Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

PERJUANGAN BANGSA INDONESIA MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

IPS SD 2

DOSEN PENGAMPU

Raihanah Sari, M.Pd

DISUSUN OLEH KELOMPOK 8

1. ALFINA KHAIRIYAH 2010125320050


2. DEVI MAULIDA RAHMAH 2010125230084
3. MUHAMMAD RIZKY HIDAYAT 2010125210059
4. NISA YUNITA 2010125220086
5. RADIVA RAHMI 2010125320059
6. SRI NOORFARIDA 2010125220072

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

BANJARMASIN

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Perjuangan Bangsa Indonesia
Mempertahankan Kemerdekaan” ini tepat pada waktunya. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas mata kuliah IPS SD 2 yang diampu oleh Ibu Raihanah Sari, M.Pd. Selain itu
makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang perjuangan bangsa indonesi
mempertahankan kemerdekaan bagi para pembaca dan penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Raihanah Sari, M.Pd yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni. Segala upaya telah kami lakukan untuk menyempurnakan
makalah ini, bukan tidak mungkin dalam penulisan makalah ini terdapat kekurangan dan
kesalahan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang dapat dijadikan
masukan dalam menyempurnakan makalah lain di masa yang akan datang. Semoga makalah
ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan bagi kita semua, serta menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi kami sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

Banjarmasin, 18 Agustus 2021

Penyusun

(kelompok 8)
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu menghargai dan menghormati
jasa pahlawanya. Tentu kita tidak ingin disebut sebagai orang yang berjiwa kerdil,
karena kita memang memiliki kemampuan untuk menghargai dan menghormati para
pahlawan yang telah mengorbankan jiwa raganya untuk nusa dan bangsa (Tirtayasa,
1994: v). Sejarah adalah cerita tentang masa lalu. Inti cerita adalah nasib dari kesatuan
sosial atau golongan manusia. Cerita mengisahkan tingkah laku perbuatan dari
tokohnya (Gazalba, 1981: 143). Dalam hal ini, sejarah mencatat bahwa penjajahan di
atas bumi Indonesia banyak memperoleh perlawanan dari rakyat, baik dalam bentuk
proses protes sosial, perang secara grilya maupun gerakan bawah tanah. Di awal
kemerdekaan, Indonesia tetap memperjuangkan dan berusaha mempertahankan
kemerdekaan dari bangsa asing yang ingin menegakan kembali kekuasaannya di
Indonesia. Dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Indoneisa, Seluruh daerah
berjuang mempertahankan wilayahnya dari Belanda yang dikenal dengan NICA
(Netherlands Indies Civil Administration) (Saputera, 2007: 202).
Perjalanan sejarah bangsa dan negara Indonesia dalam meraih kemerdekaan
serta mempertahankannya dari rintangan-rintangan yang menganggu dan berusaha
membatalkannya, merupakan suatu rangkaian kisah heroik yang menarik dan
sekaligus menggugah setiap lapisan masyarakat untuk lebih mencintai bangsanya
dalam sistem bela negara. Saat proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan 2
pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh Dwi-Tunggal Soekarno-Hatta, bangsa Indonesia
memasuki suatu era baru dalam kiprahnya di dunia internasional. Rakyat Indonesia
ingin menunjukkan bahwa proklamasi kemerdekaan tersebut merupakan akhir dari
penjajahan asing Belanda, di bumi pratiwi yang tercinta (Marhijanto, 1995:414).
Perjuangan yang dilakukan bangsa Indonesia di awal kemerdekaan tidak
hanya melalui perundingan melainkan bentuk perlawanan fisik yang sering dikenal
dengan revolusi fisik. Sebenarnya pada masa revolusi fisik adalah saat ketiga kalinya
Belanda bermaksud menaklukkan Indonesia. Usaha yang pertama, pada abad XVII
dan XVIII telah berakhir dengan penarikan mundur pasukan di pihak Belanda dalam
menghadapi perlawanan bangsa Indonesia serta ketidakcakapan mereka sendiri, dan
akhirnya dikalahkan oleh pihak Inggris. Kedua yaitu pada abad XIX dan awal abad
XX, telah berakhir dengan dikalahkannya mereka oleh pihak Jepang. Masa revolusi
fisik masyarakat lebih bersatu dari sebelumnya yang dipengaruhi oleh sistem
perhubungan yang buruk, perpecahan-perpecahan internal, lemahnya kepemimpinan
pusat, dan perbedaan kesukuan (Ricklefs, 1991: 318).
Perlawanan merebut dan mempertahankan kemerdekaan pada masa Revolusi
Fisik 1945-1950 ini telah menyisakan banyak tugu peringatan dan makam pahlawan
yang tersebar di berbagai daerah Indonesia. Tugu Pahlawan atau Monumen memiliki
nilai yang dapat diwariskan kepada generasi muda. Keberadaan generasi muda
dengan segala kemajuan yang diperolehnya tidak lepas dari pondasi oleh generasi
terdahulu. Artinya, bahwa ada ikatan batin dan tanggung jawab moral yang harus
tetap dilanjutkan oleh bangsa ini dalam mengisi kemerdekaan. Sebuah tugu pahlawan
atau monumen berfungsi sebagai penanda atau pengingat tentang pentingnya sebuah 3
peristiwa tertentu. Terlepas dari itu tugu pahlawan atau monumen mempunyai
manfaat bagi kita generasi yang akan datang sebagai sumber pewarisan nilai dalam
pembelajaran sejarah (Ratminingsing, 1994 : 4).
Setelah Indonesia berhasil memproklamasikan kemerdekaannya, Belanda
ingin kembali menguasi Indonesia. Dengan dukungan oleh pihak sekutu, Inggris,
Belanda melakukan penyerangan-penyerangan terhadap Negara Indonesia sehingga
muncul agresi militer yang pertama dilatarbelakangi oleh Belanda yang tidak
menerima hasil Perundingan Linggajati yang telah disepakati bersama pada tanggal
25 Maret 1947. Oleh karena itu, pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melakukan agresi
militer pertamanya dengan menggempur Indonesia. Adapun tujuan dari agresi militer
ini meliputi bidang politik bertujuan untuk mengepung wilayah ibu kota Indonesia
dan menghilangkan de facto Republik Indonesia dengan menghapus kedaulatan
Indonesia, dari bidang ekonomi bertujuan ingin menguasai sebagian wilayah Jawa
dan Sumatera yang merupakan penghasil pangan, pertambangan dan perkebunan,
selanjutnya dari militer bertujuan menghapus dan menghancurkan TNI dari Indonesia.
Agresi militer yang dilakukan oleh Belanda terhadap Indonesia memunculkan
permusuhan negara-negara Liga Arab terhadap Belanda. Dengan demikian,
kedudukan Republik Indonesia di Timur Tengah secara politik meningkat. Dewan
Keamanan PBB pun ikut campur dalam masalah ini, dan membentuk Komisi Tiga
Negara untuk menyelesaikan konflik ini melalui serangkaian perundingan, seperti
Perundingan Renville dan Perundingan Kaliurang. Akan tetapi,
perundinganperundingan tersebut tetap tidak diindahkan oleh Belanda.
Kegagalan PBB dalam menyelesaikan konflik antara Belanda-Indonesia
melalui jalan perundingan menyebabkan Belanda tetap bersikeras untuk menguasai
Republik Indonesia. Oleh karena itu, Belanda melancarkan agresi militernya yang
kedua. Agresi militer Belanda II dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan mereka terhadap
pejanjian Renville yang telah disepakati. Mereka menolak adanya pembagian
kekuasaan dan tetap ingin menguasai Republik Indonesia seutuhnya dan ditawannya
beberapa pimpinan RI Soekarno dan Hatta membuat Belanda merasa telah menguasai
Indonesia dan segera membentuk pemerintah federal. Akan tetapi pembentukan
pemerintahan federal itu tidak terwujud.
Pada tanggal 23 Desember 1948, Pemerintah Darurat RI mengirimkan
perintah Kepada wakil RI di PBB untuk menyampaikan bahwa pemerintah RI
bersedia untuk penghentian peperangan dan mengadakan perundingan. Namun,
Belanda tidak mengindahkan Resolusi Dewan Keamanan PBB tanggal 28 Januari
1949 untuk menghentikan perang. Mereka pula menyakini bahwa Indonesia telah
hilang. Akan tetapi, TNI dan rakyat melancarkan serangan umum 1 Maret 1949 untuk
membuktikan bahwa Indonesia masih ada.

