Anda di halaman 1dari 27

Analisis Daya Saing Daerah Provinsi Gorontalo

Abdul Latif1, Chairil Anwar2, Eko Jokolelono3, Haerul Anam4, Edhi Taqwa5
1
Mahasiswa Program Studi Doktor Ilmu Ekonomi Pasjasarjana Universitas Tadulako
Palu
2,3,4,5
Dosen Program Studi Doktor Ilmu Ekonomi Pasjasarjana Universitas Tadulako
Palu

Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis daya saing stabilitas ekonomi
makro Provinsi Gorontalo. Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif analisis, yaitu memberikan gambaran dan
sebaran geografis Provinsi Gorontalo yang dilanjutkan dengan perhitungan
kuantitatif. Alat analisis yang akan digunakan dalam analisis daya saing
ini menggunakan indikator dan ruang lingkup yang digunakan oleh Asian
Competitiveness Institute (ACI). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dua
dari enam kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo lebih kompetitif
dibandingkan rata-rata provinsi, yaitu Kabupaten Gorontalo dan Boalemo.
This study aims to analyze the competitiveness of the macroeconomic stability of
Gorontalo Province. The research method applied in this study is descriptive analysis
which provides an overview and geographic distribution of Gorontalo Province
followed by quantitative calculation. The analytical tool engaged in this
competitiveness study is the indicators and scope used by the Asian Competitiveness
Institute (ACI). The results showed that two of the six regencies/cities in Gorontalo
Province were more competitive than the provincial average, specifically Gorontalo
and Boalemo Regencies.

1. Introduction

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tolak ukur dimana sebuah negara
bersaing dengan negara lain. Pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses kondisi
perekonomian suatu wilayah atau negara yang berubah dalam kurun waktu tertentu.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat dapat menciptakan kemakmuran bagi masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi dan pembangunan memiliki hubungan yang erat. Dalam studi
terhadap 141 negara, Indonesia menempati peringkat ke-50. Berdasarkan riset,
Indonesia menempati peringkat ke-54 dalam daya saing stabilitas makroekonomi.
(Schwab, 2019).
Economic growth is one of the benchmarks by which a country competes with
other countries. Economic growth is a process of changing economic conditions of a
region or country within a certain period of time. Rapid economic growth can create
prosperity for the society. Economic growth and development have a close
relationship. In a study of 141 countries, Indonesia was ranked 50th. Based on
research, Indonesia is ranked 54th in the competitiveness of macroeconomic stability.
(Schwab, 2019).
Peringkat Indonesia awalnya berada pada peringkat ke-45, namun pada Tahun
2018 turun di peringkat ke-50. Salah satunya disebabkan dari efisiensi pasar tenaga
kerja rendah akibat kebijakan perburuhan, dan pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi rendah. Penurunan daya saing ini berdampak langsung dan tidak
langsung di berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia, terlebih aspek ekonomi.
Seperangkat sistemik harus dipersiapkan guna peningkatkan daya saing.
Pembangunan suatu daerah harus sesuai kondisi potensi serta aspirasi masyarakat
tumbuh dan berkembang. Jika pelaksanaan prioritas pembangunan daerah kurang
sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah, maka pemanfaatan
sumber daya yang ada akan menjadi kurang optimal.
Indonesia's was initially at 45th rank, but in 2018 it downgrades to 50th. One
of them is caused by low labor market efficiency due to labor policies and low
utilization of information and communication technology. This failure in
competitiveness has direct and indirect impacts on various aspects of Indonesian
society, especially the economic aspect.
A systemic procedure must be prepared in order to increase competitiveness.
The development of an area must be in accordance with the conditions of the
potential and aspirations of the community to grow and develop. If the
implementation of regional development priorities is not in accordance with the
potential possessed by each region, then the utilization of existing resources will be
less than optimal.
Survei yang dilakukan pada 25 Provinsi di Indonesia, ada 8 Provinsi memiliki
daya saing tinggi dengan indeks daya saing di atas 8,01 (Kementerian Riset dan
Teknologi, 2019). Atas data tersebut, indeks daya saing Provinsi Gorontalo sebesar
5,61 dan merupakan Provinsi dengan daya saing sedang dalam rentang antara 3,01 –
6. Di Tahun 2019, Provinsi Gorontalo tertinggal dengan beberapa Provinsi lain yang
mempunyai indeks daya saing lebih tinggi seperti Riau, Sumatera Selatan, Lampung,
Kepulauan Bangka Belitung, Jawa Tengah, Jawa Barat, Yogyakarta, Jawa Timur,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara
(Kementerian Riset dan Teknologi, 2019).
The survey was conducted in 25 provinces in Indonesia, there are 8 provinces
that have high competitiveness with a competitiveness index above 8.01 (Ministry of
Research and Technology, 2019). Based on this data, the competitiveness index of
Gorontalo Province is 5.61 and is a province with moderate competitiveness in the
range between 3.01 – 6. In 2019, Gorontalo Province lags behind several other
provinces that have a higher competitiveness index such as Riau, South Sumatra,
Lampung, Bangka Belitung Islands, Central Java, West Java, Yogyakarta, East Java,
Central Kalimantan, North Kalimantan, South Sulawesi and Southeast Sulawesi
(Ministry of Research and Technology, 2019).
Peningkatan daya merupakan hal penting berdasar pada kemampuan daerah
dalam meningkatkannya. Kemampuan Daerah meningkatkan daya saing tergantung
kemampuan Daerah menemukan dan menentukan faktor pendorong daya saing dan
petapkan kebijakan ekonomi yang fokus pada transformasi akselerasi pertumbuhan
ekonomi regional.
Stabilitas makroekonomi merupakan faktor fundamental dalam memastikan
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Upaya menjaga stabilitas makroekonomi
dilakukan melalui langkah-langkah yang memperkuat ketahanan perekonomian
domestik terhadap berbagai jenis gejolak yang muncul baik dari dalam maupun dari
luar negeri (Bappenas, 2020). Peningkatan stabilitas ekonomi didukung oleh
penguatan langkah-langkah di sektor keuangan yang mendukung pertumbuhan
ekonomi yang lebih cepat (Bappenas, 2020). Stabilitas keuangan Gorontalo masih
cukup kuat pada triwulan II-2020, dengan kondisi perekonomian Gorontalo yang
melemah tercermin dari kinerja aset pihak ketiga, penyaluran kredit dan
penggalangan dana yang ditopang oleh kinerja perbankan NPL yang membaik. (Bank
Indonesia, 2020).
The increase in competitiveness level is important based on the ability of the
region to grow. The ability of the region to increase competitiveness depends on the
ability to find and determine the factors driving competitiveness and formulate
economic policies that focus on the transformation of regional economic growth
acceleration.
Macroeconomic stability is a fundamental factor in ensuring sustainable
economic growth. Efforts to maintain macroeconomic stability are carried out
through steps that strengthen the resilience of the domestic economy against various
types of turmoil that arise both from within and from abroad (Bappenas, 2020).
Increased economic stability is supported by strengthening measures in the financial
sector that support faster economic growth (Bappenas, 2020). Gorontalo's financial
stability was still quite strong in the second quarter of 2020, within the condition of
weakening economic that is reflected in the performance of banking third-party
assets, lending, and fundraising supported by performance of NPL (Non-Performing
Loan) of banking sector. (Bank Indonesia, 2020).
Stabilitas makro ekonomi Provinsi Gorontalo dilihat dari berbagai indikator
seperti Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Data PDRB dapat dijadikan
sebagai dasar penentuan target pertumbuhan ekonomi dan sebagai bahan evaluasi
keberhasilan pembangunan yang telah dilakukan. Tingkat PDRB (menurut harga
konstan) Provinsi Gorontalo dari Tahun 2015-2019 mengalami peningkatan dari
Tahun 2015-2018 dan di Tahun 2019 mengalami penurunan laju pertumbuhan.
