Anda di halaman 1dari 26

IDENTITAS PENULIS

Penulis I
Nama : Maida Anindya
dll

Penulis II
Nama : Maulida Hayati
dll
PANCASILA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH BANGSA INDONESIA
DALAM BERBAGAI PERISTIWA

Di Susun Oleh:

Maida Anindya
Nim: 0704222061

(Foto Mahasiswa)

Maulida Hayati
Nim: 0704223067

(Foto Mahasiswa)

Dosen Pengampu : Dr. Amiruddin, M.Pd


Mata Kuliah : Pancasila

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi


MahaPanyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang “Pancasila Dalam
Perspektif Sejarah Bangsa Indonesia Dalam Berbagai Peristiwa”.

Makalah sederhana ini telah kami susun dengan maksimal dan


mendapatkan banyak sekali bantuan dari berbagai macam pihak
sehingga dapat memperlancarpembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.Akhir kata kami berharap semoga makalah “Pancasila Dalam
Perspektif Sejarah Bangsa Indonesia Dalam Berbagai Peristiwa” ini dapat
memberikan manfaat terhadap pembaca.

Selasa, 3 Oktober 2022

Kelompok 3

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perjalanan panjang sejarah Bangsa Indonesia sejak era sebelum dan


selama penjajahan ,dilanjutkan era merebut dan mempertahankan
kemerdekaan sampai dengan mengisi kemerdekaan,menimbulkan kondisi dan
tuntutan yang berbeda-beda sesuai dengan zamannya.
Kondisi dan tuntutan yang berbeda-beda diharap bangsa Indonesia
berdasarkan kesamaan nilai-nilai kejuangan bangsa yang dilandasi jiwa,tekad
dan semangat kebangsaan. Semangat perjuangan bangsa yang tidak mengenal
menyerah harus dimiliki oleh setiap warga negara Republik Indonesia.
Semangat perjuangan bangsa mengalami pasang surut sesuai dinamika
perjalanan kehidupan yang disebabkan antara lain pengaruh globalisasi yang
ditandai dengan pesatnya perkembangan IPTEK, khususnya di bidang
informasi, Komunikasi dan Transportasi, sehingga dunia menjadi transparan
yang seolah-olah menjadi kampung sedunia tanpa mengenal batas Negara.
Nilai-nilai pancasila pada saat penjajah (kolonial) sebelum terjadinya
proklamasi selalu direndahkan, dilecehkan, diinjak-injak.Kemudian dengan
dilakukannya proklamasi nilai pancasila ditegakkan, diselamatkan, di
tinggikan, dijunjung tinggi. Sehingga dengan melakukan proklamasi yang
pada awalnya pada masa penjajahan pancasila tidak dianggap bahkan di
lecehkan maka dengan perjuangan rakyat bangsa indonesia kedudukan
pancasila sebagai dasar negara kembali di tegakkan. Proklamasi kemerdekaan
merupakan jembatan emas, yang artinya suatu instrumen yang bernilai dimana
diseberang jembatan tersebut/setelah kemerdekaan bangsa indonesia
membangun bangsa untuk mencapai tujuan nasional yaitu masyarkat yang adil
makmur dan sejahtera. Tujuan nasional ini tercantum dalam pembukaan UUD
1945, yang didalamnya terdapat sila-sila pancasila. Nilai-nilai dalam pancasila
mendasari,menjiwai,menyemangati,menuntutun bangsa ketika bangsa
indonesia membangun bangsa untuk mencapai tujuan nasional.
Pada dasarnya Proklamasi bukan merupakan tujuan tetapi sebagai
prasayarat untuk mencapai tujuan yaitu sebagai sumber hukum formal saat
melakukan revolusi hukum dari hukum kolonial menuju hukum nasional,
revolusi tata negara kolonial menuju tata negara nasional. Maka proklamasi
memiliki makna sebagai pernyataan bangsa indonesia baik diri sendiri
maupun kepada dunia luar bahwa bangsa indonesia telah merdeka. Oleh
karena itu makna proklamasi harus diberi dasar hukum dengan merincinya
dalam pembukaan UUD 1945 yaitu dengan memberikan penjelasan,
penegakan, dan pertanggung jawaban terhadap dilaksanakannya proklamasi
seperti yang telah tertuang dalam pembukaan UUD 1945.
Kondisi yang demikian menciptakan struktur kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia serta mempengaruhi pola
pikir, sikap dan tindakan masyarakat Indonesia.Semangat perjuangan bangsa
indonesia dalam mengisi kemerdekaan dan menghadapi globalisasi. Warga
negara Indonesia perlu memiliki wawasan dan kesadaran bernegara, sikap dan
perilaku cinta tanah air serta mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa
dalam rangka bela negara demi utuh dan tegaknya NKRI.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana perjalanan sejarah dan peristiwa bangsa Indonesia?

2. Bagaimana bentuk peristiwa Sumpah Palapa?

3. Bagaimana bentuk peristiwa Budi Utomo?

4. Bagaimana bentuk peristiwa Sumpah Pemuda?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Mengetahui perjalanan sejarah dan peristiwa bangsa Indonesia

