1.2. Tujuan................................................................................................................................................ 2
i
BAB I
DEFINISI
1.1. PENGERTIAN
1.2. TUJUAN Menciptakan lingkungan yang bersih aman dan nyaman sehingga dapat
meminimalkan atau mencegah terjadinya transmisis microorganisme dari lingkungan kepada
pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat di sekitar rumah sakit dan fasilitas kesehatan
sehingga infeksi nosokomial dan kecelakaan kerja dapat di cegah dan dikndalikan
ii
BAB II
Ruang Lingkup
1. Dinding
2. Langit – langit
3. Lantai
4. Atap
6. Furniture
7. Gorden
iii
BAB III
TATA LAKSANA
Dalam pelaksanaannya untuk mencegah terjadinya infeksi akibat dari kondisi lingkungan di
rumah sakit dapat diminimalkan dengan melakukan pembersihan, disinfeksi permukaan lingkungan
yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien, melakukan pemeliharaan peralatan
medik dengan tepat, mempertahankan mutu air bersih, mempertahankan ventilasi udara yang baik.
3.2. DISINFEKSI
iv
Hal – hal penting mengenai pembersihan dan disinfeksi.
Lingkungan yang digunakan oleh pasien harus dibersihkan dengan teratur.
Pembersihan harus menggunakan teknik yang benar untuk menghindari aerosolisasi debu
Hanya permukaan yang bersentuhan dengan kulit/mukosa pasien dan permukaan yang
sering disentuh oleh petugas kesehatan yang memerlukan disinfeksi setelah dibersihkan.
Petugas kesehatan harus menggunakan APD untuk melakukan pembersihan dan diinfeksi
peralatan pernapasan dan harus membersihkan tangan setelah APD dilepas.
Ventilasi ruangan yang baik diperlukan selama dan segera setelah proses disinfeksi,
apapun jenis disinfektan yang digunakan.
Kegiatan pembersihan adalah tugas berat yang memerlukan banyak pekerja dan
dilingkungan tertentu risiko terpanjan benda – benda tajam sangat tinggi. Petgas kesehatan
harus mengenakan :
Sarung tangan karet (rumah tangga)
Gaun perlindungan dan celemek karet dan
Sepatu yang rapat dan kuat, seperti sepatu bot
1. Semua sampah yang dihasilkan dalam ruangan atau area isolasi harus dibuang dalam
wadah atau kantong yang sesuai :
Sampah infeksius gunakan kantong plastik kuning atau bila tidak tersedia dapat
menggunakan kantong plastik warna lain yang tebal atau dilapis dua (kantong ganda).
Kemudian diikat dengan tali warna kuning atau diberi tanda “infeksius” (airborne) harus
ditangani sebagai sampah infeksius
Untuk sampah non infeksius / tidak menular gunakan kantong plastik hitam
Untuk sampah benda tajam atau jarum ditampung dalam wadah tahan tusukan
2. Kantong sampah apabila sudah 3/4 bagian penuh harus segera diikat dengan tali dan tidak
boleh dibuka kembali
3. Petugas yang bertanggung jawab atas pembuangan sampah dari bangsal / area isolasi
harus menggunakan APD lengkap ketika membuang sampah
4. Kantong pembuangan sampah perlu diberi label biohazard yang sesuai dan ditangani dan
dibuang sesuai dengan kebijakan rumah sakit dan peraturan nasional mengenai sampah
rumah sakit
5. Limbah cair seperti urin atau feses dapat dibuang kedalam sistem pembuangan kotoran
yang tertutup dan memenuhi syarat dan disiram dengan air yang banyak
vii
i
BAB IV
DOKUMENTASI
4.1. Formulir Audit Kepatuhan Standar precaution
Uni :
Tanggal : __/__/______ t _______________
:
Auditor : ____________ Auditan _______________
Standar : Pencegahan infeksi dari pasien ke staf, staf ke pasien dan dari pasien ke pasien terlaksana secara efektif dan
efisien.
Nama Auditan →
N N N
PROSEDUR ↓ Y T Y T Y T
A A A
Mencuci tangan
1 Setelah kontak darah, cairan tubuh
2 Setelah melepas sarung tangan atau APD
3 Sebelum dan sesudah kontak dengan pasie
4 Diantara dua prosedur pada pasein yang sama
Penggunaan Sarung Tangan
Menggunakan sarung tangan bila akan kontak dengan darah, cairan
1
tubuh,mukus membran atau substansi tubuh
Gunakan sarung tangan bersih bila akan kontak dg mukus membran atau luk
2
aterbuka.
3 Ganti sarung tangan bila melakukan 2 prosedur
Lepas sarung tangan secara benar setelah dipakai dan pada saat akan
4
memegang benda bersih atau pindah ke tempat lain
Penggunaan masker, pelindung mata & wajah
Menggunakan masker sebelum tindakan yang beresiko utk terpercik darah,
1
cairan tubuh, sekresi dan ekskresi
Menggunakan goggle/face shield sebelum tindakan yg beresiko untuk terpercik
2
darah, cairan tubuh, sekresi dan ekskresi
Pengunaan Gaun/Apron
1 Gunakan apron plastik saat akan melakukan prosedur yang beresiko untuk
terpercik cairan tubuh pasien.
2 Pilih gaun pelindung sesuai dengan aktivitas
Lepaskan gaun kotor secara hati-hati & dimasukkan ke dalam kantong plastik
3
kuning & cuci tangan
Peralatan Perawatan Pasien
1 Gunakan sarung tangan menangani peralatan terkontaminasi
2 Peralatan ditempatkan dalam wadah tertutup
3 Buang segera jarum suntik/benda tajam dalam safety box
4 Pastikan peralatan sdh dibersihkan sebelum digunakan
Pengendalian Lingkungan
Membersihkan kamar pasien & peralatan secara rutin : lantai,tempat
1
tidur,meja dan yang ada di sekitar pasien
2 Pembuangan limbah medis dan non medis pada tempatnya
ix
3 Pembuangan benda tajam pada sharp box
Penanganan Linen
1 Membawa linen kotor dalam kantong plastik sesuai kategorinya (infeksius &
non infeksius).
2 Gunakan alat pelindung diri.
3 Sortir linen kotor dilakukan di laundry.
Kesehatan Kerja & Penularan Patogen lewat Darah
Menghindarkan perlukaan saat menggunakan jarum suntik, pisau operasi atau
1
instrumen tajam.
2 Membuang jarum suntik/ benda tajam ke dalam sharp box.
3.Melaporkan segera setiap kejadian paparan baik tertusuk dan kontak pd kulit
3
tdk utuh, mukosa (mulut/mata).
Penempatan Pasien
Menempatkan pasien yg personal hygienenya tdk dpt terkontrol dalam ruang
1
sendiri.
Menempatkan pasien yang diduga/sudah positif dgn penyakit menular dalam
2
ruang sendiri (isolasi/ko- horting) sesuai dg rute penularannya.