The macroeconomic stability of Gorontalo Province is determined from
various indicators such as the Gross Regional Domestic Product (GRDP). GRDP data
can be applied as a basis for defining economic growth targets and for evaluating the
accomplishment level of development. The GRDP level (according to constant
prices) of the Province of Gorontalo from 2015-2019 has increased from 2015-2018
and in 2019 the growth rate has declined.
Neraca perdagangan Provinsi Gorontalo dari Tahun ke Tahun relatif
berfluktuasi. Dalam kurun waktu 2012-2019, kinerja ekspor Provinsi Gorontalo
mengalami beberapa kali peningkatan dan penurunan. Dalam kurun waktu tersebut,
kinerja ekspor Provinsi Gorontalo mencapai puncaknya pada Tahun 2018 dengan
nilai ekspor mencapai US$33.434.568. namun pada Tahun 2019 kinerja ekspor
kembali turun dengan nilai ekspor sebesar US$5.134.615 (BPS Provinsi Gorontalo,
2020). Jika dilihat menurut Negara tujuan, Philipina menjadi negara tujuan ekspor
Provinsi Gorontalo terbesar. Tercatat total ekspor ke Philipina selama Tahun 2019
mencapai US$3.139.533, atau sekitar 61,14 persen dari total ekspor Provinsi
Gorontalo. Negara tujuan ekspor lainnya adalah Vietnam dengan nilai ekspor sebesar
US$1.995.082 atau mencapai 38,86 persen dari total ekspor Provinsi Gorontalo
Tahun 2019 (BPS Provinsi Gorontalo, 2020).
The trade balance of Gorontalo Province fluctuated from year to year. In the
period 2012-2019, the export performance of Gorontalo Province experienced several
times of fluctuation. During this period, the export performance of Gorontalo
Province reached its peak in 2018 with an export value of US$33,434,568. However,
in 2019 export performance declined again with an export value of US$5,134,615
(BPS Gorontalo Province, 2020). Based on destination country, the Philippines is the
largest export destination for Gorontalo Province. Total exports to the Philippines
during 2019 reached US$ 3,139,533, or around 61.14 percent of the total exports of
Gorontalo Province. Another export destination country is Vietnam with an export
value of US $ 1,995,082 or reaching 38.86 percent of the total exports of Gorontalo
Province in 2019 (BPS Gorontalo Province, 2020).
Selanjutnya, perkembangan nilai Impor Provinsi Gorontalo sepanjang Tahun
2019 berbanding terbalik dengan perkembangan nilai ekspor. Pada Tahun 2019 nilai
impor mengalami kenaikan yakni dari US$3.88 Juta menjadi US$42.85 Juta. Nilai
impor terbesar berasal dari Tiongkok. Di Tahun 2019, nilai impor mencapai
US$36.346.570 dan mengalami peningkatan dari Tahun 2018. Selain Tiongkok,
Provinsi Gorontalo juga mengimpor beberapa komoditas dari Republik Korea,
Singapura, dan Malaysia (BPS Provinsi Gorontalo, 2020).
Berdasarkan pada narasi diatas, penelitian ini akan membahas mengenai daya
saing Provinsi Gorontalo ditinjau dari stabilitas makro ekonomi.
Furthermore, the growth of the import rate of Gorontalo Province throughout
2019 was reversed compared to the development of the export rate. In 2019, the
import rate increased from US$ 3.88 million to US$ 42.85 million. The largest import
rate comes from China. In 2019, the import rate reached US$36,346,570 and
increased from 2018. Besides China, Gorontalo Province also imported several
commodities from the Republic of Korea, Singapore, and Malaysia (BPS Gorontalo
Province, 2020).
Based on the background above, this study will elaborate the competitiveness
of Gorontalo Province in terms of macroeconomic stability.
2. Literature Review
A. Theory of International Trade
Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan suatu negara
dengan negara lain atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan. Perdagangan
internasional tidak hanya dilakukan oleh negara maju, namun juga negara
berkembang. Perdagangan internasional dilakukan melalui kegiatan ekspor-impor,
(Ekananda, 2018:18). Menurut Ibrahim, et. al., (2010), Perdagangan memiliki
setidaknya lima manfaat. Pertama adalah manfaat penggantian. Beberapa negara
dapat menghasilkan produk yang melebihi permintaan domestik dan surplus ekspor
(oversupply) ke pasar internasional. Ini akan memperluas pasar dan meningkatkan
tingkat keuntungan. Di sisi lain, permintaan berlebih untuk produk dapat dipenuhi
dengan mengimpor dari negara lain, memungkinkan konsumen memilih keranjang
konsumsi yang menawarkan utilitas lebih besar. Keuntungan kedua adalah karena
spesialisasi. Dalam hal perdagangan, negara dapat lebih fokus pada jenis produk
yang dapat diproduksi dengan efisiensi yang relatif tinggi. Di sisi lain, kebutuhan
produk yang tidak dapat diproduksi secara efisien di dalam negeri dapat dipenuhi
dengan mengimpor produk tersebut dari negara lain. Keuntungan ketiga dari
perdagangan menyangkut keragaman selera pribadi karena meningkatnya variasi
produk. Adanya perdagangan memberikan konsumen lebih banyak pilihan produk
yang dapat lebih mendukung pemenuhan dan lebih meningkatkan utilitas mereka.
Keunggulan keempat berasal dari keragaman yayasan nasional. Dengan adanya
perdagangan, negara-negara yang sedikit atau tidak memiliki akses terhadap produk
tertentu sebelum adanya perdagangan akan memenuhi kebutuhan jenis produk
tersebut dengan adanya perdagangan. Keunggulan kelima adalah karena transfer
teknologi terkini. Perdagangan internasional membuka peluang suatu negara untuk
mempelajari suatu teknik produksi yang lebih efisien dan modern.
International trade is country to country exchange on the basis of mutual trust
and mutual benefit. International trade is not only implemented by developed
countries, but also developing countries. International trade is performed through
export-import activities, (Ekananda, 2018:18). According to Ibrahim, et. al., (2010),
Trade has at least five benefits. The first is the replacement benefit. Some countries
can produce products that exceed domestic demand and export surpluses (oversupply)
to international markets. This will expand the market and increase the profit rate. On
the other hand, excess demand for products can be provided by importing from other
countries, allowing consumers to choose their consumption preferences that offer
greater utility. The second advantage is due to specialization. In terms of trade,
countries can focus more on the types of products that can be produced with
relatively high efficiency. On the other hand, the need for products that cannot be
efficiently produced domestically can be met by importing these products from other
countries. The third, concerns the diversity of personal tastes due to the increased
variety of products. The existence of commerce gives consumers more choices of
products that can better support fulfillment and further increase their utility. The
fourth advantage comes from the diversity of national foundations. With trade,
countries that have little or no access to certain products before trade will meet the
needs of these types of products through trade. The fifth, the transfer of the latest
technology. International trade opens up opportunities for a country to learn a more
efficient and modern production technique.
Dengan melakukan perdagangan internasional, terjadi kegiatan ekspor-impor.
Dari aktivitas ini negara maju akan memperoleh bahan-bahan baku yang dibutuhkan
industrinya sekaligus dapat menjual produknya ke negara-negara berkembang.
Sementara itu, negara berkembang dapat mengekspor hasil-hasil produksi dalam
negeri sehingga memperoleh devisa. Negara berkembang juga membutuhka investasi
melalui pinjaman yang dapat diperoleh dari negara-negara maju. Devisa dan
pinjaman dalam bentuk investasi dan modal ini dapat digunakan oleh negara
berkembang untuk meningkatkan perekonomian dalam negerinya.
Saat ini, integrasi ekonomi berkembang di tingkat regional atau internasional.
Integrasi ekonomi regional adalah proses di mana beberapa ekonomi dalam suatu
wilayah setuju untuk menghilangkan hambatan dan mempromosikan arus barang,
jasa, modal dan tenaga kerja. Liberalisasi perdagangan internasional dan regional
dapat mengurangi bahkan menghilangkan hambatan perdagangan. Pengurangan dan
penghapusan hambatan tarif dan non-tarif akan mempercepat integrasi ekonomi
regional seiring dengan kelancaran arus barang, jasa, modal, dan tenaga kerja.