B. Rumusan Masalah
1. Upaya pemerintahan Indonsia dalam mengisi kemerdekaan
2. Kehadiran Belanda kembali ke Indonesia
3. Upaya Belanda memecah belah NKRI
4. Terjadinya agresi militer I dan II Belanda di Indonesia
5. Upaya PBB dalam menyelesaikan Indonesia Belanda

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui upaya pemerintahan Indonesia dalam mengisi kemerdekaan
2. Untuk mengetahui kehadiran Belanda kembali ke Indonesia
3. Untuk mengetahui uapaya Belanda memecah belah NKRI
4. Untuk mengetahui bagaimana terjadinya agresi militer I dan II Belanda di
Indonesia
5. Untuk mengetahui upaya PBB dalam menyelesaikan Indonesi Belanda
BAB II
PEMBAHASAN

A. Upaya Pemerintah Indonesia Dalam Mengisi Kemerdekaan


1. Membangun sarana dan prasarana yang lebih baik
Hal ini penting dilakukan pemerintah, agar bangsa indonesia mempunyai saran
dan prasarana yang memadai dan baik.
2. Lebih memperhatikan masyarakat yang lebih kurang mampu
Upaya ini jelas sangat dibutuhkan untuk masyarakat indonesia khususnya bagi
kalangan kurang mampu. Agar masyarakat kurang mampu tetap dapat bertahan
hidup serta kepedulian pemerintah yang seimbang dan merata untuk seluruh
rakyatnya.
3. Mengalirkan listrik ke daerah-daerah terpencil
Lisrik sangat dibutuhkan untuk seluruh masyarakat di Indonesia. Upaya untuk
mengalirkan listrik ini ke daerah-daerah terpencil sangat membantu, dan agar
daerah terpencil tetap diperdulikan oleh pemerintah.
4. Penyediaan lapangan kerja
Hal ini sudah sangat dinantikan oleh masyarak indonesia, pemerintah
sebaiknya lebih meluaskan lapangan kerja untuk para pengangguran di Indonesia.
Serta sebaiknya dapat memperkerjakan masyarakat indonesia untuk bekerja
dinegara sendiri dibanding harus merekrut pekerja dari luar negeri.
5. Bersosialisasi ke masing-masing daerah
Sosialisasi ini juga penting agar setiap daerahnya dapat mengetahui apasaja
hal-hal yang belum berkembang di daerah tersebut. Sehingga pemerintah dapat
membantunya dan memberikan usaha lebih didaerah-daerah tersebut.
6. Selalu menumbuhkan rasa cinta tanah air
Masyarakat indonesia khususnya anak muda agar selalu bisa dan
menumbuhkan rasa cinta tanah airnya contohnya bisa menggunakan baju batik
yang merupakan ciri khas indonesia.

B. Kehadiran Belanda kembali ke Indonesia


Beberapa hari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berkumandang, bangsa
Indonesia harus kembali berjuang melawan bangsa penjajah untuk mempertahankan
kemerdekaan yang telah diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945.
1. Kedatangan Pasukan AFNEI (Sekutu) yang Diboncengi NICA (Belanda)
Sekutu masuk ke Indonesia melalui beberapa pintu wilayah Indonesia
terutama daerah yang merupakan pusat pemerintahan pendudukan Jepang seperti
Jakarta, Semarang. dan Surabaya. Setelah PD II, terjadi perundingan Belanda
dengan Inggris di London yang menghasilkan Civil Affairs Agreement. Isinya
tentang pengaturan penyerahan kembali Indonesia dari pihak Inggris kepada
Belanda, khusus yang menyangkut daerah Sumatra, sebagai daerah yang berada di
bawah pengawasan SEAC (South East Asia Command). Di dalam perundingan itu
dijelaskan langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut.
1) Fase pertama, tentara Sekutu akan mengadakan operasi militer untuk
memulihkan keamanan dan ketertiban.
2) Fase kedua, setelah keadaan normal, pejabat-pejabat NICA akan mengambil
alih tanggung jawab koloni itu dari pihak Inggris yang mewakili Sekutu.
Setelah diketahui Jepang menyerah pada tanggal 15 Agustus 1945, maka
Belanda mendesak Inggris agar segera mengesahkan hasil perundingan
tersebut. Pada tanggal 24 Agustus 1945, hasil perundingan tersebut disahkan.
Berdasarkan persetujuan Potsdam, isi Civil Affairs Agreement diperluas.
Inggris bertanggung jawab untuk seluruh Indonesia termasuk daerah yang berada
di bawah pengawasan SWPAC (South West Pasific Areas Command). Untuk
melaksanakan isi Perjanjian Potsdam, maka pihak SWPAC di bawah Lord Louis
Mountbatten di Singapura segera mengatur pendaratan tentara Sekutu di
Indonesia. Kemudian pada tanggal 16 September 1945, wakil Mountbatten, yakni
Laksamana Muda W.R Patterson dengan menumpang Kapal Cumberland,
mendarat di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Dalam rombongan Patterson ikut
serta Van Der Plass seorang Belanda yang mewakili H.J. Van Mook (Pemimpin
NICA).
Setelah informasi dan persiapan dipandang cukup, maka Louis Mountbatten
membentuk pasukan komando khusus yang disebut AFNEI (Allied Forces
Netherlands East Indiers) di bawah pimpinan Letnan Jenderal Sir Philip
Christison. Mereka tergabung di dalam pasukan tentara Inggris yang
berkebangsaan India, yang sering disebut sebagai tentara Gurkha. Tugas tentara
AFNEI sebagai berikut.
1) Menerima penyerahan kekuasaan tentara Jepang tanpa syarat.
2) Membebaskan para tawanan perang dan interniran Sekutu.
3) Melucuti dan mengumpulkan orang-orang Jepang untuk dipulangkan ke
negerinya.
4) Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai, menciptakan ketertiban,
dan keamanan, untuk kemudian diserahkan kepada pemerintahan sipil.
5) Mengumpulkan keterangan tentang penjahat perang untuk kemudian diadili
sesuai hukum yang berlaku.

Pasukan Sekutu yang tergabung dalam AFNEI mendarat di Jakarta pada


tanggal 29 September 1945. Kekuatan pasukan AFNEI dibagi menjadi tiga divisi,
yaitu sebagai berikut.

1) Divisi India 23 di bawah pimpinan Jenderal DC Hawthorn. Daerah tugasnya di


Jawa bagian barat dan berpusat di Jakarta.
2) Divisi India 5 di bawah komando Jenderal EC Mansergh bertugas di Jawa
bagian timur dan berpusat di Surabaya.
3) Divisi India 26 di bawah komando Jenderal HM Chambers, pusatnya ada di
Medan.