2. Mengetahui bentuk peristiwa Sumpah Palapa

3. Mengetahui bentuk peristiwa Budi Utomo

4. Mengetahui bentuk peristiwa Sumpah Pemuda


BAB II
KAJIAN TEORITIS

2.1 Sejarah dan Peristiwa Bangsa Indonesia

Sejarah Indonesia perlu diketahui. Nama Indonesia sendiri baru


digunakan pertama kali saat Kongres Pemuda II 28 Oktober 1928. Jauh
sebelum itu wilayah yang kini disebut Indonesia lebih dikenal dengan sebutan
Nusantara. Berbagai kerajaan berada dalam wilayah Nusantara ini.
Nusantara hampir tidak pernah luput dari penjajahan bangsa asing. Sumber
daya alam yang melimpah jadi incaran. Bangsa Portugis di tahun 1509
berhasil menguasai wilayah Malaka, Ternate dan Madura. Salah satu
perlawanan yang dilakukan adalah dari Fatahillah dari Demak yang berhasil
merebut Sunda Kelapa dari Portugis yakni pada tahun 1602 (Hans, 1948)
Setelah Portugis, Belanda kemudian ke wilayah Banten dalam
pimpinan Cornelis de Houtman. Saat itu, Belanda ingin membentuk VOC dan
menguasai rempah-rempah Indonesia.
Dalam membentuk VOC ada beberapa perjanjian yang harus ditaati
oleh Belanda seperti perjanjian Bongaya hingga perjanjian Giyanti. Setelah
VOC dibubarkan, Belanda akhirnya menunjuk Herman William Daendels
sebagai gubernur jenderal Hindia-Belanda. Di masanya, ia mempekerjakan
paksa masyarakat di Pulau Jawa bekerja untuk membuat jalur Anyer-
Panarukan.
Belanda menguasai Indonesia selama kurang lebih 350 tahun. Hingga
akhirnya Jepang masuk ke Indonesia dan menyerang Belanda hingga
menyerah tanpa syarat. Pemerintahan Jepang berakhir setelah 3,5 tahun
menjajah dan berakhir ketika tentara sekutu kalah pada Perang Dunia II.
Selain itu dua kota di Jepang Hiroshima dan Nagasaki dibom oleh tentara
sekutu. Mengetahui Jepang kalah, kemudian dibentuk badan BPUPKI atau
Dokuritsu Junbi Cosakai yang diketuai oleh Dr. Radjiman Widyodiningrat.
Setelah mendengar kekalahan Jepang pada 14 Agustus 1945, golongan
muda mendesak agar golongan tua cepat melakukan proklamasi kemerdekaan.
Dalam sejarah Indonesia proses kemerdekaan, terjadi peristiwa
Rengasdengklok yakni peristiwa penculikan Soekarno dan Hatta oleh
golongan muda untuk mempercepat pelaksanaan proklamasi. Setelah kembali
ke Jakarta, Soekarno dan Hatta mulai menyusun teks proklamasi di rumah
Laksamana Maeda dan dibantu oleh Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh
Soekarno, B.M, Diah, Sudiro dan Sayuti Melik (Hanifah, 1978).
Teks proklamasi pun akhirnya dibacakan pada 17 Agustus 1945.
Sejarah Indonesia setelah merdeka ialah mengesahkan dan menetapkan
Undang-undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia yang
akhirnya dikenal masyarakat sebagai UUD 1945.