Export-import activities occur in international trade. From this activity,


developed countries will obtain the raw materials needed by their industries as well as
being able to sell their products to developing countries. Meanwhile, developing
countries can export domestically products to earn foreign exchange. Developing
countries also need investment through loans that can be obtained from developed
countries. Foreign exchange and loans in the form of investment and capital can be
used by developing countries to improve their economy.
Nowadays, economic integration is developing at the regional or international
level. Regional economic integration is the process by which several economies
within a region agree to remove barriers and promote the flow of goods, services,
capital and labor. International and regional trade liberalization can reduce or even
eliminate trade barriers. Reducing and eliminating tariff and non-tariff barriers will
accelerate regional economic integration along with the smooth flow of goods,
services, capital and labor.
Perdagangan bebas dan kerja sama regional diharapkan mengarah pada
efisiensi dan kemakmuran yang lebih besar, tetapi kerja sama perdagangan juga
mengintensifkan persaingan di antara negara-negara anggota. Namun apabila hal
tersebut disikapi dengan bijak maka manfaat yang dapat dipetik antara lain adalah
peningkatan spesialisasi dan peningkatan perdagangan itu sendiri. Setiap negara dapat
berfokus pada produksi barang yang mempunyai keunggulan komparatif sehingga
akan terjadi realokasi faktor produksi. Pada jangka panjang akan tercipta
keseimbangan harga yang lebih murah dan produksi yang lebih banyak sehingga
menciptakan kesejahteraan lebih besar terhadap negaranegara yang terlibat.
(Ekananda, 2015:19).
Free trade and regional cooperation are expected to lead to greater efficiency
and prosperity. However, trade cooperation also intensifies competition among
member countries. However, the benefits that can be earned include increasing
specialization and increasing trade itself. Each country can focus on the production of
goods that have a comparative advantage so that there will be a reallocation of
production factors. In the long run, there will be a balance of cheaper prices and more
production, thus creating greater prosperity for the countries involved. (Ekananda,
2015:19).

