Anda di halaman 1dari 108

ANALISIS KESULITAN GURU DALAM PENGELOLAAN KELAS

INKLUSIF DI PAUD LENTERAHATI ISLAMIC BOARDING SCHOOL


JEMPONG BARU MATARAM

Oleh

NiaArmi
NIM 1501101190

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI (PIAUD)


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
MATARAM
2019

vi
ANALISIS KESULITAN GURU DALAM PENGELOLAAN KELAS
INKLUSIF DI PAUD LENTERAHATI ISLAMIC BOARDING SCHOOL
JEMPONG BARU MATARAM

Skripsi
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Mataram untuk melengkapi
persyaratan mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

Nia Armi
NIM 1501101190

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI (PIAUD)


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN (FTK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
MATARAM
2019

vii
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi oleh: Nia Armi, NIM. 1501101190 dengan judul, “Analisis Kesulitan Guru
dalam Pengelolaan Kelas Inklusif di PAUD Lenterahati Islamic Boarding School
Jempong Baru Mataram” telah memenuhi syarat dan disetujui untuk diuji.

Disetujui pada tanggal:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Muhammad Fakhri, M.Pd Nani Husnaini, M.Pd


NIP. 196612311992031028 NIP. 198501292011012007

viii
NOTA DINAS PEMBIMBING

Mataram,

Hal: Ujian Skripsi

Yang Terhormat

Rektor UIN Mataram

Di Mataram

Assalamu’alaikum, Wr.Wb.

Disampaikan dengan hormat, setelah melakukan bimbingan, arahan, dan koreksi


maka kami berpendapat bahwa sripsi saudara:

Nama Mahasiswa : Nia Armi

NIM : 1501101190

Jurusan/Prodi : Pendidikan Islam AnakUsia Dini (PIAUD)

Judul : Analisis Kesulitan Guru dalam Pengelolaan Kelas Inklusif di PAUD


Lenterahati Islamic Boarding School Jempong Baru Mataram.

Telah memenuhi syarat untuk diajukan dalam siding skripsi Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan UIN Mataram. Oleh karena itu, kami berharap agar skripsi ini dapat
segera di munaqasyahkan,

Wassalamu’alaikum, Wr.Wb.

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Muhammad Fakhri, M.Pd Nani Husnaini, M.Pd


NIP. 196612311992031028 NIP. 198501292011012007

ix
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI

Skripsi oleh: Nia Armi, NIM: 1501101190 dengan judul “Analisis Kesulitan Guru
dalam Pengelolaan Kelas Inklusif di PAUD Lenterahati Islamic Boarding School
Jempong Baru Mataram” telah dipertahankan didepan dewan penguji Jurusan
Pendidikan Islam Anak Usia Dini (PIAUD) UIN Mataram pada tanggal 11 juli 2019

Dewan Penguji

1. Dr. Muhammad Fakhri, M.Pd


(Ketua Sidang/Pemb. I)

2. Nani Husnaini, M.Pd


Sekretaris Sidang/Pemb. II

3. Dr. Hj. Warni Djuwita, M.Pd


(Penguji I)

4. Khairil Anwar, S.PdI, M.Pd


(Penguji II)

Mengetahui;
DekanFTK UIN Mataram

Dr. Hj. Lubna, M.Pd


NIP. 196812311993032008

xi
MOTTO:

Cintai apa yang Anda kerjakan, maka Anda akan terkejut


dengan apa yang dihasilkan (Merry Riana)

vii
PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Orang tuaku tercinta (As’ad dan Sarmah) yang selalu memberiku do’a,
dukungan dan menjadi motivasiku untuk terus semangat dan berusaha.
2. Saudara-saudaraku Zia Karmila dan Kamsi Syabandi yang selalu mendukung
dan memotivasiku untuk terus semangat dan tidak menyerah.
3. Keluarga besar yang selalu mendukung dan memotivasiku.
4. Temanku Rahmayatun, teman yang paling berjasa dalam hidupku.
5. Teman-teman seperjuanganku kelas PIAUD A, yang selalu memberiku
semangat dan selalu mendukungku.
6. Almamater tercinta, Fakultas tarbiyah dan keguruan UIN Mataram.
7. Nusa dan Bangsa.

viii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam dan
shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
juga kepada keluarga, sahabat, dan semua pengikutnya.
Penulis membuat skripsi dengan judul “Analisis Kesulitan Guru dalam
Pengelolaan Kelas Inklusif di PAUD Lenterahati Islamic Boarding School
Jempong Baru Mataram” guna menyelesaikan tugas akhir pendidikan S1 di UIN
Mataram.
Penulis menyadari bahwa proses penyelesaian skripsi ini tidak akan sukses
tanpa ada bantuan dan keterlibatan beberapa pihak. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
menyelesaikan tugas akhir ini dan semoga Allah SWT. Membalas amal baiknya
kepada:
1. Bapak Dr. Muhammad Fakhri, M.Pd selaku pembimbing I dan ibu Nani
Husnaini, M.Pd selaku pembembing II dan ketua prodi PIAUD yang telah
banyak meluangkan waktu dan kesempatan untuk memberikan bimbingan
sejak awal hingga selesainya skripsi ini.
2. Ibu Jumrah, M.Pd selaku sekretaris prodi PIAUD atas support dan dorongan
yang tiada henti.
3. Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan ibu Dr. Lubna, M.Pd.
4. Rektor UIN Mataram, Prof. Dr. H. Mutawalli, M.Ag.
5. Ibu Fitrian Trianty, S.Psi selaku kepala sekolah PAUD Lenterahati Jempong
Baru Mataram
6. Ibu Eka Lidiawati, S.Pd selaku guru kelas TK PAUD Lenterahati Jempong
Mataram
7. Bapak dan ibu guru PAUD Lenterahati Jempong Mataram
8. Semua pihak yang tidak bias penulis sebutkan satu persatu
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, peneliti menerima dengan hati terbuka atas

ix
semua kritik dan saran dari pembeca demi kesempurnaan penelitisn
selanjutnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semesta.Aamiin.

Mataram, 1 Juli 2019

Nia Armi

x
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ............................................................................... i


HALAMAN JUDUL .................................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................. iii
NOTA DINAS PEMBIMBING .................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI..................................................... v
PENGESAHAN DEWAN PENGUJI ......................................................... vi
MOTTO ...................................................................................................... vii
PERSEMBAHAN ....................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ................................................................................ ix
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
ABSTRAK .................................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 4
C. Tujuan dan Manfaat ......................................................................... 4
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian ............................................. 5
E. Telaah Pustaka ................................................................................. 6
F. Kerangka Teori................................................................................. 9
1. Definisi analisis kesulitan .......................................................... 9
2. Pengelolaan kelas ....................................................................... 10
A. Pengertian pengelolaan kelas ............................................... 10
B. Tujuan pengelolaan kelas ..................................................... 12
C. Peran guru dalam pengelolaan kelas .................................... 14
D. Kondisi-kondisi dalam pengelolaan kelas............................ 17
3. Pendidikan inklusif..................................................................... 22
A. Pengertian prendidikan inklusif ........................................... 22
B. Model-model pendidikan inklusif ........................................ 24
C. Manajemen dan pengelolaan kelas inklusif ......................... 26
D. Guru pada program inklusif (Guru PLB) ............................. 32

xi
E. Permasalahan-permasalahan yang muncul
dalam pelaksanaan sekolah inklusif berdasarkan
persepsi dari guru ................................................................ 36
F. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan
guru dalam pelaksanaan program pendidikan
inklusif................................................................................. 39
4. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)........................................... 42
a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus............................... 42
b. Anak Tunagrahita (Retardasi Mental).................................. 43
1. Pengertian tunagrahita.................................................... 43
2. Klasifikasi Tunagrahita (Retardasi Mental) ................... 44
3. Layanan Bagi Anak Tunagrahita ................................... 46
G. Metode penelitian ............................................................................ 47
H. Sistematika pembahasan .................................................................. 55
BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................ 57
1. Gambaran PAUD Lenterahati Islamic Boarding School .......... 57
2. Tujuan PAUD Lenterahati ........................................................ 58
3. Visi dan Misi PAUD Lenterahati .............................................. 58
4. Kurikulum PAUD Lenterahati .................................................. 59
5. Sumber Daya yang dimiliki PAUD Lenterahati ....................... 60
B. Kesulitan Guru dalam Pengelolaan Kelas Inklusif di
PAUD Lenterahati Islamic Boarding School Jempong
Baru Mataram................................................................................... 63
C. Upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi kesulitan
dalam pengelolaan kelas inklusif di PAUD Lenterahati
Islamic Boarding School Jempong Baru Mataram .......................... 71
BAB III PEMBAHASAN
A. Analisis Kesulitan Guru dalam Pengelolaan Kelas
Inklusif di PAUD Lenterahati Islamic Boarding School
Jempong Baru Mataram ................................................................... 73

xii
B. Upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi kesulitan
dalam pengelolaan kelas inklusif di PAUD Lenterahati
Islamic Boarding School Jempong Baru Mataram .......................... 83
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 85
B. Saran ..................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 87
DAFTAR TABEL
LAMPIRAN-LAMPIRAN

xiii
ANALISIS KESULITAN GURU DALAM PENGELOLAAN KELAS INKLUSIF
DI PAUD LENTERAHATI ISLAMIC BOARDING SCHOOL JEMPONG BARU
MATARAM
Oleh:
Nia Armi
NIM. 1501101190
ABSTRAK

Penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan kesulitan guru dalam


pengelolaan kelas inklusif dan upaya guru untuk mengatasi permasalahan dalam
pengelolaan kelas inklusif dari aspek manajemen kelas, tenaga kependidikan,
sarana dan prasarana, proses pembelajaran dan kerjasama dalam pengelolaan
pendidikan inkluisif.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Subyek penelitian


yaitu kepala sekolah, guru kelas dan guru pendamping khusus. Teknik
pengumpulan data dengan metodewa wancara, observasi, dan dokumentasi. Teknik
yang digunakanuntuk menganalisis data yakni deskriptif kualitatif dengan langkah
meliputi: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dalam bentuk naratif
kemudian penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini yaitu: 1. Permasalahan dalam pengelolaan kelas inklusif


yakni: (a) kesulitan dalam proses pembelajaran, (b) kesulitan dalam menangani
siswa ABK, (c) kesulitan dalam menerapkan model inklusif penuh. 2. Upaya guru
untuk mengatasi kesulitan yakni: (a) memanfaatkan media danteknologi yang ada,
serta mengikuti seminar ataupelatihan mengenai pendidikan inklusif dan
penanganan anak berkebutuhan khusus, (b) Memberikan pengertian dan
menjelaskan kepada anak yang normal untuk tetap menerima dan memahami
keadaan anak yang berkebutuhan khusus, (c) berkomunikasi secara intens dengan
orang tua mengenai permasalahan anaknya disekolah dengan cara mengadakan
pertemuan orang tua/wali murid yaitu melalui kegiatan parenting.

Kata kunci: Kesulitan, pengelolaan kelas, pendidikan inklusif.

xiv
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Setiap anak terlahir dalam keadaan suci dan bersih. Setiap anak telah

Tuhan ciptakan dengan beragam potensi yang berbeda-beda. Hal ini ditegaskan

oleh Rasulullah SAW. Dalam hadis yang artinya:

Abu Hurairah r.a meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda: “setiap


anak dilahirkan menurut fitrah (potensi beragama Islam). Selanjutnya,
kedua orangtuanyalah yang membelokkannya menjadi Yahudi, Nasrani,
atau Majusi bagaikan binatang melahirkan binatang, apakah kamu
melihat kekurangan padanya?” (HR. Al-Bukhari).1

Dari semua anak yang terlahir normal, ada sebagian kecil anak yang

terlahir dengan beberapa gangguan baik secara fisik maupun mental, akan tetapi

mereka tetap memiliki hak untuk memperoleh kehidupan yang layak dan

mendapatkan pendidikan.

Mendapatkan pendidikan merupakan hak bagi semua manusia tidak

terkecuali untuk anak berkebutuhan khusus seperti yang tercantum dalam

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional pasal 5 ayat (1) “setiap warga negara mempunyai

hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, ayat (2) “warga

negara yang memiliki kelainan fisik, emosi, intelektual dan/atau sosial berhak

memperoleh pendidikan khusus.2

Anak berkebutuhan khusus adalah seseorang atau anak yang memiliki

keterbatasan dalam fungsi kognitif, fisik maupun emosi yang menghalangi

1
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 85.
2
Suparno, Buku Panduan Pendidikan Inklusif Untuk Anak Usia Dini Di Taman Kanak-
Kanak, (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2010), hlm. 5.
2

kemampuan individu untuk berkembang baik yang terklasifikasi dalam

kesulitan belajar, ADHD, retardasi mental, gangguan fisik, sensoris, gangguan

bicara dan bahasa, autisme maupun gangguan emosi dan prilaku.3 Layanan

pendidikan yang digunakan untuk anak berkebutuhan khusus yaitu layanan

pendidikan inklusif.

Pendidikan inklusif merupakan pelayanan pendidikan anak

berkebutuhan khusus yang dididik bersama anak lainnya (normal) untuk

mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

Di Indonesia, layanan inklusif memberi kesempatan pada anak

berkebutuhan khusus atau anak berkelainan yang selama ini tidak bisa

bersekolah karena berbagai hal yang menghambat mereka untuk bersekolah

dan mendapatkan pendidikan yang layak. Sekolah inklusif bertujuan untuk

memberi kesempatan bagi seluruh siswa untuk mengoptimalkan potensinya dan

memenuhi kebutuhan belajarnya melalui program pendidikan inklusif.

Dalam proses penyelenggaraan pendidikan inklusif terdapat komponen

yang saling terkait. Komponen satu dengan yang lain saling terkait agar

mencapai tujuan pendidikan. Kegiatan pembelajaran yang ada disekolah

penyelenggara pendidikan inklusif tidak dapat berjalan dengan baik apabila

komponen pendidikan yang ada tidak saling berhubungan. Salah satu komponen

yang penting dalam pendidikan adalah tenaga pendidik. Tenaga pendidik atau

guru merupakan orang yang sangat berpengaruh terhadap ketercapainya tujuan

suatu pendidikan.

3
Ni’matuzahroh dan Yuni Nurhamida, Individu Berkebutuhan Khusus dan Pendidikan
Inklusif, (Malang: UMM Press, 2016) hlm. 1.
3

Dalam proses belajar mengajar di kelas, guru mempunyai andil yang

besar dalam menentukan keberhasilan proses pendidikan. Guru menjadi ujung

tombak pelaksanaan pendidikan, dimana guru berhadapan lansung dengan

peserta didik sebagai subjek belajar, oleh karena itu guru dituntut untuk harus

memiliki keterampilan dalam mengajar dan menerapkannya dalam proses

belajar mengajar. Salah satu keterampilan yang harus dimiliki seorang guru

adalah keterampilan mengelola kelas atau manajemen kelas, mengingat tugas

seorang guru adalah mendidik siswa dan menciptakan kondisi belajar yang

optimal sesuai tujuan pengajaran yang hendak dicapai.

Seorang guru dalam sekolah inklusif ditekankan pada kemampuan

dalam pengelolaan kelas, selain itu guru harus memiliki kompetensi mengelola

pembelajaran serta pemahaman terhadap peserta didik yang mempunyai ragam

perbedaan. Oleh karena itu, dalam sekolah inklusif dibutuhkan guru yang

mempunyai kompetensi sesuai bidangnya, yang mampu menangani anak

berkebutuhan khusus secara maksimal.

Namun pada kenyataannya mengelola kelas dengan sistem inklusi

bukanlah hal yang mudah untuk dilaksanakan. Sampai saat ini kendala yang

seringkali dihadapi sekolah-sekolah adalah kurangnya guru yang mempunyai

kompetensi sesuai bidangnya serta rendahnya kemampuan guru untuk

mengelola kegiatan belajar mengajar, sehingga banyak kendala dan kesulitan

yang dihadapi guru dalam pengelolaan pembelajaran dan kelas inklusif.

Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 3

Januari 2019 di PAUD Lenterahati Islamic Boarding School Jempong Baru


4

Mataram, peneliti melihat bahwa guru mengalami kesulitan dalam mengelola

kelas dikarenakan beragamnya karakteristik peserta didik. Selama proses

pembelajaran imtaq (solat berjamaah) pada waktu itu, peserta didik yang

mengalami gangguan atau ABK membuat suasana kelas tidak afektif dan

mengganggu proses pembelajaran. Pada saat observasi awal tersebut peneliti

melihat pendidik cukup kesulitan dalam mengelola kelas dan membuat proses

pembelajaran menjadi efektif sesuai yang diharapkan.

Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan diatas, penulis tertarik

untuk melakukan penelitian untuk mendalami lebih rinci tentang kesulitan guru

dalam pengelolaan kelas inklusif di PAUD Lenterahati Islamic Boarding School

Jempong Baru Mataram.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, dapat diambil rumusan

masalah sebagai berikut:

1. Apa saja kesulitan yang dihadapi guru terkait pengelolaan kelas inklusif di

PAUD Lenterahati Islamic Boarding School Jempong Baru Mataram?

2. Bagaimana upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi kesulitan dalam

pengelolaan kelas inklusif di PAUD Lenterahati Islamic Boarding School

Jempong Baru Mataram?

