D. BATASAN OPERASIONAL
Peran pengelolaan menejemen linen di rumah sakit cukup penting. Alur aktivitas fungsional
dimulai dari:
1. Perencanaan
2. Penerimaan linen kotor
3. Penimbangan
4. Pemilahan
5. Proses pencucian
6. Pemerasan
7. Pengeringan
8. Sortir noda
9. Penyetrikaan
10. Sortir linen rusak
11. Pelipatan,
12. Merapikan, mengepak, atau mengemas
13. Penyimpanan
14. Distribusi
15. Perawatan kualitas linen
16. Pencatatan dan pelaporan
Untuk melaksanakan aktivitas tersebut dengan lancar dan baik, maka diperlukan alur yang
terencana dengan baik. Peran sentral lainnya adalah perencanaan, pengadaan, pengelolaan,
pemusnahan, kontrol dan pemeliharaan fasilitas kesehatan, dan lian-lain sehingga linen
dapat tersedia di unit-unit yang membutuhkan.
E. LANDASAN HUKUM
Landasan Hukum yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Kepmenkes No. 1204 tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit
2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas dan
Pengendalian
3. Pencemaran Air dan KepMen LH Nomor 58 Tahun 1995 Tentang Baku Mutu Limbah
Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit
4. PP No. 18 / 1999 ttg Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya & Beracun Jo PP No. 85 /
1999 ttg Perubahan atas PP No. 18/1999 dan PP No. 74/ 2001 Tentang Pengelolaan B3
5. Pergub DIY No.7 tahun 2010 mengenai baku mutu limbah cair
6. Kepmenkes No. 1204 tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan rumah sakit dan
KepMen Tenaga Kerja Nomor 187 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Bahan Kimia
Berbahaya di Tempat Kerja
7. Per.08/Men/VII/2010 Tentang Alat Pelindung Diri
8. Buku Pedoman Infeksi Nosokomial tahun 2001
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Standar Fasilitas
1. Sarana Fisik
Sarana fisik untuk instalasi pencucian mempunyai persyaratan tersendiri, terutama
untuk pemasangan peralatan pencucian yang baru. Sebelum pemasangan, data lengkap
SPA (sarana, prasarana, alat) diperlukan untuk memusdahkan penginstalasian termasuk
instalasi listrik, uap, air panas dan penunjang lainnya, misalnya mendekatkan power
house dengan steam boiler dan penunjang lainnya. Sarana fisik instalasi pencucian terdiri
beberapa ruang antara lain :
a. Ruang penerimaan linen
Ruangan ini memuat :
1) Meja penerima yaitu untuk linen yang terinfeksi dan tidak terinfeksi. Linen yang
diterima harus sudah terpisah, kantung warna kuning untuk yang terinfeksi dan
kantung warna putih untuk yang tidak terinfeksi.
2) Timbangan duduk
3) Ruang yang cukup untuk troli pembawa linen kotor untuk dilakukan desinfeksi
sesuai Standar Sanitasi Rumah Sakit.
Sirkulasi udara perlu diperhatikan dengan memasang fan atau exhaust fan dan
penerangan minimal kategori pencahayaan C = 100-200 Lux sesuai Pedoman
Pencahayaan Rumah Sakit.
Lantai dalam ruang ini tidak dibuat dari bahan yang licin dan diperhaktikan
kemiringannya.
Jika rumah sakit ini sudah menggunakan mesin pencuci otomatis maka daya listrik
yang diperlukan antara 4,8-5 Kva. Petunjuk penggunaan mesin pencuci harus selalu
berada dekat mesin cuci tersebut agar petugas operator selalu bekerja sesuai
prosedur.
Sirkulasi udara perlu diperhatikan dengan memasang exhaust fan dan penerangan
minimal kategori pencahayaan C = 100-200 Lux sesuai Pedoman Pencahayaan
Rumah Sakit.
Sirkulasi udara perlu diperhatikan dengan memasang exhaust fan dan penerangan
minimal kategori pencahayaan C = 100-200 Lux sesuai Pedoman Pencahayaan
Rumah Sakit, suhu 22-27°C dan kelembaban 45-75% RH.
2. Prasarana
a. Prasarana listrik
Sebagian besar peralatan pencucian menggunakan daya listrik. Kabel yang
diperlukan untuk instalasi listrik sebagai penyalur daya digunakan kabel jenis NYY
untuk instalasi dalam gedung, dan jenis NYFGBY untuk instalasi luar gedung pada
kabel Feeder antara panel induk utama sampai panel Gedung Instalasi Pencucian.