Kedatangan tentara Sekutu diboncengi NICA yang akan menegakkan kembali


kekuatannya di Indonesia. Hal ini menimbulkan kecurigaan terhadap Sekutu dan
bersikap anti Belanda. Sementara Letjen Sir Philip Christison sebagai pemimpin
AFNEI menyadari bahwa untuk menjalankan tugasnya tidak mungkin tanpa
bantuan pemerintah RI. Oleh karena itu, Letjen Sir Philip Christison bersedia
berunding dengan pemerintah RI. Kemudian, Letjen Sir Philip Christison pada
tanggal 1 Oktober 1945 mengeluarkan pernyataan pengakuan secara de facto
tentang negara Indonesia. Namun, dalam kenyataannya pernyataan tersebut
banyak dilanggarnya.

2. Sambutan Rakyat Indonesia atas Kedatangan NICA


Awalnya, kedatangan pasukan AFNEI yang diwakili Inggris disambut dengan
tangan terbuka oleh bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia mulai curiga karena
kedatangan AFNEI membawa NICA (Belanda). Bangsa Indonesia menduga
Belanda ingin menjajah kembali Indonesia. Oleh sebab itu, bangsa Indonesia
bersikap waspada. Keadaan bertambah buruk karena NICA yang berhasil masuk
ke Indonesia, kemudian mempersenjatai kembali mantan anggota KNIL setelah
dilepas dari tawanan Jepang. Adanya keinginan Belanda yang diwakili NICA
untuk menjajah kembali Indonesia menimbulkan perlawanan di mana-mana.

C. Upaya Belanda Memecah Belah NKRI


Kedatangan Belanda (NICA) yang membonceng Sekutu ke Indonesia
bertujuan untuk menguasai kembali wilayah Indonesia sebagai daerah jajahannya.
Untuk dapat mencapai maksud tersebut, Belanda berusaha memecah belah semangat
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Salah satu cara yang dilakukan yaitu
dengan membentuk negara-negara bagian atau negara-negara boneka di wilayah
Indonesia. Negara-negara boneka yang dibentuk belanda adalah sebagai berikut:
1. Negara Indonesia Timur (NIT) dibentuk berdasarkan konferensi Denpasar
yang berlangsung tanggal 18 – 24 Desember 1946, dimana presiden NIT
dijabat oleh Tjokorda Gde Raka Sukawati.
2. Negara Sumatera Timur dibentuk pada tanggal 24 Maret 1948, dimana
presiden negara Sumatera Timur dijabat oleh Dr. Tengku Mansyur.
3. Negara Madura dibentuk pada tanggal 20 Februari 48, dimana presiden negara
Madura dijabat oleh R.A.A Tjakraningrat.
4. Negara Pasundan dibentuk pada tanggal 16 Februari 1948, dimana presiden
negara Pasudan dijabat oleh R.A Wiranatakusumah..
5. Negara Sumatera Selatan dibentuk pada tanggal 30 Agustus 1948, dimana
presiden negara Sumatera Selatan dijabat oleh Abdul Malik.
6. Negara Jawa Timur dibentuk pada tanggal 26 November 1948, dimana
presiden negara Jawa Timur dibentuk oleh R.T.P Achmad Kusumonegara
7. Daerah-daerah otonom terdiri atas Kalimantan Barat, Dayak Besar, Bnajar,
Kalimantan Tenggara, Jawa Tengah, Bangka, Belitung, dan Riau. Dimana
untuk presiden pada negara-negara otonom tersebut dijabat oleh Sultan Hamid
Algadrie II.
Pihak Indonesia menilai bahwa Sekutu melindungi kepentingan Belanda.
Gerombolan NICA sering melakukan teror terhadap pemimpin-pemimpin Indonesia.
Dengan demikian bangsa Indonesia mengetahui bahwa kedatangan Belanda yang
membonceng AFNEI adalah untuk menegakkan kembali kekuasaannya di Indonesia.
Oleh karena itu bangsa kita berjuang dengan cara-cara diplomasi maupun kekuatan
senjata untuk melawan Belanda yang akan menjajah kembali. Konflik antara
Indonesia dengan Belanda ini akhirnya melibatkan peran dunia intemasional untuk
menyelesaikannya.

D. Penyebab Terjadinya agresi militer I dan II Belanda di Indonesia


a) Agresi Militer Belanda I
"Operatie Product" (bahasa Indonesia: Operasi Produk) atau yang di kenal di
Indonesia dengan nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di
Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli
1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi militer ini merupakan bagian dari Aksi
Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran
Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia,
operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggarjati.
1. Latar Belakang Agresi Militer Belanda I
Diplomasi antara Belanda dan Indonesia mengalami jalan buntu karena
kedua belah pihak saling menuduh telah melakukan pelanggaran-pelanggaran,
dan masing-masing pihak bersihkukuh atas interpretasi isi perjanjian
Linggarjati dan saling tidak mempercayai satu sama lain tentang pelaksanaan
perjanjian tersebut. Berbagai aksi kekerasan dan pelanggaran segala perjanjian
yang dilakukan oleh pihak Belanda ditenggarai oleh pihak Republik sering
terjadi diberbagai tempat, sehingga membuat suasana semakin tidak kondusif.
Pihak Belanda secara terang-terangan terus mengirim tentara ke Indonesia
dengan dalih untuk menjaga keamanan (police action) dan berupaya
meyakinkan pihak Internasional bahwa apa yang mereka lakukan adalah
urusan dalam negeri, bukan agresi terhadap negara yang berdaulat. Apapun
alasannya, pengiriman tentara dalam jumlah banyak dengan perlengkapan
militer yang modern merupakan persiapan Aksi Militer yang sangat
bertentangan dengan jiwa perjanjian Linggarjati yang telah disepakati oleh ke
dua belah pihak.
Walaupun pihak Indonesia masih memegang teguh spirit Linggarjati,
pihak Belanda terus mengobarkan sentimen anti Linggarjati dan menekan
pihak Indonesia melalui diplomasi setengah hati dan ancaman Agresi Militer,
serta mengacaukan perekonomian yang antara lain dilakukan dengan
pemalsuan mata uang secara besar-besaran. Belanda juga terus melakukan
upaya untuk memecah belah Republik dengan membentuk daerah otonomi
baru secara sepihak diluar Jawa (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Bangka Belitung dan Riau). Belanda juga berencana melakukan plebisit di
daerah Jawa Barat yang nota bene menurut perjanjian Linggarjati merupakan
wilayah Indonesia. Pihak Indonesia dengan tegas menolak plebisit secara
sepihak, dan menuntut jika ada plebisit maka pelaksanaannya harus diawasi
oleh pihak internasional.
Tidak adanya kemajuan dalam perundingan Linggarjati membuat
dunia internasional menjadi kesal dan mendesak kedua belah pihak tersebut
untuk melaksanakan perjanjian secara konsekuen. Australia dengan tegas
mendukung upaya dimulainya perdagangan dengan pihak Indonesia. India
juga mengirim delegasi ke Yogyakarta untuk melakukan pembicaraan tidak
resmi dengan pihak Republik untuk membuka hubungan diplomatik dan
dagang dengan Indonesia. Suasana semakin memanas karena Belanda
memprotes kegiatan-kegiatan Indonesia di luar negeri (Mesir, Libanon, dan
Siria) yang berhasil memperoleh pengakuan atas Indonesia dan mengadakan
perjanjian persahabatan.

