Anda di halaman 1dari 3

MATERI PRESENTASI SENI AUDIO VISUAL

1. Siapa Aristoteles ?

Menurut Wikipedia, Aristoteles merupakan seorang filsuf Yunani yang menjadi guru dari
Iskandar Agung. Ia menjadi murid dari Plato ketika berada di Athena. Aristoteles belajar dari
Plato selama 20 Tahun. Semasa hidupnya, ia menulis tentang filsafat dan ilmu lainnya seperti
fisika, politik, etika, biologi dan psikologi.

Aristoteles lahir di sebuah kota kecil bernama Stagira pada tahun 384 SM. Kota ini merupakan
bagian dari semenanjung Kalkidiki. Pengasuhan Aristoteles dilakukan oleh keluarganya di
Atarneus, Anatolia. Kondisi ini disebabkan ayahnya wafat pada usia muda selama pengadilan di
Pella, Makedonia Tengah. Pekerjaan ayahnya adalah sebagai fisikawan.

Aristoteles hidup di lingkungan yang mendukung kreativitas kebudayaan dan intelektual. Pada
masa hidupnya, negara-negara kota di Yunani mengalami perpecahan akibat kekalahan Athena
dari Sparta dalam Perang Peloponesian pada tahun 404 SM. Konflik berkepanjangan antara
negara-negara kota di Yunani berakhir setelah Filipus II dari Makedonia menaklukkan negara-
negara tersebut dan mendirikan Kekaisaran Makedonia. Aristoteles hidup dalam pemerintahan
putra dari Filipus II dari Makedonia, Alexander Agung. Pada masa ini, ia menjadi murid dari Plato
yang banyak menulis dialog. Aristoteles mengembangkan sistem filsafatnya sendiri pada masa
tersebut.

2. Seni Menurut Aristoteles

Alexander Agung. berpendapat kalau “seni adalah bentuk yang pengungkapannya dan
penampilannya tidak pernah menyimpang dari kenyataan dan seni itu adalah meniru alam.” Jadi
menurut versi Aristoleles, seni merupakan bentuk peniruan terhadap alam. Menurut salah satu
filsuf terkenal dari Yunani ini karya seni merupakan wujud artistik dari hasil estetika disertai
dengan chatarsis, Chatarsis sendiri merupakan pengungkapan seluruh perasaan yang dicurahkan
keluar yang juga dibarengi dorongan yang memberi wujud spesifik pada perasaan tersebut dan
kemudian itu ditiru dari yang ada di alam kenyataan.

Secara singkat Aristoteles menjelaskan bahwa “Seni adalah peniruan terhadap alam tetapi
sifatnya harus ideal”. Selain menulis tentang seni dia juga menulis beberapa subjek yang
berbeda, termasuk diantaranya, puisi, logila, retorika, fisika, metafisika, biologi, etnis, politik,
pemerintah dan juga zoologi.

3. Pandangan Mengenai Mimesis Menurut Aristoteles

Aristoteles adalah seorang pelopor penentangan pandangan Plato tentang mimesis, yang berarti
juga menentang pandangan rendah Plato terhadap seni. Apabila Plato beranggapan bahwa seni
hanya merendahkan manusia karena menghimbau nafsu dan emosi, Aristoteles justru
menganggap seni sebagai sesuatu yang bisa meninggikan akal budi.
Mimesis merupakan salah satu wacana yang ditinggalkan Plato dan Aristoteles sejak masa
keemasan filsafat Yunoni Kuno. Mimesis merupakan ibu dari pendekatan sosiologi sastra yang
darinya dilahirkan puluhan metode kritik sastra yang lain. Mimesis berasal bahasa Yunani yang
berarti tiruan. Dalam hubungannya dengan kritik sastra mimesis diartikan sebagai pendekatan
sebuah pendekatan yang dalam mengkaji karya sastra selalu berupaya untuk mengaitkan karya
sastra dengan realitas atau kenyataan.