Pada Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) untuk pendistribusian
daya listrik yang besar, kabel Feeder harus disambung langsung dengan panel utama
(main panel) rumah sakit, atau panel utama distribusi (Kios) jika rumah sakit
berlangganan Tegangan Menengah (TM) 20 KV dan sudah menggunakan sistem
Ring TM 20 KV. Adapun tenaga listrik yang digunakan di instalasi pencucian terbagi
dua bagian (line) antara lain :
1) Instalasi penerangan
2) Instalasi tenaga
Daya di instalasi pencucian cukup besar terutama untuk mesin cuci, mesin pemeras,
mesin pengering, dan alat setrika. Disarankan menggunakan kabel dengan jenis NYY
terutama pada kontak-kontak langsung ke peralatan tersebut, dan menggunakan tuas
kontak (hand switch), atau kotak kontak dengan sistem plug dengan kemampuan 25
amper agar tidak terjadi loncatan bunga api pada saat pembebanan sesaat.
Grounding harus dilakukan, terutama untuk peralatan yang menggunakan daya
besar, digunakan instalasi kabel dengan diameter minimal sama dengan kabel daya
yang tersalurkan.
b. Prasarana air
Prasarana air untuk instalasi pencucian memerlukan sedikitnya 40% dari kebutuhan
air di rumah sakit atau diperkirakan 200 liter per tempat tidur per hari. Kebutuhan air
untuk proses pencucian dengan kualitas air bersih sesuai standar air. Reservoir dan
pompa perlu disiapkan untuk menjaga tekanan air 2kg/cm².
Standar air
Air yang digunakan untuk mencuci mempunyai standar air bersih berdasarkan
PerMenKes No. 416 tahun 1992 dan standar khusus bahan kimia dengan penekanan
tidak adanya:
1) Hardness – Garam (Calcium, Carbonate dan Chloride)
Standar Baku Mutu : 0 – 90 ppm
Tingginya konsentrasi garam dalam air menghambat kerja bahan kimia pencuci
sehingga proses pencucian tidak berjalan sebagaimana seharusnya.
Efek pada linen dan mesin, garam akan mengubah warna linen putih menjadi
keabu-abuan dan linen warna akan cepat pudar. Mesin cuci akan berkesak (scale
forming) sehingga dapat menyumbat saluran-saluran air dan mesin.
2) Iron – Fe (besi)
Standar Baku Mutu : 0 – 0,1 ppm
Kandungan zat besi pada air mempengaruhi konsentrasi bahan kimia dan proses
pencucian. Efek pada linen dan mesin: linen putih akan menjadi kekuning-
kuningan (yellowing) dan linen warna akan cepat pudar. Mesin cuci akan
berkarat.
Kedua polutan tersebut (hardness dan besi) mempunyai sifat alkali, sehingga linen
yang rusak akibat kedua kotoran tersebut harus dilakukan proses penetralan pH.
c. Prasarana uap
Prasarana uap pada instalasi pencucian digunakan pada proses pencucian,
pengeringan dan setrika, yakni menggunakan uap panas dengan tekanan uap
minimum 5kg/cm². kualitas uap yang baik adalah dengan fraksi kekeringan minimum
70% (pada skala 0-100%) dan temperatur ideal 70°C.
d. Peralatan dan Bahan Pencuci
Peralatan dan bahan pencucian menggunakan bahan pencuci kimiawi dengan
komposisi dan kadar tertentu, agar tidak merusak bahan yang dicuci / linen, mesin
pencuci, kulit petugas yang melaksanakan dan limbah buangannya tidak merusak
lingkungan.
Peralatan pada instalasi pencucian antara lain :
1) Mesin cuci / washing machine
2) Mesin peras / washing extractor
3) Mesin pengering / drying tumbler
4) Mesin penyetrika / flatwork ironer
5) Mesin penyetrika pres / presser ironer
6) Mesin jahit / sewing machine
Proses kimiawi akan berfungsi dengan baik apabila 3 faktor di atas bereaksi dengan
baik. Menggunakan bahan kimia berlebihan tidak akan membuat hasil menjadi lebih
baik, begitu juga apabila kekurangan. Bahan kimia yang dipakai secara umum terdiri
dari:
1) Alkali
Mempunyai peran meningkatkan fungsi atau peran deterjen dan emulsifier serta
membuka pori dari linen
2) Detergen = sabun cuci
Mempunyai peran menghilangkan kotoran yang bersifat asam secara global
3) Emulsifier
Mempunyai peran untuk mengemulsi kotoran yang berbentuk minyak dan lemak
4) Bleach = pemutih
Mengangkat kotoran / noda, mencemerlangkan linen, dan bertindak sebagai
desinfektan, baik pada linen berwarna (Ozone) dan yang putih (Chlorine).