B. Stabilitas Makro Ekonomi


Makro adalah sesuatu yang berkaitan dengan jumlah banyak atau ukuran yang
besar, sedangkan ekonomi adalah merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang
kehidupan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, aspek-aspek yang dikaji
meliputi sistem produksi, sistem distribusi serta penggunaannya atau cara
mengkonsumsinya baik barang ataupun jasa (Bappenas, 2020). Teori ekonomi makro
merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari unit-unit ekonomi secara
keseluruhan. Analisis dalam makroekonomi yang diperhatikan adalah tindakan
konsumen secara keseluruhan, kegiatan pengusaha secara keseluruhan, dan
perubahan kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Tujuan dari ekonomi makro adalah
untuk memahami peristiwa atau fenomena ekonomi dan untuk memperbaiki
kebijakan ekonomi (Putong, 2013:273). Lebih lanjut disebutkan bahwa ruang lingkup
dan titik berat (fokus) analisis Makro Ekonomi yaitu menerangkan tentang:
1. Bagaimana segi permintaan dan penawaran menentukan tingkat kegiatan
dalam perekonomian.
2. Masalah-masalah utama yang dihadapi setiap perekonomian.
3. Peranan kebijakan dan campur tangan pemerintah untuk mengatasi masalah
ekonomi yang dihadapi.
Macro is something related to large quantities or large sizes, while economics

is a branch of science that studies human life in meeting the needs of life, the

aspects studied include the production system, distribution system and its use

or how to consume it, both goods and services. Bappenas, 2020).

Macroeconomic theory is a part of economics that studies economic units as a

whole. Analysis in macroeconomics concerned in the aggregat consumption,

the activities of entrepreneurs, and changes in overall economic activity. The

purpose of macroeconomics is to comprehend economic events or phenomena


and to improve economic policies (Putong, 2013: 273). Futher stated that the

scope and focus of the Macroeconomics:

1. How the supply and demand sides determine the level of activity in the

economy.

2. The main problems in economy.

3. The role of government policy and intervention to overcome the existing


economic problems.

Masalah utama makroekonomi yang akan selalu dihadapi suatu negara adalah
masalah pertumbuhan ekonomi, masalah ketidakstabilan kegiatan ekonomi, masalah
pengangguran, masalah kenaikan harga-harga (inflasi), masalah neraca perdagangan
dan neraca pembayaran (Sukirno, 2013: 4-9).
Kebijakan stabilisasi dalam ekonomi makro adalah misi pemerintah yang
diadvokasi oleh Keynesian dan pengikutnya. Sistem ekonomi yang bertumpu pada
kebijakan ekonomi individu yang sepenuhnya membebaskan masyarakat untuk
penerapan ekonomi tidak mengandalkan bantuan “invincible hands” atau tangan yang
tidak terlihat.
The main macroeconomic problems experienced by countries are the problem
of economic growth, the problem of economic stability, unemployment, inflation, the
trade balance and balance payment. (Sukirno, 2013: 4-9).
Stabilization policy in macroeconomics is a government job encouraged by
Keynesians and the followers. An economic system that relies on individual
economic policies that completely frees people for economic implementation does
not rely on the help of "invincible hands".
Sepenuhnya tergantung pada politik individu, karena setiap individu hanya
memaksimalkan kebutuhannya, untuk menjaga kondisi ekonomi individu, untuk
melemahkan kondisi ekonomi musuh, atau tidak peduli secara finansial terhadap
lingkungan. Pemerintah yang bertindak sebagai badan pengatur diharapkan mampu
memenuhi kebutuhan dan permasalahan masyarakat yang muncul dalam
perekonomian.
It completely depends on individual preference, because each individual only
maximizes his needs, to maintain individual economic conditions, to weaken the
enemy's economic conditions, or financially do not care about the environment. The
government that acts as a regulator is expected to be able to meet the needs and solve
problems of society that arise in the economy.

C. Absolute Advantage dari Adam Smith


Teori keunggulan mutlak (Absolute Advantage) dikemukakan oleh Adam
Smith (1976) dalam bukunya The Wealth of Nations. Adam Smith menganjurkan
perdagangan bebas sebagai kebijakan yang akan mendorong suatu bangsa untuk
makmur. Adam Smith mengajukan teori perdagangan internasional yang disebut teori
keunggulan absolut. Menurutnya, dalam perdagangan bebas, setiap negara dapat
mengkhususkan diri dalam memproduksi komoditas dengan keunggulan absolut dan
mengimpor komoditas dengan kerugian absolut. Dia berpendapat bahwa jika suatu
negara ingin bersaing, perdagangan bebas dan mengkhususkan diri di dalam negeri,
itu sama dengan ingin berdagang secara internasional. Yang terbaik bagi setiap
negara untuk fokus pada barang-barang yang memiliki keunggulan absolut, dan
hanya mengimpor barang lain.
The theory of absolute advantage (Absolute Advantage) was put forward by
Adam Smith (1976) in his book The Wealth of Nations. Adam Smith advocated free
trade as a policy that would encourage a nation to prosper. Adam Smith put forward a
theory of international trade called the theory of absolute advantage. According to
him, in free trade, each country can specialize in producing commodities with
absolute advantages and importing commodities with absolute losses. He argued that
if a country wanted to compete, trade freely and specialize domestically, it was the
same as wanting to trade internationally. It is best for each country to focus on goods
that have an absolute advantage, and only import other goods.
Adam Smith mengatakan bahwa perdagangan di antara dua negara didasarkan
pada keunggulan absolut (Absolut Advantage). Jika suatu negara lebih efisien dan
memiliki keunggulan absolut daripada negara lain dalam memproduksi komoditi
lainnya, maka kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara
melakukan spesialisasi dalam memproduksi suatu komoditi. Berarti negara yang
memiliki keunggulan absolut, akan menukarkannya dengan komoditi lain yang
memiliki kerugian absolut. Melalui kegiatan ini, sumber daya di kedua negara ini
dapat digunakan dalam cara yang paling efisien. Komoditi yang diproduksi pun akan
meningkat. Peningkatan produksi tersebut menjadi ukuran keuntungan dari
spesialisasi produksi untuk kedua negara yang melakukan perdagangan. Smith yakin
bahwa seluruh negara dapat menikmati keuntungan dengan adanya perdagangan
internasional antarnegara. Smith menganjurkan, kebijakan laissez faire (yaitu suatu
kebijakan yang menyarankan sesedikit mungkin intervens pemerintah terhadap
perekonomian. Melalui perdagangan internasional, sumber daya yang dimiliki dunia
dapat digunakan secara efisien dan dapat memaksimalkan kesejahteraan seluruh
dunia.
Adam Smith said that trade between two countries is based on absolute
advantage. If a country is more efficient and has an absolute advantage over other
countries in producing other commodities, then both countries can benefit by
specializing in producing a commodity. This means that a country that has an
absolute advantage will exchange it with other commodities that have an absolute
loss. Through this activity, the resources in these two countries can be used in the
most efficient way. Commodities produced will also increase. The increase in
production is a measure of the benefits of specialization in production for the two
trading countries. Smith believes that all countries can benefit from international
trade between countries. Smith advocated, a laissez faire policy (that is, a policy that
recommends as little government intervention as possible in the economy. Through
international trade, the world's resources can be used efficiently and can maximize
the welfare of the whole world.
Namun, pandangan Smith sangat bertolak belakang dengan kenyataan di
mana begitu banyak distorsi (pembatasan) dalam perdagangan internasional.
Pembatasan perdagangan hanya akan menguntungkan segelintir orang dan merugikan
banyak orang. Teori Keunggulan Mutlak lebih didasarkan pada kuantitas/variabel riil
daripada uang. Teori ini lebih dikenal dengan teori murni perdagangan internasional.
Teori ini berfokus pada variabel dunia nyata seperti nilai suatu objek yang diukur
dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk memproduksi item tersebut.
Semakin banyak pekerjaan yang digunakan, semakin tinggi nilai item (Teori Nilai
Tenaga Kerja). Teori sederhana tentang keunggulan mutlak Adam Smith
menggunakan teori nilai kerja. Teori nilai tenaga kerja ini sangat sederhana karena
didasarkan pada premis bahwa tenaga kerja adalah homogen dan menganggap bahwa
tenaga kerja adalah satu-satunya faktor produksi. Dalam kenyataannya, tenaga kerja
itu tidak homogen, faktor produksi tidak hanya satu dan mobilitas tenaga kerja tidak
bebas.
However, Smith's view is in stark contrast to the reality where there are so
many distortions (restrictions) in international trade. Restrictions on trade will only
benefit a few and harm many. Absolute Advantage Theory is based more on real
quantities/variables than money. This theory is better known as the pure theory of
international trade. This theory focuses on real-world variables such as the value of
an object as measured by the amount of labor used to produce the item. The more
jobs used, the higher the item value (Labour Value Theory). Adam Smith's simple
theory of absolute advantage uses the labor theory of value. The labor theory of value
is very simple because it is based on the premise that labor is homogeneous and
assumes that labor is the only factor of production. In reality, labor is not
homogeneous, there is not only one factor of production and the mobility of labor is
not free.
D. Comparative Advantage
Teori perdagangan internasional lain yang lebih maju diperkenalkan oleh
David Ricardo. Teorinya dikenal dengan teori keunggulan komparatif (comparative
advantage). Teori David Ricardo, yang dikembangkan pada tahun 1817, merupakan
salah satu hukum impor dan ekspor terpenting dan tidak menghadapi banyak
tantangan dalam penerapan dan praktik perdagangan internasional.
Berbeda dengan teori keunggulan mutlak yang mengutamakan keunggulan
mutlak suatu produk tertentu di suatu negara di atas negara lain, teori ini
memungkinkan satu negara tidak memiliki keunggulan mutlak, kedua negara tersebut
berbeda. Anda dapat terlibat dalam perdagangan bahkan jika satu negara kurang
efisien dalam memproduksi dua komoditas daripada yang lain. David Ricardo
berpendapat bahwa semua negara harus berspesialisasi dalam produk dengan
keunggulan komparatif dan mengimpor produk dengan keunggulan komparatif. Teori
ini menyatakan bahwa jika suatu negara tidak memiliki keunggulan absolut (seperti
yang dikemukakan Adam Smith, ia memiliki keunggulan komparatif), tetapi hanya
keunggulan komparatif (yaitu, harga komoditas di suatu negara bersifat relatif). dapat
saling menguntungkan (jika ada). Berbeda satu sama lain).
Another more advanced theory of international trade was introduced by David
Ricardo. His theory is known as the theory of comparative advantage. David
Ricardo's theory, developed in 1817, is one of the most important import and export
laws and does not face many challenges in the application and practice of
international trade.
In contrast to the absolute advantage theory which prioritizes the absolute
advantage of a particular product in a country over other countries, this theory allows
one country not to have an absolute advantage, the two countries are different. You
can engage in trade even if one country is less efficient at producing two commodities
than the other. David Ricardo argued that all countries should specialize in products
with a comparative advantage and import products with a comparative advantage.
This theory states that if a country does not have an absolute advantage (as Adam
Smith put it, it has a comparative advantage), but only a comparative advantage (that
is, the prices of commodities in a country are relative). mutually beneficial (if any).
Different each other).
Adanya spesialisai dalam produksi pertanian antara daerah yang satu dan
daerah yang lain menimbulkan perdagangan dapat diterangkan secara sederhana
dengan teori keuntungan absolut (law of absolute advantage). Prinsip hukum
keuntungan absolut adalah suatu negara akan berspesialisasi dalam produksi barang
dimana negara tersebut mempunyai absolute advantage. Seringkali terjadi keadaan
dimana keuntungan absolut berada di suatu daerah, maka ini tidak berarti tidak ada
perdagangan lagi karena yang penting bukan keuntungan absolut, tetapi keuntungan
komparatif atau keuntungan relatifnya. Teori ini mengatakan bahwa suatu negara
akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang mempunyai
keuntungan komparatif terbesar atau kerugian komparatif yang terkecil.
The existence of specialization in agricultural production between one region
and another causes trade to be explained simply by the theory of absolute advantage
(law of absolute advantage). The legal principle of absolute advantage is that a
country will specialize in the production of goods where the country has an absolute
advantage. Often times there are situations where absolute advantage is in an area,
then this does not mean there is no more trade because what is important is not
absolute profit, but comparative advantage or relative advantage. This theory says
that a country will produce and then export an item that has the greatest comparative
advantage or the smallest comparative loss.
Faktor-faktor yang mendorong spesialisasi bagi suatu negara atau daerah
antara lain:
1. Tidak adanya sumber-sumber alam yang berarti,
2. Adanya keuntungan komparatif yang tinggi dalam suatu produk, baik
dalam persediaan bahan baku maupun dalam permodalan dan
keterampilan manusia,
3. Adanya transportasi dan komunikasi yang cukup baik dengan daerah-
daerah lain sehingga keburukan-keburukan spesialisasi tidak perlu timbul,
4. Adanya industri pertanian yang bersangkutan memungkinkan pembagian
kerja yang baik dengan daerah-daerah sekitarnya, sehingga membawa
keuntungan secara nasional.
Factors that encourage specialization for a country or region include:

1. Absence of significant natural resources,

2. The existence of a high comparative advantage in a product, both in the

supply of raw materials as well as in capital and human skills,

3. The existence of transportation and communication that is quite good

with other regions so that the disadvantages of specialization do not need

to arise,

4. The existence of the agricultural industry in question allows for a good


division of labor with the surrounding areas, thus bringing national
benefits.
Sebaliknya ada faktor-faktor lain yang mendorong adanya kecenderungan ke
arah diversifikasi, antara lain:
1. Adanya prospek jangka panjang yang kurang menentu dari satu hasil
utama,
2. Tersedianya sumber-sumber alam lain yang mempunyai prospek yang
baik dan permintaan yang lebih elastis,
3. Adanya biaya transport yang tinggi dalam ekspor-impor antar daerah.
On the other hand, there are other factors that encourage a trend towards
diversification, including:
1. The long-term outlook is less certain than one major outcome,
2. Availability of other natural resources that have good prospects and more
elastic demand,
3. The existence of high transportation costs in the export-import between
regions.
David Ricardo didasarkan pada beberapa asumsi tentang hukum keunggulan
komparatif. Yaitu, 1) dua negara (bilateral) dan dua komoditas, 2) perdagangan
bebas (perdagangan berbayar), dan 3) mobilitas tenaga kerja lengkap. Biaya produksi
konstan, tanpa biaya transportasi, 4) teknologi tetap, dan 5) penerapan teori nilai
tenaga kerja terapan. Teori ini menyatakan bahwa suatu negara menghasilkan
barang yang relatif tidak menguntungkan sebelum mengekspornya. Dengan kata lain,
pemerintah menghasilkan produk yang dapat diproduksi lebih murah, dan pemerintah
mengimpor produk yang sendiri mahal untuk diproduksi. Teori ini menyatakan
bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang dikeluarkan untuk
membuat barang tersebut.
David Ricardo is based on several assumptions about the law of comparative
advantage. Namely, 1) two countries (bilateral) and two commodities, 2) free trade
(paid trade), and 3) complete labor mobility. Constant production costs, no
transportation costs, 4) fixed technology, and 5) application of the applied labor
theory of value. This theory states that a country produces relatively unprofitable
goods before exporting them. In other words, the government produces products that
can be produced cheaper, and the government imports products that themselves are
expensive to produce. This theory states that the value of an item is determined by the
amount of labor expended to make the item.
E. Comparative Advantage dan Opportunity Cost
Teori Ricardo didasarkan pada beberapa asumsi yang disederhanakan dan
bahkan sangat sederhana. Salah satunya adalah apa yang disebut teori nilai kerja.
Teori tersebut menyatakan bahwa nilai atau harga suatu komoditas sama dengan
(atau dapat dihitung dari titik waktu tersebut) tenaga kerja yang dikeluarkan untuk
memproduksi komoditas tersebut. Teori ini percaya bahwa biaya suatu produk adalah
kuantitas produk kedua yang harus dikorbankan untuk mendapatkan faktor produksi
(sumber daya yang cukup) untuk menghasilkan unit tambahan dari produk pertama.
Kami tidak berasumsi bahwa faktor produksi di sini bukan hanya tenaga kerja, tetapi
biaya dan harga komoditas dapat diekstraksi dari tingkat tenaga kerja (dalam hal ini,
tenaga kerja seragam). Sebuah negara dengan biaya rendah suatu produk (seperti
beras) berarti memiliki keunggulan komparatif dalam produk tersebut (beras) dan
keunggulan komparatif dalam produk lain (tidak termasuk beras). Menurut teori
keunggulan komparatif (efisiensi tenaga kerja), negara tersebut mengkhususkan diri
pada manufaktur (dan mengekspor barang) dimana negara tersebut dapat
memproduksi secara relatif efisien, dan negara tersebut menghasilkan barang yang
relatif rendah/tidak efisien. Jika Anda mengimpor, Anda akan mendapatkan
keuntungan dari perdagangan internasional . Keunggulan komparatif negara tersebut
atas negara lain juga tercermin dalam biaya tenaga kerja. Semakin rendah biaya
tenaga kerja, semakin rendah harga produksi. Negara ini menghasilkan produk
dengan harga yang relatif rendah. Dengan kata lain, Anda memperoleh keunggulan
komparatif dalam memproduksi produk tersebut.
Ricardo's theory is based on some simplified and even very simplistic
assumptions. One of them is the so-called labor theory of value. The theory states that
the value or price of a commodity is equal to (or can be calculated from that point in
time) the labor expended to produce the commodity. This theory believes that the cost
of a product is the quantity of the second product that must be sacrificed to obtain the
factors of production (sufficient resources) to produce additional units of the first
product. We do not assume that the factors of production here are not only labor, but
the costs and prices of commodities can be extracted from the level of labor (in this
case, uniform labor). A country with a low cost of a product (such as rice) means it
has a comparative advantage in that product (rice) and a comparative advantage in
other products (excluding rice). According to the theory of comparative advantage
(labor efficiency), the country specializes in manufacturing (and exporting goods)
where it can produce relatively efficiently, and the country produces relatively
low/inefficient goods. If you import, you will benefit from international trade. The
country's comparative advantage over other countries is also reflected in labor costs.
The lower the labor cost, the lower the production price. This country produces
products at relatively low prices. In other words, you gain a comparative advantage in
producing the product.
F. Competitive Advantage of Nation
Teori perdagangan internasional klasik dan modern memiliki banyak
kelemahan, terutama dalam kaitannya dengan beberapa asumsi, termasuk tenaga
kerja. Tenaga kerja dianggap sebagai elemen produksi yang dominan dan homogen.
Namun pada kenyataannya tenaga kerja tidak seragam dan berbeda dalam hal tingkat
pendidikan dan kualifikasi. Apalagi teori-teori ini tidak menjelaskan pentingnya
teknologi. Faktor teknologi ini memiliki dampak terbesar pada pola dan pertumbuhan
perdagangan internasional sejak tahun 1970-an. Keunggulan suatu negara dalam
persaingan global ditentukan tidak hanya oleh keunggulan komparatifnya, tetapi juga
oleh proteksi atau kebijakan pemerintah dan keunggulan kompetitifnya.
Classical and modern international trade theory has many weaknesses,
especially in relation to several assumptions, including labor. Labor is considered as
the dominant and homogeneous element of production. But in reality the workforce is
not uniform and differs in terms of education level and qualifications. Moreover,
these theories do not explain the importance of technology. These technological
factors have had the greatest impact on the pattern and growth of international trade
since the 1970s. The advantage of a country in global competition is determined not
only by its comparative advantage, but also by protection or government policies and
its competitive advantage.
Berkaitan dengan keunggulan kompetitif, Michael Porter (1990) mengatakan
bahwa halhal yang harus dikuasai oleh suatu perusahaan atau negara untuk
meningkatkan keunggulan kompetitifnya adalah terutama teknologi, tingkat
entrepreneurship yang tinggi, tingkat efisiensi/produktivitas yang tinggi dalam
produksi, kualitas dan mutu yang baik dari barang yang diproduksi, promosi yang
luas dan agresif, pelayanan teknikal yang baik, tenaga kerja dengan tingkat
keterampilan/pendidikan, etos kerja, kreativitas serta motivasi yang tinggi, skala
ekonomis, inovasi, diferensiasi produk, modal, sarana dan prasarana serta manajemen
yang baik dan proses produksi yang dilakukan dengan Justintime. Lebih lanjut
Michael Porter menekankan bahwa keunggulan kompetitif ditentukan oleh 4
determinan (1) keunggulan komparatif, (2) permintaan di pasar domestik baik
kualitatif dan kuantitatif, (3) struktur industri dalam negeri yang kuat, (4) struktur
pasar dengan persaingan bebas sepenuhnya.
With regard to competitive advantage, Michael Porter (1990) says that the
things that must be mastered by a company or country to increase its competitive
advantage are mainly technology, a high level of entrepreneurship, a high level of
efficiency/productivity in production, good quality and quality of goods. produced,
broad and aggressive promotion, good technical service, skilled/educated workforce,
work ethic, creativity and high motivation, economies of scale, innovation, product
differentiation, capital, facilities and infrastructure as well as good management and
processes production done with Justintime. Michael Porter further emphasized that
competitive advantage is determined by 4 determinants: (1) comparative advantage,
(2) demand in the domestic market both qualitatively and quantitatively, (3) the
structure of a strong domestic industry, (4) a market structure with completely free
competition.
Perkembangan terakhir dalam perdagangan internasional adalah teori
pertumbuhan endogen (theory of endogenous growth) yang dirintis oleh Romer
(1986) dan Lucas (1989), yang mampu menyajikan ulasan analitis yang lebih
menyeluruh dan menyakinkan mengenai hubungan antara perdagangan internasional
dengan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang. Secara
spesifik teori ini menyatakan bahwa penurunan hambatanhambatan dalam berbagai
bentuk, baik tarif maupun nontarif akan mempercepat pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi disuatu negara dalam jangka panjang, melalui mekanisme
sebagai berikut. The latest development in international trade is the theory of
endogenous growth pioneered by Romer (1986) and Lucas (1989), which is able to
provide a more comprehensive and convincing analytical review of the relationship
between international trade and economic development and growth in the long term.
long. Specifically, this theory states that reducing barriers in various forms, both tariff
and non-tariff, will accelerate economic growth and development in a country in the
long term, through the following mechanism.

