Anda di halaman 1dari 10

BELAJAR

Penerapan Belajar dalam Konteks Perkembangn Fisik, Otak, dan Kognitif

OLEH:

CINTA JOHANNA PASARIBU (4191131007)


THERESIA O. AMBARITA (4193131003)

BILINGUAL CHEMISTRY EDUCATION


UNIVERSITY NEGERI MEDAN
2020
BELAJAR

Belajar adalah mendapatkan sesuatu yang baru dan menghasilkan perubahan tingkah laku .
Perubahan tersebut dapat berupa pengatahuan yang baru. Sebelum belajar seseorang mungkin
tidak memiliki pengetahuan tertentu akan tetapi setelah belajar memilikinya. Pengetahuan
seseorang tentang sesuatu sangat dangkal akan tetapi setelah belajar menjadi lebih dalam.
Seseorang dapat saja merasa kurang nyaman akan tetapi setelah belajar berubah menjadi lebih
nyaman. Sebelum belajar seseorang dapat kurang menyetujui sesuatu tetapi setelah belajar
menjadi setuju. Seseorang dapat saja tidak terampil melakukan sesuatu tetapi setelah belajar
menjadi terampil. Sebelum belajar seseorang dapat saja kurang memperdulikan sesuatu tetapi
setelah belajar berubah menjadi lebih bertargung jawab terhadap sesuatu. Proses belajar
berlangsung secara internal.

A. Belajar vs Kematangan
Berbagai perubahan terjadi pada diri individu selama rentang kehidupannya. Namun tidak
semua perubahan ini disebabkan proses belajar, melainkan ada juga yang disebabkan
kematangan (maturation). Proses belajar akan memberikan hasil yang optimum jika berlangsung
dalam kondisi kematangan tertentu. Misalnya, pada umumnya anak sudah mampu berjalan pada
usia dua tahun. Kondisi motorik yang diperlukan anak untuk berjalan sudah matang pada usia
tersebut. Akan tetapi seorang anak tidak akan otomatis mampu membaca pada usia enam tahun,
jika tidak mempelajari cara membaca meskipun kematangan kognitif ini sudah tercapai pada
tahap tersebut. Kemudian, dalam proses perkembangan ada masa peka yang memerlukan
pengalaman belajar, jika masa itu terlewatkan maka kemampuan yang didukung masa peka
tersebut akan terganggu pada usia selanjutnya. Misalnya, masa peka untuk perkembangan
sensasi terhadap rentang jarak, tumbuh sekitar tiga tahun melalui aktivitas melompat dan berlari.
Akan tetapi jika di usia tersebut anak tidak punya pengalaman yang mengasyikkan tentang
aktivitas tersebut misalnya, anak hanya duduk bermain, maka kecenderungannya di usia dewasa
akan sering mengalami masalah ketika melompati sesuatu, menaiki tangga, mengatur jarak
dalam berkendaraan.
Proses perkembangan di dalam diri individu pada hakikatnya menyatu, konsep namun secara
ada ahli yang mengelompokkannya atas dimensi fisik, kognitif, bahasa, pribadi, sosial dan moral.
Dalam kondisi demikian, proses belajar juga menyatu dalam semua perkembangan, meskipun
secara konsep para ahli menekankan teorinya pada satu atau beberapa dimensi tertentu. Latihan

B. Otak Belajar
Kendali seluruh saraf yang ada di dalam diri manusia adalah otak. Oleh karena itu dalam
belajar otak adalah penentu utamanya. Selain itu belajar berarti mengembangkan otak. Sejak
lahir otak manusia sudah memiliki 100-200 mlyar sel. Setiap sel siap dikembangkan untuk
memproses berbagai informasi. Perkembangan sel otak ini mengikuti sistem yang kompleks.
Visualisasi jenis otak dikemukakan sebagai berikut :

