Anda di halaman 1dari 23

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH RADEN MATTAHER JAMBI


NOMOR AKREDITASI : KARS-SERT/446/VI/2019
Jl. Letjend. Soeprapto no. 31 Telanaipura – Jambi 36122
Telp. (0741) 61692 – 61694 – 63394 – 62364 Fax.
(0741) 60014

PERATURAN PIMPINAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH


RUMAH SAKIT UMUM RADEN MATTAHER
NOMOR 25 TAHUN 2022
TENTANG
PELAYANAN KEFARMASIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PIMPINAN BADAN LAYANAN UMUM DAERAH RUMAH SAKIT UMUM


DAERAH RADEN MATTAHER

Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan mutu pelayanan


kefarmasian di Rumah Sakit Umum Daerah
Raden mattaher Jambi yang berorientasi kepada
keselamatan pasien, diperlukan suatu standar
yang dapat digunakan sebagai acuan dalam
pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit Umum
Daerah Raden Mattaher Jambi;
b. bahwa acuan dalam pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher
Jambi perlu adanya Revisi Kebijakan Pelayanan
Farmasi Rumah Sakit Umum Daerah Raden
Mattaher Jambi;
c. bahwa Revisi Kebijakan Pelayanan Farmasi
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher
Jambi sebagaimana dimaksud dalam huruf b,
perlu ditetapkan dengan Keputusan direktur
Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher
Jambi.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 19 Darurat Tahun 1957


tentang pembetukan Daerah- daerah swantantra
Tingkat I Sumatera Barat, Jambi, dan Riau
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1957 Nomor 57), sebagaimana telah diubah
dengan Undang- undang Nomor 61 Tahun 1958
tentang penetapan Undang- undang Nomor 19
Daerurat Tahun 1957 tentang Pembentukan
Daerah- daerah Swatantra Tingkat I
Sumaterabarat, Jambi, dan Riau menjadi
Undang- undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun1958 Nomor 112, Tambahan
Lembaran Negara Indonesia Nomor 1646);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
1
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah sakit (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 153 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5072);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5243);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 6 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5494);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun
2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5699);
7. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 292 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
55601);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indoensia Tahun 2005 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indoensia Nomor 4578);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/kota (Lembaran
Negara Republik Indoensia Tahun 2007 Nomor
82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indoensia Nomor 4737);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
124, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5044);
11. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010
tentang Penagadaan Barang/Jasa Pemerintah
berdasarkan perubahannya;
12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
08/PMK.02/2006 tentang kewenangan
2
pengadaan Barang/Jasa Badan Layanan Umum;
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun
2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun
2007 tentang Perubahan atas Pereaturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2016 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
14. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun
2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Badan
Layanan Umum Daerah;
15. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indoensia
Nomor 12 tahun 2013 tentang Pola Tarif Badan
Layanan Umum Rumah Sakit;
16. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 12 Tahun
2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor
413)
17. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun
2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di
Rumah Sakit;
18. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 98 Tahun
2015 Tentang Pemberian Informasi Harga Eceran
Tertinggi Obat;
19. Peraturan Daerah Provinsi Jambi Nomor 6 Tahun
2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah
Provinsi Jambi Nomor 15 Tahun 2008 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Organisasi dan Tata
Kerja Inspektoran, Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah dan Lembaga Lembaga
Teknis Provinsi Jambi (Lembaran Daerah Provinsi
Jambi Tahun 2010 Nomor 6, Tambahan
Lembaran Daerah Provinsi Jambi);
20. Peraturan Gubernur Jambi Nomor 60 Tahun
2011 tentang Perubahan atas Peraturan
Gubernur Jambi Nomor 45 Tahun 2009 tentang
Pola Tata Kelola Rumah Sakit Umum Daerah
Raden Mattaher Provinsi Jambi;
21. Peraturan Gubernur Jambi Nomor 80 Tahun
2010 tentang Penetapan Status Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-
BLUD) pada RSUD Raden Mattaher Provinsi
Jambi;
22. Peraturan Gubernur Jambi Nomor 08 Tahun
2010 Tentang Pedoman Penatausahaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah Rumah
Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Jambi.

3
MEMUTUSKAN

Menetapkan : :STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI RUMAH SAKIT


UMUM DAERAH RADEN MATTAHER

BAB I
KETENTUAN UMUM

Dalam (1) Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan


peraturan medis habis pakai menggunakan sistem manajemen satu
ini yang pintu yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
dimaksud (2) Pelayanan kefarmasian adalah bagian yang tidak
dengan: terpisahkan dari sistem pelayanan rumah sakit yang
komprehensif dan berorientasi kepada pelayanan pasien
meliputi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai, dan pelayanan farmasi klinik.
(3) Penyelenggaraan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit harus didukung oleh ketersediaan sumber
daya kefarmasian, pengorganisasian yang berorientasi
kepada keselamatan pasien, dan standar prosedur
operasional.
(4) Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit Umum
Daerah Raden Mattaher Jambi meliputi standar:
a. pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai; dan
b. pelayanan farmasi klinik.
(5) Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai sebagaimana dimaksud pada pada angka 4 huruf a
meliputi:
a. Pemilihan;
b. Perencanaan kebutuhan;
c. Pengadaan;
d. Penerimaan;
e. Penyimpanan;
f. Pendistribusian;
g. Pemusnahan dan penarikan;
h. Pengendalian; dan
i. Administrasi.
(6) Pelayanan farmasi klinik sebagaimana dimaksud pada
angka 4 huruf b meliputi:
a. Pengkajian dan pelayanan Resep;
b. Penelusuran riwayat penggunaan Obat;
c. Rekonsiliasi Obat;
d. Pelayanan Informasi Obat (PIO);
e. Konseling;
f. Visite;
g. Pemantauan Terapi Obat (PTO);
h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO);
i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO);
j. Dispensing sediaan steril; dan
k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
(7) Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit bertujuan untuk:
4
a. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian;
b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian;
dan
c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan
Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan
pasien (patient safety).
(8) Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang
menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan
kefarmasian di Rumah Sakit yang bertugas
menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan
mengawasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian serta
melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di Rumah
Sakit.
(9) Tujuan pelayanan Farmasi adalah:
a. Melaksanakan pengelolaan perbekalan farmasi di
Rumah Sakit untuk memperluas cakupan pelayanan
farmasi;
b. Memberikan pelayanan kefarmasian yang dapat
menjamin efektifitas, keamanan dan efisiensi
penggunaan obat;
c. Meningkatkan kerjasama dengan pasien dan profesi
kesehatan lainyang terkait dengan pelayanan farmasi;
d. Melaksanakan kebijakan obat di Rumah Sakit dalam
rangka meningkatkan penggunaan obat secara
rasional.
(10) Instalasi Farmasi Rumah Sakit dipimpin oleh seorang
Apoteker, berijazah sarjana farmasi yang telah lulus
sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker, yang telah memiliki surat tanda registrasi
apoteker (STRA) dan surat izin praktik apoteker (SIPA).
(11) Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap
segala aspek hukum dan peraturan farmasi terhadap
pelayanan. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat
tradisional dan kosmetik.

