Nim : DK23065
MK : kepemimpinan dan manajemen keperawatan
Dosen : frenny ravika mbaloto Ns,.M.kep
5 pilar MPKP/SP2KP
1. Professional value
Nilai-nilai professional menjadi komponen utama pada praktik
keperawatan profesional. Nilai-nilai professional ini merupakan inti dari
MPKP. Nilai-nilai seperti penghargaan atas otonomi klien, menghargai
klien, dan melakukan yang terbaik untuk klien harus tetap ditingkatkan
dalam suatu proses keperawatan.
2. Management approach
Seorang perawat dalam melakukan asuhan keperawatan untuk memenuhi
kebutuhan dasar manusia harus melakukan pendekatan penyelesaian
masalah, sehingga dapat diidentifikasi masalah klien, dan nantinya dapat
diterapkan terapi keperawatan yang tepat untuk masalah klien.
3. Kompensasi dan penghargaan (Compensation & Reward).
Pada suatu profesi, seorang professional mempunyai hak atas kompensasi
dan penghargaan. Kompensasi yang didapat merupakan imbalan dari
kewajiban profesi yang terlebih dahulu harus dipenuhi. Kompensasi dan
penghargaan yang diberikan pada MPKP dapat disepakati di setiap
institusi dengan mengacu pada kesepakatan bahwa layanan keperawatan
adalah pelayanan profesional.
4. Hubungan profesional (Profesional Relationship)
Asuhan kesehatan yang diberikan kepada klien melibatkan beberapa
anggota tim kesehatan yang mana focus pemberian asuhan kesehatan
adalah klien. Karena banyaknya anggota tim kesehatan yang terlibat, maka
perlu adanya kesepakatan mengenai hubungan kolaborasi dalam
pemberian asuhan kesehatan tersebut.
5. Sistem pemberian asuhan keperawatan (Care Delivery System)
Dalam perkembangan keperawatan menuju layanan yang profesional,
digunakan beberapa metode pemberian asuhan keperawatan, misalnya
metodekasus, fungsional, tim, dan keperawatan primer, serta manajemen
kasus. Dalam praktik keperawatan profesional, metode yang paling
memungkinkan pemberian asuhan keperawatan professional adalah
metode yang menggunakan the breath of keperawatan primer.
Melalui:
Asuhan keperawatan
Supevisi ketua tim
Supervisi tenaga selain perawat dan kerja sama dengan tim lain
yang terkait.
Rencana harian ketua tim
Menyelenggarakan asuhan keperawatan pasien pada tim yang
menjadi tanggung jawab
Melakukan supervisi perawat pelaksana
Kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan lain
Alokasi pasien sesuai dengan perawat yang dinas
Rencana harian perawat pelaksana:
Pelaksanaan shif sore atau malam
Memberikan asuhan keperawatan pada pasien.
Rencana bulanan kepala ruangan
Akhir bulan kepala ruangan melakukan evaluasi hasil keempat
pilar. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut kepala ruangan akan
membuat rencana bulanan ketua tim.
Rencana tahunan kepala ruangan
Akhir tahun kepala ruangan melakukan evaluasi hasil kegiatan
dalam satu tahun yang dijadikan acuan rencana tindak lanjut serta
penyusunan rencana tahunan.
a) Pendelegasian
Melakukan pekerjaan melalui orang lain dalam
pengorganisasian, pendelegasian dilakukan agar aktifitas
organisasi tetap berjalan untuk mencapai tujuan yang
ditetapkan.
Pendelegasian dilakukan melalui proses:
- Buat rencana tugas yang dituntaskan
- Identifikasi keterampilan dan tingkatkan pengetahuan
yang diperlakukan untuk melaksanakan tugas
- Pilih orang yang mampu melaksanakan tugas yang
didelegasikan
- Evaluasi kerja setelah tugas selesai
- Pendelegasian terdiri dari tugas dan wewenang
b) Supervisi
Proses memastikan kegiatan dilaksanakan sesuai dengan
tujuan organisasi, dengan cara melakukan pelaksanaan
terhadap pelaksanaan kegiatan.
Penerapan supervisi di MPKP adalah:
- Kepala seksi keperawatan atau konsultan melakukan
pengawasan terhadap kepala ruangan.
- Kepala ruangan melakukan pengawasan terhadap ketua
tim dan perawat pelaksana.