5) Sout / penetral
Menetralkan sisa dari bahan kimia pemutih sehingga pH-nya menjadi 7 atau
netral.
6) Softener
Melembutkan linen. Digunakan pada proses akhir pencucian.
7) Starch / kanji
Digunakan pada proses akhir pencucian untuk membuat linen menjadi kaku,
juga sebagai pelindung linen terhadap noda sehingga noda tidak sampai ke serat.
A. MANAJEMEN LINEN
1. Jenis Linen
Ada bermacam-macam jenis linen yang digunakan di rumah sakit. Jenis linen dimaksud
antara lain :
1. Sprei / laken
2. Steek laken
3. Perlak / zeil
4. Sarung bantal
5. Selimut
6. Alas kasur
7. Tirai / gordin
8. Vitrage
9. Kain penyekat / scherm
10. Kelambu
11. Taplak
12. Barak schort (tenaga kesehatan dan pengunjung)
13. Celemek, topi, lap
14. Baju pasien
15. Baju operasi
16. Kain penutup (tabung gas, troli dan alat kesehatan lainnya)
17. Macam-macam doek
18. Popok bayi, baju bayi, kain gedong, gurita bayi
19. Kelambu bayi
20. Selimut bayi
21. Masker
22. Gurita
23. Topi kain
24. Wash lap
25. Handuk
a. Handuk untuk petugas
b. Handuk pasien untuk mandi
c. Handuk pasien untuk lap tangan
d. Handuk pasien untuk muka
26. Linen operasi (baju, celana, jas, macam-macam laken, topi, masker, doek, sarung kaki,
sarung meja mayo, alas meja instrumen, mitela, barak schort)
2. Bahan Linen
Bahan linen yang digunakan biasanya terbuat dari :
1. Katun 100%
2. Wool
3. Kombinasi seperti 65% aconilic dan 35% wool
4. Silk
5. Blacu
6. Flanel
7. Tetra
8. CVC 50% - 50%
9. Polyester 100%
10. Twill / drill
Pemilihan bahan linen hendaknya disesuaikan dengan fungsi dan cara perawatan serta
penampilan yang diharapkan.
Rendah
Kemungkinan Desinfeksi tingkat rendah
menimbulkan infeksi
Tinggi
B. PENGELOLAAN LINEN
1. Struktur Organisasi
Pengelolaan linen di rumah sakit merupakan tanggung jawab dari penunjang medik. Saat ini
struktur pengelolaan linen sangat beragam. Pada umumnya diserahkan pada bagian rumah
tangga atau bagian pencucian dan sterilisasi bagian sanitasi, bahkan pencucian linen dapat
dikontrakkan pada pihak ketiga (di luar rumah sakit) atau yang kita kenal dengan metode
out sourching. Hal ini berdasarkan pemikiran bahwa :
a. Beban kerja berbeda di setiap rumah sakit
b. Adanya keterbatasan lahan di rumah sakit
c. Adanya keterbatasan tenaga kesehatan
d. Manajemen perlu berkonsentrasi pada core bisnis yaitu jasa layanan kesehatan yang
artinya adalah perawatan dan pengobatan.
Kewenangan, pengaturan dan struktur organisasi unit pengelolaan linen diserahkan
sepenuhnya kepada direktur rumah sakit, disesuaikan dengan kondisi rumah sakit masing-
masing.
R. Inap
Linen Proses
R. Jalan Unit
kotor pencucian
pencucia
Bangsal
n
Administrasi
Linen
steril
Kewaspadaan umum IPS RS
transportasi
Distribusi
Perencanaa
n
Proses pengadaan
Pengadaan
Penerimaan
Pemberian identitas
Hilang Rusak
Perbaikan Musnahkan
Pencatatan / pelaporan
BAB V
KESELAMATAN PASIEN
A. Pengertian
Bagian ini mengemukakan Sasaran Keselamatan Pasien, sebagai syarat untuk diterapkan di
semua rumah sakit yang sedang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari
WHO Patient Safety (2007) yang juga digunakan oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah
Sakit (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI). Maksud dari Sasaran
Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien.
Sasaran ini menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan
menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus para ahli atas permasalahan ini. Diakui bahwa
desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang
aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum, difokuskan pada solusi-
solusi sistem yang menyeluruh. Dalam hal ini keselamatan pasien ditekankan pada
Pencegahan Infeksi Nosokomial.
B. Tujuan
Agar pasien tetap merasa aman dan nyaman dengan pelayanan di rumah sakit
C. Tata Laksana
Pencegahan Infeksi Nosokomial
Infeksi adalah proses dimana seseorang yang rentan terkena invasi agen yang patogen atau
infeksius yang tumbuh, berkembang biak dan menyebabkan sakit. Yang dimaksud agen
adalah bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Infeksi dapat bersifat lokal atau general
(sistemik). Infeksi lokal ditandai dengan adanya inflamasi yaitu sakit, panas, kemerahan,
pembengkakan dan gangguan fungsi. Infeksi sistemik mengenai seluruh tubuh yang ditandai
dengan adanya demam, menggigil, takikardia, hipotensi dan tanda-tanda spesifik lainnya.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh ketika seseorang dirawat di rumah sakit.
Infeksi nosokomial dapat terjadi setiap saat dan di setiap tempat di rumah sakit. Untuk
mencegah dan mengurangi kejadian infeksi nosokomial serta menekan angka infeksi ke
tingkat serendah-rendahnya, perlu adanya upaya pengendalian infeksi nosokomial.
Pengendalian infeksi nosokomial bukan hanya tanggung jawab pimpinan rumah sakit atau
dokter / perawat saja tetapi tanggung jawab bersama dan melibatkan semua unsur / profesi
yang ada di rumah sakit.
1. Batasan
Suatu infeksi dinyatakan sebagai infeksi nosokomial apabila :
a. Waktu mulai dirawat tidak ditemukan tanda-tanda infeksi dan tidak sedang dalam
masa inkubasi infeksi tersebut.
b. Infeksi timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak ia mulai dirawat.
c. Infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan lebih lama dari masa inkubasi.
d. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit.
2. Sumber Infeksi
Yang merupakan sumber infeksi adalah :
a. Petugas rumah sakit (perilaku)
1) Kurang atau tidak memahami cara-cara penularan penyakit
2) Kurang atau tidak memperhatikan kebersihan
3) Kurang atau tidak memperhatikan teknik aseptik dan antiseptik
4) Menderita suatu penyakit
5) Tidak mencuci tangan sebelum atau sesudah melakukan pekerjaan
b. Alat-alat yang dipakai (alat kedokteran / kesehatan, linen dan lainnya)
1) Kotor atau kurang bersih / tidak steril
2) Rusak atau tidak layak pakai
3) Penyimpanan yang kurang baik
4) Dipakai berulang-ulang
5) Lewat batas waktu pemakaian
c. Pasien
1) Kondisi yang sangat lemah (gizi buruk)
2) Kebersihan kurang
3) Menderita penyakit kronik / menahun
4) Menderita penyakit menular / infeksi
3. Faktor-faktor yang sering menimbulkan terjadinya infeksi
a. Banyaknya pasien yang dirawat di rumah sakit yang dapat menjadi sumber infeksi
bagi lingkungan dan pasien lain.
b. Adanya kontak langsung antara pasien satu dengan pasien lain.
c. Adanya kontak langsung antara pasien dengan petugas rumah sakit yang terinfeksi.
d. Penggunaan alat-alat yang terkontaminasi.
e. Kurangnya perhatian tindakan aseptik dan antiseptik
f. Kondisi pasien yang lemah.
4. Pencegahan
Untuk mencegah / mrngurangi terjadinya infeksi nosokomial, perlu diperhatikan :
a. Petugas
1) Bekerja sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP) untuk pelayanan
linen.
2) Memperhatikan aseptik dan antiseptik.
3) Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan
4) Bila sakit segera berobat.
b. Alat-alat
1) Perhatikan kebersihan (alat-alat loundry, troli untuk transportasi linen)
2) Penyimpanan linen yang benar dan perhatikan batas waktu penyimpanan (fifo)
3) Linen yang rusak segera diganti (afkir)
c. Ruangan / lingkungan
1) Tersedia air yang mengalir untuk cuci tangan
2) Penerangan cukup
3) Ventilasi / sirkulasi udara baik
4) Perhatikan kebersihan dan kelembaban ruangan
5) Pembersihan secara berkala
6) Lantai kering dan bersih
BAB VI
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
A. Latar Belakang
Upaya kesehatan kerja menurut UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan khususnya
pasal 23 tentang kesehatan kerja, menyatakan bahwa kesehatan kerja harus diselenggarakan
di semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan,
mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan lebih dari sepuluh.
