanggal berapa?
 Kemudian tanyakan hal-hal terkait, misalnya sekarang ini musim apa?
II. REGISTRASI
 Bila memungkinkan beri pertanyaan untuk menguji daya ingatnya (memori).
 Ucapkan dengan jelas dan perlahan kata-kata seperti BOLA, BENDERA,
POHON. Dengan jarak per kata 1 detik. Sesudah itu minta pasien untuk
mengulanginya. Jawaban pertama menentukan skornya, tetapi mintalah pasien
untuk mencoba terus (misalnya hingga 6 kali) bila gagal tes ini kurang bermakna.
III. PERHATIAN DAN PERHITUNGAN
 Minta pasien untuk menghitung mundur dari 100 dengan selisi 7. Berhenti setelah
5 jawaban. Berilah skor 1 untuk setiap jawaban yang benar.
 Bila dia tidak mampu menghintung, mintakan padanya untuk mengeja suatu kata
dari arah belakang (misalnya RUMAH--------H-A-M-U-R), beri skor satu untuk
setiap huruf yang ditempatkan benar. Catatlah jawaban pasien.

IV. DAYA INGAT


 Minta pasien unutk mengingat kembali ketiga kata yang ditanyakan kepadanya
diatas tadi.
V. BAHASA
 Menyebutkan : perlihatkan arloji anda sambil menanyakan : “apa ini?”
Ulangi hal yang sama untuk pensil. Beri skor satu untuk setiap jawaban yang
benar.
 Pengulangan : minta pasien untuk mengulangi : ‘bukan, itu bukan……………!,
tetapi itu ………dan………! Beri skor 1 point bila pengulangan benar.
 Perintah tiga langkah. Beri pasien secarik kertas kosong dan katakana : “ambil
kertas ini dengan tangan kanan, lipat dua, dan letakan dilantai.”
Beri skor 1 poin untuk setiap langkah yang bena

3. Data Demografi
a) Ras dan suku apa ?
b) Jenis kelamin laki…… perempuan……
c) Pernah sekolah sampai ?
 Strata 2
 Strata 1
 Program diploma
 SMA/ Sederajat
 SMA (tidak tamat)
 SMP ke bawah
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pola tidur b.d ansietas.
2. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron
irreversible.
3. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis daan kognitif.
4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan
atau integrasi sensori ( defisit neurologist).
5. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan
ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
6. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan pengaruh
penyimpangan jangka panjang dari proses penyakit.

C. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan pola tidur b.d ansietas.
 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien memiliki pola
tidur yang teratur.
 Kriteria Hasil:
a. Klien mampu memahami factor penyebab gangguan pola tidur.
b. Klien mampu menentukan penyebab tidur inadekuat.
c. Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau
mengoreksi penyebab tidur tidak adekuat.
d. Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan
terhadap pikiran yang melayang-layang (melamun).
e. Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.
 Intervensi
a. Jangan menganjurkan klien untuk tidur siang apabila berakibat efek negative
terhadap tidur pada malam hari.
Rasional: irama sikardian (siklus tidur bangun) yang tersinkronisasi
disebabkan oleh tidur siang yang singkat.
b. Evaluasi efek obat klien yang mengganggu tidur.
Rasional: derangement psikis terjadi bila terdapat penggunaan
kortikosteroid termasuik perubahan mood, insomnia.
c. Tentukan kebiasaan dan rutinitas waktu tidur malam dengan kebiasaan klien
(member susu hangat).
Rasional: mengubah pola yang sudah terbiasa dari asupan makan klien
pada malam hari terbukti mengganggu tidur.
d. Berikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur.
Rasional: hambatan kortikal pada formasi retikuler akan berkurang
selama tidur, meningkatkan respon otomatik, karenanya respon kardiovaskuler
terhadap suara meningkat selama tidur.
e. Buat jadwal intervensi untuk memungkinkan waktu tidur lebih lama.
Rasional: gangguan tidur terjadi dengan seringnya tidur dan mengganggu
pemulihan sehubungan dengan gangguan psikologis dan fisiologis, sehingga
irama sikardian terganggu.
f. Berikan makanan kecil sore hari, susu hangat, mandi, dan massage punggung.
Rasional: meningkatkan relaksasi dengan perasaan mengantuk.
g. Putarkan music yang lembut atau “suara yang jernih”.
Rasional: menurunkan stimulasi sensori dengan menghambat suara lain
dari lingkungan sekitar yang akan menggaggu tidur.
h. Berikan obat sesuai indikasi seperti amitriptilin.
Rasional: Efektik menangani pseudodemensia atau depresi menigkatkan
kemampuan untuk ttidur, tetapi antikolinergik dapat mencetuskan bingung,
memperburuk kognitif an efek samping hipertensi ortostatik.

