Anda di halaman 1dari 14

LITERASI

Volume 2 No. 1, Juni 2012 Halaman 1 - 14

Hibriditas Identitas Orang-Orang Tionghoa


Peranakan dalam Teks dan Praktik Silang Budaya

The Identity Hybrid Peranakan Chinese People in Cross-Cultural


Texts and Practices

Adi Setijowati
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga
adi_setijowati@unair.ac.id

Abstrak

Dua teks sastra yang ditulis peranakan Cina menggambarkan cara bertahan orang
Tionghoa di Indonesia. Mereka memerlukan fleksibilitas yang tampak pada penggunaan
bahasa, genre sastra, dan filosofinya yang terhubung dengan lingkungan masyarakat
tempat mereka tinggal. Pemerintah kolonial Belanda dan Orde Baru memperlakukan
mereka juga mendua. Warisan itu sampai sekarang berwujud penggantian nama
Tionghoa dengan nama Indonesia agar mendapat identitas WNI. Mereka inklusif, dengan
melindungi dirinya dari kekerasan. Pada mulanya lebih aman menggunakan nama
Barat yang netral. Sampai saat ini Tionghoa Peranakan cenderung mengidolakan Barat
sambil melakukan silang budaya melalui upacara kelahiran, perkawinan, dan kematian.
Kebanyakan memeluk agama samawi sambil tetap melaksanakan upacara tradisional
Cina, Jawa, dan Barat. Praktik hibrid tidak lagi dapat dialek karena mereka berasal dari
berbagai identitas yang mengarah pada semangat multikultur yang membuat mereka
bangun bersama dari sentimen etnis.

Kata kunci: Cina, etnis, hibriditas, identitas, peranakan

Abstract

Two literary texts written by Chinese peranakan (Indonesia-born Chinese) describe


how the Chinese try to survive in Indonesia. They need a flexibility that is reflected in
the use of language, literary genre, and their philosophy connected with the social
environment where they live. The Dutch colonial government and the New Order treat
them ambivalently. The legacy find its form of replacing Chinese names with Indonesian
ones in order to get the national identity. They are inclusive to protect themselves from
violence. Initially, it was safer to use neutral western names. Until now the Chinese
peranakan tend to idolize Western, but at the same time doing cross cultural breeding
through birth, marriage, and death rites. Most of them adopt middle-eastern religion,
despite also performing traditional Chinese, Javanese and western rites. Hybrid practices
are no longer in the form of dialect because they come from a variety of cultural identities
leading to a multicultural spirit that awakens them from ethnic sentiment.

Keywords: Cina, ethnicity, hybridity, identity, peranakan

1
Vol. 2, No. 1, Juni 2012

A. Pendahuluan gender dan ras (Barker, 2011:6). CS dibangun


Kesusastraan yang telah ditulis orang- oleh para pemikirnya yang memandang
orang Tionghoa Peranakan awal, merupakan bahwa pengetahuan teoretis adalah praktik
kesu­sastraan yang cukup lama diterbitkan. dari politik. Produksi pengetahuan ber­kaitan
Menurut catatan Suryadinata1 meski sastra dengan masalah posisionalitas, dari sudut
Tionghoa Peranakan Tionghoa tidak pernah pandang mana orang bicara kepada siapa dan
menjadi main­stream sastra Indonesia namun untuk apa. Dengan pikiran tersebut karya
keberadaannya memperkaya kesusastraan sas­tra yang dibahas ini dilihat segi apa saja
Indonesia. Kesusastraan ini merepresentasikan yang dapat berkaitan dengan praktik hibrid.
persilangan budaya sejak awal. Pertama, Untuk mencapai hal tersebut dimanfaatkan
istilah Tionghoa peranakan; kedua, jumlahnya pula dari segi naratologi teks seperti dalam
khasanah karyanya dan tema-temanya yang pengertian naratologi dan komunikasinya
beragam; ke­tiga, bahasanya; keempat, gen­ yang ditawarkan Seymour Chatman3.
renya; dan kelima, filosofi yang diusungnya.
Kesusastraan dengan genre tersebut tidak B. Orang Tionghoa Peranakan dalam
berhenti sampai zaman Belanda, melainkan Menghadapi Dominasi Pemerintah
Kolonial Belanda dalam Karya Sastra
terus berlanjut sampai saat ini.
yang Ditulis 1920-an
Dalam tulisan ini dibicarakan khasanah
Seperti diketahui secara umum khasanah
karya sastra yang dihasilkan para penulis
karya sastra melayu Tionghoa dipinggirkan
Tionghoa dari kurun waktu yang berbeda:
oleh pemerintah Belanda yang mendirikan
pertama, karya Melayu Tionghoa yang berisi
Penerbit Balai Pustaka (selanjutnya disingkat
uraian tentang gambaran keseharian orang-
BP). Waktu itu, pemerintah Belanda mengklaim
orang Tionghoa peranakan, yang diterbitkan
karya sastra Indonesia terbitan BP adalah
penerbit Tans Drukkerij dalam majalah bu­
karya standar dan dengan bahasa Melayu
lanan Penghidoepan di Surabaya2. Kedua,
tinggi. Yang diterbitkan di luar BP dikatakan
Pendekar Bongkok karya Asmaraman Kho Ping
bacaan liar4.
Hoo disoroti dari sisi naratif dan maknanya.
Dominasi ini sangat lama menjadi main­
Ketiga, karya Remy Silado Ca Bau Kan sebagai
stream sehingga kalau membicarakan sastra
penerus genre sastra Melayu Tionghoa. Ketiga
Indonesia awal, para ahlipun selalu meng­
jenis karya itu berasal dari kurun waktu 1920-
awali pembicaraan tentang karya sastra yang
an, dan 2000-an, yang merepresentasikan
diterbitkan BP dan cenderung merendahkan
persilangan budaya dengan cara yang sama.
karya sastra di luar BP. Sastra Melayu
Karya sastra dari kurun waktu yang
Tionghoa dan yang bernuansa protes sosial
berbeda ini dibicarakan dalam kerangka
yang dihasilkan oleh penulis-penulis yang
Cultural Studies (selanjutnya disingkat CS) yang
berpandangan sosialis juga dipinggirkan5 di­
merupakan wilayah studi multidisipliner. CS
anggap tidak setara dengan terbitan BP.
mengkaji per­soalan kekuasaan dan politik
Tulisan ini memfokuskan pembicaraan
serta kebutuhan perubahannya bagi kelompok
pada satu tema bagian dari everyday life
sosial yang ter­pinggirkan khususnya klas,
(During, 2005:28), yaitu life style orang-orang
1 Suryadinata, Leo.1996. Sastra Peranakan 3 Chatman,Seymour. 1980. Story dan Discourse.
1 Suryadinata, Leo.1996. Sastra Peranakan Tionghoa Indonesia. Jakarta: PT Grasindo.
Tionghoa Indonesia. Jakarta: PT Grasindo. New York: Cornell University Press. di Surabaya
2 Menurut penelitian Claudine Salmon 1984, Literature in Malay by The Chinese of Indonesia,
2 Menurut penelitian Claudine Salmon 1984, 4 Periksa Ajip Rosidi dalam Ikhtisar sejarah Sastra
terdapat majalah Penghidoepan yang terbit dalam edisi buku saku, secara bulanan. Terdapat sekitar 230
Literature in Malay by The Chinese of Indonesia, di Indo­n esia,1969, yang diterbitkan Bina Cipta, hlm. 17-
edisi.
Surabaya terdapat majalah Penghidoepan yang terbit 18.
3 Chatman,Seymour. 1980. Story dan Discourse. New York: Cornell University Press.
dalam edisi buku saku, secara bulanan. Terdapat
4 Periksa Ajip Rosidi dalam Ikhtisar sejarah Sastra Indo­5 Periksa
nesia,1969, yangTulisan BakriBina
diterbitkan Siregar dalam
Cipta, hlm. Sejarah
17-18.
sekitar 230 edisi. Sastra Indonesia modern, 1964, diterbitkan Akademi
5 Periksa Tulisan Bakri Siregar dalam Sejarah Sastra Indonesia modern, 1964, diterbitkan Akademi Sastera
dan Bahasa “Multatuli”, Jakarta, hlm. 17-18. Sastera dan Bahasa “Multatuli”, Jakarta, hlm. 17-
18.

2
Hibriditas Identitas Orang-Orang Tionghoa Peranakan dalam Teks dan Praktik Silang Budaya
Adi Setijowati

Tionghoa yang terdapat dalam Majalah yang terbentuk oleh proses pembudayaan dan
terbit tahun 1925-1928. Karya sastra (novela/ pengalaman masa lampau. Jadi, proses inter­
novel pendek) dapat dilihat sebagai dokumen nalisasi nilai-nilai dan pembiasaan peri­laku
sosio budaya yang mencatat kenyataan sosio sebagai adaptasi kepada lingkungan serta
budaya suatu masyarakat pada suatu masa segala aktivitas yang hendak mencapai tujuan
tertentu (Yunus, 1986:3-4). Karya di bawah hidup. Refleksinya dapat dilihat dari karya-
editorial Majalah Penghidoepan ini ditulis karya di atas. Totalitas sifat-sifat, sikap, nilai
dalam masa kolonial Belanda. Kolonialisme telah disintesiskan dalam sistem nilai yang
Belanda di Indo­nesia sangat panjang mendera disebut kepribadian di sini dimaksudkan
Indonesia. Sistem penjajahan, tersebut masuk kepribadian orang Tionghoa peranakan.
ke dalam sendi-sendi kehidupan melalui Dalam karya sastra Melayu Tionghoa, ter­
berbagai institusi dalam masyarakat. cermin pula mentalitas golongan sosial, jiwa
Dalam konteks sejarah bangsa Indonesia, zaman serta kecenderungan kontemporer yang
et­nis Tionghoa peranakan mempunyai andil melingkupi orang-orang Tionghoa. Bagaimana
dalam proses “melek huruf” terhadap bahasa suatu sikap dan gaya hidup pelbagai golongan
Indonesia (bahasa Melayu) pada etnis Hoa terutama terhadap nilai-nilai baru, seperti
Kiau/Tionghoa. Proses ini didukung mun­ pen­didikan Barat, pakaian Barat/gaya hidup
culnya percetakan-percetakan buku dan ma­ di kota besar.
jalah. Munculnya per­cetakan-percetakan ini Untuk mengetahui sastra Melayu Tionghoa
mendukung tumbuh su­burnya sastra Melayu itu, dipergunakan pendekatan novel sejarah/
Tionghoa. Dari fakta ini tampak bahwa ada sosial sebagai realitas sejarah/sosial yang
kesetiaan pemakaian bahasa yang ditunjukkan ditawarkan Lukacs (1976)7. Novel sejarah/
dalam dokumentasi berupa jumlah buku sosial yang secara sengaja menggunakan
yang telah dihasilkan oleh etnis Tionghoa peristiwa (sejarah) sebagai bahan, mempunyai
peranakan, yaitu sekitar 3.005 buku yang ikatan pada historical truth, sekalipun kebenaran
tersebar di kota-kota di Jawa dan 200-an di (sejarah) itu bersifat relatif. Novel sejarah
Surabaya (Salmon,1981). lahir sebagai jawaban intelektual dan literer
Dari kenyataan di atas, dapat digali sum­ terhadap problematik suatu zaman dengan
ber informasi yang berguna untuk mengetahui menggunakan masa lampau sebagai refleksi.
fakta keadaan masa lalu. Fakta dalam sejarah Sedangkan novel sosial, dapat menggunakan
terbagi 3, yaitu: 1) artifact, 2) sosifact, dan 3) sejarah kontemporer (pada masa karya itu
mentifact.6 Mentifact atau fakta mental adalah ditulis) (Lukacs dalam Kuntowijoyo, 1984:20-
fakta yang menunjuk pada ide, pikiran, nilai- 21). Tulisan ini lebih condong menganggap
nilai atau kesadaran manusia. Kesadaran karya sastra Melayu Tionghoa sebagai novel
adalah realitas primer (pendapat kaum sosial sehingga lebih banyak menawarkan
fenome­nologis), sedangkan realitas lainnya permasalahan sosial. Selain itu juga digunakan
berasal dari kesa­darannya yang dihubungkan pendekatan melalui ciri-ciri naratifnya.
dengan masalah-masalah sosial di antaranya Secara umum novel-novel yang terbit
masalah perempuan. Dengan demikian, dalam majalah Penghidoepan termasuk cerita
kesadaran sangat penting peranannya sebagai tentang cinta dalam pengalaman hidup
faktor penggerak atau pen­cipta fakta sejarah manusia yang ditulis dalam bahasa Melayu
lainnya. Tionghoa yang diterbitkan dalam format
Mentalitas suatu kelompok sosial/indi­ buku saku kecil. Penerbit novel ini memberi
vidu dalam lingkup orang-orang Tionghoa konvensi kepada penulis-penulis cerita dengan

6
6 Sartono
Sartono Kartodirdjo,
Kartodirdjo Metode
, MetodePenelitian Ilmu Sosial dalam Perspektif Sejarah, PAU UGM, stensil,
Penelitian 7 Lihat Historical Novel 1976, Georg Lucaks.
1995.
Ilmu Sosial dalam Perspektif Sejarah, PAU UGM, England: Penguin Books
7 Lihat Historical Novel 1976, Georg Lucaks. England: Penguin Books
stensil,1995.

3
Vol. 2, No. 1, Juni 2012

rambu-rambu yang berjudul Prysvraag seperti seolah menyarankan secara terselubung bahwa
kutipan ini. hidup perempuan perlu mengandalkan dan
“Tulisan mesti dibikin beroepa satoe memaafkan laki-laki.
tjerita. Kalimatnya tjerita pembatja bole pili Identitas laki-laki lebih banyak digambar­
sendiri yang dirasa soerop boeat petaken kan dengan cara bagaimana laki-laki mengha­
artinya “Penghidoepan” saloewasnya bisa. biskan pekerjaannya sehari-hari di kantor.
Yang paling perloe jalah dalem itu tjerita misti Sebagai contoh, gambaran laki-laki yang
terloekis artinya penghidoepan” bekerja di Pegadaian Goedo Jombang (Moraal
(dalam kata pengantar Dasar Djodo 1928). Bedjat, 1926), terutama pada waktu jam makan
siang (pekerja laki-laki ngrumpi tentang
C. Identitas Tokoh Tionghoa Peranakan Gaminten, seorang perempuan Jawa yang
(laki-laki dan perempuan) yang Tak cantik). Gambaran lainnya adalah laki-laki
Sejajar yang suka berjudi dan melupakan keluarga
Dalam Berkobarnya Hawa Napsoe (1927), intinya. Dalam Berkobarnya Hawa Napsoe (1927),
digambarkan kecantikan remaja putri Tionghoa terdapat gambaran laki-laki seperti ini: ”satoe
yang sekolah di Hollandsch Chineesche pemoeda yang berparas cakep lontjat dari
Kweekschool di Batavia yang bernama Meilij. kandaraan setan” (hlm. 4).
Meilij berambut halus yang ditata dengan Dari beberapa uraian di atas, tampak bah­
konde model Barat, bermata sedikit sipit jernih wa gambaran laki-laki tak seimbang dengan
yang dilingkungi oleh sepasang alis hitam perempuan yang sangat detail. Hal tersebut
yang melengkung bagai bianglala sehabis hu­ memperkuat asumsi bahwa sudut pandang
jan, hidungnya tidak seberapa mancung, dan lelakilah yang kuat. Berikut ini adalah
diibaratkan dengan bunga mawar terbuka gambaran life style orang-orang Tionghoa
(NNN, hlm. 5). Wajahnya digambarkan oleh dalam teks sastra.
narator sebagai wanita yang halus perasaannya,
bahkan dalam memilih jodohnya, meskipun 1. Gaya Berpakaian Laki-Laki dan
jodoh yang dipilih itu sejajar dengan ayahnya Perempuan Tionghoa Peranakan
bahkan secara tidak sengaja membunuh ayah­ Gaya berpakaian laki-laki yang paling
nya sendiri. Kecantikan Meilij sejajar dengan umum adalah memakai jas trico, dan celana
kecantikan hatinya, yaitu ditunjukkan dengan panjang. Dalam Nona Olanda Sebagi Istri
kesetiaannya menemui Soe An kembali di Tionghoa (hlm. 9), tampak kesadaran pencerita
Cina. bahwa memakai busana jas adalah untuk
Soe An merasa bersalah karena telah mengimbangi busana Barat agar dipandang
membunuh ayah Meilij, sehingga berusaha sejajar dengan orang-orang Belanda. Hal
menjauhi Meilij dengan mendaftarkan diri tersebut tampak pada contoh: ”Boeat tida
menjadi serdadu sukarela yang berperang dikatakan orang Tionghoa ada bangsa koprot
untuk negara Cina. Sedangkan Meilij me­ dan sembarangan”. Dalam Berkobarnya Hawa
nyusul Soe An dengan mendaftar menjadi Nafsoe (1927), digambarkan dua orang tokoh
perawat sukarelawati di perang Cina. Mereka laki-laki yang satu memakai jas trico aboe-
berdua akhirnya bertemu dan meninggal ber­ aboe dan yang satunya lagi mema­kai pakaian
sama dalam perang karena ledakan ranjau. serba putih potongan Eropa (hlm. 2). Gaya
Gambaran perempuan seperti Meilij menun­ berpakaian perempuan: tokoh Ny Ping Hian
jukkan tingkat kepasrahan perempuan atau memakai rok sutra potongan Eropa (Moraal
ketergantungan terhadap laki-laki bahkan Bedjat, 1926)), tokoh Hiang Nio (Terboeroe
terhadap laki-laki yang pernah memorak- Napsoe, hlm. 15) memakai rok buatan modiste
porandakan kehidupan sebelumnya. Narator Eropa dengan dipadu jas pendek terbuka

4
Hibriditas Identitas Orang-Orang Tionghoa Peranakan dalam Teks dan Praktik Silang Budaya
Adi Setijowati

dengan memakai band pinggang. Pada waktu yang bagus (gedong), mempunyai pembantu
Hiang Nio menikah memakai pakaian adat dan tokoh-tokoh yang digambarkan terpe­
Barat. lajar, karena orang-orang Tionghoa, rata-rata
sekolah di sekolah-sekolah Belanda.
2. Cara Menghabiskan Waktu/Weekend
Cara menghabiskan waktu ada beberapa D. Moralitas Orang-Orang Tionghoa
pola, yaitu: (1) berdansa (”Di bawah terangnya Peranakan dalam Teks
Boelan, Nyoo Cheong Seng, Toedjoe Kali Bertjeree, 1. Kaum Perempuan yang Dianggap
1925), (2) membaca dan menulis buku (Terboeroe Berperilaku Buruk/Tidak Pantas dari
Napsoe,1926), (3) mendengarkan musik lewat Sudut Pandang Laki-laki
piringan hitam (dalam Toedjoehkali Bertjere, Gambaran perempuan seperti di atas,
1925) (4) Ke tempat ’plesiran’ (Berkobarnya Hawa tampak dalam novel Moraal Bedjat (1926) pada
Napsoe,1927; Ketoeloengan, 1926), (5) Bertamasya tokoh Ny. Ping Hian yang berstatus istri,
(weekend), menginap (tetirah) di tempat-tempat berselingkuh dengan beberapa laki-laki ketika
yang berhawa dingin (Tjoema Boeat Satoe,1927), suaminya tidak berada di rumah. Tokoh
(6) Tontonan: (1) Balapan Kuda (Ketoeloengan), tersebut juga digambarkan licik karena tega
(2) Nonton bioskop (Terboeroe Napsoe, 1926), mengorbankan suaminya dipenjara selama
Nonton pentas drama (Nona Olanda sebagai dua puluh tahun padahal dia yang berbuat
istri Tionghoa,1925) di Schowburg. salah. Tokoh Ny. Ping Hian tersebut menikah
lagi dengan Teng Ajong selama satu tahun.
3. Mata Pencaharian
Ketika Ajong kembali ke Tiongkok Ny. Ping
Beragam profesi yang ditekuni, ialah:
Hian menjadi perempuan penghibur laki-
pedagang dan pengusaha, pegawai kantor pe­
laki. Gambaran lain tentang perilaku buruk
gadaian, jurnalis, dan pemilik firma dagang.
perempuan yang menjadi penghibur laki-laki
4. Nama-Nama yang Trend untuk Orang- tampak dalam cerita Berkobarnya Hawa Napsoe,
orang Tionghoa lewat tokoh Erna.
Beragam nama dan yang diidolakan asli Selain itu gadis yang pergaulannya sangat
Tionghoa, nama campuran Tionghoa-Belanda: terbuka dan bebas terhadap laki-laki, diang­
Madeleine Kwik, Meilij, Jhonny, Ellise, Anton. gap tidak pantas. Seperti pada gambaran to­
Di samping itu, ada nama spesifik untuk koh Madeleine Kwik dalam cerita Toejoe Kali
pembantu rumah tangga: Oena (Terboeroe Bertjeree (1925). Ada juga gambaran tentang
Napsoe,1926), Waridjah (Moraal Bedjat, 1926), perempuan yang telah berumah tangga, karena
Merto (Ketoeloengan,1926). sering membaca romans dan mengagumi pe­
ngarangnya (dalam cerita Penggoda, 1925).
5. Peralatan Hidup Masih dalam bagian cerita itu, karena banyak
Peralatan yang dipunyai orang-orang episode berlainan yang diceritakan, tokoh Sian
Tionghoa kaya: Gramofoon dan plaat (Moral Nio digambarkan sebagai perempuan yang
Bedjat, 1926). belajar dansa ala Eropa, akan tetapi ia sampai
kebablasan dalam bergaul dan kehilangan ke­
6. Kendaraan suciannya. Waktu itu ia sudah punya calon
Kendaraan yang digambarkan dalam teks: pendamping yang berprofesi jurnalis, dan ga­
motorfiets, taxi, auto. dis itu memilih bunuh diri dengan minum
Dibaca dari sisi deskripsi dan gambaran racun (hlm.163). Gambaran yang hampir mirip
pencerita di atas, tampak setting kelas menengah terdapat dalam Ketoeloengan (1926). Seorang pe­
orang-orang Tionghoa Peranakan. Beberapa rempuan (Tan Biet Nio) yang telah bersuami
indikasi tampak dari kehidupan rumah yang digambarkan berselingkuh dengan tetangga­
digambarkan, yaitu bermula dengan rumah nya, karena selalu cekcok dengan suaminya.

5
Vol. 2, No. 1, Juni 2012

Suami­nya (Giok Chun) sering mendatangi ru­ laki juga digambarkan menderita ketika tidak
mah plesiran sampai menemukan gadis yang menemukan cintanya.
akan dijadikan penghibur, yang bernama Sian Yang menarik dalam cerita di atas ada
Hwa. uraian komentar pada bagian belakang buku.
Pada bagian tersebut, komentar buku dari
2. Perempuan yang Dianggap Baik Menurut redaksi untuk mengapresiasi novel Terboeroe
Pandangan Masyarakat (Laki-laki) Napsoe. Komentar tersebut berupa himbauan
Pengorbanan perempuan tampak digam­ pemberdayaan perempuan. Perempuan diha­
barkan dalam 2 cerita yang ada dalam Dasar rapkan mempunyai kemandirian baik dalam
Djodo (1928). Seorang perempuan yang taat menentukan jodohnya, maupun kebebasan
kepada orang tuanya dan mempunyai kegi­ memilih msa depan hidupnya sendiri (hlm.
gihan mempertahankan cintanya, meskipun ii). Dilihat dari sisi ini, dukungan terhadap
orang tuanya telah menjodohkan dengan pemberdayaan perempuan benar-benar
orang lain, tampak digambarkan dalam cerita nyata.
Dasar Djodo. Selain itu, gambaran pengor­ Moralitas kaum laki-laki tampak kuat
banan perempuan yang mencintai suaminya, dalam karya-karya tersebut, laki-laki digam­
namun terburu me­ninggal (ketika melahirkan barkan sebagai orang yang lebih bebas dalam
anaknya), muncul dalam bagian kedua cerita memutuskan sesuatu hal, termasuk hubungan
yang berjudul “Binasa lantaran Soebat.” suami istri.
Pengorbanan itu tampak seperti sesuatu
yang selayaknya harus dipunyai perempuan E. Representasi Pandangan Tionghoa
dan sebagai seorang perempuan harus me­ terhadap Budaya Belanda: Wacana
mahaminya dengan baik. Tandingan
Ada hal-hal yang menarik tentang perem­ Sudut pandang Tionghoa terhadap life
puan di mata perempuan. Penulis Ny. The style yang diceritakan dalam cerita-cerita ini
Tiang Ek mencoba mengemukakan perspektif rata-rata digambarkan mendua. Ada wacana
keperempuananya dalam karya yang berjudul dalam cerita itu orang-orang Tionghoa ketika
Terboeroe Napsoe (1926). Tokohnya terdiri atas menerima budaya Belanda (baca Barat) dengan
dua perempuan kakak beradik Hiang Nio berbagai kritik dari budaya leluhurnya, seperti
dan Siang Nio. Gambaran mencolok yang tampak dalam sikap dan budaya sehari-
muncul, yaitu dua tokoh perempuan tersebut hari yang tergambar dalam cerita. Misalnya,
digambarkan mati karena “kasih tak sampai”. wacana tentang perempuan Belanda yang
Padahal dalam teks, lewat tokoh Sian Nio, digambarkan suka berdansa yang berimbas
dia telah menjadi pengarang yang dikagumi ke pergaulan bebas antara gadis dan pemuda
dengan nama samaran Gadis Pegoenoengan. Belanda. Dengan demikian, gambaran tentang
Tampak dalam cerita tersebut, yaitu misi gadis Tionghoa yang bertingkah seperti ga­
pengarang perempuan tentang pemberdayaan dis Belanda yang sangat bebas, dipandang
perempuan. Pentingnya pendidikan bagi pe­ sangat tidak terhormat. Ada pernyataan dari
rempuan dan hak untuk memutuskan diri dewan redaksi dalam salah satu edisi ter­
sendiri. Dari komentar tersebut, perempuan bitannya yang menghimbau tulisan-tulisan
diharapkan tidak hanya sekedar menuruti dalam Penghidoepan supaya menyuarakan
kemauan orang tua untuk cepat menikah, perempuan. Namun, banyak teks yang justru
hanya karena khawatir menjadi “prawan membicarakan sisi perempuan Tionghoa
toea”. Narator sadar bahwa untuk mencapai (yang berlagak seperti Belanda dengan “kebe­
keberdayaan, perempuan butuh waktu. Dia basannya”). Dari hal tersebut dapat dipahami
menunjukkan bahwa perempuan merupakan bahwa cerita-cerita itu salah satunya berfungsi
korban kebimbangannya sendiri. Tokoh laki- sebagai suatu ajaran bagi kaumnya dengan

6
Hibriditas Identitas Orang-Orang Tionghoa Peranakan dalam Teks dan Praktik Silang Budaya
Adi Setijowati

memberi contoh jelek yang tidak boleh ditiru. menggunakan genre sastra Cina yang berbeda
Gambaran perempuan yang bebas lebih dengan genre sastra melayu Tionghoa8.
banyak menciptakan kesengsaraan untuk laki-
laki, meskipun laki-laki yang berbuat jahat juga 1. Pendekar Bongkok Karya Asmaraman
mendapatkan balasan yang setimpal. Tampak Kho Ping Hoo Penulis Tionghoa
Peranakan tentang Kritik terhadap Orang
adanya gambaran laki-laki dianggap sebagai
Kaya
korban perempuan yang tidak ideal (tidak bisa
Karya Kho Ping Hoo merupakan karya
menyangga kehormatannya sebagai istri).
yang menarik bila dibandingkan karya
Terdapat wacana tandingan (counter
sastra Indonesia genre lainnya. Kho Ping
culture) yang menarik dari sudut pandang
Hoo adalah penulis Tionghoa yang setia
orang Tionghoa Peranakan, yaitu lewat peng­
menulis genre cerita silat. Menariknya, cerita
gam­baran perempuan Belanda yang mau
ini memanfaatkan pola cerita silat yang ber-
mengubah jatidiri ‘kebelandaanya’ untuk men­
setting sejarah di Cina namun demikian, di
jadi istri sebagaimana yang dicita-citakan oleh
sana-sini diselipkan pesan-pesan dan kritik
lelaki Tionghoa, meski ditentang oleh keluarga
praktik hidup sehari-hari untuk orang-orang
besar dari kedua belah pihak (Nona Olanda
Tionghoa yang tinggal di Indonesia.
Sebagi Istri Tionghoa, 1926). Dengan demikian,
Seperti dalam tokoh dan perwatakan
tampak bahwa ada usaha penguatan wacana
sastra naratif Cina tokoh-tokoh dalam Pendekar
bahwa budaya Tionghoa yang sebenarnya
Bongkok penuh dengan ambivalensi yang me­
sebanding dengan budaya Belanda, meski
nampakkan perilaku tidak konsisten. Tokoh
kenyataan secara hukum Belanda mereka
Yauw Sun Kok digambarkan sebagai berikut.
termasuk warga kelas dua.
Pertama, ia menjadi perampok kemudian balas
Wacana tandingan lain adalah wacana
dendam membunuh pembunuh istrinya, yaitu
perdagangan (dalam Tjoema Buat Satoe, 1927)
Sie Kian. Kedua, ia membawa Sie Lan Hong
yang digambarkan bahwa perdagangan
anak dari orang yang dibunuhnya menjadi istri
orang-orang Tionghoa, tidak kalah dengan
kedua yang dicintainya. Ketiga, ia mencelakai
perniagaan orang-orang Belanda. Sejatinya
adik iparnya Sie Liong (pendekar bongkok)
orang-orang Belanda mendapat banyak ke­
karena takut adik iparnya membalas kematian
untungan dari naluri perdagangan yang dila­
ayahnya yang telah dibunuhnya. Keempat, ia
kukan orang-orang Tionghoa.
menyayangi anaknya semata wayang Yauw
Dari gambaran life style yang terdapat da­
Bi Sian. Kelima, ia menjadi orang terhormat di
lam cerita itu dalam banyak hal yang dapat
daerahnya dan penjaga keamanan daerahnya.
dibaca sebagai renungan alternatif bagi pen­
Keenam, setelah putrinya pergi berguru, ia
datang-pendatang dalam mempertahankan
merasa kehilangan, perilakunya kasar, dan
nilai, pikiran, dan pilihan kelangsungan hidup
menghibur diri dengan cara mabuk dan meng­
terutama orang-orang Tionghoa peranakan.
habiskan sebagian waktunya di pelacuran.
Tradisi penulisan yang dilakukan
Ketujuh, ia dibunuh oleh teman putrinya yang
Tionghoa peranakan setelah kemerdekaan
bernama Bong Gan.
tidak terlihat secara spesifik karena para
Sie Liong ditampilkan dengan cara beri­
pengarang seperti Marga T, Mira W, tidak lagi
kut. Pertama, ia sejak kecil yatim piatu karena
mengidentifikasikan pada masalah Tionghoa
ayah dan ibunya dibunuh Yauw Sun Kok
peranakan. Dalam sejarah sastra Indonesia
yang kemudian menjadi iparnya. Kedua, ia
jarang dipelajari namun demikian tetap dibaca
dicelakai kakak iparnya, tubuhnya dibuat
dan punya pembaca tertentu. Dari beberapa
identitas pengarang Tionghoa peranakan, Kho
8 Sastra Melayu Tionghoa berhenti hanya
8
Ping Sastra Melayu Tionghoa
Hoo menarik berhenti
untuk disimak, diahanya sampai
menarik pada kekuasaan Belanda dalam catatan Claudine
sampai pada kekuasaan Belanda dalam catatan
Salmond.
perhatian karena tetap menulis dengan Claudine Salmond.