2. Pelaksanaan Agresi
Sekitar bulan Mei 1947 pihak Belanda sudah memutuskan bahwa
mereka harus menyerang Republik secara langsung. Pada tanggal 20 Juli 1947
tengah malam pihak Belanda melancarkan aksi Polisional mereka yang
pertama. Pasukan-pasukan bergerak dari Jakarta dan Bandung untuk untuk
menduduki Jawa Barat (tidak termasuk Banten), dan dari Surabaya untuk
menduduki Madura dan Ujung timur. Gerakan-gerakan pasukan yang lebih
kecil mengamankan wilayah Semarang. Dengan demikian, Belanda menguasai
semua pelabuhan perairan dalam di Jawa. Di Sumatera, perkebunan-
perkebunan disekitar Medan, instalasi-instalasi minyak dan batubara di sekitar
Palembang, dan daerah Padang diamankan pasukan Republik bergerak
mundur dalam dan menghancurkan apa yang dapat mereka hancurkan.
Dibeberapa daerah terjadi aksi-aksi pembalasan detik terakhir: orang-orang
Cina di Jawa Barat dan kaum bangsawan dipenjarakan di Sumatera timur
dibunuh. Beberapa orang Belanda, termasuk Van Mook, ingin melanjutkan
merebutkan Yogyakarta dan membentuk suatu pemerintahan Republik yang
lebih lunak, tetapi pihak Amerika dan Inggris yang tidak menyukai ‘aksi
polisionil’ tersebut mengiring Belanda untuk segera menghentikan penaklukan
sepenuhnya terhadap Republik.