BAB II
PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI DAN BAHAN MEDIS
HABIS PAKAI

Pasal 1
Sediaan farmasi yang dikelola oleh Instalasi Farmasi terdiri
dari obat, bahan medis habis pakai, reagensia dan
radiofarmasi.

Pasal 2
Pemilihan
(1) Pemilihan obat di RSUD Raden Mattaher Jambi merujuk
kepada Formularium Nasional dan Formularium Rumah
Sakit.
(2) Pemilihan Bahan Medis Habis Pakai di RS berdasarkan
data pemakaian oleh user, daftar harga alat dan spesifikasi
yang ditetapkan RS.
(3) Pertimbangan dalam memilih supplier obat berdasarkan
ketersediaan produk, kualitas produk, kuantitas,
kontinuitas, harga, memiliki garansi retur dan kecepatan
pengiriman.
5
(4) Formularium Rumah Sakit disusun berdasarkan
Formularium Nasional dan usulan dari masing-masing
kelompok staf medis fungsional yang diputuskan dalam
rapat Tim Farmasi dan Terapi. Revisi Formularium di
RSUD Raden Mattaher Jambi dilakukan tiap 3 (tiga) tahun
sekali sesuai perkembangan terbaru.
a. Diutamakan obat generik
b. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang
paling menguntungkan penderita
c. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan
bioavailabilitas
d. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
e. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang
tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tidak
langsung
f. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah
dan aman (evidence based medicines) yang paling
dibutuhkan untuk pelayanan, dengan harga yang
terjangkau
g. Mutu
h. Harga
i. Ketersediaan di pasaran
(5) Pemilihan mengacu pada Formularium Nasional dengan
penentuan harga sesuai e-catalog, jika tidak tersedia maka
menggunakan obat reguler.

Pasal 3
Perencanaan
(1) Pedoman Perencanaan di RSUD Raden Mattaher Jambi
merujuk kepada:
a. DOEN, Formularium Rumah Sakit, Standar Terapi
Rumah Sakit, Ketentuan setempat yang berlaku
b. Data catatan medik
c. Anggaran yang tersedia
d. Penetapan prioritas
e. Siklus penyakit
f. Sisa persediaan
g. Data pemakaian periode yang lalu
h. Waktu tunggu pemesanan
i. Rencana pengembangan
(2) Perencanaan kebutuhan dibuat dalam jumlah besar tiap 3
bulan dan tiap tahun, dan jika ada obat dan BMHP yang
tidak masuk pada perencanaan sebelumnya dapat
diajukan perencanaan tambahan setiap bulannya.
(3) Pelaksanaan perencanaan melibatkan Tim Farmasi Terapi
(TFT), Instalasi Farmasi dan pihak lain yang terkait.
(4) Perencanaan sediaan farmasi menggunakan anggaran /
pengadaan rutin dibuat setiap 3 bulan (Triwulan), dimana
perencanaan dibuat berdasarkan jumlah pemakaian 3
bulan sebelumnya.

Pasal 4
Pengadaan
(1) Pengadaan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai yang telah direncanakan dan
disetujui harus aman,bermutu, bermanfaat, dan berkhasiat
serta sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
6
dan peraturan yang ada di RSUD Raden Mattaher Jambi.
(2) Penetapan harga jual obat (HJO) untuk pasien umum
adalah harga pembelian ditambah persentase keuntungan
sebesar 25% dan untuk pasien BPJS dan asuransi lainnya
sesuai ketentuan berlaku.
(3) Pengadaan obat dan alkes harus dari sumber resmi sesuai
dengan standar pemilihan pemasok sediaan farmasi dan
bahan medis habis pakai di Rumah Sakit Umum Daerah
Raden Mattaher ;
a. Obat yang dibeli telah memiliki ijin dari Badan POM
b. Alkes yang disediakan harus punya ijin edar dari Dirjen
Yanfar
(4) Pengadaan sediaan farmasi dilakukan secara rutin dengan
pemesanan kepada distributor resmi yang datang, dengan
pembayaran sesuai dengan kesepakatan antara Rumah
Sakit dengan distributor.
(5) Pemesanan sediaan farmasi dapat dilakukan secara telepon
atau langsung kepada distributor yang diikuti dengan
dikeluarkannya surat pesanan.
(6) Pengadaan sediaan farmasi dapat dilakukan langsung ke
Apotek Kimia Farma, Instalasi Farmasi RS Arafah Jambi
dan Instalasi Farmasi RS MMC Jambi, RS Siloam Jambi,
RS Kambang Jambi, RS Anisa Jambi, RS Baiturahim
Jambi, sesuai dengan perjanjian kerjasama apabila
diperlukan secara mendadak dan atau obat kosong dengan
pembayaran sesuai perjanjian dan aturan di RSUD Raden
Mattaher Jambi.
(7) Pengadaan dapat dilakukan dengan produksi dan
pengemasan kembali untuk sediaan tertentu guna
memenuhi kebutuhan pelayanan di Rumah Sakit.
(8) Pengadaan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
a. Pengadaan bahan berbahaya dan beracun (B3)
dilakukan oleh bagian pengadaan secara rutin atas
dasar permintaan dari unit-unit Rumah Sakit sesuai
kebutuhan.
b. Pengadaan dilakukan kepada distributor resmi
pemegang B3.
(9) Pengadaan Obat Narkotika dibeli pada PT. Kimia Farma,
dengan surat pesanan khusus rangkap 4 dan
ditandatangani oleh Apoteker dengan menyertakan Nomor
SIPA. Tehnik pemesanan obat narkotika ditulis macam
obatnya perlembar.
(10) Jika terjadi ketidaktersediaan stok perbekalan Farmasi
(termasuk obat program kesehatan seperti program
penanggulangan: HIV/AIDS, TB, Hepatitis C, Flu Burung,
Diphteri dan Malaria), Apoteker terlebih dahulu
mengingatkan pembuat resep tentang kekosongan,
kekurangan obat dan saran substitusinya kepada penulis
resep, atau manejemen mencari alternatif solusinya.
(11) Bilamana Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
dibutuhkan saat Gudang Medis terkunci, petugas depo
farmasi rawat inap atau IGD bersama petugas gudang
medis mengambil Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai yang dibutuhkan di Gudang Medis.
(12) Dalam hal obat yang dibutuhkan tidak tercantum dalam
Formularium Rumah Sakit dan Formularium Nasional,
dapat digunakan obat lain secara terbatas berdasarkan
7
persetujuan Komite Medik, Komite Farmasi dan Terapi dan
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher
Jambi.
(13) Pengaturan Obat Program
a. Obat Program merupakan obat hibah dari
Kementerian Kesehatan
b. Obat Program digunakan untuk pasien rawat jalan
dan rawat inap
c. Obat Program dapat digantikan dengan obat non
program dengan pertimbangan resistensi / kontra
indikasi /efek samping atau pertimbangan tertentu.
d. Obat – obat yang dihibahkan seperti obat malaria, obat
HIV/AIDS, obat DOTS-TB, obat TB-MDR, obat
Hepatitis C dll
(14) Konsinyasi
a. Konsinyasi merupakan suatu perjanjian dimana salah
satu pihak yang memiliki barang menyerahkan
sejumlah barang kepada pihak tertentu untuk
dijualkan dengan harga dan syarat yang diatur dalam
perjanjian.
b. Dalam konsinyasi, PBF menitipkan barang di rumah
sakit, kemudian pembayaran baru dilakukan apabila
barang titipan tersebut telah terjual.
c. Bahan Medis Habis Pakai yang dikonsinyasi berupa
BMHP Cathlab dan BMHP Orthopedi