Gambar 3.1: Penampang Otak


Pertama, otak reptil. Terletak di dasar batang otak yang terhubung dengan tulang
belakang. Bagian otak ini berfungsi untuk kordinasi sensori motorik tubuh. Kelen turan fisik
sesorang dan stroke yang mungkin dialami seseorang berhubungan dengan fungsi otak ini. Di
sisi lain otak ini juga terhubung dengan insting, seperti rasa takut, stres, terancam, marah, kurang
tidur atau kondisi tubuh dan fikiran lelah. Bagian otak ini akan berfungsi sebagai pengaman jika
seseorang dihadapkan pada situasi yang dianggapnya membahayakan dirinya. Pada saat bagian
otak ini aktif maka padamlah bagian otak belajar anak sehingga tidak terjadi proses belajar.
Karena di bagian otak ini tidak ada memori untuk menyimpan hasil belajar. Kedua, otak mamalia
adalah pintu gerbang menerima informasi. Bagian otak ini berperan penting pada proses
pembelajaran karena berkaitan erat dengan cmosi dan mcmori jangka panjang. Pada bagian otak
ini terdapat umygdala yang pernah dialami seseorang, Bagian memori negative fersambung
dengan otak reptil. Jika memori negatif ini mendominasi maka bias dipastikanakan terhubung
dengan otak reptil Pengaktifan memori negatif yang berlebihan akan dapat melumpuhkan fungsi
otak. Hal ini diakibatkan diproduksinya cortisol dalam jumlah banyak di otak sehingga
melumpuhkan kemampuan berpikir. Pada keadaan seperti ini biasanya seseorang tidak mampu
berpikir jernih. Seseorang tidak mampu mengambil keputusan dengan tepat. Biasanya dalam
menghadapi masalah yang bersangkutan menjadi agressif, melarikan diri dari persoalan atau
menarik dari dari masalah karena tidak berdaya (hypoarousal fight, fly, freeze dalam pemecahan
masalah). Akibat keadaan ini individu tidak mampu optimum tolerance dalam berfungsi sebagai
memori semua perasaan baik yang positif dan negatif yang mengembangkan kemampuan untuk
mencapai hidupnya, (K. Keer, 2015). Bagian otak ini juga menyediakan memori pengetahuan.
Semua pengetahuan yang dimiliki seseorang tersimpan di hipokampus yang terhubung dengan
bagian otak korteks. Sehingga dalam proses belajar hubungan hipokampus dan korteks sangat
menentukan. Otak ini juga mengendalikan kekebalan tubuh dan hormon. Yang terakhir adalah
otak ne-cortex yang merupakan 80% dari total otak manusia. Otak ini merupakan topi yang
menutupi otak mamalia dan otak reptil dan berfungsi ketika seseorang dalam keadaan tenang,
bahagia dan relaks. Bila dalam keadaan tegang, stres, takut atau maran, maka informasi akan
dilaniutkan ke otak reptil. Hal inilah yang terjadi ketika seseorang terlalu tegang saat
mengerjakan ujian, sehingga pikirannya kosong dan tidak dapat mengingat apa yang telah
dipelajarinya.
Sedangkan otak kanan lebih menyukai hal-hal yang bersifat acak, belajar dari yang
global ke diteil, menyukai sistem membaca secara menyeluruh, menyukai gambar dan grafik,
lebih suka melihat dulu atau mengalami sesuatu, lingkungan belajar spontan almiah, focus
eksternal, ingin pendekatan yang bersifat terbuka, baru dan memberikan kejutan yang
menantang. Kedua belahan otak ini dapat berfungsi lateral atau berfikir lateral artinya kedua
belahan otak ini dapat difungsikan sekaligus untuk menciptakan sesuatu. Misalnya, ketika
mendengar musik, seorang musisi akan memprosesnya terlebih dahulu di otak kirinya karena
biasanya yang mereka lakukan adalah menganalisis terlebih dahulu musik tersebut baru
menikmatinya.

C. Perkembangan dan Belajar


1.Perkembangan Kognitif dan Belajar.
Perkembangankognitif adalah proses perubahan kemampuan indifidu dalam
berfikir.Tokoh yang paling populer dalam membahas perkembangan kognitif adalah
piaget.Perkembangan kognitif di dalam teori kognitif piaget mencakup proses-proses yaitu
skema, assimilasi, akomodasi, organisasi dan equibilibrasi.
Skema adalah konsep kerangka kognitif atau krangka referensi yang ada dalam pikiran
seseorang yang dipakai untuk mengorganisasikan dan menginterprestasikan infomasi.
Piaget mengatakan bahwa untuk memahami dunianya secara kognitif individu akan
mengelompokkan prilaku yang terpisah ke dalam sistem kognitif yang lebih tertib dan lancar,
pengelompokan atau penataan perilaku kedalam kategori-kategori.proses mental ini disebut
dengan organisasi. Penggunaan organisasi akan dapat meningkatkan kemampuan memori jangka
panjang.Mekanisme bagaimana individu bergerak dari satu tahap pemikiran ke tahap pemikiran
selanjutnya disebut equibilibrium.
Jika dianalisis prosses equibilibrium Piaget dan hasil analisis ini dihubungkan dengan
proses myelination di dalam otak, dapat dikemukan bahwa kedua konsep ini sejalan. Proses
myelination sesungguhnya adalah proses perkembangan kognitifnya. Berdasarkan kedua konsep
ini dapat disintesis bahwa proses belajar secara fisik otak berlangsung dalam myelination dan
dalam konstruksi kognitif merupakan equilibrisasi.
Piaget mengemukaan bahwa perkembangan kognitif berlangsung dalam empat tahapan
mengikuti perkembangan usia anak
1.)Tahap sensori motorik
Tahapan ini berlangsung dari sejak lahir hinnga usia dua tahun. Bayi akan membangun
pemahaman tentang dunia dengan mengkordinasikan pengalaman indrawi dengan gerakan dan
mendapatkan pemahaman akan object permanence
2.)Tahap pra operasional
Tahap ini dimulai dari umur dua tahun sampai tujuh tahun. Tahap ini dibai atas dua tahap
yaitu sub tahap fungsi symbol dan pemikiran intuitif

3.) Tahap operasional konkret


Tahapan perkembangan ini terjadi pada usia tujuh sampai sebelas tahun. Pada tahap ini dapat
menggantikan pemikiran intuitif menjadi konkrit dan spesifik
4.) Tahap operasional formal
Tahap perkembangan ini berlangsung pada usia antar sebelas sampai dengan lima belas tahun.
Pada usia ini akan menjadi lebih abstrak, idealis, dan logis.

Teori piaget ini mendapat banyak kritikan pada konsepya tentang estimasi kompetensi anak,
tahapan, training, anak untuk menalar pada level kognisi yang lebih tinggi. Meskipun demikian
kelompok ahli neo-Piagetian merevisi teoripiaget pada cara bagaimana memproses perhatian
memori dan strategi.
Ciri utamanya dari pemrosesan informasi adalah pimikiran, mekanisme pengubah, dan
modifikasi diri.

Penerapan Belajar dalam Konteks Perkembangn Fisik, Otak, dan Kognitif

A. Implikasi Perkembangan Fisik


Secara fisik , anak pada usia sekolah dasar memiliki karakteristik tersendiri berbeda dengan
kondisi fisik sebelum dan sesudahnya. Pembelajaran dapat diselenggarakan sedemikian rupa
sehingga dapat membantu percepatan perkembangan anak didik. Karakteristik perkembangan
fisik ini perlu dipelajari dan dipahami karena akan memiliki implikasi tertentu bagi
penyelenggara pendidikan. Cara pembelajaran yang diharapkan harus sesuai dengan tahapan
perkembangan anak, yakni memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Programnya disusun secara fleksibel dan tidak kaku serta memperhatikan perbedaan individual
anak.
b. Tidak dilakukan secara monoton, tetapi disajikan secara variatif melalui bnya aktifitas
c. Melibatkan penggunaan berbagai media dan sumber belajar (sarana dan prasarana)
Perkembangan fisik anak terus berlangsung. Pemahaman tentang karakteristik perkembangan
akhirnya membawa beberapa implikasi bagi penyelenggara pendidikan. Implikasi-implikasi
dimaksud khususnya berkenaan dengan penyelenggara pembelajaran secara umum,
pemeliharaan kesehatan, dan nutrisi anak, pendidikan jasmani dan kesehatan, serta penciptaan
lingkungan dan pembiasaan berperilaku sehat.

B. Implikasi Kognitif pada Pembelajaran


Secara umum kognitif diartikan potensi intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehention), penerapan (aplication), analisa (analysis), sintesa
(sinthesis), evaluasi (evaluation). Kognitif berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk
mengembangkan kemampuan rasional (akal). Teori kognitif lebih menekankan bagaimana proses
atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki oleh orang lain.
Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan teori behavioristik, yang lebih menekankan pada aspek
kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara kemampuan merespons terhadap stimulus
yang datang kepada dirinya.
Dalam kehidupan sehari-hari kita sering mendengar kata kognitif. Dari aspek tenaga pendidik
misalnya. Seorang guru diharuskan memiliki kompetensi bidang kognitif. Artinya seorang guru
harus memiliki kemampuan intelektual, seperti penguasaan materi pelajaran, pengetahuan
mengenai cara mengajar, pengetahuan cara menilai siswa dan sebagainya.

Macam-Macam Teori Belajar Kognitif


Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang terjadi dalam
akal pikiran manusia. Seperti juga diungkapkan oleh Winkel (1996: 53) bahwa “Belajar adalah
suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan
yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan pemahaman, ketrampilan dan nilai
sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif dan berbekas”. Yang termasuk teori belajar kognitif
adalah:
1. Teori belajar Pengolahan Informasi
Peristiwa pengolahan informasi yang ditangkap oleh seseorang, disimpan secara cepat di dalam
sistem penampungan penginderaan jangka pendek. Apabila informasi itu diperhatikan, maka
informasi itu disampaikan ke memori jangka pendek dan sistem penampungan memori kerja.
Apabila informasi di dalam kedua penampungan tersebut diulang-ulang atau disandikan, maka
dapat dimasukkan ke dalam memori jangka panjang.
Terkadang, kita lupa kapan suatu peristiwa terjadi karena informasi di dalam memori
jangka pendek tidak pernah ditransfer ke memori jangka panjang. Tapi bisa juga terjadi karena
seseorang kehilangan kemampuannya dalam mengingat informasi yang telah ada di dalam
memori jangka panjang. Bisa juga karena interferensi, yaitu terjadi apabila informasi bercampur
dengan atau tergeser oleh informasi lain.
2. Teori belajar Konstruktivisme
Teori belajar konstruktivisme memandang bahwa belajar berarti mengkontruksikan makna atas
informasi dari masukan yang masuk ke dalam otak, yang diantaranya:
Peserta didik harus menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks ke dalam adirinya
sendiri.
Peserta didik sebagai individu yang selalu memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan
prinsip-prinsip yang telah ada dan merevisi prinsip-prinsip tersebut apabila sudah dianggap tidak
bisa digunakan lagi.
Peserta didik mengkontruksikan pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan
lingkungannya.
Teori konstruktivisme menetapkan 4 asumsi tentang belajar, yaitu:
a. Pengetahuan secara fisik dikonstruksikan oleh peserta didik yang terkibat dalam belajar
aktif.
b. Pengetahuan secara simbolik dikonstruksikan oleh peserta didik yang membuat
representasi atas kegiatannya sendiri.
c. Pengetahuan secara sosial dikonstruksikan oleh peserta didik yang menyampaikan
maknanya kepada orang lain.
d. Pengetahuan secara teoritik dikonstruksikan oleh peserta didik yang mencoba
menjelaskan obyek yang tidak benar-benar dipahaminya.
Proses perkembangan intelektual menurut Budiamin,dkk (2009:5) melibatkan kemampuan
berfikir, kemahiran berbahasa, dan cara individu memperoleh pengetahuan dari lingkungannya.
Aktivitas-aktivitas seperti mengamati dan mengklasifikasikan benda-benda, menyatukan
beberapa kata menjadi satu kalimat, memecahkan soal matematika merupakan peran intelektual
atau kognitif dalam perkembangan anak.
Teori Piaget banyak digunakan dalam praktik pendidikan atau proses pembelajaran, meski teori
ini bukanlah teori mengajar. Piaget (Budiamin,dkk,2009:108) berpandangan bahwa :
a. Pembelajaran tidak harus berpusat pada guru, tetapi berpusat pada peserta didik
b. Materi yang dipelajari harus menantang dan menarik minat belajar peserta didik
c. Pendidik dan peserta didik harus sama-sama terlibat dalam proses pembelajaran
d. Metode dan bahan pembelajaran harus menjadi perhatian utama
e. Guru harus memperhatikan tahapan perkembangan kognitif peserta didik
f. Pembelajaran hendaknya dibantu dengan benda-benda konkret
C. Perkembangan Otak dan Implikasinya pada Pembelajaran
Lapisan korteks serebral berkembang jauh lebih lambat jika dibandingkan dengan bagian-
bagian otak yang lain, dan demikian pula dengan bagian-bagian dari lapisan korteks serebral ini,
berkembang dengan kecepatan yang berbeda-beda. Bagian lapisan korteks serebral yang
mengatur kontrol fisik berupa pergerakan motorik berkembang paling awal, kemudian bagian-
bagian korteks serebral yang mengontrol indra seperti penglihatan, pendengaran, dan terakhir
adalah bagian lobus frontal (belahan depan) yang mengontrol proses berpikir tingkat tinggi.
Lobus temporal dari bagian korteks otak memainkan peranan penting untuk emosi dan bahasa
belum berkembang penuh hingga akhir masa-masa sekolah di tingkat atas (SMA) atau bahkan
lebih lambat lagi.
Para ilmuwan neurosains saat ini baru mulai memahami bagaimana perkembangan otak
berhubungan dengan aspek-aspek kedewasaan seperti keberanian mengambil resiko,
pengambilan keputusan, dan manajemen perilaku-perilaku yang bersifat impulsif. Marah atau
keinginan balas dendam saat peserta didik dihadapkan pada situasi yang tidak nyaman adalah
contoh-contoh umum emosi anak-anak. Hal ini merupakan fungsi dari bagian lapisan korteks
pre-frontal untuk mengontrol setiap impuls dari rangsangan yang masuk ke otak melalui proses
berpikir, merencanakan, atau menunda suatu tindakan. Akan tetapi seringkali besarnya impuls
yang masuk terbatasi oleh kapasitas otak yang belum berkembang sepenuhnya, terlebih pada
bayi yang baru lahir.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa diperlukan paling tidak dua puluh tahun untuk
proses biologi perkembangan otak sehingga dihasilkanlah bagian korteks pre-frontal yang
berkembang dan berfungsi sempurna (Weinberger, 2001). Itulah sebabnya pada kebanyakan
peserta didik di sekolah yang masih terbatas perkembangan otaknya kesulitan untuk
menyeimbangkan antara impuls rangsangan dengan alasan tindakan dan perencanaannya.
Wenberger menganjurkan kepada orang dewasa (guru dan orang tua) untuk membantu mereka
dalam membuat aturan-aturan dan batasan-batasan dan membantu merencanakan apa yang harus
mereka lakukan, hingga perkembangan bagian korteks-pre-frontal mereka dapat difungsikan
dengan baik. Sekolah juga harus memainkan peran penting dalam pengembangan kognitif
(berpikir) dan pengembangan emosional jika mereka (peserta didik) menunjukkan tindakan-
tindakan impulsif (Meece, 2002)

 Spesialisasi dan Integrasi


Berbagai bagian yang berbeda pada lapisan korteks otak menurut para ahli neurosains
mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Meskipun perbedaan fungsi ditemukan pada bagian yang
berbeda pada otak, fungsi-sungsi khusus ini bersifat spesifik dan merupakan elemen (dasar).
Untuk melakukan fungsi yang kompleks seperti berbicara atau membaca, beragam bagian dari
korteks otak haruslah bekerja sama (Byrnes & Fox, 1998). Misalnya saja, banyak bagian dari
korteks sangat diperlukan dalam proses kebahasaan. Untuk menjawab sebuah pertanyaan,
pertama-tama siswa terlebih dahulu harus mendengarnya. Ini melibatkan bagian utama korteks
auditori. Pergerakan dikontrol oleh korteks motorik yang dibutuhkan dalam berbicara saat siswa
memberikan respon. Area Broca (dekat dengan area korteks auditori) diperlukan untuk
menghubungkan makna dari beberapa gabungan kata tertentu. Seorang peserta didik dengan
kerusakan pada Area Wernicke akan mengucapkan kalimat-kalimat yang secara struktur salah
dan maknanya tidak jelas. Kerusakan pada bagian kecil Area Broca akan menyebabkan siswa
hanya mampu membuat kalimat-kalimat yang sangat pendek, walaupun penggunaan kata-
katanya tepat (Anderson, 1995a).

 Lateralisasi Belahan Otak


Aspek lain dari fungsi otak mempunyai implikasi pada perkembangan kognitif peserta didik
yang dikenal dengan istilah lateralisasi, atau spesialisasi dari kedua belahan otak. Sebagaimana
yang telah banyak bapak dan ibu guru ketahui bahwa bagian belahan otak kiri akan mengontrol
kerja tubuh bagian kanan, dan sebaliknya belahan otak kanan mengontrol kerja bagian tubuh
sebelah kiri. Kerusakan pada sisi kanan otak misalnya akan mengganggu pergerakan tubuh
bagian kiri juga alat-alat dalamnya. Sebagai tambahan, bagian tertentu otak memberikan efek
pada tingkah laku-tingkah laku tertentu.
Bagi kebanyakan peserta didik, belahan kiri otak adalah faktor utama dalam melakukan
proses kebahasaan, dan belahan otak kanan menangani emosi-emosi dan informasi-informasi
spasial-visual (informasi yang bersifat nonverbal). Bagi beberapa peserta didik yang kidal (lebih
banyak menggunakan tangan kiri, misal untuk menulis), hubungan keduanya seperti yang
disebutkan itu, tetapi ternyata pada kebanyakan orang kidal, ternyata terdapat lebih sedikit
spesialisasi dari kedua belahan otak ini dalam melaksanakan fungsinya (Berk, 2002). Tambahan
pula, perempuan ternyata mempunyai lebih sedikit spesialisasi fungsi belahan otak (hemisfer) ini
dibanding laki-laki (O’Boyle & Gill, 1998). Sebelum terjadi lateralisasi, kerusakan pada salah
satu bagian lapisan korteks otak dapat diatasi oleh bagian-bagian lapisan korteks otak yang lain
dengan mengambil alih fungsinya. Tetapi setelah terjadi perkembangan yang disebut lateralisasi
ini, maka jika terjadi kerusakan, otak cenderung kurang mampu untuk melakukan kompensasi
alih fungsi ini.
Perbedaan performa antara kedua belahan otak (kiri dan kanan) ini bersifat relatif (bukan
absolut atau keniscayaan). Seringkali salah satu belahan lebih dominan melakukan fungsinya
dibanding belahan lainnya. Pada hampir semua tugas, utamanya yang memerlukan kemampuan
dan keterampilan yang bersifat kompleks, haruslah menjadi perhatian bapak dan ibu guru dalam
pembelajaran atau pendidikan di sekolah. Tugas-tugas pembelajaran dan komunikasi yang
dilakukan haruslah melibatkan penggunaan berbagai area otak.
Misalnya saja, untuk sisi (belahan) kanan otak, adalah sangat bagus jika tugas diberikan
dalam bentuk menentukan hikmah sebuah cerita (kandungan isi cerita), tetapi sisi kiri (belahan
kiri) otak juga dapat diaktifkan dengan memberikan pemahaman melalui tugas-tugas yang
berkaitan dengan tata bahasa dan susunan kalimat atau kata-kata. Akhirnya diharapkan kedua
belahan otak anak akan aktif digunakan, misalnya dengan memberikan tugas membaca.
Walaupun demikian, perlu pula dicatat bahwa beberapa ahli neurosains tidak sependapat dengan
fungsi belahan otak kiri dan kanan secara mentah. Perlu dicatat bahwa tidak ada aktivitas mental
(berpikir) yang hanya merupakan fungsi tunggal dari salah satu belahan otak secara eksklusif.
Jadi menurut mereka tidak ada “siswa dengan otak kanan”, kecuali memang sebagian otak
belahan kirinya diangkat (diambil) yang dapat dilakukan pada anak-anak untuk pengobatan
epilepsi yang fatal dan langka.

DAFTAR PUSTAKA
Milfayetty, Sri, dkk.2018. Psikologi Pendidikan. Medan: PPs Unimed
Monks, F.J, dkk. 2002. Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Yusuf, Syamsu. 2011. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
W.D, Sri Esti. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Grasindo
http://novehasanah.blogspot.com/2016/02/perkembangan-otak-dan-implikasinya-pada.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai