232
Keberanian Menyisir Sejarah dan Kebudayaan Indonesia dalam Bentang Timur-Barat
Dien Vidia Rosa
233
Vol. 2, No. 2, Desember 2012
yang terpenting menurut Joss Wibisono Dengan sejarah tersebut, Joss Wibisono
adalah komponis Indisch sebagai mata rantai membangun wacana relasi kekuasaan (politik)
yang menghubungkan Indonesia dengan dan seni. Bagi beberapa teoritisi sosial, ke
Barat dan sebagai peletak dasar musik klasik kuasaan merupakan kata kunci yang mampu
di Nusantara, yaitu pendahulu komponis memistifikasi atau mendemistifikasi suatu
Indonesia separti Cornel Simandjuntak, Amir bentuk karya seni. Sedangkan, bagi sebagian
Pasaribu, dan Tri Sutji Kamal. Sayangnya, yang lain, kekuasaan tersebar menyusup
komponis Indisch ini terlupakan karena dalam karya seni itu sendiri, meruangkan
Claude Debussy dianggap sebagai pembaharu dan mengumbar pesonanya. Pada bagian ini,
yang lebih diutamakan dan dunia musik Joss Wibisono mengantarkan pembacaan seni
Belanda yang memandang rendah komponis pada zaman Hitler yang diporak-porandakan
indisch. Di antara komponis indisch ini dan diciptakan melalui kekuatan politik
terdapat nama-nama Constant van de Wall, sebagai bentuk fasisme yang menyusupi alam
Paul Seelig, Linda Bandara, dan Bernhard van pengetahuan masyarakatnya. Sebagai contoh
den Sigtenhorst Meyer. Kelompok indisch pada nasib yang menimpa komponis serba
ini terbagi menjadi dua, yaitu mereka yang bisa Ernst Krenek yang terkenal dengan musik
mementingkan penciptaan, diwakili Constant avant-garde ekspresionis yang tidak perduli
van de Wall dan mereka yang menganggap dengan tradisi gubahan musik yang harus
sumber sebagai yang terpenting, diprakasai taat pada satu tangga nada tertentu. Krenek
oleh Paul Seelig. termasuk pelopor music 12 not. Selanjutnya,
Constant van de Wall yang lahir dan besar di ia membangun argumen yang menarik ketika
Jawa sangat mengenal gamelan sehingga tidak menjelaskan dari semua bentang karya seni
hanya mengetahui tetapi juga mengenal dua indisch yang tidak mendapatkan pengakuan
tangga nada gamelan, sléndro dan pélog yang sampai semua hasil karya seniman kiri yang
terlihat dalam karyanya Rhapsodie Javanais dilenyapkan orde baru bahwa pemenang
II. Terlihat juga pada corak gubahannya, menulis dan membuat sejarahnya sendiri.
Attima. Constant van de Wall membawa seni Pemenang ini adalah rezim Orde Baru yang
panggung Jawa, yaitu wayang orang. Bagi kemudian dibandingkan dengan era Dritte
seni opera Barat yang tidak memungkinkan Reich. Terlepas bahwa Joss Wibisono ingin
mempertunjukkan beberapa seni sekaligus, menggerakkan pembacaan terhadap Orde Baru
wayang orang dapat membawakan seni suara, ke arah perbandingan dengan fasisnya Jerman
seni tari, dan seni peran. Namun, Attima me yang begitu kentara sepanjang topik-topik
nuai kritik tajam dari politikus ekstrem kanan bahasan politik dan sejarahnya, Joss Wibisono
Belanda, Geert Wilders yang anti-Islam dan sedang mencoba membongkar wacana praktik
menolak mengakui karya seni tersebut karena kekuasaan yang merendahkan pribumi yang
mengandung kata Allah. Bahkan dua gubahan tradisional dan berbudaya lokal.
Constant van de Wall yang lain juga menyebut
kata Allah.
2 Beberapa rujukan yang dapat dibaca terkait topik ini, di antaranya adalah Benjamin, Walter. Ed. Hannah Arendt.
Trans. Harry Zohn. 1969. Illumination Essays and Reflections. Khususnya bab “The Work of Art in the Age of
Mechanical Production.” New York. Schocken Books., dan bandingkan dengan, Adorno, Theodore W. 2001. The
Culture Industry: Selected Essays on Mass Culture. New York. Routledge Classic.
3 Maksud dari poin ini adalah seni yang terbebaskan, yang membawa bentuk dan auranya sendiri, yang memiliki
kekuatan untuk melepaskan apa yang dimilikinya tanpa pernah kehilangan kekuatan itu sendiri.
4 Dikenal juga dengan istilah twelve tones, yaitu musik pembaharu yang dibawakan oleh Schoenberg. Bacaan lebih
lanjut Adorno, Thodore W. Ibid.