2.2 Peristiwa Sumpah Palapa

Sumpah Palapa atau Amukti Palapa adalah Sumpah yang diikrarkan


oleh Patih Gajah Mada setelahpengangkatandandilantiknyaiamenjadi
Mahapatih Amangkubhumi yang bergelarkan Mahamantrimukya Mpu Gajah
Mada. Sumpah Palapa merupakan manifestasi program politik Gajah Mada
terhadap Majapahit. Gajah Mada diangkat menjadi seorang patih Kerajaan
Majapahit karena jasanya yang besar terhadap Majapahit terutama dalam
menyelamatkan Kalagamet sewaktu pemberontakan yang di pelopori
Dharmaputera Ra Kuti pada tahun 1339 M (Hernawan, 2011). Hal ini dapat
dilihat pada kutipan Kitab Pararaton bagian VIII di bawah ini:
“Akhirnya Gajah Mada memberitahu bahwa baginda raja ada di
Badander. Maka Gajah Mada mencari perlindungan kepada para mentri.
Semuanya sanggup membunuh Ra Kuti. Ra Kuti kemudian dibunuh.
Pulanglah raja dari Badander, tinggalah kepala desa terkenal namanya sampai
lama (Hardjowadojo, 1965).”
Berdasarkan kutipan di atas, dapat diketahui bahwa jasa Gajah Mada
pada peristiwa Ra Kuti tersebut merupakan sebuah alasan penobatan dirinya
sebagai Patih Amangkubhumi. Kitab Pararaton juga menjelaskan bahwa,
peristiwa Sumpah Palapa ketika Gajah Mada dilantik menjadi Mahapatih di
hadapan para pembesar Majapahit dan disaksikan Ratu Tribuanatunggadewi.
Peristiwa pelantikan Gajah Mada menjadi patih terjadi setelah penaklukkan
Sedeng.
Pada saat itu wilayah Kerajaan Majapahit sedang mengalami konflik
saat terjadi pemberontakan ketika Majapahit menaklukkan wilayah Sedeng
dan Keta. Peristiwa tersebut berawal dari ulah Ra Kembar yang membuat
marah Gajah Mada dan para menteri. Gajah Mada mendapat berita tentang
pengepungan Sedeng yang dilakukan oleh Ra Kembar. Sebagai seorang
ksatria sejati yang sangat peduli terhadap negaranya, Gajah Mada kemudian
mengabdikan diri untuk ikut serta melindungi Majapahit dari serangan-
serangan luar. Di lain pihak, Patih Amangkubhumi Arya Tadah sedang
menderita sakit parah. Ia merasa dirinya sudah tak mampu lagi menjalankan
pemerintahan. Arya Tadah kemudian meminta Gajah Mada untuk
menggantikan posisinya menjadi patih (Fitroh, 2017). Hal tersebut sejalan
dengan Kitab Pararaton bagian VIII pada kutipan di bawah ini:
Pulanglah Arya Tadah, memanggil Gajah Mada dan berbicara di
pendopo. Gajah Mada disuruh menjadi Patih Majapahit tetapi belum
amangkubhumi, Tadah berbicara: “Saya akan membantumu menghadapi
kesulitan-kesulitan (Hardjo- wadojo, 1965).”
Pelantikan Gajah Mada menjadi patih tidak lepas dari pengabdian dan
perjuangannya yang begitu besar kepada Majapahit. Melalui pengalamannya
menjadi Patih di Daha selama tiga tahun, Tribhuwana Tunggadewi
mengeluarkan kebijakan untuk segera mengangkat Gajah Mada menjadi
Mahapatih. Pelantikan Gajah Mada sebagai Mahapatih di Kerajaan Majapahit
merupakan salah satu kebijakan yang dibuat oleh Triwibhuwana Tunggadewi.
Kebijakan tersebut bertujuan untuk memperkuat kekuasaan kerajaan
Majapahit (Fitroh, 2017).
Sumpah Palapa memiliki nilai-nilai luhur dari segi isi, nilai dan
ideologi. Sumpah Palapa yang diucapkan Gajah Mada mengandung makna
yang mendalam, karena diucapkan atas keyakinannya kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Sumpah Palapa berisi pernyataan suci yang diucapkan oleh Gajah
Mada di hadapan Ratu Majapahit Tribuwana Tunggadewi dengan disaksikan
oleh para Menteri dan pejabat- pejabat kerajaan lainnya.
Pernyataan Sumpah Palapa yang sudah Gajah Mada tersebut,
menandakan ia tidak bermain-main dengan ucapannya tersebut. Walaupun
setelah mengucapkan sumpahnya tersebut Gajah Mada mendapat hujatan yang
dilakukan oleh Kembar karena tidak percaya akan Sumpah Palapa tersebut.
Jabung Trewes dan Lembu Peteng menertawakan Gajah Mada. Bukan Hanya
itu Arya Tadah juga meragukan Sumpah Palapa yang diikrarkan Gajah Mada
di Balairung Majapahit karena dianggap terlalu berat dan mustahil (Nurhayati,
2018). Hinaan kepada Gajah Mada terrsebut terdapat dalam kutipan Kitab
Pararaton di bawah ini:
“Para mentri semuanya duduk lengkap di balairung. Kembar
memandang tidak percaya kepada Gajah Mada lalu ia memaki Gajah Mada.
Banak ikut tidak percaya dan menghina Gajah Mada, Sementara Jabung
Terewes dan Lembu Peteng juga menertawakannya. Kemudian turunlah Gajah
Mada dari balairung menghadap kepada Bhatara di Koripan, hatinya marah
diperolok oleh Arya Tadah (Hardjowadojo, 1965).”
Berdasarkan kutipan di atas, dapat diketahui dalam diri Gajah Mada
tersimpan semangat perjuangan untuk menyatukan Nusantara di bawah
Kekuasaan Majapahit melalui semangat Sumpah Palapa yang
disampaikannya, walaupun orang-orang di sekitar menyangsikan bahkan
menghina sumpah yang disampaikannya tersebut. Sumpah Palapa secara
umum berisi tentang sebuah ikrar yaitu tidak merasakan atau menikmati
kemewahan sebelum Nusantara disatukan.
Kandungan nilai dan ideologi Sumpah Palapa tersebut juga sejalan
dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika yang diambi dari Kakawin Sutasoma
karya Empu Tantular, seorang pujangga, pemikir, sekaligus filsuf dari
Kerajaan Majapahit. Secara keseluruhan, Kakawin
Sutasoma bercerita tentang seorang pangeran (Sutasoma) beragama
Budha yang tidak menyukai tahta kerajaan dengan penobatannya
sebagaiseorangraja. Iakemudianmemilihuntuk mengasingkan diri masuk ke
dalam hutan dan hidup dengan sederhana sambil menyampaikan ajaran
Budha. Kakawin Sutasoma merupakan manuskrip dengan corak filsafat
Ketuhanan. Di dalamnya Sang Pujangga ingin menyampaikan konsep
Ketuhanan yang universal yaitu Tan Hana Dharma Mangrowa, Bhineka
Tunggal Ika. Artinya yaitu (1) Tiada kebenaran yang mendua, (2) Ia yang
disebut dalam berbagai nama, tetapi satu hakikatnya, (3) Di dalam keaneka
ragaman terdapat hakikat yang Satu, dan (4) Berbeda-beda tetapi tetap satu
jua. Makna keempat (berbeda-beda tetapi tetap satu jua) ini kemudian lebih
dikenal dalam nilai kemanusiaan pada dua hal yaitu (1) Keadaan manusia dan
makhluk hidup yang berbeda- beda namun hakikatnya tetap memiliki rasa dan
hidup yang sama, (2) Walaupun terdiri dari suku bangsa, bahasa dan agama
yang berbeda- beda, hakikatnya tetap satu bangsa-satu tanah air Indonesia.
Penggalan kisah dalam Kakawin Sutasoma ini (Tan Hana Dharma
Mangrowa, Bhineka Tunggal Ika) kemudian menginspirasi Presiden pertama
Republik Indonesia, Bapak Ir. Soekarno untuk menjadikannya sebagai
semboyan bangsa Bhineka Tunggal Ika yang bermakna berbeda-beda tetapi
tetap satu jua (merujuk pada kesatuan Indonesia) (el Firdausy, 2011).
Semboyan Bhineka Tunggal Ika ini juga sejalan dengan semangat
Sumpah Palapa yang disampaikan Mahapatih Gajah Mada yang juga sejalan
dengan semboyan Kerajaan Majapahit yaitu Mitreka Satata, yang berarti
persaudaraan yang satu dengan landasan persamaan derajat. Baik semboya
Bhineka Tunggal Ika, Sumpah Palapa, maupun semboyan Mitreka Satata
tersebut ketiganya merupakan sebuah semangat (ideologi dan nilai)
menyatukan keberagaman Nusantara dalam wadah kedaulatan negara yang
satu, Nusantara Indonesia.

2.3 Peristiwa Budi Utomo

Menurut buku yang ditulis oleh Akira nagazumi dengan berjudul


bangkitnya nasionalisme Indonesia pada 1908-1918 Dilatarbelakangi kondisi
ekonomi yang buruk di Jawa, dr. Wahidin Sudiro Husodo pada tahun 1906-
1907 berkeliling pulau jawa, untuk memberikan penerangan tentang cita-
citanya kepada para pegawai Belanda dan dalam berusaha mencari dana untuk
beasiswa bagi pelajar Indonesia yang kurang mampu tapi cakap, dr. Wahidin
berkeinginan untuk mendirikan badan pendidikan yang di sebut Studifonds
atau di sebut Dana Belajar yang di tujukan oleh pelajar-pelajar pribumi
berprestasi yang tidak mampu melanjutkan sekolah.. Usaha dr. Wahidin tidak
mendapatkan tanggapan yang positif dari pegawai pemerintahan Belanda
(Nagazumi, 1989)

Dr. Wahidin merupakan lulusan sekolah dokter Jawa di Weltvreden


(STOVIA), ia merupakan salah satu tokoh intelektual yang berusaha
memperjuangkan nasib bangsanya. Pada tahun 1901 sebelum dia berkeliling
jawa, Dr. Wahidin Sudirohusodo menjadi direktur majalah Retnodhoemilah
(Ratna yang berkilauan) yang diterbitkan dalam bahasa Jawa dan Melayu
(Kartodirdjo , 1990) Menurut buku yang ditulis oleh Muhammad hatta yang
berjudul Permulaan pergerakan Nasional (Hatta, 1997), Gagasan wahidin ini
yang membuat murid-murid STOVIA terispirasi dan membuat suatu
pergerakan yang nantinya di namakan Budi Utomo.