2. Gangguan proses pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi


neuron irreversible.
 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien dapat berpikir
rasional.
 Kriteria hasil :
a. Klien mampu memperlihatkan kemampuan kognitif untuk menjalani konsekuensi
kejadian yang menegangkan terhadap emosi dan pikiran tentang diri.
b. Klien mampu mengembangkan strategi untuk mengatasi anggapan diri yang
negative.
c. Klien mampu mengenali perubahan dalam berfikir atau tingkah laku dan factor
penyebab.
d. Klien mampu memperlihatkan penurunan tingkah laku yang tidak diinginkan,
ancaman, dan kebingungan.
 Intervensi:
a. Kembangkan lingkungan yang mendukung dan hubungan klien-perawat yang
terapeutik.
Rasional: mengurangi kecemasan dan emosional, seperti kemarahan,
meningkatkan pengembanagan evaluasi diri yang positif dan mengurangi konflik
psikologis.
b. Kaji derajat gangguan kognitif, seperti perubahan orientasi, rentang perhatian,
kemampuan berfikir. Bicarakan dengan keluarga mengenai perubahan perilaku.
Rasional: memberikan dasar perbandingan yang akan datang dan
memengaruhi rencana intervensi. Catatan: evaluasi orientasi secar berulang dapat
meningkatkan risiko yang negative atau tingkat frustasi.
c. Pertahankan lingkungan yang menyenangkan dan tenang.
Rasional: kebisingan merupakan sensori berlebihan yang meningkatkan
gangguan neuron.
d. Tatap wajah klien ketika sedang berbicara dengan klien.
Rasional: menimbulkan perhatian, terutama pada klien dengan gangguan
perceptual.
e. Gunakan distraksi. Bicarakan tentang kejadian yang sebenarnya saat klien
mengungkapkan ide yang salah, jika tidak meningkatkan kecemasan.
Rasional: lamunan membantu dalam meningkatkan disorientasi. Orientasi
pada realita meningkatkan perasaan realita klien, penghargaan diri dan kemuliaan
(kebahagiaan personal).
f. Hormati klien dan evaluasi kebutuhan secara spesifik.
Rasional: klien dengan penurunan kognitif pantas mendapatkan
penghormatan, penghargaan, dan kebahagiaan.
g. Bantu klien menemukan hal yang salah dalam penempatannya. Berikan label
gambar atau hal yang diinginkan klien. Jangan menentang.
Rasional: menurunkan defensive jika klien menyadari kesalahan. Membantah
klien tidak akan mengubah kepercayaan dan menimbulkan kemarahan.
h. Berikan obat sesuai indikasi seperti, siklandelat.
Rasional : meningkatkan kesadaran mental.

3. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis dan kognitif.


