Anda di halaman 1dari 43

 

616.44
Ind
P

KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


2014
 

KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA

Selamatkan Generasi Bangsa


Sebelum Terlambat  
Dengan Melakukan
Skrining pada Bayi Baru Lahir
 

Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI

616.44 Indonesia.Kementerian Kesehatan RI.


Ind Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
P Pedoman Skrining Hipotiroid Kongenital. 
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2012

ISBN 978-602-235-203-7
1. Judul I. NEONATAL SCREENING
II.THYROID HORMONES

Edisi Revisi 2014

i
 

TIM PENYUSUN

Penasehat
dr. Jane Soepardi
(Direktur Bina Kesehatan Anak)

Penanggung Jawab
dr. Nancy Dian Anggraeni, M.Epid
(Kasubdit Bina Kewaspadaan Penanganan Balita Berisiko)

Kontributor
dr.Diet S Rustama, Sp.A (K)
dr. Erwin P Soenggoro, Sp.A (K)
dr. Bambang Tridjaja AAP., Sp.A(K), MMPaed
dr. Rosalina D Roeslani, Sp.A
Dr. dr. Ina S Timan, Sp.PK (K)
Dra. N. Elly Rosilawati, Apt. MH.Kes, M.Farm.
dr. Anna Tjandrawati, Sp.PK
dr. Sondang M. Sirait, Sp.PK
dr. Else M. Sihotang, Sp. PK
dr. Santy Pudjianto, Sp.PK
dr. Fetty Setia Utami
dr. Yosanti Elsa. K, Sp.PK, M.Kes
Dewi Inderati, S.Si, M. Biomed
Heru Setiawan, S.Si, M.Biomed
Isak Solihin
dr. Nida Rohmawati, MPH
Iwan Kurniawan, SE
Nur Sadji, SKM. M.Epid
dr. Nindya Savitri, M.KM
dr. Maria Sondang Margaret
Nabila Salsabila, Amd.Keb
Robbuatun Najihah, SKM
POKJANAS Skrining Bayi Baru Lahir
IDAI
PDS PATKLIN
PATELKI

Editor
dr. Farsely Mranani

ii
 

KATA PENGANTAR

 Anak yang sehat dan cerdas merupakan suatu modal dasar


dan aset yang sangat penting bagi pembangunan bangsa. Namun
tidak semua anak dapat tumbuh menjadi sehat dan cerdas seperti
yang diharapkan karena berbagai faktor. Salah satu diantaranya
terjadi pada anak yang lahir dengan kelainan Hipotiroid Kongenital.

Untuk mengikuti tuntutan perkembangan kebutuhan akan


pedoman yang lebih komprehensif, maka disusun Pedoman Skrining
Hipotiroid Kongenital edisi revisi. Di dalamnya dimasukkan materi
tentang penyelenggaraan laboratorium SHK.

Dengan adanya revisi pedoman ini, diharapkan ada standar


yang jelas terkait penyelenggaraan pemeriksaan SHK. Mulai dari
pengambilan spesimen, pemeriksaan, dan tindak lanjut. Termasuk
 juga jejaring SHK, pengorganisasian, dan standarisasi laboratorium.

Semoga buku pedoman SHK revisi ini dapat berguna dalam


arti seluas-luasnya.

Direktur Bina Kesehatan Anak

dr. Jane Soepardi

iii
 

DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN

 Advokasi : Upaya pencerahan/ anjuran/ sokongan/


pembelaan
 Adhoc : Bersifat sementara, hingga terbangun
sistem yang lebih permanen
 American Thyroid : Perkumpulan ahli-ahli tiroid Amerika
 Association
Barcoding. : Penanda/kode berbentuk garis
BBL : Bayi Baru Lahir
Burik : Keadaan kulit dengan warna yang tidak
rata, tampak bintik bercak menyeluruh
Data demografi : data yang berhubungan dengan status
kependudukan, misalnya alamat tempat
inggal
Diagnosis etiologik : Diagnosis berdasarkan penyebab
penyakit
Disgenesis tiroid : Keadaan tidak terbentuknya kelenjar
iroid
DPJP : Dokter penanggung jawab pelayanan
EIA : Enzyme Immuno Assay
ELISA : Enzyme-linked Immunosorbent Assay,
eknik pemeriksaan menggunakan
enzim dan pewarnaan 
Eutiroid : Keadaan hormon tiroid dalam kadar
normal
FEIA : Fluorescence Enzyme Immuno Assay
FT4 : Free Thyroxine - Tiroksin yang beredar
bebas, tidak terikat protein pembawa  
Hipertiroidisme : Kondisi meningkatnya fungsi kelenjar
iroid, sehingga produksi tiroksin
meningkat
Hipotiroidisme : Kondisi menurunnya fungsi kelenjar
iroid, sehingga produksi tiroksin
menurun
Hipotoni : Keadaan otot yang tonus/kontraksinya
menurun /lemah