Pemrosesan Peralatan Pasien
Dekontaminasi percikan darah dengan desinfektanberbasis chlorin (bubuk,
1
granul / larutan 0.5%
2 Bersihkan percikan dengan tissue buang kesampah medis
Bersihkan area dengan pembersihan biasa menggunakan detergen netral dan
3
air
4 Lepas sarung tangan dan apron
5 Dekontaminasi tangan
Manajemen paparan cairan tubuh: urin, feses, muntah
1 Bersihkan material dengan tissue buang segera
2 Bersihkan dengan detergen netral dan air hangat
3 Desinfektan dengan larutan chlorine 0,5%
4 Buang sarung tangan dan apron Cuci tangan
Hygiene Respirasi/ Etika batuk
1 Menutup mulut, hidung dg tissue saat batuk,atau pda lengan
2 Buang segera tissue dalam tempat sampah
3 Segera cuci tangan
Praktek Menyuntik/pungsi Yang Aman
1 Semua injeksi disiapkan di area bersih bebas kontaminasi
2 2.Teknik aseptik selalu dilakukan pada saat memberi obat
3 Pakai jarum steril, disposable mencegah kontaminasi
4 Tidak melakukan recaping dan re shating
5 Jangan gunakan single dose vial pada banyak pasien
6 Jangan tinggalkan sisa obat & diberikan utk waktu lain
Memakai masker pada saat tindakan lumbal punksi anestesi spinal mencegah
7
transmisi droplet orofaring
Multiple vials
1 Sebaiknya digunakan jika harus diperlukan
2 Perketat penggunaan multiple vial untuk satu pasien
3 Beri label dengan identitas pasien dan tgl vial dibuka
4 Buang segera jika kesterilan dipertanyakan
5 Jangan tinggalkan multiple dose vial di tempat tidur pasien
x
6 Gunakan syringe dan jarum steril setiap kali memberikan obat yang sama pada
pasien yang sama
xi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................... i
Sambutan Direktur RSUD dr. Aji Yulia Rakhma........................................ii
Sambutan Kasi Keperawatan RSUD Dayaku Raja..........................................iii
Daftar Isi.................................................................................................................. iv
Tim Penyusun............................................................................................................ v
Bab l Pendahuluan................................................................................................... 1
A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Tujuan Penyusunan Panduan......................................................................2
C. Sasaran dan Manfaat Penyusunan Panduan........................................3
xii
TIM PENYUSUN
Penyusun:
Ns. Mulyanti,S.Kep
Ns. Nurmiati jafar, S.Kep
Ns. Erma Winata, S.Kep
Ns. Sarmani, Amd.Kep .
Dian Febriliani,Amd.Keb
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan modern merupakan suatu seni dan ilmu yang mencakup
berbagai aktivitas konsep dan keterampilan yang berhubungan dengan
berbagai disiplin ilmu. Keperawatan sebagai suatu profesi yang unik karena
keperawatan ditujukan ke berbagai respon individu dan keluarga terhadap
masalah kesehatan yang dihadapi. Profesi keperawatan merupakan profesi
yang kompleks dan beragam. Perawat berpraktik di berbagai tempat yang
menuntut aspek keterampilan dan keahlian serta disiplin yang tinggi.
Keahlian dalam keperawatan merupakan hasil dari pengetahuan dan
pengalaman klinik yang dijalaninya. Keahlian diperlukan untuk
menginterpretasikan situasi klinik dan membuat keputusan yang kompleks
dalam rangka memberikan asuhan keperawatan yang profesional dan
berkualitas. Profesi keperawatan berkembang karena adanya tuntutan
masyarakat serta perubahan kebutuhan kesehatan dan berbagai kebijakan
pemerintah terkait dengan pelayanan kesehatan dan pelayanan
keperawatan.
Asuhan keperawatan merupakan salah satu indikator dalam
menentukan kualitas pelayanan dari suatu Rumah Sakit. Perawat
merupakan profesi yang memberikan pelayanan keperawatan kepada
pasien, dimana salah satu aspek terpenting dari kinerjanya adalah
pendokumentasian asuhan keperawatan. Kinerja perawat dalam pelayanan
keperawatan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu karakteristik
organisasi (kepemimpinan), karakteristik individu (motivasi) dan
karakteristik pekerjaan (beban kerja) (Nursalam, 2015).
Proses keperawatan merupakan metode keperawatan yang sistematis,
berpusat pada pasien, dan berorientasi pada tujuan yang menyediakan
kerangka kerja dalam praktik keperawatan. Proses keperawatan digunakan
untuk membantu perawat melakukan praktik keperawatan secara
sistematis dalam memecahkan masalah keperawatan. Dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien sebelumnya perawat sudah menyiapkan
metode yang akan digunakan. Metode tersebut harus berdasarkan prinsip-
prinsip yang ilmiah dan rasional. Terdapat lima tahap dalam proses
keperawatan yang digunakan oleh perawat sampai saat ini yaitu pengkajian
yang berkelanjutan, diagnosis keperawatan, melakukan intervensi
2
keperawatan untuk memenuhi hasil yang diharapkan, melakukan rencana
keperawatan, dan mendokumentasikan tindakan keperawatan dan respon
pasien. Proses keperawatan memiliki beberapa sifat yaitu dinamis, siklus,
interdependent (saling ketergantungan) dan fleksibel.
Pelayanan keperawatan secara keseluruhan memiliki peranan penting
dalam menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan. Dapat dilihat di
unit pelayanan kesehatan seperti di rumah sakit, di mana tenaga yang
selama 24 jam harus berada di sisi pasien adalah tenaga keperawatan.
Namun sangat disayangkan bahwa pelayanan keperawatan pada saat ini
masih jauh dari apa yang diharapkan. Keadaan ini bukan saja disebabkan
oleh terbatasnya jumlah tenaga keperawatan yang dimiliki, akan tetapi
dikarenakan oleh terbatasnya kemampuan profesional yang dimiliki oleh
sebagian besar jenis tenaga ini. Proses keperawatan merupakan suatu
jawaban untuk pemecahan masalah dalam keperawatan, karena proses
keperawatan merupakan metode ilmiah yang digunakan secara sistematis
dalam mencapai diagnosa masalah kesehatan pasien, merumuskan tujuan
yang ingin dicapai, menentukan tindakan dan mengevaluasi mutu serta
hasil asuhan keperawatan.
Panduan Asuhan Keperawatan (PAK) adalah istilah teknis sebagai
pengganti Standar Asuhan Keperawatan (SAK), sedangkan Panduan Praktik
Klinis (PPK) adalah istilah teknis sebagai pengganti Standar Prosedur
Operasional (SPO), Penggantian ini untuk menghindarkan kesalahpahaman
yang mungkin terjadi, bahwa “Standar” merupakan hal yang harus
dilakukan pada semua keadaan. Jadi secara teknis, Standar Asuhan
Keperawatan dan SPO dibuat berupa Panduan Askep dan PPK, yang dapat
berupa atau disertai dengan salah satu atau lebih : alur klinis (Clinical
Pathway), protokol, prosedur, olgoritme, standing order. Mengingat format
Panduan Asuhan Keperawatan di dalamnya memuat Diagnosa
Keperawatan, Outcome Keperawatan dan Intervensi Keperawatan, para
klinisi (perawat) dituntut untuk benar-benar memahami standar Bahasa
untuk Diagnosa Keperawatan, Outcome maupun Intervensi agar tidak
menyulitkan mereka dalam penerapannya.