- Ketua tim melakukan pengawasan kepasa perawat
pelaksana.
c) Komunikasi efektif
Fungsi pokok manajemen, komunikasi yang kurang baik dapat
mengganggu kelancaran organisasi dalam mencapai tujuan
organisasi (Swanbrug, 2000)
Penerapan organisasi di Model praktek keperawatan
profesional antara lain:
- Pre konferens
Komunikasi ketua tim dengan perawat pelaksana setelah
selesai operan untuk rencana kegiatan pada shif tersebut
dipimpin oleh ketua tim atau penanggung jawab.
- Operan
Komunikasi serah terima anta shif pagi, siang dan malam.
- Post konferens
Komunikasi ketua tim dengan perawat pelaksana tentang
hasil kegiatan sepanjang shif sebelum operan kepada shif
berikutnya.
d) Manajemen konflik
Perbedaan pandangan atau ide antara satu orang dengan
orang lain. Perbedaan konflik mudah terjadi demikian juga
diruang MPKP maka perlu dibudidayakan upaya-upaya
mengantisipasi konflik antara petugas tim.
Cara – cara penanganan konflik melalui:
Berkolaborasi, yaitu upaya yang ditempuh untuk
memuaskan kedua belah pihak yang sedang berkonflik.
Cara ini adalah salah satu bentuk kerja sama, berbagai
pihak yang terlibat konflik, didorong menyelesaikan
masalah yang mereka hadapi dengan jalan mencari dan
menemukan persamaan kepentingan dan bukan perbedaan.
Situasi yang diinginkan adalah tidak ada satu pihakpun
yang dirugikan. Istilah lain cara penyelesaian konflik ini
adalah win – win solution.
Berkompromi, yaitu cara penyelesaian konflik dimana
semua pihak yang berkonflik mengorbankan
kepentingannya demi terjaminnya keharmonisan hubungan
kedua belah pihak tersebut. dalam upaya ini tidak ada salah
satu pihak yang menang atau kalah. Istilah lain cara
penyelesaian konflik ini adalah lose – lose solution.
Dimana masing – masing pihak akan mengorbankan
kepentingannya agar hubungan yang dijalin tetap harmonis.
2) Pengendalian yaitu proses memastikan aktifitas sebenarnya sesuai
dengan aktifitas yang direncanakan. Melalui audit, strukturl, audit
proses dan audit hasil.
Langkah – langkah yang harus dilakukan dalam engendalian
meliputi:
a) Menetapkan standar dan menetapkan metode dan pengukuran
prestasi kerja.
b) Menetapkan apakah prestasi kerja sesuai dengan standar:
Audit struktur
Berfokus pada sumber daya manusia, lingkungan, peratan,
peralatan standar dan indikator dengan menggunakan
check list (√)
Audit proses
Pengukuran pelaksanaan pelayanan keperawatan untuk
menentukan apakah hasil keperawatan tercapai.
Audit hasil
Audit pokok kerja berupa kondisi pasien, kondisi sumber
daya manusia atau indikator mutu.
b. Pilar II yaitu sistem penghargaan pada tenaga keperawatan.
Kemampuan perawat melakukan praktek profesional perlu
dipertahankan dan ditingkatkan melalui manajemen sumber daya
manusia, sehingga perawat mendapatkan kompensasi berupa
penghargaan sesuai dengan apa yang dikerjakan (Nursalam, 2007).
Sistem penghargaan ini melalui proses rekruitmen, seleksi kerja,
orientasi, penilaian kinerja dan pengembangan staff perawat.
1) Proses rekruitmen
Penentuan perawat yang dibutuhkan diruang MPKP yang
mempunyai kriteria:
a) Kepala ruangan
- Pendidikan minimal S1 keperawatan. Jika belum ada
masa transisi boleh D3 bila diruangan tersebut belum
ada perawat yang berpendidikan S1 dengan syarat
mempunyai jiwa kepemimpinan.
- Pengalaman menjadi kepala ruangan minimal 2 tahun
dan bekerja pada area keperawatan minimal 2 tahun.
- Sehat jasmani dan rohani
- Pernah mengikuti pelatihan antara lain:
o Manajemen bangsal
o Pelatihan Model Praktek Keperawatan
Profesional
o Komunikasi keperawatan
- Lulus tes tulis dan wawancara
b) Ketua tim
- Pendidikan minimal S1 keperawatan. Jika belum ada masa
transisi boleh D3 dengan syarat mempunyai jiwa
kepemimpinan.
