Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kala III Persalinan


1. Definisi
Menurut (shofia ilmiah, 2015) kala III merupakan tahap ketiga
persalinan dari berlangsungnya sejak bayi lahir hingga plasenta lahir,
persalinan kala III dimulai setelah bayi lahir dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban . Kala III adalah waktu untuk pelepasan dan
pengeluaran plasenta dimulai dari setelah bayi lahir dan berakhirnya
dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Seluruh proses tersebut
biasanya memakan waktu sekitar 5 – 30 menit setelah bayi lahir.
Kala III dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta
yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi lahir uterus teraba
keras dengan fundus uteri agak diatas pusat beberapa menit kemudian
uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya.
Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit-15 menit setelah bayi lahir dan
keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran
plasenta, disertai dengan pengeluaran darah.
2. Fisiologi Persalinan Kala III
Pada kala III persalinan, terjadi his pelepasan uri yang
mengakibatkan tekanan fundus meningkat sedangkan terjadi pengecilan
uterus sehingga perlekatan plasenta di dinding uterus sangat kecil lalu
plasenta terlepas dari dinding uterus. Apabila pada kala III persalinan
terjadi kontraksi uterus yang tidak ade kuat atau gagal yang disebut atonia
uteri maka akan menyebabkan terjadinya risiko perdarahan. Dimana jika
hal tersebut tidak ditanganin dengan cepat dan baik makan akan terjadi
perdarahan melebihi batas pasca persalinan yang disebut dengan
perdarahan pascapersalinan.
Pada kala III, otot uterus berkontraksi mengikuti penyusutan
volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Peyusutan ini menyebabkan
berkurangnya ukuran tempat perekatan plasenta. Karena tempat perekatan
plasenta menjadi semakin kecil, sedangkan ukurang plasenta tidak akan
berubah maka plasenta akan terlipat, menebal, dan kemudian lepas dari
dinding uterus. Setelah terlepas plasenta akan turun menuju bagian bawah
uterus lalu kedalam vagina. Tempat implantasi plasenta mengalami
pengerutan akibat pengosongan kaum uteri dan kontraksi lanjut sehingga
plasenta dilepaskan dari perekatannya dan pengumplana darah pada
ruanng utero – plasenta akan mendorong plasenta untuk keluar (Eniyati &
Putri, 2012).
Tempat implantasi plasenta mengalami pengerutan akibat
pengosongan kavum uteri dan kontraksi lanjutan sehingga plasenta
dilepaskan dari perlekatannya dan pengumpulan darah pada ruang utero-
plasenter akan mendorong plasenta keluar. Otot uterus (myometrium)
berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya
bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat
perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil,
sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat,
menebal dan kemudian lepas dari dinding rahim, setelah lepas, plasenta
akan turun ke bawah uterus atau kedalam vagina(Rukiah AT, dkk, 2009).
Menurut Sondakh J S (2013) menjelaskan bahwa ada tiga
perubahan utama yang terjadi pada saat proses persalinan kala III, yaitu :
a. Perubahan bentuk uterus menjadi globuler atau berbentuk seperti buah
alpukat. Setelah bayi lahir dan sebelum myometrium mulai berkontraksi ,
uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus sekitar di bawah pusat .
setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus
berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada
diatas pusat.
b. Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva
c. Semburan darah tiba tiba. Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan
membantu mendorong plasenta membantu mendorong plasenta keluar
dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah dalam ruang diantara
dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas
tampunganya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang
terlepas.
d. Naiknya fundus uteri karena naiknya Rahim lebih mudah digerakan

Manajemen aktif kala III terdiri dari beberapa komponen yaitu :

1) Pemberian suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir.


