PELAYANAN KEFARMASIAN
DAN PENGGUNAAN OBAT
RSUD SALABANGKAPAKU
Jln. Poros Desa Lakombulo
E-mail : rsudsalabangkapaku17@gmail.com ii
PEMERINTAH KABUPATEN MOROWALI
RSUD SALABANGKAPAKU
Alamat Jalan Poros Desa Lakombulo Kecamatan Bungku Selatan Kabupaten Morowali
Kode Pos 94674, e-mail : rsudsalabangkapaku17@gmail.com
KEPUTUSAN DIREKTUR
RSUD SALABANGKAPAKU KABUPATEN MOROWALI
NOMOR : 188.4/ /SK/RSSP/2023
TENTANG
iii
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang
Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran
Negara republik Indonesia Nomor 6573);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5044);
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 899 / MENKES /PER/V/2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga
Kefarmasian;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 58 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun
2016 tentang Standar pelayanan kefarmasian Di
Rumah Sakit (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2017 Nomor 49);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 14 Tahun 2021 tentang Standar Kegiatan
Usaha dan Produk pada penyelenggaraan
perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor
Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2021 Nomor 316);
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2021 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian Di Klinik (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2021 Nomor 1376);
11. Keputusan Bupati Nomor
821.23/199/RHS/BKPSDMD/2019 tentang
Pengangkatan Aparatur Sipil Negara Dalam
Jabatan Administrator Lingkup Pemerintah
Kabupaten Morowali.
MEMUTUSKAN :
iv
DAFTAR ISI
v
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan
menyebutkan bahwa praktik kefarmasian meliputi produksi, termasuk
pengendalian mutu, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian,
penelitian dan pengembangan Sediaan Farmasi, serta pengelolaan dan
pelayanan kefarmasian harus dilakukan oleh tenaga kefarmasian
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan kewenangan pada peraturan perundang-
undangan, Pelayanan Kefarmasian telah mengalami perubahan yang
semula hanya berfokus kepada pengelolaan Obat (drug oriented)
berkembang menjadi pelayanan komprehensif meliputi pelayanan
obat dan pelayanan farmasi klinik yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Peraturan Pemerintah Nomor 51
Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan bahwa
Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian
mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan
pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan
obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional. Pekerjaan kefarmasian tersebut
harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu. Peran apoteker dituntut untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku agar dapat melaksanakan
interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain
adalah pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien yang
membutuhkan.
Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan
terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses
pelayanan dan mengidentifikasi, mencegah, serta mengatasi masalah
terkait obat (drug related problems), masalah farmakoekonomi, dan
1
farmasi sosial (socio pharmacoeconomics). Untuk menghindari hal
tersebut, apoteker harus menjalankan praktik sesuai standar
pelayanan. Apoteker juga harus mampu berkomunikasi dengan tenaga
kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung
penggunaan obat yang rasional. Dalam melakukan praktik tersebut,
apoteker juga dituntut untuk melakukan pemonitoran penggunaan
obat, melakukan evaluasi serta mendokumentasikan segala aktivitas
kegiatannya. Untuk melaksanakan semua kegiatan itu, diperlukan
Standar Pelayanan Kefarmasian.
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
di bidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi Pelayanan
Kefarmasian dari pengelolaan obat sebagai komoditi kepada pelayanan
yang komprehensif (pharmaceutical care) dalam pengertian tidak saja
sebagai pengelola obat namun dalam pengertian yang lebih luas
mencakup pelaksanaan pemberian informasi untuk mendukung
penggunaan obat yang benar dan rasional, memonitor penggunaan
obat untuk mengetahui tujuan akhir, serta kemungkinan terjadinya
kesalahan pengobatan.
B. TUJUAN PEDOMAN
Tujuan disusunnya Pedoman Pelayanan di Instalasi Farmasi
adalah :
1) Umum :
Tersedianya pedoman pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi
klinik di Rumah Sakit.
2) Khusus :
1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam
keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai
dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia.
2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan
prosedur kefarmasian dan etik profesi.
2
3. Menjamin mutu, manfaat, keamanan, serta khasiat sediaan
farmasi dan alat kesehatan.
4. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian.
5. Melindungi pasien, masyarakat, dan karyawan dari penggunaan
Obat yang tidak rasional dalam rangka keselamatan pasien
(patient safety).
6. Menjamin sistem pelayanan kefarmasian dan penggunaan Obat
yang lebih aman (medication safety).
