Anda di halaman 1dari 10

64 Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 10, No.

1, Februari 2016

ISU-ISU PENGELOLAAN LINGKUNGAN PADA


HOTEL BERBINTANG DI BALI

Jaya Pramono
Fakultas Ekonomika dan Humaniora, Universitas Dhyana Pura Bali
e-mail: jayapramono@gmail.com

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi isu-isu pengelolaan lingkungan pada hotel berbintang di
Bali. Responden dalam penelitian ini adalah 126 orang pimpinan/pengelola hotel. Metode pengumpulan data
yang digunakan adalah kuesioner yang dianalisis melalui statistik deskriptif. Temuan penelitian menunjukkan
bahwa isu-isu pengelolaan lingkungan menempati posisi yang sangat penting pada manajemen hotel dan menjadi
dasar pemikiran bagi para pengelola hotel berbintang di Bali untuk melakukan pengelolaan lingkungan. Dari ke
tujuh isu yang dianalisis, ada tiga isu yang terindikasi penting mendorong hotel untuk melakukan pengelolaan
lingkungan yaitu tekanan dari agen perjalanan wisata, tekanan pelanggan dan wisatawan, dan perubahan iklim.
Terdapat perbedaan antara hotel berbintang satu, dua, dan tiga dengan hotel berbintang empat dan lima terkait
dengan tingkat penting isu-isu tersebut. Bagi pengelola hotel berbintang satu, dua, dan tiga, isu-isu berada pada
kategori “penting”, sedangkan bagi pengelola hotel berbintang empat dan lima, hal tersebut berada pada kategori
“sangat penting”.
Kata kunci: isu pengelolaan lingkungan, hotel berbintang, agen perjalanan wisata, perubahan iklim

ABSTRACT
Aim of this studyis to identify environmental management issues at starred hotels in Bali. Respondent of this
study was 126 hotel manager. The data obtained through questionnaire which was analyzed by descriptive
statistic. The findings show that environmental management issues take an important place to the hotel
management and emerge as bases for hotel manager of starred hotels in Bali for carrrying out environmental
management. Out of seven issues analyzed in this study, three of them emerge as important issues i.e. pressure
from travel agent, pressure from customer and tourist, and cimate change. There is a significant difference
among one, two, and three starred hotels and four and five starred hotels related to the significance of those
issues. For manager of one, two, and three starred hotels, those issues are in “important” category, whereas
for four and five starred hotels, they are in “very important” categories which push them to do management of
environment.
Keywords: environmental management issue, starred hotel, travel agent, climate change

PENDAHULUAN pertumbuhan kunjungan wisatawan asing yang


Tujuan kegiatan kepariwisataan yang terkait mencapai di atas dua digit (rata-rata 8,72%).
dengan keberlanjutan lingkungan adalah untuk Pertumbuhan jumlah hotel dan kamar ini juga dapat
melestarikan alam dan sumber daya yang ada. Hal dimaknai sebagai alternatif tersedianya jasa
ini tertuang dalam UU-RI. No.10/2009 Tentang penginapan (accomodation) yang memudahkan
Kepariwisataan yang mengemukakan bahwa salah wisatawan untuk menginap. Tingginya permintaan
satu prinsip dilaksanakannya kepariwisataan yaitu ini juga akan berkorelasi dengan meningkatnya
memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup, penggunaan sumberdaya untuk memenuhi
sehingga setiap pengusaha pariwisata dan permintaan wisatawan yang datang.Tren ini dapat
wisatawan berkewajiban memelihara lingkungan mempengaruhi kondisi lingkungan, khususnya di
guna menjaga kesehatan, kebersihan, keasrian, dan sekitar hotel, yang pada gilirannya menyebabkan isu
kelestariannya. Sejalan dengan semangat ini, maka environmentally friendly semakin mengemuka di
kewajiban memelihar a kelestarian atau bidang pengelolaan hotel.
keberlanjutan lingkungan menjadi agenda utama pula Di tingkat global, sejak tahun 1987, konsep
bagi para pengelola hotel. keberlanjutan pada pengelolaan lingkungan pertama
Data dari Disparda Bali (2015) menunjukkan kali disuarakan pada koordinasi yang disponsori oleh
bahwa pesatnya pertumbuhan jumlah hotel dan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada komisi
kamar hotel di Provinsi Bali selama tujuh tahun “Our Common Future” yang merupakan sebuah
terakhir antara lain disebabkan tingginya gerakan menuju keber lanjutan. Organisasi
Jaya Pramono, Isu-isu Pengelolaan Lingkungan pada ... . 65