3. Lokasi dan Tujuan Agresi


Serangan di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan telah
dilancarkan tentara Belanda sejak tanggal 21 Juli malam, sehingga dalam
bukunya, J. A. Moor menulis agresi militer Belanda I dimulai tanggal 20 Juli
1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh
Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Di Sumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah
perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai
utara, dan di Jawa Timur, sasaran utamanya adalah wilayah di mana terdapat
perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula.
Pada agresi militer pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua
pasukan khusus, yaitu Korps Speciaale Troepen (KST) di bawah Westerlling
yang kini berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para compagnie) di
bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST (pengembangan dari DST) yang
sejak kembali dari pembantaian di Sulawesi Selatan belum pernah beraksi
lagi, kini ditugaskan tidak hanya di Jawa, melainkan dikirim juga ke Sumatera.
Tujuan utama Agresi Belanda adalah merebut daerah-daerah
perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama
minyak. Namun sebagai kedok untuk dunia Internasional, Belanda
menamakan agresi militer ini sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan
tindakan ini sebagai urusan dalam negeri. Letnan Gubernur Jenderal Belanda,
Dr. H.J. van Mook menyampaikan pidato radio di mana dia menyatakan,
bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Linggajati. Pada saat itu
jumlah tentara Belanda telah mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan
persenjataan yang modern, termasuk persenjataan berat yang dihibahkan oleh
tentara Inggris dan tentara Australia.
Agresi tentara Belanda berhasil merebut daerah-daerah di wilayah
Republik Indonesia yang sangat penting dan kaya seperti kota pelabuhan,
perkebunan dan pertambangan. Pada 29 Juli 1947, pesawat Dakota Republik
dengan simbol Palang Merah di badan pesawat yang membawa obat-obatan
dari Singapura, sumbangan Palang Merah Malaya ditembak jatuh oleh
Belanda dan mengakibatkan tewasnya Komodor Muda Udara Mas Agustinus
Adisutjipto, Komodor Muda Udara dr. Abdulrahman Saleh dan Perwira Muda
Udara I Adisumarmo Wiryokusumo. Pada 9 Desember 1947, terjadi
Pembantaian Rawagede dimana tentara Belanda membantai 431 penduduk
desa Rawagede, yang terletak di antara Karawang dan Bekasi, Jawa Barat.
Pihak Belanda menamakan agresi ini aksi polisionil 1. Beberapa buku sejarah
Indonesia menyebutnya perang kemerdekaan 1. Walaupun serangan tentara itu
dilakukan mendadak, pihak republik sudah menduganya. Adanya serangan ini
justru merugikan Belanda di mata Internasional.
4. Akibat dan Reaksi
Sebagai reaksi, Pemerintah India dan Australia pada tanggal 30 juli
1947 mendesak dewan keamanan PBB untuk membicarakan serangan belanda
itu. Pada tanggal 1 agustus 1947, dewan keamanan PBB menyerukan agar
sejak tanggal 4 Agustus kedua pihak menghentikan tembak menembak. Atas
usul Amerika Serikat, dewan keamanan PBB juga membentuk komisi jasa
baik yang terdiri dari 3 negara. Tugas komisi itu adalah mengawasi gencatan
senjata antara Indonesia dan belanda. Indonesia memilih Australia yang
diwakili oleh Richard Kirby, sedangkan Belanda memilih Belgia yang
diwakili oleh Paul Van Zeeland. Kedua pihak tersebut kemudian memilih
amerika serikat yang diwakili oleh Dr. Frank Porter Graham. Komisi yang
baru mulai bekerja pada bulan Oktober 1947 ini lebih dikenal di Indonesia
dengan sebutan komisi tiga Negara. (Ensiklopedi Nasional Indonesia 1 :
1988).
Perserikatan Bangsa-Bangsa kini terlibat langsung dalam konflik
tersebut, suatu keterlibatan akhirnya akan menjebak pihak Belanda pada posisi
diplomatik yang sulit. India dan Australia sangat aktif mendukung Republik di
dalam PBB, dimana Uni Soviet juga memberikan dukunganya. Akan tetapi,
peranan yang paling penting akhirnya dimainkan oleh Amerika Serikat.
Mereka yang menentukan kebijakan Belanda, bahkan yang lebih progresif
diantara mereka, mereka yakin bahwa sejarah dan pikiran sehat memberi
mereka hak untuk menetukan perkembangan Indonesia, tetapi hak ini hanya
dapat dijalankan dengan cara menghancurkan Republik terlebih dahulu.
Sekutu-sekutu utama negeri Belanda, terutama Inggris, Australia dan Amerika
(Negara yang paling diandalakan Belanda untuk memberi bantuan
pembangunan kembali di masa sesudah perang), tidak mengakui hak semacam
itu kecuali kalau rakyat Indonesia mengakuinya, yang jelas tidak demikian
apabila pihak Belanda harus menyandarkan diri pada penaklukan
militer.mereka mulai mendesak negeri Belanda supaya mengambil sikap yang
tidak begitu kaku, dan PBB menjadi forum umum untuk memeriksa tindakan-
tindakan Belanda. Keadaan ini justru semakin memperbesar hasrat Belanda
untuk menemukan cara penyelesaian secepatnya di Indonesia. Pada akhir
bulan Juli 1947 pihak Belanda menyadari bahwa mereka harus menerima
himbauan PBB agar diadakan suatu gencatan senjata, yang diperintahkan oleh
Pihak Belanda dan Sukarno pada tanggal 4 Agutus. PBB kemudian
memperkenankan Sjahrir untuk berbicara atas nama Republik, tetapi tidak
bersedia menerima para wakil dari daerah-daerah yang dikuasai Belanda. Pada
bulan Oktober dibentuklah suatu komite Jasa Baik PBB yang beranggotakan
wakil-wakil Amerika, Australia dan Belgia untuk membantu perundingan-
perundingan Belanda-Republik dalam mencapai gencatan senjata yang baru.
Sejak bulan Agustus pihak Belanda telah melanjutkan operasi-operasi
pembersihan di belakang garis terdepan, mereka, dmana banyak kaum pejuang
republik tinggal.
5. Menghadapi Agresi Militer Belanda
Agresi terbuka Belanda pada tanggal 21 Juli 1947 menimbulkan reaksi
yang hebat dari dunia. Pada tangggal 30 juli 1947 pemerintah India dan
Australia mengajukan permintaan resmi agar masalah Indonesia segera
dimasukan dalam daftar acara dewan keamanan. Permintaan itu diterima baik
dan pada tanggl 31 Juli dimasukan sebagai acara pembicaraan dewan
keamanan. Tanggal 1 Agustus 1947 dewan Keamanan memerintahkan
penghentian permusuhan kedua belah pihak, yang dimulai pada tanggal 4
Agustus 1947. Sementara itu untuk mengawasi gencatan senjata dibentuk
komisi konsuler, yang anggota-anggotanya terdiri daripada konsul jenderal
yang ada di Indonesia. Komisi konsuler diketuai oleh Amerika Dr. Walter
Foote dan beranggotakan konsul Jenderal Cina, konsul jenderal Belgia,
Konsul Jenderal Perancis, konsul Jenderal Inggris, dan Konsul Jenderal
Perancis. Dalam laporanya kepada dewan keamanan, komisi konsuler
menyatakan bahwa sejak tanggal 30 Juli samapai 4 Agustus pasukan Belanda
masih mengadakan gerakan militer. Pemerintah Indonesia menolak garis
demarkasi yang dituntut oleh pihak Belanda berdasarkan kemajuan-kemajuan
pasukanya setelah perintah gencatan senjata. Perintah penghentian tembak
menembak tidak memuaskan. Belum ada tindakan yang praktis untuk
meneyelesaikan masalah penghentian tembak-menembak untuk mengurangi
jumlah korban yang jatuh.
Dewan keamanan yang memperdebatkan masalah Indonesia akhirnya
menyetujui usul Amerika Serikat, bahwa untuk mengawasi penghentian
permusuhan ini harus dibentuk sebuah komisi-komisi jasa baik. Indonesia dan
Belanda dipersilahkan masing-masing memilih satu negara yang dipercaya
untuk mengawasi tembak menembak. Dua negara yang terpilih oleh Indonesia
dan Belanda dipersilahkan memilih satu negara untuk ikut serta sebagai
anggota komisi. Pemerintah Indonesia meminta Australia menjadi anggota
komisi, Belanda memilih Belgia dan kedua negara memilih Amerika serikat
untuk menjadi anggota ketiga dari Komisi. Dalam masalah militer, KTN
mengambil inisiatif tetapi dalam masalah politik KTN hanya memberikan
saran dan usul, tidak mempunyai hak untuk memutuskan persoalan politik.
KTN memulai bekerja di Indonesia pada bulan Oktober 1947. setelah KTN
mengadakan pembicaraan dengan kedua pemerintah, akhirnya disepakati
untuk kembali ke meja perundingan. Belanda mengajukan Jakarta sebagai
tempat berunding, tetapi ditolak oleh pihak republik . Republik menganggap
bahwa di Jakarta tidak ada kebebasan untuk menyatakan pendapat dan tidak
ada jawatan RI yang aktif, akibat aksi militer. Republik menginginkan
perundingan diselenggarakan pada suatu tempat diluar pendudukan Belanda.
KTN mengambil jalan tengah dan mengususlkan agar kedua belah pihak
menerima tempat perundingan di atas sebuah kapal Amerika serikat yang
disediakan atas perantara KTN.