Dalam majalah Retnodhoemilah itu berisi tentang sebagian besar


membicarakan masalah kondisi penduduk jawa yang semakin memburuk
dengan perhatian khusus pada kalangan priyayi, dan di tujukan bagi pembaca
elite pribumi. Dalam buku Sartono Kartodirdjo, Sejarah pergerakan nasional
dari kolonialisme sampai nasionalisme Wahdin memainkan peran penting
dalam menggalakan pendidikan dan penyadaran terhadap orang jawa. Sebagai
direktur Retnodhoemilah Wahidin berusaha berkomunikasi dengan kalangan
luas penduduk pribumi, dalam jabatannya itu ia mengumumkan majalah
Retnodhoemilah tidak hanya menggunakan bahasa jawa saja tetapi juga
bahasa melayu sedang sehingga para pembaca jawa rata-rata dapat mudah
menangkap isinya dengan lebih mudah.

Dalam ketiga buku tersebut dapat disimpulakan bahwa kuatnya


pengaruh pemikiran dokter wahidin yang pada akhirnya membuahkan sebuah
organisasi. Pada tahun 1907 Dr wahidin mampir ke batavia untuk beristirahat
sesudah dari perjalanan panjangnya itu dan tidak berniat untuk singgah ke
STOVIA. Ia kemudian di undang oleh Soetomo dan Soeradji untuk
mengundang dokter itu ke STOVIA untuk mendengar gagasan-gagasannya
akan tetapi mereka tenyata tergugah oleh semangat Wahidin itu dan tidak lama
setelah itu didirikanlah Budi Utomo.
Dirasuki oleh gagasan-gagasan Wahdin, Soetomo segera larut dalam
kegiatan mendirikan suatu perkumpulan di dalam STOVIA. Budi Utomo
merupakan sebuah organisasi pelajar yang didirikan oleh Dr.Sutomo dan para
mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Arsten) yaitu
Sutomo, Suraji, Gunawan Mangunkusumo. Budi Utomo didirikan di Jakarta
pada minggu 20 Mei 1908 (Suharono, 1994) Organisasi ini bersifat sosial,
ekonomi, kebudayaan serta tidak bersifat politik. Budi Utomo menurut
beberapa sarjana, perkataan Budi Utomo berasal dari kata Sansekerta, yaitu
bodhi atau budhi, berarti “keterbukaan jiwa”,”pikiran”,” kesadaran”, “akal”,
atau “pengadilan”. Tetapi juga bisa berarti “ daya untuk membentuk dan
menjunjung konsepsi dan ide-ide umum”. Sementara itu, perkataan Jawa
utomo berasal dari uttama, yang dalam bahasa Sansekerta berarti “ tingkat
pertama” atau “ sangat baik”. Tepuk tangan bergemuruh pada saat
menyambut kelahirannya, para hadirin tidak saja para siswa sekolah ini tetapi
juga siswa-siswa dari sekolah pertanian dan kehewanan di bogor, pamong
praja pribumi di magelang dan Probolinggo.

Dalam catatan Soetomo pada tahun 1909 asal-usul budi utomo ternyata
di usulkan oleh seorang teman dekatnya yaitu Soeradji, dia mengatakan :

“Pengusul nama budi utomo itu adalah mas Soeradji bahkan dia telah
sangat membantu para mahasiwa stovia dengan mengusulkan budi utomo
sebagai nama organisasi ini”(Soetomo, 1934)

Seruan kelompok STOVIA dengan cepat tersebar di seluruh jawa dan


di kemudian hari dijadikan sebagai hari kebangkitan nasional. Tak lama
setelah didirikan, para siswa Stovia mencurahkan tenaga untuk merebut hati
rekan-rekan dari sekolah lanjutan lainnya untuk bergabung dengan Boedi
Oetomo. Dengan cepat cabang Boedi Oetomo berdiri di tiga dari delapan
sekolah yang hadir saat pembentukan: OSVIA di Magelang, sekolah
pendidikan guru bumiputra di Yogyakarta, dan sekolah menengah petang di
Surabaya. Sehingga, jumlah anggota Boedi Oetomo pada Juli 1908 mencapai
650 orang. Dari keseluruhan, anggota dari Stovia relatif kecil karena jumlah
siswanya sedikit.
Pada tanggal 3-8 Oktober 1908, Budi Utomo menyelenggarakan
kongresnya yang pertama di Kota Yogyakarta. Hingga diadakannya kongres
yang pertama ini, Budi Utomo telah memiliki tujuh cabang di beberapa kota,
yakni Batavia, Bogor, Bandung, Magelang, Yogyakarta, Surabaya, dan
Ponorogo. Setelah cita cita Budi Utomo mendapat dukungan yang makin
meluas di kalangan cendikiawan jawa, pelajar mulai menyingkir dari barisan
depan karena mempunyai keinginan agar generasi tua dapat memegang peran
bagi gerakan itu. Ketika kongres budi utomo di buka di Yogayakarta pimpinan
beralih kepada generasi yang lebih tua. Jumlah anggotanya meningkat dari
650 menjadi 1.200 anggota, di mana 700 anggota di antaranya “pejabat dan
orang-orang pribumi” (bukan siswa). Dengan meningkatnnya persentase
anggota yang bukan siswa, pengaruh para siswa pun berangsur-angsur
menjadi semakin lemah. Dalam pertemuan pada 8 Agustus 1908, para
pemimpin Boedi Oetomo memutuskan Yogyakarta sebagai tempat kongres
pertama. Penetapan ini,bukan karena Yogyakarta merupakan tempat kelahiran
Wahidin tetapi karena Yogyakarta dipandang sebagai “tempat denyut
jantungnya Jawa”.

Dalam kongeres ke 2 di tetapkan pengurus ketua organisasi.


Tirtokusumo terpilih sebagai ketua, ia merupakan seorang bupati karanganyar
yang mendapatkan penghormatan dari kalangan luas pejabat pemerintah.
Tirtokusumo giat dalam memajukan pendidikan barat dengan prakrasa sendiri
sebelum tahun 1908 ia mendirikan sekolah gadis di kabupatennya dan
mengangkat anak-anak perempuannya sebagai guru-guru kepala sekolah yang
pertama. Pengurus besar memutuskan unutk membatasi jangkauan geraknya
kepada penduduk jawa dan madura dan tidak akan melibatkan diri dalam
kegiatan politik. Bidang kegiatan yang dipilihnya oleh karena itu ialah bidang
pendidikan dan budaya karena budi utomo menganggap perlu di luaskan
pendidikan terutama pendidikan barat. Pengetahuan bahasa belanda mendapat
prioritas pertama karena tanpa itu seseorang tidak dapat mengharapkan
kedudukan yang layak dalam jenjang kepegawaian kolonial.