 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien tidak mengalami
cedera.
 Kriteria hasil :
a. Klien mampu meningkatkan tingkat aktivitas.
b. Klien dapat beradaptasi dengan lingkungan untuk mengurangi risiko trauma atau
cedera.
c. Klien tidak mengalami trauma atau cedera.
d. Keluarga mampu mengenali potensial di lingkungan dan mengidentifikasi tahap-
tahap untuk memperbaikinya.
 Intervensi:
a. Kaji derajat gangguan kemampuan, tingkah laku impulsive dan penurunan persepsi
visual. Bantu keluarga mengidentifkasi risiko terjadinya bahaya yang mungkin timbul.
Rasional: mengidentifikasi risiko di lingkungan dan mempertinggi kesadaran
perawat akan bahaya. Klien dengan tingkah laku impulsive berisiko trauma karena
kurang mampu mengendalikan perilaku. Penurunan persepsi visual berisiko terjatuh.
b. Hilangkan sumber bahaya lingkungan.
Rasional: klien dengan gangguan kognitif, gangguan persepsi adalah awal
terjadi trauma akibat tidak bertanggung jawab terhadap kebutuhan keamanan dasar.
c. Alihkan perhatian saat perilaku teragitasi atau berbahaya, seperti memanjat pagar
tempat tidur.
Rasional: mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang
meningkatkan risiko terjadinya trauma.
d. Gunakan pakaian sesuai dengan lingkungan fisik atau kebutuhan klien.
Rasional: perlambatan proses metabolism mengakibatkan hipotermia.
Hipotalamus dipengaruhi proses penyakit yang menyebabkan rasa kedinginan.
e. Kaji efek samping obat, tanda keracuna (tanda ekstrapiramidal, hipotensi ortostatik,
gangguan penglihatan, gangguan gastrointestinal).
Rasional: klien yang tidak dapat melaporkan tanda/gejala obat dapat
menimbulkan kadar tolsisitas pada lansia. Ukuran dosis/penggantian obat diperlukan
untuk mengurangi gangguan.
f. Hindari penggunaan restrain terus-menerus. Berikan kesempatan keluarga tinggal
bersama klien selama periode agitasi akut.
Rasional: membahayakan klien, meningkatkan agitasi dan timbul risiko fraktur
pada klien lansia (berhubungan dengan penurunan kalsium tulang).

4. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi


dan atau integrasi sensori ( defisit neurologis ).
 Tujuan: setelah dilakukan dilakukan keperawatan kunjungan tidak terjadi penurunan
lebih lanjut pada persepsi sensori klien.
 Kriteria hasil :
a. Klien mengalami penurunan halusinasi.
b. Klien mampu mengembangkan strategi psikososial untuk mengurangi stress atau
mengatur perilaku.
c. Klien mampu mendemonstrasikan respon yang sesuai stimulasi.
 Intervensi:
a. Kaji derajat sensori atau gangguan persepsi dan bagaimana hal tersebut
mempengaruhi klien termasuk penurunan penglihatan atau pendengaran.
Rasional : keterlibatan otak memperlihatkan masalah yang bersifat asimetris
menyebabkan klien kehilangan kemampuan pada salah satu sisi tubuh. Klien tidak
dapat mengenali rasa lapar atau haus.
b. Anjurkan memakai kacamata atau alat bantu dengar sesuai kebutuhan
Rasional : meningkatkan masukan sensori, membatasi atau menurunkan
kesalahan intepretasi stimulasi.
c. Pertahankan hubungan orientasi realita. Memberikan petunjuk pada orientasi realita
dengan kalender, jam, atau catatan.
Rasional : menurunkan kekacauan mental dan meningkatkan koping terhadap
frustasi karena salah persepsi dan disorientasi. Klien menjadi kehilangan
kemampuan mengenali keadaan sekitar.
d. Ajarkan strategi mengatasi stress.
Rasional : menurunkan kebutuhan akan halusinasi.
e. Libatkan dalam aktivitas sesuai indikasi dengan keadaan tertentu, seperti satu ke
satu pengunjung, kelompok sosialisasi pada pusat demensia, terapi okupasi.
Rasional : memberi kesempatan terhadap stimulasi partisipasi dengan orang
lain.
5. Kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan
ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
 Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan kunjungan klien mampu melakukan
aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan.
 Kriteria hasil :
a. Klien mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber pribadi atau komunitas
yang dapat memberikan bantuan.
 Intervensi:
a. Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/ perawatan diri.
Rasional: memahami penyebab yang mempengaruhi intervensi. Masalah
dapat diminimalkan dengan menyesuaikan atau memerlukan konsultasi dari ahli.
b. Identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional: seiring perkembangan penyakit kebutuhan kebersihan dasar
mungkin dilupakan.
c. Lakukan pengawasan dan berikan kesempatan untuk melakukan sendiri sesuai
kemampuan.
Rasional: mudah sekali terjadi frustasi jika kehilangan kemandirian.
d. Beri banyak waktu untuk melakukan tugas
Rasional: pekerjaan yang tadinya mudah sekarang menjadi terhambat karena
penurunan motorik dan perubahan kognitif.
e. Bantu mengenakan pakaian yang rapi dan indah.
Rasional: meningkatkan kepercayaan hidup.
6. Potensial terhadap ketidakefektifan koping keluarga berhubungan dengan
pengaruh penyimpngan jangka panjang dari proses penyakit.
 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x kunjungan koping keluarga
efektif.
 Kriteria hasil :
a. Klien mampu mengidentifikasi atau mengungkapkan sendiri untuk mengatasi
keadaan.
b. Keluarga mampu menerima kondisi orang yang dicintai dan mendemonstrasikan
tingkah laku koping positif dalam mengatasi keadaan.
c. Klien mampu menggunakan system pendukung yang ada secara efektif.
 Intervensi:
a. Bantu keluarga mengungkapkan persepsinya tentang mekanisme koping yang
digunakan.
Rasional: keluarga dengan keterbatasan pemahaman tentang strategi koping
memerlukan informasi akibat konflik.
b. Libatkan keluarga dalam pendidikan dan perencanaan perawatan dirumah.
Rasional: memudahkan beban terhadap penanganan dan adaptasi dirumah.
c. Fokuskan pada masalah spesifik sesuai dengan yang terjadai pada klien.
Rasional: penurunan penyakit mengikuti perkembangan yang tidak menentu.
d. Realistis dan tulus dalam mengatasi semua permasalahan.
Rasional: menurunkan stress yang menyelimuti harapan yang keliru.
e. Anjurkan untuk tidak membatasi pengunjung.
Rasional: kontak kekeluargaan merupakan dasar dari realitas, terbebas dari
kesepian.
f. Rujuk pada sumber pendukung seperti perawatan lansia, pelayanan dirumah,
berhubungan dengan asosiasi penyakit demensia.
Rasional: memberikan tanggung jawab pada tempat perawatan, mengurangi
kejenuhan dan resiko terjadinya isolasi social dan mencegah kemarahan keluarga.