1. Pengurangan atau penghapusan hambatan-hambatan perdagangan akan


meningkatkan perdagangan yang lebih terbuka dan memperlancar arus
barang dan jasa sehingga memungkinkan penyerapan teknologi baru.
2. Manfaat riset dan pengembangan akan mengalir ke negara-negara
berkembang.
3. Memacu skala ekonomi yang dapat meningkatkan profit dan
meningkatkan investasi.
4. Alokasi sumber daya faktor produksi yang lebih efisien pada berbagai
sektor.
5. Meningkatkan spesialisasi sehingga akan meningkatkan efisiensi.
1. Reduction or elimination of trade barriers will promote more open trade and
facilitate the flow of goods and services thereby enabling the absorption of new
technologies.
2. The benefits of research and development will flow to developing
countries.
3. Stimulating economies of scale that can increase profits and increase
investment.
4. More efficient allocation of production factor resources in various sectors.
5. Increase specialization so that it will increase efficiency.

Perdagangan internasional membuat alokasi dan penggunaan sumber daya


lebih efisien, sejahtera dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Lingkungan
ekonomi yang sangat kompetitif meningkatkan permintaan tenaga kerja dan modal,
dan ketika permintaan meningkat, sumber daya beralih ke sektor yang lebih
produktif. International trade makes the allocation and use of resources more
efficient, prosperous and accelerates economic growth. The highly competitive
economic environment increases the demand for labor and capital, and as demand
increases, resources shift to more productive sectors.
Perdagangan bebas internasional berarti persaingan internasional. Para
ekonom percaya bahwa persaingan mendorong perusahaan untuk bersaing di pasar,
sehingga meningkatkan efisiensi, mengembangkan dan menguasai teknologi, serta
melahirkan banyak inovasi. Ketika persaingan bebas internasional terwujud, semua
perusahaan dapat memperoleh manfaat dari skala ekonomi, dan perdagangan bebas
dapat memperluas pasar, memungkinkan perusahaan untuk tumbuh secara signifikan
dan meningkatkan produksi. Keuntungan yang diperoleh suatu negara dari skala
ekonomi disebut keuntungan dinamis (Krugman & Obstfeld, 1988: 206). Teori
ekonomi telah membuktikan bahwa perdagangan bebas internasional meningkatkan
efisiensi ekonomi nasional dan global, mencapai distribusi pendapatan yang lebih
baik, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan pada akhirnya meningkatkan
kemakmuran ekonomi. Teori perdagangan pertama kali muncul pada tahun 1970-an,
dan banyak ekonom telah menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan untuk
mencapai tingkat kekuatan ekonomi tertentu memiliki dampak yang signifikan
terhadap perdagangan internasional. Teori perdagangan baru memiliki implikasi
penting. Teorinya adalah bahwa negara-negara dapat mempertahankan keuntungan
mereka jika tidak ada perbedaan dalam sumber daya dan teknologi bantuan. Teori
juga menyatakan bahwa suatu negara dapat mengontrol ekspor bahan pokok. Karena
sangat menguntungkan memiliki satu atau lebih perusahaan yang memproduksi
produk terlebih dahulu. International free trade means international competition.
Economists believe that competition drives companies to compete in the market,
thereby increasing efficiency, developing and mastering technology, and giving birth
to many innovations. When international free competition is realized, all enterprises
can benefit from economies of scale, and free trade can expand markets, enabling
enterprises to grow significantly and increase production. The benefits that a country
derives from economies of scale are called dynamic gains (Krugman & Obstfeld,
1988: 206). Economic theory has proven that international free trade improves
national and global economic efficiency, achieves better income distribution,
promotes economic growth, and ultimately increases economic prosperity. Trade
theory first emerged in the 1970s, and many economists have shown that a firm's
ability to achieve a certain level of economic power has a significant impact on
international trade. The new trading theory has important implications. The theory is
that countries can maintain their gains if there are no differences in aid resources and
technology. The theory also states that a country can control exports of staple goods.
Because it is very profitable to have one or more companies that produce the product
first.
Menurut M. Porter (Ekananda, 2015: 71), dalam era persaingan global saat
ini, suatu bangsa atau negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat
bersaing dipasar internasional bila memiliki empat faktor penentu sebagai suatu
diamond sebagai berikut: According to M. Porter (Ekananda, 2015: 71), in the current
era of global competition, a nation or country that has a competitive advantage of
nation can compete in the international market if it has four determining factors as a
diamond as follows:
1. Faktor endowment (pendukung): keadaan produksi seperti tenaga kerja
terlatih atau kebutuhan infrastruktur untuk bersaing dalam industri. Porter
membedakan antara faktor-faktor dasar dan faktor-faktor lanjutan
(infrastruktur sebuah negara). Kekurangan karunia alam telah
menyebabkan bangsa-bangsa melakukan investasi dalam penciptaan
faktor-faktor lanjutan, seperti pendidikan, angkatan kerja, pelabuhan bebas
dan sistem komunikasi maju, untuk memungkinkan industri-industri
mereka bersaing secara global. 1. Endowment factors (supporting):
conditions of production such as skilled labor or infrastructure needs to
compete in the industry. Porter distinguishes between basic factors and
advanced factors (a country's infrastructure). Lack of natural gifts has led
nations to invest in the creation of advanced factors, such as education,
labor force, free ports and advanced communication systems, to enable
their industries to compete globally.
2. Demand Condition (kondisi permintaan): Permintaan terhadap produk dan
jasa dalam negeri. Porter menekankan home demand berperan dalam
meningkatkan mutu competitive advantage. Perusahaan paling sensitif
dengan kebutuhan pelanggan terdekat mereka. Porter berpendapat bahwa
suatu competitive advantage perusahaan nasional jika konsumen domestik
mereka canggih dan menuntut, sehingga memaksa perusahaan itu untuk
memiliki standar yang tinggi terhadap mutu produk dan menghasilkan
model yang inovatif. 2. Demand Condition: Demand for domestic
products and services. Porter emphasizes that home demand plays a role in
increasing the quality of competitive advantage. Companies are most
sensitive to the needs of their closest customers. Porter argues that a
national company's competitive advantage if their domestic consumers are
sophisticated and demanding, thus forcing the company to have high
standards of product quality and produce innovative models.
3. Relating and Supporting Industries (pemasok): Kehadiran pemasok dan
industri sejenis yang sangat kompetitif secara internasional. Keuntungan
nasional dalam suatu industri adalah kehadiran para penyalur/pemasok
atau hubungan industri yang secara internasional kompetitif. Keuntungan
–keuntungan investasi dalam faktor-faktor produksi lanjutan oleh yang
terkait dan pendukung indutri dapat mencurah keluar ke dalam suatu
industri, dengan demikian membantunya mencapai suatu posisi yang
kompetitif dan kuat secara internasional. 3. Relating and Supporting
Industries (suppliers): The presence of suppliers and similar industries that
are highly competitive internationally. The national advantage in an
industry is the presence of suppliers/suppliers or industrial relations that
are internationally competitive. The benefits of investing in advanced
factors of production by industry associates and supporters can pour out
into an industry, thereby helping it to achieve a strong and competitive
position internationally.
4. Firm Strategy Structure and Rivalry (Strategi, struktur dan persaingan
perusahaan): Situasi negara yang membentuk pembentukan, organisasi,
pengaturan perusahaan dan mengetahui bagaimana situasi persaingan
domestik. Porter juga mengatakan pemerintah bisa mempengaruhi setiap
komponen berlian. Faktor donasi dapat dipengaruhi oleh tunjangan,
kebijakan pasar modal, kebijakan pendidikan, dll. Pemerintah dapat
mempengaruhi permintaan domestik melalui standar produk lokal atau
dengan mengatur dan mempengaruhi persaingan usaha, seperti: B.
Undang-undang yang melarang peraturan pasar modal, pengenalan
undang-undang perpajakan, dan monopoli industri. Industri negara-
negara yang berhasil secara internasional umumnya didukung oleh
kondisi faktor produksi yang baik, permintaan dan persyaratan kualitas
domestik yang tinggi, industri hulu atau hilir yang tinggi, dan persaingan
domestik yang ketat. Keunggulan kompetitif yang ketat. Keempat atribut
ini sering berinteraksi secara aktif di negara-negara yang telah mampu
bersaing, sehingga keunggulan kompetitif yang hanya didukung oleh satu
atau lebih atribut biasanya tidak bertahan lama. Selain peluang, peran
pemerintah juga merupakan variabel tambahan yang penting., (Halwani,
2005:36 dalam Ekanda, 2015: 71-72). 4. Firm Strategy Structure and
Rivalry (Strategy, structure and competition of the company): The
situation of the country that forms the formation, organization, regulation
of the company and knowing how the situation of domestic competition is.
Porter also said the government could influence every component of the
diamond. Donation factors can be influenced by allowances, capital
market policies, education policies, etc. The government can influence
domestic demand through local product standards or by regulating and
influencing business competition, such as: B. Laws prohibiting capital
market regulations, introduction of tax laws, and industrial monopolies.
Internationally successful countries' industries are generally supported by
good conditions of production factors, high domestic demand and quality
requirements, high upstream or downstream industries, and intense
domestic competition. Strict competitive advantage. These four attributes
often interact actively in countries that have been able to compete, so that
a competitive advantage that is only supported by one or more attributes
usually does not last long. In addition to opportunities, the government's
role is also an important additional variable (Halwani, 2005:36 in Ekanda,
2015: 71-72).

3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif yang


memberikan gambaran dan sebaran geografis Kabupaten Gorontalo dan dapat
dihitung secara kuantitatif. Alat analisis yang digunakan dalam analisis persaingan
ini menggunakan metrik dan rentang yang digunakan oleh Asia Competitiveness
Institute (ACI). The Asia Competitiveness Institute (ACI) menggunakan metode
statistik, skor standar (standard number). Satuan perhitungan sudah tidak relevan lagi,
karena nilai standar merupakan perbandingan relatif untuk melihat bagaimana suatu
keadaan dibandingkan dengan keadaan rata-rata (Giap et al., 2016). : 6). Secara
statistik, skor standar mengukur berapa banyak standar deviasi (standar deviasi) yang
dimiliki setiap negara bagian dari mean negara bagian. The Asia Competitiveness
Institute secara komprehensif memahami “daya saing” perekonomian dan mengkaji
berbagai faktor yang mempengaruhi kemampuan kawasan untuk mencapai
pembangunan ekonomi yang maju dan komprehensif dalam jangka panjang (Amri,
2018:20). Jika skor standar kabupaten/kota adalah nol (0), maka terdapat kinerja
rata-rata untuk indikator tersebut. Skor negatif berarti negara bagian di bawah rata-
rata, dan skor positif berarti negara bagian di atas rata-rata. Semakin jauh skornya
dari nol, semakin jauh kabupaten tersebut dari rata-rata nasional. Skor positif
kabupaten/kota yang tinggi berarti jauh lebih tinggi dari rata-rata nasional.
The research method used is descriptive analysis which provides an overview
and geographic distribution of Gorontalo Regency and can be calculated
quantitatively. The analytical tool used in this competition analysis uses the metrics
and ranges used by the Asia Competitiveness Institute (ACI). The Asia
Competitiveness Institute (ACI) uses the statistical method, the standard number. The
unit of calculation is no longer relevant, because the standard value is a relative
comparison to see how a situation is compared to the average state (Giap et al., 2016).
: 6). Statistically, the standard score measures how many standard deviations
(standard deviations) each state has from the state mean. The Asia Competitiveness
Institute

comprehensively understands the "competitiveness" of the economy and examines


various factors that affect the region's ability to achieve advanced and comprehensive
economic development in the long term (Amri, 2018:20). If the district/city standard
score is zero (0), then there is an average performance for that indicator. A negative
score means the state is below average, and a positive score means the state is above
average. The further the score is from zero, the further the district is from the national
average. A high district/city positive score means it is much higher than the national
average.

Nilai Terstandarisasi=¿ Nilai Asli −(Rata−Rata)


Standar deviasi ¿
Sumber: Amri (2018:20)
Keterangan:
0 (Nol) = Sama dengan rata-rata provinsi
- (Negatif) = Di bawah rata-rata provinsi
+ (Positif) = Di atas rata-rata provinsi

Source: Amri (2018:20)


Information:
0 (Zero) = Equal to the provincial average
- (Negative) = Below the provincial average
+ (Positive) = Above the provincial average

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya saing Provinsi Gorontalo yang
ditinjau dari Stabilitas Makro Ekonomi. Stabilitas perekonomian menjadi prasyarat
dasar untuk tercapainya peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pertumbuhan yang
tinggi dan peningkatan kualitas pertumbuhan (Bappenas, 2020). Tujuan dari ekonomi
makro adalah untuk memahami peristiwa atau fenomena ekonomi dan untuk
memperbaiki kebijakan ekonomi (Putong, 2013:273). Stabilitas makro ekonomi
dicapai ketika hubungan variabel ekonomi makro yang utama berada dalam
keseimbangan. Stabilitas makro ekonomi meliputi keseluruhan kondisi ekonomi di
Provinsi, dalam hal ini dibatasi pada 2 sub-lingkup yaitu: kedinamisan ekonomi
regional dan keterbukaan dalam perdagangan yang diuraikan sebagai berikut. This
study aims to determine the competitiveness of Gorontalo Province in terms of
Macroeconomic Stability. Economic stability is a basic prerequisite for achieving
increased people's welfare through high growth and improving the quality of growth
(Bappenas, 2020). The purpose of macroeconomics is to understand economic events
or phenomena and to improve economic policies (Putong, 2013: 273).
Macroeconomic stability is achieved when the main macroeconomic variable
relationships are in balance. Macroeconomic stability covers the overall economic
conditions in the Province, in this case limited to 2 sub-environments, namely:
regional economic dynamics and openness in trade which are described as follows.
Satuan/Skala Sumber
Dimensi Indikator
Pengukuran
Kedinamisan  Produk Domenstik Regional Bruto Juta Rupiah BPS
Ekonomi  Pertumbuhan PDRB Persentase BPS
Regional  PDRB per Kapita Juta Rupiah BPS
 Pertumbuhan Industri Primer Persentase BPS
 Pertumbuhan Industri Sekunder Persentase BPS
 Pertumbuhan Industri Tersier Persentase BPS
 Pembentukan Modal Tetap Juta Rupiah BPS
Domestik
 Indeks Harga Konsumen Indeks (rasio) BPS
Keterbukaan  Ekspor Barang dan Jasa Juta Rupiah BPS
dalam  Impor Barang dan Jasa Juta Rupiah BPS
Perdagangan dan  Keterbukaan terhadap Barang Dan Rasio BPS
Jasa Jasa
Sumber: Giap et al, (2016:175)

