Anda di halaman 1dari 26

BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep MPKP (Model Praktik Keperawatan Profesional)


1. Pengertian Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
Model praktek keperawatan profesional atau MPKP adalah suatu sistem (struktur,
proses, nilai-nilai profesional) yang memungkinkan perawat profesional mengatur
pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menunjang asuhan tersebut.
(Hoffart & Woods, 1996 dalam Huber, 2010).
Pengertian lain menyebutkan MPKP adalah salah satu metode pelayanan
keperawatan dari sistem, struktur, proses dan nilai-nilai profesional, yang memfasilitasi
perawat profesional yang mempunyai kemampuan dan tanggung jawab dalam
mengatasi masalah keperawatan dan telah menghasilkan berbagai jenjang produk
keperawatan untuk pemberian asuhan keperawatan termasuk lingkungan tempat asuhan
keperawatan tersebut diberikan (sitorus & Yulia, 2005).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Model praktek
kepeawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses, nilai-nilai
profesional) berupa metode pelayanan yang memfasilitasi perawat profesional dengan
kemampuan dan tanggung jawab yang dimiliki untuk memberikan asuhan keperawatan
termasuk lingkungan tempat asuhan keperawatan itu diberikan.

2. Tujuan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)


Tujuan utama Model Praktek Keperawatan Profesional ini adalah untuk
meningkatkan mutu pelayana keperawatan. Sedangkan tujuan secara khusus dari
MPKP adalah :
a. Menjaga konsistensi asuhan keperawatan
b. Mengurangi konflik, tumpang tindih, dan kekosongan pelaksanaan asuhan
keperawatan oleh tim keperawatan
c. Menciptakan kemandirian dalam memberikan asuhan keperawatan
d. Memberikan pedoman dalam menentukan kebijakan dan keputusan
e. Menjelaskan dengan tegas ruang lingkup dan tujuan asuhan keperawatan bagi
setiap tim keperawatan.

3. KomponenModel Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)


Hoffart & Woods (1996) menyimpulkan bahwa MPKP terdiri dari lima
komponen (sub sistem) yaitu (Huber, 2010):
a. Nilai – nilai profesional (Profesional Values)
Nilai-nilai professional menjadi komponen utama pada praktik
keperawatan profesional. Nilai-nilai professional ini merupakan inti dari MPKP.
Nilai-nilai seperti penghargaan atas otonomi klien, menghargai klien, dan
melakukan yang terbaik untuk klien harus tetap ditingkatkan dalam suatu proses
keperawatan.
b. Pendekatan manajemen (Management Approach)
Seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatan untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia harus melakukan pendekatan penyelesaian masalah,
sehingga dapat diidentifikasi masalah klien, dan nantinya dapat diterapkan terapi
keperawatan yang tepat untuk masalah klien.
c. Hubungan profesional (Profesional Relationship)
Asuhan kesehatan yang diberikan kepada klien melibatkan beberapa
anggota tim kesehatan yang mana focus pemberian asuhan kesehatan adalah
klien. Karena banyaknya anggota tim kesehatan yang terlibat, maka perlu adanya
kesepakatan mengenai hubungan kolaborasi dalam pemberian asuhan kesehatan
tersebut.
d. Sistem pemberian asuhan keperawatan (Care Delivery System)
Dalam perkembangan keperawatan menuju layanan yang profesional,
digunakan beberapa metode pemberian asuhan keperawatan, misalnya
metodekasus, fungsional, tim, dan keperawatan primer, serta manajemen kasus.
Dalam praktik keperawatan profesional, metode yang paling memungkinkan
pemberian asuhan keperawatan professional adalah metode yang menggunakan
the breath of keperawatan primer.
e. Kompensasi dan penghargaan (Compensation & Reward).
Pada suatu profesi, seorang professional mempunyai hak atas kompensasi
dan penghargaan. Kompensasi yang didapat merupakan imbalan dari kewajiban
profesi yang terlebih dahulu harus dipenuhi. Kompensasi dan penghargaan yang
diberikan pada MPKP dapat disepakati di setiap institusi dengan mengacu pada
kesepakatan bahwa layanan keperawatan adalah pelayanan profesional.

4. Pilar – pilar Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)

Model praktek keperawatan profesional terdiri dari 4 pilar diantaranya: (Keliat,


2012).

a. Pilar I yaitu Pendekatan Manajemen Keperawatan

MPKP mensyaratkan pendekatan manajemen sebagai pilar praktek


keperawatan profesional yang pertama. Pada pilar I terdiri dari:

1) Perencanaan yaitu kegiatan Model Praktek Keperawatan Profesional.


Perencanaan adalah keseluruhan proses pemikiran ddan penentuan
secara matang hal-hal yang akan dikerjakan dimasa mendatang dalam rangka
pencapaian tujuan (siagiran, 2007).
Melalui visis, misi, filosofi dan kebijakan. Sedangkan untuk jenis
perencanaan jangka pendek melalui rencana kegiatan harian, bulnan,
mingguan dan tahunan.
a) Visi
Merupakan pernyataan singkat yang menyatakan mengapa organisasi
itu terbentuk serta tujuan organisasi tersebut. Visi di MPKP adalah
mengoptimalkan kemampuan kepada klien.
b) Misi
Merupakan pernyataan yang menjelaskan tujuan organisasi dalam
mencapai visi yang telah ditetapkan.
c) Filosofi
Yakni seperangkat nilai-nilai MPKP yang menjadi rujukan semua
kegiatan.
d) Kebijakan
Pernyataan yang menjadi acuan organisasi dalam mengambil
keputusan.
e) Rencana jangka pendek di ruang Model Prktek Keperawatan Profesional
Kegiatan yang dlaksanakan oleh perawat sesuai dengan perannya
masing-masing yang dibuat setiap shif. Rencana harian dibuat sebelum
melakukan operan.
f) Rencana harian kepala ruangan
Melalui:
- Asuhan keperawatan
- Supevisi ketua tim
- Supervisi tenaga selain perawat dan kerja sama dengan tim lain yang
terkait.