- Pengalama kerja minimal 2 tahun
- Sehat jasmani dan rohani
- Pernah mengikuti pelatihan, antara lain:
o Manajemen bangsal
o Pelatihan Model Praktek Keperawatan Profesional
o Komunikasi keperawatan
- Lulus tes tulis dan wawancara
c) Perawat pelaksana
- Pendidikan minimal D3
- Pengalaman kerja minimal 1 tahun
- Sehat jasmani dan rohani
- Pernah mengikuti pelatihan
- Lulus tes tulis dan wawancara.
2) Kerja orientasi
Perawat yang akan bekerja di ruang MPKP harus melalui masa
orientasi yang disebut pelatihan awal sebelum bekerja pada unit
kerja MPKP.
3) Penilaian kerja.
Penilaian kinerja di ruang MPKP ditujukan pada kepala ruangan,
ketua tim, perawat pelaksana menggunakan supervsi baik secara
langsung maupun secara tidak langsung.
4) Pengembangan staf
Membantu masing-masing perawat mencapai kinerja sesuai
dengan posisi dan untuk penghargaan terhadap kemampuan
profesional, bentuk pengembangan karir, pendidikan berkelanjutan
dari D3 ke S1.
b. Metode fungsional
Pada metode fungsional, pemberian asuhan keperawatan
ditekankan pada penyelesaian tugas atau prosedur. Setiap perawat
diberi satu atau beberapa tugas untuk dilaksanakan kepada semua
klien di satu ruangan. (Sitorus, 2006).
Pada metode ini, kepala ruang menentukan tugas setiap perawat
dalam satu ruangan. Perawat akan melaporkan tugas yang
dikerjakannya kepada kepala ruangan dan kepala ruangan tersebut
bertanggung jawab dalam pembuatan laporan klien. Metode
fungsional mungkin efisien dalam menyelesaikan tugas-tugas apabila
jumlah perawat sedikit, tetapi klien tidak mendapatkan kepuasan
asuhan yang diterimanya. (Sitorus, 2006).
Kelebihan dari metode fungsional adalah:
1) Sederhana
2) Efisien.
3) Perawat terampil untuk tugas atau pekerjaan tertentu.
4) Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai
tugas.
5) Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang
kurangberpengalaman untuk satu tugas yang sederhana.
6) Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staff atau peserta
didik yang praktek untuk ketrampilan tertentu.
Namun, Metode ini kurang efektif karena (Sitorus, 2006) :
1) Proritas utama yang dikerjakan adalah kebutuhan fisik dan kurang
menekankan pada pemenuhan kebutuhan holistik.
2) Mutu asuhan keperawatan sering terabaikan karena pemberian
asuhan keperawatan terfragmentasi.
3) Komunikasi antar perawat sangat terbatas sehingga tidak ada satu
perawat yang mengetahui tentang satu klien secara komprehensif,
kecuali mungkin kepala ruangan.
4) Keterbatasan itu sering menyebabkan klien merasa kurang puas
terhadap pelayanan atau asuhan yang diberikan karena seringkali
klien tidak mendapat jawaban yang tepat tentang hal-hal yang
ditanyakan.
5) Klien kurang merasakan adanya hubungan saling percaya dengan
perawat.
c. Metode tim
Metode tim merupakan metode pemberian asuhan keperawatan,
yaitu seorang perawat profesional memimpin sekelompok tenaga
keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
sekelompok klien melalui upaya kooperatif dan kolaboratif. Metode
tim didasarkan pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok
mempunyai kontribusi dalam merencanakan dan memberikan asuhan
keperawatan sehingga menimbulkan rasa tanggung jawab yang tinggi.
(Sitorus, 2006).
Pelaksanaan metode tim berlandaskan konsep berikut (Sitorus, 2006) :
1) Ketua tim, sebagai perawat profesional harus mampu
menggunakan berbagai teknik kepemimpinan. Ketua tim harus
dapat membuat keputusan tentang prioritas perencanaan,
supervisi, dan evaluasi asuhan keperawatan. Tanggung jawab
ketua tim adalah :
a) Mengkaji setiap klien dan menetapkan renpra
b) Mengkoordinasikan renpra dengan tindakan medis
c) Membagi tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap
anggota kelompok dan memberikan bimbingan melalui
konferensi
d) Mengevaluasi pemberian askep dan hasil yang dicapai serta
mendokumentasikannya
2) Komunikasi yang efektif penting agar kontinuitas renpra terjamin.
Komunikasi yang terbuka dapat dilakukan melalui berbagai cara,
terutama melalui renpra tertulis yang merupakan pedoman
pelaksanaan asuhan, supervisi, dan evaluasi.
3) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.
4) Peran kepala ruangan penting dalam metode tim. Metode tim akan
berhasil baik apabila didukung oleh kepala ruang untuk itu kepala
ruang diharapkan telah :
a) Menetapkan standar kinerja yang diharapkan dari staf
b) Membantu staf menetapkan sasaran dari unit/ruangan
c) Memberi kesempatan pada ketua tim untuk pengembangan
kepemimpinan
d) Mengorientasikan tenaga yang baru tentang fungsi metode tim
keperawatan
e) Menjadi narasumber bagi ketua tim
f) Mendorong staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset
keperawatan
g) Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka.
Kelebihan metode ini adalah:
e. Differentiated practice
National League for Nursing (NLN) dalam kozier et al (1995)
menjelaskan bahwa differentiated practice adalah suatu pendekatan yang
bertujuan menjamin mutu asuhan melalui pemanfaatan sumber-sumber
keperawatan yang tepat. Terdapat dua model yaitu model kompetensi dan
model pendidikan. Pada model kompetensi, perawat terdaftar (registered
nurse) diberi tugas berdasarkan tanggung jawab dan struktur peran yang
sesuai dengan kemampuannya. Pada model pendidikan, penetapan tugas
keperawatan didasarkan pada tingkat pendidikan. Bedasarkan pendidikan,
perawat akan ditetapkan apa yang menjadi tnggung jawab setiap perawat
dan bagaimana hubungan antar tenaga tersebut diatur (Sitorus, 2006).
f. Manajemen kasus
Manajemen kasus merupakan system pemberian asuhan kesehatan
secara multi disiplin yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan fungsi
berbagai anggota tim kesehatan dan sumber-sumber yang ada sehingga
dapat dicapai hasil akhir asuhan kesehatan yang optimal. ANA dalam
Marquis dan Hutson (2000) mengatakan bahwa manajemen kasus
merupakan proses pemberian asuhan kesehatan yang bertujuan
mengurangi fragmentasi, meningkatkan kualitas hidup, dan efisiensi
pembiayaan. Focus pertama manajemen kasus adalah integrasi, koordinasi
dan advokasi klien, keluarga serta masyarakat yang memerlukan pelayanan
yang ektensif. Metode manajemen kasus meliputi beberapa elemen utama
yaitu, pendekatan berfokus pada klien, koordinasi asuhan dan pelayanan
antar institusi, berorientasi pada hasil, efisiensi sumber dan kolaborasi
(Sitorus, 2006).
2. Karakteristik Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
a. Penetapan jumlah tenaga keperawatan. Penetapan jumlah tenaga
keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat
ketergantungan klien.
b. Penetapan jenis tenaga keperawatan. Pada suatu ruang rawat MPKP,
terdapat beberapa jenis tenaga yang memberikan asuhan keperawatan
yaitu Clinical Care Manager (CCM), Perawat Primer (PP), dan
Perawat Asosiet (PA). Selain jenis tenaga tersebut terdapat juga
seorang kepala ruang rawat yang bertanggung jawab terhadap
manajemen pelayanan keperawatan di ruang rawat tersebut. Peran dan
fungsi masing-masing tenaga sesuai dengan kemampuannya dan
terdapat tanggungjawab yang jelas dalam sistem pemberian asuhan
keperawatan.
c. Penetapan standar rencana asuhan keperawatan (renpra). Standar
renpra perlu ditetapkan, karena berdasarkan hasil obsevasi, penulisan
renpra sangat menyita waktu karena fenomena keperawatan mencakup
14 kebutuhan dasar manusia
d. Penggunaan metode modifikasi keperwatan primer. Pada MPKP
digunakan metode modifikasi keperawatn primer, sehingga terdapat
satu orang perawat profesional yang disebut perawat primer yang
bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan
yang diberikan. Disamping itu, terdapat Clinical Care Manager
(CCM) yang mengarahkan dan membimbing PP dalam memberikan
asuhan keperawatan. CCM diharapkan akan menjadi peran ners
spesialis pada masa yang akan datang.