Anda di halaman 1dari 1

8 SENIN, 30 OKTOBER 2023 KOLOM PAKAR

Bahasa dan Susastra untuk Kebangkitan


Yudi Latif
Cendekiawan

“Bahasa Menunjukkan Bangsa.” di Probolinggo (yang pertama kali terbit menengah atas), orang-orang terdidik dari langsung dengan pemikiran dan wacana Mencipta nama pada akhirnya meng­

S
pada tahun 1887) dan Taman Pengadjar di keturunan priyayi-rendahan dan nonbang- semasa tanpa perantara. isyaratkan bahasa. Jika yang diperlukan
ETIAP gerakan kebangkitan selalu Semarang (terbit sekitar tahun 1899-1914). sawan makin besar jumlahnya. Akses kepustakaan kaum inteligensia ini adalah sebuah nama yang otentik, maka
bermula dari tanda. Tanda baru Majalah-majalah itu memainkan peran yang Berpijak pada peta-jalan yang telah di- diperkuat oleh kebijakan pemerintahan bahasa yang digunakan mesti berbeda
yang menjadi mercusuar, ke arah signifikan dalam mengartikulasikan aspira- pancangkan generasi sebelumnya, angkatan kolonial untuk mendirikan sebuah ‘rumah dengan bahasa kolonial. Maka nama Indo-
mana idaman orang diarahkan; si-aspirasi guru pribumi bagi penghapusan baru kaum terdidik begerak lebih maju penerbitan buku’, yang memiliki dampak nesische segera diubah menjadi Indone-
tanda baru yang menjadi pembatas antara diskriminasi dalam pendidikan. dengan mencampakkan kata bangsawan yang signifikan terhadap perkembangan sia. Akhir 1924, Indonesische Vereeniging
tradisi dan inovasi, masa lalu dan masa Seiring dengan itu, persis menjelang akhir yang mendahului kata pikiran. Seseorang kepenulisan dalam sejarah Hindia di ke- berganti menjadi Perhimpunan Indonesia.
depan. abad ke-19, perkumpulan guru paling ber- menulis di Sinar Djawa (4 Maret 1914): mudian hari. Pada tahun 1908, pemerintah Lantas, perhimpunan-perhimpunan sosial
Kata, bahasa dan susastera adalah rumah pengaruh terbentuk, yang diberi nama klub “Dengan pergeseran waktu, telah muncul membentuk sebuah komisi untuk membe- politik di tanah air mulai mengimbuhkan
tanda. Karena tidak ada kemungkinan ‘Mufakat Guru’. Cabang-cabang dari klub ini jenis bangsawan baru, yakni ‘bangsawan rikan saran bagi penyediaan bahan bacaan kata ‘Indonesia’ di balik namanya. Segera
menga­da di luar tanda (bahasa), maka seba- bermunculan di berbagai kabupaten dan pikiran’. Namun, jika bangsawan pikiran bagi kaum pribumi dan sekolah-sekolah saja Indonesia pun menjadi nama bangsa,
gai rumah tanda, mereka (kata, bahasa, dan kawedanan di Jawa. Tujuan dari ‘Mufakat ini hanyalah kelanjutan dari bangsawan pribumi. sedang bahasa Indonesia menjadi identitas-
susastera) pun menjadi rumah kehidupan. Guru’ pada pokoknya ialah ‘untuk membuka usul, perubahan dan pergerakan tak akan Apapun agenda tersembunyi dari komisi kebangsaan. Monumennya dipancangkan
Meminjam Martin Heidegger, ”Language is jalan bagi para guru untuk bersatu dan pernah lahir.” tersebut, yang jelas keberadaan BP berperan pada peristiwa Sumpah Pemuda, 28 Oktober
the house of being.” berdiskusi mengenai permasalahan dan isu Maka tanda baru segera dicipta, tanda penting dalam penyediaan bahan-bahan 1928. Dari sinilah kemerdekaan Indonesia
S e b a g a i r u m a h ke h i d u p a n , u p ay a kemadjoean. yang sepenuhnya bebas dari imaji kebang- bacaan yang murah bagi khalayak umum menemukan jangkarnya.
