Article
Article
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jih
Abstract
___________________________________________________________________
The Revolution does not only happen at the National level but also occurs at the local level. There is so much upheaval and
conflicts of Indonesian people in the regions, especially in Java. Solo became one of the cities that had a story of fighting against
the Dutch in defending independence in the Second Military Aggression. The Four Days Battle in Solo has a story that has
had a positive impact on Indonesia's independence. Dutch who wanted to expand their power to enter the city of Solo on
December 21, 1948. The Dutch desire to control the city of Solo reinforced the situation that the city of Solo is the basis of
military defense after the transfer of the capital of the Republic of Indonesia to the city of Special Region of Yogyakarta.
Disabling the base of military defense is one way to conquer Indonesia. The assumption is believed by General Spoor (leader of
the Dutch forces) not as he expected. In fact the spirit of the struggle TP, TNI to the community in the city of Solo can reverse
the situation. The guerrilla war strategy used by Lieutenant Colonel Slamet Riyadi and Major Achmadi in combat made the
Dutch overwhelmed. Good cooperation from all parties make the city of Solo managed to maintain Indonesia's independence.
In addition to successfully maintaining independence in the city of Solo. The battle led by Lieutenant Colonel Slamet Riyadi
and Major Achmadi makes the Indonesian Army respected by the international community, because it is able to paralyze the
Dutch troops and make the Dutch return the power of Solo to the Government of Indonesia representatives of Solo.
Alamat korespondensi: ISSN 2252-6633
Gedung C5 Lantai 1 FIS Unnes
Kampus Sekaran, Gunungpati, Semarang, 50229
E-mail: sejarah@mail.unnes.ac.id
62
Siti Nur Fatimah, Wasino, dan Bain/ Journal of Indonesian History 5 (1) (2016)
63
Siti Nur Fatimah, Wasino, dan Bain/ Journal of Indonesian History 5 (1) (2016)
64
Siti Nur Fatimah, Wasino, dan Bain/ Journal of Indonesian History 5 (1) (2016)
kota Solo TNI menggunakan taktik bumi (Komandan Brigde V/Panembahan Senopati
hangus dan menggosongkan kota yang Divisi II). Sedangkan susuanan dibawahnya
bertujuan untuk memperlambat gerak dari yaitu di tiap-tiap kabupaten di bentuk komando-
pasukan Belanda memasuki Kota Solo. Belanda komando Sub-Wehr Kreise (SWK) sektor yang
baru bisa memasuki Kota Solo setelah 2 hari mencakup satu atau lebih dari wilayah
berusaha mencari jalan masuk. Kecamatan. Dibawah Sub-Wehr Kreise masih
terbagi kedalam Rayon, Sub-Rayon, Sektor, dan
Strategi dan Pembagian Wilayah Surakarta Sub-Sektor.
Menjelang Agresi Militer ke II Wehr Kreise 1 atau biasa disebut juga
Semenjak Belanda memasuki dan Wilayah Pertempuran Panembahan Senopati
menyerang kota Solo dalam Agresi Militer ke II (PPS) terbagi kedalam Sub-Wehr Kreise (SWK)
perang Gerilya menjadi strategi perang saat itu. yang terdiri dari 7 Sub-Wehr Kreise (SWK): 1)
Gerilya menggunakan metode serangan secara SWK 100/PPS 100-Wilayah Boyolali-Simo-
diam-diam di malam hari. Gerilya merupakan Wonosegoro; 2) SWK 101/PPS 101-Wilayah
salah satu taktik yang dirasa efektif digunakan Klaten; 3) SWK 102/PPS 102-Wilayah
pada pertempuran saat itu. Agresi Militer ke II Wonogiri-Baturetno-Pacitan; 4) SWK 103/PPS
membuat Kota Surakarta terbagi kedalam tiga 103-Wilayah Soekohardjo; 5) SWK 104/PPS
bagian daerah. Sesuai dengan konsep perang 104-Wilayah Karanganyar; 6) SWK 105/PPS
gerilya kota Surakarta terbagi menjadi: (a) 105 Wilayah Sragen; dan 7) SWK
Daerah Pangkalan Gerilya, (b) Daerah 106/PPS/ARJUNA Wilayah Kota Sala (Ex
Pendudukan Belanda, (c) Daerah yang tidak Anggota TNI Datasemen II Brigade 17, 2000:
dikuasai oleh kedua belah pihak. 37-38). Pembagian SWK dilakukan untuk
Agresi Militer ke-II sudah di prediksi mempermudah koordinasi antara setiap wilayah
keberlangsungannya oleh Komando Komandan kota dalam pembagian tugas dan operasi gerilya
Jawa. Sehingga wilayah-wilayah perbatasan pada malam hari. Begitupun dengan fungsi
memasuki Kota Solo sudah dihancurkan dan di pembagian Rayon dan Sub-Rayon dan
bumi hanguskan. Keadaan seperti ini membuat seterusnya. Pembagian rayon-rayon inilah yang
pasukan Belanda kaget, mereka beranggapan menandakan sudah dimulainya Clash II atau
bahwa saat mereka dapat menguasai yang kita kenal dengan Perang Kemerdekaan
Yogyakarta dan menawan pimpinan-pimpinan (PK) II.