C. Tujuan dan Manfaat

a. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dilihat dari

permasalahan yang ada adalah:


5

1. Mendeskripsikan kesulitan yang dihadapi guru terkait pengelolaan kelas

inklusif di PAUD Lenterahati Islamic Boarding School Jempong Baru

Mataram.

2. Mengetahui upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi kesulitan

dalam pengelolaan kelas inklusif di PAUD Lenterahati Islamic Boarding

School Jempong Baru Mataram

b. Manfaat penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat secara teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan

pengetahuan dalam pengembangan ilmu pengelolaan pendidikan

inklusif terutama yang berkaitan dengan pengelolaan kelas inklusif.

2. Manfaat secara praktis

a) Bagi pendidik

Data hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam

pengetahuan pendidik mengenai pengelolaan kelas dan memberikan

solusi pada guru terkait kesulitan yang dihadapi dalam pengelolaan

kelas inklusif.

b) Bagi peneliti

Kegiatan penelitian ini dapat menambah pengalaman dan

pengetahuan tentang pendidikan inklusif.

D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian

1. Ruang Lingkup Penelitian


6

Dalam penelitian ini, untuk menghindari kesalah pahaman serta

mencegah terjadinya bermacam-macam penafsiran tentang judul pembahasan,

maka peneliti menegaskan bahwa penelitian ini menitik beratkan pada kesulitan

guru dalam pengelolaan kelas inklusif di PAUD Lenterahati Islamic Boarding

School Jempong Baru Mataram.

2. Setting Penelitian

Adapun tempat diadakannya penelitian ini adalah di PAUD Lenterahati

Islamic Boarding School Jempong Baru Mataram

E. Telaah Pustaka

Telaah pustaka dilakukan untuk menjelaskan posisi yang sedang

dilaksanakan diantara hasil-hasil penelitian dan buku-buku terdahulu. Dalam

telaah pustaka ini peneliti akan menguraikan hasil penelitian terdahulu untuk

menjaga keaslian dari penelitian ini.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Jakfar dengan judul Strategi Guru

dalam Mengelola Kelas Inklusif di SDN Kiduldalem 1 Malang.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: (1) bagaimana

strategi guru dalam mengelola kelas inklusif dilihat dari faktor lingkungan

fisik, faktor sosio-emosional, dan faktor organisasional di SDN Kiduldalem

1 Malang. (2) apa saja faktor pendukung dan hambatan strategi guru dalam

mengelola kelas inklusif di SDN Kiduldalem 1 Malang. Jenis Penelitian ini

merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dilakukan

dengan mengadakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil

penelitian menunjukkan: (1) pengelolaan kelas ini akan berjalan dengan


7

baik apabila didukung dengan kondisi lingkungan fisik yang memadai yaitu

ruangan tempat belajar disesuaikan dengan tema dan materi, begitu juga

tempat duduk, pencahayaan dan udara masuk dengan maksimal dan barang

ditempatkan khusus agar dapat terawat. Selanjutnya adalah kondisi sosio-

emosional meliputi: guru dalam memimpin di dalam kelas menggunakan

tipe kepemimpinan demokrasi, suara guru harus dapat dikontrol dan

terdengar oleh seluruh siswa. Serta faktor organisasional diantarana adalah:

pergantian pelajaran, guru yang berhalangan hadir.4

Adapun yang menjadi persamaan penelitian yang dilakukan oleh

Ahmad Jakfar dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu:

a. Objek peneliti dan penelitian terdahulu terdahulu tentang pengelolaan

kelas inklusif

b. Jenis penelitian yang yang dilakukan oleh Ahmad Jakfar dan peneliti

adalah penelitian kualitatif deskriptif.

Sedangkan yang menjadi perbedaan antara penelitian terdahulu

dengan peneliti yaitu pada lokasi penelitian. Lokasi penelitian yang

dilakukan oleh Ahmad Jakfar bertempat di SDN Kiduldalem 1 Malang,

sedangkan peneliti di PAUD Lenterahati Islamic Boarding School

Jempong Baru Mataram.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Ferbalinda dengan judul Faktor-Faktor

yang Mempengaruhi Kesulitan Guru dalam Pelaksanaan Program

Pendidikan Inklusi di SMA Negeri 14 Bandar Lampung. Metode penelitian

4
Ahmad Jakfar, “Strategi Guru dalam Mengelola Kelas Inklusif di SDN Kiduldalerm 1
Malang, (Skripsi, FTK UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Malang, 2017).
8

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan

pendekatan kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah guru yang

mengajar di dikelas inklusif. Pengumpulan data dilakukan dengan

menggunakan angket, wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil

penelitian menunjukkan faktor profesionalisme guru cukup professional.

Faktor pengalaman kontak dengan siswa berkebutuhan khusus

menunjukkan cukup memiliki pengalaman. Faktor kondisi siswa

menunjukkan bahwa cukup memiliki pemahaman tentang kondisi siswa.

Faktor fasilitas menunjukkan bahwa fasilitas lengkap. Faktor pelatihan

pendidikan inklusi menunjukkan bahwa pelatihan tidak pernah

diselenggarakan.5

Adapun yang menjadi persamaan penelitian terdahulu dengan

penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu pada objek penelitian,

penelitian yang dilakukan oleh Ferbalinda dan peneliti adalah

mengetengahkan kesulitan guru.

Adapun yang menjadi perbedaan penelitian yang dilakukan oleh

Ferbalinda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu :

a. Jenis penelitian yang dilakukan oleh Ferbalinda dalah penelitian

kuantitaif, sedangkan peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif.

5
Ferbalinda, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Guru dalam Pelaksanaan
Program Pendidikan Inklusi di SMA Negeri 14 Bandar Lampung, (skripsi, FKIP Universitas
Lampung, Lampung, 2016).
9

b. Lokasi penelitian yang dilakukan oleh Ferbalinda bertempat di SMA

Negeri 14 Bandar Lampung, sedangkan peneliti di PAUD Lenterahati

Islamic Boarding School Jempong Baru Mataram.

F. Kerangka Teori

1. Definisi Analisis Kesulitan

Analisis adalah aktivitas yang terdiri dari serangkaian kegiatan


seperti mengurai, membedakan, memilah sesuatu, untuk dikelompokkan
kembali menurut kriteria tertentu dan kemudian dicari kaitannya lalu
ditafsirkan maknanya. Pengertian analisis juga diartikan sebagai usaha
dalam mengamati sesuatu secara mendetail dengan cara menguraikan
komponen-komponen pembentuknya atau menyusun komponen tersebut
untuk dikaji lebih lanjut.
Pengertian analisis menurut KBBI adalah penyelidikan terhadap
sesuatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan lainnya) untuk mengetahui
keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkara, dan
6
sebagainya).
Sedangkan kesulitan adalah kondisi yang sulit/sukar, atau sesuatu
yang merupakan tragedy atau ketidak beruntungan.7
Dari definisi diatas, bahwa dapat disimpulkan bahwa analisis
kesulitan adalah usaha atau aktivitas dalam mengamati/menyelidiki suatu
peristiwa atau kondisi yang sulit untuk dikaji lebih lanjut dan mengetahui
keadaan yang sebenarnya dengan cara menguraikan komponen-komponen
pembentuknya atau menyusun komponen yang mengakibatkan kondisi sulit
tersebut.
2. Pengelolaan Kelas

A. Pengertian Pengelolaan Kelas

6
http://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-analisis.html, diakses tanggal 12
juli 2019, pokul 13.02.
7
http://artidanpengertian.blogspot.com/2016/02/pengertian-kesulitan.html?m=m,
diakses tanggal 12 juli 2019, pukul 13.10
10

Istilah pengelolaan merupakan terjemahan dari kata

management, berasal dari kata “to manage” yang berarti mengatur,

melaksanakan, mengelola, mengendalikan, dan memerlakukan.8 Namun

kata management sendiri sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia

menjadi menjadi kata manajemen yang berarti sama dengan istilah

“pengelolaan”, yakni sebagai suatu proses mengoordinasi dan

mengintegrasikan kegiatan-kegiatan kerja agar dapat diselesaikan secara

efisien dan efektif.

Kelas adalah suatu ruangan sebagai tempat terjadinya proses

interaksi belajar mengajar, suasana kelas yang baik dan serasi adalah

kelas yang dapat menyediakan kondisi yang kondusif. Oleh karena itu,

guru harus mengelola kelas agar tercipta proses interaksi belajar

mengajar yang kondusif. 9

Pengelolaan kelas dalam bahasa Inggris sering disebut dengan

classroom management. Pengertian pengelolaan pada umumnya

mengacu pada kegiatan-kegiatan yang meliputi perencanaan,

pengorganisasian, pengawasan dan penilaian. Sedangkan, kelas

mengandung pengertian sekelompok peserta didik yang melakukan

kegiatan belajar bersama dan mendapat pembelajaran.10

8
Rita Mariayana, dkk., Pengelolaan Lingkungan Belajar, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm.
16.
9
Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya: Usaha
Nasional, 2012) hlm. 88.
10
Erwin Widiasworo, Cerdas Pengelolaan Kelas (Panduan Mewujudkan Pembelajaran
Efektif dan Berkualitas di Sekolah), (Yogyakarta: DIVA Press, 2018), hlm. 11.
11

Menurut syaiful Bachri Djamarah dalam Erwin, pengelolaan

kelas adalah keterampilan guru dalam menciptakan dan memelihara

kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi

gangguan dalam proses pembelajaran.11

Menurut Suyanto dalam Erwin, pengelolaan kelas adalah upaya

yang dilakukan guru untuk mengondisikan kelas dengan

mengoptimalkan berbagai sumber (potensi pada diri guru, sarana, dan

lingkungan belajar dikelas) yang ditujukan agar proses belajar mengajar

dapat berjalan sesuai dengan perencanaan dan tujuan yang ingin

dicapai.12

Sedangkan definisi yang diberikan oleh Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan. Pengelolaan kelas adalah segala usaha yang diarahkan

untuk mewujudkan suasana pembelajaran yang efektif dan

menyenangkan serta serta dapat memotivasi peserta didik untuk belajar

dengan baik sesuai kemampuan. Artinya, pengelolaan kelas merupakan

usaha sadar yang dilakukan untuk mengatur proses belajar secara

sistemik dan sistematis.13

Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa

pengelolaan kelas merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh guru,

meliputi perencanaan, pengaturan, dan pengoptimalan berbagai sumber

11
Ibid., hlm. 12.
12
Ibid., hlm. 13.
13
Ibid., hlm. 13
12

yang ada untuk mewujudkan kondisi belajar yang efektif dan kondusif

bagi peserta didik.

B. Tujuan Pengelolaan Kelas

Pengelolaan kelas bukan sekedar bertujuan untuk mengatur

kondisi kelas, tetapi juga meliputi pengaturan berbagai komponen.

Mengelola kelas berarti menciptakan dan memelihara kondisi kelas yang

memungkinkan berlangsungnya proses pembelajaran secara efektif.

Menurut Ahmad, ada beberapa tujuan pengelolaan kelas,

diantaranya yaitu:14

1. Mewujudkan situasi dan kondisi kelas, baik sebagai lingkungan

belajar maupun maupun sebagai kelompok belajar yang

memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan

semaksimal mungkin.

2. Menghilangkan berbagai hambatan yang dapat meghalangi

terwujudnya interaksi pembelajaran.

3. Menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang

mendukung dan memungkinkan pembelajar untuk belajar sesuai

dengan lingkungan sosial, emosional, dan intelektual peserta didik

dalam kelas. Kemampuan berpikir dan meresepsi anak masih

bersifat konkret dan kemampuan anak PAUD terhadap hal-hal yang

bersifat abstrak masih terbatas. Dengan demikian, berbagai

lingkungan belajar yang dihadirkan di hadapan dan untuk

14
Ibid., hlm. 17.
13

hendaklah dapat bersentuhan secara langsung dengan berbagai

potensi indranya. 15

4. Membina dan membimbing sesuai latar belakang sosial, ekonomi,

budaya, serta sifat-sifat individunya.

Suharsimi Arikunto mengatakan bahwa “pengelolaan kelas

bertujuan supaya setiap anak dikelas dapat bekerja tertib sehingga

tercapai tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien”.16

C. Permasalahan dalam Pengelolaan Kelas

Permasalahan dalam pengelolaan kelas dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu bersifat individual atau perorangan dan bersifat kelompok.17

1. Masalah individual

Pada dasarnya, setiap individu berkebutuhan dasar untuk

memiliki dan merasa berguna. Jika seseorang individual gagal

memenuhi kebutuhannya tersebut, biasanya akan muncul tingkah laku

menyimpang.

Ada empat jenis penyimpangan yang kemungkinan dapat

muncul dalam diri setiap individu apabila menemui kegagalan dalam

memenuhi kebutuhan dasarnya. Pertama, pola perilaku mencari

perhatian. Seorang peserta didik yang gagal menemukan kedudukan

dirinya secara wajar dalam hubungan sosial biasanya akan bertingkah

laku mencari perhatian orang lain. Bentuk tingkah laku tersebut antara

15
Rita Mariayana, dkk., Pengelolaan..., hlm. 20.
16
Erwin Widiasworo, Cerdas..., hlm. 18.
17
Ibid., hlm. 176.
14

lain suka pamer, melawak (mengolok-olok), membuat onar, dan lain-

lain.

Kedua, pola perilaku menunjukkan kekutan/kekuasaan, pencari

kekuasaan yang aktif biasanya suka mendekat, berbohong, enggan

melakukan sesuatu yang diperintahkan orang lain, serta menunjukkan

sikap tidak patuh secara terbuka. Sedangkan, pencari kekuasaan yang

pasif biasanya terlihat pada peserta didik yang menonjolkan kemalasan

sehingga tidak melakukan hal apapun.

Ketiga, pola perilaku menunjukkan balas dendam. Biasanya,

peserta didik yng melakukan aksi balas dendam mengalami rasa frustasi

secara mendalam. Secara tidak sadar, ia mencari sukses dengan

menyakiti orang lain. Peserta didik yang mengalami hal tersebut

biasanya melakukan berbagai bentuk kekerasan.

Keempat, peragaan ketidak mampuan. Peserta didik yang

memperlihatkan ketidak mampuan biasanya memang memiliki

ketidakmampuan dalam berusaha memenuhi kehendaknya. Sikap yang

menunjukkan ketidak mampuan selalu berbentuk pasif.

2. Masalah kelompok

Terdapat tujuh permasalahan kelompok dalam kaitannya dengan

pengelolaan kelas, diantaranya adalah:

a. Kurangnya kekompakan

b. Sulitnya mengikuti peraturan kelompok

c. Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok


15

d. Penerimaan kelas (kelompok) atas perilaku yang menyimpang

e. Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan

yang telah ditetapkan

f. Kurangnya semangat, tidak mau bekerja, dan bertingkah laku

agresi, atau protes

g. Ketidak mampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan

lingkungan.

Lois V. Johnson dan Mary A. Bany dalam Ahmad Rohani

mengemukakan 6 kategori masalah kelompok dalam pengelolaan

kelas.18 Masalah-masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:

1) Kelas kurang kohesif. Misalnya perbedaan jenis kelamin, suku, dan

tingkatan sosio-ekonomi, dan sebagainya.

2) Kelas mereaksi negatif terhadap salah seorang anggotanya.

Misalnya mengejek anggota kelas yang dalam pengajaran seni suara

menyanyi dengan suara sumbang.

3) “Membesarkan” hati anggota yang justru melanggar norma

kelompok, misalnya pemberian semangat kepada badut kelas.

4) Kelompok cenderung mudah dialihkan perhatiannya dari tugas yang

tengah digarap.

5) Semangat kerja rendah.

6) Kelas kurang mampu menyesuaikan diri dengan keadaan baru.

18
Ahmad Rohani, Pengelolaan..., hlm.126.
16

D. Peran Guru dalam Pengelolaan Kelas

Menurut Zainal Aqib dalam Erwin wadiasworo, peran guru

sangat besar dalam pengelolaan kelas karena guru bertindak sebagai

penanggung jawab kegiatan pembelajaran di kelas. Guru merupakan

sentral serta sumber kegiatan pembelajaran. Guru harus penuh inisiatif

dan kreatif dalam mengelola kelas karena dialah yang mengetahui

secara pasti situasi dan kondisi kelas, terutama keadaan peserta didik

dengan segala latar belakangnya. 19

a. Peran sebagai pengajar (Instruksional)

Terkait dengan tugas guru sebagai pengajar, maka sudah

seharusnya guru selalu meng-upgrade pengetahuannya agar

memiliki wawasan yang lebih luas tentang materi yang akan

disampaikan. Jangan sampai guru hanya mengetahui sekedar apa

yang ingin disampaikan. Hal ini akan membuat guru kesulitan

menakala menghadapi menghadapi peserta didik yang kritis dan

cerdas.

Selain meng-upgrade pengetahuan, guru juga harus kreatif.

Maksud kreatif dalam hal ini adalah guru harus memiliki inovasi dan

teknik-teknik tertentu dalam menyajikan kegiatan pembelajaran di

kelas.

Dalam melaksanakan perannya sebagai pendidik sekaligus

pengajar, berikut adalah beberapa hal yang perlu dilakukan.

19
Erwin Widiasworo, Cerdas Pengelolaan Kelas..., hlm. 80.
17

1) Menyusun program pembelajaran selama kurun waktu tertentu

secara berkelanjutan.