iv
 

HTA : Health Technology Assessment ,


penilaian terhadap pengembangan
eknologi kesehatan
IAEA : International Atomic Energy Agency, 
badan tenaga atom internasional yang
menyumbang reagens untuk proyek
pendahuluan
IBI : Ikatan Bidan Indonesia
ICCIDD : International Council for Control of
Iodine Deficiency Disorders, lembaga
ang melakukan promosi pemberian
iodium dan usaha penanganan
gangguan akibat kekurangan iodium
IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia
IPM : Indeks Pembangunan Manusia, standar
yang menjadi acuan untuk menentukan
ingkat kesejahteraan masyarakat
K3 : Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Kongenital : Bawaan
Konstipasi : Keadaan sukar buang air besar;
sembelit
KPP&PA : Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak
Miksedema : Pembengkakan seluruh tubuh karena
gangguan tiroid
Morbiditas : Berhubungan dengan kesakitan
Mortalitas : Berhubungan dengan kematian
Patklin : Patologi Klinik
PDUI : Perhimpunan Dokter Umum Indonesia
PERISTI : Perinatal resiko tinggi
POGI : Perkumpulan Obsteri dan Ginekologi
Indonesia
PPNI : Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Presumptive : Pengelompokan/klasifikasi berdasarkan
classification dugaan adanya HK
PTU : Propylthiouracil, yaitu obat yang
digunakan untuk mengatasi
hipertiroidisme

v
 

T4 : etraiodothyronine/Thyroxine, hormon
yang dikeluarkan kelenjar tiroid
Thyroid : Imunoglobulin terhadap hormon TSH
stimulating
immunoglobulin
TRH : hyroid Releasing Hormone, hormon
yang menyebabkan keluarnya hormon
iroksin dari kelenjar tiroid
TSH receptor : ntibodi terhadap reseptor   Thyroid
antibody Stimulating Hormone (hormon yang
memancing produksi kelenjar tiroid) 

vi
 

DAFTAR ISI

TIM PENYUSUN........................................................................ ii 


KATA PENGANTAR ................................................................. iii 
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN ..................................... iv  
DAFTAR ISI ............................................................................. vii 
BAB I PENDAHULUAN ............................................................ 1 
 A.  LATAR BELAKANG.......................................................... 1 
B.  DASAR HUKUM ............................................................... 5 
C.  TUJUAN ............................................................................ 7 
D.  RUANG LINGKUP DAN SASARAN................................. 7 
BAB II KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN SKRINING
HIPOTIROID KONGENITAL ......................................... 9 
 A.  KEBIJAKAN SHK............................................................. 9 
B.  STRATEGI OPERASIONAL PROGRAM SHK ................ 9  
BAB III KERANGKA TEORI .................................................... 11 
 A.  HIPOTIROID KONGENITAL .......................................... 11 
B.  DAMPAK ......................................................................... 14 
BAB IV PELAKSANAAN PEMERIKSAAN ..............................16  
 A.  KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI (KIE)........ 17  
B.  PROSES SKRINING ...................................................... 17 
C.  TINDAK LANJUT SKRINING ......................................... 34 
BAB V TATALAKSANA HIPOTIROID KONGENITAL ............36  
DAN PEMANTAUAN ................................................... 36 
 A.  DIAGNOSIS .................................................................... 36 
B.  PENGOBATAN ............................................................... 38 
C.  PEMANTAUAN KASUS HIPOTIROID KONGENITAL .. 41  
vii
 