234
Keberanian Menyisir Sejarah dan Kebudayaan Indonesia dalam Bentang Timur-Barat
Dien Vidia Rosa
5 Untuk lebih jelas dapat dibaca pada Fairclough, Norman 1989. Language and Power: Language in Social Life. New
York. Longman Inc. Bandingkan dengan Pierre Bourdieu. 1991. Language and Symbolic Power, ed. and intro. John B.
Thompson, trans. Gino Raymond and Matthew Adamson. Cambridge. Harvard University Press.
235
Vol. 2, No. 2, Desember 2012
236
Keberanian Menyisir Sejarah dan Kebudayaan Indonesia dalam Bentang Timur-Barat
Dien Vidia Rosa
karya lama. Hal ini yang disebut Ben Anderson pengakuan secara moral dari Belanda.
sebagai melakukan anakronisme, artinya Polemik-polemik tersebut melukiskan bahwa
tidak lagi menempatkan karya-karya dalam segala sesuatu dapat berubah dan akan ada
urut-urutan sejarah (ejaan) yang knonologis perubahan. Jadi setelah Indonesia merdeka,
sebagaimana layaknya dan konsekuensi yang apakah akan berhenti seperti slogan ‘NKRI
muncul terletak dari kesejarahan yang selalu harga mati’? Joss Wibisono bertanya lebih
ditampilkan kekinian tanpa menghadirkan lanjut, mungkinkah untuk menghentikan
konteks sebagai penghadir atau pembentuk perubahan?
autentisitas teks.
E. Penutup
D. Meluruskan Sejarah 350 Tahun Belanda Buku Joss Wibisono mengutarakan ga
di Indonesia
gasan dengan ringan tanpa mereduksi
Salah satu esei yang dapat memberikan kompleksitas issue yang ditampilakan dan kaya
pemahaman baru tentang sejarah kolonialitas dalam pengartian menghantarkan pembaca
di Indonesia adalah esei berjudul “Bisanya pada imajinasi kritis akan cecabangan dari
Cuma Menyebut 350 Tahun”, sebuah esei apa yang “biasa” dilihat sebagai kebangsaan
yang bermaksud menyajikan renungan yang ber ke-Indonesia-an. Argumentasinya
historis atas pengetahuan yang telah lama dibangun atas keterkaitan dan keterikatan
diintegrasikan secara paksa oleh Orde antara Indonesia sebagai Timur dan
Baru. Melalui dekonstruksi fakta angka dan Eropa (Belanda) sebagai representasi dari
tahun-tahun peristiwa kedatangan VOC dan entitas Barat. Pokok persoalannya adalah
pemerintah kolonial Belanda, Joss Wibisono pengakuan atas kekayaan kebudayaan serta
membicarakan pelurusan sejarah pada konteks sejarah pemikiran Indonesia yang sudah
dan dimensi kultur lokalitas yang melakukan sepatutnya menjadi kebanggaan selama
perlawanan terhadap Belanda. Dekonstruksi dalam masa kolonial dan ketika telah menjadi
ini dimulai dengan argumentasi bahwa bangsa merdeka. Dengan merajut untaian
tidak ada satu pun wilayah Nusantara yang sejarah masa lalu yang tersembunyi, Joss
dijajah selama itu. Sebagai contoh, Bali dan Wibisono menawarkan segenap kebanggaan
Aceh hanya dikuasai selama 36 dan 38 tahun. nasionalisme yang diharapkan terus tumbuh
Selanjutnya, penyebutan 350 tahun adalah dan tetap mewaspadai ancaman kekuasaan
kesalahan menyebut “Indonesia” seakan-akan jahat yang akan merugikan bangsa.
Indonesia telah ada sejak dahulu. Padahal
Indonesia memproklamasikan kemerdekaan Daftar Pustaka
pada tanggal 17 Agustus 1945. Sebelum itu
Indonesia disebut Hindia Belanda. Fairclough, Norman. 1989. Language and Power:
Permasalahan yang juga diketengahkan Language in Social Life. New York: Longman
oleh Joss Wibisono adalah perubahan yang Inc.
terjadi di Hindia Belanda atau Indonesia dan Bourdieu, Pierre. 1991. Language and Symbolic
di Belanda. Mulai dari cultuurstelsel yang Power. Hardvard: Harvard University
mengundang kontroversi di kalangan Belanda Press.
sendiri sampai munculnya politik etis. Soekiman, Djoko. 2011. Kebudayaan Indis:
Kemudian persoalan pengakuan Belanda atas Dari Zaman Kompeni Sampai Revolusi.
kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember Depok: Komunitas Bambu.
1949, sementara proklamasi Indonesia telah Rahman, Fadly. 2011. Rijsttafel - Budaya Kuliner di
berlangsung tanggal 17 Agustus 1945, dan Indonesia Masa Kolonial 1870-1942. Jakarta:
baru pada tahun 2005 Indonesia mendapat Gramedia Putaka Utama.
237
Vol. 2, No. 2, Desember 2012
238