Rencana harian ketua tim

- Menyelenggarakan asuhan keperawatan pasien pada tim yang menjadi


tanggung jawab
- Melakukan supervisi perawat pelaksana
- Kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain
- Alokasi pasien sesuai dengan perawat yang dinas

Rencana harian perawat pelaksana:

- Pelaksanaan shif sore atau malam


- Memberikan asuhan keperawatan pada pasien.
h) Rencana bulanan kepala ruangan
Akhir bulan kepala ruangan melakukan evaluasi hasil keempat pilar.
Berdasarkan hasil evaluasi tersebut kepala ruangan akan membuat rencana
bulanan ketua tim.
i) Rencana tahunan kepala ruangan
Akhir tahun kepala ruangan melakukan evaluasi hasil kegiatan dalam satu
tahun yang dijadikan acuan rencana tindak lanjut serta penyusunan rencana
tahunan.
Rencana kegiatan tahunan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP):
- Menyusun laporan tahun yanhg berfungsi tentang kinerja model proketek
keperawatan profesional serta evaluasi mutu pelayanan.
- Melakukan rotasi tim untuk penyegaran anggota masing – masing tim.
- Pengembangan sumber daya manusia peningkatan jenjang karis perawat
pelaksana menjadi ketua tim dan ketua tim menjadi kepala ruangan.
- Membuat jadwal-jadwal pelatihan.
2) Pengorganisasian yaitu kegiatan dan tenaga perawat.

Merupakan pengelompokaan aktifitas untuk mencapai tujuan melalui struktur


organisasi MPKP, menyusun daftar dinas, menyusun daftar alokasi asuhan
keperawatan pasien.

Penugasan kelompok tenaga keperawatan

a) Struktur oganisasi
Susunan komponen – komponen dalam suatu organisasi, pada pengertian
struktur oganisasi adanya pembagian kerja.
b) Daftar dinass ruangan
Daftar yang berisi jadwal dinas perawat yang bertugas, penanggung jawab
dinas/shif.
c) Daftar pasien
Daftar yang berisi nama pasien, nama dokter, nama perawat dalam tim,
penanggung jawab pasien dan alokasi perawat saan menjalankan dinas setiap
shif.
3) Pengarahan yaitu bentuk tindakan dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Melalui pendelegasian, supervisi, komunikasi efektif mencakup pre dan post


konferens serta manajemen konflik.