Contoh Askep Kasus Demensia


Tn.A umur 85th di bawa oleh keluarganya ke psikogeriatrik ia dirawat karena adanya
gangguan kognitif, gejala yang muncul mudah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi,
keluarga mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat dan waktu. Tn A sudah menduda
selama beberapa tahun dan memiliki 2 orang anak perempuan yang masing-masing sudah
mempunyai keluarga tetapi anaknya masih mengunjungi Tn A selama di rawat di
psikogeriatrik 1 minggu 1 kali .
Hasil pemeriksaan di dapatkan TD:130/90 mmHg, S : 37oC, N : 80x/menit, RR :
22x/menit
A. PENGKAJIAN
1. BIODATA
Nama : Tn A
Umur : 85 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pendidikan : SD
Agama : islam
Suku bangsa : indonesia
Status perkawinan : duda
Alamat : ds. Ngudi, Peterongan, Jombang
Tanggal MRS :12 januari 2014
Orang terdekat yang dapat dihubungi
Nama : Ny S
Hubungan dengan usila : Anak
Alamat :ds. Ngudi, Peterongan, Jombang

2. RIWAYAT KELUARGA
ISTRI
Nama : ny D
Umur : 80
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Alamat : ds. Ngudi, Peterongan, Jombang
Status kesehatan : meninggal
Penyebab kematian : Hipertensi
3. RIWAYAT LINGKUNGAN
Tipe tempat tinggal : rumah sendiri
Jumlah penghuni rumah : 4 orang
Kondisi rumah : Bersih

4. STATUS KESEHATAN
Status kesehatan yang lalu : tidak ada

Keluhan utama : Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang


baru saja terjadi.
Penyakit yang diderita : tidak ada

5. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Baik
Tingkat kesadaran : Composmentis
TTV :
TD : 130/90 mmHg
N : 88x/menit
S : 37x/menit
RR : 22x/menit
Kepala
- Inspeksi : tidak ada benjolan,
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Rambut
- Inspeksi :beruban, bersih
- Palpasi :rambut kasar
Mata
- Inspeksi : simetris, konjungtiva merah muda , sklera tidak ikterus,penglihatan
pandangan kabur.
Hidung
- Inspeksi : simetris, tidak ada sekret .
- Palpasi :tidak ada nyeri tekan
Mulut
- Inspeksi : simetris ,mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis.