Sebelumnya itu sudah dibentuk komisi untuk melaksanakan gencatan
senjata yang disebut komisi teknis. Anggota-anggota komisi teknis dari pihak
Republik di bawah pimpinan Menteri kesehatan Dr. Leimena.
Anggotaanggotanya adalah Mr. Abdul Madjid, Letnan Jenderal Oerip
Soemohardjo, mayor Jenderal Didi Kartasasmitha, Kolonel Simbolon dan
Letnan Kolonel Bustomi. Komisi teknis pihak Belanda dipimpin oleh Van
Vredenburgh dengan anggota-anggotanya : Mayor Jenderal Buurman van
Vreden, Kolonel Drost, Mr. Zulkarnaen, Letkol Surio Santoso, Dr. Stuyt dan
Dr. P.J. Koets. Di dalam perundingan Komisi Teknis yang telah dilakukan,
usul mengenai daerah bebas militer dianggap kurang praktis dan Belanda tetap
menuntut dipertahankanya garis Van Mook yakni suatu garis yang
menghubungkan pucuk-pucuk Pasukan belanda yang dimajukan sesudah
keluarnya perintah dewan keamanan untuk menghentikan tembak-menembak.
Kemudian mereka mengeluarkan pernyataan dari tempat perundinganya di
Kaliurang, yang berisi: dilarang melakukan sabotase, intimidasi, pembalasan
dendam, dan tindakan yang semacam terhadap orang-orang, golongan dan
harta benda kedua pihak.
Setelah jatuhnya kabinet Sjahrir III, Presiden menunjuk Mr. Amir
Sjarifuddin untuk menyusun Kabinet baru. Setelah Amir berhasil menyusun
kabinet baru, mulailah delegasi untuk menghadapi perundingan dengan
Belanda. Delegasi republik dipimpin oleh Mr. Sjarifu. din sendiri, dengan Ali
Sastroamidjojo sebagai wakil ketua. Anggota-anggota terdiri dari: dr. Tjoa
Siek Ien, Sultan Sutan Sjahrir, H.A. Salim, mr. Nasrun, dan dua anggota
cadangan masing-masing Ir. Juanda dan Setiadjid, serta 32 orang penasehat.
Delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdul Kadir Widjoatmodjo, dengan Mr.
H. A. L. van Vredenburg sebagai Wakil Ketua. Pada bulan Januari 1948
tercapai suatu persetujuan baru di atas kapal Amerika USS Renville di
pelabuhan Jakarta. Persetujuan ini mengakui suatu gencatan senjata
disepanjang apa yang disebut dengan “garis Van Mook”, suatu garis buatan
yang menghubungkan titik-titik terdepan pihak Belanda walaupun dalam
kenyataanya masih tetap ada banyak daerah yang dikuasai pihak republik di
belakangnya. Walaupun persetujuan ini tampaknya seperti kemenangan besar
pihak Belanda dalam perundingan, namun tindakan yang bijaksana dari pihak
Republik dalam menerima persetujuan itu (suatu tindakan yang sebagian
didorong oleh kurangnya amunisi di pihak Republik) menyebabkan mereka
memenangkan kemauan baik Amerika yang sangat menetukan.
Penghinaan dari ‘aksi polisionil’ pertama dan persetujuan Renville
yang mengikutinya menyebabkan jatuhnya pemerintahan Amir Sjarifuddin.
Anggotaanggota Masyumi dan PNI dalam kabinetnya meletakan jabatan
ketika persetujuan renville ditandatangani, dan kemudian Amir meletakan
jabatanya sebagai perdana menteri pada tanggal 23 Januari 1948. Iring-iringan
truk infanteri Belanda saat Operasi Produk,Aksi Polisionil Belanda yang
pertama.
b) Agresi Militer Belanda 2
Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak (bahasa Belanda: Operatie
Kraai) terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap
Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad
Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini
menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra
yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara.
1. Penyebab terjadinya Agresi Militer Belanda II
Kondisi politik di negeri Belanda menjadi salah satu penyebab awal
terjadinya Agresi Militer Belanda II. Pada 6 Agustus 1948, Dr.Willem Drees
menjadi Perdana Menteri kabinet koalisi bersama Partai Katolik. Dia
menggantikan Dr. L.J.M. Beel yang kemudian diangkat menjadi Hooge
Vertegenwoordiger van de Kroon (Wakil Tinggi Mahkota) Belanda di
Indonesia. Beel menggantikan posisi van Mook sebagai Wakil Gubernur
Jenderal. Dr.Beel termasuk dalam garis keras dan dekat dengan kalangan
pengusaha di Belanda yang tak ingin memberikan konsesi apapun kepada
Indonesia. Hal tersebut berbeda sekali dengan Profesor Schermerhorn yang
sosialis. Dengan pengangkatan Beel, Belanda menunjukkan wajah kerasnya,
dan Letnan Jenderal Spoor yang ingin menghancurkan TNI mendapatkan
dukungan politik. Seperti halnya ketika diadakan perjanjian Linggarjati antara
Indonesia dengan Belanda yang dikhianati Belanda dengan melancarkan
Agresi Militer Belanda 1, ketika diadakan perjanjian Renville Belanda juga
mengkhianatinya. Perjanjian Renville yang diadakan pada bulan Januari 1948
di atas kapal Amerika USS Renville di pelabuhan Jakarta, menyepakati suatu
gencatan senjata di sepanjang Garis Van Mook (suatu garis buatan yang
menghubungkan titik-titik terdepan pihak Belanda walaupun dalam
kenyataannya masih tetap ada banyak daerah yang dikuasai pihak Republik di
dalamnya. (Rickleffs, 1998).
Pertikaian wilayah melatarbelakangi jalannya sebuah rencana agresi ke
suatu wilayah di Indonesia. Dimulai dari penolakan kaum Republiken terhadap
tuntutan Belanda mengenai kekuasaan Perwakilan Tinggi Kerajaan Belanda
selama periode pemerintahan federal sementara sebelum penyerahan
kedaulatan Belanda. Belanda menuntut agar Perwakilan Tingginya punya hak
untuk mengirimkan pasukan berdasarkan keputusannya sendiri ke daerah-
daerah dimana pasukan menemukan sebuah pertikaian. Para pemimpin
Republiken percaya bahwa Belanda baru berani menyerang setelah mereka
mendirikan pemerintahan federal sementara yang terdiri atas Negara-negara
bagian Indonesia yang sudah dibangun dan dikuasai Belanda. Suatu federasi
Negara boneka semacam itu diharapkan akan meminta dengan sopan bantuan
militer kepada Belanda untuk melawan pelanggaran di perbatasan Republiken
atau dorongan pemberontakan dalam satu atau lebih Negara boneka yang
berbatasan dengan Republik. Hanya dengan berpura-pura membantu salah satu
pihak Indonesia melawan pihak lainnya, para pemimpin Republik percaya
bahwa Belanda baru berani mengacuhkan Amerika Serikat dan mengkhianati
perjanjian Gencatan Senjata Renville. (Kahin; 2013)
Pada intinya berbagai upaya perundingan digencarkan oleh Pemerintah
Republik seperti Mohammad Hatta dengan Menteri-menteri dari Belanda dan
Amerika. Sebuah kedaulatan wilayah menjadi pokok persoalan mengapa
Belanda melakukan agresi pasukan militer wilayah Republiken, dengan dalih
menempatkan pasukannya kedaerah-daerah yang bertikai. Perundingan itu
dilaksanakan dengan atau tanpa melalui KTN yang ditengahi oleh Amerika
Serikat. Pada dasarnya sama-sama membawa sebuah kepentingan politik
dengan tujuan masing-masing. Kejelasan utama ada pada para tokoh
Republiken yang dengan teguh mempertahankan kedaulatan Negara pasca
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
2. Tujuan Belanda Melancarkan Agresi Militer II
Pasca pecahnya pemberontakan PKI di Madiun. Gubernur Jenderal van
Mook digantikan oleh Dr. L.J.M Beel dengan jabatan baru yakni Komisi
Tinggi Kerajaan Belanda. Beel sebagai otak dari Agresi Militer Belanda II
mempunyai dua tujuan. Tujuan pertamanya yaitu bahwa Republik sebagai
suatu kesatuan ketatanegaraan harus dihancurkan dan itu hanya dapat
dilakukan dengan cara ini. Tujuan keduanya, ia bermaksud membentuk
Pemerintah Interim Federal yang didasarka atas Peraturan Pemerintahan dalam
Peralihan, di mana wakil-wakil dari daerah-daerah federal dan unsur-unsur
yang kooperatif dan moderat dari bekas Republik harus ikut ambil bagian
dalam PIF tanpa mewakili bekas Republik. (Agung, 1983).
Tujuan Belanda pada titik tertentunya berada pada poros kaum
paternalis. Hingga suatu tingkatan luas, paternalism mereka merupakan
rasionalisasi dari keuntungan ekonomi mereka. Menurut mereka rasionalisasi
tersebut adalah percaya sebagai syarat-sayarat untuk mempertahankan dan
mempromosikan kepentingan ekonomi Belanda di Indonesia. Kemudian
masalah martabat orang Belanda yang berkeinginan agar orang Indonesia
bergantung pada Belanda. Dan untuk mengimbangi kecilnya Negara Belanda
dalam suatu dunia Negara-negara raksasa. Akhirnya terdapat suatu kelompok
penting lain, kelompok ini memiliki dua elemen pokok. Yang pertama diwakili
mayoritas orang Belanda yang mempunyai investasi yang diwakili bidang
pengelolaan mereka di Indonesia. Elemen kedua berasal dari perwira militer
dari KNIL dan pegawai negeri Belanda. Singkatanya ini adalah kelompok
yang memiliki kepentingan utama yang diletakan dalam kedudukan yang
disediakan oleh militer penjajah dan aparat pemerintah. (Kahin, 2013).
Dapat dilihat, tujuan dalam setiap gerakan agresor Belanda terhadap