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai


berikut:
Daya Saing Menurut Stabilitas Makro Ekonomi

Kabupaten Mean Rank Skor Keterangan


Terstandarisa
si
Kabupaten Gorotalo 1,09 1 1,86 Diatas Rata-Rata Provinsi
Kabupaten Boalemo 0,13 2 0,23 Diatas Rata-Rata Provinsi
Kota Gorontalo -0,02 3 -0,03 Dibawah Rata-Rata Provinsi
Kabupaten Pohuwato -0,32 4 -0,55 Dibawah Rata-Rata Provinsi
Kabupaten Gorontalo -0,36 5 -0,62 Dibawah Rata-Rata Provinsi
Utara
Kabupaten Bone Bolango -0,52 6 -0,89 Dibawah Rata-Rata Provinsi
Sumber: Data diolah (2021)

Stabilitas makro ekonomi dapat dicapai ketika hubungan variabel ekonomi


makro yang utama berada dalam keseimbangan. Indeks daya saing stabilitas makro
ekonomi Provinsi Gorontalo diketahui bahwa dari total enam kabupaten/kota hanya
terdapat dua wilayah yang skornya diatas rata-rata provinsi, yaitu Kabupaten
Gorontalo dan Kabupaten Boalemo. Berdasarkan hasil penelitian pada tabel diatas,
terlihat skor indeks daya saing dalam lingkup stabilitas makro ekonomi terbentang
antara -0,89 (Bone Bolango; peringkat 6) sampai 1,86 (Kabupaten Gorontalo,
peringkat 1). Dimana dalam hal ini apabila skor terstandarisasi menujukkan nilai
positif, maka kabupaten/kota tersebut memiliki stabilitas makro ekonomi yang lebih
tinggi dibandingkan dengan provinsi. Sebaliknya, apabila skor terstandarisasi
menujukkan nilai negatif, artinya kabupaten/kota tersebut memiliki stabilitas makro
ekonomi yang lebih rendah dibandingkan dengan provinsi.
Kabupaten Gorontalo memiliki indeks stabilitas makro ekonomi yang paling
kompetitif dari kabupaten/kota lainnya hal ini terlihat dari beberapa indikator yang
lebih dari rata-rata provinsi seperti produk domestik regional bruto, PDRB perkapita,
pertumbuhan industri primer, pertumbuhan industri sekunder, pertumbuhan industri
tersier dan pertumbuhan modal tetap domestik bruto, namun indikator pertumbuhan
PDRB masih dibawah rata-rata provinsi. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik
(BPS), pertumbuhan PDRB Kabupaten Gorontalo yaitu 6,22 persen. walaupun
apabila angka ini dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB kabupaten/kota lainnya,
besaran pertumbuhan PDRB Kabupaten Gorontalo memanglah lebih kecil. Tercatat
pertumbuhan PDRB tertinggi terjadi di Kota Gorontalo. Tetapi berdasarkan dari
jumlah besaran PDRB yang diperoleh oleh masing-masing kabupaten/kota Provinsi
Gorontalo, Kabupaten Gorontalo memiliki jumlah PDRB yang paling besar, yaitu
8.867 Juta Rupiah.
Macroeconomic stability can be achieved when the main macroeconomic
variable relationships are in balance. The macroeconomic stability competitiveness
index of Gorontalo Province is known that out of a total of six regencies/cities, there
are only two areas whose scores are above the provincial average, namely Gorontalo
Regency and Boalemo Regency. Based on the results of the research in the table
above, it can be seen that the competitiveness index score in the scope of
macroeconomic stability ranges from -0.89 (Bone Bolango; rank 6) to 1.86
(Gorontalo Regency, ranked 1). Where in this case, if the standardized score shows a
positive value, then the district/city has higher macroeconomic stability than the
province. On the other hand, if the standardized score shows a negative value, it
means that the district/city has lower macroeconomic stability than the province.
Gorontalo Regency has the most competitive macroeconomic stability index
than other regencies/cities, this can be seen from several indicators that are higher
than the provincial average such as gross regional domestic product, per capita
GRDP, primary industry growth, secondary industry growth, tertiary industry growth
and growth gross domestic fixed capital, but the GRDP growth indicator is still below
the provincial average. Based on data from the Central Statistics Agency (BPS), the
GRDP growth of Gorontalo Regency is 6.22 percent. although if this figure is
compared with the GRDP growth of other regencies/cities, the magnitude of the
GRDP growth of Gorontalo Regency is indeed smaller. The highest GDP growth was
recorded in Gorontalo City. But based on the amount of GRDP obtained by each
district/city of Gorontalo Province, Gorontalo Regency has the largest amount of
GRDP, which is 8,867 million Rupiah.
Pertumbuhan industri pembentuk PDRB Kabupaten Gorontalo (industri primer,
sekunder, dan tersier) mengalami pertumbuhan yang besar dibandingkan dengan
kabupaten/kota lainnya. Pertumbuhan indutri primer Kabupaten Gorontalo yaitu
sebesar 41,81 persen, perolehan ini merupakan perolehan paling tinggi diantara
wilayah lain di Provinsi Gorontalo. Indutri sekunder tumbuh sebesar 28,04 persen
dan industri tersier tumbuh sebesar 30,15 persen.
Selanjutnya Kabupaten Boalemo di posisi kedua yang memiliki skor indeks
daya saing stabilitas ekonomi makro sebesar 0,23. Kabupaten Boalemo walaupun dari
segi PDRB yang termasuk dalam tiga kabupaten yang memperoleh jumlah PDRB
rendah, tetapi dari segi pertumbuhannya, posisi kabupaten Boalemo menjadi wilayah
ketiga yang memperoleh pertumbuhan PDRB tertinggi. Dapat dikatakan bahwa daya
saing makro ekonomi Kabupaten Boalemo memiliki nilai yang tinggi, hal ini pun di
tunjukkan dari hasil olah data bahwa Kabupaten Boalemo termasuk dalam wilayah
yang daya saing stabilitas makro ekonominya diatas rata-rata Provinsi.
The growth of the industries that make up the GRDP of Gorontalo Regency
(primary, secondary, and tertiary industries) has experienced large growth compared
to other regencies/cities. The growth of the primary industry of Gorontalo Regency is
41.81 percent, this acquisition is the highest gain among other regions in Gorontalo
Province. The secondary industry grew by 28.04 percent and the tertiary industry
grew by 30.15 percent.
Furthermore, Boalemo Regency is in second position which has a
macroeconomic stability competitiveness index score of 0.23. Boalemo Regency,
although in terms of GRDP, is included in the three regencies that have a low GRDP,
but in terms of growth, Boalemo Regency is the third region that has the highest
GRDP growth. It can be said that the macroeconomic competitiveness of Boalemo
Regency has a high value, this is also shown from the results of data processing that
Boalemo Regency is included in an area where the competitiveness of
macroeconomic stability is above the provincial average.
M. Proter menekankan bahwa Industri suatu negara yang sukses dalam skala
internasional pada umumnya didukung oleh kondisi faktor produksi yang baik,
permintaan dan tuntutan mutu dalam negeri yang tinggi, industri hulu atau hilir yang
maju, dan persaingan domestik yang ketat. Keunggulan kompetitif yang ketat.
Keunggulan kompetitif yang hanya didukung oleh satu atau dia atribut saja biasanya
tidak akan dapat bertahan, sebab keempat atribut tersebut sering berinteraksi positif
dalam negeara yang sukses dalam meningkatkan daya saing. Disamping kesempatan,
peran pemerintah juga merupakan variabel tambahan yang cukup signifikan.
Salah satu fondasi stabilitas makroekonomi adalah keterbukaan perdagangan
dan jasa.
Ibrahim dkk. (2010) menemukan bahwa perdagangan setidaknya memiliki
lima manfaat, yaitu pertama manfaat pertukaran. Beberapa negara dapat
menghasilkan produk yang melebihi permintaan domestik dan surplus ekspor
(oversupply) ke pasar internasional. Ini akan memperluas pasar dan meningkatkan
tingkat keuntungan. Di sisi lain, permintaan berlebih untuk produk dapat dipenuhi
dengan mengimpor dari negara lain, memungkinkan konsumen memilih keranjang
konsumsi yang menawarkan utilitas lebih besar. Keuntungan kedua adalah karena
spesialisasi. Dalam hal perdagangan, negara dapat lebih fokus pada jenis produk
yang dapat diproduksi dengan efisiensi yang relatif tinggi. Di sisi lain, kebutuhan
produk yang tidak dapat diproduksi secara efisien di Jepang dapat dipenuhi dengan
mengimpor produk tersebut dari negara lain. Keuntungan ketiga dari perdagangan
menyangkut keragaman selera pribadi karena meningkatnya variasi produk. Adanya
perdagangan memberikan konsumen lebih banyak pilihan produk yang dapat lebih
mendukung pemenuhan dan lebih meningkatkan utilitas mereka. Keunggulan
keempat berasal dari keragaman yayasan nasional. Dengan adanya perdagangan,
negara-negara yang sedikit atau tidak memiliki akses terhadap produk tertentu
sebelum adanya perdagangan akan memenuhi kebutuhan jenis produk tersebut
dengan adanya perdagangan. Keunggulan kelima adalah karena transfer teknologi
terkini. Perdagangan internasional membuka peluang bagi negara-negara untuk
mempelajari teknik produksi yang lebih efisien dan modern.
M. Proter emphasized that a successful country's industry on an international
scale is generally supported by good conditions of production factors, high domestic
demand and quality demands, advanced upstream or downstream industries, and
intense domestic competition. Strict competitive advantage. Competitive advantage
that is only supported by one or more attributes will usually not survive, because
these four attributes often interact positively in countries that are successful in
increasing competitiveness. Besides opportunity, the role of government is also a
significant additional variable.
One of the foundations of macroeconomic stability is the openness of trade
and services.
Ibrahim et al. (2010) found that trade has at least five benefits, namely the
first benefit of exchange. Some countries can produce products that exceed domestic
demand and export surpluses (oversupply) to international markets. This will expand
the market and increase the profit rate. On the other hand, excess demand for
products can be met by importing from other countries, allowing consumers to
choose consumption baskets that offer greater utility. The second advantage is due to
specialization. In terms of trade, countries can focus more on the types of products
that can be produced with relatively high efficiency. On the other hand, the need for
products that cannot be produced efficiently in Japan can be met by importing these
products from other countries. The third advantage of trade concerns the diversity of
personal tastes due to the increased variety of products. The existence of commerce
gives consumers more choices of products that can better support fulfillment and
further increase their utility. The fourth advantage comes from the diversity of
national foundations. With trade, countries that have little or no access to certain
products before trade will meet the needs of these types of products through trade.
The fifth advantage is due to the transfer of the latest technology. International trade
opens up opportunities for countries to learn more efficient and modern production
techniques.
Semakin terbuka perdagangan antara barang dan jasa, semakin besar
stabilitas makroekonomi kawasan. Peningkatan ini menjadi kebanggaan daerah, yang
pada akhirnya menciptakan daya saing dan pada akhirnya mencapai kesejahteraan
masyarakat. Kegiatan ini juga harus dibarengi dengan keadilan agar tidak terjadi
ketimpangan. Dapat dikatakan ketimpangan di kabupaten dan kota Gorontalo masih
ada, namun hal ini tercermin dari hasil skor kompetisi stabilitas makroekonomi
kabupaten dan kota Gorontalo, dan rata-rata nasional yang bersaing hanya ada dua
wilayah. Hal ini merupakan fenomena penting bagi pemerintah untuk dapat
mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan daya saing daerah, terutama dari
perspektif stabilitas makroekonomi. Bagaimanapun, stabilitas makroekonomi
merupakan faktor fundamental dalam pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
The more open trade between goods and services, the greater the
macroeconomic stability of the region. This increase becomes the pride of the region,
which in turn creates competitiveness and in the end achieves people's welfare. This
activity must also be accompanied by justice so that inequality does not occur. It can
be said that inequality in the district and city of Gorontalo still exists, but this is
reflected in the results of the competition scores for macroeconomic stability in the
district and city of Gorontalo, and the national average that competes in only two
regions. This is an important phenomenon for the government to be able to take steps
to increase regional competitiveness, especially from the perspective of
macroeconomic stability. However, macroeconomic stability is a fundamental factor
in sustainable economic growth.
5. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya saing stabilitas makro ekonomi