Tujuan Budi Utomo adalah menyadarkan kedudukan Bangsa Jawa,


Sunda, dan Madura pada diri sendiri dan berusaha mempertinggi akan
kemajuan mata pencaharian serta penghidupan Bangsa disertai dengan jalan
memperdalam keseniaan. Selain tujuannya yang lain adalah menjamin
kehidupan sebagai Bangsa yang terhormat dengan menitik beratkan pada soal
pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan. Pada hari Minggu tanggal 20 Mei
1908, dihadapan beberapa mahasiswa STOVIA, Sutomo mendeklarasikan
berdirinya organisasi Budi Utomo. Tujuan umum yang hendak dicapai dari
pendirian organisasi Budi Utomo tersebut antara lain:
- Memajukan pengajaran.
- Memajukan pertanian, peternakan dan perdagangan.
- Memajukan teknik dan industri.
- Menghidupkan kembali kebudayaan.
Selain itu Budi utomo mempunyai tujuan khusus yang tercantum
dalam beberapa fasal di antaranya :
- Memperhatikan kepentingan pelajaran umum
- Menjunjung tinggi dasar-dasar perikemanusian
- Lain-lain yang dapat menjammin penghidupan bangsa yang pantas
Budi Utomo tergolong organisasi pertama di antara organisasi bangsa
Indonesia yang disusun secara modern. Organisasi kebangsaan yang berdasar
pada usaha individu yang bebas dan sadar terhadap persatuan. Surat kabar
Batavia, Bataviansch Nieuwsblad menyebutnya sebagai "langkah pertama
telah diayunkan dan itulah langkah yang besar" (Het eerste Stap is gedaan, en
het is een groote stap). Pada tanggal 13 Juli 1908 dalam surat kabar ini
termuat tekad kaum muda sebagai pemimpin di masa yang akan datang untuk
memperbaiki keadaan rakyat.

2.4 Peristiwa Sumpah Pemuda

Sumpah Pemuda merupakan suatu pengakuan dari Pemuda-Pemudi


Indonesia yang mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa dan satu bahasa.
Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 hasil rumusan dari
Kongres Pemuda II Indonesia yang hingga kini setiap tahunnya diperingati
sebagai Hari Sumpah Pemuda. Adapun isi dari sumpah pemuda yang
diikrarkan tanggal 28 oktober 1928 adalah sebagai berikut:
Pertama Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah
Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia.
(Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Yang
Satu, Tanah Indonesia).
Kedoea Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa
Jang Satoe, Bangsa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku
Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia).
Ketiga Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa
Persatoean, Bahasa Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung
Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia).

Sumpah Pemuda merupakan bukti konkrit nasionalisme bangsa


Indonesia pada abad ke 20 dimana pada masa itu di kalangan bangsa Hindia
Belanda ( Indonesia) berkembang kesadaran bahwa bangsa yang berada di
bawah kolonialisme Belanda ini adalah satu bangsa telah terwujud melalui
ikrar yang menyatakan adanya persatuan bangsa, tanah air dan persatuan
bahasa. Ikrar ini menunjukkan semangat nasionalisme yang kemudian
berkembang lebih tegas lagi menuju Negara Indonesia merdeka
Ada banyak pendapat mengenai nasionalisme, antara lain
Nasionalisme adalah paham atau ajaran untuk mencintai bangsa, tanah air dan
budaya sendiri (Suparno, 1993) .Ernest Renan (Dhont, 2005) mengatakan
bahwa etnisitas tidak diperlukan untuk kebangkitan
nasionalisme ,nasionalisme bisa terjadi dalam komunitas yang multi etnis,
persatuan agama juga tidak diperlukan sedangkan persatuan bahasa
mempermudah untuk perkembangan nasionalisme namun tidak mutlak dalam
kebangkitan nasional. Dalam hal nasionalisme syarat mutlak dan utama adalah
adanya kemauan dan tekad bersama. Persatuan bahasa mempermudah
perkembangan nasionalisme tetapi tidak mutlak diperlukan untuk
perkembangan nasionalisme, Dalam hal nasionalieme, syarat mutlak dan
utama adalah kemauan dan tekad bersama (Dhont, 2005). Menurut Hans Kohn
(1948) Nasionalisme secara fundamental timbul dari adanya National
Counciousness. Dengan perkataan lain nasionalisme adalah formalisasi
(bentuk) dan rasionalisasi dari kesadaran nasional berbangsa dan bernegara
sendiri. Dan kesadaran nasional inilah yang membentuk nation dalam arti
politik, yaitu negara nasional.

Dari definisi itu nampak bahwa negara dan bangsa adalah sekelompok
manusia yang:
a. Memiliki cta-cita bersama yang mengikat warga negara menjadi satu
kesatuan;
b. Memiliki sejarah hidup bersama sehingga tercipta rasa senasib
sepenanggungan;
c. Memiliki adat, budaya, dan kebiasaan yang sama sebagai akibat
pengalaman hidup bersama;
d. Menempati suatu wilayah tertentu yang merupakan kesatuan wilayah; dan
e. Teroganisir dalam suatu pemerintahan yang berdaulat sehingga mereka
terikat dalam suatu masyarakat hukum.
Suatu negara kebangsaan akan menjadi kuat bila timbul hasrat untuk
mengembangkan negaranya. Hasrat untuk berkuasa itu mendorong negara
tersebut memperkuat angkatan perang. Bila telah merasa diri mereka kuat,
maka berbagai alasan dicari-cari sehingga bisa timbul penjajahan yang
sesungguhnya. Semangat dan nafsu untuk berkuasa atas bangsa lain ini
merupakan salah satu sebab adanya kolonialisme dan imperialisme.
Hoevel, Frans Van Deputte, dan Mr. C.T. Van Deventer. Ketiga tokoh
ini menganjurkan “Politik Etisch”, yaitu politik balas budi. Menurut Van
Deventer, Pemerintah Belanda harus memperhatikan tiga hal penting bagi
bangsa Indonesia, yaitu:

1. Irigasi atau pengairan

2. Transmigrasi, yaitu pemindahan penduduk dari tempat yang padat ke


tempat yang lebih sepi atau berpenduduk sedikit

3. Pendidikan dan pengajaran


Ketiga hal tersebut akhirnya dijalankan oleh pemerintah Belanda,
tetapi tidak bertujuan untuk mensejahterakan rakyat Hindia Belanda,
melainkan untuk kepentingan kaum penjajah sendiri. Irigasi, jalan raya,
sekolah, stasiunpun dibangun, tetapi semua itu tidak dapat digunakan oleh
orang Indonesia secara mudah. Dalam bidang ekonomi, dengan politik etis
Belanda mengembangkan bidang perkebunan, industry dan perdagangan dan
sangat banyak modal yang diinvestasikan Belanda (Dhont, 2005). Bahkan
pemerintah colonial membangun infrastruktur lalu lintas baik lalu lintas darat
maupun laut yang menghubungkan antar pulau, dibangun juga sarana
komunikasi yang kesemuanya bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat
pribumi. Evolusi politik sejak tahun 1850 dan wujud bersatunya wilayah
Hindia Belanda pada awal abad ke 20 merupakan bingkai latar belakang
tempat modernisasi dan industrialisasi serta segala gejala yang lain bisa
diterapkan (Dhont, 2005).
Perkembangan industry dan modernisasi pada abad ke 20 di wilayah
hindia Belanda mengakibatkan adanya permintaan yang tinggi terhadap
karyawan yang berpendidikan. Selain itu, sebagai kelanjutan politik etis,
pemerintah Belanda mengambil keputusan untuk memberikan pendidikan
kepada kaum pribumi Hindia Belanda. Kesempatan pendidikan tidak hanya
diberikan di wilayah Hindia Belanda saja, namun juga diberi kesempatan
untuk menempuh pendidikan di negri Belanda meskipun hanya untuk
kalangan tertentu saja dan jumlahnya sedikit. Sedangkan di wilayah Hindia
Belanda sendiri, ada dua penggolongan sekolah pribumi yaitu sekolah untuk
kaum elit yang bertujuan untuk menyediakan karyawan administrasi untuk
pemerintah dan swasta serta sekolah untuk rakyat kecil yang bertujuan untuk
belajar membaca, menulis dan berhitung. (Dhont, 2005). Dampak besar dari
politik etis dalam bidang pendidikan ini adalah munculnya golongan terpelajar
dan kaum terpelajar inilah yang kemudian menjadi pelopor kesadaran
nasionalisme Indonesia.
Kaum terpelajar atau golongan intelektual ini kemudian mendirikan
organisasi-organisasi sebagai media perjuangan membebaskan negeri dari
penjajahan. Antara lain adalah organisasi Studieclub dan organisasi-organisasi
pergerakan nasional seperti Budi Oetomo, sarekat Islam,Indische Partai, PNI,
dll. Ada tiga studieclub yang memiliki peran penting dalam pergerakan
nasional yaitu perhimpoenan Indonesia merupakan organisasi mahasiswa
Indonesia yang sedang menempuh pendidikan di Belanda. Para anggota
studieclub ini setelah pulang ke Indonesia melanjutkan perjuangannya melalui
organisasi studieclub maupun organisasi yang lain. Di Surabaya berdiri
Indonesische Studieclub yang didirikan oleh Soetomo setelah pulang dari
Belanda, sedangkan di Bandung juga berdiri Algemeene Studieclub yang
dipimpin oleh Soekarno, Soenario, Anwari dan Ishaq Tjokrohadisoerjo. Selain
ketiga studieclub tersebut, berdiri juga organisasi-organisasi pergerakan
nasional seperti budi Oetomo, Sarekat Islam, indische Partai, PNI, dll serta
organisasi-organisasi pemuda di berbagai daerah di Indonesia. Pada masa itu,
nasionalisme belum menjadi sesuatu yang nyata. Kata Indonesia sendiri belum
terlalu dikenal, jadi tidak mengherankan kalau organisasi atau perkumpulan
pemuda pada waktu itu masih bersifat kedaerahan.
Tujuh tahun setelah Budi utomo berdiri, para pemuda Indonesia
membentuk organisasi yang diharapkan dapat berfungsi sebagai penengah
solidaritas social, penyalur dan pemupuk cita-cita mereka yang dimaksudkan
untuk mendidik kader-kader pemimpin masa depan. Pada awalnya organisasi
–organisasi tersebut bersifat kesukuan atau kedaerahan yang mengutamakan
ikatan antara sesama pelajar sedaerah serta membangkitkan perhatian terhadap
kebudayaan daerah masing-masing ( RZ. Leirissa,dkk, 1989). Hal ini bisa
dilihat pada organisasi Tri Koro Dharmo ( kemudian menjadi Jong Java), jong
Sumatranen Bond, jong Ambon, Jong Minahasa, Jong Batak, Sekar rukun,
Pemuda Betawi, dll.
Isi dari ikrar Sumpah Pemuda dipatuhi oleh semua perkumpulan
kebangsaan Indonesia. Keyakinan persatuan Indonesia diperkuat dengan
memperhatikan dasar persatuan, yaitu Kemauan, Sejarah, Bahasa, Hukum
adat dan Pendidikan. Adapun makna Sumpah Pemuda menjadi tonggak
penegas yang sangat penting dalam sejarah atau lebih jelasnya, bahwa kita
wajib menjujung tinggi persatuan Indonesia berdasarkan prinsip Bhinneka
Tunggal Ika. Kita bangga bertanah air, berbangsa dan berbahasa Indonesia;
Karena itu kita wajib mencintai tanah air bangsa

Tri Koro Darmo


Organisasi ini didirikan pada 9 Maret 1915 di Jakarta atas inisiatif para
pemuda seperti Satiman, Kadarman, dan Sunardi. Organisasi ini merupakan
organisasi pemuda pertama di Indonesia. Tri Koro Darmo berarti Tiga Tujuan
Mulia, yaitu Sakti, Budi, dan Bakti. Organisasi berawal dari anak-anak
sekolah menengah dari Jawa Madura yang bersekolah di Jakarta. Pada tahun
1918, nama Tri Koro Darmo diganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa)
sehingga anggotanya terbuka bagi seluruh pemuda Jawa termasuk dari Jawa
Barat( Leirissa, 1989: 4) Lebih lanjut disebutkan bahwa keanggotaan yang
terbatas ini hanyalah bersifat sementara karena tri koro Dharmo belum
mampu untuk mempersatukan seluruh bangsa di Hindia Belanda..