Pasal 5
Penerimaan
(1) Semua perbekalan Farmasi yang diterima oleh Staf Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) dalam hal ini adalah Staf
Farmasi yang ditunjuk oleh Direktur harus diperiksa,
diteliti dan disesuaikan dengan spesifikasi pesanan
(jumlah, jenis, bentuk sediaan, dosis, tanggal kadaluarsa,
kondisi barang apakah rusak atau tidak dan harga) pada
pemesanan pembelian Rumah Sakit.
(2) Apabila ada pengiriman sediaan farmasi, alat kesehatan
dan bahan medis habis pakai yang tidak sesuai dengan
pesanan segera diinformasikan kepada pemesan/pengirim
untuk dikembalikan atau diupayakan pengatasannya.
(3) Bahan berbahaya (B3) diterima di gudang medis,
selanjutnya disimpan di ruang B3 dan didistribusikan
kepada unit-unit yang membutuhkan.
(4) Penerimaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai
dilakukan oleh petugas gudang atau petugas Instalasi
Farmasi lain yang diberi tanggungjawab apabila petugas
Staf Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berhalangan atau
tidak berada di tempat.

Pasal 6
Penyimpanan
(1) Penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan
keamanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai dengan persyaratan Kefarmasian. Obat dilindungi
terhadap kehilangan atau pencurian dengan dilengkapi
kartu stok dan SIM-RS diseluruh tempat pelayanan
obat/BMHP dan gudang medis. Pada gudang medis
terdapat CCTV.
8
(2) Disetiap unit pelayanan (Depo Farmasi) dan ruang
perawatan terdapat daftar stok obat dan informasi obat
(Formularium Rumah Sakit, Formularium Nasional dan
ISO).
(3) Elektrolit konsentrasi tinggi disimpan digudang farmasi
dan depo farmasi.
(4) Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang
hampir mendekati waktu Expired date dipisahkan atau
dimasukkan kedalam plastik dan diberi label penandaan
agar petugas mengetahui dan didahulukan untuk
digunakan.
(5) Perbekalan farmasi disimpan dengan baik dan aman di
Instalasi Farmasi, menggunakan sistem FIFO-FEFO dan
disusun alfabetis, dengan memperhatikan persyaratan
penyimpanan yang baik disesuaikan dengan bentuk
sediaan dan jenisnya, suhu penyimpanan dan
stabilitasnya, sifat bahan, dan ketahanan terhadap cahaya,
termasuk pelabelan serta diinspeksi secara berkala.
(6) Untuk sediaan farmasi yang termolabil disimpan dalam
lemari pendingin sesuai dengan suhu penyimpanan dan
suhu selalu dipantau setiap hari.
(7) Untuk sediaan farmasi yang termostabil disimpan dalam
lemari pendingin dengan suhu ruangan (≤25˚C) dan suhu
selalu dipantau setiap hari.
(8) Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai yang berpenampilan dan penamaan yang mirip
(LASA, Look-Alike, Sound-Alike medication names) tidak
ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan
khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan obat.
(9) Penyusunan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai yang berpenampilan dan penamaan yang mirip
(LASA, Look-Alike, Sound-Alike medication names) secara
One Off (diberi pembatas satu jenis obat lain).
(10) Obat Narkotika harus disimpan dalam lemari khusus
(double lock) dan selalu terkunci, kunci dipegang oleh 2
(dua) orang petugas penanggungjawab obat narkotika yang
berbeda.
(11) Ada beberapa jenis obat psikotropika yang sering
disalahgunakan sehingga penyimpanannya perlu disimpan
tersendiri bersama di lemari penyimpanan psikotropika.
(12) Bahan berbahaya, beracun dan yang mudah terbakar
seperti alkohol dan eter, disimpan terpisah dalam ruang
khusus dan diberi tanda khusus bahan berbahaya serta
tersedia APAR/pemadam kebakaran (ruang B3).
Penyimpanan di ruang perawatan disimpan pada lemari
terpisah.
(13) Penyimpanan Sediaan Produk Nutrisi disesuaikan dengan
stabilitas produk tersebut. Instalasi Farmasi melaksanakan
proses secara tepat, aman dan efektif dalam penerimaan,
cara penyimpanan serta distribusi.
(14) Produk Konsinyasi disimpan dalam lemari terpisah,
sehingga dapat dibedakan dengan yang lain, dan pada saat
produk tersebut dipakai petugas harus melaporkan ke
distributor yang bekerjasama.
(15) Produk Radio Farmasi disimpan dalam lemari terpisah,
sehingga dapat dibedakan dengan produk yang lain, dan
9
karena termasuk obat high alert harus mengikuti kebijakan
tentang penyimpanan obat high alert. Penyimpanan
sediaan radio farmasi di ruang radiologi, mengikuti
kebijakan penyimpanan instalasi farmasi.
(16) Instalasi Farmasi tidak menerima dan menyimpan sediaan
Donasi/Uji Coba (Obat Sampel), sediaan radioaktif dan
sediaan untuk keperluan investigasi.
(17) Menjaga kerapihan dan kebersihan serta keamanan
dengan menyimpan sediaan farmasi di dalam rak dan
diatas pallet yang tertata dengan rapi.
(18) Stok Emergensi
a. Obat emergensi di ruang rawatan dikelola melalui
sistem distribusi dan administrasi yang baik,
disimpan dilindungi dari resiko kehilangan atau
pencurian, dimonitor ketersediaan dan batas waktu
kadaluarsanya, serta disimpan di dalam troli
emergensi/emergensi kit.
b. Penyimpanan obat emergensi harus dengan kondisi
tertutup rapat dengan kunci disposible, disegel dalam
troli emergensi/kit emergensi dan dilakukan
monitoring terhadap isi tempat penyimpanan obat
emergensi dalam periode tertentu.
c. Isi sesuai dengan standar yang telah disepakati oleh
masing-masing unit dan untuk menjaganya setiap
pemakaian akan dilakukan penggantian terhadap obat
tersebut. Pengawasan dilakukan secara kolaboratif
antara penanggungjawab ruang dimana troli
emergensi/kit emergensi berada dengan petugas
farmasi. Stok emergensi dilarang dipinjam untuk
kebutuhan lain.
d. Tempat penyimpanan obat emergensi harus mudah
diakses secara cepat untuk kondisi kegawatdaruratan
dan terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian.
e. Perawat ruangan melakukan konfirmasi pemakaian
stock emergensi dengan cara menelpon petugas
farmasi. Jika terjadi penggunaan segera dilakukan
penggantian oleh petugas farmasi serta dilakukan
input resep kepada pasien terkait.
f. Pemantauan stok emergensi dilakukan oleh petugas
penanggungjawab secara berkala guna memastikan
kesesuaian sediaan farmasi dengan daftar, ketepatan
penyimpanan dan tanggal kadaluarsa dan atau rusak.
(19) Obat yang memerlukan kewaspadaan tinggi (high alert
medication)
a. Obat yang harus diwaspadai karena sering
menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius
(sentinel event) dan obat yang berisiko tinggi
menyebabkan reaksi obat yang tidak diinginkan
(ROTD) penyimpannya terpisah serta membatasi akses
dan diberi tanda high alert.
b. Obat high alert disimpan di gudang medis dan depo-
depo farmasi. Elektrolit konsentrat tinggi yang
disimpan di digudang medis dan depo farmasi diberi
label yang jelas dan disimpan dengan cara membatasi
akses (restrict access).
c. Obat high alert boleh terdapat dalam emergensi kit
dan larutan kosentrasi pekat tidak boleh terdapat
10
diruang perawatan hanya boleh di depo farmasi.
d. Penyiapan dan pemberian obat high alert dilakukan
dengan double check (pengecekan ganda).
e. Penyiapan high alert medication dengan konsentrat
tinggi didelegasikan kepada perawat .
f. Pemberian high alert medication dengan konsentrat
tinggi sebelum di berikan kepada pasien harus
diencerkan terlebih dahulu sesuai dengan pelarutnya.
(20) Instalasi farmasi mempunyai obat program atau bantuan
dari pemerintah seperti TB MDR, DOTS TB, obat pasien
HIV dan Hepatitis C. Penyimpanan terpisah dengan obat
dan Bahan Habis Pakai lainnya.