2) Melakukan peregangan tali pusat terkendali
3) Massase fundus uteri

Asuhan pada kala III diantaranya :

a) Melakukan manajemen aktif kala III


b) Memeriksa ada tidaknya janin kedua
c) Memberitahukan kepada ibu bahwa plasenta lahir, memeriksa
kelengkapan plasenta
d) Mengevaluasi kontraksi uterus, beserta perdarahan pada kala III
e) Memantau adanya tanda bahaya kala III seperti kelainan kontraksi.
3. Adaptasi Perubahan Psikologi Kala III
Adapun perubahan psikologis ibu bersalin yang tampak pada kala III dan
IV ini adalah sebagai berikut.
1) Ibu ingin melihat , menyentuh dan memeluk bayinya
2) Bahagia
Karena saat – saat yang telah lama di tunggu akhirnya datang juga yaitu
kelahiran bayinya dan ia merasa bahagia karena merasa sudah menjadi
wanita yang sempurna (bisa melahirkan, memberikanan anak untuk
suami dan memberikan anggota keluarga yang baru), bahagia karena bisa
melihat anaknya.
3) Cemas dan Takut
Cemas dan takut kalau terjadi bahaya atas dirinya saat persalinan karena
persalinan di anggap sebagai suatu keadaan antara hidup dan mati.
Cemas dan takut karena pengalaman yang lalu dan takut tidak dapat
memenuhi kebutuhan anaknya
B. Kala IV Persalinan
1. Definisi
Persalinan kala IV adalah waktu setelah plasenta lahir sampai
empat jam pertama setelah melahirkan (Sri Hari Ujiiningtyas, 2009).
Menurut Reni Saswita (2011) kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta
dan berakhir dua jam setelah proses tersebut. Kala IV dimulai dari lahirnya
plasenta dan berakhir 2 jam pertama post partum. Dalam kala IV ini
penderita masih membutuhkan pengawasan yang intensif karena
perdarahan karena atonia uteri masih mengancam. Maka dalam kala IV
penderita belum boleh dipindahkan keruang perawatan dan tidak boleh
ditinggalkan oleh bidan. Observasi yang dilakukan 2 jam postpartum.
Perdarahan yang terjadi pada persalinan kala IV adalah perdarahan
yang jumlahnya sebanyak lebih dari 500 ml yang terjadi setelah bayi lahir
pervaginam atau lebih dari 1000 ml setelah persalinan abdominal
(Nugroho, 2012). Perdarahan persalinan kala IV adalah salah satu resiko
terbesar yang menyebabkan terjadinya kematian maternal.
2. Adaptasi Perubahan Fisiologis Kala IV
a. Uterus
Uterus terletak di tengah perut kurang lebih 3- ¾ , antara simfisis pubis
sampai umbilikus . Jika rahim ditemukan dibagian tengah , di
umbilicus , maka hal tersebut menandakan adanya darah dan bekuan di
dalam rahim yang perlu ditekan dan dikeluarkan . Rahim yang berada
di atas umbilikus dan bergeser , kekanan paling umum , cenderung
menandakan kandung kemih penuh . Rahim yang berkontraksi normal
harus keras ketika disentuh Selaput ketuban dikeluarkan dengan
penonjolan bagian ibu atau bagian janin .
b. Tanda vital
Dalam 2 jam pertama setelah persalinan , tekanan darah , nadi , dan
pernapasan akan membatasi kembali normal . Suhu pasien biasanya
akan mengalami sedikit peningkatan, tapi masih di bawah 38°C, hal ini
disebabkan oleh kekurangan cairan dan kelelahan. Jika asupan cairan
baik, maka suhu akan membatasi normal kembali setelah dua jam.
c. Kadang-kadang di jumpai pasien pascapersalinan mengalami gemetar,
hal ini normal sepanjang suhu kurang dari 38°C dan tidak dijumpain
tanda-tanda infeksi lainnya. Gemetar terjadi karena melemahnya
keteganggan dan jumlah energi selama melahirkan dan merupakan
respon fisiologis terhadap penurunan volume intraabdominal serta
pergeseran hematologi .
d. Sistem gastrointestinal
Selama dua jam pascapersalinan kadang dijumpai pasien merasa mual
sampai muntah , atasi hal ini dengan posisi tubuh yang memungkinkan
dapat mencegah terjadinya aspirasi corpus ale anum kesaluran
pernapasan dengan setengah duduk atau duduk di tempat tidur .
Perasaan haus pasti dirasakan pasien, oleh karena itu hidrasi sangat