a) Pendelegasian
Melakukan pekerjaan melalui orang lain dalam pengorganisasian,
pendelegasian dilakukan agar aktifitas organisasi tetap berjalan untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan.
Pendelegasian dilakukan melalui proses:
- Buat rencana tugas yang dituntaskan
- Identifikasi keterampilan dan tingkatkan pengetahuan yang
diperlakukan untuk melaksanakan tugas
- Pilih orang yang mampu melaksanakan tugas yang didelegasikan
- Evaluasi kerja setelah tugas selesai
- Pendelegasian terdiri dari tugas dan wewenang
b) Supervisi
Proses memastikan kegiatan dilaksanakan sesuai dengan tujuan
organisasi, dengan cara melakukan pelaksanaan terhadap pelaksanaan
kegiatan.
Penerapan supervisi di MPKP adalah:
- Kepala seksi keperawatan atau konsultan melakukan pengawasan
terhadap kepala ruangan.
- Kepala ruangan melakukan pengawasan terhadap ketua tim dan perawat
pelaksana.
- Ketua tim melakukan pengawasan kepasa perawat pelaksana.
c) Komunikasi efektif
Fungsi pokok manajemen, komunikasi yang kurang baik dapat mengganggu
kelancaran organisasi dalam mencapai tujuan organisasi (Swanbrug, 2000)
Penerapan organisasi di Model praktek keperawatan profesional antara lain:
- Pre konferens
Komunikasi ketua tim dengan perawat pelaksana setelah selesai operan
untuk rencana kegiatan pada shif tersebut dipimpin oleh ketua tim atau
penanggung jawab.
- Operan
Komunikasi serah terima anta shif pagi, siang dan malam.
- Post konferens
Komunikasi ketua tim dengan perawat pelaksana tentang hasil kegiatan
sepanjang shif sebelum operan kepada shif berikutnya.
d) Manajemen konflik
Perbedaan pandangan atau ide antara satu orang dengan orang lain.
Perbedaan konflik mudah terjadi demikian juga diruang MPKP maka perlu
dibudidayakan upaya-upaya mengantisipasi konflik antara petugas tim.
Cara – cara penanganan konflik melalui:
 Berkolaborasi, yaitu upaya yang ditempuh untuk memuaskan kedua belah
pihak yang sedang berkonflik. Cara ini adalah salah satu bentuk kerja
sama, berbagai pihak yang terlibat konflik, didorong menyelesaikan
masalah yang mereka hadapi dengan jalan mencari dan menemukan
persamaan kepentingan dan bukan perbedaan. Situasi yang diinginkan
adalah tidak ada satu pihakpun yang dirugikan. Istilah lain cara
penyelesaian konflik ini adalah win – win solution.
 Berkompromi, yaitu cara penyelesaian konflik dimana semua pihak yang
berkonflik mengorbankan kepentingannya demi terjaminnya
keharmonisan hubungan kedua belah pihak tersebut. dalam upaya ini tidak
ada salah satu pihak yang menang atau kalah. Istilah lain cara
penyelesaian konflik ini adalah lose – lose solution. Dimana masing –
masing pihak akan mengorbankan kepentingannya agar hubungan yang
dijalin tetap harmonis.
4) Pengendalian yaitu proses memastikan aktifitas sebenarnya sesuai dengan aktifitas
yang direncanakan. Melalui audit, strukturl, audit proses dan audit hasil.
Langkah – langkah yang harus dilakukan dalam engendalian meliputi:
a) Menetapkan standar dan menetapkan metode dan pengukuran prestasi kerja.
b) Menetapkan apakah prestasi kerja sesuai dengan standar:
 Audit struktur
Berfokus pada sumber daya manusia, lingkungan, peratan, peralatan
standar dan indikator dengan menggunakan check list (√)
 Audit proses
Pengukuran pelaksanaan pelayanan keperawatan untuk menentukan
apakah hasil keperawatan tercapai.
 Audit hasil
Audit pokok kerja berupa kondisi pasien, kondisi sumber daya manusia
atau indikator mutu.
b. Pilar II yaitu sistem penghargaan pada tenaga keperawatan.
Kemampuan perawat melakukan praktek profesional perlu dipertahankan dan
ditingkatkan melalui manajemen sumber daya manusia, sehingga perawat
mendapatkan kompensasi berupa penghargaan sesuai dengan apa yang dikerjakan
(Nursalam, 2007). Sistem penghargaan ini melalui proses rekruitmen, seleksi kerja,
orientasi, penilaian kinerja dan pengembangan staff perawat.
1) Proses rekruitmen
Penentuan perawat yang dibutuhkan diruang MPKP yang mempunyai kriteria:
a) Kepala ruangan
- Pendidikan minimal S1 keperawatan. Jika belum ada masa transisi
boleh D3 bila diruangan tersebut belum ada perawat yang
berpendidikan S1 dengan syarat mempunyai jiwa kepemimpinan.
- Pengalaman menjadi kepala ruangan minimal 2 tahun dan bekerja
pada area keperawatan minimal 2 tahun.
- Sehat jasmani dan rohani
- Pernah mengikuti pelatihan antara lain:
o Manajemen bangsal
o Pelatihan Model Praktek Keperawatan Profesional
o Komunikasi keperawatan
- Lulus tes tulis dan wawancara
b) Ketua tim
- Pendidikan minimal S1 keperawatan. Jika belum ada masa transisi boleh
D3 dengan syarat mempunyai jiwa kepemimpinan.
- Pengalama kerja minimal 2 tahun
- Sehat jasmani dan rohani
- Pernah mengikuti pelatihan, antara lain:
o Manajemen bangsal
o Pelatihan Model Praktek Keperawatan Profesional
o Komunikasi keperawatan
- Lulus tes tulis dan wawancara
c) Perawat pelaksana
- Pendidikan minimal D3
- Pengalaman kerja minimal 1 tahun
- Sehat jasmani dan rohani
- Pernah mengikuti pelatihan
- Lulus tes tulis dan wawancara.
2) Kerja orientasi
Perawat yang akan bekerja di ruang MPKP harus melalui masa orientasi yang
disebut pelatihan awal sebelum bekerja pada unit kerja MPKP.
3) Penilaian kerja.
Penilaian kinerja di ruang MPKP ditujukan pada kepala ruangan, ketua tim,
perawat pelaksana menggunakan supervsi baik secara langsung maupun secara
tidak langsung.
4) Pengembangan staf
Membantu masing-masing perawat mencapai kinerja sesuai dengan posisi dan
untuk penghargaan terhadap kemampuan profesional, bentuk pengembangan
karir, pendidikan berkelanjutan dari D3 ke S1.

c. Pilar III yaitu hubungan profesional komunikasi horizontal antara kepala ruangan
dengan ketua tim dan perawat pelaksana serta antara ketua tim dengan perawat
pelaksana. Komunikasi diagonal yang dilakukan perawat dengan profesi lainnya.
Hubungan profesional di ruang Model Praktek Keperawatan profesional adalah:
1) Rapat perawat ruangan
2) Pere dan post konferens
3) Rapat tim kesehatan
4) Visit dokter
d. Pilar IV Manajemen asuhan keperawatan, yaitu memberikan asuhan keperawatan pada
pasien secara sistematis dan terorganisir. Manajemen asuhan keperawatan merupakan
pengaturan sumber daya dalam menjalankan kegiatan kebutuhan klien atau
menyelesaikan masalah klien.

5. Metode penugasan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) dalam keperawatan.


a. Metode kasus
Metode kasus merupakan metode pemberian asuhan yang pertama kali digunakan.
Sampai perang dunia II metode tersebut merupakan metode pemberian asuhan
keperawatan yang paling banyak digunakan. Pada metode ini satu perawat akan
memberikan asuhan keperawatan kepada seorang klien secara total dalam satu
periode dinas. Jumlah klien yang dirawat oleh satu perawat bergantung pada
kemampuan perawat tersebut dan kompleksnya kebutuhan klien. (Sitorus, 2006).
Setelah perang dunia II, jumlah pendidikan keperawatan dari berbagai jenis program
meningkat dan banyak lulusan bekerja di rumah sakit. Agar pemanfaatan tenaga
yang bervariasi tersebut dapat maksimal dan juga tuntutan peran yang diharapkan
dari perawat sesuai dengan perkembangan ilmu kedokteran, kemudian
dikembangkan metode fungsional. (Sitorus, 2006).
Kelebihan metode kasus:
1) Kebutuhan pasien terpenuhi.
2) Pasien merasa puas.
3) Masalah pasien dapat dipahami oleh perawat.
4) Kepuasan tugas secara keseluruhan dapat dicapai.