Leher
- Inspeksi :simetris
- Palpasi :tidak ada pembesaran kelenjar tiroid,tidak ada bendungan vena
jugularis
Dada
- Inspeksi : simetris
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan ,tidak ada tarikan intercostae
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : tidak ada suara tambahan ( wheezing, ronchi )
Abdomen
- Inspeksi :simetris
- Palpasi : tidak ada pembesaran hepar , tidak ada nyeri tekan
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : bising usus normal

Genetalia dan anus


- Inspeksi : bersih, tidak ada lesi, tidak ada hemoroid, tidak ada benjolan
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Ekstremitas
- Inspeksi : simetris, tidak odem
- Palpasi : tidak ada nyeri tekan
-
B. ANALISA DATA

Analisa data Masalah Etiologi


DS : Perubahan proses degenerasi
- Keluarga Pasien mengatakan pikir neuronal dan
mudah lupa akan peristiwa yang baru saja demensia
terjadi progresif
- Keluarga Pasien mengatakan
tidak mampu mengenali orang, tempat
dan waktu
DO :
- Pasien kehilangan
kemampuannya untuk mengenali wajah,
tempat dan objek yang sudah dikenalnya
dan kehilangan suasana kekeluargaannya
- Pasien sering mengulang-ngulang
cerita yang sama karena lupa telah
menceritakannya
- TD :130/90 mmHg
- S : 37oC
- N : 88x/menit
- RR : 22x/menit

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan proses pikir sehubungan dengan degenerasi neuronal dan demensia
progresif ditandai dengan :

DS :
- Keluarga Pasien mengatakan mudah lupa akan peristiwa yang baru saja terjadi
- Keluarga Pasien mengatakan tidak mampu mengenali orang, tempat dan waktu

DO :
- Pasien kehilangan kemampuannya untuk mengenali wajah, tempat dan objek yang
sudah dikenalnya dan kehilangan suasana kekeluargaannya
- Pasien sering mengulang-ngulang cerita yang sama karena lupa telah
menceritakannya
- TD :130/90 mmHg
- S : 37oC
- N : 88x/menit
- RR : 22x/menit
2. Deficit perawatan diri sehubungan dengan menurunnya kemampuan merawat diri.

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

Tangga Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


l Hasil
12-01- Perubahan Tujuan : Setelah diberi1. 1. Kurangi konfusi Stimuli
2014 proses pikir askep 2×24 jam lingkungan. yang
berhubungan diharapkan pasien - Dekati pasien sederhana
dengan mampu memelihara dengan cara dan terbatas
degenerasi fungsi kognitif yang menyenangkan dan akan
neuronal dan optimal kalem. memfasilita
demensia kriteria hasil : - Cobalah agar si
progresif - Mempertahankan mudah ditebak dalam interpretasi
fungsi ingatan yang sikap dan percakapa dan
optimal. perawat. mengurangi
- Memperlihatkan - Jaga lingkungan distorsi
penurunan dalam tetap sederhana dan input;
prilaku yang bingung. menyenagkan. perilaku
-  Menunjukkan - Pertahankan jadwal yang dapat
respons yang sesuai sehari-hari yang ditebak
untuk stimuli visual teratur. kurang
dan auditori. - Alat bantu mengancam
-  Menunjukkan mengingat sesuai disbanding
orientasi optimal yang diperlukan. perilaku
terhadap waktu, tempat yang tidak
dan orang. 2. Tingkatkan isyarat dapat
lingkungan ditebak;
- Perkenalkan diri alat bantu
perawat ketika ingatan
berinteraksi dengan akan
pasien. membantu
- Panggil pasien pasien
dengan menyebutkan untuk
namanya. mengingat.
- Berikan isyarat
lingkungan untuk Isyarat
orientasi waktu, lingkungan
tempat dan orang. akan
meningkatk
an orientasi
terhadap
waktu,
tempat dan
orang dan
individu
akan
mengisi
kesenjanga
n ingatan
dan
berfungsi
sebagai
pengingat.
E. IMPLEMENTASI

Tanggal Diagnosa Implementasi Keterangan


3-11-2020 Perubahan proses11. Mengurangi konfusi lingkungan. Pasien kooperatif
pikir - Mendekati pasien dengan cara
berhubungan menyenangkan dan kalem.
dengan - Mencoba agar mudah ditebak
degenerasi dalam sikap dan percakapa
neuronal dan perawat.
demensia - Menjaga lingkungan tetap
progresif sederhana dan menyenagkan.
- Mempertahankan jadwal
sehari-hari yang teratur. Pasien kooperatif
- Memberikan alat bantu
mengingat sesuai yang
diperlukan.

2. Meningkatkan isyarat
lingkungan
- Memperkenalkan diri perawat
ketika berinteraksi dengan
pasien.
- Memanggil pasien dengan
menyebutkan namanya.
- Memberikan isyarat lingkungan
untuk orientasi waktu, tempat
dan orang.

F. CATATAN PERKEMBANGAN

Tanggal Diagnosa Catatan Perkembangan Keterangan


03-11-2020 Perubahan S:
proses pikir - Keluarga Pasien
berhubungan mengatakan mudah lupa
dengan akan peristiwa yang baru
degenerasi saja terjadi
neuronal dan - Keluarga Pasien
demensia mengatakan tidak mampu
progresif mengenali orang, tempat
dan waktu
O:
- Pasien kehilangan
kemampuannya untuk
mengenali wajah, tempat
dan objek yang sudah
dikenalnya dan kehilangan
suasana kekeluargaannya
- Pasien sering
mengulang-ngulang cerita
yang sama karena lupa
telah menceritakannya
- TD :130/90 mmHg
- S : 37oC
- N : 88x/menit
- RR : 22x/menit
A : Masalah belum teratasi

P : pasien kunjungan ulang

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Lansia atau lanjut usia merupakan kelompok umur (usia 60 tahun ke atas) pada
manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Mental dapat diartikan
sesuatu yang berada dalam tubuh (fisik) manusia yang dapat mempengaruhi perilaku, watak
dan sifat manusia di dalam kehidupan pribadi dan lingkungannya. Pada lansia bukan hanya
dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja, tapi juga permasalahan gangguan
mental dalam menghadapi usia senja. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental
pada lansia seperti perubahan fisik, kesehatan umum dan lingkungan. Pada lansia sering
muncul masalah-masalah yang berkaitan dengan perubahan fungsi mental seperti kecemasan,
depresi, insomnia, paranoid, dan demensia.
Masalah-masalah tersebut dapat berdampak pada kelangsungan hidup lansia sehingga
penting bagi perawat untuk menanganinya. Berdasarkan masalah diatas dapat muncul
beberapa diagnose keperawatan seperti : gangguan pola tidur b.d ansietas; gangguan proses
pikir berhubungan dengan kehilangan memori, degenerasi neuron irreversible; risiko cedera
berhubungan dengan penurunan fungsi fisiologis daan kognitif; perubahan persepsi sensori
berhubungan dengan perubahan persepsi, transmisi dan atau integrasi sensori ( defisit
neurologist); kurang perawatan diri : hygiene nutrisi, dan atau toileting berhubungan dengan
ketergantungan fisiologis dan atau psikologis.
Berdasarkan diagnosa diatas perlu diberikan intervensi yang tepat seperti
memberikan lingkungan yang nyaman untuk meningkatkan tidur; pertahankan lingkungan
yang menyenangkan dan tenang; hilangkan sumber bahaya lingkungan; kaji derajat sensori
atau gangguan persepsi; identifikasi kebutuhan akan kebersihan diri dan berikan bantuan
sesuai kebutuhan.

B. Saran
1. Untuk pembaca makalah dapat menambah pengetahuan terkait gangguan fungsi
mental pada lansia dan dapat mengimplementasikannya.
2. Untuk penulis dapat mengimplementasikan intervensi-intervensi untuk menangani
lansia dengan gangguan perubahan fungsi mental.

DAFTAR PUSTAKA

Kusharyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba
Medika
Maryam, R. Siti. 2008. Mengenal Usi Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika
Nugroho, Wahjudi. 1995. Perawatan Lanjut Usia.Jakarta: EGC
Tamher, S., Noorkasiani. 2009. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan asuhan
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Watson, Roger. 2003. Perawatan Pada Lansia. Jakarta: EGC
Stuart & Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric Nursing Fifth Edition.
United State of America : Mosby.
Carpenito, L. “ Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis”, Edisi ke-6,
EGC, Jakarta, 2000.
Nugroho, Wahjudi. “Keperawatan Gerontik”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta 2000.
Leeckenotte, Annete Glesler. “Pengkajian Gerontologi”, Edisi ke-2, EGC, Jakarta,
1997.
Watson, Roger. “Perawatan Lansia”, Edisi ke-3, EGC, Jakarta 2003.

Anda mungkin juga menyukai