penting diberikan untuk mencegah dehidrasi.
e. System renal
Selama 2-4 jam pascapersalinan kadung kandung kemih masih dalam
keadaan hipotonik akibat adanya alostaksis , sehingga sering dijumpai
kandung kemih dalam keadaan penuh dan mengalami kandung kemih .
Halini disebabkan oleh tekanan pada kandungkemih dan uretra selama
persalinan. Kondisi ini dapat diringankan dengan selalu
mengusahakan kandung kemih kosong selama persalianan untuk
mencegah trauma . Setelah melahirkan , kandung kemih kandung
kemih sebaiknya tetap kosong guna mencegah uterus berubah posisi
dan terjadi atoni.utreus yang berkontraksi dengan buruk meingkatkan
perdarahan dan nyeri .
f. Sistem kardiovaskular
Selama kehamilan, volume darah normal digunakan untuk menampung
aliran darah yang meningkat yang diperlukan pembuluh darah dan
pembuluh rahim. Penarikkan kembali eksrogen menyebabakan
dieresis yang terjadi secara cepat sehingga mengurangi volume plasma
kembali pada proporsi normal. Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam setelah
kelahiran bayi . Selama masa ini pasien mengeluarkan banyak sekali
urin. Hilangnya penggesteran bantu ngurangin retensi yang melekat
dengan meningkatnya vaskular pada jaringgan tersebut selama
kehamilan bersama - sama dengan trauma masa persalinan . Pada
persalinan per vagina kehilangan darah sekitar 200 - 500 ml sedangkan
pada persalinan sc penggeluarannya dua kali lipat . Perubahan terdiri
dari volume darah dan kadar hematokrit . Setelah persalinan, shunt
akan hilang dengan tiba-tiba. Volume pasien relatif akan bertambah.
Keaadaan ini akan menyebabkan beban jantung dan akan
menimbulkan dekompensasi kordis pada pasien dengan viktum
cardio . Keadaan ini dapat diatasi dengan mekanismenya dengan
adanya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti
kondisi awal .
g. Serviks
Perubahan pada serviks terjadi segera setelah bayi lahir . bentuk servik
agak menganga seperti corong . Bentuk ini disebab kan oleh corpus
uterus yang dapat mengadakan kontraksi , sedangkan serviks tidak
berkontaksi sehingga seolah - olah pada perbatasan antra korpus dan
serviks berbentuk semacam cincin . Serviks berwarna merah
kehitaman karena penuh dengan pembuluh darah . Konsistensi lunak ,
kadang - kadang terdapat laserasi atau perlukaan kecil . Kerena
robekan kecil terjadi selama berdilatasi , maka serviks tidak akan
pernah kembali lagi ke keadaan sebelum hamil . Muara serviks yang
berdilatasi sampai 10 cm sewaktu persalinan akan menutup secara
perlahan dan bertahap . Setelah bayi lahir tangan bisa masuk ke dalam
rongga rahim , setelah 2 jam baru bisa dimasuki 2 atau 3 jari.
h. Perineum
Segera setelah melahirkan , perenium menjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju . Pada
hari kelima pasca melahirkan , perineum sudah kembali sebagian
tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dibanding keadaan sebelum
hamil .
i. Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat
besar selama proses melahirkan , dan dalam beberapa hari pertama
sesudah proses tersebut kedua organ ini tetatap dalam keadaan kendur .
Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali ke keadaan tidak hamil
dan rugae dalam vagina secara tertutup - angsur akan muncul kembali,
sementara labia menjadi lebih menonjol.
j. Penegeluaran ASI
Dengan menurunnya hormon estrogen, progesterone, dan Human
Placenta Lacctogen Hormon setelah plasenta lahir prolactin dapat
berfungsi mebentuk ASI dan mengeluarkannya ke dalam alveoli
bahkan sampai ductus kelenjar ASI. Isapan langsung pada puting susu
ibu menyebabkan reflex yang dapat mengeluarkan oksitosin dari
hipofisis sehingga mioepitel yang terdapat di sekitar alveoli dan ductus
kelenjar ASI berkontraksi dan mngelluarkan ASI ke dalam sinus yang
disebut “let down reflex”.

