Anda di halaman 1dari 26

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Fit/Gap Analysis

2.1.1 Pengertian

Menurut Pol dan Paturkar (2011: 2), Fit/Gap Analysis (FGA) adalah
metodologi yang digunakan untuk membandingkan proses bisnis dengan fungsi
sistem dimana akan di lakukan evaluasi dan di urutkan prioritasnya untuk melihat
pencapaian apakah terjadi kecocokan (Fit) dan kesenjangan (Gap).

Menurut Hoffman dan Bateson (2006: 334), Gap Analysis adalah suatu alat
yang digunakan untuk mengetahui mengenai kondisi aktual yang sedang berjalan di
perusahaan tersebut, untuk kemudian diperbandingkan dengan sumber daya
perusahaan tersebut. Hal tersebut dilakukan agar dapat mengetahui apakah suatu
perusahaan sudah bergerak di proses bisnisnya secara optimal untuk memaksimalkan
kinerja perusahaan tersebut.

Menurut Maren Franklin (2006: 2), Gap Analysis adalah suatu proses yang
digunakan untuk memutuskan keadaan dan tujuan suatu proyek dengan cara
membandingkan kinerja saat ini dengan kinerja yang diharapkan.

Menurut P Prakash, Patukar M (2011: 2), fit / gap analysis adalah suatu
metodologi yang digunakan dalam membandingkan dan mengevaluasi proses
perusahaan dengan fungsi sistem untuk memperlihatkan kecocokan (fit) dan
ketidakcocokan (gap) diantaranya.

Selain itu menurut businessdictionary.com, fit/gap analysis adalah suatu


teknik yang digunakan bisnis dalam menentukan langkah yang perlu diambil dengan
tujuan untuk berpindah dari keadaan sekarang ke keadaan yang diharapkan.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa fit / gap analysis


adalah suatu metodologi yang digunakan untuk menganalisis perbedaan antara

7
8

kebutuhan perusahaan dalam menjalankan proses bisnisnya dengan kinerja sistem


dalam memenuhi kebutuhan perusahaan tersebut.

2.1.2 Tujuan
Tujuan melakukan Fit/Gap Analysis adalah untuk menilai kinerja perusahaan.
Tujuan utama Fit/Gap Analysis pada setiap proyek adalah untuk memastikan bahwa
setiap proyek dieksekusi atau dilaksanakan berdasarkan metode yang efektif dan
efisien. Analisis ini juga merekomendasikan perintah-perintah, seperti key issues dan
tampilan yang membutuhkan penyesuaian kebijakan pada setiap proses bisnis untuk
menjamin hasil yang sesuai dengan target.
Menurut mmb.state.mn.us, fit/gap analysis dalam implementasi sistem bertujuan
untuk :
 Mengukur perbedaan antara keadaan sistem saat ini dan keadaan
sistem yang diharapkan.
 Mengidentifikasi permasalahan yang membutuhkan penyelesaian.
 Memastikan sistem memenuhi kebutuhan proses bisnis perusahaan.
 Memastikan project dieksekusi sesuai dengan metode yang efektif dan
efisien.
 Mengadaptasi proses bisnis lokal perusahaan dengan best practice
yang berlaku.

2.1.3 Metode Fit/Gap Analysis


Dalam fit/gap analysis terdapat empat metode yang digunakan secara luas,
diantaranya adalah :
1) Simulation Based
Pada metode ini, sistem diimplementasi dalam bentuk simulasi atau
implementasi pilot. Seluruh stakeholders proyek (konsultan sistem dan staf
perusahaan) berkumpul dalam bentuk workshop untuk membandingkan dan
menganalisis fungsionalitas sistem dengan kebutuhan perusahaan. Kemudian
berdasarkan hasil analisis tersebut, konsultan sistem akan melakukan
dokumentasi terhadap seluruh kebutuhan perusahaan yang tidak terpenuhi
sistem dan perubahan yang dibutuhkan sistem tersebut.
9

Tabel 2. 1 Fase Simulation Based

2) Brainstorming Discussion Based


Pada metode ini, brainstorming dilakukan berdasarkan fungsionalitas
sistem dibandingkan dengan kebutuhan bisnis yang ada. Setiap sesi
brainstorming dilakukan dengan presentasi untuk memastikan komunikasi
yang lebih efektif. Pada umumnya, brainstorming dimulai dengan presentasi
fitur sistem oleh konsultan dan stakeholder perusahaan yang menyampaikan
kebutuhannya. Kegiatan brainstorming tersebut kemudian menghasilkan fit
dan gap antara fitur sistem dengan kebutuhan perusahaan.

Tabel 2. 2 Fase Brainstorming Discussion Based


10

3) Questionnaire Based
Pada metode ini, fit / gap analysis dilakukan melalui proses pengisian
kuesioner oleh stakeholder perusahaan. Jawaban yang didapat dari kuesioner
kemudian dibandingkan dengan fungsionalitas sistem untuk mendapatkan fit
dan gap dari sistem tersebut. Kuesioner yang digunakan pada umumnya
terstruktur dan disiapkan oleh konsultan sistem. Struktur kuesioner ini
berhubungan antara kebutuhan perusahaan dan fungsionalitas sistem.

Tabel 2. 3 Fase Questionnaire Based

4) Hybrid Type
Pada metode ini, ketiga metode fit / gap analysis berupa simulation
based, brainstorming based, dan questionnaire based digunakan. Pada
umumnya, metode hybrid dimulai dengan brainstorming dan pengisian
kuesioner ketika simulasi sistem dilakukan. Pertama, agenda dipersiapkan
pada sesi brainstorming yang dilakukan oleh konsultan sistem dan
stakeholder perusahaan. Kemudian, konsultan sistem mempresentasikan fitur
sistem sekaligus memberikan demonstrasi mengenai penggunaan sistem
tersebut. Setelah presentasi, stakeholder perusahaan diminta untuk mengisi
kuesioner dengan tujuan untuk mengetahui tingkat kebutuhan perusahaan.
Berdasarkan diskusi brainstorming dan jawaban kuesioner pada setiap sesi,
konsultan sistem dapat mendokumentasikan fit dan gap dari sistem.
11

Tabel 2. 4 Fase Hybrid Type

2.1.4 Kelebihan dan Kekurangan Metode Fit/Gap Analysis


Berdasarkan pada tahapan dari empat metode fit / gap analysis di atas, dapat
disimpulkan kelebihan dan kekurangan utama dari setiap metode sebagai berikut :
Tabel 2. 5 Kelebihan dan Kekurangan Metode Fit / Gap
Analysis
12