BAB VI STANDAR LABORATORIUM PEMERIKSA SHK ......43  


 A.  SARANA DAN PRASARANA ......................................... 44 
B.  STANDAR SDM.............................................................. 45 
C.  PROSEDUR PEMERIKSAAN ........................................ 46 
D.  PEMANTAPAN MUTU ................................................... 54 
E.  KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3) ........ 57  
F.  PENETAPAN LABORATORIUM DAN JEJARING ........ 57  
G.  MONITORING DAN EVALUASI LABORATORIUM ...... 58 
BAB VII PENGORGANISASIAN ............................................. 59  
 A.  MEKANISME KERJA JEJARING ................................... 59  
B.  LOGISTIK SHK ............................................................... 63 
C.  PENCATATAN DAN PELAPORAN ............................... 67 
D.  MONITORING DAN EVALUASI ..................................... 70

viii
 

BAB III
KERANGKA TEORI

A. HIPOTIROID KONGENITAL
Hipotiroid kongenital adalah keadaan menurun
atau tidak berfungsinya kelenjar tiroid yang didapat sejak
lahir. Hal ini terjadi karena kelainan anatomi atau
gangguan metabolisme pembentukan hormon tiroid atau
defisiensi iodium.
Hormon Tiroid yaitu Tiroksin yang terdiri dari Tri-
iodotironin (T3) dan Tetra-iodotironin (T4 ), merupakan
hormon yang diproduksi oleh kelenjar tiroid (kelenjar
gondok). Pembentukannya memerlukan mikronutrien
iodium. Hormon ini berfungsi untuk mengatur produksi
panas tubuh, metabolisme, pertumbuhan tulang, kerja
 jantung, syaraf, serta pertumbuhan d an
perkembangan otak. Dengan demikian hormon ini
sangat penting peranannya pada bayi dan anak yang
sedang tumbuh. Kekurangan hormon tiroid pada bayi dan
masa awal kehidupan, bisa mengakibatkan hambatan
pertumbuhan (cebol/stunted ) dan retardasi mental
(keterbelakangan mental).
Perjalanan hormon tiroid dalam kandungan dapat
dijelaskan sebagai berikut. Selama kehamilan, plasenta
berperan sebagai media transportasi elemen-elemen
penting untuk perkembangan janin. Thyroid releasing
hormone  (TRH) dan iodium yang berguna untuk
membantu pembentukan hormon tiroid (HT) janin bisa
bebas melewati plasenta. Demikian juga hormon tiroksin
(T4). Namun disamping itu, elemen yang merugikan tiroid
 janin seperti antibodi (TSH receptor antibody ) dan obat
anti tiroid yang dimakan ibu, juga dapat melewati
plasenta. Sementara TSH, yang mempunyai peranan
penting dalam pembentukan dan produksi HT, justru tidak
bisa melewati plasenta. Dengan demikian dapat

11
 

disimpulkan bahwa keadaan hormon tiroid dan obat-


obatan yang sedang dikonsumsi ibu sangat berpengaruh
terhadap kondisi hormon tiroid janinnya.
Bayi HK yang baru lahir dari ibu bukan penderita
kekurangan iodium, tidak menunjukkan gejala yang khas
sehingga sering tidak terdiagnosis. Hal ini terjadi karena
bayi masih dilindungi hormon tiroid ibu melalui plasenta.
Di daerah endemik kekurangan iodium (daerah
GAKI), ibu rentan menderita kekurangan iodium dan
hormon tiroid sehingga tidak bisa melindungi bayinya.
Bayi akan menunjukkan gejala lebih berat yaitu kretin
endemik. Oleh karena itu, dianjurkan untuk dilakukan
skrining terhadap ibu hamil di daerah GAKI menggunakan
spesimen urin untuk mengetahui kekurangan iodium.
Lebih dari 95% bayi dengan HK tidak
memperlihatkan gejala saat dilahirkan. Kalaupun ada
sangat samar dan tidak khas. Tanpa pengobatan, gejala
akan semakin tampak dengan bertambahnya usia.
Gejala dan tanda yang dapat muncul:
a. letargi  (aktivitas menurun)
b. ikterus (kuning)
c. makroglosi (lidah besar)
d. hernia umbilikalis (bodong)
e. hidung pesek
f. konstipasi
g. kulit kering
h. skin mottling  (cutis marmorata)/burik
i. mudah tersedak
 j. suara serak
k. hipotoni (tonus otot menurun)
l. ubun-ubun melebar
m. perut buncit
n. mudah kedinginan (intoleransi terhadap dingin)
o. miksedema (wajah sembab)
 p. udem scrotum