3
2. Dapat mengidentifikasi berbagai kebutuhan dasar manusia yang
dibutuhkan sehingga dapat menentukan diagnosis keperawatan dan
selanjutnya dapat mengetahui perkembangan pasien dari berbagai
tindakan yang telah dilakukan untuk menentukan tingkat keberhasilan.
3. Memberikan pemahaman tentang Panduan Asuhan Keperawatan (PAK),
dan Standar Prosedur Operasional (SPO) Keperawatan.
4. Sebagai alat komunikasi antara sesama tenaga keperawatan dan antar
tim medis lainnya
5. Untuk meningkatkan kejelasan dan kesinambungan dari asuhan
keperawatan yang diberikan terhadap pasien.
6. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi kesehatan lainnya
7. Menjadi acuan untuk evaluasi pelayanan keperawatan
4
BAB II
TEORI KEPERAWATAN
5
B. Proses Asuhan Keperawatan
Proses keperawatan merupakan metode ilmiah yang dipakai dalam
memberikan asuhan keperawatan yang profesional. Perawat, dimana saja
ia bertugas, menghadapi pasien dengan segala macam kasus, dan melayani
pasien pada semua tingkat usia juga harus menggunakan proses
keperawatan. Perawat diharapkan memahami tentang konsep proses
keperawatan dan mampu menerapkan serta menyusunnya dalam sebuah
dokumen status kesehatan pasien (Rohmah, N dan Walid, S. 2009).
Kualitas pelayanan sebuah layanan kesehatan ditentukan oleh manajemen
asuhan keperawatan. Pelaksanakan asuhan keperawatan dengan
menggunakan metode proses keperawatan untuk menyelesaikan masalah
pasien, antara pasien dan perawat berhubungan secara langsung dalam
pengelolaan asuhan keperawatan (Muhlisin, 2008)
Mutu asuhan keperawatan dapat tergambar dari dokumentasi proses
keperawatan (Gillies, 1994). Dokumentasi dalam keperawatan memegang
peranan penting terhadap segala macam tuntutan masyarakat yang
semakin kritis dan mempengaruhi kesadaran masyarakat akan hak-
haknya dari suatu unit kesehatan. Pendokumentasian merupakan suatu
kegiatan pencatatan, pelaporan atau merekam suatu kejadian serta
aktivitas yang dilakukan dalam bentuk pemberian pelayanan yang
dianggap penting dan berharga (Dalami, 2011). Pendokumentasian yang
tidak dilakukan dengan lengkap dapat menurunkan mutu pelayanan
keperawatan karena tidak dapat mengidentifikasi sejauh mana tingkat
keberhasilan asuhan keperawatan yang telah diberikan, dalam aspek legal
perawat tidak mempunyai bukti tertulis jika pasien menuntut
ketidakpuasan akan pelayanan keperawatan (Nursalam, 2008).
Dokumentasi asuhan keperawatan menggunakan pendekatan proses
keperawatan yang terdiri dari pengkajian, perumusan diagnosa,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi sebagai metode ilmiah
penyelesaian masalah keperawatan pada pasien untuk meningkatkan
outcome pasien (Aziz, 2002). Ciri dokumentasi asuhan keperawatan yang
baik adalah berdasarkan fakta (factual basis), akurat (accuracy), lengkap
(completeness), ringkas (conciseness), terorganisir (organization), waktu
yang tepat (time liness), dan bersifat mudah dibaca (legability) (Potter &
Perry; 2009).
Prinsip-prinsip pendokumentasian direvisi menjadi tiga bentuk
standar dokumentasi yaitu communication, accountability, dan safety (ANA,
6
2010). Selama melaksanakan proses keperawatan, perawat menggunakan
dasar pengetahuan yang komprehensif untuk mengkaji status kesehatan
pasien, membuat penilaian yang bijaksana dan mendiagnosa,
mengidentifikasi hasil akhir kesehatan klien dan merencanakan,
menerapkan dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang tepat guna
mencapai hasil akhir tersebut (Dermawan, 2012).
1. Sifat-Sifat Proses Keperawatan
Proses keperawatan memiliki beberapa sifat yang membedakannya
dengan metode lain:
a. Dinamis, merupakan setiap langkap dalam proses keperawatan dapat
kita perbarui jika situasi yang kita hadapi berubah.
b. Siklus, merupakan proses keperawatan berjalan menurut alur siklus
tertentu: pengkajian, penetapan diagnosis, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
c. Interdependen atau saling ketergantungan, merupakan masing-
masing tahapan pada proses keperawatan saling bergantung satu
sama lain.
d. Fleksibilitas, merupakan urutan pelaksanaan proses keperawatan
dapat berubah sewaktu-waktu, sesuai dengan situasi dan kondisi
pasien.
7
Pengkajian adalah pengumpulan, pengaturan, validasi, dan
dokumentasi data (informasi) yang sistematis dan berkesinambungan.
Sebenarnya, pengkajian tersebut ialah proses berkesinambungan
yang dilakukan pada semua fase proses keperawatan. Misalnya, pada
fase evaluasi, pengkajian dilakukan untuk menentukan hasil strategi
keperawatan dan mengevaluasi pencapaian tujuan. Semua fase
proses keperawatan bergantung pada pengumpulan data yang
lengkap dan akurat (Muttaqin, 2008).
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko
perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,
membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito,2000).
Diagnosa keperawatan memberikan dasar-dasar pemilihan
intervensi untuk mencapai hasil yang menjadi tanggung gugat
perawat. Adapun persyaratan dari diagnosa keperawatan adalah
perumusan harus jelas dan singkat dari respons pasien terhadap
situasi atau keadaan yang dihadapi, spesifik dan akurat, memberikan
arahan pada asuhan keperawatan, dapat dilaksanakan oleh perawat
dan mencerminkan keadaan kesehatan pasien.
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis
mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau proses
kehidupan yang di alaminya baik yang berlangsung aktual maupun
potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
8
2) Diagnosa Risiko
Diagnosa ini menggambarkan respons pasien terhadap kondisi
kesehatan atau proses kehidupannya yang dapat menyebabkan
pasien berisiko mengalami masalah kesehatan. Tidak ditemukan
tanda/gejala mayor dan minor pada pasien, namun pasien
memiliki faktor risiko mengalami masalah kesehatan.
3) Diagnosa Potensial
Diagnosa ini menggambarkan adanya keinginan dan motivasi
pasien untuk meningkatkan kondisi kesehatannya ketingkat yang
lebih baik atau optimal.
c. Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan didefinisikan sebagai “berbagai
perawatan, berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan, yang
dilakukan oleh seorang perawat untuk meningkatkan hasil
klien/pasien”. Nursing Interventions Classification (NIC) adalah sebuah
taksonomi tindakan komprehensif berbasis bukti yang perawat
lakukan di berbagai tatanan keperawatan (NANDA, 2015).
Rencana perawatan terorganisasi sehingga setiap perawat dapat
dengan cepat mengidentifikasi tindakan perawatan yang diberikan.