2.1.5 Peringkat Kebutuhan Fit/Gap Analysis


Ranking requirement diperlukan tim proyek dan sponsor proyek untuk
memastikan proses bisnis yang penting dapat ditampung selama implementasi sistem
baru. Selain itu, ranking requirement juga memungkinkan tim proyek untuk fokus
pada area yang paling penting bagi organisasi agar functionality yang baru dapat
memberikan nilai tambah bagi perusahaan dalam meningkatkan proses bisnis.
Hasil pengevaluasian dengan menggunakan metode Fit/Gap Analysis menghasilkan
poin-poin yang akan menunjukkan kebutuhan atau requirements perusahaan. Tingkat
kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan menjadi :
a) High Critical Requirement (Mission critical requirement)
Merupakan requirement yang sangat penting untuk kegiatan operasi dan
tanpa requirement tersebut perusahaan tidak dapat berfungsi, termasuk
didalamnya kebutuhan akan pelaporan internal dan eksternal yang penting.
b) Medium Critical Requirement (Value add requirement)
Merupakan requirement dimana ketika dipenuhi akan meningkatkan proses
bisnis perusahaan.
c) Low Critical Requirement (Desirable requirement)
Merupakan requirement yang hanya menambah nilai yang kecil / minor value
bagi proses bisnis perusahaan apabila requirement tersebut dipenuhi.

2.1.6 Degree of Fit


Setelah dilakukan penganalisaan tentang kebutuhan atau requirements
perusahaan, maka langkah selanjutnya yang perlu dilanjutkan adalah menganalisa
apakah tingkat kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh solusi yang diberikan. Degree
of Fit menentukan sejauh mana kebutuhan dapat dipenuhi oleh sistem yang baru.
Degree of Fit dibagi menjadi tiga, yaitu :
a. Fit (F)
Kebutuhan sepenuhnya dipenuhi oleh software.
b. Gap (G)
Software tidak dapat memenuhi kebutuhan. Komentar, alternatif saran
dan rekomendasi yang dibuat akan menghasilkan rekomendasi untuk
melakukan customization terhadap software.
c. Partial Fit (P)
13

Software mempunyai fungsional yang memenuhi kebutuhan.


Perubahan sementara, laporan khusus atau customization, bagaimanapun akan
dibutuhkan kemudian agar dapat memenuhi kebutuhan secara maksimal.

2.2 Human Resource Information System (HRIS)


Setiap organisasi atau perusahaan memerlukan data yang bersifat riil dari
setiap tingkatan manajemennya. Data tersebut disusun dan dikelola dalam sebuah
sistem informasi. Salah satu sistem informasi yang berperan penting dalam suatu
organisasi/perusahaan adalah sistem informasi sumber daya manusia / Human
Resource Information System (SISDM/HRIS). HRIS merupakan sebuah sistem yang
digunakan untuk memperoleh, menyimpan, memanipulasi, menganalisis, mengambil,
dan mendistribusikan informasi tentang organisasi sumber daya manusia
(Kavanagh, Johnson, & Thite, 2011).
Sebuah HRIS bukan hanya mengenai perangkat keras dan perangkat lunak
yang berhubungan dengan pengelolalan sumber daya manusia saja, namun di
dalamnya termasuk juga manusia , kebijakan, prosedur, dan data.
Hal ini menjadikan HRIS sebuah bentuk interseksi/ pertemuan antara bidang
ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) dan teknologi informasi yang
menggabungkan MSDM sebagai suatu disiplin utamanya dan mengaplikasikan
bidang teknologi informasi ke dalam aktivitas-aktivitasnya seperti dalam hal
perencanaan dan menyusun sistem pemrosesan data dalam serangkaian kegiatan
yang terstandarisasi.

Gambar 2. 1 Komponen HRIS


14

2.2.1 Layanan Sistem Informasi Sumber Daya Manusia


Secara khusus, Sistem Informasi Sumber Daya Manusia ini memberikan
layanan berupa:
 Informasi manajemen semua karyawan
 Informasi laporan dan analisa karyawan
 Dokumen yang berhubungan dengan perusahaan seperti buku
pegangan karyawan, prosedur penyelamatan darurat, dan petunjuk
keselamatan.
 Administrasi pembagian keuntungan meliputi pendaftaran,
perubahan status, dan pemutakhiran informasi personal.
 Integrasi lengkap dengan penggajian dan system akunting dan
software keuangan perusahaan.
 Manajemen resume dan pelacakan data lamaran
Human Resource Information System yang paling efektif memberikan
pelayanan pada perusahaan berupa:
 Daftar kehadiran
 Kenaikan gaji dan riwayatnya
 Tingkatan penggajian dan jabatan
 Rencana pengembangan kinerja karyawan
 Penerimaan pelatihan
 Tindakan kedisiplinan yang diterima
 Informasi personal karyawan
 Manajemen dan rencana suksesi karyawan kunci
 Identifikasi karyawan berpotensi tinggi
 Penulusuran pelamar, wawancara dan seleksi
Sebuah HRIS yang efektif memberikan informasi apa yang dibutuhkan
perusahaan untuk menganalisa karyawan, mulai dari karyawan lama, karyawan
baru dan pelamar. Dengan sebuah HRIS yang cocok, staf sumber daya manusia
memungkinkan para karyawan melakukan pemutakhiran data sehingga
membebaskan staf HRD untuk melakukan fungsi yang lebih strategis.

Selanjutnya, keperluan data untuk manajemen karyawan, pengembangan


pengetahuan, pengembangan dan peningkatan karir, dan tindakan lainnya menjadi
terfasilitasi.
15

Pada akhirnya, Manajer bisa mengakses informasi yang mereka butuhkan


secara resmi, etis dan secara efektif mendukung kesuksesan karyawan yang mereka
nilai sehingga bisa mengambil keputusan. Karakteristik informasi yang diberikan dan
Human Resource Information System adalah tepat waktu, akurat, ringkas, relevant
dan lengkap.