Kekurangan metode kasus:

1) Kemampuan tenga perawat pelaksana dan siswa perawat yang terbatas sehingga
tidak mampu memberikan asuhan secara menyeluruh
2) Membutuhkan banyak tenaga.
3) Beban kerja tinggi terutama jika jumlah klien banyak sehingga tugas rutin yang
sederhana terlewatkan.
4) Pendelegasian perawatan klien hanya sebagian selama perawat penaggung jawab
klien bertugas.

b. Metode fungsional
Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan ditekankan pada
penyelesaian tugas atau prosedur. Setiap perawat diberi satu atau beberapa tugas
untuk dilaksanakan kepada semua klien di satu ruangan. (Sitorus, 2006).
Pada metode ini, kepala ruang menentukan tugas setiap perawat dalam satu
ruangan. Perawat akan melaporkan tugas yang dikerjakannya kepada kepala ruangan
dan kepala ruangan tersebut bertanggung jawab dalam pembuatan laporan klien.
Metode fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas apabila jumlah
perawat sedikit, tetapi klien tidak mendapatkan kepuasan asuhan yang diterimanya.
(Sitorus, 2006).
Kelebihan dari metode fungsional adalah:
1) Sederhana
2) Efisien.
3) Perawat terampil untuk tugas atau pekerjaan tertentu.
4) Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai tugas.
5) Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurangberpengalaman
untuk satu tugas yang sederhana.
6) Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staff atau peserta didik yang
praktek untuk ketrampilan tertentu.
Namun, Metode ini kurang efektif karena (Sitorus, 2006) :
1) Proritas utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan kurang menekankan
pada pemenuhan kebutuhan holistik.
2) Mutu asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian asuhan
keperawatan terfragmentasi.
3) Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu perawat yang
mengetahui tentang satu klien secara komprehensif, kecuali mungkin kepala
ruangan.
4) Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas terhadap
pelayanan atau asuhan yang diberikan karena seringkali klien tidak mendapat
jawaban yang tepat tentang hal-hal yang ditanyakan.
5) Klien kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan perawat.

Selama beberapa tahun menggunakan metode fungsional beberapa perawat


pemimpin (nurse leader) mulai mempertanyakan keefektifan metode tersebut
dalam memberikan asuhan keperawatan profesional kemudian pada tahun 1950
metode tim digunakan untuk menjawab hal tersebut. (Sitorus, 2006).

c. Metode tim
Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan, yaitu seorang
perawat profesional memimpin sekelompok tenaga keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan pada sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan
kolaboratif. Metode tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok
mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan
sehingga menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi. (Sitorus, 2006).
Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Sitorus, 2006) :
1) Ketua tim, sebagai perawat profesional harus mampu menggunakan berbagai
teknik kepemimpinan. Ketua tim harus dapat membuat keputusan tentang
prioritas perencanaan, supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan. Tanggung
jawab ketua tim adalah :
a) Mengkaji setiap klien dan menetapkan renpra
b) Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis
c) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap anggota kelompok
dan memberikan bimbingan melalui konferensi
d) Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai serta
mendokumentasikannya
2) Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra terjamin. Komunikasi
yang terbuka dapat dilakukan melalui berbagai cara, terutama melalui renpra
tertulis yang merupakan pedoman pelaksanaan asuhan, supervisi, dan evaluasi.
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
4) Peran kepala ruangan penting dalam metode tim. Metode tim akan berhasil baik
apabila didukung oleh kepala ruang untuk itu kepala ruang diharapkan telah :
a) Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf
b) Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan
c) Memberi kesempatan pada ketua tim untuk pengembangan kepemimpinan
d) Mengorientasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode tim keperawatan
e) Menjadi narasumber bagi ketua tim
f) Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan
g) Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka.

Kelebihan metode ini adalah:

a. Saling memberi pengalaman antar sesama tim.


b. Pasien dilayani secara komfrehesif
c. Terciptanya kaderisasi kepemimpinan.
d. Tercipta kerja sama yang baik .
e. Memberi kepuasan anggota tim dalam hubungan interpersonal
f. Memungkinkan menyatukan anggota tim yang berbeda-beda dengan aman
dan efektif.

Kekurangan metode ini:

Kesinambungan asuhan keperawatan belum optimal sehingga pakar


mengembangkan metode keperawatan primer (Sitorus, 2006). Selain itu:

a. Tim yang satu tidak mengetahui mengenai pasien yang bukan menjadi
tanggung jawabnya.
b. Rapat tim memerlukan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim ditiadakan
atau trburu-buru sehingga dapat mengakibatkan kimunikasi dan koordinasi
antar anggota tim terganggu sehingga kelanncaran tugas terhambat.
c. Perawat yang belum terampil dan belum berpengalaman selalu tergantung atau
berlindung kepada anggota tim yang mampu atau ketua tim.
d. Akontabilitas dalam tim kabur.
d. Metode Perawat Primer
Menurrut Gillies (1989) “Keperawatan primer merupakan suatu metode pemberian
asuhan keperawatan, dimana terdapat hubungan yang dekat dan berkesinambungan antara
klien dan seorang perawat tertentu yang bertanggungjawab dalam perencanaan,
pemberian, dan koordinasi asuha keperawatan klien, selama klien dirawat.” (Sitorus,
2006). Pada metode keperawatan primer perawat yang bertanggung jawab terhadap
pemberian asuhan keperawatan disebut perawat primer (primary nurse) disingkat dengan
PP. (Sitorus, 2006).
Metode keperawatan primer dikenal dengan ciri yaitu akuntabilitas, otonomi,
otoritas, advokasi, ketegasan, dan 5K yaitu kontinuitas, komunikasi, kolaborasi,
koordinasi, dan komitmen. (Sitorus, 2006). Setiap PP biasanya merawat 4 sampai 6 klien
dan bertanggungjawab selama 24 jam selama klien tersebut dirawat dirumah sakit atau di
suatu unit. Perawat akan melakukan wawancara mengkaji secara komprehensif, dan
merencanakan asuhan keperawatan. Perawat yang peling mengetahui keadaaan klien.
Jika PP tidak sedang bertugas, kelanjutan asuhan akan di delegasikan kepada perawat lain
(associated nurse). PP bertanggungjawab terhadap asuhan keperawatan klien dan
menginformasikan keadaan klien kepada kepala ruangan, dokter, dan staff keperawatan.
(Sitorus, 2006).
Seorang PP bukan hanya mempunyai kewenangan untuk memberikan asuhan
keperawatan, tetapi juga mempunyai kewengangan untuk melakukan rujukan kepada
pekerja sosial, kontrak dengan lembaga sosial di masyarakat, membuat jadwal perjanjian
klinik, mengadakan kunjungan rumah dan lain lain. Dengan diberikannya kewenangan,
dituntut akuntabilitas perawat yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan.
Metode keperawatan primer memberikan beberapa keuntungan terhadap klien, perawat,
dokter, dan rumah sakit (Gillies, 1989). (Sitorus, 2006).
Keuntungan yang dirasakan klien ialah mereka merasa lebih dihargai sebagai
manusia karena terpenuhi kebutuhannya secara individu, asuhan keperawatan yang
bermutu tinggi dan tercapainya layanan yang efektif terhadap pengobatan, dukungan,
proteksi, informasi, dan advokasi. Metode itu dapat meningkatkan mutu asuhan
keperawatan karena (Sitorus, 2006) :
1) Hanya ada 1 perawat yang bertanggung jawab dalam perencanaan dan koordinasi
asuhan keperawatan
2) Jangkauan observasi setiap perawat hanya 4-6 klien
3) PP bertanggung jawab selama 24 jam
4) Rencana pulang klien dapat diberikan lebih awal
5) Rencana asuhan keperawatan dan rencana medik dapat berjalan paralel.