7
Vol. 2, No. 1, Juni 2012

cacat punggungnya (agar tidak dapat balas Dua kutub komplementer selalu tampak
dendam). Ketiga, dalam hati ia mencintai ke­ mewarnai cerita silat Kho Ping Hoo seperti
ponakannya sendiri. halnya sastra klasik Cina9 Adapun peristiwa-
Keempat, ia dilarang bersilat, namun peristiwa yang dialami tokoh-tokohnya yang
malah menjadi pesilat tangguh karena mem­ berhubungan pewarisan ilmu tampak pada
punyai disiplin diri yang kuat. Kelima, ia di­ tabel berikut.
fitnah Bong Gan membunuh Yauw Sun Kok.
Tabel: Pewarisan Ilmu dalam Pendekar Bongkok
Kependekaran Sie Liong Yau Sun Kok Yauw Bi Sian Sie Lan Hong Bong Gan Pek Lan
tokoh
Pewarisan Ilmu -mendapat ilmu -mendapat -mendapat ilmu - mendapat - Mendapat -mendapat
dari Bi Sian ilmu dari ketua silat dari ayahnya ilmu silat dari ilmu dari ilmu silat
-mendapat ilmu perampok/ -mendapat ilmu orang tuanya Koay To Jin dari nenek
dari Pek Sim mertua dari Koay To Jin Sie Kian jahat Hek In
Siansu (guru 7 tahun Kubo
suci berhati
putih)
-mendapat ilmu
tenaga inti bumi

Posisi pencerita dan pengarang tampak


Keenam, tanpa sengaja ia mendapat ilmu
baur antara pencerita implisit dan peng­arang
dari beberapa guru sehingga menguasai ilmu
sebenarnya. Acapkali terdapat komentar pe­
dan jurus silat yang sulit. Keenam, ia mencin­
ngarang implisit dan sebenarnya mengomen­
tai Ling-Ling, akan tetapi Ling-Ling bunuh
tari keadaan/sifat tokoh. Di sana sini terselip
diri karena telah diperkosa Bong Gan Ketu­
petuah-petuah dari pencerita/pengarang
juh, tangan kirinya di potong oleh Bong Gan.
impli­sit/pengarang real. Di antara sekuen
Kedelapan, ia memilih hidup sendiri mem­
peristiwa terdapat penjelasan panjang berikut
berikan pelayanan pada orang-orang sekitar
yang tidak bertautan dengan peristiwa utama.
yang membutuhkan. Berikut adalah ambiva­
lensi pada tokoh Sie Lan Hong (kakak Sie Li­ “Jelaslah bahwa menyembahyangi abu
lelu­hur berarti menanamkan rasa hormat,
ong). Pertama, dia menyaksikan ayah ibunya
cinta, dan bakti kepada orang tua, seolah-
dibunuh, ia dipak­sa menjadi istri Yauw Sun
olah mengingatkan kita bahwa sampai
Kok, orang yang seharusnya dia benci, akan
orang tua meninggal pun kita tak boleh
tetapi, ia juga se­kaligus mencintai Yauw Sun melupakan cinta kasih dan jasa mereka
Kok sepenuh hati. Kedua, dia dapat memen­ terhadap kita. Tindakan seperti ini tentu
dam perasaan ketika Yauw Sun Kok menjadi saja memberi contoh yang baik pada anak
pemabuk akibat putrinya pergi berguru dan cucu kita, seperti suatu peringatan kepada
sering mendapat perlakuan kasar. mereka bahwa mereka pun wajib men­
Ketiga, sesudah suaminya meninggal ia cinta dan menghormati orang tua mereka
jatuh cinta dengan penolongnya Lie Bho Tek. seperti kita menghormati orang tua kita.

9 Yang menjadi perhatian dua kutub komplementer dalam susunan formal cerita naratif Cina tampak
dalam dua bentuk: dua kutub yang silih berganti pertemuan-perpisahan, dan dua kutub saling meresapi
misalnya kekuatan dalam kelemahan, dalam buku Chinese Narative, Andrew H Plaks, 1977:336. New Jersey:
Princeton University Press.

8
Hibriditas Identitas Orang-Orang Tionghoa Peranakan dalam Teks dan Praktik Silang Budaya
Adi Setijowati

Namun sayang seribu sayang, tujuan yang pembentuk cerita terjalin secara batin. Bila
amat bijaksana dan baik ini seringkali dilihat dari ciri-cirinya dalam genre popularnya
diselewengkan orang. Banyak orang ber­ di Indonesia disebut cerita silat. Menurut
sem­bahyang di depan meja abu leluhur Suryadinata (1996:72-114) cerita silat disebut
mereka dengan suatu pamrih tertentu. sebagai imigran dari Kebudayaan Cina/
Bukan se­mata untuk menghormati dalam
Tiongkok. Cerita silat selalu mengandung
kenangan terhadap orang tua, melainkan
elemen sejarah, detailnya berisi filsafat, percin­
sembahyang itu menyembunyikan pam­
taan, dan pertarungan dengan meng­gunakan
rih agar mereka yang bersembahyang
jurus-jurus tertentu. Lebih lanjut Suryadinata
itu diberkati oleh roh si mati! Ini suatu
penyelewengan besar! Bahkan sesudah menjelaskan bahwa keistimewaan Kho Ping
matipun, orang-orang tua itu kita minta Hoo justru pada komentar di luar pencerita
melakukan sesuatu demi kesenangan dan yang senantiasa diselipkan pada karyanya
keuntungan diri pribadi kita! Memang, seperti telah disebutkan di atas. Perhatikan
segala tujuan betapapun baiknya, akan di­ kutipan yang menyertai perasaan tokoh Sie
salahgunakan orang kalau di situ terdapat Liong berikut.
keinginan untuk menyenangkan diri sen­
“Si aku adalah hasil dari akal dan pikiran
diri, demi kepentingan diri sendiri. Segala
dan rasa dan perasaan bahwa aku ada,
sesuatu menjadi palsu dan kotor karena
bahwa di dalam jasmani ini yang meli­
semua perbuatan itu palsu adanya, semata
puti juga akal dan pikiran dan perasaan
men­jadi sarana untuk mencapai sesuatu
terdapat sesuatu yang membuat jasmani
yang diinginkan adalah demi kesenangan
ini hidup. Namun, karena rasa diri ada
sendiri, demi kepentingan sendiri. Adakah
ini dinyatakan melalui perasaan hati dan
sembahyangan di depan abu leluhur yang
akal pikiran maka rasa diri ini terpung­
dilakukan orang demi penghormatan dan
kus oleh nafsu. Perasaan hati dan akal
kenangan kasih sayang orang-rang tua
pikiran tidak pernah dapat terpisah dari
semata? Tanpa adanya pamrih pribadi.
pengaruh daya-daya rendah, yaitu ke­
Kalau ada alangkah baiknya “(hlm. 17-18).
duniawian yang timbul dari kebendaan
Kiranya komentar panjang ini menyuara­ yang kita butuhkan dalam kehidupan,
kan pendapat pengarang implisit yang tidak ma­kanan dan hubungan antarmanusia.
setuju dengan sembahyang yang dilakukan Daya-daya rendah inilah yang menyerap
masya­rakat Tionghoa dalam mendoakan le­ ke dalam perasaan hati dan akal pikiran
luhur untuk kepentingan mereka sendiri. sehingga perasaan diri atau si aku inipun
mengandung nafsu-nafsu. Oleh karena itu,
Komentar tersebut tidak ada kaitannya dengan
sesuai dengan sifatnya nafsu yang sudah
sekuen peristiwa yang ada sebelumnya.
memperhamba si aku tadi membuat si aku
Terdapat banyak hal yang statis dalam
ingin enak sendiri, ingin menang sendiri”
karya Kho Ping Hoo sebagaimana terdapat (hlm. 16-18).
dalam sastra naratif Cina. Misalnya, per­
temuan-pertemuan dan percakapan-percakap­ Ada ciri naratif lain yang menandai genre
an yang membuat kesan plot tidak maju. ini, yaitu tentang pelukisan atau deskripsi latar
Tidak majunya plot karena didasarkan gerak cerita yang cukup panjang misalnya:
pergantian yang bersifat siklus. Di sini yang “Dusun itu cukup besar, dikurung pagar
penting adalah hubungan logis antarunsur tanah liat yang dibangun seperti tembok.
yang berulang dan bergantian. Hal tersebut Di dalam dusun itu tinggal penduduk
berpengaruh pada penampilan tokoh dan yang jumlahnya tidak kurang limaratus
perwatakan sebagai elemen cerita. keluarga Pekerjaan mereka bercocok
Susunan naratif model ini lebih merupa­ tanam” (hlm. 23).
kan tekstur daripada struktur, satuan-satuan

9
Vol. 2, No. 1, Juni 2012

Demikianlah penceritaan yang ditemui bijaksana di manapun tidak pernah keluar dari
dalam karya Kho Ping Hoo dapat ditemukan landasan kebenarannya. Walaupun mereka
dalam estetik sastra naratif Cina. Tokoh-tokoh dikelilingi kemewahan dan kesenangan, ia
dalam Pendekar Bongkok cukup banyak, namun selalu tenang dan tidak menampakkan rasa
demikian sesuai dengan judulnya tokoh yang tertarik terhadap sesuatu.
dominan dalam cerita ini adalah tokoh yang Nilai-nilai yang ada dalam karya Kho Ping
bernama Sie Liong (putra Sie Kian dan adik Sie Hoo jelas berasal dari filosofi Cina, akan tetapi
Lan Hong), Yauw Sun Kok, Yauw Bi Sian, Pek hibriditas budayanya sangat nyata. Dalam
Lan Bong Gan, dan Sie Lan Hong sendiri. mengantarkan cerita Kho Ping Hoo menyajikan
Makna atau nilai filosofi yang terdapat komentar di luar peristiwa kisahnya, yaitu
pada Pendekar Bongkok diperoleh dari tokoh komentar pencerita yang mengkritisi masya­
Sie Liong yang merupakan gambaran ciri- rakat Tionghoa kaya di Jawa.
ciri manusia berlandaskan pemikiran Tao. Ia mengkritik budaya hidup yang dila­
Manusia Tao adalah orang yang hidup sesuai kukan oleh sebagian masyarakat Tionghoa
dengan Tao, yaitu orang bijak yang berbudi yang hanya mengejar kemewahan. Hidup
halus dengan kecerdasan tinggi. Mereka cenderung membuat orang tidak peka terhadap
begitu pandai sehingga orang lain tidak tahu lingkungan dan menjadikannya budak nafsu
bahwa orang tersebut pandai. Mereka tidak mengejar harta untuk keamanan diri sendiri.
mudah dimengerti dan kita hanya dapat Itulah yang disebut pengarang implisit “daya
menggambarkannya dari luarnya saja (Pepatah rendah” yang mementingkan kebutuhan
Lao Zi, hlm. 2-5). perut. Pengarang implisit menujukan kritiknya
Manusia Tao digambarkan bila bertindak pada pembaca implisitnya, kalangan orang
sangat hati-hati, bagaikan orang yang sedang kaya Tionghoa yang menutup diri terhadap
menyeberang di sungai yang dingin. Mereka lingkungannya.
tampak pemalu. Seolah-olah di sekelilingnya
terdapat marabahaya, yang membuat mereka 2. Ca Bau Kan Karya Remy Silado
menjadi sangat waspada. Dalam bersikap Meneruskan Tradisi Sastra Tionghoa
Peranakan dalam Melakukan Silang
mereka sangat hormat, seolah-olah sedang
Budaya
menghadapi tamu yang sangat mulia. Mereka
Karya Remy Silado berjudul Ca Bau Kan
cepat beradaptasi dengan keadaan dan rendah
terdiri atas 37 episode dengan 37 sekuen cerita.
hati. Tingkah lakunya sederhana dan lugu,
Cerita dimulai dengan anak judul “Prolog”
akan tetapi pikirannya luas, dan digambarkan
yang menceritakan Ny GPA Dijk hoff anak
seperti lembah menganga yang menanti
Tan Peng Liang yang diangkat anak oleh orang
pengunjung, yang berarti sangat ramah.
Belanda dan cucunya yang mencari kejelasan
Pandangannya toleran dan tidak memihak.
asal usulnya dan diakhiri anak judul “Epilog”
Manusia Tao selalu hidup mengalami
yang menceritakan Ny. GPA Dijk Hoff akan
pembaharuan, tidak mencari imbalan dari se­
terbang ke Belanda setelah mengetahui jati
gala perbuatannya, ia tidak mencari kesalahan.
diri dan asal usulnya.
Mereka tidak sombong karena orang yang
Tokoh yang dominan dalam Ca Bau Kan
sombong tidak dapat membedakan kebe­
adalah Tan Peng Liang dan Tinung. Tokoh
naran dari kebohongan. Bagi Manusia Tao
lainnya Thio Boen Hiap dan Oey Eng Goan
menonjolkan keakuan sama halnya dengan
yang menjadi rival dari Tan Peng Liang.
gambaran makan terlalu banyak dan berpakai­
Tokoh Tinung selalu mendapat tentangan
an berlebihan. Kebanyakan orang berpendapat
anak Tan Peng Liang, yaitu Kim San dan Kim
bahwa terkenal dan sukses itu baik, tetapi
Hok. Hampir sepanjang cerita tokoh-tokoh
manusia Tao menghindari itu. Orang yang
ini selalu berinteraksi. Tokoh yang digambar­

10
Hibriditas Identitas Orang-Orang Tionghoa Peranakan dalam Teks dan Praktik Silang Budaya
Adi Setijowati

kan wataknya tidak pasti adalah Tan Peng tokoh yang selalu sirik pada tokoh Tan Peng
Liang dan Tinung. Sedangkan tokoh yang Lian.
pasti wataknya adalah tokoh Thio Boen Hiap, Ambiguitas tokoh Tan Peng Liang se­
Oey Eng Goan beserta anggota keturunan bagai tokoh utama dalam filsafat Cina
Tionghoa totok, Kim San dan Kim Hok (anak khususnya dapat ditarik dari konsep wu-
Tan Peng Liang dari istri pertama) yang selalu wei dan yu-wei dalam Taoisme. Fleksibilitas
memusuhi Tinung. Dalam novel-novel naratif menandai ciri tokoh utama. Dari watak
Cina, tokoh dominan biasanya digambarkan tokoh yang selalu berubah, dan bersifat cair.
wataknya secara pasti. Namun, dalam Ca Hal tersebut berpengaruh pada peristiwa-
Bau Kan tokoh penting ditampilkan dengan peristiwa yang dihadapi tokoh utama, yaitu
ketidakpastian watak. mampu menjawab kebutuhan sesaat, berhasil
Tokoh Tan Peng Liang adalah seorang mendapat pengakuan di an­tara orang-orang
laki-laki keturunan peranakan ibu Jawa, sezaman, dan mampu mem­baca tanda-tanda
bapak Tionghoa yang perjalanan hidupnya zaman (Plaks,1977:343; Wiryamartana,1985).
penuh kontradiksi dan watak yang tidak pasti. Ciri-ciri ini tampak pada Tokoh Tan Peng
Pertama, ia berwatak keras dan tega melakukan Liang dalam Ca Bau Kan seperti: mengecoh
pembunuhan bila kepentingan dagangnya perdagangan tembakau dengan menggunakan
terancam. Kedua, ia sebagai seorang suami uang palsu, menyuap Polisi kolonial Jp
dari istri yang sakit cukup parah. Ia menyukai Vendoorn ketika dia merasa terpojok karena
perempuan penghibur dan menjadikannya membakar gudangnya sendiri (hlm 147-153).
istri yang dicintainya. Ketiga, ia terlibat dalam Peristiwa dalam Ca Bau Kan berupa
perseteruan bisnis dan sindikat pencetak tumpang tindih antara peristiwa dan bukan
uang palsu. Keempat, ia masuk penjara dan peristiwa yang berlangsung secara sama-
menyogok sipir penjara, lalu kabur dari sama. Sebagai contoh bukan peristiwa yang
penjara. Kelima, tokoh Tan Peng Liang yang bergabung dengan peristiwa antara lain
kontroversial dikabarkan mati dan mengirim munculnya Berita Koran Betawi Baroe yang
peti mati akan tetapi peti matinya berisi candu menjadi penghubung cerita menyebabkan
dari Makao. Karakter tersebut tampak mewaris munculnya peristiwa lainnya (CBK HSD, hlm.
pada anaknya (Ginanjar). Keenam, ia menyuap 39). Tumpang tindih semacam itu berakar
pejabat Belanda Jp Vendoorn atas terjadinya pada kecenderungan yang ada dalam alam
peristiwa pembakaran pabriknya. Ketujuh, ia pikiran Cina tradisional, yaitu menetapkan
membantu perjuangan tentara Republik Indo­ kategori interelasi komple­menter, pola pikiran
nesia yang anti-Belanda. Kedelapan, ia “lihai” yin-yang atau yu-wu. Dalam pola pikiran yin
dalam membuat alibi. Kesembilan, Tan Peng dan yang termuat pasangan komplementer
Liang mati secara tragis (diracun) dengan berupa gerak-diam, peristiwa dan bukan
motif balas dendam . peristiwa (Plaks, 1977:316, Wiryamartana,
Penggambaran tokoh-tokoh dalam Ca Bau 1985:194). Dalam kaitan dengan naratif banyak
Kan terarusi perwatakan dalam puitika sastra hal yang bukan peristiwa misalnya: lukisan-
naratif Cina. Terbukti pada tokoh dominan lukisan statis, percakapan-percakapan, digresi
yang berwatak penuh ambivalensi dan kontra­ diskursif. Dalam Ca Bau Kan hal yang bukan
diksi. Watak yang tidak konsisten inilah peristiwa selain Koran Betawi Baru adalah:
menjadi ciri utama sastra naratif Cina. Tokoh komentar Giok Lan yang tidak wajar dari
sekunder digambarkan secara pasti seperti Epilog karena seolah-olah dia tahu persis
tokoh Thio Boen Hiap dan Oey Ong Guan keadaan Indonesia (Ca Bau Kan, hlm. 397).
beserta anggota Kong Koan (dari kalangan Pola cerita Ca Bau Kan berbentuk dua kutub
Tionghoa totok) sejak awal cerita digambarkan komplementer yang berupa dua kutub silih

11
Vol. 2, No. 1, Juni 2012

berganti, yaitu pertemuan-perpisahan, dan ke­ akan berusaha menutupinya dan menyalahkan
muliaan dan kejatuhan yang menimpa tokoh- orang lain. Waspadalah terhadap orang yang
tokohnya. Pertemuan-perpisahan tampak keras dan bodoh yang sangat menginginkan
pada tokoh Tan Peng Liang dan Tinung. Ke­ kekuasaan! Mereka sanggup menggunakan
muliaan-kejatuhan menimpa tokoh Tan Peng metode-metode ekstrem. Pelajarilah berbagai
Liang , Thio Boen Hiap dan Oey Eng Goan. hal, bertanyalah dengan sungguh-sungguh dan
Ca Bau Kan menawarkan makna sikap setialah pada prinsip diri sendiri. Disiplin diri
hidup “Mental Baja Pantang Menyerah: Suatu adalah jalan menuju kepada kepemimpinan
Jalan Menuju Kemenangan, Kesuksesan, dan sejati (Krause, l998:21,85). Dalam kehidupan
Kemakmuran”. Oleh Chin Ning Chu dijelaskan Tan Peng Liang terlihat kedisiplinan diri
bahwa ada tiga tahap mental baja pantang membentuk kepemimpinan sejati yang ter­
menyerah. Menangkan apapun risikonya lihat dari jatuh bangun mempertahankan
dengan tahapan. Pertama tebal seperti tembok dan membangun citra diri dan cintanya pada
benteng ini tingkat yang dimiliki oleh penipu Tinung.
penjahat. Kedua, tebal dan keras, hitam ber­
kilat yang termasuk di sini para praktisi b. Mempunyai Tujuan
tingkat tinggi. Ketiga, begitu tebalnya sehingga Seorang pemimpin harus memulai dengan
tak berbentuk, suatu tingkatan paling tinggi tujuan, maksudnya bertekad dan berbuat se­
yang tampak pada orang yang kelihatan baik, baik mungkin bagi orang-orang yang harus
mampu mengejar kepentingannya sendiri dilayani. Banyak orang berbicara tentang
sambil tetap dipercaya oleh korbannya (Ning maksud-maksud yang baik. Hanya berbicara
Chu,1997). tidak menghasilkan apa-apa. Seseorang yang
Dari Ca Bau Kan didapatkan nilai-nilai ke­ dapat memimpin secara efektif memperlihatkan
teladanan untuk diri sendiri dan pemimpin, kedalaman tujuan dengan cara berikut. (1)
sebagai berikut. Kebijaksanaan dan diplomasi. (2) Toleransi
terhadap ambiguitas. (3) Sikap terpercaya dan
a. Disiplin Diri setia. (4) Kepandaian dan mutu. (5) Hormat
Disiplin diri berarti juga memimpin diri kepada orang lain. Tujuan menghasilkan
sendiri. Hal tersebut merupakan dasar kon­ pikiran yang teguh, Keteguhan menghasil­
trol diri dan fondasi pada penghargaan ter­ kan ketabahan, keberanian dan keyakinan.
hadap diri sendiri. Langkah pertama adalah Keteguhan melahirkan kepercayaan diri, se­
mengalami proses penentuan diri. Langkah mangat, dan kesetiaan (Krause, 1998:29). Itulah
kedua, mengambil keputusan. Langkah ke­ yang dipertahankan Tan Peng Liang di akhir
tiga melakukan tindakan. Disiplin diri berarti hidupnya yang menjadi korban pembunuhan
bahwa kita dapat mengontrol diri sendiri pada balas dendam karena keberhasilannya dalam
tataran pribadi, tidak mencoba untuk menipu berbisnis. Hidupnya yang berakhir tragis,
diri sendiri, berhati-hati dengan apa yang bukan jalan umum yang ditempuh dalam
dipikir dan kerjakan. Penipuan diri sendiri genre sastra Indonesia. Kesetiaannya yang
sangat membahayakan karena hal itu akan dipandang salah oleh masyarakat umum
menghancurkan harga diri. Harga diri adalah dijalaninya dengan konsisten, termasuk
hal mendasar untuk mendapatkan keperca­ mempertahankan cintanya pada seorang
yaan orang lain dan menjadi pemimpin diri Tinung (wanita pribumi) yang dicitrakan
sendiri. Cemaslah bila kita belum menemukan sebagai korban jugun ianfu.
dan menghilangkan kekurangan dalam diri Dalam karya ini dapat dibaca kegigihan
sendiri. Mengetahui yang benar tetapi tidak Tan Peng Liang (orang Tionghoa Peranakan)
melakukannya adalah tindakan pengecut. dalam mempertahankan jati dirinya dalam
Apabila orang bodoh melakukan kesalahan, ia mewujudkan keyakinannya bahwa silang

12
Hibriditas Identitas Orang-Orang Tionghoa Peranakan dalam Teks dan Praktik Silang Budaya
Adi Setijowati

buda­ya tak pernah bisa salah. Sebagai pemim­ masa. Pada masa kolonial yang dianggap
pin rumah tangga, ia mempunyai tang­gung aman nama Barat, karena netral. Sampai saat
jawab yang harus diikuti, yaitu: (1) memandang ini orang-orang Tionghoa peranakan tetap
dengan jelas ketika ia melihat; (2) mendengar mengidolakan Barat sambil melakukan silang
dengan tepat ketika mendengar; (3) berpikir budaya yang berkaitan dengan ritual kelahiran,
dengan saksama ketika ia bicara; (4) bertanya perkawinan, dan kematian. Banyak di antara
dengan kritis ketika ia ragu; (5) menunjukkan mereka memeluk agama samawi sambil
sikap hormat ketika melayani; dan (6) tetap tetap melaksanakan upacara tradisional Cina,
tenang ketika ditantang. Tan Peng Liang Jawa, dan Barat. Praktik hybrid terjadi karena
menunjukkan konsekuensinya ketika ia meng­ hidup dalam masyarakat dan bangsa yang
ambil keputusan serta memberikan hasil yang multikultur.
diinginkan apabila ia bekerja dan melakukan
yang benar. Daftar Pustaka
Nilai yang dipertahankan Tan Peng Liang
membuahkan pengetahuan bahwa dasar ber­ Baker, Christ. 2010. Cultural Studies Teori dan
hasilnya kepemimpinan yang berkualitas Praktik. Yogyakarta: Kreasi Wacana.
adalah pengetahuan yang luas. Pengetahuan Ching Ni, Hua. 1997. Tao Pedoman Hidup Selaras
tidak berasal dari intuisi melainkan dari hasil Dengan Hukum Alam. Jakarta: Pustaka
studi dan pengalaman serta mampu berinovasi Delapratasa.
(Pepatah Lao Zi, 1992:3-6). Semuanya itu Damono, Sapardi Djoko. 1986. Novel Indonesia
tampak dari sepak terjang tokoh Tan Peng sebelum Perang. Jakarta: Balai Pustaka.
Liang. During, Simon. 2005. Cultural Studies A Critical
Introduction. London and New York:
F. Simpulan Routledge Taylor and Francis Group.
Hidup yang digambarkan dalam tiga Kuntowijoyo. 1986. Budaya dan Masyarakat.
teks di atas yang berasal dari masa ke masa Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
yang merupakan gambaran cara bertahan dan Kartodirdjo, Sartono. l993. Metode Penelelitian
mempertahankan hidup orang Tionghoa di Sosial dalam Penelitian Sejarah. Jakarta:
Indonesia. Pelajaran yang didapat dari ketiga Gramedia.
karya itu ialah fleksibilitas dalam diri orang- Kho Ping Hoo, Asmaraman S. 2003. Pendekar
orang Tionghoa yang tampak dalam wujud Bongkok (cetakan ke V). Solo: CV Gema.
bahasa yang dipakai, genre sastra, filosofi, dan
Krause, Donald G. 1998. The Way of The Leader
keterhubungan dengan masyarakatnya tempat (Kiat Sang Pemimpin) Jakarta: Elex Media.
mereka tinggal. Sejak masa kolonial Belanda
Lindsey,Tim and Pauscker Helen (ed). 2005.
dan pada masa Orde Baru, mereka cenderung
Chinese Indonesins Remembering, Distorting,
mendapat perlakuan mendua10. Forgetting. Singapura: Iseas Publications.
Warisan-warisan yang sampai sekarang
Lukacs, Georg. 1976. Historical Novel. England:
adalah untuk menjadi WNI harus mengganti
Penguin Books.
nama Tionghoa menjadi nama Indonesia.
Nio Joe Lan. 1962. Sastra Melayu Tionghoa. Jakarta:
Kalau tidak diurus, mereka akan tetap diberi
Gunung Agung.
status WNA. Faktor keamanan cenderung
Ning Chu, Chin. 1997. Thick Face, Black Heart.
menyebabkan mereka inklusif dan melindungi
Jakarta: PT Gramedia.
diri dari kekerasan kekuasaan dari masa ke
10 Tim Lindsey menulis tentang “ Recontituing
10 Tim Lindsey
the ethnic Chinesemenulis tentang “ Indonesia
in Post -Soeharto Recontituing the ethnic Chinese in Post -Soeharto Indonesia Law, Racial
Law,
Discrimination and Reform”
Racial Discrimination 2005. Dalam
and Reform” 2005.buku Chinese Indonesians Remembering, Distorting, Forgetting yang
Dalam
diterbitkan
buku Chineseoleh ISEAS Publications
Indonesians Singapura.
Remembering, Distorting,
Forgetting yang diterbitkan oleh ISEAS Publications
Singapura.
13
Vol. 2, No. 1, Juni 2012

Oetomo, Dede. l985. Sastra Peranakan Cina Di Terboeroe Napsoe (The Tiang Ek, 1926).
Indonesia (terj). Jakarta: Gramedia. Berkobarnya Hawa Napsoe (NNN, 1927).
Rosidi, Ajip. 1965. Ikhtisar Sedjarah Sastra Indonesia.
Tjoema Boeat Satoe (Ong Ping Lok, 1927).
Jakarta: Pustaka Djaya.
Dasar Djodo (Tan Oen Tjeng, 1928).
Salmon, Claudine. 1981. Literature in Malay By
The Chinese of Indonesia.Paris: Association
Archipel, Paris. Catatan:
Novel yang terbit dalam majalah
Suryadinata, Leo.1996. Sastra Peranakan Tionghoa
Indonesia. Jakarta: Grasindo. Penghidoepan dipilih dengan tiga tema:
1) Tokoh perempuan yang tidak setia, yang
Sylado, Remy. 2002. Ca Bau Kan Hanya Sebuah
terdapat dalam Moraal Bedjat (Tan Biaw
Dosa. Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia. Kie,1926), Toedjoeh Kali Bertjeree (Nyoo
Cheong Lee, 1925), Katoeloengan (Favonius,
Tsai Chih Chung (ed). 1992. Pepatah Lao Zi.
1926), Penggoda (Nyoo Cheong Sing, 1925).
Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
2) Tokoh Perempuan yang tidak bahagia
Wiryamartana, Kuntara. 1985. ”Sastra Naratif
hidupnya dalam cerita: Terboeroe Napsoe
Cina dan Sastra Nusantara” dalam BASIS.
Mei xxxiv-5.
(The Tiang Ek, 1926), Berkobarnya Hawa
Napsoe (NNN, 1927), Tjoema Boeat Satoe
Yunus, Umar. 1986. Sosiologi Sastra: Persoalan
(Ong Ping Lok, 1927).
Teori dan Metode. Kuala Lumpur: Dewan
Bahasa. 3) Tokoh perempuan yang dipandang ideal,
seperti dalam cerita: Nona Olanda Sebagi
Sumber Novela: Istri Tionghoa (Nyoo Cheong Sing, 1925),
Nona Olanda Sebagi Istri Tionghoa (Nyoo Cheong Boeaya Soerabaya (Nyoo Cheong Sing,
Sing, 1925). 1926), Dasar Djodo (Tan Oen Tjeng, 1928).
Dipilihnya tiga kriteria ini diharapkan
Penggoda (Nyoo Cheong Sing, 1925).
dapat mengetahui tentang nilai dan gaya
Toedjoeh Kali Bertjeree (Nyoo Cheong Lee, hidup yang diagung­kan pada masa itu.
1925), Novel ini tidak semuanya dihasilkan oleh
Moraal Bedjat (Tan Biaw Kie,1926). penulis laki-laki, melainkan juga penulis
Katoeloengan (Favonius, 1926). perempuan.

14

Anda mungkin juga menyukai