Organisasi ini mempunyai asas dan tujuan, yaitu:


1. Menimbulkan pertalian di anatar murid- murid bumiputera dan sekolah-
sekolah menengag dan kursus kejuruan
2. Menambah pengetahuan umumbagi anggotanya
3. Membangkitkan dan mempertajam perasaan buat segala bahasa dan
kebudayaan Hindia

Nama tri Koro Dharmo ini kemudian dirubah menjadi Jong Java pada
konggres yang pertama tanggal 12 Juni 1918 dengan maksud untuk
memudahkan kerjasama dengan pemuda-pemuda pelajar sunda, Madura, Bali
dan Lombok ( Leirissa,1989:4). Meskipun nuansa Jawa masih sangat terasa
dengan perubahan nama tersebut, namun dalam hal keanggotaan sudah lebih
luas dibanding tri Koro Dharmo. Setelah Jong Java kemudian disusul
organisasi pemuda di berbagai daerah di Hindia Belanda

Jong Sumatranen Bond


Jong Sumatranen Bond berdiri pada tanggal 9 Desember 1917 di
Jakarta. Organisasi ini didirikan oleh para pemuda pelajar yang berasal dari
Pulau Sumatera. Seperti juga Tri Koro Darmo, Jong Sumatranen Bond juga
didirikan di Gedung STOVIA Jakarta.
Tujuan dari organisasi ini adalah mempererat hungungan dan
persaudaraan antara oemuda- pemuda pelajar yang berasal dari Sumatera.
Dalam kegiatannya, Jong Sumatra berusaha mendidik para pemuda yang
berasal dari Sumatera untuk menjadi pemimpin bangsa. Kepada pemuda
ditanamkan rasa cinta terhadap kebudayaan sendiri. Dalam waktu singkat
berdiri cabang-cabang Jong Sumatra di berbagai kota, seperti Bogor,
Bandung, Padang, Bukittinggi, dan lain-lain. Tokoh- tokoh Jong Sumatranen
Bond adalah Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, M. Tamsil, Bahder
Johan, Assaat, Abu Hanifah, Adnan Kapau Gani, dan lain-lain Adapun tujuan
organisasi ini adalah:
1) Mmpererat ikatan antara pemuda-pemuda pelajar Sumatra dan
membangkitkan perasaan bahwa mereka dipanggil untuk menjadi
pemimpin dan pendidik bagi bangsanya.
2) Membangkitkan perhatian anggota- anggotanya dan orang luar untuk
menghargai pakaian,kesenian, bahasa, kerajinan, pertanian dan sejarah
Sumatra. Untuk mencapai tujuan tersebut, usaha-usaha yang ditempuh
adalah: menghilangkan perasaan prasangka ras di kalangan orang
Sumatra, memperkuat perasaan saling membantu dan bersama
mengangkat derajat rakyat Sumatra dengan jalan menggunakan alat
propaganda khusus, ceramah-ceramah dan lain-lain (Leirissa, 1989).
Namun demikian usaha untuk membangun persatuan Sumatra bukan
masalah yang mudah.

Jong Minahasa Bond


Pemuda-pemuda Minahasa dari Sulawesi Utara tidak mau ketinggalan.
Pada tahun 1918, mereka mendirikan perkumpulan pemuda yang terkenal
dengan nama Jong Minahasa atau pemuda Minahasa. Maksud dan tujuan
organisasi ini adalah menggalang dan mempererat persatuan dan tali
persaudaraan di kalangan para pemuda pelajar yang berasal dari Minahasa.
Tokoh Minahasa antara lain adalah, G.R Pantouw.

Jong Celebes
Jong Celebes adalah organisasi pemuda yang menghimpun para
pemuda pelajar yang berasal dari Selebes atau Pulau Sulawesi. Maksud dan
tujuannya ialah mempererat rasa persatuan dari tali persasudaraan di kalangan
pemuda pelajar yang berasal dari Pulau Sulawesi. Tokoh- tokohnya misalnya
Arnlod Monotutu, Waworuntu, dan Magdalena Mokoginta (yang kemudia
dikenal dengan Ibu Sukanto, Kepala Kepolisian Wanita Negara RI pertama).
Masih banyak organisasi pemuda lainnya, seperti Islamieten bond
(1924), Jong Ambon, Sekar Rukun dan Pemuda Kaum Betawi, dll. Semua
organisasi tersebut masih bersifat kedaerahan. Sementara itu faham persatuan
dan Indonesia merdeka makin berkembang di kalangan masyarakat Indonesia
termasuk para pemudanya.