Asuhan Kala IV

1) Pemantauan
Pemantauan Kala IV setiap 15 menit pada jam pertama, dan setiap 30
menit pada jam ke dua. Keadaan yang dipantau meliputi keadaan umum
ibu, tekanan darah, pernapasan, suhu dan nadi, tinggi fundus uteri,
kontraksi, kandung kemih, dan jumlah darah.
2) Memeriksa dan menilai perdarahan
Periksa dan temukan penyebab perdarahan meskipun sampai saat ini
belum ada metode yang akurat untuk memperkirakan jumlah darah
yang keluar. Estimasi perdarahan yaitu, apabila perdarahan
menyebabkan terjadinya perubahan tanda vital (hipotensi), maka
jumlah darah yang keluar telah mencapai 1.000– 1.200 ml. Apabila
terjadi syok hipovolemik, maka jumlah perdarahan telah mencapai
2.000–2.500 ml.

3) Penjahitan perineum
Jika ditemukan robekan perineum atau adanya luka episiotomi lakukan
penjahitan laserasi perineum dan vagina yang bertujuan menyatukan
kembali jaringan tubuh dan mencegah kehilangan darah yang tidak
perlu. Kewenangan bidan pada laserasi grade 1 dan 2, berikut derajat
laserasi perineum dan vagina.
3. Adaptasi Perubahan Psikologi Kala IV
Sesaat setelah bayi lahir hingga 2 jam persalinan, perubahan – perubahan
psikologis ibu juga masih sangat terlihat karena kehadiran buah hati baru dalam
hidupnya.
Perubahan emosi dan psikologis ibu pada masa nifas terjadi karena
perubahan peran, tugas, dan tanggung jawab menjadi oaring tua. Suami istri
mengalami perubahan peran menjadi orang tua sejak masa kehamilan. Dalam
periode masa nifas, muncul tugas orang tua dan tanggung jawab baru yang
disertai dengan perubahan perubahan prilaku.
Perubahan psikologis pada masa nifas terjadi karena pengalaman selama
persalinan, tanggungjawab peran sebagai ibu, adanya anggota keluarga baru
(bayi), dan peran baru sebagai ibu bagi bayi. Hubungan awal antara orang tua
dan bayi (bounding attachment) dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk status
sosial ekonomi ibu, budaya, pengalaman melahirkan dan riwayat keluarga.
Adaptasi psikologis post partum, ibu biasanya mengalami penyesuaian
psikologis selama masa nifasnya. Ibu yang baru melahirkan membutuhkan
mekanisme penanggulangan (coping) untuk mengatasi perubahan fisik dan
ketidaknyamanan selama masa nifas termasuk kebutuhan untuk mengembalikan
figur seperti sebelum hamil serta perubahan hubungan dengan keluarga.
Pada periode masa nifas merupakan masa perubahan besar bagi ibu baru
dan keluarganya. Peran dan harapan sering berubah sebagai keluarga yang
menyesuaikan dengan tambahan keluarga baru mereka dan mereka belajar untuk
“menjadi ibu” (mercer, 2004).
Banyak perubahan psikologis terjadi pada ibu selama waktu ini, asuhan
kebidanan harus berfokus pada membantu ibu dan keluarga untuk menyesuaikan
diri dengan perubahan ini dan meringankan transisi ke peran orang tua.
Penyesuaian dilakukan terhadap semua perubahan baru. Keluargan
memulai peran baru, pada beberapa ibu dapat menyebabkan gangguan
psikologis, seperti postpartum blues dan bila tidak ditangani dapat berakibat
menjadi depresi postpartum. Dalam adaptasi psikologis setelah melahirkan
terjadi 3 penyesuaian yaitu:
1. Penyesuaian ibu (Maternal Adjustment)
Menurut Reva Rubin, seorang ibu yang baru melahirkan mengalami
adaptasi psikologis pada masa nifas dengan melalui tiga fase penyesuaian
ibu (perilaku ibu) terhadap perannya sebagai ibu. Ibu sudah mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya, keinginan ibu untuk
merawat diri dan bayinya sangat meningkat pada fase ini, terjadi
penyesuaian dalam hubungan keluarga untuk mengobservasi bayi, hubungan
antar pasangan memerlukan penyesuaian dengan kehadiran anggota baru
(bayi).
Adaptasi psikologis postpartum yaitu biasanya mengalami penyesuaian
psikologis selama masa postpartum. Reva rubin meneliti adaptasi psikologis
ibu melahirkan pada tahun 1960 yang mengidentifikasi adanya tiga fase
yang dapat membantu bidan memahami prilaku setelah melahirkan.
Dikemukakan bahwa setiap fase meliputi rentan waktu tertentu dan
berkembang melalui fase secara berurutan.
2. Tahapan rubin dalam adaptasi psikologi ibu nifas
1) Fase taking in ( fase ketergantungan)
