PEMBAHASAN
a) Struktur oganisasi
Susunan komponen – komponen dalam suatu organisasi, pada pengertian
struktur oganisasi adanya pembagian kerja.
b) Daftar dinass ruangan
Daftar yang berisi jadwal dinas perawat yang bertugas, penanggung jawab
dinas/shif.
c) Daftar pasien
Daftar yang berisi nama pasien, nama dokter, nama perawat dalam tim,
penanggung jawab pasien dan alokasi perawat saan menjalankan dinas setiap
shif.
3) Pengarahan yaitu bentuk tindakan dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
a) Pendelegasian
Melakukan pekerjaan melalui orang lain dalam pengorganisasian,
pendelegasian dilakukan agar aktifitas organisasi tetap berjalan untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pendelegasian dilakukan melalui proses:
- Buat rencana tugas yang dituntaskan
- Identifikasi keterampilan dan tingkatkan pengetahuan yang
diperlakukan untuk melaksanakan tugas
- Pilih orang yang mampu melaksanakan tugas yang didelegasikan
- Evaluasi kerja setelah tugas selesai
- Pendelegasian terdiri dari tugas dan wewenang
b) Supervisi
Proses memastikan kegiatan dilaksanakan sesuai dengan tujuan
organisasi, dengan cara melakukan pelaksanaan terhadap pelaksanaan
kegiatan.
Penerapan supervisi di MPKP adalah:
- Kepala seksi keperawatan atau konsultan melakukan pengawasan
terhadap kepala ruangan.
- Kepala ruangan melakukan pengawasan terhadap ketua tim dan perawat
pelaksana.
- Ketua tim melakukan pengawasan kepasa perawat pelaksana.
c) Komunikasi efektif
Fungsi pokok manajemen, komunikasi yang kurang baik dapat mengganggu
kelancaran organisasi dalam mencapai tujuan organisasi (Swanbrug, 2000)
Penerapan organisasi di Model praktek keperawatan profesional antara lain:
- Pre konferens
Komunikasi ketua tim dengan perawat pelaksana setelah selesai operan
untuk rencana kegiatan pada shif tersebut dipimpin oleh ketua tim atau
penanggung jawab.
- Operan
Komunikasi serah terima anta shif pagi, siang dan malam.
- Post konferens
Komunikasi ketua tim dengan perawat pelaksana tentang hasil kegiatan
sepanjang shif sebelum operan kepada shif berikutnya.
d) Manajemen konflik
Perbedaan pandangan atau ide antara satu orang dengan orang lain.
Perbedaan konflik mudah terjadi demikian juga diruang MPKP maka perlu
dibudidayakan upaya-upaya mengantisipasi konflik antara petugas tim.
Cara – cara penanganan konflik melalui:
Berkolaborasi, yaitu upaya yang ditempuh untuk memuaskan kedua belah
pihak yang sedang berkonflik. Cara ini adalah salah satu bentuk kerja
sama, berbagai pihak yang terlibat konflik, didorong menyelesaikan
masalah yang mereka hadapi dengan jalan mencari dan menemukan
persamaan kepentingan dan bukan perbedaan. Situasi yang diinginkan
adalah tidak ada satu pihakpun yang dirugikan. Istilah lain cara
penyelesaian konflik ini adalah win – win solution.
Berkompromi, yaitu cara penyelesaian konflik dimana semua pihak yang
berkonflik mengorbankan kepentingannya demi terjaminnya
keharmonisan hubungan kedua belah pihak tersebut. dalam upaya ini tidak
ada salah satu pihak yang menang atau kalah. Istilah lain cara
penyelesaian konflik ini adalah lose – lose solution. Dimana masing –
masing pihak akan mengorbankan kepentingannya agar hubungan yang
dijalin tetap harmonis.
4) Pengendalian yaitu proses memastikan aktifitas sebenarnya sesuai dengan aktifitas
yang direncanakan. Melalui audit, strukturl, audit proses dan audit hasil.
Langkah – langkah yang harus dilakukan dalam engendalian meliputi:
a) Menetapkan standar dan menetapkan metode dan pengukuran prestasi kerja.
b) Menetapkan apakah prestasi kerja sesuai dengan standar:
Audit struktur
Berfokus pada sumber daya manusia, lingkungan, peratan, peralatan
standar dan indikator dengan menggunakan check list (√)
Audit proses
Pengukuran pelaksanaan pelayanan keperawatan untuk menentukan
apakah hasil keperawatan tercapai.
