0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
10 tayangan2 halaman
Cerita ini menceritakan tentang Hazi, seorang anak desa yang penasaran dengan larangan neneknya untuk pergi ke Bukit Merah. Suatu hari Hazi dan temannya Wina bertemu dengan dua anak yang ketakutan setelah bermain di Bukit Merah. Hazi nekat pergi ke sana dan bertemu dengan pria misterius yang menyerangnya hingga pingsan. Ketika bangun, Hazi mengalami kecelakaan yang menewaskan keluarganya. Cerita berlanjut den
Cerita ini menceritakan tentang Hazi, seorang anak desa yang penasaran dengan larangan neneknya untuk pergi ke Bukit Merah. Suatu hari Hazi dan temannya Wina bertemu dengan dua anak yang ketakutan setelah bermain di Bukit Merah. Hazi nekat pergi ke sana dan bertemu dengan pria misterius yang menyerangnya hingga pingsan. Ketika bangun, Hazi mengalami kecelakaan yang menewaskan keluarganya. Cerita berlanjut den
Cerita ini menceritakan tentang Hazi, seorang anak desa yang penasaran dengan larangan neneknya untuk pergi ke Bukit Merah. Suatu hari Hazi dan temannya Wina bertemu dengan dua anak yang ketakutan setelah bermain di Bukit Merah. Hazi nekat pergi ke sana dan bertemu dengan pria misterius yang menyerangnya hingga pingsan. Ketika bangun, Hazi mengalami kecelakaan yang menewaskan keluarganya. Cerita berlanjut den
di desa Krisan hiduplah sebuah keluarga yang harmonis. Keluarga tersebut
merupakan orang kota yang pindah ke desa, mereka memilih untuk pindah ke desa agar hidup mereka jauh dari polusi. Sudah 2 tahun mereka tinggal di desa Krisan, Tampaknya sang adik yang bernama Hazi betah dengan rumah barunya. Sang ayah selalu pulang malam karena berkerja di kota, ibu mengurusi rumah, dan kakak tak henti - hentinya bermain gitar. Karena selalu merasa diacuhkan ia setiap sore bermain dengan teman satu – satunya yang bernama Wina. Wina seorang perempuan ia merupakan tetangga Hazi yang paling dekat. Suatu hari mereka berdua ingin bermain, tetapi saat mereka ingin bermain sang nenek berkata,”jangan pernah kebukit merah!”. Ia selalu mengatakan hal tersebut ketika mereka hendak bermain. Nenek selalu membawa buah-buahan ditangannya, tetapi tidak ada yang tau nenek membawanya kemana. Saat mereka bermain sepeda sambil melihat pemandangan sawah-sawah yang begitu indah ia kepikiran oleh peringatan sang nenek, peringatan tersebut malah membuat Hazi semakin penasaran dengan bukit Merah Hazi berkata, “ada apa dengan bukit Merah, mengapa nenek selalu mengatakan hal tersebut?” Wina berkata, “jangan pikirkan kata nenek ia kan masih percaya hal mistis.” Wina selalu menasihati Hazi setiap saatnya. Wina merupakan satu-satunya teman yang selalu perhatian kepadanya. Semenjak pindah di desa Hazi ia tidak memiliki teman, ia dijauhi tanpa alasan yang jelas. Hazi sering bertanya kenapa Wina mau jadi temannya, tetapi ia tidak pernah menjawab pertanyaan tersebut dan hanya memberikan ekspresi kesal. Hazi bersyukur memiliki teman yang perhatian anjuseperti Wina, Walapun kadang Wina bersikap cerewet tetapi ia merupakan orang yang berpikiran dewasa diusianya yang begitu muda. Wina memiliki ciri rambut hitam panjang, berkulit putih, bermata coklat. Merekapun melanjuti bermain sepeda. Tak terasa sudah menuju waktu maghrib, sehingga mereka ingin kembali pulang. Saat hendak kembali pulang, mereka bertemu dengan 2 orang sesusia mereka sedang berlari dengan keadaan ketakutan. 2 orang tersebut berlari dari arah bukit Merah. Hazi dan Wina terdiam pada saat itu melihat apa yang terjadi di depan mata mereka saat itu. Wina mulai merasa takut namun ia masih mencoba untuk bersikap tenang, sedangkan Hazi ia tidak memiliki rasa takut sama sekali ia malah semakin tertarik dengan bukit Merah Hazi tak bisa memendam rasa penasaranya ia pun mengajak Wina. Hazi berkata “aku akan pergi ke bukit Merah, apa kau ingin ikut denganku Wina?” Wina berkata, “aku menolak, bagaimana jika kita kesana segala yang kita alami akan lenyap dan kamu tidak akan kembali!” walapun kata - kata itu mengena dihati Hazi ia tetap bertekad ke bukit Merah, ia sampai pada maghrib hari. Sesampainya disana ia melihat pemandangan desa Krisan dari atas bukit Merah, pemandangan di desa pada maghrib hari sangatlah indah seperti didalam mimpi. Tepat di puncak bukit Merah, terdapat sebuah genangan air seperti sungai namun kecil dan pohon yang sangat tua. Disana terdapat sesajen dan sebuah tulisan yang bertuliskan, “untuk sang pemimpi”. Hazi bingung dengan yang dimaksud dengan “sang pemimpi”. Hazi pernah mendengar julukan itu sebagai pahlawan desa Krisan yang suka menumbalkan orang diluar desa sebagai tanda kekuasaanya. Hazi mulai mengamati sesajen tersebut dan menemukan kertas yang tertuliskan nama keluarganya Hazi, namun hanya tersisa namanya yang kertasnya tidak sobek. Hazi merasa ada sesuatu yang menariknya, ia pun mencoba menghampiri dengan mengikuti perasaannya. tiba – tiba ia bertemu seorang pria. Ia bertampilan dengan jas rapih, sepatu mengkilat, dan jam tangan bermerk. Posisinya tepat di belakang pohon tua sedang duduk dan terlihat menutup matanya layaknya orang tidur. Orang tersebut bertanya, “apa kau sudah terbangun nak?” Hazi langsung bingung dan merasa ia sedang bertemu orang gila. Hazi berkata, “siapa namamu dan sedang apa orang sepertimu disini?”. Pria itu hanya menjawab, “Nama?” ia menjawab itu sambil tersenyum mengerikan karena merasa tidak beres Hazi pun mencoba lari. Pria itu ternyata sangat cepat, sehingga ia tertangkap. Hazi berkata, “apa maumu denganku” sambil berkata dengan panik, ia tidak menjawab dan langsung membenturkan kepala Hazi ke pohon. Hazi terbangun dan berada di dalam mobil. kepalanya berdarah dan melihat keluarganya sudah tak bernyawa. Bingung dengan semua yang terjadi, ia mencoba keluar dari mobil dengan keadaan kedua kakinya yang patah dan satu tangan yang tidak berasa. Ia terjatuh di jalan raya sambil teriak meminta tolong. Hazi melihat keluar dan melihat mobilnya menabrak sebuah pohon, Ia mulai menyadari sesuatu hal bahwa ia berada di daerah pemakaman Krisan. Hazi kaget dengan semua yang terjadi dan mulai kehilangan kesadarannya. Kemudian kembalilah mobil tua yang melewatinya dan keluarlah Pria bertampilan rapih yang mengangkatnya dan membawanya kedalam mobil tuanya. Sekali-lagi Hazi terbangun, namun ia berada di rumah sakit. Keluarga besarnya menjenguknya dan bertanya apa yang terjadi pada malam itu, namun ia hanya menjawab dengan tersenyum. Hazi juga menganggap apa yang terjadi sebagai mimpi karena usianya yang sekarang ia berusia 17 tahun sedangkan di mimpi tersebut ia berusia sekitar anak sekolah dasar. Tiba-tiba ada seorang wartawan mengetok pintu kamarnya dan ingin mewancarainya, ia terlihat seumuran dengan Hazi dan dia seperti pelajar sma yang sedang melakukan kegiatan club dengan seragamnya. Wartawan tersebut mengucapkan salamnya dengan halus lalu bertanya, “apa, anda sudah terbangun?” Kalimat yang terus menghantui akhirnya muncul kembali. Wartawan itu mulai mengenalkan dirinya dan menyebut namanya sebagai Wina Maha Jagat. Nama yang tidak asing di telingannya, Hazipun terdiam tanpa suara. Wina berkata, “mengapa anda tidak menjawab pertanyaan saya, kupikir hubungan kita sudah sangat dekat?” Hazi tambah kebingungan. Wina menghebuskan nafasnya dan berkata, “biar kuperkenalkan kembali, aku adalah pemegang gelar sang pemimpi saat ini. dan apa yang kau lihat bukanlah sebuah mimpi melainkan sebuah dunia yang dikendalikan oleh gelar sang pemimpi”. Hazi terlihat sangat tenang saat mendengarnya, walapun sebelumnya ia mudah panikan dan kagetan. Reaksi Hazi membuat Wina terdiam sekaligus kaget. Hazi berkata, “semua yang kita alami tidak akan pernah lenyap, dan aku akan selalu kembali untuk mencari mu.” TAMAT