2.2.2 Model HRIS


Kita bisa melihat model HRIS ini dari tiga parameter yakni input, proses dan
output. Dari segi input, HRIS terdiri dari 3 subsistem:

 Intelijen Sumber Daya manusia yang berfungsi mengumpulkan data


yang berhubungan dengan sumber daya manusia dari lingkungan
perusahaan yang meliputi:

 Pemerintah menyediakan data dan informasi yang


membantu perusahaan mengikuti berbagai peraturan
ketenagakerjaan.
 Pemasok mencakup perusahaan seperti perusahaan
asuransi yang memberikan tunjangan pegawai dan
lembaga penempatan lulusan universitas serta agen tenaga
kerja yang berfungsi sebagai sumber pegawai baru.
Pemasok ini menyediakan data dan informasi yang
memungkinkan perusahaan melaksanakan fungsi
perekrutan dan penerimaan.
 Serikat pekerja memberikan data dan informasi yang
digunakan dalam mengatur kontrak kerja antara serikat
pekerja dan perusahaan.
 Masyarakat global menyediakan informasi yang
menjelaskan sumber daya lokal seperti perumahan,
pendidikan dan rekreasi. Informasi ini digunakan untuk
merekrut pegawai dalam skala lokal, nasional dan
internasional, dan untuk mengintegrasikan pegawai yang
ada ke dalam komunitas lokalnya.
16

 Masyarakat keuangan memberikan data dan informasi


ekonomi yang digunakan dalam perencanaan personil.
 Dalam industri tertentu yang memerlukan pengetahuan
dan keahlian yang sangat khusus seperti industri komputer.

 Sistem Informasi Akuntansi (SIA). SIA menyediakan data


akuntansi bagi HRIS sehingga database berisi gambaran yang
lengkap dari sumber daya personil baik keuangan maupun non
keuangan.
 Penelitian Sumber Daya manusia. Berfungsi untuk mengumpulkan
data melalui proyek penelitian khusus seperti penelitian suksesi
karyawan, analisis dan evaluasi jabatan, dan penelitian keluhan.

Dari model subsistem input HRIS dimasukkan ke dalam suatu database yang
telah dirancang oleh perusahaan tersebut. Database bukan hanya data mengenai
pegawai tetapi juga mengenai perorangan dan organisasi di lingkungan perusahaan
yang mempengaruhi arus personil (turn over).

Output Human Resource Information System meliputi enam subsistem, yaitu:

i. Subsistem Perencanaan Kerja. Merupakan informasi yang dibutuhkan


oleh manajer atas untuk merencanakan kebutuhan tenaga kerja dalam
jangka pendek dan jangka panjang. Informasi ini meliputi informasi
untuk analisis perputaran tenaga kerja, anggaran biaya tenaga kerja
dan perencanaan tenaga kerja itu sendiri.
ii. Subsistem perekrutan. Merupakan informasi-informasi yang
dibutuhkan untuk pengadaan tenaga kerja secara eksternal maupun
internal. Informasi ini diantaranya informasi tenaga kerja,
penjadwalan wawancara, perekrutan dan analisis rekrutmen.
iii. Subsistem manajemen angkatan kerja. Merupakan informasi yang
dibutuhkan untuk mengelola sumber daya di dalam organisasi.
Informasi ini meliputi informasi pelatihan, penilaian dan evaluasi
kerja, evaluasi keahlian, karir, relokasi jabatan, suksesi dan
kedisiplinan.
17

iv. Subsistem tunjangan. Merupakan informasi tentang penggajian dan


kompensasinya yang meliputi kehadiran dan jam kerja, perhitungan
gaji dan bonus, analisis kompensasi.
v. Subsistem benefit. Meliputi benefit yang diterima oleh karyawan.
Benefit berbeda dengan komnpensasi. Kompensasi lebih ke insentif
yang dihubungkan dengan kinerja karyawan, sedangkan benefit lebih
ke manfaat tambahan yang diterima karyawan seperti dana pensiun.
vi. Subsistem pelapor lingkungan. Informasi yang berhubungan dengan
keluhan, kecelakaan selama kerja, kesehatan karyawan dan
lingkungan kerjanya.

Sebuah Human Resource Information System menjadikan sebuah bisnis


mempersingkat administrasi. Dalam banyak kasus, karyawan lama dan karyawan
baru bisa secara elektronik mendaftarkan rencana benefit. Mereka juga mempunyai
kapasitas masuk ke dalam system untuk mengawasi dan memutakhiran data
sepanjang tahun, mengubah status, membatasi informasi yang dibutuhkan. Sebuah
sistem dengan sedikit tenaga kerja, menghemat waktu dan uang sebuah
organisasi/ perusahaan.

2.3 Risk Analysist


2.3.1 Definisi Resiko
Resiko adalah ancaman atau kemungkinan suatu tindakan atau kejadian yang
menimbulkan dampak yang berlawanan dengan tujuan yang ingin dicapai. Setiap
aktifitas yang dilakukan manusia tidak terlepas dari kemungkinan adanya resiko.
Contohnya saja, jika seseorang bekerja kemungkinan ia akan mendapatkan resiko
berupa kehilangan waktu senggang, terganggunya kesehatan, bahkan kemungkinan
akan dipecat. Namun jika seseorang tidak bekerja, ia tidak akan memperoleh
keuntungan finansial dan karier. Begitulah banyaknya kemungkinan akan terjadi
resiko yang tidak diinginan.
Hal ini juga sangat erat dengan sebuah organisasi. Setiap organisasi memiliki
visi dan misi dan merupakan peluang untuk dicapai, tetapi terdapat juga berbagai
macam resiko untuk tidak tercapai. Sehingga di dalam sebuah organisasi rentan
terjadinya berbagai resiko.
18

2.3.2 Identifikasi Resiko


Menurut Triadi, Norken, dan Dharma (2011 : 51) dikatakan bahwa
identifikasi resiko adalah merinci resiko-resiko yang ada sampai level yang detail
dan kemudian menentukan signifikansinya (potensinya) dan penyebabnya, melalui
program survei dan penyelidikan terhadap masalah-masalah yang ada. Untuk
mengatasi kesulitan dalam mengidentifikasi resiko dapat digunakan beberapa cara,
antara lain menyusun daftar (check list) resiko, wawancara dengan personel kunci
(expert) yang terlibat, dan melalui brain storming.
Menurut Schwalbe (2010 : 434), identifikasi risiko adalah sebuah proses
pemahaman kejadian potensial mana yang dapat merugikan atau meningkatkan
sebuah obyek tertentu. Sangat penting untuk menentukan risiko potensial lebih
cepat, tetapi juga harus berlanjut untuk mengidentifikasi risiko yang berdasarkan
perubahan lingkungan proyek. Di dalam identifikasi risiko terdapat penentuan risiko
mana yang mungkin mempengaruhi sebuah proyek dan mendokumentasi
karakteristik dari masing-masing risiko.