2) Membuat persiapan dan rencana kegiatan pembelajaran untuk

tiap bahan kajian yang akan diajarkan berkaitan dengan metode

tertentu.

3) Menyiapkan alat peraga yang dapat membantu terlaksananya

kegiatan pembelajaran yang efektif.

4) Merencanakan dan menyiapkan alat evaluasi belajar.

5) Menyiapkan hal-hal yang berkaitan dengan pelajaran yang

merupakan program sekolah. Misalnya, program pembelajaran

yang meliputi program tahunan, program semester, silabus, serta

rencana pelaksanaan pembelajaran.

6) Mengatur ruangan kelas.

7) Mengatur tempat duduk peserta didik sesuai dengan kemampuan

dan kondisi fisik serta daya tangkap peserta didik terhadap

pelajaran.

b. Peran sebagai pendidik (Educational)

Peran guru tidak hanya cukup sebagai pengajar saja tetapi

lebih komfleks lagi sebagai pendidik. Peran sebagai seorang

pendidik merupakan tugas yang tidak ringan. Sebab, dengan

sendirinya guru juga dituntut menguasai materi pelajaran sekaligus

memiliki sikap, karakter, dan akhlak yang baik agar dapat dijadikan

panutan.
18

Peran guru dalam pembentukan sikap, mental, dan watak

sangat dominan. Guru harus memperhatikan pesertanya, terutama

dalam sikap, tingkah laku, ketertiban, dan kedisiplinannya.

Disamping itu, guru juga harus memperhatikan kebiasaan-kebiasaan

dan kelainan-kelainan, kekhususan, serta kelebihan dan kekurangan

masing-masing peserta didik.

Dalam menjalankan peran sebagai seorang pendidik, guru

harus bersikap profesional. Guru harus mampu memberikan teladan.

Perlu diingat bahwa mendidik dengan keteladanan jauh lebih efektif

dibanding sekedar menyuruh, menjelaskan, dan memberikan tugas.

c. Peran sebagai pemimpin (Manajerial)

Peran sebagai pemimpin diterapkan mulai sebelum

pembelajaran berlangsung hingga pembelajaran berakhir. Guru

adalah pemimpin dan penanggung jawab dikelasnya. Jadi segala

yang terjadi di kelas dan berkaitan dengan peserta didik secara

langsung atau tidak langsung akan menjadi tanggung jawab guru.

Sehubungan dengan hal tersebut, guru harus mengetahui latar

belakang peserta didiknya, baik dari segi sosial, ekonomi, maupun

budaya.

Sebagai pemimpin kelas, guru harus mengadakan hubungan

dengan sekolah lain, masyarakat sekitar sekolah, orang tua/wali

peserta didik, serta mampu memanfaatkan berbagai sumber daya

yang ada di lingkungan sebagai sumber belajar. Selain itu, guru juga
19

dituntut untuk memiliki kemampuan dalam menangani

permasalahan yang dihadapi peserta didik serta guru juga dituntut

untuk dapat memberikan segala macam yang dibutuhkan peserta

didik di mana pun, kapan pun, dan bagaimanapun kondisinya. Oleh

karena itu, guru harus memiliki kemampuan sebagai manajer.

Sebagaimana dinyatakan oleh Salman Rusydie, “kemampuan

manajer dari seorang guru yang dimaksud adalah kemampuan dalam

mengelola kelas”.20 Banyak yang tidak menyadari bahwa

keberhasilan pendidikan, khususnya kegiatan pembelajaran di

sekolah sebenarnya sangat ditentukan oleh guru sebagai manajer

dalam pembelajaran.

E. Kondisi-kondisi Dalam Pengelolaan Kelas

1. Kondisi lingkungan fisik

Kondisi dan suasana lingkungan kelas sangat berpengaruh

terhadap aktivitas belajar peserta didik. Kondisi lingkungan kelas

yang tertata rapi, bersih, dan menarik bagi peserta didik akan

memerikan suasana yang nyaman sehingga peserta didik dapat

belajar dengan optimal.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mendesain

lingkungan kelas yang ideal dan mendukung bagi pembelajaran

peserta didik adalah sebagai berikut:21

20
Erwin Widiasworo, Cerdas Pengelolaan Kelas..., hlm. 85.
21
Ibid, hlm. 44.
20

a. Ventilasi
Ruang kelas biasanya dihuni oleh puluhan peserta didik.

Banyaknya peserta didik yang berada dalam ruang kelas

membutuhkan sirkulasi udara yang lancar sehingga udara dapat

keluar masuk secara sempurna. Dengan demikian, peserta didik

tidak merasa gerah dan pengap ketika belajar di dalam kelas.

Kelas yang pengap dan peserta didik yang kepanasan tentu

bersifat kontraproduktif terhadap proses pembelajaran.

Untuk menciptakan sirkulasi udara yang sehat, selain

menggunakan ventilasi udara standar seperti jendela kelas, dapat

digunakan kipas angin atau air conditioning (AC). Biasanya,

sekolah-sekolah dengan fasilitas lengkap khususnya dikota-kota

besar yang udaranya panas memiliki pengatur udara semacam ini

untuk menciptakan udara segar di kelas.

Hal lain yang perlu diperhatikan dan diantisipasi adalah

masalah polusi udara. Masalah ini tidak dapat dianggap enteng

bagi sekolah-sekolah yang berada di pinggir jalan besar atau

berada di dekat lingkungan pabrik. Polusi udara dapat

ditimbulkan oleh asap kendaraan bermotor, asap sisa industri dari

pabrik, serta polusi yang ditimbulkan oleh asap rokok.

b. Penataan Cahaya
Penataan cahaya merupakan peran yang sangat penting bagi

terlaksananya proses pembelajaran. Hal ini terkait dengan

penyerapan materi ajar yang sebagian besar dilakukan


21

berdasarkan media visual, yaitu teks atau tulisan, baik yang

dibaca dari papan tulis maupun dari buku.

Cahaya yang masuk ke ruangan kelas perlu diperhitungkan

dengan memadai supaya seimbang, tidak kelebihan, dan tidak

kekurangan. Kelas dengan cahaya berlimpah akan menyilaukan

peserta didik ketika membaca dan berinteraksi di kelas. Selain itu,

kelas yang terlalu terang akan dapat merusak organ penglihatan

peserta didik. Sebaliknya, kelas yang kekurangan cahaya

mengakibatkan suasana kelas menjadi redup sehingga peserta

didik tidak mampu melihat dengan sempurna. Kelas yang redup

dikhawatirkan dapat membuat peserta didik tidak bersemangat

dan cepat mengantuk.

Suasana dan kondisi kelas secara fisik akan sangat kondusif

bagi keberlansungan kegiatan pembelajaran jika ruangan mampu

menyerap sinar matahari secara optimal. Selain membantu

mengoptimalkan penerangan kelas, cahaya yang masuk dalam

ruang kelas juga berpengaruh positif terhadap kesehatan peserta

didik.

c. Penataan Bangku/Tempat Duduk

Penataan bangku memiliki kontribusi yang sangat besar bagi

keberlangsungan kegiatan pembelajaran di kelas. Pengaturan

bangku yang dapat dilakukan dengan fleksibel memungkinkan

peserta didik untuk moving atau melakukan pergerakan, bekerja


22

sama dengan peserta didik lain, dan tetap dapat mengakses

informasi yang diberikan guru dengan mudah. Penataan bangku

dapat dibuat sedemikian rupa sesuai kebutuhan pembelajaran.

2. Kondisi Sosio-Emosional

Kondisi sosio-emosional di dalam kelas berpengaruh besar

terhadap proses pembelajaran, antusiasme peserta didik, serta

evektvitas tercapainya tujuan pembelajaran. Kondisi social-

emosional tersebut meliputi beberapa hal berikut ini:22

a. Tipe kepemimpinan

Peran dan tipe kepemimpinan guru sangat berpengaruh

terhadap kondisi sosio-emosional kelas. Kepemimpinan guru

secara demokratis dapat memberikan keleluasaan bagi peserta

didik untuk mengembangkan rasa ingin tahu sehingga mereka

dapat aktif belajar. Sebaliknya, tipe kepemimpinan guru yang

otoriter akan membuat peserta didik terkekang dan dan merasa

takut sehingga menyebabkan mereka tidak dapat mengembangkan

kreativitasnya.

b. Sikap Guru

Guru harus senantiasa bersabar dalam menghadapi peserta

didik. Maksudnya, guru harus tetap bersahabat dan dan meyakini

bahwa tingkah laku peserta didik seburuk apapun dapat

diperbaiki. Guru hendaknya selalu bersikap hangat dan berlaku

22
Ibid, hlm. 137.
23

adil terhadap semua peserta didik. Perlu diingat bahwa setiap guru

sangat mempengaruhi mood peserta didik saat belajar. Karena

itulah guru harus selalu mengembangkan sikap-sikap yang

mampu mendatangkan mood yang baik bagi peserta didik untuk

belajar dengan maksimal.

c. Suara Guru

Guru hendaknya mampu mengatur suara agar dapat di dengar

oleh seluruh peserta didik, tetapi tidak membosankan. Suara guru

hendaknya relatif rendah, tetapi cukup jelas dengan volume yang

penuh dan rileks. Suara berkarakter demikian dapat mendorong

peserta didik untuk memperhatikan pelajaran. Selain itu, guru

hendaknya membuat tekanan suara yang bervariasi agar tidak

membosankan.

d. Pembinaan Hubungan Baik

Guru harus senantiasa menciptakan hubungan baik dengan

peserta didik. Terciptanya hubungan baik dengan guru akan

membuat peserta didik merasa senang, penuh gairah dan

semangat, bersikap optimis, realistis dalam kegiatan

pembelajaran, serta terbuka terhadap hal-hal yang ada pada

dirinya. Pembinaan hubungan baik tersebut didasarkan pada

fungsi masing-masing dalam konteks pembelajaran di kelas,

tetapi jika memungkinkan dapat pula dibangun sifat-sifat


24

kekeluargaan dan keakraban yang menyebabkan peserta didik

merasa aman dan nyaman.

e. Kondisi Organisasional

Kegiatan rutin yang secara organisasional dilakukan, baik

ditingkat kelas maupun di tingkat sekolah dapat mencegah

berbagai permasalahan. Kegiatan rutin yang diatur dengan jelas

dan dikomunikasikan dengan peserta didik akan menanamkan

kebiasaan baik. Disamping itu, mereka akan terbiasa bertingkah

laku secara teratur dan penuh disiplin pada semua kegiatan yang

bersifat rutin.

F. Indikator Keberhasilan Pengelolaan Kelas

Rizky Muamar, dalam makalahnya yang berjudul “Penerapan

Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student Teams Achievement

Division untuk Meningkatkan Kerja Sama Siswa dalam Pembelajaran

IPS" (2014) mengatakan bahwa,

Indikator keberhasilan dalam pengelolaan kelas antara lain terciptanya


suasana atau kondisi pembelajaran yang kondusif serta terjadinya
hubungan interpersonal yang baik antara guru dengan peserta didik
dan antar peserta didik.23

Adapun menurut Ita Damantari di dalam makalahnya berjudul

“strategi pengelolaan kelas dalam proses pembelajaran” (2015), terdapat

enam indikator keberhasilan dalam pengelolaan kelas sebagaimana

diuraikan sebagai berikut.24

23
Ibid, hlm. 202.
24
Ibid, hlm. 203.
25

1. Guru mengerti perbedaan antara mengelola dan mendisiplinkan

kelas

Dalam hal ini, guru dapat memberikan perlakuan berbeda

antara mengelola dengan mendisiplinkan kelas. Mendisiplinkan

kelas termasuk dalam kegiatan pengelolaan kelas. Sehingga,

mengelola kelas memiliki cakupan lebih luas dibandingkan sekedar

mendisiplinkan kelas. Mengelola kelas meliputi manajemen peserta

didik, sarana prasarana, desain ruang kelas, penataan tempat duduk,

serta pengelolaan pembelajaran, termasuk pemilihan metode, sumber

belajar, dan media pembelajaran. Sedangkan, mendisiplinkan kelas

cenderung mengatur peserta didik untuk taat dan patuh terhadap

aturan yang telah dibuat.

2. Guru yang berhasil dalam mengelola kelas tidak akan pulang dalam

keadaan lelah

Keberhasilan pengelolaan kelas berarti semua aktivitas yang

ada di kelas berjalan sesuai harapan sehingga guru tidak terlalu

banyak mengatur, membimbing, atau memperhatikan secara penuh

setiap kali berada di kelas. Semua telah berjalan dengan sendirinya

mengikuti aturan yang ada.

3. Guru mengetahui perbedaan antara prosedur dan rutinitas kelas

Mengetahui prosedur kelas berarti apa yang guru inginkan

terjadi, contohnya cara masuk kelas, mendiamkan peserta didik,

bekerja sama dengan peserta didik, dan lain-lain. Rutinitas kelas


26

berarti apa yang peserta didik lakukan secara otomatis, misalnya tata

cara masuk kelas, pergi ke toilet, dan sebagainya. Harus selalu

diingat bahwa prosedur kelas bukan peraturan kelas. Prosedur

cenderung lebih berhubungan dengan cara yang dilakukan dan

menjadi kebiasaan. Adapun peraturan merupakan uraian tentang hal-

hal yang harus dilakukan peserta didik dan disertai dengan sanksi

apabila tidak melakukan atau menaatinya.

4. Guru melakukan pengelolaan kelas dengan mengorganisasi

prosedur-prosedur

Prosedur mengajarkan peserta didik akan pentingnya

tanggung jawab. Keberhasilan pengelolaan peserta didik juga dapat

terlihat dari karakter-karakter yang tertanam pada diri peserta didik,

salah satunya adalah tanggung jawab. Untuk melatih tanggung

jawab peserta didik, guru dapat melakukannya dengan

mengorganisasi prosedur-prosedur pengelolaan kelas. Dengan

prosedur yang terorganisasi dengan baik, pengeloaan kelas dapat

berlangsung optimal.

5. Guru tidak mendisiplinkan peserta didik dengan ancaman-ancaman

dan konsekuensi

Ancaman yang diberikan guru pada peserta didik yang tidak

displin justru akan semakin memicu kegagalan pengelolaan kelas.

Pemberian konsekuensi juga tidak menjamin serratus persen peserta

didik dapat berlaku disiplin sesuai aturan. Untuk itu, guru dapat
27

melakukannya dengan pemberian teladan. Sebagai contoh, disiplin

ketika masuk kelas. Jika bel tanda masuk dibunyikan, guru masuk

kelas tepat waktu. Maka, dengan sendirinya pesrta didik akan ikut

terbiasa disiplin.

6. Guru mengerti bahwa perilaku peserta didik bukanlah tanpa alasan

Disiplin merupakan sesuatu yang dapat dipelajari oleh

peserta didik. Guru harus menyadari betul bahwa apapun yang

dilakukan peserta didik pasti memiliki latar belakang. Peserta didik

tidak menaati aturan juga biasanya memiliki alasan tersendiri. Untuk

itu, guru harus mampu melakukan pendekatan secara persuasif

terhadap peserta didik yang memiliki masalah. Dengan demikian,

guru mengetahui kunci permasalahan yang ada dan dengan mudah

dapat dicari solusinya.

Berbagai indikator tersebut dapat digunakan guru dalam melihat

keberhasilan proses pengelolaan kelas yang telah dilakukan. Jika ada

beberapa indikator yang belum tercapai, guru dapat mencermatinya dan

melakukan flashback. Mencari penyebab mengapa indikator tersebut

belum tercapai. Jika permasalahan dapat diketahui maka guru dapat

segera memperbaiki agar pengelolaan kelas ke depan dapat tercapai

dengan baik.
28

3. Pendidikan Inklusif

A. Pengertian Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang

mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah

terdekat dikelas biasa bersama teman-teman seusianya.25

Baedowi, dkk dalam stella mengutarakan pendapatnya yang

mempertegas maksud dari pendidikan inklusi itu sendiri, yaitu keadilan

bagi setiap orang untuk mengakses dan memperoleh pendidikan bagi

individu yang memliki perbedaan tertentu untuk belajar di sekolah

reguler. Bennet menambahkan sekolah iniklusif dirancang untuk

menjadi sekolah yang heterogen, dan harapannya bisa menjawab semua

kebutuhan individu dalam hal pendidikan dalam konteks sosial yang

sama, tidak ada persyaratan khusus untuk menjadi siswanya, dimana

sekolah inklusi memang ditujukan agar anak berkebutuhan khusus bisa

masuk kesekolah biasa. 26

Pendidikan inklusif mempercayai bahwa semua anak berhak

mendapatkan pelayanan pendidikan yang baik sesuai dengan usia atau

perkembangannya, tanpa memandang derajat, kondisi ekonomi, ataupun

kelainannya. Penting bagi guru untuk disadari, bahwa di sekolah mereka

dapat membuat penyesuaian pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan

khusus, manakala mereka memiliki pandangan pendidikan yang

25
Mukhtar Latif, dkk., Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini (Teori Dan Aplikasi),
(Jakarta: kencana, 2013), hlm. 315.
26
Stella Olivia, Pendidikan Inklusi Untuk Anak-Anak Berkebutuhan Khusus:
Diintegrasikan Belajar di Sekolah Umum, (Yogyakarta: C.V ANDI, 2017), hlm. 3-4
29

komprehensif , yang terpusat pada anak. Meskipun mungkin masih

memerlukan pelatihan tentang metode. atau strategi khusus yang akan

diterapkan di sekolah.