7. Menurunkan angka kesalahan penggunaan Obat.
D. BATASAN OPERASIONAL
1. Pedoman Pelayanan Kefarmasian adalah tolak ukur yang
dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian di instalasi
farmasi dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian.
2. Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
meningkatkan mutu kehidupan pasien.
3. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada
apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik untuk
menyediakan dan menyerahkan Obat bagi pasien sesuai peraturan
yang berlaku.
4. Sediaan Farmasi adalah Obat, bahan Obat, Obat tradisional dan
kosmetika.
3
5. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi
yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi untuk manusia.
6. Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau implan
yang tidak mengandung Obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat
orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau
membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
7. Bahan Medis Habis Pakai adalah alat kesehatan yang ditujukan
untuk penggunaan sekali pakai (single use) yang daftar produknya
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
8. Instalasi Farmasi adalah unit pelaksana fungsional yang
menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di
Rumah Sakit.
9. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker
dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.
10. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker
dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana
Farmasi, Ahli Madya Farmasi, dan Analis Farmasi.
E. Landasan Hukum
Landasan hukum Pedoman Pelayanan Kefarmasian RSUD
Salabangkapaku ialah :
1. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1997 tentang Psikotropika
2. Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika
3. Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Tenaga Kesehatan
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 tahun
2015 tentang Peredaran, penyimpanan, pemusnahan, pelaporan
narkotika, prikotropika dan prekursor farmasi.
4
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit
7. Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian.
5
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
PENDIDIKAN
NO JABATAN Kondisi JUMLAH
Standar
saat ini
Kepala
S1/S2 Farmasi + S1
Instalasi 1 Orang
1. Profesi Apoteker Apoteker
Farmasi
Apoteker S1/S2 Farmasi + S1 Sesuai
2. Fungsional Profesi Apoteker Apoteker Kebutuhan
Penanggung
S1/DIII Sesuai
Jawab Teknis S1/DIII Farmasi
3. Farmasi Kebutuhan
Kefarmasian
6
Tenaga
S1/DIII Sesuai
Teknis S1/DIII Farmasi
4. Farmasi Kebutuhan
Kefarmasian
S1
Tenaga S1 Sesuai
Administrasi/SMU
5. Administrasi Farmasi Kebutuhan
/sederajat
C. PENGATURAN JAGA
Pengaturan ketenagaan Instalasi Farmasi diatur berdasarkan
pengaturan jam dinas sesuai dengan pola sif.
1. Waktu kerja pelayanan instalasi farmasi 24 (dua puluh empat)
jam dalam 3 (tiga) sif.
2. Ketenagaan tiap sif terdiri dari :
a. Sif pagi : Apoteker, tenaga teknis kefarmasian dan tenaga
administrasi.
b. Sif siang : Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian
c. Sif malam : Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian
3. Pengaturan waktu kerja dapat dilakukan berjenjang sesuai
dengan kebutuhan.
4. Pengaturan waktu kerja di hari minggu/libur, tiap sif terdiri dari
Apoteker dan tenaga teknis kefarmasian.
7
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANG
Jendela
Loket Pintu
Keterangan :
Lemari Obat : :
8
B. STANDAR FASILITAS
Fasilitas bangunan, ruangan dan peralatan memenuhi ketentuan
sebagai berikut :
a. Lokasi menyatu dengan sistem pelayanan rumah sakit.
b. Luas yang cukup untuk penyelenggaraan asuhan kefarmasian di
rumah sakit.
c. Dipisahkan antara fasilitas untuk penyelenggaraan manajemen,
pelayanan langsung pada pasien, dispensing serta ada penanganan
limbah.
d. Memenuhi persyaratan ruang tentang suhu, pencahayaan,
kelembapan, tekanan dan keamanan baik dari pencuri maupun
binatang pengerat.
e. Ruang penyimpanan memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur,
sinar/cahaya, kelembapan, ventilasi dan sistem pemisahan untuk
menjamin mutu produk dan keamanan petugas.
f. Ruang pelayanan cukup untuk seluruh kegiatan pelayanan farmasi
rumah sakit dan terpisah antara ruang pelayanan pasien rawat
jalan, pelayanan pasien rawat inap dan pelayanan kebutuhan
ruangan.
g. Ada ruang khusus untuk apoteker yang akan memberikan
konsultasi kepada pasien dalam rangka meningkatkan pengetahuan
dan kepatuhan pasien.
h. Tersedia ruangan untuk menyimpan sumber informasi yang
dilengkapi dengan teknologi komunikasi dan sistem penanganan
informasi yang memadai untuk mempermudah pelayanan informasi
obat.
i. Ada ruangan khusus yang memadai dan aman untuk memelihara
dan menyimpan dokumen dalam rangka menjamin agar
penyampaian sesuai hukum, aturan, persyaratan dan teknik
manajemen yang baik.