perjuang­an dan kebangkitan apa pun ha- Tuntutan utama dalam proyek emansi- sawanan, dan bekhidmat sepenuhnya pada di Hindia. Selain itu, dalam pandangan para
rus bermula dari bebenah kata, bahasa dan pasi kaum guru ini berkisar pada upaya pikiran. Tanda itu bernama ‘kaum terpela- kritikus sastra, A Teeuw, lahirnya novel Tragedi Indonesia
susastera; dengan jalan merebut dan meng- perjuang­an kata/bahasa, yakni perluasan jar’ atau ‘pemuda-pelajar’, atau seringkali modern Indonesia dan popularitasnya sa- Apabila gerakan kebangkitan di masa lalu
hidupkan kembali darah kata. akses terhadap kepustakaan serta pe- diungkapan dalam bahawa Belanda, ‘jong’. ngat dimungkinkan oleh keberadaan dari berhasil memancangkan ’pikiran’ dan ’ke-
Tak salah jika Partha Chatterjee (pemikir ningkatan pengajaran bahasa Belanda di Dalam tanda dan peta-jalan seperti inilah Balai Pustaka. Bahkan kebanyakan pujangga beraksaraan’ sebagai tanda kemajuan, lantas
India) dan Reynaldo Ileto (pemikir Filipina) sekolah-sekolah pendidikan guru pribumi generasi Sukarno, Hatta, Sjahrir, dan Natsir nasional dari dekade selanjutnya merupa- tanda apakah gerangan yang kita ciptakan
mengakarkan nasionalisme bukan (hanya) dan pengajaran bahasa Belanda bagi semua dibesarkan. kan mantan pegawai, entah untuk jangka masa kini, seabad setelah BU berdiri? Inilah
pada mesiu, perundingan, kognisi Barat, dan anak pribumi (Adam 1995: 89). Semua tokoh-tokoh ini lahir pada dekade waktu lama atau sebentar, dari BP. Atau pertanyaan genting yang harus dicermati.
kapitalisme percetakan (print capitalism), Dengan trajektori kemadjoean yang te- pertama abad ke-20, dan semuanya tak bisa paling tidak beberapa karya mereka pernah Terdapat tanda-tanda bahwa ‘pikiran’ dan
melainkan pada emosi Dionysian (passion) lah dirintis kaum guru, sedini awal dekade dikatakan sebagai anak-anak priyayi tinggi. diterbitkan BP. keberaksaraan tak lagi menjadi ukuran ke-
yang dipancarkan puisi dan daya kata (Chat- pertama abad ke-20, terjadilah fase formatif Soekarno hanyalah anak priyayi-rendahan Dengan demikian, makna penting dari hormatan. Inteligensia dan politisi berhenti
terjee 1986; Ileto, 1989). ruang publik modern. Sejauh mengenai yang mujur bisa masuk rumah penerbitan (buku) yang disponsori membaca dan mencipta, karena kepintaran
Taruhlah, gerakan kebangkitan dan ke- perkembangan pers vernakular, dekade ELS karena pertolongan pemerintah ini pada kurun waktu itu adalah kembali dihinakan oleh ‘kebangsawanan
bangsaan Indonesia. Budi Utomo bukanlah pertama abad ke-20 merupakan momentum seorang guru Belanda; dalam fungsinya sebagai medan permagang­ baru’: kroni dan kemewahanterdapat indi-
yang pertama dan satu-satunya aktor ke- paling penting dalam sejarah keterlibatan an bagi para anggota inteligensia untuk kasi bahwa ‘pikiran’ dan keberaksaraan tak
bangkitan. Ia sekadar monumen dari arus kaum pribumi dalam bidang tersebut. meniru aktivitas kesusastraan Barat. Proses lagi menjadi ukuran kehormatan.
sejarah kebangkitan yang melewati fase Sementara pada abad ke-19, telah peniruan ini membuka jalan bagi keter- Penaklukan daya pikir dan daya literasi
persiapan (gestation), fase pembentukan ada beberapa redaktur dan jurnalis pautan literati Hindia ke dalam sema- oleh pragmatisme dan banalisme membuat
(formative), dan fase pematangan (consoli- pribumi yang bekerja untuk pers milik ngat universal ‘Respublica litteraria’ mindset kebangsaan kehilangan daya re-
dation). Di sepanjang lintasan fase perge­ orang Belanda/Indo dan orang keturunan (Republik Para Pujangga). fleksivitasnya? Tanpa kemampuan refleksi
rakan ini, perjuangan kata/bahasa sebagai China, peran kaum pribumi dalam dekade Sementara kesusastraan BP ma- diri, suatu bangsa kehilangan wahana pem-
penanda baru memainkan peran penting. awal abad ke-20 jauh lebih substansial. Di sih bersifat apolitis, sebuah genre belajaran untuk menakar, memperbaiki dan
sam­ping jumlah redaktur dan jurnalis kesusastraan politik menemukan memperbaharui dirinya sendiri.