Pasal 7
Distribusi
(1) Distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai berdasarkan permintaan melalui SIM-
RS dari tiap unit pelayanan.
(2) Distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis pakai mengikuti sistem barang yang masuk
dahulu dikeluarkan terlebih dahulu (FIFO) dan/atau
mendistribusikan yang kadaluarsa terlebih dahulu (FEFO).
(3) Penyiapan obat (dispensing) dilakukan di dalam
lingkungan kerja yang bersih, tertib, aman, penyaluran
obat dalam bentuk yang paling siap diberikan dan
dilakukan oleh petugas Farmasi yang berkompeten dan
terlatih serta memperhatikan indikator SPM pelayanan
Farmasi.
(4) Pelabelan secara akurat terhadap obat-obatan dan bahan
kimia yang digunakan untuk menyiapkan obat, dengan
menyebutkan identitas pasien, nama obat, dosis atau
kosentrasi, cara pemakaian, waktu pemberian, tanggal
disiapkan, dan tanggal kadaluarsa.
(5) Depo Farmasi Rawat jalan menyalurkan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan
melalui resep perorangan. Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang telah
disiapkan, obat terlebih dahulu diberi label secara tepat,
dengan identitas pasien, nama obat,
dosis/konsentrasi,frekuensi, cara pemberian, waktu
pemberian, tanggal penyiapan dan tanggal kadaluarsa.
(6) Depo Farmasi Rawat inap dan ICU menyalurkan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
dengan melalui resep perorangan yang disiapkan dengan
sistem One Day Dose Dispensing (ODDD) yakni
penggunaan kebutuhan satu hari dosis/pasien. Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang telah disiapkan, sebelum diserahkan oleh petugas
kepada perawat terlebih dahulu diberi label secara tepat,
dengan identitas pasien, nama obat, dosis/konsentrasi,
rute/cara pemberian, waktu pemberian dan tanggal
penyiapan dan tanggal kadaluarsa.
(7) Jadwal pemberian obat untuk pasien rawat inap
Pemberian Obat Peroral (Jam ; WIB)
Pagi 06 –
(1x1) 07
Malam 22 –
11
(1x1) 23
2x1 06 – 18 –
07 19
3x1 06 – 14 – 22 –
07 15 23
4x1 08 – 14 – 20 – 02 –
09 15 21 03
5x1 06 – 10 - 14 – 20 – 23 –
07 11 15 21 24

Pemberian Obat Perinjeksi (Jam ; WIB)


Pagi 08 –
(1x1) 09
Malam 20 –
(1x1) 21
(2x1) 08 – 20 –
09 21
(3x1) 08 – 16 – 24 –
09 17 01
(4x1) 06 – 12 – 18 – 24-01
07 13 19

(8) Apabila resep yang dituliskan oleh dokter dan dokter gigi
adalah obat bernama dagang namun tersedia produk
dengan nama generik, maka petugas Instalasi Farmasi
dapat langsung mengganti obat tersebut (auto switching)
dengan nama generik.
(9) Petugas Instalasi Farmasi di unit pelayanan dapat
mengganti obat-obat sepadan yang terdapat dalam
Formularium dengan sepengetahuan dokter penulis Resep
dan/atau pasien.
(10) Depo Farmasi Intalasi Bedah Sentral, Depo Farmasi
Bedah Emergensi dan Depo Cathlab menyalurkan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
dengan melalui resep perorangan dengan sistem paket
peroperasi baik untuk kebutuhan anastesi maupun
persiapan pembedahan.
(11) Sebelum obat diserahkan pada pasien dilakukan
pemeriksaan akhir dengan menggunakan prinsip : benar
identitas pasien, benar obat, dosis, benar rute pemberian,
benar waktu pemberian, dan dokumentasi.
(12) Obat yang telah di serahterimakan ke ruang perawatan
menjadi tanggung jawab perawat ruangan.
(13) Penyerahan obat dilakukan oleh staf klinis yang
berkompeten dan berwenang terdiri dari dokter, apoteker,
asisten apoteker dengan supervisi dan perawat yang sesuai
dengan kewenangan klinisnya.

Pasal 8
Pemusnahan dan penarikan
(1) Penarikan kembali (recall) dapat dilakukan atas permintaan
produsen atau instruksi instansi Pemerintah yang
berwenang, maka wajib ditarik kembali dari unit pelayanan
dan diserahkan ke unit logistik untuk dilakukan proses
selanjutnya. Tindakan penarikan kembali dilakukan segera
(2x24 jam) setelah diumumkannya instruksi untuk
penarikan kembali. Penarikan kembali sediaan farmasi yang
12
mengandung resiko besar terhadap kesehatan dilakukan
penarikan sampai tingkat konsumen.
(2) Penarikan kembali (recall) alat implant dilakukan dengan
melihat barcode alat yang tercantum dalam rekam medis
pasien.
(3) Apabila ditemukan Sediaan Farmasi tidak memenuhi
persyaratan, disimpan terpisah dari sediaan Farmasi lain
dan diberi label penandaan tidak untuk diberikan pada
pasien untuk menghindari kekeliruan. Pelaksanaan
penarikan kembali didukung oleh sistem dokumentasi.
(4) Jika memungkinkan diretur ke distributor maka dilakukan
retur distributor.
(5) Kegiatan penyelesaian terhadap Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai yang tidak terpakai karena kadaluarsa,
rusak, mutu tidak memenuhi standar dengan cara membuat
usulan penghapusan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai kepada pihak terkait sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(6) Jika obat emergensi rusak/kadaluarsa, petugas penanggung
jawab obat emergensi segera melaporkan ke Instalasi
Farmasi disertai dengan bukti laporan dan bukti obat yang
rusak/kadaluarsa yang kemudian dilakukan penggantian
obat emergensi oleh petugas Instalasi Farmasi.