Kesadaran tersebut juga perlu dibangun, terutama berkenaan

dengan pengembangan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan

masing-masing anak secara individual. lni didasari atas pertimbangan,

bahwa anak memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang

berkualitas sesuai dengan potensi dan kebutuhannya. Mereka juga

memiliki hak untuk belajar bersama dengan teman-teman sebayanya.27

Hal yang penting bagi pembentukan kelas dan sekolah yang

lebih inklusif adalah pendidik bekerja sama lebih kooperatif dalam

memberikan lingkungan pembelajaran yang kondusif serta pengajaran

yang efektif bagi semua siswa berkelainan, namun juga memberikan

hasil pembelajaran yang meningkat bagi siswa lain. Telah ditunjukan

bahwa dengan perencanaan dan jadwal secara sesama, serta pembuatan

tujuan-tujuan yang terartikulasi dengan jelas, siswa berkelainan dapat

diberi pengajaran secara efektif bersama siswa yang tidak mempunyai

kelainan..28

B. Model-model Pendidikan Inklusif

27
Suparno, Buku..., hlm. 8
28
J. David Smith, Sekolah Inklusif: Konsep dan Penerapan Pembelajaran, (Bandung:
NUANSA, 2012), hlm. 190
30

Terdapat beberapa model pelaksanaan pendidikan inklusif yang

telah dilakukan di dunia, diantaranya yaitu:29

1. Inklusif penuh

Menurut Hallahan & Kauffman dalam Ni’matuzahroh, dalam model ini

semua murid yang memiliki keterbatasan khusus ditempatkan

disekolah yang dekat dengan rumahnya dan mengikuti pendidikan

dengan anak-anak normal secara penuh (tidak ada pemisahan atau

perpindahan kelas sewaktu-waktu) dan guru kelas tidak memiliki

tanggung jawab utama dalam menangani anak berkebutuhan khusus

tersebut.30 Jadi dalam model inklusif penuh ini, tidak

mempermasalahkan apakah anak dapat mengikuti program reguler,

akan tetapi lebih melihat pada kemampuan dan keinginan guru,

sekolah dan sistemnya untuk melakukan adaptasi atau modifikasi

program pendidikan sesuai dengan kebutuhan anak.

2. Integrasi Model Umum

Dalam model ini anak-anak berkebutuhan khusus dididik dalamsetting

terpisah terlebih dahulu, barulah setelah anak tampak siap, anak

digabung dalam kelas reguler. Model ini diawali dengan

menyiapkan anak melalui pendekatan intervensi baik dari sisi emosi

maupun dari sisi perilaku. Jika psikolog atau terapis menyatakan

bahwa anak dinilai telah siap untuk mengikuti kelas reguler, barulah

anak dapat menguikuti kelas yang ditunjuk.

29
Ni’matuzahroh dan Yuni Nurhamida, Individu..., hlm. 47-48.
30
Ibid., hlm. 47.
31

3. Integrasi Model Lanjutan

Dalam model lanjutan ini kelompok atau individu-individu dari kelas

khusus mengunjungi kelas reguler untuk aktivitas bersama atau mata

pelajaran tertentu. Model ini menunjukkan bahwa anak

berkebutuhan khusus harus menyesuaikan dengan ketentuan sistem

dan kelas reguler, sehingga anak yang berkebutuhan khusus sering

dianggap “tamu” dikelas reguler.

4. Model inklusif

Didalam pembelajaran inklusif, Hallahan & Kauffman dalam

Ni’matuzahroh, menegaskan ada beberapa hal yang mendasar yang

harus diperhatikan agar inklusif dapat berjalan yaitu tidak melabel

anak ABK sebagai sesuatu yang membahayakan, mengubah

pandangan dan hati untuk menerima perbedaan, reorientasi yang

berkaitan dengan assesmen, metode pengajaran dan manajemen

kelas termasuk penyesuaian lingkungan, redefinisi peran guru,

realokasi sumber daya manusia, penyediaan bantuan profesional dan

pelatihan guru, pembentukan, peningkatan, dan pengembangan

kemitraan antara guru, orang tua untuk berbagi pengalaman,

kurikulum dan evaluasi pembelajaran yang fleksibel. 31

C. Manajemen dan Pengelolaan Kelas Inklusif

1. Persiapan Awal Membuka Kelas Inklusif

31
Ibid., hlm. 48.
32

Pelaksanaan pembelajaran dikelas inklusif membutuhkan persiapan

yang matang agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik.

Hal yang harus dipersiapkan pada tahap awal adalah kesiapan

mental komunitas sekolah untuk menerima kehadiran siswa ABK.

Kesiapan mental ini merupakan bagian yang sangat menentukan

keberlangsungan pembelajaran di kelas inklusif yang meliputi

kesadaran anak akan hak siswa ABK untuk mendapat pelayanan

pendidikan yang sama, sikap menerima dan berempati terhadap

kehadiran ABK yang menumbuhkan rasa kebersamaan dan kemauan

berbagi.

Sikap penerimaan tersebut lahir dari pengetahuan yang

dimiliki oleh komunitas sekolah tentang hakekat pendidikan inklusif

dan karakteristik siswa ABK. Untuk itu penting bagi sekolah

memberikan pengetahuan dan membuka wawasan tentang inklusif

kepada guru, siswa reguler, karyawan, maupun orang tua regular dan

ABK untuk menumbuhkan pemahaman yang benar tentang

pendidikan inklusif.

Persiapan selanjutnya adalah membentuk tim yang

bertanggung jawab untuk menyelenggarakan kelas inklusif. Tim ini

dibentuk dan dipilih oleh kepala sekolah untuk membuat berbagai

persiapan yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan kelas inklusif.

Ketiga, menyiapkan sarana dan prasarana yang mendukung

pembelajaran berupa fasilitas yang dibutuhkan, kurikulum, dll.


33

Selanjutnya adalah melakukan assesmen dan identifikasi pada siswa

ABK untuk menetapkan kriteria siswa ABK yang diterima disekolah

dengan mempertimbangkan sumber daya yang dimiliki sekolah,

sehingga tidak semua anak ABK dapat masuk ke kelas inklusif.

2. Mempersiapkan Pihak yang Terlibat di Kelas Inklusif

Pendidikan inklusif membutuhkan dukungan dari lingkungan

masyarakat. Tanpa dukungan dari lingkungan masyarakat terutama

dari komunitas sekolah, maka pelaksanaan pendidikan inklusif tidak

akan terlaksana dengan baik. Keterlibatan masyarakat mengacu pada

pendapat yang dikembangkan oleh Vigotsky dalam Ni’matuzahroh

yang menyatakan bahwa lingkungan sosial mempengaruhi

perkembangan anak dan membuat siswa dapat berkembang secara

optimal jika berada dalam lingkungan sosial yang mendukung dan

memberikan stimulus pada anak.32

Pendapat ini sejalan dengan teori ekologi yang

dikembangkan oleh Bronfenbenner dalam Ni’matuzahroh yang

menyatakan bahwa lingkungan sosial sangat berpengaruh terhadap

perkembanmgan anak. Lingkungan tersebut mencakup keluarga,

tetangga, lingkungan tempat tinggal, teman sebaya, sekolah,

masyarakat, sampai pada komunitas terbesar yaitu bangsa.

32
Ibid., hlm. 50.
34

Pendidikan yang efektif adalah pendidikan yang melibatkan seluruh

komponen masyarakat yang ada disekitar individu. 33

Prinsip utama dalam pembelajaran inklusif adalah

membangun partisipasi seluruh komponen komunitas sekolah

(orangtua ABK, orangtua non ABK, siswa regular, guru, karyawan)

untuk ikut andil dalam mensukseskan pembelajaran inklusif. ABK

yang bersekolah di kelas inklusif membutuhkan dukungan sosial

semua pihak. Dukungan sosial merupakan kenyaman, perhatian,

penghargaan, ataupun bantuan yang secara fisik dan psikologis yang

diterima individu dari berbagai sumber yang percaya, peduli,

menilai, dan mencintai kita seperti keluarga, teman, atau organisasi

masyarakat dan menjadi salah satu fungsi ikatan sosial yang

menggambarkan tingkat kualitas umum dari hubungan interpersonal

yang memiliki peran penting untuk kesejahteraan psikologis.

3. Mempersiapkan Sarana dan Prasarana Sekolah

Sekolah tidak cukup hanya memiliki sikap menerima,

melainkan harus melakukan modifikasi lingkungan, penyuluhan

pada orang tua dan anak reguler, melakukan pelatihan terhadap guru

dan kariawan, memberikan konseling pada saudar kandung siswa

ABK jika siswa ABK yang akan masuk kesekolah tersebut memiliki

saudar kandung yang lebih dulu sekolah di tempat tersebut, namun

perlu mempersiapkan fasilitas sarana dan prasarana berupa fasilitas

33
Ibid., hlm. 50.
35

dan kurikulum yang akan digunakan oleh siswa. Kondisi kekhususan

siswa yang di terima disekolah menjadi langkah awal yang harus

disiapkan, misalnya sekolah akan menerima siswa yang

menggunakan kursi roda maka fasilitas yang disiapkan adalah akses

jalan yang dapat digunakan siswa, program pembelajran yang

diterapkan, dll.

4. Metode Peningkatan Kompetensi Guru dalam Pengajaran Individual

(Individualized Educatin Program) Bagi Siswa Berkebutuhan

Khusus di Kelas Inklusif

Peningkatan kompetensi guru dalam menyusun program

pengajaran individual bagi siswa ABK di kelas inklusi sangat

mendesak untuk dilakukan, meningkat hasil asesmen awal menunjuk

bahwa sebagian besar guru kurang memiliki kemampuan untuk

mengajar dikelas inklusi. Mereka perlu mendapatkan pendampingan

yang terus menerus terutama agar dapat memberikan layanan yang

optimal pada siswa ABK. Salah satu keterampilan yang harus dilatih

adalah keterampilan dalam menyusun program pembelajaran

individual.

Metode yang akan dicoba untuk dikembangkan dalam

menigkatkan kompetensi guru dalam menyusun program

pembelajaran individual adalah melatih mereka tidak hanya dari sisi

pengetahuan melainkan juga dari sisi pengetahuan dan keterampilan.

Metode yang diberikan melalui beberapa tahapan yang sangat


36

mendasar dan menentukan keberhasilan meningkatnya kompetensi

guru dalam menyusun program pembelajaran individual.

a) Memberi pemahaman tentang filosofi pendidikan inklusif.

b) Memberikan pemahaman tentang apa dan siapa siswa

berkebutuhan khusus (pemahaman berupa pengertian dan

karakteristik siswa berkebutuhan khusus).

c) Memberikan wawasan tentang teknik identifikasi dan deteksi

pada siswa berkebutuhan khusus.

d) Pemahaman tentang bagaimana penanganan siswa berkebutuhan

khusus.

e) Dilanjutkan dengan penyusunan program pembelajaran

individual.

Aktivitas ini penting dilakukan secara berkelanjutan

mengingat para guru tidak memiliki latar belakang psikologi,

sehingga perlu diberikan arahan yang mendetil dan berkelanjutan

dan yang lebih penting diberikan secara bertahap sampai para guru

benar-benar memahami.34

Sedangkan dalam mengelola PAUD inklusif, dituntut untuk

memiliki kepekaan yang super terhadap elemen-elemen yang

berpengaruh terhadap program tumbuh kembang ABK. Elemen

pendukung tersebut antara lain:

a. Keluarga ABK : Ayah, ibu, serta anggota keluarga yang


lain.
34
Ibid., hlm. 55-78.
37

b. Lingkungan Biotik: Lingkungan rumah dan lingkungan


sekolah.
Lingkungan abiotik: Lingkungan sekolah dan lingkungan
rumah.
Tenaga Pendidik :Kepala PAUD, guru pendamping khusus,
guru kelas.
c. Program pembelajaran khusus untuk ABK. 35

D. Guru Pada Program Inklusif (Guru PLB)

Seorang guru senantiasa dituntut untuk selalu mengembangkan

pribadi dan profesinya secara terus menerus, serta dituntut untuk mampu

dan siap berperan secara professional dalam lingkungan sekolah dan

masyarakat. Hal ini sudah jelas disebutkan di dalam empat kompetensi

guru yang harus dimiliki seorang guru, diantaranya yaitu kompetensi

pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi

professional.

Sekolah-sekolah inklusif menuntut terdapatnya kurikulum,

metode mengajar, sarana pembelajaran, sistem evaluasi dan guru khusus

yang dapat diintegrasikan pada kelas regular yang memiliki anak

berkebutuhan khusus untuk dapat memberikan wadah dan penanganan

yang tepat bagi anak berkebutuhan khusus dengan anak normal yang

terdapat di dalam kelas tersebut. Dimana untuk melaksanakan itu

bukanlah pekerjaan yang gampang, sehingga benar-benar membutuhkan

35
Mukhtar Latif, dkk., Orientasi..., hlm. 324.
38

guru-guru yang inklusif didalam pelaksanaan pendidikan inklusif secara

sungguh-sungguh.

Guru yang inklusif adalah guru yang mampu menyesuaikan diri

dengan keadaan siswa yang beraneka ragam baik dari segi intelegensi,

kemampuan kognitif, afektif, psikomotor dan keadaan ekonomi sosial

anak dalam satu kelas yang inklusif dengan cara mengakomodir semua

kebutuhan belajar siswa dengan melakukan modifikasi didalam

kurikulum, metode mengajar, sarana prasarana, serta sistem evaluasinya

agar dapat dipergunakan bagi semua siswa yang ada di dalam lingkup

kelas inklusif tersebut.

a. Standar Kompetensi Guru Pendidikan Khusus

Standar kompetensi guru dalam pendidikan khusus

dilandasi oleh tiga kemampuan utama, yaitu:

1. Kemampuan umum ( general ability ) antara lain adalah memiliki

ciri warga Negara yang religious dan berkepribadian, memiliki

sikap dan kemampuan mengaktualisasikan diri sebagai warga

Negara, memiliki sikap dan kemampuan mengembangkan profesi

sesuai dengan pandangan hidup bangsa, memahami konsep dasar

kurikulum dan cara pengembangannya, memahami disain

pembelajaran kelompok dan individual dan mampu bekerja sama

dengan profesi lain dalam melaksanakan dan mengembangkan

profesinya.
39

2. Kemampuan dasar (basic ability) meliputi memahami dan mampu

mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus, memahami konsep

dan mampu mengembangkan alat asesmen serta melakukan

asesmen anak berkebutuhan khusus, mampu merancang,

melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran bagi anak

berkebutuhan khusus, mampu merancang, melaksanakan dan

mengevaluasi program bimbingan dan konseling anak

berkebutuhan khusus, mampu melaksanakan manajemen ke-PLB-

an, mampu mengembangkan kurikulum sesuai dengan

kemampuan dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus serta

dinamika masyarakat, memiliki pengetahuan tentang aspek-aspek

medis dan implikasinya terhadap penyelenggaraan pendidikan,

memiliki pengetahuan tentang aspek-aspek psikologis dan

implikasinya terhadap penyelenggaraan pendidikan, mampu

melakukan penelitian dan pengembangan di bidangnya, memiliki

sikap dan prilaku empati terhadap anak berkebutuhan khusus,

memiliki sikap professional dibidangnya, mampu merancang dan

melaksanakan program kampanye kepedulian PLB di masyarakat

dan mampu merancang program advokasi.

3. Kemampuan khusus (specific ability) kemampuan ini meliputi

mampu melakukan modifikasi perilaku, menguasai konsep dan

keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami

gangguan/kelainan penglihatan, menguasai konsep dan


40

keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami

gangguan/kelainan pendengaran/komunikasi, menguasai konsep

dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami

gangguan/kelainan intelektual, menguasai konsep dan

keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami

gangguan/kelainan anggota tubuh dan gerakan, menguasai konsep

dan keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami

gangguan/kelainan perilaku dan sosial dan menguasai konsep dan

keterampilan pembelajaran bagi anak yang mengalami kesulitan

belajar.

Dengan dimilikinya ketiga kemampuan dasar tersebut oleh

semua guru, maka diharapkan akan tercipta guru-guru yang inklusif

yang juga memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan yaitu memiliki

pengetahuan, keterampilan dan sikap tentang materi yang akan

diajarkan/dilatihkan dan tidak kalah pentingnya adalah memahami

karakteristik siswa yang menjadi tanggung jawabnya, sehingga akan

meningkatkan kemampuan dari siswa yang selanjutnya akan berdampak

kepada mengsukseskan wajib belajar yang telah dicanangkan oleh

pemerintah, untuk semua yaitu untuk siswa-siswa kita yang normal

maupun siswa-siswa kita yang berkebutuhan khusus.

b. Kualifikasi Akademik Guru

Ada dua kualifikasi akademik guru yaitu kualifikasi guru

melalui pendidikan formal dan kualifikasi guru melalui uji


41

kelayakan dan kesetaraan, dimana hal itu dijelaskan dengan

kualifikasi akademik yang dipersyaratkan untuk dapat diangkat

sebagai guru dalam bidang-bidang khusus yang sangat diperlukan

tetapi belum dikembangkan di perguruan tinggi dapat diperoleh

melalui uji kelayakan dan kesetaraan. Uji kelayakan dan kesetaraan

bagi seseorang yang memiliki keahlian tanpa ijazah dilakukan oleh

perguruan tinggi yang diberi wewenang untuk melaksanakannya.