Keuntungan yang dirasakan oleh PP adalah memungkinkan bagi PP untuk


pengembangan diri melalui implementasi ilmu pengetahuan. Hal ini dimungkinkan
karena adanya otonomi dalam membuat keputusan tentang asuhan keperawatan klien.
Staf medis juga merasakan kepuasannya dengan metode ini karena senantiasa mendapat
informasi tentang kondisi klien yang mutakhir dan komprehensif. (Sitorus, 2006).
Informasi dapat diperoleh dari satu perawat yang benar-benar mengetahui keadaan klien.
Keuntungan yang diperoleh oleh rumah sakit adalah rumah sakit tidak harus
memperkerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan, tetapi harus merupakan perawat
yang bermutu tinggi. (Sitorus, 2006).Di negara maju pada umumnya perawat yang
ditunjuk sebagai PP adalah seorang spesialis perawat klinis (clinical nurse specialist)
dengan kualifikasi master keperawatan. Menurut Ellis dan Hartley (1995), Kozier et al
(1997) seorang PP bertanggung jawab untuk membuat keputusan yang terkait dengan
asuhan keperawatan klien oleh karena itu kualifikasi kemampuan PP minimal adalah
sarjana keperawatan/Ners. (Sitorus, 2006).
Kelebihan metode perawat primer:
1) Mendorong kemandirian perawat.
2) Ada keterikatan pasien dan perawat selama dirawat
3) Berkomunikasi langsung dengan Dokter
4) Perawatan adalah perawatan komfrehensif
5) Model praktek keperawatan profesional dapat dilakukan atau diterapkan.
6) Memberikan kepuasan kerja bagi perawat
7) Memberikan kepuasan bagi klien dan keluarga menerima asuhan keperawatan.

Kelemahan metode perawat primer:


1) Perlu kualitas dan kuantitas tenaga perawat
2) Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional.
3) Biaya relatif lebih tinggi dibandingkan metode lain.

e. Differentiated practice
National League for Nursing (NLN) dalam kozier et al (1995) menjelaskan bahwa
differentiated practice adalah suatu pendekatan yang bertujuan menjamin mutu asuhan
melalui pemanfaatan sumber-sumber keperawatan yang tepat. Terdapat dua model yaitu
model kompetensi dan model pendidikan. Pada model kompetensi, perawat terdaftar
(registered nurse) diberi tugas berdasarkan tanggung jawab dan struktur peran yang
sesuai dengan kemampuannya. Pada model pendidikan, penetapan tugas keperawatan
didasarkan pada tingkat pendidikan. Bedasarkan pendidikan, perawat akan ditetapkan apa
yang menjadi tnggung jawab setiap perawat dan bagaimana hubungan antar tenaga
tersebut diatur (Sitorus, 2006).
f. Manajemen kasus
Manajemen kasus merupakan system pemberian asuhan kesehatan secara multi
disiplin yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan fungsi berbagai anggota tim
kesehatan dan sumber-sumber yang ada sehingga dapat dicapai hasil akhir asuhan
kesehatan yang optimal. ANA dalam Marquis dan Hutson (2000) mengatakan bahwa
manajemen kasus merupakan proses pemberian asuhan kesehatan yang bertujuan
mengurangi fragmentasi, meningkatkan kualitas hidup, dan efisiensi pembiayaan. Focus
pertama manajemen kasus adalah integrasi, koordinasi dan advokasi klien, keluarga serta
masyarakat yang memerlukan pelayanan yang ektensif. Metode manajemen kasus
meliputi beberapa elemen utama yaitu, pendekatan berfokus pada klien, koordinasi
asuhan dan pelayanan antar institusi, berorientasi pada hasil, efisiensi sumber dan
kolaborasi (Sitorus, 2006).