Pasal 9
Pengendalian
(1) Pengendalian Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan
Medis Habis Pakai dimaksudkan menjaga kontinuitas
ketersediaan serta mutu produk.
(2) Penggunaan obat sesuai dengan Formularium Nasional dan
Formularium Rumah Sakit.
(3) Penggunaan obat sesuai dengan diagnosa dan terapi
penyakit pasien (untuk penyakit kronis pemberian obat 30
hari dan non kronis 3-7 hari).
(4) Pemberian obat untuk pasien IGD yang tidak dirawat
diberikan obat untuk pemakaian 1 (satu) hari, terkecuali
pada hari libur diberikan sesuai hari libur.
(5) Pemberian obat untuk pasien rawat inap yang akan pulang
diberikan obat untuk pemakaian maksimal 5 (lima) hari,
terkecuali pasien luar kota diberikan obat untuk pemakaian
maksimal 7 (tujuh) hari.
(6) Pemberian obat untuk pasien dari IGD yang pindah ke ruang
perawatan selama 1 hari.
(7) Penulisan resep khusus obat kemoterapi harus dilakukan
oleh dokter spesialis dan menggunakan protokol terapi yang
diketahui oleh Tim onkologi.
(8) Pengawasan obat dan penggunaan obat dilakukan dimasing-
masing depo, untuk sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai di ruangan maka pengawasan dan
penggunaan obat menjadi tanggungjawab kepala ruangan.

Pasal 10
Administrasi
(1) Setiap pasien yang memperoleh Resep yang dilayani oleh
Instalasi Farmasi, datanya harus diinput kedalam SIM-RS.
(2) Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan Instalasi
Farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan dan
13
pertahun).
(3) Pelaporan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dalam bentuk stock
opname yang dilakukan secara periodik.
a. Pencatatan pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan
dengan dua cara, yaitu:
1) Secara manual dicatat pada buku, kartu stock
atau lembar/formulir tertentu
2) Secara komputer dengan menggunakan aplikasi
program/Sistem Informasi Manajemen Rumah
Sakit (SIM-RS).
b. Pencatatan dengan SIM-RS dilakukan dengan
berkoordinasi dengan Instalasi Pengolah Data
Elektronik (PDE).
(4) Pelaporan narkotika
a. Rumah sakit menyusun dan mengirimkan laporan
bulanan mengenai pemasukan dan pengeluarannya dan
laporan dikirim kepada BPOM Provinsi Jambi.
b. Laporan narkotika terdiri dari laporan pemakaian
narkotika (form.1) dan laporan morphin-pethidin
(form.2).
(5) Pelaporan indikator mutu pelayanan instalasi farmasi
dilaporkan 1 (satu) bulan sekali.
(6) Pelayanan farmasi klinik dalam bentuk pilot project farmasi
klinik setiap triwulan dikirim ke Dinas Kesehatan Provinsi
Jambi.

BAB III
PELAYANAN FARMASI KLINIK

Pasal 1
Unit farmasi klinik mengembangkan jenis pelayanan
kefarmasian disesuaikan dengan tingkat kebutuhan pelayanan
kesehatan di Rumah sakit, ketersediaan sumber daya farmasi,
kecukupan anggaran dan skala proritas kegiatan.

Pasal 2
Menetapkan program software interaksi obat di RSUD Raden
Mattaher Jambi dengan menggunakan referensi program
interaksi obat di https://www.medscape.com/.

Pasal 3
Lembar pelayanan kefarmasian memiliki 1 (satu) nomor rekam
medis.

Pasal 4
Apoteker melakukan kegiatan farmasi klinik dan
pengembangannya secara mandiri ataupun secara tim dengan
tenaga kesehatan lainnya.

Pasal 5
Kegiatan farmasi klinis dilaksanakan oleh apoteker klinis
disemua ruangan perawatan.

Pasal 6
14
Mengkaji dan Melaksanakan Pelayanan Resep Atau Permintaan
Obat.
(1) Resep adalah permintaan atau pemesanan tertulis dari
dokter dan dokter gigi kepada Farmasi untuk menyediakan
obat bagi penderita, sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
(2) Apoteker mereview atau melakukan pengkajian/ telaah
resep pada saat resep diterima, bila apoteker tidak berada
ditempat maka dapat dilakukan oleh tenaga teknis
kefarmasian dengan supervisi yang meliputi :
a. ketepatan identitas pasien, obat, dosis,frekuensi,
aturan minum / makan obat, dan waktu pemberian
b. duplikasi pengobatan
c. potensi alergi atau sensitivitas
d. interaksi obat
e. variasi
f. berat badan atau informasi fisiologik lainnya
g. kontra indikasi
(3) Petugas Farmasi mereview atau melakukan pengkajian /
telaah obat pada saat obat diserahkan ,bila apoteker tidak
berada ditempat maka dapat dilakukan oleh tenaga teknis
kefarmasian dengan supervisi dengan meliputi :
a. ketepatan identitas pasien
b. tepat obat
c. tepat dosis
d. tepat rute pemberian
e. tepat waktu pemberian
(4) Untuk mengurangi variasi dan meningkatkan keselamatan
pasien, penulisan Resep yang lengkap harus memenuhi
sekurang-kurangnya:
a. Data yang penting untuk mengidentifikasi pasien secara
akurat:
1. Data demografi (umur, berat badan, jenis kelamin) dan
data klinis (alergi).
2. Hasil pemeriksaan pasien (hasil laboratorium).
b. Elemen-elemen dari pemesanan atau penulisan Resep
(nama generik, jumlah sediaan, dosis, kekuatan obat,
aturan minum atau makan obat dan route pemberian)
c. Bilamana nama generik atau nama dagang adalah
akseptabel atau diperlukan
d. Bila indikasi untuk penggunaan diperlukan dengan
penulisan PRN (pro re nata atau bila perlu) atau
pesanan obat yang lain maka harus dijelaskan untuk
satu hari pemakaian
e. Tindakan yang harus diambil bila pemesanan obat
tidak lengkap, tidak terbaca atau tidak jelas
f. Jenis pemesanan seperti pesanan yang emergensi,
automatic stop, titrasi dan rentang dosis.
g. Pesanan obat secara verbal atau melalui telpon: tulis
lengkap, baca ulang dan konfirmasi
h. Jenis pesanan yang berdasarkan berat badan, seperti
untuk kelompok pasien anak dan pasien kemoterapi.
(5) Peresepan atau pemesanan obat di RSUD Raden Mattaher
Jambi:
a. Penulisan Resep atau pemesan obat (Dokter) yang
aman, diizinkan oleh RSUD Raden Mattaher Jambi
untuk dapat menuliskan Resep atau memesan obat
15
harus Dokter yang bekerja/berpraktek dan terlatih di
RSUD Raden Mattaher Jambi dan Dokter tamu yang
memiliki Surat Izin Praktek (SIP).
b. Masalah terkait obat, pemesanan obat tidak lengkap,
penulisan Resep atau pemesanan yang tidak terbaca
atau tidak jelas, interaksi obat dan hal lainnya, petugas
farmasi harus segera dikonsultasikan kepada pemesan
obat atau penulis Resep (Dokter) untuk mendapatkan
solusi.
c. Permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai secara lisan hanya dapat dilayani dalam keadaan
emergensi dan dilayani terlebih dahulu.
d. Permintaan obat secara verbal/telepon disertai
verifikasi.
e. Permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai selain dokter dapat dilakukan oleh perawat
ruangan yang telah mendapat instruksi dokter yang
merawat terlebih dahulu.
f. Setiap pasien yang memperoleh Resep yang dilayani
oleh Instalasi Farmasi, datanya selalu diinput kedalam
SIM-RS.
g. Peresepan narkotika dibuat dua rangkap dan nama
serta jumlah obat dituliskan dengan jelas serta
ditandatangani penulis resep.
h. Penyimpanan resep dan copy resep minimal 3 (tiga)
tahun.
i. Kegiatan penyelesaian terhadap Resep dan copy resep
yang lebih dari 3 (tiga) tahun dengan cara membuat
usulan penghapusan Resep dan berita acara
pemusnahan.
j. Pencatatan penggunaan obat yang digunakan pasien
selama perawatan dilakukan oleh tenaga keperawatan
pada rekam medis.
(6) Kriteria informasi spesifik pasien yang dibutuhkan untuk
pengkajian resep yang efektif:
a. Ketepatan identitas pasien, obat, dosis, frekuensi,
aturan minum / makan obat, dan waktu pemberian
b. Duplikasi terapi
c. Alergi atau reaksi sensitivitas yang sesungguhnya
maupun yang potensial
d. Interaksi yang sesungguhnya maupun potensial antara
obat dengan obat-obatan lain atau makanan
e. Variasi dari kriteria penggunaan yang ditentukan
Rumah Sakit (Formularium)
f. Berat badan pasien dan informasi fisiologis lain dari
pasien
g. Kontra indikasi yang lain