RI saat itu, riwayat RI sudah tamat. Setelah itu Dibawah pimpinan Mayor Achmadi pada
Panglima Besar Jendral Sudirman tanggal 22 Desember 1949 diadakan rapat
memerintahkan A.H Nasution agar mengatur Komando Daerah Solo (KDS) untuk membagi
siasat bagi seluruh angkatan perang menjadi satu daerah perang gerilya Solo dalam rayon-rayon.
medan gerilya yang luas. Dengan adanya Kota Solo dan sekitarnya (radius 15 km) mula-
perintah siasat yang di keluarkan, setiap mula dibagi dalam empat rayon, dengan titik
komandan pasukan memiliki pegangan dalam pusatnya Pasar Pon. Namun, pada tanggal 8
pelaksanaan tugas masing-masing. Februari 1949 di bentuk lagi Rayon V, ini
Perang kemerdekaan menjadikan kota dikarenakan banyaknya anak TP yang berjuang
Sala pada waktu itu Medan Perang Gerilya di dalam kota Solo (Suwondo, 1996: 121).
dengan nama Wehr Kreise 1. Wehr Kreise Rayon V dibentuk guna mengkoordinir segala
adalah Wilayah yang akan melakukan kegiatan perjuangan di dalam kota Solo, dengan
peperangan secara sendiri-sendiri tidak tugas untuk mengadakan sabotase dan memberi
tergantung satu sama lain atau pada markas informasi-informasi militer serta ikut bertempur
besarnya (Panitia Peringatan 4 Hari di Kota bila ada serangan dari luar kota. Wilayah Rayon
Solo 7-10 Agustus 1949, 2001: 1). Wilayah V meliputi kota Solo dengan titik pusatnya di
Karasidenan Surakarta dibentuk Wehr Kreise Pasar Pon. Penggunan wilayah rayon-rayon dan
dengan Komandannya Let.Kol Slamet Riyadi sub rayon berlangsung selama perang gerilya
65
Siti Nur Fatimah, Wasino, dan Bain/ Journal of Indonesian History 5 (1) (2016)
hingga berahirnya serangan umum ke-3 kota mengadakan Rapat Komando di Markasnya
Solo, berjalan sekitar delapan bulan dari 23 Jenggrik pada tanggal 3 Agustus 1949. Rapat
Desember 1948 hingga 10 Agustus 1949 Komando ini menghasilkan keputusan:
(Suwondo, 1996: 121). Dikeluarkannya Perintah siasat No.
1/8/SWK/A3/Ps-49 tanggal: 5 Agustus 1949,
Pecahnya Pertempuran Empat Hari di untuk mengadakan serangan secara besar-
Surakarta besaran (serangan umum) ke dalam Kota Solo
Selain jalan perang, Indonesia juga mulai tanggal: 7 Agustus 1949 guna
menempuh jalan Diplomasi untuk mendapatkan posisi di lapangan apabila cease
menyelesaikan permasalahannya dengan fire diberlakukan.