Provinsi Ekonomi dari enam kabupaten/kota, hanya dua kabupaten yang
menunjukkan skor terstandarisasi diatas rata-rata Provinsi Gorontalo, yaitu
Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten Boalemo. Kabupaten Gorontalo memiliki
indeks stabilitas makro ekonomi yang paling kompetitif dari kabupaten/kota lainnya
hal ini terlihat dari beberapa indikator yang lebih dari rata-rata provinsi seperti
pertumbuhan industri primer, pertumbuhan industri sekunder, pertumbuhan industri
tersier. Pertumbuhan industri pembentuk PDRB Kabupaten Gorontalo (industri
primer, sekunder, dan tersier) mengalami pertumbuhan yang besar dibandingkan
dengan kabupaten/kota lainnya. Sedangkan Kabupaten Boalemo walaupun dari segi
PDRB yang termasuk dalam tiga kabupaten yang memperoleh jumlah PDRB rendah,
tetapi dari segi pertumbuhannya, posisi kabupaten Boalemo menjadi wilayah ketiga
yang memperoleh pertumbuhan PDRB tertinggi, ini menempatkan Kabupaten
Boalemo menjadi kabupaten kedua yang memiliki daya saing stabilitas makro
ekonomi diantara enam kabupaten/kota Provinsi Gorontalo. The results showed that
the competitiveness of the macroeconomic stability of the Economic Province of the
six regencies/cities, only two regencies that showed a standardized score above the
average of the Gorontalo Province, namely Gorontalo Regency and Boalemo
Regency. Gorontalo Regency has the most competitive macroeconomic stability
index than other regencies/cities, this can be seen from several indicators that are
higher than the provincial average, such as primary industry growth, secondary
industry growth, and tertiary industry growth. The growth of the industries that make
up the GRDP of Gorontalo Regency (primary, secondary, and tertiary industries) has
experienced large growth compared to other regencies/cities. Meanwhile, Boalemo
Regency, although in terms of GRDP, is included in the three regencies that have a
low GRDP, but in terms of growth, Boalemo Regency is the third region that has the
highest GRDP growth. six regencies/cities of Gorontalo Province.
Daya saing stabilitas makroekonomi tercipta ketika: 1) Produk memiliki
keunggulan komparatif yang tinggi baik dari segi pasokan bahan baku maupun
modal dan keterampilan manusia. 2) Kelemahan dari spesialisasi adalah memiliki
transportasi dan komunikasi yang sangat baik dengan daerah lain, 3) adanya industri
pertanian yang memungkinkan adanya pembagian kerja yang baik dengan daerah
sekitarnya dan dengan demikian membawa keuntungan super-regional. .. Semua itu
merupakan persoalan yang memerlukan perhatian khusus pemerintah dan mengacu
pada pembangunan daya saing Gorontalo dalam merumuskan kebijakan
pembangunan daerah..
Macroeconomic stability competitiveness is created when: 1) Products have a
high comparative advantage both in terms of supply of raw materials as well as
capital and human skills. 2) The disadvantages of specialization are having very good
transportation and communication with other regions, 3) the existence of an
agricultural industry which allows for a good division of labor with the surrounding
area and thus brings super-regional advantages. .. All of these are issues that require
special attention from the government and refer to the development of Gorontalo's
competitiveness in formulating regional development policies..

Daftar Pustaka
Abdullah. Daya Saing Daerah. Yogyakarta: BPFE. 2002
Arsyad, Lincoln. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIE-YKPN. 2010
Bank Indonesia. Laporan Perekonomian Provinsi Gorontalo. Agustus, 2020.
Bappenas. Pemantapan Stabilitas Ekonomi Makro. Retrieved November 2020, from
kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia:
https://www.bappenas.go.id/files/1213/5229/9964/bab-24-pemantapan-
stabilitas-ekonomi-makro.pdf
BPS Provinsi Gorontalo. 2020. https://gorontalo.bps.go.id/
Ekanada, Mahyus. Ekonomi Internasional. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2015
Ibrahim, Zaini. Pengantar Ekonomi Makro. Banten: Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Kepada Masyarakat (LP2M) IAIN Sultan Maulana Hasanudin
Banten. 2013
Krugman, Paul R., Obstfeld, Maurice. International Economics, Theory and Practice.
London: Scott, Foresman & Company. 1998
Publikasi. Laporan Perekonomian Provinsi Gorontalo Tahun 2018. Badan Pusat
Statistik Provinsi Gorontalo
Publikasi. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota di Provinsi Gorontalo
menurut Lapangan Usaha 2014—2018. Badan Pusat Statistik Provinsi
Gorontalo
Publikasi. Laporan Perekonomian Provinsi Gorontalo 2019. Badan Pusat Statistik
Provinsi Gorontalo
Putong, Iskandar. Economics Pengantar Mikro dan Makro, Edisi 5. Jakarta: Salemba
Empat. 2013
Porter, Michael E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. The MacMillan
Press Ltd.
Schwab, K. The Global Competitiveness Report 2019. Switzerland: World Economic
Forum. 2019
Sukirno, Sadono. Makro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Rajawali Press. 2013

Anda mungkin juga menyukai