Pasal 7
Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat
Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada
pasien/keluarganya dilakukan penilaian terhadap penggunaan
obat pasien.

Pasal 8
Rekonsiliasi Obat
(1) Rekonsiliasi obat dilakukan untuk mencegah terjadinya
16
kesalahan obat (medication error) seperti obat tidak
diberikan, duplikasi, kesalahan dosis dan interaksi obat.
(2) Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang
diidentifikasi serta didata pada formulir rekonsiliasi obat dan
disimpan di rekam medis pasien.
(3) Sebelum menulis resep, dokter harus melakukan
penyelarasan obat (medication reconciliation). Penyelarasan
obat adalah membandingkan antara daftar obat yang sedang
digunakan pasien dan obat yang akan diresepkan
(diskrepansi) agar tidak terjadi duplikasi atau terhentinya
terapi suatu obat.
(4) Rekonsiliasi obat dilakukan di IGD, ruang rawat dan pasien
pindah ruang rawat.
(5) Apoteker Klinis melakukan rekonsiliasi obat di IGD, ruang
rawat dan pada saat pasien pindah ruang rawat.
(6) Obat yang dibawa pasien dari luar rumah sakit di simpan di
depo farmasi tempat pasien dirawat dan digunakan sesuai
instruksi dokter.
(7) Untuk Obat yang bersifat pengobatan sendiri (Self
administration) yang dibawa oleh pasien, misalnya injeksi
antidiabetik parenteral, perlu dilakukan rekonsiliasi obat
tersebut dan dicatat dalam lembar rekonsiliasi obat dalam
rekam medis.
(8) Pengobatan sendiri oleh pasien dilakukan bila telah
mendapat edukasi dari apoteker, dokter atau perawat sesuai
dengan kewenangan klinisnya mengenai cara penggunaan
obat sendiri baik obat yang dibawa sendiri atau obat yang
diresepkan dirumah sakit.
(9) Apoteker melakukan monitoring cara pengobatan sendiri
oleh pasien yang telah sesuai dengan edukasi yang telah
diberikan dan dicatat dalam form edukasi atau form
monitoring pengobatan pasien sendiri.

Pasal 9
Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada tenaga kesehatan lain,
pasien/keluarga, masyarakat dan institusi di luar Rumah Sakit
(1) Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan
tenaga kesehatan di lingkungan RSUD Raden Mattaher
Jambi dan pihak lain di luar Rumah Sakit.
(2) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan Obat/Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai, terutama bagi
Tim Farmasi dan Terapi.
(3) Menunjang penggunaan obat yang rasional.
(4) Pemberian informasi kepada pasien untuk pasien penderita
9 (sembilan) macam penyakit kronis yaitu penyakit
hipertensi, jantung, PPOK, diabetes melitus, stroke, asma,
epilepsi, schizoprenia, SLE.
(5) Informasi diberikan pada saat pemberian obat sekurang-
kurangnya cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat,
jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan
minuman yang harus dihindari

Pasal 10
Konseling Pada Pasien dan/atau Keluarganya
(1) Pelayanan Konseling/konsultasi Farmasi Pasien Rawat Jalan
dan Rawat Inap.
17
(2) Pelayanan konseling/konsultasi Farmasi dilaksanakan oleh
Apoteker.
(3) Pelayanan konseling/konsultasi Farmasi dapat diberikan
berdasarkan rujukan dari Dokter, Perawat atau seleksi oleh
Apoteker berdasarkan kriteria yang ditetapkan.
(4) Seleksi pasien diprioritaskan untuk pasien dengan kriteria
yaitu:
a. Pasien baru;
b. Pasien dalam perawatan intensif;
c. Pasien dengan indikasi 9 (sembilan) macam penyakit
kronis;
d. Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ
terutama hati dan ginjal;
e. Pasien yang mendapatkan obat yang mempunyai indeks
terapetik sempit, berpotensi menimbulkan reaksi obat
yang tidak diinginkan (ROTD) yang fatal, seperti:
Digoksin, Sitostatika dll.
f. Pasien dengan 9 (sembilan) macam penyakit kronis
yaitu penyakit hipertensi, jantung, PPOK, diabetes
melitus, stroke, asma, epilepsi, schizoprenia, SLE.
(5) Hasil konseling farmasi dicatat dan disimpan.