9
C. PERALATAN
Fasilitas peralatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan terutama
untuk perlengkapan dispensing baik untuk sediaan steril, non steril,
maupun cair untuk obat luar dan dalam. Fasilitas peralatan untuk
dijamin sensitif pada pengukuran dan memenuhi persyaratan,
peneraan dan kalibrasi untuk peralatan tertentu setiap tahun. Peralatan
minimal yang harus tersedia :
a. Peralatan untuk penyimpanan, peracikan dan pembuatan obat non
steril.
b. Peralatan kantor untuk administrasi dan arsip.
c. Kepustakaan yang memadai untuk melaksanakan pelayanan
informasi obat.
d. Lemari penyimpanan khusus untuk narkotika dan psikotropika,
berkunci ganda, dengan kunci yang selalu dibawa oleh
apoteker/asisten apoteker penanggung jawab sif.
e. Lemari pendingin untuk perbekalan farmasi yang termolabil.
f. Penerangan, sarana air, ventilasi dan sistem pembuangan limbah
yang baik.
g. Pemadam kebakaran atau Alat Pemadam Api Ringan (APAR).
10
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
11
Tahapan proses penyusunan Formularium Rumah Sakit :
a. Membuat rekapitulasi usulan obat dari masing-masing
anggota komite medis berdasarkan standar terapi
b. Mengelompokkan usulan obat berdasarkan kelas terapi
c. Membahas usulan tersebut dalam rapat Komite Farmasi dan
Terapi
d. (KFT)
e. Membahas rancangan hasil pembahasan Komite Farmasi dan
Terapi (KFT) dengan anggota komite medis
f. Menetapkan daftar obat yang masuk ke dalam Formularium
Rumah Sakit
g. Menyusun kebijakan dan pedoman untuk implementasi
h. Melakukan edukasi mengenai Formularium Rumah Sakit kepada
staf dan melakukan monitoring.
Kriteria pemilihan Obat untuk masuk Formularium Rumah Sakit:
a. Mengutamakan penggunaan Obat generik
b. Memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk ratio) yang paling
menguntungkan penderita
c. Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas
d. Praktis dalam penyimpanan dan pengangkutan
e. Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
f. Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan
oleh pasien
g. Memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost ratio) yang tertinggi
berdasarkan biaya langsung dan tidak langsung.
h. Obat lain yang terbukti paling efektif secara ilmiah dan
aman (evidence based medicines) yang paling dibutuhkan untuk
pelayanan dengan harga yang terjangkau.
12
terkait dengan penambahan atau pengurangan Obat dalam
Formularium Rumah Sakit dengan mempertimbangkan indikasi
penggunaan, efektivitas, risiko, dan biaya.
2. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan
pola penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan :
a. Anggaran yang tersedia
b. Penetapan prioritas
c. Sisa persediaan
d. Data pemakaian periode yang lalu
e. Waktu tunggu pemesanan
f. Rencana pengembangan
3. Pengadaan
Untuk menjamin kualitas Pelayanan Kefarmasian maka
pengadaan Sediaan Farmasi harus melalui jalur resmi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
a. Bahan baku Obat harus disertai Sertifikat Analisa
b. Bahan berbahaya harus menyertakan Material Safety Data
Sheet (MSDS)
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
harus mempunyai Nomor Izin Edar
d. Expired date minimal 1 (satu) tahun kecuali untuk Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu
(vaksin, reagensia, dan lain-lain) dan obat fast moving.
13
Rumah Sakit harus memiliki mekanisme yang
mencegah kekosongan stok Obat yang secara normal tersedia di
Rumah Sakit dan mendapatkan Obat saat Instalasi Farmasi tutup.
Pengadaan dapat dilakukan melalui:
a. Pembelian
Untuk Rumah Sakit pemerintah pembelian Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus
sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang
berlaku.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah:
1) Kriteria Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai, yang meliputi kriteria umum dan kriteria mutu
Obat.
2) Persyaratan pemasok, harus memperhatikan hal-hal
sebagai berikut:
a) Akta pendirian perusahaan dan pengesahan dari
Kementerian Hukum dan HAM
b) Surat Izin Usaha Perusahaan ( SIUP )
c) NPWP
d) Izin PBF-PAK
e) Perjanjian kerjasama antara distributor dan prinsipal
serta rumah sakit
f) Nama dan Surat Izin Kerja Apoteker untuk Apoteker
penanggung jawab PBF
g) Alamat dan denah kantor PBF
h) Surat garansi jaminan keaslian produk yang
didistribusikan (dari prinsipal)
3) Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai.
4) Pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah dan
waktu.
14
b. Produksi Sediaan Farmasi
Kegiatan produksi yang dilakukan adalah mengemas
Sediaan Farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking.
c. Sumbangan/Dropping/Hibah
Instalasi Farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan
terhadap penerimaan dan penggunaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sumbangan/dropping/ hibah.
Seluruh kegiatan penerimaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai dengan cara
sumbangan/dropping/hibah harus terdokumentasi administrasi
yang lengkap dan jelas. Agar penyediaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dapat membantu
pelayanan kesehatan, maka jenis Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus sesuai dengan
kebutuhan pasien di Rumah Sakit. Instalasi Farmasi dapat
memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit untuk
mengembalikan/menolak sumbangan/dropping/hibah Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang
tidak bermanfaat bagi kepentingan pasien Rumah Sakit.
d. Kerjasama dengan pihak lain (rumah sakit lain, PBF dan apotek)
4. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian
jenis spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga
yang tertera dalam surat pesanan dengan kondisi fisik yang
diterima.
5. Penyimpanan
Setelah barang diterima di Instalasi Farmasi perlu dilakukan
penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan
harus dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan
kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi
15
persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban,
ventilasi, dan penggolongan jenis Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan,
dan Bahan Medis Habis Pakai. Komponen yang harus diperhatikan
antara lain :
a. Obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan
pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan
harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru. Wadah
sekurang- kurangnya memuat nama Obat, dosis dan tanggal
kadaluwarsa.
b. Elektrolit konsentrat tinggi tidak disimpan di unit perawatan
kecuali Instalasi Farmasi, IGD, dan HCU.
c. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit
perawatan pasien dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label
yang jelas dan pada area yang dibatasi ketat untuk mencegah
penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
d. Sediaan farmasi, alat kesehatan, bahan medis habis pakai
yang dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan
diidentifikasi.
e. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk
penyimpanan barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
Instalasi farmasi harus dapat memastikan bahwa obat disimpan
secara benar dan diinspeksi secara periodik.
Sediaan Farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
yang harus disimpan terpisah yaitu :
a. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api
dan diberi tanda khusus bahan berbahaya.
b. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat dan
diberi penandaan untuk menghindari kesalahan pengambilan
jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas medis kosong terpisah
dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas
medis di ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan.
16
Metode penyimpanan dapat berdasarkan bentuk sediaan, jenis
sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
dengan menerapkan prinsip FEFO (First Expired First Out) dan FIFO
(First In First Out) dan penempatan barang yang mirip/LASA (Look
Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi
penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan
pengambilan obat.
Rumah sakit menyediakan lokasi penyimpanan obat emergensi
untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus
mudah diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian.
Pengelolaan obat emergensi harus menjamin :
a. Jumlah dan jenis obat sesuai dengan daftar obat emergensi yang
telah ditetapkan
b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk
kebutuhan lain
c. Bila dipakai untuk keperluan emergenci harus segera
diganti
d. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa
e. Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain
6. Pendistribusian
Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka
menyalurkan/menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan dan
bahan medis habis pakai dari tempat penyimpanan sampai pada unit
pelayanan/pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis,
jumlah dan ketepatan waktu. Rumah sakit harus menentukan
sistem distribusi yang dapat menjamin terlaksananya pengawasan
dan pengendalian sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai di unit pelayanan.
Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara:
17
a. Sistem distribusi yang digunakan untuk pasien rawat jalan
adalah sistem resep perorangan.
b. Sistem kombinasi digunakan untuk pasien rawat inap yaitu
resep perorangan yang disiapkan dalam dosis harian atau dalam
unit dosis tunggal.
Sistem distribusi dirancang atas dasar kemudahan untuk
dijangkau oleh pasien dengan mempertimbangkan :
a. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada
b. Metode sentralisasi atau desentralisasi
18
izin edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada
Kepala BPOM.
Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
Pemusnahan dilakukan untuk sediaan farmasi, alat kesehatan
dam bahan medis habis pakai bila :
a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu
b. Telah kadaluwarsa
c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan
kesehatan atau kepentingan ilmu pengetahuan
d. Dicabut izin edarnya.
8. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem
pesanan atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini
bertujuan untuk menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan,
kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, kehilangan serta
pengembalian pesanan. Pengendalian persediaan dilakukan
menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau
elektronik. Kartu stok sekurang- kurangnya memuat nama obat,
nomor batch, tanggal kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah
pengeluaran dan sisa persediaan.
