Anda di halaman 1dari 119

ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA PADA IBU

D DENGAN RESIKO JATUH DI DESA PAYA BUJOK


TUNONG KECAMATAN LANGSA BARO
KOTA LANGSA

KARYA TULIS ILMIAH

OLEH

YOLANDA PUTRI SUPARDI


NIM. PO 0320218035

KEMENTERIAN KESEHATAN REBUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN ACEH
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN LANGSA
TAHUN 2021
ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA PADA IBU
D DENGAN RESIKO JATUH DI DESA PAYA BUJOK
TUNONG KECAMATAN LANGSA BARO
KOTA LANGSA

KARYA TULIS ILMIAH

Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan


Pendidikan Diploma III Keperawatan

YOLANDA PUTRI SUPARDI


NIM. PO 0320218035

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN ACEH
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN LANGSA
TAHUN 2021
PERNYATAAN

ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA PADA IBU D


DENGAN RESIKO JATUH DI DESA PAYA BUJOK
TUNONG KECAMATAN LANGSA BARO
KOTA LANGSA

KARYA TULIS ILMIAH

Dengan ini saya menyatakan dalam karya tulis ilmiah ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk menyelesaikan pendidikan keperawatan di suatu

perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan penulis secara tertulis mengacu pada

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Langsa, Juli 2021

( Yolanda Putri Supardi)

iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Riwayat Hidup

Nama : Yolanda Putri Supardi

Tempat/Tanggal Lahir : Langsa, 21 Januari 2000

Agama : Islam

Alamat : Dusun II Alue Saboh Lr. Keluarga Geudubang

Aceh

Anak Ke : 1 (Satu) dari 3 bersaudara

Nama Orang Tua

Ayah : Supardi

Ibu : Misliyanti

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 2004-2005 : TK Bhayangkari

2. Tahun 2005-2011 : SD Negeri 2 Karang Anyar Kota Langsa

3. Tahun 2011-2014 : SMP Negeri 2 Langsa

4. Tahun 2014-2017 : SMK Negeri 6 Langsa

iv
Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh
Program Studi Kepeawatan Langsa

Yolanda Putri Supardi


NIM. PO 0320218035

ASUHAN KEPERAWATAN LANJUT USIA PADA IBU D DENGAN


RESIKO JATUH DI DESA PAYA BUJOK TUNONG
KECAMATAN LANGSA BARO KOTA LANGSA

ABSTRAK

Angka kejadian jatuh pada lansia di Indonesia mencapai 14% (PERSI, 2012). Hal
ini menggambarkan presentasi angka pasien jatuh masuk kedalam lima besar
insiden medis. Tujuan dari penulisan ini untuk mendapatkan gambaran
pelaksanaan asuhan keperawatan lanjut usia pada Ibu D dengan resiko jatuh
secara langsung. Penulisan ini menggunakan desain studi kasus yang
mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada Ibu D dengan Resiko Jatuh di
Desa Paya Bujok Tunong Kecamatan Langsa Baro Kota Langsa yang penulis
lakukan selama 4 hari yang dimulai pada tanggal 20-23 Mei 2021. Adapun
diagnosa yang muncul pada Ibu D yaitu: Resiko Jatuh yang dibuktikan dengan
Kelemahan fisik/gangguan pada lutut dan pergelangan kaki Ibu D sehingga sulit
berjalan, pada saat dilakukan intervensi berjalan atau berdiri terlalu lama Ibu D
merasa cepat lelah. Perencanaan yang penulis lakukan dengan latihan fisik
keseimbangan, mengajarkan cara mencegah keletihan saat beraktivitas. Hasil
asuhan keperawatan menunjukkan suatu kemajuan pada keseimbangan dan
gerakan terkoordinasi dalam perilaku pencegahan jatuh. Penulis menyarankan
pada keluarga untuk memfasilitasi pegangan pada dinding-dinding rumah untuk
memudahkan lansia dengan resiko jatuh berjalan dengan mudah, dan bagi
pelayanan kesehatan agar tetap memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga.

Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Lanjut Usia, Resiko Jatuh.


Kepustakaan : 10 buku dan 9 jurnal

v
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan mengucapkan puji dan syukur mendalam penulis

panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan rahmat, hidayah, dan

inaiyah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan

judul : “Asuhan Keperawatan Lanjut Usia Pada Ibu D Dengan Resiko Jatuh Di

Desa Paya Bujok Tunong Kota Langsa” ini dapat diselesaikan dengan baik,

salam, dan shalawat semoga selalu tercurah pada baginda Rasulullah

Muhammad SAW, beserta para sahabatnya. Sebagai salah satu syarat

menyelesaikan program pendidikan D-III Keperawatan di Prodi Keperawatan

Langsa Poltekkes Kemenkes Aceh.

Selanjutnya dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini penulis juga

mendapat banyak dukungan dari semua pihak, untuk itu penulis mengucapkan

banyak terima kasih kepada :

1. T. Iskandar Faisal, S.Kp, M.Kes, selaku Direktur Politeknik Kesehatan

Kemenkes Aceh.

2. Dr. Ns. Dewi Marianthi, S.Kp.,M.Kep.,Sp.Mat, selaku Ketua Jurusan

Keperawatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh.

3. Kasad, SKM, M.Kes, selaku Ketua Program Studi Keperawatan Langsa

Politeknik Kesehatan Kemenkes Aceh sekaligus sebagai pembimbing

pendamping yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

vi
4. Ns. Muhammad Khairurrozi, M.Kes, selaku pembimbing utama yang

meluangkan waktu dan pikiran serta memberi arahan dalam menyelesaikan

Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Zakirullah, S.Kep.,M.Biomed, selaku penguji yang telah memberikan

masukan untuk mendidik penulis.

6. Seluruh Dosen dan Staf Prodi D-III Keperawatan Langsa yang telah

mendidik, membekali penulis dengan ilmu pengetahuan selama dalam masa

pendidikan.

7. Kedua Orang Tuaku, Ayahanda tercinta Supardi dan Ibunda tercinta

Misliyanti yang telah mengasuh dan membesarkan penulis serta senantiasa

memberikan doa dan dukungan.

8. Seluruh keluarga besar angkatan tahun 2018/2019 seperjuangan dengan

penulis yang dalam susah, senang, bersama dalam menimba ilmu di

Poltekkes Kemenkes Aceh Kota Langsa.

Akhirnya penulis menyadari bahwa dalam Karya Tulis Ilmiah ini akan

didapat banyak kekurangan, untuk itu penulis mengharapkan adanya kritikan

dan saran untuk kesempurnaan ilmu pengetahuan penulis, semoga ilmu yang

telah penulis peroleh selama menjalani pendidikan dapat bermanfaat khusunya

bagi penulis sendiri. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal

kepada kita semua serta mendapatkan kebahagiaan dan selalu dalam keridhaan-

Nya. Aamiin Ya Rabbal Alamin.

Langsa, Juli 2021

Penulis

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN. .................................................................................. i


LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN. .................................................................................. iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. iv
ABSTRAK ...............................................................................................................v
KATA PENGANTAR............................................................................................ vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ...................................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang ..............................................................................................1
B. Batasan Masalah............................................................................................6
C. Rumusan Masalah. ........................................................................................6
D. Tujuan ...........................................................................................................6
E. Manfaat. ........................................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................9
A. Konsep Dasar Resiko Jatuh...........................................................................9
1. Pengertian................................................................................................9
2. Anatomi Fisiologi. .................................................................................10
3. Etiologi...................................................................................................15
4. Patofisiologi ...........................................................................................17
5. Tanda dan Gejala....................................................................................18
6. Penatalaksanaan. ....................................................................................19
7. Komplikasi .............................................................................................20
8. Pencegahan.............................................................................................20
B. Konsep Dasar Lansia....................................................................................22
1. Pengertian Lansia ...................................................................................22
2. Batasan Batasan Lansia..........................................................................23
3. Teori Proses Menua................................................................................24
C. Konsep Keperawatan Gerontik. ...................................................................27
1. Pengertian Gerontik. ..............................................................................27
2. Tujuan Keperawatan Gerontik. ..............................................................28
3. Fokus Keperawatan Gerontik.................................................................28
4. Peran Keperawatan Gerontik. ................................................................29
D. Asuhan Keperawatan. ..................................................................................30
1. Pengkajian. .............................................................................................30

viii
2. Diagnosa.................................................................................................36
3. Intervensi................................................................................................36
4. Implementasi. .........................................................................................46
5. Evaluasi. .................................................................................................47
BAB III METODE PENULISAN ........................................................................48
A. Metode Penulisan. ........................................................................................48
B. Batasan Istilah ..............................................................................................48
C. Lokasi dan Waktu Penulisan........................................................................48
D. Teknik Pengumpulan Data...........................................................................48
E. Analisa Data. ................................................................................................49
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................51
A. Hasil .............................................................................................................51
1. Gambaran Lokasi Pengumpulan Data....................................................51
2. Asuhan Keperawatan Lansia..................................................................51
B. Pembahasan..................................................................................................71
1. Pengkajian ..............................................................................................71
2. Diagnosa Keperawatan...........................................................................76
3. Intervensi................................................................................................77
4. Implementasi ..........................................................................................78
5. Evaluasi ..................................................................................................83
BAB V PENUTUP..................................................................................................85
A. Kesimpulan ..................................................................................................85
B. Saran.............................................................................................................86
DAFTAR PUSTAKA

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sistem Muskuloskeletal......................................................................15


Gambar 2.2 Patofisiologi Resiko Jatuh..................................................................18

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Index Kemandirian Katz ........................................................................32


Tabel 2.2 Barthel Index..........................................................................................32
Tabel 2.3 Format Pengkajian Status Mental ..........................................................33
Tabel 2.4 Format Pengkajian Aspek Kognitif........................................................33
Tabel 2.5 Format Pengkajian Skala Depresi ..........................................................35
Tabel 4.1 Pengkajian MMSE .................................................................................57
Tabel 4.2 Pengkajian Fungsi Kognitif ...................................................................59
Tabel 4.3 Pengkajian Skala Depresi.......................................................................60
Tabel 4.4 Pengkajian Status Fungsional ................................................................61
Tabel 4.5 Analisa Data...........................................................................................62
Tabel 4.6 Intervensi Keperawatan..........................................................................63
Tabel 4.7 Implementasi Dan Evaluasi ...................................................................65

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Satuan Acara Peyuluhan (SAP)


Lampiran 2 : Lembar Konsultasi Pembimbing Utama
Lampiran 3 : Lembar Konsultasi Pembimbing Pendamping

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjadi tua (menua) adalah suatu keadaan yang terjadi

didalam kehidupan manusia. Proses menua merupakan proses

sepanjang hidup yang tidak hanya dimulai dari suatu waktu

tertentu, tetapi dimulai sejak permulaan kehidupan. Menjadi tua

merupakan proses alamiah yang berarti seseorang telah melalui

tahap-tahap kehidupannya, yaitu neonatus, toddler, pra sekolah,

sekolah, remaja, dewasa dan lansia. Tahap berbeda ini dimulai

baik secara biologis maupun psikologis (Padila, 2018).

Proses penuaan dalam perjalanan hidup manusia

merupakan suatu hal yang wajar, dan ini akan dialami oleh semua

orang yang diberikan umur panjang, hanya cepat dan lambatnya

proses tersebut bergantung pada masing-masing individu.

Perkembangan manusia dimulai dari masa bayi, anak, remaja,

dewasa, tua dan akhirnya akan masuk pada fase usia lanjut dengan

umur diatas 60 tahun (Khalid, 2012, dalam Rudy, A & Setyanto

BR, 2019).

Jatuh merupakan masalah fisik yang sering terjadi pada

lansia, dengan bertambahnya usia kondisi fisik, mental, dan fungsi

tubuh pun menurun. Jatuh dipengaruhi oleh beberapa faktor

diantaranya faktor intrinsik dimana terjadinya gangguan gaya

1
2

berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, langkah yang pendek-

pendek, kekakuan sendi, kaki tidak dapat menapak dengan kuat,

dan kelambanan dalam bergerak, sedangkan faktor ekstrinsik

diantaranya lantai yang licin dan tidak merata, tersandung oleh

benda-benda, kursi roda yang tidak terkunci, penglihatan kurang,

dan penerangan cahaya yang kurang terang cenderung gampang

terpeleset atau tersandung sehingga dapat memperbesar resiko

jatuh pada lansia (Nugroho, 2012, dalam Rudy, A & Setyanto, BR,

2019).

Jatuh menjadi salah satu penyebab kematian utama pada

lansia dan menempati urutan ke enam kematian pada lansia yang

berusia 75 tahun keatas (Beers & Berkow, 2013). Jatuh menempati

peringkat kedua penyebab mortalitas karena kecelakaan di seluruh

dunia (WHO, 2018). Prevalensi kejadian jatuh setiap tahunnya

pada lansia di Indonesia dikategorikan berdasarkan usia yaitu: usia

65 tahun keatas sebesar 30%, usia 80 tahun keatas sebesar 50%

(Mupangati, 2018). Di komunitas, sebanyak sepertiga dari lansia

yang usianya 65 tahun keatas mengalami jatuh satu kali setiap

tahunnya dan dari 40 lansia yang jatuh tersebut sekitar satu orang

lansia harus dirawat di rumah sakit (Sudoyo, dkk, 2015, dalam

Rasyiqah & Khairani, 2019).

Menurut WHO (2014), proporsi penduduk di atas 60 tahun

di dunia tahun 2000 sampai 2050 akan berlipat ganda dari sekitar
3

11% menjadi 22%, atau secara absolut meningkat dari 605 juta

menjadi 2 miliyar lansia. Nazam (2013) (dalam Ramlis Ravika,

2018) melakukan survei tentang kejadian pasien jatuh di Amerika

Serikat, dimana hasil survei tersebut menunjukkan 2,3-7% per1000

lansia mengalami jatuh dari tempat tidur setiap hari dan 29-48%

lansia mengalami luka ringan dan 7,5% dengan luka-luka serius.

Berdasarkan survei masyarakat di Amerika Serikat didapatkan

sekitar 30% lansia umur lebih dari 65 tahun jatuh setiap tahunnya.

Separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang. Insiden

jatuh di masyarakat Amerika Serikat pada umur lebih dari 65 tahun

dengan rata-rata jatuh 0,6 per orang, sekitar 1/3 lansia umur lebih

dari 65 tahun menderita jatuh setiap tahunnya dan sekitar 1/40

memerlukan perawatan dirumah sakit. Kejadian jatuh pada lansia

baik di institusi dan di rumah angka kejadiannya mencapai 50%

kejadian jatuh terjadi setiap tahunnya, dan 40% diantaranya

mengalami jatuh berulang. Kejadian jatuh pada lansia dipengaruhi

oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik (Kanne, dkk, 1994, dalam

Nugroho, 2012, dalam Rudy, A & Setyanto, BR, 2019).

Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI)

(dalam Ramlis Ravika, 2018). pada tahun 2012 melaporkan bahwa

angka kejadian pasien jatuh di Indonesia bulan Januari-September

2012 sebesar 14%, hal ini menggambarkan presentasi angka pasien

jatuh masuk kedalam lima besar insiden medis selain medicine


4

error. Insiden jatuh di Indonesia tercatat dari 115 penghuni

panti sebanyak 30 orang usia lanjut atau sekitar 43,47% mengalami

jatuh (Ashar P, dkk, 2016, dalam Deniro, dkk, 2017).

Usia harapan hidup berdasarkan data terbaru dari Badan

Pusat Statistik RI, angka harapan hidup masyarakat Indonesia pada

tahun 2019 adalah 73,3 tahun bagi wanita dan 69,4 tahun bagi pria.

Sedangkan untuk Provinsi Aceh, angka harapan hidup pada tahun

2019 mencapai 67,98 tahun bagi laki-laki dan 71,85 bagi

perempuan (Badan Pusat Statistik, 2019).

Menurut Badan Pusat Statistik mencatat bahwa pada tahun

2015 di Indonesia jumlah penduduk usia >60 tahun sebesar 8,49%

dan diprediksikan akan meningkat hingga 15,77% pada tahun 2035

(Badan Pusat Statistik, 2015, dalam Deniro, dkk, 2017).

Peningkatan jumlah lansia juga terjadi di negara Indonesia.

Persentase penduduk lansia tahun 2011, 2012 dan 2013 telah

mencapai 7% dari keseluruhan penduduk, dengan spesifikasi

13,4% berada di Yogyakarta, 10,4% berada di Jawa Timur, 10,34%

berada di Jawa tengah, dan 9,78% berada di Bali (Susenas, 2014,

dalam Ramlis Ravika, 2018).

Populasi lansia di Sumatera Barat mencapai angka 44.403

orang. Berdasarkan data pada tahun 2015 penduduk lansia di

kabupaten Padang Pariaman sebanyak 47.547 orang (BPS Padang

Pariaman, 2015, dalam Suryani Ulfa, 2018). Berdasarkan data dari


5

Profil Kependudukan Aceh tahun 2018, lansia di Aceh mencapai

3743.343 lansia. Sedangkan jumlah lansia di Kota Banda Aceh

sebanyak 11.903 lansia pada tahun 2017 (BPS Banda Aceh, 2018,

dalam Rasyiqah & Khairani, 2019).

Peran perawat dalam mengatasi masalah resiko jatuh yaitu

berperan sebagai promotif dengan melakukan promosi kesehatan

tentang resiko jatuh. Sebagai preventif yaitu dengan melakukan

pencegahan agar tidak terjadi resiko jatuh. Peran sebagai diagnosis

dan pengobatan dini yaitu perawat harus mengetahui tentang

diagnosa dan pencegahan dini terhadap resiko jatuh. Serta berperan

sebagai rehabilitasi yaitu pearawat harus dapat mencegah atau

mengatasi resiko jatuh agar tidak terjadi dan agar tidak

menimbulkan diagnosa baru (Sunaryo, dkk, 2016).

Di usia tua, terutama pada lansia yang usia nya mencapai

>65 tahun cenderung mengalami masalah kesehatan dengan resiko

jatuh diantaranya dikarenakan penurunan fungsi tubuh, seperti

kelemahan ekstremitas bawah, fungsi penglihatan yang sudah

berkurang dan tekanan darah yang tinggi (hipertensi). Berdasarkan

masalah tersebut, penulis tertarik untuk melakukan kajian dengan

judul “Asuhan Keperawatan Pada Bapak/Ibu Dengan Resiko Jatuh

di Desa Paya Bujok Tunong, Kota Langsa”.


6

B. Batasan Masalah

Masalah pada studi kasus ini di batasi pada Asuhan

Keperawatan Lanjut Usia Pada Ibu D Dengan Resiko Jatuh di Desa

Paya Bujok Tunong Kecamatan Langsa Baro.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada studi kasus ini adalah

bagaimanakah Asuhan Keperawatan Lanjut Usia Pada Ibu D

Dengan Resiko Jatuh di Desa Paya Bujok Tunong Kecamatan

Langsa Baro?

D. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum

Melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan

komprehensif meliputi aspek bio,psiko,sosial dengan

pendekatan proses keperawatan.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada Ibu D Dengan Resiko Jatuh Di

Desa Paya Bujok Tunong Kecamatan Kota Langsa.

b. Menegakkan diagnosa keperawatan pada Ibu D Dengan

Resiko Jatuh Di Desa Paya Bujok Tunong Kecamatan Kota

Langsa.

c. Membuat rencana perawatan pada Ibu D Dengan Resiko

Jatuh Di Desa Paya Bujok Tunong Kecamatan Kota

Langsa.
7

d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada Ibu D Dengan

Resiko Jatuh Di Desa Paya Bujok Tunong Kecamatan Kota

Langsa.

e. Melakukan evaluasi hasil asuhan keperawatan pada Ibu D

Dengan Resiko Jatuh Di Desa Paya Bujok Tunong

Kecamatan Kota Langsa.

E. Manfaat Penulisan

1. Manfaat Teoritis

Dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu

pengetahuan dan dapat dijadikan bahan penelitian lebih lanjut

sebagai dasar untuk peningkatan penerapan ilmu keperawatan

dengan resiko jatuh.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi institusi pendidikan

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menambah

masukan dan wawasan serta pengetahuan juga

menambah referensi, kepustakaan di dalam institusi

pendidikan.

b. Bagi pelayanan kesehatan

Manfaat praktis penulisan karya tulis ilmiah bagi

perawat yaitu sebagai bahan kajian dalam pemberian

Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Resiko Jatuh.

Selain itu, hasil karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat


8

membantu penelitian yang lain dalam mengatasi

masalah resiko jatuh.

c. Bagi Klien

Hasil penulisan ini diharapkan klien mampu memahami

dan mengetahui cara mengatasi masalah resiko jatuh.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Resiko Jatuh

1. Pengertian

Jatuh pada lanjut usia merupakan masalah yang sering terjadi.

Masalah tersebut disebabkan oleh multi-faktor, baik faktor ekstrinsik

maupun dari dalam diri lanjut usia. Penyebab yang berasal dari dalam

diri lanjut usia, misalnya gangguan gaya berjalan, kelemajan otot

ekstremitas bawah, kekakuan sendi, dan sinkop atau pusing. Faktror

ekstrinsik yang dapat berperan menyebabkan jatuh pada lanjut usia,

misalnya lantai yang licin dan tidak rata, tersandung benda,

penglihatan yang kurang karena cahaya yang kurang terang, dan

sebagainya. Memang tidak dapat dibantah, jika seseorang bertambah

tua, kemampuan fisik atau mentalnya pun perlahan, tapi pasti

menurun. Akibatnya, aktivitas hidupnya akan terpengaruh, yang pada

akhirnya akan dapat mengurangi ketegapan dan kesigapan seseorang

(Untari Ida, 2019).

Reuben (1996) dalam Buku Ajar Geriatri (Darmojo, 1999),

jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata

yang melihat kejadian, yang menyebabkan seseorang mendadak

terbaring, terduduk di lantai atau ditempat yang lebih rendah dengan

atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Untari Ida, 2019). Jatuh

adalah kejadian yang tidak disadari dimana seseorang jatuh dari tempat

9
10

yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah yang bisa disebabkan

oleh hilangnya kesadaran, stroke, atau kekuatan yang berlebihan

(Sabatini, dkk, 2015, dalam Deniro, dkk, 2017).

Menurut Wilkinson (2017), resiko jatuh adalah peningkatan

kerentanan terhadap jatuh yang dapat menyebabkan bahaya fisik.

Sedangkan menurut Tim Pokja SDKI PPNI (2020), resiko jatuh adalah

beresiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan kesehatan akibat

terjatuh.

2. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuluskeletal

Muskuloskeletal berasal dari bahasa muskulo (muscular) yang

berarti otot dan kata skeletal yang berarti rangka/tulang. Sistem

Muskuloskeletal merupakan suatu sistem yang dibentuk oleh tulang,

sendi otot (Mustikawati, 2017).

a. Tulang (Sistem Skeletal)

Tubuh manusia tersusun atas tulang-tulang dengan berbagai

bentuk dan jenisnya yang membentuk satu rangkaian menjadi

rangka. Fungsi umum rangka/tulang yaitu : Melindungi bentuk

pada tubuh, melindungi organ atau jaringan vital yang ada

didalamnya, menyanggah berat badan, tempat melekatnya otot

lurik atau otot rangka, membantu pergerakan. Adanya persendian

dan kerjasama dengan otot serta sistem saraf memungkinkan tulang

dapat bergerak, hemopoiesis dan menyimpan mineral, terutama

kalsium dan fosfat. Sekitar 99% kalsium dan 90% fosfor disimpan
11

dalam tulang dan gigi, sisanya beredar dalam pembuluh darah

manusia. Kalsium diperlukan otot untuk melakukan kontraksi.

Sedangkan fosfor diperlukan oleh asam nukleat, DNA

(deoxyribonucleic acid) dan RNA (ribonucleic acid) untuk

membentuk ATP (adenosin tripospat).

b. Tulang Aksial

Tulang aksial terdiri dari tulang-tulang yang membentuk

aksis tubuh yang berfungsi menyanggah dan melindungi organ

kepala, leher dan torso. Bagian dari tulang aksial yaitu tulang

tengkorak, tulang telinga dalam, tulang hiod. Tulang kolumna

vertebra berfungsi untuk : menyanggah berat tubuh seperti kepala,

bahu, dan dada, menyeimbangkan berat tubuh, menghubungkan

tubuh bagian atas dan bawah, memungkinkan manusia melakukan

berbagai macam posisi dan gerakan, misalnya berdiri, duduk atau

berlari. Tempat melekatnya otot, ligament dan tendon, melindungi

spinal cord dan persarafannya serta organ-organ internal tubuh,

menyimpan mineral dan memproduksi sel darah merah.

c. Tulang Appendikular

Tulang Appendikular terdiri atas rangka Appendikular

merupakan rangka yang menyusun alat gerak seperti bahu, tulang-

tulang tangan, telapak tangan, panggul, dan telapak kaki. Rangka

Appendikular tersusun atas : pektoral terdiri dari 2 klavikula dan 2

skapula yang mempunyai fungsi yang paling penting dalam


12

menunjang otot agar dapat menggerakan brachium dan lengan

bawah. Ekstremitas atas terdiri dari humerus, radius, ulna, karpal,

metacarpal dan falangus. Pelvik berfungsi untuk menyanggah berat

tubuh bersama dengan kolumna vertebra dan melindungi bagian

dalam rongga pelvis. Ekstremitas bawah terdiri atas femur, tibia,

fibula, patella, tarsal, metatarsal dan falangus.

d. Struktur Tulang

Tulang terdiri atas priosteum, tulang kompak, tulang

spongiosa dan sumsum tulang. Periosteum yaitu tulang diliput

dibagian luar oleh membran fibrus padat dinamakan periosteum

yang berperan memberi nutrisi ke tulang, pertumbuhan dan

reparasi tulang rusak. Selain sebagai tempat perlekatan tendon dan

ligament. Periosteum mengandung saraf, pembuluh darah dan

limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung

osteoblas yang merupakan sel pembentuk tulang.

Tulang kompak (compact bone), merupakan lapisan kedua

yang teksturnya halus dan sangat kuat. Tulang kompak memiliki

sedikit rongga dan lebih banyak mengandung kapur (kalsium fosfat

dan kalsium karbonat) sehingga tulang menjadi padat dan kuat.

Kandungan tulang dewasa manusia lebih banyak mengandung

kapur dibandingkan dengan anak-anak maupun bayi yang banyak

mengandung serat sehingga lebih lentur dan mudah patah. Tulang

kompak banyak ditemukan pada tulang tangan dan kaki.


13

Tulang spongiosa (spongy bone), merupakan lapisan ketiga

yang banyak berisi sumsum merah yang dapat memproduksi sel-sel

darah. Sumsum tulang merupakan lapisan yang paling dalam.

Bentuknya seperti cairan jelly yang kental. Sumsum tulang ini

dilindungi oleh tulang spongiosa. Berfungsi memproduksi sel-sel

darah dalam tubuh (Eritrosit, leukosit dan platelet).

e. Sistem Persendian

Tulang dalam tubuh dihubungkan satu sama lain dengan

sendi atau artikulasi yang memungkinkan berbagai macam

gerakan. Ada 3 macam sendi yaitu : Sendi sinartrosis merupakan

sendi yang tidak dapat digerakkan misalnya pada persambungan

tulang tengkorak. Sendi amfiartrosis, seperti sendi pada vertebrata

dan simfisis pubis yang memungkinkan gerakan terbatas. Sendi

diartrosis adalah sendi yang dapat digerakkan secara bebas. Pada

sendi yang dapat digerakkan, ujung persendian tulang ditutupi oleh

tulang rawan hialin yang halus. Persendian tulang tersebut

dikelilingi oleh selubung fibrus kuat kapsul sendi. Kapsul dilapisi

oleh membran, sinovium, yang mensekresi cairan pelumas dan

peredam getaran ke dalam kapsul sendi.

f. Sistem Otot Skelet

Kira-kira 40% tubuh adalah otot rangka dan 5-10% lainnya

adalah otot polos atau otot jantung. Otot dihubungkan oleh tendon

atau aponeurosis ke tulang, jaringan ikat atau kulit. Otot bervariasi


14

ukurandan bentuknya bergantung aktivitas yang dibutuhkan. Otot

tubuh tersusun oleh kelompok sel otot yang paralel (fasikuli) yang

terbungkus dalam jaringan fibrus dinamakan epimisium atau fasia.

g. Fisiologi Otot

Otot merupakan jaringan peka rangsang yang dapat

dirangsang secara kimia, listrik, dan mekanik untuk menimbulkan

suatu aksi potensial. Ada tiga jenis otot yaitu otot rangka, otot

jantung dan otot polos.

h. Mekanisme Kontraksi Otot Rangka

Salah satu karakteristik jaringan otot adalah kemampuan

untuk berkontraksi. Prinsip dasar terjadinya kontraksi adalah

adanya hubungan atau ikatan antara aktin dan myosin, melalui

proses pergeseran filament-filament tebal dan tipis. Pergeseran

selama kontraksi otot terjadi bila kepala myosin berikatan erat

dengan aktin. Terjadinya kontraksi dimulai karena adanya stimulus

yang menimbulkan implus dimotor neuron, dimana ujung-ujung

kson melepaskan asetilkolin dan menimbulkan potensial generator

pada “end plate”. Jika sudah mencapai ambang letup akan berubah

menjadi potensial aksi di serat otot dan menyebar ke seluruh serat

otot. Adanya potensial aksi ini menimbulkan reticulum

sarkoplasma melepaskan ion kalsium menjadi lebih tinggi.

Selanjutnya kalsium diikat oleh Troponin C dan

mengakibatkan ikatan troponin I dengan aktin menjadi terlepas,


15

sehingga tropomiosin bergeser dan “binding site” aktin menjadi

terbuka. Sementara itu di kepala myosin ATP (adenosin tripospat)

diaktifkan oleh enzim ATP ase menjadi ADP (adenosine

diphosphate) dan fosfat anorganik+energi. Energi yang dilepaskan

ini mengaktifkan kepala myosin untuk mengikat aktin. Terbukanya

celah tropomiosin membuka peluang untuk interaksi aktin-myosin.

Kepala myosin tetap terikat dengan aktin sampai sebuah molekul

ATP (adenosin tripospat) baru melekat kepadanya dan

melemahkan ikatan aktin dan myosin.

Gambar 2.1 Sistem Muskuloskeletal (Mustikawati, 2017)

3. Etiologi

Menurut Nugroho (2017), faktor-faktor yang meningkatkan

resiko jatuh ada dua, yaitu :

a. Faktor dari dalam diri lansia (instrinsik)

1) Gangguan jantung atau sirkulasi darah

2) Gangguan sistem susunan saraf


16

3) Gangguan sistem anggota gerak

4) Gangguan penglihatan dan pendengaran

5) Gangguan psikologis

6) Gangguan gaya berjalan

b. Faktor lingkungan sekitar lansia (ekstrinsik)

1) Cahaya ruangan yang kurang terang

2) Lingkungan yang asing bagi lanjut usia

3) Lantai yang licin

4) Obat-obatan yang diminum (diuretik, antidepresan, sedatif,

anti-psikotik, alkohol, dan obat hipoglikemik).

Jatuh sering membawa akibat lanjutan, misalnya timbul

perubahan pada persendian alat gerak tubuh, patah tulang, dan infeksi

kulit. Penyebab jatuh pada usia lanjuta biasanya merupakan gabungan

beberapa faktor/multifaktor, antara lain :

a. Kecelakaan (30-50%) :

1) Murni kecelakaan (misalnya, terpeleset, tersandung)

2) Gabungan (misalnya, lingkungan yang jelek) dan kelainan

akibat proses menua (misalnya, mata kurang awas atau kurang

jelas melihat).

3) Hipotensi ortostatik :

Hipovolemia (curah jantung rendah), disfungsi otonom, terlalu

lama berbaring, pengaruh obat hipotensi, nyeri kepala atau

vertigo
17

4) Obat-obatan :

Diuretik/antihipertensi, sedatif, antipsikotik, alkohol

5) Proses penyakit yang spesifik misalnya :

Kardiovaskuler, stroke, parkinson, serangan kejang, dan

penyakit sebelumnya, sinkop (kehilangan kesadran secara tiba-

tiba), misalnya : Drop attack (serangan roboh), Penurunan

aliran darah ke otak tiba-tiba, Terpapar lama sinar matahari

dan infark miokard.

4. Patofisiologi

Sistem muskuluskeletal merupakan faktor yang benar-benar

murni milik lansia yang berperan besar terhadap terjadinya jatuh.

Gangguan muskuluskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan dan

hal ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Gangguan

gaya berjalan yang terjadi akibat proses menua tersebut antara lain

disebabkan oleh kekakuan jaringan penyambung, berkurangnya masa

otot, penurunan visus atau lapang pandang. Semua itu menyebabkan

terjadinya penurunan range of motion (sendi), penurunan kekuatan

otot terutama ekstremitas, perpanjangan waktu reaksi, goyangan

badan.

Semua perubahan tersebut mengakibatkan kelambanan

bergerak, langkah yang pendek, penurunan irama, kaki tidak dapat

menapak dengan kuat, dan cenderung gampang goyah, susah atau


18

terlambat mengantisipas bila terjadi gangguan, seperti terpeleset,

tersandung, kejadian tiba-tiba sehingga mudah jatuh.

Kondisi fisik & Obat yang


neuropsikiatrik diminum

Penurunan visus & JATUH Alat bantu berjalan


pendengaran

Perubahan Lingkungan yang


neuromuskuluar, tidak mendukung
gaya berjalan, dan (berbahaya)
reflek postural akibat
proses menua

Gambar 2.2 Patofisiologi Resiko Jatuh (Nugroho Wahjudi, 2017)

5. Tanda dan Gejala

Menurut Nugroho (2017), tanda dan gejalanya yaitu :

a. Lantai yang licin dan tidak rata

b. Tersandung benda

c. Penglihatan yang kurang karena cahaya yang kurang terang

d. Gangguan gaya berjalan

e. Kelemahan otot ekstremitas bawah

f. Kekakuan sendi

g. Sinkop atau pusing (kehilangan kesadaran secara tiba-tiba)


19

6. Penatalaksanaan

Menurut Setyaarini & Herlina (2013) (dalam Fauziah, dkk,

2019), penatalaksanaan resiko jatuh merupakan rangkaian tindakan

yang dilakukan dalam penerapan pada langkah untuk mempertahankan

keselamatan pasien yang beresiko jatuh dengan melakukan pengkajian

melalui morse fall scale (MFS), MFS bertujuan untuk memberikan

keselamatan pasien, mencegah terjadinya pasien jatuh. Memasang

gelang identifikasi pasien resiko jatuh berwarna kuning pada

pergelangan pasien, tanda pencegahan jatuh (label segitiga

kuning/merah) dipapan tempat tidur, menuliskan di whiteboard pada

nurse statition, mengatur tinggi rendahnya tempat tidur sesuai dengan

prosedur pencegahan pasien jatuh, dan memastikan pagar pengaman

tempat tidur dengan keadaan terpasang.

Manajemen jatuh pada lansia memerlukan pendekatan

multisistem struktural yang mencakup spektrum kelemahan (frailty).

Dengan demikian, untuk mencegah atau mengurangi resiko kejadian

jatuh pada lansia membutuhkan kerja sama meliputi medis,

rehabilitasi, serta pendekatan modifikasi lingkungan (Longo, dkk,

2012, dalam Safitri Sartika, 2015). Penatlaksanaan jatuh pada lansia

yang dikeluarkan oleh American Geriatric Society, merekomendasikan

untuk menanyakan kepada seluruh lansia mengenai riwayat jatuh dan

kemungkinan terjadi ketidakstabilan atau gangguan dalam berjalan.

Pasien lansia dengan riwayat jatuh lebih dari satu kali dan menderita
20

satu atau lebih cedera karena jatuh, harus menjalani gait and stability

assessment. Hal penting lainnya yaitu anamnesis yang komprehensif

serta melakukan pemeriksaan fisik untuk mendeteksi adanya gangguan

pada sistem sensorik, sistem saraf, otak, kardiovaskuler, dan

muskuluskeletal yang dapat menjadi penyebab.

7. Komplikasi

Jatuh dapat mengakibatkan komplikasi dari yang paling ringan

berupa memar dan keseleo sampai dengan patah tulang bahkan

kematian. Oleh karena itu harus dicegah supaya jatuh tidak berulang-

ulang dengan cara identifikasi faktor resiko, penilaian keseimbangan

dan gaya berjalan, serta mengatur/mengatasi faktor situasional (Stanley

& Beare, 2012, dalam Ikhsan, dkk, 2020). Jatuh sering membawa

akibat lanjutan, misalnya timbul perubahan pada persendian alat gerak

tubuh, patah tulang, dan infeksi kulit (Nugroho, 2017).

8. Pencegahan

Menurut Rhosma Sofia (2014), ada beberapa cara yang dapat

digunakan untuk mencegah terjadinya jatuh pada lansia, diantaranya :

a. Program latihan

Berbagai penelitian menyebutkan bahwa latihan dapat menurunkan

resiko jatuh secara signifikan pada lansia. Latihan dapat membantu

memperbaiki kelemahan otot, gangguan keseimbangan dan

gangguan gaya berjalan pada lansia. Program latihan yang

dirancang untuk mencegah jatuh umumnya dilakukan dua hingga


21

tiga kali per minggu selama satu jam dan harus dilakukan dibawah

pengawasan terapis atau instruktur terlatih.

b. Modifikasi lingkungan

Modifikasi lingkungan juga merupakan salah satu cara satu strategi

untuk mengurangi jatuh. Modifikasi lingkungan bertujuan untuk

meningkatkan mobilitas dan keamanan lansia. Lansia dengan

fungsi kognitif yang utuh mampu melakukan modifikasi

lingkungan secara mandiri, sedangkan lansia dengan gangguan

kognitif umumnya memerlukan bantuan perawat atau terapis untuk

melakukan modifikasi lingkungan. Dalam tatanan institusional,

kemanan lingkungan merupakan poin penting dalam kebijakan

institusi. Kebijakan penting terkait keamanan lingkungan

umumnya mengatur tentang pencahayaan yang adekuat, handrail

disepanjang koridor dan kamar lansia, dan kondisi lantai yang

bersih dari percikan cairan.

c. Intervensi multifaktorial

Intervensi multifaktorial adalah intervensi yang menggabungkan

beberapa strategi pencegahan jatuh dalam satu program

terkoordiasi. Umumnya intervensi multifaktoral terdiri dari

beberapa level pengkajian resiko jatuh, diikuti dengan beberapa

strategi pencegahan yang telah dimodifikasi seperti olahraga,

edukasi, atau modifikasi lingkungan.


22

d. Intervensi institusional

Umumnya pada institusi perawatan lansia digunakan beberapa alat

pengkajian resiko jatuh, ada beberapa alat pengkajian yang

mengkaji resiko jatuh pada seorang lansia dan mengklasifikasikan

resiko jatuh tersebut dalam kategori ‘rendah’, ‘moderat’, dan

‘tinggi’ berdasarkan ada tidaknya faktor resiko jatuh seperti

gangguan kognitif, disfungsi mobilitas, inkontinensia, penyakit

akut/kronik, defisit sensori, efek pengobatan dan riwayat jatuh.

Ketika seorang lanisa teridentifikasi memiliki riwayat jatuh maka

inervensi yang diberikan difokuskan pada pencegahan cedera.

B. Konsep Dasar Lansia

1. Pengertian Lansia

Lansia atau menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak

hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak

permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang

berarti seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak,

dewasa, dan tua. Tiga tahap ini berbeda baik secara biologis, maupun

psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran,

misalnya kemunduran fisik, yang ditandai dengan kulit yang

mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong, pendengaran kurang

jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh

yang tidak proporsional (Nasrullah Dede, 2016).


23

Menurut WHO dan Undang-Undang No.13 tahun 1998 tentang

kesejahteraan lanjut usia pada pasal 1 ayat 2 yang menyebutkan bahwa

umur 60 tahun adalah usia permulaan tua. Menua bukanlah suatu

penyakit melainkan proses yang berangsur-angsur mengakibatkan

perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan

tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang

berakhir kematian (Padila, 2018).

2. Batasan-Batasan Lanjut Usia

Menurut Nasrullah Dede (2016), berikut adalah batasan-batasan lanjut

usia menurut WHO meliputi :

a) Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun

b) Lanjut usia (eldery) : 60-74 tahun

c) Lanjut usia (old) : 75-90 tahun

d) Usia sangat tua (very old) : diatas 90 tahun

Menurut Sumiati Ahmad Mohammad (2016) :

a) Masa Bayi : 0-1 tahun

b) Masa pra sekolah : 1-6 tahun

c) Masa sekolah : 6-10 tahun

d) Masa pubertas : 10-20 tahun

e) Masa dewasa : 20-40 tahun

f) Masa setengah umur (prasenium) : 40-65 tahun

g) Masa lanjut usia : 65 tahun ke atas


24

Menurut Jos Masdani (2016) :

a) Fase iuventus : 25-40 tahun

b) Fase verilitas : 40-50 tahun

c) Fase praesenium : 55-65 tahun

d) Fase senium : 65 tahun hingga tutup usia

Menurut Koesoemanto Setyonegoro (2016) :

a) Usia dewasa muda (elderly adulthood) : 18 atau 20-25 tahun

b) Usia deawasa penuh (middle years) : 25-60 atau 65 tahun

c) Lanjut usia (geriatric age) : >65 atau 70 tahun

3. Teori Proses Menua

a. Teori Biologi

1) Teori genetik clock

Teori ini menyatakan bahwa proses menua terjadi akibat

adanya program genetik di dalam nuklei. Jam ini berputar

dalam jangka waktu tertentu dan jika jam ini sudah habis

putarannya maka akan menyebabkan berhentinya proses

miosis. Hal ini ditunjukan oleh hasil penelitian, dari teori itu

ditunjukan dengan adanya teori membelah sel dalam kultur

dengan umur spesies mutasi somatic (teori errorcatastrophe).

Hal penting lainnya yang perlu diperhatikan dalam

menganalisis faktor penyebab terjadi proses menua adalah

faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi

somatik. Radiasi dan zat kimia dapat memperpendek umur


25

menurut teori ini terjadi mutasi progresif pada DNA sel

somatik akan menyebabkan terjadinya penurunan sel

fungsional tersebut.

2) Teori error

Menurut teori ini proses menua diakibatkan oleh penumpukan

berbagai macam kesalahan sepanjang kehidupan manusia

akibat kesalahan tersebut akan berakibat kerusakan

metabolisme yang dapat mengakibatkan kerusakan sel dan

fungsi sel secara perlahan.

3) Teori autoimun

Proses menua dapat terjadi akibat perubahan protein pasca

translasi yang dapat mengakibatkan kurangnya kemampuan

sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri (self recognition).

Jika mutasi somatik dapat menyebabkan terjadinya kelainan

pada permukaan sel maka hal ini akan mengakibatkan

menganggap sel mengalami perubahan tersebut sebagai sel

asing dan menghancurkannya. Hal ini dibuktikan dengan makin

bertambahnya prevalensi antibody pada lanjut usia. Dalam hal

lain sistem imun tubuh sendiri daya bertahannya mengalami

penurunan pada proses menua, daya serangnya terhadap

antigen menjadi menurun, sehingga sel-sel patologis meningkat

sesuai dengan meningkatnya umur.


26

4) Teori free radikal

Penuaan dapat terjadi akibat interaksi dari komponen radikal

bebas dalam tubuh manusia. Radikal bebas dapat berupa :

suproksida (02), radikal hidroksil, dan H2O2. Radikal bebas

sangat merusak karena sangat reaktif, sehingga dapat beraksi

dengan DNA, protein dan asam lemak tak jenuh. Makin tua

umur makin banyak terbentuk radikal bebas sehingga proses

perusakan terus terjadi, kerusakan organel sel makin banyak

akhirnya sel mati.

5) Teori kolagen

Kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel tubuh rusak.

Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan menyebabkan

kecepatan kerusakan jaringan dan melambatnya perbaikan sel

jaringan.

b. Teori Psikososial

1) Activity theory

Penuaan mengakibatkan penurunan jumlah kegiatan secara

langsung.

2) Continitas theory

Adanya suatu kepribadian berlanjut yang menyebabkan adanya

suatu pola perilaku yang meningkatkan stress.


27

3) Dissaggement theory

Putusnya hubungan dengan luar seperti dengan masyarakat,

hubungan dengan individu lain.

C. Konsep Keperawatan Gerontik

1. Pengertian Keperawatan Gerontik

Gerontik menurut Josaputra (1987) adalah ilmu yang

mempelajari, membahas, meneliti segala bidang masalah lanjut usia,

mulai dari kesehatan sampai dengan menyangkut sosial kesejahteraan,

pemukiman, lingkungan hidup, pendidikan dan perundang-undangan.

Keperawatan gerontik menurut Maryam dkk. (2008) adalah spesialis

keperawatan usia lanjut (orang berusia >60 tahun, baik yang

kondisinya sehat maupun sakit) yang dapat menjalankan perannya

pada tiap tatanan pelayanan, baik itu dirumah sakit, rumah, ataupun

panti, dengan berbekal pengetahuan, keahlian, dan keterampilan

keperawatan gerontik (mencakup biopsikososial dan spritual) guna

meningkatkan fungsi optimal para lansia secara komperehensif

(Ratnawati Emmelia, 2017).

Keperawatan gerontik adalah suatu bentuk pelayanan

profesional yang didasarkan ilmu dan kiat/teknik keperawatan

gerontik yang berbentuk bio, psiko, sosio, kultural dan spritual yang

komprehensif, ditujukan pada lanjut usia baik sehat maupun sakit pada

tingkat individu, keluarga, kelompok, dan komunitas/masyarakat

(Sunaryo, dkk, 2016).


28

2. Tujuan Keperawatan Gerontik

Menurut Sunaryo, dkk, (2016) tujuan perawatan lanjut usia dapat

diuraikan sebagai berikut:

a. Meningkatkan kemandirian dalam activity daily living (ADL)

dengan upaya promotif, preventif, dan rehabilitatif.

b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan dan kemampuan

lansia dalam melakukan tidakan pencegahan dan perawatan.

c. Membantu mempertahankan serta membesarkan daya hidup atau

semangat hidup klien lanjut usia.

d. Menolong dan merawat klien lansia yang menderita penyakit atau

mengalami gangguan tertentu (kronis maupun akut) sesuai dengan

kemampuan lansia.

e. Mempertahankan kebebasan yang maksimal dengan meningkatkan

kemandirian.

f. Membantu memahami individu terhadap usia lanjut.

g. Memotivasi masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

hidup lansia.

h. Merangsang para petugas kesehatan, khususnya perawat, untuk

dapat mengenal dan menegakkan diagnosis yang tepat dan dini

apabila mereka menjumpai suatu kelainan tertentu.

3. Fokus Asuhan Keperawatan Gerontik

Menurut Ratnawati Emmelia (2017), ada tiga fokus asuhan

keperawatan gerontik, yaitu:


29

a. Pencegahan primer

Melakukan pencegahan primer yaitu:

1) Imunisasi

2) Konseling, seperti berhenti merokok.

3) Dukungan nutrisi

4) Olahraga secara teratur

5) Keamanan baik didalam dan disekitar rumah

6) Manajemen dalam kondisi stress

7) Penggunaan medikasi yang tepat

b. Pencegahan sekunder

Kontrol hipertensi, deteksi sekaligus pengobatan kanker, skrining,

yaitu pemeriksaan mamogram, rectal, papsmear, gigi, mulut.

c. Pencegahan tersier

Mencegah berkembangnya gejala dengan memfasilitasi sarana

prasarana rehabilitasi dan membatasi ketidakmampuan akibat

kondisi kronis. Misalnya kondisi kronis osteoporosis atau

inkontinensia urin. Mendukung usaha agar mempertahankan

kemampuan untuk berfungsi.

4. Peran Keperawatan Gerontik

Dalam asuhan keperawatan gerontik, peran perawat terbagi

dalam dua macam, yakni peran secara umum dan spesialis. Peran

secara umum dilakukan dalam berbagai wilayah tugas seperti rumah

sakit, rumah, panti jompo (nursing home), komunitas, serta


30

menyediakan perawatan kepada individu dan keluarganya (Hess, dkk,

2015). Selain di berbagai macam bentuk pelayanan, perawat gerontik

juga dapat bekerja sama dengan para ahli untuk perawatan klien dari

perencanaan sampai evaluasi. Sementara itu, peran spesialis secara

umum terbagi dalam dua macam, yaitu perawat gerontik

klinis/gerontological clinical nurse specialist (CNS) dan perawat

gerontik pelaksana/geriatric nurse practitioner (GNP) (Ratnawati

Emmelia, 2017).

D. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas Klien

1) Nama :

2) Umur :

3) Jenis Kelamin :

4) Suku :

5) Agama :

6) Pendidikan :

7) Status Perkawinan :

8) Tanggal Pengkajian :

9) Alamat :

b. Status Kesehatan Saat Ini

c. Riwayat Kesehatan Dahulu

d. Riwayat Kesehatan Keluarga


31

e. Pemeriksaan Tanda-tanda Vital

1) Tekanan darah :

2) Nadi :

3) Suhu :

4) Respirasi :

5) Berat badan :

f. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum :

2) Kepala, wajah, mata, leher :

3) Sistem pernapasan :

4) Sistem kardiovaskuler :

5) Sistem urinaria :

6) Sistem muskuluskeletal :

7) Sistem syaraf (Nervus I-XII) :

8) Sistem endokrin :

9) Sistem reproduksi :

10) Sistem integumen :

g. Pengkajian Psikososial & Spritual

1) Psikososial

2) Spritual
32

h. Pengkajian Status Fungsional Klien

Tabel 2.1 Index Kemandirian Katz

No. Kegiatan Mandiri Bantuan Bantuan


Sebagian Penuh
1. Mandi A
2. Berpakaian A
3. Ke Kamar Kecil A
4. Berpindah Tempat A
5. BAK/BAB A
6. Makan/Minum A

Tabel 2.2 Barthel Index

No. Kegiatan Dengan Mandiri


Bantuan
1. Makan/Minum 0 10
2. Berpindah dari kursi roda ke 0 15
tempat tidur/sebaliknya
3. Kebersihan diri (cuci muka, gosok 0 5
gigi, menyisir rambut)
4 Keluara masuk kamar mandi 0 10
(menyeka tubuh, menyiram,
mencuci baju)
5. Mandi 0 15
6. Jalan-jalan di permukaan datar 0 5
7. Naik turun tangga 0 10
8. Memakai baju 0 10
9. Kontrol BAK 0 10
10. Kontrol BAB 0 10
Jumlah 0 100
Keterangan
Jumlah skor 100 : mandiri
Jumlah skor 50-95 : ketergantungan sebagian
Jumlah skor kurang dari 45 : ketergantungan total
33

i. Pengkajian Fungsi Kognitif

Tabel 2.3 Short Portable Mental Status Questioner (SPSMQ)

Benar Salah No. Pertanyaan


1. Tanggal berapa hari ini?
2. Hari apa sekarang?
3. Apa nama tempat ini?
4. Dimana alamat anda?
5. Berapa umur anda?
6. Kapan anda lahir?
7. Siapa presiden Indonesia sekarang?
8. Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
9. Siapa nama ibu anda?
10. Kurangi 3 dari 20 & tetap pengurangan 3
dari setiap angka baru, semua secara
berurutan
10 Jumlah
Total Skor: Hasil :
Salah 0-3 : fungsi intelektual utuh
Salah 4-5 : kerusakan intelektual ringan
Salah 6-8 : kerusakan intelektual sedang
Salah 9-10 : kerusakan intelektual berat
j. Pengkajian MMSE

Tabel 2.4 Aspek Kognitif Dari Fungsi Mental

No. Aspek Nilai Nilai Kriteria


Kognitif Mhs Klien
1. Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan
benar ; Tahun, Musim,
Tanggal, Hari, Bulan
2. Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan
benar; Negara ….
Propinsi ….. Kota …..
3. Registrasi 5 5 Pemeriksa mengatakan
nama 3 objek selama 1
detik kemudian klien
mengulang nama objek
tersebut
4. Perhatian & 5 5 Minta klien untuk
Kalkulasi memulai dari angka 100
kemudian dikurangi 7
34

sampai 5 tahap
5. Mengingat 5 5 Minta klien untuk
menyebutkan atau
mengulang ketiga objek
pada no.2
6. Bahasa 9 9 - Tunjukkan pada klien
suatu benda (2 objek)
tanyakan namanya!
- Minta klien untuk
mengulang kata berikut:
R Tak ada jika R Dan
atau R Tetapi (bila benar
nilai 1)
- Minta klien untuk
mengikuti perintah
berikut: Ambil kertas di
tangan anda. Lipat dua
taruh di lantai.
- Perintahkan pada klien
untuk hal berikut (bila
aktifitas sesuai perintah
nilai 1): Tutup mata
anda. Perintahkan pada
klien menilai satu
kalimat dan menyalin
gambar:
Total Nilai
Interprestasi hasil
Nilai lebih dari 25 : aspek kognitif dan fungsi mental baik
Nilai 8-22 : kerusakan aspek fungsi mental ringan
Nilai kurang dari 17 : Terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat
35

k. Geriatric Depression Scale (Skala Depresi)

Tabel 2.5 Pengkajian Skala Depresi

No. PERTANYAAN YA TIDAK


1. Apakah anda sebenarnya puas
dengan kehidupan anda?
2. Apakah anda telah meninggalkan
banyak kegiatan dan
minat/kesenangan anda?
3. Apakah anda merasa kehidupan
anda ksosong?
4 Apakah anda merasa bosan?
5. Apakah anda mempunyai
semangat yang baik setiap saat?
6. Apakah anda takut sesuatu yang
buruk akan terjadi pada anda?
7. Apakah anda merasa bahagia
untuk sebagian besar hidup anda?
8. Apakah anda sering merasa tidak
berdaya?
9. Apakah anda lebih sering dirumah
daripada pergi keluar dan
mengerjakan sesuatu hal yang
baru?
10. Apakah anda merasa mempunyai
banyak masalah dengan daya
ingat anda dibandingkan
kebanyakan orang?
11. Apakah anda pikir bahwa
kehidupan anda sekarang
menyenangkan?
12. Apakah anda merasa berharga
seperti perasaan anda saat ini?
13. Apakah anda merasa penuh
semangat?
14. Apakah anda merasa bahwa
keadaan anda tidak ada harapan?
15. Apakah anda pikir bahwa orang
lain, lebih baik keadaannya dari
pada anda?
Jumlah
36

Keterangan : Setiap jawaban yang sesuai mempunyai skor 1 (satu)

Skor 5-9 : Kemungkinan Depresi

Skor 10 atau lebih : Depresi

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan sebuah label singkat yang

menggambarkan kondisi pasien yang diobservasi dalam praktik.

Resiko jatuh merupakan peningkatan kerentanan terhadap jatuh yang

dapat menyebabkan bahaya fisik (Wilkinson, 2017). Adapun diagnosa

keperawatan lansia dengan resiko jatuh menurut Wilkinson, (2017)

adalah:

a. Resiko jatuh

b. Resiko cedera

c. Resiko trauma

3. Perencanaan Keperawatan

Menurut Padila (2018), intervensi keperawatan adalah suatu

perencanaan keperawatan yang dibutuhkan untuk mencegah,

menurunkan, dan mengurangi masalah-masalah klien. Adapun

perencanaan keperawatan untuk diagnosa resiko jatuh menurut

Wilkinson (2017), adalah :

a. Resiko Jatuh

1) Tujuan/Kriteria hasil :

Resiko jatuh akan menurun atau terbatas, yang dibuktikan oleh

keseimbangan, gerakan terkoordinasi, pencegahan jatuh, dan


37

pengetahuan pencegahan jatuh. Memperlihatkan kejadian jatuh,

yang dibuktikan oleh indikator berikut : sebutkan 1-5 : 10 dan

lebih, 7-9,4-6,1-3, dan tidak ada (dalam periode tertentu) :

Frekuensi jatuh ketika berdiri tegak. Frekuensi jatuh ketika

berjalan. Frekuensi jatuh ketika duduk. Frekuensi jatuh ketika

berpindah tempat. Frekuensi jatuh dari tempat tidur. Frekuensi

jatuh saat menaiki anak tangga. Frekuensi jatuh saat menuruni

anak tangga.

2) Intervensi NIC

Peningkatan mekanika tubuh : memfasilitasi penggunaan postur

dan pergerakan dalam aktifitas sehari-hari untuk mencegah

keletihan dan ketegangan atau cedera muskuloskeletal.

Manajemen lingkungan keamanan : memantau dan

memanipulasi lingkungan fisik untuk memfasilitasi keamanan.

Promosi latihan fisik kekuatan : memfasilitasi latihan otot

resistif teratur untuk mempertahankan atau meningkatkan

kekuatan otot. Promosi latihan fisik peregangan : memfasilitasi

latihan otot menahan, meregangkan, melambatkan sistematis

untuk memicu relaksasi, guna mempersiapkan otot/sendi ke

latihan yang lebih berat, atau untuk meningkatkan atau

mempertahankan fleksibilitas tubuh, Manajemen delirium :

manajemen lingkungan yang aman dan terapeutik untuk pasien

yang mengalami konfusi akut. Terapi latihan fisik ambulasi :


38

meningkatkan dan membantu berjalan untuk mempertahankan

atau mengembalikan fungsi tubuh otonom dan volunter selama

penanganan dan penyembuhan dari sakit atau cedera.

Pencegahan jatuh : menerapkan tindakan kewaspadaan khusus

bersama pasien yang memiliki resiko mengalami cedera akibat

jatuh. Bantuan perawatan diri : membantu orang lain untuk

melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Terapi

latihan fisik mobilitas sendi : menggunakan gerakan aktif atau

pasif tubuh untuk mempertahankan atau mengembalikan

fleksibilitas sendi. Terapi latihan fisik : pengendalian otot :

menggubakan protokol aktivitas atau latihan fisik tertentu untuk

meningkatkan atau mengembalikan gerakan tubuh terkendali.

Identifikasi resiko : menganalisa faktor resiko yang potensial,

menentukan resiko kesehatan, dan memprioritaskan strategi

penurunan resiko untuk individu atau kelompok. Manajemen

medikasi : memfasilitasi penggunaan yang aman dan efektif

obat resep dan obat tanpa resep. Manajemen sensasi perifer :

mencegah atau meminimalkan potensi cedera atau

ketidaknyamanan pada pasien yang mengalami perubahan

sensasi. Perawatan inkontinensia alvi : meningkatkan

kontinensia defekasi dan memelihara integritas kulit perianal.

Penecegahan kejang : mencegah atau meminimalkan potensi

cedera yang di alami pasien yang diketahui mengalami


39

gangguan kejang. Penyuluhan keamanan bayi :

menginstruksikan keamanan selama usia satu tahun pertama.

Penyuluhan keamanan todler : menginstruksikan keamanan

selama usia tahun kedua dan ketiga. Terapi latihan fisik

keseimbangan : menggunakan aktifitas, postur, dan pergerakan

tertentu untuk mempertahankan, meningkatkan dan

mengembalikan kesimbangan tubuh. Stimulasi kognitif :

meningkatkan kesadaran dan pemahaman sekitar dengan

mengguanakan stimulus terencana.

3) Aktivitas Keperawatan

Pencegahan Jatuh NIC : Identifikasi karakteristik lingkungan

yang dapat meningkatkan potensi jatuh (misalnya, lantai yang

licin dan tangga tanpa pengaman). Pantau cara berjalan,

keseimbangan, dan tingkat keletihan pada saat ambulasi.

4) Penyuluhan Untuk Pasien/Keluarga :

Pencegahan Jatuh NIC : Intruksikan pasien untuk

menggunakan alat bantu, jika perlu saat turun dari tempat tidur.

5) Aktifitas Lain :

Bantu pasien saat ambulasi, jika perlu menggunakan sabuk

pengaman perpindahan dan bantuan orang lain jika pasien

sempoyongan. Sediakan alat bantu untuk berjalan (misalnya,

tongkat, walker). Singkirkan bahaya lingkungan (misalnya,

menyediakan penerangan yang adekuat). Tidak membuat


40

perubahan yang tidak perlu pada lingkungan fisik (misalnya

pemindahan perabot). Pastikan bahwa pasien mengenakan

sepatu yang sesuai (misalnya, sol sepatu antiselip, tali

pengencang).

b. Resiko Cedera

1) Tujuan/kriteria hasil

Resiko cedera akan menurun, yang dibuktiksn oleh perilaku

keamanan personal, pengendalian resiko, dan lingkungan

yang aman. Pengendalian resiko akan di perlihatkan, yang

dibuktikan oleh indikator sebagai berikut (sebutkan 1-5 :

tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu) :

Memantau faktor resiko perilaku individu dan lingkungan.

menegmbangkan strategi pengendalian resiko yang efektif.

Menerapkan strategi pengendalian resiko pilihan,

memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko

2) Intervensi NIC

Manajemen lingkungan keamanan : memantau dan

memanipulasi lingkungan fisik untuk memfasilitasi

keamanan. Memonitoring penecegahan jatuh :

mempraktikan tindakan kewaspadaan khusus bersama

pasien yang berisiko terhadap cedera akibat terjatuh.

Identifikasi resiko menganalisa faktor resiko potensial,


41

menentukan resiko kesehatan, dan memprioritaskan strategi

penurunan resiko untuk individu.

3) Aktifitas Keperawatan

Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan

keamanan, misalnya perubahan status mental, derajat

keracunan, keletihan, usia kematangan, pengobatan, dan

defisit motorik atau sensorik (misalnya, berjalan dan

keseimbangan). Identifikasi faktor lingkungan yang

memungkinkan resiko terjatuh (misalnya, lantai licin,

karpet yang sobek, anak tangga tanpa pagar pengaman,

jendela, dan kolam renang). Periksa apakah pasien memakai

pakaian yang terlalu ketat, mengalami luka, luka bakar atau

memar. Tinjau riwayat obstetric pasien untuk mendapatkan

informasi terkait yang dapat mempengaruhi induksi seperti

usia kehamilan dan lama persalinan sebelumnya, dan

kontraindikasi, seperti plasenta previa komplet, insisi uterus

klasik, dan deformitas struktur panggul.

4) Penyuluhan untuk paisen/Keluarga

Ajarkan pasien untuk berhati-hati dengan alat terapi panas.

Berika materi edukasi yang berhubungan dengan strategi

dan tindakan untuk mencegah cedera.


42

5) Aktifitas Lain

Orientasikan kembali pasien terhadap realitas dan

lingkungan saat ini bila dibutuhkan. Bantu ambulasi pasien,

jika perlu sediakan alat bantu berjalan (misalnya, tongkat,

walker). Gunakan alat pemanas dengan hati-hati untuk

mencegah luka bakar pada pasien dengan defisit sensori,

ajarkan pasien untuk meminta bantuan dengan gerakan, bila

perlu jauhi bahaya lingkungan (misalnya, berikan

pencahayaan yang adekuat) jangan lakukan perubahan yang

tidak diperlukan dilingkungan fisik (misalnya, penataan

furnitur) pastikan bahwa pasien mengenakan sepatu yang

sesuai (misalnya, hak yang tidak tinggi dan tali yang terikat

aman).

6) Perawatan di rumah

Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan terhadap

keamanan, sebagai contoh perubahan status mental, derajat

intoksikasi, keletihan, usia kematangan, modifikasi, dan

defisit motorik atau sensorik (misalnya cara berjalan).

Identifikasi faktor lingkungan yang dapat menyebabkan

resiko jatuh (misalnya, lantai yang licin, karpet yang sobek,

anak tangga terbuka tanpa pengaman, jendela, dan kolam

renang). Berikan informasi mengenai bahaya lingkungan

dan karakteristiknya (misalnya, tangga, jendela, kunci


43

lemari, kolam renang, jalan raya, dan pagar). Instruksikan

pasien dan keluarga teknik untuk mencegah cedera

dirumah, sebutkan tekniknya. Tidak membuat perubahan

yang tidak diperlukan dalam lingkungan fisik (misalnya,

penataan furnitur).

c. Resiko Trauma

1) Tujuan/Kriteria hasil

Menunjukkan perilaku keamanan pribadi, yang dibuktikan oleh

(sebutkan 1-5 tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau

selalu). Menyimpan makanan untuk meminimalkan kerusakan

makanan. Menggunakan sabuk keselamatan dengan benar.

Melakukan praktik perilaku seksual yang aman. Menggunakan

instrumen dan mesin secara tepat. Menghindari perilaku resiko

tinggi. Menghindari merokok ditempat tidur

2) Intervensi NIC

Manajemen lingkungan keamanan : memantau dan

memanipulasi lingkungan fisik untuk meningkatkan keamanan

Pencegahan jatuh : melakukan pencegahan khusus pada pasien

yang berisiko untuk mengalami cedera dari jatuh. Edukasi

kesehatan : mengembangkan dan memberikan bimbingan dan

pengalaman belajar untuk memfasilitasi adaptasi seara sadar

perilaku yang kondusif untuk kesehatan individu, keluarga,

kelompok, atau komunitas. Orientasi realitas : meningkatkan


44

kesadaran pasien akan identitas diri, waktu, dan lingkungan.

Identifikasi resiko : menganalisa faktor resiko potensial,

menentukan resiko kesehatan, dan memprioritaskan strategi

yang menurunkan resiko untuk individu atau kelompok.

Surveilans : mengumpulkan, mengintreprestasikan, dan

menyintesis data pasien secara terarah dan kontinu untuk

membuat keputusan klinis Surveilans : kulit : mengumpulkan

dan menganalisis informasi tentang pasien dan lingkungan

secara terarah dan kontinu untuk digunakan dalam

meningkatkan dan mempertahankan keamanan pasien.

Penyuluhan keamanan todler : mengajarkan tentang

keselamatan selama tahun kedua dan ketiga kehidupan.

Promosi keamanan berkendara : membantu individu, keluarga,

dan komunitas untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap

tindakan untuk mengurangi cedera kecelakaan kendaraan

bermotor dan kendaraan tak bermotor.

3) Aktifitas Keperawatan

Manajemen lingkungan : Keamanan NIC

Identifikasi kebutuhan keamanan pasien berdasarkan tingkat

fungsi fisik, kognitif, dan riwayat perilaku sebelumnya.

Identifikasi bahaya keamanan dilingkungan (yaitu fisik,

biologi, dan kimia)


45

4) Penyuluhan untuk pasien/Keluarga

Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan

keamanan spesifik terhadap area yang beresiko. Berikan materi

pendidikan kesehatan yang berhubungan dengan strategi

pencegahan trauma. Berikan informasi tentang bahaya

lingkungan dan ciri-cirinya (misalnya, tangga, jendela, kunci

lemari, kolam renang, jalan atau pagar).

5) Aktivitas Kolaboratif

Rujuk pada kelas pendidikan di komunitas (misalnya, RJP,

pertolongan pertama, atau kelas renang). Manajemen

lingkungan keamanan NIC : bantu pasien saat berpindah

kelingkungan yang lebih aman (misalnya, perujukan terhadap

bantuan tempat tinggal).

6) Aktifitas Lain

Manajemen lingkungan keamanan NIC : Manipulasi

lingkungan untuk meminimalkan keamanan lingkungan.

Berikan alat-alat adaptip (misalnya, pegangan pada tangga dan

susur tangan) untuk meningkatkan keamanan lingkungan.

Gunakan alat pelindung (misalnya, restain, susur tangan, pint,

pagar, dan gerbang yang terkunci) untuk membatasi akses

terhadap situasi yang membahayakan.


46

7) Perawatan di rumah

Tindakan di atas tepat untuk digunakan dalam perawatan

dirumah.

8) Untuk Lansia

Dorong klien melakukan latihan kekuatan otot dan latihan

keseimbangan. Anjurkan klien untuk menggunakan karpet

antiselip saja, menggunakan susur tangan antiselip di bath-up

dan shower, menjaga agar pegangan panci menghadap

kebagian belakang kompor saat masak, menggunakan

pencahayaan yang baik di ruang depan dan tangga,

menggunakan lampu malam di kamar tidur dan kamar mandi.

Anjurkan klien untuk menyimpan obat pada awanya atau pada

dispenser obat harian

4. Implementasi Keperawatan

Menurut Padila (2018), implementasi keperawatan yaitu

melaksanakan apa yang telah direncanakan, isinya berupa intervensi-

intervensi keperawatan yang telah ditetapkan :

a. Buat jadwal yang telah memperlihatkan peristiwa kunci yang

direncanakan akan dilaksanakan pada waktu tertentu.

b. Buat jadwal deadline yang dipenuhi orang yang terlibat dan dapat

berguna dalam merumuskan.

c. Tindakan mandiri (independent).

d. Tindakan kolaborasi (interdependent).


47

5. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang

merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil

akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada

tahap perencanaan (Ratnawati, 2017)


BAB III

METODE PENULISAN

A. Metode Penulisan

Metode Penulisan yang digunakan adalah studi kasus dalam bentuk

laporan kasus, yaitu studi yang mengeksplorasi suatu masalah atau

fenomena dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang

mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi. Studi kasus ini

adalah studi untuk mengeksplorasi masalah Asuhan Keperawatan Lanjut

Usia Pada Ibu D Dengan Resiko Jatuh di Desa Paya Bujok Tunong Kota

Langsa.

B. Batasan Istilah

Penyusun laporan kasus asuhan keperawatan ini harus

menjabarkan tentang konsep pada lanjut usia dengan resiko jatuh yang

disusun secara naratif dengan menjabarkan permasalahan fisik yang sering

terjadi pada lansia adalah resiko jatuh

C. Lokasi dan Waktu Penulisan

Asuhan Keperawatan Lanjut Usia Pada Ibu D Dengan Resiko Jatuh

ini dilakukan di Desa Paya Bujok Tunong Kecamatan Langsa Baro Kota

Langsa pada tanggal 20 s/d 23 Mei 2021.

D. Pengumpulan Data

Pada sub ini dijelaskan terkait metode pengumpulan data yang

digunakan pada studi kasus keperawatan gerontik, yaitu :

48
49

1. Wawancara (hasil anamnesis berisi tentang identitas klien, keluhan

utama, riwayat penyakit sekarang, dahulu, keluarga dan obat-obatan

yang dikomsumsi). Sumber data dari klien, keluarga, perawat lainnya

menggunakan format pengkajian sesuai dengan peminatan.

2. Observasi dan pemeriksaan fisik (dengan pendekatan IPPA : inspeksi,

palpasi, perkusi, auskultasi) pada sistem tubuh klien.

3. Studi dokumentasi dan angka (hasil dari pemeriksaan diagnostik dan

data lain yang relavan).

E. Analisa Data

Analisa data dilakukan sejak penulis di lapangan, sewaktu

pengumpulan data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data

dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya dituangkan

dalam pembahasan kasus. Teknik analisis yang digunakan dengan cara

menarasikan jawaban-jawaban yang diperoleh dari hasil interprestasi

wawancara pada keluarga lanjut usia. Urutan dalam analisis adalah :

1. Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi, dokumen).

Hasil ditulis dalam dokumentasi keperawatan.

2. Mereduksi Data

Data hasil wawancara yang terkumpul dikelompokkan menjadi data

subjektif dan objektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan

diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal.


50

3. Penyajian Data

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, gambar, bagan, maupun

teks naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan mengaburkan

identitas dari klien.

4. Kesimpulan

Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan

antara teori dan praktek keperawatan meliputi pengkajian keperawatan,

diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, tindakan dan evaluasi.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

1. Gambaran Lokasi Pengumpulan Data

Pada gambaran lokasi pengumpulan data ini dijelaskan bahwa

alamat rumah pasien terletak di Desa Paya Bujok Tunong, Kecamatan

Langsa Baro, Kota Langsa. Pasien tinggal seorang diri, sekitar 2-3

minggu sekali anak pasien datang untuk menginap dirumah pasien.

Rumah pasien terdiri dari ruang tamu, dua kamar tidur, satu kamar

mandi dan dapur. Tidak jauh dari rumah pasien terdapat klinik Bina

Husada yang buka 24 jam.

Adapun asuhan keperawatan ini dilakukan selama empat hari yang

dimulai dari tanggal 20 s/d 23 Mei 2021. Penulis mengambil kasus di

Desa Paya Bujok Tunong pada lanjut usia yang mengalami resiko

jatuh berdasarkan analisis penulis. Dalam bab ini penulis akan

membahas lima proses dari asuhan keperawatan yang meliputi

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,

impelementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan sesuai kasus.

2. Laporan Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan yang penulis lakukan pada Ibu D terdapat lima

proses : pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,

implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.

51
52

a. Pengkajian

Hari/tanggal pengkajian : Kamis, 20 Mei 2021

Tempat : Desa Paya Bujok Tunong, Kota

Langsa

Nama perawat : Yolanda Putri Supardi

1) Data Demografi

Nama : Ibu D

Tempat/Tanggal Lahir : Sidikalang, 20 Juni 1950

Jenis Kelamin : Perempuan

Suku : Padang

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Status Perkawinan : Janda

Tanggal Pengkajian : 20 Mei 2021

Alamat : Jln. Teungku Chik Ditiro, Lr. B,

Paya Bujok Tunong, Kecamatan

Langsa Baro

2) Status Kesehatan Saat Ini

Pada saat penulis mengkaji Ibu D mengatakan “Cepat lelah dan

pergelangan kaki sering kaku dan kebas”, Ibu D mengatakan,

“Kaki saya terkadang gemetar jika berjalan terlalu lama”, Ibu D

mengatakan “Lutut dan pinggang saya sering sakit”.


53

3) Riwayat Kesehatan Dahulu

Ibu D mengatakan “1 tahun yang lalu pernah dirawat dirumah

sakit karena hipertensi dan penyakit jantung”.

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Ibu D mengatakan “Almarhum Ibu saya mempunyai penyakit

hipertensi”.

5) Pemeriksaan Fisik

a) Keadaan umum : Compos Menthis

b) Tanda-tanda vital dan status gizi

Pada saat penulis mengkaji tanda-tanda vital klien, penulis

mendapatkan hasil :

Tekanan Darah : 140/90 mmHg

Nadi : 80 kali permenit

Respirasi : 22 kali permenit

Temperature : 36,5ᵒ C

Berat Badan : 66 kg

Tinggi Badan : 156 cm

6) Pola Kebiasaan Sehari-hari

a) Nutrisi

Makan : 3 x/hari

Nasi, sayur, dan tempe porsi

makan selalu dihabiskan

Minum : ± 4-5 gelas/hari


54

Pagi satu gelas teh manis

hangat dan air putih

Minuman pantang : Kopi/ minuman bersoda

Makanan tambahan : Roti dan buah-buahan

seperti pisang dan jeruk.

b) Pola Tidur

Jumlah waktu tidur : 5-6 jam/hari

12:00-01:00 s/d 05:00 WIB

Ibu D jarang tidur siang

Gangguan Tidur : Tidak ada keluhan

c) Pola Eliminasi

Frekuensi BAB : 1 kali/hari setiap pagi

Konsistensi BAB : Sedang

Gangguan (konstipasi, diare) : Tidak ada keluhan

Frekuensi BAK : ±6-7 kali/hari

Warna Urine : Kuning jernih

Gangguan (retensi urine) : Tidak ada keluhan

d) Pola Kebersihan Diri

Frekuensi mandi : 2x/hari

Pagi dan sore hari

Kebiasaan berganti pakaian : 1x/hari

Ibu D selalu mengganti

pakaian setiap pagi


55

e) Pola Aktivitas

Kegiatan yang dilakukan : Ibu D jarang mengikuti

aktivitas diluar rumah.

Keseharian ibu D dirumah

memasak, menonton tv, dan

mengaji dirumah. Sesekali ibu

D dijemput untuk menginap

dirumah anaknya.

Kemampuan Mobilitas : Ibu D tidak mampu melakukan

aktivitas berat dan berjalan

terlalu lama.

f) Hubungan Sosial

Hubungan dengan tetangga : Mampu berinteraksi dengan

tetangga dan orang sekitar

dengan baik.

Hubungan dengan Keluarga : Hubungan Ibu D dengan anak-

anaknya baik. Ibu D sering

dijenguk oleh anak dan cucunya.

g) Spritual

Pelaksanaan ibadah : Mampu melakukan ibadah

seperti shalat dan mengaji.

Melaksanakan ibadah shalat

duduk menggunakan kursi.


56

Keyakinan pada kesehatan : Ibu D yakin akan sembuh.

Harapan-harapan klien : Ibu D ingin selalu diberikan

kesehatan.
57

Tabel 4.1 FORMAT PENGKAJIAN MMSE

No. Aspek Nilai Mhs Nilai Klien Kriteria


Kognitif
1. Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar :
Tahun (2021), Tanggal (20),
Hari (kamis) Bulan (Mei)
2. Orientasi 5 5 Menyebutkan dengan benar:
Negara (Indonesia), Propinsi
(Aceh), Kota (Langsa)
3. Registrasi 5 5 Pemeriksa mengatakan nama 3
objek selama 1 detik kemudian
klien mengulang nama objek
tersebut
1. Pulpen
2. Meja
3. Jam
4. Perhatian & 5 0 Minta klien untuk memulai dari
Kalkulasi angka 100 kemudian dikurangi
7 sampai 5 tahap
5. Mengingat 5 5 Minta klien untuk menyebutkan
atau mengulang ketiga objek
pada no.3
1. Meja
2. Jam
3. Pulpen
6. Bahasa 9 9 - Tunjukkan pada klien suatu
benda (2 objek) tanyakan
namanya
1. Buku
2. Kursi
- Minta klien untuk mengulang
kata berikut: R Tak ada jika
R Dan atau R Tetapi (bila
benar nilai 1)
- Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut: Ambil kertas
di tangan anda. Lipat dua
taruh di lantai.
- Perintahkan pada klien untuk
hal berikut (bila aktifitas
sesuai perintah nilai 1): Tutup
mata anda. Perintahkan pada
klien menilai satu kalimat dan
menyalin gambar:
58

Analisis Hasil : 5
Nilai lebih dari 25 : Aspek kognitif dan fungsi mental baik
Nilai 8-22 : Kerusakan aspek fungsi mental ringan
Nilai kurang dari 17 : terdapat kerusakan aspek fungsi mental berat
59

Tabel 4.2 PENGKAJIAN FUNGSI KOGNITIF


(SPSMQ)
Benar Salah No. Pertanyaan
√ 1. Tanggal berapa hari ini?
Jawab : 20
√ 2. Hari apa sekarang?
Jawab : Kamis
√ 3. Apa nama tempat ini?
Jawab : Rumah
√ 4. Dimana alamat anda?
Jawab : Paya Bujok Tunong
√ 5. Berapa umur anda?
Jawab : 71 tahun
√ 6. Kapan anda lahir?
Jawab : 20 Juni 1950
√ 7. Siapa presiden Indonesia sekarang?
Joko Widodo
√ 8. Siapa presiden Indonesia sebelumnya?
Jawab : Susilo Bambang Yudhoyono
√ 9. Siapa nama ibu anda?
Jawab : Mariati
√ 10. Kurangi 3 dari 20 & tetap pengurangan 3 dari setiap angka
baru, semua secara berurutan
Jawab : Sering terbalik saat menghitung
10 Jumlah

Analisis Hasil : 1
Salah 0-3 : Fungsi intelektual utuh
Salah 4-5 : Kerusakan intelektual ringan
Salah 6-8 : Kerusakan intelektual sedang
Salah 9-10 : Kerusakan intelektual berat
Kesimpulan : Hasil analisis pengkajian fungsi kognitif (SPSMQ) pada klien
mendapatkan skor 1 yaitu dengan fungsi intelektual ututh.
60

Tabel 4.3 GERIATRIC DEPRESSION SCALE


(SKALA DEPRESI)

No. PERTANYAAN YA TIDAK


1. Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda? √
2. Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan √
minat/kesenangan anda?
3. Apakah anda merasa kehidupan anda kosong? √
4 Apakah anda merasa bosan? √
5. Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat? √
6. Apakah anda takut sesuatu yang buruk akan terjadi pada √
anda?
7. Apakah anda merasa tidak bahagia untuk sebagian besar √
hidup anda?
8. Apakah anda sering merasa tidak berdaya? √
9. Apakah anda lebih sering dirumah daripada pergi keluar √
dan mengerjakan sesuatu hal yang baru?
10. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan √
daya ingat anda dibandingkan kebanyakan orang?
11. Apakah anda pikir bahwa kehidupan anda sekarang √
menyenangkan?
12. Apakah anda merasa berharga seperti perasaan anda saat √
ini?
13. Apakah anda merasa penuh semangat? √
14. Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada √
harapan?
15. Apakah anda pikir bahwa orang lain, lebih baik √
keadaannya dari pada anda?
Jumlah

Keterangan : Setiap jawaban yang sesuai mempunyai skor 1 (satu)


Skor 5-9 : Kemungkinan Depresi
Skor 10 atau lebih : Depresi
Kesimpulan : Dilihat dari hasil analisis skala depresi klien mendapatkan
skor 5, yaitu klien kemungkinan depresi
61

Tabel 4.4 PENGKAJIAN STATUS FUNGSIONAL


(Indeks Kemandirian Katz)
No. Kegiatan Mandiri Bantuan Bantuan
Sebagian Penuh
1. Mandi √
2. Berpakaian √
3. Ke Kamar Kecil √
4. Berpindah Tempat √
5. BAK/BAB √
6. Makan/Minum √

Keterangan : Klienmendapatkan skor dengan nilai B yaitu kemandirian dalam

semua hal kecuali, berpindah.