Belanda. Perjanjian Roem-Royen yang diadakan Intruksi Serangan secara besar-besaran ini
pada 14 April 1949 ini membahas rencana merupakan Serangan Umum yang ke-III, sebab
gencatan senjata atau cease fire. Menanggapi sebelumnya sudah pernah diadakan serangan
desas-desus yang terjadi selama perundingan secara besar-besaran terhadap kedudukan
belum menemui hasil Mayor Achmadi Belanda. Serangan pertama terjadi pada tanggal
mengmbil keputusan untuk “Rencana Masuk 8 Februari 1949 dan serangan umum kedua
Kota” pada wilayah “straal 15 km” dari kota terjadi pada 2 mei 1949, maupun serangan terus
Solo apabila terjadi gencatan senjata, sebagai menerus terhadap pasukan Belanda semenjak
pegangan para komando rayon dan para perwira memasuki kota Solo. Puncak dari kedua
staff (Imran, A., & Wiadi, A., 1985: 112). serangan itu adalah serangan umum yang
Keputusan ini dicetuskan oleh Mayor Achmadi berlangsung 7 Agustus 1949.
dengan tujuan mengantisipasi melemahnya Serangan dimulai pada tanggal 7 Agustus
semangat tempur pasukan kota Solo. 1949 pukul 06.00, serentak terhadap kedudukan
Namun, hasil keputusan Room-Royen Belanda di Kota Solo. Kekuatan pasukan yang
memberatkan kota Solo. Pengembalian kota digerakkan memasuki kota Solo pada hari
Yogyakarta kepada RI tanggal 29 Juni 1949 pertama adalah pasukan-pasukan dari Sub
mengharuskan tentara yang berada di wilayah Wehrkreise “Arjuna” 106, terdiri dari 26 Regu
Yogyakarta ditarik dari kota Yogyakarta dan Kesatuan TP Det Brig. 17, 3 Regu dari MB
ditempatkan di Kota Solo. Penambahan (Mobil Bridge) Polisi dan 3 Regu TNI Brig. V
pasukan ini mencapai 4 batalyon. Untuk (Panitia Peringatan 44 Th, 1993: 6). Mencapai
memantapkan semangat tempur pasukannya kurang lebih 2000 orang, para gerilyawan telah
Geburnur Militer mengekuarkan Instruksi No 16 tersebar di Seluruh kota dengan diperlengkapi
A. tanggal 10 Juni 1949 yang memerintahkan aneka senjata yang dimiliki.
bahwa: “Anggota Angkatan Perang dan Serangan umum dipimpin sendiri oleh
Pegawai Pemerintah Sipil sekeluarnya Instruksi Letnan Kolonel Slamet Riyadi, Kota Solo di
ini, harus berjuang terus selama belum ada kepung dari empat jurusan oleh anggota-anggota
perintah cease fire dari kami sendiri, meskipun gerilya yang sejak pagi buta sudah menyusup
ada dari instansi manapun” (Panitia Peringatan, memasuki kota. Pasukan tiap-tiap regu sudah
Pertempuran 4 Hari di Kota Solo Agustus 1949, tersebar diseluruh kota dengan persenjataan
1987: 10). Perintah itu di laksanakan oleh rayon- yang beraneka ragam saat itu, mereka bertekad
rayon untuk menyerang pos-pos dan patroli untuk menguasai kota Solo sebelum perintah
Belanda, seragan dilakukan secara gencar siang cease fire berlaku (Pussemad, 1965: 164). Kompi
dan malam. Prakoso melakukan serangan dari arah utara,
Kabar cease fire yang masih simpang siur Kompi Suhendro melancarkan serangan dari
membuat semangat juang pasukan TP dan TNI arah selatan, Kompi Seomarto dari arah timur,
tergoyah. Keadaan ini membuat Mayor dan Kompi Abdu Latef bersama dengan
Achmadi akhirnya memanggil Komandan- pasukan SA-CSA Muktio menyerang ke arah
Komandan Rayon se-SWK “Arjuno” 106 untuk
66
Siti Nur Fatimah, Wasino, dan Bain/ Journal of Indonesian History 5 (1) (2016)
barat dan selatan (Imran, A., & Wiadi, A, 1985: karena ada masalah tekhnis, perintah cease fire
125). baru terlaksana tanggal 10 Agustus untuk pulau
Tembak-tembakan mulai terjadi, makin Jawa dan tanggal 14 – 15 Agustus untuk
lama makin gencar yang kemudian disusul wilayah diluar pulau Jawa. Berakhirnya
dengan rentetan letusan brengun, stenggung, serangan umum secara otomatis menandakan
nitlariur serta dentuman nertir dan lain-lainnya. berakhirnya penjajahan Belanda di Kota Solo.
Serangan yang mendadak sontak membuat
pihak Belanda kaget dan membuat Belanda SIMPULAN
mengundurkan diri dan bertahan di markasnya Pertempuran Empat Hari di Surakarta
masing-masing. meghadapi serangan yang merupakan perang terakhir di pulau Jawa pada
dilancarkan tanggal 7 Agustus 1945 pihak Revolusi Kemerdekaan II. Perang yang terjadi
Belanda mengerahkan seluruh kekuatan selama empat hari empat malam pada 7 – 10
udaranya (Markas Besar TNI Pusat Sejarah dan Agustus 1949 menunjukkan bahwa tekad rakyat
Tradisi TNI, 2000: 212). Sekitar pukul 15.00 Kota Solo beserta dengan TNI dan pasukan
WIB Belanda meluncurkan serangan balasan Tentara Pelajar dalam mempertahankan
dengan menurunkan enam pesawat tempur yang kemerdekaan tidak main – main. Melalui perang
mengadakan pengeboman secara membabi buta, Gerilya dan Pertempuran Empat Hari kota Solo
sehingga banyak rakyat yang menjadi korban. dapat membuktikan kepada dunia bahwa
Kota Solo sebelah barat, sekitar lawean menjadi kekuatan Militer Indonesia tidak bisa dipandang
sasaran lima pesawat pemnom Belanda, sebelah mata. Setelah gencatan senjata terjadi
sedangkan Solo Bagian utara dihujani peluru upacara serah terima kekuasaan dari Pemerintah
dari dua Mustang, Tank, dan overvalwagen Belanda yang diwakili oleh Kolonel Van Ohl
(kendaraan tempur) simpang siur dijalan kepada Pemerinah Indonesia yang diwakili oleh
menghambur-hamburkan peluru. TP Bridge 17 yang terdiri dari Letkol Slamet
Namun, hal itu tidak mematahkan Riyadi di Stadion Sriwedari.
semangat juang tentara pelajar. Pasukan-
pasukan tentara pelajar dengan perlatan DAFTAR PUSTAKA
seadanya terus menerus menyerang markas Ex Anggota TNI Datasemen II Brigade 17. 2000.
Belanda, kemudian meyusup ke kampung- Offensif TNI Empat Hari di Kota Sala dan
kampung bersama rakyat. Pertempuran terus Sekitarnya “Serangan Umum TNI Empat Hari di
berlangsung hingga larut dan hari berganti Salatiga 7-10 Agustus 1949. Jakarta.
(Pussemad, 1965: 125). Perang yang tiada henti Gottschalk, Louis. 1985. Mengerti Sejarah, (terjemahan)
ini terus dilanjutkan hingga Belanda terpojok Nugroho Notosusanto. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
dan tersudut tak berdaya. Posisi Belanda yang
Hapsari, Kris. Kasunanan & Mangkunegaran di
pada saat itu sudah terdesak seluruhnya, tidak
Tengah Kekuatan Radikal Surakarta Tahun
dapat berkutik sehingga terpaksa bertahan di 1945-1950. Fakultas Pascasarjana Undip,
Benteng dan daerah Mangkunegaran. Mereka Semarang.
terkepung dan tidak dapat keluar dari kota Solo. Ibrahim, Julianto. 2010. Bandit dan Pejuang di Simpang
Belanda yang semakin terdesak hanya bisa Bengawan: Kriminalitas dan Kekerasan Masa
berada dalam tangsi-tangsi. Pertempuran terus Revolusi di Surakarta. Wonogiri: Bina Citra
berlanjut sampai pada puncaknya tanggal 10 Pustaka.
Agustus 1949 tengah malam pukul nol-nol. Imran, A., & Wiadi, A. 1985. Peranan Pelajar Dalam
Perang Kemerdekaan.
Ini dikarenakan sudah diterimanya perintah
Koentjoroningrat. 1969. Masyarakat Desa di Indonesia
cease fire dari Presiden Soekarno. Perintah
Masa Ini. Jakarta: Fak. Ekonomi UI.
Soekarno pada 3 Agustus 1949 untuk Markas Besar TNI Pusat. 2000. Sejarah dan Tradisi
menghentikan tembak menembak atau cease fire TNI. Sejarah Tentara Nasional Indonesia Jilid I
untuk seluruh wilayah Indonesia diumumkan (1945-1949). Jakarta: PT. Sidisi.
melalui Radio (Ratmanto, 2013: 151). Namun,
67
Siti Nur Fatimah, Wasino, dan Bain/ Journal of Indonesian History 5 (1) (2016)
68