19
Cara mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan
dan bahan medis habis pakai adalah :
a. Melakukan evaluasi persediaan yang jarang digunakan (slow
moving).
b. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam
waktu tiga bulan berturut-turut (death stock).
c. Stok opname yang dilakukan secara periodik dan berkala.
9. Administrasi
Administrasi harus dilakukan secara tertib dan
berkesinambungan untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang
sudah berlalu.
Kegiatan administrasi terdiri dari :
a. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi
pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stok),
penyerahan (resep yang telah di tanda tangan pasien) dan
pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.
Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan
untuk kebutuhan manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang
dan laporan lainnya.
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, meliputi pelaporan narkotika, psikotropika
dan pelaporan lainnya.
Petunjuk teknis mengenai pencatatan dan pelaporan akan
diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.
Pencatatan dilakukan untuk :
1) Persyaratan Kementerian Kesehatan/BPOM
2) Dasar akreditasi Rumah Sakit
20
3) Dasar audit Rumah Sakit
4) Dokumentasi farmasi.
Pelaporan dilakukan sebagai :
1) Komunikasi antara level manajemen
2) Penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai
kegiatan di Instalasi Farmasi.
3) Laporan tahunan.
b. Administrasi Keuangan
Apabila instalasi Farmasi harus mengelola keuangan maka
perlu menyelenggarakan administrasi keuangan.
Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran,
pengendalian dan analisa biaya, pengumpulan informasi
keuangan, penyiapan laporan, penggunaan laporan yang
berkaitan dengan semua kegiatan pelayanan kefarmasian secara
rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan,
semesteran atau tahunan.
21
c. Tanggal penulisan Resep.
Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
a. Bentuk dan kekuatan sediaan
b. Stabilitas
c. Kompatibilitas (ketercampuran obat).
Pertimbangan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi dan dosis obat dan waktu penggunaan
b. Duplikasi dan/atau polifarmasi
c. Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat,
manifestasi klinis lain)
d. Kontra indikasi
e. Interaksi
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian
maka Apoteker harus menghubungi dokter penulis resep.
Pelayanan Resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan
ketersediaan, penyiapan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai termasuk peracikan Obat, pemeriksaan,
penyerahan disertai pemberian informasi. Pada setiap tahap alur
pelayanan resep dilakukan upaya pencegahan terjadinya kesalahan
pemberian obat (medication error).
22
b. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan Obat yang diberikan
oleh tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan
jika diperlukan
c. mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang
Tidak Dikehendaki (ROTD)
d. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi Obat
e. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam
menggunakan obat
f. Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan
g. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap
obat yang digunakan
h. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat
i. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat
j. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat
bantu kepatuhan minum obat (concordance aids).
k. Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa
sepengetahuan dokter.
l. Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan
pengobatan alternatif yang mungkin digunakan oleh pasien.
23
3. Rekonsiliasi obat
Rekonsiliasi Obat merupakan proses membandingkan instruksi
pengobatan dengan Obat yang telah didapat pasien. Rekonsiliasi
dilakukan untuk mencegah terjadinya kesalahan Obat (medication
error) seperti Obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis atau
interaksi Obat. Kesalahan Obat (medication error) rentan terjadi pada
pemindahan pasien dari satu Rumah Sakit ke Rumah Sakit lain,
antar ruang perawatan, serta pada pasien yang keluar dari Rumah
Sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.
Tujuan dilakukannya rekonsiliasi Obat adalah :
a. Memastikan informasi yang akurat tentang Obat yang
digunakan pasien
b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya
instruksi dokter
c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya
instruksi dokter
24
b. Komparasi
Petugas kesehatan membandingkan data Obat yang pernah,
sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan
adalah bilamana ditemukan ketidakcocokan/perbedaan diantara
data-data tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada
Obat yang hilang, berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada
penjelasan yang didokumentasikan pada rekam medik pasien.
c. Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan
ketidaksesuaian dokumentasi
Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter harus dihubungi
kurang dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan oleh Apoteker
adalah :
1) Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja
atau tidak disengaja
2) Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau
pengganti
4. Memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya
rekonsilliasi Obat.
5. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
6. Konseling
7. Visite
8. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
9. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
10. Evaluasi Penggunaan obat (EPO)
11. Dispensing sediaan steril
25
BAB V
DOKUMENTASI
DIREKTUR,
dr. AWALUDDIN
26
DAFTAR REFERENSI
27