Selain organisasi yang bersifat kedaerahan,berkembang pula


organisasi yang dengan tegas menghendaki persatuan Indonesia. Organisasi
yang pertama kali menghendaki persatuan Indonesia adalah Perhimpunan
Indonesia yang didirikan oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang sedang
belajar di Belanda. Anggotanya terdiri dari pemuda dari berbagai daerah di
Indonesia. Perhimpunan Indonesia awalnya hanya mengurus kepentingan
para mahasiswa Indonesia selama belajar di negeri Belanda, namun kemudian
berkembang menjadi organisasi politik yang berfaham persatuan dan
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Hal ini sejalan dengan semakin
hilangnya persatuan kesukuan mereka dan berganti dengan perasaan
kebangsaan Indonesia. Ide dan semangat Perhimpunan Indonesia ini
kemudian banyak mempengaruhi organisasi-organisasi pemuda di tanah air
yang kemudian berkembang kesadaran akan perlunya mempersatukan
organisasi-organisasi pemuda di tanah air.
Dalam usaha mempersatukan organisasi-organisasi pemuda di tanah
air, berkembang berbagai pandangan antara lain ada yang menghendaki
organisasi pemuda dalam wadah sentral atau yang disebut fusi dan ada yang
menghendaki bentuk federasi . Dalam bentuk sentral , semua organisasi
pemuda akan berfusi dalam satu persatuan yang bulat atau melebur dalam
satu organisasi besar. Sedangkan dalam bentuk federasi , masing-masing
organisasi akan tetap hidup sebagai organisasi namun bergabung dalam suatu
organisasi yang lebih besar. Pendapat mengenai fusi atau federasi ini menjadi
perbedaan pendapat oleh beberapa organisasi pemuda yang kemudian sepakat
menyelenggarakan Konggres pemuda yang menurut istilah waktu itu disebut”
Kerapatan Besar” yang kemudian disebut sebagai Konggres pemuda I
(Leirissa, dkk, 1989)
Para pemuda yang tergabung dalam berbagai organisasi pemuda
seperti Pemuda Indonesia dan Perhimpunan Indonesia sangat mendambakan
adanya nasionalisme di golongan para pemuda. Mereka menginginkan agar
organisasi yang bersifat kedaerahan yang ada melebur menjadi satu
perkumpulan atau organisasi yang bersifat nasional. Keinginan itu belum
dapat terwujud karena masih adanya kalangan pemuda yang menganggap
masih perlu adanya organisasi yang bersifat kedaerahan.
Dalam keadaan yang demikian itu, maka pada tanggal 30 April sampai
2 Mei 1926, di Jakarta diadakan suatu Kerapatan Besar Pemuda-Pemuda
Indonesia. Sejarah mencatat bahwa Kerapatan Besar Pemuda- Pemuda
Indonesia itu biasa disebut Kongres Pemuda I.
Kongres Pemuda ini dihadiri oleh wakil-wakil organisasi pemuda
seperti Jong Java (1915), Jong Sumatranen Bond (1917), Jong Islamieten
bond (1924), Jong Batak, Jong Minahasa, Jong Celebes, Jong Ambon, dll.
Tujuan dari diadakannnya Kongres Pemuda I ialah untuk membentuk
perkumpulan pemuda yang satu, dengan maksud:
1. Memajukan paham persatuan dan kebangsaan
2. Mempererat hubungan antara semua perkumpulan kebangsaan
Dalam kongres itu pemuda-pemuda dianjurkan untuk menempatkan
nasionalisme dan persatuan di atas kepentingan pribadi, agama, golongan,
agama, dan suku. Kongres Pemuda I belum dapat menghasilkan suatu
keputusan yang dapat memepersatukan para pemuda-pemuda Indonesia
secara nasional. Walaupun begitu, kongres ini telah menambah rasa cinta
tanah air yang tinggi pada diri para pemuda Indonesia. Karena itu, para
pemuda tersebut tidak menyerah begitu saja. Mereka berencana mengadakan
Kongres Pemuda yang kedua.
Setelah konggres Pemuda I, lahir organisasi baru yang dengan tegas
memakai nama Indonesia yaitu Perhimpunan Pelajar- Pelajar Indonesia
(PPPI) yang berpandangan bahwa perasaan kedaerahan akan memperlemah
perjuangan serta memiliki semboyan” Berjuang sambil Belajar” . Kemudian
disusul berdirinya Jong Indonesia pada tanggal 20 februari 1927. Jong
Indonesia berasaskan kebangsaan nasional Indonesia yang berasaskan
kesatuan. Dua organisasi baru yang dengan tegas menginginkan persatuan
Indonesia ini sama- sama menghendaki bentuk fusi di antara organisasi
pemuda di Indonesia.

BAB III
KESIMPULAN

1.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, dapat diketahui bahwa:


1. Peristiwa Sumpah Palapa terjadi pada saat Gajah Mada dilantik menjadi
Mahapatih di hadapan para pembesar Majapahit dan disaksikan Ratu
Tribuanatunggadewi. Pelantikan Gajah Mada sebagai Mahapatih di
Kerajaan Majapahit merupakan salah satu kebijakan yang dibuat oleh
Triwibhuwana Tunggadewi untuk memperkuat kekuasaan kerajaan
Majapahit.
2. Tema perjuangan Wahdin pada pemikirannya adalah bahwa perjuangan
untuk tetap tegaknya budaya dan bangsa merupakan kepentingan vital bagi
orang jawa. Cita-citanya mendirikan organisasi beasiswa agar bisa
membantu siswa-siswa yang miskin namun pandai agar dapat belajar. Para
siswa di STOVIA menggunakan usaha ini sekaligus juga mendirikan
organisasi Budi Utomo yang bersifat umum bagi penduduk pribumi.
Perhatian Budi Utomo lebih difokuskan pada reaksi pemerintahan Hindia-
Belanda, bukan lagi pada reaksi yang ditunjukan oleh rakyat.
3. Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 adalah Cerminan dari tekad dan ikrar
para Pemuda, Pelajar dan Mahasiswa. Pada saat itu mereka tidak
membeda-bedakan Suku, Pulau, dan Organisasi mana, karena tekad
mereka ingin bersatu untuk merebut Kemerdekaan dari para penjajah.
Semangat Persatuan pada waktu itu sangat menonjol, mereka bertekad
hidup atau mati tiada jalan lain untuk merebut kemerdekaan kecuali
bersatu padu.
1.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini masih terdapat kesalahan yang mungkin


Penulis tidak sadari. Untuk itu sangat dibutuhkan saran dari Pembaca untuk
pengerjaan makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Hernawan, Wawan. 2011. “Perang Bubat dalam Literatur.” Jurnal Wawasan


UIN Gunung Djati 34 (1), 37.
el Firdausy, Syarifah Wardah. 2011. Kearifan Lokal Serat Rengganis KPPN
sebagai Media Islamisasi Suntingan Teks disertai Sejarah Teks. Skripsi.
Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga Surabaya.
Abu Hanifah. Renungan Perjuangan Bangsa Dulu dan sekarang. Jakarta:
Yayasan Idayu,1978.
Fitroh, Anah Nur. 2017. ”Peran Tribhuwana Tunggadewi dalam
Mengembalikan Keutuhan dan Perkembangan Kerajaan Majapahit
Tahun 1328-1350.” Jurnal Pendidikan Sejarah Avatara, 5 (2), 304.
Hardjowadojo, Pitono. 1965. Kitab Pararaton Terjemahan. Malang: Penerbit
Bhratara.
Hans Kohn. The Ideas Nationalism. New York: McMillan,1948.
Nagazumi, Akira. 1989. Bangkitnya Nasionalisme Indonesia Budi Utomo
1908-1918. Pustaka utama Grafiti
Kartodirdjo, Sartono. 1990. Sejarah pergerakan nasional dari kolonialisme
sampai nasionalisme, jilid 2. Jakarta : Gramedia.
Hatta, Mohammad. 1997. Permulaan pergerakan Nasional. Idayu Press,
Jakarta.
Suharono, Dr. 1994. Sejarah pergerakan Nasional. Pustaka Pelajar.
Soetomo,R. 1934. Kenang-kenangan,Soerabaja.
Dhont, Frank. 2005. Nasionalisme Baru Intelektual Indonesia Tahun 1920-
an. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Leirissa RZ., dkk. 1989. Sejarah Pemikiran Tentang sumpah Pemuda.
Jakarta: Dep. Pendidikan dan Kebudayaan.
Soeparno. 1993. Glosarium: Kata Serapan Dari Bahasa barat Dengan
Etimologinya. Semarang: Media Wiyata.
Nurhayati, Enung. 2018. Gajah Mada. Jakarta: PT Buku Seru.

Anda mungkin juga menyukai