Pasal 11
Visite
Apoteker membuat catatan mengenai permasalahan dan
penyelesaian masalah ketika mengunjungi ruang pasien.
Pasal 12
Pemantauan Terapi Obat (PTO)
(1) Apoteker mengkaji pemilihan Obat, dosis, cara pemberian
Obat, respons terapi, Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki
(ROTD).
(2) Pemantauan terapi obat dilakukan pada pasien rawat inap
dengan prioritas antara lain :
a. Pasien yang masuk rumah sakit dengan multi penyakit
sehingga menerima polifarmasi.
b. Pasien kanker yang menerima terapi sitostatika.
c. Pasien dengan gangguan fungsi organ terutama hati dan
ginjal.
d. Pasien geriatri dan pediatri.
e. Pasien hamil dan menyusui.
f. Pasien dengan perawatan intensif
(3) Pemantauan terapi obat dicatat dalam Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) dalam bentuk
SOAP dan menjadi dokumen rekam medik.

Pasal 13
Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
(1) Temuan Reaksi Obat Tidak Diharapkan (ROTD) dilakukan
manajemen efek samping oleh tim MESO Rumah Sakit.
(2) Instalasi Farmasi melaksanakan monitoring efek samping
obat dengan menyebarkan form monitoring efek samping
obat ke seluruh ruang rawatan.
(3) Monitoring efek samping obat di RSUD Raden Mattaher
Jambi dilaksanakan khusus untuk pasien yang di rawat
inap dan rawat jalan.
(4) Obat yang diperioritaskan untuk dipantau efek sampingnya
adalah obat baru/obat yang baru masuk formularium
18
Rumah Sakit atau obat yang terbukti dalam literatur
menimbulkan efek samping serius.
(5) Pemantauan dan Pelaporan efek samping obat
dikoordinasikan oleh Tim MESO dan KFT (Tim Farmasi dan
Terapi).
(6) Petugas pelaksana pemantauan dan pelaporan efek samping
obat adalah dokter, perawat dan apoteker penanggungjawab.
(7) Laporan efek samping obat dikirimkan ke KFT untuk
dievaluasi.
(8) KFT melaporkan hasil evaluasi pemantauan efek samping
obat kepada Bidang Pelayanan dan menyebarluaskannya
keseluruh Kelompok Staf Medis Fungsional/Instalasi/Unit
Pelayanan di rumah sakit sebagai umpan balik/edukasi.
(9) Hasil evaluasi laporan efek samping obat dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan untuk mengeluarkan obat dari
formularium rumah sakit.

Pasal 14
Dispensing Sediaan Steril
(1) Pencampuran sediaan injeksi
a. Pencampuran sediaan injeksi didelegasikan /dilakukan
secara aseptis oleh perawat/bidan di ruang perawatan
yang telah terlatih dan memiliki sertifikat.
b. Pencampuran sediaan injeksi dilakukan pada clean area,
yakni:
- Jauh dari lalu lalang
- Tempat disudut dan tertutup
- Kemungkinan tidak banyak kuman/mikroba
- Terdapat/dekat dengan tempat mencuci tangan
c. Kepala Instalasi Farmasi bertanggung jawab terhadap
pencampuran sediaan injeksi dan didelegasikan kepada
Kepala Bidang Keperawatan.
d. Pendelegasian Pencampuran sediaan injeksi diketahui
oleh Direktur RSUD Raden Mattaher Jambi.
e. Pelatihan pencampuran obat suntik dilakukan oleh
Apoteker RSUD Raden Mattaher Jambi dan sertifikat
diterbitkan oleh Direktur RSUD Raden Mattaher Jambi.
(2) Penyiapan Nutrisi Parenteral
Instalasi Farmasi belum melakukan penyiapan nutrisi
parenteral.
(3) Penanganan Sediaan Sitostatik
a. Pencampuran sediaan sitostatika di RSUD Raden
Mattaher Jambi dilakukan oleh petugas Instalasi
Farmasi yang telah dilatih dan memiliki sertifikat.
b. Petugas pencampuran sediaan sitostatika dilakukan
pemeriksaan lengkap laboraturium secara berkala tiap
6 (enam) bulan sekali dan di rolling setiap 2 (dua)
tahun.

Pasal 15
Evaluasi Penggunaan Obat
Apoteker mengevaluasi pengggunaan Obat secara kualitatif dan
kuantitatif.

19
BAB IV
SUMBER DAYA KEFARMASIAN

(1) Jenis Pelayanan yang dilakukan di Instalasi Farmasi RSUD


Raden Mattaher Jambi:
a. Pelayanan gudang farmasi
b. Pelayanan depo farmasi IGD (Instalasi Gawat Darurat)
(24 jam)
c. Pelayanan depo farmasi rawat inap (Jam 07.30 – 20.00
Wib )
d. Pelayanan depo farmasi rawat icu
e. Pelayanan depo farmasi rawat jalan
f. Pelayanan depo farmasi sitostatika
g. Pelayanan depo farmasi cathlab
h. Penyimpanan dan Pendistribusian yang melayani
permintaan kebutuhan obat dan bahan medis habis
pakai dari unit-unit pelayanan.
(2) Rumah Sakit membentuk Komite Farmasi dan Terapi (TFT)
yang merupakan unit kerja dalam memberikan rekomendasi
kepada pimpinan Rumah Sakit mengenai kebijakan
penggunaan Obat di Rumah Sakit yang diketuai oleh dokter
dan sekretarisnya adalah Apoteker.
(3) Komite Farmasi dan Terapi (KFT) menyusun Formularium
Rumah Sakit (mengacu kepada Formularium Nasional,
mengutamakan obat generik dan berdasarkan evaluasi
persediaan/logistik) yang merupakan pedoman bagi para
dokter didalam memberikan pelayanan obat kepada pasien
dan sebagai dasar dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan
obat-obatan di RSUD Raden Mattaher Jambi.