Pekerja yang berada di sarana kesehatan sangat bervariasi baik jenis maupun jumlahnya.
Sesuai dengan fungsi sarana kesehatan tersebut, semua pekerja di rumah sakit dalam
melaksanakan tugasnya selalu berhubungan dengan bahaya potensial yang bila tidak
ditanggulangi dengan baik dan benar dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
keselamatan dan kesehatannya, yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.
Pada hakekatnya kesehatan kerja merupakan penyerasian antara kapasitas kerja, beban
kerja dan lingkungan kerja, bila bahaya di lingkungan kerja tidak diantisipasi dengan baik
akan menjadi beban tambahan bagi pekerjanya. Khusus untuk pekerja rumah sakit di
instalasi pencucian menerima ancaman kerja potensial dari lingkungan bila keselamatan
kerja tidak diperhatikan dengan tepat.
B. Prinsip Dasar Usaha Kesehatan Kerja
Prinsip dasar usaha kesehatan kerja terdiri atas :
1. Ruang lingkup usaha kesehatan kerja
Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan
dan lingkungan kerjanya baik fisik maupun psikis dalam hal cara / metode kerja dan
kondisi yang bertujuan untuk ;
a. Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua
lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun kesejahteraan sosial.
b. Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan
oleh keadaan / kondisi lingkungan kerjanya.
c. Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang membahayakan
kesehatan.
d. Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaannya.
2. Kapasitas kerja dan beban kerja
Kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama
dalam kesehatan kerja, dimana lingkungan interaktif dan serasi antara ketiga komponen
tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang optimal. Kapasitas kerja seperti status
kesehatan kerja dan gizi kerja, serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar
seorang pekerja dapat melakukan pekerjaannya secara optimal. Kondisi atau tingkat
kesehatan pekerja yang prima merupakan modal awal seseorang untuk mencapai
produktifitas yang diharapkan. Kondisi awal seseorang untuk bekerja dapat dipengaruhi
oleh kondisi tempat kerja, gizi kerja, kebugaran jasmani dan kesehatan mental.
Beban kerja meliputi beban fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang terlalu berat
atau kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja
menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi lingkungan kerja (panas, bising,
debu, zat kimia) dapat merupakan beban tambahan terhadap pekerja. Beban tambahan
tersebut secara sendiri-sendiri atau bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau
penyakit akibat kerja.
3. Lingkungan kerja dan penyakit kerja yang ditimbulkannya
Penyakit akibat kerja dan/atau berhubungan dengan pekerjaan dapat disebabkan oleh
pemajanan di lingkungan kerja. Fakta di lapangan menunjukkan terdapat kesenjangan
antara pengetahuan tentang bagaimana bahaya-bahaya kesehatan berperan dan usaha-
usaha untuk mencegahnya, antara kognisi dan emosi. Misalnya alat pelingung kerja yang
tidak digunakan secara tepat oleh pekerja rumah sakit dengan kemungkinan terpajan
melalui kontak langsung atau tidak tersedianya pelindung. Untuk mengantisipasi
permasalahan ini maka langkah awal yang penting adalah pengenalan / identifikasi
bahaya yang dapat ditimbulkan, upaya perlindungan dan penanggulangan dan
dievaluasi, kemudian dilakukan pengendalian.
C. Potensi Bahaya Pada Instalasi Pencucian
1. Bahaya Mikrobiologi
Bahaya mikrobiologi adalah penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh
mikroorganisme hidup seperti bakteri, virus, ricketsia, parasit dan jamur. Petugas
pencucian yang menangani linen kotor senantiasa kontak dengan bahan dan menghirup
udara yang tercemar kuman patogen. Penelitian bakteriologis pada instalasi pencucian
menunjukkan bahwa jumlah total bakteri meningkat 50 kali selama periodik waktu
sebelum cucian mulai diproses.
Mikroorganisme tersebut adalah :
a. Mycobacterium tuberculosis
1) mycobacterium tubercolusis adalah mikroorganisme penyebab tuberkulosis dan
paling sering menyerang paru-paru (±90%). Penularannya melalui percikan atau
dahak penderita.
2) Pencegahan :
- Meningkatkan pengertian dan kepedulian petugas rumah sakit terhadap
penyakit TBC dan penularannya.