Lamanya 3 hari pertama setelah ibu melahirkan. Focus pada diri ibu
sendiri, tidak pada bayi, ibu membutuhkan waktu untuk tidur dan
istirahat. Pasif, ibu mempunyai ketergantungan dan tidak bisa membuat
keputusan. Ibu memerlukan bimbingan dalam merawat bayi dan
mempunyai perasaan takjub Ketika melihat bayinya yang baru lahir.
a) Fase ini berlangsung secara pasif dan dependen.
Ibu menjadi pasif terhadap lingkungan sehingga perlu
menjaga komunikasi yang baik. Ibu menjadi sangat tergantung
pada orang lain, mengharapkan segala kebutuhannya dapat
dipenuhi oleh orang lain.
b) Fokus utama perasaan dan perhatian ibu
terutama pada dirinya sendiri. Mengarahkan energi
kepada diri sendiri dan bukan kepada bayi yang baru dilahirkan.
Kebanyakan ibu khawatir terhadap perubahan tubuh.
c) Pada periode ini ibu akan sering menceritakan tentang
pengalamannya waktu melahirkan secara berulang-ulang.
d) Dapat memulihkan diri dari proses persalinan dan melahirkan
untuk mengintegrasikan proses tersebutke dalam kehidupannya.
e) Memerlukan ketenangan tidur untuk mengembalikan keadaan
tubuh ke kondisi normal. Biasanya setelah kelelahannya
berkurang, kini ibu mulai menyadari berlangsungnya persalinan
merupakan hal yang nyata.
f) Dapat mengalami kesulitan dalam pengambilan keputusan.
g) Nafsu makan biasanya bertambah sehingga membutuhkan
peningkatan nutrisi. Kurangnya nafsu makan menandakan
proses pengembalian kondisi tubuh tidak berlangsung normal.
h) Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu pada fase ini
antara lain kecewa karena tidak mendapatkan apa yang
diinginkan tentang bayinya misalnya, jenis kelamin tertentu,
warna kulit, dsb. Ketidaknyamanan dari perubahan fisik
misalnya, rasa mules akibat kontraksi rahim, payudara bengkak,
luka jahitan. Ada rasa bersalah karena belum bisa menyusui
bayinya, suami atau keluarga mengkritik ibu tentang cara
merawat bayinya dan cenderung melihat saja tanpa membantu.
Ibu akan merasa tidak nyaman karena sebenarnya hal tersebut
bukan hanya tanggungjawab ibu saja, tetapi Bersama
2) Fase Taking Hold (Fase Independen)
Akhir hari ke -3 sampai hari ke -10. Aktif, mandiri, bisa membuat
keputusan. Memulai aktifitas perawatan diri, focus kepada perut, dan
kandung kemih. Focus kepada bayi dan menyusui. Merespon intruksi
tentang perawatan bayi dan perawatan diri, dapat mengungkapkan
kekurangan kepercayaan diri dalam merawat bayi.
a) Kurangnya keyakinan diri dalam merawat bayinya. Ibu merasa
khawatir dengan ketidakmampuannya dan tanggungjawab dalam
merawat bayi, muncul perasaan sedih (baby blues).
b) Periode ini dianggap masa perpindahan dari keadaan
ketergantungan menjadi keadaan mandiri. Perlahan-lahan
tingkat energi ibu meningkat, merasa lebih nyaman dan
berfokus pada bayinya.
c) Ibu berusaha menguasai ketrampilan karena mulai
memperhatikan kemampuan menjadi orang tua, muncul
keinginan mengambil tugas dan tanggung jawab merawat bayi
seperti menggendong, menyusui, memandikan, mengganti
popok.
d) Memperlihatkan inisiatif untuk memulai aktivitas perawatan
diri, fokus perhatian untuk mengontrol fungsi dan daya tahan
tubuh, BAB, BAK, serta memperhatikan aktivitasnya.
e) Ibu menjadi sangat sensitif dan mudah tersinggung sehingga ibu
sangat membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekat
f) Pada periode ini merupakan saat yang baik bagi ibu untuk
menerima berbagai penyuluhan dalam merawat bayi dan dirinya
sendiri. Dengan begitu rasa percaya diri ibu akan timbul.
3) Letting Go ( Fase Interdependen)
Terakhir hari ke-10 sampai dengan 6 minggu postpartum. Ibu sudag
mengubah peran barunya menyadari bahwa bayi merupakan bagian dari
dirinya. Ibu dapat menjalankan perannya.
a) Menyesuaikan kembali hubungan dengan anggota keluarga
seperti menerima peranan sebagai ibu
b) Keinginan dan rasa percaya diri untuk merawat diri dan bayi
meningkat
c) Mulai menerima tanggung jawab sebagai ibu atas bayinya dan
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.
d) Mengakui bayinya sebagai individu yang terpisah dengan
dirinya dan melepaskan gambaran bayi yang menjadi
khayalannya.
e) Dapat mengalami depresi