Nilai A : Kemandirian dalam hal makan, kontinen (bak/bab), berpindah,

kekamar kecil, mandi dan berpakaian.

Nilai B : Kemandirian dalam semua hal kecuali satu dari fungsi

tersebut

Nilai C : Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi

tambahan

Nilai D : Kemandirian dalam semua hal, kecuali berpindah, berpakaian dan

ke kamar kecil

Nilai E : Kemandirian dalam semua hal, kecuali, berpakaian, ke kamar

kecil, dan satu fungsi tambahan

Nilai F : Kemandirian dalam semua hal kecuali mandi, berpakaian, ke

kamar kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan

Nilai G : Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut


62

Tabel 4.5 Analisa data pada Ibu D dengan Resiko Jatuh di Desa Paya Bujok
Tunong Kota Langsa

No Data subyektif Data obyektif Diagnosa

1 Ibu D mengatakan “Kaki 1. Ibu D tampak


saya gemetar jika berjalan kesulitan berjalan
terlalu lama” terlalu lama
2 Ibu D mengatakan “Cepat 2. Ibu D tampak pincang
lelah dan kaki saya sering saat berjalan
kebas juga kaku” 3. Ibu D tampak berjalan
3 Ibu D mengatakan “Lutut memegangi dinding Resiko Jatuh
dan pinggang saya sering 4. Ibu D tampak mudah
sakit” lelah
5. Dari hasil pengkajian
skala depresi, skor
yang dicapai Ibu D 5
maka kemungkinan
Ibu D depresi.
6. Tanda-tanda vital :
TD : 140/90 MmHg
Nadi : 80 x/menit
Pernapasan : 22
x/menit
Suhu : 36,5ᵒC
7. Ibu D mengkomsumsi
obat hipertensi
(furosemide)

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan sebuah label singkat

yang menggambarkan kondisi pasien yang diobservasi dalam

praktik. Resiko jatuh merupakan peningkatan kerentanan terhadap

jatuh yang dapat menyebabkan bahaya fisik (Wilkinson, 2017).

Setelah mendapatkan data subyektif dan obyektif dari Ibu D,

penulis kemudian menganalisis data sehingga menghasilkan

diagnosa keperawatan menurut pengkajian dan analisa data yang

penulis lakukan, penulis menegakkan diagnosa dengan


63

keperawatan resiko jatuh yang dibuktikan dengan kesulitan

berjalan/berdiri terlalu lama dan pergelangan kaki yang sering kaku

dan kebas saat berjalan.

c. Intervensi Keperawatan
Tabel 4.6 Rencana keperawatan pada Ibu D dengan Resiko
Jatuh di Desa Paya Bujok Tunong Kota Langsa

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Paraf


keperawatan hasil
1 Resiko Jatuh Resiko jatuh akan - peningkatan mekanika
menurun atau terbatas, tubuh memfasilitasi
yang dibuktikan oleh penggunaan postur dan
keseimbangan, gerakan pergerakan dalam
terkoordinasi, pencegahan aktifitas sehari-hari
jatuh, dan pengetahuan untuk mencegah
pencegahan jatuh. keletihan dan
a. Memperlihatkan ketegangan atau cedera
kejadian jatuh, muskuluskeletal
yang dibuktikan - Manajemen
oleh indikator lingkungan keamanan :
berikut (sebutkan Memantau dan
1-5 : 10 dan lebih, memanipulasi
7-9,4-6,1-3, dan lingkungan fisik untuk
tidak ada (dalam memfasilitasi
periode waktu keamanan.
tertentu) : - Promosi latihan fisik :
- Frekuensi jatuh peregangan
ketika berdiri memfasilitasi latihan
tegak otot menahan-
- Frekuensi jatuh meregangkan-
ketika berjalan melambatkan
- Frekuensi jatuh sistematis untuk
ketika duduk memicu relaksasi,
- Frekuensi jatuh guna mempersiapkan
ketika otot/sendi ke latihan
berpindah yang lebih berat, atau
tempat untuk meningkatkan/
- Frekuensi jatuh mempertahankan
dari tempat fleksibilitas tubuh.
tidur - Terapi latihan fisik :
- Frekuensi jatuh Ambulasi :
saat menaiki Meningkatkan dan
64

anak tangga membantu berjalan


- Frekuensi jatuh untuk
saat menuruni mempertahankan/
anak tangga mengembalikan fungsi
tubuh otonom dan
volunter selama
penanganan dan
penyembuhan dari
sakit atau cedera.
- Pencegahan jatuh :
Menerapkan tindakan
kewaspadaan khusus
bersama pasien yang
memiliki resiko
mengalami cedera
akibat jatuh.
- Bantuan pearawatan
diri Membantu orang
lain untuk melakukan
aktivitas kehidupan
sehari-hari (AKS).
Aktivitas
Keperawatan
a) Pencegahan Jatuh
(NIC).
Identifikasi
karakteristik
lingkungan yang
dapat meningkatkan
potensi jatuh
(misalnya, lantai yang
licin dan tangga tanpa
pengaman).
b) Pantau cara berjalan,
keseimbangan, dan
tingkat keletihan pada
saat ambulasi
Penyuluhan untuk
Pasien atau Keluarga :
a) Pencegahan jatuh
(NIC)
1) Intruksikan pasien
untuk
menggunakan alat
bantu, jika perlu
pada saat turun
65

dari tempat tidur.


Aktifitas Lain :
a) Bantu pasien saat
ambulasi, jika perlu
menggunakan sabuk
pengaman
perpindahan dan
bantuan orang lain
jika pasien
sempoyongan.
b) Sediakan alat bantu
untuk berjalan
(misalnya, tongkat,
walker)
c) Singkirkan bahaya
lingkungan
(misalnya,
menyediakan
penerangan yang
adekuat).
d) Tidak membuat
perubahan yang tidak
perlu pada
lingkungan fisik
(misalnya
pemindahan
perabot).

d. Catatan Perkembangan
Tabel 4.7 Implementasi dan evaluasi pada Ibu D dengan Resiko
Jatuh di Desa Paya Bujok Tunong Kota Langsa

No Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf


dx Jam
1 Kamis, 20 Mei a. Memberi salam kepada S: Ibu D mengatakan
2021 Ibu D “Kaki saya gemetar
b. Membina hubungan jika berjalan terlalu
saling percaya kepada lama”
Ibu D O:
Jam 17:00 c. Melakukan pengkajian - Tampak lutut Ibu D
WIB pada Ibu D tentang : bergetar jika berjalan
- Data demografi terlalu lama.
- Riwayat kesehatan - Ibu D tampak
d. Melakukan tindakan pincang saat
pemeriksaan tanda-tanda berjalan.
66

vital kepada Ibu D - Ibu D tampak


- TD : 140/90 mmhg berjalan dengan
- Nadi : 80 x/menit langkah pendek-
- RR : 22 x/menit pendek.
- Suhu : 36,5ᵒC - Ibu D
e. Menegakkan diagnosa mengkomsumsi obat
keperawatan yaitu Resiko hipertensi
Jatuh. (furosemide)
f. Melakukan pemantauan A : Masalah belum
pada pasien resiko jatuh teratasi
seperti, cara berjalan, P : Intervensi
keseimbangan tubuh dan dilanjutkan
tingkat keletihan pasien
pada saat mobilisasi dan
hasil yang didapat adalah
pasien tampak berjalan
dengan kaki pincang,
lutut tampak bergetar saat
berjalan terlalu lama, dan
pasien mudah lelah
g. Memberikan fasilitas
untuk pasien melakukan
latihan otot seperti
menahan meregangan
sistem otot untuk
memicu relaksasi pada
tubuh yang bertujuan
untuk melatih pasien
melakukanlatihan lebih
lanjut ketahap yang lebih
berat seperti
meningkatkan dan
mempertahankan
fleksibilitas tubuh.
Dengan cara memberikan
tindakan latihan ROM
(range of motion) pada
pasien resiko jatuh.
h. Membuat kontrak kepada
Ibu D untuk kembali
bertemu
67

No Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf


dx Jam
2 Jumat, 21 Mei a. Mengucapkan salam S: Ibu D mengatakan “
2021 kepada Ibu D Cepat lelah dan
b. Meningatkan kembali pergelangan kaki saya
kontrak yang sudah di sering kebas dan kaku”
Jam 15:00 lakukan O:
WIB c. Melakukan tindakan - Ibu D tampak
pemeriksaan tanda-tanda memegangi dinding
vital kepada Ibu D - Ibu D tampak
- TD : 130/90 mmhg berjalan pincang
- Nadi : 78 x/menit - Ibu D
- RR : 20 x/menit mengkomsumsi obat
- Suhu : 37ᵒC hipertensi
d. Memberitahukan kepada (furosemide)
pasien untuk -
mminimalkan aktivitas A : Masalah resiko
gerak tubuh yang jatuh belum teratasi
bertujuan untuk mencegah P : Intervensi
terjadinya resiko jatuh dilanjutkan
dengan cara
memberitahukan kepada
pasien untuk membatasi
bepergian keluar rumah
tanpa didampingi oleh
keluarga.
e. Melakukan pemantauan
disekitar lingkungan jika
adanya bahaya yang
menyebabkan resiko jatuh
pada pasien, dan
melakukan manipulasi
lingkungan untuk
memudahkan pasien
dalam latihan untuk
mencegah jatuh dengan
cara perawat menentukan
lokasi yang cocok untuk
pasien resiko jatuh seperti
mencarikan tempat
dengan ruangan yang
lantainya tidak licin,
lantainya tidak rata dan
tidak adanya naik turun
tangga yang menyulitkan
pasien dalam melakukan
68

pembelajaran tindakan
keperawatan.
f. Melakukan pemantauan
pada pasien resiko jatuh
seperti, cara berjalan,
keseimbangan tubuh dan
tingkat keletihan pasien
pada saat mobilisasi dan
hasil yang didapat adalah
pasien tampak berjalan
dengan kaki pincang, lutut
tampak bergetar saat
berjalan terlalu lama, dan
pasien mudah lelah
g. Melakukan pencegahan
jatuh dilingkungan pada
pasien dengan cara
mengatur tata letak barang
ditempat yang mudah
dijangkau pasien dengan
cara meletakkan sapu
tidak di depan pintu kamar
pasien, tidak meletakkan
kain dilantai, meletakkan
tongkat disamping tempat
tidur pasien.
h. Memberikan fasilitas
untuk pasien melakukan
latihan otot seperti
menahan meregangan
sistem otot untuk memicu
relaksasi pada tubuh yang
bertujuan untuk melatih
pasien melakukanlatihan
lebih lanjut ketahap yang
lebih berat seperti
meningkatkan dan
mempertahankan
fleksibilitas tubuh.
Dengan cara memberikan
tindakan latihan ROM
(range of motion) pada
pasien resiko jatuh.
69

No Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf


Jam
3 Sabtu, 22 Mei a. Memberikan salam kepada S : Ibu D mengatakan
2021 pasien “ Saya merasa
b. Melakukan tindakan senang diajarkan
pemeriksaan tanda-tanda tentang cara
Jam 10:00 vital kepada Ibu D mengurangi resiko
WIB - TD : 150/90 mmhg jatuh”
- Nadi : 82 x/menit O:
- RR : 21 x/menit - Ibu D tampak
- Suhu : 36,2ᵒC senang
c. Memberitahukan kepada - Ibu D mampu
pasien untuk mminimalkan melakukan
aktivitas gerak tubuh yang aktivitas yang di
bertujuan untuk mencegah arahkan
terjadinya resiko jatuh A: Masalah teratasi
dengan cara sebagian
memberitahukan kepada P : Intervensi
pasien untuk membatasi dilanjutkan
bepergian keluar rumah
tanpa didampingi oleh
keluarga.
d. Memberikan fasilitas untuk
pasien melakukan latihan
otot seperti menahan
meregangan sistem otot
untuk memicu relaksasi
pada tubuh yang bertujuan
untuk melatih pasien
melakukanlatihan lebih
lanjut ketahap yang lebih
berat seperti meningkatkan
dan mempertahankan
fleksibilitas tubuh. Dengan
cara memberikan tindakan
latihan ROM (range of
motion) pada pasien resiko
jatuh.
70

No Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi Paraf


Jam
4 Minggu, 23 a. Memberi salam kepada S : Ibu D
Mei 2021 pasien mengatakan “
b. Mengingatkan kembali pada Sekarang saya
pasien kontrak yang sudah sudah mengerti
dilakukan untuk merawat
c. Melakukan tindakan diri saya sendiri
Jam 10:00 pemeriksaan tanda-tanda untuk tidak
WIB vital kepada Ibu D mudah jatuh”
- TD : 140/90 mmhg O:
- Nadi : 77 x/menit - Ibu D sudah
- RR : 20 x/menit paham cara
- Suhu : 36,9ᵒC mencegah resiko
d. Memberikan fasilitas untuk jatuh
pasien melakukan latihan - Ibu D tampak
otot seperti menahan senang
meregangan sistem otot A : Masalah belum
untuk memicu relaksasi pada teratasi
tubuh yang bertujuan untuk P : Intervensi
melatih pasien dilanjutkan
melakukanlatihan lebih lanjut keluarga
ketahap yang lebih berat
seperti meningkatkan dan
mempertahankan fleksibilitas
tubuh. Dengan cara
memberikan tindakan latihan
ROM (range of motion) pada
pasien resiko jatuh.
e. Memberitahukan kepada
pasien untuk mminimalkan
aktivitas gerak tubuh yang
bertujuan untuk mencegah
terjadinya resiko jatuh
dengan cara memberitahukan
kepada pasien untuk
membatasi bepergian keluar
rumah tanpa didampingi oleh
keluarga.
e. Mengajarkan atau
memberikan penyuluhan
tentang tanda, gejala,
penyebab dan pencegahan
jatuh pada pasien dan
keluarga, serta membantu
pasien pada saat tindakan
71

ambulasi dengan cara


memegangi pasien ketika
pasien berjalan dari tempat
satu ke tempat lainnya.

B. Pembahasan

Pada bab ini penulis membahas tentang apa saja yang terjadi tentang

tinjauan kasus pada klien dengan Asuhan Keperawatan pada Ibu D dengan

Resiko jatuh. Pembahasan ini membahas tentang Asuhan Keperawatan

yang di uraikan secara sistematis antara lain meliputi : pengkajian,

diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan,

dan evaluasi keperawatan.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dalam proses keperawatan, yang

meliputi pengumpulan data dan analisis data, sehingga menghasilkan

diagnosis keperawatan. Pada tahap pengkajian ini penulis tidak

mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan Ibu D dan bersedia

untuk diajak bekerja sama dengan penulis. Pengumpulan data yang

penulis lakukan adalah meliputi : data demografi, riwayat kesehatan,

pemeriksaan fisik, pola kebiasaan sehari-hari, pengkajian status

fungsional, pengkajian status MMSE, pengkajian status kognitif, dan

pengkajian skala depresi. Dalam pengelolaan ini penulis menggunakan

metode wawancara dan observasi. Pada tahap pengkajian ini penulis

tidak mengalami kesulitan yang berarti karena Ibu D bersedia bekerja

sama dengan penulis.


72

Pada tahap pengkajian salah satu faktor yang dikaji adalah data

demografi, yaitu nama klien adalah Ibu D, tempat tanggal lahir di

Sidikalang, 20 Juni 1950, suku Padang, agama islam. Pada riwayat

kesehatan Ibu D memiliki riwayat penyakit jantung dan hipertensi.

Keluhan utama yang sedang di alami Ibu D pada saat ini adalah Ibu D

mengeluh tidak sanggup berjalan terlalu lama karena cepat lelah jika

lelah kepala saya pusing, Ibu D juga mengeluh pinggang sering sakit

dan pergelangan kaki sering kebas/kaku.

Pada saat pemeriksaan fisik keadaan klien compos menthis, dengan

tanda-tanda vital yaitu : 140/90 mmhg, Nadi : 80 x/menit, Pernapasan :

22 x/menit dan Suhu tubuh : 36,5ᵒC, berat badan : 66 kg, dan tinggi

badan : 154 cm. Nafsu makan Ibu D baik, frekuensi makan Ibu D 3

kali sehari, porsi makan selalu dihabiskan, jenis makanan yang

dikomsumsi Ibu D yaitu nasi, sayur, tempe, dan makanan tambahan :

roti dan buah-buahan seperti pisang dan jeruk. Minuman yang

dikomsumsi Ibu D di pagi hari adalah satu gelas teh manis hangat dan

air putih, minuman pantang yang dikomsumsi Ibu D yaitu kopi dan

minuman bersoda.