Kualifikasi akademik guru melalui pendidikan formal adalah

kualifikasi akademik guru pada satuan pendidikan jalur formal

mencakup kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma

empat (D-IV) atau sarjana (S1) program studi yang sesuai dengan

mata pelajaran yang diajarkan/diampu, dan diperoleh dari program

studi yang terakreditasi baik itu Anak Usia Dini/ Taman Kanak-

kanak/Raudatul Atfal (PAUD/TK/RA), guru sekolah dasar/madrasah

ibtidaiyah (SD/MI), guru sekolah menengah pertama/madrasah

Tsanawiyah (SMP/MTs), guru sekolah menengah atas/madrasah

aliyah (SMA/MA), guru sekolah dasar luar biasa/sekolah menengah

luar biasa/sekolah menengah atas luar biasa

(SDLB/SMPLB/SMALB), dan guru sekolah menengah

kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK).36

36
Ferbalinda, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Guru dalam Pelaksanaan
Program Pendidikan Inklusi di SMA Negeri 14 Bandar Lampung, (skripsi, FKIP Universitas
Lampung, Lampung, 2016), hlm. 42-46.
42

E. Permasalahan-Permasalahan yang Muncul dalam Pelaksanaan Sekolah

Inklusif Berdasarkan Persepsi dari Guru

1. Guru

Permasalahan-permasalahan terkait guru yang diungkapkan oleh guru

diantaranya: Kurangnya Guru Pendamping Kelas (GPK), kurangnya

kompetensi guru dalam menangani ABK, guru kesulitan dalam

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), kurangnya pemahaman guru

tentang ABK dan sekolah inklusi, latar belakang pendidikan guru

yang tidak sesuai, beban administrasi yang semakin berat untuk guru,

kurangnya kesabaran guru dalam menghadapi ABK, dan guru

mengalami kesulitan dengan orangtua.

2. Orangtua

Permasalahan-permasalahan yang muncul terkait orangtua yang

paling banyak dikeluhkan oleh guru adalah: kurangnya kepedulian

orangtua terhadap penanganan ABK, kurangnya pemahaman

orangtua tentang ABK, orangtua merasa malu sehingga

menginginkan anaknya disekolah umum, kurangnya toleransi dari

orangtua siswa reguler terhadap ABK, dan orangtua kurang sabar

menangani ABK.

3. Siswa

Permasalahan-permasalahan yang muncul terkait siswa yang

dikemukakan guru adalah: ABK dengan permasalahan berbeda dan


43

memerlukan penanganan yang berbeda, ABK mengalami kesulitan

mengikuti materi pelajaran.

4. Manajemen Sekolah

Permasalahan-permasalahan yang muncul terkait manajemen sekolah

yang dikemukakan oleh guru adalah: belum siapnya sekolah dengan

program sekolah inklusi baik dari segi administrasi dan SDM, proses

KBM yang belum berjalan maksimal, dan permasalahan yang muncul

terkait orangtua adalah belum adanya program pertemuan rutin

dengan orangtua yang diadakan sekolah.

5. Pemerintah

Permasalahan-permasalahan yang muncul terkait pemerintah yang

dikemukakan oleh guru adalah: Kurangnya perhatian dan kepedulian

pemerintah terhadap pelaksanaan sekolah inklusi, kebijakan terkait

pelaksanaan sekolah inklusi belum jelas, belum adanya modifikasi

kurikulum khusus sekolah inklusi, kurangnya pelatihan tentang

pendidikan inklusi kepada guru perhatian pemerintah terhadap tenaga

professional yang mendukung sekolah inklusi kurang baik dari segi

jumlah dan kesejahteraannya, dan belum ada lembaga khusus yang

menangani pelatihan pendampingan ABK.

6. Masyarakat

Permasalahan-permasalahan yang muncul terkait masyarakat yang

dikemukakan oleh guru adalah: minimnya pengetahuan masyarakat

terkait pendidikan inklusi dan ABK, pandangan negatif masyarakat


44

terhadap ABK dan sekolah inklusi, dan kurangnya dukungan

masyarakat terkait pelaksanaan inklusi.

7. Lainnya

Permasalahan-permasalahan yang muncul terkait yang lainnya

adalah: kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung

pelaksanaan inklusi, kurangnya keterlibatan dari semua pihak

(akademisi, tenaga ahli, guru, sekolah, orangtua, dan pemerintah)

terkait pelaksanaan sekolah inklusi, latar belakang sosial yang

mempengaruhi ABK, belum ada kesepahaman tentang pelaksanaan

inklusi antara berbagai pihak.

Permasalahan yang muncul antara satu dengan yang lain bila

dikaji lebih lanjut akan saling berkaitan antara satu dengan yang

lain, baik dari permasalahan guru, siswa, sekolah, masyarakat,

maupun pemerintah dan lainnya.37

F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Guru dalam Pelaksanaan

Program Pendidikan Inklusi

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan guru dalam

pelaksanaan program pendidikan inklusi ada dua yaitu faktor internal

dan faktor eksternal.

1. Faktor Internal

37
Nissa Tarnoto, “Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Sekolah Penyelenggara
Pendidikan Inklusi pada Tingkat SD”, Humanitas, Vol. 13, Nomor 1, hlm. 55-56.
45

Faktor internal adalah faktor yang terdapat dari dalam pribadi

guru itu sendiri.

a. Profesionalisme Guru

Profesionalitas Guru yang lebih muda dan dengan

pengalamannya mengajar yang masih sedikit, memiliki daya

dukung terhadap integrasi. terdapat keengganan pada guru yang

telah berpengalaman dibandingkan dengan guru pelatihan yang

bersedia menerapkan program integrasi kepada siswa

berkebutuhan khusus. Hal ini dapat menjadi sebuah alasan bahwa

guru baru yang memenuhi syarat memiliki sikap yang positif

terhadap program integrasi. Selain faktor yang disebutkan

terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi kesulitan guru

terhadap inklusi yaitu latar belakang pendidikan guru. Jenis guru

yang dimaksud adalah guru khusus atau guru reguler, sedangkan

latar belakang pendidikan guru terkait dengan pendidikan terakhir

yang dimiliki guru. Hal ini terdapat perbedaan antara guru khusus

lebih berpengalaman untuk anak berkebutuhan khusus

dibandingkan dengan guru reguler yang kurang berpengalaman

dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus.

b. Pengalaman Kontak dengan Siswa Berkebutuhan Khusus

Sebuah hipotesis mengenai kontak dengan siswa

berkebutuhan khusus menyebutkan bahwa sejalan dengan


46

pelaksanaan guru dalam program inklusi, dimana semakin lama

pengalaman kontak dengan siswa berkebutuhan khusus

menunjukkan bahwa semakin dekat dan mampu memahami anak

berkebutuhan khusus maka kesulitan yang dimiliki guru semakin

berkurang. Namun, jika guru belum pernah kontak langsung

dengan anak kebutuhan khusus, ini akan menimbulkan kesulitan

tersendiri terlebih guru tersebut belum pernah mengikuti

pelatihan terkait dengan pendidikan inklusi.

2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yaitu faktor yang terdapat dari luar, faktor

ini berupa interaksi sosial diluar diri seseorang.

a. Kondisi Siswa

Konsep guru terhadap siswa berkebutuhan khusus

biasanya bergantung pada jenis hambatan siswa, tingkat

keparahan hambatan siswa, dan kebutuhan siswa akan

pendidikan. Persepsi guru mengenai jenis hambatan siswa dapat

dibedakan berdasarkan tiga dimensi, yaitu hambatan fisik dan

sensori, kognitif dan perilaku emosional yang dimiliki siswa,

dari ketiga dimensi inilah salah satu faktor kesulitan guru dalam

mengajar.

b. Fasilitas

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kesulitan

guru adalah ketersediaan fasilitas di sekolah. fasilitas yang


47

dimaksud dalam hal ini adalah sumber daya fisik seperti

perlengkapan mengajar, perlengkapan IT, lingkungan fisik yang

mendukung, dan lain-lain. Serta sumber daya manusia seperti

guru khusus, terapis, kepala sekolah, orangtua, dan lain-lain.

Minimnya sarana penunjang system pendidikan inklusi serta

terbatasnya pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh

para guru sekolah inklusi menunjukkan betapa sistem pendidikan

inklusi belum benar-benar dipersiapkan dengan baik.

c. Pelatihan Terkait Pendidikan Inklusi

Faktor lain yang mempengaruhi kesulitan guru adalah

pengetahuan yang dimiliki mengenai siswa berkebutuhan khusus

yang dikembangkan melalui pelatihan yang didapat. Faktor ini

dipertimbangkan menjadi faktor penting dalam mempengaruhi

kesulitan guru terhadap pelaksanaan kebijakan inklusi. Tanpa

rencana untuk memberikan pelatihan kepada guru mengenai

pendidikan untuk siswa berkebutuhan khusus, maka akan sulit

untuk mengikutsertakan siswa tersebut ke dalam kelas normal.38

G. Cara Praktis Mengajar Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

1. Bersikap baik dan positif


Anak-anak dapat menjadi agresif dan berperilaku negatif apabila
merasa tidak dipahami atau merasa takut dengan tugas atau
pertanyaan yang bagi mereka terlalu sulit
2. Gunakan setting kelas yang sesuai

38
Ferbalinda, “Faktor-faktor…, hlm. 47-50.
48

Setting kelas berbentuk huruf U lebih dianjurkan daripada bentuk


berjajar (teater)
3. Bicaralah yang jelas dengan posisi wajah menghadap siswa
Anak berkebutuhan khusus duduk dibarisan depan agar mereka
dapat melihat guru dan penjelasan yang tertulis di papan tulis dengan
lebih baik
4. Manfaatkan semua metode komunikasi
Perlu diingat bahwa hal yang tidak bisa dilihat oleh anak tetap dapat
mereka dengar dan/atau sentuh. Hal yang tidak bias mereka dengar,
dapat mereka lihat
5. Gunakan strategi pengajaran yang efisien
Strategi pengajaran untuk anak berkebutuhan khusus oleh Swanson
6. Utamakan dukungan teman sebaya
Jelaskan pada anak non berkebutuhan khusus bahwa mereka
berperan dalam mencegah terjadinya gangguan atau intimidasi
terhadap teman mereka yang berkebutuhan khusus
7. Manfaatkan materi pengajaran yang ada sebaik mungkin
Gunakan sumber belajar yang sederhana yang terdapat disekitar
anda misalnya, tanaman di lingkungan sekolah, lidi/ranting kayu
untuk menghitung, gambar-gambar dari majalah bekas, kartu
menggambar, dan lain-lain.
8. Beri penjelasan pada semua anak mengenai disabilitas
Salah satu cara untuk menjelaskan hal ini dengan efektif adalah
dengan mengundang disabilitas (dewasa) untuk mengunjungi kelas
dan berbicara pada murid-murid anda
9. Buatlah kelas seaksesibel mungkin
Contohnya gunakan warna-warna cerah untuk menciptakan
lingkungan belajar yang ramah dan aksesibel. Gunakan gorden atau
dekorasi dinding dari bahan tekstil untuk mengurangi kegaduhan.
10. Berbagilah pengalaman
Bagilah pengalaman, tantangan, dan praktek strategi pengajaran
efektif, dan juga sumber daya yang dimiliki dengan guru atau
sekolah lain.39

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dimana penulis

dituntut untuk lebih banyak menggunakan logika, karena data yang

diperoleh dari lapangan lebih banyak yang bersifat informasi dan

39
Elsa ikdul farid, “Pendidikan Inklusi”, dalam https://youtu.be/ssM0R53DVRY, diakses
tanggal 19 mei 2019, pukul 06.44.
49

keterangan-keterangan yang berbentuk uraian, bukan dalam bentuk angka

atau simbol.

Penelitian kualitatif merupakan suatu penelitian yang bermaksud


memahami penomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa
pada suatu konteks khusus yang alamiah serta dengan memanfaatkan
berbagai metode alamiah.40

Sehubungan dengan penelitian ini, peneliti menggunakan

pendekatan penelitian kualitatif deskriptif.

2. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrumen utama

bertindak sebagai pelaksana, pengamat, dan sekaligus sebagai pengumpul

data. Sebagai pelaksana, peneliti melaksanakn penelitian di PAUD

Lenterahati Islamic Boarding School Jempong Baru Mataram. Peneliti

sebagai pengamat mengamati bagaimana pelaksanaan pengelolaan kelas

pada sekolah inklusif di PAUD Lenterahati.

3. Lokasi Penelitian

Adapun penelitian ini berada di Jl. Banda Seraya No. 100x, Jempong

Baru, Sekarbela, Kota Mataram. Peneliti memilih lokasi penelitian di PAUD

Lenterahati Islamic Boarding School Jempong Baru Mataram dengan

alasan:

40
Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling
(Pedekatan Praktis untuk Peneliti Pemula dan Dilengkapi dengan Contoh Transkip Hasil
Wawancara Serta Model Penyajian Data), (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2012), hlm. 3..
50

a. PAUD Lenterahati adalah salah satu PAUD yang menerima anak yang

berkelainan dalam kelas regular yang pernah peneliti jumpai dan

observasi di sekitaran Kota Mataram.

b. Dari hasil observasi yang pernah peneliti lakukan, peneliti melihat

adanya kesulitan yang dialami oleh guru dalam mengelola kelas dan

pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti ingin menggali dan mengatahui

lebih lanjut mengenai kesulitan guru dalam mengelola kelas inklusif.

4. Sumber Data dan Jenis Data

Adapun sumber dan jenis data dalam penelitian ini adalah: 41

a. Kata-kata dan tindakan (dikumpulkan dengan cara wawancara dan

observasi)

b. Sumber tertulis (berupa buku-buku dan arsip-arsip dikumpulkan dengn

observasi atau pengamatan dan fotokopi atau disalin ulang)

c. Foto (dikumpulkan dengan cara pengamatan dan fotokopi).

Subjek penelitian meliputi guru kelas, guru pendamping khusus

(GPK), dan kepala sekolah. Sedangkan objek penelitian adalah kesulitan

guru dalam pengelolaan kelas inklusif di PAUD Lenterahati Islamic

Boarding School Jempong Baru Mataram.

5. Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan, maka peneliti

menggunakan beberapa metode dalam pengumpulan data. Adapun metode

yang digunakan untuk memperoleh data diantaranya yaitu:

41
Ibid., hlm. 61.
51

a. Metode observasi

Marshall dalam sugiyono menyatakan bahwa “through observation,

the researcher learn about behavior and the meaning attached to those

behavior”. Melalui observasi, peneliti belajar tentang perilaku, dan

makna dari perilaku tersebut.42

Metode observasi adalah metode yang disengaja dan sistematis

tentang fenomena-fenomena sosial, dan gejala-gejala alam dengan cara

pengamatan dan pencatatan. Disini peneliti mengambil data dengan

mengamati peran dan tugas guru dalam mengelola kelas inklusif,

mengetahui kesulitan atau kendala yang dialami guru dalam pengelolaan

kelas inklusif serta bagaimana upaya guru dalam mengatasi kesulitan

tersebut.

b. Metode wawancara

Esterberg dalam sugiyono mengidentifikasi interview sebagai

berikut. “a meeting of two person exchange information and idea

throught question and responses, resulting in communication and joint

contruction of meaning about a particular topic”. Wawancara adalah

merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide

melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu

topik tertentu.43

42
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 64.
43
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantifatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2017), hlm. 231.
52

Esterberg mengemukakan beberapa macam wawancara, yaitu

wawancara terstruktur, semiterstruktur, dan tidak terstruktur. 44

1) Wawancara terstruktur

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data,

bila peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa

yang akan diperoleh. Oleh karena itu dalam melakukan wawancara,

pengumpul data telah menyiapkan instrumen penelitian pertanyaan-

pertanyaan tertulis yang alternative jawabannya pun telah disiapkan.

Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden diberi

pertanyaan yang sama, dan pengumpul data mencatatnya.

2) Wawancara semiterstruktur

Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-dept

interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila

dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara

jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih

terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan

ide-idenya.

3) Wawancara tidak terstruktur

Wawancara tidak terstruktur, adalah wawancara yang bebas dimana

peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah

tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.

44
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif…, hlm. 73.
53

Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar

permasalahan yang akan ditanyakan.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara tidak

terstruktur. Jenis wawancara ini peneliti gunakan agar data-data yang

kurang jelas bisa ditanyakan kembali kepada responden sehingga data yang

diperoleh lengkap dan valid.

c. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang berarti barang-

barang tertulis. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah lalu.

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental

dari seseorang atau catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera, boigrafi,

peraturan, kebijakan.45 Dokumentasi yang peneliti gunakan adalah

gambar/foto kegiatan pembelajaran, tata ruang, data siswa, dan yang

lainnya. Peneliti menggunakan metode ini untuk mendapatkan data

tentang profil PAUD Lenterahati Islamic Boarding School Jempong

Mataram, dan pengelolaan kelas inklusif di PAUD Lenterahati Islamic

Boarding School Jempong Mataram.

6. Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini penulis menggunakan analisis data model Miles dan

Huberman. Seperti yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman yaitu:

a. Reduksi Data

45
Ibid., hlm 240.
54

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak,

untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti yang telah

dikemukakan, semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data

akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera

dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti

merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal

yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang

direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan

mempermudah peneliti untuk mengumpulkan data selanjutnya. 46

b. Penyajian Data

Setelah melakukan reduksi data, langkah selanjutnya adalah

penyajian data. Dalam penelitian kualitatif data disajikan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya. Dalam

hal ini Miles dan Huberman menyatakan “the most frequent from

display data for qualitative research data in the past has been narrative

text”. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam

penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.47

c. Conclusion Drawing/Verification

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan

Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verivikasi. Kesimpulan

awal dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara, dan akan

46
Ibid., hlm. 247.
47
Ibid., hlm. 249
55

berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung

pada tahap pengumpulan data berikutnya.

Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif

mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak

awal, tetapi mungkin juga tidak, karena seperti telah dikemukakan

bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian masih bersifat

sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada dilapangan.48

7. Uji Keabsahan Data

Uji keabsahan data pada penelitian kualitatif hanya ditekankan pada

uji validitas dan reabilitas, karena dalam penelitian kualitatif kriteria pada

data penelitian adalah valid, reliable, dan objektif. Dalam penelitian

diperlukan suatu teknik pemeriksaan keabsahan data. Adapun teknik yang

peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Perpanjangan pengamatan

Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke

lapangan, melakukan pengamatan, wawancara kembali dengan sumber

data yang pernah ditemui maupun yang baru.49 Perpanjangan

pengamatan memungkinkan hubungan antara peneliti dengan

narasumber akan semakin akrab, semakin terbuka, saling mempercayai,

sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi.

b. Triangulasi

48
Ibid., hlm. 252-253.
49
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif…, hlm. 122.
56

Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai

pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan

berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber,

triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.

1) Triangulasi sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan

dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa

sumber.

2) Triangulasi teknik

Triangulasi teknik menguji krediblitas data dilakukan dengan

cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik

berbeda.

3) Triangulasi waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang

dikumpulkan dengan teknik wawancara ketika narasumber masih

segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih

valid, sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian

kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan

pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam

waktu atau situasi yang berbeda.

c. Menggunakan bahan referensi

Bahan refrensi adalah adanya pendukung untuk membuktikan

data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh, data hasil
57

wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman wawancara. Alat-

alat bantu perekam data dalam penelitian kualitatif seperti kamera,

handycam, dan lain-lain diperlukan untuk mendukung kredibilitas data

yang telah ditemukan oleh peneliti.

H. Sistematika Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN: Dalam bab ini memaparkan tentang latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat, ruang lingkup dan setting

penelitian, telaah pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika

pembahasan.

BAB II PAPARAN DATA DAN TEMUAN: Dalam bab ini membahas

mengenai hasil temuan di lapangan selama meneliti yang mencakup profil

sekolah, data guru, data siswa, serta membahas mengenai bagaimana

pengelolaan kelas inklusif di PAUD Lenterahati Islamic Boarding School

Jempong Baru Mataram. Hasil penelitian ini dapat dibuktikan dengan data

wawancara, observasi dan dokumentasi.

BAB III PEMBAHASAN: Dalam bab ini menjawab rumusan masalah yang

mencakup:

1. Apa saja kesulitan yang dihadapi guru terkait pengelolaan kelas inklusif di

PAUD Lenterahati Islamic Boarding School Jempong Baru Mataram?

2. Bagaimana upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi kesulitan dalam

pengelolaan kelas inklusif di PAUD Lenterahati Islamic Boarding School

Jempong Baru Mataram?

BAB 1V PENUTUP: (Kesimpulan dan Saran).


58

BAB II

PAPARAN DATA DAN TEMUAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Gambaran PAUD Lenterahati Islamic Boarding School

PAUD Lenterahati Islamic Boarding School Jempong Baru

Mataram merupakan cabang dari yayasan Lenterahati yang berada di

Desa Jati Sela kecamatan Gunungsari. Sekolah ini merupakan sekolah

unggulan karakter sekaligus menerima siswa yang berkebutuhan khusus

(inklusif).

PAUD Lenterahati terletak di Jl. Banda Seraya No. 100x,

Jempong Baru, Sekarbela, Kota Mataram. PAUD Lenterahati membuka

tiga layanan yaitu: Taman Kanak-Kanak (TK), Kelompok Bermain

(KB), dan Taman Penitipan Anak (TPA). Sekolah ini mempunyai tenaga

kependidikan sebanyak 5 orang, dan 3 orang pengasuh TPA. Selain itu,

PAUD Lenterahati mempunyai peserta didik sebanyak 36 anak. Peserta

didik berkebutuhan khusus sebanyak 3 orang dengan jenis ketunaan dua

anak keterlambatan bicara (tuna grahita) berada dikelas TK dan dikelas

KB, dan satu Atropi Cerebral Frontal (tuna grahita) berada di kelas TK.
59

2. Tujuan PAUD Lenterahati

Tujuan pendidikan PAUD Lenterahati Islamic Boarding School

yaitu membentuk manusia yang beriman dan bertakwa pada Allah SWT,

berkepribadian serta berakhlak mulia, mandiri serta bertanggung jawab,

dapat berkompetisi dengan sehat, berilmu pengetahuan, cakap serta

terampil saat mengembangkan serta mengamalkan ilmu dan

pengetahuan serta teknologi sebagai khalifah di bumi, selain itu

Lenterahati Islamic Boarding School secara special yaitu menghasilkan

lulusan yang berkepribadian islami, berwawasan global, sensitive, kritis,

mandiri, kreatif, serta bertanggung jawab. 50

3. Visi dan Misi PAUD Lenterahati

a. Visi
Merupakan tempat untuk menyemaikan anak didik yang

berkarakter dan kreatif inovatif sehingga menghasilkan calon

anggota keluarga yang memiliki jati diri yang penuh rasa ingin tahu

yang tinggi, terampil dalam hidup sehari-hari, mampu berteman

yang memadai melalui proses belajar, mengajar, bermain sambil

belajar yang nyaman dan menyenangkan.

b. Misi

1. Mewujudkan dan melaksanakan paradigma belajar yang

berwawasan learning to think, learning to do, learning to life

50
Dokumentasi, 10 Juni 2019.
60

together, dan learning to be your self dalam suasana yang

nyaman dan menyenangkan.

2. Membangun anak didik untuk memiliki keunggulan yang kreatif,

cerdas, sehat, modern, peduli/peka dengan berdasar pada budaya

bangsa dan kehidupan yang Islami.

3. Membangun kesejahteraan bersama dan bersama membangun

kesejahteraan secara berimbang spiritual dan material.

4. Menghayati dan merealisasikan setiap amanah/kepercayaan yang

diberikan orang tua dan pihak lain secara sungguh-sungguh dan

bertanggung jawab.51

4. Kurikulum PAUD Lenterahati

Pembelajaran PAUD Lenterahati Islamic Boarding School

menggunakan Kurikulum Nasional yang dikembangkan dengan

berbagai macam muatan lokal yang dirancang dengan ciri khas sendiri

dan terintegrasi dengan nilai-nilai Islam pada setiap pengembangannya

dengan tidak melupakan keberagaman kecerdasan anak melalui

pembelajaran yang mengembangkan Multiple Intelligence.

Pendidikan budi pekerti menjadi perhatian

yang utama dan pertama di PAUD Lenterahati Islamic Boarding

School. Oleh karena itu budi pekerti menjadi master dalam model

pembelajaran di PAUD Lenterahati Islamic Boarding School. Nilai-nilai

budi pekerti kita kembangkan sejak sedini mungkin, karena nilai-nilai

51
Dokumentasi, 10 Juni 2019.
61

ini akan sangat penting sebagai bekal dalam mengarungi kehidupannya

kelak. Setiap Guru adalah Guru budi pekerti yang senantiasa

memberikan ketauladanan bagi anak didiknya. 52

5. Sumber Daya yang dimiliki PAUD Lenterahati

Kelengkapan sumber daya dapat memperlancar penyelenggaraan

pendidikan. Di sekolah sumber daya yang dimiliki merupakan

komponen yang terpenting dalam proses pelaksanaan suatu pendidikan.

Sumber daya yang dimiliki oleh PAUD Lenterahati yaitu antara lain:

a. Keadaan Tenaga Kependidikan

Tenaga kependidikan yang dimiliki oleh PAUD Lenterahati

yaitu kepala sekolah, guru kelas, guru pendamping khusus/psikolog,

dan admin. Berikut gambaran tenaga kependidikan di PAUD

Lenterahati:

Tabel 2.1

Tenaga Kependidikan PAUD Lenterahati Tahun Pelajaran


2018/2019
Sumber: Data Guru PAUD Lenterahati Jempong Baru Mataram53

NO JABATAN IJAZAH
1 Kepala sekolah merangkap Guru Pendamping S1
Khusus (GPK)
2 Guru Kelas TK S1
3 Guru Kelas KB S1
4 Guru Pendamping S1
5 Admin S1

52
Dokumentasi, 10 Juni 2019.
53
Dokumentasi, 10 Juni 2019.
62

Berdasarkan tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa jumlah tenaga

kependidikan yang ada di PAUD Lenterahati yaitu ada 5 orang. Kepala

sekolah 1 orang, guru kelas berjumlah 2 orang, guru pendamping 1

orang, dan admin 1 orang. Selain itu, tenaga kependidikan yang

dimiliki PAUD Lenterahati rata-rata pendidikan terakhirnya S1.

b. Keadaan Peserta Didik

Peserta yang ada di PAUD Lenterahati Mataram yaitu

sebagai berikut:

Tabel 2.2
Jumlah Peserta Didik Menurut Kelas Tahun Pelajaran 2018/2019

KELAS L P JUMLAH
Taman Kanak-Kanak 7 3 10
Kelompok Bermain 16 10 26
JUMLAH 23 13 36
54
Sumber: File Data Siswa PAUD Lenterahati Mataram

Tabel 2 di atas menunjukkan data peserta didik PAUD

Lenterahati pada tahun 2018/2019 menurut kelasnya. Data tersebut

menjelaskan bahwa jumlah peserta didik di kelas Taman Kanak-

Kanak/TK ada 10 anak dengan 7 anak laki-laki dan 3 anak perempuan,

di kelas Kelompok Bermain/KB ada 26 anak dengan 16 anak laki-laki

dan 10 anak perempuan.

Selain itu, PAUD Lenterahati juga terdapat anak berkebutuhan

khusus dengan berbagai jenis ketunaan. Jenis-jenis anak berkebutuhan

khusus yang ada di PAUD Lenterahati sebagai berikut:

54
Dokumentasi, 10 Juni 2019.
63

Tabel 2.3
Data Peserta Didik Berkebutuhan Khusus di PAUD Lenterahati
Tahun Pelajaran 2018/2019

NO NAMA USIA L/P JENIS KETUNAAN


1 MKR 6 L Tuna Grahita Ringan
2 FPW 6 L Tuna Grahita Ringan
3 ISA 5 L Tuna Grahita Ringan
Sumber: Formulir Observasi Kesehatan PAUD Lenterahati55

Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa terdapat anak berkebutuhan

khusus dengan jumlah tiga anak. Ketiga anak tersebut semuanya laki-

laki dan memiliki jenis ketunaan yang sama yaitu tuna grahita ringan.

c. Keadaan sarana prasarana di PAUD Lenterahati

Sarana prasarana merupakan komponen yang sangat penting

dalam menunjang kelancaran proses belajar mengajar. Adapun

sarana prasarana yang dimiliki PAUD Lenterahati Mataram dapat

dilihat pada table 4 dibawah ini.

Tabel 2.4

Daftar Sarana Prasarana PAUD Lenterahati Tahun


Pelajaran 2018/2019
N NAMA PRASARANA JUM KO
O LAH NDI
SI
1 Kamar Mandi/WC 8 Baik
2 Ruang Guru 1 Baik
3 Ruang Belajar 3 Baik
4 Gudang 1 Baik
5 Dapur 1 Baik

NO NAMA JUMLAH KONDISI


55
Dokumentasi, 10 Juni 2019.
64

SARANA
1 Meja Guru 1 Baik
2 Kursi Guru 2 Baik
3 Meja Murid 12 Baik
4 Kursi Murid 10 Baik
5 Lemari 2 Baik
6 Rak Buku 2 Baik
7 Rak Sepatu 3 Baik
8 Ayunan 2 Baik
9 Jungkitan 1 Baik
10 Prosotan 1 Baik
11 Tangga 1 Baik
Majemuk
12 Komputer 1 Baik
13 Karpet 6 Baik
14 Pengeras 1 Baik
Suara
15 Jam 4 Baik
Dinding
16 Kipas 3 Baik
Angin
17 Televisi 2 Baik
18 LCD 1 Baik
56
Sumber: Data Sarana Prasarana PAUD Lenterahati.

B. Kesulitan Guru dalam Pengelolaan Kelas Inklusif di PAUD Lenterahati

Islamic Boarding School Jempong Baru Mataram

Berbicara tentang kesulitan, sudah menjadi hukum alam dalam

setiap kegiatan yang dilakukan, tidak mungkin akan selalu berjalan dengan

mulus seperti apa yang direncanakan, pasti ada kendala dan kesulitan yang

dihadapi. Sebagaimana yang diketahui bahwa, kesulitan adalah suatu

kesenjangan antara harapan dan kenyataan yang diharapkan dapat

diselesaikan atau dapat mengurangi kesenjangan tersebut. Seperti yang

56
Dokumentasi, 10 Juni 2019.
65

diungkapkan oleh ibu FI selaku kepala sekolah yang merangkap menjadi

guru pendamping khusus mengatakan:

“kesulitan pasti ada mbak, karena adanya berbagai faktor


penghambat dalam pelaksanaan pendidikan inklusi, yaa mulai dari
sarana prasarananya yang kurang mendukung, kurangnya
dukungan orang tua, kurangnya guru pendamping khusus untuk
anak ABK. Saya dah mbak yang menangani anak ABK dan itupun
saya tidak bisa maksimal karena saya tidak selalu berada di
sekolah, saya harus mengahadiri acara lah, dan dinas keluar
daerah. Tetapi yang paling mengahambat yaitu sarana
prasarananya mbak, kita mau menterapi anak disekolah namun kita
belum memiliki alat sendiri, dan belum ada ruang khusus untuk
menterapi anak ABK57

Berdasarkan hasil wawancara diatas, kesulitan guru dalam

pengelolaan pendidikan inklusif disebabkan karena adanya berbagai faktor

penghambat diantaranya yaitu:

a. Sarana prasarana

Sekolah inklusif membutuhkan sarana prasarana yang khusus

untuk menangani anak berkebutuhan khusus guna mengoptimalkan

pelaksanaan pendidikan inklusif serta penanganan anak berkebutuhan

khusus.

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan, PAUD

Lenterahati masih kekurangan dalam hal sarana prasarana baik itu

sarana umum yang dapat digunakan untuk semua siswa, dan sarana

prasarana khusus yang digunakan untuk anak siswa berkebutuhan

khusus.

57
Kepala Sekolah, Wawancara 13 Juni 2019.
66

Adapun kendala dalam hal sarana prasarana di PAUD

Lenterahati adalah: Tidak ada ruangan untuk melaksanakan kegiatan

asesmen/diagnosis siswa ABK beserta perlengkapannya, tidak ada

ruang ibadah, tidak terdapat papan tulis dalam setiap kelas, kurangnya

bangku dan meja, serta kurangnya media/permainan untuk anak

berkebutuhan khusus seperti alat untuk latihan sensori visual, sensori

motorik, alat bantu ajar atau akademik.58 Dari kendala-kendala yang

muncul ini mengakibatkan guru kesulitan dalam mengelola kelas

sehingga pelaksanan pendidikan inklusif kurang maksimal.

b. Kurangnya dukungan orang tua

Pendidikan inklusif membutuhkan dukungan berbagai pihak

supaya pendidikan inklusif terlaksana dengan baik, diantaranya

membutuhkan dukungan orang tua. Namun pada penerapannya, di

PAUD Lenterahati kurang mendapat dukungan dari orang tua. Seperti

yang diungkapkan oleh ibu FI selaku kepala sekolah mengatakan:

“….orangtua kurang aktif dalam membantu pelaksanaan inklusi


ini, kalau mereka diminta hadir untuk pertemuan wali murid
mereka jarang ada yang datang mbak karena kesibukan masing-
masing. Rata-rata orangtuanya kerja kantoran. Sebenarnya
sangat kita harapkan bantuan orang tua ini dalam menangani
anak yang berkebutuhan khusus disekolah, karena merekalah
yang lebih tau bagaimana kondisi anaknya.”59

c. Guru

58
Observasi, 10 Juni 2019.
59
Kepala Sekolah, Wawancara 13 Juni 2019.
67

Faktor penghambat lainnya yaitu faktor dari guru itu sendiri.

Kurangnya kemampuan dan kompetensi guru dalam menangani siswa

ABK membuat guru kesulitan dalam mengelola kelas inklusif. Seperti

yang diungkapkan oleh ibu NH selaku guru yang menangani kelas KB

mengatakan:

“begron saya bukan di PAUD ataupun BK mbak, jadi ya saya


cukup kesulitan menangani kelas inklusif. Tapi saya terus
belajar dan menggali informasi tentang itu mbak untuk
meningkatkan kemampuan profesi saya sebagai guru”60

Selain kurangnya kompetensi guru, di PAUD Lenterahati juga

kekurangan guru pendamping sehingga membuat pelaksaan pendidikan

inklusif di PAUD Lenterahati belum terlaksana dengan maksimal.