Perjuangan kata sebagai pribumi yang meningkat, para ang- medium ekspresinya dalam koran- Tanpa kapasitas pembelajaran, bangsa
tonggak kebangkitan gota dari inteligensia pribumi koran dan majalah-majalah ver- Indonesia (secara keseluruhan) bergerak
Fase persiapan gerakan kebangkitan ber- itu sekarang telah mendiri- nakular dalam bentuk literatur serial. seperti zombie. Pertumbuhan penam-
mula pada akhir abad ke 19, distimulasi oleh kan pers yang sepenuh- Contoh-contoh dari genre novel politik pilan fisiknya tak diikuti perkembangan
kehadiran secara embrionik ruang publik nya dimiliki dan dike- yang diterbitkan dalam dekade tersebut rohani­nya. Tampilan luar dari kemajuan
modern di Hindia (Indonesia). Ruang publik lola oleh kalangan ialah Student Hidjo karya Mas Marco Kar- peradaban modern segera kita tiru, tanpa
yang dimaksud ialah domain tempat wacana pribumi sendiri. todikromo, dan Hikajat Kadiroen karya penguasaan sistem penalarannya. Sebagai
dan opini publik diekspresikan serta tempat Para jurnalis Semaun. Sementara karya yang per- pengekor yang baik dari perkembangan
kegiatan-kegiatan intelektual dan politik pribumi yang pa- tama diterbitkan dalam koran Sinar fashion dunia, kita sering merasa dan ber-
diaktualisasikan. l i n g t e r ke m u k a Hindia Semarang pada tahun 1918, gaya seperti bangsa maju. Padahal, secara
Seperti diamati oleh Jürgen Habermas pada masa itu karya yang kedua diterbitkan substantif, tak ubahnya bak Peterpan yang
(1989), pembentukan tradisi intelektual berasal dari para oleh koran yang sama pada mengalami fiksasi ke fase “kanak-kanak”
modern dalam konteks Eropa Barat meru- ­pelajar atau mantan tahun 1920. (jahiliyah). Bahkan bisa lebih buruk lagi.
pakan bagian dari kemunculan apa yang pelajar sekolah Dokter- Dimuatnya dua cerita Dalam kasus strategi kebudayaan, kita cen-
disebutnya sebagai ‘ruang publik borjuis’ Djawa/Stovia. Di antara bersambung dalam koran derung mempertahankan yang buruk dan
(bourgeois public sphere) sekitar abad ke-17 mereka, yang paling terkenal tersebut mencerminkan membuang yang baik.
dan ke-18. Ruang publik ini berpusat di sepu- ialah Abdul Rivai (lahir tahun peran penting kesusatera­ Dalam situasi demikian, gerakan kebu-
tar wacana kritis mengenai karya-karya sas- 1871) dan Tirto Adhi Surjo (1880- an dan medianya dalam dayan yang mengeluhkan apa yang disebut
tra dari keluarga borjuis yang berorientasi 1918). Melanjutkan tradisi perjuang­ menyuarakan bahasa Taufiq Ismail sebagai ”generasi nol buku”,
pemirsa, dan berlangsung di lembaga-lem- an kaum guru, para juranalis-in- nasionalisme. Imaji- yang berpotensi mengalami kelumpuhan
baga sosial yang baru muncul dalam ranah teligensia ini juga memancangkan nasi kesasteraan ten- daya tulis, daya baca, dan daya pikir, secara
publik: seperti klub-klub, majalah-majalah, tongkat kebangkitan lewat bahasa tang kemerdekaan tepat menyasar pusat saraf kelumpuhan
jurnal-jurnal, kedai-kedai kopi, salon-salon dan konstruksi tanda. bahkan mendahu- kebudayaan Indonesia.
dan ruang-ruang kafe lantai atas (cenacles). Menulis pada edisi perdana lui dan memberi Gerakan kebudayaan seperti ini penting
Ruang publik ini merupakan sebuah tem- (1902) majalah pengobar ‘ke- inspirasi bagi untuk melakukan koreksi terhadap kecen-
pat pertemuan bagi lingkaran-lingkaran in- majuan’, Bintang Hindia, Abdul gerakan-gerak­a n derungan untuk menjadikan politik dan
telektual dari masyarakat (merkantil) Eropa Rivai memperkenalkan istilah kemerdekaan yang ekonomi sebagai panglima. Dalam teori
yang terurbankan, yakni individu-individu ‘bangsawan pikiran’. Dikatakan, menjadi agenda sosial secara umum, responsibilitas untuk
perseorangan berbaur ‘demi berbincang se- “Tak ada gunanya lagi membicarakan gerakan politik di perubahan biasanya dialamatkan pada
cara bebas dan setara dalam wacana yang ‘bangsawan usul’, sebab kehadirannya me- kemudian hari. faktor-faktor semacam modernisasi, kapi-
rasional sehingga membuat mereka menya- rupakan takdir. Jika nenek-moyang kita Demikianlah, talisme, imperialisme, figur karismatik atau
tu menjadi sebuah kelompok yang relatif ko- keturunan bangsawan, maka kita pun di- perjuangan kebangkit­ individu-individu berpengaruh
hesif yang pertimbangan-pertimbangannya sebut bangsawan meskipun pengetahuan an selalu dimulai dari Hal ini mengabaikan kenyataan bahwa
bisa menjadi suatu kekuatan politik yang dan capaitan kita bagaikan katak dalam kerja wacana. Tanpa reformasi sosial tidak akan pernah muncul
tangguh’ (Eagleton 1997: 9). tempurung. Saat ini, pengetahuan dan pen- kata, perjuangan kehi- hanya mengandalkan reformasi politik dan
Bibit-bibit kelahiran ruang publik modern capaianlah yang menentukan kehormatan langan arah. Seperti itu jugalah ekonomi, melainkan perlu berjejak pada
di Hindia dimungkinkan oleh dampak ikut­ seseorang. Situasi inilah yang melahirkan generasi Sukarno. Praksis wacana lewat reformasi sosial-budaya.
an dari penerapan ekonomi Liberal pada ‘bangsawan pikiran’.” kelompok studi, kerja jurnalistik, dan kesas- Gerakan kebudayaan merupakan jantung
paruh akhir abad ke-19, yang bertanggung Tulisan seorang lulusan sekolah Dokter- teraan menjadi tahap awal dari perjuangan dari reformasi sosial. Pada dekade 1960-an,
jawab dalam mendorong pendirian pers- Jawa ini, mewakili kegetiran anak-anak mereka. Sejak 1924, Hatta terlibat aktif di Herbert Marcuse menekankan dimensi
pers vernakular (berbahasa lokal) serta terdidik dari kalangan priyayi rendahan Hatta ada- Perhimpunan Indonesia berikut jurnalnya estetik dari gerakan sosial pada masa itu,
dalam penyebarluasan klub-klub sosial dan non-bangsawan. Karena administrasi lah anak ulama- Indonesia Merdeka, seraya tak lupa menulis dengan menegaskan bahwa dalam seni,
bergaya Eropa. Lewat proses pendidikan pribumi, sebagai lambang kehormatan, pedagang, yang puisi-puisi patriotik . musik dan sastera lah gerakan-gerakan
dan mimikri dan dengan cara membaca diperuntukkan bagi anak-anak priyayi beruntung bisa Pada 1926, Soekarno mendirikan Al- sosial mengingat dan menyimpan tradisi
pers vernakular yang didirikan oleh ­orang tinggi, anak-anak dari kalangan ini cende- diterima di ELS gemene Studieclub berikut jurnalnya, In- kritik dan perlawanan (Marcuse, 1969). Hal
Eropa dan kemudian juga oleh orang ke- rung memilih sekolah menak yang dise- karena kekayaan donesia Moeda. Saat yang sama ia juga aktif ini diperkuat oleh Richard Flacks dalam
turunan Cina, serta dengan membentuk but hoofdenschool (awal abad 20 menjadi keluarganya; sebagai editor malajah SI, Bandera Islam analisisnya tentang “tradisi kiri” Amerika,
perhimpunan-perhimpunan, inteligensia OSVIA). Sementara itu, perluasan birokrasi Sjahrir berlatar se- (1924-1927), bahkan selama pembuangan yang mengindikasikan bahwa gerakan so-
pribumi pada akhirnya bisa menciptakan dan kapitalisme memerlukan tenaga-tenaga dikit lebih baik, ayahnya tak luput menulis naskah drama. Seperti sial seringkali lebih penting sebagai aktor
ruang publiknya sendiri. pertukangan. Sekolah Dokter-Jawa (awal seorang jaksa pribumi se- Hatta, Sjahrir aktif di Perhimpunan Indo- budaya ketimbang politik (Flacks, 1988).