Rencana asuhan keperawatan yang di rumuskan dengan tepat
memfasilitasi kontinuitas asuhan perawatan dari satu perawat ke
perawat lainnya. Sebagai hasil, semua perawat mempunyai
kesempatan untuk memberikan asuhan yang berkualitas tinggi dan
konsisten. Langkah-langkah dalam membuat perencanaan
keperawatan meliputi: penetapan prioritas, penetapan tujuan dan
kriteria hasil yang diharapkan, menentukan intervensi keperawatan
yang tepat dan pengembangan rencana asuhan keperawatan.
d. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah tindakan dari rencana keperawatan yang
telah disusun dengan menggunakan pengetahuan keperawatan,
perawat melakukan dua intervensi yaitu mandiri (independen) dan
kolaborasi (interdisipliner) (NANDA, 2015). Implementasi Keperawatan
merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk
9
membantu pasien dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh
karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan
pasien. Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan
agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai
kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan
interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses
pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan,
strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi.
e. Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan
keberhasilan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat
dilihat dengan jalan membandingkan antara proses dengan pedoman
rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat
dilihat dengan membandingkan antara tingkat kemandirian pasien
dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan kesehatan pasien
dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya.
f. Dokumentasi
Dokumentasi keperawatan adalah kegiatan mencatat seluruh
tindakan yang telah dilakukan, dokumentasi keperawatan sangat
penting untuk dilakukan karena berguna untuk menghindari
kesalahan, menghindari kejadian tumpang tindih, memberikan
informasi ketidaklengkapan asuhan keperawatan, dan terbinanya
koordinasi antara teman sejawat atau pihak lain.
10
DYSPEPSIA
rsdara@mail.kukarkab.go.id
STANDAR PROSEDUR
Ditetapkan di Kota Bangun
OPERASIONAL
Direktur,
11
untuk mengurangi nyeri), melaporkan bahwa
nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri, mampu mengenali nyeri
(skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri),
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
2. Adanya peningkatan berat badan dan tidak ada
tanda mal nutrisi, tidak terjadi gangguan
pengecapan (menelan)
3. Urine output dalam batas normal, TTV dalam
batas normal, Tidak ada tanda-tanda dehidrasi,
turgor kulit baik, membran mukosa lembab,
tidak ada rasa haus yang berlebihan.
4. Mampu mengidentifikasi dan mengontrol gejala
cemas
Intervensi Keperawatan Dx : Nyeri Akut (D.0077)
Manajemen nyeri
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
2. Identifikasi dan catat skala nyeri (skala 1-10)
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
5. Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
6. Kontrol lingkungan yang dapat memperberat
rasa nyeri (suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan dan lain-lain)
7. Fasilitasi istirahat dan tidur
8. Membimbing terapi relaksasi, Imajinasi
terpimpin atau hypnosis
9. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
10. Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya dalam
pemberian analgetik
11. Monitor efek samping penggunaan analgetik
12
13
sedikit tapi sering
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk mentukan
jumlah kalori dan nutrisi yang di butuhkan
pasien
8. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Dx : Ansietas (D.0080)
1. Temani pasien untuk memberikan keamanan
dan mengurangi rasa takut
2. Identifikasi tingkat kecemasan
3. Bantu pasien untuk mengenali situasi yang
menimbulkan kecemasan
4. Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
5. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik
relaksasi
6. Berikan obat jika diperlukan (kolaborasi)
14
Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi l, Jakarta Selatan:
DPP PPNI.
4. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019. Standar Luaran
Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi l, Jakarta Selatan: DPP
PPNI.
5. Sutoto, (dkk), 2015. “Pedoman Penyusunan
Panduan Praktik Klinis dan Clinical Pathway
dalam Asuhan Terintegrasi Sesuai Standar
Akreditasi Rumah Sakit Tahun 2022”, Jakarta:
Ikatan Dokter Indonesia.
15
PNEUMONIA
rsdara@mail.kukarkab.go.id
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
Ditetapkan di Kota Bangun
Direktur,
16
meringis, Bersikap proktektif seperti
menghindari posisi nyeri, Gelisah, Frekuensi
nadi meningkat, Sulit tidur, Tekanan darah
meningkat, Pola nafas berubah, Nafsu makan
berubah, Proses berfikir terganggu, Menarik
diri, Berfokus pada diri sendiri, Diaforesis
Diagnosis Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001)
2. Gangguan pertukaran gas (D.0003)
3. Pola nafas tidak efektif (D.0005)
4. Nyeri akut (D.0077)
Kriteria Evaluasi 1. Batuk efektif meningkat, Produksi sputum
menurun, Mengi dan Wheezing tidak terdengar,
tidak terjadi Dispnea dan Sianosis, frekuensi
nafas membaik, pola nafas membaik
2. Tidak terjadi (Dispnea, Sianosis, Bunyi nafas
tambahan, Pusing Penglihatan kabur, Nafas
cuping hidung), PCO2 dan PO2 dalam rentang
normal, Pola nafas membaik
3. Kapasitas vital meningkat, Tekanan ekspirasi
dan inspirasi meningkat, Dispnea dan
Pernafasan cuping hidung tidak terjadi, tidak
menggunakan otot bantu pernafasan,
Frekuensi dan Kedalaman nafas membaik,
Ekskursi dada membaik
4. Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat,
Keluhan nyeri menurun, tidak Meringis,
bersikap kooperatif, kualitas tidur membaik,
Nafsu makan membaik, Pola tidur membaik,
skala nyeri dibawah 5
Intervensi Keperawatan Dx : Bersihan jalan nafas tidak efektif (D.0001)
Manajemen Batuk
1. Latihan batuk efektif
2. Identifikasi kemampuan batuk
3. Monitor adanya retensi sputum
4. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
5. Monitor input dan output cairan (jumlah dan
karakteristik)
6. Atur posisi semi-fowler atau fowler
7. Anjurkan banyak minum air putih dan hangat
8. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
dibulatkan selama 8 detik
9. Anjurkan tarik nafas dalam hingga 3 kali
10. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
tarik nafas dalam yang ke-3
11. Observasi perubahan TTV
12. Lakukan fisioterapi dada
17
18
13. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
14. Berikan bantuan oksigenasi jika pasien
mengalami sesak nafas
15. Kolaborasi dengan tenaga medis lain dalam
pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika
diperlukan.
19
20
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
5. Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
6. Kontrol lingkungan yang dapat memperberat
rasa nyeri (suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan dan lain-lain)
7. Fasilitasi istirahat dan tidur
8. Membimbing terapi relaksasi, Imajinasi
terpimpin atau hypnosis
9. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
10. Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya dalam
pemberian analgetik
11. Monitor efek samping penggunaan analgetik
12. Memberikan pendidikan kesehatan
Informasi dan Edukasi Manajemen batuk efektif
Manajemen cairan
Manajemen nyeri
Monitoring TTV
Evaluasi Mengevaluasi respon subjektif dan objektif setelah
dilaksanakan intervensi dan di bandingkan dengan
NOC serta analisis terhadap perkembangan
diagnosis keperawatan yang telah ditetapkan.
Penelaah Kritis Sub Komite Mutu Keperawatan
Kepustakaan 1. Riasmini, Ni Made (dkk), 2017. Panduan Asuhan
Keperawatan, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-
Press).
2. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1, Jakarta Selatan:
DPP PPNI.
3. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi l, Jakarta Selatan:
DPP PPNI.
4. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019. Standar Luaran
Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi l, Jakarta Selatan: DPP
PPNI.