Kesulitan yang merupakan gangguan dalam proses pengelolaan

kelas inklusif dapat berwujud macam-macam, berkaitan dengan hal tersebut,

maka kesulitan guru dalam mengelola kelas inklusif di PAUD Lenterahati

Jempong Baru Mataram, berikut adalah petikan dari hasil wawancara

dengan guru:

1. Kesulitan Guru dalam Proses Pembelajaran

Proses pembelajaran di PAUD Lenterahati Islamic Boarding

School Jempong Baru Mataram dengan setting inklusif yaitu

menggabungkan peserta didik normal dengan anak berkebutuhan khusus

dalam satu kelas secara bersamaan. Dalam proses pembelajaran karena

kurangnya guru pendamping khusus, guru kelas yang menangani peserta

didik secara keseluruhan. Oleh karena itu guru kesulitan menangani

60
Guru pendamping KB, Wawancara 11 Juni 2019.
68

proses pembelajaran dan menangani peserta didik. Proses pembelajaran

yang terjadi tidak begitu mulus. Ada beberapa permasalahan yang

terjadi seperti yang diungkapkan oleh ibu BM selaku guru kelas KB

sebagai berikut:

“proses pembelajaran yang dilakukan disini yaitu dengan


mencampur anak berkebutuhan khusus dengan anak normal.
Saya mengalami kesulitan mbak dalam proses pembelajaran,
karena memang kurangnya pengetahuan saya tentang ABK
karena bidang saya bukan disitu mbak, saya bingung apakah
anak ABK ini sudah paham dengan apa yang saya ajarkan atau
tidak, dia jarang bicara karena mengalami keterlambatan bicara
dan memang anaknya agak tertutup”.61

Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh peneliti di kelas KB,

proses pembelajaran yang terjadi yaitu anak berkebutuhan khuss

dicampur dengan anak non berkebutuhan khusus. Peserta didik dalam

mengikuti pembelajaran sangat antusias akan tetapi kadang-kadang

terjadi keributan dikerenakan banyaknya peserta didik dalam kelas

tersebut. Selain itu dalam pembelajaran guru kesulitan untuk menangani

anak berkebutuhan khusus yang sering menyendiri dan memisahkan

diri. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh ibu NH dan ibu BM selaku

guru yang memegang kelas KB sebagai berikut:

“saya dan bunda BM adalah guru baru disini mbak, jadi kami
belum pernah mengikuti pelatihan-pelatihan untuk penanganan
anak berkebutuhan khusus, itu yang membuat kita kesulitan dan
tidak ada gambaran tentang bagaimana menangani anak
berkebutuhan khusus”.62

“Iya mbak, kami baru beberapa bulan ngajar disini. Kalau


guru-guru yang lain pernah mengikuti seminar dan pelatihan

61
Guru kelas KB, Wawancara 11 Juni 2019.
62
Guru Pendamping KB, Wawancara 11 juni 2019.
69

dan lebih berpengalaman dalam menangani anak ABK. Tetapi


sekarang kan zaman sudah canggih mbak, kita bisa cari tips
menangani anak berkebutuhan khusus dan cara mengelola kelas
yang baik lewat internet”.63

Hal demikian juga di ungkapkan oleh guru kelas TK. Ibu EL

mengungkapkan:

“kesulitan dalam pembelajaran bukan hanya disebabkan oleh


siswa berkebutuhan aja dek, tetapi anak yang normal juga.
Mereka sulit diperintahkan, tumben dah dek anak-anak susah
bangat dibilangin, suka nggak dengerin kata bu gurunya. Benar-
benar menguji kesabaran.
Sebenarnya kuncinya itu ada pada kita seorang guru, cara saya
ya dek untuk mengatasi anak-anak yang bermasalah apalagi
anak ABK yang suka ngamuk-ngamuk itu, saya tenangin diri
saya dulu, nah nanti kalau kita sudah tenang baru kita dekati
anak itu dan bicara pelan-pelan apa maunya, anak itu akan
tenang dan mau mendengarkan kita. Memang itu tidak mudah
dek tapi lama-kelamaan insya Allah anak itu akan membaik dek.
64

2. Kesulitan Guru dalam Menangani Siswa Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang memiliki

keterbatasan baik itu dari segi fisik maupun mental, mereka

membutuhkan penanganan khusus karena mereka berbeda dengan anak

normal lainnya. Dalam menangani siswa ABK memerlukan ruangan

khusus dan alat khusus untuk menanganinya serta kerjasama dengan

berbagai pihak.

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan di sekolah

PAUD Lenterahati Jempong Mataram, sekolah tidak memiliki ruangan

khusus untuk menangani siswa ABK serta alat untuk menanganinya pun

63
Guru kelas KB, Wawancara 11 Juni 2019.
64
Guru kelas TK, Wawancara 13 Juni 2019.
70

belum memadai. Sehingga guru terkendala dan kesulitan dalam

menangani siswa ABK. Seperti yang diungkapkan oleh ibu FI selaku

kepala sekolah yang merangkap menjadi guru pendamping khusus

mengatakan:

“Anak berkebutuhan khusus dalam belajar dikelas kadang


susah ditangani mbak, karena mereka suka tidak
konsentrasi, tidak mau melakukan kegiatan, dan kadang
mengganggu temannya yang sedang berkegiatan, tergantung
moodnya, kadang mau kadang tidak. Jadi saya selaku yang
menangani anak yang berkebutuhan mengambil langkah
dengan menarik anak tersebut ke pinggir atau pojok ruangan
untuk saya tenangkan dan mengembalikan konsentrasinya
dan kembali mengajaknya untuk melakukan kegiatan
bersama dengan teman-temannya.
Kendala saya dalam menangani siswa ABK disini mbak
dikarenakan tidak adanya ruangan khsusus untuk menangani
siswa ABK dan alat serta media untuk menanganinya
sehingga saya kesulitan dalam menanganinya. Sarana
prasarana itu salah satu faktor yang sangat mendukung
dalam penerapan pendidikan inklusi, ya semuanya sih mbak
membutuhkan sarana prasarana. 65

Selain ruangan dan alat/media (sarana prasarana) yang

diperlukan dalam menengani siswa berkebutuhan khusus, disamping

itu juga perlu keterlibatan berbagai pihak. Hal ini diungkapkan oleh

ibu FI:

“…kita belum ada kerjasama dengan pihak manapun mbak,


dengan tempat-tempat terapi belum ada, cuma dulu pernah
ada dokter yang memeriksa dan menangani anak
berkebutuhan khusus, tetapi sekarang sudah tidak ada lagi
mbak, jadi kalau ada yang membutuhkan terapi kita kasih
tau orang tuanya dan kita hanya merekomendasikan tempat-
tempat untuk terapi. Dukungan orang tua juga mbak sangat
berpengaruh dalam menangani anak berkebutuhan khusus,
jika saja orang tuanya ikut aktif dalam pemulihan anaknya
insya Allah bisa kok kita tangani mbak, tetapi orang tuanya

65
Kepala Sekolah, Wawancara 13 Juni 2019.
71

banyak yang tidak peduli dan lepas tangan menyerahkan


sepenuhnya pada kita, jadi itu dah mbak kurangnya
dukungan”.

3. Kesulitan guru dalam menerapkan model inklusif penuh

Terdapat beberapa model pelaksanaan pendidikan inklusif yang

telah dilakukan di dunia diantaranya yaitu: Model inklusif penuh,

integrasi model umum, integrasi model lanjutan, dan model inklusif.

Model pelaksanaan pendidikan inklusif yang diterapkan di

PAUD Lenretahati adalah model inklusif penuh. Dalam model ini semua

murid yang memiliki keterbatasan khusus ditempatkan dan mengikuti

pendidikan dengan anak-anak normal secara penuh (tidak ada

pemisahan atau perpindahan kelas sewaktu-waktu), dan guru kelas tidak

memiliki tanggung jawab utama dalam menangani anak berkebutuhan

khusus tersebut melainkan guru pendamping khusus yang memiliki

tanggung jawab terhadap anak berkebutuhan khusus.

Dalam penerapan model pendidikan inklusif penuh ini guru

mengalami kesulitan, seperti yang diungkapkan oleh ibu FI selaku guru

yang menangani anak berkebutuhan khusus mengatakan:

“….namun dalam menerapkan model ini, model yang harus


mencampurkan anak berkebutuhan khusus dengan anak
normal kami mengalami kesulitan mbak. Karena anak-anak
yang normal terkadang tidak mau berteman dan bersama
dengan anak yang ABK, jadi anak-anak yang berkebutuhan
khsusus merasa diasingkan dan merasa dirinya rendah.
Selain itu anak berkebutuhan khusus juga tidak nyaman
dengan lingkup yang ramai. Tetapi walaupun demikian kita
tetap menyatukan mereka mbak dan menjelaskan secara
perlahan-lahan kepada anak yang normal tentang anak
berkebutuhan khusus, karena dukungan teman sebaya itu
sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak yang
72

berkebutuhan khsusus dan itu kita manfaatkan mbak.


Dengan cara kita menempatkan anak ABK dengan anak
normal di kelas yang sama akan mengembangkan sosial-
emosional anak, rasa kasih sayang dan saling menghargai
itu akan tumbuh mbak.66

Senada dengan hal tersebut, guru kelas TK ibu EL juga

mengatakan:

“….memang anak-anak ini terkadang suka mencela dan


merendahkan temannya yang tidak bisa dalam melakukan
sesuatu, tetapi kita sebagai seorang guru harus bisa
menegurnya dengan cara yang baik dan melakukan
pendekatan pada anak”.67

C. Upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi kesulitan dalam

pengelolaan kelas inklusif di PAUD Lenterahati Islamic Boarding

School Jempong Baru Mataram

Seiring dengan adanya kendala dan kesulitan yang dihadapi guru

dalam mengelola kelas inklusif, pasti ada upaya untuk mengatasi kendala

dan kesulitan tersebut.

Sesuai dengan hasil wawancara dan observasi yang peneliti lakukan,

terdapat upaya-upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi kesulitan dalam

pengelolaan kelas inklusif di PAUD Lenterahati Islamic Boarding School

Jempong Baru Mataram guna mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan

inklusif dan proses pengelolaan kelas inklusif adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kemampuan guru dengan memanfaatkan teknologi dan

mengikuti seminar/pelatihan yang berkaitan dengan pendidikan inklusif

66
Kepala Sekolah, Wawancara 13 Juni 2019.
67
Guru Kelas TK, Wawancara 13 Juni 2019.
73

Seiring dengan perkembangan zaman, segala sesuatu dapat dicari

dan pelajari dengan menggunakan internet. Kendala dan hambatan yang

dialami guru dalam mengelola kelas inklusif dapat dicari penawarnya

melalui teknologi, dengan cara belajar otodidak melalui internet. 68

Selain itu, upaya yang dilakukan guru dalam mengatasi kesulitan dalam

pengelolaan kelas inklusif adalah dengan cara mengikuti

seminar/pelatihan pendidikan inklusif.

2. Memanfaatkan sumber daya yang ada

Kerena sekolah memililiki keterbatasan pada sarana prasarana

jadi guru hanya memanfaatkan sarana/media yang ada, seperti media

permainan puzzle untuk mengembalikan fokus dan konsentrasi anak,

serta memberikan perhatian lebih kepada anak.69

3. Dukungan berbagai pihak

Dukungan berbagai pihak sangat diharapkan guru dalam

mengelola kelas inklusif terutama dalam mengatasi siswa berkebutuhan

khusus terlebih dukungan teman sebaya dan dukungan orang tua.

Karena selain guru, merekalah yang dekat dengan anak dalam

kesehariannya.70

68
Guru Kelas TK, Wawancara 13 Juni 2019
69
Kepala Sekolah, Wawancara 13 Juni 2019
70
Kepala Sekolah, Wawancara 13 Juni 2019
74

BAB III

PEMBAHASAN

Setelah mengumpulkan data dari hasil penelitian dalam bentuk observasi,

wawancara dan dokumentasi, selanjutnya dilakukan analisis data untuk

menjelaskan lebih lanjut mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan. Sesuai

dengan teknik analisis data kualitatif deskriptif, maka berikut data yang diperoleh:

A. Analisis Kesulitan Guru dalam Pengelolaan Kelas Inklusif di PAUD

Lenterahati Islamic Boarding School Jempong Baru Mataram

Pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang menggabungkan anak

berkebutuhan khusus dengan anak normal pada umumnya dalam proses

pembelajarnya. Pendidikan inklusif merupakan sebuah layanan pendidikan

yang diberikan untuk anak berkebutuhan khusus agar anak berkebutuhan

khusus mendapatkan pendidikan yang layak, karena hak mendapatkan

pendidikan adalah untuk semua sesuai yang tercantum dalam Undang-Undang

Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional pasal 5 ayat (1) “setiap warga negara mempunyai hak yang sama

untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, ayat (2) “warga negara yang

memiliki kelainan fisik, emosi, intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh

pendidikan khusus.71 Dalam hal ini pemerintah tidak tinggal diam, pemerintah

mengeluarkan sebuah kebijakan. Kebijakan tersebut disambut hangat oleh

masyarakat karena anak berkebutuhan khusus dapat mendapatkan pendidikan

71
Suparno, Buku Panduan Pendidikan Inklusif Untuk Anak Usia Dini Di Taman Kanak-
Kanak, (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2010), hlm. 5.
75

seperti anak normal pada umumnya. Kebijakan pendidikan tersebut merupakan

penyelengaraan pendidikan inklusif. Pengelolaan pendidikan inklusif tersebut

telah dilaksanakan dan dalam pelaksanaannya menemui beberapa

permasalahan dan kendala yang terjadi di sekolah.

Berbicara tentang kesulitan, sudah menjadi hukum alam dalam setiap

kegiatan yang dilakukan, tidak mungkin akan selalu berjalan dengan mulus

seperti apa yang direncanakan, pasti ada kendala dan kesulitan yang dihadapi.

Terlebih dalam melaksanakan pendidikan inklusif dan mengelola kelas inklusif

yang di dalam satu kelas terdapat anak dengan berbagai karekteristik. Anak

berkebutuhan khusus membutuhkan penanganan yang khusus, begitu pula

dengan sarana prasarana yang digunakan untuk mengoptimalkan potensi dan

perkembangan anak harus khusus. Karena pada dasarnya penanganan siswa

ABK berbeda dengan anak yang normal sehingga guru dituntut untuk memiliki

kompetensi khusus guna mengoptimalkan pengelolaan kelas inklusif di

sekolah.

Kesulitan guru dalam pengelolaan kelas inklusif didasari karena adanya

berbagai faktor penghambat dalam penerapan pendidikan inklusif di PAUD

Lenterahati Mataram. Adanya kendala dan faktor penghambat penerapan

pendidikan inklusif di sekolah memicu kesulitan guru dalam pengelolaan kelas

inklusif.

Adapun faktor-faktor pengambat tersebut antara lain yaitu:

a. Sarana prasarana yang kurang mendukung


76

b. Kurangnya pemahaman guru tentang anak berkebutuhan khusus dan

pendidikan inklusif sehingga guru kesulitan dalam mengelola kelas inklusif

c. Kurangnya dukungan orang tua dan keterlibatan berbagai pihak.

Selama disekolah, guru memiliki tanggung jawab penuh terhadap hal-

hal yang bersangkutan dengan sekolah dan peserta didik mulai dari pengelolan

kelas, menangani siswa, bertanggung jawab atas kelancaran proses

pembelajaran dan pembentukan sikap peserta didik karena guru merupakan

sentral serta sumber kegiatan pembelajaran disekolah. Guru harus penuh

inisiatif dan kreatif dalam mengelola kelas karena dialah yang mengetahui

secara pasti situasi dan kondisi kelas, terutama keadaan peserta didik dengan

segala latar belakangnya.72 Suksesnya suatu pendidikan dan pembelajaran

tergantung dari bagaimana guru melaksanakan pembelajaran dan menyikapi

kendala dan kesulitan yang ada.

Adapun kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru dalam pengelolaan kelas

inklusif adalah sebagai berikut:

1. Kesulitan guru dalam proses pembelajaran

72
Erwin Widiasworo, Cerdas Pengelolaan Kelas..., hlm. 80.
77

Kesulitan guru dalam proses pembelajaran ini disebabkan karena

faktor dari guru itu senidiri. Kurangnya guru pendamping khusus dan guru

yang mengelola kelas inklusif kualifikasi akademiknya adalah non PAUD

ataupun psikologi membuat guru kesulitan mengelola kelas inklusif karena

tidak sesuai dengan bidang keahliannya. Oleh karena itu, guru harus selalu

menambah dan memperluas wawasannya dengan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang berkembang saat ini.

Pelaksanaan pembelajaran dikelas inklusif membutuhkan persiapan

yang matang agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Hal

yang harus dipersiapkan pada tahap awal adalah kesiapan mental

komunitas sekolah untuk menerima kehadiran siswa ABK. Kesiapan

mental ini merupakan bagian yang sangat menentukan keberlangsungan

pembelajaran di kelas inklusif yang meliputi kesadaran anak akan hak

siswa ABK untuk mendapat pelayanan pendidikan yang sama. Selain

kesiapan mental, kompetensi guru dalam mengelola kelas inklusif juga

perlu diperhatikan guna mengoptimalkan proses belajar mengajar.