Aristoteles menganggap seniman dan sastrawan yang melakukan mimesis tidak semata-mata
menjiplak kenyataan, melainkan sebuah proses kreatif untuk menghasilkan kebaruan. Seniman
dan sastrawan menghasilkan suatu bentuk baru dari kenyataan indrawi yang diperolehnya.

Pandangan positif Aristoteles terhadap seni dan mimesis dipengaruhi oleh pemikirannya
terhadap ‘ada’ dan Idea-Idea. Aristoteles menganggap Idea-idea manusia bukan sebagai
kenyataan. Jika Plato beranggapan bahwa hanya idea-lah yang tidak dapat berubah, Aristoteles
justru mengatakan bahwa yang tidak dapat berubah (tetap) adalah benda-benda jasmani itu
sendiri. Benda jasmani oleh Aristoteles diklasifikasikan ke dalam dua kategori, bentuk dan
kategori. Bentuk adalah wujud suatu hal sedangkan materi adalah bahan untuk membuat
bentuk tersebut, dengan kata lain bentuk dan meteri adalah suatu kesatuan

4. Rasionalitas Pada Konsep Mimesis

Mimesis yang menjadi pandangan Plato dan Aristoteles saat ini telah ditransformasikan ke
dalam berbagai bentuk teori estetika (filsafat keindahan) dengan berbagai pengembangan di
dalamnya. Mimesis tidak lagi diartikan suatu pencerminan tentang kenyataan indrawi, tetapi
merupakan pencerminan langsung terhadap Idea.

Dari pandangan ini dapat diasumsikan bahwa susunan kata dalam teks sastra tidak meng-copy
secara dangkal dari kenyataan indrawi yang diterima penyair, tetapi mencerminkan kenyataan
hakiki yang lebih luhur. Melalui pencerminan tersebut kenyataan indrawi dapat
disentuh dengan dimensi lain yang lebih luhur.

Menurut Aristoteles, seni bukan hanya sekedar tiruan dari alam. Tetapi juga melibatkan
perasaan dari dalam jiwa. Dalam buku Aristoteles yang berjudul Poetic, semua jenis sajak (epic
poet, tragedy, comedy), ataupun permainan flute sekalipun adalah sebuah imitasi. Dan ia
membagi imitasi itu menjadi 3 (tiga), yaitu :

1. By the means they use.


Means yang berarti cara. Dalam hal ini adalah irama, language dan harmoni.
2. By their Objects.
Object maksudnya adalah meniru dari sifat-sifat manusia (karakter). Aristoteles
berpendapat karakter manusia secara umum ada dua. Virtue and vice (kebaikan dan
keburukan).
3. By the manner.
Manner maksudnya adalah cara penyajian / menampilkan dari suatu karakter. Seorang
actor melakukan, merepresentasi imitasi terhadap sifat / karakter dari kehidupan nyata

Apa yang menjadi perdebatan dalam seni rupa terkait dengan konsep “mimesis” sangat berbeda
dengan apa yang terjadi pada dunia seni acting maupun film (dalam konteks “mimesis”). Film
yang baik adalah film yang dapat melibatkan emosi penonton kedalamnya. Sehingga penonton
selalu menanti-nanti apa yang akan dilihat dan apa yang akan terjadi berikutnya. Penonton
selalu mengharapakan sesuatu. Sebuah kejutan adalah sesuatu yang sangat dinanti oleh
penonton. Pendapat Aristoteles dalam apresiasi dunia acting ataupun teater: “Tragedi” akan
berhasil ditonton dalam diri penonton bila terjadi “Katarsis”. Katarsis adalah penyucian yang
dihasilkan kesedihan, kesenanan (emosi) dan untuk mendapatkan itu semua dibutuhkan
keutuhan (6 elemen) yaitu Plot, karakter, diction, though, spectacle dan melody. Banyak film
yang gagal mendapatkan katarsis atau emosinya karena lemah diantara salah satu dari banyak
dari elemen-elemen tersebut

Anda mungkin juga menyukai