- Mengupayakan ventilasi dan pencahayaan yang baik dalam ruangan instalasi
pencucian.
- Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai SOP.
- Melakukan tindakan dekontaminasi, desinfeksi, dan sterilisasi terhadap bahan
dan alat-alat yang digunakan.
- Secara teknis setiap petugas harus melaksanakan tugas pekerjaan sesuai SOP
b. Virus Hepatitis B
1) selain manifestasi sebagai hepatitis B akut dengan segala komplikasinya, lebih
penting dan berbahaya lagi adalah manifestasi dalam bentuk sebagai pengidap
(carrier) kronik, yang dapat merupakan sumber penularan bagi lingkungan.
2) Penularan dapat melalui darah dan cairan tubuh lainnya.
3) Pencegahan :
- Meningkatkan pengetahuan dan kepedulian petugas rumah sakit terhadap
penyakit hepatitis B dan penularannya.
- Memberikan vaksinasi kepada petugas.
- Menggunakan APD sesuai SOP.
- Melakukan tindakan dekontaminasi, desinfeksi dan sterilisasi terhadap bahan
dan peralatan yang dipergunakan terutama bila terkena bahan infeksi.
- Secara teknis setiap petugas harus melaksanakan tugas pekerja sesuai SOP.
2. Bahaya Bahan Kimia
1) Debu
Pada instalasi linen debu dapat berasal dari bahan linen itu sendiri.
2) Pengukuran
Dengan memakai alat Vertical Elutriol Cotton Dust Sampler dapat diukur
banyaknya debu dalam ruangan dan Personal Dust Sampler. Debu linen (cotton
dust) yang sesuai NBA 0,2 miligram/m³.
3) Efek kesehatan
Mekanisme penimbunan debu dalam paru-paru dapat terjadi dengan menarik nafas
sehingga udara yang mengandung debu masuk ke dalam paru-paru. Partikel debu
yang dapat masuk ke dalam pernafasan mempunyai ukuran 0,1 – 10 mikron.
Pada pemajanan yang lama dapat terjadi pneumoconiosis, dimana partikel debu
dijumpai di paru-paru dengan gejala sukar bernafas.pneumoconiosis yang disebabkan
oleh serat linen/kapas disebut bissinosis. Gejala bissinosis hampir sama dengan asma
yang disebut Monday Chest Tightness atau Monday Fever, karena gejala terjadi pada
hari pertama kerja setelah libur yaitu Senin, sering gejala hilang pada hari kedua dan
bila pemaparan berlanjut maka gejala makin berat.
4) Pengendalian
- Pencegahan terhadap sumber
Diusahakan agar debu tidak keluar dari sumbernya dengan mengisolasi sumber
debu.
- Memakai APD sesuai SOP
- Ventilasi yang baik
- Dengan alat local exhauster
5) Bahaya bahan kimia
a) Sebagian besar dari bahaya di instalasi pencucian diakibatkan oleh zat kimia
seperti deterjen, desinfektan, zat pemutih, dll. Tingkat risiko yang diakibatkan
tergantung dari besar, luas dan lama pemajanan. Walaupun zat kimia sangat
toksik sudah dilarang dan dibatasi pemakaiannya, pemajanan terhadap bahan
kimia yang membahayakan tidak dapat dielakkan. Oleh karena itu sikap hati-hati
terhadap semua jenis bahan kimia yang dipakai manusia dan potensial masuk ke
dalam tubuh. Sebagian dari informasi bahan kimia tersebut dapat dibaca pada
label kemasan dari produsennya yang lazim disebut MSDSs.
b) Penanganan zat-zat kimia di instalasi pencucian
- Alkali
Guna : bubuk penambah sifat alkali
Ciri-ciri khusus : bubuk kekuningan dengan pH 12,0-13,0
Sifat ; bila terkena panas akan terkomposisi menjadi gas yang mungkin
beracun dan iritasi, tidak mudah terbakar.
Bahaya kesehatan:
- Iritasi mata, iritasi kulit
- Bila terhirup menyebabkan edema paru
- Bila tertelan menyebabkan kerusakan hebat pada selaput lender
Pertolongan pertama :
Tindakan pencegahan :
Pertolongan pertama :
Tindakan pencegahan :
- Emulsifier
Guna : cairan pengemulsi lemak/minyak dan presspotter
Ciri-ciri umum : larutan bening, tidak berwarna, kental, pH 10,0-11,0
Sifat : rusak oleh sinar matahari, stabil dan tidak mudah terbakar.