Pola tidur Ibu D jam tidur pada malam hari yaitu tidak tentu bisa

jadi pukul 12:00-01:00 sampai pukul 05:00 WIB. Ibu D jarang tidur

siang, Ibu D tidak ada keluhan ketika tidur. Pola eliminasi Ibu D yang

meliputi frekuensi BAB Ibu D sekitar 1 hari sekali, konsistensi BAB

sedang, tidak adanya konstipasi. Frekuensi BAK sekitar ± 6-7 x/hari,


73

warna BAK kuning jernih. Pola kebersihan diri frekuensi mandi Ibu D

2 kali sehari, kebiasaan Ibu D berganti pakaian setelah mandi pagi

yaitu sebanyak 1 kali sehari. Pola aktivitas Ibu D tidak banyak,

semenjak keluar dari rumah sakit karena penyakit jantung Ibu D sudah

jarang mengikuti kegiatan diluar rumah seperti wirit/pengajian.

Hubungan sosial Ibu D bersama tetangga, Ibu D tampak berinteraksi

dengan tetangga dan teman sebaya nya di dekat rumah, dan hubungan

Ibu D dengan keluarganya baik, Ibu D sering dijenguk oleh cucunya

dan juga sering dijemput oleh sang anak untuk menginap dirumahnya.

Ibu D mengatakan bahwa pasrah dengan penyakitnya dan berharap

selalu diberikan kesehatan.

Pada saat melakukan pengkajian pada Ibu D, penulis tidak

mengalami masalah karena Ibu D sangat kooperatif dan mau di ajak

bekerja sama dan di pengkajian yang dikeluhkan Ibu D adalah tentang

aktivitasnya yang terhambat karena sering merasa kelelahan yang

dapat mengakibatkan resiko jatuh.

Adapun hasil penelitian Rudy A (2019) Lansia dengan gangguan

sistem anggota gerak mempunyai resiko dua kali lebih besar

dibandingkan dengan lansia yang tidak mengalami gangguan anggota

gerak. Gangguan anggota gerak memicu terjadinya perubahan

keseimbangan pada lansia yang dapatmeningkatkan resiko jatuh pada

lansia. Sejalan dengan penelitian Ramlis (2018), gangguan jantung

pada lansia seperti hipertensi dimana tekanan darah sistolik sama atau
74

lebih tinggi dari 140 mmhg dan tekanan diastolik lebih tinggi dari 90

mmhg bila tidak ditangani dapat memicu serangan atau gagal jantung

sehingga dapat menyebabkan kejadian jatuh pada lansia.

a. Pengkajian Status Fungsional (Index Kemandirian Katz)

Pada saat penulis mengkaji tingkat kemandirian pada Ibu

D, penulis menemukan data bahwa Ibu D mampu mandiri dalam

semua hal kecuali berpindah tempat, Ibu D tidak mampu berpindah

dari tempat tidur/turun dari tempat tidur secara mandiri. Ibu D

memerlukan bantuan alat seperti tongkat saat turun dari tempat

tidur agar tidak terjatuh.

Dalam penelitian Safitri (2015) penurunan status fungsional

yang merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas

sehari-hari dapat menyebabkan pasien geriatri berada pada kondisi

imobilisasi yang berakibat ketergantungan pada orang lain.

b. Pengkajian MMSE (Mini Mental Streate Exam)

Pada saat penulis melakukan pengkajian MMSE (Mini Mental

Streate Exam), penulis menemukan hasil bahwa klien tidak

mengalami kerusakan kognitif. Klien masih bisa berorientasi baik

dengan keadaan, dan klien mengerti dengan bahasa yang

digunakan penulis.

c. Pengkajian Fungsi Kognitif (SPMSQ)

Pada saat penulis melakukan pengkajian fungsi kognitif

pada klien, penulis menemukan data bahwa klien salah dalam


75

menyebutkan angka pengurangan saat penulis melakukan

pengkajian tersebut. Kesimpulan yang dihasilkan dari data yang

diperoleh dari klien tersebut yaitu klien masih memiliki fungsi

intelektual yang baik.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Ramlis (2018),

menunjukkan bahwa fungsi kognitif dan resiko jatuh memiliki

hubungan karena jatuh pada lansia banyak terjadi akibat

terganggunya keseimbangan. Selain itu aspek fungsi kognitif

menunjukkan perubahan seperti masalah memori (mudah lupa),

sulit dalam mengenal benda sehingga juga sulit dalam

mengguanakan barang-barang walaupun sebenarnya mudah

digunakan.

d. Pengkajian Skala Depresi (Geriatric Depression Scale)

Pengkajian skala depresi ini merupakan pengkajian terakhir

yang dilakukan penulis sebelum penulis menganalisa data klien

tersebut untuk mendapatkan diagnosa keperawatan yang sedang

dialami klien tersebut, setelah itu merencakan asuhan keperawatan

dan melakukan tindakan yang tepat untuk klien berdasarkan

masalah yang didapat. Berdasarkan hasil pengkajian skala depresi

ini, penulis menemukan data bahwa Ibu D kemungkinan

mengalami depresi dengan total skor 5-9 dari 15 pertanyaan.

Menurut penelitian yang dilakukan Sampelan, dkk (2015)

dan Nauli, dkk (2014), diperoleh bahwa faktor yang mempengaruhi


76

penurunan activity of daily living bukan hanya masalah fisik,

namun dapat juga karena kapasitas mental, status mental seperti

kesedihan dan depresi, penerimaan terhadap fungsi anggota tubuh

dan dukungan keluarga.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan sebuah label singkat yang

menggambarkan kondisi pasien yang diobservasi dalam praktik.

Adapun diagnosa keperawatan lansia dengan resiko jatuh menurut

Wilkinson, (2017) adalah:

a. Resiko jatuh

b. Resiko cedera

c. Resiko trauma

Diagnosa keperawatan yang penulis dapatkan pada Ibu D sesuai

dengan teori adalah tahap pengkajian pada Ibu D penulis melihat

masalah yang prioritas pada Ibu D adalah resiko jatuh, sehingga

penulis dan Ibu D sepakat masalah yang harus di atasi adalah resiko

jatuh yaitu : Resiko jatuh, penulis menegakkan diagnosa keperawatan

berdasarkan data subyektif berupa Ibu D mengatakan “Lutut dan

pinggang saya sering sakit”. Ibu D mengatakan “Cepat lelah dan

pergelangan kaki saya sering kebas dan kaku”, Ibu D mengatakan

“Kaki saya juga bergetar jika berjalan terlalu lama”.

Hal ini sejalan dengan penelitian Suryani Ulfa (2018) yang

mengatakan lansia memiliki resiko jatuh karena memiliki lebih dari


77

satu penyakit, yang mana diantara penyakit tersebut seperti penyakit

hipertensi, asam urat, dan lain-lain dengan gejala yang biasa

dikeluhkan yaitu nyeri sendi dan kekakuan sendi saat berjalan.

3. Intervensi

Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan keperawatan

yang dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan, dan mengurangi

masalah-masalah klien Padila (2017).

Setelah mengetahui masalah kesehatan pada Ibu D tahap

selanjutnya adalah membuat perencanaan keperawatan sesuai dengan

prioritas masalah. Prioritas masalah yang ada pada Ibu D adalah

kelemahan saat beraktivitas. Pada intervensi ini penulis mengacu pada

panduan buku Wilkinson dan penulis juga menambahkan tindakan

yang dibutuhkan pada saat bertemu dengan Ibu D, seperti mengucap

salam dan membina hubungan baik dengan saling percaya. Menurut

penulis pada tahap perencanaan ini, penulis membuat sesuai dengan

perencanaan yang berfokus pada buku Wilkinson. Ibu D mengatakan

“Saya merasa senang diajarkan tentang cara mengurangi resiko jatuh,

jika saat berjalan pergelangan kaki saya kebas atau kaku saya berhenti

dan duduk sejenak, atau saat sakit dilutut bertambah parah saya

menggunakan tongkat untuk berjalan”. Menurut penulis setelah

dilakukan tindakan keperawatan selama 4 hari Ibu D mengalami

kemajuan dalam beraktivitas, pada hari terakhir dilakukan Asuhan


78

Keperawatan pada Ibu D kemudian Asuhan Keperawatan pada Ibu D

dilanjutkan oleh keluarga.

Menurut Safitri (2015) dalam Instabilitas dan Kejadian Jatuh pada

Lansia menyebutkan intervensi meliputi penyesuaian obat, terapi fisik,

dan modifikasi lingkungan tempat tinggal. Dari studi metaanalisis

mengenai pencegahan jatuh telah ditemukan bahwa penilaian

multifaktoral terhadap resiko dan manajemen, serta terapi latihan yang

ditargetkan secara individual efektif dalam mengurangi kejadian jatuh.

4. Implementasi

Pada saat melakukan implementasi ini, adapun penulis melakukan

beberapa tindakan yang penulis lakukan bersama Ibu D pada hari

Kamis tanggal 20 Mei 2021 pukul 17:00 yaitu membina hubungan

saling percaya dengan mengucapkan salam, membuat kontrak dengan

Ibu D untuk melakukan pengkajian pada Ibu D tentang : data

demografi, riwayat kesehatan, melakukan pemeriksaan tanda-tanda

vital kepada Ibu D, yaitu : TD : 140/90 mmhg, Nadi : 80 x/menit,

Pernapasan : 22 x/menit, dan Suhu tubuh : 36,5ᵒC, melakukan

pengkajian tentang : pola kebiasaan sehari-hari, pengkajian aspek

kognitif fungsi mental, pengkajian status fungsional, pengkajian fungsi

intelektual, dan pengkajian skala depresi. Bersama-sama Ibu D

menegakkan diagnosa keperawatan Resiko jatuh, melakukan

pemantauan pada pasien resiko jatuh seperti, cara berjalan,

keseimbangan tubuh dan tingkat keletihan pasien pada saat mobilisasi


79

dan hasil yang didapat adalah Ibu D tampak berjalan dengan pincang,

langkah tampak pendek-pendek, lutut tampak bergetar, lalu melatih

Ibu D dengan melakukan latihan otot seperti menahan dan

meregangkan sistem otot untuk memicu relaksasi pada tubuh yang

bertujuan untuk melatih Ibu D melakukan latihan lebih lanjut ke tahap

yang lebih berat seperti meningkatkan dan mempertahankan

fleksibilitas tubuh pada tahap ini perawat memberikan tindakan latihan

ROM (range of motion). Membuat kontrak pada ibu D untuk kembali

bertemu besok pada hari jumat 21 mei 2021.

Pada hari jumat 21 mei 2021, pukul 15:00 WIB yaitu,

mengucapkan salam kepada Ibu D, mengingatkan kembali kontrak

yang sudah dilakukan, melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital

kepada Ibu D, yaitu : TD : 130/90 mmhg, Nadi : 78 x/menit,

Pernapasan : 20 x/menit, dan Suhu tubuh : 37ᵒC, memberitahu kepada

Ibu D untuk meminimalkan aktifitas gerak tubuh yang bertujuan untuk

mencegah terjadinya resiko jatuh dengan cara memberitahukan kepada

pasien untuk membatasi bepergian keluar rumah tanpa didampingi

keluarga, melakukan pemantauan disekitar lingkungan jika adanya

bahaya yang menyebabkan resiko jatuh pada Ibu D, dan melakukan

manipulasi lingkungan untuk memudahkan Ibu D dalam latihan untuk

mencegah jatuh dengan cara perawat menentukan lokasi yang cocok

untuk pasien resiko jatuh seperti mencarikan tempat dengan ruangan

yang lantainya tidak licin, lantainya rata dan tidak adanya naik turun
80

tangga yang menyulitkan Ibu D dalam melakukan pembelajaran

tindakan keperawatan, melakukan pemantauan pada pasien resiko

jatuh seperti, cara berjalan, keseimbangan tubuh dan tingkat keletihan

pasien pada saat mobilisasi dan hasil yang didapat adalah Ibu D

tampak berjalan dengan pincang, langkah tampak pendek-pendek, lutut

tampak bergetar, Ibu D tampak cepat lelah ketika sedikit berjalan,

melakukan pencegahan jatuh di lingkungan pada Ibu D dengan cara

mengatur tata letak barang ditempat yang mudah di jangkau Ibu D

dengan cara meletakkan sapu tidak didepan pintu kamar pasien, tidak

meletakkan kain dilantai, meletakkan tongkat disamping tempat tidur

pasien atau disamping tubuh pasien.

Pada pukul 17:10 WIB, mengingatkan kembali riwayat penyakit

jantung Ibu D yang dapat mempengaruhi kesehatan Ibu D, untuk tidak

melakukan aktivitas yang berlebihan seperti berlari, dan naik turun

tangga, memberikan pembelajaran pada Ibu D berhubungan dengan

strategi dan tindakan untuk mencegah resiko jatuh yang berulang

dengan cara memberitahukan Ibu D untuk tidak berjalan dilantai yang

licin, lantai yang tidak rata, naik turun tangga, berjemur diluar ruangan

yang dapat menyebabkan pusing. Dan membantu Ibu D untuk

menciptakan lingkungan yang aman agar ibu D tidak mudah terjatuh

dengan menempatkan barang dibutuhkan Ibu D ditempat yang mudah

dijangkau seperti seperti tongkat, Ibu D yang diletakkan disamping

tempat tidur Ibu D atau ditempat yang mudah dijangkau Ibu D, dan
81

mengingatkan Ibu D untuk tidak bepergian tanpa alas kaki karena tidak

mencerminkan perilaku sehat. Setelah itu membuat kontrak dengan Ibu

D untuk kembali bertemu besok. Pada hari sabtu 22 mei 2021 pada

pukul 10:00 WIB yaitu : memberikan salam kepada Ibu D,

mengingatkan kembali kontrak yang sudah dilakukan, melakukan

pemeriksaan tanda-tanda vital kepada Ibu D, yaitu : TD : 150/90

mmhg, Nadi : 82 x/menit, Pernapasan : 21 x/menit, dan Suhu tubuh :

36,2ᵒC, melatih Ibu D dengan melakukan latihan otot seperti menahan

dan meregangkan sistem otot untuk memicu relaksasi pada tubuh yang

bertujuan untuk melatih Ibu D melakukan latihan lebih lanjut ke tahap

yang lebih berat seperti meningkatkan dan mempertahankan

fleksibilitas tubuh pada tahap ini perawat masih memberikan tindakan

latihan ROM (range of motion) pada Ibu D dengan resiko jatuh yang

bertujuan untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot dan membuat

kontrak dengan Ibu D untuk bertemu kembali besok.

Pada hari minggu 23 mei 2021 pukul 10:00 WIB, mengucapkan

salam dan membina hubungan saling percaya. Melakukan pemeriksaan

tanda-tanda vital kepada Ibu D, yaitu : TD : 140/90 mmhg, Nadi : 76

x/menit, Pernapasan : 20 x/menit, dan Suhu tubuh : 36,9ᵒC. Lalu

mengingatkan kembali pada Ibu D tentang kontrak yang sebelumnya

dibuat untuk dilanjutkan dengan memberikan materi pendidikan

kesehatan kepada Ibu D yang berhubungan dengan tanda, gejala,

penyebab dan pencegahan jatuh serta membantu Ibu D untuk


82

mengidentifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan resiko

terjatuh, seperti lantai yang licin, lantai yang tidak rata, dan tangga.

Memberitahu Ibu D untuk tidak melakukan perubahan yang tidak

diperlukan dilingkungan fisik, seperti meletakkan sapu didepan pintu

kamar pasien, dan meletakkan kain dilantai. Dan memastikan Ibu D

menggunakan alas kaki yang nyaman untuk meminimalkan resiko

jatuh.

Adapun implementasi yang penulis lakukan tidak secara

menyeluruh atau semua seperti yang tertulis pada perencanaan

keperawatan menurut teori Wilkinson (2017). Seperti memberikan

penyuluhan terhadap keluarga klien tidak terlaksana dikarenakan

keluarga yang jarang ada dirumah atau pada saat penulis datang

keluarga klien sedang bekerja sehingga terdapat keterbatasan waktu

untuk melaksanakan implementasi tersebut.