5. Rohmah, N. (2010). Integrasi Proses Keperawatan
Dalam Pembelajaran Klinik Keperawatan. The
Indonesian Journal Of Health Science, 1(1), 51-54
21
NEOPLASMA
rsdara@mail.kukarkab.go.id
STANDAR PROSEDUR
Ditetapkan di Kota Bangun
OPERASIONAL
Direktur,
22
Diagnosis Keperawatan 1. Nyeri kronis (D.0078)
2. Defisit nutrisi (D.0019)
3. Perfusi jaringan perifer tidak efektif (D.0009)
4. Resiko perdarahan (D.0012)
5. Resiko infeksi (D.0142)
6. Ansietas (D.0080)
Kriteria Evaluasi 1. Mengenal faktor-faktor penyebab nyeri, mampu
melakukan manajemen nyeri dengan teknik
nonfarmakologis, melaporkan nyeri (frekuensi,
dan durasi), TTV dalam rentang normal, nyeri
berkurang dengan skala dibawah 5, ekspresi
wajah tenang, pasien dapat istirahat dan tidur
2. Tidak ada penurunan berat badan, mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, tidak ada
tanda malnutrisi, menunjukkan peningkatan
fungsi pengecapan, asupan cairan (oral,
intravena, perenteral) sepenuhnya adekuat
3. Tekanan sistol dan diastol dalam rentang
normal, tidak ada ortostatik hipertensi, capilari
refil < 2 detik
4. Tekanan darah dalam batas normal, tidak ada
tanda-tanda perdarahan, hemoglobin dan
hematokrit dalam batas normal
5. Klien bebas dari infeksi, menunjukkan
kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi,
Jumlah leukosit dalam batas normal,
Menunjukkan prilaku hidup sehat
6. Pasien tampak tenang, Mampu mengidentifikasi
dan mengontrol gejala cemas
23
24
10. Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya dalam
pemberian analgetik
11. Monitor efek samping penggunaan analgetik
12. Memberikan pendidikan kesehatan
25
26
sebelum dan setelah kehilangan darah
3. Monitor tanda-tanda vital ortostatik
4. Monitor koagulasi
5. Pertahankan bedrest selama perdarahan
6. Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
7. Anjurkan menghindari aspirin atau
antikoagulan
8. Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan
vitamin K
9. Kolaborasi dengan tenaga medis lain untuk
pemberian obat
10. Anjurkan segera melapor dokter jika terjadi
perdarahan
Dx : Ansietas (D.0080)
1. Temani pasien untuk memberikan keamanan
dan mengurangi takut
2. Identifikasi tingkat kecemasan
3. Bantu pasien untuk mengenali situasi yang
menimbulkan kecemasan
4. Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi
5. Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik
relaksasi
6. Berikan obat jika diperlukan (kolaborasi)
27
28
Keperawatan, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-
Press).
2. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1, Jakarta Selatan:
DPP PPNI.
3. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi l, Jakarta Selatan:
DPP PPNI.
4. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019. Standar Luaran
Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi l, Jakarta Selatan: DPP
PPNI.
5. Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi
Keperawatan: Konsep dan Praktik, Jakarta :
Salemba Medika.
29
DIABETES MELLITUS (DM)
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
Ditetapkan di Kota Bangun
Direktur,
30
lesi, perfusi jaringan baik, menunjukkan proses
penyembuhan luka
Intervensi Keperawatan Dx : Nyeri akut (D.0077)
Manajemen nyeri
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
2. Identifikasi dan catat skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
5. Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
6. Kontrol lingkungan yang dapat memperberat
rasa nyeri (suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan dan lain-lain)
7. Fasilitasi istirahat dan tidur
8. Membimbing terapi relaksasi, Imajinasi
terpimpin atau hypnosis
9. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
10. Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya dalam
pemberian analgetik
11. Monitor efek samping penggunaan analgetik
12. Memberikan pendidikan kesehatan
Dx : Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
1. Kaji dan catat kekuatan otot pasien
2. Monitor kemampuan pasien untuk latihan
mobilisasi setiap hari
3. Lakukan latihan ROM sesuai kemampuan
pasien
4. Monitoring tanda-tanda vital pasien sebelum
dan sesudah latihan.
5. Bantu pasien dalam pemenuhan ADLs.
6. Latih kemampuan pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan pasien.
7. Kolaborasi dengan keluarga pasien untuk
pemenuhan ADLs pasien.
Dx : Ketidakstabilan kadar glukosa darah
(D.0027)
1. Kaji faktor yang menjadi penyebab
ketidakstabilan glukosa dalam darah
2. Pantau keton urine dengan kolaborasi
pemeriksaan laboratorium
3. Pantau tanda dan gejala terjadinya hipoglikemi
dan hiperglikemi
4. Kolaborasi dengan tenaga medis lain jika terjadi
penurunan atau peningkatan glukosa darah
31
32
5. Observasi adanya tanda-tanda penurunan
kesadaran
6. Memberikan pendidikan kesehatan mengenai
penyakit ulkus diabetik, diet yang sesuai dan
obat-obatan yang perlu digunakan secara rutin
Dx : Kerusakan integritas kulit (D.0128)
1. Anjurkan pasien memakai pakaian yang
longgar
2. Hindari dari kerutan tempat tidur
3. Jaga kebersihan dan kelembaban kulit agar
tetap bersih dan kering
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi), miring kanan,
miring kiri, setiap 2 jam
5. Monitor perkembangan kulit pada luka post
debridement setiap hari
6. Mengobservasi luka : perkembangan, tanda-
tanda infeksi, kemerahan, perdarahan, jaringan
nekrotik, jaringan granulasi.
Informasi dan Edukasi Manajemen Nyeri
Latihan Mobilisasi
Ajurkan kepatuhan terhadap diet dan olah raga
Cara mengontrol gula darah
Perawatan diri
Evaluasi Mengevaluasi respon subjektif dan objektif setelah
dilaksanakan intervensi dan di bandingkan dengan
NOC serta analisis terhadap perkembangan
diagnosis keperawatan yang telah ditetapkan.
Penelaah Kritis Sub Komite Mutu Keperawatan
Kepustakaan 1. Riasmini, Ni Made (dkk), 2017. Panduan Asuhan
Keperawatan, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-
Press).
2. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1, Jakarta Selatan:
DPP PPNI.
3. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi l, Jakarta Selatan:
DPP PPNI.
4. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019. Standar Luaran
Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi l, Jakarta Selatan: DPP
PPNI.
5. Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi
Keperawatan: Konsep dan Praktik, Jakarta :
Salemba Medika.
33
HIPERTENSI
STANDAR PROSEDUR
Ditetapkan di Kota Bangun
OPERASIONAL
Direktur,
34
3. Nyeri Akut (D. 0077)
4. Kelebihan volume cairan/hipervolemia (D. 0022)
5. Resiko disfungsi neurovaskuler perifer (D. 0067)
Kriteria Evaluasi 1. Tanda vital dalam rentang normal (tekanan
darah, nadi, respirasi), dapat mentoleransi
aktivitas, tidak ada kelelahan, tidak ada edema
paru, perifer, sianosis dan tidak ada asites, tidak
ada penurunan kesadaran.
2. Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai
peningkatan tekanan darah, nadi, dan RR,
mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs)
secara mandiri, TTV normal, mampu berpindah :
dengan atau tanpa bantuan alat, status kardio
pulmunari adekuat, sirkulasi membaik, ventilasi
adekuat
3. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan),
melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri, mampu
mengenali nyeri (skala intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri), menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
4. Terbebas dari edema anaskara, efusi, tidak ada
dyspneu/ortopneu, terbebas dari distensi vena
jugularis, memelihara tekanan vena sentral,
tekanan kapiler paru, output jantung dan vital
sign dalam batas normal, tidak mudah lelah dan
cemas
5. Tekanan sistol dan diastol dalam batas normal,
Tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan
intracranial (tidak lebih dari 15 mmHg), dapat
berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan
kemampuan, tingkat kesadaran membaik, tidak
ada gerakan-gerakan involunter
Intervensi Keperawatan Dx : Penurunan curah jantung (D.0008)
1. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas,
lokasi,durasi)
2. Catat adanya disritmia jantung
3. Catat adanya tanda dan gejala penurunan
cardiac output
4. Monitor status kardiovaskuler
5. Monitor status pernafasan yang menandakan
gagal jantung
6. Monitor balance cairan
7. Monitor adanya dyspneu, fatigue, tekipneu dan
ortopneu
8. Anjurkan untuk menurunkan stress
35
36
9. Monitor TD, nadi, suhu dan RR
10. Catat adanya fluktuasi tekanan darah
11. Monitor Vital Sign saat pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
12. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
bandingkan
13. Kolaborasi dengan tenaga medis lain untuk
pemberian obat disritmia
14. Monitor respon pasien terhadap efek
pengobatan antiaritmia
37
38
rasa nyeri (suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan dan lain-lain)
7. Fasilitasi istirahat dan tidur
8. Membimbing terapi relaksasi, Imajinasi
terpimpin atau hypnosis
9. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
10. Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya dalam
pemberian analgetik
11. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
12. Monitor efek samping penggunaan analgetik
13. Memberikan pendidikan kesehatan
39
40
8. Hindari penekanan yang menyebabkan tekanan
intra cranial
9. Kolaborasi dengan tim medis lainnya untuk
pemberian analgetik
Informasi dan Edukasi Manajemen Nyeri
Manajemen sensasi perifer
Activity Therapy
Cardiac Care
Vital Sign Monitoring
Evaluasi Mengevaluasi respon subjektif dan objektif setelah
dilaksanakan intervensi dan di bandingkan dengan
NOC serta analisis terhadap perkembangan
diagnosis keperawatan yang telah ditetapkan.
Penelaah Kritis Sub Komite Mutu Keperawatan
Kepustakaan 1. Riasmini, Ni Made (dkk), 2017. Panduan Asuhan
Keperawatan, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-
Press).
2. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1, Jakarta Selatan:
DPP PPNI.
3. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi l, Jakarta Selatan:
DPP PPNI.
4. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019. Standar Luaran
Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi l, Jakarta Selatan: DPP
PPNI.
5. Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi
Keperawatan: Konsep dan Praktik, Jakarta :
Salemba Medika.
41
DEMAM TYPOID DAN PARATYPOID
STANDAR PROSEDUR
Ditetapkan di Kota Bangun
OPERASIONAL
Direktur,
42
5. Perubahan TTV, pucat, membran mukosa
kering, kulit kering, kunjungtiva anemis, turgor
kulit jelek, rasa haus yang berlebihan, diare
Diagnosis Keperawatan 1. Hipertermia (D.0129)
2. Nyeri akut (D. 0077)
7. Defisit nutrisi (D.0019)
8. Perubahan pola defekasi: Konstipasi (D.0049)
3. Defisit volume cairan/hipovolemia (D. 0023)
Kriteria Evaluasi 1. TTV dalam batas normal, tidak ada perubahan
warna kulit dan tidak ada
2. Mampu mengontrol nyeri, melaporkan nyeri
berkurang dengan menggunakan menegemen
nyeri, mampu mengenali nyeri, menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri berkurang
3. Adanya peningkatan berat badan, mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, tidak ada
tanda malnutrisi, tidak terjadi penurunan berat
badan berarti
4. Mempertahankan bentuk feses yang lunak 1-3
hari, bebas dari ketidaknyamanaan dari
konstipasi, feses lunak dan berbentuk,
mengidentifikasi indikator untuk mencegah
konstipasi
5. TTV dalam batas normal, tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membram
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang
berlebihan.
Intervensi Keperawatan Dx : Hipertermia (D.0129)
1. Kaji warna kulit
2. Monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam.
3. Monitor TTV (TD, N dan RR)
4. Identifikasi adanya penurunan tingkat
kesadaran.
5. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
6. Beri kompres hangat pada sekitar axilla dan
lipatan paha.
7. Beri pakaian yang tipis dan menyerap keringat.
8. Kolaborasi dengan tenaga medis lain untuk
pemberian obat antiperetik.
9. Kolaborasi untuk memberikan intake cairan
secara parenteral (IV)
Dx : Nyeri akut (D. 0077)
Manajemen nyeri
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri.
2. Identifikasi dan catat skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
43
44
memperingan nyeri
5. Ajarkan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
6. Kontrol lingkungan yang dapat memperberat
rasa nyeri (suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan dan lain-lain)
7. Fasilitasi istirahat dan tidur
8. Membimbing terapi relaksasi, Imajinasi
terpimpin atau hypnosis
9. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
10. Kolaborasi dengan tenaga medis lainnya dalam
pemberian analgetik
11. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
12. Monitor efek samping penggunaan analgetik
13. Memberikan pendidikan kesehatan
45
46
5. Ajurkan pasien untuk mengkonsumsi makanan
yang mengandung banyak serat
6. Anjurkan pasien banyak minum air putih
7. Kolaborasi dengan tim medis lainnya untuk
pemberian obat laktasif.