Indonesia, dilatar belakangi dari berbagai sisi, yakni dari segi ekonomi dengan
kembalinya Indonesia ke penjajahan Belanda, kepentingan ekonomi investasi
Belanda akan tetap bertahan dan memperoleh laba besar. Yang kedua dari sisi
social, dalam kaitannya dengan masalah kedudukan orang Belanda yang masih
di Indonesia. Ketiga soal kedudukan Belanda di mata dunia, dengan upaya
perundingan yang kenyataannya gagal. Dan dengan ambisinya Belanda
menggunakan Agresi Militer untuk melangsungkan tujuannya tersebut dengan
adanya dukungan Militer dan sekutu.
3. Proses berlangsungnya Agresi Militer II
Kebijakan Belanda terhadap Indonesia yang mulai ditetapkan pada
akhir bulan di tahun 1948 meliputi suatu strategi tiga-sisi. Pertama kebijakan
ini mengharapkan penerapan kekuatan militer secukupnya untuk
menghancurkan Republik dan kehancuran total Militer Indonesia. Kedua,
kebijakan ini menginginkan program pemecah belah secara menyeluruh diatur
melalui suatu bentuk pemerintahan tidak langsung dengan menjadikan
Indonesia sebagai Negara federal serikat. Yang ketiga, kebijakan ini
mengahrapkan diperolehnya sanksi internasional atas program melalui
pemberian kedaulatan kepada federasi Indonesia yang secara tidak langsung
dikausai Belanda ini. (Kahin, 2013) Perintah melaksanakan Agresi Militer II
Belanda dikirmkan oleh Menteri wilayah seberang lautan Belanda EWJA.
Sassen kepada wakil tinggi Mahkota Belanda di Indonesia Dr. Beel, tanggal 18
Desember 1948. Yang bertujuan untuk menduduki ibukota RI dan sekaligus
menangkapi pemimpin Indonesia yang dipandang Belanda sebagai perintang
untuk berkuasa kembali. Selain ibukota RI Yogyakarta, Belanda berkeinginan
merebut kota-kota besar dan pusat pemerintahan RI di Sumatera dan Jawa
yang menjadi target operasi militer Belanda.
Pada tanggal 19 Desember 1948, tentara Belanda melancarkan aksi
militernya yang kedua. Dengan aksi militernya itu, Belanda berusaha
menghancurkan Indonesia dan militernya. Hasilnya dapat menguasai Ibukota
RI di Yogyakarta. Belanda juga berhasil menahan presiden, wapres, dan para
pejabat pemerintahan sipil maupun militer lainnya. Namun Palima Besar TNI
Jenderal Soedirman dapat meloloskan diri dan selanjutnya melakukan perang
Gerilya. (Kemdikbudpar, 2011) Pada saat penyerbuan Belanda ke Yogyakarta,
ditandai dengan berita mengenai pencabutan pihak Belanda atas perjanjian
Gencatan Senjata Renville diterima di Yogyakarta pada jam 5.30 sore berupa
serangan pesawat-pesawat udara pembom Belanda di lapangan udara terdekat.
Kemudian para pembom Belanda dan penembakan roket P.51 dan Spitfires
mulai melemahkan Yogyakarta yang kekuatannya dibangun di Bandar udara
daerah itu. Brigade Marinir Belanda dibantu tentara KNIL berhasil mencapai
pusat kota hingga istana Presiden. Hingga dapat menangkap Soekarno, Hatta
dan anggota cabinet Republik, termasuk Agus Salim. (Kahin, 2013).
Pokok bahasannya ada pada serangan militer langsung dengan metode
perang total war, yakni perang terbuka secara langsung dengan menggunakan
taktik perang dalam melupuhkan lawan secara cepat dan terorganisisr dengan
dukungan peralatan dan persenjataan. Yang diuntungkan adalah Belanda
berhasil merebut statsiun Radio Republik sebelum Soekarno menyebarkan
pidato peristiwa penyerbuan tersebut. Dalam pertempuran ini melibatkan TNI,
yang pada waktu itu masih tercerai berai diberbagai wilayah diluar
Yogyakarta. Jenderal Soedirman pun meninggalkan Yogyakarta ke Ambarawa
dan melakukan startegi gerilya. Yogyakarta sudah diduduki Belanda. Yang
kemudian para panglima TNI membuat pertemuan di luar kota untuk membuat
taktik gerilya dalam perebutan kembali Ibukota Negara Yogyakarta. A.H
Nasution dan Jenderal Soeharto memimpin pasukan perebutan kembali
Ibukota, dengan taktik gerilya, wilayah Yogya dan sebagian Jawa Tengah
mengalami pertempuran gerilya. Yang pada akhirnya membuat Presiden
Soekarno yang diasingkan ke Bangka membuat keputusan untuk
menyelamatkan NKRI dengan membentuk Pemerintah Darurat Republik
Indonesia di Bukittinngi dengan menunjuk Sjafrudin Prawiranegara untuk
memimpin sebagi pejabat Presiden untuk menjalankan pemerintahan
Indonesia.
Pasukan TNI tidak mampu menahan pasukan Belanda karena memiliki
kekuatan yang tidak seimbang. Siang harinya Yogyakarta sudah dapat
dikuasai. Para pemimpin Negara tetap tinggal di kota dan menjadi tawanan
Belanda. Sedangkan pemimpin militer mengungsi ke luar kota untuk
menyusun kekuatan dan melakukan perang gerilya. Panglima besar Jenderal
Sudirman sebelum meninggalkan Yogyakarta mengeluarkan perintah kilat
yang ditunjukan kepada semua pasukan TNI yang disampaikan oleh Kapten
Suparjo melalui RRI.
4. Dampak peristiwa Agresi Militer II
Dalam sebuah tindakan agresi militer, ada dua sudut pandang yang
akan menjadi telaah kajiannya. Pertama dari sudut pandang sang agresor,
yakni Belanda. Belanda pada dasarnya bertujuan untuk menduduki Nusantara
yang telah mengkayakan negerinya. Dari sudut pandang ini, dampak bagi
Belanda adalah mengeluarkan sebagian anggaran untuk melancarkan agresi
ini. Menentang dunia dalam hal perdamaian, hingga efek pengucilan untuk
selanjutnya.
Kedua, dari sudut pandang Indonesia. Indonesia mendapat dampak
yang luar biasa besarnya. Dalam agresi militer Belanda II ini, Indonesia dalam
posisi terkekang, dari dalam dan luar negeri. Terjadi instabilisasi politik,
hukum, dan keamanaan. Setelah Soekarno dan lainnya ditangkap, terjadi
kekosongan kekuasaan di Republik Indonesia. Hingga mengacam kedaulatan
NKRI pada waktu itu. Status Negara menjadi darurat perang, mengakibatkan
macetnya roda perekonomian dan hubungan kerjasama antar Negara-negara
lain. Hal demikian yang menjadi focus dunia untuk menyelesaikan pertikaian
konflik yang berlatar belakang wilyah dan kepentingan ini oleh dunia.
Menurut George McTurnan Kahin, dalam Nasionalisme dan Revolusi
Indonesia, percaturan politik dan militer pada Agresi Belanda II mendapat
perhatian khusus dari Dewan Keamanan PBB, hingga menyebabkan berbagai
usulan dan pendapat dari negar-negara pmegang hak veto untuk berunding
dalam permasalahan Belanda-Indonesia (Kahin;2013). Alhasil Indonesia
berada pada kondisi yang tidak stabil dengan pertaruhan yang sangat mahal.
5. Upaya Indonesia menghadapi Agresi Militer II
Indonesia melakukan beberapa cara dalam menghadapi serangan
Agresi Belanda. Pemimpin RI membiarkan dirinya ditangkap tentara Belanda
dengan harapan bahwa opini dunia akan begitu tersinggung sehingga
kemenangan militer Belanda akan berbalik menjadi kemenangan diplomasi
Indonesia. Namun, tindakan tersebut disalahartikan oleh tentara. Para tentara
merasa telah mengorbankan diri mereka untuk Indonesia, sedangkan para
pemimpinnya dengan mudah menyerahkan dirinya kepada Belanda. Tentara
Indonesia merasa bahwa hanya tinggal merekalah satu-satunya penyelamat
negeri. Akan tetapi, hal tersebut dapat diatasi. Mereka segera melakukan
perang gerilya untuk mengusir tentara Belanda dari Indonesia. Taktik para
pemimpin kita akhirnya berhasil. Dewan Keamanan PBB tersinggung, karena
Belanda telah memperlakukan mereka secara tidak pantas atau tidak dihargai.
Sewaktu Belanda melancarkan agresinya, Komite Jasa-jasa baik sedang
berada di Kaliurang, tempat yang dekat dengan terjadinya serangan oleh
Belanda. Presiden Sukarno, sesaat sebelum ditangkap oleh tentara
belanda telah mengadakan rapat dan menunjuk Syafrudin Prawiranegara
yang ketika itu sedang berada di Sumatera untuk segera menbentuk
pemerintahan darurat jika pemerintah RI Yogyakarta tidak berfungsi lagi.
Selain itu, Presiden Suakrno juga mengirim perintah kepada Sudarsono yang
waktu itu sedang di New Delhi, India, untuk membentuk pemerintahan
darurat jika pemerintahan di Sumatera (Syafrudin Prawiranegara) tidak
berhasil.
Pada akhirnya, PBB membentuk UNCI (United Nations commission
for Indonesia) yang biasa dikenal dengan Komisi PBB untuk Indonesia. Atas
usaha UNCI inilah akhirnya berahsil diselenggarakan perjanjian Roem-
Roijen yang dimulai pada pertengahan April 1949. Namun, perundingan
mengalami kesulitan titik temu antara kedua belah pihak, sehingga baru
berhasil disepakati pada awal Mei 1949. Sejak bulan Juni 1949, berlangsung
persiapan pemulihan pemerintahan RI di Yogyakarta. Persiapan itu
berlangsung di bawah pengawasan UNCI. Sejak tanggal 24 sampai 29 Juni
1949, tentara Belanda ditarik dari kota Yogyakarta. Setelah itu, TNI
memasuki kota Yogyakarta. Pada tanggal 6 Juni 1949, presiden dan wakil
presiden serta para pemimpin lainnya kembali ke Yogyakarta.