Wacana dominan pada fase kecambah abad 20 menjadi STOVIA) dan sekolah guru hingga diterima di nesia, dan kelak berperan penting dalam Reformasi sosial merupakan fungsi dari
ruang publik modern ini berkisar pada (Kweekschool) semula dirancang untuk ELS; keluarga jurnal Daulat Rakyat. Ia pun dikenal perubahan proses belajar sosial secara
isu kemadjoean. Kemadjoean dalam arti ini memenuhi keperluan itu. Natsir lebih sebagai pemain sandiwara dengan kolektif, yang membawa transformasi tata
mengekspresikan suatu kehendak untuk Diskriminasi tidak sendirinya lenyap rendahan lagi, erudisi­nya yang luas di bidang kesu- nilai, ide dan jalan hidup (ways of life). Da-
mencapai status sosial yang ideal, baik se- dengan menyandang ijazah. Baik dalam ayahnya hanya- sasteraan. Natsir mengikuti beberapa lam hal ini, minat pengetahuan (knowledge
bagai individu maupun komunitas imajiner, standar gaji maupun status sosial, lulusan lah seorang ju- kelompok diskusi dan terlibat intens interest) serta aktivitas produksi ide (ideas-
yang meliputi banyak hal: kemajuan pendi- STOVIA lebih rendah ketimbang lulusan rutulis kontelir, di Persatuan Islam. Sejak 1929 ia mulai producing activities) sangat esensial dalam
dikan, modernisasi (yang secara luas diaso- OSVIA. Situasi inilah yang mendorong yang membuatnya hanya diterima di HIS. menekuni kerja jurnalistik sebagai ko-editor mengonstruksikan identitas kolektif baru
siasikan dengan Westernisasi), kehormatan, kaum terdidik dari keturunan priyayi Alhasil, mereka bisa memasuki pendidikan dari jurnal Pembela Islam. yang memungkinkan gerakan sosial mampu
dan keberhasilan dalam hidup. rendahan dan non-bangsawan berjuang sistem Eropa, berkat kegigihan generasi se- Menulis adalah mencipta, dan mencipta memelihara vitalitasnya.
Sampai akhir abad ke-19, peran para guru memancangkan ‘pikiran’ sebagai tanda baru belumnya dalam menciptakan tanda; tanda selalu mensyaratkan membaca. Semakin Dalam ketiadaan platform politik yang je-
dalam mempromosikan wacana kemadjoean kehormatan sosial. yang membuat Belanda terpaksa mengen- banyak mencipta, semakin banyak mem- las, gerakan kebudayaan menjadi alternatif
sangatlah menonjol, setidaknya karena dua Dalam usaha itu, anak-anak STOVIA durkan persyaratan keturunan. baca; semakin kaya bacaan, semakin kaya menjaga kewarasan publik. Adalah melalui
alasan. Pertama, profesi guru hingga masa bermotivasi tinggi untuk memperjuangkan Kebetulan juga, generasi ini merupakan hasil penciptaan. sastera, nyanyian dan seni yang lain—yang
ini menghimpun porsi terbesar dari orang- gerakan-gerakan kebangkitan. Salah satu buah pertama dari gelombang ‘pembelan- Yang pertama mereka ciptakan adalah dibudayakan dalam masyarakat—yang bisa
orang pribumi berpendidikan terbaik, dan yang terpenting ialah pendirian perkum- daan (Dutchification) yang intens serta poli- nama. Tanda pengenal diri, yang memberi membuat gerakan dan cita-cita sosial bisa
sebagai para pendidik, mereka merupakan pulan Budi Utomo (BU) pada 1908. Dengan tik asosiasi yang dicanangkan oleh Snouck kesadaran eksistensial. Jika tak suka dengan bertahan dalam memori kolektif.
