Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH SENI MUSIK

MUSIK KONTEMPORER INDONESIA

Disusun oleh :

KELOMPOK 1

1. Anggita Nur Baeti 5. Mega Mutiana


2. Dini Nur Afifah 6. M. Hafizh Imam M.
3. Kresna Dwi N. 7. Rai Muhammad
4. Livana Veronica

SMA NEGERI 1 SUBANG


TAHUN PELAJARAN 2017/2018
KATA PENGANTAR

Dengan segala puja dan puji serta rahmat Tuhan YME, akhirnya kami dapat
menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Musik Kontemporer Indonesia” ini dengan baik.
Dalam penyusunannya, kami memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu kami
mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu selaku guru pembimbing.


2. Teman – teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan moril.

Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal. Meskipun kami berharap isi dari makalah ini
bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik lagi. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.

Subang, - Januari 2018

Penyusun Makalah
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN UMUM SENI MUSIK KONTEMPORER


Musik kontemporer adalah istilah dalam bahasa Indonesia untuk bidang kegiatan
kreatif yang dalam konteks berbahasa Inggris paling sering disebut musik baru, musik
kontemporer, atau lebih tepatnya, musik seni kontemporer. Ini menjadi istilah yang
paling digemari di tahun 1990-an. Tetapi kesepakatan dalam penggunaan istilah ini
membangkitakan pertanyaan tentang apa yang termasuk dan apa yang tidak termasuk
dalam musik kontemporer. Ini menjadi sebuah inti dari perdebatan hangat dikalangan
musisi dan pemikir yang biasanya mempunyai persepsi yang berbeda.

Menurut salah seorang pemerhati seni Yasraf Amir Piliang menyebutkan bahwa
pengertian seni kontemporer adalah seni yang dibuat lebih kepada masa kini atau
bersifat modern. Sedangkan dilihat dari etimologi atau sejarah katanya terdiri dari dua
kata, yaitu co dan tempo. Dimana co bermakna bersama dan tempo artinya waktu.
Sehingga secara harfiah, seni kontemporer dapat diartikan sebagai seni yang berjalan
sebagai refleksi waktu yang sedang dilakoni.

B. SEJARAH SENI MUSIK KONTEMPORER


Seni musik kontemporer adalah seni yang muncul sekitar abad ke-19an.
Kemunculannya dipicu oleh gerakan aliran seni lukis impresionis. Gerakan ini digagas
oleh sekelompok pelukis asal Prancis yaitu ( Monet, Renoir, Degas dan kawannya ).
Mereka menolak pandangan romantisisme yang saat itu sudah diterima orang banyak
dengan aliran baru yaitu impresionisme yang lebih menekankan pada impresi atau
kesan yang diciptakan oleh karya seni.
Pada kuartal terakhir abad ke-19, musik orkestrasi dan piano mulai membuat
suara-suara merdu baru yang sering kali materialnya berasal dari seni sastra maupun
seni lainnya. Terkadang juga muncul melodi dan ritme baru yang bukan berasal dari
Barat. Tangga nada dan kord yang baru juga digunakan pada masa ini.
Musik di abad 20 mencerminkan adanya pengaruh sastra dan seni dalam hal
mekanismenya. Eksperimen 12 nada pada musik abad ini memunculkan bunyi yang
enak didengar dan impresionismenya sangat kental. Eksperimen lainnya terhadap
musik abad 20 adalah dengan musik-musik elektronik. Pengaruhnya seperti pada jazz,
rock, alat musik elektronik serta elemen-elemen populer lainnya yang berkaitan dengan
musik ini.

C. PEREKEMBANGAN SENI MUSIK KONTEMPORER


Di Indonesia, perkembangan musik kontemporer baru mulai dirasakan sejak
diselenggarakannya acara Pekan Komponis Muda tahun 1979 di Taman Ismail Marzuki
Jakarta. Melalui acara itu komunikasi para seniman antar daerah dengan berbagai
macam latar belakang budaya lebih terjalin. Forum diskusi serta dialog antar seniman
dalam acara tersebut saling memberi kontribusi sehingga membuka paradigma kreatif
musik menjadi lebih luas. Sampai hari ini para komponis yang pernah terlibat dalam
acara itu menjadi sosok individual yang sangat memberi pengaruh kuat untuk para
komponis musik kontemporer selanjutnya. Nama-nama seperti Rahayu Supanggah, Al
Suwardi, Komang Astita, Harry Roesli, Nano Suratno, Sutanto, Ben Pasaribu, Trisutji
Kamal, Tony Prabowo, Yusbar Jailani, Dody Satya Ekagustdiman, Nyoman Windha,
Otto Sidharta dan masih banyak yang belum disebutkan, adalah para komponis
kontemporer yang ciri-ciri karyanya sulit sekali dikategorikan secara konvensional.
Karya-karya mereka selain memiliki keunikan tersendiri, juga cukup bervariasi sehingga
dari waktu ke waktu konsep-konsep musik mereka bisa berubah-ubah tergantung pada
semangat serta kapasitas masing-masing dalam mengembangkan kreatifitasnya. Pada
puncaknya, karya-karya musik kontemporer tidak lagi menjelaskan ciri-ciri latar
belakang tradisi budayanya walaupun sumber-sumber tradisi itu masih terasa lekat.
Akan tetapi sikap serta pemikiran individual-lah yang paling penting, sebagai landasan
dalam proses kreatifitas musik kontemporer. Sikap serta pemikiran itu tercermin seperti
yang telah dikemukakan komponis kontemporer I wayan Sadra antara lain :
“Kini tak zamannya lagi membuat generalisasi b ahwa aspirasi musikal masyarakat
adalah satu, dengan kata lain ia bukan miliki kebudayaan yang disimpulkan secara
umum, melainkan milik pribadi orang per orang” (Sadra, 2003).
Mengamati perkembangan musik kontemporer di daerah sunda tampaknya agak
lamban. Selain apresiasi masyarakat Sunda belum begitu memadai, para komponisnya
yang relatif sangat sedikit, juga dukungan pemerintah setempat atau sponsor-sponsor
lain untuk penyelenggaraan konser-konser musik kontemporer sangat kurang. Di
Yogyakarta misalnya, secara konsisten selama belasan tahun mereka berhasil
menyelenggarakan acara Yogyakarta Gamelan Festival tingkat Internasional yang
didalamnya banyak sekali karya-karya musik kontemporer dipentaskan. Kota Solo pada
tahun 2007 dan 2008 telah menyelenggarakan acara SIEM (Solo International Ethnic
Music). Banyak karya-karya musik kontemporer dipentaskan dalam acara itu dengan
jumlah penonton kurang lebih 50.000 orang. Festival “World Music” dengan nama acara
“Hitam Putih” di Riau, Festival Gong Kebyar di Bali dan lain sebagainya. Acara-acara
tersebut secara rutin dilakukan bukan sekedar “ritual” atau memiliki tujuan memecahkan
rekor Muri apalagi mencari keuntungan, karena pementasan musik kontemporer seperti
yang pernah dikatakan Harry Roesli merupakan “seni yang merugi akan tetapi melaba
dalam tata nilai”.
Sebenarnya banyak komponis kontemporer di daerah Sunda yang cukup potensial,
akan tetapi sangat sedikit yang konsisten. Salah satu komponis pertama yang perlu
disebut adalah Nano S. Meskipun aktifitasnya lebih cenderung sebagai pencipta lagu,
akan tetapi beberapa karyanya seperti karya “Sangkuriang” atau “Warna” memberi
nafas baru dalam pengembangan musik Sunda. Komponis lain seperti Suhendi
Afrianto, Ismet Ruhimat sangat nyata upayanya dalam pengembangan instrumentasi
pada gamelan Sunda. Dodong Kodir yang cukup konsisten dalam upaya
mengembangkan aspek organologi dalam komposisinya, Ade Rudiana yang sukses
dalam pengembangan dibidang komposisi musik perkusi, Lili Suparli yang memegang
prinsip kuat dalam pengolahan idiom-idiom musik tradisi Sunda, serta tak kalah penting
komponis-komponis seperti Dedy Satya Hadianda, Dody Satya Eka Gustdiman, Oya
Yukarya, Dedy Hernawan, Ayo Sutarma yang karya-karyanya cukup variatif dan
memiliki orsinalitas dilihat dari aspek kompositorisnya. (posisi penulis sebagai komponis
juga memiliki ideologi yang kurang lebih sama dengan para komponis yang terakhir
disebutkan).
Dari beberapa komponis Sunda seperti yang telah disebutkan di atas, secara
kompositoris karakteristik karyanya dapat dipetakan menjadi tiga kategori. Pertama
adalah karya musik yang bersifat “musik iringan”. Konsep komposisi dalam karya
seperti ini berdasar pada penciptaan suatu melodi (bentuk lagu/intrumental), kemudian
elemen-elemen lainnya berfungsi mengiringi melodi tersebut. Kedua adalah karya
musik yang bersifat “illustratif”. Konsep komposisinya berusaha menggambarkan
sesuatu dari naskah cerita, puisi dan lain-lain. Dengan demikian orientasi musiknya
lebih tertuju pada penciptaan suasana-suasana yang berdasar pada interpretasi
komponisnya. Ketiga adalah karya musik yang bersifat otonom. Karya musik seperti ini
biasanya sangat sulit dipahami oleh orang awam. Selain bentuknya yang tidak baku,
aspek gramatika musiknya pun sangat berbeda jika dibandingkan dengan karya-karya
tradisi. Kadang-kadang karya-karya musik seperti ini sering menimbulkan hal yang
kontroversial. Seperti yang “anti tradisi”, padahal secara sadar atau tidak, semua
tatanan konsepnya bersumber dari tradisi. Kategori yang seperti ini lebih dekat atau
lebih cocok dengan fenomena musik kontemporer Barat (Eropa-Amerika).
Di Bali, aktivitas berkesenian dengan ideologi ”kontemporer” sesungguhnya telah
berlangsung sejak awal abad ke-20 dengan lahirnya seni kekebyaran di Bali Utara.
Namun wacana tentang musik kontemporer mulai mengemuka serangkaian adanya
Pekan Komponis Muda I yang diselenggarakan di Jakarta pada tahun 1979. Komponis
muda yang mewakili Bali pada waktu itu adalah I Nyoman Astita dengan karyanya yang
berjudul ”Gema Eka Dasa Rudra”. Pada tahun-tahun berikutnya Pekan Komponis Muda
diikuti oleh komponis-komponis muda Bali lainnya seperti I Wayan Rai tahun 1982
dengan karyanya ”Trompong Beruk”, I Nyoman Windha tahun 1983 dengan karyanya
berjudul ”Sangkep”, I Ketut Gede Asnawa tahun 1984 dengan karyanya berjudul
”Kosong”, Ni Ketut Suryatini dan I Wayan Suweca tahun 1987 dengan karyanya
berjudul ”Irama Hidup”, I Nyoman Windha tahun 1988, dengan dua karyanya sekaligus
yaitu ”Bali Age” dan ”Sumpah Palapa”.
Kehadiran karya musik kontemporer ini mulai terasa mengguncang persepsi
masyarakat akademik di ASTI dan STSI (kini ISI) Denpasar dan juga di KOKAR Bali
(kini SMK 3 Sukawati), karena musik ini cendrung mengubah cara pandang, cita rasa,
dan kriteria estetik yang sebelumnya telah dikurung oleh sesuatu yang terpola, ada
standarisasi, seragam, global, dan bersifat sentral. Konsep musik kontemporer menjadi
sangat personal (individual), sehingga perkembangannyapun beragam. Paham inilah
yang ditawarkan oleh musik kontemporer, sehingga dalam karya-karya yang lahir
banyak terjadi vokabuler teknik garapan dan aturan tradisi yang telah mapan ke dalam
wujud yang baru, terkesan aneh, nakal, bahkan urakan.
Pada tahun 1987 serangkain dengan tugas kelas mata kuliah Komposisi VI, mahasiswa
jurusan karawitan ASTI Denpasar semester VIII untuk pertama kalinya menggarap
sebuah musik kontemporer dengan judul ”Apang Sing Keto”. Karya yang berbentuk
drama musik ini menggunakan instrumen pokok Gamelan Gong Gede dipadu olahan
vokal dan penggunaan lagu ”Goak Maling Taluh” sebagai lagu pokok. Karya ini
kemudian ditampilkan pada Pesta Kesenian Bali tahun 1987 dan mendapat sambutan
meriah dari penonton. Pada tahun 1988 ketika Festival Seni Mahasiswa di Surakarta,
saya sendiri selaku komponis mewakili STSI Denpasar menggarap karya musik
kontemporer yang berjudul ”Belabar Agung” dengan menggunakan gamelan Gong
Gede. Dua karya terakhir ini sempat mendapat kecaman dari beberapa sesepuh
karawitan, karena dianggap memperkosa dan melecehkan gamelan Gong Gede yang
telah memiliki kaidah-kaidah konvensional yang mapan.
Dua tahun kemudian, satu garapan musik kontemporer dengan media ungkap berbeda
digarap kolaboratif oleh dua seniman I Wayan Dibia dan Keith Terry yaitu ”Body Tjak”.
Karya ini merupakan seni pertunjukan multikultural hasil kerja sama atau kolaborasi
internasional yang memadukan unsur-unsur seni dan budaya Barat (Amerika) dan
Timur (Bali-Indonesia). ”Body Tjak” digarap dengan penggabungan unsur-unsur seni
Kecak Bali dengan Body Music, sebuah jenis musik baru yang menggunakan tubuh
manusia sebagai sumber bunyi. Garapan bernuansa seni budaya global ini, lahir
dengan dua produksinya yaitu Body Tjak 1990 (BT90) dan Body Tjak 1999 (BT99)
(Dibia, 2000:10). Kedua karya ini memang murni lahir dari keinginan seniman untuk
mengekspresikan jiwanya yang telah tergugah oleh dinamisme seni kecak dan body
music. Dengan berbekal pengalaman estetis masing-masing, dan diilhami oleh obsesi
aktualitas kekinian, kedua seniman sepakat melakukan eksperimen dalam bentuk
workshop-workshop sehingga lahirlah musik kontemporer Body Tjak.
Kehidupan dan perkembangan musik kontemporer yang diawali event-event gelar seni
baik dalam dan luar negeri akhirnya juga masuk ke ranah akademik. Mahasiswa
jurusan karawitan ISI Denpasar telah banyak menggarap musik kontemporer sebagai
materi ujian akhirnya. Hingga tahun 2009 penggarapan musik kontemporer masih
mendominasi pilihan materi ujian akhir mahasiswa jurusan karawitan, hal ini
menyebabkan secara produktivitas penciptaan musik kontemporer sangat banyak,
model dan jenisnyapun sangat beragam. Penggunaan instrumen tidak hanya terpaku
pada alat-alat musik tradisional Bali, juga digunakan instrumen musik budaya lainnya,
bahkan mahasiswa sudah mengeksplorasi bunyi dari benda-benda apa saja yang
dianggap bisa mengeluarkan suara yang mendukung ide garapannya.
Musik kontemporer yang berjudul ”Gerausch” karya Sang Nyoman Putra Arsa Wijaya
adalah salah satu contoh eksplorasi radikal dalam musik kontemporer Bali. Karya ini
sempat memunculkan polemik kecil di kalangan akademik kampus. Berkembang
wacana ”apakah karya ini tergolong musik atau tidak, termasuk karya karawitan atau
bukan?”. Namun dengan pemahaman yang cukup alot dari masyarakat akademik
kampus, akhirnya karya kontroversial inipun telah mengantarkan sang komposer
memperoleh gelar S1 Komposisi Karawitan.
D. ALIRAN SENI MUSIK KONTEMPORER
1. Eksistensialisme
Eksistensi berasal dari kata ex yang berarti keluar dan sister berarti berdiri atau
menempatkan, jadi secara luas eksistensi dapat diartikan sebagai berdiri dengan keluar dari diri
sendiri. Filsafat eksistensialisme tidak sama dengan eksistensi tetapi ada kesepakatan diantara
keduanya yaitu sama-sama menempatkan cara wujud manusia sebagai tema pokok.
Secara umum eksistensialisme merupakan suatu aliran filsafat yang lahir karena
ketidakpuasan beberapa filosof yang memandang bahwa filsafat pada masa Yunani hingga
modern, seperti protes terhadap rasionalisme Yunani, khususnya pandangan tentang spekulatif
tentang manusia. Intinya adalah penolakan untuk mengikuti suatu aliran, penolakan terhadap
kemampuan suatu kumpulan keyakinan, khususnya kemampuan sistem, rasa tidak puas terhadap
filsafat tradisional yang bersifat dangkal, akademik dan jauh dari kehidupan, juga
pemberontakan terhadap alam yang impersonal yang memandang manusia terbelenggu dengan
aktifitas teknologi yang membuat manusia kehilangan hakekat hidupnya sebagai manusia yang
bereksistensi.
Eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan pada
manusia yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara
mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui
mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa
kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu
yang menurutnya benar. Manusia juga dipandang sebagai suatu mahluk yang harus bereksistensi,
mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan
eksistensialisme adalah manusia konkret.
Ada beberapa ciri eksistensialisme, yaitu, selalu melihat cara manusia berada, eksistensi
diartikan secara dinamis sehingga ada unsur berbuat dan menjadi, manusia dipandang sebagai
suatu realitas yang terbuka dan belum selesai, dan berdasarkan pengalaman yang konkret.
Jadi dapat disimpulkan bahwa eksistensialisme memandang manusia sebagai suatu yang
tinggi, dan keberadaannya itu selalu ditentukan oleh dirinya, karena hanya manusialah yang
dapat bereksistensi, yang sadar akan dirinya dan tahu bagaimana cara menempatkan dirinya.
Adapun ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan eksistensialisme adalah ilmu-ilmu yang berkaitan
dengan manusia seperti sosiologi (berkaitan dengan manusia dan keberadaannya di dalam
lingkungan sosial), antropologi (berkaitan antar manusia dengan lingkungan budaya).
Eksistensialisme mempersoalkan keberadaan manusia, dan keberadaan itu dihadirkan lewat
kebebasan.
Namun, menjadi eksistensialis bukan selalu harus menjadi seorang yang lain dari pada yang
lain, sadar bahwa keberadaan dunia merupakan sesuatu yang berada diluar kendali manusia,
tetapi bukan membuat sesuatu yang unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari
eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung
jawabnya dimasa depan adalah inti dari eksistensialisme.

 Tokoh-tokoh Eksistensialisme:
1) Soren Aabye Kiekeegaard
Inti pemikiran dari tokoh ini adalah eksistensi manusia bukanlah sesuatu yang statis tetapi
senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari kemungkinan menuju suatu kenyataan, dari
cita-cita menuju kenyataan hidup saat ini. Jadi ditekankan harus ada keberanian dari manusia
untuk mewujudkan apa yang ia cita-citakan atau apa yang ia anggap kemungkinan.
2) Friedrich Nietzsche
Menurutnya manusia yang bereksistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan
untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia super
(uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan kemampuan ini hanya
dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita orang akan berfikir lebih aktif dan
akan menemukan dirinya sendiri.
3) Karl Jaspers
Memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri.
Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan dan mengatasi semua
pengetahuan obyektif, sehingga manusia sadar akan dirinya sendiri.
4) Martin Heidegger
Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala
sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-
benda yang ada diluar manusia, baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia
karena benda-benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan
tujuan mereka.
5) Jean Paul Sartre
Menekankan pada kebebasan manusia, manusia setelah diciptakan mempunyai kebebasan
untuk menetukan dan mengatur dirinya. Konsep manusia yang bereksistensi adalah makhluk
yang hidup dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri.

2. Fenomonologi
Edmun Husserl (1859-1938) menjadi pelopor filsafat fenomenologi. Ia adalah seorang
filosof dan matematikus mengenai intensionalisme atau pengarahan melahirkan filsafat
fenomenologi berdasarkan pemikiran Brentano. Ia selalu berupaya ingin mendekati realitas tidak
melalui argumen-argumen, konsep-konsep atau teori umum. “Zuruck zu den sachen selbst”-
kembali kepada benda-benda itu sendiri merupakan inti dari pendekatan yang dipakai untuk
mendeskripsikan realitas menurut apa adanya. Setiap objek memiliki hakikat, dan hakikat itu
berbicara kepada kita jika kita membuka diri kepada gejala-gejala yang kita terima. Kalau kita
“mengambil jarak” dari objek itu melepaskan objek itu dari pandangan-pandangan lain, dan
gejala-gejala itu kita cermati, maka objek itu berbicara sendiri mengenai hakikatnya, dan kita
memahaminya berkat intuisi dalam diri kita.
Fenomen atau fenomenon memiliki berbagai arti, yaitu: gejala semu atau lawan bendanya
sendiri (penampakan). Menurut para pengikut fenomenologi, suatu fenomen tidak perlu harus
dapat diamati dengan indera, sebab fenomen dapat juga di lihat secara rohani, tanpa melewati
indera. Untuk sementara dapat dikatakan, bahwa menurut para pengikut filsafat fenomenologi,
fenomen adalah “apa yang menampakkan diri dalam dirinya sendiri”, apa yang menampakkan
diri seperti apa adanya, apa yang jelas di hadapan kita.
Secara harfiah fenomenologi atau fenomenalisme adalah aliran atau faham yang
menganggap bahwa fenomenalisme (gejala) adalah sumber pengetahuan dan kebenaran.
Fenomenalisme bergerak di bidang yang pasti. Hal yang menampakkan dirinya dilukiskan tanpa
meninggalkan bidang evidensi yang langsung. Fenomenalisme adalah suatu metode pemikiran,
“a way of looking at things”. Fenomenalisme adalah tambahan pada pendapat Brentano bahwa
subjek dan objek menjadi satu secara dialektis. Tidak mungkin ada hal yang melihat. Inti dari
fenomenalisme adalah tesis dari “intensionalisme” yaitu hal yang disebut konstitusi.
Filsafat Fenomenologi berusaha untuk mencapai pengertian yang sebenarnya yang
dinamakan untuk mencapai “hakikat segala sesuatu”. Untuk mencapai hakikat segala sesuatu itu
melalui reduksi.
Para ahli tertentu mengartikan Fenomenologi sebagai suatu metode dalam mengamati,
memahami, mengartikan, dan memaknakan sesuatu sebagai pendirian atau suatu aliran filsafat.
Dalam pengertian suatu metode, Kant dan Husserl, mengatakan bahwa apa yang diamati
hanyalah fenomena, bukan sumber gejala itu sendiri. Dengan demikian, terhadap sesuatu yang
diamati terdapat hal-hal yang membuat pengamatannya tidak murni. Tiga hal yang perlu
disisihkan dari usaha menginginkan kebenaran yang murni, yaitu:
a. Membebaskan diri dari anasir atau unsur subjektif,
b. Membebaskan diri dari kungkungan teori, dan hipotesis, serta
c. Membebaskan diri dari doktrin-doktrin tradisional.
Setelah mengalami reduksi yang pertama tingkat pertama, yaitu reduksi fenomenologi
atau reduksi epochal, fenomena yang dihadapi menjadi fenomena yang murni, tetapi belum
mencapai hal yang mendasar atau makna sebenarnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan reduksi
kedua yang disebut reduksi eiditis. Melalui reduksi kedua, fenomena yang kita hadapi mampu
mencapai inti atau esensi. Kedua reduksi tersebut adalah mutlak. Selain kedua reduksi tersebut
terdapat reduksi ketiga dan yang berikutnya dengan maksud mendapatkan pengamatan yang
murni, tidak terkotori oleh unsur apa pun, serta dalam usaha mencari kebenaran yang tertinggi.
Tokoh-tokoh fenomenologi yang lain adalah, Max Scheller (1874-1928), Maurice
Merleau-Ponty (1908-1961).

3. Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma yang artinya guna. Pragma berasal dari bahasa
Yunani. Maka Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa
saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang bermanfaat secara
praktis. Misalnya, berbagai pengalaman pribadi tentang kebenaran mistik, asalkan dapat
membawa kepraktisan dan bermanfaat. Artinya, segala sesuatu dapat diterima asalkan
bermanfaat bagi kehidupan. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu, asal saja membawa
akibat praktis. Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima sebagai
kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat. Dengan
demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup praktis”
William James (1842-1910 M), mengemukakan, bahwa tiada kebenaran yang mutlak,
yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal.
Sebab pengalaman kia berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan
pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang benar dapat dikoreksi
oleh pengalaman berikutnya. Menurutnya, pengertian atau putusan itu benar, jika pada praktek
dapat dipergunakan. Putusan yang tak dapat dipergunakan itu keliru.
John Dewey (1859-1952 M), menyatakan bahwa, manusia itu bergerak dalam
kesunguhan yang selalu berubah. Jika Ia sedang menghadapi kesulitan, maka mulailah ia berpikir
untuk mengatasi kesulitan itu. Jadi, berpikir tidaklah lain daripada alat untuk bertindak.
Pengertian itu lahir dari pengalaman. Pandangannya mengenai filsafat sangat jelas bahwa filsafat
memberi pengaruh global bagi tindakan dalam kehidupan secara riil. Filsafat harus bertitik tolak
pada pada pengalaman, penyelidikan, dan mengolah pengalaman secara aktif dan kritis.
4. Sosialisme-Komunisme (Marxisme)
Teori Marxist dikemukakan oleh Karl Marx (1818-1883). Idea dasar daripada teori ini
adalah penentangan terhadap adanya sistem hirarki kelas, karena ianya adalah penyebab yang
paling utama didalam sosial problem dan ianya mesti diakhiri oleh revolusi proletariat (buruh).
Dengan lain perkataan, boleh dijelaskan bahawa Marx mencoba mencari kesamarataan, yaitu
kesamarataan antara kaum borjuis (golongan ekonomi kelas atas) dengan kaum buruh / pekerja
(golongan ekonomi kelas rendah). Marx menganggap selama ini golongan pekerja atau kaum
buruh telah ditindas oleh kaum elit, sehingga perlu diadakan sebuah evolusi secara drastis.
Pemikiran Marx tentang ide-ide sosialis, perjuangan masyarakat kelas bawah, terutama
disebabkan karena ia lahir di tengah pertumbuhan industri yang berbasis kapitalis. Perusahaan-
perusahaan yang mempekerjakan buruh dengan jam kerja yang sangat panjang setiap hari , yang
sifatnya paten dan dengan upah yang sangat minim. Upah yang sangat minim yang diperoleh
para buruh, bahkan hanya cukup membiayai makan sehari. Marx melihat kelas sosial yang
tercipta berdasarkan hubungan kerja yang terbangun antara para pemilik modal dan buruh sangat
bertentangan dengan prinsip keadilan. Kelas sosial paling bawah yang terdiri atas kelompok
buruh dan budak, sering diistilahkan dengan kaum ploretar. Adanya kelas sosial yang
menciptakan hubungan yang tidak seimbang tersebut, membawanya pada pemikiran ekstrem,
penghapusan kelas sosial.
Filsafat modern telah dianggap lebih sempurna dalam sisi pemikirannya, tapi pada
faktanya masih ada sisi kekurangannya sehingga muncul pemikiran baru dalam asas pemikiran
yang disebut Fisafat Kontemporer.
Ada dua kekurangan pemikiran filsafat moderen: pertama, merasa bahwa penilaian terhadap apa
yang digolongkan sebagai kebijaksanaan lebih didasari perasaan (feelings) dan keinginan atau
gairah (desires) ketimbang pengetahuan (knowledge). Kedua, penilaian itu didasari oleh intuisi
yang sulit dipertahankan dengan argumentasi logis.
E. TOKOH – TOKOH SENI MUSIK KONTEMPORER

Johann Sebastian Bach Meninggal Tanggal 22 Julai tahun 1750, Johann Sebastian Bach, musisi klasik
terkenal Jerman, meninggal dunia dalam usia 65 tahun. Bach dilahirkan pada tahun l685 dalam keluarga
yang mencintai musik. Ayahnya, Johann Ambrosius, adalah pemimpin kelompok musik di kota Eisenach.
Pada usia kanak-kanak, Johann Sebastian diajari ayahnya memainkan biola. Dia juga mempelajari organ
dari pamannya yang juga terkenal sebagai musisi, Johann Christoph Bach. Pada usia delapan tahun, Bach
memasuki Latin Grammar School dan di sana ia bergabung dalam paduan suara yang membuat bakat
musiknya semakin terasah. Pada usia remaja, ia mulai bergabung dalam berbagai kelompok musik dan
akhirnya ia menciptakan sendiri karya-karya musiknya yang banyak bertema relijius.

Ludwig van Beethoven (dibaptis 17 Desember 1770 di Bonn, wafat 26 Maret 1827 di Wina) adalah
seorang komponis musik klasik dari
Jerman. Karyanya yang terkenal adalah simfoni kelima dan kesembilan, dan juga lagu piano Für Elise. Ia
dipandang sebagai salah satu komponis yang terbesar dan merupakan tokoh penting dalam masa
peralihan antara Zaman Klasik dan Zaman Romantik. Semasa muda, ia adalah pianis yang berbakat,
populer di antara orang-orang penting dan kaya di Wina, Austria, tempatnya tinggal. Namun, pada
tahun 1801, ia mulai menjadi tuli.Ketuliannya semakin parah dan pada 1817 ia menjadi tuli sepenuhnya.
Meskipun ia tak lagi bisa bermain dalam konser, ia terus mencipta musik, dan pada masa ini mencipta
sebagian karya-karyanya yang terbesar. Ia menjalani sisa hidupnya di Wina dan tak pernah menikah.

Hector Berlioz (lahir di Isère, 11 Desember 1803 – meninggal di Paris, 8 Maret 1869 pada umur 65
tahun) adalah seorang komponis Perancis dari zaman Romantik. Karyanya yang terkenal
adalah Symphonie Fantastique,pertama kali ditampilkan pada tahun 1830. Berlioz menggemari sastra,
dan kebanyakan karya terbaiknya diilhami dari karya sastra. Symphonie Fantastique diilhami dari novel
autobiografis sastrawan Inggeris, Thomas de Quincey, berjudul'Confessions of an English Opium-Eater.
Untuk La damnation de Faust, Berlioz mengacu pada sandiwara gubahan Goethe, Faust. Untuk Roméo
et Juliette, Berlioz mengacu pada, tentunya, kisah Romeo dan Juliet karya Shakespeare. Selain pengaruh
sastra, Berlioz juga mengagumi Beethoven, yang pada waktu itu tidak terkenal di Prancis. Selain
Beethoven, Berlioz juga mengagumi Christoph Willibald Gluck, Etienne Mehul, Carl Maria von Weber,
dan Gaspare Spontini.
Anton Bruckner (4 September 1824 – 11 Oktober 1896) adalah komposer Austria yang paling dikenal
dengan karya simfoni, misa, dan motet. Karya simfoni Bruckner dianggap sebagai penanda fase
akhir Romantisme Austria-Jerman karena harmoni yang kaya, polifoni yang kompleks, dan panjangnya
yang lama. Komposisi musik Bruckner membantu mendefinisikan radikalisme musik kontemporer, yang
mengambil disonan, modulasi tanpa persiapan, dan harmoni rumit Bruckner.
Karya Bruckner, khususnya simfoninya, juga memiliki pengkritik, yang mengkritik panjangnya, banyaknya
pengulangan, sering Bruckner melakukan revisi, dan keraguan Bruckner mengenai versi mana yang dia
lebih utamakan.
Johannes Brahms (lahir di Hamburg, 7 Mei 1833 – meninggal di Wina, 3 April 1897 pada umur 63 tahun)
adalah seorang komponis dan pianis dari Jerman, salah satu musisi utama pada zaman Romantik.
Brahms lahir di Hamburg, Jerman, namun kemudian banyak berkarya di Wina, Austria. Pada masa
hidupnya, Brahms sangat populer dan berpengaruh dalam dunia musik. Brahms membuat komposisi
musik untuk piano, ansambel musik kamar, orkestra simfoni, dan untuk penyanyi serta paduan suara.
Sebagai seorang pianis yang mahir, ia sering kali menampilkan sendiri karya-karyanya secara perdana;
dia juga bekerja sama dengan penampil-penampil utama pada masanya, termasuk pianis Clara
Schumann (istri komponis Robert Schumann). Banyak karyanya merupakan bagian dari repertoar
standar konser klasik hingga saat ini. Salah satu karyanya yang paling terkenal ialah Wiegenlied, Op. 49
No. 4 ("Lagu Nina Bobo", dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Brahms' Lullaby).
Robert Schumann (lahir di Zwickau, 8 Juni 1810 – meninggal di Bonn, 29 Juli 1856 pada umur 46 tahun)
adalah seorang penggubah dan pianis Jerman. Dia dianggap sebagai salah satu dari komponis musik
Romantik Eropa yang terpenting, serta seorang kritikus musik yang terkenal dalam sejarah. Seorang
cendekiawan serta bersifat estetikus, musiknya menggambarkan sifat romantisme yang sangat pribadi.
Mawas diri dan sering bertingkah, karya-karya musik pertamanya merupakan percobaan untuk
melepaskan diri dari tradisi bentuk dan struktur klasik yang dia pikir terlalu membatasi.

1. Harry Roesli

Harry Roesli

Profesor psikologi ini bukanlah musisi biasa. Dia melahirkan fenomena budaya musik kontemporer
yang berbeda, komunikatif, dan konsisten memancarkan kritik sosial. Dia mampu secara kreatif melahirkan dan
menyajikan kesenian secara komunikatif. Karya-karyanya konsisten memunculkan kritik sosial secara
lugas dalam watak musik teater lenong.
Beberapa karya musiknya yang terkenal di antaranya : “Musik Rumah Sakit” ( 1979 dan 1980
di Jakarta), “Parenthese”, “Musik Sikat Gigi” (1982 di Jakarta), Opera Ikan Asin, dan Opera Kecoa.
Harry Roesli bukan musisi biasa. Kehidupan yang sesungguhnya baginya adalah seni musik.
Kehidupannya adalah kegiatan musik. Alat yang digunakan untuk musik kontemporernya yakni perkusi,
band, rekaman musik, dan lain-lain.

2. Slamet Abdul Sjukur

Slamet

Slamet berpendapat kalau ada penonton yang bingung mendengarkan musik kontemperer , ya lumrah
saja. Hal ini disebabkan oleh jarak tafsir antara pemusik dengan penonton yang ada. Slamet mengaitkan
karya musik kontemporer dengan zaman sekarang.
Salah satu ciri khasnya yaitu adanya sifat mendrobrak. Tetapi saat berbicara mengenai perlunya
suatu pembaruan, Slamet tidak terbatas pada permasalahan sosial atau politik. Di dalam musik itu sendiri
banyak hal-hal yang perlu dikembangkan. Misalnya yang mempunyai suara uwek-uwek, yang belum
pernah ada sebelumnya dalam dunia musik. Hal seperti itu tentu merupakan tanda kreatifitas yang bisa
mengembangkan seni musik itu sendiri. Dalam pertunjukannya, ada pula tari yang ditampilkan sendirian dan
musik yang ditampilkan sendirian.

3. Djaduk Ferianto

Djaduk Ferianto memadukan antara elemen musik tradisional dan modern. Dalam karya musiknya, alat musik
yang digunakan sudah sering kita lihat, hanya saja perpaduan yang belum pernah ada sebelumnya.
Misalnya kendang dipadu dengan flute. Djaduk banyak bereksperimen bersama grup musiknya yang
berbasis di Yogya, Sinten Remen.

Anda mungkin juga menyukai