E. Upaya PBB dalam menyelesaikan Indonesia Belanda


Sekilas Diplomasi Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa Indonesia resmi
menjadi anggota PBB ke-60 pada tanggal 28 September 1950 dengan suara bulat dari
para negara anggota. Hal tersebut terjadi kurang dari setahun setelah pengakuan
kedaulatan oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar. Indonesia dan PBB
memiliki keterikatan sejarah yang kuat mengingat kemerdekaan Indonesia yang
diproklamasikan pada tahun 1945, tahun yang sama ketika PBB didirikan dan sejak
tahun itu pula PBB secara konsisten mendukung Indonesia untuk menjadi negara
yang merdeka, berdaulat, dan mandiri. Oleh sebab itu, banyak negara yang mendaulat
Indonesia sebagai “truly a child” dari PBB. Hal ini dikarenakan peran PBB terhadap
Indonesia pada masa revolusi fisik cukup besar seperti ketika terjadi Agresi Militer
Belanda I, Indonesia dan Australia mengusulkan agar persoalan Indonesia dibahas
dalam sidang umum PBB.
Selanjutnya, PBB membentuk Komisi Tiga Negara yang membawa Indonesia-
Belanda ke meja Perundingan Renville. Ketika terjadi Agresi militer Belanda II, PBB
membentuk UNCI yang mempertemukan Indonesia-Belanda dalam Perundingan
Roem Royen. Pemerintah RI mengutus Lambertus Nicodemus Palar sebagai Wakil
Tetap RI yang pertama di PBB. Duta Besar Palar bahkan telah memiliki peran besar
dalam usaha mendapatkan pengakuan internasional kemerdekaan Indonesia pada saat
konflik antara Belanda dan Indonesia pada tahun 1947. Duta Besar Palar
memperdebatkan posisi kedaulatan Indonesia di PBB dan di Dewan Keamanan
walaupun pada saat itu beliau hanya sebagai "peninjau" di PBB karena Indonesia
belum menjadi anggota pada saat itu. Pada saat berpidato di muka Sidang Majelis
Umum PBB ketika Indonesia diterima sebagai anggota PBB, Duta Besar Palar
berterima kasih kepada para pendukung Indonesia dan berjanji bahwa Indonesia akan
melaksanakan kewajibannya sebagai anggota PBB. Posisi Wakil Tetap RI dijabatnya
hingga tahun 1953.
Sebagai negara anggota PBB, Indonesia dalam menyelesaikan sengketa Irian
Jaya dengan Belanda mengupayakan solusi dengan mengajukan penyelesaian
permasalahan tersebut kepada PBB pada tahun 1954. Posisi Indonesia ini didukung
oleh Konferensi Asia Afrika pada bulan April 1955 yang mengeluarkan sebuah
resolusi untuk mendukung Indonesia dan kemudian meminta PBB untuk
menjembatani kedua pihak yang berkonflik dalam meraih solusi damai. Namun
demikian, hingga tahun 1961 tidak ada indikasi solusi damai meskipun dalam
faktanya isu tersebut dibahas dalam rapat pleno Majelis Umum PBB dan di Komite I.
Pada Sidang Majelis Umum PBB ke-17 tahun 1962, penyelesaian sengketa
tersebut akhirnya menemukan titik terang dengan dikeluarkannya Resolusi No. 1752
yang mengadopsi ”The New York Agreement” pada 21 September 1962. Selanjutnya,
United Nations Executive Authority (UNTEA) sebagai badan yang diberi mandat oleh
PBB untuk melakukan transfer kekuasaan Irian Jaya dari Belanda kepada Indonesia
menjalankan tugasnya secara efektif mulai 1 Oktober 1962 dan berakhir pada 1 Mei
1963.
Indonesia resmi menjadi negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa ke-60
pada tanggal 28 September 1950, yang ditetapkan dengan Resolusi Majelis Umum
PBB nomor A/RES/491 (V)tentang "penerimaan Republik Indonesia dalam
keanggotaan di Perserikatan Bangsa Bangsa",[1] kurang dari satu tahun setelah
pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda dalam Konferensi Meja Bundar di Den
Haag (23 Agustus - 2 November, 1949).
Indonesia memiliki perwakilan tetap untuk PBB di New York, sekaligus satu
perwakilan tetap untuk PBB, WTO dan organisasi-organisasi internasional lainnya di
Jenewa. Misi di New York dikepalai oleh seorang wakil tetap, sedangkan misi di
Jenewa dikepalai oleh seorang duta besar. Pemerintah Republik Indonesia menunjuk
Lambertus Nicodemus Palar sebagai Wakil Tetap untuk PBB pertama dari Indonesia.
Palar telah memainkan peran penting dalam upaya mencari dukungan dan pengakuan
internasional tentang kedaulatan Indonesia pada masa sulit dengan Belanda pada
tahun 1947, di mana saat itu Indonesia memiliki status Pengamat dalam Majelis
Umum PBB.
Berbicara di dalam sidang Majelis Umum PBB pada tahun 1950, Palar
berterima kasih untuk setiap dukungan yang diberikan untuk kemerdekaan Indonesia,
dan berjanji bahwa negaranya akan melaksanakan tanggung jawabnya sebagai negara
anggota dari PBB. Tanggung jawab dari perwakilan diplomatik Indonesia ini adalah
untuk mewakilkan seluruh kepentingan Indonesia di PBB termasuk dalam berbagai
isu keamanan internasional, pelucutan senjata, hak asasi manusia, masalah
kemanusiaan, lingkungan hidup, buruh, kerjasama ekonomi dan pembangunan
internasional, perdagangan internasional, kerjasama Selatan Selatan,
transferteknologi, hak kekayaan intelektual, telekomunikasi, kesehatan dan
meteorologi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran
Mengingat pentingnya materi perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan
kemerdekaan, besar harapan kami makalah ini bermanfa’at untuk pembaca sebagai
penambah wawasan atas perjuangan bangsa Indonesia untuk kemerdekaan. Kami
menghimbau untuk terus menggiatkan literasi dalam kehidupan sehari-hari bagi kita
semua, baik itu dalam bacaan digital ataupun nondigital guna memperluas wawasan.
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, S. (2016). Perjuangan Rakyat Pamekasan Mempertahankan Kemerdekaan Dalam


Agresi Militer Belanda 1 Di Madura Tahun 1947. E-Journal Pendidikan Sejarah,
4(2), 245–253.

Budiman, A. (2017). Sejarah Diplomasi Roem-Roijen Dalam Perjuangan Mempertahankan


Kemerdekaan Republik Indonesia Tahun 1949. Jurnal Wahana Pendidikan. 4 (1): 97-
98. ISSN 2355-2425.

Clooney, G. (2019). INDONESIA DAN PERDAMAIAN DUNIA.

Harisuprihanto, L. (2014). Buku Sejarah Indonesia SMA Kelas XI. Putra Nugraha: Surakarta.

Kharisma, D. N. (2016). Kota Malang Pada Masa Agresi Militer Belanda I Tahun 1947.
AVATARA, E-Journal Pendidikan Sejarah, 4(3), 942–956.

Pusponegoro, Marwati Djoened, dan Nugroho Notosusanto PN. 2008. Sejarah Nasional
Indonesia VI. Balai Pustaka: Jakarta.

Sari, Indah. (2015). Federal Versus Kesatuan : Sebuah Proses Pencarian Terhadap Bentuk
Negara Dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, 1 (5),
41-56.

Susilo, A., & Wulansari, R. (2021). Perjanjian Linggarjati (Diplomasi dan Perjuangan Bangsa
Indonesia Tahun 1946-1947). Jurnal Pendidikan Sejarah, Vol. 10 (1) : 30-42.

Yuliani, E. (2014). Agresi Militer Belanda I di Bondowoso. AVATARA, E-Jurnal


Pendidikan Sejarah, 2(1), 1–13.

Anda mungkin juga menyukai