Guru yang inklusif adalah guru yang mampu menyesuaikan diri

dengan keadaan siswa yang beraneka ragam baik dari segi intelegensi,

kemampuan kognitif, afektif, psikomotor dan keadaan ekonomi sosial anak

dalam satu kelas yang inklusif dengan cara mengakomodir semua

kebutuhan belajar siswa dengan melakukan modifikasi perangkat

pembelajaran, metode mengajar, serta sarana prasarana agar dapat


78

dipergunakan bagi semua siswa yang ada di dalam lingkup kelas inklusif

tersebut.

Seorang guru senantiasa dituntut untuk selalu mengembangkan

pribadi dan profesinya secara terus menerus, serta dituntut untuk mampu

dan siap berperan secara professional dalam lingkungan sekolah dan

masyarakat. Hal ini sudah jelas disebutkan di dalam empat kompetensi guru

yang harus dimiliki seorang guru, diantaranya yaitu kompetensi pedagogik,

kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi professional.

Dalam pendidikan inklusif/pendidikan khusus terdapat standar

kompetensi guru yang dilandasi oleh tiga kemampuan utama: yaitu:

a. Kemampuan umum ( general ability ) antara lain adalah memiliki ciri

warga Negara yang religius dan berkepribadian, memiliki sikap dan

kemampuan mengembangkan profesi keguruannya, memahami konsep

dasar kurikulum dan cara pengembangannya, memahami disain

pembelajaran kelompok dan individual dan mampu bekerja sama

dengan profesi lain dalam melaksanakan dan mengembangkan

profesinya.

b. Kemampuan dasar (basic ability) meliputi memahami dan mampu

mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus, memahami konsep dan

mampu mengembangkan alat asesmen serta melakukan asesmen anak

berkebutuhan khusus, mampu merancang, melaksanakan, dan

mengevaluasi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus, mampu


79

merancang, melaksanakan dan mengevaluasi program bimbingan dan

konseling anak berkebutuhan khusus, mampu melaksanakan manajemen

ke-PLB-an, mampu mengembangkan kurikulum sesuai dengan

kemampuan dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus.

c. Kemampuan khusus (specific ability) kemampuan ini meliputi mampu

melakukan modifikasi perilaku, menguasai konsep dan keterampilan

pembelajaran bagi anak yang mengalami gangguan/kelainan.73

Guru di PAUD Lenterahati belum sepenuhnya memiliki kemampuan

tersebut sehingga masih perlu meningkatkan kemampuannya sebagai

seorang guru di pendidikan inklusif guna mengoptimalkan penerapan

pendidikan inklusif di PAUD Lenterahati Jempong Baru Mataram.

2. Kesulitan Guru dalam Menangani Siswa Berkebutuhan Khusus

Kesulitan guru dalam menangani siswa berkebutuhan khusus

disebabkan karena kurangnya sarana prasarana sekolah. Dalam

melaksanakan pendidikan inklusif, guru tidak cukup hanya mempersiapkan

kesiapan mental komunitas sekolah untuk menerima kehadiran siswa ABK.

Selain itu ada juga hal yang perlu disiapkan sekolah sekolah untuk

menerapkan pendidikan inklusif yaitu sarana dan prasarana. Karena sarana

dan prasarana merupakan faktor pendukung optimalnya pelaksanaan

73
Ferbalinda, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Guru dalam Pelaksanaan
Program Pendidikan Inklusi di SMA Negeri 14 Bandar Lampung, (skripsi, FKIP Universitas
Lampung, Lampung, 2016), hlm. 43-45.
80

sesuatu yang dilaksanakan tidak terkecuali juga dalam pengelolaan kelas

inklusif.

Sekolah tidak cukup hanya memiliki sikap menerima, melainkan

harus melakukan modifikasi lingkungan, penyuluhan pada orang tua dan

anak reguler, melakukan pelatihan terhadap guru dan kariawan, memberikan

konseling pada saudara kandung siswa ABK jika siswa ABK yang akan

masuk kesekolah tersebut memiliki saudara kandung yang lebih dulu

sekolah di tempat tersebut, namun perlu mempersiapkan fasilitas sarana dan

prasarana berupa fasilitas dan kurikulum yang akan digunakan oleh siswa.

Kondisi kekhususan siswa yang di terima disekolah menjadi langkah awal

yang harus disiapkan, misalnya sekolah akan menerima siswa yang

menggunakan kursi roda maka fasilitas yang disiapkan adalah akses jalan

yang dapat digunakan siswa, program pembelajaran yang diterapkan, dan

lain-lain.74

Di PAUD Lenterahati memiliki kendala dari segi sarana prasarana

sehingga mengakibatkan guru kesulitan dalam pengelolaan kelas inklusif.

Seharusnya jika sekolah menerima siswa ABK maka yang perlu

dipersiapkan terlebih dahulu adalah sarana prasarana. Karena sarana

prasarana merupakan faktor pendukung pelaksanaan suatu pendidikan.

Sarana prasarana yang dibutuhkan di sekolah penyelenggara

pendidikan inklusif tidak berbeda dengan sarana prasarana di sekolah

reguler pada umumnya. Tetapi terkadang karena kondisi peserta didik yang

74
Ni’matuzahroh dan Yuni Nurhamida, Individu..., hlm. 74.
81

berbeda dengan anak normal lainnya, sekolah inklusif membutuhkan sarana

prasarana yang khusus untuk menangani siswa ABK sesuai dengan

ketunaan peserta didik guna mengoptimalkan pelaksanaan pendidikan

inklusif serta penanganan anak berkebutuhan khusus.

Adapun kendala dalam hal sarana prasarana di PAUD Lenterahati

adalah: Tidak ada ruangan untuk melaksanakan kegiatan asesmen/diagnosis

siswa ABK beserta perlengkapannya, kurangnya alat untuk megoptimalkan

perkembangan anak atau APE untuk menstimulus perkembangan anak

berkebutuhan khusus.

3. Kesulitan guru dalam menerapkan model inklusif penuh

Dalam menerapkan pendidikan inklusif, ada beberapa model yang

dapat digunakan. Adapun model-model tersebut yaitu: Model inklusif

penuh, integrasi model umum, integrasi model lanjutan, dan model

inklusif. Adapun model pendidikan inklusif yang diterapkan di PAUD

lenterahati yaitu model inklusif penuh.

Menurut Hallahan & Kauffman dalam Ni’matuzahroh, dalam model

ini semua murid yang memiliki keterbatasan khusus ditempatkan disekolah

yang dekat dengan rumahnya dan mengikuti pendidikan dengan anak-anak

normal secara penuh (tidak ada pemisahan atau perpindahan kelas sewaktu-

waktu) dan guru kelas tidak memiliki tanggung jawab utama dalam

menangani anak berkebutuhan khusus tersebut.75 Jadi dalam model inklusif

penuh ini, tidak mempermasalahkan apakah anak dapat mengikuti program

75
Ibid., hlm. 47.
82

reguler, akan tetapi lebih melihat pada kemampuan dan keinginan guru,

sekolah dan sistemnya untuk melakukan adaptasi atau modifikasi program

pendidikan sesuai dengan kebutuhan anak.

Didalam pembelajaran inklusif kita tidak boleh melebel anak dan

merendahkan anak yang berkebutuhan khusus. Namun pada kenyataannya

dalam penerapan pendidikan inklusif di PAUD Lenterahati, banyak anak-

anak normal yang tidak mau digabungkan dengan anak berkebutuhan

khusus dan merendahkankan anak berkebutuhan khusus serta melabel anak

sebagai hal yang berbahaya sehingga anak yang berkebutuhan khususpun

merasa tidak nyaman berada dilingkup kelas inklusif. Hal tersebut perlu

diperhatikan oleh guru karena guru merupakan penanggung jawab kegiatan

pembelajaran di kelas dan guru merupakan sentral serta sumber kegiatan

pembelajaran.

Didalam pembelajaran inklusif, Hallahan & Kauffman dalam

Ni’matuzahroh, menegaskan ada beberapa hal yang mendasar yang harus

diperhatikan agar inklusif dapat berjalan yaitu tidak melabel anak ABK

sebagai sesuatu yang membahayakan, mengubah pandangan dan hati untuk

menerima perbedaan.76 selain menerima siswa ABK dalam kelas inklusif

dan tidak melabel anak sebagai sesuatu yang membahayakan, sekolah juga

harus memperhatikan elemen-elemen pendukung lainnya yaitu keterlibatan

berbagai pihak dalam pelaksanaan pendidikan inklusif.

76
Ibid., hlm. 48.
83

Pendidikan inklusif membutuhkan dukungan dari lingkungan

masyarakat. Tanpa dukungan dari lingkungan masyarakat terutama dari

komunitas sekolah, maka pelaksanaan pendidikan inklusif tidak akan

terlaksana dengan baik. Keterlibatan masyarakat mengacu pada pendapat

yang dikembangkan oleh Vigotsky dalam Ni’matuzahroh yang menyatakan

bahwa lingkungan sosial mempengaruhi perkembangan anak dan membuat

siswa dapat berkembang secara optimal jika berada dalam lingkungan sosial

yang mendukung dan memberikan stimulus pada anak.77

Pendapat ini sejalan dengan teori ekologi yang dikembangkan oleh

Bronfenbenner dalam Ni’matuzahroh yang menyatakan bahwa lingkungan

sosial sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak. Lingkungan

tersebut mencakup keluarga, tetangga, lingkungan tempat tinggal, teman

sebaya, sekolah, masyarakat, sampai pada komunitas terbesar yaitu bangsa.

Pendidikan yang efektif adalah pendidikan yang melibatkan seluruh

komponen masyarakat yang ada disekitar individu.78

B. Upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi kesulitan dalam pengelolaan

kelas inklusif di PAUD Lenterahati Islamic Boarding School Jempong

Baru Mataram

Upaya merupakan ihtiar dan usaha untuk mencapai suatu maksud, dan

memecahkan suatu persoalan. Pada prinsipnya suatu permasalahan pasti ada

jalan keluarnya. Demikian pula halnya dengan guru di PAUD Lenterahati

77
Ibid., hlm. 50.
78
Ibid., hlm. 50.
84

kesulitan dalam pengelolaan kelas inklusif berupaya untuk mencapai jalan

keluar.

Berkenaan dengan hal diatas, adapun upaya-upaya yang dilakukan guru

untuk mengatasi kesulitan dalam pengelolaan kelas inklusif di PAUD

Lenterahati Islamic Boarding School Jempong Baru Mataram guna

mengoptimalkan pengelolaan kelas inklusif adalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kemampuan guru dengan memanfaatkan teknologi dan

mengikuti seminar/pelatihan yang berkaitan dengan pendidikan inklusif

Untuk mengembangkan kompetensi guru dalam mengelola kelas

inklusif hendaknya guru mengikuti pelatihan-pelatihan berkaitan dengan

pendidikan inklusif dan cara menangani anak berkebutuhan khusus serta

mencari informasi seluas-luasnya dengan memanfaatkan teknologi.

2. Memanfaatkan sumber daya yang ada

Menjadi seorang guru dituntut untuk kreatif dan inovatif. Jangan

karena kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah membuat

guru pasrah akan keadaan. Tetapi justru dapat memicu guru untuk berpikir

kreatif dan dapat menciptakan alat untuk menangani anak berkebutuhan

khusus, misalnya guru dapat membuat puzzle untuk anak guna

mengembalikan fokus dan konsentrasi mereka. Karena pada dasarnya guru

yang baik itu adalah guru yang kreatif dan inovatif.

3. Dukungan berbagai pihak

Dukungan berbagai pihak sangat diharapkan guru dalam mengelola

kelas inklusif terutama dalam mengatasi siswa berkebutuhan khusus


85

terlebih dukungan teman sebaya dan dukungan orang tua. Karena selain

guru, merekalah yang dekat dengan anak dalam kesehariannya dan

orangtualah yang lebih mengerti bagaimana karakteristik anaknya. Selain

itu, guru juga meminta orangtua untuk menterapi anaknya guna

meringankan beban sekolah dalam menangani siswa berkebutuhan khusus.


86

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan terkait dengan

kesulitan guru dalam pengelolaan kelas inklusif di PAUD Lenterahati

Islamic Boarding School Jempong Baru Mataram terdapat beberapa kendala

dianataranya yaitu: Sarana prasarana yang kurang memadai, faktor dari

kurangnya kemampuan guru, serta kurangnya dukungan berbagai pihak

sehingga membuat guru kesulitan dalam pengelolaan kelas inklusif.

1. Adapun kesulitan yang dihadapi guru dalam pengelolaan kelas inklusif

adalah sebagai berikut: Kesulitan guru dalam proses pembelajaran,

kesulitan guru dalam menangani siswa berkebutuhan khusus, kesulitan

guru dalam menerapkan model inklusif penuh.

2. Adapun upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi kesulitan dalam

pengelolaan kelas inklusif di PAUD Lenterahati Islamic Boarding

School Jempong Baru Mataram yaitu: Menggali informasi dengan

memanfaatkan media teknologi, dan mengikuti pelatihan mengenai

pendidikan inklusif dan penanganan anak berkebutuhan khusus (ABK),

memberikan pengertian dan menjelaskan kepada anak yang normal

untuk tetap menerima dan memahami keadaan anak yang berkebutuhan

khusus, memanfaatkan sumber dan media yang ada serta

berkomunikasi secara intens dengan orang tua mengenai permasalahan

anaknya disekolah dengan cara mengadakan pertemuan orang tua/wali


87

murid yaitu melalui kegiatan parenting, serta meminta orang tua untuk

menterapi anaknya pada ahli/pusat terapi anak berkebutuhan khusus.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di PAUD Lenterahati

Islamic Boarding School Jempong Baru Mataram, peneliti menawarkan

saran-saran sebagai berikut:

3. Bagi kepala sekolah PAUD Lenterahati

Diharapkan kepada kepala sekolah untuk terus berusaha

meningkatkan kinerja guru di PAUD Lenterahati dengan meningkatkan

berbagai kompetensi yang dimiliki khususnya kompetensi profesional

guru dalam mengelola kelas inklusif. Serta menjalin kerjasama dengan

berbagai pihak, terutama ahli terapis dan psikologis.

4. Bagi guru kelas dan guru pendamping

Bersabarlah dalam menangani anak karena apapun yang

dilakukan anak pasti ada alasan dibalik itu semua. Serta tingkatkan

kreatifitas dalam mengelola kelas untuk menciptakan suasana kelas

yang asik dan menyenangkan bagi anak.

5. Bagi peneliti

Dari hasil penelitian ini peneliti akan jadikan sebagai bahan

pertimbangan dan acuan untuk menjadi guru yang berkompeten.


93

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Jakfar, “Strategi Guru dalam Mengelola Kelas Inklusif di SDN


Kiduldalerm 1 Malang, (Skripsi, FTK UIN Maulana Malik Ibrahim Malang,
Malang, 2017).

Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran (Edisi Revisi). Jakarta: PT Rineka Cipta,


2004.

Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah, 2011.

Elsa ikdul farid, “Pendidikan Inklusi”, dalam https://youtu.be/ssM0R53DVRY,


diakses tanggal 19 mei 2019, pukul 06.44.

Erwin Widiasworo, Cerdas Pengelolaan Kelas (Panduan Mewujudkan


Pembelajaran Efektif dan Berkualitas di Sekolah). Yogyakarta: DIVA
Press, 2018.

Ferbalinda, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesulitan Guru dalam


Pelaksanaan Program Pendidikan Inklusi di SMA Negeri 14 Bandar
Lampung, (skripsi, FKIP Universitas Lampung, Lampung, 2016).

J. David Smith, Sekolah Inklusif: Konsep dan Penerapan Pembelajaran, Bandung:


NUANSA, 2012.

Komsiyah Indah, Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Teras, 2012.

Mukhtar Latif, dkk., Orientasi Baru Pendidikan Anak Usia Dini (Teori Dan
Aplikasi). Jakarta: kencana, 2013.

Ni’matuzahroh dan Yuni Nurhamida, Individu Berkebutuhan Khusus dan


Pendidikan Inklusif. Malang: UMM Press, 2016.

Nissa Tarnoto, “Permasalahan-Permasalahan yang Dihadapi Sekolah


Penyelenggara Pendidikan Inklusi pada Tingkat SD”, Humanitas, Vol. 13,
Nomor 1, hlm. 55-56.

Soemiarti Patmonodewo, Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta,


2003.

Stella Olivia, Pendidikan Inklusi Untuk Anak-Anak Berkebutuhan Khusus:


Diintegrasikan Belajar di Sekolah Umum. Yogyakarta: C.V ANDI, 2017.

Sugiono, Metode Penelitian Kuantifatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,


2017.
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2013.
94

Suparno, Buku Panduan Pendidikan Inklusif Untuk Anak Usia Dini Di Taman
Kanak-Kanak. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2010.

Syaiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha
Nasional, 2012.

Tohirin, Metode Penelitian Kualitatif dalam Pendidikan dan Bimbingan Konseling


(Pedekatan Praktis untuk Peneliti Pemula dan Dilengkapi dengan Contoh
Transkip Hasil Wawancara Serta Model Penyajian Data). Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada, 2012.

Anda mungkin juga menyukai