6. Karakteristik Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)


a. Penetapan jumlah tenaga keperawatan. Penetapan jumlah tenaga keperawatan
berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat ketergantungan klien.
b. Penetapan jenis tenaga keperawatan. Pada suatu ruang rawat MPKP, terdapat
beberapa jenis tenaga yang memberikan asuhan keperawatan yaitu Clinical Care
Manager (CCM), Perawat Primer (PP), dan Perawat Asosiet (PA). Selain jenis tenaga
tersebut terdapat juga seorang kepala ruang rawat yang bertanggung jawab terhadap
manajemen pelayanan keperawatan di ruang rawat tersebut. Peran dan fungsi
masing-masing tenaga sesuai dengan kemampuannya dan terdapat tanggungjawab
yang jelas dalam sistem pemberian asuhan keperawatan.
c. Penetapan standar rencana asuhan keperawatan (renpra). Standar renpra perlu
ditetapkan, karena berdasarkan hasil obsevasi, penulisan renpra sangat menyita
waktu karena fenomena keperawatan mencakup 14 kebutuhan dasar manusia
d. Penggunaan metode modifikasi keperwatan primer. Pada MPKP digunakan metode
modifikasi keperawatn primer, sehingga terdapat satu orang perawat profesional
yang disebut perawat primer yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas
asuhan keperawatan yang diberikan. Disamping itu, terdapat Clinical Care Manager
(CCM) yang mengarahkan dan membimbing PP dalam memberikan asuhan
keperawatan. CCM diharapkan akan menjadi peran ners spesialis pada masa yang
akan datang.

7. Tingkatan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)


a. Model Praktek Keperawatan Profesional III
Melalui pengembangan model PKP III dapat berikan asuhan keperawatan profesional
tingkat III. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan doktor
dalam keperawatan klinik yang berfungsi untuk melakukan riset dan membimbing
para perawat melakukan riset sera memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan
asuhan keperawatan.
b. Model Praktek Keperawatan Profesional II.
Pada model ini akan mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat II.
Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan spesialis keperawatan
yang spesifik untuk cabang ilmu tertentu. Perawat spesialis berfungsi untuk
memberikan konsultasi tentang asuhan keperawatan kepada perawat primer pada
area spesialisnya. Disamping itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset
dalam memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu
orang untuk 10 perawat primer pada area spesialisnya. Disamping itu melakukan
riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan.
Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer (1:10).
c. Model Praktek Keperawatan Profesional I.
Pada model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan profesional tingkat
I dan untuk itu diperlukan penataan 3 komponen utama yaitu: ketenagaan
keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan pada model ini
adalah kombinasi metode keperawatan primer dan metode tim disebut tim primer.
d. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula.
Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (MPKPP) merupakan tahap awal
untuk menuju model PKP. Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional tingkat pemula. Pada model ini terdapat 3 komponen utama yaitu:
ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi
asuhan keperawatan.
(Sudarsono, 2000 dalam sitorus, 2006)

8. Langkah – langkah dalam Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)


a. Tahap Persiapan
Pada tahap persiapan penerapan MPKP ini ada beberapa hal yang harus dilakukan,
yaitu (Sitorus, 2006).:
1) Pembentukan Tim
Jika MPKP akan diimplementasikan di rumah sakit yang digunakan sebagai
tempat proses belajar bagi mahasiswa keperawatan, sebaiknya kelompok kerja ini
melibatkan staf dari institusi yang berkaitan. Sehingga kegiatan ini merupakan
kegiatan kolaborasi antara pelayanan/rumah saklit dan institusi pendidikan. Tim
ini bisa terdiri dari seorang koordinator departemen, seorang penyelia, dan kepala
ruang rawat serta tenaga dari institusi pendidikan. (Sitorus, 2006).
2) Rancangan Penilaian Mutu
Penilaian mutu asuhan keperawatan meliputi kepuasan klien/keluarga kepatuhan
perawat terhadap standar yang diniali dari dokumentasi keperawatan, lama hari
rawat dan angka infeksi noksomial. (Sitorus, 2006).
3) Presentasi MPKP
Selanjutnya dilakukan presentasi tentang MPKP dan hasil penilaian mutu asuhan
kepada pimpinan rumah sakit, departemen,staf keperawtan, dan staf lain yang
terlibat. Pada presentasi ini juga, sudah dapat ditetapkan ruang rawat tempat
implementasi MPKP akan dilaksanakan. (Sitorus, 2006).
4) Penempatan Tempat Implementasi MPKP
Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penempatan tempat implementasi
MPKP, antara lain (Sitorus, 2006) :
a) Mayoritas tenaga perawat merupakan staf baru di ruang tersebut. Hal ini
diperlukan sehingga dari awal tenaga perawat tersebut akan mendapat
pembinaan tentang kerangka kerja MPKP.
b) Bila terdapat ruang rawat, sebaiknya ruang rawat tersebut terdiri dari 1 swasta
dan 1 ruang rawat yang nantinya akan dikembangkan sebagai pusat pelatihan
bagi perawat dari ruang rawat lain.
5) Penetapan Tenaga Keperawatan
Pada MPKP, jumlah tenaga keperawatan di suatu ruang rawat
ditetapkan dari klasifikasi klien berdasarkan derajat ketergantungan. Untuk
menetapkan jumlah tenaga keperawtan di suatu ruangrawat didahului dengan
menghitung jumlah klien derdasarkan derajat ketergantungan dalam waktu
tertentu, minimal selama 7 hari berturut-turut. (Sitorus, 2006).
6) Penetapan Jenis Tenaga
Pada MPKP metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan
adalah metode modifikasi keperawatan primer. Dengan demikian, dalam
suatu ruang rawat terdapat beberapa jenis tenaga, meliputi (Sitorus, 2006).:
a) Kepala ruang rawat
b) Clinical care manager
c) Perawat primer
d) Perawat asosiet
7) Pengembangan Standar rencana asuhan Keperawatan.
Pengembangan standar renpra bertujuan untuk mengurangi waktu
perawat menulis, sehingga waktu yang tersedia lebih banyak dilakukan untuk
melakukan tindakan sesuai kebutuhan klien. Adanya standar renpra
menunjukan asuhan keperawtan yang diberikan berdasarkan konsep dan teori
keperwatan yang kukuh, yang merupakan salah satu karakteristik pelayanan
professional. Format standar renpra yang digunakan biasanya terdiri dari
bagian-bagian tindakan keperawatan: diagnose keperawatan dan data
penunjang, tujuan, tindakan keperawatan dan kolom keterangan. (Sitorus,
2006).
8) Penetapan Format Dokumentasi Keperawatan
Selain standar renpra, format dokumentasi keperawatan lain yang
diperlukan adalah (Sitorus, 2006) :
a) Format pengkajian awal keperawatan
b) Format implementasi tindakan keperawatan
c) Format kardex
d) Format catatan perkembangan
e) Format daftar infuse termasuk instruksi atau pesanan dokter
f) Format laporan pergantian shif
g) Resume perawatan
9) Identifikasi Fasilitas
Fasilitas minimal yang dibutuhkan pada suatu ruang MPKP sama dengan fasilitas
yang dibutuhkan pada suatu ruang rawat. Adapun fasilitas tambahan yang di
perlukan adalah (Sitorus, 2006) :
a) Badge atau kartu nama tim
Badge atau kartu nama tim merupakan kartu identitas tim yang berisi
nama PP dan PA dalam tim tersebut. Kartu ini digunakan pertama kali sat
melakukan kontrak dengan klien/keluarga.
b) Papan MPKP
Papan MPKP berisi darfat nama-nama klien, PP, PA, dan timnya serta
dokter yang merawat klien.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan MPKP dilakukan langkah-langkah berikut ini (Sitorus,
2006) :
1) Pelatihan tentang MPKP
Pelatihan MPKP diberikan kepada semua perawat yang terlibat di ruang
yang sudah ditentukan.
2) Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan
konferensi.
Konferensi merupakan pertemuan tim yang dilakukan setiap hari.
Konferensi dilakukan setelah melaukan operan dinas, sore atau malam sesuai
dengan jadwal dinas PP. Konferensi sebaiknya dilakukan di tempat tersendiri
sehingga dapat mengurangi gangguan dari luar. (Sitorus, 2006).
3) Memberi bimbingan kepada perawat primer (PP) dalam melakukan ronde
dengan porawat asosiet (PA).
Ronde keperawatan bersama dengan PA sebaiknya juga dilakukan
setiap hari. Ronde ini penting selain untuk supervisi kegiatan PA, juga sarana
bagi PP untuk memperoleh tambahan data tentang kondisi klien. (Sitorus,
2006).
4) Memberi bimbingan kepada PP dalam memanfaatkan standar renpra.
Standar renpra merupakan acuan bagi tim dalam melaksanakan asuhan
keperawatan. Semua masalah dan tindakan yang direncenakan mengacu pada
standar tersebut. (Sitorus, 2006).
5) Memberi bimbingan kepada PP dalam membuat kontrak/orientasi dengan
klien/keluarga.
Kontrak antara perawat dan klien/keuarga merupakan kesepakatan antara
perawat dan klien/keluarganya dalam pemberian asuhan keperawatan.
Kontrak ini diperlukan agar hubungan saling percaya antara perawat dan
klien dapat terbina. Kontrak diawali dengan pemberian orientasibagi klien
dan keluarganya. (Sitorus, 2006).
6) Memberi bimbingan kepada PP dalam melakukan presentasi kasus dalam tim.
PP secara teratur diharapkan dapat mempresentasikan kasus-kasus klien yang
dirawatnya. Melalui kasus ini PP dan PA dapat lebih mempelajari kasus yang
ditanganinya secara mendalam. (Sitorus, 2006).
7) Memberi bimbingan kepada Critical Care Manager (CCM) dalam
membimbing PP dan PA.
Bimbingan CCM terhadap PP dan PA dalam melakukan implementasi
MPKP dilakukan melalui supervisi secara berkala. Agar terdapat
kesinambungan bimbingan, diperlukan buku komunikasi CCM. Buku ini
menjadi sangat diperlukan karena CCM terdiri dari beberapa orang yaitu
anggota tim/panitia yang diatur gilirannya untuk memberikan bimbingan
kepada PP dan PA. Bila sudah ada CCM tertentu untuk setiap ruangan, buku
komunikasi CCM tidak diperlukan lagi. (Sitorus, 2006).
8) Memberi bimbingan kepada tim tentang dokumentasi keperawatan.
Dokumentasi keperawatan menjadi bukti tanggung jawab perawat
kepada klien. Oleh karena itu, pengisisan dokumentasi secara tepat menjadi
penting.
9) Tahap Evaluasi
Evaluasi proses dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen
evsluasi MPKP oleh CCM. Evaluasi prses dilakukan oleh CCM dua kali
dalam seminggu. Evaluasi ini bertujuan untuk mengidentifikasi secara dini
maslah-masalah yang ditemukan dan dapat segera diberi umpan balik atau
bimbingan. Evluasi hasil (outcome) dapat dilakukan dengan (Sitorus, 2006) :
a) Memberika instrumen evaluasi kepuasan klien/keluarga untuk setiap klien
pulang.
b) Mengevaluasi kepatuhan perawat terhadap standar yang dinilai
berdasarkan dokumentasi.
c) Penilaian infeksi nosokomial (biasanya ditetapkan per ruang rawat).
d) Penilaian rata-rata lama hari rawat.
10) Tahap Lanjut
MPKP merupakan penataan struktur dan proses (sistem) pemberian
asuhan keperawatan. Agar implementasi MPKP memberikan dampak yang
lebih optimal, perlu disertai dengan implementasi substansi keilmuan
keperawatan. Pada ruang MPKP diuji coba ilmu dan teknologi keperawatan
karena sudah ada sistem yang tepat untuk menerapkannya. (Sitorus, 2006).
a) MPKP pemula ditingkatkan menjadi MPKP tingkat I. Pada tingkat ini, PP
pemula diberi kesempatan meningkatkan pendidikan sehingga
mempunyai kemampuan sebagai SKp/Ners. Setelah mendapatkan
pendidikan tambahan tersebut berperan sebagai PP (bukan PP pemula).
(Sitorus, 2006).
b) MPKP tingkat I ditingkatkan menjadi MPKP tingkat II. Pada MPKP
tingkat I, PP adalah SKp/Ners. Agar PP dapat memberikan asuhan
keperawatan berdasarkan ilmu dan teknologi mutakhir, diperlukan
kemampuan seorang Ners sepeialis yang akan berperan sebagai CCM.
Oleh karena itu, kemampuan perawat SKp/ Ners ditingkatkan menjadi
ners spesialis. (Sitorus, 2006).
c) MPKP tingkat II ditingkatkan menjadi MPKP tingkat III. Pada tingkat ini
perawat denga kemampuan sebagai ners spesialis ditingkatkan menjadi
doktor keperawatan. Perawat diharapkan lebih banyak melakukan
penelitian keperawatan eksperimen yang dapat meningkatkan asuhan
keperwatan sekaligus mengembangkan ilmu keperawatan. (Sitorus,
2006).

9. Studi Penelitian mengenai Penerapan Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)


Di beberapa Rumah Sakit.
Penerapan MPKP menjadi salah satu daya ungkit pelayanan yang berkualitas.
Beberapa rumah sakit telah berhasil menerapkan MPKP dengan baik diukur dari tingkat
kepuasan klien sebelum dan sesudah dilaksanakan MPKP. Hasil riset tentang efektifitas
pelaksanaan Model Praktik KeperawatanProfesional atau MPKP dengan
kualitaspelayanan keperawatan di dua rumah sakitpemerintah di Jakarta menunjukkan
bahwapada kelompok intervensi kepuasaan pasiendengan pelayanan keperawatan
sebelumpenerapan MPKP yaitu dengan kategoripuas (15%), kategori cukup puas
(44,1%)dan kategori kurang puas (40,9%). Setelahpenerapan MPKP hasil didapatkan
yaitukategori puas (73,9%), kategori cukup puas (25,3%) dan kategori kurang puas
(1,7%). (Sitorus, 2012 dalam jurnal keperawatan Rantung, 2013). Demikian juga di RS
Advent Bandung juga didapatkan bahwakepuasan pasien di ruang MPKP dan
ruangfungsional berbeda secara signifikan (Supit,2012 dalam jurnal keperawatan
Rantung, 2013 ). Selain itu metode ini sangat menekankan kualitas kinerja tenaga
keperawatan yang berfokus pada profesionalisme keperawatan antara lain melalui
penerapan standar asuhan keperawatan. Di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau, nilai-
nilai profesional perawat mempunyai hubungan yang bermakna dengan pelaksanaan
pemberian pelayanan keperawatan (Waty, 2010 dalam jurnal keperawatan Rantung,
2013). Penelitian lain yang dilakukan di RS PGI Cikini Jakarta juga menyatakan bahwa
penerapan MPKP ini mempunyai hubungan yang bermakna dengan kepuasan kerja
perawat. (Sirait, 2012 dalam jurnal keperawatan Rantung, 2013).
Namun beberapa rumah sakit masih ada yang belum mencapai nilai baik dalam
memberikan pelayanan keperawatan meskipun sudah menerapkan MPKP. Hal ini seperti
yang terjadi pada Rumah sakit daerah. Dari hasil riset yang dilakukan oleh wati (2011)
dalam jurnal Analisa Pelaksanaan Pemberian Pelayanan Keperawatan Di Ruang Murai I
Dan Murai II Rsud Arifin Achmad Provinsi Riau adalah bahwa gambaran komponen dari
MPKP (nilai-nilai profesional, manajemendan pemberian askep serta
pengembanganprofesional diri perawat) dalam pelaksanaan pemberian pelayanan
keperawatan secara keseluruhan belum mencapai kategori baik. Kemungkinan hal ini
dikarenakan oleh banyak faktor yang menjadi hambatan, baik internal maupun ekstemal.
Faktor internal didapatkan dari kesiapan tenaga perawat yang akan melaksanakan
pemberian pelayanan keperawatan tersebut, dan faktor ekstemal didapatkan dari kesiapan
komponen-komponen pendukung yang digunakan untuk mewujudkan pelaksanaan
pemberian pelayanan keperawatan profesional seperti SDM, sarana dan prasarana, dan
teknik manejerial.

Dalam jurnal lain yang berjudul “Kajian Penerapan Model Praktik Keperawatan
Profesional (MPKP) dalam pemberian asuhan Keperawatan di rumah sakit” memberikan
gambaran bahwa pelaksanaan MPKP di rumah sakit tempat penelitian belum
menggambarkan model MPKP yang normative. Pelaksanaan asuhan keperawatan adalah
model modifikasi tim dan modifikasi MPKP pemula. Selain itu, pembinaan bangsal
percontohan dengan evaluasi yang terus menerus belum dilakukan, serta pimpinan rumah
sakit sebagai pembuat kebijakan masih kurang dalam pengetahuan tentang ilmu
manajemen keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan D. 2012. Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Yogyakarta : Gosyen Publishing


Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan DEPKES RI. 2009. Modul Sistem pemberian Pelayanan
Keperawatan Profesional. Jakarta: Departemen Kesehatan

Huber, D. 2010. Leadership and Nursing Care Management (4rd ed). USA: Saunders elsevier

Keliat, Budi Anna, dkk. 2009. Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta : EGC

Keliat, B.A. 2012. Model Praktek Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta: EGC

Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi dan Praktek Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC

Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan dan Aplikasinya, Jakarta: Salemba Medika

Potter, Patricia A. & Perry, Anne G. 2009. Fundamental Keperawatan Buku 1 Ed. 7. Jakarta:
Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai