Anda di halaman 1dari 6

Form Follow Function

Teori: Louis Sullivan

Arsitektur modern berkembang di ujung abad ke-19 di Eropa dari revolusi teknologi,
teknik, dan material bangunan, dan dari keinginan untuk berhenti dari arsitektur
historis dan untuk menemukan sesuatu yang murni fungsional dan baru. Debut dari
material baru dan teknik menginspirasi arsitek untuk meninggalkan
gaya neoclassical dan eclectic models (terutama gaya Victorian, Edwardian dan
Beaux-Arts) yang pada saat itu mendominasi arsitektur Eropa dan Amerika.
Fenomena ini kemudian diungkapkan ahli sejarah Eugène Viollet-le-Duc pada
bukunya di tahun 1872, book Entretiens sur L’Architecture: “Menggunakan arti dan
pengetahuan pada masa kita, tanpa menginteverensi tradisi yang tidak digunakan
hari ini, dan dengan cara itu kita bisa menginaugurasi arsitektur baru. Untuk setiap
fungsi dengan material, dan tiap material bentuknya, dan ornamennya.”

Gaya arsitektur modern memiliki karakteristik pada bangunannya sebagai berikut:


1. Bersifat Emansipatoris — Modernisme mewadahi semua art movement dalam
prinsip kesetaraan
2. Rasional — Modernisme didasrkan pada fakta — fakta dan prinsip yang rasional.
Me ngesampingkan pengalaman subjektif yang variatif
3. Absolut dalam Ide — Penggunaan material yang tidak lazim ( baru )
4. Bersifat Linear — Berkembang mencari bentuk dan karakter baru
5. Reaktif terhadap sains dan teknologi — Mengikuti perkembangan sains dan
teknologi dan merupakan bagian dari produksi dan industralisasi. Modern juga
sangat mendewakan sains
6. Sangat kaku, tidak ada ekspresi diri
7. Form follow function — dimana desain memiliki perhatian yang besar terhadap
fungsi ruang, yang didapatkan dari pola aktivitas penghuni, memiliki perhatian
yang besar terhadap material bangunan yang digunakan untuk mendapatkan hasil
akhir (estetika) yang diinginkan berdasarkan fungsi.
8. Memiliki analogi mesin — dalam penataan dan pengembangan ruang-ruang,
menghindari ornamen (bila murni gaya modern)
9. Menjungnung tinggi efisiensi — penyederhanaan bentuk dan ornamentasi dan
penghilangan detail yang ‘tidak diperlukan’ sejauh keinginan desainer (atau pemilik
bangunan)

Hal ini merupakan kritik akan dari tren sebelumnya seperti neoclassical dan eclectic


models. Karakteristik modern yang berfokus pada fungsi diatas estetika adalah
filosofi modernisme yang percaya bahwa desain dan teknologi yang efektif akan
mengarahkan taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.

Gaya Arsitektur modern di Eropa dipelopori salah satunya oleh Walter Gropius
(1883–1969), seorang arsitek dari Jerman yang merupakan salah satu dari pendiri
membuat sekolah Bauhaus, dimana sekolah ini merupakan salah satu sekolah yang
menjadi pelopor modernisme karena sekolah ini mengajarkan dan mempengaruhi
gerakan modernisme pada arsitektur, seni, dan desain di dunia. Contoh karya Walter

1
Gropius yang fenomenal adalah “Gropius House” yang merupakan rumah kediaman
beliau dan keluarganya di Massachusetts, Amerika Serikat.Mengambil filosofi
Bauhaus, semua aspek pada bangunan ini dan landscape sekitarnya di desain untuk
efisiensi maksimal dan sesederhana mungkin. Walter Gropius mengatakan, desain
rumahnya dibuat sedemikian rupa dengan konstruksi ringan, memanfaatkan cahaya
matahari sebagai pencahayaan, hemat energi dan ekonomis dengan maksud agar
berguna untuk mendukung keseharian penghuninya secara fungsional.

Modernisme di Asia lebih tepat dikatakan sebagai proses daripada produk.


Arsitektur modern di Asia tidak berkembang dalam vacuum; faktor lokal (natural dan
budaya) memegang peran penting dalam proses menjadi modern, dimana
melibatkan aspek transplantasi, adaptasi, akomodasi, dan penggabungan. Ini yang
terjadi di Indonesia. Periode modern awal (tahun 1600–1800) ditandai dengan
datangnya bangsa Barat Eropa (Portugis, Belanda, Spanyol, dan Inggris) ke
Indonesia. Keberadaan mereka yang awalnya sebagai pedangang yang
berkembang menjadi penjajah membuat pembangunan-pembangunan dikuasai
mereka. Keberadaan Belanda di Indonesia pada zaman itu sangat mempengaruhi
bentuk arsitektur bangunan-bangunan di Indonesia, terutama di daerah pusat-pusat
pemerintahan. Hal ini terjadi karena pengaruh budaya modernisme di Eropa pada
arsitek-arsitek Belanda di Indonesia.

Dari skema tersebut, dapat di lihat perkembangan akan bagaimana masuknya


modernisme ke Indonesia. Jakarta, sebagai ibu kota Indonesia adalah salah satu
kota yang paling terpengaruh akan masuknya modernisme ke Indonesia. Hal ini
dikarenakan Jakarta merupakan pusat pemerintahan, pembangunan paling pesat
ada di Jakarta, dan seperti yang tadi sudah disebutkan bahwa keberadaan Belanda
di Indonesia pada zaman itu sangat mempengaruhi bentuk arsitektur bangunan-
bangunan di Indonesia, terutama di daerah pusat-pusat pemerintahan.

Ada tiga contoh bangunan di Jakarta, Indonesia yang terpengaruh modernisme yang
akan dibahas untuk dibahas aspek-aspek modern apa saja yang terdapat pada
bangunan-bangunan tersebut, yaitu Bangunan Nederlandsch Indische Handelsbank
di Jakarta Barat, Masjid Istiqlal di Jakarta Pusat, dan Gedung Sekretariat ASEAN di
Jakarta Selatan.

1. Nederlandsch Indische Handelsbank

Bangunan yang sekarang bernama “Bank Bumi Daya Cabang Jakarta Kota” ini
menerima penghargaan Sertifikat Sadar Pemugaran pada tahun 1993. Bangunan ini
didirikan pada tahun 1938 oleh arsitek J.F.L. Blankenberg dan Wolff Schoemaker.
Bangunan ini menarik untuk dikaji karena gaya bangunan ini merupakan peralihan
dari arsitektur Art Deco ke arsitektur Modern. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan
material modern pada zaman tersebut, batu alam dan dominasi material kaca pada
langit-langitnya. Bentuk geometris yang dominan pada bangunan ini juga
menonjolkan ciri khas bangunan modern. Pada lantai dasarnya dilapis batu alam
warna gelap sedangkan lantai atas dinding tembok berwarna gading. Perbedaan ini

2
mencerminkan fungsi dan kegiatan di dalam bangunan, satu lagi ciri bangunan
modern yang mengedepankan fungsi.

Gambar gedung Nederlandsch Indische Handelsbank (Bank Bumi Daya Cabang


Jakarta Kota sekarang). Contoh bangunan yang menganut konsep Form Follow
Function

2. Masjid Istiqlal

Masjid Istiqlal (arti harfiah: Masjid Merdeka) adalah masjid nasional negara Republik
Indonesia yang terletak di bekas Taman Wilhelmina, di Timur Laut Lapangan Medan
Merdeka yang di tengahnya berdiri Monumen Nasional (Monas), di pusat ibukota
Jakarta. Pembangunan masjid ini diprakarsai oleh Presiden Republik Indonesia saat
itu, Ir. Soekarno. Peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan
Masjid Istiqlal dilakukan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 24 Agustus 1951. Arsitek
Masjid Istiqlal adalah Frederich Silaban, seorang Kristen Protestan. Masjid ini
memiliki gaya arsitektur modern dengan dinding dan lantai berlapis marmer, dihiasi
ornamen geometrik dari baja antikarat. Bangunan utama masjid ini terdiri dari lima
lantai dan satu lantai dasar. Bangunan utama itu dimahkotai satu kubah besar
berdiameter 45 meter yang ditopang 12 tiang besar. Menara tunggal setinggi total
96,66 meter menjulang di sudut Selatan selasar masjid. Masjid ini mampu
menampung lebih dari 200.000 jamaah. Open Layout yang diterapkan pada masjid

3
ini juga disengaja untuk kepentingan sirkulasi udara, karena Indonesia adalah negara
tropis, suhu di Jakarta seringkali sangatlah lembab dan panas. Open
Layout membuat suhu sejuk secara alami. Selain itu, penggunaan material baru, dan
fokus utama arsitektur pada masjid ini untuk fungsi ibadah menunjukkan ciri khas
bangunan modern sebagai bentukan dari form follow function.

Gambar gedung Masjid Istiqlal karya Arsitek Frederich Silaban, salah satu Contoh
bangunan yang menganut konsep Form Follow Function

3. Gedung Sekretariat ASEAN

Gedung Sekretariat ASEAN dibangun pada tahun 1973 dan diresmikan pada tahun
1975. Gedung ini dirancang oleh arsitek Soejoedi Wiroatmojo, yang seringkali disebut
bapak arsitektur modern Indonesia. Desain Soejoedi pada bangunan ini sangat
dominan dengan komposisi geometrik. Dia mengutamakan harmonisasi antara
bangunan dengan situs dimana bangunan itu berdiri, menurut Soejoedi, arsitektur
tidak hanya memiliki aspek seni, namun juga fungsi publik dan fungsi utilitas yang
mengacu pada keindahan dan pengalaman manusia dalam ruangnya seperti
keamanan, kenyamanan dan kesehatan. Filosofi yang dimiliki Soejoedi ini
memperkuat ciri khas bangunan ini akan modernisme yaitu keutamaan fungsionalitas
pada bangunan Gedung Sekretariat ASEAN ini. Selain itu, dapat dilihat dari segi
bentuk dan material yang digunakan bahwa gedung ini mengutamakan harmoni
repetisi dan geometri, sangat khas bangunan modernisme. Dapat dilihat juga dari

4
fasad bangunan ini bahwa bangunan ini mengadaptasi kearifan lokal khas Asia
Tenggara, yaitu sawah terasering yang menjadi inspirasi dari bentuk fasadnya yang
terlihat seperti susunan terasering antar lantainya. Ini merupakan salah satu contoh
dimana bangunan modern dipadukan dengan unsur lokal. Selain dari sisi
eksteriornya, interior Gedung Sekretariat ASEAN yang dibuat oleh Dr. Widagdo juga
mencerminkan arsitektur modernisme. Penataan interior tidak lagi sekedar
menempel-nemepl elemen estetik atau menyusun perabotan sebuah ruangan, tetapi
telah menggunakan prinsip-prinsip akademik yang mengutamakan keselarasan dan
fungsi antara arsitektur secara keseluruhan bangunan dan bagian interiornya.

Dengan menganalisa tiga bangunan tadi, dapat dilihat bahwa pengaruh modernisme
pada bangunan Indonesia berkembang dari yang awalnya serapan dari gaya yang
ada di Eropa menjadi berasimilasi dengan kearifan lokal dan keadaan alam sekitar
Indonesia yang tropis. Selain itu, keberadaan bangunan-bangunan ini di Jakarta
dengan gaya modern juga berfungsi sebagai saksi sejarah akan gaya arsitektural
yang telah di alami di Indonesia, khususnya di ibu kota Jakarta ini.

Gedung Sekretariat ASEAN (terbaru 5 Juni 2020) salah satu Contoh bangunan yang
menganut konsep Form Follow Function

5
6

Anda mungkin juga menyukai