3. Perubahan emosi ibu postpartum menurut Whibley (2006) dalam Yusdiana


(2009) secara umum antara lain adalah:
1) Thrilled dan excaited, ibu merasakan bahwa persalinan merupakan
peristiwa besar dalam hidup. Ibu heran dengan keberhasilan
melahirkan seorang bayi dan selalu bercerita seputar peristiwa
persalinan dan bayinya.
2) Overwhelmed, merupakan masa kritis bagi ibu dalam 24 jam pertama
untuk merawat bayinya. Ibu mulai melakukan tugastugas baru.
3) Let down, status emosi ibu berubah-ubah, merasa sedikit kecewa
khususnya dengan perubahan fisik dan perubahan peran.
4) Weepy, ibu mengalami baby blues postpartum karena perubahan yang
tiba-tiba dalam kehidupannya, merasa cemas dan takut dengan
ketidakmampuan merawat bayinya dan merasa bersalah.
Perubahanemosi ini dapat membaik dalam beberapa hari setelahibu
dapat merawat diri dan bayinya serta mendapat dukungan keluarga.
5) Feeling beat up, merupakan masa kerja keras fisik dalam hidup dan
akhirnya merasa kelelahan.
Asuhan holistic care yang dapat dilakukan diantaranya :

PIJAT OKSITOSIN
Hormon oksitosin bekerja merangsang otot polos untuk meremas ASI
yang ada pada alveoli, lobus serta duktus yang berisi ASI yang dikeluarkan
melalui putting susu. (Walyani dan Purwoastuti, 2015)
Menurut Fikawati, dkk (2015) menyebutkan bahwa salah satu tindakan
yang perlu dilakukan untuk memaksimalkan kualitas dan kuantitas ASI, yaitu
pemijatan punggung. Pemijatan punggung ini berguna untuk merangsang
pengeluaran hormon oksitosin menjadi lebih optimal dan pengeluaran ASI
menjadi lancar. Menurut Lowdermik, Perry & Bobak (2000)
Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi
ketidaklancaran produksi ASI. Pijat oksitosin adalah suatu tindakan pemijatan
tulang belakang mulai dari nervus ke 5 - 6 sampai scapula yang akan
mempercepat kerja saraf parasimpatis untuk menyampaikan perintah ke otak
bagian belakang sehingga oksitosin keluar (Suherni, 2008 Suradi, 2006;
Hamranani 2010) ( Dalam Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Padjadjaran, Leli Khairani dkk, 2012) Ibu yang menerima pijat oksitosin akan
merasa lebih rileks. (Monika, F.B. Monika, 2014)
Pijat stimulasi oksitosin untuk ibu menyusui selain berfungsi untuk
merangsang hormon oksitosin agar dapat memperlancar ASI juga
meningkatkan kenyamanan ibu, Produksi ASI sangat dipengaruhi oleh
kondisi psikologis ibu menyusui. Saat ibu menyusui merasa nyaman dan
rileks pengeluaran oksitosin dapat berlangsung dengan baik. Terdapat titik-
titik yang dapat memperlancar ASI di antaranya, tiga titik di payudara yakni
titik di atas puting, titik tepat pada puting dan titik dibawah puting, serta titik
di punggung yang segaris dengan payudara. Pijatan di bagian punggung ibu
yang membuat ibu rileks juga dapat merangsang pengeluaran oksitosin.
Hormon oksitosin merangsang kontraksi lapisan miometrium uteri dalam