Audit hasil
Audit pokok kerja berupa kondisi pasien, kondisi sumber daya manusia
atau indikator mutu.
b. Pilar II yaitu sistem penghargaan pada tenaga keperawatan.
Kemampuan perawat melakukan praktek profesional perlu dipertahankan dan
ditingkatkan melalui manajemen sumber daya manusia, sehingga perawat
mendapatkan kompensasi berupa penghargaan sesuai dengan apa yang dikerjakan
(Nursalam, 2007). Sistem penghargaan ini melalui proses rekruitmen, seleksi kerja,
orientasi, penilaian kinerja dan pengembangan staff perawat.
1) Proses rekruitmen
Penentuan perawat yang dibutuhkan diruang MPKP yang mempunyai kriteria:
a) Kepala ruangan
- Pendidikan minimal S1 keperawatan. Jika belum ada masa transisi
boleh D3 bila diruangan tersebut belum ada perawat yang
berpendidikan S1 dengan syarat mempunyai jiwa kepemimpinan.
- Pengalaman menjadi kepala ruangan minimal 2 tahun dan bekerja
pada area keperawatan minimal 2 tahun.
- Sehat jasmani dan rohani
- Pernah mengikuti pelatihan antara lain:
o Manajemen bangsal
o Pelatihan Model Praktek Keperawatan Profesional
o Komunikasi keperawatan
- Lulus tes tulis dan wawancara
b) Ketua tim
- Pendidikan minimal S1 keperawatan. Jika belum ada masa transisi boleh
D3 dengan syarat mempunyai jiwa kepemimpinan.
- Pengalama kerja minimal 2 tahun
- Sehat jasmani dan rohani
- Pernah mengikuti pelatihan, antara lain:
o Manajemen bangsal
o Pelatihan Model Praktek Keperawatan Profesional
o Komunikasi keperawatan
- Lulus tes tulis dan wawancara
c) Perawat pelaksana
- Pendidikan minimal D3
- Pengalaman kerja minimal 1 tahun
- Sehat jasmani dan rohani
- Pernah mengikuti pelatihan
- Lulus tes tulis dan wawancara.
2) Kerja orientasi
Perawat yang akan bekerja di ruang MPKP harus melalui masa orientasi yang
disebut pelatihan awal sebelum bekerja pada unit kerja MPKP.
3) Penilaian kerja.
Penilaian kinerja di ruang MPKP ditujukan pada kepala ruangan, ketua tim,
perawat pelaksana menggunakan supervsi baik secara langsung maupun secara
tidak langsung.
4) Pengembangan staf
Membantu masing-masing perawat mencapai kinerja sesuai dengan posisi dan
untuk penghargaan terhadap kemampuan profesional, bentuk pengembangan
karir, pendidikan berkelanjutan dari D3 ke S1.
c. Pilar III yaitu hubungan profesional komunikasi horizontal antara kepala ruangan
dengan ketua tim dan perawat pelaksana serta antara ketua tim dengan perawat
pelaksana. Komunikasi diagonal yang dilakukan perawat dengan profesi lainnya.
Hubungan profesional di ruang Model Praktek Keperawatan profesional adalah:
1) Rapat perawat ruangan
2) Pere dan post konferens
3) Rapat tim kesehatan
4) Visit dokter
d. Pilar IV Manajemen asuhan keperawatan, yaitu memberikan asuhan keperawatan pada
pasien secara sistematis dan terorganisir. Manajemen asuhan keperawatan merupakan
pengaturan sumber daya dalam menjalankan kegiatan kebutuhan klien atau
menyelesaikan masalah klien.
1) Kemampuan tenga perawat pelaksana dan siswa perawat yang terbatas sehingga
tidak mampu memberikan asuhan secara menyeluruh
2) Membutuhkan banyak tenaga.
3) Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga tugas rutin yang
sederhana terlewatkan.
4) Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat penaggung jawab
klien bertugas.
b. Metode fungsional
Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada
penyelesaian tugas atau prosedur. Setiap perawat diberi satu atau beberapa tugas
untuk dilaksanakan kepada semua klien di satu ruangan. (Sitorus, 2006).
Pada metode ini, kepala ruang menentukan tugas setiap perawat dalam satu
ruangan. Perawat akan melaporkan tugas yang dikerjakannya kepada kepala ruangan
dan kepala ruangan tersebut bertanggung jawab dalam pembuatan laporan klien.
Metode fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas apabila jumlah
perawat sedikit, tetapi klien tidak mendapatkan kepuasan asuhan yang diterimanya.
(Sitorus, 2006).
Kelebihan dari metode fungsional adalah:
1) Sederhana
2) Efisien.
3) Perawat terampil untuk tugas atau pekerjaan tertentu.
4) Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai tugas.
5) Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurangberpengalaman
untuk satu tugas yang sederhana.
6) Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staff atau peserta didik yang
praktek untuk ketrampilan tertentu.
Namun, Metode ini kurang efektif karena (Sitorus, 2006) :
1) Proritas utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan kurang menekankan
pada pemenuhan kebutuhan holistik.
2) Mutu asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian asuhan
keperawatan terfragmentasi.
3) Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu perawat yang
mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali mungkin kepala
ruangan.
4) Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas terhadap
pelayanan atau asuhan yang diberikan karena seringkali klien tidak mendapat
jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan.
5) Klien kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan perawat.
c. Metode tim
Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang
perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan
kolaboratif. Metode tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok
mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan
sehingga menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi. (Sitorus, 2006).
Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Sitorus, 2006) :
1) Ketua tim, sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai
teknik kepemimpinan. Ketua tim harus dapat membuat keputusan tentang
prioritas perencanaan, supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan. Tanggung
jawab ketua tim adalah :
a) Mengkaji setiap klien dan menetapkan renpra
b) Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis
c) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok
dan memberikan bimbingan melalui konferensi
d) Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai serta
mendokumentasikannya
2) Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra terjamin. Komunikasi
yang terbuka dapat dilakukan melalui berbagai cara, terutama melalui renpra
tertulis yang merupakan pedoman pelaksanaan asuhan, supervisi, dan evaluasi.
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
4) Peran kepala ruangan penting dalam metode tim. Metode tim akan berhasil baik
apabila didukung oleh kepala ruang untuk itu kepala ruang diharapkan telah :
a) Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf
b) Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan
c) Memberi kesempatan pada ketua tim untuk pengembangan kepemimpinan
d) Mengorientasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode tim keperawatan
e) Menjadi narasumber bagi ketua tim
f) Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan
g) Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka.
a. Tim yang satu tidak mengetahui mengenai pasien yang bukan menjadi
tanggung jawabnya.
b. Rapat tim memerlukan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim ditiadakan
atau trburu-buru sehingga dapat mengakibatkan kimunikasi dan koordinasi
antar anggota tim terganggu sehingga kelanncaran tugas terhambat.
c. Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu tergantung atau
berlindung kepada anggota tim yang mampu atau ketua tim.
d. Akontabilitas dalam tim kabur.
d. Metode Perawat Primer
Menurrut Gillies (1989) “Keperawatan primer merupakan suatu metode pemberian
asuhan keperawatan, dimana terdapat hubungan yang dekat dan berkesinambungan antara
klien dan seorang perawat tertentu yang bertanggungjawab dalam perencanaan,
pemberian, dan koordinasi asuha keperawatan klien, selama klien dirawat.” (Sitorus,
2006). Pada metode keperawatan primer perawat yang bertanggung jawab terhadap
pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary nurse) disingkat dengan
PP. (Sitorus, 2006).
Metode keperawatan primer dikenal dengan ciri yaitu akuntabilitas, otonomi,
otoritas, advokasi, ketegasan, dan 5K yaitu kontinuitas, komunikasi, kolaborasi,
koordinasi, dan komitmen. (Sitorus, 2006). Setiap PP biasanya merawat 4 sampai 6 klien
dan bertanggungjawab selama 24 jam selama klien tersebut dirawat dirumah sakit atau di
suatu unit. Perawat akan melakukan wawancara mengkaji secara komprehensif, dan
merencanakan asuhan keperawatan. Perawat yang peling mengetahui keadaaan klien.
Jika PP tidak sedang bertugas, kelanjutan asuhan akan di delegasikan kepada perawat lain
(associated nurse). PP bertanggungjawab terhadap asuhan keperawatan klien dan
menginformasikan keadaan klien kepada kepala ruangan, dokter, dan staff keperawatan.
(Sitorus, 2006).
Seorang PP bukan hanya mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan
keperawatan, tetapi juga mempunyai kewengangan untuk melakukan rujukan kepada
pekerja sosial, kontrak dengan lembaga sosial di masyarakat, membuat jadwal perjanjian
klinik, mengadakan kunjungan rumah dan lain lain. Dengan diberikannya kewenangan,
dituntut akuntabilitas perawat yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan.
Metode keperawatan primer memberikan beberapa keuntungan terhadap klien, perawat,
dokter, dan rumah sakit (Gillies, 1989). (Sitorus, 2006).
Keuntungan yang dirasakan klien ialah mereka merasa lebih dihargai sebagai
manusia karena terpenuhi kebutuhannya secara individu, asuhan keperawatan yang
bermutu tinggi dan tercapainya layanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan,
proteksi, informasi, dan advokasi. Metode itu dapat meningkatkan mutu asuhan
keperawatan karena (Sitorus, 2006) :
1) Hanya ada 1 perawat yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan koordinasi
asuhan keperawatan
2) Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 klien
3) PP bertanggung jawab selama 24 jam
4) Rencana pulang klien dapat diberikan lebih awal
5) Rencana asuhan keperawatan dan rencana medik dapat berjalan paralel.
e. Differentiated practice
National League for Nursing (NLN) dalam kozier et al (1995) menjelaskan bahwa
differentiated practice adalah suatu pendekatan yang bertujuan menjamin mutu asuhan
melalui pemanfaatan sumber-sumber keperawatan yang tepat. Terdapat dua model yaitu
model kompetensi dan model pendidikan. Pada model kompetensi, perawat terdaftar
(registered nurse) diberi tugas berdasarkan tanggung jawab dan struktur peran yang
sesuai dengan kemampuannya. Pada model pendidikan, penetapan tugas keperawatan
didasarkan pada tingkat pendidikan. Bedasarkan pendidikan, perawat akan ditetapkan apa
yang menjadi tnggung jawab setiap perawat dan bagaimana hubungan antar tenaga
tersebut diatur (Sitorus, 2006).
f. Manajemen kasus
Manajemen kasus merupakan system pemberian asuhan kesehatan secara multi
disiplin yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan fungsi berbagai anggota tim
kesehatan dan sumber-sumber yang ada sehingga dapat dicapai hasil akhir asuhan
kesehatan yang optimal. ANA dalam Marquis dan Hutson (2000) mengatakan bahwa
manajemen kasus merupakan proses pemberian asuhan kesehatan yang bertujuan
mengurangi fragmentasi, meningkatkan kualitas hidup, dan efisiensi pembiayaan. Focus
pertama manajemen kasus adalah integrasi, koordinasi dan advokasi klien, keluarga serta
masyarakat yang memerlukan pelayanan yang ektensif. Metode manajemen kasus
meliputi beberapa elemen utama yaitu, pendekatan berfokus pada klien, koordinasi
asuhan dan pelayanan antar institusi, berorientasi pada hasil, efisiensi sumber dan
kolaborasi (Sitorus, 2006).
Dalam jurnal lain yang berjudul “Kajian Penerapan Model Praktik Keperawatan
Profesional (MPKP) dalam pemberian asuhan Keperawatan di rumah sakit” memberikan
gambaran bahwa pelaksanaan MPKP di rumah sakit tempat penelitian belum
menggambarkan model MPKP yang normative. Pelaksanaan asuhan keperawatan adalah
model modifikasi tim dan modifikasi MPKP pemula. Selain itu, pembinaan bangsal
percontohan dengan evaluasi yang terus menerus belum dilakukan, serta pimpinan rumah
sakit sebagai pembuat kebijakan masih kurang dalam pengetahuan tentang ilmu
manajemen keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Huber, D. 2010. Leadership and Nursing Care Management (4rd ed). USA: Saunders elsevier
Keliat, Budi Anna, dkk. 2009. Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC
Keliat, B.A. 2012. Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC
Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan Praktek Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC
Potter, Patricia A. & Perry, Anne G. 2009. Fundamental Keperawatan Buku 1 Ed. 7. Jakarta:
Salemba Medika