12
 

Jika sudah muncul gejala klinis, berarti telah terjadi


retardasi mental. Untuk itu penting sekali dilakukan SHK
pada semua bayi baru lahir sebelum timbulnya gejala
klinis di atas, karena makin lama gejala makin berat.
Hambatan pertumbuhan dan perkembangan mulai
tampak nyata pada umur 3 –6 bulan dan gejala khas
hipotiroid menjadi lebih jelas. Perkembangan mental
semakin terbelakang, terlambat duduk dan berdiri serta
tidak mampu belajar bicara.
Bila tidak segera dideteksi dan diobati, maka bayi
akan mengalami kecacatan yang sangat merugikan
kehidupan berikutnya. Anak akan mengalami gangguan
pertumbuhan fisik secara keseluruhan, dan yang paling
menyedihkan adalah keterbelakangan perkembangan
mental yang tidak bisa dipulihkan.
HK pada BBL dapat bersifat menetap (permanen)
maupun transien. Disebut sebagai HK transien bila
setelah beberapa bulan atau beberapa tahun sejak
kelahiran, kelenjar tiroid mampu memproduksi sendiri
hormon tiroidnya sehingga pengobatan dapat dihentikan.
HK permanen membutuhkan pengobatan seumur hidup
dan penanganan khusus. Penderita HK permanen ini
akan menjadi beban keluarga dan negara.
Untuk itu penting sekali dilakukan SHK pada
semua bayi baru lahir sebelum timbulnya gejala klinis di
atas, karena makin lama gejala makin berat.

Lebih dari 95% bayi dengan HK


tidak memperlihatkan gejala saat dilahirkan.
Kalaupun ada sangat samar dan tidak khas. 

13
 

Gambar 1.  Bayi dengan gejala hipotiroid kongenital:


makroglosi, hernia umbilikalis, kulit kering bersisik, udem
skrotum.

B. DAMPAK
Secara garis besar dampak hipotiroid kongenital
dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Dampak terhadap anak.
Bila tidak segera dideteksi dan diobati, maka bayi akan
mengalami kecacatan yang sangat merugikan
kehidupan berikutnya. Anak akan mengalami
gangguan pertumbuhan fisik secara keseluruhan, dan
yang paling menyedihkan adalah perkembangan
mental terbelakang yang tidak bisa dipulihkan.
2. Dampak terhadap keluarga.
Keluarga yang memiliki anak dengan gangguan
hipotiroid kongenital akan mendapat dampak secara
ekonomi maupun secara psikososial. Anak dengan
retardasi mental akan membebani keluarga secara
ekonomi karena harus mendapat pendidikan,
pengasuhan dan pengawasan yang khusus. Secara
psikososial, keluarga akan lebih rentan terhadap
lingkungan sosial karena rendah diri dan menjadi
stigma dalam keluarga dan masyarakat. Selain itu
produktivitas keluarga menurun karena harus
mengasuh anak dengan hipotiroid kongenital.
14
 

3. Dampak terhadap Negara.


Bila tidak dilakukan skrining pada setiap bayi baru
lahir, negara akan menanggung beban biaya
pendidikan maupun pengobatan terhadap kurang lebih
1600 bayi dengan hipotiroid kongenital setiap tahun.
Jumlah penderita akan terakumulasi setiap tahunnya.
Selanjutnya negara akan mengalami kerugian sumber
daya manusia yang berkualitas untuk pembangunan
bangsa.

15
 

  Keterangan lain, bila ada bisa ditambahkan:


- Transfusi darah (ya/tidak).


- Ibu minum obat anti tiroid saat hamil.
- Ada atau tidak kelainan bawaan pada bayi.
- Bayi sakit (dengan perawatan di NICU).
- Bayi mendapat pengobatan atau tidak. Bila
mendapat pengobatan, sebutkan.

23
 

Gambar 2. Contoh kertas saring yang sudah diselipkan


 pada kartu informasi yang berisi data demografi bayi, dan
ditetesi darah pada kedua bulatannya. Tampak depan dan
tampak belakang.

24
 

c. Metode dan Tempat Pengambilan Darah


Teknik pengambilan darah yang digunakan adalah
melalui tumit bayi (heel prick ). Teknik ini adalah cara
yang sangat dianjurkan dan paling banyak dilakukan
di seluruh dunia. Darah yang keluar diteteskan pada
kertas saring khusus sampai bulatan kertas penuh
terisi darah, kemudian setelah kering dikirim ke
laboratorium SHK.
Perlu diperhatikan dengan seksama,
pengambilan spesimen dari tumit bayi harus
dilakukan sesuai dengan tata cara pengambilan
spesimen tetes darah kering. Petugas kesehatan
yang bisa mengambil darah adalah dokter, bidan,
dan perawat terlatih yang memberikan pelayanan
pada bayi baru lahir serta analis kesehatan.
Prosedur pengambilan spesimen darah melalui
tahapan berikut:
  Cuci tangan menggunakan sabun dengan air
bersih mengalir dan pakailah sarung tangan.
  Hangatkan tumit bayi yang akan ditusuk dengan
cara:
-  Menggosok-gosok dengan jari, atau

-  Menempelkan handuk hangat (perhatikan suhu

yang tepat, atau


-  Menempelkan penghangat elektrik, atau

-  Dihangatkan dengan penghangat bayi/ baby

warmer /lampu pemancar panas/radiant warmer.


  Supaya aliran darah lebih lancar, posisikan kaki
lebih rendah dari kepala bayi.
  Agar bayi lebih tenang, pengambilan spesimen
dilakukan sambil disusui ibunya atau dengan
perlekatan kulit bayi dengan kulit ibu ( skin to skin
contact ).

25
 

  Selanjutnya teteskan darah ke tengah bulatan


kertas saring sampai bulatan terisi penuh dan


tembus kedua sisi. Hindarkan tetesan darah
yang berlapis-lapis (layering ). Ulangi meneteskan
darah ke atas bulatan lain. Bila darah tidak cukup,
lakukan tusukan di tempat terpisah dengan
menggunakan lanset baru (gambar 7). Agar bisa
diperiksa, dibutuhkan sedikitnya satu bulatan
penuh spesimen darah kertas saring.
  Sesudah bulatan kertas saring terisi penuh, tekan

bekas tusukan dengan kasa/kapas steril sambil


mengangkat tumit bayi sampai berada diatas
kepala bayi (gambar 8). Bekas tusukan diberi
plester ataupun pembalut hanya jika diperlukan.

Gambar 7 Gambar 8. Kaki Bayi diangkat


setelah penusukan 

Gambar 9.  Contoh


bercak darah yang
baik  

28
 

Kesalahan dalam Pengambilan Spesimen 


Tabel 1. Contoh spesimen yang tidak baik
Spesimen tidak
Kemungkinan penyebab :
baik 
 Tetes darah kurang
 Meneteskan darah dengan tabung
kapiler
 Kertas tersentuh tangan, sarung tangan,
lotion 

 Kertas rusak, meneteskan darah dengan


tabung kapiler

 Mengirim spesimen sebelum kering

 Meneteskan terlalu banyak darah


 Meneteskan darah di kedua sisi bulatan
kertas
 Darah diperas (milking ) dari tempat
tusukan
 Kontaminasi
 Terpapar panas
 Alkohol tidak dikeringkan
 Kontaminasi dengan alkohol dan  lotion 
 Darah diperas (milking )
 Pengeringan tidak baik
 Penetesan darah beberapa kali
 Meneteskan darah di kedua sisi bulatan
kertas

 Gagal memperoleh specimen

29
 

PERHATIAN
Bila terjadi kesalahan pengambilan spesimen, maka
harus dilakukan pengambilan spesimen ulangan
(resample) sebelum dikirim ke laboratorium SHK.

1. Tatalaksana Spesimen

a. Metode Pengeringan Spesimen


Proses setelah mendapatkan spesimen :
  Segera letakkan di rak pengering dengan posisi
horisontal atau diletakkan di atas permukaan
datar yang kering dan tidak menyerap (non
absorbent). 
  Biarkan spesimen mengering (warna darah
merah gelap).
  Sebaiknya biarkan spesimen di atas rak
pengering sebelum dikirim ke laboratorium. 
  Jangan menyimpan spesimen di dalam laci dan
kena panas atau sinar matahari langsung atau
dikeringkan dengan pengering.
  Jangan meletakkan pengering berdekatan
dengan bahan-bahan yang mengeluarkan uap
seperti cat, aerosol, dan insektisida.

30

Anda mungkin juga menyukai