pemerintah dan nonpemerintah, perusahaan, dan menyajikan strategi untuk transisi ke arah
konsumen semakin ber fokus pada perlunya pembangunan yang berkelanjutan.
menjalani hidup yang selaras dengan lingkungan dan Bagi Provinsi Bali, pengelolaan lingkungan
mengurangi kerusakan lingkungan yang ada. Konsep teraktualisasi dalam program Tri Hita Karana. Sejak
keberlanjutan ini juga menjadi momentum penting tahun 2000, melalui Tri Hita Karana Awards,
pada industri perhotelan seperti yang dikemukakan dilakukan penilaian pengelolaan lingkungan secara
oleh Ernst dan Young (2008). tidak langsung sehubungan dengan pembangunan
Moreno et al. (2004) mencatat ada dua alasan pariwisata yang berlangsung di Bali yang dinilai
utama di balik perhatian pada isu lingkungan ini. dalam tiga komponen utama yaitu hubungan manusia
Pertama, diyakini masyarakat dan pemerintah telah dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia,
menyadari bahwa hotel sebagai lembaga komersial dan hubungan manusia dengan alam. Tujuan utama
yang memiliki sumberdaya keuangan, kecakapan program ini adalah agar pengelolaan pariwisata di
teknik,  dan visi, sebaiknya mengembangkan solusi Bali dapat berlangsung secara berkelanjutan. Pada
ekologi untuk masalah lingkungan. Kedua, Tri Hita Karana Awards konsep yang terkait
kemampuan untuk mengembangkan solusi ekologi dengan lingkungan adalah konsep palemahan,
ini berkaitan erat dengan kepentingan hotel pada sisi berasal dari kata lemah yang berarti tanah atau
promosi karena penanganan masalah lingkungan lingkungan. Konsep ini menekankan semua aspek
dengan baik dan bijaksana akan menjadi keunggulan yang berhubungan dengan lingkungan berdasarkan
kompetitif bagi hotel dari sisi promosi. kepercayaan bahwa lingkungan yang baik akan
Sesuai dengan konsep ini, dalam kegiatan memberikan kehidupan yang lebih baik pula (Putra,
operasionalnya, hotel didorong untuk menerapkan 2009).
konsep ramah lingkungan yang menuju pada Menurut Cordeiro dan Sarkis (1997), perencanaan
keberlanjutan melalui berbagai inisiatif seperti dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan yang
program pendidikan, program reboisasi, eco-resort, konsisten pada hotel berkaitan dengan prinsip
efisiensi energi, dan pengembangan bangunan sesuai ekonomi yang memunculkan konsep biaya, tidak
dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintah. hanya ditentukan oleh keuntungan-keuntungan yang
Intinya, industri yang semakin “hijau” telah menjadi akan diperoleh, tetapi juga berdampak pada biaya
tren dan kepedulian utama para wisatawan. Hal ini yang pasti akan mempengaruhi tampilan bisnis.
didasarkan atas sebuah survei konsumen yang Bertentangan dengan pandangan ini, Robinot dan
menunjukkan bahwa 75 persen wisatawan Giannelloni (2010), menyatakan bahwa sebaiknya
mengatakan mereka adalah konsumen yang atribut-atribut pengelolaan lingkungan tidak
berpikiran ramah lingkungan dan 54 persen diinformasikan secara langsung kepada tamu karena
mengemukakan bahwa selain berpikiran ramah akan berdampak pada adanya risiko mendapat
lingkungan mereka juga ingin tinggal di hotel yang penilaian yang kurang layak dari mereka. Dijelaskan
menunjukkan keperdulian terhadap lingkungan lebih lanjut bahwa, meskipun demikian, sangat
(Feiertag, 1994). penting bagi pihak hotel untuk selalu mengupayakan
Berkembangnya keperdulian terhadap pengelolaan lingkungan hotel dengan cara terus-
pengelolaan bisnis yang ramah lingkungan dari semua menerus berinvestasi meningkatkan atribut-atribut
komponen pariwisata (termasuk wisatawan), layanan yang semakin ramah lingkungan.
mengakibatkan program sertifikasi lingkungan di Kontradiksi antara manfaat dan biaya seperti
tingkat global untuk industri perjalanan dan yang telah didiskusikan sebelumnya membuat isu
pariwisata juga mengalami perkembangan. Konsep pengelolaan lingkungan menjadi penting. Terlebih lagi
ini awalnya dikembangkan pada tahun 1996 oleh tiga dengan gencarnya tekanan dari wisatawan dan
organisasi internasional  yaitu  World Travel & operator pariwisata lainnya yang semakin perduli
Tourism Council, Organisasi Pariwisata Dunia, dan dengan lingkungan. Pengelolaan lingkungan ini juga
Dewan Bumi. Ketiga organisasi ini bersama-sama penting untuk hotel karena banyak hotel saat ini tidak
mencetuskan ide “Green Globe,” sebuah hanya diukur kinerja keuangannya, melainkan juga
benchmarking sertifikasi dan kinerja sebagai tanggung jawabnya terhadap lingkungan yang pada
bentuk program perbaikan berdasarkan prinsip- gilirannya mempengaruhi para pemegang saham dan
prinsip Agenda 21. Program ini mengidentifikasi isu- konsumennya (Henriques & Sadorsky,1999).
isu lingkungan dan pembangunan yang mengancam Berbeda dengan artikel-artikel ilmiah
perekonomian dan keseimbangan ekologi selain sebelumnya yang berkaitan dengan lingkungan,
66 Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 10, No. 1, Februari 2016

paper ini menggambarkan isu-isu pengelolaan hotel berupaya secara simultan meminimalkan
lingkungan pada hotel berbintang di Bali berdasarkan konsumsi pelanggan dan pembungkusan yang
pandangan dari para pengelola hotel yang menggunakan plastik; pengunaan container atau
diasumsikan memiliki akses dan peran utama baik material yang dapat diurai dan dipakai kembali seperti
dalam pengelolaan lingkungan pada hotel berbintang gelas dan kertas; dan pengumpulan sampah secara
maupun dalam aspek lain yang mendorong hotel selektif. Akan tetapi, seperti catatan Brown (1994),
melakukan pengelolaan lingkungan. meskipun dalam prakteknya banyak hotel memiliki
label lingkungan, alasan utamanya semata-mata
Pengelolaan Lingkungan Pada Hotel karena adanya kepentingan regulasi, penghematan
Studi tentang pengelolaan lingkungan mencakup sumberdaya, dan tekanan dari biro perjalanan wisata/
penelitian tentang semua kegiatan teknis dan pelanggan/wisatawan.
organisasi guna mengurangi dampak lingkungan yang Kirk (1995) melihat adanya hubungan antara
disebabkan oleh kegiatan operasional perusahaan karakteristik tertentu dari industri pariwisata dengan
(Cramer, 1998). Konsep ini menyangkut adanya misi isu-isu lingkungan. Karakteristik tertentu ini dapat
pengurangan dampak lingkungan, yang penekanannya membentuk str ategi lingkungan pada hotel.
mengarah pada beberapa keputusan pengelola hotel Karakteristik terebut adalah pertama, kegiatan
yang secara sengaja dapat mengurangi dampak operasional hotel menghasilkan buangan sampah
lingkungan pada hotel. pada areal yang luas karena kegiatan-kegiatan
Pengelolaan lingkungan melibatkan berbagai tersebut mencakup sejumlah besar sub-bagian/
inisiatif lingkungan yang mungkin berbeda dalam departemen hotel yang masing-masing
implementasinya tergantung dari jenis industri, membutuhkan sejumlah energi, air, makanan, kertas,
karakteristik organisasi, dan dampaknya terhadap dan sumberdaya lain. Dijelaskan lebih lanjut bahwa
lingkungan. Inisiatif-inisiatif pengelolaan lingkungan hal ini berkontribusi pada penambahan sejumlah kecil
dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori yang polusi terhadap lingkungan dalam bentuk asap, bau,
berbeda seperti pencegahan teknis dan organisasional kebisingan, dan polutan akibat bahan kimia.
atau kategori polusi dan pengendalian polusi (Cramer, Kedua, peraturan lingkungan dalam industri
1998; Russo & Fouts,1997). pariwisata hampir tidak ada dibandingkan di sektor
Pada tahun 1995, International Hotel and lain seperti manufaktur. Ketiga, konsumen industri
Restaurant Association mempublikasikan pariwisata adalah wisatawan yang menjadi tamu
checklist   lingkungan  yang  komprehensif   dan hotel yang kehadirannya berpengaruh langsung
action development guide untuk hotel  kecil  dan terhadap kegiatan layanan yang terjadi di hotel.
menengah. Publikasi ini membantu hotel dalam hal Ketiga aspek ini mengakibatkan adanya tiga bentuk
penyediaan informasi yang lebih rinci untuk sistem pengelolaan lingkungan pada hotel yaitu (1) aktivitas
pengelolaan lingkungan. Hampir semua hotel telah pengelolaan lingkungan yang bersifat sukarela
mengimplementasikan program ini dengan berbagai (voluntary), (2) aktivitas pengelolaan lingkungan
tingkat intensitas. Survei yang dilakukan tentang yang melibatkan tamu sebagai pelanggan dalam
implementasi program ini menunjukkan bahwa implementasi usaha-usaha pengelolaan lingkungan;
manfaat paling signifikan dari pengelolaan dan (3) aktivitas pengelolaan lingkungan yang
lingkungan bagi hotel adalah perbaikan citra publik terfokus pada usaha-usaha prevensi terhadap pulusi
dan hubungan yang lebih baik dengan masyarakat dan/atau aspek-aspek organisasi pengelolaan
setempat (Kirk, 1995). Namun, bagi para pekerja lingkungan. Sifat sukarela dalam implementasi
hotel,   kebijakan  lingkungan  ini  lebih  bermanfaat praktek-praktek lingkungan pada hotel terjadi karena
pada kinerja pengelolaan keuangannya. kurangnya aspek normatif yang bersifat wajib,
Pengelolaan lingkungan di hotel harus apalagi keadaan ini diperkuat oleh fakta bahwa
mencakup semua aktivitas hotel yang berdampak dampak lingkungan pada hotel meliputi area yang
pada lingkungan dan mengembangkan praktek- luas yang membuat masyarakat umum sulit untuk
praktek yang lebih luas untuk menguranginya. menerima pendapat bahwa hotel berperan langsung
Contohnya, dalam mengurangi penggunaan energi dalam perusakan lingkungan (Brown, 1994; Kirk, 1995).
pengelola hotel harus mengontrol dan memperbaiki Kebutuhan untuk melibatkan pelanggan atau
ventilasi dan alat pendingin, pencahayaan, dan wisatawan didasarkan atas peran aktif wisatawan,
fasilitas lain yang membutuhkan energi yang baik dalam pelayanan yang diharapkan maupun
digunakan dalam areal yang berbeda. Selain itu, dengan cara bagaimana wisatawan dapat
untuk mengurangi sampah yang dihasilkan, pihak berkontribusi pada usaha-usaha untuk meminimalkan
Jaya Pramono, Isu-isu Pengelolaan Lingkungan pada ... . 67

dampak negatif yang diakibatkan kegiatannya di Tipologi strategi lingkungan mengisyaratkan


hotel. Oleh karenanya, pada banyak hotel, bahwa ada satu garis tegas yang membatasi
wisatawan atau pelanggan dapat berkolaborasi perusahaan-perusahaan yang tidak berkomitmen
dalam penghematan konsumsi energi dan air, terhadap isu-isu lingkungan dibandingkan dengan
penggantian handuk, dan lainnya. Melalui program pada perusahaan-perusahaan yang sangat perduli
ini wisatawan atau pelangan dilibatkan secara dan menjadi pemimpin dalam pengelolaan lingkungan
langsung dalam kebanyakan aktivitas yang berusaha (Arago´n-Correa,1998). Kelompok perusahaan
untuk meminimalisasir kerusakan lingkungan. Hal yang perduli pada lingkungan dan menjadi pemimpin
ini dapat dijelaskan karena dari satu sisi, tidak ada dalam pengelolaan lingkungan memiliki lebih banyak
aturan normatif yang mewajibkan kontrol terhadap pengalaman dalam hal isu-isu proteksi lingkungan
polusi lingkungan, sedangkan kontrol terhadap polusi dan memiliki strategi lingkungan yang lebih proaktif.
akibat operasional hotel bukan pilihan tepat ketika Kelompok perusahaan ini telah mendapatkan
banyak sumber-sumber lain yang bersamaan keuntungan-keuntungan dari proses proteksi
menghasilkan dampak lingkungan juga (Dobers, 1997). lingkungan yang dikelolanya (Nehrt, 1996).
Berdasarkan kondisi tersebut, teridentifikasi tiga Banyak literatur dalam strategi lingkungan telah
dimensi strategi lingkungan yang harus diperhatikan mempelajari peran yang dimainkan oleh tekanan
oleh pihak hotel. Pertama, sejauh mana praktek- stakeholder dan ukuran organisasi (Fineman &
praktek pengelolaan lingkungan yang berbeda, Clarke, 1996; Henriques & Sadorsky, 1999). Dalam
diimplementasikan. Kedua, adanya pengalaman hotel industri layanan, sektor perhotelan khususnya,
dalam mengaplikasikan usah-usaha tersebut. Ketiga, analisis terhadap pengaruh afiliasi jaringan (chain
persepsi pengelola hotel terhadap pengelolaan hotel) terhadap strategi lingkungan yang dimilikinya,
lingkungan sebagai sebuah kemampuan strategij. sangat relevan (IHEI, 1993).
Tekanan sosial dapat membentuk respon asli
Isu-Isu Lingkungan sebagai Sumberdaya Strategis lingkungan korporasi (Henriques & Sadorsky,1999).
bagi Hotel Pandangan ini berasumsi bahwa setiap organisasi
Strategi lingkungan dapat juga didefinisi mengadopsi inisiatif pengelolaan lingkungan karena
berdasarkan persepsi bahwa aktivitas proteksi permintaan atau motivasi dari pihak stakeholder
lingkungan dapat menyediakan manfaat yang tertentu. Menurut teori stakeholder, setiap
kompetitif bagi hotel. Beberapa penelitian telah organisasi melakukan aktivitasnya untuk
mengaplikasikan padangan ini dan mempertegas memuaskan kebutuhan stakeholder utama, karena
bahwa aktivitas pengelolaan lingkungan berpotensi dengan cara ini, perusahaan mendapatkan dukungan
mengembangkan kemampuan berharga perusahaan, yang diperlukan untuk bertahan dalam jangka
dalam hal integrasi stakeholder dan inovasi serta panjang (Donaldson & Preston, 1995; Freeman,
proses pembelajaran berkelanjutan (Russo & Fouts, 1984). Setiap stakeholder mempunyai mekanisme
1997; Sharma & Vredenburg, 1998). pengaruhnya masing-masing, yang dapat dipakai
Akan tetapi, tidak semua perusahaan mampu secara individual maupun bersama-sama untuk
untuk menerapkan hal yang dapat menyediakan melakukan perlindungan terhadap lingkungan
manfaat kompetitif yang berkelanjutan ini (Grant, (Frooman, 1999).
1991). Amit dan Schoemaker (1993), menjelaskan Respon hotel tidak hanya dihasilkan dari claim
adanya kesulitan karena perusahaan beroperasi atau ketertarikan stakeholder individual, tetapi
dalam sebuah lingkungan yang terus berubah dan perhatian yang simultan dari semua stakeholder
semakin kompleks, sehingga praktek pengelolaan seperti pemerintah atau pelanggan tertentu yang
lingkungan juga mengalami perubahan, termasuk dapat mendukung hotel dengan suatu insentif atau
cara-cara mengitegrasikannya ke dalam organisasi. bahkan bekerjasama dalam upaya memecahkan
Sejalan dengan itu, tidak semua lini perusahaan masalah lingkungan. Hal ini membuat pengelola hotel
mengapresiasi keberadaan manfaat kompetitif ini, lebih menyadari bahwa stakeholder memiliki peran
melainkan hanya lini depan perusahaan yang yang tidak dapat diabaikan dalam mempengaruhi
menganggap praktek manejemen lingkungan mereka untuk lebih perduli pada pelestarian
mempunyai karakteristik nilai, ambiguitas kausal, lingkungan. Dengan demikian, pengelola hotel akan
kompleksitas sosial, dan “imperfect imitability” berusaha untuk merespon dengan strategi lingkungan
yang menganggapnya sebagai sebuah kemampuan yang lebih proaktif.
strategis (Barney, 1991; Grant, 1991).
68 Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 10, No. 1, Februari 2016