proses persalinan. Hormon ini juga menghasilkan pengeluaran air susu
melalui pengadaan kontraksi sel-sel mioepitel di kelenjar payudara sebagai
respons terhadap pengisapan putting susu yang dilakukan si bayi, yang
kemudian terjadilah refleks neurogenik (aliran listrik saraf) yang dihantarkan
ke hipotalamus melalui serabut-serabut saraf di medula spinalis (daerah
tulang belakang) (Hendrik H., 2006)
Menurut Hockenberry (2002) menuliskan bahwa pijat oksitosin lebih
efektif diberikan sebanyak dua kali dalam sehari yaitu pagi dan sore. Hal ini
juga didukung oleh Biancuzzo (2003) bahwa pijat oksitosin dilakukan dua
kali dalam sehari dapat memperngaruhi produksi ASI ibu postpartum
Menstimulasi reflex oksitosin penting dalam menyusui atau memberikan
ASI, dilakukan sebelum ASI diperah atau menggunakan pompa. Reflex
oksitosin membuat aliran ASI dari payudara menjadi lancar, sehingga
menyusui semakin lancar dan mengurangi bendungan saluran ASI. Faktor
yang dapat meningkatkan reflex oksitosin adalah melihat bayi, mendengar
suara bayi, mencium bayi, serta memikirkan untuk menyusui. Sedangkan hal
yang menghambat diantaranya adalah stress karna takut atau cemas.
1. Cara menstimulasi refleks oksitosin
1) Bantu ibu secara psikologis
a. Bangkitkan rasa percaya diri
b. Coba mengurangi sumber rasa sakit atau rasa takut
c. Bantu ibu untuk mempunyai fikiran dan perasaan baik tentang
bayinya
2) Ajak ibu untuk ikut dalam kelompok pendukung ASI sehingga ibu
dapat belajar tentang pemberian ASI
3) Ajarkan kontak kulit ke kulit selama memerah ASI jika
memungkinkan. Bila tidak, ibu dapat memandang bayinya atau
memandang foto bayinya
4) Tidak minum kopi
5) Beri kompres hangat pada payudara atau mandi air hangat
6) Stimulasi puting susu dengan cara menarik pelan pelan dan memutar
putting susu dengan jari
7) Pijat payudara
8) Pijat oksitosin
a. Ibu duduk bersandar kedepan, lipat lengan diatas sandaran meja
didepannya dan letakkan kepala diatas lengannya
b. Payudara tergantung lepas, punggung tanpa baju
c. Pijat kedua sisi tulang punggung dengan ibu jari penolong
d. Kepal kedua tangan seperti tinju dan ibu jari menghadap ke arah
atas
e. Tekan kuat bentuk lingkaran kecil dengan kedua ibu jari
f. Pijat kearah bawah di kedua sisi tulang belakang pada saat yang
sama dari leher kearah tulang belikat selama 2-3 menit
DAFTAR PUSTAKA

Damayanti, Ikaputri. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Komprehensif


Pada Bayi Baru Lahir. Pekanbaru : CV Budi Utama.

Wahidah, Nuruljannatul. 2017. Perubahan Fisiologi dan Psikologi Ibu


Bersalin. Surakarta : Fakultas Kedokteran UNS.

Walyani, Siwielisabeth. 2020. Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan


Menyusui. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru

Asih, Yusari. 2017. Pengaruh Pijat oksitosin terhadap produksi ASI


pada ibu nifas. Jurnal keperawatan Vol. XIII., NO. 2

Anda mungkin juga menyukai