Bahaya kesehatan :
- Iritasi mata, iritasi kulit.
- Bila terhirup menyebabkan iritasi
- Bila tertelan menyebabkan iritasi.
Pertolongan pertama :
- Mata : aliri dengan air selama 15 menit.
- Kulit : cuci kulit secepatnya dengan air.
- Terhirup : pindahkan dari sumber.
- Tertelan : cuci mulut, minum satu atau dua gelas air, jangan berusaha
untuk muntah.
Tindakan pencegahan :
Pertolongan pertama ;
Tindakan pencegahan :
Pertolongan pertama :
Tindakan pencegahan :
- Sour / penetral
Guna : bubuk pengasam / penetralisir loundry.
Ciri-ciri ; bubuk berwarna biru dengan pH 4,0-5,0
Sifat : bereaksi dengan asam akna mengeluarkan sulfur dioksida keluar, tidak
mudah terbakar.
Bahaya kesehatan :
- Iritasi berat pada mata, iritasi pada kulit
- Bila terhirup menyebabkan iritasi.
- Bila tertelan menyebabkan iritasi.
Pertolongan pertama :
Tindakan pencegahan :
- Kontrol teknis, gunakan ventilasi setempat, peralatan pernafasan sendiri
mungkin diperlukan untuk penggunaan yang lama.
- Memakai APD.
Penyimpanan dan pengangkutan : simpan di tempat sejuk dan kering,
jauhkan dari asam, hindari sumber panas.
- Softener
Guna : cairan pelunak dan pelembut kain.
Ciri-ciri khusus : cairan merah muda, opak dan mudah mengalir, pH 4,0-5,0
Sifat : stabil, tidak mengandung bahan berbahaya, tidak mudah terbakar.
Bahaya kesehatan :
- Iritasi berat pada mata, iritasi pada kulit
- Bila terhirup menyebabkan iritasi.
- Bila tertelan menyebabkan iritasi.
Pertolongan pertama ;
Tindakan pencegahan :
Pertolongan pertama :
Tindakan pencegahan :
b) Posisi duduk
Tinggi alas duduk sebaiknya dapat disetel antara 38 dan 48 cm.
Kursi harus stabil dan tidak goyang atau bergerak.
Kursi harus memungkinkan cukup kebebasan bagi gerakan petugas.
c) Posisi berdiri
Berdiri tidak lebih dari 6 jam.
5. Bahaya Psikososial
Di antara berbagai ancaman bahaya yang timbul akibat pekerjaan di rumah sakit, faktor
psikososial juga memerlukan perhatian antara lain :
a) Stress, yaitu ancaman fisik dan psikologis dari faktor lingkungan terhadap
kesejahteraan individu. Stress dapat disebabkan oleh :
Tuntutan pekerjaan
Beban kerja yang berlebih maupun kurang, tekanan waktu, tanggung jawab yang
berlebih maupun yang kurang.
Dukungan dan kendala
Hubungan yang tidak baik dengan atasan, teman sekerja, adanya berita yang
tidak dikehendaki / gosip, adanya kesulitan keuangan, dll.
Manifestasi klinik : depresi, ansietas, sakit kepala, kelelahan dan kejenuhan,
gangguang pencernaan dan gangguan fungsi organ lainnya.
b) Pengendalian :
Menjaga kebugaran jasmani dari pekerja.
Kegiatan-kegiatan yang menimbulkan rasa menyenangkan dalam bekerja,
misalnya adanyamakan siang bersama, adanya kegiatan piknik bersama.
b) Terpeleset / terjatuh
1) Terpeleset / terjatuh pada lantai yang sama adalah bentuk kecelakaan kerja yang
dapat terjadi pada instalasi pencucian.
2) Walaupun jarang terjadi kematian tetapi dapat mengakibatkan cedera yang berat
seperti fraktura, dislokasi, salah urat, memar otak.
3) Penanggulangan :
Jangan memakai sepatu dengan hak tinggi, sol yang rusak atau memakai tali
sepatu yang longgar.
Konstruksi lantai harus rata dan sedapat mungkin dibuat dari bahan yang
tidak licin.
4) Pemeliharaan lantai :
Lantai harus selalu dibersihkan dari kotoran-kotoran seperti pasir, debu,
minyak yang memudahkan terpeleset.
Lantai yang cacat misalnya banyak lubang atau permukaannya miring harus
segera diperbaiki.