Bagian dari motivasi internal perencanaan mempengaruhi kegiatan pengelolaan hotel


korporasi dan eksekusi dari strategi pengelolaan selanjutnya. Brown (1994) menjelaskan indikator
lingkungan yang konsisten pada hotel adalah manfaat atau alasan utama hotel mau terlibat dalam
ekonomi. Pengelola hotel sebaiknya menerima dan pengelolaan lingkungan adalah karena adanya isu
menghormati beberapa prinsip aktivitas pengelolaan seperti kepentingan peraturan pemerintah,
lingkungan yang terfokus pada pengkondisian penghematan sumberdaya, tekanan dari Biro
pendekatan ekonomi yang paling tepat dalam Perjalanan Wisata, dan pelanggan atau wisatawan.
melakukan suatu aktivitas karena pemenuhan Mycock dan Baker (2008) menambahkan indikator
prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan yang isu lainnya yang terkait dengan perubahan cuaca
berkesinambungan ini memunculkan konsekuensi (climate change) dan keprihatinan pada masalah
biaya yang secara implisit ditentukan oleh manfaat- lingkungan global lainnya. El Dief dan Font (2010),
manfaat yang akan diperoleh dari mengikuti proses juga menambahkan indikator adanya isu keuntungan
pengelolaan lingkungan ini (Cordeiro & Sarkis, 1997; dari pemotongan biaya operasional.
Walley & Whitehead, 1994).
Aktivitas-aktivitas proses pengelolaan lingkungan METODE
tidak mewakili suatu aktivitas yang terisolasi Penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif
melainkan dengan keputusan bisnis yang memiliki dengan desain survei. Populasi dalam studi ini adalah
kemungkinan untuk meningkatkan keuntungan bagi seluruh hotel berbintang di Bali (hotel bintang 1
perusahaan. Proses pengelolaan lingkungan sampai dengan bintang 5). Pemilihan ini didasarkan
seharusnya mengarah pada suatu perbaikan pada alasan bahwa hotel berbintang selama ini
lingkungan dimana proses ini nantinya akan dikenal sebagai lembaga yang dikelola secara
diapresiasi oleh masyarakat sebagai suatu upaya komersial dan memiliki sumberdaya keuangan,
perbaikan citra hotel (Welford, 1995). kecakapan teknik, serta visi yang jelas untuk
Berbagai keuntungan potensial dari sisi ekonomi mengembangkan solusi ekologi untuk berbagai
yang disebutkan telah dikemukakan pada literatur- masalah lingkungan (Feiertag, 1994). Hotel
literatur terdahulu ketika isu-isu lingkungan berbintang juga telah mengembangkan pengelolaan
diintegrasikan dalam strategi perusahaan lingkungan yang lebih advance karena ketersediaan
(Guimaraes & Liska, 1995). Jika dirangkum, hal ini sumberdaya yang lebih besar untuk diinvestasikan
meliputi penghematan biaya dan perbaikan dalam dalam proses konservasi dan perlindungan terhadap
efisiensi perusahaan, perbaikan dalam kualitas lingkungan (Sharma & Vredenburg, 1998),
produk, peningkatan dalam pangsa pasar, dimilikinya bentuk pengelolaan formal (Merritt,
pengurangan dalam tanggungjawab, melampaui para 1998), dan mempunyai skala kekuatan ekonomi
pesaing atau perundangan, akses terhadap pasar untuk melakukan reuse, recycling atau
baru, motivasi dan kepuasan karyawan, perbaikan mengevaluasi program pengelolaan sampah
dalam hubungan dengan masyarakat, serta akses (Andersen, 1997). Berdasarkan beberapa alasan
terhadap bantuan finansial. tersebut diharapkan hotel berbintang lebih terdorong
Penelitian yang ada selama ini melaporkan untuk mengadopsi strategi pengelolaan lingkungan
bahwa bukti yang terkait dengan hubungan antara yang lebih proaktif dibandingkan dengan hotel tidak
pengelolaan lingkungan per usahaan yang berbintang (hotel yang lebih kecil atau hotel melati).
berkelanjutan dengan kinerja ekonomi bersifat Pada tahun 2014, hotel berbintang di Provinsi
kontradiktif, karena beberapa hasil penelitian Bali berjumlah 217 buah (www.disparda.
menunjukkan adanya hubungan yang positif antara baliprov.go). Data hotel bintang 1-5 yang dapat
perfomance ekonomi dan produktivitas dalam diakses sebanyak 126 buah karena 91 pihak hotel
strategi pengelolaan lingkungan perusahaan (Judge tidak bersedia untuk berpartisipasi. Responden
& Douglas, 1998; Russo & Fouts, 1997), sedangkan dalam penelitian ini adalah pengelola/manager hotel
yang lainnya mengidentikasi adanya hubungan yang yang diminta untuk menjawab kuesioner yang
negatif (Cordeiro & Sarkis, 1997; Worrell et al. 1995). diberikan. Butir-butir pertanyaan menggunakan
Isu lain terkait dengan permasalahan- skala Skala Likert dengan rentangan 1-7 mulai dari
permasalahan utama lingkungan yang perkembangannya amat sangat tidak penting sampai dengan amat
secara langsung atau tidak langsung yang dapat sangat penting. Analisis data yang digunakan adalah
disebabkan oleh pengelolaan hotel atau lainnya yang analisis statistik deskriptif.
Jaya Pramono, Isu-isu Pengelolaan Lingkungan pada ... . 69

HASIL DAN PEMBAHASAN melakukan pengelolaan lingkungan. Rata-rata skor


Isu-isu pengelolaan lingkungan yang dianalisis jawaban responden tentang hal ini adalah 5,60.
berikut ini adalah isu-isu aktual tentang pengelolaan Hal yang menggembirakan tampak pada
lingkungan yang mempengaruhi hotel berbintang jawaban responden tentang perubahan iklim dan
untuk melakukan proses pengelolaan lingkungan. keprihatinan pada masalah lingkungan global lainnya.
Isu-isu ini terdiri dari tujuh isu utama tentang Terlihat bahwa sebagian besar responden
permasalahan pokok lingkungan baik secara memberikan skor 6 (secara berturut-turut sebanyak
langsung maupun tidak langsung disebabkan oleh 50 orang dan 54 orang). Ini dapat menjadi suatu
kegiatan kepariwisataan (termasuk pengelolaan indikasi adanya kesadaran pada manajemen
hotel) yang mempengaruhi kegiatan pariwisata, pengelola hotel berbintang di Bali tentang isu
khususnya pengelolaan hotel selanjutnya (Brown, lingkungan global yang mengemuka dewasa ini,
1994; El Dief & Font 2010; Mycock & Baker, 2008). khususnya tentang perubahan iklim dan keprihatinan
Tabel 1 menggambarkan distribusi jawaban pada masalah lingkungan global lainnya.
responden berkaitan dengan “apakah isu-isu Guna memudahkan interpretasi, maka perlu
pengelolaan lingkungan mendorong manajemen dilakukan kategor isasi terhadap data yang
untuk melakukan pengelolaan lingkungan di ditampilkan pada Tabel 1. Oleh karena alternatif
hotelnya”. Untuk menjawab hal ini, dapat dijelaskan jawaban terletak antara skor 1 (amat sangat tidak
melalui mekanisme berikut ini. Misalnya, untuk penting) sampai dengan skor 7 (amat sangat
variabel x1.1 (adanya peraturan pemerintah), dari 126 penting), maka dapat dihitung rentangan skornya
responden distribusi datanya adalah hanya 1 (range) yakni 0,86. Untuk kategori I, maka range
responden menjawab kategori skor 1; 3 responden yang terbentuk adalah dari 1 sampai dengan 1,86
menjawab kategori skor 2; 8 responden menjawab (1+0,86), demikian seterusnya untuk kategori II
kategori skor 3; 16 responden menjawab kategori sampai dengan VII. Jadi untuk range 1,00 d” x d”
skor 4; 24 responden menjawab kategori skor 5; 27 1,86 berada pada ketegori I (sangat tidak penting),
responden menjawab kategori skor 6; 47 responden sampai dengan range 6,16 d” x d” 7,00 berada pada
menjawab kategori skor 7; sehingga rata-rata skor kategori VII (atau amat sangat penting).
jawaban responden adalah 5,60. Demikian Sesuai dengan range yang ada, maka data pada
seterusnya untuk semua variabel yang lainnya yakni Tabel 1 ditransformasi sehingga membentuk data
x1.2, x1.3, x1.4, x1.5, x1.6, dan x1.7. yang tertera pada Tabel 2. Secara umum dapat
Dari hasil ini, meskipun ada 1 orang responden dikatakan bahwa menurut para responden (pengelola
yang memberikan skor 1 (skor terendah), sebagian hotel berbintang di Bali), isu-isu pengelolaan lingkungan
besar memberikan jawaban dengan skor 5-7. sebagai hal yang sangat penting mendorong hotel
Bahkan dari jawaban tersebut juga dapat disimak untuk melakukan pengelolaan lingkungan. Hal ini
bahwa dominan responden (47 orang) memberikan terbukti karena semua variabel indikatornya berada
skor 7 (tertinggi) yang berarti adanya peraturan pada kategori skor VI (sangat penting).
pemerintahlah yang menyebabkan pihak hotel
Tabel 1. Distribusi Jawaban Responden Tentang Isu-Isu Lingkungan
yang Mendorong Hotel Berbintang di Bali
Melakukan Pengelolaan Lingkungan
Skor Rata
Kode Isu
1 2 3 4 5 6 7 Rata
X1.1 Adanya peraturan pemerintah 1 3 8 16 24 27 47 5,60
X1.2 Penghematan sumberdaya 0 1 2 6 21 45 51 6,06
X1.3 Tekanan dari Biro Perjalanan 0 5 9 14 17 48 33 5,51
X1.4 Tekanan pelanggan dan wisatawan 1 2 7 13 17 53 33 5,65
X1.5 Perubahan iklim (climate change) 1 5 6 15 16 50 33 5,56
Keprihatinan pada masalah
X1.6 0 1 3 13 18 54 37 5,84
lingkungan global lainnya
Manfaat dari pemotongan biaya
X1.7 1 3 8 16 24 47 27 5,75
operasional
Sumber: data primer diolah
70 Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 10, No. 1, Februari 2016

Tabel 2. Distribusi Jawaban Responden Tentang Isu-Isu Lingkungan yang Mendorong Hotel
Berbintang di Bali untuk Melakukan Pengelolaan Lingkungan
sesuai Hasil Interpretasi Kategorisasi

Kode Isu Skor Keterangan


X1 Peraturan pemerintah 5,60 VI / Sangat Penting
X2 Penghematan sumberdaya 6,06 VI / Sangat Penting
X3 Tekanan dari Biro Perjalanan 5,51 VI / Sangat Penting
X4 Tekanan pelanggan dan wisatawan 5,65 VI / Sangat Penting
X5 Perubahan iklim (climate change) 5,56 VI / Sangat Penting
X6 Keprihatinan pada masalah lingkungan global lainnya 5,84 VI / Sangat Penting
X7 Manfaat dari pemotongan biaya operasional 5,75 VI / Sangat Penting
Sumber: data primer diolah
Tabel 3. Distribusi Perbandingan Jawaban Responden antara Hotel Bintang 4 dan 5
dengan Hotel Bintang 1,2, dan 3 Tentang Isu-Isu Lingkungan yang
Mendorong Hotel Berbintang di Bali Melakukan Pengelolaan Lingkungan

Berbintang 1,2&3 Berbintang 4&5


Kode Isu
Skor Keterangan Skor Keterangan
X1 Adanya Peraturan pemerintah 4,60 V / Penting 5,60 VI / Sangat Penting
IV /Agak VII / Amat Sangat
X2 Penghematan sumberdaya 4,42 6,20
Penting Penting
IV /Agak
X3 Tekanan dari Biro Perjalanan 4,11 5,80 VI / Sangat Penting
Penting
X4 Tekanan pelanggan dan wisatawan 4,85 V / Penting 5,90 VI / Sangat Penting
IV /Agak
X5 Perubahan iklim (climate change) 4,36 5,80 VI / Sangat Penting
Penting
Keprihatinan pada masalah
X6 5,08 V / Penting 5,90 VI / Sangat Penting
lingkungan global lainnya
Manfaat dari pemotongan biaya
X7 4,87 V / Penting 5,70 VI / Sangat Penting
operasional
Sumber: data primer diolah
Selanjutnya, Tabel 3 menggambarkan perbedaan hotel berbintang satu, dua, dan tiga, isu-isu ini agak
antara hotel-hotel berbintang empat dan lima penting untuk diperhatikan atau intensitas
dibandingkan dengan hotel-hotel berbintang satu, kepentingannya tidak setinggi intensitas kepentingan
dua, dan tiga dalam hal menyikapi isu-isu pengelolaan hotel-hotel berbintang empat dan lima.
lingkungan. Di satu pihak, isu peraturan pemerintah bagi
Sesuai dengan Tabel 3, maka dapat dikatakan hotel-hotel berbintang satu, dua, dan tiga menunjukkan
bahwa ada perbedaan distribusi data antara hotel skor sebesar 4,60 yang termasuk dalam ketegori V
berbintang 4 dan 5, dibandingkan dengan hotel (penting) sebagai dasar melakukan pengelolaan
berintang 1, 2, dan 3 dalam menyikapi tentang isu- lingkungan. Di lain pihak, bagi hotel berbintang empat
isu lingkungan. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan dan lima, isu ini berada pada nilai 5,60 yang termasuk
sebagai berikut. dalam kategori VI (sangat penting) sebagai dasar
Secara umum, bagi hotel berbintang empat dan melakukan pengelolaan lingkungan. Jika disimak
lima, isu-isu pengelolaan lingkungan sangat penting lebih lanjut, isu peraturan pemerintah belum muncul
sebagai dasar manajemen melakukan proses sebagai pertimbangan utama bagi pengelola hotel
pengelolaan lingkungan. Sementara itu, bagi hotel- berbintang di Bali. Hal ini mungkin disebabkan ketika
Jaya Pramono, Isu-isu Pengelolaan Lingkungan pada ... . 71

melakukan peyusunan peraturan ini pemerintah tidak Isu perubahan iklim (climate change) bagi
melibatkan organisasi seperti Bali Hotel Assosiation hotel-hotel berbintang satu, dua, dan tiga
(BHA) atau Perhimpunan Hotel dan Restoran menunjukkan skor 4,36 yang termasuk dalam
Indonesia (PHRI). Selain itu, peraturan yang ada ketegori IV (agak penting) sebagai dasar manajemen
tidak disertasi dengan/mencantumkan pemberian dalam upaya melakukan pengelolaan lingkungan.
instruksi pelaksanaan dan sanksi yang tegas bagi Sementara itu, bagi hotel berbintang empat dan lima
hotel yang tidak/belum mengimplementasikan isu ini menunjukkan skor 5,80 yang termasuk dalam
peraturan ini. Pengelola hotel berbintang seringkali kategori VI (sangat penting) sebagai dasar
tidak memiliki pemahaman yang jelas terkait dengan manajemen dalam melakukan pengelolaan lingkungan.
penerapan peraturan tersebut. Ini dapat menjadi Isu kprihatinan pada masalah lingkungan global
suatu pertanda bahwa peraturan pemerintah bukan lainnya bagi hotel-hotel berbintang satu, dua, dan
menjadi pertimbangan utama bagi pengelola hotel tiga menunjukkan skor 5,08 yang termasuk dalam
untuk melakukan pengelolaan lingkungan. Untuk ketegori V (penting) sebagai dasar manajemen untuk
mengklarifikasi fenomena ini perlu dilakukan melakukan pengelolaan lingkungan, sedangkan bagi
penelitian lanjut. hotel berbintang empat dan lima, isu ini ada pada
Isu penghematan sumberdaya bagi hotel-hotel skor 5,90 yang termasuk dalam ketegori VI (sangat
berbintang satu, dua, dan tiga menampakkan skor penting) sebagai dasar manajemen mau melakukan
sebesar 4,42 yang termasuk dalam ketegori IV (agak pengelolaan lingkungan. Jika diperhatikan isu
penting) sebagai dasar melakukan pengelolaan keprihatinan pada masalah lingkungan global
lingkungan. Sementara itu, bagi hotel berbintang lainnya tidak signifikan atau belum merupakan
empat dan lima, isu ini menunjukkan skor 6,20 yang pertimbangan utama bagi pihak manajemen hotel
termasuk dalam kategori VII (amat sangat penting) berbintang di Bali untuk mau melakukan
sebagai dasar bagi manajemen melakukan pengelolaan lingkungan. Hal ini kemungkinan
pengelolaan lingkungan. Bagi pengelola hotel, disebabkan secara umum, Bali sebagai sebuah
penghematan sumberdaya dan adanya manfaat dari destinasi pariwisata termasuk dalam lingkaran ring
pemotongan biaya operasional hotel terindikasi of fire yang rawan terkena bencana alam, isu penyakit,
tidak menjadi isu utama untuk melakukan isu keamanan dan politik, terorisme, dan lainnya. Ini
pengelolaan lingkungan. Hal ini dapat disebabkan dapat berkontribusi pada adanya pembiasaan
nilai ekonomis dari proses penghematan (pengelola hotel sudah terbiasa) berhadapan
sumberdaya dan potongan biaya operasional terlihat langsung dengan isu-isu seperti ini yang selalu
kecil nilainya jika dipilah per bulan dan tidak menjadi bagian dari aktivitas keseharian pada kegiatan
memberikan manfaat jika dibandingkan dengan operasional pengelolaan hotel berbintang di Bali.
uang layanan (service charge), tips atau uang lainnya Manfaat dari pemotongan biaya operasional
yang diperoleh di hotel. bagi hotel-hotel berbintang satu, dua, dan tiga
Isu tekanan dari Biro Perjalanan Wisata bagi menunjukkan skor 4,87 yang termasuk dalam
hotel-hotel berbintang satu, dua, dan tiga ketegori V (penting) sebagai dasar pihak manajemen
menunjukkan skor sebesar 4,11 yang termasuk hotel melakukan pengelolaan lingkungan. sementara
dalam ketegori IV (agak penting) sebagai dasar bagi hotel berbintang empat dan lima isu ini berada
manajemen melakukan pengelolaan lingkungan. pada skor 5,70 yang termasuk dalam ketegori VI
Sementara itu, bagi hotel berbintang empat dan lima, (sangat penting) yang mempengaruhi manajemen
isu ini ada pada skor 5,80 yang termasuk dalam melakukan pengelolaan lingkungan.
kategori VI (sangat penting) sebagai dasar
manajemen melakukan pengelolaan lingkungan. SIMPULAN DAN IMPLIKASI HASIL
Isu tekanan pelanggan dan wisatawan bagi PENELITIAN
hotel-hotel berbintang satu, dua, dan tiga berada Secara umum, isu-isu pengelolaan lingkungan
pada skor 4,85 atau termasuk dalam ketegori V sangat penting posisinya dan menjadi pertimbangan
(penting) sebagai dasar manajemen melakukan hotel berbintang di Bali untuk melakukan
pengelolaan lingkungan. Di lain pihak, bagi hotel pengelolaan lingkungan. Akan tetapi, terdapat
berbintang empat dan lima, isu ini menunjukkan skor perbedaan tingkat kepentingan antara hotel bintang
sebsar 5,90 yang termasuk dalam kategori VI (sangat empat dan lima dengan hotel bintang satu, dua, dan
penting) sebagai dasar untuk manajemen melakukan tiga. Bagi hotel berbintang satu, dua, dan tiga; isu-
pengelolaan lingkungan. isu lingkungan berada pada tingkat “penting”,
72 Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 10, No. 1, Februari 2016

sedangkan bagi hotel berbintang empat dan namun secara langsung mensosialisasikannya kepada
lima,tingkatannya dilaporkan”sangat penting” yang pihak hotel sekaligus mengawasi serta memonitor
menyebabkan mereka merasa perlu untuk penerapannya secara langsung.
melakukan pengelolaan lingkungan. Isu perubahan iklim (climate change) juga
Hasil analisis menunjukkan bahwa dari ketujuh merupakan isu kunci yang mengemuka. Perubahan
isu-isu yang mengemuka, hanya ada tiga isu yang iklim suka atau tidak suka manjadi tantangan
tampak signifikan untuk diperhatikan yaitu 1) tersendiri bagi pengelola atau pihak manajemen
tekanan dari travel agent (biro perjalanan wisata), hotel. Sulitnya memprediksi iklim dan keadaan alam
2) tekanan pelanggan dan wisatawan, dan 3) misalnya, akan berdampak pada kesulitan dalam
perubahan iklim (climate change). Sementara itu, mengatur kegiatan operasional rutin hotel di open
isu lainnya yakni 1) peraturan pemerintah, 2) isu space. Belum lagi hal ini akan berdampak baik pada
penghematan sumberdaya, 3) keprihatinan pada terganggunya aktivitas tamu yang menginap di hotel
masalah lingkungan global lainnya, dan 4) adanya seperti debu yang menyebabkan tamu mengalami
manfaat dari pemotongan biaya operasional, gangguan saluran pernafasan, maupun dampak
dianggap tidak penting bagi pihak hotel untuk terhadap lingkungan langsung hotel, misalnya banjir,
melakukan pengelolaan lingkungan. serta sampah “kiriman” di sekitar pantai.
Hasil penelitian ini akan berimplikasi secara Hasil penelitian ini menegaskan bahwa isu
praktis, khususnya terhadap pengelolaan lingkungan perubahan iklim memberi kontribusi penting
di hotel berbintang di Provinsi Bali. Isu-isu terhadap proses pengelolaan lingkungan yang
lingkungan yang ada di industri pariwisata dan dilakukan pengelola hotel berbintang di Bali.
perhotelan memiliki banyak aspek dan dimensi. Penelitian selanjutnya perlu dilakukan untuk
Seperti yang dikemukakan pada simpulan, hasil menginvestigasi dampak perubahan iklim ini pada
penelitian ini manggambarkan bahwa ada tiga isu industri perhotelan di Bali.
utama yang menyebabkan hotel terdorong untuk
melakukan proses pengelolaan lingkungan yakni 1) REFERENSI
adanya tekanan dari travel agent, 2) adanya Amit, R., and Schoemaker, P.J.H.. 1993. Strategic
tekanan dari pelanggan dan wisatawan, serta 3) assets and organizational rent. Strategic
terwacanakannya perubahan iklim (climate Management Journal, 14 (1): 33–46.
change) yang semakin lama semakin terasa Andersen, O. 1997. Industrial ecology and some
dampaknya dalam kehidupan sehari-hari. implications for rural SMEs. Business Strategy
Isu tekanan dari pihak travel agent dan and the Environment, 6 (3): 146–52.
wisatawan membuktikan betapa pentingnya peran Arago´n-Correa, J.A. 1998. Strategic proactivity and
kedua pihak tersebut dalam mempengaruhi pengelola firm approach to the natural environment.
hotel untuk bersedia melakukan pengelolaan Academy of Management Journal, 41 (5): 556–67.
lingkungan. Apalagi manfaat utama yang dirasakan Barney, J.B. 1991. Firm resources and sustained
oleh pengelola hotel berbintang yang ada di Bali dari competitive advantage. Journal of Management,
proses pengelolaan lingkungan adalah kepuasan 17 (1): 99–120.
tamu. Temuan ini menguatkan posisi tren green Brown, M. 1994. Environmental Auditing and the
industry atau industri hijau dimana semakin banyak Hotel Industry: An Accountants Perspective,
tamu/wisatawan mengatakan bahwa mereka adalah in A.V. Seaton, C.L. Jenkins, R.C. Wood,
konsumen yang berpikiran ramah lingkungan dan P.U.C. Pieke, M.M. Bennet, L.R.
ingin berkontribusi untuk perduli terhadap lingkungan. McLellan and R. Smith (eds). 1999. Tourism: The
Selain itu, jika selama ini dalam State of the Art, Chichester. John Willey &
mengimplementasikan peraturannya, pemerintah Sons, New York.
cenderung langsung berhubungan dengan pihak Cordeiro, J.J. and Sarkis, J. 1997. Environmental
pengelola hotel, sekarang sudah saatnya untuk proactivism and firm performance: evidence
menyasar biro perjalanan wisata dan wisatawan. from security analyist earning forecast.
Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah melalui Business Strategy and the Environment, 6 (2):
edukasi biro perjalanan wisata dan wisatawan 104–14.
tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan Cramer, J. 1998. Environmental management: from
melalui mekanisme pengelolaan lingkungan pada “fit” to “strech”. Business Strategy and the
hotel berbintang di Bali. Tidak hanya dengan Environment, 7 (3): 162–72.
pendekatan konvensional seperti membuat peraturan,
Jaya Pramono, Isu-isu Pengelolaan Lingkungan pada ... . 73

Dobers, P. 1997. Strategies for environmental Kirk, D. 1995. Environmental management in hotels.
control: a comparison between regulation and International Journal of Contemporary
centralized control in germany and reforms Hospitality Management 7 (6): 3-8.
leading to decentralized control in Sweden. Merritt, Q. 1998. EM into SME wont go? Attitudes,
Business Strategy and the Environment, 6 (1): awareness and practices in the London Borough
34–45. of Croydon. Business Strategy and the
Donaldson, T. and Preston, L.E. 1995. The Environment, 7 (2): 90–100.
stakeholder theory of the corporation: concepts, Moreno, Eva Carmona, Jose´Ce´spedes-Lorente and
evidence, and implications. Academy of Jero´nimo de Burgos-Jimenez. 2004.
Management Review, 20 (1): 65–91. Environmental strategies in Spanish hotels:
El Dief, M., and Font, X. 2010. Determinants of contextual factors and performance. The
environmental management in the Red Sea Service Industries Journal, 24 (3): 101–130.
Hotels: personal and organizational values and Mycock, S., and Baker., C 2008. Environmental
contextual variables. International Centre for Management for Hotels: The Industry Guide
ResponsibleTourism. ICRT Occasional Paper to Sustainable Operation by  International
No. 17. Tourism Partnership. John Willey & Sons,
Ernst and Young. 2008. Hospitality going green. New York.
global hospitality insights. A publication for the Nehrt, C. 1996. Timing and intensity effects of
hospitality industry (cited 2013 Jun.15). environmental investments. Strategic
Available from: http://www.irei.com/ uploads/ Management Journal, 17 (7): 535–47.
marketresearch/128/marketResearchFile/ Putra, K.G.D. 2009. Tri Hita Karana Awards
hospitality_insights_DF0052.pdf &Accr editation:Menuju Pembangunan
Feiertag, H. 1994. Boost sales with environmental- Pariwisata yang Berkelanjutan dan Ramah
driven strategy. Hotel and Motel Management, Lingkungan. Center for Environmental Studies
209 (2): 8-18. Faculty of Science Udayana University. (cited
Fineman, S., and Clarke, K. 1996. Green 2012 Jan. 2010] Available from: http://
Stakeholders, Industry Interpretations and kgdharmaputra. blogspot.com/2009/12/tri-
Response. Journal of Management Studies, 33 hita-karana-awards accreditation.html
(6): 715-730. Russo, M. V., and Fouts, P.A. 1997. A resource-
Freeman, R.E. 1984. Strategic Management: A based perspective on corporate environmental
Stakeholder Approach. Boston: Pitman. performance and profitability. Academy of
Frooman, J. 1999. Stakeholder influence strategies. Management Journal 40 (3): 534-559.
Academy of Management Review, 24 (2): 191–205. Sharma, S., and Vredenbur, H. 1998. Proactive
Grant, R.M. 1991. The resource-based theory of corporate environmental strategy and the
competitive advantage: implications for development of competitive valuable
strategy formulation. California Management organizational capabilities. Strategic
Review, 33 (3): 114–35. Management Journal, 19 (8): 729-753.
Guimarães, T. Y., and Liska, K. 1995. Exploring the www.disparda.baliprov.go. Statistik Pariwisata.
business benefits of environmental stewardship. Dinas Pariwisata Pemerintah Provinsi Bali.
Business Strategy and the Environment, 4 (1): 9-22. Diunduh Tanggal 10 Februari 2015.
Henriques, I. Y., and Sadorsky, P. 1999. The Walley, N., and Whitehead, B. 1994. Its not easy
relationship between environmental commitment being green. Harvard Business Review, 72 (3):
and managerial perceptions of stakeholder 46–50.
importance. Academy of Management Journal, Welford, R. 1995. Environmental Strategy and
42 (1): 87-99. Sustanaible Development. The Corporate
IHEI (International Hotels Environment Initiative). Challenge for the 21st Century. London & New
1993. Environmental Management for Hotels. York: Routledge.
Oxford: Butterworth-Heinemann. Worrell, D., Gilley, K.M., Davidson III, W.D., and
Judge, W.Q., and Douglas, T.J. 1998. Performance El-Jely, A. 1995. When green turns to red: stock
implications of incorporating natural market reaction to announced greening
environmental issues into the strategic planning activities. Paper presented at the Academy
process: an empirical assessment. Journal of of Management Meeting, Vancouver.
Management Studies, 35 (2): 241–62.

Anda mungkin juga menyukai