Anda di halaman 1dari 2

Kenalin George Brown, Si Anak London

George Brown telah resmi dikontrak Persebaya. Kemarin, ia diperkenalkan secara resmi dihadapan
ratusan siswa Smekdors Surabaya. Bertepatan dengan kegiatan road show yang digelar Persebaya ke
sekolah-sekolah di Surabaya. “Senang sekali bisa bergabung dengan klub sebesar Persebaya. Miliki basis
suporter yang besar dan pelatih hebat,”tukas Brown.

Brown lahir di London, 23 tahun lalu. Ia lahir dari pasangan ibu Indonesia, tepatnya Lahat Sumatera dan
ayah yang berasal dari Bristol Inggris. Tumbuh di negara yang mengklaim sepak bola dilahirkan,
membuat jiwa bolanya terbentuk sejak kecil. Bersama sang adik, Jack Brown, ia sudah terbiasa keluar
masuk stadion, menyaksikan bintang-bintang sepak bola Inggris berlaga.

Uniknya, kendati mengidolakan Steven Gerrard, tapi Brown bukan seorabg Liverpudlian. Ia malah
menasbihkan diri sebagai The Gunners. Soal ini, Brown mengaku terbawa lingkungan. Ia tumbuh di
kawasan London Timur, tepatnya di Stratford. Dulu, daerah ini termasuk yang tertinggal dibanding
kawasan London lainnya. Untuk mengejar ketertinggalan itu, Pemerintah Inggris akhirnya membangun
kompleks olahraga untuk menyambut Olimpiade London 2012. “Sekarang sudah sama majunya dengan
daerah lain di London,”kisahnya.

Menariknya, meski berstatus pendukung Arsenal, Brown justru tak miliki idola di tim ini. Ia justru
kesengsem dengan bek kanan Chelsea yang juga anggota skuad Timnas Inggris, Reece James. “Saya
lebih tertarik kemampuan individu sang pemain. Bukan klubnya. Dulu kecil mengidolakan Gerrard.
Sekarang (James) Reece,”tukasnya.

Sempat bergabung di Arsenal Development, namun Brown harus menghadapi kenyataan pahit gagal
menembus skuad utama Stratford FC yang berkiprah di Liga 3 Inggris. Ini membuat dirinya memutuskan
hijrah ke Amerika Serikat. Bergabung dengan klub Ashland University. Ia masuk ke universitas yang
berada di Ohio ini lewat jalur bea siswa sepak bola. Kebetulan pelatih sepak bola universitas tersebut
berasal dari Inggris. Memberikan penawaran bergabung lewat jalur mahasiswa.

Jenjang pembinaan olahraga di Amerika memang unik. Para atlet darimanapun cabornya dimatangkan
lewat sekolah dan universitas. Di sana, mereka ramai-ramai memberikan beasiswa. Kebetulan, untuk
sepak bola, belum terlalu banyak. Karena itu, banyak mahasiswa-mahasiswa dari luar AS yang diberikan
bea siswa.

Tetapi, kata Brown, mereka yang mendapatkan beasiswa harus bisa menunjukkan prestasi yang sama
bagusnya di lapangan dengan nilai akademis. Bila nilanya sampai jelek, maka kena sanksi dikeluarkan
dari tim. Meski kemampuannya seperti Lionel Messi. “Jadi pernah ada anak dari Jepang. Mainnya bagus
sekali. Tapi Bahasa Inggrisnya jelek. Saya diminta pelatih untuk membantu mengerjaklan tugas-
tugasnya,”ungkapnya.

Kendati hidup di Amerika Serikat, jiwa Merah Putihnya tetap membara. Itu pula yang membuatnya
memutuskan untuk memegang paspor Indonesia dan mengembalikan Paspor Inggrisnya. Karena lahir
dari orang tua berbeda negara, sejak kecil Brown memang mendapatkan dua paspor; Indonesia dan
Inggris. Sampai tiba pada usia 21 tahun. Ia harus memilih, negara mana yang akan diikuti. “Saya pilih
Indonesia karena ingin bermain di Timnas,”ceritanya.

Pada tahun 2013 lalu, kesempatan itu sempat datang. Ia sempat dipanggil seleksi Timnas. Sayang gagal.
Pun demikian sang adik, Jack Brown yang gagal dimenit akhir karena cedera. Tapi Jack lebih beruntung.
Ia kemudian bergabung ke PersitaTangerang sejak musim lalu.

Dan, Desember ini, George Brown yang dapat giliran. Ia bisa mendapatkan kontrak permanen di
Persebaya. “Saya tahu tekanan di sini cukup besar. Fans ingin pemain kerja keras. Saya akan buktikan
itu,”pungkasnya. (Gunawan Sutanto)

Anda mungkin juga menyukai