pihak yang paling merasa terpanggil untuk melancarkan kritik terhadap kegagalan Hurgronje. Memasuki abad ke-20, bahasa rumah kolonial, hal pertama yang harus Dalam kaitan ini, ada baiknya kita simak
mengemban misi suci untuk mencerahkan kepemimpinan priyayi tua dalam melin- dan budaya Belanda makin penting menyu- dirobohkan adalah tanda-tanda yang dicip- pernyataan Antonio Skármeta, Sastrawan
saudara-saudara sebangsanya. dungi kepentingan rakyat, pada awalnya sul perluasan operasi perusahaan-perusa- takannya. Jika Belanda menandai tanah-air Chile, “Jika modernitas bukan sekadar bu-
Kedua, fakta bahwa profesi guru kurang BU bermaksud memperjuangkan kepe- haan swasta Eropa, perluasan birokrasi dan ini sebagai Hindia-Belanda, yang diper- daya efisiensi, dan jika demokrasi bukan
dihargai jika dibandingkan dengan posisi- mimpinan kaum muda. Meskipun terbukti, institusi pendidikan, kemudahan hubungan juangkan generasi Sukarno adalah memberi hanya pesta pemilihan dan penjelimetan
posisi administratif mungkin telah men- pengaruh priyayi mapan masih terlalu kuat, antara Eropa dan Nusantara akibat dibu- nama baru kepada tumpah darahnya. prosedur politik, akan selalu ada intelektual-
stimulasi mereka untuk menjadi artikulator membuat BU segera dibajak oleh kalangan kanya Terusan Suez (1869) serta munculnya Semula ditemukan sebuah istilah dalam sastrawan di seberang struktur politik-
dari konsep ‘kemadjoean’ dalam rangka priyayi konservatif. armada-armada pelayaran swasta. Sejak itu, bahasa Belanda ‘Indonesische’, yang me- berhadapan dengan mereka yang memburu
menjadikannya sebagai tolok ukur baru da- Betapapun, BU menjadi tonggak penting bahasa Belanda menggantikan bahasa lokal rujuk pada suatu geo-kultur di kawasan kekuasaan-di luar institusionalisasi akade-
lam menentukan privilese sosial. Peran yang dalam pertumbuhan gerakan kebangkitan dalam pergaulan formal. Saat yang sama, Austronesia yang berciri kepulauan dan mik dan negara. Akan selalu ada intelektual-
menonjol dari para guru ini menunjukkan berbasis ‘bangsawan pikiran’. Sejak itu, ‘pi- politik asosiasi juga memperluas terpaan bercorak kultur India. Maka pada 1922, sastrawan yang melontarkan pertanyaan
bahwa ‘intelektual organik’ dari bibit inteli- kiran’ menjadi peta-jalan bagi ideal-ideal Barat terhadap kaum terdidik bumiputera. perkumpulan pelajar Indonesia di Negeri jenaka, menafsirkan kembali kontroversi
gensia pada akhir abad ke-19 ini terutama generasi selanjutnya. Memasuki dekade Kedua hal ini memperluas akses kaum Belanda, Indische Vereeniging, berubah dengan memunculkannya lagi untuk me-
berasal dari lingkaran-lingkaran para guru. kedua abad ke-20, dengan dibukanya seko- terdidik bumiputera terhadap pengajaran menjadi Indonesische Vereeniging. Pada nunjukkan bahwa hal-hal yang mungkin
Para guru melancarkan tuntutan dan kri- lah ala Eropa bagi penduduk bumiputera, bahasa Belanda dan Eropa lainnya. Dengan 1924, Sutomo mendirikan kelompok studi diabaikan agenda publik, atau digelapkan
tik mereka terutama lewat majalah-majalah seperti HIS (sekolah dasar), MULO (sekolah bahasa sebagai kunci pembuka kepustakaan pertama pemuda-pelajar bumiputera de- oleh media masih absah dipertanyakan”
pendidikan, seperti Soeloeh Pengadjar menengah pertama), dan AMS (sekolah dunia, genenasi Sukarno mampu berkenalan ngan nama ‘Indonesische Studieclub’. (Skármeta 1996: 48-49).

Anda mungkin juga menyukai