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU
A. PENGENDALIAN MUTU
Standar Pelayanan Minimal (SPM) merupakan spesifikasi teknis tentang tolok ukur
pelayanan minimum rumah sakit yang berhak diperoleh setiap warga, ditinjau dari akses,
efektivitas, efisiensi, keselamatan dan keamanan, kenyamanan, kesinambungan pelayanan,
kompetensi teknis dan hubungan antar manusia berdasarkan standar WHO. Adapun
indikator pengendalian mutu pelayanan linen rumah sakit adalah sebagai berikut:
1. Tidak adanya kejadian linen yang hilang
Judul Tidak adanya kejadian linen yang hilang
Dimensi mutu Efisiensi dan efektifitas
Tujuan Tergambarnya pengendalian dan mutu pelayanan laundry
Definisi operasional Tidak ada
Frekuensi 1 bulan
pengumpulan data
Periode analisis 1 bulan
Numerator Jumlah linen yang dihitung dalam 4 hari sampling dalam satu
tahun
Denominator Jumlah linen yang seharusnya ada pada hari sampling tersebut
Sumber data Survey
Standar 100%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Sanitasi
Kekeruhan = 25 mg/1
Definisi operasional Baku mutu adalah standar minimal pada air bersih yang dianggap
aman bagi kesehatan, yang merupakan ambang batas yang
ditolerir dan diukur dengan parameter mikrobiologi :
Definisi operasional Baku mutu adalah standar minimal limbah cair yang
dianggap aman bagi kesehatan, yang merupakan ambang batas
yang ditolerir dan diukur dengan parameter :
BOD = 30 mg/1
COD = 80 mg/1
TSS = 30 mg/1
Frekuensi pengumpulan 6 bulan
data
Periode analisis 6 bulan
Numerator Hasil laboratorium pemeriksaan limbah cair RS yang sesuai
dengan baku mutu
Denominator Jumlah seluruh pemeriksaan limbah cair
Sumber data Hasil pemeriksaan
Standar 100%
Penanggung jawab Kepala Instalasi Sanitasi
BAB VIII
EVALUASI DAN MONITORING
A. Monitoring
Monitoring adalah upaya untuk mengamati pelayanan dan cakupan program pelayanan
seawal mungkin, untuk dapat menemukan dan selanjutnya memperbaiki masalah dalam
pelaksanaan program.
Tujuan monitoring adalah :
1. Untuk mengadakan perbaikan, perubahan orientasi atau disain dari sistem pelayanan
(bila perlu)
2. Untuk menyesuaikan strategi atau pedoman pelayanan yang dilaksanakan di
lapangan, sesuai dengan temuan-temuan di lapangan.
3. Hasil analisis dari monitoring digunakan untuk perbaikan dalam pemberian pelayanan
di rumah sakit. Monitoring sebaiknya dilakukan sesuai keperluan dan dipergunakan
segera untuk perbaikan.
Pelayanan linen di rumah sakit monitoring hendaknya dilakukan secara teratur / kontinu.
B. Evaluasi
Setiap kegiatan harus selalu di evaluasi pada tahap proses akhir seperti pada tahap
pencucian, pengeringan dan sebagainya, juga evaluasi secara keseluruhan dalam rangka
kinerja dari pengelolaan linen di rumah sakit.
Salah satu cara yang mudah untuk melaksanakan evaluasi adalah dengan menyebarkan kuesioner
ke unit kerja pemakai linen secara berkala setiap semester atau minimal setiap satu tahun sekali.
Sebagai responden diambil dua atau tiga jenis petugas dilihat dari fungsinya, misalnya kepala
bangsal/ruangan, perawat pelaksana non perawatan / pekarya.
Pedoman Pelayanan Linen disusun untuk meningkatkan mutu pelayanan linen di rumah
sakit. Pedoman yang telah disusun berisikan tata cara penanganan linen dirumah sakit mulai dari
perencanaan, penanganan linen bersih, penanganan linen kotor/ hingga pemusnahan.
Secara khusus penanganan linen kotor sangat penting guna mengurangi risiko Infeksi
Nosokomial. Proses penanganan tersebut mencangkup pengumpulan, pensortiran, pencucian,
penyimpanan, hingga distribusi keruangan-ruangan di rumah sakit.
Mengingat pentingnya hal tersebut maka tersusunnya pedoman pelayanan linen ini
diharapkan mampu menjadi pedoman yang dapat di implentasikan oleh pelaksana.
Ditetapkan di : Yogyakarta
Direktur