47
INFARK MIOKARD AKUT
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
Ditetapkan di Kota Bangun
Direktur,
48
3. Nyeri akut (D. 0077)
4. Penurunan curah jantung (D. 0008)
5. Intoleransi aktivitas (D. 0056)
6. Ansietas (D.0080)
Kriteria Evaluasi 1. Bebas dari distress pernafasan, TTV dalam batas
normal, ventilasi dan oksigenasi adekuat
2. TD dalam rentang normal, tidak ada ortostatik
hipertensi, tidak terjadi peningkatan tekanan
intracranial (tidak lebih dari 15 mmHg), tidak
ada ortostatik hipertensi, capilari refil < 2 detik
3. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan),
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri, Mampu
mengenali nyeri (skala intensitas, frekuensi dan
tanda nyeri), Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang
4. TTV dalam batas normal, dapat mentoleransi
aktivitas dan kelelahan, tidak terjadi edema paru
dan perifer, tidak acites, tidak terjadi penurunan
kesadaran
5. Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs)
secara mandiri, mampu berpindah tempat
dengan bantuan alat, status sirkulasi membaik,
respirasi membaik, TTV normal, ventilasi
adekuat
6. Mampu mengungkapkan dan mengidentifikasi
gejala cemas, mampu mengontrol cemas,
menunjukkan ekspresi yang menunjukkan
berkurangnya kecemasan
Intervensi Keperawatan Dx : Gangguan pertukaran gas (D. 0003)
1. Posisikan pasien senyaman mungkin untuk
memaksimalkan ventilasi
2. Monitoring frekuensi, irama, kedalaman dan
upaya nafas
3. Monitor pola nafas pasien (bradipnea, takipnea,
hiperventilasi)
4. Observasi adanya perubahan TTV
5. Monitoring respirasi dan saturasi oksigen
6. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
7. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
8. Auskultasi bunyi nafas
9. Atur interval pemantuan respirasi sesuai
kondisi pasien
13. Kolaborasi dengan tenaga medis lain untuk
pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD), x-ray
toraks
49
50
Dx : Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
(D.0009)
Perawatan Sirkulasi
1. Periksa sirkulasi perifer
2. Catat kekuatan nadi, lihat kondisi (pucat,
sianosis, kulit dingin, lembab atau tidak)
3. Pantau intake-output urine
4. Rekam pola EKG secara periodik selama
serangan berl`angsung
5. Catat disritmia atau perluasan iskemia
6. Identifikasi faktor resiko yang menjadi
gangguan pada sirkulasi
7. Kolaborasi dengan tim medis untuk tindakan
dan terapi farmakologi
8. Observasi reaksi atau efek terapi, efek
samping, toksisitas
9. Laporkan kepada dokter jika didapatkan tanda
toksisitas
10. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pengaturan
diet yang akan diberikan
11. Pertahankan intake cairan maksimal
2000cc/24 jam (bila tidak ada edema)
51
3. Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi
asupan kafein, natrium, kolestrol, dan
makanan tinggi lemak)
4. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler
dengan kaki kebawah atau posisi nyaman
5. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi
setres, jika perlu
6. Berikan dukungan emosional dan spritual
7. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi dan
bertahap
8. Monitor tekanan darah
9. Auskultasi suara nafas
10. Monitor intake dan output cairan
11. Monitor saturasi oksigen
12. Monitor EKG 12 sedapan secara berkala
13. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi
jantung)
14. Monitor nilai laboraturium jantung mis.
Elektrolit, enzim jantung, BNP, Ntpro-BNP)
15. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah aktivitas
16. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah pemberian obat
17. Berikan makanan yang kecil dan mudah
dicerna
18. Berikan oksigen untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%
19. Kolaborasi pemberian anti aritmia, jika perlu
20. Rujuk ke program rehabilitasi jantung
52
53
dikursi
8. Evaluasi tanda dan gejala yang mencerminkan
intoleransi terhadap aktivitas
9. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan
diwaktu luang
10. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
11. Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual
12. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi Medik
dalam merencanakan program terapi yang tepat
54
55
Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1, Jakarta Selatan:
DPP PPNI.
3. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi l, Jakarta
Selatan: DPP PPNI.
4. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019. Standar
Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi l, Jakarta
Selatan: DPP PPNI.
5. Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi
Keperawatan: Konsep dan Praktik, Jakarta :
Salemba Medika
56
TUBERKULOSIS (TB)
STANDAR PROSEDUR
OPERASIONAL
Ditetapkan di Kota Bangun
Direktur,
57
Diagnosis Keperawatan 1. Bersihan jalan napas tidak efektif (D. 0001)
2. Pola nafas tidak efektif (D. 0005)
3. Gangguan pertukaran gas (D. 0003)
Kriteria Evaluasi 1. Frekuensi dan irama nafas dalam batas normal,
mampu mengeluarkan secret dengan batuk
efektif, tidak ada suara nafas tambahan, tidak
terjadi dyspnea, tidak menggunakan otot bantu
pernafasan.
2. Frekuensi dan irama nafas dalam batas normal,
suara perkusi normal, TTV stabil
3. Tekanan (PaO2), (PaCO2) dan saturasi oksigen
dalam rentang normal, Keseimbangan, ventilasi
dan perfusi, TTV dalam rentang normal
Intervensi Keperawatan Dx : Bersihan jalan napas tidak efektif (D. 0001)
Manajemen jalan nafas
1. Bersihkan jalan nafas dengan teknik chin lift
atau jaw thrust sebagai mana mestinya
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
3. Identifikasi kebutuhan actual atau potensial
pasien untuk memasukkan alat membuka jalan
nafas
4. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan
kesulitan bernafas
5. Monitor pola nafas dan suara nafas tambahan
6. Observasi perubahan TTV
7. Lakukan fisioterapi dada
8. Buang secret dengan memotivasi pasien untuk
melakukan batuk atau menyedot lender
9. Kaji perlunya penyedotan pada jalan nafas
dengan auskultasi suara nafas ronki di paru
10. Kolaborasi : pemberian bantuan terapi nafas
jika diperlukan (misalnya nebulizer)
11. Berikan bantuan oksigenasi jika pasien
mengalami sesak nafas
12. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
13. Kolaborasi dengan tenaga medis lain dalam
pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika
diperlukan
Manajemen Batuk
1. Instruksikan agar bisa melakukan batuk efektif
2. Latihan batuk efektif
3. Identifikasi kemampuan batuk
4. Monitor adanya retensi sputum
5. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
6. Monitor input dan output cairan (jumlah dan
58
59
karakteristik)
7. Auskultasi suara nafas
8. Atur posisi semi-fowler atau fowler
9. Anjurkan banyak minum air putih dan hangat
10. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
dibulatkan selama 8 detik
11. Anjurkan tarik nafas dalam hingga 3 kali
12. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
tarik nafas dalam yang ke-3
60
61
8. Monitor saturasi oksigen
9. Observasi adanya perubahan TTV
10. Monitor dan laporkan tanda dan gejala
hipotermia dan hipertermia
11. Monitor keberadaan nadi dan kualitas nadi
12. Monitor irama dan tekanan jantung
13. Auskultasi suara paru
14. Monitor warna kulit, suhu dan kelembaban
15. Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan
tanda-tanda vital
16. Kolaborasi dengan tenaga medis lain untuk
pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD), x-ray
toraks
Informasi dan Edukasi Terapi oksigenasi
Monitoring TTV
Latihan Fisioterapi dada
Batuk efektif
Manajemen jalan nafas
Evaluasi Mengevaluasi respon subjektif dan objektif setelah
dilaksanakan intervensi dan di bandingkan dengan
NOC serta analisis terhadap perkembangan
diagnosis keperawatan yang telah ditetapkan.
Penelaah Kritis Sub Komite Mutu Keperawatan
Kepustakaan 1. Riasmini, Ni Made (dkk), 2017. Panduan
Asuhan Keperawatan, Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press).
2. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1, Jakarta Selatan:
DPP PPNI.
3. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi l, Jakarta
Selatan: DPP PPNI.
4. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019. Standar
Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi l, Jakarta
Selatan: DPP PPNI.
5. Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi
Keperawatan: Konsep dan Praktik, Jakarta :
Salemba Medika
62
INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)
STANDAR PROSEDUR
Ditetapkan di Kota Bangun
OPERASIONAL
Direktur,
63
nyeri otot, berkeringat, batuk kering,
muncul ruam pada kulit berupa bintik-bintik
kecil berwarna merah muda
Diagnosis Keperawatan 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif (D. 0001)
2. Gangguan pertukaran gas (D. 0003)
3. Pola nafas tidak efektif (D. 0005)
4. Defisit Volume cairan/Hipovolemia (D.0023)
5. Hipertermia (D. 0129)
Kriteria Evaluasi 1. Tanda-tanda vital dalam rentang normal,
Sirkulasi membaik, kepatenan jalan nafas,
status cardiopulmonary stabil, terbentuknya
perilaku sehat, pengetahuan tentang proses,
manajemen penyakit akut
2. Status cardiopulmonary stabil, sirkulasi
membaik, respirasi dalam rentang normal,
terbentuknya perilaku mencari pelayanan
kesehatan, pengetahuan tentang proses penyakit
dan perilaku sehat.
3. Mampu melakukan batuk efektif, bernafas
dengan mudah, jalan nafas paten dan TTV dalam
rentang normal
4. Mempertahankan urine output sesuai dengan
usia dan bb, urine normal, Tekanan darah, nadi,
suhu tubuh dalam batas normal, Tidak ada
tanda tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit
baik, membran mukosa lembab, tidak
5. Suhu tubuh, nadi dan RR dalam rentang normal,
Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada
pusing, merasa nyaman
Intervensi Keperawatan Dx : Bersihan jalan nafas tidak efektif (D. 0001)
Manajemen jalan nafas
1. Bersihkan jalan nafas dengan teknik chin lift
atau jaw thrust sebagai mana mestinya
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
3. Identifikasi kebutuhan actual atau potensial
untuk memasukkan alat membuka jalan nafas
4. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan
kesulitan bernafas
5. Monitor pola nafas dan suara nafas tambahan
6. Observasi perubahan TTV
7. Lakukan fisioterapi dada
8. Buang secret dengan memotivasi pasien untuk
melakukan batuk atau menyedot lender
9. Kaji perlunya penyedotan pada jalan nafas
dengan auskultasi suara nafas ronki di paru
10. Kolaborasi : pemberian bantuan terapi nafas
jika diperlukan (misalnya nebulizer)
64
65
11. Berikan bantuan oksigenasi jika pasien
mengalami sesak nafas
12. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
detik
13. Kolaborasi dengan tenaga medis lain dalam
pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika
diperlukan
Manajemen Batuk
1. Instruksikan agar bisa melakukan batuk efektif
2. Latihan batuk efektif
3. Identifikasi kemampuan batuk
4. Monitor adanya retensi sputum
5. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
6. Monitor input dan output cairan (jumlah dan
karakteristik)
7. Auskultasi suara nafas
8. Atur posisi semi-fowler atau fowler
9. Anjurkan banyak minum air putih dan hangat
10. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung
selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir
dibulatkan selama 8 detik
11. Anjurkan tarik nafas dalam hingga 3 kali
12. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
tarik nafas dalam yang ke-3
66
67
tanda-tanda vital
16. Kolaborasi dengan tenaga medis lain untuk
pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD), x-ray
toraks
68
69
tangan, proses penyakit dan lain-lain
12. Jika demam lakukan penatalaksanaan demam
Dx : Hipertermia (D. 0129)
1. Monitor Monitor TTV khususnya suhu tubuh
secara berkala
2. Monitor kondisi dan warna kulit
3. Monitor hidrasi (turgor kulit, kelembaban
membrane mukosa)
4. Observasi tingkat kesadaran (ada tidaknya
penurunan kesadaran)
5. Tingkatkan intake cairan, nutrisi dan output
6. Tingkatkan sirkulasi udara
7. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
8. Beri kompres hangat pada sekitar axilla dan
lipatan paha.
10. Beri pakaian yang tipis dan menyerap keringat.
11. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian
obat antiperetik.
12. Kolaborasi pemberian cairan parenteral (IV)
Informasi dan Edukasi Terapi oksigenasi
Monitoring TTV
Latihan Fisioterapi dada
Batuk efektif
Manajemen nutrisi
Evaluasi Mengevaluasi respon subjektif dan objektif setelah
dilaksanakan intervensi dan di bandingkan dengan
NOC serta analisis terhadap perkembangan
diagnosis keperawatan yang telah ditetapkan.
Penelaah Kritis Sub Komite Mutu Keperawatan
Kepustakaan 1. Riasmini, Ni Made (dkk), 2017. Panduan
Asuhan Keperawatan, Jakarta: Universitas
Indonesia (UI-Press).
2. Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017. Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1, Jakarta Selatan:
DPP PPNI.
3. Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018. Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi l, Jakarta
Selatan: DPP PPNI.
4. Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019. Standar
Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi l, Jakarta
Selatan: DPP PPNI.
5. Nursalam. (2001). Proses dan Dokumentasi
Keperawatan: Konsep dan Praktik, Jakarta :
Salemba Medika
70
DIARE
STANDAR PROSEDUR
Ditetapkan di Kota Bangun
OPERASIONAL
Direktur,
71
Kriteria Evaluasi 1. Feses berbentuk, BAB sehari sekali maksimal
3x, menjaga daerah sekitar rektal dari iritasi,
mempertahankan turgor kulit dan tidak
mengalami diare
2. Mempertahankan urine output sesuai dengan
usia dan BB , BJ urine normal, HT normal, TTV
dalam rentang normal, Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik,
membran mucosa lembab, tidak ada rasa haus
yang berlebihan
3. Integritas kulit yang baik bisa di pertahankan
(sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi,
pigmentasi), Tidak ada luka/lesi pada kulit,
perfusi jaringan membaik, mencegah terjadinya
cedera berulang, Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit dan
perawatan alami.
4. Adanya peningkatan BB, BB ideal, mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi, tidak ada
tanda-tanda malnutrisi, menunjukkan
peningkatan fungsi pengecapan dari menelan,
tidak terjadi penurunan berat badan yang
berarti
5. Nadi dalam batas normal, irama jantung dalam
batas yang diharapkan, frekuensi nafas dalam
batas yang diharapkan, Irama pernafasan
normal, Natrium, kalium, magnesium dan pH
darah dalam batas normal
Intervensi Keperawatan Dx : Diare (D. 0020)
Manajemen Diare
1. Evaluasi efek samping pengobatan terhadap
gastrointestinal
2. Ajarkan pasien untuk menggunakan obat anti
diare
3. Evaluasi intake makanan yang masuk
4. Identifikasi faktor penyebab dari diare
5. Monitor tanda dan gejala diare
6. Observasi turgor kulit secara rutin
7. Ukur diare/keluaran BAB
8. Hubungi dokter jika ada kenaikan bising usus
9. Monitor persiapan makanan yang aman
72
73
cairan (bun, hmt, osmolalitas urin, albumin,
total protein)
4. Monitor vital sign setiap 15 menit – 1 jam
Observasi tanda-tanda dehidrasi (membran
mukosa kering, kulit kering, konjungtiva
anemis).
5. Monitor status nutrisi
6. Dorong keluarga untuk membantu pasien
makan.
7. Berikan cairan oral atau enteral
8. Berikan penggantian nasogatrik sesuai output
(50-100cc/jam
9. Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian
cairan intra vena
10. Memberikan pendidikan kesehatan (cuci
tangan, proses penyakit dan lain-lain
11. Jika demam lakukan penatalaksanaan demam
74
nutrisi yang dibutuhkan
75
BAB III
PENUTUP
76
DAFTAR PUSTAKA
77
LAMPIRAN