Kelompok 4
Umaemah : 2101005
Khairunnisa Nur Salmah : 2101010
Ayu Aditya Sari : 2101014
Indriaswara Wulansari : 2101020
Pada kala III, otot uterus (myometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus
setelah lahirnya bayi. Peyusutan ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perekatan plasenta.
Karena tempat perekatan plasenta menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak akan
berubah maka plasenta akan terlipat, menebal, dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah
terlepas (dengan gaya gravitasi) plasenta akan turun menuju bagian bawah uterus lalu kedalam
vagina. Tempat implantasi plasenta mengalami pengerutan akibat pengosongan kavum uteri dan
kontraksi lanjut sehingga plasenta dilepaskan dari perekatannya dan pengumpalan darah pada ruang
uteri – plasenta akan mendorong plasenta untuk keluar
MAK III
Tujuan MAK III adalah membuat uterus berkontraksi lebih efektif sehingga dapat mempersingkat
waktu, mncegah pendarahan dan mngurangi kehilangan darah selama kala III persalinan jika
dibandingkan dengan pelepasan plasenta secara spontan. Sebagaian besar (25-29 %) morbiditas dan
mortalitas ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan akibat atonia uteri dan
separasi parsia / retensio plasenta yang dapat di cegah dengan menejemen aktif kala III.
Dengan catatan :
Jika plasenta belum lahir setelah 30 menit sejak bayi dilahirkan maka lakukan konseling pada
suami/ keluarga nya bahwa mungkin ibu perlu dirrujuk karena waktu normal untuk
melahirkan plasenta sudah terlampaui dan kemungkinan ada penyulit lain yang memerlukan
penanganan di rumah sakit/ rujukan
Jika akibat kondisi tertentu maka fasilitas Kesehatan rujukan sulit dijangkaui dan kemudia
timbul perdarahan, maka sebaiknya dilakukan Tindakan plasenta manual. Untuk
melaksanakan hal tersebut, pastikan bahwa petugas Kesehatan telah terlatih dan kompeten
untuk melaksanakan Tindakan atau prosedur yang diperlukan.
Plasenta manual
Plasenta manual adalah Tindakan untuk melepas plasenta secara manual (menggunakan
tangan) dari tempat implantasinya dan kemudian melahirkannya keluar dari kavum uteri.
a. Persiapan
b. Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri
c. Melepas plasenta dari dinding uterus
d. Mengeluarkan plasenta
e. Pencegahan infeksi
f. Pemantauan pasca Tindakan
Retensi plasenta lebih berisiko dialami oleh ibu dengan beberapa faktor berikut:
Tanda utama retensi plasenta adalah tertahannya sebagian atau seluruh plasenta di dalam tubuh
lebih dari 30 menit setelah bayi dilahirkan. Keluhan lain yang dapat dialami adalah:
1. Demam
2. Menggigil
4. Perdarahan hebat
Persalinan terdiri dari fase laten, ketika serviks dilatasi hingga 3 sentimeter; lalu fase aktif, yang
berlanjut hingga serviks 10 sentimeter dan saatnya mendorong bayi keluar. Hal ini diikuti pengeluaran
plasenta, ketika plasenta dilahirkan selama kontraksi uterus.
Proses ini terjadi dalam waktu 15 hingga 30 menit setelah persalinan, baik melalui vagina maupun
melalui bedah caesar. Kadang-kadang, bagian dari plasenta dapat dipertahankan di dalam rahim
karena sebagian telah tumbuh melalui otot rahim atau “tertangkap” di dalam sudut rahim saat
berkontraksi.
Ketika plasenta tidak dapat dikeluarkan secara utuh atau tidak terjadi dalam 30 hingga 60 menit
kelahiran bayi, hal ini dikenal retensi plasenta. Nah, beberapa penyebabnya, antara lain:
Penatalaksanaan yang dilakukan yaitu dengan melakukan manual plasenta dengan prosedur
Standar Operasional Prosedur (SOP) di tingkat pelayanan primer dengan mengutamakan keamanan,
kenyamanan dan keselamatan ibu. Serta pemberian oksitosin, antibiotic terapi oral, antianemia.
Evaluasi yang dicapai yaitu plasenta telah berhasil dilahirkan seluruhnya tanpa adanya sisa,
perdarahan berhenti, kontraksi uterus baik, ibu tidak mengalami komplikasi dan ibu dapat melalui
masa nifas dengan sehat. Rencana USG pada hari Jumat, 10 Maret 2017 saat 4 hari post partum untuk
memastikan apakah ada sisa plasenta di uterus, hasil tidak terdapat sisa plasenta.