Dalam penelitian Suciana, dkk (2018), melakukan senam bugar

lansia. Didapatkan hasil penelitian kelompok lansia yang mengikuti

senam tidak memiliki resiko jatuh tinggi sedangkan kelompok lansia

yang tidak mengikuti senam 30% memiliki resiko jatuh tinggi. Resiko

jatuh pada lansia dapat di antisipasi dengan memperbaiki kualitas

intrinsik maupun ekstrinsik. Kualitas intrinsik dapat dilakukan dengan

latihan fisik seperti jalan-jalan dan senam.


83

5. Evaluasi

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang

merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil

akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada

tahap perencanaan (Ratnawati, 2017)

Setelah penulis melakukan tindakan keperawatan atau

implementasi, penulis melanjutkan pada tahap evaluasi. Penulis

melihat dan mencatat perkembangan Ibu D setelah dilakukan Asuhan

Keperawatan selama 4 hari dirumah pasien yaitu Desa Paya Bujok

Tunong, pada hari pertama keluhan Ibu D mengatakan “ Lutut dan

pinggang saya sering sakit” “Cepat lelah dan pergelangan kaki saya

sering kaku dan kebas” “Kaki saya juga gemetar jika berjalan terlalu

lama”. Data obyektif : Ibu D tampak pincang saat berjalan. Dan

terdapat kemajuan pada hari ketiga pada Ibu D dalam keseimbangan

dan gerakan terkoordinasi yaitu penulis mendapatkan data sebagai

berikut : Data subyektif : Ibu D mengatakan “Saya merasa senang

diajarkan tentang cara mengurangi resiko jatuh, jika saat berjalan

pergelangan kaki saya kebas atau kaku saya berhenti dan duduk

sejenak, atau saat sakit dilutut bertambah parah saya menggunakan

tongkat untuk berjalan”. Data obyektif : Ibu D tampak senang, Ibu D

tampak menggunakan tongkat sekali-kali.


84

Menurut penulis setelah melakukan evaluasi pada Ibu D

mengalami kemajuan pada keseimbangan dan gerakan terkoordinasi

dalam perilaku pencegahan jatuh.

Pada penelitian Safitri (2015) dikatan bahwa beberapa faktor resiko

jatuh yang telah diakui seperti lemahnya atau kekakuan otot, kerusakan

saraf, dan lain-lain memerlukan pendekatan modifikasi lingkungan,

rehabilitasi dan membutuhkan kerja sama medis.


BAB V

PENUTUP

Setelah penulis melaporkan kasus dan pembahasan tentang Asuhan

Keperawatan Lansia pada Ibu D dengan masalah Resiko Jatuh. Penulis

mengambil beberapa kesimpulan dan saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi

Ibu D yang mempunyai masalah Resiko Jatuh.

A. Kesimpulan

1. Pada saat saya melakukan pengkajian pada Ibu D dengan resiko jatuh, Ibu

D sangat mudah diajak berkomunikasi. Ibu D bercerita banyak tentang

keadaan nya selama tinggal sendiri. Ibu D juga bercerita tentang riwayat

penyakit yang di alaminya yaitu hipertensi dan penyakit jantung.

2. Masalah keperawatan yang penulis tegakkan yaitu 3 diagnosa

keperawatan menurut Wilkinson (2017). Ternyata pada Ibu D di dapatkan

hanya 1 diagnosa keperawatan yaitu resiko jatuh.

3. Perencanaan keperawatan yang penulis susun dalam rencana tindakan

yaitu mengajarkan teknik ROM (range of motion) agar Ibu D dapat

melatih otot dan sendi yang diharapkan dapat mengurangi kekakuan pada

sendi saat berjalan.

4. Evaluasi keperawatan pada Ibu D yang penulis kaji setiap hari setelah

pemberian asuhan keperawatan selama 4 hari, telah menunjukkan adanya

perubahan seperti mengontrol saat pergelangan kaki tiba-tiba kebas atau

kaku, dan juga Ibu D dapat memahami tentang penyebab, tanda dan gejala

resiko jatuh.

85
86

5. Hasil akhir yang diharapkan adalah Ibu D mampu menjalankan aktivitas

sehari-hari dengan mandiri.

B. Saran

Dalam kesimpulan di atas maka penulis akan menyampaikan sedikit saran

yang mudah-mudahan dapat di jadikan perhatian untuk dapat dilakukan

dikemudian hari :

1. Bagi institusi pendidikan

Diharapkan agar dapat memperpanjang waktu penelitian karena

singkatnya waktu penelitian yang dibatasi hanya empat hari membuat

hasil evaluasi dan masalah klien belum dapat teratasi sepenuhnya.

2. Bagi pelayanan kesehatan

Diharapkan agar tetap memberikan edukasi kepada pasien dan

keluarga

3. Bagi Klien

Diharapkan mampu memahami dan mengetahui cara mengatasi

masalah resiko jatuh dan dapat melanjutkan intervensi yang telah

dilakukan selama empat hari.


DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2019. Angka Harapan Hidup Menurut Provinsi & Jenis
Kelamin. (https://www.bps.go.id) Diakses pada tanggal 02 April 2021

Deniro, dkk. 2017. Hubungan Antara Usia & Aktifitas Sehari-hari Dengan Resiko
Jatuh Pasien Instalasi Rawat Jalan Geriatri (jurnalpenyakitdalam.ui.ac.id)
Diakses pada tanggal 07 Januari 2021

Fauziah, dkk. 2019. Intervensi Perawat Dalam Penatalaksanaan Resiko Jatuh


pada Lansia di Satuan Pelayanan RSLU Garut. (ejurnal.univbsi.id) Diakses
pada tanggal 25 Januari 2021

Ikhsan, dkk. 2020. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Resiko Jatuh Pada Lansia di
Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu. (jurnal.unived.ac.id)
Diakses pada 24 Januari 2021

Mustikawati. 2017. Anatomi dan Fisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta. CV.


TRANS INFO MEDIA

Nasrullah Dede. 2016. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Jilid 1 Dengan


Pendekatan Asuhan Keperawatan Nanda, Nic dan Noc. Jakarta

Nugroho Wahjudi. 2017. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Ed.3. Jakarta. EGC

Padila. 2018. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta. EGC

Ratnawati Emmelia. 2017. Buku Asuhan Keperawatan Gerontik. Pustaka Baru


Press

Rasyiqah, F & Khairani. 2019. Fungsi Kognitif Dengan Tingkat Resiko Jatuh
Lansia di Banda Aceh. (jurnal.unsyiah.ac.id) Diakses pada tanggal 07
Januari 2021

Ramlis Ravika. 2018. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Resiko Jatuh


Pada Lansia di BPPLU Kota Bengkulu. (jurnal.unived.ac.id) Diakses pada
tanggal 07 Januuari 2021

Rhosma Sofia. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Ed.1. Yogyakarta.


Deepublish

87
88

Rudy, A & Setyanto, BR. 2019. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Resiko
Jatuh Pada Lansia. (http://www.researchgate.net) Diakses pada tanggal 07
Januari 2021
Safitri Sartika. 2015. Instabilitas dan Kejadian Jatuh pada Lansia.
(juke.kedokteran.unila,ac.id) Diakses pada tanggal 25 Januari 2021

Suryani Ulfa. 2018. Hubungan Tingkat Kemandirian Dalam Aktivitas Sehari-hari


Dengan Resiko Jatuh Pada Lansia di PSTW Sadai Nan Aluih Sicincin
Kabupaten Padang Pariaman. (ejurnal.stkip.pessel.ac.id) Diakses pada
tanggal 07 Januari 2021

Sunaryo, dkk. 2016. Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta. Penerbit ANDI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi & Indikator Diagnostik. Ed.1. Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Untari Ida. 2019. Buku Ajar Keperawatan Gerontik Terapi Tertawa & Senam
Cegah Pikun. Jakarta. EGC

Wilkinson. 2017. Buku Diagnosis Keperawatan. Ed.10. Jakarta. EGC


Lampiran 1

SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP)

Topik : Resiko Jatuh

Sasaran : Ibu D

Waktu : 20 menit

Hari/Tanggal : Minggu, 23 Mei 2021

Jam : 10.30 WIB

Tempat :Desa Paya Bujok Tunong, Kota Langsa

A. Tujuan

1. Tujuan umum

Klien diharapkan dapat memahami dan mengetahui resiko jatuh serta cara

pencegahan resiko jatuh.

2. Tujuan khusus

a. Ibu D mampu memahami apa itu resiko jatuh

b. Ibu D mampu mengetahui penyebab resiko jatuh

c. Ibu D mampu mengetahui pencegahan resiko jatuh

d. Ibu D mampu mengetahui komplikasi dari resiko jatuh

B. Strategi Penyuluhan

Strategi yang digunakan dalam penyampaian penyulahan ini dengan

metode penyampaian penyuluhan berupa :

1. Ceramah

2. Tanya Jawab

C. Media

Media yang digunakan dalam penyampaian penyuluhan adalah


leafletdan materi SAP.

D. Materi

Terlampir

E. Rencana Penyuluhan

No Waktu Kegiatan penyuluhan Kegiatan Peserta

1 2 menit Pembukaan :
Memberi salam Menjawab salam
Menjelaskan tujuan pembelajaran. Mendengarkan
Menyebutkan materi/pokok bahasan dan
yang akan disampaikan. memperhatikan
2 10 menit Pelaksanaan : Menyimak dam
Menjelasakan materi penyuluhan memperhatikan
secara berurutan dan teratur.
Materi :
1. Pengertian resiko jatuh
2. Tanda dan gejala resiko jatuh
3. Penyebab resiko jatuh
4. Akibat dari jatuh
3 5 menit Evaluasi : Bertanya da
Mememinta klien untuk menjawab
menjelaskan atau menyebutkan pertanyaan
kembali tentang materi yang telah
dijelaskan antara lain sebagai
berikut:
1. Pengertian resiko jatuh
2. Tanda dan gejala resiko jatuh
3. Penyebab resiko jatuh
4. Akibat dari jatuh
4 3 menit Penutupan : Menjawan salam
Mengucapkan salam dan
berpamitan.
MATERI PENYULUHAN

RESIKO JATUH

1. Pengertian

Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata

yang melihat kejadian, yang menyebabkan seseorang mendadak terbaring,

terduduk di lantai atau ditempat yang lebih rendah dengan atau tanpa

kehilangan kesadaran atau luka (Untari Ida, 2019).

Menurut Wilkinson (2017), resiko jatuh adalah peningkatan

kerentanan terhadap jatuh yang dapat menyebabkan bahaya fisik.

Sedangkan menurut Tim Pokja SDKI PPNI (2020), resiko jatuh adalah

beresiko mengalami kerusakan fisik dan gangguan kesehatan akibat

terjatuh.

2. Etiologi

Menurut Nugroho (2017), faktor-faktor yang meningkatkan resiko

jatuh ada dua, yaitu :

a. Faktor dari dalam diri lansia (instrinsik)

1) Gangguan jantung atau sirkulasi darah

2) Gangguan sistem susunan saraf

3) Gangguan sistem anggota gerak

4) Gangguan penglihatan dan pendengaran

5) Gangguan psikologis

6) Gangguan gaya berjalan


b. Faktor lingkungan sekitar lansia (ekstrinsik)

1) Cahaya ruangan yang kurang terang

2) Lingkungan yang asing bagi lanjut usia

3) Lantai yang licin

3. Tanda dan Gejala

Menurut Nugroho (2017), tanda dan gejalanya yaitu :

a. Lantai yang licin dan tidak rata

b. Tersandung benda

c. Penglihatan yang kurang karena cahaya yang kurang terang

d. Gangguan gaya berjalan

e. Kelemahan otot ekstremitas bawah

f. Kekakuan sendi

g. Sinkop atau pusing (kehilangan kesadaran secara tiba-tiba)

4. Komplikasi

Jatuh dapat mengakibatkan komplikasi dari yang paling ringan berupa

memar dan keseleo sampai dengan patah tulang bahkan kematian. Oleh

karena itu harus dicegah supaya jatuh tidak berulang-ulang dengan cara

identifikasi faktor resiko, penilaian keseimbangan dan gaya berjalan, serta

mengatur/mengatasi faktor situasional (Stanley & Beare, 2012, dalam

Ikhsan, dkk, 2020). Jatuh sering membawa akibat lanjutan, misalnya

timbul perubahan pada persendian alat gerak tubuh, patah tulang, dan

infeksi kulit (Nugroho, 2017).


5. Pencegahan

Menurut Rhosma Sofia (2014), ada beberapa cara yang dapat

digunakan untuk mencegah terjadinya jatuh pada lansia, diantaranya :

a. Program latihan

Berbagai penelitian menyebutkan bahwa latihan dapat menurunkan

resiko jatuh secara signifikan pada lansia. Latihan dapat membantu

memperbaiki kelemahan otot, gangguan keseimbangan dan gangguan

gaya berjalan pada lansia. Program latihan yang dirancang untuk

mencegah jatuh umumnya dilakukan dua hingga tiga kali per minggu

selama satu jam dan harus dilakukan dibawah pengawasan terapis atau

instruktur terlatih.

b. Modifikasi lingkungan

Modifikasi lingkungan juga merupakan salah satu cara satu strategi

untuk mengurangi jatuh. Modifikasi lingkungan bertujuan untuk

meningkatkan mobilitas dan keamanan lansia. Lansia dengan fungsi

kognitif yang utuh mampu melakukan modifikasi lingkungan secara

mandiri, sedangkan lansia dengan gangguan kognitif umumnya

memerlukan bantuan perawat atau terapis untuk melakukan modifikasi

lingkungan. Dalam tatanan institusional, kemanan lingkungan

merupakan poin penting dalam kebijakan institusi. Kebijakan penting

terkait keamanan lingkungan umumnya mengatur tentang pencahayaan

yang adekuat, handrail disepanjang koridor dan kamar lansia, dan

kondisi lantai yang bersih dari percikan cairan.


c. Intervensi multifaktorial

Intervensi multifaktorial adalah intervensi yang menggabungkan

beberapa strategi pencegahan jatuh dalam satu program terkoordiasi.

Umumnya intervensi multifaktoral terdiri dari beberapa level

pengkajian resiko jatuh, diikuti dengan beberapa strategi pencegahan

yang telah dimodifikasi seperti olahraga, edukasi, atau modifikasi

lingkungan.

d. Intervensi institusional

Umumnya pada institusi perawatan lansia digunakan beberapa alat

pengkajian resiko jatuh, ada beberapa alat pengkajian yang mengkaji

resiko jatuh pada seorang lansia dan mengklasifikasikan resiko jatuh

tersebut dalam kategori ‘rendah’, ‘moderat’, dan ‘tinggi’ berdasarkan

ada tidaknya faktor resiko jatuh seperti gangguan kognitif, disfungsi

mobilitas, inkontinensia, penyakit akut/kronik, defisit sensori, efek

pengobatan dan riwayat jatuh. Ketika seorang lanisa teridentifikasi

memiliki riwayat jatuh maka inervensi yang diberikan difokuskan pada

pencegahan cedera.
DAFTAR PUSTAKA

Ikhsan, dkk. 2020. Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Resiko Jatuh Pada Lansia di
Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu. (jurnal.unived.ac.id)
Diakses pada 24 Januari 2021

Nugroho Wahjudi. 2017. Keperawatan Gerontik & Geriatrik. Ed.3. Jakarta. EGC

Rhosma Sofia. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik, Ed.1. Yogyakarta.


Deepublish

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi & Indikator Diagnostik. Ed.1. Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Wilkinson. 2017. Buku Diagnosis Keperawatan. Ed.10. Jakarta. EGC


 Gangguan gaya berjalan
 Gangguan sistem anggota
gerak
Jatuh merupakan suatu kejadian yang a. Dapat menyebabkan patah
tulang.
mengakibatkan seseorag mendadak
terbaring/terduduk di lantai/tempat
yang dapat menyebabkan kehilangan
kesadaran/ terluka.

2. Faktor ekstrinsik atau faktor


dari luar b. Memar pada tubuh hingga
 Pencahayaan yang kurang kematian
 Lantai yang licin atau tidak
aman
 Alas kaki yang tidak adekuat
 Anak tangga tanpa pengaman
 Obat-obatan yg diminum
c. Dapat menyebabkan luka
(diuretik, hipoglikemik,dll)
 Usia di atas 65 tahun

1. Faktor intrinsik atau faktor dari


dalam
 Penyakit jantung/sirkulasi
darah
 Gangguan penglihatan &
gangguan pendengaran
Dokumentasi Hari ke 1
Dokumentasi Hari ke 2
Dokumentasi Hari ke 3
Dokumentasi Hari ke 4

Anda mungkin juga menyukai