2.3.3 Definisi Risk Analysist


Secara sederhana, analisis resiko atau risk analysis dapat diartikan sebagai
sebuah prosedur untuk mengenali satu ancaman dan kerentanan, kemudian
menganalisanya untuk memastikan hasil pembongkaran, dan menyoroti bagaimana
dampak-dampak yang ditimbulkan dapat dihilangkan atau dikurangi. Analisis resiko
juga dipahami sebagai sebuah proses untuk menentukan pengamanan macam apa
yang cocok atau layak untuk sebuah sistem atau lingkungan (ISO 1799, “An
Introduction To Risk Analysis”, 2012).
Menurut Schwalbe (2010 : 434), identifikasi risiko adalah sebuah proses
pemahaman kejadian potensial mana yang dapat merugikan atau meningkatkan
sebuah obyek tertentu. Sangat penting untuk menentukan risiko potensial lebih cepat,
tetapi juga harus berlanjut untuk mengidentifikasi risiko yang berdasarkan perubahan
lingkungan proyek. Di dalam identifikasi risiko terdapat penentuan risiko mana yang
mungkin mempengaruhi sebuah proyek dan mendokumentasi karakteristik dari
masing-masing risiko. Output dari proses ini adalah permulaan dari sebuah risk
register.
19

Dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa, risk analysis adalah
sebuah tolak ukur yang digunakan untuk mengendalikan kemungkinan-
kemungkinan resiko yang mungkin muncul dalam proses pengembangan software.

2.3.4 Tipe Risk Analysist


Untuk menganalisis dan menilai risiko proyek, terdapat dua pendekatan dasar
yang dapat digunakan, yaitu :
Analisis Resiko Kuantitatif dan Kualitatif
James W. Meritt, dalam A Method for Quantitative Risk Analysis,
menjelaskan bahwa Analisis Resiko Kuantitatif merupakan satu metode analisis
resiko yang mengenali pengendalian pengamanan apa dan bagaimana yang
seharusnya diterapkan serta besaran biaya untuk menerapkannya. Sedangkan
Analisis Resiko Kualitatif digunakan untuk meningkatkan kesadaran atas masalah
keamanan sistem informasi dan sikap dari sistem yang sedang dianalisis tersebut.
Lebih lanjut, Meritt menerangkan bahwa dua metode tersebut dapat
berkombinasi menjadi satu, yang kemudian dikenal sebagai metode hibrida atau
hybrid method. Metode Hibrida merupakan sebuah kombinasi dari dua metode
analisis resiko kuantitatif dan kualitatif, dan dapat digunakan untuk menerapkan
komponen - komponen yang memanfaatkan informasi yang tersedia sekaligus
memperkecil matriks yang terkumpul dan dihitung. Metode ini, sayangnya, kurang
intensif secara numeric (tetapi lebih murah biayanya) dibandingkan dengan sebuah
metode analisis yang dilakukan secara lengkap dan mendalam.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa qualitative risk
analysis adalah kegiatan yang berfokus pada penilaian ukuran maupun prioritas dari
kemungkinan dan dampak risiko yang telah teridentifikasi ke dalam tiga golongan,
yaitu High, Medium, dan Low. Sedangkan pendekatan kuantitatif pada proyek
analisis risiko mencakup teknik perhitungan matematik atau statistik, sehingga
memungkinkan untuk memodelkan situasi risiko tertentu.
Menurut J. W. Meritt, terdapat beberapa hal atau langkah yang perlu
diperhatikan dalam menerapkan metode analisis resiko secara umum, yaitu sebagai
berikut:
1. Menentukan ruang lingkup (scope statement). Hal ini harus dipercayai
oleh semua kalangan pihak yang menaruh perhatian pada masalah.
Dalam menentukan ruang lingkup ini, ada tiga hal yang harus
20

diperhatikan, yaitu menentukan secara tepat apa yang harus


dievaluasi, mengemukakan apa jenis analisis resiko yang akan
digunakan, dan mengajukan hasil yang diharapkan.
2. Menetapkan aset (asset pricing). Pada langkah kedua ini, semua
sistem informasi ditentukan secara spesifik ke dalam ruang lingkup
yang telah dirancang, kemudian ditaksir „harga‟ (price)-nya.
3. Risks and Threats.
Resiko (risk) adalah sesuatu yang dapat menyebabkan kerugian atau
mengurangi nilai kegunaan operasional sistem. Sedangkan ancaman
(threats) adalah segala sesuatu yang harus dipertimbangkan karena
kemungkinannya yang dapat terjadi secara bebas di luar sistem
sehingga memunculkan satu resiko.
4. Menentukan koefisien dampak.
Semua aset memiliki kerentanan yang tidak sama terhadap suatu
resiko. Oleh sebab itu perlu dicermati dan diteliti sejauh mana sebuah
aset dikenali sebagai hal yang rentan terhadap sesuatu, serta
perbandingannya dengan aset yang justru kebal sama sekali.
5. Single loss expectancy atau ekspetasi kerugian tunggal.
Pada poin ini, Meritt menjelaskan bahwa aset-aset yang berbeda akan
menanggapi secara berbedap pula ancaman-ancaman yang diketahui.
6. Group evaluation atau evaluasi kelompok
Langkah lanjutan yang melibatkan sebuah kelompok pertemuan yang
terdiri dari para pemangku kepentingan terhadap sistem yang
dianalisis (diteliti). Pertemuan ini harus terdiri dari individu yang
memiliki pengetahuan tentang komponen-komponen yang beragam
tersebut, tentang ancaman dan kerentanan dari sistem serta
pengelolaan dan tanggung jawab operasi untuk memberikan bantuan
dalam penentuan secara keseluruhan. Pada langkah ini lah biasanya
metode hibrida dalam analisis resiko dilakukan.
7. Melakukan kalkulasi (penghitungan) dan analisis. Terdapat dua
macam analisis. Pertama, across asset, yaitu analisis yang bertujuan
untuk menunjukkan aset-aset tertentu yang perlu mendapat
perlindungan paling utama. Kedua, across risk, yaitu analisis yang
21

bertujuan untuk menunjukkan ancaman apa dan bagaimana yang


paling harus dijaga.
8. Controls atau pengendalian, yaitu segala hal yang kemudian
diterapkan untuk mencegah, mendeteksi, dan meredakan ancaman
serta memperbaiki sistem.
9. Melakukan analisis terhadai control atau pengendalian. Ada dua
metode yang dapat dilakukan dalam menganalisis aksi kontrol ini,
yaitu cost and benefit ratio dan risk or control.

2.3.5 Metodologi Analisis Resiko


Metodologi Analisis Resiko Eugene Tucker
Eugene Tucker, dalam Other Risk Analysis Methodologies, menjelaskan
bahwa terdapat banyak metode analisis resiko dan kerentanan. Bagi satuan
pengamanan professional, merupakan satu keharusan baginya untuk mengetahui dan
menyadari perbedaan dasar dari metodologi-metodologi yang ada tersebut. Secara
lebih lanjut, Tucker menjabarkan beberapa metodologi analisis resiko dan
kerentanan, antara lain adalah Operational Risk Management (ORM),
CARVER+Shock, dan Vulnerability Self Assessment Tool (VSAT).
Operational Risk Management (ORM) merupakan sebuah sistem manajemen
resiko berbasis teknis yang umumnya digunakan oleh lembaga Administrasi
Penerbangan Federal (Federal Aviation Administration) dan militer untuk menguji
kemanan dan resiko atas sistem yang ada. Perangkat analisis ini dirancang untuk
mengenali manfaat dan resiko cara kerja untuk menentukan arah terbaik dari satu
tindakan yang diambil dalam situasi tertentu. Resiko yang diteliti itu dapat
merupakan akibat dari proses yang tidak memadai atau gagal, dari orang, dari
sistemnya sendiri, maupun dari kejadian-kejadian di luar sistem (bersifat eksternal).
Lembaga Administrasi Obat-obatan dan Makanan atau Food and Drugs
Administration (FDA), merupakan salah satu contoh lembaga di Amerika Serikat
yang menggunakan metode ORM dalam mempertanggungjawabkan keamanan satu
produksi pengimporan, pergudangan (warehousing), transportasi dan pesebaran
makanan (barang konsumsi) di negara tersebut. Secara umum, seperti yang dilakukan
oleh FDA, terdapat enam langkah dari ORM, yaitu:
22

(1) mengenali bahaya (identify the hazards);


(2) menakar atau menilai resiko yang ada (assess the risk);
(3) menganalisa ukuran pengendalian resiko (analyze risk control
measures);
(4) membuat putusan pengendalian (make control decision);
(5) menerapkan pengendalian resiko (implement risk controls); dan
(6) pengawasan dan peninjauan (supervise and review).

Sedangkan metodologi analisis resiko CARVER+Shock adalah satu metode


yang digunakan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat, yang kemudian
diadaptasi oleh beberapa lembaga lainnya, seperti Departemen Pertanian Amerika
Serikat (USDA), Food Safety and Inspection (FSIS), dan Badan Keamanan Dalam
Negeri Ketahanan Pangan dan Kesiapsiagaan Darurat (OFSED) yang merupakan
sebuah perangkat yang lebih bersifat memprioritaskan target ofensif untuk
mengidentifikasi simpul-simpul kritis yang cenderung rentan menjadi target dari
serangan teroris, dan juga untuk merancangkan ukuran pencegahan dalam
mengurangi resiko. Cara ini, sesungguhnya, memiliki hubungan dengan metodologi
dalam ORM.
Metode CARVER+Shock mempertimbangkan dan membahas tujuh faktor yang
mempengaruhi daya tarik dari sebuah target (korban resiko), antara lain:
1. Critically, yakni sejauh mana faktor kesehatan publik dampak ekonomi
mencapai intense penyerang atau pelaku (attacker). Faktor ini mengajukan
pertanyaan seberapa pentingnya sebuah target sebagaimana ditentukan
oleh dampak dari pengerjaan dan pengrusakan?
2. Accessibility, yakni akses atau jalan masuk terhadap target. Faktor ini
mempertanyakan semudah apa sebuah target dapat disentuh, baik melalui
cara penyusupan (infilotrasi) maupun dengan menggunakan alat
atau senjata (weapons)?
3. Recuperability, yakni kemampuan sistem yang ada untuk memulihkan diri
dari sebuah serangan. Faktor ini mengusung pertanyaan berapa lama waktu
yang dibutuhkan untuk mengganti atau memperbaiki target setiap kali
mendapat serangan (kerusakan)?
4. Vulnerability, yakni kerentanan atau kemudahan terjadinya serangan.
5. Effect, yakni jumlah kerugian langsung akibat terjadinya serangan.
23

6. Recognizability, yakni kemudahan dalam mengenali sebuah target.


7. Shock, yakni efek psikologis dari sebuah serangan.
Hasil dari analisis tentang ketujuh faktor tersebut menjadi rumusan dasar bagi
pengelolaan dalam membangun dan mengembangkan strategi pengamanan.
Sementara itu, Vulnerability Self Assessment Tool (VSAT) merupakan
metodologi sekaligus software yang digunakan untuk membangun atau merancang
sistem keamanan yang mampu melindungi target spesifik dari aksi-aksi spesifik
lawan (adversaries). Cara ini dianggap pula sebagai metodologi kualitatif berbasis
nilai kegunaan (asset-based). Tujuannya ialah untuk menaksir kerentanan,
mengembangkan prioritas berdasarkan biaya dan kelayakan satu proses remediasi,
dan menentukan solusi yang paling potential untuk kerentanan yang paling
diprioritaskan. Software VSAT sendiri juga memungkinkan bagi petugas
pengamanannya untuk memodifikasi dan merancang perlakuan tambahan (ancaman
buatan) dan tindakan balasan (countermeasure).
VSAT juga menggunakan sebuah garis penilaian dan analisis penyempurnaan
untuk menghitung Risk Reduction Units dari „tindakan balasan yang ditentukan‟
dalam proses analisis. Biaya dari modifikasi ini kemudian dikalkulasi, dan hasilnya
menjadi patokan untuk menentukan biaya atau modal dalam melaksanakan
rancangan pengamanan. Terdapat sebelas langkah penilaian dalam metode VSAT,
yaitu :

1) mengidentifikasi asset;
2) mengidentifikasi ancaman;
3) menentukan simpul yang rentan;
4) mengenali keberadaan tindakan balasan (countermeasure);
5) menentukan tingkat resiko;
6) menentukan kemungkinan terjadinya kesalahan atau kegagalan;
7) menetapkan kerentanan;
8) menentukan kecocokan resiko;
9) mengembangkan tindakan balasan (countermeasure) baru;
10) memperagakan analisis biaya resiko;
11) mengembangkan sebuah perencanaan yang berkelanjutan.
24

2.3.6 Matriks Peluang/Dampak

Menurut Schwalbe (2010 : 465), seorang manajer proyek dapat menuangkan


dalam bentuk grafik peluang dan dampak risiko pada Matriks Peluang/Dampak.
Sebuah Matriks Peluang/Dampak mendaftarkan peluang dari sebuah risiko yang
muncul pada satu sisi dari matriks dan dampak yang berhubungan dengan risiko pada
sisi lainnya. Banyak tim proyek memperoleh keuntungan dengan menggunakan
teknik sederhana ini untuk membantu mereka mengidentifikasikan risiko yang perlu
mereka perhatikan. Untuk menggunakan pendekatan ini, project stakeholder
mendaftarkan risiko-risiko yang mereka perkirakan mungkin muncul atas proyek
yang dilaksanakan. Mereka kemudian menentukan apakah risiko tersebut termasuk
dalam kategori High (tinggi). Medium (Sedang), atau Low (Rendah) atas peluang
timbulnya dan dampaknya jika risiko tersebut muncul.

Manajer proyek kemudian membuat ringkasan atas hasil dalam


Probability/Impact Matrix. Tim proyek memposisikan risiko pada matriks,
mengkombinasikan semua risiko umum, dan memutuskan dimana risiko-risiko
tersebut diletakkan pada matriks. Tim proyek harus fokus pada setiap risiko yang
termasuk pada kategori High dalam matriks. Tim proyek harus mendiskusikan
bagaimana mereka merencanakan untuk merespon risiko-risiko tersebut jika terjadi.

Gambar 2. 2 Probability/Impact Matrix

Sumber : Schwalbe. (2010 : 464), Information Technology Project Management. (6th


Edition).
25

Berikut penjelasan penentuan tingkat probability dan impact pada matrix


tersebut :
1. Penilaian kemungkinan timbulnya risiko (probability)
menggunakan Risk Probability Rank :
a. HIGH : kemungkinan akan timbulnya risiko relatif tinggi jika
fungsi tidak digunakan
b. MEDIUM : kemungkinan akan timbulnya risiko jika fungsi
tidak digunakan cukup tinggi
c. LOW: Kemungkinan akan timbulnya risiko jika fungsi tidak
digunakan relatif rendah.
2. Penilaian dampak (impact) yang dapat timbul dikarenakan risiko
menggunakan Risk Impact Rank :
a. HIGH : Dampak yang timbul dari risiko akan mempengaruhi
dan menghambat aktivitas utama proses bisnis perusahaan.
b. MEDIUM : Dampak yang ditimbulkan dari risiko cukup
mempengaruhi aktivitas utama proses bisnis perusahaan,
namun tidak menghambat proses bisnis.
c. LOW : Dampak yang ditimbulkan dari risiko sangat kecil
bahkan tidak mempengaruhi aktivitas utama proses bisnis
perusahaan.

2.4 Time Management


2.4.1 Pengertian Time Management
Time management adalah tentang perencanaan hari/waktu supaya bisa
melakukan penggunaan paling baik atas waktu yang dimiliki. Konsep atau istilah
mengenai time management berawal dari revolusi industri, yaitu ketika mulai ada
perhatian tentang pengelolaan waktu secara efektif dan efisien untuk bisa mengontrol
waktu yang dimiliki seseorang. Sejak Drucker (1966) mempopulerkannya,konsep
time management ini telah secara luas diterima sebagai hal yang menyumbang pada
efektivitas karyawan (Adebisi, 2013).
Time management adalah tindakan atau proses perencanaan dan pelaksanaan
pantauan sadar atas sejumlah waktu yang digunakan untuk aktivitas khusus, terutama
untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan produktivitas (Singh & Jain, 2013).
Atau seperti dikatakan Humes (dalam Adebisi,2013), time management secara
26

singkat dapat diartikan sebagai suatu seni mengatur, mengorganisasi, menjadwalkan,


serta menganggarkan waktu seseorang untuk menghasilkan kerja lebih efektif dan
produktif. Waktu adalah sumber daya berharga, tidak dapat diganti dan tidak dapat
diubah. Maka dari itu, sangat perlu untuk menggunakan waku dengan bijaksana.
Time management mencakup tindakan menata, menjadwal, mengorganisasi, dan
mengalokasikan setiap waktu seseorang yang digunakan untuk menyelesaikan tugas-
tugas hariannya.
König (2007) mendefinisikan management sebagai proses organisasi, yang
meliputi perencanaan strategis, penataan, penetapan tujuan, pengelolaan sumber
daya, pengembangan manusia dan aset keuangan yang dibutuhkan untuk meraih
tujuan dan mengukur hasilnya. Sedangkan time management merupakan seni menata
urusan bisnis dan pribadi seefektif dan seefisien mungkin, membuat semuanya
terlaksana dengan baik, secepat mungkin, dan dengan penggunaan sumber daya
(waktu, energi, uang dan manusia) sedikit mungkin. Tujuan utama di balik semua
usaha itu adalah untuk menghemat waktu lama yang diperlukan untuk pelaksanaan
tugas atau pekerjaan. Dengan kata lain, itu adalah suatu seni menata, mengorganisasi,
menjadwal, dan menganggarkan waktu yang tersedia untuk tujuan menghasilkan
kerja lebih efektif dan produktif.
Menurut Kusashi (dalam Adebisi, 2013), menunda pengambilan suatu
keputusan atau bersikap reaktif terhadap suatu problem dapat mengakibatkan biaya
mahal yang harus ditanggung oleh bisnis. Maka diperlukan sekali untuk memastikan
bahwa pimpinan tidak melakukan kesalahan, dengan menunda pemanfaatan waktu
yang sangat berharga bagi perusahaan. Time management yang baik akan sangat
membantu perusahaan lebih produktif, lebih kreatif, menghemat banyak uang, dan
menghindari bekerja pada saat-saat yang sudah kritis, dan secara meyakinkan dapat
meningkatkan kesempatan meraih keberhasilan dalam bisnis.

2.4.2 Pentingnya Penerapan Time management


Masalah time management merupakan hal umum bagi banyak orang. Banyak
orang mengakui dan merasakan tentang perlunya, tetapi dalam kenyataannya mereka
tidak memerhatikan dan menerapkannya. Tentang mengapa time management
menjadi masalah bagi manusia, baru sekarang ini mendapat perhatian para peneliti.
Khususnya, para ekonom dan dan psikolog telah mengembangkan argumen teoretis
tentang mengapa time management berat bagi banyak orang. Salah satunya karena
27

kurangnya keterampilan dan keberanian dalam mengembangkan dan menerapkan


time management dalam kehidupan (Fischer, 2001). Fischer (2001) juga mencatat
temuan dari teori behavioral decision bahwa orang sering mengabaikan hasil besar di
masa depan yang bisa didapatkan ketika menerapkan time management yang bagus.
Artinya, pengembangan dan penerapan time management itu hasilnya tidak selalu
kelihatan pada tahap awal penerapannya, namun setelahnya, dengan penerapan yang
konsisten, hasilnya bisa sangat mengagumkan. Jika hasil di masa depan tidak
dipikirkan dalam time management yang dibuat kini, orang bisa jadi akan
menggunakan waktu mereka untuk hasil-hasil yang sesegera mungkin bisa
didapatkan, yang biasanya lebih kecil dari hasil-hasil lainnya, yang didapatkan
kemudian dalam waktu yang jauh ke depan. Dengan kata lain, orang lebih suka hal-
hal yang mendesak tetapi tidak penting ketimbang hal-hal penting tetapi tidak
mendesak.
Time management yang bagus sangat penting untuk mengatasi tekanan-
tekanan dari dunia modern ini tanpa mengalami terlalu banyak stres. Time
management yang bagus tidak berarti melakukan banyak pekerjaan, melainkan
berfokus pada tugas setepatnya dan membuat perbedaan. Apakah di dalam pekerjaan
atau di kehidupan secara keseluruhan, seorang harus belajar bagaimana mengelola
waktu secara baik, yang akan membantu merasa lebih relaks, fokus, dan terkontrol.
Menurut Donaldson (dalam Adebisi, 2013) "The aim of good time
management is to achieve the lifestyle balance you want." Waktu yang bagus dalam
pekerjaan berarti melakukan pekerjaan berkualitas tinggi, bukan terutama tinggi
dalam hal kuantitas. Claessens, et al (2007) menemukan bahwa menggunakan teknik
time management akan berhubungan langsung dengan kinerja dan kepuasan, serta
dapat mengurangi kegalauan dan kecemasan.

2.4.3 Hal Penting yang Diperhatikan dalam Perancangan Time


management
Untuk mengelola waktu secara efektif, masing-masing harus memiliki
gambaran yang jelas mengenai prinsip-prinsip serta nilai utama kehidupannya.
Seorang butuh menginvestasikan sumber daya berharga dari waktu untuk hal yang
sangat penting. Scott (dalam Adebisi, 2013) memperjelas bahwa satu tantangan
mendasar time management yang efektif adalah memahami perbedaan antara
“urgent” dan “important”, “mendesak” dan “penting”. “Mendesak” sendiri tidak
28

membuat tugas itu penting. Hal “penting” itu terkait dengan prinsip pribadi. Prioritas
bisnis yang menentukan hal penting dari kerja. Dengan kejelasan misi dan tujuan
pribadi, waktu dijadwalkan dengan tujuan definitif dalam hati. Seorang juga perlu
merumuskan apa yang dimaksud dengan time management baginya dan bagaimana
itu berkaitan dengan pengelolaan hidupnya. Dalam melakukan hal ini, ada 3 hal
penting dari kehidupan yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan pengelolaan
waktu dengan baik, yakni: pekerjaan, kehidupan keluarga (termasuk teman-teman)
dan diri sendiri (Atkinson, 2009). Seseorang perlu memikirkan dengan baik hal
penting yang ingin dicapai dengan nyata: tentang tujuan yang ingin dicapai di tempat
kerja, tentang tujuan yang ingin dicapai dengan keluarga, dan tentang tujuan yang
berkaitan murni dengan diri sendiri.
Misalnya dalam suatu proyek, penerapan time management sangat diperlukan
untuk mendukung terjadinya efisiensi bagi pengontrolan kemajuan yang dicapai,
untuk menjadwal, dan menjalankan apa yang telah disepakati oleh beberapa pihak
yang terlibat. Time management merupakan salah satu area utama perhatian
pimpinan proyek beserta timnya. Dengan adanya time management berarti akan
tersedia aturan dalam menjalankan dan memantau kemajuan suatu proyek dan
pengambilan keputusan-keputusan penting terkait dengannya. Para profesional dari
suatu proyek sekarang telah menyadari akan pentingnya hal ini.
Dalam suatu proyek, pimpinan proyek dan timnya berjuang keras untuk
memenuhi dengan baik jadwal yang sudah dibuat untuk menyelesaikan tugas dengan
kualitas yang baik. Sinkronisasi antara berbagai hal dan kepentingan dari beberapa
pihak yang terlibat dalam suatu proyek merupakan hal sangat penting untuk
diperhatikan. Yang dikatakan terlibat di sini tentu saja bukan hanya manusia, tetapi
juga berbagai sumber daya lainnya, seperti bahan/materi yang diperlukan, dana,
tempat, transportasi, perangkat komputer, perizinan, dan sarana lainnya serta waktu
itu sendiri. Dalam tahap operasional, menjadwal pekerjaan, membuat kategorisasi
jenis pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu, menetapkan kualitas
hasil yang diinginkan, dan lain-lain, merupakan sebagian dari hal-hal menarik
sekaligus menantang dalam suatu proyek.
Konsep dasar time management adalah penggunaan waktu secara efisien
dalam merealisasikan pengerjaan suatu tugas. Para ahli percaya bahwa beberapa hal
berikut penting dipertimbangkan dalam perancangan time management yang bagus.
Pertama, memprioritaskan tugas-tugas penting, dan didasarkan atas sumber daya
29

yang tersedia. Kedua, mengembangkan perencanaan dan menggunaan waktu yang


tersedia dengan cara se-efisien mungkin. Ketiga, terus memantau penyimpangan-
penyimpangan dan gangguan yang terjadi yang mengganggu jalannya pekerjaan
sesuai jadwal. Keempat, mengembangkan efisiensi dan mengurangi tekanan atas
jadwal yang telah dibuat termasuk tekanan kepada para individu yang terlibat dalam
proyek. Pimpinan suatu proyek idealnya harus memprioritaskan tugas-tugas
pengerjaan proyek berdasarkan sumber daya dan tenaga manusia yang tersedia
baginya. Mengembangkan perencanaan merupakan kunci sukses manajemen atas
sumber daya yang tersedia. Sumber daya dan time management dapat secara efisien
dikelola melalui jadwal yang diprogramkan dengan baik. Jadwal yang konstruktif
akan memperlihatkan dengan jelas kapan suatu proyek dimulai dan kapan harus
selesai. Dalam kurun waktu tersebut (antara mulai mengerjakan sampai pada
penyelesaiannya) perlu disadari akan terjadi banyak tekanan yang akan mengganggu
jadwal dan juga orang-orang yang terlibat di dalamnya. Memahami dengan baik
kemampuan tim sebagai keseluruhan akan dapat membantu dalam membuat target
yang dapat dicapai secara realistis (Kasturi & Gransberg, 2002).
30

2.5 Kerangka Berpikir

Gambar 2. 3 Kerangka Berpikir

Kerangka pikir yang dibuat dilakukan dengan menggunakan metodologi


Fit/Gap Analysis. Pertama-tama dibutuhkan suatu Fit/Gap Analysis Report sebagai
dasar dalam menjalankan Fit/Gap Analysis phase.
Fit/Gap Analysis Report terdiri dari sistem informasi, proses bisnis, dan
kebutuhan user pada perusahaan yang bertujuan untuk mengindentifikasi
requirement dari sistem dan mengetahui apakah requirement tersebut sudah dipenuhi
atau belum. Untuk mengetahui apa saja requirement dari perusahaan maka dilakukan
penelusuran terhadap fungsi-fungsi SAP. Requirement ini diidentifikasi melalui
fungsi-fungsi yang ditawarkan oleh SAP dikarenakan tujuan dari skripsi ini adalah
mengoptimalkan fungsi SAP, sementara pihak perusahaan pada umumnya belum
mengetahui tentang fungsi-fungsi yang dapat ditawarkan oleh SAP dan dapat
digunakan untuk mendukung proses bisnis perusahaan. Di samping itu, dari hasil
31

wawancara dengan pihak perusahaan diketahui pula bahwa pihak perusahaan


menginginkan agar semua proses bisnis didukung oleh SAP sepenuhnya.
Cara identifikasi requirement diawali dengan melakukan observasi terhadap
sistem yang berjalan untuk menemukan apakah sistem yang berjalan saat ini (current
state) sudah memenuhi kebutuhan perusahaan dan penggambaran terhadap
requirement yang sudah dipenuhi oleh sistem berjalan. Terdapat 3 kondisi yang
mungkin diidentifikasi dari setiap kebutuhan yang ada, yaitu fit (F), gap (G), atau
partial (P). Fit merupakan proses bisnis yang sudah didukung sepenuhnya oleh
fungsi SAP (fit). Gap merupakan proses bisnis yang tidak didukung sama sekali oleh
fungsi SAP dan proses dalam business blueprint yang tidak direalisasikan dalam
sistem berjalan atau sebaliknya, dan Partial fit merupakan proses bisnis yang baru
sebagian didukung/belum sepenuhnya didukung oleh fungsi SAP. Penentuan kondisi
requirement didasarkan pada hasil wawancara dengan tetap mengacu pada prosedur
proses bisnis PT Telkom Akses. Lalu, penggambaran dari setiap kondisi requirement
dijelaskan dalam komentar (comments) untuk memberikan gambaran yang lebih jelas
mengenai bagaimana kondisi kebutuhan dalam proses bisnis yang berjalan saat ini,
baik fit, partial, maupun gap.
Kemudian setiap requirement dengan kondisi “gap” dan “partial fit” akan
ditentukan peringkat kebutuhannya. Peringkat kebutuhan ini ditanyakan secara
langsung kepada pengguna sistem. Peringkat kebutuhan terdiri dari tiga tingkat
antara lain:
H: HIGH / Mission Critical Requirements adalah requirement yang penting
bagi misi organisasi, dibutuhkan untuk operasi dan tanpa requirement ini organisasi
tidak dapat berfungsi; requirement ini juga mencakup kebutuhan pelaporan internal
dan eksternal yang penting.
M: MEDIUM / Value Add Requirements adalah requirement yang jika
terpenuhi, akan segera signifikan meningkatkan proses; kebutuhan-kebutuhan ini
sering merupakan proses bisnis yang tidak berhubungan dengan misi dari bisnis
oragnisasi, tetapi jika terpenuhi dapat menyediakan biaya dan manfaat yang
signifikasn untuk organisasi.
L: LOW / Desirable Requirements adalah requirement yang perlu dimiliki
dan akan menambah sedikit nilai untuk prsoses bisnis dan mungkin dipenuhi melalui
perubahan terhadap proses bisnis dan mungkin dipenuhi melalui perubahan terhadap
proses bisnis.
32

Selanjutnya requirement dengan ranking high(H) dan medium(H) yang


memiliki kondisi gap (G) dan partial fit (P) dianalisa untuk mengidentifikasi solusi
(alternative) yang dapat digunakan sebagai cara untuk meminimalkan bahkan
menghilangkan gap dengan melakukan optimalisasi terhadap fungsi-fungsi yang
dapat ditawarkan oleh tiga modul SAP HR yang dibahas dalam skripsi ini yaitu cuti,
absensi dan report absensi.
Setelah fit/gap analysis report dihasilkan, maka diperoleh requirement yang
belum didukung oleh fungsi SAP, peringkat requirement, dan solusi untuk
memenuhi requirement. Lalu, akan dijalankan fit/gap analysis phase terhadap
alternative yang memiliki peringkat „high” dan “medium” yang bertujuan untuk
memberikan rekomendasi proses bisnis untuk memenuhi requirement dengan
menggunakan fungsi SAP.
Dalam fit/gap analysis phase dimulai dengan use case dan script untuk
menggambarkan proses bisnis yang berjalan saat ini. Selanjutnya dilakukan analisa
mengenai bagaimana cara untuk merealisasikan alternative yang telah diidentifikasi
pada fit/gap analysis report melalui rancangan proses bisnis yang diperbarui dengan
tetap memperhatikan keseluruhan proses bisnis yang ada. Setelah itu, dilakukan
pembaruan atau penambahan pada dokumen-dokumen terkait yang dibutuhkan untuk
menjalankan proses bisnis yang diusulkan. Selain itu juga digambarkan mengenai
alur aktivitas yang akan menjadi prosedur dalam menjalankan proses bisnis dengan
mempertimbangkan saran dari pengguna sistem dalam perusahaan. Kemudian,
laporan-laporan yang dihasilkan dari proses yang diusulkan diidentifikasi dan
didokumentasikan.

Anda mungkin juga menyukai