BAB V
PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN
(1) Pengawasan mutu Pelayanan Kefarmasian antara lain :
a. Pemberi pelayananan farmasi sesuai kelas rumah sakit
b. Fasilitas dan peralatan pelayanan farmasi sesuai kelas
rumah sakit
c. Ketersediaan formularium tersedia dan updated paling
lama 3 tahun
d. Waktu tunggu pelayanan kefarmasian depo farmasi
rawat jalan :
- Obat jadi ≤ 30 menit
- Racikan ≤ 60 menit
e. Waktu tunggu pelayanan kefarmasian untuk pasien
pulang pada depo farmasi rawat inap :
- Obat jadi ≤ 30 menit
- Racikan ≤ 60 menit
f. Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat 100%
g. Kepuasan pelanggan ≥ 80%
h. Penulisan resep sesuai Formularium 100%
1. Laporan mutu pelayanan kefarmasian tiap 1 (Satu)
bulan dilaporkan kepada manajemen Rumah Sakit.
2. Melalui pengendalian mutu diharapkan dapat terbentuk
proses peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian yang
berkesinambungan.
3. Kepala Instalasi Farmasi melaksanakan dan
20
bertanggungjawab atas usaha peningkatan mutu
pelayanan kefarmasian (memperhatikan laporan setiap
unit layanan atau indikator SPM pelayanan Farmasi) di
RSUD Raden Mattaher Jambi.
4. Kepala Instalasi Farmasi melakukan kegiatan supervisi ke
ruang pelayanan farmasi dan ruang perawatan secara
berkala.
5. Kegiatan supervisi ke ruang pelayanan dan perawatan
dilakukan oleh apoteker klinis dan beberapa orang
tenaga teknis kefarmasian secara berkala.
6. Koordinator pelayanan, Farmasi Klinik, logistik melakukan
pencatatan laporan atas pelaksanaan pengelolaan
perbekalan farmasi, kegiatan farmasi klinik dan
kegiatan logistik dalam periode waktu tertentu (bulanan
dan pertahun) dan dilaporkan kepada Kepala Instalasi
Farmasi.
7. Tenaga kesehatan yang berwenang memberikan obat di
RSUD Raden Mattaher Jambi adalah Apoteker, Tenaga
Teknis Kefarmasian, Asisten Apoteker, Dokter, Dokter
Gigi, Perawat dan Bidan yang mempunyai Surat Tanda
Registrasi dan Surat Izin Praktek.
8. Program orientasi pegawai baru di Instalasi Farmasi
RSUD Raden Mattaher Jambi mengacu pada program
yang telah ditetapkan DIREKTUR di RSUD Raden
Mattaher Jambi.
9. Program pengembangan staf Instalasi Farmasi
dilakukan dalam rangka meningkatkan kompetensi dan
profesionalitas SDM Instalasi Farmasi serta
menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kefarmasian, untuk mewujudkan pelayanan
kefarmasian yang bermutu.
10. Review atas program mutu pelayanan kefarmasian
bertujuan untuk meningkatkan mutu layanan
kefarmasian dan dilaksanakan secara teratur dan
berkesinambungan (minimal 1 tahun sekali) sesuai
perkembangan IPTEK, perkembangan pelayanan Rumah
Sakit, bertambahnya SDM Instalasi Farmasi dan kerena
berubahnya struktur organisasi Instalasi Farmasi.
11. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
kefarmasian maka diperlukan koordinasi dan
komunikasi secara utuh diseluruh unit pelaksana,
dalam bentuk rapat internal di Instalasi Farmasi, antara
lain:
a. Rapat rutin minimal satu kali perbulan
b. Rapat insidental

I. PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN


12. Pengawasan mutu Pelayanan Kefarmasian antara lain :
i. Pemberi pelayananan farmasi sesuai kelas rumah sakit
j. Fasilitas dan peralatan pelayanan farmasi sesuai kelas
rumah sakit
k. Ketersediaan formularium tersedia dan updated paling lama
3 tahun
l. Waktu tunggu pelayanan kefarmasian depo farmasi rawat
jalan :
21
- Obat jadi ≤ 30 menit
- Racikan ≤ 60 menit
m. Waktu tunggu pelayanan kefarmasian untuk pasien pulang
pada depo farmasi rawat inap :
- Obat jadi ≤ 30 menit
- Racikan ≤ 60 menit
n. Tidak adanya kejadian kesalahan pemberian obat 100%
o. Kepuasan pelanggan ≥ 80%
p. Penulisan resep sesuai Formularium 100%
13. Laporan mutu pelayanan kefarmasian tiap 1 (Satu) bulan
dilaporkan kepada manajemen Rumah Sakit.
14. Melalui pengendalian mutu diharapkan dapat terbentuk proses
peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian yang
berkesinambungan.
15. Kepala Instalasi Farmasi melaksanakan dan bertanggungjawab
atas usaha peningkatan mutu pelayanan kefarmasian
(memperhatikan laporan setiap unit layanan atau indikator SPM
pelayanan Farmasi) di RSUD Raden Mattaher Jambi.
16. Kepala Instalasi Farmasi melakukan kegiatan supervisi ke ruang
pelayanan farmasi dan ruang perawatan secara berkala.
17. Kegiatan supervisi ke ruang pelayanan dan perawatan
dilakukan oleh apoteker klinis dan beberapa orang tenaga
teknis kefarmasian secara berkala.
18. Koordinator pelayanan, Farmasi Klinik, logistik melakukan
pencatatan laporan atas pelaksanaan pengelolaan perbekalan
farmasi, kegiatan farmasi klinik dan kegiatan logistik dalam
periode waktu tertentu (bulanan dan pertahun) dan dilaporkan
kepada Kepala Instalasi Farmasi.
19. Tenaga kesehatan yang berwenang memberikan obat di RSUD
Raden Mattaher Jambi adalah Apoteker, Tenaga Teknis
Kefarmasian, Asisten Apoteker, Dokter, Dokter Gigi, Perawat
dan Bidan yang mempunyai Surat Tanda Registrasi dan Surat
Izin Praktek.
20. Program orientasi pegawai baru di Instalasi Farmasi RSUD
Raden Mattaher Jambi mengacu pada program yang telah
ditetapkan DIREKTUR di RSUD Raden Mattaher Jambi.
21. Program pengembangan staf Instalasi Farmasi dilakukan dalam
rangka meningkatkan kompetensi dan profesionalitas SDM
Instalasi Farmasi serta menyesuaikan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kefarmasian, untuk mewujudkan
pelayanan kefarmasian yang bermutu.
22. Review atas program mutu pelayanan kefarmasian bertujuan
untuk meningkatkan mutu layanan kefarmasian dan
dilaksanakan secara teratur dan berkesinambungan (minimal 1
tahun sekali) sesuai perkembangan IPTEK, perkembangan
pelayanan Rumah Sakit, bertambahnya SDM Instalasi Farmasi
dan kerena berubahnya struktur organisasi Instalasi Farmasi.
23. Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
maka diperlukan koordinasi dan komunikasi secara utuh
diseluruh unit pelaksana, dalam bentuk rapat internal di
Instalasi Farmasi, antara lain:
c. Rapat rutin minimal satu kali perbulan
d. Rapat insidental

II. MANAJEMEN RISIKO PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI ALAT


KESEHATAN DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI

22
1. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD/Kejadian Sentinel)
terkait dengan Pelayanan Kefarmasian, petugas yang
menemukan/terlibat langsung dengan kejadian tersebut atau
atasan langsungnya wajib segera melaporkan atau
ditindaklanjuti (dicegah/ditangani) untuk mengurangi
dampak/akibat yang tidak diharapkan.
2. Setiap insiden keselamatan pasien dilaporkan ke Komite Mutu
Keselamatan dan Kinerja Rumah Sakit Umum Raden Mattaher
Jambi dalam waktu 2x24 jam.
3. Pelaporan dilakukan dengan mengisi “Formulir Laporan Insiden”
yang bersifat rahasia.
4. Kejadian Potensial cedera segera dilaporkan ke koordinator depo
untuk segera dilakukan penyelesaian dan dilaporkan secara
periodik setiap semester ke Komite Mutu Keselamatan dan
Kinerja Rumah Sakit Umum Raden Mattaher Jambi.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Peraturan Pimpinan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan


ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam
penetapannya maka akan ditinjau dan diperbaiki sebagaimana mestinya

Ditetapkan di Jambi
Pada tanggal 04 November 2022

Direktur
RSUD Raden Mattaher Jambi

Dr. dr. Herlambang, Sp.OG-KFM


Pembina TK I / IV b
NIP. 19690118 200012 1 001

23

Anda mungkin juga menyukai